54
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinitus merupakan gangguan persepsi suara tanpa adanya sumber eksterna. Studi mengenai tinitus banyak dilakukan di Eropa barat dan Amerika. Studi dengan sampel dalam jumlah cukup besar (n = 48.313) di Inggris melaporkan prevalensi pada dewasa sekitar 10,1% dan lebih dari 50 juta orang di Amerika dilaporkan mengalami tinitus, dan diperkirakan prevalensinya pada dewasa sekitar 10 – 15%, serta sekitar 20% orang dewasa yang mengalami tinitus memerlukan intervensi klinis. Prevalensi tinitus diperkirakan oleh National Health Interview Survey di Amerika pada tahun 1994, sebanyak 1,6% pada dewasa dengan usia 18 – 44 tahun, 4,6% pada dewasa dengan usia 45 – 64 tahun, dan 9,0% pada dewasa >60 tahun. 1 Hasil penelitian ini serupa dengan yang dilakukan di Mesir, Jepang, dan Nigeria, dan juga pada negara – negara dengan pendapatan menengah di Afrika dan Asia. 2 Prevalensi tinitus yang sifatnya mengganggu, jumlahnya meningkat pada usia diatas 70 tahun. Prevalensi pada pria dan wanita sama. Prevalensi pada anak – anak sulit diperkirakan, tetapi studi yang ada menunjukkan pengalaman tinitus yang dirasakan pada anak – anak hampir serupa dengan orang dewasa. 3 1

Referat Tinnitus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Tinnitus

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinitus merupakan gangguan persepsi suara tanpa adanya sumber

eksterna. Studi mengenai tinitus banyak dilakukan di Eropa barat dan

Amerika. Studi dengan sampel dalam jumlah cukup besar (n = 48.313) di

Inggris melaporkan prevalensi pada dewasa sekitar 10,1% dan lebih dari 50

juta orang di Amerika dilaporkan mengalami tinitus, dan diperkirakan

prevalensinya pada dewasa sekitar 10 – 15%, serta sekitar 20% orang

dewasa yang mengalami tinitus memerlukan intervensi klinis. Prevalensi

tinitus diperkirakan oleh National Health Interview Survey di Amerika pada

tahun 1994, sebanyak 1,6% pada dewasa dengan usia 18 – 44 tahun, 4,6%

pada dewasa dengan usia 45 – 64 tahun, dan 9,0% pada dewasa >60 tahun.1

Hasil penelitian ini serupa dengan yang dilakukan di Mesir, Jepang, dan

Nigeria, dan juga pada negara – negara dengan pendapatan menengah di

Afrika dan Asia.2 Prevalensi tinitus yang sifatnya mengganggu, jumlahnya

meningkat pada usia diatas 70 tahun. Prevalensi pada pria dan wanita sama.

Prevalensi pada anak – anak sulit diperkirakan, tetapi studi yang ada

menunjukkan pengalaman tinitus yang dirasakan pada anak – anak hampir

serupa dengan orang dewasa.3

Tinitus merupakan sebuah gejala yang berkaitan dengan banyak

penyebab dan kofaktor pemicunya. Tinitus umum terjadi, tetapi pada

beberapa kasus, hal tersebut dapat menjadi gejala dari penyakit yang serius

seperti tumor vaskuler atau vestibular schwannoma. Tinitus dapat menjadi

persisten, mengganggu, dan menghabiskan biaya yang tinggi. Tinitus dapat

terjadi pada satu atau dua sisi kepala dan dapat muncl dari dalam atau luar

kepala. Tinitus sering terjadi bersamaan dengan kehilangan pendengaran

sensorineural, terutama pada pasien dengan tinitus yang mengganggu dan

tanpa adanya patologi telinga yang jelas. Kualitas tinitus dapat bervariasi,

yaitu bunyi telepon, berdengung, klik, pulsasi, dan gangguan lain yang

digambarkan oleh pasien. Pada kondisi, efek tinitus yang berkaitan dengan

kualitas hidup, dengan beberapa pasien mengalami kecemasan, depresi, dan

1

perubahan hidup yang ekstrim. Pasien dengan tinitus disertai dengan

kecemasan atau depresi berat perlu dilakukan identifikasi dan intervensi

mengenai kecenderungan bunuh diri.1

2

BAB 2

ISI

2.1 Anatomi Telinga

2.1.1. Telinga Luar

Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga (pinna), liang telinga

dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga di bentuk oleh tulang

rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang

rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga

lainnya (liang telinga) dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat

erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga

dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus

dengan panjang sekitar 2,5 cm, menyebabkan terjadinya resonansi bunyi

sebesar 3500 Hz.4 Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak

di depan terhadap liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak di

belakangnya. Tulang rawan liang telinga merupakan salah satu patokan

pembedahan untuk mencari saraf fasialis, patokan lainnya adalah sutura

timpanomastoidea.5

Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan

berbentuk kerucut dengan umbo sebagai puncaknya mengarah ke medial.

