55
REFERAT Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pembimbing: dr. Armiyanto, Sp. THT-KL(K) Penyusun: Lettisia Amanda Ruslan 2011-061-157 Linda Anastasia 2011-061-158 Andika 2011-061-159 Kepaniteraan Klinik

Referat OSA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

osa

Citation preview

Page 1: Referat OSA

REFERAT

Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Pembimbing:

dr. Armiyanto, Sp. THT-KL(K)

Penyusun:

Lettisia Amanda Ruslan 2011-061-157

Linda Anastasia 2011-061-158

Andika 2011-061-159

Kepaniteraan Klinik

Departemen Telinga, Hidung, Tenggorokan-Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran UNIKA Atmajaya

Periode 23 September 2013 – 26 Oktober 2013

Page 2: Referat OSA

Bab I

PENDAHULUAN

Bernafas dan tidur adalah dua proses yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Terhentinya pernafasan selama beberapa menit saja dapat

mengancam nyawa. Tidur merupakan periode istirahat bagi tubuh dan pikiran,

dimana selama periode tersebut kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian

atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Tidur juga

dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak

bergerak yang khas dan sensitivitas yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan

dari luar1. Sehingga jika proses ini terganggu maka akan mengganggu keseluruhan

aktivitas manusia itu sendiri. Karena itu penting untuk menjaga agar kedua proses

ini tetap harus berlangsung dengan baik.

Laporan pertama mengenai sleep apnea ditemukan pada tahun 1965, yang

dilakukan oleh seorang Jerman dan Perancis. Pada awal abad 20 William Osler

menyebut Obstructive Sleep Apnea sebagai Pickwickian syndrome yang diambil

dari novel Charles Dickens, yang menggambarkan seorang anak yang gendut pada

novel tersebut.

Pada laporan–laporan awal Obstructive Sleep Apnea dalam literatur

dijelaskan bahwa seseorang yang menderita sleep apnea sering menunjukkan

gejala –gejala seperti hypoxemia, hypercapnia, gagal jantung kongesti.

Trakeostomi merupakan terapi yang dianjurkan, bahkan dapat menyelamatkan

nyawa. Tetapi komplikasi setelah operasi ini sangat banyak dan dapat berakibat

fatal.

Pada tahun 1981 Collin Sulivan dari Sydney memperkenalkan metode

continous positive airway preassure (CPAP). Tipe pertama dari mesin ini sangat

besar dan berisik dan dengan kemudian dikembangkan pada tahun – tahun

selanjutnya. Ditemukannya mesin ini membuat terapi sleep apnea berkembang

dan semakin diterima oleh masyarakat luas. Topik obstructive sleep apnea ini

berkembang dengan sangat pesat sekitar 25 tahun terakhir ini dan menjadi sorotan

banyak ahli.

1

Page 3: Referat OSA

Menurut kamus kedokteran DORLAND Obstructive Sleep Apnea

didefinisikan sebagai apnea tidur yang terjadi karena kolaps jalan nafas dengan

penghambatan tonus otot yang terjadi selama tidur REM. Pada orang dewasa

gangguan ini terutama ditemukan pada orang – orang setengah baya gemuk,

predominan laki – laki; dan pada anak – anak sering ditemukan menyertai kondisi

– kondisi seperti hipertrofi adenotonsillar, sindroma down, atau obesitas morbid.2

Seseorang dikatakan menderita Obstructive Sleep Apnea jika selama tidur malam

(nocturnal sleep):

Terjadi keadaan apnea/ hipopnea selama lebih dari 10 detik setiap kali

kejadian.

Terjadi lebih dari lima kali dalam 1 jam pada saat seseorang tidur.

Masih adanya usaha nafas.

Terjadinya apnea/hipopnea karena obstruksi saluran nafas atas.

Sleep Apnea Syndrome (SAS) adalah kumpulan gejala yang terjadi akibat

terhentinya pernapasan selama tidur. Ini dapat menimbulkan hipoksemia dan

vasokonstriksi arteriol paru, yang lebih lanjut dapat menyebabkan hipertensi

arterial paru2. Sleep apnea syndrome (SAS) adalah suatu gangguan tidur yang

sangat umum. Sleep apnea syndrome memiliki 2 tipe primer, yaitu:

1. Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Apnea tidur yang terjadi karena kolaps jalan nafas dengan penghambatan

tonus otot yang terjadi selama tidur REM. Pada orang dewasa, gangguan

ini terutama ditemukan pada orang–orang setengah baya yang gemuk

dengan predominansi laki–laki. Pada anak–anak sering ditemukan

menyertai kondisi – kondisi seperti hipertrofi adenotonsillar, sindroma

down, atau obesitas morbid. Sekitar 10% penduduk pada usia diatas 65

tahun menderita OSA. 3

2. Central Sleep Apnea (CSA)

Apnea tidur yang disebabkan oleh kegagalan perangsangan oleh pusat

pernafasan di medulla; baik jenis yang herediter maupun yang menyertai

gangguan batang otak sehingga usaha napas dengan melibatkan otot-otot

pernafasan tambahan tidak dapat terjadi.3

2

Page 4: Referat OSA

Kedua tipe ini dapat dibedakan lebih jelas dengan melihat polisomnogram dari

kedua tipe.

Polisomnogram pada Obstructive Sleep Apnea dan Central Sleep Apnea

Dalam referat ini hanya dibahas mengenai Obstructive Sleep Apnea.

Sedangkan Central Sleep Apnea lebih berhubungan dengan bagian saraf karena

letak kelainannya berada pada pusat pernafasan.

3

Page 5: Referat OSA

Bab II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi

Faring sendiri dibagi menjadi 3 area yaitu nasofaring, orofaring dan

hipofaring (laringofaring). Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat

dasar tulang sphenoid dan dasar tulang oksiput di sebelah atas, kemudian bagian

depan tulang atlas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring

membuka ke arah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid

terletak pada mukosa atap nasofaring. Di samping, muara tuba eustachius

kartilaginosa terdapat di depan lekukan yang disebut fossa Rosenmüller. Kedua

struktur ini berada di atas batas bebas otot konstriktor faringis superior. Otot

tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka

tuba eustachius, masuk ke faring melalui ruangan ini. otot ini membentuk tendon

yang melekat di sekitar hamulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot

tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf mandibularis melalui ganglion otic.5

Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila

faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga mulut. Di

depan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan di

belakang arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Otot-otot ini

membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya dipersarafi oleh

pleksus faringeus.4

Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel skuamosa

yang berisi beberapa kripta. Celah di atas tonsila merupakan sisa dari endodermal

muara arkus brankial kedua; dimana fistula brankial atau sinus internal bermuara.4

Hipofaring terbua ke arah depan masuk melalui introitus laring. Epiglotis

dilekatkan pada dasar lidah oleh dua frenulum lateral dan satu frenulum di garis

tengah. Hal ini menyebabkan terbentuknya dua valekula di setiap sisi. Di bawah

valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis. Di bawah muara muara glotis

bagian medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus piriformis yaitu di

antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-

otot dari lamina krikoid, dan terdapat muara esofagus.4

4

Page 6: Referat OSA

Pembagian daerah faring

Nasofaring

Otot-otot faring terdiri dari otot konstriktor superior, media dan inferior.

Serta otot salfingofaringeus,otot stilofaringeus dan otot faringopalatinus. 5

5

Page 7: Referat OSA

Otot-otot faring

Otot-otot faring (dari posterior)

6

Page 8: Referat OSA

Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang sistem karotis eksterna.

