40
REFERAT TRAUMA VERTEBRAE Oleh : 1. Muhammad Luthfiyanto G99141135 2. Ifanemagasaro Mendrofa G99141139 3. Tatas Bayu Mursito G99141141 Pembimbing : dr. Pamudji Utomo, Sp OT(K) KEPANITERAN KLINIK ILMU BEDAH ORTHOPAEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RS ORTOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO 1

Referat Rso

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat kasus orthopedi

Citation preview

REFERAT

TRAUMA VERTEBRAE

Oleh :1. Muhammad LuthfiyantoG991411352. Ifanemagasaro MendrofaG991411393. Tatas Bayu MursitoG99141141

Pembimbing :dr. Pamudji Utomo, Sp OT(K)

KEPANITERAN KLINIK ILMU BEDAH ORTHOPAEDIFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RS ORTOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSOSURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma yang bisa disebabkan karena jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb.Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fungsi cervical dan stabilitas merupakan hal penting yang harus dikenal masyarakat.Di U.S., insiden trauma sumsum tulang belakang sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau sekitar 14.000 pasien per tahun. Insiden trauma sumsum tulang belakang tertinggi pada usia 16-30 tahun (53,1 %). Insiden trauma sumsum tulang belakang pada pria adalah 81,2 %. Sekitar 80 % pria dengan trauma sumsum tulang belakang terdapat pada usia 18-25 tahun. SCIWORA (spinal cord injury without radiologic abnormality) terjadi primer pada anak-anak. Tingginya insiden trauma tulang belakang komplit yang berkaitan dengan SCIWORA dilaporkan terjadi pada anak-anak usia kurang dari 9 tahun.Penyebab trauma tulang belakang meliputi kecelakaan sepeda motor (44 %), tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %), kecelakaan olahraga misal menyelam (8 %), dan penyebab lain (2%). Jatuh merupakan penyebab utama trauma sumsum tulang belakang pada orang usia 65 tahun ke atas. Trauma sumsum tulang belakang karena kecelakaan olahraga biasanya terjadi pada usia 29 tahun.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fungsional Vertebra

Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang ( Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis ). Di bagian dalam tulang terdapat rongga yang memanjang ke bawah yang berisi sumsum tulang belakang yang merupakan jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat. Saraf tersebut mengatur gerakan otot dan organ lain, seperti usus, jantung dan lainnya.Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari :

Vertebra servikalis adalah bagian bawah kepala dengan ruas-ruas tulang leher yang berjumlah 7 buah (CV I CV VII). Vertebra servikalis merupakan bagian terkecil di tulang belakang. Secara anatomi vertebra servikalis dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah servikal atas (CV1 dan CV2) dan daerah servikal bawah (CV3 sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki truktur anatomi yang unik. Ketiga ruas telah diberi nama khusus, antara lain CV1 disebutatlas, CV2 disebut axis, dan CV7 disebut prominens vertebra.Ruas tulang leher umumnya mempunyai ciri yaitu badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang. Vertebra servikalis mempunyai korpus yang pendek dan korpus ini berbentuk segiempat dengan sudut agak bulat jika dilihat dari atas. Tebal korpus bagian depan dan bagian belakang.Vertebra servikalis pertama dikenal sebagai atlas dimana berperan sebagai pendukung seluruh tengkorak. Atlas berbeda dengan vertebra servikalis lainnya karena tidak mempunyai korpus sehingga bentuknya hampir seperti cincin. Atlas tidak mempunyai prosesus spinosus namun memiliki tuberkulum posterior yang kecil yang berguna agar pergerakan kepala atau kranium lebih bebas.Axis adalah yang terbesar dari semua vertebra servikalis. Kepala berputar di sekitar tulang axis.Terdapat penonjolan tulang keatas dari permukaan atas korpus disebut dens epistropheus atau disebut juga prosesus odontoid (odontoid process). Prosesus odontoid mirip dengan gigi .Permukaan depan dan belakang dari dens didapati permukaan persendian disebut fasies artikularis anterior dan posterior. Pada tulang ini prosesus transversus tidak jelas.Ciri-ciri vertebra servikalis 7 (vertebra prominens) antara lain memiliki prosesus spinosus yang panjang dan tidak bercabang, foramen transversus tidak selalu ada.Vertebra sevical 7 meupakan vertebra servical yang terakhir yang di miliki sevical yang kemudian bersedi pada vertebra thoraxcal.Vertebrae thorakalis atau ruas tulang punggung lebih besar daripada yang servikal dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebrae thorakalis adalah badannya berbentuk lebar lonjong (berbentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil sisi untuk menyambung costae, lengkungnya agak kecil, Processus Spinosusnya panjang dan mengarah ke bawah sedangkan Processus Transversus, yang membantu mendukung costae adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk costae.Ruas vertebra lumbal 1 berbatasan dengan vertebra throracal 12 Vertebra lumbal korpusnya lebih besar dibanding vertebra lainnya. Bentuknya lebar dan padat serta berbuntuk bulat telur. Foramen vertebralis berbentuk segitiga sedikit lebih besar daripada thorakalis tetapi lebih kecil dari vertebra cervikalis. Prosesus artikularis superior mengarah ke atas sedang prosesus artikularis inferior mengarah kebawah. Zygaphofisial joint membentuk sudut 30-500 terhadap MSP. Tanda-Tanda umum vertebra Tiap vertebrae terdiri atas 2 bagian, yaitu :o Segment anterior : corpus vertebrae.o Segment posterior: arcus neuralis atau arcus vertebrae Corpus & arcus vertebrae membatasi suatu lubang yaitu : foramen vertebraleTanda-tanda Khas Vertebra : Pada corpus bag dorsal dextra sinistra tdp dataran sendi untuk bersendi dengan capitulum costae yi : fovea costalis. Pada proc transversus tdp dataran sendi untuk sendi dgn tuberculum costae, kec : vert th XI-XII yi : fovea costalis transversalis. Corpus vertebrae bentuk : jantung Fovea costalis sup Fovea costalis inf.Bagian-Bagian Vertebra1. Arcus VertebraTerdiri dari : Sepasang pediculus. Sepasang lamina. 7 processus. Terdiri dari: 4 proc articularis,2 proc transversus,1.proc spinosus2. Corpus Vertebra Bentuk silinder. Dataran cranial & caudal tak rata ditempati oleh jar ikat fibrocartilago : diskus intervertebralis. Facies anterior :o Lobang-lobang kecil tempat masuknya a. nutricia Facies posterior :o Satu lobang besar tempat keluarnya vena basivertebralis

3. Pediculus arcus vertebrae Sepasang kanan- kiri Procesus pendek tebal & berpangkal pada dataran dorsocranial corpus vertebrae. Tonjolan yang menghadap ke dorsal. Tiap arcus terdapat lekukan yaitu : incisura vertebralis superior et inferior Diantara incisura vertebralis superior et inferior membentuk suatu lobang yaitu : foramen intervertebale yang dilalui N. spinalis & ggl spinalis.

4. Lamina Vertebra Sepasang. Lanjutan arcus ke dorso-medial. Tipis & lebar, dan bersatu di linea mediana. Dataran cranial & caudal yang menghadap ke ventral terlihat kasar , merupakan tempat perlekatan lig.flavum.

5. Prosesus Spinosus Tonjolan ke dorsal & kaudal, setelah ke-2 lamina bersatu. Untuk tempat perlekatan otot-otot & ligament6. Procesus articularis Berpagkal pada pertemuan antara pediculus & lamina. Terdapat sepasang sebelah sebelah cranial yaitu procesus articularis superior. Dan sepasang sebelah caudal yaitu procesus articularis inferior7. Prosesus Transvesus Sepasang kanan kiri. Berpangkal pada pertemuan pediculus & lamina Terdapat diantara proc articularis superior & inferior. Perlekatan otot-otot & ligamenFungsi Tulang Vertebra Penyokong badan & meneruskan berat badan ke punggung & anggota bawah. Melindungi medulla spinalis dan selaputnyaVertebra cervical 4 dan 7

Vertebra Thoracalis

Keterangan1. Proc.Spinosus : panjang. Ujung bentuk tuberkel2. Lamina Arcus vertebralis : luas & tebal3. Proc artic Superior4. Proc transversus5. Pediculus arcus vertebrae6. Corpus vertebrae7. Foramen vertebrae8.Proc transversusVertebra Lumbalis

