Upload
wendy-ramdhan
View
679
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang permasalahan
Retinoblastoma adalah kanker okular primer (kanker mata) yang paling umum pada masa kanak-kanak.
Peter Pawius Amsterdam memberikan gambaran pertama dari tumor retinoblastoma ini. Dia menulis sebuah keganasan invasif daerah orbital, temporal, dan tengkorak, yang sangat mirip dari gambar retinoblastoma sekarang jika tidak diobati. Tumor itu digambarkan sebagai "substansi mirip jaringan otak yang bercampur darah tebal dan seperti batu pecah”.
Pada tahun 1809, ahli bedah Skotlandia James Wardrop menyatukan fakta terisolasi acak dari pengamatan penulis sebelumnya. Meski tidak memiliki mikroskop, ia meneliti, menyeleksi dan mengintepretasi secara cerdas dari beberapa mata yang ditemukannya dan membuatnya berhasil menyimpulkan bahwa dari banyak kasus, tumor muncul dari retina. Wardrop mendokumentasikan perluasan tumor ke saraf optik dan otak. Kemudian, ia menggambarkan metastasis ke bagian tubuh yang berbeda.
Pada 1836, Langenbech, Robin, dan Nystin Paris mengkonfirmasi dari penelitian mikroskopis bahwa tumor ini pasti muncul dari retina.
Pada tahun 1891, Johns Hopkins Flexner pertama kali melihat bentuk menyerupai mawar dalam tumor (yang ditunjukkan pada gambar di bawah). Pada tahun 1897, Wintersteiner sependapat dengan Flexner, lalu mengusulkan nama neuroepithelioma. Saat ini, nama mereka melekat pada bentuk yang menyerupai mawar tersebut.
Classic histologic finding of retinoblastoma (Flexner-Wintersteiner rosettes)
Secara histologis, sebagian besar sel-sel tumor menyerupai sel retina yang disebut retinoblasts. Kemiripan ini diajukan Verhoeff sebagai istilah retinoblastoma, yang
1
kemudian pada 1926 diadopsi oleh American Society sebagai istilah umum untuk entitas ini.
I.2 Tujuan penulisan
Referat retinoblastoma ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas dalam
kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata di R.S CACA MEDIKA CENTRE Batam,
sekaligus untuk menambah wawasan tentang tumor ini.
I.3 Pembatasan masalah
Dalam referat ini, retinoblastoma dibahas secara singkat mengenai penyebab,
patofisiologi, penatalasksaan dan prognosis. Selain itu, dikemukakan terlebih dahulu
mengenai anatomi dan fisiologi retina mata.
2
I.4 ANATOMI RETINA
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran dari
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior
berakhir pada ora serata.
3
Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula
lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm yang berperan penting untuk
tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang
merupakan reflek fovea. Kira-kira 3 mm ke arah nasal, kutub belakang bola mata
terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di
tengahnya agak melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama
venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.
Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun dalam
10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang merupakan
reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron:
1. Sel bipolar
2. Sel ganglion
3. Sel horizontal
4. Sel amakrin
4
1. Retinal pigment epithelium (RPE)
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar.(Rods/Cones)
3. Membran limitans eksterna - Lapisan yang membatasi bagian dalam fotoreseptor
dari inti selnya
4. Lapisan luar inti sel fotoreseptor
5. Lapisan luar plexiformis - Pada bagian makular, ini dikenal sebagi "Lapisan
serat Henle" (Fiber layer of Henle).
6. Lapisan dalam badan inti
7. Lapisan dalam plexiformis
8. Lapisan sel ganglion - Lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion dan merupakan
asal dari serat syaraf optik.
5
9. Lapisan serat syaraf - Yang mengandung akson - okson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus opticus.
10. Membran limitans interna - Tempat sel-sel Műller berpijak.
I.5 FISIOLOGI RETINA
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat, mata harus
berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu
transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan
serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan2.
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan sementara sel
kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan warna, dan ketajaman
penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel
kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel Kerucut mampu membedakan
warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral.
1. Fotokimiawi Penglihatan
Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia rodopsin dan pigmen
kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila rodopsin sudah mengabsorbsi
energi cahaya, rodopsin akan segera terurai akibat fotoaktivasi elektron pada bagian
retinal yang mengubah bentuk cis dari retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-trans
memiliki struktur kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya
berbeda, yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang
melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal all-trans tidak
lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka terjadi pelepasan dengan
skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalah batorodopsin, yang merupakan
kombinasi terpisah sebagian dari retianal all-trans dan opsin. Batorodopsin sendiri
6
merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak
menjadi lumirodopsin yang lalu berubah lagi menjadi metarodopsin I. Metarodopsin I
ini selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitu metarodopsin II yang disebut
juga rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan elektrik dalam sel batang yang
selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke otak6.
Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah all-trans retinal
menjadi 11-cis retinal. Hal ini didapat dengan mula-mula mengubah all-trans retinal
menjadi menjadi all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A.