Beberapa anastomosis tidak hanya dari satu sisi tetapi dari pembuluh darah sisi

lainnya. Ujung cabang arteri maksilaris interna, cabang tonsilaris arteri fasialis,

cabang lingual arteri lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea suprior, dan

arteri faringeal yang naik semuanya menambah jaringan anastomosis yang

meluas. 5

Persarafan otot konstriktor faring dan salfingofaringeus berasal dari

percabangan pleksus faringeus, otot konstriktor faring juga mendapat persarafan

tambahan dari nervus laringeus eksterna dan nervus rekurens. Dan otot

stilofaringeus dipersarafi oleh nervus glosofaringeus.5

2.2. Gejala Klinis

Gejala klinik yang umum terjadi pada OSA mencakup rasa mengantuk

yang berlebihan pada siang hari, tidur malam yang tidak efektif (restless sleep)

dan mengorok saat tidur malam. Gejala lainnya yang kurang umum terjadi adalah

sakit kepala pada pagi hari, insomnia; kesulitan memusatkan perhatian; perubahan

mood seperti irritabilitas, ansietas dan depresi; sering melupakan sesuatu;

berkurangnya libido; penambahan berat badan yang tidak bias dijelaskan;

nokturia; heartburn atau refluks gastroesofagus; dan berkeringat berlebihan pada

malam hari.6

Manifestasi gejala klinik Obstructive sleep apnea (OSA) harus dibedakan

pada orang dewasa dan anak – anak. Manifestasi OSA yang paling utama pada

orang dewasa adalah rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari. Orang

dewasa dengan OSA berat yang lama biasanya dapat tertidur untuk suatu saat

tertentu di tengah-tengah aktivitas yang biasa dilakukannya pada siang hari, jika

diberikan sedikit saja kesempatan untuk duduk atau beristirahat. Perubahan

perilaku ini bahkan dapat lebih dramatis, kadang dapat terjadi saat percakapan

dengan orang lain. Hipoksia yang terjadi pada OSA dapat menyebabkan

perubahan neuron pada hipokampus dan korteks frontal kanan otak. Hal ini

mendasari terjadinya penurunan daya ingat serta perubahan mental dan perilaku

pada OSA. 7

7

Page 9: Referat OSA

Walaupun gejala “hipersomnolen” (rasa mengantuk yang berlebihan)

dapat pula terjadi pada anak-anak, hal ini bukanlah manifestasi OSA yang khas

pada anak-anak. Sebaliknya, anak-anak yang menderita OSA berat justru

berkelakuan “hiperaktif” atau “tidak pernah letih”. Orang dewasa dan anak-anak

dengan OSA juga berbeda dalam hal postur tubuh. Orang dewasa dengan OSA

biasanya gemuk dengan leher yang pendek. Anak-anak dengan OSA justru

biasanya kurus, bahkan seringkali “gagal tumbuh-kembang”. Hal ini disebabkan

karena 2 hal:

usaha napas yang sangat berat setiap hari sehingga kalori terpakai dengan

sangat cepat untuk memenuhi kebutuhan energinya, bahkan saat tidur.

pada hidung dan tenggorokan biasanya terdapat obstruksi sehingga makan

menjadi kurang menyenangkan.7

Gejala klinik Obstructive sleep apnea (OSA) pada orang dewasa meliputi:

Gejala mengantuk yang tidak bisa dijelaskan pada siang hari pada saat

orang tersebut berakitivitas.

Tidur yang tidak tenang.

Sakit kepala pada pagi hari

Insomnia

Sulit berkonsentrasi

Perubahan mood: menjadi mudah marah, cemas, dan depresi

Kenaikan tekanan darah

Kenaikan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.

Terjadi refluk gastroeosophageal.

Pengeluaran keringat yang banyak pada malam hari.

Sering merasa tercekik pada saat tidur.

Sedangkan gejala klinik OSA pada anak-anak adalah:

Pernafasan yang abnormal pada saat tidur. Hal ini biasanya dapat

dijelaskan oleh orang tua pasien. Sebagian anak – anak mengorok dengan

keras (heavy snoring). Sebagian lain bernafas terputus – putus dengan

mengeluarkan suara yang keras. Ada juga yang menunjukkan gejala

8

Page 10: Referat OSA

kesulitan bernafas sampai terjadi retraksi pada dinding abdominal dan

dinding dada. Juga dapat terjadi sianosis, berkeringat yag banyak, dan

kelelahan tanpa sebab. Kadang –kadang dapat ditemui anak – anak tidur

dengan posisi yang tidak biasa, dengan kepala dan leher dalam posisi

ekstensi dan mulut terbuka.

Sering terbangun atau kelelahan tiba – tiba. Obstruksi yang terus menerus

dapat menyebabkan kelelahan. Biasanya orang tua melaporkan anaknya

sering terbangun tengah malam atau terjatuh saat tertidur.

Sering mimpi buruk : Obstructive sleep apnea (OSA) dan hypopnea

semakin memburuk pada fase rapid eye movement (REM), yang

berhubungan dengen keadaan bermimpi. Kesulitan bernafas ini dapat

menimbulkan gambaran – gambaran yang menyeramkan untuk anak –

anak: seperti mati tercekik atau tenggelam.

Enuresis : gejala ini sering terdapat pada anak – anak dengan Obstructive

sleep apnea (OSA).

Sulit bangun pada pagi hari: pada pagi hari sering memberikan keluhan

seperti mulut kering, pusing, disorientasi, dan lelah.

Sulit konsentrasi pada suatu keadaan karena perasaan mengantuk yang

berlebihan di siang hari.

Hiperaktivitas dan/atau masalah perilaku : pada beberapa kasus sering kali

terdapat hiperaktivitas lebih daripada mengantuk yang berlebihan.

Biasanya sering ditemukan masalah prilaku seperti prilaku yang agresif,

masalah kedisplinan, kurang perhatian pada suatu aktivitas, dan kelakuan –

kelakuan aneh di luar kebiasaanya.

Bernafas dengan mulut pada saat tidak tertidur.

Perubahan pola tidur: mengantuk yang berlebihan di siang hari akan

mengubah pola tidur anak – anak dengan Obstructive sleep apnea (OSA).

2.3. Etiopatofisiologi

Faring manusia dapat diandaikan sebagai tabung yang mudah kolaps.

Secara unik rentan terhadap kolaps karena adanya tulang hyoid yang melayang,

jalan nafas yang lebih panjang, dan kurangnya rute langsung aliran udara inspirasi