Keterangan1. Proc Spinosus Lebar,tebal,btk segiempat2. Lamina arcus vertebrae3 Proc artic superior Facet sendi konkaf4. Proc transversus 6. Corpus vertebrae Bag depan >> tebal dari bag blkg. Dataran blkg konkaf dlm arah transv. Dataran atas & bawah datar / konkaf(Mahadewa, 2009)2. PatofisiologiSumsum tulang belakang terdiri atas beberapa traktus atau jalur saraf yang membawa informasi motorik (desenden) dan sensorik (asenden). Traktus kortikospinal adalah jalur motorik desenden yang terletak di anterior sumsum tulang belakang.Kolumna dorsal adalah traktus sensorik asenden yang membawa informasi raba, propriosepsi dan vibrasi ke korteks sensorik. Traktus spinotalamikus lateral membawa sensasi nyeri dan suhu. Traktus spinotalamikus anterior membawa sensasi raba. Fungsi otonom dibawa oleh traktus interomedial anterior. Trauma traktus kortikospinal atau kolumna dorsal berakibat terjadinya paralisis ipsilateral atau hilangnya sensasi raba, propriosepsi, dan getar. Sedangkan trauma pada traktus spinotalamikus lateral menyebabkan hilangnya sensasi suhu dan nyeri kontralateral. Trauma sumsum tulang belakang anterior menyebabkan paralisis dan hilangnya sensasi raba inkomplit. Fungsi otonom dijalankan melalui traktus interomedial anterior. Saraf simpatis keluar dari sumsum tulang belakang di antara C7-L1, sedangkan saraf parasimpatis keluar di antara S2 dan S4. Oleh karena itu lesi atau trauma sumsum tulang belakang dapat menyebabkan disfungsi otonom. Syok neurogenik ditandai dengan disfungsi otonom, seperti hipotensi, bradikardi relative, vasodilatasi perifer, dan hipotermi. Hal ini biasanya tidak terjadi pada trauma sumsum tulang belakang di bawah T6. Syok spinal didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi neurologis komplit, termasuk refleks dan tonus otot, dan terkait dengan disfungsi otonom. Syok neurogenik mengacu pada terjadinya trias hipotensi, bradikardi dan vasodilatasi perifer akibat disfungsi otonom dan gangguan pada sistem kontrol saraf simpatis pada trauma sumsum tulang belakang akut. Suplai darah sumsum tulang belakang terdiri atas 1 arteri spinalis anterior dan 2 arteri spinalis posterior. Arteri spinalis anterior mensuplai dua pertiga anterior sumsum tulang belakang. Trauma iskemik pada arteri ini berdampak terjadinya disfungsi traktus kortikospinal, spinotalamikus lateral, dan interomedial anterior. Sindrom arteri spinalis anterior meliputi paraplegia, hilangnya sensasi nyeri dan suhu dan disfungsi otonom. Arteri spinalis posterior mensuplai kolumna dorsalis. Trauma vaskular dapat menyebabkan lesi sumsum tulang belakang pada level segmen yang lebih tinggi daripada level trauma tulang belakang. Trauma vaskular mengakibatkan iskemik pada servikal yang tinggi. Trauma hiperekstensi servikal dapat menyebabkan trauma iskemik sumsum tulang belakang. Trauma sumsum tulang belakang bisa primer atau sekunder. Trauma primer merupakan akibat dari gangguan mekanis elemen neural. Trauma ini biasa terjadi pada fraktur dan atau dislokasi tulang belakang. Akan tetapi, dapat juga terjadi tanpa adanya fraktur atau dislokasi tulang belakang. Trauma penetrasi seperti trauma tembak juga dapat menyebabkan trauma primer.Kelainan ekstradural juga dapat menyebabkan trauma primer. Hematom epidural spinal atau abses menyebabkan trauma dan kompresi sumsum tulang belakang akut. Trauma vaskular sumsum tulang belakang yang disebabkan gangguan arteri, trombosis arteri atau hipoperfusi yang menyebabkan syok adalah penyebab utama trauma sekunder.Sindrom sumsum tulang belakang dapat komplit atau inkomplit. Sindrom sumsum tulang belakang komplit ditandai hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah level lesi. Sindrom sumsum tulang belakang inkomplit meliputi the anterior cord syndrome, the Brown-Squard syndrome, dan the central cord syndrome. Sindrom lainnya meliputi the conus medullaris syndrome, the cauda equina syndrome, dan spinal cord concussion. Trauma inkomplit berarti seseorang memiliki beberapa fungsi di bawah level trauma, meskipun fungsi tersebut tidak normal. Sebagai contoh, seseorang dapat mengalami kelemahan bahu tetapi masih dapat menggerakkannya. Seseorang dapat kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot di bawah kehilangan sensasi nyeri dan suhu. The International and American Spinal Injury Association (ASIA) mendefinisikan trauma sumsum tulang belakang inkomplit sebagai suatu keadaan dimana seseorang masih memiliki fungsi sumsum tulang belakang di bawah sakrum (di bawah S5).Trauma inkomplit meliputi : Anterior cord syndrome, yang meliputi hilangnya fungsi motorik dan sensasi nyeri dan/atau suhu, dengan dipertahankannya propriosepsi.Brown-Squard syndrome meliputi hilangnya fungsi propriosepsi dan motorik ipsilateral, dengan hilangnya sensasi nyeri dan suhu kontralateral.Central cord syndrome biasanya melibatkan lesi servikal, dengan kelemahan otot pada ekstremitas atas yang dominant daripada ekstremitas bawah. Hilangnya sensasi bervariasi, nyeri dan/atau suhu lebih sering terganggu daripada propriosepsi dan/atau vibrasi. Biasnya terjadi disestesia, khususnya pada ekstremitas atas (misal sensasi panas di tangan atau lengan).Conus medullaris syndrome adalah trauma vertebra sakral dengan atau tanpa keterlibatan saraf lumbal. Sindrom ini ditandai arefleksia pada kandung kemih, pencernaan. Hilangnya fungsi motorik dan sensorik pada ekstremitas bawah bervariasi.Cauda equina syndrome melibatkan trauma saraf lumbosakral dan ditandai arefleksia pada pencernaan dan /atau kandung kemih, dengan hilangnya fungsi motorik dan sensorik ekstremitas bawah yang bervariasi. Trauma ini biasanya disebabkan oleh herniasi diskus lumbal sentral.A spinal cord concussion ditandai dengan defisit neurologik sementara pada sumsum tulang belakang yang akan pulih sempurna tanpa adanya kerusakan struktural yang nyata.Trauma komplit berarti terjadi kehilangan komplit dari sensasi dan kontrol otot di bawah level trauma. Hampir separuh dari trauma sumsum tulang belakang adalah komplit. Sebagian besar trauma sumsum tulang belakang, termasuk trauma komplit, merupakan akibat luka dari sumsum tulang belakang atau kehilangan darah yang mengalir ke sumsum tulang belakang dan bukan dari terpotongnya sumsum tulang belakang. Trauma sumsum tulang belakang seperti stroke, merupakan proses yang dinamis. Lesi sumsum tulang belakang inkomplit dapat menjadi komplit. Kaskade kompleks dari patofisiologi yang terkait dengan radikal bebas, edema vasogenik, dan penurunan aliran darah mengakibatkan terjadinya manifestasi klinis. Oksigenasi yang normal, perfusi dan keseimbangan asam basa dibutuhkan untuk mencegah perburukan. (Cohen, 1997)

