Upload
imanniar-galuh-purwandari
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 Referat Ms Fix
1/29
i
REFERAT
MALARIA SEREBRAL
Oleh :
Dian Muflikhy Putri 112011101076
Pembimbing :
dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S
SMF SARAF RSUD dr. SOEBANDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2015
7/25/2019 Referat Ms Fix
2/29
ii
REFERAT
MALARIA SEREBRAL
Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Dokter Muda
di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD dr. Soebandi Jember
Oleh :Dian Muflikhy Putri 112011101076
Pembimbing :
dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S
SMF SARAF RSUD dr. SOEBANDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2015
7/25/2019 Referat Ms Fix
3/29
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Definisi ........................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .................................................................................. 3
2.3 Etiologi ........................................................................................... 4
2.4 Patogenesis ..................................................................................... 7
2.5 Gejala Klinis ................................................................................... 10
2.6 Kriteria Diagnosis .......................................................................... 10
2.7 Diagnosis Banding ......................................................................... 14
2.8 Tatalaksana ..................................................................................... 16
2.9 Komplikasi ..................................................................................... 19
2.10 Pencegahan ................................................................................... 19
2.11 Prognosis ...................................................................................... 20
BAB 3. KESIMPULAN ................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA. 22
7/25/2019 Referat Ms Fix
4/29
iv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Distribusi malaria di seluruh dunia . 4
2.2 MorfologiPlasmodium falsiparum. 5
2.3 Siklus Hidup Plasmodium 6
7/25/2019 Referat Ms Fix
5/29
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-
Nya sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul Malaria
Serebral ini. Referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas Lab/SMF Ilmu Penyakit
Saraf di RSD dr. Soebandi Jember.
Penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter pembimbing saya dr. Hj.
Supraptiningsih, Sp.S, dan seluruh pihak yang telah membantu saya dalam
penyusunan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Pepatah mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dalam
penyusunan referat ini yang banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna
penyempurnaan referat ini.
Besar harapan penyusun, semoga referat ini memberikan manfaat kepada semua
pihak pada umumnya dan khususnya pada kami selaku dokter muda.
Jember, 17 Desember 2015
Penyusun
7/25/2019 Referat Ms Fix
6/29
1
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak
balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan
dapat menurunkan produktivitas kerja.1
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya
sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan
hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun
dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).1,3,4
Selama tahun
2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000
penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan
1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.1
Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara
nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang
rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya kasus impor.
Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6%
dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara
Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan
Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi
tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua
(10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).1,4
Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium, yang ditular-
kan oleh nyamuk anopheles betina dan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Ada
empat jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia yaitu
7/25/2019 Referat Ms Fix
7/29
2
Plasmodium falciparum,P. vivax, P. malariaedanP. ovale.Plasmodium falsiparum
adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria berat
antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi. Penyebab paling sering
dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang non-imun adalah
malaria serebral.1,2
Malaria serebral terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun
demikian masih sering dijumpai pula didaerah endemik seperti di Jepara ( Jawa
Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.2
7/25/2019 Referat Ms Fix
8/29
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi maupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal
sebagai malaria berat.2
Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi
malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau
koma yang menetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang
dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.5
2.2 Epidemiologi
Plasmodium falciparum umumnya terdapat di daerah endemik tropik dan
subtropik. Afrika sub Sahara dan Melanesia (Papua New Guinea, kepulauan
Salomon).Plasmodium vivaxdi Amerika Tengah dan Selatan, India, Afrika Utara dan
Timur Tengah, sedangkan Plasmodium Ovale di Afrika Barat dan
Plasmodium.malariaesporadik di seluruh dunia.
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya
sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan
hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun
dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).1,3,4
Selama tahun
2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000
7/25/2019 Referat Ms Fix
9/29
4
penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan
1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.1
Gambar 2.1 Distribusi malaria di seluruh dunia9
2.3 Etiologi
Malaria serebral merupakan komplikasi sistemik dari malaria yang terberat
dan sering menyebabkan kematian.
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di
otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Hal
tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang ditularkan oleh
nyamuk anopheles betina
a. Morfologi Plasmodium falciparum
1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya 1/5 eritrosit,
dan tidak berpigmen.
2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah perifer)
berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar; berwarna hitam; dan
jumlahnya sedang,.
7/25/2019 Referat Ms Fix
10/29
5
3) Skizon imatur(jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya hampir mengisi
eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.
