21
STATUS EPILEPTIKUS I. PENDAHULUAN Status epileptikus adalah kondisi kejang berkepanjangan mewakili keadaan darurat medis dan neurologis utama. International League Against Epilepsy mendefinisikan status epileptikus sebagai aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. 1 Gambaran awal mengenai status epileptikus telah dilaporkan kejadiannya sejak dulu tapi epilepsy dan status epileptikus dulu tidak begitu menja diperhatian dengan penelitian pada populasi yang spesifik. Yang utama dari status epileptikus adalah hubungan penting antara kematian dan kecacatan meskipun diberikan pengobatan yang intensif dan penyakit ini dapat membuat kematian otak yang permanen. Berdasarkan gejala kejang yang menyertainya, status epileptikus diklasifikasikan menjadi tiga yakni status epileptikus konvulsif, status epileptikus non- konvulsif, dan status epileptikus refrakter. 3 II. EPIDEMIOLOGI Jumlah kasus status epileptikus di Amerika Serikat saja telah diperkirakan dari studi epidemiologi menjadi sekitar 102.000-152.000 episode per tahun dan sebanyak 1

Referat Status Epileptikus Fix(3)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

Page 1: Referat Status Epileptikus Fix(3)

STATUS EPILEPTIKUS

I. PENDAHULUAN

Status epileptikus adalah kondisi kejang berkepanjangan mewakili keadaan

darurat medis dan neurologis utama. International League Against Epilepsy

mendefinisikan status epileptikus sebagai aktivitas kejang yang berlangsung terus

menerus selama 30 menit atau lebih.1

Gambaran awal mengenai status epileptikus telah dilaporkan kejadiannya

sejak dulu tapi epilepsy dan status epileptikus dulu tidak begitu menja diperhatian

dengan penelitian pada populasi yang spesifik. Yang utama dari status epileptikus

adalah hubungan penting antara kematian dan kecacatan meskipun diberikan

pengobatan yang intensif dan penyakit ini dapat membuat kematian otak yang

permanen.

Berdasarkan gejala kejang yang menyertainya, status epileptikus

diklasifikasikan menjadi tiga yakni status epileptikus konvulsif, status epileptikus

non-konvulsif, dan status epileptikus refrakter.3

II. EPIDEMIOLOGI

Jumlah kasus status epileptikus di Amerika Serikat saja telah diperkirakan

dari studi epidemiologi menjadi sekitar 102.000-152.000 episode per tahun dan

sebanyak 55.000 kematian per tahun telah dikaitkan dengan status epileptikus.1

Status epileptikus merupakan keadaan kejang terus menerus, dengan kejadian

tahunan berkisar 10-86 per 100.000 orang.4

III. ETIOLOGI

Etiologi dari Status Epileptikus tergantung usia dan menentukan prognosis.

Setelah usia 60 tahun penyakit serebrovaskular beresiko menimbulkan kejang.

Penelitian yang dipimpin oleh Richmon di Virginia USA, pasien yang berumur

lebih dari 60 tahun yang menderita status epileptikus, 35% di antaranya

disebabkan oleh acute cerebrovascular (CVA). Etiologi lainnya hipoksia,

gangguan metabolik, alkohol, tumor, infeksi trauma, dan idiopatik.2

1

Page 2: Referat Status Epileptikus Fix(3)

Pada penelitian di Rochester, Minnesota, USA mengidentifikasi dementia

ditambah dalam daftar penyebab status epileptikus. Penelitian juga di California

mengidentifikasi strok sering menyebabkan generalized status epilepticus(GSE).2

IV. PATOFISIOLOGI

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari

sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu

keadaan patologik. Aktifitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan

yang berlebihan tersebut. Lesi di mesensefalon, talamus, dan korteks sereprum

kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan

batang otak umumnya tidak memicu kejang.5

Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena

biokimiawi, termasuk yang berikut:5

- Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan;

- Neuron-neuron hipersensitif, ambang untuk melepaskan muatan menurun,

apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan;

- Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang

waktu dalam polarisasi berubah) yang disebabkan oleh kelebihan

asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA);

- Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau

elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi

kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini

menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau

deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah

kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat

hiperaktifitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis

meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi

1000 per detik. Aluran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan

glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan

2

Page 3: Referat Status Epileptikus Fix(3)

setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktifitas

kejang.5

Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti

histopatologik yang seringkali normal menunjang hipotesis bahwa lesi lebih

bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara

konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin

dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap

asetilkolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik; fokus-fokus tersebut lambat

mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.5

Semua kejang diinisiasi oleh mekanisme yang sama. Namun status

epileptikus melibatkan adanya kegagalan dalam pemutusan rantai kejang tersebut.

Berbagai studi eksperimen menemui kegagalan yang mungkin timbul dari

kelangsungan kejang terus menerus yang abnormal, eksitasi yang meningkat

secara tajam atau pengerahan dan penghambatan yang tidak efektif. Obat standar

yang digunakan pada status epileptikus lebih efektif apabila diberikan pada jam

pertama berlangsungnya status.6

Status epileptikus dapat menyebabkan cedera otak, khususnya struktur

limbik seperti hipokampus. Selama 30 menit pertama kejang, otak masih dapat

mempertahankan homeostasis melalui peningkatan aliran darah, glukosa darah,

dan pemanfaatan oksigen. Setelah 30 menit, kegagalan homeostasis dimulai dan

mungkin akan berperan dalam kerusakan otak. Hipertermi, rhabdomyolisis,

hiperkalemia, dan asidosis laktat meningkat sebagai hasil dari pembakaran otot

spektrum luas yang terjadi terus menerus. Setelah 30 menit, tanda-tanda

dekompensasi lainnya meningkat, yakni hipoksia, hipoglikemia, hipotensi,

leukosistosis, dan cardiac output yang tidak memadai.6

Merujuk pada respon biokimiawi terhadap kejang, kejang itu sendiri saja

nampak cukup, untuk menyebabkan kerusakan otak. Berkurangnya aliran darah

otak (Cerebral Blood Flow), kurang dari 20 ml/100g/menit, memberikan banyak

efek di antaranya terinduksinya Nitrit Oksida Sintase (iNOS) di dalam astrosit dan

mikroglia - yang mungkin berhubungan dengan aktivasi N-methyl-D-Aspartate

(NMDA) receptor yang menyebabkan kematian sel yang cepat hingga 3-5 menit

3

Page 4: Referat Status Epileptikus Fix(3)

saja - yang kemudian bereaksi dengan O2 radikal bebas yang menghasilkan

super-radical. Aktifasi ini menyebabkan pelepasan asam amino eksitatorik

aspartat dan glutamat. Akibatnya, berlangsunglah sebuah mekanisme kerusakan

yang dimediasi oleh glutamat - glutamic-mediated excitotoxicity-khususnya di

hipokampus. Sementara, konsentrasi kalsium ekstraseluler normal pada neuron-

neuron setidaknya 1000 kali lebih besar daripada intraseluler. Selama kejang,

receptor-gated calcium channel terbuka mengikuti stimulasi reseptor NMDA.

Peningkatan kalsium intraseluler yang fluktuatif ini akan semakin meningkatkan

keracunan sel. Akibatnya apabila kejang ini terus menerus terjadi, kerusakan otak

yang terjadi pun akan semakin besar.7

V. DIAGNOSIS

V.I. ANAMNESIS

Epilepsi adalah sebuah penyakit yang sangat sulit untuk didiagnosa, dan

kesalahan-kesalahan dalam mendiagnosis seringkali terjadi. Ketepatan diagnosis

pada pasien dengan epilepsi bergantung terutama pada penegakan terhadap

gambaran yang jelas baik dari pasien maupun dari saksi. Hal ini mengarahkan

pada diagnosis gangguan kesadaran. Seseorang harus menelusuri secara teliti

tentang bagaimana perasaan pasien sebelum gangguan, selama (apabila pasien

sadar) dan setelah serangan, dan juga memperoleh penjelasan yang jelas tentang

apa yang dilakukan pasien setiap tahap kejang dari seorang saksi. Seseorang tidak

dapat langsung menegakkan diagnosa hanya dengan gejala klinis yang ada

melalui penilaian serangan. Pemeriksaan, seperti EEG, sebaiknya digunakan

untuk menunjang perkiraan diagnostik yang didasarkan pada informasi klinis.

