34
REFERAT MULTIPLE CRANIAL NERVE PALSIES PADA CARSINOMA NASOFARING DISUSUN OLEH: NOVITA RACHMAWATI 2007730093 PEMBIMBING Dr. Susanto Sp.S STASE NEUROLOGI RSUD CIANJUR PROGRAM STUDI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN 1

REFERAT-REVISI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT-REVISI

REFERAT

MULTIPLE CRANIAL NERVE PALSIES PADA CARSINOMA NASOFARING

DISUSUN OLEH:

NOVITA RACHMAWATI

2007730093

PEMBIMBING

Dr. Susanto Sp.S

STASE NEUROLOGI

RSUD CIANJUR

PROGRAM STUDI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2011

1

Page 2: REFERAT-REVISI

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan inayah-Nya, Saya selaku

co.ass ilmu penyakit saraf RSUD Cianjur dapat menyelesaikan tugas referat Multiple Cranial

Nerve Palsies pada Karsinoma Nasofaring ini dengan sukses, tak lupa shalawat serta salam,

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita ke dalam naungan

agama yang lurus.

Referat ini dibuat bertujuan untuk menambah pengetahuan baik untuk Saya, maupun

pembaca pada umumnya tentangapa yang dimaksud dengan Multiple Cranial Nerve Palsies pada

Karsinoma Nasofaring, etiologi, patogenesis, gejala serta tanda langkah diagnostik serta

diagnosis, penatalaksanaan pasien, serta bagaimana prognosis dan cara pencegahan dari Multiple

Cranial Nerve Palsies. Selain itu, referat ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Saya, selaku

co.ass saraf di RSUD Cianjur dengan harapan dapat menyelesaikan program co.ass ilmu saraf

RSUD Cianjur dengan baik dan sukses.

Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan

laporan kasus ini, kepada orang tua yang telah mendukung saya baik material dan spiritual.

Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Dr. Susanto Sp.S selaku dokter pembimbing yang tidak

hentinya mencurahkan ilmunya kepada kami.

Dalam referat ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, saya

harapkan kritik dan saran dari teman-teman, pembaca, dokter pembimbing untuk

menyempurnakan referat ini.

Cianjur, Juli 2011

Penulis

2

Page 3: REFERAT-REVISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................................4

BAB II ISI...................................................................................................................................................5

2.1. Definisi.............................................................................................................................................5

2.2. Epidemiologi....................................................................................................................................5

2.3. Anatomi Nervus Cranialis...............................................................................................................6

2.4. Patogenesis Multiple Cranial Nerve Palsies pada Carsinoma Nasofaring.......................................11

2.5. Tanda dan Gejala............................................................................................................................18

2.6. Langkah Diagnostik........................................................................................................................20

2.7. Diagnsis Banding............................................................................................................................21

2.9. Terapi.............................................................................................................................................21

2.8. Prognosis........................................................................................................................................22

BAB III PENUTUP...................................................................................................................................23

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................................23

3.2. Saran...............................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................24

3

Page 4: REFERAT-REVISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di

antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar

tumor ganas , dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,

tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat

pertama ( KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti

tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,

hipofaring dalam persentase rendah).

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh James R Keane bagian departemen

neurologi Pendidikan Kedokteran Universitas California Selatan, Los Angeles menganalisa 979

kasus multiple cranial neuropathy karsinoma nasofaring adalah penyabab no 6 akibat dari tumor

yang dapat menyebabkan terjadinya multiple cranial nerve palsies.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam pembahasan materi, terdapat beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam

refferat ini, di antaranya:

a. Apa yang dimaksud dengan Multiple Cranial Nerve Palsies?

b. Bagaimana etiologi, patogenesis, dan gejala serta tanda dari Multiple Cranial Nerve

Palsies dihubungkan dengan Karsinoma Nasofaring?

c. Bagaimana langkah diagnostik serta diagnosis Multiple Cranial Nerve Palsies?

d. Bagaimana penatalaksanaan pasien Multiple Cranial Nerve Palsies?

e. Bagaimana prognosis Karsinoma Nasofaring?

