Upload
aina-ullafa
View
24
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat tinitus koas UMJ RSIJ Pondok Kopi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tin i t u s d ide f i n i s i kan s ebaga i buny i yang d i denga r o l eh
s e seo rang yang berasal dari tubuhnya sendiri tanpa adanya rangsangan bunyi
eksternal yang relevan. Istilah tinitus berasal dari kata Latin “tinnire” yang
mempunyai arti untuk membunyikan. Tinitus bukanlah suatu penyakit atau sindroma,
tetapi merupakan gejala yang mungkin berasal dari satu atau lebih kelainan.
Tinitus mungkin dapat timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang
dikaitkan dengan usia dan proses degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari
penyakit vaskular. Tinitus cukup banyak didapati dalam praktek sehari-hari. Jutaan
orang di dunia menderita tinitus dengan derajat ringan sampai berat. Dari hasil
penelitian, didapatkan satu dari lima orang diantara usia 55 dan 65 tahun dilaporkan
mengalami tinitus. Hal ini menandakan bahwa tinitus adalah keluhan yang sangat
umum yang diterima di kalangan usia lanjut. Bunyi yang diterima sangat bervariasi.
Suara-suara yang terdengar oleh telinga belum tentu bersifat
kelainan atau patologis. Jika orang sehat yang terbukti telinganya normal, berada
dalam ruang kedap, maka ia akan dapat mendengar berbagai macam suara
yang berasal dari berbagai organ tubuhnya sendiri yang memang bekerja setiap saat,
contohnya: pernapasan, kontraksi jantung, dan aliran darah. Pada kenyataannya, dalam
kehidupan sehari-hari, suasana yang memungkinkan suara fisiologis atau normal
tersebut terdengar oleh seseorang sangat jarang tercipta dan bahkan dalam kamar yang
sunyi di malam hari sekalipun. Hal ini dikarenakan terdapat suara masking dari
lingkungan dengan intensitas sekitar 25 – 30 db. Tinitus baru terdengar jika intensitas
suara organ tubuh melebihi suara masking dari lingkungan.
The American Tinnitus Association memperkirakan sekitar 50 juta
orang masya raka t d i Amer ika Se r i ka t (AS) mende r i t a t i n i t u s
kron i s . Sebanyak sepertiga dari populasi seluruh dunia setidaknya pernah
mengalami tinnitus sekali seumur hidup. Pada s ebuah penelitian, prevalensi tinitus
pada orang dewasa dilaporkan sekitar 10,1% - 14,5% dengan insiden yang semakin
meningkat dengan bertambahnya usia. Jenis kelamin laki- l ak i l eb ih
banyak menga l ami t i nn i t u s d iband ingkan pe rempuan . T in i t u s dapa t
mempengaruhi aktivitas sehari-hari dari penderitanya. Sekitar 25% pasien dengan
t i n i t u s d i l a p o r k a n m e n g a l a m i p e r b u r u k a n g e j a l a y a n g
p r o g r e s i f j i k a t i d a k mendapat penanganan dengan baik. Hal ini akan
menurunkan kualitas hidup dari pasien yang mengalami tinitus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TELINGA
A. Anatomi Telinga
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi
kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus
akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami
modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-
kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang
dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi.
3
Gambar : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal
Telinga
4
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval
window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
5
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.
Gambar : Membran Timpani
6
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius
(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke
telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam
dan permukaan luar membran tympani.
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala estibule.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
7
Gambar : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Koklea
8
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh
darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding
(septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian
luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang
mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala
timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini
dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani
berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis
membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane
reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini,
terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.
Gambar : Koklea
9
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane
basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea
berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya
nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.
GAMBAR : Organ korti
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane
tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat
persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel
persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran)
yang berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
10
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane
sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan
satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui
duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak
pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus.
Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum
mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis
(lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis
ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.
11
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi
ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai
atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
B. Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
12
Gambar : Fisiologi Pendengaran
2.2 TINITUS
A. DEFINISI
Tin i t u s ada l ah s a l ah s a tu ben tuk gangguan pendenga ran
be rupa s ensa s i sua r a t anpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa
sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara y a n g d i d e n g a r
s a n g a t b e r v a r i a s i , d a p a t b e r u p a b u n y i m e n d e n g i n g ,
m e n d e r u , m e n d e s i s , mengaum, atau berbagai macam bunyi
lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan
tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.
Se r angan t i n i t u s dapa t be r s i f a t pe r i od ik a t aupun mene t ap .
K i t a s ebu t pe r i od ik j i ka s e r angan yang da t ang h i l ang t imbu l .
Ep i sode pe r i od ik l eb ih be rbahaya dan mengganggu dibandingkan
dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak
terbiasa atau t i dak dapa t mensup re s i b i s i ng i n i . T in i t u s pada
13
bebe rapa o r ang dapa t s anga t mengganggu kegiatan sehari-harinya.
Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.1,3
B. EPIDEMIOLOGI
Perkiraan pasien dengan tinitus 10-15% dari populasi (30-40 juta orang). Dari
pasien dengan gejala telinga yang terkait, 85% melaporkan mengalami tinitus juga.
Baik orang dewasa dan anak-anak melaporkan mengalami tinitus. Pengembangan
meningkat tinitus dalam insiden dengan usia, meskipun tingkat tinitus pada anak-
anak telah dilaporkan setinggi 13%.
Banyak orang mengalami tinitus setelah terpapar suara tembakan atau konser
keras dengan amplifikasi modern. Jenis tinitus dapat mengganggu, tetapi biasanya
sembuh dalam hitungan jam. Tinitus adalah gejala (bukan penyakit) dan karena itu
mencerminkan suatu kelainan yang mendasarinya. Kebanyakan biasanya, tinitus
dikaitkan dengan gangguan pendengaran sensorineural, tapi jenis tinitus seperti
tinitus berdenyut, tinitus dengan vertigo, tinitus berfluktuasi, atau tinitus unilateral
harus diselidiki secara menyeluruh.8
C. ETIOLOGI
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam,
terutama kerusakan dari koklea. Etiologi yang lain yaitu:
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher.
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin
akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena
cedera leher adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi.
Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak, Whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ).
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal
dari arthritis sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis
14
TMJ akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ
mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui
secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2. Tinitus akibat kerusakan N. Vestibulocochlearis
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari
N. Vestibulocochlearis, diantaranya: infeksi virus pada N.VIII,
tumor yang mengenai N.VIII, dan Microvascular Compression Syndrome
(MCV). MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan
kerusakan N.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini
sangat jarang terjadi.
3. Tinitus karena kelainan vascular
Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar
bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan
vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Aterosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-
bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah
kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah
menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi
arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
15
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor
glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu t i n i t u s d e n g a n
n a d a r e n d a h y a n g b e r p u l s a s i t a n p a a d a n y a g a n g g u a n
p e n d e n g a r a n . I n i merupakan gejala yang penting pada tumor glomus
jugulare.
4. Tinitus karena kelainan metabolik
Seperti keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas
darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi
turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang
kita kenal dengan tinitus pulsatil. Kelainan metabolik lainnya yang bisa
menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitaminB12, begitu juga dengan
kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
5. Tinitus akibat kelainan neurologis.
Yang pa l i ng umum t e r j ad i ada l ah ak iba t multiple sclerosis.
Multiple sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang
mempengaruhi sistem saraf pusat. Multiple sclerosis dapa t men imbu lkan
be rbaga i macam ge j a l a , d i an t a r anya ke l emahan o to t ,
i nd ra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan
koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kogn i t i f , g angguan
ke se imbangan dan nye r i , dan pada t e l i nga akan t imbu l ge j a l a
tinitus.
6. Tinitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan gangguan p s ikogen ik dapa t men imbu lkan t i n i t u s
yang be r s i f a t s emen ta r a . Tinitus akan hilang bila kelainan
psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan
psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.
16
7. Tinitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan
yang bersifat ototoksik. Diantaranya:
a. Analgetik, seperti aspirin dan OAINS lainnyab. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklinc. Obat-obatan kemoterapi (Belomisin, Cisplatin, Mechlorethamine,
methotrexate, vinkristin), diuretik (Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide), lain-lain (Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah)
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
G a n g g u a n m e k a n i k j u g a d a p a t m e n y e b a b k a n t i n i t u s
o b j e k t i f , m i s a l n y a p a d a t u b a eustachius yang terbuka sehingga
ketika kita bernafas akan menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-
otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.
9. Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduks i sua r a s epe r t i i n f eks i t e l i nga l ua r ( s ek re t
dan oedem) , s e rumen impaksi, efusi telinga tengah dan
otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya suara
tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.
10. Tinitus akibat sebab lainnya.
a. Tuli akibat bising disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras
dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga.Terutama
bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang
sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang
17
berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat
korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,
simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz
atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan ,metabolisme,
aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif.
Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki dibanding
perempuan.
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli
sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops
endolimfe, yaitu penambahan volume endolimfa, karena gangguan
biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membran labirin.1,4,5,6
Gambar etiologi tinnitus
18
C. KLASIFIKASI TINITUS
Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada
telinga luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga.
Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat dibagi
menjadi: tinitus otik dan tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada
telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan kita sebut tinitus
somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area
kepala atau leher.1
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi:
1. Tinitus Objektif
Adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik,
berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar
telinga. Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan
vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus
berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan ma l fo rmas i
a r t e r i ovena , t umor g lomus j ugu l a r dan aneu r i sma . T in i t u s
ob j ek t i f j uga dapa t dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan
dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan
dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga
dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke
rongga tengah.
