60
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan (14-15% per tahun) dengan pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4% per tahun. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, dan korban kekerasan. 1,2 Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei – 16 Juni 2012 1

REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah

kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti

Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu

lintas yang cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan (14-15% per tahun) dengan

pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4% per tahun. Lebih dari 80% pasien yang

masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa

tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya

merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda,

olah raga, dan korban kekerasan.1,2

Di Amerika Serikat, kejadian kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% korban meninggal sebelum tiba

di rumah sakit dan lebih dari 100.000 korban menderita berbagai tingkat kecacatan

akibat kecelakaan lalu lintas tersebut.1

Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan kecelakaan lalu lintas jalan yang

cukup serius, menurut data dari Mabes Polri setiap tahun tercatat 9.856 orang

meninggal akibat kecelakaan lalu lintas jalan tersebut. Tingginya korban kecelakaan

tersebut disadari telah mendorong tingginya biaya pemakai jalan, dan secara ekonomi

menyebabkan terjadinya pemborosan sumber daya. Berbagai upaya penanganan juga

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 1

Page 2: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

telah dilakukan untuk mengurangi jumlah dan kelas kecelakaan lalu lintas jalan

(accident severity) tersebut.3

Di Jakarta sendiri, dari 614 kasus kecelakaan lalu lintas yang diotopsi sepanjang tahun

1982, 490 kasus sebab kematiannya merupakan hasil kecelakaan lalu lintas yang fatal,

yang mana korban kecelakaan lalu lintas mengalami luka-luka , seperti luka di bagian

kepala, ekstrimitas atas, ektrimitas bawah, tubuh depan , dan tubuh belakang.2

Distribusi korban kecelakaan lalu lintas terutama kelompok usia produktif antara 15-

44 tahun dan lebih didominasi kaum laki-laki. Kelompok ini merupakan aset sumber

daya manusia yang sangat penting untuk pembangunan bangsa.4

B. DEFINISI

Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Pasal 1 No.24

disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak

diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan

yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda.5

Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 No.1-5 membagi kecelakaan lalu

lintas sendiri menjadi 3, yaitu:5

1. Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan

kendaraan dan/atau barang.

2. Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan

dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

3. Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

korban meninggal dunia atau luka berat.

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 2

Page 3: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

BAB II

CEDERA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS

Kejadian cidera dan kejadian fatal terjadi dalam berbagai jenis transportasi tetapi jika

dihitung secara numerik kecelakaan lalu-lintas jalan raya mendominasi kejadian kecelakaan

di seluruh dunia. Di negara-negara maju, sebagian besar korban kecelakaan jalan raya adalah

korban yang berusia di bawah 50 tahun, dan pada kalangan usia muda tren ini bahkan

cenderung meningkat. Pola cidera, kejadian fatal dan hal-hal lainnya, memiliki perbedaan

bergantung pada jenis korbannya, yakni korban sebagai penumpang kendaraan, pengendara

motor, pengendara sepeda atau pejalan kaki.6

A. DINAMIKA CIDERA AKIBAT KECELAKAAN DALAM BERKENDARA

Banyak fakta fisik dasar yang dapat membantu menjelaskan pola cidera akibat kecelakaan

lalu-lintas yang begitu kompleks, khususnya yang diderita oleh pengendara. 6

1) Cidera pada organ kelenjar disebabkan oleh perubahan tingkat gerakan. Kecepatan

berapapun asalkan konstan tidak memberikan pengaruh seperti yang terbukti dalam

perjalanan ruang angkasa atau rotasi bumi. Sebaliknya, perubahan kecepatanlah yang

meninggalkan akibat traumatik – baik itu perubahan menjadi lebih cepat (akselerasi)

atau menjadi lebih lambat (deselerasi). 6

2) Perubahan kecepatan dapat diukur dalam ‘gravitasi’ atau ‘G forces’. Jumlah yang

dapat ditoleransi oleh tubuh sangat bergantung pada arah melajunya gaya. Deselerasi

pada gaya 300 G dapat menyelamatkan orang dari cidera dan bahkan hingga 2000 G

pun orang dapat selamat dari ancaman kecelakaan, dengan sarat bahwa gerakan

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 3

Page 4: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

sebesar itu menuju pada sudut yang benar sesuai dengan sumbu panjang tubuh.

Tulang frontal dapat tahan terhadap gaya sebesar 200 G tanpa menderita fraktur dan

ketahanan maksimal ini bahkan mencapai gaya sebesar 400 G. Ketahanan yang sama

juga dimiliki oleh bagian thoraks. 6

3) Selama akselerasi atau deselerasi kerusakan kelenjar yang terjadi akan bergantung

pada gaya yang berlaku tiap bidang unit, seperti halnya sebuah pisau tajam yang

memiliki daya tembus yang lebih baik dibandingkan pisau tumpul jika digerakkan

dengan gaya yang sama. Jika seorang pengendara mobil menghentikan mobilnya dari

kecepatan 800 km/jam dengan membenturkan kepalanya pada bagian windscreen

frame sebesar 10 cm3, maka kerusakan yang terjadi akan lebih parah daripada gaya

deselerasi tersebar hingga 500 cm3 dengan bantuan sabuk pengaman. 6

4) Antara 60 dan 80 persen tabrakan kendaraan (baik dalam struktur yang tetap maupun

dalam kendaraan yang lainnya) bersifat frontal, sehingga menyebabkan deselerasi

yang keras. Adapun 6 persen lainnya diderita pada bagian belakang (rear impacts)

kendaraan, yang mempercepat laju kendaraan dan penumpangnya. Sisanya, sekitar

setengah akibat tabrakan akan menimpa bagian samping. 6

5) Dalam frontal impact yang umum terjadi, tidak akan pernah terjadi penghentian yang

instan pada kendaraan, bahkan meskipun kendaraan tersebut meluncur dan menabrak

struktur yang sangat masif sekalipun. Kendaraan itu mengalami deformasi dari bagian

depan sehingga akan selalu terjadi jarak dan waktu deselerasi, meskipun kadarnya

kecil. Dalam kenyataannya, riset desain pabrikan kendaraan saat ini membuat

ketentuan yang keteat untuk memperkecil akibat tabrakan bagi pengendara dan

penumpangnya. Tujuan riset ini ialah memperpanjang jarak dan memperlama waktu

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 4

Page 5: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

berhentinya kendaraan, sehingga G value yang bertindak pada penumpang dapat

dikurangi. 6

6) Nilai G-forces dapat dihitung dengan rumus: G = C (V2)/D, dimana V adalah

kecepatan (km/jam), D adalah jarak berhenti (meter) setelah kejadian, dan C adalah

konstanta (0,0039). (Jika V dalam m/jam dan D dalam feet, maka C menjadi bernilai

0,04). Sebagai contoh, jika sebauh mobil melaju dengan kecepatan 80 km/jam

menabrak sebuah dinding batu sehingga mobil tersebut melesak sedalam 25 cm ke

dalam dinding, dilanjutkan dengan terpental sejauh 50 meter, maka tingkat

deselerasinya akan sebesar 33 G. jika seorang penumpang terikat erat pada sabuk

pengaman (dalam prakteknya hampir mustahil terjadi demikian), maka ia akan

mengalami deselerasi yang sama, sehingga penumpang tersebut akan selamat. 6

Akan tetapi, jika penumpang tersebut tidak terikat erat pada sabuk pengaman, ia akan

terus bergerak ke depan dengan kecepatan 80 km/jam dan akan mengalami G-forces yang

besar, yang merupakan ukuran yang akan bergantung pada jarak berhenti deformasi

(beberapa sentimeter dari kompresi kelenjar) saat ia membentur struktur mobil internal

yang berada di depannya. 6

B. POLA CIDERA PADA PENUMPANG KENDARAAN

Jenis kendaraan (selain sepeda motor) dalam teorinya memiliki sedikit perbedaan dalam

mekanisme kejadian cidera, namun sebagian besar survei statistik membaginya ke dalam

mobil dan van kecil yang berbobot mati 1,5 ton, pada satu pihak dan pada pihak lain

kendaraan berat, seperti truk dan bus, meskipun kelompok yang disebut terakhir ini

memiliki fitur yang berbeda yang lebih mirip dengan pesawat penumpang. 6

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 5

Page 6: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Kendaraan berat pengangkut barang biasanya mengalami kerusakan/akibat yang lebih