9

Page 11: Referat OSA

jika dibandingkan dengan mamalia lain. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya

jaringan lunak dan struktur tulang yang mengelilingi jalan nafas atas yang dapat

meningkatkan tekanan jaringan ekstraluminal, serta adanya otot-otot dilator faring

yang secara kontras mempertahankan patensi faring melalui jalur refleks dari SSP

dan dari dalam faring sendiri. Faktor-faktor yang berlawanan ini memberi

kesimpulan bahwa peningkatan resiko kolapsnya faring disebabkan karena adanya

gangguan beban mekanis secara anatomis dan/atau respons neuromuskular

dinamis dari obstruksi jalan nafas atas selama tidur.8

Tiga area obstruksi yang paling sering adalah hidung, palatum, dan

hipofaring. Fujita menjabarkan pola kolaps ada tiga, yaitu retropalatal (tipe I),

retropalatal dan retrolingual (tipe II), dan retrolingual (tipe III). Obstruksi

retrolingual meliputi kolaps dasar lidah dan dinding lateral faring. Pada orang

obese lebih sering terjadi obstruksi hipofaring.6

OSA terjadi ketika otot relaksasi pada waktu tidur sehingga menyebabkan

jaringan lunak bagian belakang tenggorokan kolaps dan menyumbat jalan napas

atas, terutama pada orang yang mempunyai jalan napas yang sempit. Hal ini dapat

menyebabkan reduksi pernapasan parsial (hipopnea) atau henti total (apnea)

setidaknya selama 10 detik selama tidur. Kebanyakan henti napas terjadi antara 10

sampai 30 detik, tetapi beberapa di antaranya dapat menetap hingga lebih dari1

menit. Hal ini dapat menyebabkan penurunan mendadak dari saturasi oksigen

dalam darah, dengan penurunan level oksigen hingga 40 persen atau lebih pada

kasus-kasus berat. Oleh karena itu, hal ini dapat mengakibatkan stres pada

jantung, otak, maupun organ lain pada tubuh, sehingga dapat menyebabkan

tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan bahkan kematian mendadak

saat tidur.9

Otak akan merespon kurangnya oksigen dengan membuat tubuh menjadi

waspada, menyebabkan bangun sesaat dari tidur yang akan mengembalikan

pernafasan menjadi normal. Pola ini dapat terjadi ratusan kali dalam satu malam.

Hal ini akan mengakibatkan kualitas tidur yang terpecah yang sering

mengakibatkan rasa kantuk pada siang hari yang berlebih. Kebanyakan orang

dengan OSA sering mengorok dengan keras, dengan periode sunyi saat aliran

10

Page 12: Referat OSA

udara menurun atau terhenti. Selanjutnya mereka dapat mengalami rasa tercekik,

mendengus, atau megap ketika jalan nafas terbuka kembali.9

2.3.1. Pengukuran Kolaps Faring

Pengukuran secara kuantitatif kontribusi mekanis dan neuromuskular sulit

untuk diperiksa selama tidur. Salah satu pendekatan adalah pengandaian jalan

nafas atas sebagai pipa yang mudah kolaps, yaitu diandaikan sebagai sebuah

Resistor Starling dimana digambarkan hubungan antara tekanan dan aliran udara

melalui pipa.8

Pada gambar 1 (Starling resistor model), segmen yang mudah kolaps pada

pipa dipertahankan oleh segmen upstream dan downstream yang berhubungan

juga dengan tekanan upstream (Pus) dan downstream (Pds) serta resistensinya.

Sumbatan terjadi ketika tekanan sekitar (Pcrit) menjadi lebih besar dari tekanan

intraluminal, menyebabkan tekanan transmural 0.8

Pada model dari jalan nafas atas ini, Pus adalah tekanan atmosfer pada

bukaan jalan nafas (bagian nasal), dan Pds adalah tekanan di trakea. Dapat terjadi

3 hal:

a. Saat Pus > Pds > Pcrit (analog dengan Westzone 3) aliran udara melalui

pipa mengikuti prinsip dari resistor Ohmic.

b. Saat Pus > Pcrit > Pds (analog dengan Westzone 2) terjadi limitasi aliran

udara inspirasi dan independen dengan penurunan lebih lanjut dari Pds.

Pada kondisi ini faring dalam keadaan kolaps parsial dan aliran udara

inspirasi maksimal bervariasi secara linear sesuai dengan perbedaan antara

Pus dan Pcrit.

c. Saat Pcrit > Pus > Pds (analog dengan Westzone 1) jalan nafas atas

tersumbat.8

11

Page 13: Referat OSA

Model Resistor Starling

Secara operasional, Pcrit pada jalan napas atas manusia ditentukan dengan

menurunkan tekanan nasal sampai aliran udara inspirasi terhenti. Pengukuran

Pcrit sudah menunjukkan penjelasan spektrum dari obstruksi jalan napas atas pada

saat tidur.8

Spektrum Obstruksi Jalan Napas Atas

Pcrit Klinis

< -10 cm H2O Pernapasan normal

-10 s/d -5 cm H2O Mengorok

-5 s/d 0 cm H2O Hipopnea obstruktif

> 0 cm H2O Apnea obstruktif

12

Page 14: Referat OSA

Ambang Rangsang Penyakit

2.3.2. Kontribusi Faktor Anatomi

OSA diketahui berhubungan dengan gangguan anatomi jalan napas atas.

Perubahan struktural meliputi hipertrofi tonsilar, retroagnathia, tulang yang lebih

kecil, dan variasi pada struktur kraniofasial pada etnik yang berbeda. Peningkatan

deposisi jaringan lemak dan edema submukosa pada dinding lateral faring, yang

keduanya mempersempit lumen faring, dapat menjadi faktor predisposisi dari

obstruksi selama tidur. Gangguan struktural dinding lateral faring dan lidah yang

berbasis keluarga, memberi kesimpulan genetik juga berperan.8

Obesitas, yang merupakan faktor resiko utama OSA, dihubungkan dengan

peningkatan lingkaran leher dan lemak di perifaringeal, yang dapat mempersempit

dan menekan jalan napas atas. Efek kompresi jaringan lemak di sekeliling faring

juga dapat menghambat efek dari otot-otot dilator faring yang mempertahankan

patensi jalan napas. Selain itu obesitas juga dapat menyebabkan kolaps faring

melalui reduksi volume paru, terutama menurunkan kapasitas residu fungsional,

melalui penurunan traksi trakeal pada segmen faring. Sebaliknya, peningkatan

volume paru menyebabkan peningkatan traksi trakea dan menstabilisasi jalan

napas atas selama inspirasi.8

2.3.3. Kontribusi Faktor Neuromuskular

13

Page 15: Referat OSA

Harus dicatat bahwa meskipun secara anatomis terdapat beban mekanis

pada saluran nafas atas tetapi belum tentu menyebabkan kolaps faring selama

tidur, contohnya wanita memiliki faring dan sambungan orofaringeal yang lebih

kecil daripada pria, tetapi memiliki prevalensi OSA yang lebih rendah. Oleh

karena itu, faktor nonstruktural (neuromuskular) juga berperan pada proteksi jalan

nafas atas.8

Obstruksi jalan nafas atas dapat memicu respons neuromuskular yang

dapat mengembalikan patensi dari jalan nafas atas dengan merangsang otot-otot

yang mendilatasi dan mengelongasi jalan nafas. Output motorik dari faring

dimodulasi oleh sejumlah faktor, di antaranya mekanisme dependen bangun vs

tidur, respons mekanoreseptor lokal terhadap tekanan negatif, dan mekanisme

kontrol ventilasi.8

Otot Genioglossus dan Persarafannya

14

Page 16: Referat OSA

Otot Tensor Palatini dan Persarafannya

Saat pasien OSA bangun di pagi hari, aktivitas otot genioglossal dan

tensor palatini lebih tinggi dibandingkan orang normal. Diduga karena adanya

mekanisme kompensasi neuromuskular akibat adanya defek anatomis. Hal ini

dapat dilihat bahwa dengan pemberian CPAP, aktivitas otot-otot dilator faring

dapat diturunkan pada pasien OSA, sedangkan pada orang normal yang

mempunyai aktivitas otot genioglossal dan tensor palatini yang lebih rendah tidak