4

Page 5: REFERAT-REVISI

BAB II

ISI

2.1. Definisi

Neuropati kranial multiple (multipl cranial neuropathies) atau yang lebih sering dikenal dengan

kelemahan saraf kranial multiple (multiple cranial nerve palsies) adalah bentuk dari kelemahan

yang melibatkan kerusakan lebih dari satu saraf kranial.

2.2. Epidemiologi

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh James R Keane bagian departemen neurologi

Pendidikan Kedokteran Universitas California Selatan, Los Angeles menganalisa 979 kasus

multiple cranial neuropathy. Dari hasil tersebut didapatkan data pasien berdasarkan etiologi

Lebih jauh lagi, di Indonesia kanker ini menempati urutan keempat diantara keganasan yang

terjadi di seluruh tubuh dan urutan pertama untuk seluruh keganasan di daerah kepala dan leher

dengan prosentase 60%. Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi,

yakni 4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di

seluruh Indonesia dan kelumpuhan saraf cranial yang terjadi akibat karsinoma nasifaring

ditemukan pada 25% penderita. Penyakit ini mengenai semua umur, terbanyak pad usia 40-60

tahun, perbandingan antara laku-laki dan perempuan 2:1.

5

Page 6: REFERAT-REVISI

2.3. Anatomi Nervus Cranialis

• Cranium disusun oleh disusun tulang-tulang (ossa craniales)

– ketebalan bervariasi

– bentuk tidak teratur & rumit

– sepasang/tunggal

• Dihubungkan oleh sutura, articulus temporomandibularis

• Neurocranium = cranium cerebrale : membentuk cavum cranii, yang ditempati

encephalon (otak)

• Dikelompokan:

Calvaria

Disusun oleh

– Pars squamosa ossis temporalis dextra & sinistra

– Squama frontalis

– Os parietale dextra & sinistra

– Squama occipitalis

Basis cranii

- Basis Cranii interna

Tersusun oleh fossa yang membentuk seperti tangga

6

Page 7: REFERAT-REVISI

Fossa cranialis anterior

• Ditempati lobus frontalis cerebri

• Dibentuk:

Pars orbitalis ossis frontalis

Lamina cribrosa ossis ethmoidalis

Ala parva (minor) ossis sphenoidalis

• Foramen caecum & Lamina cribrosa ossis ethmoidalis (cavitas nasi)

Fossa cranialis media

• Ditempati lobus temporalis cerebri

Dibentuk

• Foramen opticum

• Fissura orbitalis superior (Orbita)

• Foramen rotundum (fossa pterygopalatina)

• Foramen spinosum

• Foramen ovale (fossa infratemporale)

• Foramen lacerum

Fossa cranialis posterior

• Terletak di posterior, paling dalam dan paling luas

• Ditempati cerebellum, pons & medulla oblongata

7

Page 8: REFERAT-REVISI

- Basis Cranii eksterna

Nervus Cranialis terbentuk

N. I à masuk ke cerebrum di inferior lobus frontalis

N. II à masuk ke diencephalon, di inferior lobus frontalis

N. III s/d XII à masuk dan atau keluar Truncus Cerebri

o N. III à keluar pada Fossa Interpeduncularis

o N. IV à keluar pada Inferior Colliculus Inferior

o N. V à keluar masuk pada pangkal Brachium Pontis

o N. VI à keluar pada batas Pons-MO, di superior Pyramis MO

o N. VII à keluar masuk pada batas Pons-MO, dilateral

o N. VIII à masuk pada batas Pons-MO, dilateral

o N. IX à keluar masuk pada Sulcus Lat-Post MO

o N. X à keluar masuk pada Sulcus Lat-Post MO

o N. XI à keluar pada Sulcus Lat-Post MO

o N. XII à keluar pada Sulcus Lat-Ant MO

Tempat keluar dan masuknya nervus cranialis kedalam basis crania interna

8

Page 9: REFERAT-REVISI

N. I (N. Olfaktorius)

o Masuk : Lamina Cribrosa Os Ethmoidale

N. II (N. Opticus)

o Masuk : Canalis Opticus à Foramen Opticum

N. III (N. Okulomotorius)

o Keluar : Fissura Orbitalis Superior à Cavum Orbita

o Nukleus :

Nucleus motoris N. III (SM) à otot-otot extrinsik Oculi (gerakan Oculi)

Nucleus Edinger-Westphal (VM) à otot intrinsik Oculi (miosis pupillae)

o Lintasan :N. III à Sinus Cavernosus à Fissura Orbitalis Sup à masuk dlm Cav.