Membran timpani umumnya berbentuk bulat. Membran timpani tersusun

dari lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah

sebagai tempat melekatnya tangkai maleus, dan lapisan mukosa di bagian

dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan

ini menyebabkan bagian membran timpani yang disebut membran Sharpnell

menjadi lemas (pars flaksid).5

2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga

tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum

terletak di atas dari batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut

juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani dan

hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani. Organ konduksi di

3

dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian tulang pendengaran,

ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar. Kontraksi otot

tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial,

mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar

energi suara yang masuk dibatasi.5

Dinding superior dari telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa

cranii media. Bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang

mastoid dan di bawahnya terdapat saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada

daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramida

tulang menuju leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf kranialis

di bawah stapedius dan berjalan ke arah lateral menuju inkus dan keluar dari

telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian

bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut

sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut pengecap dari dua

pertiga anterior lidah. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis

yang pada sebelah superolateral menjadi sinus sigmoidea dan lebih ke

tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama

rongga tengkorak.5

Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang

berasal dari telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum

memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran

membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan

bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke

dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi

energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun intensitas

bunyi yang diterima sampai 130 dB.6

Aktifitas dari otot stapedius disebut juga refleks stapedius pada

manusia akan muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam

bentuk refleks bilateral dengan sisi homolateral lebih kuat. Refleks otot ini

berfungsi melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz

dengan masa latensi 10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian

dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik

terhadap intensitas maupun frekuensi.6

4

Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring. Bagian lateral tuba eustachius bersifat pertulangan, sementara

dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani

terletak di sebelah atas bagian bertulang dan kanalis karotikus terletak di

bagian bawahnya. Tuba eustachius dapat dibuka melalui kontraksi otot

levator palatinum dan tensor palatinum yang masing – masing dipersarafi

pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.5

2.1.3. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari organ keseimbangan dan organ

pendengaran. Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan

disebut labirin, karena bentuknya kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir

bentuknya sudah sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring

dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian

yaitu labirin tulang dan labirin membran. Labirin tulang merupakan susunan

ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis (ruang perilimfatik)

dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari

vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea.4 Labirin membran diisi oleh

endolimfe, satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium

dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe yang

tinggi natrium dan rendah kalium yang terdapat di kapsula otika bertulang.5

Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang

dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Bagian

vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis

semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi

oleh sel rambut. Sel rambut ini ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang

ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolith yang

mengandung kalsium, dengan berat jenis lebih besar daripada endolimfe.

Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolith akan membengkokkan

silia sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.2 Dinding

medial menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf.

Pada dinding medial terdapat dua cekungan yaitu spherical recess untuk

sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical recess

5

terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus

endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater.4

Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular

crest. Pada ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus

cochlearis yang membawa serabut saraf koklea ke basis koklea. Serabut

saraf untuk utrikulus, kanalis semisirkularis superior dan lateral menembus

dinding tulang pada daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada

fundus meatus akustikus internus. Di dinding posterior vestibulum

mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis dan dinding anterior ada

lubang berbentuk elips ke skala vestibuli koklea.4

Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,

posterior dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum.

Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama

tetapi dengan diameter yang hampir sama sekitar 0,8mm. Pada salah satu

ujungnya masing – masing kanalis ini melebar disebut ampula yang berisi

epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.4

Ampula kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada

masing – masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampula kanalis

posterior terletak dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior

dan inferior yang tidak mempunyai ampula bertemu dan bersatu membentuk

crus communis yang masuk vestibulum pada dinding posterior bagian

tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki ampula masuk

vestibulum sedikit dibawah crus communis. Kanalis lateralis kedua telinga

terletak pada bidang yang hampir sama yaitu bidang miring ke bawah dan

belakang dengan sudut 30o terhadap bidang horizontal bila orang berdiri.

Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini, sehingga kanalis

superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga

kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan

kanalis superior telinga kanan.4

Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan

panjang sekitar 35mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala

timpani. Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu –

setengah putaran.5 Skala timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfe

dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan Na+ 139 mEq/l. Perilimfe pada kedua

6

skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu

yang dikenal dengan helikotrema. Skala media berada dibagian tengah,

dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan

dinding lateral, berisi cairan endolimfe dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l

dan Na+ 13 mEq/l.4 Membran basilaris sempit pada basis (nada tinggi) dan

melebar pada apeks (nada rendah).5

Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0,12mm di

bagian basal dan melebar sampai 0,5mm di bagian apeks, berbentuk seperti

spiral. Beberapa komponen penting pada organ corti adalah sel rambut

dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensens, Claudius, membran

tektoria dan lamina retikularis. Sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang

terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan

yang terbentuk oleh pilar – pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang

terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang berjumlah

sekitar 3.500 (satu baris sel rambut dalam) dan sel rambut luar dengan

jumlah 12.000 (tiga baris sel rambut luar) berperan dalam merubah hantaran

bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.4

2.1.4 Vaskularisasi Telinga Dalam

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirin, cabang A.

Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Vertebralis.

Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.

Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula

menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior

memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.

A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea

terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang koklear. Cabang

vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan

ujung basal kohlea. Cabang koklear memperdarahi ganglion spiralis, lamina

spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Koklearis berjalan mengitari

N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam koklea mengitari

modiolus. Vena dialirkan ke V. Labirin yang diteruskan ke sinus petrosus

inferior atau sinus sigmoideus. Vena – vena kecil melewati akuaduktus

vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior.5

7

2.1.5 Persarafan Telinga Dalam

N. Vestibulokoklearis (N. Akustikus) yang dibentuk oleh bagian

koklear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi

lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel –

sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis dengan ganglion

vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus. Sel –

sel sensoris pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion spiralis

corti terletak di modiolus.5

2.2 Fisiologi Telinga

2.2.1 Fisiologi Pendengaran

Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran

adalah membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga

struktur penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada

bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara

satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik

akan terjadi gerakan yang kaku secara bersamaan. Pada bagian puncak

stereosilia terdapat rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang

tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah, sehingga pada saat terjadi

defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungan – gabungan yang

lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang

menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan

terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi.

Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai

tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.4

Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfe dan

endolimfe yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik

koklea disebut koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik

endolimfa yang berfungsi sebagai pembangkit pembesaran gelombang

energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar. Pola

pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan

amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus

yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi

berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada

8

bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz)

mempunyai pergeseran maksimum lebih ke arah apeks. Gelombang yang

timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian

apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian

basal maupun bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat

meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan

meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan

ini disebut sebagai cochlear amplifier.4

Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi

bunyi oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan

ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan

mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam

dan diproyeksikan pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan

gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini

merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel – sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan

ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam

sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu

dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran.4

2.2.2 Fisiologi Sistem Vestibularis

Pengaturan keseimbangan di dalam telinga dalam diatur oleh

aparatus vestibularis yang memberikan informasi penting untuk sensasi

keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan – gerakan mata dan posisi

tubuh. Aparatus vestibularis terletak di dalam tulang temporalis di dekat

koklea – kanalis semisirkularis dan organ otolith yaitu sakulus dan

utrikulus.7 Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga saluran semisirkuler yang

tersusun dari tiga dimensi bidang yang tegak lurus satu sama lain di dekat

koklea jauh di dalam tulang temporalis. Ini berfungsi sebagai mendeteksi

akselerasi, deselerasi rotasional atau angular. Utrikulus mempunyai struktur

seperti kantung di rongga bertulang antara koklea dan kanalis semi

9

sirkularis. Ini mempunyai fungsi sebagai mendeteksi perubahan kepala

menjauhi sumbu vertikal dan mengerahkan akselerasi dan deselerasi linear

secara horizontal. Sakulus terletak di samping utrikulus. Ini mempunyai

fungsi mendeteksi perubahan posisi kepala menjauhi sumbu horizontal dan

mengarahkan akselerasi dan deselerasi linear secara vertikal.7

2.3 Histologi Telinga

Telinga dalam tersusun dari dua labirin. Labirin tulang terdiri dari

serial ruangan dalam bagian petrosa dari tulang temporal yang melingkupi

labirin membranosa. Labirin membranosa adalah kavitas dari ektoderm

yang dilapisi epitel secara kontinu. Labirin membranosa berasal dari vesikel

auditori yang berkembang di bagian lateral kepala embrio. Selama

perkembangan embrionik, vesikel ini mengalami invaginasi ke jaringan ikat

sekitar, kehilangan kontak dengan 10ctoderm sefalik dan masuk ke dalam

rudimenter yang akan berkembang menjadi tulang temporal. Selama proses

ini terjadi perkembangan kompleks hingga terbentuk utrikulus dan sakulus.

Duktus semisurkularis berasal dari utrikulus dan duktus koklearis berasal

dari sakulus. Pada setiap area ini, lapisan epitel menjadi terspesialisasi untuk

membentuk struktur sensoris seperti makula utrikulus dan sakulus, krista

dari duktus semisirkularis, dan organ korti dari duktus koklearis.8

Gambar 2.1 Nervus vestibulokoklear, nervus kranialis VIII. Labirin membranosa

(berwarna biru) berisi endolimfe)8

10

Labirin tulang memiliki kavitas ireguler dan vestibulum meliputi

sakulus dan utrikulus. Di belakang struktur tersebut terdapat tiga kanalis

semisirkularis yang terdiri dari duktus – duktus semisirkularis. Koklea yang

berada pada posisi anterolateral terdiri dari duktus koklearis. Koklea

memiliki panjang total 35mm dan membentuk dua setengah putaran inti

tulang yang disebut modiolus. Modiolus memiliki ruangan berisi pembuluh

darah dan badan sel serta prosesus cabang akustik dari nervus kranial ke – 8

(ganglion spiralis). Lamina spiralis oseosa berada lateral dari modiolus.

Struktur ini membentang melewati koklea lebih jauh pada region basal.

