42
BAB I PENDAHULUAN Deformitas fisik pada saluran reproduksi pria adalah adanya struktur yang abnormal yang dapat merusak dan menghalangi testis, epididymis, duktus seminalis atau prostat dan dapat menyebabkan penurunan kesuburan yang sangat signifikan (Singh et al, 2012). Kelainan ataupun lesi pada testis terdiri dari berbagai macam penyakit. Hal tersebut mencakup infeksi, kegawatan, malignansi ataupun kelainan kongenital. Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya lesia adalah seperti trauma testis yang menimbulkan torsio, hematoma, kelainan kongenital seperti hidrokel dan varikokel, infeksi seperti epididymitis dan orchitis serta keganasan seperti trauma testis (Huang et al, 2015). Telah diperkirakan bahwa sekitar 7% dari laki-laki, pada usia reproduksi mengalami subfertilitas ataupun infertilitas, mengacu pada testis, sebelum testis dan organ setelah testis. Kelainan genetic berperan sebesar 15% dari kasus infertilitas pada pria. Bahkan 50% pria tidak terdiagnosis meskipun alat-alat diagnosis sudah berkembang semakin canggih (Lotti, 2014)

Referat radiologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pemeriksaan Radiologi Kelainan Testis

Citation preview

Page 1: Referat radiologi

BAB I

PENDAHULUAN

Deformitas fisik pada saluran reproduksi pria adalah adanya struktur yang

abnormal yang dapat merusak dan menghalangi testis, epididymis, duktus seminalis

atau prostat dan dapat menyebabkan penurunan kesuburan yang sangat signifikan

(Singh et al, 2012). Kelainan ataupun lesi pada testis terdiri dari berbagai macam

penyakit. Hal tersebut mencakup infeksi, kegawatan, malignansi ataupun kelainan

kongenital. Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya lesia adalah seperti

trauma testis yang menimbulkan torsio, hematoma, kelainan kongenital seperti

hidrokel dan varikokel, infeksi seperti epididymitis dan orchitis serta keganasan

seperti trauma testis (Huang et al, 2015).

Telah diperkirakan bahwa sekitar 7% dari laki-laki, pada usia reproduksi

mengalami subfertilitas ataupun infertilitas, mengacu pada testis, sebelum testis dan

organ setelah testis. Kelainan genetic berperan sebesar 15% dari kasus infertilitas

pada pria. Bahkan 50% pria tidak terdiagnosis meskipun alat-alat diagnosis sudah

berkembang semakin canggih (Lotti, 2014)

Torsio testis adalah keadaan emergensi yang dapat mengancam infertilitas dan

trauma psikologis pada pria. Untuk mencegah nekrosis iskemik, penanganan harus

dilakukan sesegera mungkin . Jika testis dapat dditangani dalam waktu 6 jam pasca

trauma, lebih dari 90% pasien dapat terbebas dari komplikasi torsio, sedangkan

apabila ditangani lebih dari 6 jam pasca trauma, hanya < 10% yang dapat terbebas

dari komplikasi torsio tersebut (Lee et al, 2015).

Selain torsio testis, varikokel juga menjadi penyebab utama terjadinya infertilitas

pada pria. Varikokel sendiri dapat tertangani denganbaik. Penanganan yang baik

harus didukung dengan deteksi yang baik terhadap varikokel, karena operasi

varikokel dapat membantu perbaikan kualitas semen dari penderita. Penanganan

varikokel pada dewasa ini pun berkembang karena hal itu ditunjang oleh teknik

Page 2: Referat radiologi

pembedahan dan pencitraan yang mulai mengalami kemajuan yang pesat (Seo, 2014).

Penyakit lain seperti spermatokel dan hidrokel pun juga memiliki komplikasi yang

nyata pada penderita. Bahkan setelah dioperasi pun masih tetap memiliki komplikasi

pasca operasi yang juga mengarah kepada infertilitas. Oleh sebab itu, deteksi dini

dengan teknik pencitraan yang baik dapat membantu mendiagnosis kasus tersebut

dengan cepat (Kliesch, 2014).