Orbita

9

Page 10: REFERAT-REVISI

N. IV (N. Trochlearis)

o Keluar : Fissura Orbitalis Superior à Cavum Orbita

o Nucleus : Nucleus Motoris N. IV (SM) à m. Obliquus Superior

o Lintasan :

Nucleus Motoris (MES) → N. IV → Sinus Cavernosus → Fissura Orbitalis Sup à

masuk Cav. orbita àinnervasi m. Obliq. Sup (SM)

N. V (N. Trigeminus)

o Masuk/keluar : N. V1 à keluar pada Fissura Orbitalis Superior à ke Cav.Orbita

N. V2 à keluar pada Foramen Rotundum

N. V3 à keluar dan masuk pada Foramen Ovale

N. VII (N. Facialis)

10

Page 11: REFERAT-REVISI

o Masuk/keluar : Meatus Acusticus Internus à Canalis Facialis à For. Stylomastoideum

N. VIII (N. Vestibularis)

o Masuk : dari Labyrinthus Ossis Temporalis à MAI à PAI

N.IX (N. Glossopharyngeus) dan N. X. (N. Vagus)

Masuk/keluar : Foramen Jugulare (bersama N. X dan XI)

N. XI (N. Accessorius)

o Keluar : Foramen Jugulare (bersama N. IX dan X)

o Lintasan : Untuk m. Trapezius + m. Sternocleidomastoideus

o Cornu Ant à Radix Inf. N. XI à Canalis Vertebralis à For. Occ. Magnum à Fossa Cranii

Post à N. XI For. Jugularis à m. Trapezius + m. Sternocleidomastoideus

N. XII (Hypoglosus)

o Keluar : Canalis N. Hypoglossi

2.4. Patogenesis Multiple Cranial Nerve Palsies pada Carsinoma Nasofaring

Kanker nasofaring merupakan kanker ganas yang terdapat di daerah nasofaring, yaitu bagian

dari faring/tenggorokan yang terletak diantara antara belakang hidung sampai esofagus, lebih

seringnya tumbuh di daerah Fossa Rusenmuller yang merupakan daerah transisional dimana

11

Page 12: REFERAT-REVISI

epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Kanker ini biasanya berasal dari epitel atau

mukosa yang melapisi permukaan nasofaring (F. Dubrulle, 2007).

Batas nasofaring:

Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia

Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat

subjektif karena tergantung dari palatum durum.

Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.

Posterior : - vertebra cervicalis I dan II

- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas

Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

- Muara tuba eustachii

- Fossa rosenmulleri

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal inferior

terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat

penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan dari

fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah

fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius

sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.

Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina faringobasilaris

dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung jaringan

fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan kanalis

hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke

intrakranial.

12

Page 13: REFERAT-REVISI

Struktur penting yang ada di Nasopharing

1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva

2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena cartilago tuba auditiva

3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena musculus levator veli palatini.

4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari

musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba

auditiva terutama ketika menguap atau menelan.

6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi

Karsinoma Nasofaring.

7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada

pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.

8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

13

Page 14: REFERAT-REVISI

9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing

karena musculus sphincterpalatopharing

10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

Fungsi nasofaring :

Sebagai jalan udara pada respirasi

Jalan udara ke tuba eustachii

Resonator

Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

Faktor infeksi karsinoma nasofaring diduga disebabkan oleh:

1. Infeksi Virus Epstein-Barr

Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B.

Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan

sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor

virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Aktivitas ini merupakan

rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan

selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal.

Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu :

sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi,

atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga

sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan

virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel

menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.

2. Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan

terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan

memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen)

dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan

terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik

yang terkait nitrosamine dan karsinogen. Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan

14

Page 15: REFERAT-REVISI

dengan HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini

memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring.

3. Faktor lingkungan

Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah

di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan

mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), nitrospurrolidene (NPYR) dan

nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring.

