of 45 /45
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat Ilmu Kebidanan dan Kandungan dengan mengambil tema “EKLAMPSIA POST PARTUM”. Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan obstetri ginekologi di RSUD SOREANG. Penyelesaian tugas ini juga tak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis haturkan ucapan terima kasih kepada pembimbing dr. Aditiyo Januajie sp.OG,Mkes dan dr. Iman SF Wirayat sp.OG . Penulis sangat menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan tugas ini dan sebagai bekal penulis untuk menyusun tugas-tugas lainnya di kemudian hari. Semoga referat ini banyak memberi manfaatbagi semua pihat yang membutuhkan. 1

Referat Obsgyn Hana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obsgyn

Text of Referat Obsgyn Hana

KATA PENGANTARDengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat Ilmu Kebidanan dan Kandungan dengan mengambil tema EKLAMPSIA POST PARTUM.Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan obstetri ginekologi di RSUD SOREANG. Penyelesaian tugas ini juga tak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis haturkan ucapan terima kasih kepada pembimbing dr. Aditiyo Januajie sp.OG,Mkes dan dr. Iman SF Wirayat sp.OG .Penulis sangat menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan tugas ini dan sebagai bekal penulis untuk menyusun tugas-tugas lainnya di kemudian hari. Semoga referat ini banyak memberi manfaatbagi semua pihat yang membutuhkan.

Soreang, 15 Agustus 2013

PENULISPENDAHULUANPenyakit hipetensi mempersulit 5 hingga 10 persen kehamilan bersama perdarahan dan infeksi, membentuk suatu trias yang mematikan, yang berperan besar dalam angka kesakitan serta kematian ibu. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi, sindrom preeklampsia, baik terisolasi maupun bertumpang tindih dengan hipertensi kronis, merupakan yang paling berbahaya.1Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Jika preeklampsi tidak ditangani dengan baik, maka bisa berkembang menjadi eklampsi.1Preeklamsi adalah salah salah satu penyulit kehamilan yang biasanya didapatkan pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Sampai saat ini preeklamsi masih menjadi permasalahan. Penyebab pasti dari preeklamsi belum diketahui dan preeklamsi sulit untuk dideteksi secara dini, sehingga pada banyak kasus terjadi keterlambatan deteksi dan penanganan. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis.1Zuspan F.P. (1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian preeklamsi di dunia sebesar 0--13%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%. Sedangkan di Indonesia kematian ibu karena eklamsi menurut survei pada tahun 2001 sebesar 24 %.7Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin.7Eklampsia post partum dilaporkan oleh Chames terjadi pada 78% pasien yang tidak didiagnosis mempunyai penyakit hipertensi. Sedangkan pada pasien yang sebelumnya didiagnosis dengan superimposed preeclampsia hipertensi kronik, 5,2% berkembang menjadi preeclampsia post partum dan tidak ada yang berkembang menjadi eklampsia. 9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.I. DEFINISI

Hipertensi dalam Kehamilan1Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu paska salin.

Hipertensi gestational adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak disertai oleh proteinuri. Gejala ini akan hilang dalam waktu kurang dari 12 minggu paska salin. Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, edema disertai proteinuria (eksresi protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam) akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma pada perempuan dengan preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyebab lain. Kejang yang timbul merupakan kejang umum dan dapat terjadi sebelum, saat, atau setelah persalinan. 10 persen perempuan yang mengalami eklampsia, khususnya nullipara tidak mengalami kejang eklamptik setelah 48 jam postpartum. Peneliti lain melaporkan bahwa hingga seperempat kasus kejang eklamtik timbul setelah 48 jam postpartum.