Labirin tulang berisi perilimf dengan komposisi ion serupa dengan cairan

ekstraselular namun dengan protein yang sangat rendah. Labirin

membranosa berisi endolimfe dengan karakteristik kadar sodium dan

protein yang rendah serta potasium yang tinggi. Duktus koklearis, suatu

divertikulum dari sakulus sangat terspesialisasi sebagai reseptor suara dan

dikelilingi oleh ruang perilimfatik. Panjang dari duktus koklearis kurang

lebih 35mm. Koklea (labirin tulang) dibagi menjadi 3 ruangan yaitu skala

vestibuli di bagian atas, skala media (duktus koklearis) di bagian tengah,

dan skala timpani. Duktus koklearis yang berisi endolimfe berakhir pada

apeks koklea. Skala vestibuli dan timpani mengandung perilimfe dan

merupakan suatu tuba yang panjang yang dimulai dari jendela oval dan

berakhir pada tingkap bundar. Terdapat komunikasi antara kedua skala pada

apeks koklea melalui helikotrema.8

Gambar 2.2 Histologi telinga dalam9

11

Duktus koklearis terdiri dari membran vestibuli (Reissner’s) yang

disusun dari dua lapis epitel skuamosa (salah satunya berasal dari skala

media dan lainnya dari skala vestibuli). Sel – sel dari kedua lapisan ini

dihubungkan oleh tight junction yang membantu mempertahankan gradien

ionik yang sangat tinggi melewati membran ini. Stria vaskularis adalah

epitel bervaskularisasi terletak di dinding lateral duktus koklearis. Stria

mengandung sel – sel yang memiliki banyak lipatan ke dalam pada

membran plasma basal yang megandung banyak mitokondria. Karakteristik

ini menandakan bahwa sel – sel bertindak sebagai transport ion dan air. Sel

– sel ini diyakini berperan dalam komposisi ionik dari endolimfe. Struktur

dari telinga dalam memngandung reseptor auditori khusus yang dinamakan

organ korti. Organ korti mengandung sel – sel rambut yang memberi respon

terhadap frekuensi suara yang berbeda. Sel – sel rambut terletak pada

lapisan tebal yang disebut membran basilar. Sel rambut dibagi menjadi dua

tipe yaitu sel rambut luar dan sel rambut dalam dan terdapat juga sel

penyokong. Karakteristik dari sel rambut ialah adanya stereosilia berbentuk

W pada sel rambut luar dan berbentuk linear pada sel rambut dalam. Tidak

adanya kinosilium memberikan kesimetrisan pada sel rambut yang penting

untuk proses transduksi sensoris. Ujung dari stereosilia tertinggi pada sel

rambut luar terkumpul dalam membran tektorial. Sel – sel pilar yang

merupakan sel penyokong mengandung banyak mikrotubulus yang

menyebabkan kekakuan dari sel penyokong. Sel – sel pilar mengisi ruang

antara sel rambut luar dan dalam (terowongan dalam). Struktur ini penting

untuk transduksi suara. Sel rambut luar maupun dalam memiliki ujung saraf

aferen dan eferen. Meskipun sel rambut dalam memiliki inervasi aferen

yang lebih banyak, fungsi dari hal ini tidak diketahui. Badan sel dari neuron

aferen bipolar terletak pada inti tulang dalam mediolus dan membentuk

ganglion spiralis.8

12

Gambar 2.3 Histologi koklea8

2.4 Definisi Tinitus9,10,11

Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa

sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal

mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat

bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum,

atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat

stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan

bilateral.

Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita

sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik

lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat

menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat

mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat

mengganggu kegiatan sehari – harinya. Terkadang dapat menyebabkan

timbulnya keinginan untuk bunuh diri

Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif dan tinitus subjektif.

Dikatakan tinitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa

dan dikatakan tinitus subjektif jika tinitus hanya dapat didengar oleh

penderita.

13

2.5 Klasifikasi Tinitus9,10,11

Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi:

2.5.1 Tinitus Objektif

Tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan

auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik,

berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar

telinga.

Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,

sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut

ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor

glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai

suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan

karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal.

Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat

hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah.

2.5.2 Tinitus Subjektif

Tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja.

Jenis ini sering sekali terjadi. tinitus subjektif bersifat nonvibratorik,

disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris

mulai sel – sel rambut getar sampai pusat pendengaran.

Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi

kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi

pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain

intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.

2.6 Etiologi Tinitus9,10,11

Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari

telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar,

penyebab tinitus dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N.

Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena obat – obatan, dan

tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.

1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang

14

a. Trauma kepala dan Leher

Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher

mungkin akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus

karena cedera leher adalah tinitus somatik yang paling umum

terjadi. Trauma itu dapat berupa fraktur tengkorak atau whisplash

injury.

b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)

Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami

tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui

bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara

pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.

2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis

Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di

saraf yang menghubungkan antara telinga dalam dan korteks

serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang

dapat menyebabkan kerusakan dari N. Vestibulokoklearis,

diantaranya infeksi virus pada N. VIII, tumor yang mengenai N.

VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV

dikenal juga dengan vestibular paroksismal. MCV menyebabkan

kerusakan N. VIII, karena adanya kompresi dari pembuluh darah.

Tapi hal ini sangat jarang terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vaskular

Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang

pulsatil. Akan didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi

dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan

tinitus diantaranya:

a. Atherosklerosis

Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan

bentuk – bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke

telinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini

mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang –

kadang mengalami turbulensi, sehingga memudahkan telinga untuk

mendeteksi iramanya.

b. Hipertensi

15

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan

vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.

c. Malformasi kapiler

Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang

terjadi antara koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.

d. Tumor pembuluh darah

Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan

kepala juga dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor

karotis dan tumor glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus

dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan

pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor

glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolik

Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus.

Seperti keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dengan viskositas

darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi

turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama,

atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil.

Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan

tinitus adalah defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan

kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.

5. Tinitus akibat kelainan neurologis

Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis.

multiple sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demielinisasi

yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Multiple sclerosis dapat

menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot,

indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi,

kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif,

gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul

gejala tinitus.

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik

Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus

yang bersifat sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan

16

psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan

psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

7. Tinitus akibat obat-obatan

Obat – obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya

adalah obat – obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya:

a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya.

b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin),

kloramfenikol, tetrasiklin, minosiklin.

c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Bleomisin, Cisplatin,

Mechlorethamine, Methotrexate, Vinkristin.

d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid,

Furosemide.

e. Lain-lain, seperti Kloroquin, Quinine, Merkuri, Timah.

8. Tinitus akibat gangguan mekanik

Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus

objektif, misalnya pada tuba eustachius yang terbuka sehingga

ketika kita bernafas akan menggerakkan membran timpani dan

menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan

muskulus stapedius serta otot – otot palatum juga akan

menimbulkan tinitus.

9. Tinitus akibat gangguan konduksi

Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar

(sekret dan edema), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan

otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya suara

tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

10. Tinitus akibat sebab lainnya

a. Tuli akibat bising

Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan

dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh

bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga.

Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat

mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di

telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti

untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan

17

6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi

yang berfrekuensi 4000Hz.

b. Presbikusis

Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai

usia 65 tahun, simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada

frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari

proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor – faktor

herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi,

bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi

pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan

pendengaran lebih cepat pada laki – laki disbanding perempuan.

c. Sindrom Meniere

Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli

sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya

hidrops endolimf, yaitu penambahan volume endolimfe, karena

gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada

membran labirin.

18

Gambar 2.4 Etiologi tinitus9,10,11

2.6 Patofisiologi Tinitus9

Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang

menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal

dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber

impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat

ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam

berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau

nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang

timbul.

Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat

juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh

gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika

disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus

pulsatil).

Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,

biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor,

tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada

rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini

yang penting pada tumor glomus jugulare.

Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler.

Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan

aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus

objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran

timpani bergerak dan terjadi tinitus.

19

Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,

serta otot – otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada

gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body

tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.

Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro –

streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada

tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik,

seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi,

sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai

dengan vertigo dan tuli sensorineural.

Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang

stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang

menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan

gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.

2.7 Diagnosis Tinitus

Protokol dalam mendiagnostik Tinitus antara lain anamnesis,

pemeriksaan fisik, identifikasi kondisi psikologis atau psikiatrik

(menggunakan pengukuran derajat beratnya dan keparahan tinitus, dan

pengukuran kecemasan dan depresi), dan pengukuran psikoakustik dari

tinitus.12

Tidak ada tes objektif untuk kebanyakan kasus tinitus, dan

diagnosis dibuat hanya berdasarkan anamnesis dan penilaian terhadap

kondisi pasien dan keluarganya. Pertanyaan penting seputar tinitus antara

lain; lokasi dan karakteristik tinitus, dengan komponen ritmik atau pulsatil.

Tinitus pulsatil termasuk kasus yang jarang dan dapat dideteksi dengan

auskultasi. Pertanyaan penting seputar akibat dari tinitus termasuk efek

terhadap tidur dan konsentasi. Beberapa kuesioner kesehatan menilai efek

dari tinitus, antara lain; tinnitus handicap inventory dan tinnitus functional

index. Kuesioner untuk menilai gejala yang berkaitan seperti hiperakusis

dan distres psikologis. Audiometri nada murni seharusnya dilakukan, dan

karena beberapa pasien mengeluhkan sensasi tersumbat pada telinga,

timpanometri juga dapat diterapkan. Pasien dengan tinitus asimetris,

pendengaran asimetris dengan audiometri nada-murni, atau gejala dan tanda

20

yang berkaitan dengan kelainan neurologis perlu digali lebih lanjut, dan

umumnya memerlukan modalitas MRI.3

21

22

Gambar 2.5 Algoritma untuk diagnosa dan manajemen terapi pasien dengan tinitus2

Riwayat kasus(lihat gambar 2.6)

Penilaian beratnya tinitus (lihat gambar 2.7) Tinnitus handicap inventory Tinnitus questionnaire Tinnitus handicap questionnaire Tinnitus functional index

Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan otologi Auskultasi Pemeriksaan kraniomandibular

dan leher

Pemeriksaan Audiologi Audiometri dan speech

audiometry Tinnitus matching Minimum masking level Timpanometri

+ + +

Tinitus akut dengan kehilangan

pendengaran akut

Tinitus dengan gangguan

pendengaran

Tinitus dengan vertigo

Tinitus dengan nyeri

kepala

Tinitus dengan komorbiditas

psikiatrik

Tinitus dengan komponen

somatosensorik

Tinitus post – traumatik

Jika pasien masih mengidap tinitus: terapi berorientasi pada gejala

Cognitive behavioural therapy Stimulasi akustik atau terapi suara Neuromodulasi atau neurostimulasi

Diagnostik vestibular

Diagnosa banding

nyeri kepala

Diagnosa banding

Diagnostik fungsional leher dan mandibular

Diagnosa banding

Terapi awal kehilangan

pendengaran akut

Tinitus dengan hearing aid,

cochlear implant, dll

Terapi spesifik,

Meniere’s disease

Terapi spesifik jika mungkin

Terapi spesifik komorbiditas

psikiatrik

Terapi spesifik Terapi spesifik sekuele trauma

Debilitating tinnitus?Tinitus akut dengan

kehilangan pendengaran mendadak akut?

Tinitus post – trauma? Tinitus pulsatil akut?

Diagnosa neurovaskuler,

jantung

Tidak perlu ditindaklanjutiTidak

Ya Tinitus pulsatil Tinitus non – pulsatil

Terapi spesifik penyakit vaskuler

Konseling

Tabel 2.1 Hal – hal yang berkaitan dengan riwayat pasien tinitus2

Latar belakang Usia dan jenis kelamin

Riwayat keluarga dengan tinitus (orang tua, saudara, anak)

Riwayat tinitus Durasi

Onset awal: berangsur – angsur atau mendadak? Adakah hal

yang berkaitan dengan tinitus? Perubahan pendengaran?

Trauma akustik? Otitis media, trauma kepala, whiplash,

terapi gigi, stress, dan lainnya?

Pola: pulsatil? Intermiten atau konstan? Fluktuan atau non –

fluktuan? Lainnya?

Sisi: telinga kanan? Telinga kiri? Kedua telinga (simetris)?

Di dalam kepala?

Kencangnya suara: skala 1 – 100. Terburuk dan terbaik?

Kualitas suara: nada murni atau noise? Tidak pasti atau

polifonik?

Tingginya nada: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah?

Proporsi waktu terganggu dengan tinitus

Terapi tinitus sebelumnya (tidak ada, beberapa, atau banyak)

Modifikasi

pengaruh

Masking alamiah? Musik, suara sehari – hari, suara lainnya?

Dipicu oleh suara keras?

Diubah oleh pergerakan kepala dan leher atau sentuhan

terhadap kepala atau tungkai atas?

Efek tidur malam hari dan istirahat siang terhadap tinitus?

Efek stress?

Efek obat – obatan?

Kondisi yang

berkaitan

Gangguan pendengaran?

Alat bantu pendengaran (tidak ada, telinga kiri, telinga kanan,

atau kedua telinga; efek terhadap tinitus)?

Suara mengganggu atau intoleransi? Suara yang menginduksi

nyeri? Hiperakusis?

Vertigo atau pusing

Gangguan temporomandibular?

Nyeri leher?

23

Sindrom nyeri lainnya?

Dibawah terapi gangguan psikiatri?

