30
PENGELOLAAN JALAN NAFAS Oleh : Ayu Fitriani Pembimbing : dr. Jumbo Utomo, Sp.An REFERAT

Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

PENGELOLAAN JALAN NAFASOleh : Ayu Fitriani

Pembimbing :

dr. Jumbo Utomo, Sp.An

REFERAT

Page 2: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

BAB I. PENDAHULUAN

Pengelolaan Jalan Nafas – Tindakan

Anestesi

Tindakan Intubasi endotrakheal

beberapa efek dari obat-obatan mempengaruhi keadaan jalan

napas

Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas

REFERAT

Page 3: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Page 4: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Alat – alat2.2.1 Oral & Nasal AirwayMengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior (Gambar)

Page 5: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Page 6: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway.

Page 7: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.2 Teknik dan Bentuk Face MaskPenggunaan face mask dapat

memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari sistem pernafasan ke pasien dengan pemasangan face mask yang rapat (Gambar)

Tersedia berbagai model face mask.

Page 8: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Page 9: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.3 Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)

Penggunaan LMA untuk menggantikan pemakaian face mask dan TT (Trakel Tube) selama pemberian anestesi.

Ada 4 tipe LMA yang biasa digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang, LMA yang tidak dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk memasukkan pipa

nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif, Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi bagi pasien

dengan jalan nafas yang sulit.

Page 10: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Page 11: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.4 Esophageal – Tracheal Combitube (ETC) Teknik & Bentuk Pipa

Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa, masing-masing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya.

Page 12: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Page 13: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.6 LaryngoscopeLaringoskop adalah instrumen

untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi trakea.

Page 14: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.7 Laringoskop KhususTerdapat 2 laringskop baru

untuk membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas yang sulit- Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.

Page 15: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.3.2 Persiapan Untuk LaringoskopiPersiapan untuk intubasi termasuk memeriksa

perlengkapan dan posisi pasien. TT harus diperiksa.

Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Gambaran klasik yang benar adalah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position.

Page 16: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Page 17: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Intubasi Endotrakeala. Mempermudah pemberian anestesi.b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas

serta mempertahankan kelancaran pernapasan.c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi

lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Page 18: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakeal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat

yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.

Page 19: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

e. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

f. Trakeostomi.g. Pada pasien dengan fiksasi vocal cord.

Page 20: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.3.3 Intubasi Orotrakeal Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka lebar, blade dimasukan pada sisi

kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk menghindarigigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring

dengan pinggir blade. Ujung dari blade melengkung dimasukkan ke valekula, dan

ujung blade lurus menutupi epiglotis. Handle diangkat menjauhi pasien secara tegak lurus dari

mandibula pasien untuk melihat pita suara. TT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan

melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Langingoskop ditarik dengan hati-hati untuk menghindari

kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan

agar tidak ada kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trakea.

Page 21: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.3.3 Intubasi Orotrakeal Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan

segera diauskultasi untuk memastikan TT ada di intratrakeal.

Jika sudah yakin, pipa dapat diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.

Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan face mask, pilihan pengelolaan jalan nafas yang lain (contoh LMA, combitube, krikotirotomi dengan jet ventilasi, trakeostomi).

Page 22: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.3.3 Intubasi Orotrakeal

Page 23: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.3.4 Intubasi NasotrakealIntubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali

bahwa TT masuk lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi.

TT yang telah dilubrikasi dengan jeli yang larut dalam air, dimasukkan dipergunakan didasar hidung, dibawah turbin inferior.

Pipa secara berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring, dengan laringoskop, digunakan untuk adduksi pita suara.

Page 24: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Teknik EkstubasiSecara umum, ekstubasi terbaik dilakukan ketika

pasien sedang teranestesi dalam atau bangun. Pasien juga harus pulih sepenuhnya dari pengaruh obat pelemas otot pada saat sebelum ekstubasi.

Selain kapan TT dicabut, yakni ketika pasien teranestesi dalam atau sudah sadar, faring pasien juga sebaiknya disuction terlebih dahulu sebelum ekstubasi untuk mengurangi risiko aspirasi atau laringospasme.

Page 25: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Teknik EkstubasiPasien juga harus diventilasi dengan 100%

oksigen sebagai cadangan apabila sewaktu-waktu terjadi kesulitan untuk mengontrol jalan napas setelah TT dicabut.

Sesaat sebelum ekstubasi, TT dilepas dari plester dan balon dikempiskan.

Pemberian sedikit tekanan positif pada jalan napas pada kantong anestesia yang dihubungkan dengan TT dapat membantu meniup sekret yang terkumpul pada ujung balon supaya ke luar ke arah atas, menuju faring, yang kemudian dapat disuction.

Page 26: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Komplikasi Laringoskopi dan IntubasiKomplikasi laringoskopi dan intubasi

termasuk hipoksia, hiperkarbia, trauma gigi dan jalan nafas, posisi ETT yang salah, respons fisiologi, atau malfungsi ETT.

Komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi selama laringoskopi atau intubasi, saat ETT dimasukkan, dan setelah ekstubasi.

Page 27: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

2.5.1 Trauma Jalan Napas

Lamanya tekanan eksternal pada struktur saluran napas yang sensitif. Ketika tekanan TT melebihi tekanan arteriolar-kapiler (kurang lebih 30 mmHg), iskemia jaringan dapat mengakibatkan inflamasi, ulserasi, granulasi, dan stenosis.

Paralisis pita suara akibat kompresi balon atau trauma lain pada saraf rekuren laringeal, dapat menyebabkan serak dan meningkatnya risiko aspirasi.

Page 28: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

BAB III. KESIMPULAN

Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis).

Teknik intubasi ada 2 macam yaitu intubasi endotrakeal dan intubasi nasotrakeal.

Page 29: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

TINJAUAN PUSTAKA

Alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan jalan nafas diantaranya adalah oral dan nasal airway, face mask, LMA, Esophageal – Tracheal Combitube (ETC), dan Pipa Tracheal (TT). Sedangkan untuk laringoskop nya terdapat berbagai jenis yaitu Rigid Laryngoscope, Laringokop Bullard dan laringoskop Wu, dan Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB) .

Page 30: Referat - Pengelolaan Jalan Nafas

DAFTAR PUSTAKA

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.

Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000

Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006, p. 791-811

Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and ventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal of Anaesthesia; 2007, 98: 420-8.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 2007