Kelainan pada testis yang lain adalah kanker testis. Kanker testis sangat jarang

terjadi dan insidennya hanya sekitar 1% malignansi pada pria. Tetapi untuk diketahui,

kanker testis merupakan kanker yang paling sering terjadi pada dewasa muda di

wilayah Eropa. Insidensi dari kanker testis secara umum mengalami peningkatan,

meskipun mortalitasnya menurun di kawasan Eropa. Sangat penting untuk

mengetahui variasi pada populasi, baik yang berhubungan dengan genetic ataupun

faktor lingkungan (Shanmugalingan et al , 2013).

Kanker testis terjadi diantaranya rentang usia paling banyak 15-40 tahun. Tren

peningkatan kanker testis secara global berhubungan dengan sistem pelayanan

kesehatan yang kurang baik karena proses diagnosis dan penanganan yang terlambat.

Dijelaskan pula bahwa presentase penyembuhan yang tinggi dari kanker testis dicapai

dengan penanganan yang tepat, mengurangi paparan bahan toksik dan efed dari

terlambatnya penanganan. Insidensi tertinggi dari kanker testis terdapat di New

Zealand (7,8), Australia (6,3), Sweden (5,6), USA (5,2), Polandia (4,9), Spanyol

(3,8), China (1,3), India (0,5) per 100.000 laki laki (Shanmugalingan, 2015).

Selain penyakit keganasan, penyakit seperti kriptorkismus juga kerapkali dijumpai

dan sering menyerang bayi. Prevalensi pada bayi premature adalah 9-30%, bayi

cukup bulan sekitar 3-6%, 1-2% pada bayi berusia satu tahun dan 1 % pada usia

pubertas. Pada sebagian besar kasus, sekitar 20-30% tidak terpalpasi dan 0,5%

berusia > 40 tahun (Romero et al, 2014).

Ultrasonografi merupakan teknik pencitraan yang sensitive dan akurat untuk

mengevaluasi kelainan pada testis dan diterima secara luas sebagai teknik pencitraan

Page 3: Referat radiologi

lini pertama untuk penyakit testis yang sering terjadi serta yang jarang terjadi.

Ultrasonografi efektif dan merupakan satu-satunya pemeriksaan yang dilakukan

untuk persiapan pasien mengikuti operasi (Huang et al, 2015). Ketersediaan alat

ultrasonografi yang lebih baik dan teknik pencitraan lainnya, memungkinkan kita

untuk menentukan diagnosis dengan cepat dan mencegah untuk pembedahan dan

pengobatan antibiotic yang tidak perlu (Khan, 2009). Ultrasonografi dengan skala

abu-abu dan Doppler dapat memberikan informasi yang baik untuk menentukan

diagnosis terhadap kelainan pada traktus genitalis pada pria. Bahkan ultrasonografi

Doppler sendiri selain dapat menentukan kelainan, juga dapat mendeteksi adanya

malignansi serta infeksi pada organ genital pria (Lotti, 2014).

Pentingnya peran dari teknik pencitraan ultrasonografi tersebut menjadi alas an

penulis untuk mengangkat tema kelainan pada testis dan kemampuan USG, terutama

USG Doppler dalam mendeteksi kelainan tersebut dapat menurunkan angka

mortalitas ataupun komplikasi yang dapat ditimbulkan. Deteksi dini berpengaruh

besar terhadap keberlangsungan reproduksi dan kesehatan mental pria yang

mengalami penyakit tersebut.

Page 4: Referat radiologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Saluran Reproduksi

a. Anatomi Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada dua

yang masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid

dan pada orang dewasa ukurannnya adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25

ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat

pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas

lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di

sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen

untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil (Purnomo, 2011).

Gambar 2.1 Anatomi testis

Page 5: Referat radiologi

Gambar 2.2 Penurunan testis

Testis berada di dalam skrotum bersama epididymis yaitu kantung ekstraskrotum

tepat di bawah penis. Testis kiri terletak lebih rendah daripada yang kanan.

Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididymis disebut tunika

vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intraabdomen yang

bermigrasi ke dalam skrotum primitive selama perkembangan genitalia interna

pria, setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (processus

vaginalis) akan menutup.