3. Klasifikasi Cedera Spinal Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut : 1.Cedera fleksiCedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, dan selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus vertebra dan mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang stabil.

2. Cedera fleksi-rotasiBeban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior dan kadang juga prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan cedera yang paling tidak stabil.

3. Cedera ekstensiCedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil.

4.Cedera kompresi vertikal (vertical compression)Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan burst fracture.

5.Cedera robek langsung (direct shearing)Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligament

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.

1.Cedera stabil a.FleksiCedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan.

b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi

Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik jarang..

c.Kompresi Vertikal

Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu.Meskipun fraktura ledakan agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan.Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.

2.Cedera Tidak Stabil

a.Cedera Rotasi FleksiKombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik.

b.Fraktura Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.

c.Cedera Fleksi-RotasiTerjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil. Stabilisasi dan bedah direkomendasikan.

5. Manifestasi Klinis Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu hingga enam minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flaksid, anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali, akan terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik di bawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnya terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehingga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul beban berat di atas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang hiperekstensi. Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Ganguan pada ekstremitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas, sedangkan daerah perianal tidak terganggu. Sindrom Brown-Sequard disebabkan oleh kerusakan separuh lateral sumsum tulang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan. Gejala klinis berupa gangguan motorik dan hilangnya rasa vibrasi dan posisi ipsilateral; di kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu. Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan anestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokavernosa. Sindrom ini disebut sindrom konus medularis. Sindrom kauda equina disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbosakral setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan kelumpuhan dan anestesia di daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis. Gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien dengan trauma tulang belakang adalah: Nyeri mulai dari leher sampai bawah Kehilangan fungsi (misal tidak dapat menggerakkanlengan).Kehilangan atau berubahnya sensasi di berbagai area tubuh(Schreiber, 2004)