Diagnostik secara tepat selalu jauh lebih sulit dilakukan pada pasien yang

mengalami kehilangan kesadaran tanpa adanya saksi mata.8

Gejala klinis yang dapat dilihat secara nyata adalah kejang dengan tonik,

klonik, atau tonik-klonik pada gerakan tungkai. Pasien mungkin hanya

menunjukkan gerakan kejang dengan amplitudo yang kecil pada wajahnya,

tangan, kaki dan sentakan nistagmoid pada kedua matanya. Jika kejang ini

4

Page 5: Referat Status Epileptikus Fix(3)

berhenti, pasien akan tetap dalam kondisi tidak sadar dan tidak memberikan

respon atau kemungkinan pasien bingung kemudian kejang kembali terjadi.6

Pada pemeriksaan neurologis, pasien tidak akan memberikan respon

terhadap komando verbal. Dia akan meningkatkan atau menurunkan tonus otot,

dengan gerakan yang tidak perlu pada tungkai, dan akan memperlihatkan refleks

Babinski positif. Umumnya, tanda neurologis yang ditemukan bersifat simetris.6

Kadang-kadang terdapat pasien dengan kebingungan yang menetap,

gangguan kesadaran, dan mampu menggerakkan kaki dan berjalan yang dimiliki

oleh pasien status epileptikus yang disebut juga status epileptikus non-konvulsif

(complex partial epilepticus). Pada pasien seperti ini, gambaran hasil EEG yang

abnormal dan terjadi secara persisten dan spesifik, menegakkan diagnosis.6

Uraian di bawah ini dapat menjelaskan tentang diagnosis diferensial pada

epilepsi bentuk lain.8

1. Bangkitan tonik-klonik harus dibedakan dari penyebab serangan gangguan

kesadaran lainnya. Gangguan kardiovaskuler adalah penentu utama yakni

berupa pusing biasa dan pingsan vasovagal pada pasien yang muda,

aritmia, dan hipotensi postural pada pasien yang tua. Kebingungan

seringkali terjadi disebabkan oleh kejang mioklonik singkat yang kadang-

kadang disertai pingsan yang disebabkan oleh banyak faktor. Yang cukup

memburamkan diagnosis adalah serangan non-epileptik yang bersifat

psikogenik. Diabetes yang dalam masa terapi harus segera dicurigai

merupakan hipoglikemia. Pada umumnya, menggigit lidah, nafas sesak

dan tidak teratur, kejang hebat, inkontinensia, post-ictal confusion, dan

nyeri tungkai merupakan ciri dari epilepsi tonik-klonik

2. Bangkitan absen atau Absence Seizure memberikan gambaran jelas berupa

hilangnya kesadaran dalam beberapa waktu secara tiba-tiba. Selama

hilangnya kesadaran, penderita seakan-akan sadar namun seperti orang

yang menghayal dan tiba-tiba kembali melanjutkan aktifitas seakan tidak

pernah terjadi bangkitan. Namun dagnosis untuk bangkitan jenis ini

diburamkan oleh menghayal dan ketidakfokusan terhadap lingkungan.

3. Kejang motorik fokal tidak memiliki diagnosis diferensial

5

Page 6: Referat Status Epileptikus Fix(3)

4. Kejang sensorik fokal dapat diburamkan oleh transient ischaemic attack

tetapi seringkali terjadi dalam waktu yang lebih singkat dan lebih sering,

dan menyebabkan lebih banyak menyebabkan kesemutan daripada kebas.

5. Kejang lobus frontal dapat diburamkan oleh dystonia. Penyakit ini sendiri

menunjukkan perubahan perilaku yang aneh akibat fungsi lobus frontal

yang terganggu.

