Upload
liliskhairani
View
57
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
l
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Transportasi pasien kritis merupakan salah satu bidang penting di ilmu
kedokteran kegawatdaruratan (emergency medicine). Banyak masalah potensial dapat
dicegah dengan mengoptimalkan kondisi pasien sebelum transport dilakukan.
Walaupun berbagai usaha meminimalisasi komplikasi sudah dilakukan, jalan menuju
penanganan yang sempurna masih panjang.1
Tempat yang paling aman untuk pasien kritis adalah intensive care unit (ICU),
yang terhubung oleh ventilator canggih dengan berbagai pompa infus yang berjalan
perlahan, dimonitoring peralatan yang sudah dipasang dan ada perawat untuk
merawat pasien. Pasien berada dalam lingkungan yang terkontrol. Namun, akan ada
beberapa situasi di mana pasien harus dipindahkan ke ruang pemeriksaan radiologi,
ruang operasi, bahkan ke rumah sakit lain.1
Ada tiga jenis transportasi, Transportasi utama: dari lokasi kejadian ke
fasilitas medis. Transportasi sekunder (Inter-rumah sakit): Pasien dipindahkan antara
dua rumah sakit, biasanya untuk peningkatan tingkat perawatan medis yang tidak
tersedia secara lokal. Transportasi Intrahospital: Pasien dipindahkan dalam rumah
sakit atau kampus untuk penyelidikan atau perawatan yang tidak tersedia di
lingkungan atau lokasi perawatan intensif. (misalnya CT scan).2
Transportasi primer dan sekunder pasien kritis saling melengkapi satu sama
lain. Perkembangan sering terjadi, pengalaman berikut dalam konflik besar. The
Knights of St John Perang Salib di abad ke-11 menerima pelatihan dari dokter Arab
dan Yunani. Mereka bertindak sebagai pembantu untuk tentara di titik cedera dan
kemudian membawanya ke titik pengobatan. Baron Dominique Jean Larrey,
Napoleon ahli bedah-in-chief, dikreditkan dengan pertama terorganisir layanan
ambulans, petugas medis mengambil ke medan perang dengan tentara Perancis.
Sampai saat ini, ambulans masih tidak dirancang untuk kenyamanan pasien.
1
Di Vietnam 90% dari rumah sakit korban perang AS dievakuasi dengan
helikopter. Sistem di Amerika Utara adalah yang pertama untuk meresmikan
pengaturan ini di tahun 1950. Sejak itu mentransfer tim dan layanan 'pencarian' telah
diperkenalkan di banyak rumah sakit besar dan sistem kesehatan di seluruh dunia,
termasuk Afrika dan Asia Tenggara.
Pemindahan mungkin dapat meningkatkan risiko yang tidak diduga dan efek
samping dengan terputusnya hubungan dengan perlengkapan selama di ICU,
pergerakan ke lain bed dan berkurangnya perhatian dari orang sekitar.1
Pemindahan pasien dapat berefek pada beberapa sistem organ, yang mungkin
berhubungan dengan pergerakan pasien seperti dislokasi peralatan, drips, atau yang
disebabkan oleh malfungsi peralatan lain. Efek pada sistem organ tersebut antara lain
aritmia (84%) pada pasien dengan gangguan jantung, di mana memerlukan terapi
emergensi pada 44% kasus. Hipotensi dan aritmia sering terjadi pada pasien yang
menggunakan ventilator. Komplikasi pada system respirasi adalah perubahan
frekuensi napas, penurunan PaO2. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami
hipotensi, hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial.1
Peralatan yang berhubungan dengan komplikasi yaitu diskoneksi lead EKG,
monitor mati, diskoneksi jalur intravena/intraarteri atau dari ventilator. Untuk
mencegah komplikasikomplikasi tersebut, beberapa guideline transportasi pasien
kritis telah dibuat oleh beberapa perkumpulan critical care. Berikut akan dipaparkan
guideline yang hanya memerlukan cara sederhana untuk menangani transportasi
pasien kritis.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Transportasi Pasien Kritis
Pasien kritis adalah pasien yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki
kemampuan fisiologis sama sekali. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
penanggulangan pasien kritis adalah faktor transportasi. Transportasi pasien kritis
merupakan sebuah masalah, karena perubahan fisiologis selama transportasi dapat
mengancam kelangsungan hidup pasien. Sehingga proses tersebut memerlukan
persiapan yang matang dan perhatian yang ketat. Meskipun telah tersedia pedoman
yang jelas, namun hal tersebut seringkali diabaikan. Hal yang harus diperhatikan
dalam transportasi pasien kritis meliputi :
A. Perencanan
B. Personil
C. Peralatan
D. Prosedur
E. Jalan
Serangkaian tugas harus dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam ambulans
hingga diambil alih oleh pihak rumah sakit. Langkah-langkah yang harus
diperhatikan :
1. Decision
Keputusan untuk mentransportasi pasien pada kondisi serius adalah sebuah
tindakan medis. Karena itu, tanggung jawab dimiliki oleh dokter yang mengirim
pasien, dan kepala tim.
2. Planning
Perencanaan meliputi pemilihan tujuan, mengevaluasi jarak dan waktu,
3
pemilihan jalur transport melalui darat atau udara. Jika jarak melebihi 150 km,
transport udara lebih baik. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
metode monitoring dan alat monitoring, prediksi ikemungkinan komplikasi,
pemilihan instrumen terapi umum dan khusus, pemilihan tim transport (sesuai
dengan ketersediaan tenaga dan karakteristik pasien)
3. Implementasi
Tahap implementasi adalah bertugasnya tim transport yang dipilih dan tanggung
jawab tehnik dan legal baru selesai ketika pasien sudah sampai kepada tim medik
tempat tujuan atau pada kedatangan ke tempat semula (ketika transport bertujuan
untuk memenuhi prosedur diagnostik/teraputik) Transport intrahospital pasien
kritis.2
2.2. Kategori Transportasi Pasien Kritis
Transportasi pasien kritis meliputi transportasi di dalam rumah sakit
(intramural) dan di luar rumah sakit (ekstramural). Transportasi pasien intramural
biasanya merupakan pemindahan pasien kritis dari ruang perawatan umum, Unit
Gawat Darurat (UGD) atau dari ruang operasi ke Intensif Care Unit (ICU) untuk
keperluan pemantauan dan intervensi secara intensif. Transportasi intramural pasien
kritis juga biasa dilakukan dari ICU ke ruang lain dengan tujuan untuk keperluan
diagnosis (X-Rays, MRI, CT Scan, dll) atau untuk keperluan pengobatan (ruang
operasi).Transportasi pasien ekstramural contohnya adalah transportasi pasien kritis
dari tempat kecelakaan atau kejadian perkara menuju ke pos kesehatan pertama atau
Rumah Sakit pertama (prehospital), berikutnya dapat juga dilakukan transportasi
antar Rumah Sakit (interhospital) baik itu transportasi antar Rumah Sakit di dalam
negri maupun internasional. Prinsip utama dalam transportasi paisen kritis adalah
jangan membuat penyakit atau cedera pasien menjadi semakin parah (Do not furter
harm).