dapat diturunkan lebih jauh. Tetapi pada saat tidur, aktivitas otot-otot dilator

faring ini pada pasien OSA menurun. Hal ini diakibatkan karena hilangnya

mekanisme kompensasi neuromuskular pada saat sadar (“stimulus

wakefullness”)8,10

Aktivitas Otot-otot Dilator Faring

15

Page 17: Referat OSA

Pemberian CPAP

Refleks tekanan negatif menstabilisasi jalan napas atas selama inspirasi,

aktif pada saat bangun dan menurun saat tidur. Refleks tekanan negatif secara

primer dimediasi oleh mekanoreseptor-mekanoreseptor pada faring. Hal ini dapat

dibuktikan dengan pemberian anestesi topikal pada mukosa faring melemahkan

hubungan antara aktivitas otot genioglossal dan tekanan faring sehingga terjadi

peningkatan jumlah hipopnea dan apnea obstruksi selama tidur pada orang normal

dan pengorok, dan/atau meningkatkan durasi episode apnea. Selain itu juga dapat

dengan observasi pasien yang bernapas melalui trakeostomi dibandingkan dengan

yang bernapas lewat hidung, memberi kesan bahwa tekanan negatif pada faring

selama inspirasi menstabilisasi patensi jalan napas atas.8

Mekanisme kontrol ventilasi mempunyai peranan dalam memodulasi

kolaps faring saat tidur dengan adanya koordinasi SSP antara jalan nafas atas dan

diafragma yang dipengaruhi oleh kemoreseptor di sentral dan perifer. Mekanisme

ini berperan pada sleep apnea sentral. Pada obstruksi jalan napas atas terjadi

hiperkapnia dan hipoksemia yang akan meningkatkan rangsang pusat pada jalan

nafas atas dan menurunkan kemungkinan kolaps faring. Hal ini dapat

menyebabkan instabilitas ventilasi yang pada akhirnya akan mengarah pada

pernafasan periodik.8

Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan prevalensi OSA adalah:9

Overweight (BMI 25-29,9) dan obesitas (BMI 30).

Lingkaran leher yang besar; pria 17 inch, wanita 16 inch.

Pria usia pertengahan atau lebih dan wanita post menopause.

Etnik minoritas (kulit hitam, Hispanik, dan penduduk kepulauan Pasifik

lebih sering daripada Kaukasian).

16

Page 18: Referat OSA

Abnormalitas struktur tulang dan jaringan lunak pada kepala dan leher.

Dewasa dan anak-anak dengan Down Syndrome.

Anak-anak dengan pembesaran tonsil dan adenoid.

Riwayat anggota keluarga OSA.

Kelainan endokrin seperti akromegali dan hipotiroidism.

Perokok.

Mereka yang menderita sumbatan nafas pada malam hari karena adanya

morfologi abnormal, rinitis atau keduanya.

Penyakit yang berhubungan:

Obesitas

Hipertensi

Penyakit Jantung Iskemik

Stroke (Penyakit Serebrovaskular)

Diabetes Melitus

2.4. Diagnosis

2.4.1. Anamnesis

Diagnosa OSA dibuat berdasarkan anamnesis yang mendalam mengenai

gejala-gejala gangguan pernapasan saat tidur dan manifestasinya dalam kehidupan

pasien sehari-hari. Lebih jauh lagi, perlu ditanyakan adanya perubahan perilaku

yang seringkali mempengaruhi kualitas kerja dan atau sekolah pasien. Perlu

diingat pula bahwa manifestasi gejala OSA pada anak-anak dan orang dewasa

tidak selalu sama, bahkan dalam kebanyakan kasus sangat berbeda.

Terdapat beberapa kuesinor yang dapat membantu kita men-screening

pasien-pasien yang dicurigai mengidap OSA. Salah satu kuesioner yang banyak

digunakan oleh sleep-apnea centre di dunia adalah Epworth Sleepiness Scale.

Skala Epworth memperhitungkan beberapa aktivitas sehari-hari yang dapat

terganggu pada pasien-pasien OSA karena kurangnya efektitas tidur malam hari.6

Epworth Sleepiness ScaleJawab pertanyaan-pertanyaan berikut berdasarkan skala:

17

Page 19: Referat OSA

0. Tidak pernah tertidur1. Berpeluang kecil untuk tertidur2. Berpeluang sedang untuk tertidur3. Berpeluang besar untuk tertidur

Kegiatan SkorMembacaMenonton tvDuduk di tempat-tempat umum (teater, rapat, dll)Mengendarai mobilMenjadi penumpang mobil 1 jam tanpa hentiBersantai sesudah makan tanpa alkoholBerbaring untuk beristirahat

Skor totalSkala Epsworth < 8= normal

2.4.2. Pemeriksaan Fisik

Walaupun anamnesa awal merupakan informasi paling penting dalam

menegakkan atau menyingkirkan diagnosa OSA, temuan pemeriksaan fisik yang

mendetil juga dapat memperkuat diagnosa. Tekanan darah, lingkar leher dan

indeks massa tubuh merupakan beberapa parameter penilaian awal yang penting. 6

Temuan pemeriksaan fisik terkait OSA:

1. Obstruksi nasala. deviasi septumb. hipertrofi konkac. kolaps katup nasald. hipertrofi adenoide. tumor nasal atau polip

2. Obstruksi orofaringa. palatum molle yang lebarb. hipertrofi tonsil palatinec. makroglossiad. mandibula yang besar dan lebar]e. retrognathia dan micrognathia

3. Obstruksi hipofaringa. kolaps dinding lateral faringb. epiglotis bentuk omegac. tumor hipofaringd. hipertrofi tonsil lingual

4. Obstruksi laringa. paralisis vocal cord

18

Page 20: Referat OSA

b. tumor laring5. Kelebihan jaringan pada leher

a. leher yang lebar dan tebalb. jaringan adipose leher yang berlebihan

6. Habitus umum tubuha. obesitasb. achondroplasiac. deformitas dinding dadad. sindroma Marfan

7. Tanda-tanda kardiovaskulara. hipertensi arterialb. edema perifer

Sebuah studi sleep apnea yang dilakukan oleh Stanford University

menghasilkan sistem skoring pemeriksaan fisik yang digunakan untuk deteksi

faktor resiko OSA pada anak-anak. Sistem skoring tersebut dilakukan dengan

skala klinis yang dibuat spesifik untuk struktur-struktur orokraniofasial.

Kelompok dengan skor total termasuk dalam sepertiga tertinggi mempunyai

resiko paling besar menderita OSA. Dari penelitian selanjutnya didapat bahwa

sensitifitas dan spesifisitas sistem skoring ini cukup menyakinkan terutama dalam

mendiagnosa Sleep-Disordered Breathing, yang salah satunya adalah OSA, pada

anak-anak. 6

Orocraniofacial Features Clinical Scale

Tampilan Skala SkorUkuran dagu 0=lebar; 3=kecil dan triangularKemiringan plana mandibular 0=horizontal; 3=licinPosisi maksilla vs mandibula 0=prognathic; 4=retrognathicKetinggian palatum durum 0=rendah; 2=tinggiBentuk wajah 0=segi empat; 3=memanjangPanjang palatum molle 0=pendek; 2=panjangLebar intermolar 0=lebar; 2=sempit

TotalSkor total:

Sepertiga tertinggi: > 13,8Sepertiga tengah: 6,5 – 13,8Sepertiga terendah: ≤ 6,5

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Polisomnografi

19

Page 21: Referat OSA

Saat ini, polisomnografi tidak lagi hanya menjadi sebuah pemeriksaan

penunjang, tetapi telah menjadi modalitas diagnosa standar bagi berbagai

gangguan tidur, termasuk OSA. Konfirmasi diagnosa dan tingkat keparahan OSA

melalui polisomnografi sangat direkomendasikan sebelum intervensi terapi

dilakukan. 6

Polisomnografi atau studi tidur (sleep study) merupakan suatu tes

multiparameter yang dilakukan untuk mendapatkan rekaman komprehensif

mengenai perubahan-perubahan biofisikal yang terjadi pada tubuh seseorang

selama fase tidur. Hal ini dilakukan selama tidur malam (nocturnal sleep), di

bawah supervisi dari seorang teknisi dan dapat dilakukan dalam sebuah

laboratorium, rumah sakit, rumah pasien, atau bahkan hotel.11

Mekanisme

Ada 3 peralatan utama yang dipakai dalam polisomnografi: 11

Elektroensefalografi (EEG)

Memiliki 6 elektroda eksplorasi yang dilekatkan dengan pasta khusus,

masing-masing 2 buah di scalp frontal, sentral dan oksipital. EEG

memberikan rekaman “aktivitas” otak selama tidur, berupa beberapa

gelombang yang khas terjadi dalam fase tidur tertentu.