Selain itu pengkonsumsi alkohol dan perokok juga merupakan salah satu faktor yan diperkirakan

menginisiasi terjadinya karsinoma nasofaring. Di mana alkohol dan asap rokok ditemukan

mengadung formaldehyde yang diteliti merupakan faktor risiko karsinoma nasofaring dengan

cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.

15

Page 16: REFERAT-REVISI

Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel

epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu

dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi

yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa Rossenmuller.

Karsinoma nasofaing telah diketahui dapat menyebabkan berbagai lesi neurologis, khususnya

kelumpuhan saraf kranial. Tumor ini dapat menyebar secara intracranial dan ekstracranial

sehingga menyebabkan paralisis saraf multiple.

Perluasan keatas

Tumor meluas ke intracranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran

petrosfenoid. Sindrome petrosfenoid terjadi bila seluruh saraf grup anterior yang terkena.

Biasanya melalui foramen lasserum. Kemudian ke sinus kavernosus dan fossa kranii anterior

media mengenai grup anterior saraf otak yaitu N II – IV, yang sering terkena lebih dulu

adalah N IV kemudian N. III

- Parese N VI : keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit

- Parese N V : keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah

- Parese NII : gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi berupa gangguan penggerak mata

terkena

Perluasan keatas adalah gejala yang paling sering terjadi di Indonesia.

Tanda-tanda lainnya adalah

Terjadi neuralgia trigeminal unilateral

Oftalmoplegia unilateral

Nyeri kepala yang hebat akibat penekanan tumor pada duramater

Perluasan kebelakang

Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial melalui fossa posterior yang disebut

penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup nervus posterior dari saraf otak, yaitu N

IX-N XIIbeserta nervus simpatikus servikalis.

16

Page 17: REFERAT-REVISI

Tumor dapat mengenai otot dan

menyebabkan kekakuan otot-otot

rahang sehingga terjadi trismus.

Sindrom retroparotidian atau sindrom

Jugular Jackson mengenai N. IX, N. X,

N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda

kelumpuhan pada

a. N IX : keluhan menelan karena hemiparese otot konstriktor superior serta pengecapan

1/3 bagian belakang lidah

b. N X : hiper/hipoanastesi pada mukosa pallatum molla, faring, laring dan gangguan

respirasi dan hipersalivasi

c. N XI : kelumpuhan otot-otot trapezeus dan sternokleidomastoideus

d. N XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah

Semua ini biasanya disertai dengan sindrom Horner akibat kelumpuhan n. simpatikus

servikalis, berupa penyempitan fisura palpebralis, enoftalmus, dan miosis.

Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi dan

imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral dari leher

(akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka

disebut Trotter’s Triad

17

Page 18: REFERAT-REVISI

2.5. Tanda dan Gejala

Sindrom Sinus Cavernosus

Sinus cavernosus dipasangkan saluran vena yang terletak pada kedua sisi tulang sphenoid dan

sella turcica, lateral hipofisis. Mereka memperpanjang dari fisura orbital superior ke puncak

tulang temporal petrosa. Kedua belah pihak dihubungkan dengan sinus cavernosus anterior dan

posterior antar. Arteri karotis internal dengan pleksus simpatis pericarotid yang berjalan melalui

sinus yaitu saraf oculomotor, troklearis, abducens, dan saraf trigeminal (1 dan 2 divisi) lateral

pada dinding nya. Tanda-tanda umum dan gejala penyakit sinus cavernous termasuk

ophthalmoplegia, chemosis, edema periorbital, proptosis, dan kehilangan sensoris wajah serta

sindrom Horner dari keterlibatan sympathetics. Menurut seri Keane, sinus cavernosus adalah

tempat yang paling sering terlibat saraf kranial multiple mewakili 25%. Penyebab umum dapat

dibagi menjadi vaskuler, neoplastik, gangguan inflamasi, dan lain-lain.. Dalam kasus yang parah,

semua saraf melewati sinus mungkin terlibat, namun keterlibatan terisolasi saraf individu juga

terjadi, terutama saraf abducens. Sebuah sindrom Horner dalam hubungannya dengan cerebral

abducens sangat lokalisasi.