2. Tinitus Subjektif
Adalah tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis
ini sering sekali terjadi dan bersifat non vibratorik, disebabkan oleh
proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-
sel rambut getar sampai pusat pendengaran. Tinitus subjektif bervariasi
dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh
19
mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah,
sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.2
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus
dapat dibagi menjadi:
1. Tinitus Pulsatil
Adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut
jantung. Tinitus pulsatil jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari.
Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular
ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai
bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung.
Sedangkan tinitus non va sku l a r d igamba rkan s ebaga i b i s i ng k l i k ,
b i s i ng go re san a t au sua ra pe rnapasan da l am telinga. Pada
kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan mendengarkannya
menggunakan stetoskop.
2. Tinitus Non pulsatil
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat
didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging,
berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan
bising bergemuruh di dalam telinganya. B i a s a n y a t i n i t u s i n i l e b i h
d i d e n g a r p a d a r u a n g a n y a n g s u n y i d a n b i a s a n y a p a l i n g
menganggu d i ma l am ha r i s ewak tu pa s i en t i du r , s e l ama s i ang
ha r i e f ek penu tup keb i s i ngan lingkungan dan aktivitas sehari-hari
dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.4
D. PATOFISIOLOGI
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi namun impuls yang ada bukan
berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan , me l a inkan
20
be ra sa l da r i sumbe r impu l s abno rma l d ida l am tubuh pa s i en
sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan
telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan
nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus
dapat terus menerus atau hilang timbul. Tinitus biasanya dihubungkan
dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan
konduksi.
Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa
bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini
terasa berdenyut (tinitus pulsatil). T in i t u s dengan nada r endah dan
t e rdapa t gangguan konduks i , b i a sanya t e r j ad i pada sumbatan liang
telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-
lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan
pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyu t nad i , m i sa lnya pada aneu r i sma
dan a t e ro sk l e ro s i s . Gangguan mekan i s dapa t j uga
mengak iba tkan t i n i t u s ob j ek t i f , s epe r t i t uba eus t ach iu s t e rbuka ,
s eh ingga ke t i ka be rnapas membran timpani bergerak dan terjadi
tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-
otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di
telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor ), maka suara aliran darah
akan mengakibatkan tinitus juga. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina,
streptomisin, dehidro-streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat
terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus ataupun hilang timbul. Pada
hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus
pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau
berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigodan tuli
sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang
21
stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang
menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan
gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.1,4,6
E. DIAGNOSIS
1) Anamnesis
- Kualitas dan kuantitas tinnitus
- Lokas i , apakah t e r j ad i d i s a tu t e l i nga a t aupun d i kedua
t e l i nga
- S i f a t buny i yang d idenga r , apakah mendeng ing ,
mendengung , mende ru , a t aupun mendesis dan bunyi lainnya
- Apakah bunyi yang didengar semakin mengganggu di siang atau malam
hari
- G e j a l a - g e j a l a l a i n y a n g m e n y e r t a i s e p e r t i v e r t i g o
d a n g a n g g u a n p e n d e n g a r a n s e r t a gangguan neurologik
lainnya
- Lama se r angan t i n i t u s be r l angsung , b i l a be r l angsung
hanya da l am sa tu men i t dan s e t e l ah itu hilang, maka ini
bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik
- R i w a y a t m e d i k a s i s e b e l u m n y a y a n g b e r h u b u n g a n
d e n g a n o b a t - o b a t a n d e n g a n s i f a t ototoksik
- Keb i a saan s eha r i -ha r i t e ru t ama merokok dan meminum
kop i
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
- R i w a y a t i n f e k s i t e l i n g a d a n o p e r a s i t e l i n g a
- Umur dan j en i s ke l amin j uga dapa t member ikan ke j e l a san
da l am mend iagnos i s pa s i en dengan tinitus. Tinitus karena
kelainan vaskuler sering terjadi pada wanita muda, sedangkan
22
pasien dengan mioklonus palatal sering terjadi pada usia muda yang
dihubungkan dengan kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya
kemungkinan neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral
kemungkinan intoksikasi obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit
sistemik. Jika pasien susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari
telingakanan atau telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala,
kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di saraf pusat, misalnya
serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel. Kelainan patologis
pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral pada
umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah
seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop
endolimfatikus).1
2) Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan
auskultasi dengan menggunakan s t e t o skop pada kedua t e l i nga
pa s i en . Ha l i n i d i l akukan dengan t u juan un tuk menentukan
apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika suara
tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat objektif, maka
harus ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar
serasi dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi
karena tuba eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan
denyut nad i dan de t ak j an tung , maka kemungk inan be sa r
t i n i t u s t imbu l ka r ena aneu r i sma , t umor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat
kontinu, maka kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi
akustik yang terganggu.