Page 6: Referat radiologi

Lapisan pembungkus testis :

a. Cutis

b. Tunica dartos

c. Fascia spermatica eksterna (Aponeurosis MOAE)

d. Musculus cremasterica

e. Fascia cremasterica (Aponeurosis MOAI)

f. Fascia spermatica interna (Aponeurosis MTA)

g. Tunica Vaginalis propia (Lamina Parietalis dan Lamina Visceralis)

h. Tunica albuginea

Gambar 2.3 Lapisan testis

Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap

lobules terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferous terdapat sel

spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan di antara tubuli seminiferi terdapat sel

leydig. Sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel

spermatozoa. Sel sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma,

Page 7: Referat radiologi

sedangkan sel leydig atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam

menghasilkan hormone testosterone (Purnomo, 2011).

Sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferous testis disimpan dan

mengalami pematangan/maturasi di epididymis. Setelah dewasa, sel spermatozoa

bersama-sama dengan getah dari epididymis dan vas deferens disalurkan menuju

ampula vas deferens. Sel itu bercampur dengan cairan dari epididymis, vas

deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau

mani (Purnomo, 2011).

Testis dipersarafi oleh serabut saraf dari pleksus nervacus testicularis. Pleksus

ini dibentuk oleh nervus thoracalis VI-XII. Testis mendapatkan darah dari

beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan

cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan

(3) arteri kremasterika yang merupakan cabang dari arteri epigastrika. Pembuluh

vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis.

Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai

varikokel (Purnomo, 2011).

b. Anatomi Epididimis

Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput,

korpus, dan kauda epididymis. Korpus epididymis dihubungkan dengan testis

melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididymis berasal dari arteri testikularis

dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididymis berhubungan dengan vasa

deferens (Purnomo, 2011).

Sel spermatozoa setelah diproduksi di dalam testis, dialirkan ke epididymis.

Disini spermatozoa mengallami maturasi sehingga menjadi motil (dapat

bergerak) dan disimpan di dalam kauda epididymis sebelum dialirkan ke vas

deferens (Purnomo, 2011).

Page 8: Referat radiologi

Gambar 2.4 Anatomi testis, epididymis, ductus eferentes

1.2 Teknik Pemeriksaan USG Pada Testis

Teknik Pencitraan USG Testis :

a. Pasien diletakkan dalam posisi supinasi dan letakkan handuk yang terlipat diantara

kaki pasien untuk mengangkat skrotum

b. Penis diletakkan di atas regio suprapubik pasien dan tahan dengan handuk kedua

c. Pembacaan awal menggunakan frekuensi tinggi (5-12 MHz) dengan arah linier.

d. Kasus yang menandakan adanya pembengkakan skrotum, transducer array kurva

linier dengan frekuensi tinggi meningkatkan lapang pandang, sehingga dapat

Page 9: Referat radiologi

melihat temuan di luar testis. Gambaran serial transversal dan sagittal dari tiap

testis dan epididimis diperoleh dengan menambahkan minimal satu gambar yang

menunjukkan kedua testis untuk perbandingan secara langsung terhadap

ekogenisitas dari testis, tekstur dan ketebalan testis.

e. Pasien dengan lesi skrotum yang terpalpasi, gambar tambahan dibutuhkan untuk

menyelaraskan dengan temuan fisik. Pasien yang merasakan nyeri pada bagian

skrotumnya, dapat menunjukkan lokasi atau tempat yang sakit sehingga dapat

ditemukan pada temuan usg

f. USG Doppler untuk menentukan aliran darah di epididimis dan testis

g. Penggunaan USG Doppler dengan sensitivitas tertinggi dapat menunjukkan

dengan cepat lokalisasi pembuluh darah dan visualisasi aliran darah yang berbeda

dari kedua testis

1.3 Gambaran Testis Normal

Gambar ….Ekogenisitas testis yang homogeny dan tekstur ekoik

Gambar ….Perbandingan testis normal

Page 10: Referat radiologi

(Watanabe, 2007)Gambar ….Gambaran USG Doppler Transversal yang menunjukkan ekogenisitas dan aliran yang simetris

(Watanabe, 2007)Gambar ….USG Doppler Transversal menggambarkan ekogenisitas seragam dan aliran menuju testis

Page 11: Referat radiologi

F. Torsio Testis

Pada kondisi ini, funikulus spermatikus terpluntir sehingga terjadi rotasi testis

yang menghasilkan iskemik pada testis. Dapat terjadi pada segala usia tetapi

kebanyakan terjadi pada tahun pertama usia beranjak dewasa, ketika testis secara

cepat melebar.