4
2.3. Transportasi Pasien Kritis Di Dalam Rumah Sakit (Intramural)
A. Perencanaan
Tahap perencanaan adalah merumuskan sebuah protokol transportasi pasien
kritis. Protokol perencanaan transportasi pasien kritis di dalam Rumah
Sakitmeliputi :
1. Perawatan pasien
Perawatan pasien kritis selama dalam proses transportasi harus
diusahakan sama dengan perawatan pasien di dalam ICU atau sekurang-
kurangnya sama dengan perawatan pasien di ruang perawatan umum.
2. Waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam prosestransportasipasien harus sudah
ditentukan terlebih dahulu.
3. Rute
Rute transportasi yang paling cepat dan aman harus sudah ditentukan
sebelum proses transportasi.
4. Komunikasi
Sangat penting untuk berkomunikasi terlebih dahulu dengan tim medis
di ruangan yang akan dituju. Perlu dijelaskan kondisi pasien dan
perkiraan waktu sampai di tempat tujuan supaya ruangan yang dituju
sudah siap menerima pasien dan telah mempersiapkan segala keperluan
bagi pasien.
B. Personil
Tim medis yang ikut dalam proses transportasi pasien sekurang-
kurangnya terdiri dari perawat, petugas penertiban jalandan dokter. Semua
personil harus sudah terlatih dalam melakukan resusitasi (Air way,
Breathing, Circulation)serta prosedur kegawatdaruratan lainnya.
5
C. Peralatan
Peralatan yang dibawa pada saat proses transportasi pasien tergantung
pada stabilitas pasien. Pemantauan dasar seperti EKG denyut jantung dan
tekanan darah diperlukan oleh semua pasien kritis. Pemantauan respirasi,
pulse oximetry, defribrilator, tabung oksigen dan suction harus tersedia bagi
pasien yang menggunakan ventilator atau pasien yang tidak stabil. Ventilator
portabel memberikan ventilasi yang lebih baik dibandingkan dengan
ventilasi secara manual. Selain itu peralatan untuk resusitasi manual harus
disiapkan dan disimpan dalam satu tas khusus. Obat-obatan untuk keadaan
darurat seperti analgesik, sedatif, dan relaksan otot serta obat-obatan yang
diindikasikan untuk pasien tersebut harus tersedia. Baterai cadangan untuk
peralatan dengan tenaga listrik harus tersedia. Semua peralatan harus mudah
diakses dan dapat secara rutin dikontrol. Rekam medis pasien juga harus
disertakan ketika pasien dipindahkan.
D. Prosedur
Persiapan pasien yang akan dipindahkan tidak boleh mengabaikan
perawatan dan pengobatan dasar. Sebelum pasien dipindahkan, tim medisdi
ruangan yang akan dituju harus sudah diberitahu mengenai waktu
kedatangan dan kondisi pasien secara umum. Sehingga semua peralatan
yang dibutuhkan oleh pasien di ruangan yang dituju telah siap untuk
dipergunakan ketika pasien datang. Pasien yang akan dikirim harus sudah
dipersiapkan (misalnya pemberian relaksan otot atau sedatif secara bolus,
mengganti cairan atau darah yang kosong, dan memastikan obat inotropik
telah diberikan melalui infus). Status pasien juga harus diperiksa terlebih
dahulu sebelum dipindahkan. Pemeriksaan status pasien meliputi :
a. Patensi jalan nafas
b. Ventilasi
c. Drainase (urin bag, WSD jika terpasang)
6
d. IV line
e. Vital sign
E. Jalan (passage)
Tempat tidur pasien dan semua alat yang terhubung dengan pasien
harus dapat masuk dan melewati semua pintu selama proses transportasi.
Apabila tempat tidur tidak dapat sampai ditempat yang dituju, maka pasien
dipindahkan ke tempat tidur yang lebih kecil. Pada saat melakukan
transportasi pasien ke tempat tidur lain petugas harus lebih berhati-hati untuk
menghindari cedera pada pasien. Semua orang yang ikut mengantar pasien
sebaiknya tidak menghalangi jalan dan tidak menghambat proses
transportasi. Pada proses transportasi, fiksasi pasien perlu dilakukan, hal ini
untuk menjaga keselamatan pasien. Kekencangan fiksasi harus dapat
menahan pasien dengan aman tetapi tidak terlau kencang karena dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi atau bahkan dapat mengakibatkan nyeri.
Keadaan pasien harus dimonitor secara berkala. Beberapa perubahan pada
kondisi pasien yang tidak menguntungkan atau keadaan kritis harus dicatat
selama perjalanan.
2.4. Transportasi Pasien Kritis Di Luar Rumah Sakit (Extramural)
A. Transportasi primer (tempat kejadian ke RS Daerah)
Pasien yang datang berobat ke POS layanan Kesehatan atau Rumah
Sakit Daerah, sebagian besar merupakan korban cedera akibat kecelakaan/
bencana alam. Rumah Sakit Daerah harus memiliki tim medis yang mampu
menangani kobran kecelakan/ bencana alam. Pengobatan terhadap korban
kecelakaan/ bencana alam merupakan hal dasar yang perlu dikuasai.
Sebelum melakukan transportasi/ merujuk pasien ke Rumah Sakit Pusat, tim
medis perlu melakukan triase, resusitasi dan perawatan terlebih dahulu.
7
B. Transportasi sekunder (antar rumah sakit)
Transportasi sekunder merupakan transportasi pasien dari Rumah Sakit
Daerah atau Kabupaten ke Rumah Sakit Pusat yang lebih besar atau ke Rumah Sakit
dengan spesialisasi khusus (misalnya neonatus, obstetri, ortopedi).
C. Transportasi pasien jarak jauh ( Tingkat Internasional)
Transportasi pasien jarak jauh adalah transportasi dengan jarak lebih dari
3000km. Pesawat yang paling sering digunakan untuk transportasi pasien kritis jarak
jauh adalah pesawat jetyang biasanyadigunakan untuk penerbangankomersial.