Elektrookulografi (EOG)

Memiliki 2 elektroda yang diletakkan 1 cm di atas batas terluar canthus

okuli dekstra dan 1 cm di bawah batas terluar canthus okuli sinistra. EOG

memberikan rekaman perbedaan elektropotensial antara kornea dan retina

selama tidur.

Elektromiografi (EMG)

Memiliki 6 elektroda yang diletakkan di dahi (2 buah), di atas dagu (1

buah), di bawah dagu (1 buah) dan di daerah tibialis anterior (2 buah).

EMG mengukur tegangan otot-otot tubuh dan memonitor pergerakan kaki

selama tidur.

Selain itu, terdapat beberapa peralatan penunjang:

Elektrokardiografi (EKG)

20

Page 22: Referat OSA

Elektroda yang dipakai biasanya hanya 2 sampai 3 buah dan diletakkan di

dada. EKG mengukur aktivitas elektrik jantung.

Pressure transducer atau thermocouple, lengkap dengan ikat pinggangnya.

Alat ini diletakkan di dalam atau dekat dengan nostril dan berfungsi

mengukur kecepatan respirasi dan mengetahui adanya interupsi

pernafasan. Ikat pinggang di dada yang melebar selama pernapasan

memberikan input tentang usaha napas (respiratory effort) yang terjadi.

Pulse oxymetri

Diletakkan di jari atau cuping telinga. Alat ini akan mendeteksi perubahan

saturasi oksigen darah dengan mengukur banyakna oksihemoglobin dalam

darah.

Video monitor

Berfungsi memantau aktivitas tidur pasien.

Perekam suara

Diletakkan di leher dan berfungsi merekam suara ‘ngorok’ (snoring) yang

terjadi.

Prosedur

1. ± 1 minggu sebelum pemeriksaan, beberapa persiapan harus dilakukan

pasien:

o Mempertahankan siklus bangun-tidur regular

o Menghindari konsumsi pil tidur

o Menghindari konsumsi alkohol

o Menghindari konsumsi stimulant

o Menghindari latihan dan aktivitas yang menguras tenaga

2. Pasien datang ke tempat pemeriksaan pada sore hari.

3. 1-2 jam pertama dilakukan introduksi dan pemasangan elektroda.

4. Perekaman data mulai dilakukan saat pertama lampu dimatikan.

5. Hasil perekaman dijadikan data yang akan diolah oleh sebuah sistem

operasi komputer, dan akan ditampilkan secara tertulis dalam sebuah

kertas dengan format khusus yang memuat hasil bacaan seluruh peralatan

detik per detik, yang disebut polisomnogram. Untuk mempermudah

21

Page 23: Referat OSA

pembacaan dan interpretasi, dalam hasil bacaan kertas dibuat batas tiap 30

detik yang disebut epoch.

6. Studi dilakukan selama seluruh waktu tidur malam hingga keesokan pagi

dan pasien dapat dipulangkan setelah jam 7 pagi. 11

Hasil

Sleep onset latency

Awal mula tidur dihitung dari waktu pertama lampu dimatikan. Awal mula

tidur ditentukan dengan kriteria EEG. 11

Normal: ≤ 20 menit.

Sleep efficiency (efisiensi tidur)

Rasio waktu tidur (dalam menit) dibandingkan dengan waktu yang

dihabiskan di tempat tidur (dalam menit). 11

Normal: ≤ 85-90%.

Sleep stages (stadium tidur)

Stadium tidur ditentukan dari hasil EKG, EOG dan EMG. Berdasarkan

hasil tersebut, tidur dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase bangun, non-REM

dan REM. Fase non-REM dibagi lagi menjadi stadium 1 sampai 4.

Penilaian tiap fase dan stadium ini memperhitungkan berbagai hal, mulai

dari gelombang khas EEG, gerakan mata dalam EOG dan tonus otot dari

EMG.11

Gelombang-gelombang khas EEG:12

Gelombang α θ (terbanyak) δ

Frekuensi 8-13 cps 3-7 cps 0.5-2 cps

Area dominan oksipital sentral verteks frontal

Amplitudocrescendo-

decrescendotanpa amplitudo > 75 mN

Stadium-stadium tidur: 12

EEG EOG EMG

22

Page 24: Referat OSA

Bangun α (> 50% epoch) Slow-rolling eye

movements or eye

blinks

Relatively high muscle

tone

Stad. 1 α (< 50% epoch)

θ (> 50% epoch)

Slow-rolling eye

movements

Relatively high

submental tone

Stad. 2 θ (hampir seluruhnya) - High tonic submental

tone

Stad. 3 δ (20- 50% epoch) - Submental muscle tone

may be slightly reduced

Stad. 4 δ (> 50% epoch) - Submental activity

slightly reduced

REM Gambaran gerigi

(saw-tooth waves)

Rapid eye movements Low tonic submental

tone

Breathing irregularities (irregularitas pernafasan)

Irregularitas pernapasan dinilai berdasarkan beberapa kriteria yang tegas.

Terdapat beberapa pedoman dasar dalam penilaian tersebut:

o Tiap gangguan pernafasan harus diukur sampai pada fase REM jika

pasien dapat mencapai fase tersebut. Hal ini dikarenakan pada fase

REM terjadi penurunan tonus otot-otot pernafasan sehingga

gangguan pernafasan, terutama obstruksi dapat terlihat lebih jelas

dan berat pada fase ini.

o Tiap gangguan pernafasan harus memiliki durasi minimal 10 detik.

o Tiap gangguan pernafasan harus menyebabkan penurunan saturasi

oksigen minimal 3%.

o Arousal (perubahan tiba-tiba aktivitas otak atau gelombang EEG)

umumnya terjadi pada sebagian besar gangguan pernafasan.12

Setiap gangguan pernafasan yang terjadi harus memenuhi 4 kriteria dasar

di atas selain kriteria diagnosanya sendiri. Beberapa kriteria diagnosa

tersebut adalah: 12

23

Page 25: Referat OSA

Gangguan Kriteria

Hypopnea

Reduksi aliran udara pernafasan (airflow) ≥ 50%

Penurunan SaO2 ≥ 3%

Peningkatan usaha napas

Obstructive

apnea

Tidak ada airflow ≥ 10 detik

Penurunan SaO2 ≥ 3%

Peningkatan usaha napas

Central apnea

Tidak ada airflow nasal maupun oral ≥ 10 detik

Penurunan SaO2 ≥ 3%

Tidak ada (complete absence) usaha napas

Mixed apnea

Tidak ada airflow nasal maupun oral ≥ 10 detik

Penurunan SaO2 ≥ 3%

Tidak ada usaha napas pada awal gangguan, diikuti

peningkatan gradual usaha napas, yang pada akhirnya

mengakhiri apnea dan menyebabkan arousal.