6. DiagnosisTrauma tulang belakang perlu dicurigai pada kondisi-kondisi berikut : Pasien tidak sadar Pasien dengan multipel trauma, trauma di atas klavikulaJatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki (atau dua kali tinggi pasien), kecelakaan dengan kecepatan tinggi.Pada pemeriksaan jasmani dipentingkan pemeriksaan neurologik dengan mengingat kemungkinan cedera sumsum belakang.Pada pemeriksaan laboratorium, perlu diperiksa dan dimonitor kadar hemoglobin dan hematokrit untuk mendeteksi atau memonitor kehilangan darah. Selain itu, urinalisis juga perlu untuk mendeteksi trauma traktus genitourinarius. Diagnosis ditegakkan dengan foto rontgen proyeksi antero-posterior dan lateral, dan bila perlu tomografi. Rontgen tulang belakang dilakukan untuk melihat kerusakan vertebra (rontgen bagus untuk menunjukkan tulang tetapi tidak untuk jaringan lunak seperti sumsum tulang belakang). Jika pasien memiliki gejala atau terdapat trauma sumsum tulang belakang, dilakukan CT-Scan atau MRI yang akan menunjukkan lebih detail dibanding rontgen. CT scans lebih baik daripada MRI dalam menunjukkan tulang, sedangkan MRI biasanya lebih baik dalam menunjukkan jaringan lunak seperti sumsum tulang belakang. Semua tindakan diagnostik tersebut dikerjakan tanpa memindahkan atau mengubah posisi penderita. Mielografi dikerjakan pada penderita dengan gangguan neurologik, seperti kelumpuhan, tetapi pada foto polos maupun tomografinya tidak tampak fraktur. (Schreiber, 2004)

7. PenatalaksanaanSemua penderita koban kecelakaan yang memperlihatkan gejala adanya kerusakan pada tulang belakang, seperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus dirawat seperti merawat pasien kerusakan tulang belakang akibat cedera sampai dibuktikan bahwa tidak ada kerusakan tersebut. Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan cedera lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka pengelolaan patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada stabilitasnya. Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan imobilisasi dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan neurologik komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang timbul pada kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran kencing atau dekubitus dapat dicegah. Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi yaitu melakukan reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan harapan dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat penekanan tersebut. Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam waktu enam jam pascatrauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena akan menambah instabilitas tulang belakang. Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras. Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau sarana apapun yang beralas keras. Hal ini dilakukan pada semua penderita yang patut dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita yang merasa nyeri di daerah tulang belakang, lebih-lebih lagi bila terdapat kelemahan pada ekstremitas yang disertai mati rasa. Selain itu harus selalu diperhatikan jalan napas dan sirkulasi. Bila dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak menunduk dan tetap di tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain untuk menyangga leher pada saat pengangkutan. Setelah semua langkah tersebut di atas dipenuhi, barulah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologik yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang seperti radiologik dapat dilakukan. Pada umumnya terjadi paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat hematom retroperitoneal sehingga memerlukan pemasangan pipa lambung. Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadi pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok spinal. Selain itu pemasangan kateter juga berguna untuk memantau produksi urin, serta mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin kulit tetap kering. Perhatian perlu diberikan untuk mencegah terjadinya pneumoni dan memberikan nutrisi yang optimal. Penanggulangan Cedera Tulang Belakang dan Sumsum Tulang Belakang :Prinsip umum pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera mielum mencegah terjadinya cedera kedua waspada akan tanda yang menunjukkan jejas lintanglakukan evaluasi dan rehabilitasiTindakan : adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)optimalisasi faal ABC : jalan nafas, pernafasan, dan peredaran darah penanganan kelainan yang lebih urgen, pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesipemeriksaan radiologik (kadang diperlukan) tindak bedah (dekompresi, reposisi, atau stabilisasi)pencegahan penyulit*ileus paralitik sonde lambung*penyulit kelumpuhan kandung kemih kateter*pneumoni*dekubitus