ringan daripada kendaraan kecil jika terjadi kecelakaan karena memiliki massa dan

kekuatan yang lebih besar, dan juga ketinggiannya dari permukaan tanah. Kerusakan

struktural dari pengaruh dengan kendaraan-kendaraan yang ukurannya lebih kecil akan

lebih ringan dan sering terjadi pada bagian di bawah posisi pengemudi. Meskipun

demikian, karena daya deselerasinya lebih kecil, maka para penumpang tetap rentan

terhadap pola-pola cidera. 6

Van berbobot ringan secara umum identik dengan mobil dalam hal akibat kecelakaan

yang menimpa penumpang yang duduk di bagian depan kendaraan. Dalam kenyataannya

mereka dapat memiliki resiko yang lebih besar, karena van-van modern yang ada saat ini

cenderung memiliki bagian depan yang datar dan oleh sebab itu memiliki sedikit atau

bahkan tidak memiliki potensi ‘’pental’ yang dapat memperlama waktu berhenti. Dengan

mengkonsentrasikan perhatian pada mobil, sebagian besar korban kecelakaan kendaraan,

pola cidera berbeda-beda menurut kedudukan penumpang di dalam kendaraan yang

mengalami kecelakaan/tabrakan. 6

1. PENGEMUDI

Banyak penyelidikan yang telah dilakukan oleh oleh organisasi-organisasi riset jalan

raya dan pabrikan mobil dengan menggunakan model rekaan korban kecelakaan,

didukung dengan peralatan perekam dan sinematografi kecepatan tinggi. Langkah-

langkah ini menghasilkan gambaran yang detil tentang urutan kejadian tabrakan

kendaraan bermotor. Saat kejdian yang paling sering terjadi muncul, yakni frontal

impact, pengemudi yang tidak mengenakan sabuk pengaman pertama-tama tergeser

ke arah depan sehingga kakinya membentur bagian facia/parcel-shelf, dan perut atau

dada bagian bawahnya kontak dengan bagian bawah kemudi. Badan pengemudi

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 6

Page 7: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

tersebut kemudian menekuk di sekitar kemudi dan mulai naik. Kepala menuju ke

depan, dan terjadi fleksi bagian tulang servik dan thoraks. Komponen ke depan dan ke

atas ini menyebabkan benturan kepala pada bagian windscreen, upper windscreen

rim, atau rangka mobil bagian samping (side pillar). Windscreen sering mengalami

perforasi oleh kepala atau wajah, dan seluruh badan dapat terpelanting dan menabrak

kaca, memecah kaca tersebut dan jatuh ke tanah, atau bahkan ke aspal. 7

Satu lagi faktor penyebab cidera adalah adanya intrusi bagian-bagian struktural ke

dalam kompartemen penumpang. Meskipun mobil-mobil keluaran sekarang telah

didesain sedemikian rupa sehingga dapat menjaga kompartemen penumpang agar

tetap sentral, jika pengaruhnya besar, mesin atau komponen front-wheel dapat

terdorong ke belakang hingga ke daerah kursi tempat pengemudi/penumpang,

sehingga pengemudi mengalami intrusi. Tidak jauh berbeda, bagian atap mobil atau

pilar sudut bagian depan mobil (yang disebut pula sebagai ‘A’-frame) dapat menimpa

pengemudi. 6

Salah satu pengaruh intrusi kolom, mesin, dan gearbox dapat berupa daya floor up in

ke belakang yang bertumpu pada kaki. Pedal kendali juga berperan di dalam intrusi,

dan dalam kondisi rem mendadak atau mengubah gigi secara mendadak tekanan fleks

pada kaki akan mendesak kaki tersebut sehingga mempengaruhi kondisi pelvis. kolom

kemudi yang pada awalnya mendapatkan resiko terburuk akibat intrusi, terdorong ke

belakang sehingga terjadilah cidera pada bagian dada atau perut. Desain modern telah

mengurangi bahaya ini dengan membuat kolom menjadi teleskopis, atau dapat

disesuaikan, tetapi cidera tetaplah dapat terjadi – kadang-kadang akibat rem otomatis

pada kemudi. Dalam kejadian ini, jika pengemudi tidak mengenakan sabuk pengaman

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 7

Page 8: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

maka ia akan terpental ke bagian samping dan jatuh ke jalan raya, khususnya dalam

peristiwa tabrakan yang beruntun. 6

Di dalam rear impact, pengemudi mengalami akselerasi dan, jika ia tidak terikat erat

pada sabuk pengaman, maka pengemudi tersebut akan menderita hiperekstensi yang

parah pada bagian leher, sering diikuti dengan serangkaian kejadian deselerasi,

bahkan saat mobil membentur kendaraan atau tertabrak dari depan, sehingga

menyebabkan terjadinya ‘whiplash’. 7

Di dalam side impacts, cidera bergantung pada seberapa berat intrusi pada pintu dan

panel samping pengemudi. Alat-alat pengekang belum tentu dapat melindungi,

meskipun kendaraan-kendaraan modern biasanya telah memperkuat side-impact bars

yang dipasang bersama dengan pintu. 6

Kisaran kejadian-kejadian traumatik tersebut di atas dapat menghasilkan lesi-lesi

berikut ini pada pihak pengemudi jika ia tidak mengenakan sabuk pengaman atau

dilindungi oleh kantung udara:

(a) Pengaruh bagi fascia dapat menyebabkan abrasi, laserasi dan fraktur kaki di sekitar

lutut atau betis bagian atas.7

(b) Tekanan kaki pada lantai mobil, khususnya jika mengalami intrusi oleh mesin,

dapat menyebabkan fraktur di bagian manapun dari bagian kaki hingga bagian

femur. Kaki tersebut dapat mengalami cidera oleh kontak yang keras dengan fascia

atau dashboard dan persendian paha dapat mengalami dislokasi posterior. Adapun

kejadian yang tidak lazim adalah fraktur pada pelvis; bagian yang biasanya

mengalami cidera adalah persendian sakroiliak. Menurut Mant, yang mengadakan

penelitian terhadap 100 kecelakaan yang dialami oleh pengemudi, terdapat 22

kejadian cidera pelvis dan 31 kejadian cidera perut bagian bawah.8

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 8

Page 9: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

(c) Pengaruh abdomen dan dada dari roda kemudi dapat menyebabkan cidera internal

yang parah, biasanya ruptur pada bagian liver (50 persen) dan, yang kurang sering

terjadi, pada bagian spleen (36 persen). Akan terjadi luka pada permukaan kulit,

namun kejadian ini sering tidak mengakibatkan cidera internal. Laserasi kulit

jarang terjadi kecuali jika roda kemudi membentur atau melukai bagian

tulang/rangka dada. Lesi-lesi lain akibat roda kemudi adalah luka pada paru-paru,

fraktur pada rusuk dan sternum, kontusi jantung dan haemothoraks atau

pneumothoraks, atau bahkan kedua-duanya. Hampir 70 persen dari data yang

dihimpun oleh Mant menunjukkan kejadian patah tulang rusuk.8

(d) Cidera perut bagian atas kurang lazim terjadi namun dapat terjadi dari gaya yang

dipindahkan oleh pegangan roda kemudi atau dari benturan dengan windscreen,

pilar, intrusive roof, bonnet atau lantai mobil jika kejadian berlangsung pada posisi

refleks protektif. Hanya 19 persen dari data yang dikumpulkan oleh Mant yang

menunjukkan adanya cidera pada bagian lengan.8

(e) Cidera yang paling jelas terlihat adalah pada bagian wajah dan kepala. Cidera ini

disebabkan oleh proyeksi terhadap pentalan menuju arah windscreen. Pengemudi

yang tidak mengenakan sabuk pengaman akan terangkat naik dan mengalami fleksi

ke depan sehingga bagian dahi dan tengkoraknya akan kontak dengan upper rim

dari windscreen sehingga menyebabkan laserasi. Bagian wajah sering menderita

luka akibat pecahan kaca. Pada sebagian besar kendaraan Eropa kaca tidak

dilaminasi, sehingga jika pecah maka pecahannya akan berupa serpihan berbentuk

kubus kecil yang ujungnya relatif tumpul. Akan tetapi serpihan-serpihan tumpul ini

masih dapat menyebabkan laserasi superfisial, sering dalam bentuk ‘V’ pendek

atau pola ‘sparrow-foot’. Cidera seperti ini tidak membahayakan nyawa akan tetapi

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 9

Page 10: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

mengindikasikan pengaruh yang cukup untuk melempar pengemudi ke arah kaca.