Pada masa janin dan neonates, lapisan yang menempel pada muskulus dartos

masih belum banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididymis dan

tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada

sumbu funikulus spermatikus. Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio

testis ekstravaginal. Terjadinya torsio testis pada remaja dikaitkan dengan kelainan

(Watanabe, 2007)Gambar ….Testis dan epididimis normal. USG Doppler longitudinal menunjukkan gambaran aliran yang normal dan difus testis dan epididimis

Page 12: Referat radiologi

system penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian

dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika

mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididymis ke

dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididymis dengan

mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus

spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomaly bell clapper yang menyebabkan

testis mudah mengalami torsio intravaginal (Sjamsuhidajat, 2010).

Gejala dari torsio testis yang pertama adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini

bisa timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut

derajat kelainan. Riwayat trauma didapatkan dari 20% pasien, dan lebih dari

sepertiga pasien mengalami episode nyeri testis yang berulang sempurna. Derajat

nyeri testis umunya bervariasi dan tidak berhubungan dengan luasnya serta

lamanya kejadian. Pembengkakan dan eritema berangsur-angsur muncul, dan

dapat pula disertai nausea, vomiting, kadang disertai demam ringan, serta terjadi

pembengkakan testis. Nyeri juga terkadang dirasakan di inguinal dan abdominal.

Jika testis yang mengalami torsio adalah maldesensus testis, maka gejala yang

timbul menyerupai hernia inguinalis strangulasi (Sjamsuhidajat, 2010).

Pada fase akut, gambaran ultrasonografi mungkin normal atau menunjukkan

adanya testis yang membengkak dengan gambaran patchy atau hipoekoik difus.

Epididimis mungkin bisa juga membengkak dan mengalami anekoik. Bisa juga

disertai gambaran hidrokel reaktif dan kulit skrotum menebal serta terjadi edema.

Ultrasonorafi Doppler membuktikan bahwa alat ini dapat menegakkan diagnosis

torsio testis 85% dengan gambaran penurunan vaskularisasi di sekitar testis (tidak

ada atau buruknya aliran warna, menurunkan kekecepatan puncak sistolik)

dibandingkan dengan testis yang tidak terkena. Adanya false-positive (sebagai

contoh yaitu iskemik yang berhubungan dengan orchido-epididimitis yang parah)

dan false-negative (mengacu pada sulitnya menentukan aliran warna yang adekuat,

sifat intermitten dari torsio, dll) dan masih terdapat kontroversi terhadap prosedur

pemeriksaan penanganan pasien dengan kasus ini. Apakah harus melakukan USG

Page 13: Referat radiologi

terlebih dahulu yang dapat menunda pembedahan ataukah melakukan pembedahan

terlebih dahulu tanpa melkukan USG. Karena penundaan pembedahan untuk

melakukan USG juga berpengaruh terhadap prognosis dari torsio testis (Sutton,

2003).

Apendiks testis dapat berkembang menjadi torsio testis. Hal ini berkaitan

dengan nyeri akut skrotum dan pembengkakan dan nyeri local. Pada pemeriksaan

ultrasonografi ditemukan adanya massa jaringan lunak pada bagian atas dari

epididymis yang heterogen dengan hipoekoik dan berhubungan pula dengan

hidrokel. Mungkin slough off dan terkalsifikasi sehingga terjadi peningkatan

bayangan ekoik antara lapisan dari tunika vaginalis (Sutton, 2003).