6. Kejang lobus temporal harus dibedakan dengan ansietas dan serangan

panik. Serangan yang diprovokasi oleh berbagai penyebab, atau yang lebih

dari beberapa menit, sepertinya tidak disebabkan oleh epilepsi lobus

temporal. Serangan yang melibatkan tingkah laku aneh yang

membutuhkan kewaspadaan, pikiran yang jernih dan/atau tingkah laku

yang terkoordinasi dengan baik seperti berkelahi dan merampok toko tidak

menggambarkan epilepsi sama sekali.

Di luar dari temuan akurat yang berkaitan dengan serangan, terdapat

banyak informasi lebih lanjut yang perlu ditelusuri melalui anamnesis dan

pemeriksaan. Jika serangan tersebut diduga akan berlanjut sebagai epilepsi,

penelusuran harus disusun sesuai dengan penyebab epilepsi. Epilepsi umum

primer-tonik-klonik umum primer, bangkitan absen dan mioklonik, dengan atau

tanpa fotosensitivitas-memiliki kaitan dengan keluarga, sehingga bertanya

mungkin akan mengungkap anggota keluarga lainnya yang juga menderita

serangan epilepsi. Epilepsi fokal bentuk apapun memperlihatkan adanya patologi

intrakranial. Patologi paling umum yang dimaksud adalah pembentukan jaringan

ikat pada satu daerah yang merupakan kelanjutan dari beberapa proses perjalanan

penyakit aktif sebelumnya, meskipun kadang-kadang serangan epilepsi mungkin

terjadi ketika terdapat proses patologi yang masih berlangsung di fase aktif.8

- Setelah trauma otak saat melahirkan;

- Setelah trauma pada otak dan kepala;

- Selama atau setelah meningitis, ensefalitis, atau abses otak;

- Pada saat atau sisa dari infark serebri, perdarahan serebral, atau perdarahan

sub arachnoid;

- Hasil dari trauma bedah yang tak terhindarkan.6

Page 7: Referat Status Epileptikus Fix(3)

Kadang-kadang epilepsi dicetuskan oleh gangguan biokimia di otak

seperti:

- Selama putus konsumsi obat dan alkohol;

- Selama koma hepatik, uremik, dan hipoglikemik;

- Sementara mengonsumsi obat penenang atau antidepresan.

Yang juga perlu dipikirkan adalah kemungkunan epilepsi yang dicetuskan

oleh tumor otak. Tumor otak merup[akan penyebab yang tidak sering

menyebabkan epilepsi, namun tidak boleh disingkirkan tanpa adanya

pemeriksaan lebih lanjut. Epilepsi yang onsetnya dimulai pada umur dewasa,

khususnya dengan tanda-tanda defisit neurologis fokal dan terasosiasi,

kemungkinan besar disebabkan oleh tumor.8

Untuk mempermudah anamnesis, berikut kesimpulan yang perlu

dintanyakan kepada pasien maupun saksi:8

- Family history

- Past history

- Systemic history

- Alcoholic history

- Drug hostory

- Focal neurological symptoms and signs

V.II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik sangat penting karena mungkin dapat mengungkapkan

tanda neurologis yang abnormal yang mengindikasikan temuan sebagai berikut:8

- Patologi intrakranial di masa lalu

- Patologi intrakranial yang dialami sekarang

- Perkembangan patologi intrakranial yang dimaksud di atas

V.III. EEG DAN PEMERIKSAAN LAINNYA

Pemeriksaan EEG umumnya membantu dalam mengklasifikasikan tipe

epilepsi seseorang. Pasien jarang mengalami kejang selama pemriksaan EEG

7

Page 8: Referat Status Epileptikus Fix(3)

rutin. Namun kejang tetap dapat memberikan konfirmasi tentang kehadiran

aktifitas listrik yang abnormal, informasi tentang tipe gangguan kejang, dan lokasi

spesifik kejang fokal. Pada pemeriksaan EEG rutin, tidur dan bangun, hanya

terdapat 50% dari seluruh pasien epilepsi yang akan terdeteksi dengan hasil yang

abnormal.8

EEG sebenarnya bukan merupakan tes untuk menegakkan diagnosa

epilepsi secara langsung. EEG hanya membantu dalam penegakan diagnosa dan

membantu pembedaan antara kejang umum dan kejang fokal. Tetapi yang harus

diingat8 :