Gambar 2.6 Menilai derajat beratnya tinitus2

Tinitus dapat menjadi sebuah gejala dari banyak patologi mendasar

dan diikuti oleh banyak variasi komorbid. Oleh karena itu, pendekatan

terintegrasi dan multidisipliner diperlukan untuk mendiagnosis tinitus secara

komprehensif. Tinitus dapat menjadi tanda awal dari penyakit yang

berpotensial untuk mengancam kehidupan seperti stenosis karotis atau

vestibular schwannoma. Kondisi tinitus yang tidak terdiagnosis dan diterapi

akan mengancam kehidupan jika diikuti dengan depresi berat dan

kecenderungan bunuh diri, namun hal ini jarang terjadi. Diagnosis banding

tinitus seharusnya juga difokuskan pada subgroup spesifik dari tinitus

dengan penyebab yang berasal dari terapi spesifik seperti pengeluaran

serumen prop dari liang telinga, implan koklea pada tuli unilateral, dan

24

Apakah tinitus anda mengganggu?Tingkat I Tidak mengganggu

Apakah tinitus anda memiliki dampak negatif terhadap hidup anda?

Tingkat II Sedikit mengganggu Terkadang menggganggu dalam beberapa kondisi – seperti dalam suasana sepi atau dalam situasi stres

Apakah anda dapat bekerja? Dapatkah anda mengerjakan pekerjaan rumah? Dapatkah anda merawat keluarga anda?

Tingkat III Gangguan permanen dengan gangguan dalam area khusus dan profesional

Tingkat IV Gangguan berat Gangguan berat dalam kehidupan dan pekerjaan, tidak dapat bekerja

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Tidak

bunyi tinitus seperti mesin ketik yang disebabkan oleh penggunaan

karbamazepin dan disebabkan oleh kompresi vaskuler dari saraf auditorik.2

Langkah – langkah pendekatan managemen tinitus secara klinis

dapat menggunakan (lihat gambar 2.5). Langkah – langkah diagnostik dasar

yang direkomendasikan untuk semua pasien yaitu: menggali riwayat kasus

(lihat tabel 2.1), menilai derajat beratnya tinitus (lihat gambar 2.6),

pemeriksaan klinis telinga, dan pengukuran audiologi tinitus dan fungsi

telinga.2

Untuk beberapa pasien langkah diagnostik awal seperti ini cukup

untuk diagnosa, dan konseling cukup membantu dalam terapi. Langkah

diagnostik kedepannya disarankan jika penemuan diagnostik dasar

mengindikasikan tinitus akut, dengan kondisi mendasar yang

membahayakan (seperti diseksi karotis), terapi yang memungkinkan

menjadi penyebab. Tindakan segera diperlukan pada tinitus dengan

kehilangan pendengaran secara mendadak pada tinitus post-traumatik akut;