4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya bersegmen,
pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah, ukurannya hampir menutupi
eritrosit.
5) Makrogametosit waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam darah sangat
banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit, berbentuk bulan sabit (ujung
bulat atau runcing), sitoplasmanya berwarna biru tua, pigmennya bergranul
hitam dengan inti bulat.
6)
Mikrogametosit waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama dengan stadium
makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru kemerahan, berbentuk ginjal
dengan ujung tumpul, pigmennya bergranul gelap.
Gambar 2.2. Morfologi Plasmodium falciparum
7/25/2019 Referat Ms Fix
11/29
6
b. Siklus Hidup Plasmodium (CDC, 2010)
Gambar 2.3 Siklus Hidup Plasmodium8
Siklus hidup Plasmodium terjadi dalam 2 host, yaitu siklus sporogoni yang
terjadi di dalam tubuh vektor dan siklus skizogoni yang terjadi di dalam tubuh host.
Siklus skizogoni terjadi saat Anopheles betina yang terinfeksi malaria
menginokulasikan sporozoit ke dalam tubuh manusia ketika mengambil darah.
Sporozoit kemudian menginfeksi sel hepar dan matang menjadi skizon, yang
kemudian ruptur dan melepaskan merozoit. Merozoit kemudian menginfeksi eritrosit
dan berubah menjadi trofozoit matur, kemudian skizon. Skizon akan mengalami
ruptur dan melepaskan merozoit. Setelah menjalani 3 kali siklus eritrosit, beberapa
parasit mengalami diferensiasi menjadi gametosit.
Semua stadium Plasmodium yang terdapat di dalam darah, ikut terambil
nyamuk Anopheles ketika menghisap darah manusia. Gametosit jantan
(mikrogametosit) dan betina (makrogametosit) yang ikut terhisap akan mengalami
7/25/2019 Referat Ms Fix
12/29
7
diferensiasi dalam tubuh nyamuk, sementara stadium lainnya akan menjadi sumber
protein bagi nyamuk Anopheles. Gametosit jantan kemudian berubah menjadi
mikrogamet, sementara gametosit betina berubah menjadi makrogamet. Saat
mencapai lambung nyamuk, mikrogamet melakukan fertilisasi dengan makrogamet
yang kemudian menghasilkan zigot. Zigot berubah menjadi ookinet yang menginvasi
dinding midgut nyamuk, dan berkembang menjadi ookista. Ookista tumbuh, ruptur
dan melepaskan sporozoit, lalu menuju ke seluruh tubuh nyamuk, diantaranya
kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit yang merupakan stadium infektif ini siap untuk
diinokulasikan ke dalam hostyang baru.6,7
2.4 Patogenesis
Ada tiga teori yang dikemukakan, yaitu Teori Mekanis (Sitoadherens,
Rosetting dan Deformabilitas Eritrosit), Teori Toksik dan Teori Permeabilitas.
Namun tidak banyak perbedaan antara ketiga teori tersebut dimana teori yang satu
saling terkait dengan teori yang lain:10
a. Teori Mekanis
1)
Sitoadherens
Plasmodium falciparum merupakan satu-satunya spesies yang dapat
menginduksi sitoadherens ke endotelium vaskular eritrosit yang mengandung parasit
matur. Sebagai parasit matur, protein parasit dibawa dan dimasukkan ke membran
eritosit. Sitoadherens menyebabkan penyerapan eritrosit berparasit pada
mikrosirkulasi, terutama kapiler dan post kapiler venula.
Penelitian menunjukkan, penyerapan eritrosit berparasit lebih banyak pada
otak, tetapi juga pada hati, mata, jantung, ginjal, intestinum dan jaringan adiposa.Penyerapan yang paling menonjol pada serebrum, serebelum (medula oblongata).
Dari penelitian pada anak dengan malaria serebral didapatkan penyerapan eritrosit
berparasit dan akumulasi platelet intravaskular, yang berperan adalah sitoadherens.
2) Deformabilitas eritrosit dan rosetting.
7/25/2019 Referat Ms Fix
13/29
8
Eritrosit berparasit yang dapat melakukan sitoadherens juga dapat melakukan
resetting, dimana berkelompoknya eritrosit berparasit yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit non parasit. Proses ini mempermudah terjadinya sitoadherens karena
obstruksi aliran darah dalam jaringan.