- 10% populasi normal menunjukkan gambaran EEG abnormal yang ringan

dan non spesifik seperti gelombang lambat di salah satu atau kedua lobus

temporal-menurut sumber lain terdapat 2% populasi yang tidak pernah

mengeluh kejang memberikan gambaran abnormal pada EEG;

- 30% pasien dengan epilepsi akan memiliki gambaran EEG yang normal

pada masa interval kejang-berkurang menjadi 20% jika EEG dimasukkan

pada periode tidur.

Dengan kata lain, EEG dapat memberikan hasil yang berupa positif palsu

maupun negatif palsu, dan diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasinya.

Perekaman EEG yang dilanjutkan pada pasien dengan aktifitas yang sangat berat

dapat sangat membantu dalam penegakan diagnosis dengan kasus yang sangat

sulit dengan serangan yang sering, karena memperlihatkan gambaran selama

serangan kejang terjadi. Namun dengan metode ini pun masih terdapat

kemungkinan negatif palsu, dengan 10% kejang fokal yang timbul di dalam

sebuah lipatan korteks serebri dan yang gagal memberikan gambaran abnormal

pada pemeriksaan EEG.8

Pencitraan otak, lebih sering digunakan MRI daripada CT Scan, adalah

bagian yang penting dari penilaian epilepsi tipe fokal, dan di beberapa kasus

epilepsi tipe yang tidak menentu. Mungkin tidak begitu penting pada pasien

kejang umum yang telah dikonfirmasi dengan EEG. Pemeriksaan lainnya seperti

glukosa, kalsium, dan ECG jarang memberikan informasi yang dibutuhkan.8

8

Page 9: Referat Status Epileptikus Fix(3)

Sulitnya menegakkan diagnosis epilepsi dengan bantuan pemeriksaan di

atas, memaksa seorang pemeriksa harus meneliti gejala klinis secara seksama

untuk menegakkan diagnosa dengan tetap memperhatikan hasil dari pemeriksaan

EEG.8

VI. PENATALAKSANAAN

Status epileptikus merupakan gawat darurat neurologic. Harus ditindaki

secepat mungkin untuk menghindarkan kematian atau cedera saraf permanen.

Biasanya dilakukan dua tahap tindakan:9

VI.I. Stabilitas Penderita

Tahap ini meliputi usaha usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi

vital yang mungkin terganggu. Prioritas pertama adalah memastikan jalan

napas yang adekuat dengan cara pemberian oksigen melalui nasal canul

atau mask ventilasi. Tekanan darah juga perlu diperhatikan, hipotensi

merupakan efek samping yang umum dari obat yang digunakan untuk

mengontrol kejang. Darah diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula

darah, elektrolit, ureum, kreatinin. Harus diperiksa gas-gas darah arteri

untuk melacak adanya asidosis metabolic dan kemampuan oksigenasi

darah. Asidosis di koreksi dengan bikarbonat intravena. Segera diberi 50

ml glukosa 50% glukosa iv, diikuti pemberian tiamin 100 mg im.

VI.II. Menghentikan Kejang

a. Status Epileptikus Konvulsif10

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10 menit) - Memperbaiki fungsi kardio-respirasi

- Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen,

resusitasi bila perlu

Stadium II (10-60 menit) - Pemeriksaan status neurologic

- Pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu

- Monitor status metabolic, AGD dan status

9

Page 10: Referat Status Epileptikus Fix(3)

hematologi

- Pemeriksaan EKG

- Memasangi infus pada pembuluh darah besar

dengan NaCl 0,9%. Bila akan digunakan 2

macam OAE pakai jalur infus

- Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan

laboratorium (AGD, Glukosa, fungsi ginjal dan

hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap

hematologi, waktu pembekuan dan kadar

OAE), pemeriksaan lain sesuai klinis

- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 0.2

mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/menit

IV dapat diulang bila kejang masih berlangsung

setelah 5 menit

- Berilah 50 cc glukosa 50% pada keadaan

hipoglikemia

- Pemberian tiamin 250 mg intervena pada pasien

alkoholisme

- Menangani asidosis dengan bikarbonat

Stadium III (0-60/90

menit)

