32
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi. Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga mulut.Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus sinusitis maksilaris. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas.Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe. Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang 1

Referat THT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

word

Citation preview

Page 1: Referat THT

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.Penyakit

sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh

infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi.

Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan rongga

mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinus maupun

lewat rongga mulut.Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus

sinusitis maksilaris.

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.Dasar sinus

maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila

hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang

pembatas.Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan

periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan

limfe.

Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu

sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang

terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri

anaerob.Seringkali perlu dilakukan irigasi sinus maksila.

1

Page 2: Referat THT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Sinusitis didefinikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis (Kumar dan Clark, 2005). Lapisan

mukosa dari sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Hidung dan sinus

paranasal merupakan bagian dari sistem pernapasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan

paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasal. Oleh karena itu, dalam kaitannya

dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan perluasan-perluasan anatomik harus

dianggap sebagai satu kesatuan (Hueston,2002).1

2.2. EPIDEMIOLOGI

Menurut Wald (1990) di Amerika menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-

15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi. Ramalinggam (1990) di

Madras, India mendapatkan bahwa rinosinusitis maksila tipe dentogen sebanyak sepuluh

persen kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. Menurut Becker et al. (1994)

dari Bonn, Jerman menyatakan sepuluh persen infeksi pada sinus paranasal disebabkan oleh

penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar

pertama sebagai penyebab rinosinusitis maksila dentogen. Hilger (1994) dari Minnesota,

Amerika Serikat menyatakan terdapat sepuluh persen kasus rinosinusitis maksila yang terjadi

setelah gangguan pada gigi. Menurut Farhat (2004) di Medan mendapatkan insiden

rinosinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP Haji Adam Malik sebesar 13.67% dan

yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal (71.43%).1

2.3. ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana

sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut

terangkat.Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang tipis yang

memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, “Tulang yang membungkus antrum

maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya tidak melebihi kertas

pembungkus.

2

Page 3: Referat THT

Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat menimbulkan

kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini didominasi terutama oleh

infeksi bakteri gram negatif.Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk

dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung.Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik, irigasi

sinus, dan koreksi gangguan geligi.2

Etiologi sinusitis dentogen adalah: 2

a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar

tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya

terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi

mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal.

b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan

diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan

gigi.

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran

periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus

maksila.

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat

pengisian saluran akar yang berlebihan.

f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan

folikuler.

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan

obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

3

Page 4: Referat THT

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tidak

jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasanya seperti aspirin. Wajah terasa

bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik

dan turun tangga (Tucker dan Schow, 2008). Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul

dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen

4

Page 5: Referat THT

dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga

seringkali ada (Sobol,2011).

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen karena

terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini

hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya

kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala

sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen (Mansjoer,2001).1

2.5. PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel

epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu

lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama

udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika

jumlahnya berlebihan.1

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis

yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan

menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan

epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi siliaini

akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. 1

Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama

berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:

1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus

maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti

menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah

mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi

karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga

5

Page 6: Referat THT

jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa

sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput

periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga

terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang

alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus

maksila sehingga memicu inflamasi. 1,5,8

2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma

apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.1

Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut:

Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan eksudasi, yang

mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan

drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen

menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat,

sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan

fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.1

Gambar 6. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

6

Page 7: Referat THT

Gambar 7. Perubahan silia pada sinusitis

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan

saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka

terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan

lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik

untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan

retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan

pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella

catarrhalis,Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob jarang

ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau

pembentukan polip dan kista.1

7

Page 8: Referat THT

Gambar 8. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi

Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran kapiler

darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta

migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat.

Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi

peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni

sebagai nanah, tetapi mukopus.1

2.6. DIAGNOSIS

Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada gigi serta

pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan kriteria

American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana

diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor

dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta

temuan radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi

dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis sinusitis

dentogen serta penatalaksanaannya.2

Anamnesis

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan yang

paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini dapat disertai keluhan lain

seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang

hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan

mengi (wheezing) yang meningkat pada penderita asma.

Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2

kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus

Disease, tahun 1993 dan 2004.11 Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, 8

Page 9: Referat THT

sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan

penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan halitosis.2

Penderita Gejala dan Tanda

Dewasa dan Anak

Mayor Minor

Kongesti hidung atau sumbatan

Sekret hidung/post nasal purulen

Rasa nyeri/tekanan/penuh di wajah

Gangguan penghidu (hiposmia, anosmia)

Demam

Demam

Sakit kepala

Nafas berbau

Fatique

Batuk

Sakit gigi

Hidung berbau

Gejala telinga

Anak-Anak Batuk

Iritabilitas/Rewel

-

Dikutip dari: Kennedy DW

Pemeriksaan Fisik

INSPEKSI

Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus

paranasalis, yaitu

Kerangka dorsum nasi (batang hidung).

Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.

Bibir atas.

9

Page 10: Referat THT

Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada

inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :

Lorgnet pada abses septum nasi.

Saddle nose pada lues.

Miring pada fraktur.

Lebar pada polip nasi.

Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat

tersebut. Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung

& sinus paranalis.Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.

PALPASI

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus

paranasalis, yaitu :

Dorsum nasi (batang hidung).

Ala nasi.

Regio frontalis sinus frontalis.

Fossa kanina.

Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi

hidung.Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.

Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi.Tanda ini dapat

kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.

Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :

Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan

simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita beri nilai bila

kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda.Sinus frontalis yang lebih sakit

berarti sinus tersebut patologis.

Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan

simetris.Hindari menekan foramen supraorbitalis.Foramen supraorbitalis mengandung nervus

10

Page 11: Referat THT

supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama

dengan cara pertama diatas.

Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat

dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan

foramen infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.

PERKUSI2

Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila

palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-

syarat palpasi.

Rinoskopia Anterior

Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis, yaitu

sekret purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi posterior tampak adanya

sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).2

Ada 3 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :

Aplikator.

Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).

Spekulum hidung Hartmann.

Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi

cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.Cara kita memegang spekulum hidung

Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita

pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita

masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.Cara kita memasukkan spekulum

hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang

hidung) pasien.Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang

hidung) pasien.

Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi

(lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%.Jangan menutup mulut

spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.2

11

Page 12: Referat THT

Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu

Pemeriksaan vestibulum nasi.

Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.

Fenomena palatum mole.

Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.

Pemeriksaan septum nasi.

Rinoskopia Posterior

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding

nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam

nasofaring.

Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :2

Cermin kecil.

Spatula.

Lampu spritus.

Solusio tetrakain (- efedrin 1%).

Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan.Sebelum memasukkan dan

menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu

memanaskan punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan.

Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar.Lidahnya ditarik ke dalam mulut,

jangan digerakkan dan dikeraskan.Bernapas melalui hidung.

Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada

punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di

paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk

menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien.

Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum

12

Page 13: Referat THT

mole kanan pasien.Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu

kepala.

Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih

dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.2

Pemeriksaan Transiluminasi

Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal dan maksila

yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.

Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena terbatas kegunaanya2

Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus

maksilaris, yaitu :

Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo

inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan

tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral

berwarnaterang.

Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi

dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup.

Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri.

Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan

sabit.

Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan

sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya

normal. Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena

tipisnya tulang mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal.

Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang

mereka2

13

Page 14: Referat THT

Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga

ke nasofaring.Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral

hidung. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk menentukan diagnosa yang lebih tepat dan

dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media (pada sinusitis maksilaris, etmoid anterior

dan frontalis) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoid). 2

Foto polos sinus paranasal

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos. Foto polos posisi Waters, PA

dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus – sinus besar seperti sinus maksila

dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau

penebalan mukosa.

CT Scan

CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai

anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan

perluasannya.Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis

kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator

saat melakukan operasi sinus.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus media atau superior,

untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar

dari pungsi sinus maksila. Kebanyakan sinusitisdisebabkan infeksi oleh Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Gambaran bakteriologik dari

sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram negatif sehingga

menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung.2

Sinoskopi

Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila. Pemeriksaan ini

menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa kanina.

Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila, serta

14

Page 15: Referat THT

bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel atau

sudah ireversibel.2

2.7. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen2

a. Atasi masalah gigi

b. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya

beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan

kelembaban udara tetap.

c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,

kortikosteroid dan irigasi sinus.

d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior,

Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah

sinus endoskopik fungsional.

AKUT

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang

diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazoldan terapi tambahan yakni obat

dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk

menghilangkan rasa nyeri.Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid

topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14

hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polosatau CT Scan dan atau

nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi

sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi

komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi

komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret

tertahan oleh sumbatan.2

15

Page 16: Referat THT

KRONIK

a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang sesuai dan

diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-

14 hari.

b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II +

terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik

alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi

10-14 hari, jika tidak ada perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan

nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks

osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional.

Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

c. Daerah sinus yang sakit bisa dilakukan diatermi gelombang pendek.

d. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid,

frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

e. Pembedahan

Radikal:

- Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc.

Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal dilakukan

dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena.

Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini dilaksanakan

dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai

dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan

efedrin 1% diatas dan dibawah konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan

ephineprin disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf

intraorbital. Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar gigi. Incisi

dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi menembus mukosa dan

periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat

saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.2

16

Page 17: Referat THT

Gambar 12. prosedur Caldwell Luc

Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat bor.

Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari kelingking dapat

masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral meatus inferior selanjutnya

ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok. Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar

dengan cunam kerison dan cunam yang dapat memotong tulang kearah depan. Lubang

nasoantral ini sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal,

mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai jendela nasoantral

tidak diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang

tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat gut 00. biasanya tidak

diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika terjadi perdarahan yang

mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam antrum melalui lubang

nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau ke 2. kompres es di pipi selama

24 jam pasca bedah penting untuk mencegah edema, hematoma dan perasaan tidak nyaman.2

Non Radikal:

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).

Bedah sinus endoskopi fungsional merupakan perkembangan pesat dalam bedah

sinus.Teknik bedah ini pertama kali diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan oleh

Stamm-berger dan Kennedy.BSEF adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan

endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan transpor mukosilier.

Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus

lancar secara alami.2

Indikasi absolut tindakan BSEF adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukosil yang

luas,rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan kecurigaan neoplasma. Indikasi relatif

tindakan ini meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren

simptomatik yang tidak respon dengan terapi medikamentosa.Sekitar 75-95% kasus

rinosinusitis

kronis telah dilakukan tindakan BSEF.2

17

Page 18: Referat THT

Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang menghambat KOM dan

memfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi normal (gambar 3)

Gambar 13. Prinsip bedah sinus endoskopi fungsional

(BSEF): membuang jaringan yang menghambat KOM. Teknik bedah sinus endoskopi

fungsional meliputi unsinektomi, etmoidektomi, sfenoidektomi dengan etmoidektomi, bedah

resesus frontalis, antrostomi maksila, konkotomi dan septoplasti.2

Komplikasi pasca tindakan BSEF dapat dibedakan menjadi komplikasi awal dan

lanjut.

Komplikasi awal meliputi hematoma orbita, penurunan penglihatan, diplopia,

kebocoran cairan serebrospinal, meningitis, abses otak, cedera arteri karotis

dan epifora.

Komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah rekurensi, mukosil dan

miosferulosis akibat salep yang digunakan dan benda asing.Komplikasi orbita

dan intrakranial juga dapat terjadi sebagai komplikasi lanjut.11

2.8. KOMPLIKASI

18

Page 19: Referat THT

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di

luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium.Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan

pada sinusitis rekuren, kronisatau berkomplikasi.2,3

Komplikasi Orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering.Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun

sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan

infeksi isi orbita.2,3

Terdapat lima tahapan 2,3

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus

ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina

papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali merekah pada

kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap

ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.

Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva

merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran

vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Komplikasi Intra Kranial2,3

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana infeksi dari

sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus

yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

b. Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,

seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien

19

Page 20: Referat THT

hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan

tekanan intrakranial.

c. Abses subdural, adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau

permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteumsinus terinfeksi, maka dapat

terjadi perluasan metastatik secara hematogenke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah

pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan

bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini

disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial

yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan

2.9.PROGNOSIS

Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang

dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik dengan terapi

antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik (Mehra dan

Murad, 2004).2

20

Page 21: Referat THT

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa

sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi.10% kasus sinusitis dengan

sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas. Meskipun sinusitis dentogen adalah

kondisi yang relatif umum, patogenesisnya masih belum jelas serta masih kurangnya

konsensus mengenai gejala klinis, pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen

dapat terjadi melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan

granulasi di salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau

limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.

21

Page 22: Referat THT

Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan

rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang berupa transluminasi,

foto rontgen, CT-Scan dan MRI.

Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung

berbau.Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan obat-

obatan; antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus serta

operatif.Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-

Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik

fungsional.

DAFTAR PUSTAKA

1. KM Paramasivan,2012. Sinusitis Dentogen (online). (www

repositury.usu.ac.id.bitstream. diakses pada tanggal 16 november 2015)

2. Rosalinda, Agustus 2013. Referat Sinusitis Maksilaris Dentogen (online).

(https://www.scribd.com.doc. Diakses pada tanggal 15 november 2015)

3. Prof.dr. Soepardi Arsyad Efiaty Sp.THT (K)(dkk), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Dan Tenggerokan Kepala Dan Leher,Edisi 6 FK UI, Hal152-3.

22