23
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat
didengar oleh pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan
pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat beragam,di antaranya:
a. Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.
b. Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis
ataupun otitis kronik.
c. Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometri) . Has i l t e s BERA, b i s a
no rma l a t aupun abno rma l . J i ka no rma l , maka t i n i t u s
mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat
ototoksik, labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis.
Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena
neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular. Jika tidak ada
kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di
atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun
MRI. Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada
tidaknya kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa
multipel sklerosis, infark dan tumor.
F. PENATALAKSANAAN
Pengoba t an t i n i t u s me rupakan masa l ah yang kompleks dan
merupakan f enomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu
diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Masa l ah yang s e r i ng d i hadap i pemer ik sa ada l ah penyebab
t i n i t u s yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinitus
objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinitus subjektif.
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu:
24
1) Elektrofisiologik, yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik
dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat
bantu dengar atau tinitus masker.
2) Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk
meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan
mengajarkan relaksasi setiap hari.
3) Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang
jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea,
tranquilizer, antidepresan, sedatif, neurotonik,vitamin, dan mineral.
4) T indakan bedah d i l akukan pada t i n i t u s yang t e l ah t e rbuk t i
d i s ebabkan o l eh akus t i k neuroma. Pada keadaan yang berat,
dimana tinitus sangat keras terdengar dapat dilakukan C o c h l e a r
n e r v e s e c t i o n . M e n u r u t l i t e r a t u r , d i k a t a k a n b a h w a
t i n d a k a n i n i d a p a t menghilangkan keluhan pada pasien.
Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%.
Cochlear nerve section Merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat
dilakukan. Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya,
jika tidak tahu penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas
sangat membantu mengurangi tinitus. Hal ini dikemukakan oleh Dobie RA,
1999. Obat-obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam
yang dipakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan
benzodiazepine yang b i a sanya d igunakan s ebaga i pengoba t an
gangguan kecemasan . Oba t l a i nnya ada l ah ami t r i p t i l i ne a t au
no r t r i p t i l i ne yang d igunakan da l am dos i s r endah j uga , oba t
i n i ada l ah golongan antidepresan trisiklik.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat
penenang atau obat tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada
pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus
25
dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar
beradaptasi dengan gangguan tersebut.
Pena t a l aksanaan t e rk in i yang d ikemukakan o l eh
J a s t r ebo f f , be rda sa r pada mode l neurofisiologinya adalah kombinasi
konseling terpimpin, terapi akustik dan medikamentosa bila diperlukan.
Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy (TRT). Tujuan dari
terapi ini adalah memicu dan men j aga r eaks i hab i t ua s i dan
pe r seps i t i n i t u s dan a t au sua ra l i ngkungan yang mengganggu.
Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik ke
sistem l i m b i k d a n s i s t e m s a r a f o t o n o m . T R T w a l a u t i d a k
d a p a t m e n g h i l a n g k a n t i n i t u s d e n g a n s empurna , t e t ap i
dapa t member ikan pe rba ikan yang be rmakna be rupa
penu runan t o l e r ans i terhadap suara. TRT b i a sanya d igunakan
j i ka dengan med ika s i t i n i t u s t i dak dapa t d iku rang i a t au
dihilangkan.
TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan
telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan
mendengar suara radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur.
Bila tinitus disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu
dengar yang disertai dengan masking. TRT d imu la i dengan anamnes i s
awa l un tuk meng iden t i f i ka s i masa l ah dan ke luhan pasien.
Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara
sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan
informasi untuk memberikan konseling yang tepat dan membuat data
dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.
5) Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien, diantaranya:
- Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.
26
- Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan
tekanan darah yang merupakan salah satu penyebab tinitus.
- Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan
nikotin
- Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
- Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepa rd i EA, I skanda r I , Bash i rudd in J , Res tu t i RD. Buku
I lmu Keseha t an Te l i nga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008
2. Hain TC. Tinnitus.
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/hearing/tinnitus.htm.
3. Ha in TC . Mic rovascu l a r compre s s ion synd rome , Ves t i bu l a r
Pa roxysmia , and Qu ick Spins.
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/unilat/microvascular.htm.
4. T i n n i t u s a n d D e a f n e s s .
http://www.wrongdiagnosis.com/w/wolframs_disease/book- diseases-4a.htm.
5. Saunders WB.http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.html.
6. Sya r t i ka L . T in i t u s Te l i nga Be rdeng ing . http://www.santosa-
hospital.com/document/tinnitus_drlisa_5_page_8.pdf .
7. Hain TC. Tinitus Management. http://www.dizziness-
and- balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf.
8. http://emedicine.medscape.com/article/856916-overview#a4
28