II.I.I INSIDEN DAN FAKTOR RESIKO1 Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara, sedangkan perempuan yang lebih tua lebih beresiko mengalami hipertensi kronis. 7Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga. 1Insiden eklampsia telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Di negara maju insiden eklampsia mungkin sekitar 1 dalam 2000 kelahiran. 1Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida terutama primigravida usia muda. Faktor risiko preeklampsia adalah: 11. Nullipara2. Kehamilan ganda3. Obesitas4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya6. Diabetes mellitus gestasional7. Adanya trombofilia8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

II.I .II ETIOPATOGENESIS1Penyakit hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang: Terpajan vili korionik untuk pertama kali Terpajan vili korionik dalam jumlah berlebihan seperti pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular Secara genetik beresiko mengalami hipertensi selama kehamilanApapun etiologi pencetusnya, rangkaian peristiwa yang menyebabkan sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya vasospasme, transudasi plasma, serta komplikasi iskemik dan trombotik.II.I II.I Etiologi1,7Penyebab preeklampsia meliputi factor ibu, plasenta dan janin. Mencakup:1. implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus.

Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralis. Untuk memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter arteri. Pada wanita hamil, pembesaran diameter arteri spiralis meningkat 4-6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah wanita tidak hamil. Maka kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan.Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol neurovascular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin.Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada invasi trofoblas, sehingga perubahan fisiologis pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu ditemukan pula adanya hyperplasia tunika media dan thrombosis. Garis tengah arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia.

2. toleransi imunologis yang bersifat maladaptive diantara jaringan maternal, paternal (plansental) dan fetalToleransi system imun ibu terhadap antigen janin dan plasenta yang berasal dari paternal. Hilangnya toleransi ini atau mungkin adanya disregulasi proses toleransi. Karena preeklamsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama, terdapat spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal dan mekanisme blocking antibodies terhadap plasenta belum baik, sehingga timbul preeklamsi. Teori ini masih dipertanyakan karena Strickland pada tahun 1986 mengadakan penelitian terhadap 29.000 wanita hamil dengan preeklamsi yang sebelumnya pernah keguguran. Seharusnya menurut teori imunologis, wanita wanita tersebut dianggap telah terimunisasidan tidak akan mengalami preeklamsi. Namun, pada kenyataannya hanya terjadi sedikit penurunan, yaitu sebesar 22 sampai 25 %.2Ada juga yang memberikan pendapat bahwa preeklamsi terjadi karena maladaptasi pada sistem imun dalam patofisiologi preeklamsia dimulai pada awal trimester kedua. Wanita yang cenderung mengalami preeklamsi memiliki jumlah T helper cells (Th1) yang lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang normotensif. Ketidakseimbangan ini terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini mengeluarkan sitokin spesifik yang memicu kerusakan pada proses ini dapat menyebabkan preeklamsi.3. maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal.Perubahan inflamatorik disebabkan oleh kecacatan dalam plasentasi. Sebagai respon terhadap factor-faktor plasenta yang dilepaskan akibat perubahan iskemik. Karena itu factor metabolic dan mediator inflamasi lainnya diduga memicu cedera endotel.Disfungsi sel endotel disebabkan oleh keadaan leukosit terhiperaktivasi dalam sirkulasi ibu. Sitokin seperti TNF- dan IL berperan dalam timbulnya stress oksidatif yang akan menimbulkan cedera pada endotel dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain dari stress oksidatif adalah trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler, yang ditandai dengan edema dan proteinuria.4. Faktor-faktor genetic, termasuk gen predisposisi yang diwariskan.Preeklampsia merupakan penyakit multifaktorial dan poligenik. Kecenderungan herediter merupakan akibat interaksi ratusan gen yang diwariskan ayah dan ibu yang mengendalikan sejumlah fungsi besar metabolic dan enzimatik.Variabel genetik yang mempengaruhi sindrom preeklampsia: Genotipe ganda: maternal dan plasental (fetal dan plasental) Subkelompok: penyakit diabetes, paritas Etnisitas genomic Interaksi antar gen Fenomena epigenetik: variasi dalam ekspresi gen stabil yang fungsional Interaksi gen-lingkungan-hal ini bersifat tidak terbatas

5. Faktor NutrisiBeberapa defisiensi atau kelebihan suatu bahan makanan tertentu telah dijadikan penyebab preeklamsi. Bahan makanan yang tidak diperbolehkan seperti daging, protein, purin, lemak, produk susu, garam dan bahan makanan lain. Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan antara defisiensi zat tertentu dangan kejadian preeklamsi. Penelitian ini didahului oleh penelitian tentang suplementasi zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah preeklamsi. Penelitian lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah dan sayuran memiliki efek anti oksidan sehingga dapat menurunkan tekanan darah