Kerusakan yang umum terjadi adalah pada bagian mata.6

(f) Pengaruh windscreen rim atau pilar ujung – atau setelah pentalan terjadi – dapat

menyebabkan berbagai jenis atau derajat cidera pada kepala, termasuk laserasi,

retak tulang tengkorak, haemorrhage intrakranial atau kerusakan/gegar otak. Dalam

daftar yang dikumpulkan oleh Mant terdapat 42 kejadian fraktur tulang tengkorak

pada 100 orang pengemudi. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan yang diderita

oleh penumpang yang duduk di depan, seperti yang dilaporkan oleh Eckerts yang

menghimpun 300 kejadian serupa di Amerika Serikat, di mana pengemudi

menderita cidera dua kali lebih banyak dibandingkan penumpangnya, meskipun

laporan tersebut tidak menyebutkan berapa banyak kecelakaan yang melibatkan

pengemudi sekaligus penumpangnya.6

(g) Hiperfleksi tulang serviks saat bagian kepala terayun dapat menyebabkan fraktur

atau dislokasi. Sering terdapat komponen ganda di dalam hiperfleksi deselerasi

yang diikuti oleh hiperekstensi ulangan jika kepala terbentur saat terjadi tabrakan

pada bagian depan. Rear impacts juga menyebabkan ‘whiplash effect ganda, seperti

yang dikemukakan sebelumnya.7

Satu jenis cidera yang sering luput dari perhatian pada proses otopsi ialah dislokasi

atlanto-oksipital, yang oleh Mant dimasukkan ke dalam seri/kelompok ketiga.

Fraktur-fraktur lain dapat terjadi di manapun pada cervical spine, sering pada

sekitar C5-6. Perlindungan sabuk pengaman tidak dapat mencegah kerusakan

cervical spine, meskipun kekangan yang erat pada bagian kepala dapat mengurangi

cidera yang disebabkan oleh hiperekstensi. Thoracic spine jarang mengalami

kerusakan, tetapi pada pengemudi yang tidak mengenakan sabuk pengaman

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 10

Page 11: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

whiplash effect sejenis dapat melukai atau menggeser upper dorsal spine, sekitar

T5-6-7.6

(h) Satu jenis cidera thoraks yang lebih umum terjadi yang berhubungan dengan

deselerasi ialah rusaknya aorta. Kejadian ini dapat berhubungan dengan whihplash

effect yang parah terhadap thoracic spine, karena aorta terlepas menuju permukaan

anterior vertebrae di mana busur distal bergabung dengan segmen lurus. Barangkali

alasan yang paling umum terjadinya kerusakan aorta ialah efek ‘pendulum’ hati.

Jika thoraks mengalami deselerasi yang keras, maka massa jantung besar akan

berusaha terus bergerak menuju dan dapat secara literal menarik diri dari basal,

yang merupakan bagian yang paling kasar dari aorta. Pemisahan terjadi pada titik

di mana aorta menyatu dengan spinal pada ujung busur.8

Terjadinya kerusakan pada aorta sering berupa kerusakan sirkluar, yang hampir

sama tajamnya dengan transeksi. Kadang-kadang terjadi luka sobekan itimal

transversal tambahan yang menjadi satu dengan luka utama, yang disebut dengan

‘ladder tears’, karena bentuknya yang menyerupai tangga. Hal-hal demikian dapat

terjadi jika tidak ada kerusakan aktual yang terjadi dan dapat disebut sebagai

temuan insidental selama proses otopsi. Kadang-kadang lukanya cukup dalam

hingga menyebabkan diseksi lokal darah hingga terserap ke dalam intima, yang

kecenderungannya tidak menyebabkan kematian yang mendadak. Jarang sekali

terjadi kematian yang tertunda akibat diseksi besar beberapa jam atau beberapa hari

kemudian. Aorta yang mengalami kerusakan adalah lesi yang biasa terjadi pada

kecelakaan lalu-lintas – untuk kasus tabrakan antara dua mobil, penulis

menemukan tiga aorta transeksi diantara empat kejadian kecelakaan.6

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 11

Page 12: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Frekuensi terjadinya luka sobekan cukup lazim terjadi sehingga harus diperhatikan.

Luka ini memerlukan otopsi prosektor dan penanganan yang cermat agar tidak

menyebabkan artefactual ladder tears pada aorta.6

(i) Cidera-cidera lain yang menimpa dada dapat disebabkan oleh benturan dengan

roda kemudi, pentalan menuju windscreen atau benturan dengan jalan. Akan terjadi

kemungkinan luka atau laserasi pada bagian dada akibat benturan dengan roda

kemudi, meskipun keberadaan kantong udara dan sabuk pengaman dapat

mengurangi kejadian cidera seperti ini. Di bawah kulit, fraktur sternal dan rusuk

sering dijumpai, meskipun cidera visceral yang fatal dapat terjadi tanpa didahului

patahnya tulang rusuk pada usia muda karena tulang rusuk mereka lebih rawan.7

(j) Jantung dapat mengalami kerusakan meskipun tidak terjadi tanda-tanda atau

fraktur thoracic cage eksternal. Luka epikardium dan myokardium. Pada

kecelakaan dengan kecepatan tinggi jantung dapat benar-benar mengalami avulsi

dari asalnya dan berpindah ke bagian dada. Tingkat kerusakan yang lebih ringan

dapat melaserasi ventrikel amaupun atrium, dan menyebabkan hemorrhage yang

berat. Trombosis arteri koroner digambarkan mengikuti kontusi yang terjadi pada

ateri koroner. Penetrasi cidera dari sternum, rusuk atau objek-objek eksternal dapat

melaserasi jantung secara langsung. Hemorrhage subendokardial pada sisi kiri

septum interventrikuler dan otot-otot papiler di seberangnya tidak dapat dijadikan

sebagai tanda-tanda terjadinya benturan, tetapi dapat dijadikan sebagai indeks

hipotensi katastrofis. Hemorrhage subendokrinal juga dapat terjadi pada ruang di

sekitar jantung, seperti yang penulis pernah temukan pada luka korban kecelakaan

pesawat terbang.9

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 12

Page 13: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

(k) Paru-paru adalah bagian yang termasuk sering mengalami gangguan setiap kali

terjadi kecelakaan lalu-lintas, baik karena tertusuk oleh patahan tulang rusuk yang

menembus pleura atau dari benda tumpul. Kejadian yang disebut terakhir sering

menyebabkan luka memanjang ke arah bawah menuju ke bagian posterior paru-

paru yang terdapat pada saluran paravertebral. Bagian dalam paru-paru dapat

mengalami kerusakan akibat pleura viskeral, yang berasal dari dorongan atau

variasi masif tekanan intrathoraks selama tabrakan terjadi. Paru-paru seringkali

menunjukkan daerah-daerah pendarahan di bawah pleura, yang dapat disebabkan

oleh kontusi langsung, aspirasi darah dari daerah-daerah yang mengalami

kerusakan atau oleh darah yang terserap masuk ke saluran udara dari bagian luka di

daerah mulut dan hidung.8

(l) Cidera yang umum dialami oleh bagian perut adalah rusaknya liver, yang dapat

mengalami kerusakan pada bagian manapun. Lesi yang umum terjadi adalah luka

sentral pada permukaan bagian atas, yang dapat meluas dan bahkan menyebabkan

sobeknya organ. Kerusakan yang lebih ringan sering terjadi dalam bentuk luka

paralel yang dangkal tetapi banyak, pada permukaan atas. Luka-luka subkapsuler

dapat terjadi dengan terbentuknya haematoma subkapsuler, yang pada gilirannya

akan ikut mengalami kerusakan.6

(m) Cidera atau luka akibat terpental adalah hal yang lazim terjadi pada kecelakaan

lalu-lintas, dan kejadiannya sangat membahayakan baik bagi pengemudi maupun

penumpang. Kecelakaan seperti ini cenderung terjadi pada tabrakan beruntun.