(Sutton, 2003)Gambar ….Gambaran ultrasonografi. Adanya gambaran hipoekoik di dalam substance testis. Adjacent epididymis mengalami pembengkakan

(Sutton, 2003)Gambar ….Ultrasonografi menunjukkan gambaran ekoik dari skrotum dengan bayangan akustik distal dan hidrokel kecil

Page 14: Referat radiologi

(Watanabe, 2007)

Gambar ….Torsio Testis. USG Doppler longitudinal menunjukkan tidak adanya aliran pada testis dan pelebaran dari epididimis dan funikulus spermatikus, yang juga menunjukkan tidak adanya vaskularisasi

(Watanabe, 2007)

Gambar ….Torsio Testis. USG Doppler longitudinal testis sinistra tanpa ditemukan adanya aliran

Page 15: Referat radiologi

G. Tumor Testis

Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia diantara 15-

35 tahun, dan merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat

perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi dibandingkan dengan

30 tahun lalu, karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan penanda tumor,

diketemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih

baik. Angka mortalitas menurun dari 50% menjadi 5% (Purnomo, 2011).

Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri.

Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10%

mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada

massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar pada aorta, benjolan

pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia

adalah manifestasi dari beredarnya kadar B-HCG di dalam sirkulasi sistemik yang

banyak terdapat koriokarsinoma (Purnomo, 2011).

Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada

palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi

(Watanabe, 2007)

Gambar ….Torsio testis. USG Doppler transversal kedua gambar menunjukkan pembesaran, sedikit penurunan ekogenisitas dan tidak adanya aliran di sebelah kiri

Page 16: Referat radiologi

tumor pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di

abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomastia (Purnomo, 2011).

Pemeriksaan USG dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler

dan massa padat atau kistik. Namun USG tidak dapat memperlihatkan tunika

albuginea, sehinga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis

(Purnomo, 2011).

- Seminoma

Seminoma merupakan kanker testis yang sering terjadi pada populasi orang tua,

yaitu berjumlah 35-50% dengan rata-rata usia yang terkena adalah 40.5 tahun. Secara

histologi, seminoma terbentuk atas susunan sel dengan gambaran tidak ditemukannya

sitoplasma dan adanya infiltrate limfonodus. Pada gambaran USG, seminoma muncul

dengan gambaran massa homogeny bentuk bulat dengan pantulan cahaya yang

rendah tanpa kalsifikasi di dalam massa tumor. Pada gambaran CDUS, ditemukan

adanya vaskularisasi di dalam lesi. Gambaran CEUS menunjukkan adanya

peningkatan cepat pada benjolan (lebih besar dari parenkim testis normal

disekitarnya) dan hilangnya bentukan vaskuler linier (Huang, 2012).

Page 17: Referat radiologi

Gambar….

(a) Menunjukkan adanya lesi fokal yan kecil (panah) berukuran 6mm, dengan

pantulan aliran yang seragam. (b) USG doppler menggambarkan vaskularisasi

internal di dalam benjolan kecil (panah). (c) Lesi muncul dengan jelas pada

elastografi jaringan (digambarkan dengan area biru). (d) Ultrasonografi dengan

kontras menunjukkan adanya peningkatan hilangnya gambaran normal pola vaskuler.

Page 18: Referat radiologi

- Non-karsinoma testis

Didapatkan data bahwa 90% non karsinoma sel terdiri dari sel tumor yang jinak.

Tumor ini biasanya ukurannya kecil dan kebanyakan diketahui secara tidak sengaja.

Tumor ini sering terdapat pada pasien berusia 20-50 tahun. Gambaran USG

menunjukkan lesi yang muncul homogeny bentuk bulat dengan lesi hipoekoik.

Gambar….

Tumor Sel Leydig. (a) Gambaran USG menunjukkan lesi hipoekoik (tanda panah).

(b) USG Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi di dalam lesi (panah). (c)

Elastografi jaringan menunjukkan lesi kecil yang jelas (daerah campuran warna

Page 19: Referat radiologi

biru/muda, panah). (d) Dengan USG kontras lesi menunjuukkan adanya peningkatan

awal, sebuah karakteristik yang dapat membedakannya dari tumor lain.

H. Trauma Testis

Trauma testis sering disebabkan oleh trauma tumpul, penetrasi, ataupun degloving.

Lebih dari setengah kasus dari trauma testis disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma

tumpul yang sering terjadi pada atlet, pada tabrakan sepeda motor dan penganiayaan

terjadi sekitar 9-17%. Mekanisme lain seperti penetrasi, trauma termal. Degloving,

sangat jarang terjadi. Trauma penetrasi biasanya disebabkan oleh tembakan dari

senjata api, penusukan, gigitan hewan. Trauma yang menyebabkan degloving

seringkalai kulit skrotum hilang sehingga diperlukan tindakan skin graft (Nicola et al,

2014).