II.I.II.II Patogenesis 1VasospasmeKontriksi vascular menyebabkan meningkatkan tahanan pembuluh darah sehingga timbul hipertensi. Pada saat bersamaan, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoraninterstitial tempat lewatnya komponen komponen darah, termasuk trombosit dan fibrinogen yang kemudian tertimbun di subendotel.Wang dkk., (2002) juga menemukan adanya gangguan pada protein junctional .dengan berkurangnya aliran darah akibat maldistribusi, iskemia pada jaringan sekitar akan menyebabkan nekrosis, perdarahan dan gangguan organ lain yang khas untuk sindrom tersebut.Vaskulopati (Kerusakan Endotel) dan Perubahan InflamasiTeori ini merupakan kelanjutan dari teori imunologi dan teori invasi trofoblas abnormal. Sistem imun maupun invasi trofoblas yang abnormal akan menyebabkan iskhemik dan pengeluaran mediator. Mediator ini akan merusak sel-sel endotel.TNF- dan interleukin memiliki kontribusi terhadap stres oksidatif yang berhubungan dengan preeklamsi. Stres oksidatif ditandai dengan adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang membuat kerusakan endotel. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif meliputi pembentukan sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi intravaskular (trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema dan proteinuria).Faktor GenetikMenurut Ness, dkk terdapat predeposisi herediter preeklamsi-eklamsi. Chesley dan Cooper (1986) mempelajari saudara perempuan, anak perempuan, cucu perempuan, dan menantu perempuan dari para wanita sengan eklamsia yang melahirkan di The Margaret Hague MaternityHospital sejak tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa kecendrungan mengidap preeklamsi-eklamsi sangat mungkin diturunkan. Cooper dan Linston (1979) meneliti kemungkinan terhadap preeklamsia bergantung pada sebuah gen resesif.Protein Angiogenik dan AntiangiogenikPembentukan vaskularisasi plasenta sudah terlihat sejak hari pascakonsepsi, dan substansi pro dan antiangiogenik terlihat dalam perkembangan vaskularisasi plasentaPada preeklamsia, mungkin terjadi invasi trofoblas inkomplit, sehingga pembuluh desidua akan dilapisi oleh trofoblas endovaskuler yang menjadi penyebab iskemia placenta.1-2 Iskemia plasenta diperkirakan mensintesis peningkatan jumlah pengeluaran vasoactive factors seperti soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1), cytokines, dan mungkin angiotensin II (ANG II) type 1 receptor autoantibodies (AT1-AA).1Soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan salah satu faktor anti-angiogenic, sedangkan vascular endothelial growth factor (VEGF) receptor 1 dan placental growth factor (PlGF) merupakan faktor angiogenic. Pada kehamilan normal, konsentrasi PIGF meningkat pada 2 trimester pertama yang kemudian akan mengalami penurunan pada trimester selanjutnya. Hal ini berbanding terbalik dengan anti-angiogenic sFlt-1. Konsentrasi sFlt-1 stabil pada awal sampai pertengahan kehamilan, dan akan mengalami peningkatan pada trimester terakhir kehamilan. Pada preeklamsi, terjadi perubahan konsentrasi faktor anti-angiogenic dan angiogenic. Tingkat sFlt-1 lebih tinggi dan PlGF lebih rendah dibandingkan pada kehamilan normal. Ketika endotelium kekurangan angiogenik faktor (VEGF dan PlGF) dan antiangiogenic berlebih seperti sFlt-1, endotelium menjadi disfungsional dan mengarah ke sindrom klinis hipertensi dan proteinuria.3 Pada preeklamsia, terjadi penurunan tekanan perfusi uterus yang mengakibatkan timbulnya beberapa manifestasi klinik yang timbul. Berdasarkan hasil penelitian pada hewan (tikus yang hamil) dengan penurunan tekanan perfusi uterus menunjukkan peningkatan rata-rata tekanan arteri, penurunan laju filtrasi glomerulus, penurunan tekanan natriuresis renal, penurunan laju plasma renal dan proteinuria, serta disfungsi endotel. Selain itu, penurunan tekanan perfusi uterus berhubungan dengan ketidakseimbangan faktor angiogenik khususnya peningkatan sFlt-1 dan penurunan VEGF dan PlGF.SFlt1 (Soluble Fms-like Tyrosine kinase 1)sFlt1 adalah suatu protein yang strukturnya serupa dengan tirosin, dibuat oleh plasenta. Pada penelitian, sFlt1 yang disuntikan pada tikus mengakibatkan kenaikan tekanan darah, proteinuri, dan kerusakan renal yang serupa dengan penderita preeklamsi.6,7Pada pasien preeklamsi diketahui bahwa peningkatan sFlt1 sebanding dengan tingkat proteinuri. sFlt1 juga ditemukan lebih tinggi pada wanita yang hamil pertama kali dibandingkan dengan wanita yang hamil kedua kali. Ada juga penelitian pada tikus yang mengemukakan bahwa kadar sFlt1 dapat terdeteksi pada 5 minggu sebelum onset dari preeklamsi. Penemuan ini sangat berarti dalam usaha deteksi dini penderita preeklamsi.8 Cara kerja sFlt1 adalah dengan berikatan dengan VEGF (Vaskular Endothelial Growth Factor) dan P1GF (Placental Growth Factor) sehingga VEGF dan P1GF tidak dapat berikatan dengan VEGFR (Vascular Endothelial Growth Factor Receptor). P1GF masih termasuk golongan VEGF namun dihasilkan oleh plasenta.