Tindakan Bedah Jika terdapat tanda kompresi pada sumsum belakang karena deformitas fleksi, fragmen tulang, atau hematom, maka diperlukan tindakan dekompresi.Dislokasi yang umumnya disertai instabilitas tulang belakang memerlukan tindakan reposisi dan stabilisasi.Pembedahan darurat diperlukan bila terdapat gangguan neurologik progresif akibat penekanan, pada luka tembus, dan pada sindrom sumsum belakang bagian depan yang akut.Pembedahan selalu harus dipertimbangkan untuk mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi dan rehabilitasi dapat berlangsung lebih cepat. Pembedahan akan mengurangi kemungkinan terjadinya penyulit, tetapi tidak harus dilakukan sebagai tindakan darurat untuk mengatasi gangguan stabilitas tulang belakang.Pada pasien yang tidak sadar mungkin terdapat tanda syok spinal (nadi lambat dan tekanan darah rendah, kelemahan umum pada seluruh anggota gerak, kehilangan kontrol buang air besar atau buang air kecil.Penting untuk diingat bahwa trauma tulang belakang tidak tersingkir jika pasien dapat menggerakkan dan merasakan anggota geraknya. Jika mekanisme trauma melibatkan kekuatan yang besar, pikirkan yang terburuk dan dirawat seperti merawat korban trauma tulang belakang.Pertolongan Pertama Pada Trauma Tulang Belakang meliputi : 1.Perhatikan ABC nya (Airway, Breathing, Circulation)2.Pertahankan posisi pasien. Jangan pindahkan atau membiarkan korban bergerak kecuali korban dapat meninggal atau terluka jika tetap pada posisinya (misal menghindari batu yang jatuh). Posisi leher harus tetap dipertahankan dengan menahan kepala pada kedua sisi.Ketika petugas datang, korban dipasang kolar servikal yang keras dengan sangat hati-hati, kemudian diimobilisasi dengan sistem transportasi spinal yang bisa berupa matras, papan keras. (Schreiber, 2004)

8.RehabilitasiRehabilitasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah timbulnya komplikasi, mengurangi kecacatan, dan menyiapkan penderita kembali ke masyarakat. Tim rehabilitasi yang diperlukan terdiri dari dokter (ahli bedah saraf, ahli bedah tulang), perawat, fisioterapis, petugas sosial, psikolog, ahli terapi kerja.Program rehabilitasi dapat dibagi 2 tahap.Tahap pertama pada fase akut yaitu semasa pasien dalam pengobatan yang intensif, terutama dikerjakan oleh perawat dan fisioterapis.Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah latihan, masase, memelihara jalan nafas, merawat gangguan miksi dan defekasi. Tahap kedua adalah rehabilitasi jangka panjang dengan tujuan mengembalikan penderita kembali ke masyarakat, yang meliputi menyiapkan keadaan mental penderita agar tetap dapat berkarya walaupun cacat, edukasi pada penderita dan keluarga tentang perawatan di rumah, latihan cara makan, berpakaian, miksi dan defekasi, latihan menggunakan alat bantu, alih pekerjaan sesuai dengan kondisi penderita. Terapi fisik dilakukan untuk pemulihan ROM (range of motion) dan meningkatkan kemampuan mobilitas. Hal terpenting adalah memperkuat otot ekstremitas atas, juga menjaga keseimbangan dan stabilitas tubuh. Otot ekstremitas atas biasanya lebih parah dari ekstremitas bawah, maka pasien akan kesulitan untuk menggunakan alat bantu berjalan yang membutuhkan bantuan tangan. Terapi rehabilitasi kerja ditujukan untuk perbaikan kemampuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, memperkuat ekstremitas atas, dan perbaikan ROM. Bidai digunakan untuk mempertahankan posisi fungional tangan dan kaki juga mencegah kontraktur. Terapi bicara diberikan untuk pasien yang mengalami disfagia akibat pemakaian alat-alat untuk mempertahankan stabilitas servikal atau akibat fusi servikalis anterior. Pasien diajarkan cara menelan agar tidak memperparah disfagi dan mencegah aspirasi. (Mahadewa, 2009)6. Penanganan kasus khususa. Autonomic dysreflexiaMerupakan keadaan akut akibat stimulasi masif simpatis.Terjadi setelah syok spinal, biasanya dalam 6 bulan pertama sampai 1 tahun.Gejala yang timbul berupa hipertensi, sakit kepala, muka merah, berkeringat, hidung buntu, piloereksi, dan bradikardi.Penyebabnya adalah distensi bladder dan bowel, atau tindakan kateterisasi, mengorek skibala, penekanan ulkus dekubitus, infeksi saluran kencing, penggunaan brace atau pakaian terlalu ketat.Tindakan yang dilakukan adalah tinggikan posisi kepala, monitor tekanan darah, kurangi stimulus noksius dan evaluasi faktor penyebab.Jika tidak ada perbaikan, terapi untuk menurunkan tekanan darah (Mahadewa, 2009; Krishblum et al, 2004).b. Nyeri neuropatikPasien dengan cedera medula spinalis dapat mengalami alodinia di bawah level injury.Penanganannya dengan mengevaluasi dan menghilangkan faktor-faktor pencetus seperti infeksi dan pressure ulcer.Terapi dengan pemberian obat anti konvulsan (Mahadewa, 2009; Krishblum et al, 2004).c. SpastisitasAwalnya pasien akan mengalami penurunan tonus saat periode spinal syok, tetapi kemudian akan mengalami spastisitas. Program peregangan dan posisi tidur yang benar dapat mengurangi spastisitas dan mencegah kontraktur.Pemberian terapi antispasme diberikan bila spasme otot menimbulkan perasaan tidak nyaman (Mahadewa, 2009).d. Pressure ulcerMenurunnya fungsi sensoris mengakibatkan timbulnya pressure ulcer karena penekanan pada kulit.Pencegahan yang dilakukan adalah meminimalisasi penekanan pada kulit (mengunakan kasur khusus, melapisi penonjolan tulang dengan bantal), merubah posisi secara teratur. Jika ulkus semakin parah, bila perlu dikonsulkan ke bagian bedah plastik(Mahadewa, 2009; Cohen, 1997).e. Neurogenic bladderPasien dengan cedera medula spinalis sering mengalami retensi urin sehingga memerlukan pemasangan kateter.Jika penderita sudah stabil, kateter dapat dilepas dan dilakukan latihan pengendalian kandung kemih.Dapat dipasang kateter intermiten, bila diperlukan.Fungsi kandung kemih biasanya kembali setelah 6 bulan, tetapi jika tidak kembali pasien diajarkan untuk memasang kateter sendiri saat rangsangan berkemih datang (Mahadewa, 2009; Krishblum et al, 2004).f. Neurogenic bowelPasien cedera akut beresiko mengalami gastric atoni dan ileusyang dapat menyebabkan muntah dan aspirasi.Ileus dapat terjadi pada 1-2 hari pertama dan berakhir pada hari ke-7.Pada fase kronis dapat terjadi distensi colon, distensi abdomen, konstipasi, mual, muntah dan gangguan elektrolit.Berikan latihan pengontrolan defekasi secara teratur karena terjadi penurunan kemampuan kontrol terhadap defekasi, juga pemberian serat dan cairan yang cukup untuk menghindari konstipasi atau inkontinensia.Lakukan evakuasi feses dengan stimulasi colok dubur atau metode lain (Mahadewa, 2009; Krishblum et al, 2004).7. Follow upTujuan utama jangka panjang adalah mencegah komplikasi medis, yang merupakan alasan dari 30% pasien cedera medula spinalis memerlukan perawatan rumah sakit (Gondim, 2009; Mahadewa, 2009) Monitor tekanan darah. Biasanya pasien dibuat hipertensi ringan untuk meningkatkan aliran darah ke medula spinalis pada 12-24 jam pertama. Untuk mencegah iskemik medula spinalis, ideal mean arterial presurre diatas 70mmhg. Pencegahan infeksi nosokomial dan pemberian antibiotika sesuai indikasi Perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus, penggunaan kasur khusus, perlu sering dilakukan gerakan alih baring Berikan profilaksis untuk DVT (deep vein thrombosis) dengan LMWH (low molecular weight heparin) Management cairan, elektrolit,dan nutrisi Mengatasi nyeri dan kecemasan Profilaksis gastrointestinal terhadap terjadinya ulkus. Pasien dengan cedera medula spinalis memiliki insiden stress ulcer yang tinggi, dan diperburuk dengan pemberian obat kortikosteroid pada fase akut. Pemasangan foley catheter bila terjadi retensi urin

9. KomplikasiDefisit neurologis sering meningkat selama beberapa jam atau hari pada trauma sumsum tulang belakang akut, meskipun sudah mendapat terapi optimal.Salah satu tanda adanya kemunduran neurologis adalah adanya defisit sensoris.Pasien dengan trauma sumsum tulang belakang beresiko tinggi terjadi aspirasi, karena itu perlu pemasangan NGT (Nasogastric Tube).