dan pada kasus dengan kecenderungan untuk bunuh diri.2

Langkah berikutnya dalam hirarki algoritma diagnostik adalah

membedakan antara tinitus pulsatil dan non – pulsatil. Pada tinitus pulsatil,

persepsi suara sejalan dengan irama detak jantung dan pemeriksaan

neurovaskuler diperlukan. Penyakit seperti malformasi arterivena, trombosis

sinus vena, hipertensi intrakranial jinak, dan tekanan jugularis yang tinggi

dapat menyebabkan tinitus pulsatil. Tinitus non – pulsatil lebih sering terjadi

dibandingkan dengan tinitus non – pulsatil dan harus dibedakan menurut

durasi, gejala, dan faktor peenyebabnya. Tinitus akut yang diikuti oleh

kehilangan pendengaran akut, diagnostik dan prosedur terapi akan

difokuskan pada kehilangan pendengarannya dan seharusnya tidak ditunda.2

Tinitus paroksismal dapat menjadi sebuah gejala kompresi saraf

auditorik, sindrom dehisensi kanal superior, penyakit Ménière, mioklonus

palatum, migraine, atau epilepsi. Untuk diagnosis banding, MRI, auditory

evoked potentials, tes vestibuler, dan elektroensefalografi dapat

diindikasikan.2

Tinitus non – pulsatil yang bersifat konstan dapat diikuti oleh

kehilangan pendengaran konduktif atau sensorineural. Gangguan

pendengaran konduktif dapat disebabkan oleh otosklerosis, bentuk lain dari

25

otitis, atau disfungsi tuba eustasius. Pada gangguan pendengaran

sensorineural, prosedur diagnostik kedepannya diindikasikan untuk

mengidentifikasi penyebab pastinya, termasuk MRI dan otoacoustic

emissions untuk menilai fungsi sel rambut luar. Tinitus dapat terjadi

bersamaan dengan vertigo yang mengindikasikan abnormalitas patologi,

seperti penyakit Ménière, dehisensi kanalis superior, atau kerusakan sistem

vestibulokoklear, dan memerlukan penilaian mendetil dari fungsi

vestibuler.2

Jika tinitus muncul bersamaan dengan nyeri kepala, space –

occupying lesions, hipertensi intrakranial jinak, gangguan sirkulasi CSF, dan

anomaly kranioservikal seharusnya dieksklusi dengan MRI. Pada kasus

nyeri kepala dengan lateralisasi bersamaan dengan tinitus pada sisi yang

sama dan dengan waktu yang sama, sindrom nyeri kepala trigemino –

autonomal seharusnya dipertimbangkan dan, jika benar, harus diterapi

secara spesifik.2

Gangguan psikiatri yang dapat muncul secara bersamaan, seperti

depresi, kecemasan, dan insomnia, seharusnya dicari tahu dan diterapi

secara spesifik jika ada, karena gangguan tersebut berperan dalam penting

dalam tinitus yang mengganggu kualitas hidup. Hiperakusis dan fonofobia

sering bersamaan dengan tinitus dan terkadang mengindikasikan gangguan

kecemasan. Rujukan ke psikiatri segera diperlukan ketika pasien memiliki

ide bunuh diri.2

Ketika tinitus berkaitan dengan disfungsi leher atau

temporomandibuler atau nyeri, seharusnya diperiksa lebih lanjut oleh dokter

gigi dan psikoterapi.C

Tes diagnostik spesifik jika tinitus terjadi atau memburuk dalam

waktu tiga bulan setelah kejadian traumatis. Kejadian trauma dapat

menyebabkan tinitus dalam berbagai cara. Indikasi untuk prosedur

diagnostik lanjutan tergantung dari mekanisme trauma; trauma telinga,

kepala, leher, atau trauma emosional, atau kombinasi trauma tersebut

seharusnya dipertimbangkan untuk pemeriksaan lanjutan. Pada kasus tinitus

pulsatil post – traumatik, pemeriksaan diagnosis mendalam untuk perubahan

patologis vaskuler (terutama diseksi karotis) diperlukan segera.2

26

Tabel 2.2 Ringkasan panduan dalam diagnostik tinitus1

Pernyataan Tindakan Kekuatan

Anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik

Klinisi seharusnya melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang terarah untuk evaluasi

awal pasien dengan tinitus primer untuk

mengidentifikasi kondisi apabila memerlukan

identifikasi dan managemen segera dalam

meringankan tinitus

Direkomendasikan

Pemeriksaan

audiologi

segera

Klinisi seharusnya melakukan pemeriksaan

audiologi komprehensif segera pada pasien

dengan tinitus unilateral, menetap (≥ 6 bulan),

atau berkaitan dengan gangguan mendengar

Direkomendasikan

Pemeriksaan

audiologi

rutin

Klinisi dapat melakukan pemeriksaan audiologi

awal secara komprehensif pada pasien dengan

tinitus

Pilihan

Pemeriksaan

radiologis

Klinisi seharusnya tidak melakukan

pemeriksaan radiologis kepala dan leher pada

pasien dengan tinitus, terutama untuk

mengevaluasi tinitus, kecuali pasien tersebut

memiliki satu atau lebih gejala berikut: tinitus

yang terlokalisir pada satu telinga, tinitus

pulsatil, abnormalitas neurologis fokal, atau

kehilangan pendengaran asimetris

Sangat

direkomendasikan

2.8 Tatalaksana Tinitus

Penatalaksanaan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan

merupakan fenomena psikoakustik murni sehingga tidak dapat diukur. Perlu

diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai penyebabnya. Terapi

definitif untuk menghilangkan tinitus sampai saat ini belum ada. Tujuan dari

tatalaksana tinitus saat ini adalah untuk menurunkan gangguan yang

diakibatkan oleh tinitus sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup.

Pendekatan manajemen tinitus saat ini berupa gabungan dari beberapa

pendekatan yaitu psikologis, stimulasi auditorik, farmakologi, dan stimulasi

otak. Pendekatan – pendekatan ini telah diteliti mampu mengurangi tingkat

27

keparahan dan memperbaiki kualitas hidup dari penderita tinitus.1,13

(Gambar 2.5)

1. Terapi Psikologis

Konseling dan Psikoedukasi

Konseling dilakukan oleh audiologis atau otologis

mengenai penjelasan informasi tentang tinitus. Penjelasan

informasi yang diberikan biasanya berupa anatomi dan patologi

koklea, hilang pendengaran, proses mekanisme bagaimana suara

dapat didengar, mekanisme tinitus, stress, serta manajemennya.

Pentingnya melakukan konseling ini sebelum memulai terapi lain

agar pasien mendapatkan penjelasan yang baik mengenai gejala ini

sehingga termotivasi pula dalam program yang akan dijalankan.1,2

Tinnitus Retraining Therapy (TRT)

Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh

Jastreboff, berdasar pada model neurofisiologi adalah kombinasi

konseling terpimpin, terapi akustik, dan medikamentosa bila

diperlukan. Metode ini dikenal dengan Tinnitus Retraining Therapy

(TRT). Tujuan dari TRT adalah memicu dan menjaga reaksi

habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang

mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil dari modifikasi

hubungan sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf

otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan

sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna

berupa penurunan toleransi terhadap suara.2,13

TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk

mengidentifikasi masalah dan keluhan pasien, menentukan

pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara di

sekitarnya, mengevaluasi kondisi emosional dan derajat stres

pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan konseling yang

tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi

terapi.2,13

Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan suatu

pendekatan untuk membantu mengubah pola pikir penderita

28

terhadap tinitus dengan cara meminimalisir pikiran negatif

penderita terhadap gejala tinitus. Pendekatan ini terutama dilakukan

dengan bantuan psikolog dan harus rutin dijalankan beberapa

waktu. Beberapa literatur menunjukkan bahwa dengan gabungan

antara CBT dan sound therapy/stimulasi auditorik menunjukkan

peningkatan kualitas hidup pada pasien yang terganggu.2,13

2. Stimulasi Auditorik

Sound Therapy

Baik suara dari lingkungan atau suara yang dibuat sendiri

keduanya dapat dipakai untuk penanganan tinitus. Penghasil suara

lingkungan merupakan suatu alat kecil yang menghasilkan suara

alam seperti bunyi ombak, air terjun, hujan, dan bunyi lainnya yang

bertujuan untuk merelaksasi dan menurunkan persepsi pasien

terhadap suara tinitus.2

Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar sudah banyak dipakai untuk tatalaksana