- Ruptur testis

Tunica albuginea yang normal muncul dengan gambaran hiperekoik pada garis yang

membatasi testis. Adanya diskontinuitas pada tunica albuginea mengindikasikan

adanya rupture testis yang menyebabkan ektrusi dari parenkim testis, yang

digambarkan dengan kontur abnormal di dalam skrotum. Gambara disrupsi tunica

albuginea saja memiliki sensitivitas dan spesifitas 50% dan 75% untuk cedera pada

testis. Karena adanya rupture pada tunica albuginea, menyebabkan cedera pada

parenkim testis, yang muncul dengan gambaran heterogen di dalam testis. Pada

disrupsi tunica vasculosa, yang berada di bawah tunica albugineadan menyusun

kaosula arteri di dalam testis, merupakan tanda tak langsung adanya rupture tunica

albuginea. Adanya gambaran heterogen di dalam testis, abnormalitas kontur testis

akibat disrupsi tunica albuginea, dan region avascular yang mengindikasikan adanya

sensitivitas dan spesifisitas tinggi dari rupture testis (Nicola et al, 2014).

Lebih dari 80% rupture dapat ditangani dan diselamatkan jika ditangani dalam 72 jam

pasca kejadian trauma. Biasanya rupture testis bersifat unilateral. Namun pada kasus

yang jarang terjadi, sekitar 1.5% bersifat bilateral. Pada kasus yang sangat jarang

Page 20: Referat radiologi

terjadi, rupture testis dapat disertai dengan rupture epididimis sehingga sulit untuk

dibedakan menggunakan USG (Nicola et al, 2014).

Gambar …….

Gambar yang menunjukkan adanya rupture skrotum. (A). USG longitudinal dari testis

kanan menunjukkan adanya kerusakan tunika albuginea (panah lurus) yang

menyebabkan konturnya tidak normal (bintang) dan adanya hematoma fokal (panah

dengan kurva). (B) USG Doppler menunjukkan penurunan vaskularisasi di dalam

bagian testis yang rupture (mata panah) dan tidak adanya vaskularisasi di dalam

hematoma fokal (panah) (Nicole et al, 2014).

- Hematoma

Hematoma intratestikular merupakan kasus yang paling sering ditemukan pada

trauma tumpul testis. Gambaran USG menunjukkan adanya hematoma tergantung

dari waktu dari terjadinya trauma hingga pelaksanaan USG. Hematoma akut dan

hiperakut terkadang sulit untuk ditemukan karena biasanya muncul dengan gambaran

isoekoik jika dibandingkan dengan jaringan di sekitar testis atau mungkin muncul

Page 21: Referat radiologi

dengan gambaran heterogen yang luas. Untuk alasan inilah, hematoma akut

dievaluasi untuk kedua kalinya 12-24 jam setelah pemeriksaan USG yang pertama

untuk melihat perubahan pada ekogenisitasnya.

Gambar….

(A). USG longitudinal testis menunjukkan adanya daerah hipoekoik pada

intratestikular (panah) yang mengindikasikan adanya hematoma intratestikular. (B)

USG Doppler menunjukkan tidak adanya vaskularisasi di dalam hematoma (panah)

- Hematokel/hematocele/Hematoma skrotum

Ekstratestikular hematokel atau adanya penumpukan darah di tunica vaginalis,

merupakan temuan tersering dari skrotum setelah terkena trauma benda tumpul.

Jaringan lunak ekstratestikuler antara lain dinding skrotum, tunica albuginea dan

epididimis juga termasuk. Tampilan USG pada hematokel atau hematoma lesinya

bervariasi tergantung usia (Nicola et al, 2014).

Page 22: Referat radiologi

Hematocele akut gambarannya ekoik, sedangkan hematocele kronik lebih anekoik,

septa dan lokulasi dapat berkembang. Kemudian dapat menjadi terkalsifikasi dan

menyerupai massa terkalsifikasi di testis (Nicola et al, 2014)..