Abnormalitas ritme jantung

Pergerakan kaki

Posisi tubuh selama tidur

Interpretasi polisomnogram tetap harus dilakukan dengan

memperhitungkan faktor-faktor lain, misalnya: 11

Riwayat kesehatan pasien

Obat-obatan yang sedang dikonsumsi

Waktu makan terakhir

Diagnosa OSA berdasarkan polisomnogram:

Skor AHI (Apnea-Hypopnea Index) minimal 5 kali per jam.

AHI merupakan penjumlahan dari AI (Apnea Index = jumlah episode

obstructive apnea yang terjadi per jam) dan HI (Hypopnea Index = jumlah

episode hypopnea yang terjadi per jam). 6

24

Page 26: Referat OSA

Tingkat keparahan OSA juga dinilai berdasarkan skor AHI: 9

o Mild OSA: AHI 5-15

Mengantuk involunter selama aktivitas yang membutuhkan

sedikit atensi, seperti nonton TV atau membaca.

o Moderate OSA: AHI 15-30

Mengantuk involunter selama aktivitas yang membutuhkan

atensi yang cukup, seperti pada rapat atau presentasi.

o Severe OSA: AHI lebih dari 30

Mengantuk involunter selama aktivitas yang membutuhkan

atensi yang lebih aktif, seperti berbicara atau menyetir.

Polisomnogram pada penderita OSA yang berat.b. Split-night study

Split-night study pada dasarnya merupakan kombinasi dari polisomnografi

(sleep study) dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) titration study.

Split-night study biasanya dilakukan setelah diagnosa OSA dengan

polisomnografi ditegakkan dan tata laksana CPAP diperlukan bagi terapinya.

25

Page 27: Referat OSA

Namun beberapa ahli sleep apnea menganjurkan untuk dilakukan split-night study

tanpa polisomnografi terlebih dahulu agar menghemat biaya dan tidak perlu

melakukan pemeriksaan yang sama dua kali kepada pasien. 11

Split-night study dibagi menjadi 2 tahapan yang dilakukan dalam satu

malam (oleh karena itu disebut split-night), yaitu:

Polisomnografi diagnostik

Dilakukan pada 2 sampai 3 jam perekaman pertama. Jika diagnosa OSA

dengan polisomnografi telah dilakukan, polisomnografi diagnostik tidak

lagi dilakukan secara detail tetapi hanya untuk konfirmasi diagnosa OSA

sebelumnya. 11

CPAP titration study

Setelah 2 jam manifestasi OSA dalam polisomnografi, teknisi

menginterupsi studi untuk melakukan pemasangan masker (nasal, atau

nasal dan oral). Pasien terbangun untuk mencocokkan masker kemudian

tidur lagi dengan udara pernafasan tekanan positif yang dialirkan melalui

masker tadi. Tekanan yang diberikan ditingkatkan perlahan hingga

obstructive apnea dan hypopnea tidak lagi terjadi. 11

Tujuan dari CPAP titration study:

o Menentukan besar tekanan positif yang efektif bagi pasien.

o Menentukan ukuran masker yang nyaman.

o Memastikan bahwa pasien toleran terhadap tata laksana terapi. 11

c. Pemeriksaan penunjang lainnya

Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dipakai untuk

memperkuat diagnosa OSA adalah:

Fiberoptic nasopharyngoscopy

Pemeriksaan radiologis, seperti lateral cephalometric radiographs,

fluoroskopi, CT-scan dan MRI.

Namun karena efektifitas pemeriksaan-pemeriksaan tersebut masih

diragukan, ditambah lagi dengan biaya yang mahal, penggunaannya untuk

diagnosa OSA masih belum populer. 6

26

Page 28: Referat OSA

2.5. Tatalaksana

Setelah melewati berbagai tahap pemeriksaan dan seorang pasien

dinyatakan menderita OSA, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah

tindak lanjut terhadap keadaan pasien. Pada pasien OSA, obstruksi berulang dapat

menimbulkan dua sekuele utama, yaitu abnormalitas neurobehavioral dan

gangguan kardiopulmonal.6 Kedua sekuele ini menimbulkan kebutuhan akan

tatalaksana serius, baik dari sudut pandang subyektif personal pasien, maupun

sudut pandang obyektif medis.

Obstruksi pernapasan yang berulang saat tidur dapat menyebabkan

penurunan kandungan oksigen dalam darah hingga di bawah normal secara

dramatis, dengan efek resultan pada jantung dan otak.13 Pada pasien dengan index

hipopneu-apneu (AHI) lebih besar dari 5, terjadi peningkatan resiko terjadinya

cedera cerebrovaskular. Selain itu, pada pasien dengan index apneu (AI) lebih dari

20, terdapat peningkatan angka kejadian mortalitas, dan pada pasien OSA dengan

penurunan saturasi oksigen hingga di bawah 90% terjadi peningkatan frekuensi

aritmia jantung. 6

Sebagai respon terhadap obstruksi pernapasan saat tidur, tubuh

mengompensasi dengan melakukan reduksi kedalaman tidur sehingga terjadi

peningkatan tonus otot dan mengurangi hambatan bernapas.Akibatnya, kualitas

tidur menurun dan demikian juga dengan kualitas hidup.Deprivasi kualitas tidur

yang kronik dapat mengakibatkan rasa ngantuk yang berat di siang hari, rasa lelah

berlebihan, gangguan berpikir, daya ingat, dan komunikasi. Dapat juga timbul

iritabilitas, gangguan mood, gangguan depresi, dan peningkatan resiko terjadi

kecelakaan lalu lintas secara statistik. 13

Secara garis besar, tatalaksana pada pasien dengan OSA dapat dibagi

menjadi tatalaksana operatif yang secara langsung bertujuan menterapi penyebab

utama OSA, dan tatalaksana non-operatif yang lebih banyak berperan dalam

modifikasi faktor-faktor predisposisi. Agar dapat dilakukan terapi yang sesuai

dengan kondisi dan harapan pasien, petugas medis perlu memberikan informasi

lengkap pada pasien mengenai jenis-jenis prosedur terapi yang tersedia, tingkat

keberhasilannya masing-masing, resiko dan komplikasi yang dapat terjadi, serta

hasil akhir yang diharapkan dari jenis terapi tersebut.

27

Page 29: Referat OSA

2.5.1. Tatalaksana Non Operatif

Sesuai dengan namanya, metode tatalaksana ini merupakan upaya-upaya

medis tanpa melibatkan prosedur di kamar operasi. Berbagai metode yang telah

diteliti dan dikembangkan di antaranya adalah :

a. Nasal CPAP (Continuous Positive Airway pressure)

Metode ini adalah yang paling banyak dikembangkan dan diterapkan pada

pasien OSA yang tidak membutuhkan tindak operatif. Nasal CPAP

bekerja dengan mengaplikasikan udara bertekanan positif pada saluran

napas bagian atas, dan bertindak secara efektif menyerupai pompa

pneumatik yang akan mempertahankan patensi saluran napas. Secara

fisiologis, nasal CPAP meningkatkan tekanan intraluminal untuk

mempertahankan tekanan udara berada di atas tekanan kolaps jalan napas,

baik selama inspirasi maupun ekspirasi. Alat ini juga dinyatakan dapat

meningkatkan volume paru, sehingga akan memperbaiki oksigenasi. 14

Cara kerja nasal CPAP

Tekanan nasal CPAP yang efektif dalam terapi terhadap OSA bervariasi,

tergantung pada posisi tidur, berat badan, stadium tidur, patensi nasal, dan

adanya penggunaan obat-obat sedatif.Tekanan CPAP harus dititrasi secara

individual dan mungkin membutuhkan periode penyesuaian.Penentuan

tekanan yang tidak tepat dapat menyebabkan under-treatment apneu

sehingga pasien mengalami penurunan kedalaman tidur dan bergerak saat

tidur, sehingga memungkinkan alat terlepas.Sebaliknya pada tekanan yang

terlalu tinggi, pasien dapat terbangun secara spontan, mengalami apneu

sentral, dan intoleransi.