pasien tinitus yang disertai dengan kehilangan pendengaran (baik

unilateral atau derajat ringan) untuk mengkompensasi input

auditorik pada batas frekuensi yang terganggu. Namun, suara

amplifikasi yang dihasilkan oleh alat bantu dengar terbatas pada

frekuensi tinggi dan tidak dapat memunculkan input auditorik pada

beberapa kasus kehilangan rambut organ korti. Sebuah studi

observasi menunjukkan manfaat dari penggunaan alat bantu dengar

pada pasien dengan tinitus hanya dapat kurang dari 6000 Hz dan

harus di dalam jarak amplifikasi alat bantu dengar. Masih

dibutuhkan studi – studi dengan randomized controlled trial untuk

membuktikan efekasi dari alat bantu dengar ini.2,13

Cochlear Implants

Pada pasien dengan sensorineural hearing loss disertai

tinitus, sebuah penelitian melaporkan penurunan dari derajat tinitus

dengan dilakukannya cochlear implant. Studi lain juga

29

membuktikan manfaat implan koklear pada kasus berkurangnya

pendengaran sebelah dengan. Hal ini membuktikan implantasi

koklear menawarkan supresi tinitus yang bersifat jangka panjang

pada pasien dengan SNHL berat dengan cara merestorasi input

auditorik ke sistem pendengaran pusat.2

3. Farmakologi

Saat ini belum ada terapi medikamentosa untuk tinitus.

Terapi farmakologis yang ada bertujuan untuk meringankan gejala

tambahan seperti stres dan cemas yang diakibatkan oleh tinitus

dengan penggunaan obat golongan benzodiazepine atau

carbamazepine. Beberapa penelitian menyebutkan obat – obatan

tersebut juga meningkatkan reaksi individu tersebut terhadap

tinitus, namun karena efek samping dan ketergantungan maka tidak

disarankan obat – obatan tersebut untuk menjadi terapi primer bagi

tinitus.1,2

Pada penderita tinitus penggunaan berlebih dari alkohol,

kafein, atau obat yang merangsang sistem saraf pusat harus

dihindari. Beberapa obat yang sering dipakai sehari – hari seperti

aspirin, juga diketahui dapat menyebabkan tinitus.1

4. Stimulasi Otak

Stimulasi otak terapetik memungkinkan modulasi fokal

dari aktivitas neuronal dan diteliti dapat menormalisasi tinitus yang

terkait dengan abnormalitas dari aktivitas neuronal. Repetitive

transcranial magnetic stimulation dalam sebuah studi randomized

trial menunjukkan penurunan derajat keparahan tinitus setelah

dilakukan terapi ini. Kekurangan dari tatalaksana ini adalah variasi

efek antar individu yang tinggi, durasi dari efek yang sangat

singkat sehingga harus dilakukan secara berulang dengan biaya

yang cukup mahal.2

American Academy of Otolaryngology-Head and Neck

Surgery merekomendasikan beberapa hal dalam guideline

mengenai manajemen pada tinitus.1 (Tabel 2.3)

30

Tabel 2.3 Rekomendasi manajemen dan tatalaksana tinitus2

Pemakaian imaging untuk mendiagnosis tinitus sangat

tidak disarankan kecuali pasien memiliki salah satu dari gejala

seperti tinitus yang terlokalisasi pada 1 telinga, tinitus pulsatil,

adanya defisit fokal neurologis, atau kehilangan pendengaran

sebelah. Dimana gejala – gejala tersebut menunjukkan suatu tinitus

objektif yang jika dihilangkan penyebabnya, dapat menghilangkan

gejala tinitus dari pasien. Pemakaian obat – obatan seperti

antidepresan, antikonvulsan, anti cemas atau medikasi intratimpani

tidak disarankan untuk pengobatan primer tinitus persisten.

Suplemen seperti Ginkgo biloba, melatonin, zinc, juga tidak

disarankan karena belum jelas manfaatnya secara signifikan dalam

31

menurunkan gejala tinitus serta masih sedikitnya penelitian yang

dilakukan mengenai zat – zat tersebut. Terapi akupuntur juga masih

belum direkomendasikan oleh literatur. Pemakaian Transcranial

Magnetic Stimulation (TMS) tidak disarankan untuk pengobatan

rutin, karena sedikitnya manfaat yang diterima dibandingkan

dengan biaya yang dikeluarkan.1

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

32

3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Tunkel DE, et al. Clinical Practice Guideline: Tinnitus Executive Summary.

American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery

2014;151(4):533-541.

33

2. Langguth B, Kreuzer PM, Kleinjung T, Ridder DD. Tinnitus: causes and

clinical management. Lancet Neurol 2013;12:920-30.

3. Baguley D, McFerran D, Hall D. Tinnitus. Lancet 2013;382:1600-07.

4. Markian R. Anatomi Telinga. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2011

5. Adams, Boies, Hingler, editor. Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke – 6. Jakarta:

EGC; 2009.

6. Mills JH, et al. Extended High Frequency Thresholds in Older Adults. J

Speech Lang Hear Res 1997;40:208 – 14.

7. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to System. 7th Edition.

Cengage Learning. Amerika Serikat; 2008

8. Junqueira LC, Carneird J. Basic Histology Text and Atlas. 11th Edition.

McGraw-Hill’s. 2007. Chapter 23

9. Iskandar N, Sopeardi EA, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh.

FKUI Jakarta 2012.

10. Crummer RW, Hassan GA. 2004. Diagnostic Approach to Tinnitus. Am

Fam Physician. Vol 69(1):120-126.

11. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, et. al. Cummings Otolaringology Head

and Neck Surgery. Edisi Kelima. Philadelphia: Elsevier; 2010.

12. Hoare DJ, Hall DA. Clinical Guidelines and Practice: A Commentary of the

Complexity of Tinnitus Management. Evaluation & the Health Professions

2011;34(4):413-420.

13. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke

Enam. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

34