Petugas medis, pasien dan peralatan medis membutuhkan sekitar 15 kursi
penumpang. Pasien yang akan melakukan perjalanan harus distabilkan kondisinya
terlebih dahulu. Persyaratan mengenai keimigrasian, akomodasi selama perjalanan
dan status hukum petugas serta obat-obatan harus terlebih dahulu dipersiapkan.
D. Protokoltransportasi pasien kritisextrahospital (ekstramural)
1. Persiapan
Koordinasi dan komunikasi yang baik antara tim evakuasi di tempat
kejadian dan tim medis di Rumah Sakit yang dituju adalah hal yang sangat
penting. Komunikasi yang buruk akan menyebabkan hambatan dalam
penyampaian informasi. Akibat dari hal tersebut tim medis di Rumah Sakit
yang akan dituju kurang memahami kondisi pasien yang akan mereka
terimasehinggapersiapan yang dilakukan untuk menerima pasien pun
menjadi tidak adekuat.
2. Personil
Tim medis yang ikut dalam transportasi pasien kritis harus memiliki
ketrampilan diagnostik dan resusitasi. Lebih dianjurkan untuk memilih
personil tim medis yang memili sertifikat Advanced trauma life support
(ATLS) dan emergency management of severe trauma (EMST). Mabuk
perjalanan, obstruksi tuba eustachius atau gangguan lainnya mungkin dapat
8
dialami oleh pasien maupun tim medis.Sebaiknya tidak mengikutsertakan
personil tim medis yang sangat sensitif terhadap gerakan (mabuk
perjalanan).
3. Peralatan
Peralatan medis harus berada di samping tempat tidur pasien selama
prosestransportasi. Paket medis seharusnya tidak lebih dari 40kg.
Perlengkapan seperti sarung tangan, pelindung mata, pelindung dari benda
tajam dibutuhkan oleh tim medis untuk mencegah terinfeksi oleh penyakit.
Peralatan yang harus tersedia meliputi :
a. Peralatan hemodinamik
1) Kombinasi antara monitor EKG dan defibrillator
2) Pulse Oksimetry digunakan untuk mengukur SaO2 dan nadi secara
non ivasif
3) Manset spigmomanometer untuk mengukur tekanan darah. Tampilan
pada layar monitor mungkin akan sulit dibaca pada saat perjalanan
transportasi pasien dan suara dari monitor mungkin juga tidak
terdengar. Pemakaian head sets yang dihubungkan dengan monitor
bisa mengatasi kesulitan dalam membaca dan mendengar suara
monitor. Pengkuran tekanan darah secara auskultasi mungkin juga
akan sulit untuk dilakukan dalam perjalanan. Pengukuran tekanan
darah sistolikyang paling mungkin dilakukan adalah dengan
menggunakan spigmomanometer jarum dan dengan palpasi nadi.
4) Venous cannulae (untuk vena perifer dan vena central), Arterial
cannulae
5) Infus set dan pompa infus
6) Thermometer
9
b. Peralatan Respirasi
1) Ventilator lebih diunggulkan daripada ventilasi secara manual.
Ventilator yang sering digunakan pada proses transportasi pasien kritis
adalah ventilator portable.
2) Pipa Orofaring (Gudel)
3) Spirometer
4) Peralatan intubasi (Endo tracheal tube, stylet, forceps magil/arteri,
laringoskop)
5) Perlengkapan suction
6) Peralatan cricotirotomi dan pipa trakeostomi
7) Laringeal Mask Airway (LMA)
8) Pleural drainage
9) Nebulizer
c. Perlengkapan gastrointestinal
Nasogastric tube (NGT) dan Drainage bagmeminimalkan
terperangkapnya gas didalam abdomen (distensi lambung)
d. Perlengkapan urinary
Kateter Urin dan Urine bag (mengontrol jumlah urin yang dikeluarkan)
e. Obat-obatan
1) Sirkulasi (Inotropik, β bloker, atropine, neostigmin, antiaritmia,
vasodilator)
2) Diuretik
3) Antibiotik
4) Koagulasi (Heparin, Vit K, agen trombolitik)
5) Bronkodilator
6) Sistem saraf (opioid, antikonvulsan, sedatif, neuromuscular bloker,
antiemetik, obat lokal anestesi agent, obat general anestesi).
7) Beberapa obat yang harus tersedia bersamaan dengan tim yang
mengadakan pemindahan pasien, yaitu:
10
- Adenosin - Adrenalin
- Alfentanil - Aminophylin
- Amiodaron - Atropin
- Sodium Bicarbonat - Captopril
- Cefotaxim - Dexamethason
- Diazepam - Digoxin
- Isosorbide Dinitrat - Dobutamin
- Dopamin - Etomidat
- Phenobarbital - Flumazenil
- Furosemide - Calcium Gluconat
- Heparin - Hydralazine
- Hydrate Chloral - Actrapid Insulin
- Isoprenalin - Mannitol
- Methylprednisolone - Midazolam
- Morphine - Naloxone
- Noradrenaline - Paracetamol
- Propofol - Salbutamol
- Succinylcholine - Nifedipine
- Magnesium Sulphate - Thiopental Sodium
- Vecuronium Bromide - Verapamil
- Labetalol hydrochloride
- 2% Lignocaine (+gel and spray)
- Nitroglycerine atau Glyceryl Trinitrate5.
f. Cairan dan produk darah
1) NaCl 0,9%, dextrose 5%, RL, HES
2) PRC, albumin, faktor pembekuan darah, trombosit
g. Nutrisi
11
h. Peralatan untuk memantau biokimia tubuh meliputi alat pengukur gula
darah, Hemoglobin, Na+, K+, Cl-, urea, creatinin, bilirubin, kolestrol dan
enzim hati.
Monitoring selama transport
Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut: Level 1=wajib,level
2=Rekomendasi kuat, level 3=ideal
Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1)
Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi , respiratory rate (level 1
pada pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain)
Pada pasien-pasien tertentu:
Kapnografy (level 2)
Pengukuran tekanan darah secara kontiniu (Level 3)
Pengukuran tekanan arteri pulmonalis (Level 3)
Pengukuran tekanan intracranial (Level 3)
Pengukuran tekanan vena sentral (Level 3)
Pengukuran tekanan saluran jalan nafas pada pasien dengan alat bantu
nafas mekanis Level 3)4
4. Prosedur
Prosedur pertama adalah penilaian pasien di tempat, selanjutnya
diikuti dengan resusitasi A, B, C (air way, breathing dan circulatory),
ditambah koreksi terhadap gangguan suhu tubuh dan biokimia. Pipa
endotrakeal seharusnya sudah terpasang sebelum transportasi dilakukan,
karena akan sangat sulit memasang pipa endotrakeal dalam perjalanan apabila
tiba-tiba kondisi pasien memburuk.