- Menentukan etiologi

- Bila kejang berlangsung terus setelah

pemberian lorazepam / diazepam, beri

phenytoin iv 15 – 20 mg/kg dengan kecepatan <

50 mg/menit. (monitor tekanan darah dan EKG

pada saat pemberian)

- Atau dapat pula diberikan fenobarbital 10

mg/kg dengan kecepatan < 100 mg/menit

(monitor respirasi pada saat pemberian)

- Memulai terapi dengan vasopressor (dopamine)

bila diperlukan

10

Page 11: Referat Status Epileptikus Fix(3)

- Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30/90 menit) - Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60

menit, pasien dipindah ke ICU, diberi Propofol

(2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau

Thiopenton (100-250 mg bolus iv pemberian

dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50

mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24

jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan

EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.

Iviemonitor bangkitan dan EEG, tekanan

intracranial, memulai pemberian OAE dosis

rumatan

b. Status Epileptikus Non Konvulsif10

Tipe Terapi Pilihan Terapi Lain

SE Lena Benzodiazepin IV/Oral Valproate IV

SE Parsial Complex Klobazam Oral Lorazepam / Fenintoin /

Fenobarbital IV

SE Lena Atipikal Valproat Oral Benzodiazepin,

Lamotrigin, Topiramat,

Metilfenidat, Steroid

Oral

SE Tonik Lamotrigine Oral Metilfenidat, Steroid

SE Non-konvulsif pada

pasien koma

Fenitoin IV atau

Fenobarbital

Anastesi dengan

tiopenton, Penobarbital,

Propofol atau

Midazolam

c. Status Epileptikus Refrakter10

11

Page 12: Referat Status Epileptikus Fix(3)

- Terapi bedah epilepsy

- Stimulasi N.Vagus

- Modifikasi tingkah laku

- Relaksasi

- Mengurangi dosis OAE

- Kombinasi OAE

Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsy refrakter

Kombinasi OAE Indikasi

Sodium valproate + etosuksimid Bangkitan Lena

Karbamazepin + sodium valproate Bangkitan Parsial Kompleks

Sodium valproate + Lamotrigin Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum

Topiramat + Lamotrigin Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum

12

Page 13: Referat Status Epileptikus Fix(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Deshpande LS, Lou JK, Mian A, Blair RE, Sombati S, Attkisson E, et al.

Time course and mechanism of hippocampal neuronal death in an in vitro

model of status epilepticus: Role of NMDA receptor. Eur J Pharmacol

2008;583(1):73-83.

2. Assis TMRd, Costa G, Bacellar A, Orsini M, Nascimento OJM. Status

epilepticus in the elderly: epidemiology, clinical aspects and treatment.

Neurology 2012;4(17):78-84.

3. Drislane FW. Type of status epilepticus. Cur clin neuro 22 - 26.

4. DavidC.Henshall, MiguelDiaz-Hernandez, M.TeresaMiras-Portugal,

TobiasEngel. P2X receptors as targets for the treatment of status

epilepticus. Frontiersin 2013;7(237):1-10.

5. Lombardo MC. Gangguan kejang. In: Price SA, Wilson LM, editors.

Patofisiologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 1158-1161.

6. Davis LE, King MK, Schultz JL. Fundamentals of neurological disease -

an introductory text. New york: Demos medical publishing; 2005.

7. Hughes R. Neurological emergencies. 4 ed. London: BMJ Publishing

Group; 2003.

8. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 ed. Victoria, Australia:

Blackwell Publishing; 2005.

9. Edward M. Manno M. New management strategies in the Treatment of

Status Epilepticus. Mayo clin proc 2003;78:508-516.

10. Epilepsi KS. Pedoman tata laksana epilepsi. 3 ed. Jakarta: Perdossi; 2008.

13