Adanya sitoadherens, roset, penyerapan eritorsit berparasit dalam otak dan
menurunnya deformabilitas eritrosit berparasit menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi
akibatnya terjadi hipoksia jaringan.
b. Teori Toksik
Pada Malaria berat dengan infeksi berat, konsentrasi sitokin proinflamasi
dalam darah seperti TNF alfa, IL-1. IL-6, dan IL-8 meningkat, begitu juga dengan
sitokin Th2 anti inflamasi (IL-4 dan IL-10). Stimulator yang menginduksi produksi
sitokin proinflamasi oleh leukosit adalah glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang
dimiliki oleh Plasmodium falciparum. GPI (glycosylphosphatidylinositol)
menstimulasi produksi TNF alfa dan juga limfotoksin. Kedua sitokin tersebut dapat
meregulasi ekspresi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule 1) dan VCAM-1
pada sel endotelium, kemudian terjadi penyerapan eritrosit berparasit di otak, dan
menyebabkan koma. Peningkatan konsentrasi plasma TNF alfa pada pasien dengan
malaria falciparum berhubungan dengan keparahan penyakit, termasuk koma,
hipoglikemia, hiperparasitemia dan kematian.
Selain hal tersebut, TNF alfa juga menyebabkan pelepasan NO (Nitrit Oksida).
Pelepasan NO (Nitrit Oksida) mengakibatkan kelainan neurologis karena
mengganggu neurotransmitter.
c. Teori Permeabilitas
Terdapat sedikit peningkatan permeabilitas vaskular pada malaria berat, namunBlood Brain Barrier (BBB) pada pasien dewasa dengan malaria serebral secara
fungsional utuh. Penelitian pada anak anak afrika dengan malaria serebral
memperlihatkan peningkatan permeabilitas BBB (Blood Brain Barrier) dengan
disrupsi endotel interseluler.
7/25/2019 Referat Ms Fix
14/29
9
Penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa dengan malaria serebral tidak
memperlihatkan adanya oedem serebral. Namun pada anak anak afrika, frekuensi
oedem serebral lebih banyak terjadi, meskipun tidak secara konsisten ditemukan.
Disebutkan pula, pembukaan tekanan lumbal pungsi pada pasien dewasa
biasanya normal, namun meningkat > 80% pada anak dengan malaria serebral.
Peningkatan tekanan intrakranial sebagian disebabkan oleh penyerapan eritrosit
berparasit oleh otak.
Gambar 3. Platelet dan mikropartikel merupakan elemen patogenik pada malaria
serebral
Berdasarkan gambar 3 diatas diketahui bahwa:11
Selama fase akut malaria serebral, terlihat adanya peningkatan level
mikropartikel endotelial dalam plasma dari pasien mencerminkan aktivasi endotelsecara luas dan atau terjadi perubahan, disebabkan karena peningkatan level TNF
(Tumour Necrosis Factor). Secara in vitro, platelet dapat memperkuat ikatan antara
erirosit berparasit (PRBC) dengan sel endotel dan menyebabkan molekul adhesi baru
antara 2 tipe sel. Juga, platelet mampu menginduksi perubahan PRBC monolayer
7/25/2019 Referat Ms Fix
15/29
10
endotel, terutama dengan meningkatkan permeabilitas dan mempromosikan
apoptosis.
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak
setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan
kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat local atau menyeluruh.
Dapat ditemukan perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang
ditemukan. Gejala neurologi yang timbul dapat menyerupai meningitis, epilepsy,
delirium akut, intoksikasi, serangan panas (heat sroke). Pada orang dewasa koma
timbul setelah demam, bahkan pada orang non imun dapat timbul lebih cepat. Pada
anak koma timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang didahului kejang dan
berlanjut dengan penurunan kesadaran. Koma adalah bila dalam waktu 30 menit
penderita tidak memberikan respon motorik dan atau verbal. Derajat penurunan
kesadaran pada koma dapat diukur dengan Glasgow coma scale (dewasa) atau
Blantyre coma scale (anak). Gejala sisa (squelae) dilaporkan 10% pada anak di
Afrika dan 5% pada orang dewasa di Mungthai.6,7
2.6 Kriteria Diagnosis
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan
jiwa. Gejala utama demam sering di diagnosis dengan infeksi lain, seperti demam
typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.
Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue
atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan
dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.4
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus
dilakukan.