Data penting seperti analisa gas darah dan Foto Rontgen harus
didapatkan sebelum keberangkatan. Dalam proses transportasi apabila pasien
12
berpotensi menjadi gelisah atau meronta-ronta maka dapat diberikan sedasi
atau difiksasi.
Pada beberapa pasien yang dipindahkan, kadang sudah terpasang
Water sealed drainage (WSD). Pemasangan WSD dapat menyebabkan
tension pneumothorak pada pasien dengan fistula bronkopleural.
Pemasangan IV line sebaiknya jauh dari persendian. Obat-obatan yang
akan dimasukan secara bolus atau drip sebaiknya dipersiapkan dan diberi
label. Apabila nutrisi secara parenteral dihentikan, maka hipoglikemia harus
dicegah dengan pemberian glukosa 10% dan glukosa darah harus terus
dipantau. Pompa infus dapat mengontrol pemberian obat dan cairan secara
lebih baik selama dalam perjalanan transportasi pasien.
Posisikan dan amankan kedudukan pasien didalam kendaraan.
Perubahan posisi di dalam pesawat atau ambulance dapat dilakukan tetapi
harus sesuai dengan kondisi penyakit atau cederanya. Pasien tidak sadar yang
tidak memiliki potensi cedera spinal dapat dimiringkan kesebelah kiri untuk
menjaga terbukanya jalan nafas. Pasien syok dapat ditransport dengan tungkai
dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal harus tetap
diimobilasasi dengan spinal board.
5. Jalan
Fasilitas transportasi darat maupun udara harus memenuhi persyaratan,
diantaranya adalah:
a. Aman
b. Tidak terlalu mengakibatkan goncangan
c. Terdapat ruangan yang cukup luas, minimal untuk 1 pasien kritis, TIM
medis dan 1 orang anggota keluarga.
d. Terdapat sumber energi dan gas yang cukup untuk mendukung peralatan
yang dibutuhkan oleh pasien.
e. Pencahayaan, pengaturan suhu dan tekanan yang baik
13
f. Memiliki kecepatan yang cukup
g. Memiliki sistem komunikasi yang baik.
Perjalanan darat biasanya digunakan untuk daerah metropolitan, tetapi
jarang digunakan untuk transportasi pasien dari desa ke kota. Perjalanan udara
paling sering digunakan dalam keadaan emergensi. Perjalanan udara dapat
menggunakan helikopter ataupun pesawat terbang. Keuntungan helikopter
adalah dapat mentranspor pasien dengan cepat dan mendarat dekat dengan
tempat kejadian. Helikopter biasa digunakan untuk transportasi pasien dengan
jarak 30-100 km, sedangkan pesawat terbang biasanya untuk transportasi
pasien dengan jarak yang lebih jauh (radius penerbangan 150-1500 km).
2.5. Pemindahan pasien ke rumah sakit pada pasien sakit kritis:
1. Alasan utama untuk memindahkan pasien dengan kondisi serius ke rumah sakit
atau ke tempat lain adalah karena ketidakmampuan mendiagnosis dan sumber
terapi (manusia dan tehnik) di rumah sakit asal.
2. Keputusan untuk memindahkan pasien pada keadaan kritis dilaksanakan setelah
mengevaluasi untung dan rugi pemindahan pasien.
3. Risiko untuk memindahkan pasien terdiri dari dua jenis, yaitu: (1)Risiko medis:
risiko medis yang dimiliki pasien; efek getaran; akselerasi dan deselerasi; dan
perubahan suhu, (2) Risiko perjalanan : risiko getaran.
4. Sehingga untuk meminimalkan risiko pemindahan pasien sangat penting untuk
menstabilkan pasien di rumah sakit asal dan mempersiapkan diagnosis dan terapi
selama perjalanan pemindahan (akses vena, intubasi, dll). Dan penting untuk
menginformasikan kepada pasien ataupun perwakilannya yang resmi tentang fakta
dan dijelaskan tentang situasi, alas an pemindahan, nama rumah sakit rujukan juga
harus diberikan dan persetujuan dari pasien ataupun perwakilannya yang sah.4
14
2.6. Koordinasi sebelum pemindahan pasien:
1. Pemindahan pasien harus dilakukan dengan secepatnya.
2. Dokter bertanggungjawab untuk menyediakan semua hal yang diperlukan untuk
pemindahan pasien. Rumah sakit yang dirujuk harus diinformasikan tentang situasi
medis dan prosedur terapi yang diberikan.
3. Pemberitahuan kepada rumah sakit rujukan harus dilakukan bahkan sebelum
pemindahan dilakukan. Informasi yang diberikan harus secara mendetail tentang
individu. Penting juga untuk menyimpan nomor telepon orang yang terlibat dalam
pemindahan pasien.
4. Rekam medis, rekam perawatan, dan diagnosis pasien akan dikirimkan bersama
dengan pasien.4
2.7. Pertimbangan jenis transportasi yang akan digunakan:
Situasi medis pasien yang akan dipindahkan (gawat, darurat, selektif)
Jauhnya jarak pemindahan, waktu pemindahan yang diperlukan
Prosedur medis yang diperlukan selama pemindahan
Ketersediaan staf dan sumber daya
Ramalan cuaca
Dalam keadaan tertentu transportasi udara juga penting untuk diwaspadai terhadap
kemungkinan perubahan fisiologis selama penerbangan.4
2.8. Penjagaan pasien selama pemindahan:
Anggota ambulans
Dokter beserta suster yang sama-sama mampu melakukan CPR dan peralatan
CPR.5
2.9. Pengawasan
15
Pengawasan keadaan pasien selama masa pemindahan dengan pencatatan yang
periodik:
EKG (Level 1)
Pulse oxymetry (Level 1)
Pengawasan keadaan pasien selama masa pemindahan dengan pencatatan yang
intermiten:
Pengukuran tekanan darah no ninvasif (Level 1)
Pengukuran frekuensi nadi (Level 1)
Pengukuran frekuaensi nafas (Level 1 pada kasus anak, dan l;evel 2 pada kasus
dewasa)
Pada pasien-pasien tertentu:
Kapnografi (Level 2)
Pengukuran tekanan darah berkelanjutan
Pengukuran tekanan arteri pulmonary
Penjgukuran tekanan interakranial
Pengukuran tekanan intravena secara intermiten
Pengukuran tekanan saluran nafas pada pasien yang diintubasi dan mendapat
bantuan pernafasan mekanik.6
2.10. Mempersiapkan Pasien untuk Transportasi
Tindakan di bawah ini harus diperhatikan dalam mempersiapkan pasien yang akan
ditransport:
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh
Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan
di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas
(airway), pastikan bahwa pasien mendapat pertukaran aliran yang cukup saat
diletakkan di atas usungan.