Penyebab vaskular, aneurisma karotis, fistula sinus cavernosus, dan trombosis perlu

dipertimbangkan. Jika cukup besar, aneurisma intracavernous dapat menekan dan merusak isi

dari sinus cavernous, sering mengakibatkan ophthalmoplegia menyakitkan lamban. Aneurisma

Intracavernous tidak memiliki risiko signifikan subarachnoid hemorrhage. Ketika pecah

cenderung untuk tetap lokal dan dapat mengakibatkan pembentukan fistula kavernosa-karotis. 

 Trombosis sinus cavernous biasanya hasil dari infeksi sinus paranasal, selulitis orbital, atau

infeksi wajah (seperti furunkel). Aureus adalah organisme penyebab yang paling umum, namun,

infeksi pneumokokus dan jamur juga harus dipertimbangkan, terutama pada individu

immunocompromised dan penderita diabetes. Pada penderita diabetes, mucormycosis menjadi

perhatian khusus.

Tumor adalah penyebab paling umum dari sindrom sinus kavernosa. Ini mungkin penyakit

metastatik, hasil perpanjangan tumor lokal (karsinoma nasofaring, adenoma hipofisis atau

craniopharyngioma) atau tumor primer (meningioma, limfoma). Akhirnya, sindrom sinus

cavernous dapat hasil dari setiap proses inflamasi granulomatosa seperti sarkoidosis,

18

Page 19: REFERAT-REVISI

granulomatosis Wegener, atau poliarteritis nodosa. Gangguan inflamasi lain yang harus

diperhatikan adalah Tolosa-Hunt syndrome. Ini adalah gangguan inflamasi granulomatosa

idiopatik yang biasanya menyajikan dengan ophthalmoplegia menyakitkan.Setelah lesi massa

telah dikecualikan, itu adalah penyebab paling umum dari sindrom sinus cavernosus. Meskipun

remisi spontan terjadi pada hingga sepertiga pasien, respon positif terhadap steroid universal

sering dianggap sebagai kriteria diagnostik

Cerebellopontin angle

Batas-batas sudut cerebellopontine termasuk permukaan inferior dari belahan cerebellar, aspek

lateral pons, dan permukaan superior ketiga dalam dari punggungan petrosa. Ini mencakup

membujur dari Nervus cranialis V melalui Lesi nervus cranialis X. Cerebellopontine angle

adalah selalu neoplasma, yang sebagian besar jinak.Schwannomas vestibular yang jauh tumor

yang paling umum, yang timbul dari bagian vestibular saraf VIII dalam kanal auditori internal.

Neoplasma yang kurang umum termasuk meningioma, epidermoids, dan metastasis jauh lebih

sedikit umum dan kolesteatoma. Gejala awal biasanya progresif gangguan pendengaran

sensorineural dan tinnitus.  Masa membesar dan disfungsi saraf kranial terjadi kemudian disertai

dengan disfungsi nervus cranial VII menyebabkan paresis neuron motorik bawah wajah tanpa

hyperacusis.  Disfungsi nervus V menyebabkan kehilangan sensori wajah adalah umum. SSP VI,

IX dan X kurang umum terlibat, biasanya kemudian dalam kursus. Jika lesi terus berkembang,

tekanan pada otak kecil atau hasil peduncles di ataksia ipsilateral dan inkoordinasi.  Nistagmus

dan tatapan kelumpuhan mungkin hasil dari kompresi pontine.

Sindrom saraf kranial bagian bawah

Sindrom rendah saraf kranial melibatkan SSP IX-XII secara sepihak dalam berbagai

kombinasi. Saraf ini keluar dari tengkorak tepat di atas foramen magnum. IX-XI SSP keluar

melalui foramen jugularis bersama dengan vena jugularis. CN XII keluar melalui saluran

hypoglossal inferior. Gejala-gejala penyakit saraf kranial yang lebih rendah, termasuk disfagia,

disfonia, dan disartria merupakan alasan umum untuk konsultasi neurologis. 