7/25/2019 Referat Ms Fix
16/29
11
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
A. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal pegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4.
riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. riwayat mendapat transfusi darah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 C aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna
coklat kehitaman (Black Water Fever), kejang dan sangat lemah (prostration).
Keterangan : penderita malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap untuk
mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan
sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakangold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan
darah tebal dan tipis. Pemeriksaan saat penderita demam dapat meningkatkan
7/25/2019 Referat Ms Fix
17/29
12
kemungkinan ditemukaannya parasit. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis
di rumah sakit / Puskesmas / lapangan untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;
c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang
besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11
100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
- Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000
parasit/uL.
- Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit
4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000
parasit/uL.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada
7/25/2019 Referat Ms Fix
18/29
13
unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak
tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.
Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai
agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia
dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini
yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat
mengidentifikasiP. falcifarum dan nonP.Falcifarum.
3. Pemeriksaan denganPolymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan
ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.
falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium
yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis.
Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi
malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan
(kalium,analisis gas darah); dan
d. urinalisis.4
2.7 Diagnosis Banding
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai
berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut.
a.
Demam tifoid
7/25/2019 Referat Ms Fix
19/29
14
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit
kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tourniquet positif,
penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit
pada demam berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri
betis yang mencolok. Pemeriksaan serologi MicroscopicAgglutination
Test (MAT) atau tes serologi positif.
2. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut.
a. Infeksi otak
Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya
kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. Pada
penderita dapat dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.
b. Stroke (gangguan serebrovaskuler)
Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologic lateralisasi
(hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang
mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).
c. Tifoid ensefalopati
Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-
tanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal, seperti
nyeri perut dan diare). Didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam
tifoid.
d. Hepatitis A
7/25/2019 Referat Ms Fix
20/29
15
Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa
makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit
kuning, dan urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5
kali tanpa gejala klinis atau meningkat > 3 kali dengan gejala klinis.
e. Leptospirosis berat/penyakit Weil
Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan
yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih selokan,
sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens penyakit ini
meningkat biasanya setelah banjir.
f.
Glomerulonefritis akut
Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria
negatif.
g. Sepsis
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan
sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan
mikrobiologi.
h. Demam berdarah dengue atauDengue shock syndrome
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa
syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi
perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan
melena), sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan
hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif (antigen dan antibodi).4
2.8Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi
Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin Combination
7/25/2019 Referat Ms Fix
21/29
16
Therapy).2Terapi yang dianjurkan untuk penatalaksanaan malaria serebral antara
lain:
1. Umum.
Merupakan aspek penting dalam manajemen pasien malaria serebral, yaitu:
a. Memelihara jalan nafas dilakukan pada penderita dengan koma dalam dan
indikasi pemasangan intubasi endotrakea.
b. Merubah posisi pasien tiap 2 jam.
c. Hindari tempat tidur basah atau lembab.
d. Posisi semi pronasi dengan elevasi kaki untuk mencegah aspirasi.
e. Memelihara keseimbangan cairan intake/output serta mengamati
perubahan warna urin ( hitam/coklat) bila terjadi.
f. Monitor tanda vital tiap 4-6 jam.
g. Mengobservasi terjadinya kejang dan harus segera diatasi.
h. Bila suhu di atas 39o
C harus dilakukan kompres di dahi atau lipatan ketiak
dan diberikan paracetamol.
i. Pemasangan NGT dilakukan pada pasien kesadaran menurun atau sulit
menelan untuk menghindari aspirasi pneumonia.
j. Pemasangan kateter uretra untuk memonitor keseimbangan cairan.
2. Terapi kejang.
Tahap premonitoring diazepam 10 mg iv atau rektal dapat diulang
setelah 10 15 menit bila kejang masih terjadi, dosis maksimum diazepam 50
mg dalam 4 jam pertama, bila diberikan dalam 24 jam, boleh sampai 100 mg.
Status konvulsif lanjut fenitoin 15 18 mg/kg iv, kecepatan 50 mg/menit
diberikan dalam waktu 20
30 menit (dengan lorazepam bila belumdiberikan) dan atau phenobarbital 10 mg/kg iv, kecepatan 100 mg/menit.
Phenobarbital dapat menurunkan insidensi kejang sampai 54 %.
4. Jangan berikan obat-obat sebagai berikut:
a. Kortikosteriod.