16
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke rumah
sakit. Tandu pasien dilengkapi dengan alat pengunci yang mencegah roda
usungan brgerak saat ambulans tengah melaju. Kelalaian mengunci alat dengan
sempurna pada kedua ujung usungan bisa berakibat buruk saat ambulans
bergerak.
3. Posisikan dan amankan pasien
Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke
usungan. Bukan berati bahwa pasien harus ditransport dengan posisi seperti itu.
Perubahan posisi di dalam ambulans dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan
dengan kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar yang tidak
memiliki potensi cedera spinal, ubah posisi ke posisi recovery (miring ke sisi)
untuk menjaga terbukanya jalan nafas dan drainage cairan. Pada pasien dengan
kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan cedera spinal akan lebih nyaman
bila ditransport dengan posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan
tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal harus tetap
diimobilasasi dengan spinal board dan posisi pasien harus diikat erat ke usungan.
4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu
Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans,
sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan
aman tetapi tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi
atau bahkan menyebabkan nyeri.
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal
board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan. Ini
dilakukan agar tidak perlu membuang banyak waktu untuk meletakkan dan
memposisikan papan seandainya jika benar terjadi henti jantung.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat
17
Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan pernafasan. Longgarkan dasi dan
sabuk serta buka semua pakaian yang menutupi leher. Luruskan pakaian yang
tertekuk di bawah tali ikat pengaman. Tapi sebelum melakukan tindakan apapun,
jelaskan dahulu apa yang akan Anda lakukan dan alasannya, termasuk
memperbaiki pakaian pasien.
7. Periksa perbannya
Perban yang telah di pasang dengan baik pun dapat menjadi longgar ketika
pasien dipindahkan ke ambulans. Periksa setiap perban untuk memastikan
keamanannya. Jangan menarik perban yang longgar dengan enteng. Perdarahan
hebat dapat terjadi ketika tekanan perban dicabut secara tiba-tiba.
8. Periksa bidainya
Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur selama pemindahan ke ambulans.
Periksa perban atau kain mitella yang menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya.
Periksa alat-alat traksi untuk memastikan bahwa traksi yang benar masih tetap
terjaga. Periksa anggota gerak yang dibidai perihal denyut nadi bagian distal,
fungsi motorik, dan sensasinya
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
Bila tidak ada cara lain bagi keluarga dan teman pasien untuk bisa pergi ke
rumah sakit, biarkan mereka menumpang di ruang pengemudi-bukan di ruang
pasien- karena dapat mempengaruhi proses perawatan pasien. Pastikan mereka
mengunci sabuk pengamannya.
10. Naikkan barang-barang pribadi
Jika dompet, koper, tas, atau barang pribadi pasien lainnya dibawa serta, pastikan
barang tersebut aman di dalam ambulans. Jika barang pasien telah Anda bawa,
pastikan Anda telah memberi tahu polisi apa saja yang dibawa. Ikuti polisi dan
isilah berkas-berkas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11. Tenangkan pasien
Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa pasien ketika dinaikkan ke
ambulans. Tidak hanya karena diikat dengan tali pengaman yang kuat atau
18
karena berada dalam ruangan yang sempit, tapi juga karena merasa tiba-tiba
dipisahkan dari anggota keluarga dan teman-temannya. Ucapkan beberapa patah
kata dan tenangkan pasien dengan cara yang simpatik. Perlu diingat bahwa
mainan seperti boneka beruang dapat berarti banyak untuk menenangkan pasien
anak yang ketakutan. Ingatan akan kejadian tabrakan, kebingungan, keributan,
cedera, rasa nyeri, kehilangan orang tua, perawatan atas cedera yang ada, dan
pengumpulan informasi oleh Anda akan menimbulkan kesan pengalaman yang
menakutkan bagi pasien anak. Senyum dan nada suara yang menenangkan adalah
hal yang penting dan dapat menjadi perawatan kritis yang paling dibutuhan oleh
pasien anak yang ketakutan. Ketika anda merasa bahwa pasien dan ambulans
telah siap diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi untuk memulai
perjalanan ke rumah sakit. Jika yang Anda tangani ini adalah pasien prioritas
tinggi, maka tahap persiapan, melonggarkan pakaian, memeriksa perban dan
bidai, menenangkan pasien, bahkan pemeriksaan vital sign dapat ditangguhkan
dan dilakukan selama perjalanan daripada harus diselesaikan tetapi menunda
transportasi pasien ke rumah sakit.7
2.11. Perawatan pasien selama perjalanan
Dokter dan Perawat yang merujuk atau bertugas dalam ambulans minimal
seorang yang terlatih PPGD (Pelatihan Pertolongan Gawat Darurat) atau sudah
mengikutinya. Dalam keadaan ini tugas perawat harus melakukan sejumlah aktivitas
berikut selama dalam perjalanan:
1. Memberi pusat kendali tim telah meninggalkan lokasi kejadian
2. Melanjutkan perawatan medis saat dibutuhkan/ Jika usaha bantuan hidep telah
dimulai sebelum memasukkan pasien di dalam ambulans, maka prosedur tersebut
harus dilanjutkan selama perjalanan di rumah sakit. Melakukan satbilisai
management dengan evaluasi resusitas dugsi vgital, mendokumentasikan
pemeriksaan awakl sampai temuan baru saat dilakukannya pre hospital care.
3. Melakukan pemeriksaan menyeluruh dan memonitor terus perubahan vital sign.
19
Prinsip utama dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah jangan
membuat penyakit / cidera penderita menjadi lebih parah (Do not further harm).
Keadaan penderita diharapkan menjadi lebih baik pada setiap tahap penanggulangan,
mulai dari tempat kejadian sampai kerumah sakit yang dapat member therapy
paripurna. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa
transportasi merupakan salah satu factor yang menentukan keberhasilan
penanggulangan penderita gawat darurat.