Pada fase akut, hematocele yang besar dapat menyebabkan kompresi disekitar

pembuluh darah

dan

mengurangi aliran darah, menyerupai torsio partial/komplit.

Gambar…

Page 23: Referat radiologi

USG transversal menunjukkan testis kiri yang mengalami hematoma dan hematocele

(bintang)

Gambar….

USG menunjukkan adanya penebalan dinding skrotum yang heterogen (panah) akibat

sekunder terhadap perdarahan dan hematokel kecil (mata panah)

I. Epididimitis

Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis yang dapat

terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang tepat penyakit ini dapat

sembuh sempurna, tetapi jika tidak ditangani dengan baik dapat menular ke testis

sehingga menimbulkan ortkitis, abses testis, nyeri kronis pada skrotum

berkepanjangan, dan infertilitas (Purnomo, 2011).

Pasien seringkali mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan

bengkak pada kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malaise,

dan nyeri dirasakan hinga ke pinggang (Purnomo, 2011).

Page 24: Referat radiologi

Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadangkala

pada palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. Mungkin

disertai dengan hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada epididimis. Reaksi

inflamasi dapat menjalar ke funikulus spermatijus di daerah inguinal. Gejala klinis

epididymitis akut sulit dibedakan dengan torsio testis yang sering terjadi pada usia

10-20 tahun. Pada epididymitis akut jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis,

nyeri akan berkurang; hal ini berbeda dengan torsio testis (Purnomo, 2011).

Pemeriksaan urinalisis dan darah lengkap dapat membuktikan adanbya proses

inflamasi. Pemeriksaan dengan USG Doppler dan stetoskop Doppler dapat

mendeteksi peningkatan aliran darah di daerah epididimis (Purnomo, 2011).

Gambar ….

Page 25: Referat radiologi

Ultrasonografi dari epididymitis aktif yang menunjukkan massa heterogen dengan

area hipo dan hiperekoik berdekatan dengan bagian bawah dari testis.

(Lung et al, 2012)

Gambar…

Adanya gambaran epididymitis parah (tanda panah panjang) ditandai dengan

penebalan epididimis dan dinding skrotum. Bulatan sentral abnormal terlihat.

Didapatkan pula batas yang kurang jelas/abnormal (panah kecil-kecil).

J. Orchitis

Inflamasi dari testis itu sendiri mungkin dapat terlihat pada infeksi virus sistemik

(seperti

mumps) atau

Page 26: Referat radiologi

berhubungan dengan epididymitis bacterial. Lebih dari 25% laki-laki post-pubertas

dengan mumps menderita mumps dengan derajat tertentu, biasanya dalam 7-10 hari

setelah mengalami parotitis. Diperkirakan sekitar dua pertiga kasus yang terjadi

bersifat unilateral. Virus lain ‘yang bisa menyebabkan hal itu antara lain echo virus,

arbovirus, dan choriomeningitis virus. Pada fase akut, ultrasonografi akan

menunjukkan pembengkakan testis dengan gambaran patchy atau hipoekoik difus.

Resolusi pada kasus ini, testis nantinya akan kembali normal. Namun pada keadaan

orchitis yang sangat parah akan terjadi atrofi dengan pengurangan ukuran dan

hipoekoik, biasanya muncul setelah 6 bulan pasca serangan akut (Sutton, 2003).

Gambar..

Gambaran ultrasonografi orchitis parah. Bagian terbesar testis menunjukkan

gambaran hipoekoik difus. Area heterogen pada bagian bawah menunjukkan abses

yang mulai berkembang.

Page 27: Referat radiologi

Ultrasonografi Doppler menunjukkan adanya iskemik dan infark dengan gambaran

vaskularisasi yang menurun. Pada beberapa orchitis parah, area heterogen akan

berkembang dan berpotensi membentuk abses intratesticular(Nicola et al, 2014)..

Gambar….

(a) USG longitudinal menunjukkan gambaran heterogen berbentuk patchy yang

terlihat di dalam testis (panah panjang) dan pelebaran dari epididimis (panah pendek).

(b) Ada tanda peningkatan vaskularisasi di dalam testis pada gambaran USG Doppler

(Huang et al, 2012).