Foramen jugular sindrom, atau sindrom Vernet, adalah prototipe rendah saraf kranial sindrom,

yang ditandai dengan kelumpuhan ipsilateral SSP IX, X, dan XI. Sindrom ini disebabkan oleh

lesi pada foramen jugularis atau di ruang retroparotid. Tumor glomus (paragangliomas) adalah

19

Page 20: REFERAT-REVISI

penyebab umum dari sindrom foramen jugular. Mereka jinak, biasanya spontan, lambat tumbuh

tumor kepala dan leher yang diperkirakan timbul dari jaringan paraganglionic didistribusikan

secara luas yang berasal dari sel-sel krista neural. Glomus tumor biasanya muncul dalam bola

jugularis (jugulare glomus), telinga tengah (glomus tympanicum), dan ganglion nodose dari saraf

vagus (glomus vagale). Meskipun tumbuh lambat, mereka mungkin mengikis melalui tulang dan

meluas ke foramen jugular atau bahkan ke kanal hypoglossal. Lain lesi menghasut umum adalah

schwannomas, meningioma, dan metastasis. Menyebabkan jarang termasuk abses retroparotid,

chordomas, dan trombosis dari bola jugularis. Sindrom foramen jugular Istilah ini sering

digunakan untuk mengacu pada kombinasi dari kelumpuhan mempengaruhi empat rendah saraf

kranial, namun, beberapa sindrom eponymic lainnya pantas disebutkan.Collet-Sicard sindrom,

atau sindrom ruang interkondilaris, terdiri dari sindrom foramen jugular (disfungsi SSP IX, X

dan XI) dengan keterlibatan tambahan CN XII. Sindrom Villaret adalah Collet-Sicard ditambah

penambahan keterlibatan simpatik (sindrom Horner). Hal ini juga disebut sebagai sindrom ruang

retropharyngeal. Jika proses meluas ke ruang retroparotid, mungkin ada keterlibatan CN VII

tambahan. Para etiologi yang sama pertimbangan berlaku untuk semua sindrom ini, karena itu,

dari sudut pandang praktis, mengingat semua secara kolektif sebagai sindrom foramen jugular

beralasan.Akhirnya, meskipun tidak secara teknis sebuah sindrom saraf kranial yang lebih

rendah, sindrom petrosa apeks dapat berkembang untuk menyertakan saraf kranial yang lebih

rendah.Atau dikenal sebagai sindrom Gradenigo, sindrom ini biasanya berhubungan dengan

otitis media supuratif mempengaruhi puncak petrosa dari tulang temporal. Ini biasanya

menyajikan dengan rasa sakit di distribusi saraf trigeminal dikombinasikan dengan cerebral

abducens. Jika infeksi menyebar ke dasar tengkorak, maka fitur dari sindrom foramen jugular

dapat hidup berdampingan.

2.6. Langkah Diagnostik

RadiologiTujuan utama dari neuroimaging rutin, terutama pada kasus meningitis kronis adalah untuk menyingkirkan proses alternatif seperti abses, tumor, atau fokus parameningeal infeksi. 

SerologiPemeriksaan cairan serebropinal berfungsi sebagai sebuah bagian integral dalam evaluasi sebagaimana adanya pleositosis CSF lebih lanjut menunjukkan kemungkinan proses inflamasi meningeal, infeksi, atau neoplastik.

Biopsi

20

Page 21: REFERAT-REVISI

- Biopsi meningeal di pertimbangkan pada meningitis kronis, proses neoplastik atau curiga vaskulitis SSP

2.7. Diagnsis Banding

Sindrom- sindrom yang dapat digunakan

Location of lesion Cranial nerves involved and clinical manifestations

 Eponym

Superior orbital fissure III, IV, V (1 divisi), VI; ophthalmoplegia, nyeri dan hypoestesia di divisi pertama dari V, exophtalmos, gangguan vegetatif

Rochon-Duvigneaud

 Cavernous sinus III, IV, V, VI; ophthalmoplegia, exophthalmos

Foix-Jefferson

Apex of petrous temporal V dan VI; neuralgia, gangguan sensorimotor, diplopia

 Lannois-Lannois

Petrosphenoidal region II, III, IV, V, VI; ophthalmoplegia, amaurosis, neuralgia trigeminal