28

Page 30: Referat OSA

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan nasal CPAP dalam

mengatasi OSA adalah tergantung pada: 1) Tekanan mesin yang tepat, 2)

Pemakaian masker yang ketat tapi tetap nyaman, 3) Toleransi pasien, dan

4) Kerjasama pasien. Permasalahan yang sering timbul pada penggunaan

nasal CPAP biasanya berhubungan dengan rhinitis, rasa tidak nyaman

pada pemakaian masker, klaustrofobia, disfungsi tuba eustachius, dan

suara bising. 14

b. Bi-level Positive Airway Pressure

Alat ini merupakan variasi dari CPAP.Kebanyakan pasien mengalami

problem dengan CPAP karena harus melakukan ekspirasi melawan

tekanan udara positif yang tinggi. Tekanan udara yang dibutuhkan untuk

mencegah obstruksi pernapasan saat ekspirasi adalah lebih rendah

daripada saat inspirasi, dan bi-level positive airway pressure didesain

untuk mengenali kondisi pasien, apkah sedang inspirasi ataukah ekspirasi,

sehingga dapat menurunkan tekanan udara yang masuk saat pasien

ekshalasi. Alat ini biasanya digunakan pada pasien yang tidak dapat

mentoleransi CPAP atau mengalami lebih dari satu gangguan

pernapasan.15

c. Perangkat oral

Perangkat oral yang umum digunakan untuk tatalaksana OSA adalah

perangkat mandibula dan perangkat penahan lidah.

Perangkat mandibula atau mandibular advance devices terdiri dari cetakan

plastik dari gigi-geligi pasien. Bentuknya mirip dengan mouth guard yang

sering digunakan oleh atlet tinju, football, dan olahraga dengan kontak

fisik lainnya. Perangkat ini bertujuan untuk menjamin protrusi mandibula

dan keterbukaan pasase udara selama tidur.

29

Page 31: Referat OSA

Perangkat mandibula

Perangkat penahan lidah atau tongue-retaining device yang bentuknya

juga serupa, dilengkapi dengan suction/penghisap. Pada penggunaan

perangkat ini, lidah diletakkan pada bagian penghisap sehingga posisinya

selama tidur adalah tetap di bagian depan mulut dan tidak terjatuh ke

belakang. Tujuan akhirnya adalah mengatasi obstruksi jalan napas oleh

basis lidah. 15

d. Terapi posisi

Apneu cenderung memburuk ketika pasien tidur dengan posisi telentang

atau supine, karena efek gravitasi menyebabkan lidah jatuh ke belakang

dan menutupi jalan napas, demikian juga yang terjadi pada otot-otot

sekitar pernapasan dan jaringan lain (seperti tonsil) akan kolaps dan

memblok jalan napas. Untuk menghindari posisi supine, dapat dilakukan

berbagai cara, mulai dari yang sederhana seperti meletakkan bantal

pengganjal, hingga pemakaian bantal khusus (yang telah lulus uji FDA)

yang berfungsi memposisikan leher lebih tinggi daripada kepala sehingga

saluran napas lebih paten. 16

e. Penurunan berat badan

OSA dapat berkaitan dengan berat badan.Tambahan jaringan lemak di

sekitar leher dapat menyebabkan saluran napas menjadi lebih sempit,

sehingga obstruksi pun beresiko lebih tinggi untuk terjadi. Untuk pasien

dengan masalah overweight yang ringan, penurunan berat badan dapat

menjadi tatalaksana yang efektif. Selain itu, menurunkan berat badan pada

pasien overweight juga memberi dampak yang baik bagi kesehatannya. 16

30

Page 32: Referat OSA

Nasal CPAP hinga sekarang tetap merupakan gold standard untuk

tatalaksana non-operatif gangguan napas saat tidur.Efektivitasnya mencapai

100%, tapi angka ketahanannya tidak lebih dari 50%.Sedangkan Bi-level Positive

Airway Pressure memungkinkan peningkatan angka ketahanan jika dibandingkan

dengan CPAP.Perangkat mulut memiliki angka keberhasilan sebesar 50% tapi

angka ketahanan hanya sampai 25%.6

2.5.2. Tatalaksana Operatif

Tujuan utama terapi operatif adalah untuk menciptakan jalan napas yang

lebih terbuka sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya obstruksi.Terdapat

berbagai prosedur operasi, dengan angka keberhasilan yang berbeda-beda

pula.Keputusan untuk melaksanakan operasi adalah berdasarkan motivasi pasien,

derajat beratnya penyakit pada pasien sebagaimana ditunjukkan oleh

polisomnografi, dan lokasi serta tingkat keparahan kolaps saluran napas

atas.Sebelum melakukan tindak operasi, pasien perlu menjalani pemeriksaan

secara medis dan psikologis.

Berikut ini adalah indikasi dilaksanakannya terapi operatif pada pasien

OSA: 6

a. Indeks apneu-hipopneu (AHI) > 15

b. Desaturasi oksihemoglobin < 90%

c. AHI > 5 dan <14, dengan rasa ngantuk berlebihan di siang hari

d. Sindrom resistensi saluran napas atas dengan disfungsi neurokognitif

e. Aritmia jantung signifikan yang berkaitan dengan obstruksi

f. Terapi non-operatif yang tidak berhasil atau ditolak pasien (dan lebih

menginginkan terapi operatif)

g. Cukup stabil secara medis untuk menjalani prosedur operasi.

Setelah diagnosis OSA ditegakkan dengan pengawasan melalui

polisomnografi dan lokasi potensial obstruksi telah diidentifikasi dengan

pemeriksaan preoperative, rekonstruksi saluran napas atas dapat

dipertimbangkan.Sesuai dengan lokasi terbanyak terjadinya obstruksi, tindak

operatif dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu operasi pada daerah nasal,

31

Page 33: Referat OSA

palatal, dan hipofaringeal. Berbagai alternatif tatalaksana operasi yang dapat

dilakukan bagi pasien OSA adalah: 6

Operatif Nasal

a. Septoplasti nasal

b. Turbinektomi inferior

c. Adenoidektomi

d. Eksisi tumor atau polip nasal

e. Rekonstruksi klep nasal

Operatif Palatal

a. Uvulopalatofaringoplasty (UPPP)

b. Flap uvulopalatal

c. Tonsilektomi

d. Transpalatal advancement pharyngoplasty

e. Uvulopalatoplasty dengan laser

f. Palatal radiofrequency

Operatif Hipofaringeal

a. Osteotomi maxilomandibular

b. Osteotomi mandibula dengan genioglossus advancement

c. Miotomi dan suspensi hyoid

d. Tongue base radiofrequency

e. Glosektomi parsial

f. Tonsilektomi lingual

g. Repose tongue suspension

Pada dasarnya, trakeostomi merupakan gold standard manajemen operatif

karena memungkinkan bypass secara komplit terhadap obstruksi saluran napas

atas. Akan tetapi, alternatif terapi ini jarang dipilih pasien karena faktor

ketidaknyamanan pasien dan masyarakat masih kurang dapat menerima keadaan

pasien dengan trepasang trakeostomi.