7/25/2019 Referat Ms Fix
22/29
17
b. Obat anti inflamasi lain.
c. Obat anti edema seperti manitol, urea, invert sugar.
d. low molecular weight dextran.
e. Adrenalin.
f. Heparin.
g. Pentoksifilin.
h. oksigen hiperbarik.
i. Siklosporin.
Penggunaan deksametason merupakan kontraindikasi pada malaria serebral
karena tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat, tetapi justru mengakibatkan
penurunan kesadaran menjadi makin lama, dan mempertinggi kemungkinan
infeksi dan perdarahan saluran cerna. .
5. Obat anti-malaria
Malaria serebral menjadi fatal setelah beberapa hari infeksi.
Pengobatan segera sangat penting karena imunitas alamiah malaria belum
diketahui sehingga pencegahan adalah cara yang terbaik. Semua kasus malaria
berat harus dirawat di rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan, pengobatan
dan pengawasan. Pengobatan yang diberikan adalah suntikan antimalaria
intravena (klorokuin, kinin, artemisin) untuk mencapai kadar level plasma
obat yang adekuat. Obat-obat baru yang ada penggunaannya secara oral
seperti meflokin, halofantrin harus dihindari pada kasus malaria berat.
Penggunaan dosis tinggi apalagi dalam jangka waktu lama tidak memberikan
manfaat yang lebih baik, sebaliknya hanya menambah efek samping obat.
Diperlukan obat anti malaria yang mempunyai daya membunuh parasit secara
cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk dapat menurunkan derajat
parasitemia:(9)
a. Kinin HCl
Diberikan dalam larutan infus 10 ml/kgbb NaCl 0.9 % atau dextrosa 5 %.
Dosis loading 16,7 mg basa/kgbb atau 20 mg bentuk garam/kgbb dalam 4
7/25/2019 Referat Ms Fix
23/29
18
jam pertama; dosis biasa: 8,3 mg basa/kgbb atau 10 mg bentuk
garam/kgbb dalam 4 jam pertama. Diteruskan dengan 8,3 mg basa/kgbb
dalam 4 jam, diulang tiap 8 jam, sampai penderita dapat menelan tablet
untuk kemudian diselesaikan pengobatannya per oral sampai hari ketujuh.
Dosis maksimal: 2000 mg/24 jam, sampai 13.000 mg selama 7 hari untuk
berat badan 60 kg atau lebih. Kinin HCl sebaiknya tidak diberikan
intramuskuler karena absorpsi yang, tidak menentu dan sering
mengakibatkan abses, juga sebaiknya tidak diberikan intravena bolus
karena efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila harus diberikan IV,
diencerkan dengan 30
50 ml cairan isotonis dan pemberian IV lambat
selama 15 20 menit. Dosis loading tidak diberikan kepada penderita
yang dalam 48 jam sebelumnya sudah diberi kina, dalam hal ini langsung
digunakan dosis biasa. Juga pada penderita gagal hati dan gagal ginjal.
b. Kinidin glukonat
Bila kinin HC1 tidak tersedia, kinidin cukup aman dan efektif sebagai obat
anti malaria. Dosis loading 15 mg basa/kgbb dilarutkan dalam cairan
isotonis diberikan dalam 4 jam pertama, diteruskan dengan 7,5 mg
basa/kgbb dalam 4 jam, tiap 8 jam dan dilanjutkan per oral setelah
penderita sadar.
c. Klorokuin
Diberikan dalam larutan infus 10 ml/kgbb NaCl 0, 9 % atau dextrosa 5 %.
Dosis: 5 mg basa/kgbb dalam 4 jam, diulang setiap 12-24 jam sampai
mencapai dosis total 25 mg basa/kgbb dalam 3 hari. Pemberian klorokuin
secara parenteral tidak dianjurkan karena toksisitasnya.
d.