Page 28: Referat radiologi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sangat penting bagi para dokter untuk terbiasa dengan temuan ultrasonografi

yang spesifik agar dapat menentukan diagnosis dengan tepat sehingga pasien dapat

ditangani dengan baik. Ultrasonografi merupakan modalitas pilihan karena akses,

mobilitasnya serta tidak bersifat invasive dan persiapan pasien juga tidak terlalu

diperlukan. Penggunaan USG Doppler dan penggunaan kontras pada USG juga dapat

memastikan dengan baik diagnosis dari kelainan testis sehingga nantinya dapat

memutuskan apakah kasus tersebut membutuhkan pembedahan atau hanya cukup

terapi konservatif saja.

Page 29: Referat radiologi

DAFTAR PUSTAKA

Huang, D., Sidhu, P. 2012. Focal Testicular Lesions: colour Doppler Ultrasound,

Contrast Enhanced Ultrasound and Tissue Elastography as Adjuvants to the

Diagnosis. Department of Radiology, Kings’s College London, King’s

College Hospital, London. The British Journal of Radiology, Special Issue

2012

Khan, S., Rahman, J., Chughtai, B., et al., 2009. Anatomical Approach to Scrotal

Emergencies : A New Paradigm for the Diagnosis and Treatment of the Acute

Scrotum. The Internet Journal of Urology. Volume 6 Number 2

Kliesch. 2014. Hydrocele, Spermatocele, and Vasectomy: Managements of

Complication. Department of Andrology, Centre of Reproductive Medicine

and Andrology, University Clinics of Muenster, Albert Schweitzer Campus,

Deutschland.

Lee, S. et al. 2014. A Nationwide Epidemiological Study of Testicular Torsion in

Korea. Department of Urology Kyung Hee University Seoul. J Korean Med

Sd 2014; 29: 1684-1687

Lotti, F, Maggi,M. 2013. Ultrasound of The Male Genitalia Tract in Relation to Male

Reproductive Health. Sexual Medicine and Andrology Unit of Department of

Experimental and Clinical Biomedical Sciences, University of Florence Italy.

Lung et al. 2012. Contrast Enhanced Ultrasound in the Evaluation of Focal Testicular

Complications Secondary to Epididymitis. Department of Radiology King’s

College London.

Netter, Frank. 2013. Atlas Anatomi Manusia. Elseveirs Saunders.

Nicole et al. 2014. Imaging of Traumatic Injuries to the Scrotum and Penis. Dep. Of

Radiology, University of Rochester. Washington DC.

Page 30: Referat radiologi

Paulse, F., Waschke, J. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 1-3 edisi 23,

Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal. EGC. Jakarta

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang

Ragheb et al. 2002. Ultrasonography of the Scrotum, Technique, Anatomy and

Pathologic Entities. Louisiana State University Medical Center. American

Institute of Ultrasound in medicine. J Ultrasound Med 21:171-185,2002

Romero, Frederico., Romero, A., Almeida, et al. 2014. Prevalence and risk factors for

scrotal lesions/anomalies in a cohort of Brazilian men ≥ 40 years of age.

Institutio Curibia de Saude (ICS. Parana. Brazil. DOI: 10.1590/1516-

3180.2014.1322495

Seo J, et al. 2014. Effect of Varicocelectomy on Male Infertility. Depertment of

Urology, Kwandong University College of Medicine, Seoul. Korean J

Urology 2014;55;703-709.

Shanmugalingam, T. et al. 2013. Global Incidence and Outcome of Testicular Cancer.

Department of Oncology King’s College London. Clinical Epidemiology

2013:5 417-427

Singh, R., Hamada, A., Bukavina L., et al. 2012. Physical Deformities Relevant to

Male Infertility. Nat.Rev. Uro. 9, 156-174(2012)

Sjamsuhidajat, R., Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2010.799

Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology Imaging Seventh Edition. St. Mary’s

Hospitals and Medical School. Elseveirs. London

Watanabe Y, Nagayama M, Okumura A, Amoh Y, Suga T, Terai A. MR imaging of

testicular torsion: features of testicular hemorrhagic necrosis and clinical

outcomes. J Magn Reson Imaging. 2007 Jul. 26(1):100-8