Banyak penelitian yang telah diusulkan oleh para produsen mobil untuk

mengeluarkan teknologi door locks untuk mengurangi resiko cidera. Meskipun

telah terjadi distorsi yang cukup berpengaruh pada rangka kendaraan, tidak ada

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 13

Page 14: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

yang dapat mencegah terbukanya atau rusaknya pintu. Penelitian oleh Moore dan

Tourin di Cornell University menyimpulkan bahwa cidera akibat terpental diikuti

dengan lesi steering-column merupakan kejadian kedua yang paling sering

menyebabkan trauma, dan, jika korban sampai terpental, maka akan terdapat

kesempatan lima kali lipat untuk selamat dari kematian daripada korban

terperangkap di dalam mobil. Moore dan Tourin menemukan bahwa saat pintu

terbuka satu dari tiga penumpang akan terpental ke luar mobil.6

Hampir setiap jenis cidera, biasanya lebih dari satu, akan dialami oleh korban

setelah ia terpental, baik akibat kontak dengan permukaan jalan atau (dalam

proporsi yang signifikan) akutab tertabrak oleh kendaraan lain, khususnya dalam

kecelakaan kendaraan bermotor. 6

2. PENUMPANG YANG DUDUK DI KURSI DEPAN

Di negara-negara Barat terdapat lebih banyak pengemudi yang tewas atau luka-luka

akibat kecelakaan lalu-lintas daripada penumpang, namun hal ini menunjukkan bahwa

proporsi mobil-mobil di sana didominasi oleh pengemudi – yang termasuk dalam

sepertiga daftar yang dikumpulkan oleh Mant. Di negara-negara dengan rasio

kendaraan terhadap penduduk yang lebih rendah terjadi kebalikannya dan banyak

kecelakaan disebabkan oleh terlalu sesaknya penumpang. Pola cidera yang dialami

oleh penumpang sama dengan pengemudi, namun kedudukannya di dalam mobil

lebih membahayakan, seperti yang digambarkan di dalam sebuah film buatan

Michelin Thyre Company, Prancis, La Place du Mort. 6

Meskipun tidak ada benturan antara dada dan roda kemudi, namun tidak adanya

hubungan ini juga membantah perlindungan yang ditawarkan oleh pengemudi di

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 14

Page 15: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

dalam mengurangi tabrakan/benturan dengan windscreen, yang barangkali

memberikan sesuatu yang dapat dijadikan perlindungan oleh pengemudi tersebut.

Satu lagi faktor ialah bahwa pengemudi memusatkan perhatiannya secara konstan

pada jalan sehingga ia jarang sekali memperingatkan penumpangnya saat terjadi

resiko kecelakaan. Hal demikian dapat menjelaskan terjadinya luka pada bagian

kepala dan kerusakan otak yang diderita oleh penumpang yang tidak mengenakan

sabuk pengaman dalam data yang dihimpun oleh Mant, di mana persentasenya adalah

55 persen dan 42 persen, dibandingkan dengan 64 dan 53 persen. Namun, angka ini

dihasilkan sebelum sabuk pengaman dan kantong udara umum digunakan sebagai

perlengkapan mobil. 8

3. PENUMPANG YANG DUDUK DI KURSI BELAKANG

Sebelum sabuk pengaman populer digunakan – bahkan di beberapa negara sekarang

diwajibkan – ditengarai bahwa posisi duduk di kursi belakang cukup aman, jika

dibandingkan dengan posisi duduk di depan.6

Meskipun keberadaan sabuk pengaman telah secara dramatis mengurangi resiko

kecelakaan dengan cidera serius bagi para penumpang yang duduk di kursi depan,

bahaya bagi penumpang yang duduk di kursi belakang menjadi jauh lebih nyata. Satu

rangkaian data menunjukkan bahwa 49 persen dari jumlah penumpang yang duduk di

kursi belakang dalam kecelakaan mobil mengalami cidera yang serius dan cukup

serius. Kampanye dan peraturan pemerintah sama-sama berusaha untuk

menggalakkan penggunaan sabuk pengaman, tetapi perhatian kurang diberikan pada

keamanan penumpang yang duduk di kursi belakang, dan penggunaan sabuk

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 15

Page 16: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

pengaman tersebut memang telah menjadi kewajiban di negara Inggris dan beberapa

negara lain.6

Selama terjadinya deselerasi yang keras, para penumpang yang tidak mengenakan

sabuk pengaman yang duduk di kursi belakang diproyeksikan ke arah depan dan

terhempas ke bagian belakang kursi depan, termasuk bagian sandaran kepala. Mereka

dapat saja terlempar ke atas kursi, menabrak dan mengalami cidera yang lebih parah

dibandingkan penumpang yang duduk di kursi depan atau bahkan terpental ke arah

windscreen, yang kemungkinan dapat pecah karena benturan oleh penumpang yang

berada di depan. 7

Dalam tabrakan beruntun, penumpang kursi belakang memiliki trauma yang sama

beratnya, tetapi mengalami cidera yang kemungkinan lebih banyak karena terbentur

berkali-kali, seperti terbentur kaca, spion, pegangan pintu, dan winders jendela.

Perubahan desain telah berhasil mengurangi bahaya ini dengan dipasangnya pegangan

pintu yang lebih lembut atau counter-sunk dan mirror yang mudah untuk diturunkan

bilamana menonjol ke luar. Peristiwa terpental adalah penyebab kematian dan cidera

serius lain yang umum ditemukan pada penumpang kursi belakang. 6

4. CIDERA AKIBAT SABUK PENGAMAN

Seperti yang telah dikemukakan di atas, banyak negara sekrang telah memiliki

peraturan yang mewajibkan pemasangan sabuk pengaman pada kursi depan dan kursi

belakang. Jika tidak ada undang-undang yang berlaku mengenai hal ini, ajakan saja

tidak akan cukup membantu, terlepas dari fakta bahwa resiko tidak adanya sabuk

pengaman hanya mencapai 20-25 persen, seperti yang terjadi di Australia. Penurunan

resiko juga terjadi di Inggris setelah pemerintah negara tersebut mewajibkan

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 16

Page 17: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

penggunaan sabuk pengaman. Bukan hanya kematian yang dapat ditekan, tetapi juga

cidera wajah dan khususnya kerusakan mata dapat pula dikurangi. 9

Sabuk pengaman saat ini hampir menjadi komponen reguler pada mobil dan dipasang

dengan posisi diagonal, atau dikenal dengan istilah “three-point attachment belt”.

Bentuk sabuk pengaman yang sederhana ini juga dipasang pada pesawat terbang, di

mana fungsinya efektif. Sebagian besar sabuk pengaman sekarang memiliki jenis

‘inertia-reel’, yang memungkinkan gerakan lambat tetap akan menghentak jika terjadi

benturan keras atau mendadak. Keuntungannya menggunakan sabuk pengaman, selain

lebih nyaman, sabuk pengaman slack belt dapat secara otomatis dibelitkan ke

sekeliling tubuh. Penambat atau kekang yang lebih kompleks, seperti double shoulder

harness dan crotch strap, hanya dipasang pada pesawat terbang mesin ringan,

paragliding dan mobil balap. Meskipun jauh lebih efektif, penggunannya secara sosial

tidak dapat diterima untuk kendaraan biasa, karena jenis sabuk pengaman yang satu

ini juga mencakup kekang bagian kepala, yang hampir menjadi satu-satunya cara

untuk mencegah kerusakan hiperfleksi pada cervical spine. 9

Berbagai bentuk sabuk pengaman berfungsi dengan:

(a) Menahan penumpang agar tidak lepas dari tempat duduk, sehingga proyeksi ke

arah depan terhadap roda kemudi, windscreen dan A frame sudut dapat dicegah.

Kepala, meskipun masih dapat mengalami hiperfleksi, akan terlindungi dari

benturan kaca dan badan tidak dapat diproyeksikan pada kaca, lantai mobil,

maupun jalan. Sabuk ini dapat menyesuaikan dengan intrusi belakang mesin,

lantai, atap mobil atau pilar ujung jika struktur-strukturnya mencapai tempat

duduk penumpang pada posisi duduk awal. Efektivitas dari sabuk pengaman ini

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 17

Page 18: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

juga bergantung pada fiksasi yang aman dari tempat duduk terhadap lantai

kendaraan. 6

(b) Sabuk pengaman menahan penumpang di dalam kendaraan saat terjadi hempasan

pada bagian pintu, karena kejadian terpental cenderung menambah resiko

kematian atau cidera parah. Sabuk pengaman relatif tidak efektif jika terjadi efek

samping, kecuali mengurangi cidera-cidera akibat terpental pada korban side-

swipes yang mengenakan sabuk pengaman, walaupun alasannya kurang jelas. 6

(c) Memperlama waktu dan jarak deselerasi dengan menambah elastisitas sabuk,.