Pelayanan yang optimal saat penanganan pasien di lapangan maupun selama
transport menuju rumah sakit rujukan. Kedua pendapat tersebut yaitu field
stabilization dan scoop and run. Pendapat pertama yakni stay and stabilize atau
stay and play , hal ini mencakup tentang penerapan teknis medis kepada pasien
dengan cara memberikan ALS di lapangan yang mencakup 1. Amankan jalan nafas
dengan intubasi endotrakeal menggunakan rapid sequence induction (RSI)
2.Dekompresi dada 3.Memasang infuse 4.Resusitasi cairan pada pasien hipovolemik.
Tujuan dari tindakan tersebut untuk stabilisasi pasien seperlu mungkin saat di lokasi
kejadian.8
2.12. Prinsip Stabilisasi
Merupakan tindakan yang harus dilakukan terhadap penderita gawat darurat
agar kondisi penderita (ABCDE) tidak semakin buruk atau meninggalkan cacat di
kemudian hari. Didalam penanggulangan penderita trauma, sebelum dilakukan
transportasi maka penderita gawat darurat harus dilakukan stabilisasi agar penderita
selamat selama transportasi sampai ke rumah sakit tujuan dengan kondisi yang stabil
( ABCDE tidak semakin memburuk ). Stabilisasi dilakukan secara optimal sesuai
dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia ditempat kejadian.
Masyarakat awam atau awam khusus diharapkan mampu melakukan :
- Bantuan hidup dasar ( Basic Life Support )
- Mengatasi perdarahan eksternal
20
- Memasang pembalut dan bidai
- Memilih sarana transportasi yang sesuai
Apabila yang datang ke tempat kejadian adalah tim gawat darurat (Ambulan
118), maka dapat dilakukan :
- Penilaian assessment sekaligus resusitasi terhadap problem yang mengancam jiwa
penderita ( ABCDE ), misal :
o Mempertahankan kelancaran jalan nafas / airway
o Member therapy oksigen
o Member bantuan ventilasi mekanik
o Mengatasi perdarahan eksterna
o Mengatasi syock
o Apabila tersedia sarana dapat dilakukan resusitasi jantung paru.
o Imobilisasi terhadap penderita trauma dengan memasang servical collar, bidai
atau long spine board sesuai dengan kebutuhan.
- Mencatat informasi seperti waktu kejadian, hal-hal yang berhubungan dengan
kejadian, mekanisme trauma ( pada penderita trauma ), riwayat penyakit /
pengobatan sebelumnya, untuk dilaporkan kepada dokter jaga instalasi / Unit
Gawat Darurat.
- Melakukan transportasi segera tanpa menunda waktu ( respon time )7
2.13. Penunjang
Sarana transportasi
Sarana transportasi untuk penderita gawat darurat dapat berupa kendaraan
darat, laut, udara sesuai dengan medan dimana penderita gawat darurat ditemukan.
Diutamakan memakai kendaraan ambulan, yang dirancang khusus untuk mengangkut
penderita gawat darurat.
Kendaraan ambulan gawat darurat harus memenuhi syarat sbb :
- Kelayakan jalan
21
- Kelengkapan perlengkapan non medis: air conditioner, radio komunikasi, roda
cadangan ( mobil ) dsb.
- Kelengkapan perlengkapan medis: tempat tidur penderita, kursi perawat/ dokter,
tabung oksigen, alat-alat resusitasi, alat-alat monitor, cairan infuse, alat kesehatan
habis pakai, obat-obatan emergency, cervical collar, bidai dsb.
- Selain sopir paling tidak harus disertai paramedic dengan kemampuan
penanggulangan penderita gawat darurat. Lebih baik bila disertai dokter.
Respon time
Merupakan waktu yang diperlukan dalam penanggulangan penderita gawat
darurat, baik dari tempat kejadian sampai ke rumah sakit maupun penanggulangan di
rumah sakit itu sendiri. Stabilisasi penderita gawat darurat pada fase pra rumah sakit
harus dilakukan secara optimal sesuai kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia,
tetapi jangan menunda transportasi penderita ke rumah sakit yang sesuai dan terdekat.
Tetap diperhatikan respon time.7
2.14. Konsep Dasar Kesiapan Skill
Tugas dari operasional ambulans yaitu:
1. Early Detection – Anggota masyarakat menemukan kejadian kegawatdaruratan
dan mengetahui permasalahannya.
2. Early Reporting – Saksi mata di lokasi kejadian menghubungi layanan gawat
darurat dan memberikan keterangan yang jelas agar bisa direspon.
3. Early Response – Petugas ambulans datang ke lokasi kejadian secepatnya,
pemberian pertolongan bisa dimulai.
4. Good On Scene Care – Tim ambulans memberikan pertolongan yang memadai
dengan waktu yang tepat di lokasi kejadian.
5. Care in Transit – Tim ambulans menaikkan ke dalam ambulans untuk transport
yang sudah disesuaikan dengan kondisinya. Kemudian melanjutkan tindkan di atas
22
ambulans sembari menuju ke rumah sakit rujukan. Rumah sakit yang terdekat dan
memadai.
6. Transfer to Definitive Care – Pasien setelah sampai di tujuan segera dilakukan
timbang terima, baik di unit gawat darurat maupun di ruang praktek dokter.8
2.15. Kualifikasi Kru
Kru ambulans dapat berasal dari beberapa profesi, antara lain:
1. First Responder – Seseorang yang datang pertama kali di lokasi kejadian, tugas
utamnya yaitu memberikan tindakan penyelamatan nyawa seperti CPR (Cardio-
Pulmonary Resuscitation) dan AED (Automated External Defibrillator). Mereka
bisa diberangkatkan oeh pelayanan ambulans, atau kepolisian dan dinas pemadam
kebakaran.
2. Ambulance Driver – Beberapa pusat layanan ambulans mempekerjakan petugas
yang tidak mempunyai kualifikasi medis sama sekali. (atau hanya sertifikat
pertolongan pertama) yang tentu saja hanya mempunyai job mengemudi secara
sederhana untuk mengantar pasien.
3. Ambulance Care Assistant – Mempunyai tingkat pelatihan yang bervariasi, tetapi
petugas ini khusus untuk transport pasien yang menggunakan kursi roda maupun
stretcher ambulans, namun bukan untuk transport pasien kritis. Tergantung pada
penyedia layanan, mereka juga dilatih first aid dan penggunaan AED, terapi
oksigen, atau teknik paliatif. Mereka bisa memberikan tindakan jika unit lain
belum datang, atau jika ada pendampingan dari teknisi yang berkualifikasi atau
seorang paramedik.