Diagram 1. Kadar sFlt 1

II.I.III Patofisiologi 1,7Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

a. Perubahan KardiovaskulerTurunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil.Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.b. Regulasi Volume DarahPengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.

c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darahRata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR.

d. Aliran Darah di Organ-Organ

1. Aliran darah di otakPada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjalTerjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

3.Aliran darah uterus dan choriodesiduaPerubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.

4. Aliran darah paruKematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.

5. Aliran darah di mataDapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau dalam retina. 6. Keseimbangan air dan elektrolitTerjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

II.I.IV . Preeklampsia

II.I.IV.I Pre Eklampsia Ringan.Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.2,3.II.I.I.I.1 Gejala KlinisGejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :1. Hipertensi: Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih; atau tekanan sistol antara 140 mmHg sampai 160 mmHg dan tekanan diastol 90 mmHg sampai 110 mmHg. Tekanan darah ini harus diukur 2 kali dengan selang waktu 2 jam.2. Edema : timbulnya oedema didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan yang disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian timbul oedema. Eedema tidak hilang dengan istirahat. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan3. Proteinuria : sering ditemukan pada preeklampsia karena vasospasmus pembuluh darah ginjal. Proteinuria timbul saat hipertensi bertambah berat. Secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau lebih dari 1 gr/liter pada urine sewaktu. Dan secara kualitatif positif 2 (+2).Gejala-gejala subjektif lain: 2,31. Nyeri kepalaJarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.

2. Nyeri epigastrium Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

3. Gangguan penglihatanSeperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

II.I.I.I.2 Diagnosa 3,61. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1

II.I.I.I.3 Penatalaksanaan 3,4,6Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.Tujuan pengobatan adalah :1. Mencegah terjadinya eklampsi.2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Dasar pengobatan adalah: Istirahat Diet Obat-obat antihipertensi Sedative Induksi persalinanJika pasien sudah hamper aterm maka induksi persalinan akan memenuhi ke 4 maksud di atas. Tetapi jika kehamilan baru 7 bulan maka pilihan adalah terapi konservatif atau seksio

II.I.I.I.3.1 Pengobatan Rawat JalanPengobatan rawat jalan diperbolehkan jika tekanan darah < 140/90 dan edema dan proteinuria tidak ada atau ringan sekali.Anjuran yang diberikan pada pasien ini1. istirahat sebanyak mungkin di rumah2. kurangi penggunaan garam3. pemeriksaan kehamilan 2x seminggu4. dapat juga diberikan sedative dan obat-obat antihipertensiTanda-tanda bahaya harus diketahui oleh penderita