Prosedur Nasal

32

Page 34: Referat OSA

Rasionalisasi dari prosedur operatif nasal adalah untuk memperbaiki

patensi rongga hidung, sebagai usaha untuk mengembalikan pernapasan

fisiologis; untuk memfasilitasi CPAP; dan meminimalisasi pernapasan melalui

mulut selama tidur.1 Deviasi septum nasi, hipertrofi konkha, serta kolaps katup

nasal dan alae nasi, dikoreksi dengan septoplasty, reduksi konkha, implan

kartilago katup nasal. Hipertrofi adenoid diterapi dengan adenoidektomi.

Prosedur Palatal

Operasi jaringan lunak meliputi obstruksi pada area palatum mole atau

velofaring. Berbagai variasi prosedur baru telah muncul dalam usaha mengatasi

obstruksi pada tingkat ini, setelah diperkenalkankannya Uvulopalatofaringoplasty

(UPPP) oleh Fujita pada tahun 1981. 6

Prosedur UPPP bertujuan memperpendek dan menegangkan palatum

durum dengan cara mengangkat uvula secara parsial dan mereduksi tepi palatum

durum.Kini metode UPPP telah mengalami berbagai modifikasi, dimana anestesi

hanya secara lokal, tonsil tidak dieksisi, dan penutupan jaringan lunak tetap

berada pada aspek superior pilar tonsil.Teknik ini terutama dipakai pada

tatalaksana pasien mendengkur.

Metode operatif uvulopalatopharyngoplasty

Flap uvulopalatal juga dapat dipertimbangkan. Prosedur ini dapat

mencapai hasil anatomis yang serupa dengan prosedur UPPP, tapi dengan nyeri

33

Page 35: Referat OSA

post-operatif yang lebih ringan dan lebih sedikit keluhan mengenai sekresi kental

atau sensasi benda asing pada daerah palatal.

Metode operatif uvulopalatal flap

Prosedur Hipofaringeal dan Dasar Lidah

Faktor-faktor yang perlu diwaspadai dalam kecurigaan obstruksi

hipofaring antara lain adalah faktor obesitas (IMT > 31 kg/m2), defek skeletal

mandibula, PAS < 11 mm pada radiogram sefalometri lateral, penyempitan

airspace retrolingual, kolaps dinding faring lateral, dan AHI moderat hingga berat

(> 30).

Prosedur-prosedur yang digunakan untuk menatalaksana lokasi hipofaring

dan basis lidah dapat dikelompokkan dalam 3 kategori berdasarkan mekanisme

aksinya: 6

a. Reduksi jaringan

Yang termasuk dalam kategori ini adalah glosektomi midline dengan laser,

lingualplasty, dan radiofrequency tongue ablation. Prosedur-prosedur ini

bertujuan untuk eksisi, ekstirpasi, atau mengecilkan lidah dan volume

jaringan di sekitarnya.

34

Page 36: Referat OSA

b. Meningkatkan tonus

Prosedur yang tergolong dalam ketgori ini adalah genioglossal

advancement, miotomi hyoid, dan osteotomi maksilomandibula.Tujuan

prosedur-prosedur ini adalah meningkatkan tonus otot-otot genioglossus

dan geniohyoid, sehingga mencegah lidah kolaps ke jalan napas akibat

hipotonia otot saat tidur.

Prosedur miotomi dan suspensi hyoid yang telah dimodifikasi

c. Meningkatkan airway space

Termasuk dalam kategori ini adalah prosedur miotomi hyoid dan

osteotomi maksilomandibula.Tujuannya adalah meningkatkan airway

space dengan memperbaiki jaringan saluran napas atas di sebelah anterior.

Prosedur maxillomandibular osteotomy and advancement (MMA)

35

Page 37: Referat OSA

Kesuksesan Teknik Operatif

Metaanalisis oleh Sher, Shechtman, dan Piccirillo1 mendeskripsikan

ambang kesuksesan tatalaksana operatif OSA sebagai reduksi AHI sebesar 50%

(dengan AHI post-operatif <20) atau reduksi AI sebesar 50% (dengan AI post-

operatif <10). Definisi lain yang lebih ketat hanya mempergunakan AHI sebagai

pedoman, yaitu harus mencapai perbaikan hingga 50% dengan nilai post-operatif

sebesar <20.

Selain peningkatan signifikan pada hasil pemeriksaan polisomnograf,

pasien juga harus mengalami perbaikan dari kebiasaan mendengkur dan hygiene

tidur. Perbaikan lain tampak dari penurunan gejala-gejala OSA, seperti

berkurangnya rasa mengantuk berat di siang hari, peningkatan daya konsentras,

dan peningkatan performa kerja.

36

Page 38: Referat OSA

DAFTAR PUSTAKA

1. Drazen JM: Sleep Apneu Syndrome, New england journal medicine 6:346,

2009.

2. Hartanto H, et al: Kamus Kedokteran Dorland, ed 29, Jakarta, 2000, EGC.

3. Anonim: Sleep-Related Breathing Disorders in Adults: Recommendations for

Syndrome Definition and Measurement Techniques in Clinical Research. The

Report of an American Academy of Sleep Medicine Task Force, SLEEP 5:22,

2009.

4. Boies, et al: Buku Ajar Penyakit THT, ed 6, Jakarta, 1997, EGC.

5. Gray, et al: The Anatomical Basis of Clinical Practice. Gray's Anatomy, ed

40, London, 2007, Churchill Livingstone.

6. Cummings CW, et al: Cummings Otolarygology – Head and Neck Surgery,

Philadelphia, 2005, Elsevier Mosby.

7. Anonim: Obstructive Sleep Apnea. Diambil dari:

http://en.wikipedia.org/wiki/Obstructive_sleep_apnea

8. Patil SP, et al: Adult Obstructive Sleep Apnea, Chest Journal of the American

College of Chest Physician, 132: 325-337, 2007. Diambil dari:

http://chestjournal.chestpubs.org/content/132/1/325.full.html

9. Anonim: Obstructive Sleep Apnea. America Academy of Sleep Medicine,

Westchester, 2008, One Westbrook Corporate Center. Diambil dari:

www.aasmnet.org

10. Pack AI: Sleep Apnea: Pathogenesis, Diagnosis, and Treatment, New York,

2002, Marcel Dekker Inc.

11. Anonim: Polysomnography. Diambil dari:

http://en.wikipedia.org/wiki/Polysomnography

12. Armon C, Roy A, Nowack WJ: Polysomnography: Overview and Clinical

Application, eMedicine, 2007.

13. Anonim: Why OSA Should be Treated?. Diambil dari:

http://www.osasurgery.com/whytreat.htm

37

Page 39: Referat OSA

14. Anonim: Sleep Medicine: Treatments of Obstructive Sleep Apnea (OSA),

Medical College of Wisconsin, 2009. Diambil dari:

http://www.mcw.edu/sleepmed/ObstructiveSleepApneaOSA/TreatmentsofOS

A.htm

15. Anonim: Obstructive Sleep Apnea (OSA) Treatment, Sleep Channel, 2009.

Diambil dari: http://www.sleepdisorderchannel.com/osa/treatment.shtml

16. Anonim: Treatments Options for Adults with Obstructive Sleep Apnea,

American Sleep Apnea Association, 2008. Diambil dari:

http://www.sleepapnea.org/resources/pubs/treatment.html

38