4. Emergency Medical Technician – Dikenal juga sebagai Teknisi ambulans. Mereka
mampu memberikan layanan gawat adrurat yang lebih luas seperti defibrilasi,
penanganan trauma spinal, dan terapi oksigen. Beberapa Negara memilahnya
kedalam beberapa tingkat (Amerika menganut EMT-Basic dan EMT-Intermediate)
5. Paramedic – Ini merupakan level atas dari pelatihan medis dan biasanya
mencakup ketrampilan utama yang tidak diperuntukkan bagi teknisi seperti
23
pemasangan infuse (dengan kemampuan untuk memberikan obat seperti morfin),
intubasi, dan skill lain seperti krikotirotomi. Tergantung pada hokum yang ada,
paramedik merupakan jabatan yang dilindungi, penyalahgunaan profesi paramedik
dapat diancam hukuman.
6. Emergency Care Practitioner – Jabatan ini terkadang disebut Super Paramedik,
didesain utnuk menjembatani antara pelayanan ambulans dan pelayanan dokter
praktek umum. ECPsudah berkualifikasi sama dengan paramedik yang sudah
menjalani pelatihan lanjut. Ia juga meresepkan obat-obat yang sudah ditentukan.
7. Registered nurse (RN) – Para perawat bisa dilibatkan dalam pelayanan ambulans,
dengan seorang dokter, biasanya mereka ditugaskan pada ambulans udara dan
transport pasien kritis. Sering bekerja juga dengan EMT dan paramedik.
8. Doctor – Para dokter juga ikut dalam pelayanan ambulans, biasanya ambulans
udara. Mereka mempunyai skill yang lebih dan tentu saja bisa menuliskan resep.
Kita harus mengingat bahwa semua kasus yang diderita pasien akan potensial
menimbulkan kegawatdaruratan, pasien bayi baru lahir, anak, dewasa, dan orang tua,
semuanya jika mengalami kegawatdaruratan pasti akan mengerucut pada masalah
kegawatdaruratan Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure9.
2.16. Peralatan AGD
Alat-alat yang digunakan untuk pertolongan di lokasi kejadian meliputi antara
lain tas tangan yang berisi suction portable, airway dan intubasi, cairan infus, obat
resusitasi, portabel defib, backboards.
1. Secara praktis alat-alat tersebut meliputi:
a. Perlindungan diri
Surgical face mask: masker pelindung, Goggle: kaca mata pelindung mukosa
mata dari cairan tubuh pasien, Disposable gown: gaun pelindung sekali pakai,
Disposable gloves: sarung tangan sekali pakai, High visibility waistcoat: rompi
pengaman di lalu lintas pada malam hari
b. Alat Jalan Nafas (airway)
24
Suction machine: untuk suction ledir/darah, Head Immobiliser: penyangga
kepala dan leher, Neck Collar: penyangga leher, Guedel airway (OPA): untuk
membuka jalan nafas, Suction tube: selang suction besar/yankeur, Suction
catheter: selang suction kecil.
c. Alat pernafasan (breathing)
Stethoscope: untuk auskultasi, Nebuliser masks: masker yang ada tempat
menaruh obat nebuliser salbutamol, Nasal canula: selang O2 ke hidung, O2
masks: masker O2 untuk pasien, Life Support Product (LSP): O2 tabung kecil
untuk pasien sesak nafas, Entonox: berisi O2&Nitrous oksida untuk
menghilangkan nyeri pasien sementara, O2 cylinder, regulator: suplai oksigen
utama dalam ambulance dilengkapi kunci, humidant+flowmeter: untuk
melembabkan udara dan mengatur jumlah O2 yang diberikan, Ventilator /
Dragger: alat bantu pernafasan,Ambubag (BVM): untuk memberikan bantuan
pernafasan,
d. Alat untuk sirkulasi (circulation)
Sphygmomanometer: untuk memeriksa tekanan darah, Defibrillator: DC Shock
untuk Ventrikel Takikardi & Ventrikel Vibrilasi yang dilengkapi monitor EKG
& pulse oksimeter, Pulse oxymeter: untuk memeriksa saturasi oksigen & nadi,
Defibrilator pads: elektrode besar untuk EKG & memberikan DC Shock, IV
catheter : jarum infuse untuk akses vena perifer.
e. Kesadaran (disability )
Torch/penlight: senter untuk memeriksa pupils, GCS-sheet : lembar untuk
evaluasi Glasgow’s Coma Scale
f. Alat untuk immobilisasi dan fiksasi
Immobiliser Kits: bidai untuk fiksasi fraktur, Fracture Immobiliser: bidai untuk
fraktur, Adhesive tape: plester pelekat, Ambulance dressing: untuk membalut
luka, Cotton wool: kapas gulung, Gauze: kasa pembalut, Crepe bandage: perban
gulung, Body strap: tali berbentuk pita untuk fiksasi pasien, patient safety. Eye
25
pad: perban mata, Scissors: gunting serbaguna, Triangular bandage:
mitela/perban segitiga, Disposable razor: silet cukur,
g. Alat Transport
Trolley / Stretcher / Cot + Straps: brankar untuk membawa pasien + tali
pengaman, Carrying chair + straps: kursi lipat untuk membawa pasien
naik/turun tangga+tali pengaman,Scoop stretcher (orthopedic stretcher): untuk
memindah pasien dengan cidera spinal, Long spineboard: untuk membawa
pasien dengan cidera spinal, Kendrick Extrication Devices (KED): Untuk
memindahkan pasien dengan cidera spinal dari dalam mobil yang mengalami
kecelakaan
h. Alat-Alat Penunjang
ECG Electrodes: penghubung EKG dengan badan pasien, Lubrication jelly: jel
pelicin untuk selang suction dan selang intubasi, Glucometer: untuk mengecek
gula darah acak, Glucostrips: untuk menampung tetesan darah dalam
pengecekan gula darah, Blood Lancet: jarum tusuk untuk mengeluarkan darah,
Syringe: spuit, Ambulance sheet: sprei untuk brankar, Disposable sheet: alas
diatas sprei, Blankets: selimut, Pillow: bantal.
i. Peralatan tambahan :
Vomiting bags: kantong penampung muntahan pasien, Sharp Disposable
Container: tempat penampung jarum&benda tajam lainya bekas dipakai untuk
pasien, Trash Bucket: tempat sampah.