II.I.I.I.3.2 Pengobatan di RSPada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah:1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.2. Proteinuria 1+ atau lebih.3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.4. Penambahan Edema berlebihan secara tiba-tiba.Di rumah sakit harus dilakukan pemeriksaan dan observasi yang teliti1. Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur 2. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen 3. Penimbangan berat badan 2 kali sehari 4. Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsi dengan impending eklampsi : Nyeri kepala frontal atau oksipital Gangguan visus Nyeri kuadran kanan atas perut Nyeri epigastrium5. Pemeriksaan laboratorium : Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti 2 hari setelahnya. Pemeriksaan darah: Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu. Test fungsi hepar 2 x seminggu . Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap).6. Pemeriksaan RetinaSelanjutnya perawatan dan pengobatan yang dilakukan adalah:1. Istirahat dalam kamar yang tenang dan tidak silau2. makanan yang sedikit mengandung garam (3gram sehari), protein harus cukup3. cairan yang diberikan 3000 cc4. sebagai pengobatan diberi luminal 4x30mg kalau ada edema diberikan NH4CL 4 g sehari jangan lebih dari 3 hari. Atau diuretik.Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature.Penjagaan Janin pada Preeklampsia1. dengan pemeriksaan air ketuban2. cephalometri3. kardiografi4. penentuan estrogen dalam urinePemeriksaan kesejahteraan janin : Pengamatan gerakan janin setiap hari. NST 2 x seminggu. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina.

II.I.IV.II Preeklampsia BeratPre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 4Bila didapatkan satu atau lebih dari gejala dibawah ini:1 Tekanan diastol 110 mmHg. Proteinuri 2 g/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick). Kreatinin serum >1,2 mg% disertai oliguri ( 72 IU/L, Trombosit < 100.000/mm3)a. Rawat dalam kamar isolasib. Pengobatan medikamentosaInfus Dextrosa : Ringer Laktat = 2:1. Kurang lebih 60-100 cc/jam, maksimal 2500 cc. Botol pertama diguyur habis dalam 1 jam. Selanjutnya: 20-30 tetes/menit tergantung urine dan insensible loss.c. Pasang Dauer kateter.d. Laboratorium: periksa hemoglobin, leukosit, differential count, urine, trombosit, SGOT, fibrinogen, kreatinin, asam urat.e. Pemberian MgSO4 40% 8 gr i.m (4 gr i.m gluteus kiri, 4 gr i.m gluteus kanan)Ulang tiap 4 jam: 4 gr i.m sampai 2 jam post partum atau tekanan darah 140/90mmHg.Syarat-syarat pemberian MgSO4: Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (I gram dalam 10 cc) diberikan i.v waktu 3-5 menit. Refleks patella (+) kuat. Frekuensi pernafasan 16 kali per menit. Produksi urin 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)MgSO4 dihentikan bila: Ada tanda-tanda intoksikasi. Setelah 24 jam paska salin.f. Diuretikum tidak diberikan kecuali ada: Oedem paru Payah jantung kongestif Oedem anasarkag. Antihipertensi diberikan bila:Tekanan darah: Sistolik 180 mmHg Diastolik 110 mmHgObat-obat hipertensi yang diberikan:Obat pilihan adalah hidralazin yang diberikan 5 mg i.v pelan-pelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: Nifedipin: 10 mg, dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah. Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelaj 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya. Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan: Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5 cc i.v perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v selama 5 menit. Kemudian diikuti pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.

h. KardiotonikaIndikasi pemberian kardiotonika adalah: bila ada tanda-tanda payah jantung dan nadi > 120x/menit. Jenis kardiotonika yang diberikan: Cedilanid-D.Perawatan dilakukan bersama dengan sub bagian penyakit jantung.i. Pemeriksaan dalam dilakukan 30 menit sesudah pemberian MgSO4.Pengelolaan Obstetrik Belum Inpartu Amniotomi sesudah pemeriksaan dalam. Pitosin drip Seksio bila: Kontraindikasi untuk pitosin drip 12 jam sesudah mulai amniotomi dan ptiosin drip belum masuk fase aktif Ada indikasi dari ibu dan anakSudah InpartuKala I Fase laten: Amniotomi + tetes pitosin dengan syarat skor Bishop 6. Fase aktif: Amniotomi, bila his tidak adekuat, diberikan tetes pitosin.Kala 2 dipersingkat dengan vakum ekstraksi (tidak boleh dilakukan bila ada gawat janin) Seksio sesaria dilakukan atas indikasi ibu dan anak.