-Hipotermia.-Dekubitus- Seseorang dengan tetraplegia beresiko tinggi terjadi komplikasi medis sekunder. Persentase terjadinya komplikasi pada individu dengan tetraplegia komplit adalah sebagai berikut : pneumonia (60,3 %), ulkus akibat tekanan (52,8 %), trombosis vena dalam (16,4 %), emboli pulmo (5,2 %), infeksi pasca operasi (2,2 %).

10. Prognosis

Pada awal tahun 1900, angka kematian 1 tahun setelah trauma pada pasien dengan lesi komplit mencapai 100 %.Namun kini, angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan trauma quadriplegia mencapai 90 %. Perbaikan yang terjadi dikaitkan dengan pemakaian antibiotik untuk mengobati pneumonia dan infeksi traktus urinarius.Pasien dengan trauma tulang belakang komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %. Jika terjadi paralisis komplit dalam waktu 72 jam setelah trauma, peluangperbaikan adalah nol.Prognosis trauma tulang belakang inkomplit lebih baik.Jika fungsi sensoris masih ada, peluang pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %.(Schreiber, 2004)

BAB IIIPENUTUP

Cedera akut tulang belakang merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Terdapat korelasi antara level cedera dengan morbiditas dan mortalitas, dimana semakin tinggi level cedera, semakin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Disabilitas akibat trauma harus diterima oleh pasien dan keluarga.Kerusakan fungsi saraf tulang belakang bersifat irreversible, karena saraf tulang belakang merupakan bagian susunan saraf pusat yang tidak bisa beregenerasi atau tumbuh kembali, karena alasan ini evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, medula spinalis, dan saraf tepi memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Tata laksana pasien dengan cedera saraf tulang belakang sangat kompleks, mulai penanganan prarumah sakit yang memadai, standar proteksi tulang belakang sesuai ATLS (advanced trauma life support), diagnosis dini, menjaga fungsi medula spinalis, dan pemeliharaan aligment serta stabilitas tulang belakang merupakan keberhasilan dari manajemen.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2001(a).Management of acute spinal cord injuries in an intensive care unit or other monitored setting. [cited 14 March 2010]. URL :http://static.spineuniverse.com/pdf/traumaguide/7.pdf

Anonim. 2010. Cervical spine anatomy. [cited 17 March 2010] .URL : http://www.waterburyhospital.org/index.htm

Anonim.2001(b).Pre-hospital cervical spinal immobilization following trauma. [cited 14 March 2010]. URL :http://www.neann.com/Prehospital%20Spine%20Immobilisation%20Review%20Of%20Studies.pdf

Anonim. 2008. Anatomy. [cited 16 March 2010]. URL :http://www.necksurgery.com/anatomy.html

Brohi, K. 2002. Spine trauma. [cited 14 March 2010]. URL :http://trauma.org/archive/spine/cspine-eval.html

Cohen, A. 1997.The acute management of spinal injury. [cited 14 March 2010]. URL :http://www.medicalonline.com.au/medical/first_aid/spineman.htm

Crosby, T.E. 2006.Airway management in adults after cervical spine trauma.Anesthesiology 104:1293-318

Davenport, M. 2009. Fracture cervical spine. [cited 14 March 2010]. URL :http://emedicine.medscape.com/article/824380-overview

Eidelson, S. 2004. Cervical spine anatomy.[cited 16 March 2010]. URL :http://www.spineuniverse.com/anatomy/cervical-spine-anatomy-neck

Foster, M. 2009. C1 fractures. [cited 17 March 2010]. URL :http://emedicine.medscape.com/article/1263453-treatment

Gondim, F. 2009. Spinal Cord Trauma and Related Diseases.[cited 17 March 2010). URL :http://emedicine.medscape.com/article/1149070-treatment

Iskandar, J. 2002. Cervical injury.Fakultas KedokteranBagian Bedah.Universitas Sumatera Utara.

Kirshblum, S., Gonzalez, P., Cuccurullo, S., Luciano, L. 2004.Epidemiology of spinal cord injury.Demos Medical Publishing Inc.

Mahadewa, T.G.B., Maliawan, S. 2009. Cedera saraf tulang belakang.Denpasar : Udayana University Press.

Schreiber, Donald, 2004. Spinal Cord Injuries.http://www.emedicine.com/emerg/byname/spinal-cord-injuries.htm

26