Agar dapat beperan efektif, sabuk pengaman harus dipasang secara kencang pada

tubuh agar mendapatkan tingkat kekangan/ikatan yang tinggi, baik dengan

menyesuaikan pengaturnya maupun dengan menggunakan inertia reel. Sabuk

pengaman tidak boleh digunakan lagi jika telah bekas karena ‘daya melarnya’

lebih tinggi sehingga membayakan penggunanya. 6

(d) Memperluas daya bidang aplikasi deselerasi. Seperti yang dikemukakan

sebelumnya, badan harus menyerap apapun G-force yang berlaku atas badan

tersebut, dihitung dengan rumus G = C (V2)/D. jika diabsorbsi oleh pengaruh

lokal sejauh beberapa sentimeter pesrsegi di atas tulang kepala, maka cidera fatal

akan dapat terjadi. Deselerasi yang serupa dengan difusi thoraks dan abdomen

sebesar 500 cm3 dari sabuk pengaman juga akan mengurangi resiko cidera. 6

Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa sabuk pengaman dapat menyebabkan cidera,

yang biasanya tergolong parah. Inilah salah satu alasan mengapa peraturan di

sejumlah negara, namun sebagian besar peraturan tersebut dinilai tidak logis,

memiliki perbedaan sehingga resiko kematian dan cidera tetaplah tinggi setelah sabuk

pengaman diberlakukan. 9

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 18

Page 19: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Satu lagi kritisi yang tidak valid terhadap sabuk pengaman ialah karena alat ini

menghambat penggunanya untuk meloloskan diri dari bahaya kebakaran mobil.

Kebakaran yang terjadi pada mobil angkutan penumpang memang jarang terjadi

dalam kenyataan. Sebuah laporan penelitian dari Bako et al. (1970) di Kanada

menunjukkan bahwa dari 1297 buah kejadian kecelakaan kendaraan, hanya 24

kejadian yang berhubungan dengan kebakaran, dan hanya tiga pasien yang

mengalaminya.6

Pemasangan atau penempatan tali sabuk pengaman yang tidak tepat akan mengurangi

bidang kontak, tetapi dapat menambah resiko cidera. Tali yang longgar akan

memungkinkan badan untuk bergerak relatif dengan sabuk sbelum kekangan yang

tiba-tiba muncul, sehingga mengurangi jarak antara penumpang dan struktur-struktur

yang dihadapannya. 6

Meskipun ukurannya terlalu kecil untuk golongan anak-anak dan perempuan yang

bertubuh kecil, tetapi badan dapat masuk dari bawah tali kekang – yang disebut

dengan ‘submarining’ – atau dapat bertindak sebagai kekang penahan di sekeliling

leher. Beberapa perempuan menemukan bahwa kekang tali diagonal akan menekan

bagian payudara, meskipun tidak dipasang terlalu kencang, sehingga menambah

ketegangan selama deselrasi yang cenderung menciderai kelenjar yang ada pada organ

dada. 6

Perempuan hamil juga bermasalah dengan sabuk pengaman, tetapi meskipun cidera

uterine dan fetal merupakan kejadian yang paling lazim terjadi dan dapat dianggap

sebagai komponen transversal sabuk tiga titik.9

Cidera akibat mengenakan sabuk pengaman dapat berbeda-beda jenisnya dari cidera

ringan hingga berat. Luka permukaan kulit paling sering terjadi dan dapat dilihat pada

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 19

Page 20: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

sekitar bidang diagonal letak sabuk yang menempel pada tubuh. Hal demikian lebih

jelas terlihat pada kasus kecelakaan pesawat terbang karena daerah tekanannya tidak

begitu luas. Luka kulit permukaan dapat terjadi pada dinding perut dan dada, tetapi

lesi yang berbahaya terdapat pada bagian visceral. Muatan abdominal mengalami luka

yang paling parah, khususnya jika menggunakan sabuk jenis lap-straps. Luka

mesentry, atau intenstine besar dan kecil biasanya terjadi karena fleksi akut akibat

penasangan lap-strap. Pembuluh besar dapat pula mengalami luka seperti halnya

caecum. Aorta abdominal dapat tergores dan lumbar spine dapat mengalami fraktur

kompresi atau dislokasi menuju cakram pada daerah midlumbar. 6

Tali diagonal biasanya mencegah cidera perut yang serius karena fungsinya mencegah

hiperfleksi, tetapi tali ini dapat pula menyebabkan cidera thoracic. Luka pada kulit

dan otot serta fraktur dapat menyertai terjadinya kerusakan klavikel atau sternum di

mana sabuk dipasang menyilang pada bagian tersebut. Beberapa penulis (lihat pada

daftar pustaka di belakang), telah mengadakan penelitian tentang cidera akibat sabuk

pengaman. 6

5. CIDERA AKIBAT KANTONG UDARA

Dalam beberapa tahun terakhir ini penggunaan kantung udara semakin intensif, dari

awalnya sekedar dipasang pada mobil-mobil mahal hingga sekarang dapat dijumpai

pada mobil-mobil yang harganya relatif murah. Alat ini terdiri atas kantong yang

berukuran besar, yang biasanya dilipat di dalam wadah pada kemudi dan di dalam

fascia di depan penumpang kursi depan.9

Sebuah alat deselerasi yang sensitif memicu inflasi dari kanister gas, yang terjadi

dalam hitungan seper-sekian detik. Deflasi juga terjadi dengan cepat, sehingga kontrol

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 20

Page 21: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

mobil residu dan tindakan penyelamatan keluar dari kendaraan menjadi tidak

terhambat. 6

Kantung yang mengalami inflasi didesain untuk interposisi antara penumpang dan

struktur frontal kabin penumpang, untuk mencegah terjadinya benturan dan

hiperfleksi. 9

6. KERAWANAN ANAK-ANAK TERHADAP KENDARAAN

Masalah ini khususnya penting karena meliputi sejumlah aspek. Banyak negara yang

telah memberlakukan undang-undang untuk melindungi anak-anak yang menumpang

mobil karena mereka masih sangat rentan dan rawan terhadap ancaman kecelakaan. 6

Pertama, dapat dipahami, namun sangat berbahaya, jika orang dewasa dengan serta-

merta membolehkan anak-anak untuk menumpang tanpa sabuk pengaman di kursi

depan mobil. Beberapa orang tua bahkan memperbolehkan mereka untuk berdiri di

bagian ujung fascia tepat di bawah windscreen, sehingga hal ini sangat

membahayakan keselamatan anak. Tempat duduk anak yang dipangku oleh ibunya

juga berbahaya, karena berada pada titik deselerasi yang menghadap langsung dengan

windscreen. Kemungkinan terbesar benturan dengan fascia dan windscreen

menyebabkan kematian dan cidera wajah, khususnya pada bagian mata. 6

Sabuk pengaman untuk orang dewasa tidak tepat digunakan untuk anak-anak (atau

bahkan orang dewasa yang bertubuh kecil), karena titik fiksasi pada pilar pintu terlalu

tinggi bahkan meskipun tali dapat dipendekkan agar kencang. Diagonal dapat

melewati bagian tenggorokan sehingga resikonya sangat berbahaya. 6

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 21

Page 22: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Meskipun beberapa negara di Eropa telah memberlakukan larangan terhadap anak-

anak di bawah usia 14 tahun untuk duduk di kursi depan mobil, profesi medis di

Berlin yang mengkampanyekan hal serupa untuk pengendara sepeda motor. 6

Seperti yang dibahas di depan, kampanye serupa juga mempengaruhi pemasangan

sabuk pengaman kursi belakang untuk anak-anak dan dewasa. Setelah dilarang duduk

di kursi depan, anak-anak dianggap lebih aman jika duduk di kursi belakang, tetapi

banyak anak yang meninggal dan mengalami lebih banyak kecelakaan akibat

terbentur oleh kursi belakang, penumpang di depannya dan internal fitments. Tempat

duduk khusus di atas tempat duduk reguler kemudian diusulkan pemasangannya

untuk penumpang anak-anak, khususnya bayi. Pada tahun 1988 Parlemen Inggris

memberlakukan peraturan tempat duduk khusus anak-anak, kemudian pada tahun

1991 peraturan yang sama juga berlaku bagi orang dewasa. 6

7. CIDERA PADA PENGENDARA SEPEDA MOTOR

Meskipun di negara maju jumlah kendaraan roda dua (sepeda motor) lebih sedikit

daripada kendaraan roda empat atau lebih (mobil), namun tingkat kejadian cidera dan

kematian pada pengendara motor lebih tinggi. Sebagai contoh, di Inggris dan Wales