II.1.V. EklampsiaEklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsia. 6,7Jenis Eklampsia 8,9Menurut saat terjadinya, eklampsi terbagi 3: Eklampsi antepartum: eklampsi yang terjadi sebelum persalinan Eklampsi intrapartum: eklampsi yang terjadi sewaktu persalinan Eklampsi postpartum: eklampsi yang terjadi setelah persalinan Segera: terjadi setelah 24 jam-48 jam post partum Tertunda: terjadi setelah 48 jam 6 minggu post partum

Eklampsia Post partumMenurut Lubarsky, dari 334 kasus eklampsia. Terdapat 56% pada Kasus eklampsia post partum tertunda. Pada study yang lain, menurut chames terdapat 79% pada kasus eklampsia post partum terlambat.Gejala sakit kepala adalah gejala yang sering dialami oleh pasien eklampsia postpartum disertai dengan gejala prodormal lainnya.

II.1.2.1. Patofisiologi.6,7Sama dengan pre-eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.

II.1.2.2. Gejala Klinis6,71. Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas2. Tanda-tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)3. Kejang-kejang dan/atau komaPada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri epigastrium, dan hiperreflexia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang.Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni : 1. Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan- gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.2. Stadium kejang tonikSeluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, dan lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik. 3. Stadium kejang klonikSpasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, lidah dapat tergigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti, dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya hingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1-2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.4. Stadium koma Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara perlahan-lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40C.4. Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.

II.1.2.3. Pemeriksaan penunjang dan diagnosis1. Berdasarkan gejala klinis di atas2. Pemeriksaan laboratorium - Adanya protein dalam urin - Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung - Fungsi hematologi / hemostasis.

II.1.2.4. Diagnosis bandingDiagnosa eklamsi umumnya tidak mengalami kesukaran dengan adanya tanda dan gejala pre eklamsi yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosa eklamsi sudah tidak diragukan, walaupun demikian eklamsi harus dibedakan: a. Epilepsi, dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau hamil muda dan tanda pre eklamsi tidak tampak. b.Kejang karena obat anestesi, Apabila obat anestesi lokal disuntikkan ke dalam vena,kejang baru timbulc. Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, dan lain-lain.

II.1.2.5. Penatalaksanaan6,7,8,10Tujuan pengobatan :1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang.2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin.Dasar-dasar pengelolaan eklampsia : 1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu. 2. Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation). 3. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka .4. Mengatasi dan mencegah kejang.Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital / thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan. 5. Koreksi hipoksemia dan asidemia. 6. Mengatasi dan mencegah kejang. 7. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis. 8. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.9. Perawatan bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam / jantung, mata, anestesi dan anak.Perawatan kejang :1. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak perlu ditempatkan di ruangan gelap) .2. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat di ubah dalam posisi Trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi .3. Rendahkan kepala kebawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia .4. Sisipkan sudip lidah antara lidah dan gigi rahang atas .5. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur.Perawatan koma :1. Derajad kedalaman koma diukur dengan Glasgow-Coma Scale. 2. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka .3. Hindari dekubitus .4. Perhatikan nutrisi.