Selanjutnya, di bawah pengaruh enzim isomerase, all-trans retinol diubah menjadi 11-
cis retinol lalu diubah lagi menjadi 11-cis retinal yang lalu bergabung dengan skotopsin
membentuk rodopsin6.
2. Adaptasi Terang dan Gelap
Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu yang lama, maka
banyak sekali fotokimiawi yang yang terdapat di sel batang dan kerucut menjadi
berkurang karena diubah menjadi retinal dan opsin. Selanjutnya, sebagian besar retinal
dalam sel batang dan kerucut akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek
ini, maka konsentrasi bahan kimiawi fotosensitif yang menetap dalam sel batang dan
kerucut akan sangat banyak berkurang, akibatnya sensitivitas mata terhadap cahaya juga
turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang.
Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat gelap dalam waktu yang
lama, maka retinal dan opsin yang ada di sel batang dan kerucut diubah kembali
menjadi pigmen yang peka terhadap cahaya. Selanjutnya, vitamin A diubah kembali
menjadi retinal untuk terus menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas
akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut.
Keadaan ini disebut adaptasi gelap.
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan :
pemeriksaan subjektif
tajam penglihatan
7
penglihatan warna, dan
lapang pandangan.
Pemeriksaan objektif adalah:
Elektroretino-gram (ERG)
Elektro-okulogram (EOG)
Visual Evoked Respons (VER)
BAB II
PEMBAHASAN
RETINOBLASTOMA
II.1 PENGERTIAN
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak. 40 % penderita
retinoblastoma merupakan penyakit herediter. Retinoblastoma merupakan tumor
yang bersifat autosomal dominan dan merupakan tumor embrional.
Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada usia 3 tahun,
sedang bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.
Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk yang regresi terutama pada anak-anak.
II.2 ETIOLOGI
Suatu alel dalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor, baik bentuk herediter
maupun non-herediter. Gen retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang
adalah suatu gen supresor atau anti onkogen. Individu dengan bentuk penyakit yang
herediter memiliki satu alel terganggu disetiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di
sel retina yg sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada
8
bentuk yang non-herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang
sedang tumbuh di nonaktifkan oleh mutasi spontan.
Sejumlah faktor termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi akan
meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel somatic dan kemudian
diteruskan kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.
II.3 PATOFISIOLOGI
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada
anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar kasus
bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Massa tumor dapat tumbuh ke dalam (endofilik) dan tumbuh menembus keluar
lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang tumor berkembang
difus. Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari
lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina.
9
Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina
yang solid.
Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap akan mengisi mata dan meluas
bersama nervus optikus ke otak dan lebih jarang disepanjang saraf dan pembuluh-
pembuluh emirasi di sklera ke jaringan orbita lainnya.
Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri atas sel-sel kecil,
tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit
sitoplasma. Sel-sel ini kadang membentuk rosette Flexner-Wintersteiner yang khas,
menandakan adanya diferensiasi fotoreseptik.
10
II.4 KLASIFIKASI
Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:
• Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)
• Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
• Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung
nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.
• Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.
Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi perubahan
degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan
50% menurunkan kepada anaknya.
11
\
II.5 TANDA DAN GEJALA
1. Leukokoria (pupil putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering
ditemukan.
2. Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna
iris yang tidak normal.
3. Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik
mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
4. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
5. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
6. Tajam penglihatan sangat menurun.
12
7. Nyeri
8. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan
kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah
di atasnya.
II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Ultrasonografi dan CT-scan dilakukan terutama untuk pasien dengan metastase ke
luar misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
- Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina.
- Elektro-okulogram (EOG)
- Visual Evoked Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan
rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan
rangsangan/penglihatan pada seseorang.
13
II.7 PENATALAKSANAAN
Semua tujuan terapi adalah merusak tumor dan mempertahankan penglihatan yang
memungkinkan tanpa membahayakan hidup. Terapi primer retinoblastoma
unilateral biasanya enuklasi, walaupun pada kasus-kasus tertentu, alternatif seperti
kemoterapi, fotokoagulan atau radiasi dapat dipertimbangkan.
• Bila tumor masih terbatas intraokuler, pengobatan dini mempunyai prognosis
yang baik, tergantung dari letak, besar dan tebal.
• Pada tumor yang masih intraokuler dapat dilakukan kemoterapi, fotokoagulasi
laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan
visus.
• Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreous dan visus nol,
dilakukan enuklasi.
• Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas di rongga orbita,
dilakukan kombinasi eksenterasi, radioterapi, dan kemoterapi.
Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20 – 90 % pasien
retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma.
14
II.8 PROGNOSIS
Tumor mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler.
Prognosis sangat buruk bila sudah tersebar ekstra ocular pada saat pemeriksaan
pertama. Tumor dapat masuk ke dalam otak melalui saraf optik yang terkena infiltrasi
sel tumor.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
2. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2007.
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat
Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2, Penerbit Sagung Seto,
Jakarta,2002
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
7. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-14
8. Anonimus, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.wikipedia.org
15
16