(1989) angka kematian pengendara motor usia 16-24 tahun lebih tinggi dibandingkan

kelompok usia yang sama yang mengendarai mobil (343 berbanding 323) meskipun

rasio jumlah motor:mobil di Inggris sangatlah kecil. Pada kelompok usia 24-44 tahun,

terdapat 192 pengendara motor dan 381 pengendara mobil yang tewas akibat

kecelakaan lalu-lintas.6

Pada kebanyakan kasus kecelakaan sepeda motor, posisi pengendara ketika

kecelakaan akan benar-benar terpental dari kendaraannya, sehingga biasanya daerah

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 22

Page 23: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

kepala, pinggul, dan ekstrimitas akan menderita cidera yang parah sebagai akibat dari

kecelakaan.7

Dua ektremitas badan yang paling menderita akibat kecelakaan menunjukkan

tingginya angka luka-luka/cidera pada bagian dada dan perut.

(a) Karena pengendara jatuh ke tanah, maka cidera kepala lebih sering terjadi,

menyebabkan 80 persen kematian (Bothwell). Meskipun helm pelindung telah

menjadi perangkat wajib pengendara di sebagian besar negara, namun tingkat

keparahan kecelakaan sering mengalahkan pengaruh protektif dari helm

tersebut.6

(b) Benturan dengan permukaan jalan atau kendaraan lain yang melacu cepat

menyebabkan gegar otak, tetapi seringnya bersifat temporoparietal. Satu

komplikasi yang biasa terjadi adalah fraktur pada tulang tengkorak basal.

Terjadinya keretakan pada dasar tulang tengkorak yang melintang menuju tulang

sfenoid melalui pituitary fossa dikenal dengan sebutan motorcyclist’s fracture.

Satu lagi jenis lain ring fracture di sekitar foramen magnum di dalam posterior

fossa disebabkan oleh benturan pada ujung kepala. Leher menjadi bagian tubuh

yang paling sering menderita dan Mant menemukan adanya fraktur cervical spine

yang parah, bahkan meskipun pengendara telah mengenakan helm dengan benar.

Kontusi korikal dan laserasi, kadang-kadang contrecoup, cukup berat sehingga

menyebabkan terjadinya ekstrusi kelenjar otak. 6

(c) Kaki sering menjadi sasaran cidera ketika terjadi kecelakaan sepeda motor, baik

oleh benturan awal dengan kendaraan lain maupun oleh struktur jalan, atau

terjepit oleh rangka motor. Laserasi, luka bakar friksi dan fraktur – sering

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 23

Page 24: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

gabungan dari ketiganya – adalah hal yang umum terjadi. Mant mencatat fraktur

pada kaki dan pelvis pada 35 persen kasus yang ia teliti. 7

(d) Setiap bagian tubuh dapat mengalami cidera, tetapi tidak ada yang sesering

ekstremitas. Jatuh dari mesin, khususnya dengan kecepatan tinggi, dapat

menyebabkan patah tulang rusuk dan kerusakan viskeral, khususnya kerusakan

liver. 7

(e) Ketika pengendara terjatuh dan terpental dari sepeda motor, seluruh atau

sebagian tubuh pengendara akan bergesekan dengan jalan dalam kecepatan tinggi

sehingga terjadi abrasi luas pada banyak permukaan tubuh.7

(f) Cidera yang umum dialami oleh pengendara motor adalah kecelakaan ‘trail-

gating’, di mana pengendara melaju ke arah belakang sebuah truk sehingga

motornya masuk ke kolong truk tersebut, tetapi kepala si pengendara terbentur

oleh tail-board (bak belakang truk). Dekapitasi dapat terjadi pada sebagian besar

kasus yang ekstrim, namun cidera kepala dan leher yang parah hampir tak

terhindarkan. Truk di banyak negara saat ini harus dilengkapi dengan palang besi

yang kuat untuk menghindari masuknya korban kecelakaan sepeda motor ke

dalam truk. Helm penyelamat dapat berfungsi untuk menjadi tameng atau

pelindung benturan yang sebagian bergantung pada getaran, sekaligus

mengendalikan G-force deselerasi.6

8. CIDERA PADA PENGENDARA SEPEDA

Secara umum luka-luka yang dialami oleh pengendara sepeda bukan berupa luka-luka

yang serius dan tidak mengancam nyawa. Hal ini dikarenakan kecepatan pengendara

sepeda yang tidak terlalu cepat.7

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 24

Page 25: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Jenis luka-luka atau cidera yang diderita oleh pengendara sepeda hampir sama dengan

yang diderita oleh pengendara motor, karena sepeda memiliki instabilitas yang sama

dengan kecepatan yang jauh lebih rendah. Sekali lagi cidera kepala akibat benturan

mendominasi kejadian kecelakaan pengendara sepeda. Adapun jenis cidera lainnya

meliputi cidera paha dan dada. Kerusakan sekunder pada bagian bahu juga sering

terjadi. 7

9. CIDERA PADA PEJALAN KAKI

Di seluruh dunia, kecelakaan lalu-lintas yang dialami oleh pejalan kaki adalah

kejadian yang paling sering dijumpai. Terdapat sekitar 50 persen dari sepertiga

kematian di jalan raya dialami oleh pejalan kaki. Kejadian paling sering ditemukan

pada daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi, misalnya di Asia

Selatan, sebagian Afrika, Timur Tengah dan Amerika Tengah. Sebagian besar pejalan

kaki tertabrak oleh mobil atau truk, dan jenis kendaraan membedakan dinamika

pengarunya, yang – berbeda dari cidera yang dialami oleh penumpang – merupakan

sebuah proses akselerasi, bukan deselerasi. 6

Jenis dan pola cidera pada pejalan kaki dipengaruhi oleh 4 faktor yang berperan

dalam kecelakaan transportasi pada pejalan kaki. Berikut adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi pola cidera pada pejalan kaki.7

a) Kecepatan kendaraan

b) Jenis kendaraan

c) Adanya pengereman atau tidak

d) Umur pejalan kaki yang tertabrak

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 25

Page 26: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Cidera awal disebabkan oleh benturan pertama kendaraan dengan korban, sedangkan

cidera lanjutan disebabkan oleh benturan lanjutan dengan tanah. Beberapa penulis

juga menggunakan istilah ‘cidera tersier’ untuk mendeskripsikan terjadinya benturan

korban dengan tanah, karena cidera ‘sekunder’ mereka hubungkan dengan benturan

dengan kendaraan, misalnya saat korban berusaha menghindari tabrakan/kontak

dengan windscreen. 7

(a) Ketinggian bumper kendaraan (‘fender’) berada di bawah pusat gravitasi pejalan

kaki usia dewasa, yang berada pada daerah perut. Sehingga benturan pertama

cenderung menghantam kaki dari bagian bawah korban dan memutarnya menuju

ke arah kendaraan. Bergantung pada profil depan mobilnya, pejalan kaki yang

tertabrak dapat terlempar ke depan maupun terjempit ke arah mobil. 6

(b) Jika korban terlempar ke depan, maka cidera sekunder akan dialami oleh adanya

benturan dengan tanah, serta benturan awal pada kaki dan sering juga pada

bagian paha. Bahaya berikutnya muncul jika saat korban terpental ke depan, di

sana datang kendaraan menghampiri korban.6

(c) Jika korban cenderung jatuh menghampiri kendaraan yang menabraknya, maka ia

akan kontak dengan windscreen. Kontak yang keras dengan kaca depan ini akan

membuat korban mengalami cidera awal. Cidera seperti ini dapat terjadi jika

kendaraan melaju pada kecepatan 23 km/jam (sekitar 15 m/jam; di bawah 19

km/jam tubuh biasanya akan diproyeksikan ke depan. Jika kecepatannya tinggi,

terkadang badan akan melenting seperti gerakan salto menuju ke atap kendaraan

yang menabraknya. Hal demikian lebih cenderung terjadi jika mobil tidak

mengerem, tetapi tetap melaju melewati orang yang ditabraknya. 6

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 26

Page 27: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

(d) Dalam sebagian besar kasua, pejalan kaki yang tertabrak dengan posisi

menghampiri atau melompati objek yang menabraknya kemungkinan akan

terlempat menuju sisi mobil, dan cidera sekunder akan ia alami saat jatuh ke

tanah atau tertabrak oleh kendaraan lainnya. Korban akan jatuh ke tanah di depan

kendaraan. 6

(e) Jika benturan/tabrakan terjadi dalam kecepatan tinggi, misalnya lebih dari 50

km/jam (31 m/jam), tubuh akan terpental tinggi di udara dengan jarak tertentu,

baik ke samping maupun sejajar dengan mobil – atau bahkan ke arah belakang.