Pengobatan Obstetrik. 6,7,8,10Sikap dasar pengelolaan eklampsi :Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah : Pemberian obat anti kejang terakhir. Kejang terakhir. Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir. Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari skor Glasgow-Coma-Scale yang meningkatTerminasi Kehamilan :1. Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.2. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amniotomi lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.3. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan : - Penderita belum inpartu - Fase laten - Gawat janinTindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau kondisi ibu.8Perawatan pasca persalinan : a. Tetap di monitor tanda vital. b. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

II.1.2.6. Komplikasi 6,7Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.11. Solutio Plasenta .Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada per-eklampsia.2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.8. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

II.1.2.7. PrognosisKriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden antara lain:1.Koma yang lama2.Nadi diatas 120 x/menit3.Suhu diatas 39,4C atau lebih4.Tekanan darah sistolik diatas 200 mmHg5.Kejang lebih dari 10 kali6.Protein lebih dari 10 gr/liter atau lebih7.Tidak ada edema, edema menghilangBila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan bila didaptkan 2 atau lebih dari gejala tersebut, maka prognosis ibu adalah buruk. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan masa antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.Maternal mortalitas pada kasus eklampsia postpartum lebih sedikit daripada eklampsia antepartum dan eklampsia intrapartum.

II.1.2.8. PencegahanUpaya-upaya yang dilakukan adalah : a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa eklampsia bukanlah penyakit kemasukan seperti banyak yang disangka oleh masyarakatb. Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan antenatal serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilan sejak hamil mudac. Pelayanan kebidanan yang bermutu yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya sedini mungkind. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapat pada kehamilan 37 minggu keatas apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.

BAB IIIKESIMPULANWalaupun secara klinis terdapat kasus berat, maternal mortalitas pada kasus eklampsia postpartum lebih sedikit daripada eklampsia antepartum dan eklampsia intrapartum. Untuk kasus fetal mortalitas juga sangat jarang dan kemungkinan gejala sama pada toksemia preeklampsia berat. 10Sekitar 98 % kasus terjadi pada saat 24 jam pertama post partum dan kemungkinan juga terjadi setelah 12 minggu pertama.10Banyak pada kasus eklampsia postpartum kemungkinan mempunyai faktor: trombosis vena serebral primer, hipertensi maligna, epilepsi dan lain-lain. Padahal yang sebenarnya terjadi pada kasus eklampsia post partum tertunda adalah kasus eklampsia dimana terjadi setelah melahirkan plasenta yg meningkatkan resiko pada ini.10Kemungkinan kasus eklampsia post partum bukti bahwa terjadi toksemia pada proses kehamilan. Eklampsia post partum juga kemungkinan besar terjadi pada gemelli. Kejadian tersebut kemungkinan terjadi setelah 24 jam pasca melahirkan plasenta.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Pritchard, MacDonald, Gant. 1985. Hypertensive disorders in pregnancy in Williams obstetrics., Connecticut, United States : Appleton-Century-Crofts. Page 525-60.2. Salgas Gestosis POGI. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Ed. 1985.3. Murah Manoe, Syahrul Rauf, Hendrie Usmany. 1999. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar.4. John Rambulangi. http://209.85.175.104/search?q=cache:9IpP62CgTToJ: www. kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kandungan.pdf+peran+mgso4+dalam+preeklampsia&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id. Diambil tanggal 28-5-20135. Ketut Sudhaberata. 2001. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_Penanganan PreeklampsiaBerat.pdf/10_PenangananPreeklampsiaBerat.html. Diambil tanggal 29-5-20136. Johanes C. Mose. 2005. Managemen preeklamsi dan eklamsi. In: Presentasi Pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Himpunan kedokteran feto maternal POGI. 7. Cunningham, Leveno, Bloom. 2009. Obstetri Williams Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran. Edisi 23. Jakarta8. Chesley LC, Tepper I. Plasma levels of magnesium attained in magnesium sulfate therapy for pre-eclampsia and eclampsia. Surg Clin North Am 1957; 37: 353-67. www.ncbi.nlm.nih.gov. Diambil tanggal 31-5-2013.9. Alsafi Zain, Anthony Imudia. Delayed Postpartum Preeclampsia and Eclampsia. American College of Obstetricians and Gynecologists 2011;5: 1102-1107. www.ncbi.nlm.nih.gov. diambil tanggal 2-8-201310. Campbell William. Post-Partum Eclampsia.Obstetric Surgeon Belfast City Hospital Gyncologist. 2007:5. www.ncbi.nlm.nih.gov. diambil tanggal 14-8-2013

31