Amodiakuin
Dosis loading 10 mg/kgbb dalam 500 ml cairan, untuk 4 jam. Kemudian 5
mg/kgbb dalam 500 ml cairan/hari selama 3 hari.
e. Meflokuin (4-kuinolin metanol)
7/25/2019 Referat Ms Fix
24/29
19
Tidak tersedia kemasan parenteral. Diberikan per sonde karena
absorpsinya cepat. Dosis: 18 20 mg/kgbb atau 750 1250 mg dosis
tunggal/terbagi. Sebaiknya obat ini dikombinasikan dengan sulfadoksin
dan pirimetamin untuk mencegah resistensi. Uji coba kombinasi obat ini
di Thailand memberikan cure rate 96 % dibandingkan dengan meflokuin
sendiri 93 %. Meflokuin juga efektif untuk terapi Plasmodium falciparum
yang resisten terhadap kinin (R I/R II) dan cross resistensi antara kinin dan
meflokuin padaPlasmodium falciparum in vivo sangat rendah.
f. Qinghaosu (artemether oil, artesunate solution)
Dipakai pada pengobatan malaria serebral di Cina dan Thailand dengan
pemberian per sonde, IM ataupun IV. Dosis suspensi 1,5 g diberikan
dalam 2 hari. Artesunate IV/IM dosis 4 mg/kgbb hari I, dilanjutkan
dengan 2 mg/kgbb pads hari ke 2 dan 3(11).
g. Halofantrin (9 fenantrenmetanol)
Dosis 3 x 250 mg/hari selama 3 hari.2
2.9KOMPLIKASI
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsy.
c. Kematian.9
2.10 PENCEGAHAN
Dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, yaitu dengan cara :
1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu (dicelup pestisida :
pemethrin atau deltamethrin)
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents) : gosok,
spray, asap, eleltrik
7/25/2019 Referat Ms Fix
25/29
20
3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau
harus memakai proteksi (baju lengan panjang). Nyamuk akan menggigit
diantara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian
diatas 2000 m
4. Proteksi tempat tinggal / kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti
nyamuk
Bila akan digunakan kemoprfilaksis perlu diketahui sensitivitas
plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitive (seperti
Minahasa), cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin
diphosphat) tiap minggu, 1 minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah
tiba kembali. Pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin
100 mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/ minggu
ditambah proguanil 200 mg/hari.
Vaksin untuk malaria terdapat 3 jenis, yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra
hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission block
untuk melawan gametosit.2
2.11 PROGNOSIS
Prognosis malaria serebral tergantung pada :
a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan
Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya
akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.
b. Kegagalan fungsi organ
Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan
dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.
c. Kepadatan parasit
Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak
jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih
lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.
7/25/2019 Referat Ms Fix
26/29
21
d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)
Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2 mmol/l.
Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.13
7/25/2019 Referat Ms Fix
27/29
BAB III
KESIMPULAN
Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi
malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau
koma yang menetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang
dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya
sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan
hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun
dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).1,3,4
Selama tahun
2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000
penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan
1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.1
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di
otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Hal
tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang ditularkan oleh
nyamuk anopheles betina.
Gejala klinis malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak
setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan
kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat local atau menyeluruh.
Untuk menegakkan diagnosis malaria serebral didapatkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Prognosis malaria serebralditentukan kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan, kegagalan fungsi organ,
kepadatan parasit, dan kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal).
7/25/2019 Referat Ms Fix
28/29
DAFTAR PUSKATA
1. Depkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta. 2012.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus.
Setiati, Siti. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat : Interna
Publishing
3. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan : Jakarta. 2007
4. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan : Jakarta. 2010
5. Bahrudin, Moch. 2013. Neurologi Klinis. Malang : Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
6. Natadisastra, Djaenudin. Agoes, Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran
Ditinjau dari Organ yang diserang. Jakarta : EGC
7.
Sutanto, Inge. Suhariah, Is Ismid. Sjarifuddin, Pudji. Sungkar, Saleha. 2009.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit FK UI
8. http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/Diakses pada : 12 Desember 2015,
pukul 14.44 WIB
7/25/2019 Referat Ms Fix
29/29
9. WHO. 2014. World Malaria Report. Publication. Switzerland: WHO Press
World Health Organization
10.WHO, 2010. Guideline for the treatment of malaria. Publication. Switzerland:
WHO Press World Health Organization
11.Dondorp, Arjen M. 2005. Pathophysiology, clinical presentation and
treatment of cerebral malaria, 10, pp67-77. Available at: www.neurology-
asia.org
www.neurology-asia.org
12.Combes, Valery; N. Coltel; D. Faille; S. C. Wassmer; G. E. Grau. 2006.
Cerebral malaria: role of microparticles and platelets in alterations of the
blood-brain barrier. International Journal for Parasitology, 36, pp541-46.
13.Iskandar Zulkarnain dan Budi Setiawan. 2007. Malaria Berat dalam: Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Ilmu Penyakit Dalam.