Akan sulit bagi kita mengestimasikan kecepatan tabrakan dari sifat cidera yang

dialami. Hal demikian akan fatal bahkan meskipun dalam kecepatan yang rendah

(10 km/jam, atau 6 m/jam), namun benturan dalam kecepatan tigngi bisanya

hanya berakibat cidera ringan. Jika korbannya anak-anak, meskipun pola umum

cideranya sama, ukuran tubuhnya yang lebih pendek dan berat badan yang lebih

ringan akan mempengaruhi mekanisasi tabrakan. Kontak awal terjadi pada

bagian tubuh yang lebih tinggi, sehingga korban anak-anak cenderung terpental

ke depan dibandingkan berputar ke atas, meskipun banyak pula yang terpelanting

ke arah kendaraan penabrak. 6

(f) Jika pejalan kaki ditabrak oleh kendaraan lebih besar, misalnya van, truk, atau

bus, titik awal tabrakan lebih tinggi dan dapat menyebabkan cidera awal pada

pelvis, perut, tulang bahu, lengan atau kepala. Karena profil yang dimiliki oleh

jenis-jenis kendaraan ini, maka tidak ada tabrakan yang membuat korban

terpental ke arah kendaraan, dan korban biasa bergerak ke depan dan menderita

cidera/luka-luka sekunder akibat benturan dengan jalan. 7

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 27

Page 28: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

C. PENYEBAB KEMATIAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

Kematian karena luka parah lebih mudah dijelaskan, misalnya luka parah pada bagian

kepala yang kemudian mengalami gegar otak dan pendarahan. Seringkali cidera yang

berbeda-beda lebih sulit untuk dipelajari, namun dalam kasus-kasus yang umum orang

umumnya akan menganggapnya sebagai ‘cidera beragam (multiple injuries), karena

cidera yang dialami oleh korban bermacam-macam bentuknya. 6

Saat kematian terjadi akibat kecelakaan di jalan, atau korban kemudian tewas setelah

bertahan beberapa saat setelah ditabrak, biasanya akan terdapat kerusakan mukuloskeletal

atau organ, hemorrhage parah, blokade aliran udara dari darah, atau asfiksia traumatis

dari fiksasi bagian dada yang disebabkan oleh benturan dengan bagian kendaraan.

Korban yang sempat bertahan hidup namun kemudian meninggal dapat disebabkan oleh

terjadinya pendarahan yang tanpa henti, hemorrhage sekunder, kegagalan renal akibat

hipotensi dan/atau kerusakan otot yang ekstensif, embolisme lemak, infeksi lokal, infeksi

dada atau sistemik lainnya, infarksi myokardial atau serebral dan sequeale lainnya. 6

Adanya penyakit alami juga menjadi pertimbangan yang penting di dalam kematian

akibat kecelakaan lalu-lintas, seperti kemungkinan adanya kematian yang disebabkan

oleh penyakit yang diderita korban. Sedangkan kerusakan pada indera penglihatan atau

pendengaran dapat pula menyebabkan kecelakaan, meskipun hal demikian hampir tidak

pernah dimasukkan ke dalam catatan otopsi. Tentu saja, kemungkinan lainnya ialah

pengaruh konsumsi alkohol yang menyebabkan intoksisasi pada diri korban. 6

Jika pembahasan kita melibatkan pihak pengemudi atau pilot – atau bahkan kapten kapal

– maka adanya penyakit atau intoksikasi dapat menjadi unsur pengaruh yang sangat

penting. Pendapat umum menyatakan bahwa kematian mendadak jarang menyebabkan

kendaraan lepas kendali. Penelitian yang dilakukan oleh Schmidt terhadap 39 kasus

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 28

Page 29: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

kematian di Jerman menemukan bahwa 97 persen dari penyakit kardiovaskuler dan 90

persen dari penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian di jalan raya. Sementara

itu Morild di Norwegia menemukan bahwa 14 dari 133 kasus kematian akibat kecelakaan

lalu lintas disebabkan oleh penyakit, terutama atheroskeloris koroner. 6

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 29

Page 30: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

BAB III

PEMERIKSAAN FORENSIK PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS

A. PEMERIKSAAN FORENSIK

Dalam rangka membantu proses peradilan dalam hal menyelesaikan kasus hukum

mengenai kecelakaan lalu lintas, seorang dokter adalah seorang ahli yang tepat bagi

penegak hukum untuk memeriksa barang bukti yang berupa mayat, orang hidup, bagian

tubuh manusia, atau sesuatu yang berasal dari tubuh manusia.10

Kegiatan otopsi secara umum identik dengan prosedur yang biasanya berlaku , tetapi

ditambah dengan perhatian khusus pada hal-hal berikut ini:

1. Karena ketentuan pidana terlibat di dalam kasus kecelakaan lalu-lintas, maka

masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum seperti identitas mayat dan

kontinuitas bukti harus dipastikan. 6

2. Mayat harus dikenakan pakaian, jika kondisinya saat dibawa ke rumah sakit telah

tewas, shingga cidera yang ia derita dapat dicocokkan dengan kerusakan pakaian yang

dikenakannya. Seringkali hal demikian mustahil dilakukan, khususnya jika korban

tidak memungkinkan untuk dibawa dengan mengenakan pakaian sebelum ia

mengalami kecelakaan. 6

3. Sampel darah harus didapatkan dari golongan darah dan sekarang mungkin

disesuaikan dengan ‘sidik jari DNA’ dalam kasus ‘tabrak-lari’ yang di tempat

kejadiannya ditemukan bercak darah atau petunjuk-petunjuk lainnya. 8

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 30

Page 31: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

4. Pemeriksaan eksternal, seperti untuk semua jenis kematian akibat trauma, adalah hal

yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara detil, akurat dan tercatat semua.

Ketinggian pola cidera di atas permukaan tungkai korban harus ditandai, untuk

membandingkannya dengan dimensi kendaraan penabraknya. Semua jenis bukti dapat

ditemukan oleh seorang ahli patologi, dari bercak cat dan serpihan kaca hingga

bagian-bagian dari struktur kendaraan. 7

5. Otopsi yang menyeluruh harus dilakukan, bukan hanya menjadi semacam katalog

daftar cidera yang dialami oleh korban. Adanya kemungkinan penyakit yang diderita

oleh korban sebelum ia tewas tertabrak, maupun penyakit yang mungkin diderita oleh

si pengendara harus dipertimbangkan. Lesi jantung dan serebral lama dan baru

khususnya penting untuk dijadikan petunjuk. 6,7

6. Pemeriksaan alkohol dan obat-obatan pada kecelakaan merupakan suatu yang penting.

Konsumsi alkohol oleh pengemudi dan pejalan kaki telah menyebabkan 25.000

kematian dari total 800.000 kecelakaan di Amerika serikat setiap tahunnya. Alkohol

adalah penyebab terbesar kecelakaan fatal pada kecelakaan tunggal. Beberapa obat

seperti obat antihistamin dan antidepresi yang dikonsumsi sesaat sebelum mengemudi

juga dapat menyumbangkan sejumlah kasus kecelakaan kendaraan bermotor.8

Penyalahgunaan obat-obatan seperti penyalahgunaan amphetamine, marijuana, dan

obat-obatan terlarang dapat diidentifikasi dari tubuh korban melalui sampel darah dan

urine. Pemeriksaan toksikologi ini sangat berguna bagi pihak asuransi dalam hal

prosedur untuk melakukan klaim asuransi. Apabila pengendara terbukti lalai dalam

berkendara karena pengaruh alcohol atau obat-obatan non narkotik, pengendara dapat

dikenai pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009. Hal ini berbeda apabila pengendara dalam