Jacod

 Jugular foramen IX dan X, kehilangan refleks muntah

Avellis

Jugular foramen IX, X, XI, disfagia, hilangnya refleks muntah, kelemahan otot sternokleidomastoid dan trapezius

 Vernet

Cerebellopontine sudut V, VII, VIII, IX sampai dengan XII; ketulian, vertigo, nystagmus, peningkatan tekanan intrakranial, gejala batang otak

NA

2.9. Terapi

Pengelolaan beberapa kelumpuhan neuropati kranial bergantung pada diagnosis akurat dengan

terapi spesifik ditujukan pada penyebab yang mendasari. Misalnya, jika penyebab infeksi

ditemukan, terapi antimikroba yang sesuai ditunjukkan. Pada pasien dengan perkembangan yang

cepat dari tanda dan gejala, terapi empirik tampaknya masuk akal. Pada pasien dengan

meningitis parah dengan faktor risiko untuk TB, obat-obatan empiris antituberculous biasanya

dianjurkan bahkan sebelum hasil laboratorium akhir karena gejala sisa neurologis yang serius

dapat berkembang jika pasien tidak segera diobati. Demikian juga., Jika pasien memiliki

21

Page 22: REFERAT-REVISI

risiko faktor untuk meningitis jamur, pengobatan dengan flukonazol harus

dipertimbangkan. Seringkali keputusan harus dibuat apakah perlu atau tidak untuk memulai

penggunaan steroid.

Dalam kasus vaskulitis atau penyakit rematologi lainnya, imunosupresan seperti siklofosfamid

alternatif dapat dipertimbangkan, namun salah satu harus enggan untuk memulai seperti terapi

agresif dalam tidak adanya diagnosis yang jelas.Dalam kasus ini, meningeal biopsi sebelum

memulai terapi harus dipertimbangkan.

Sedangkan pada kasus-kasus neoplasia seperti pada kasus carcinoma nasofaring pengobatan

raioterapi merupaan pilihan utama karena umumnya sel-sel tumor ini bersifat radiosensitive. Jika

tidak memungkinkan pilihan pengobatan lain seperti kemoterapi maupun tindakan pembedahan,

2.8. Prognosis

5-years survival rate dengan hanya diradioterapi:

stadium I (85-95%)

stadium II (70-80%)

stadium III & stadium IV (24-80%)

Faktor yang memperburuk:

stadium lanjut

Usia > 40 tahun

laki-laki

ras Cina

ada pembesaran kelenjar leher

lumpuh saraf otak

tulang tengkorak yang rusak

metastasis jauh

22

Page 23: REFERAT-REVISI

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Indonesia kanker ini menempati urutan keempat diantara keganasan yang terjadi di seluruh tubuh

dan urutan pertama untuk seluruh keganasan di daerah kepala dan leher dengan prosentase 60%.

Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7

kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh

Indonesia dan kelumpuhan saraf cranial yang terjadi akibat karsinoma nasifaring ditemukan

pada 25% penderita. Karsinoma nasofaring diduga diakibatkan oleh faktor infeksi virus Epstein-

Barr, genetic, dan faktor lingkungan. Gejala yang dapat ditemukan berupa kelainan hidung,

pendengaran, sampai gangguan pada saraf kranial. Dimana pengobatan karsinoma nasofaring ini

dapat dilakukan dengan radioterapi, kemoterapi, atau operasi.

3.2. SaranSetelah menegatahui faktor resiko maupun penyebab dari karsinoma nasofaring hendakanya kita

mampu menjaga diri kita untuk terhindar dari penyakit ini. Dan segera memeriksakan diri ke

sarana kesehatan apabila diduga mengalami gejala-gejala dari karsinoma nasofaring.

23

Page 24: REFERAT-REVISI

DAFTAR PUSTAKA

Adams and Victors. Principle of Neurology. 2005. E-book.

Desen, Wan. Buku Ajar Onkologo Klinis Edisi II. 2008. FKUI: Jakarta.

Frotscher, M dan M. Baehr. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. 2010. Jakarta: EGC

Keane, James R. Multiple Cranial Nerve Palsies Analysis of 979 Case. Arch Neurol/Vol.6.

November 2005

www.medscape.com

24