Untuk setting peralatan yang lainnya, harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Misalnya akan merujuk bayi baru lahir, maka peralatan-peralatan yang disediakan
harus standard untuk bayi baru lahir.10
2. Obat-obatan meliputi:
26
Obat-obat gawat darurat mutlak harus ada misalnya Ventolin: bronkodilator,
Adrenalin: obat emergency dalam resusitasi jantung, Glucagon: untuk pasien
hipoglikemia, Atropine Sulfate: obat emergency dalam resusitasi jantung, Lignocain:
untuk aritmia jantung, Normal saline: untuk infus/membersihkan luka, Water gels:
untuk luka bakar, Gliceryl Trynitrate (GTN) spray: untuk nyeri dada karena Infark
jantung/Angina dengan efek lain menurunkan tekanan darah, Paramedic bags: tas
paramedik berisi alat-alat untuk infus dan intubasi, First aid bags: berisi alat-alat
untuk pertolongan pertama.10
3. Alat-alat untuk mobil ambulans
Fire Extinguisher: alat pemadam api, ban cadangan, dongkrak, senter lampu
besar, air accu, balok kayu pengganjal, radiator coolant, car tool box, kunci pembuka
roda, rescue tools untuk ambulans rescue, kabel ‘jumper’ untuk memancing dari accu
mobil lain, tali derek, dll.10
2.17. Perjalanan menuju RS rujukan.
Kita semua tahu bahwa tindakan transport dilakukan setelah pasien dilakukan
resusitasi dan stabilisasi. Setelah pasien relative stabil, keputusan transportasi rujukan
harus dibuat. Pada pasien trauma lebih sering dilakukan metode load and go,
daripada stay and play. Pemberian tindakan ALS akan memperpanjang waktu untuk
melakukan rujukan pasien.
Penanganan pasien trauma terkini menganjurkan untuk mengedepankan
transport dengan cepat dan aman dari lokasi kejadian menuju rumah sakit rujukan.
Penyedia layanan ambulans gawat darurat menekankan kebutuhan untuk
memperpendek waktu saat di lokasi kejadian sambil melakukan ABC. Segala
tindakan yang berhubungan dengan kanulasi intra vena sebaiknya dilakukan selama
perjalanan menuju rumah sakit.
Transport dengan lampu dan sirine yang meraung-raung terkadang diperlukan
namun bisa berakibat fatal. Transport seperti ini menempatkan unit ambulans pada
27
resiko kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan lain di depannya, bahkan bisa
mengakibatkan kecelakaan beruntun.
Monitoring pasien selama transport di dalam ambulans memang sangat sulit
karena adanya guncangan dan suara gaduh. Saat pemindahan dari trolley ambulans ke
trolley rumah sakit bisa mengakibatkan tercabutnya pipa endotrakeal. Penggunaan
evakuasi medic dnegan helicopter tidak menunjukkan manfaat pada transport di
kawasan pemukiman. Helikopter akan sangat bermanfaat jika di area terpencil tidak
tersedia ambulans atau jika menggunakan ambulans akan mengakibatkan transport
yang berlapis. Observasi untuk pasien kritis tiap 5 menit sedangkan untuk pasien
stabil setiap 15 menit.8
28
BAB III
KESIMPULAN
Transportasi pasien kritis merupakan salah satu bidang penting di dalam ilmu
kedokteran khususnya bidang kegawatdaruratan (emergency medicine). Transportasi
pasien kritis tidak hanya sekedar memindahkan penderita ke ruangan atau Rumah
Sakit lain, tetapi bagaimana kita dapat mengangkut penderita dari tempat kejadian ke
Rumah Sakit atau ruangan lain yang sesuai, dengan cepat dan aman.
Dampak buruk dari pemindahan pasien dapat terjadi selama dan setelah
pemindahan sering terjadi. Sebaliknya, perubahan pada hasil penanganan pasien dari
50% prosedur yang memerlukan pemindahan mengindikasikan hasil yang baik.
Walaupun beberapa faktor risiko yang dimiliki pasien telah dikathui namun dampak
buruk juga dapat terjadi selama pemindahan.
Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk diberikan kepada personel yang
terlibat pemindahan pasien, pengawasan, dan perlengkapan. Pada beberapa kasus
untuk melakukan intervensi terhadap dampak negatif dapat dicegah dengan
melakukan diagnosis/ prosedur terapi di dalam ICU. Contoh intervensi yang dapat
digunakan untuk menurunkan efek buruk pemindahan pasien adalah:
USG dada untuk memeriksa adanya kelainan pada dada
Penggunaan CT Scan mobile
Fasilitas untuk dialisis di ICU
Filter IVC
Kelemahan yang berpotensi untuk terjadi terdapat pada jenis ventilasi yang
digunakan dan mesin ventilator maupun pengawasan selama transport. Dan penting
untuk melakukan diagnosis dan tatalaksana yang diperlukan pasien di ICU untuk
menurunkan angka mortalitas selama transportasi. Namun, merawat pasien di rumah
sakit asala adalah lebih baik dari pada harus merujuknya.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Taylor JO, Landers CF, Chulay JD, Hood WBJ, Abelmann WH. Monitoring
high-risk cardiac patients during transportation in hospital. Lancet1970; 2:1205-
08.
2. Waddell G. Movement of critically ill patients within hospital. BMJ 1975; 2(4):
419.
3. Weg JG, Haas CF. Safe intrahospital transport of critically ill ventilator
dependant patients. Chest 1989; 96:631-35.
4. Wallen E, Venkataraman ST, Grosso MJ, Kiene K, Orr RA. Intrahospital
transport of critically ill pediatric patients. Crit Care Med 1995; 23:1588-89.
5. Waydhays C. Equipment review. Intrahospital transport of critically ill patients.
Crit Care Med 1999; 5: 83-89.
6. Guidelines for the transfer of critically ill patients. Crit Care Med 1993; 21: 931-
37.
7. Kondo K, Herman SD, O'Reilly LP, Simeonidis S. Transport system for critically
ill patients. Crit Care Med 1985; 13:1081-82.
8. Link J, Krause H, Wagner W Papadopoulos G. Intrahospital transport of
critically ill patients. Crit Care Med 1990; 18: 1427-29.
9. Seri PPGD : PPGD / GELS. SPGDT. Dirjen Yanmedik Depkes RI 2006.
10. Guidelines for the inter- and intrahospital transport of critically ill patients*
Jonathan Warren, MD, FCCM, FCCP; Robert E. Fromm Jr, MD, MPH, MS;
Richard A. Orr, MD; Leo C. Rotello, MD, FCCM, FCCP, FACP; H. Mathilda
Horst, MD, FCCM; American College of Critical Care Medicine.Critical Care
Medicine 2004 Vol. 32, No. 1.
30