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 31

Page 32: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

pengaruh konsumsi narkotik, pengendara akan dikenai pasal berlapis pasal 112 jo,

pasal 132, subsider 127 UU no. 35 tahun 2009 tentang narkotika. 5,8

B. BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN MENGGUNAKAN KENDARAAN

BERMOTOR

Bunuh diri dengan kendaraan bermotor adalah salah satu hal yang sulit dalam praktek

forensik. Kecuali situasi dan bukti-bukti jelas. Cara dan posisi kematian pada

pemeriksaan forensik sangat penting bagi pihak perusahaan asuransi dalam hal klaim

terhadap asuransi tersebut.8

Beberapa fakta dan penemuan yang biasanya dapat membantu menegakkan bunuh diri

dengan kendaraan bermotor:8

1. Adanya percobaan bunuh diri pada beberapa waktu sebelumnya

2. Adanya riwayat depresi pada korban

3. Adanya bukti kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi

4. Tidak adanya bukti melakukan pengereman.

5. Tabrakan dengan pohon, jembatan, atau benda-benda keras lain yang mengenai sudut

mati pada tengah-tengah bagian depan kendaraan.

6. Adanya catatan sebelum kematian yang menyebutkan bahwa ingin bunuh diri.

Pada kasus pembunuhan dengan kendaraan bermotor, pembunuhan dapat dilakukan

melalui 4 cara:

a) Pembunuhan terencana pejalan kaki dengan menggunakan kendaraan. Investigasi

situasi seperti ini tidaklah sulit jika pembunuhan tersebut terdapat saksi disekitar

tempat kejadian perkara. Jika pengendara mobil meninggalkan lokasi dan tidak

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 32

Page 33: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

ada bukti adanya perencanaan sebelumnya, maka kejadian seperti ini dapat

diklasifikasikan sebagai tabrak lari.8

b) Tabrak lari. Hal ini mungkin merupakan salah satu tindakan kriminal dengan

kendaraan yang menyebabkan cidera serius ataupun kematian. Pengendara “secara

tidak sengaja” membunuh ataupun melukai seseorang dan meninggalkan lokasi

untuk melarikan diri dari hukum.8

Hal yang berhubungan dengan kelalaian dalam berkendara diatur dalam pasal 310

UU No. 22 Tahun 2009, dimana pasal tersebut mendeskripsikan kecelakaan dalam

4 kondisi yang dibagi berdasarkan atas tingkat cedera yang dialami korban.

Dimulai dari cedera ringan, sedang, berat, dan meninggal dunia, hukuman yang

diterima disesuaikan dengan seberapa parah kondisi korban. Kelalaian yang

dimaksud dalam pasal ini adalah tidak adanya unsur kesengajaan pengendara

dalam berkendara yang mengakibatkan kecelakaan yang dialami korban.

Contohnya dalam berkendara pengendara tidak ugal-ugalan, mabuk sambil

berkendara, atau berkendara sambil menelpon, dan lain-lain.5

Luka ringan adalah luka yang tidak menyebabkan sakit atau halangan dalam

melakukan pekerjaan (jabatan atau pencarian). Luka sedang adalah luka/cedera

diantara luka berat dan luka ringan (misalnya vulnus laceratum, vulnus scissum,

atau fraktur) yang tidak mengancam nyawa. Dengan kata lain, luka sedang

merupakan luka yang menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan untuk

sementara waktu. Luka yang termasuk luka berat dirinci dalam KUHP pasal 90

antara lain adalah jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan

akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu

terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan, kehilangan salah

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 33

Page 34: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

satu pancaindera, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya

daya pikir selama empat minggu lebih, gugur atau matinya kandungan seorang

perempuan.11

Apabila terdapat unsur kesengajaan dalam berkendara yang mengakibatkan

kecelekaan, maka pengendara dapat dikenakan pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009.

Hal ini disesuaikan dengan cara berkendara pengemudi, apabila mengemudi

dengan ugal-ugalan pengendara dapat dikenai pasal berlapis, pasal 283 UU No. 22

Tahun 2009 tentang mengemudikan kendaraan dengan tidak wajar. Apabila

pengendara mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan atau melanggar

rambu lalu lintas lainnya, maka pengendara dapat dikenai pasal 287 UU No. 22

Tahun 2009 tentang pelanggaran rambu-rambu lalu lintas.5

Berbeda lagi dalam hal tabrak lari, dalam kasus ini pengendara akan dikenai pasal

berlapis, pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009. Dalam pasal ini hukuman yang akan

didapat pengendara akan jauh lebih berat.5

Hal penting pada investigasi tabrak lari adalah indentifikasi dari kendaraan dan

pengemudi yang menyebabkan kematian. Pemeriksaan yang teliti dari TKP,

tubuh, dan pengumpulan bukti adalah hal yang penting. Beberapa barang yang

harus dikumpulkan misalnya: pakaian termasuk sepatu, darah, urin, rambut dari

kepala dan kelamin, kotoran, kaca, oli dan karat pada pakaian dan tubuh.8

c) Kecelakaan palsu untuk menyebunyikan tindakan kriminal. Kejadian ini sangat

jarang ditemukan, tetapi bukan berarti tidak ada. Seseorang bisa saja dibunuh

dengan suatu maksud, kemudian tubuhnya diletakan di dalam kendaraan dan

kemudian didorong ke jalan raya agar terlihat seperti kecelakaan. Ketelitian yang

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 34

Page 35: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

tinggi dibutuhkan dalam mengidentifikasi kasus seperti ini. Pemeriksaan terhadap

seluruh luka dan penyebab kematian dapat membantu dalam proses identifikasi.8

d) Menyembunyikan tindakan kriminal dengan membakar korban di dalam mobil.

Pada kasus seperti ini dapat dilakukan tes CO, karena pada kasus

menyembunyikan korban di dalam mobil dan dibakar, kadar carboxyhemoglobin

pada darah akan rendah. Pemeriksaan otopsi lainnya juga dapat ditemukan adanya

luka-luka lain yang dapat menyebabkan kematian selain luka bakar.8

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 35

Page 36: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi AA. Penanganan cedera kepala di puskesmas. [updated 2007 Desember] Available

from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm

2. Hardajati S. Penerapan variable traffic controllers system di dki Jakarta. [updated 2007

Agustus] Available from : http://www.digilib.itb.ac.id.ai

3. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. Perhitungan besaran biaya kecelakaan lalu

lintas dengan menggunakan metoda the gross output. Available from :

www.pu.go.id/satmika/balitbang/sni/buat%20web/rsni%202005/pedoman%20teknik/

pusjatan/pd%20t-02-2005-b.pdf

4. Saanin S. Cedera kepala. [updated 2002 Januari] Available from :

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/sebab.html

5. Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan. Available from :

www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4a604fffd43d3/parent/lt4a604fcfd406d

6. Knight B. Transportation injuries. Forensic Pathology Second Edition. New York :

Oxford University Press, 1996. Pages : 275-293

7. Vincent J., Dominick J. Transportation deaths. Handbook of Forensic Pathology Second

Edition. Georgetown : Landes Bioscience, 1998. Page : 175 – 183

8. Fatteh A. Transportation fatalities. Handbook of Forensic Pathology. Philadelphia : J.B.

Lippincott Company, 1973. Pages: 209 – 219

9. Shepherd R. Transportation injuries. Simpson’s Forensic Medicine. New York : Oxford

University Press, 2003. Pages: 87-92

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 36

Page 37: REFERAT MEDIKOLEGAL KLL

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

10. Dahlan S. Status dokter dalam proses peradilan pidana. Ilmu Kedokteran Forensik

Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 2004. Pages: 17 – 21

11. Sitoresmi D. Aspek medikolegal trauma kimia, kecelakaan kerja, serta regulasi

keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Available from:

http://www.berbagimanfaat.com/2011/12/trauma-kimia-kecelakaan-kerja-regulasi.html

Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 37