Upload
aning
View
57
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
trauma pada toraks dan tatalaksananya
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
trauma thorak merupakan penyebab mortalitas yang bermakna
Di negara berkembang Trauma toraks mengambil 10% kasus trauma dan
dapat berhubungan dengan luka pada organ-organ lain yang justru lebih sering
disebabkan oleh luka tumpul sebagai kecelakaan lalu lintas dan di lokasi
konstruksi. Pada kebanyakan kasus, pasien tidak ditangani dengan baik. Bantuan
medis jarang tersedia. Bahkan jika memang tersedia, itupun tidak lebih dari
sekedar pertolong pertama pada kecelakaan. Satu masalah lagi adalah tempat
dimana pasien pertama kali dirujuk tidak diperlengkapi dengan kemampuan untuk
mengatasi perdarahan hebat dan kegagalan napas.1,2
Luka dapat secara luas dibagi atas 2, yaitu yang disebabkan karena trauma
tumpul atau karena trauma tembus. Pada pasien trauma toraks dapat menyebabkan
penurunan kesadaran yang mana disebabkan oleh terganggunya fungsi pernapasan
dan selanjutnya juga dapat disebabkan oleh disfungsi cardiac.1,2
Tujuan dari pengelolaan kasus trauma toraks adalah untuk merestorasi
fungsi jantung paru kembali normal, mengontrol perdarahan, dan mencegah
terjadinya sepsis. Pernyataan ini terdengar sederhana tetapi membutuhkan
beberapa langkah yang harus dilakukan. Sayangnya, beberapa kasus kematian
disebabkan oleh tersumbatnya jalan napas (airway), gangguan fisiologis yang
dapat disebabkan oleh hemotoraks, pneumotoraks, dengan atau tanpa flail chest.
Sekitar 15% pasien membutuhkan intervensi tindakan berupa operasi.
Pengetahuan akan hal-hal yang dibutuhkan untuk mendukung ventilasi pasien
mampu memperlambat waktu yang diperlukan untuk mengantar pasien ke pusat
rujukan yang dituju. Pipa trakeostomi dan ambu bag dapat menyelamatkan
banyak pasien.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Dan Fisiologi
Thoraks berisi organ-organ vital paru dan jantung. Pernapasan
berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. dinding thoraks disebelah luar
dilapisi oleh kulit dan otot-otot yang melekatkan gelang bahu pada tubuh. Dinding
thoraks dilapisi oleh pleura parietalis. Dinding thorak di posterior dibentuk oleh
pars thoracica columna vertebralis, di anterior oleh sternum dan cartilagines
costales, lateral oleh costae, superior oleh membrana suprapleuris dan inferior
oleh diafragma yang memisahkan cavitas thoracis dan abdominis.3
Sternum terletak digaris tengah dinding anterior thoraks. Sternum
merupakan tulang pipih dapat dibagi menjadi tiga bagian : manubrium sterni,
corpus sterni, dan processus xiphoideus. Cartilagines costales merupakan batang
kartilago hyaline yang menghubungkan 7 costae bagian atas dengan pinggir
lateral sternum, dan costae VIII, IX, dan X dengan cartilgo tepat diatasnya.
cartilagines costales berperan penting dalam elastisitas dan mobilitas dinding
thoraks.3
Gambar 1. Struktur Tulang Dada
Costae terdapat 12 pasang yang semuanya melekat pada vertebra
thoracicae. 7 pasang costae yang teratas melekat di anterior pada sternum melalui
cartilagines costales. Pasangan costae VII, IX, dan X di anterior melekat satu
2
dengan yang lain dan ke costae VII melalui cartilagines costales dan jinctura
synovialis yang kecil. Pasangan costae XI dan XII tidak mempunyai perlekatan di
depan disebut costae fluctuantes.3
Otot-otot thoraks terdiri dari Mm. Intercostales externi, Mm. Intercostales
interni, Mm. Intercostales intimi berfungsi dalam mengangkat maupun
menurunkan costae pada saat inspirasi maupun ekspirasi. M. Levator costarum,
M. Serratus posterior superior merupakan otot inspirasi. M. Serratus posterior
inferior merupakan otot ekspirasi.3
Diafragma merupakan otot utama respirasi. Bentuknya seperti kubah dan
terdiri dari 2 bagian yaitu bagian tengah dan pinggir. Diafragma melengkung ke
atas membentuk kubah kanan dan kiri. Tinggi kubah kanan mencapai pinggir atas
costa V, dan kubah kiri dapat mencapai pinggir bawah costa V. Fungsi diafragma
yaitu sebagai otot inspirasi, otot peregang perut, otot pengangkat beban berat dan
pompa thoraco-abdominalis.3
Gambar 2. Anatomi Paru Dan Pleura
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak
sensitive. Pleura berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura
3
parietalis, yang melapisi dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan
pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf, ketika
terjadi penyakit atau cedera, maka timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung
saraf untuk nyeri; hanya bila penyakit-penyakit menyebar ke pleura ini maka akan
timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paru-paru normal, hanya ruang potensial yang masih ada.1,3
Paru-paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan
mengempis tergantung pada pengembangan atau pengempisan dinding dada. Pada
saat kita melakukan gerakan inspirasi maka akan terjadi kontraksi otot-otot
pernapasan yaitu m.interkostalis dan diafragma, hal tersebut menyebabkan rongga
dada membesar dan paru-paru mengembang dan udara pun terhisap masuk dari
luar ke dalam alveolus melalui trakea dan bronkus.1,3
Sebaliknya jika m.interkostalis melemas, dinding dada mengecil kembali
seperti semula dan udara akan terdorong keluar. Sementara itu karena tekanan
intra abdomen, diafragma akan naik ke atas. Ketiga faktor tersebut diatas yaitu
kelenturan dinding dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen
akan menyebabkan terjadinya proses ekspirasi ketika m.interkostalis dan
diafragma tidak berkontraksi. Sehingga gerakan ekspirasi adalah gerakan pasif.
Jika seseorang mengalami kegagalan pernapasan maka diperlukan bantuan
segera berupa napas buatan yang dapat dilakukan dengan bantuan alat otomatis
seperti ventilator atau dengan cara manual yaitu dengan pemberian bantuan napas
buatan mulut ke mulut. Tekanan udara yang diberikan ke dalam paru-paru dalam
pernapasan buatan harus dapat melebihi kelenturan dari dinding dada, kekenyalan
jaringan paru, dan tekanan intraabdomen.
Bila terdapat lubang di dinding dada atau di pleura viseralis maka hal
tersebut akan menyebabkan udara akan masuk ke cavum pleura dan menyebabkan
terlepasnya hubungan antara pleura parietalis yang meliputi dinding throraks
dengan pleura viseralis yang meliputi jaringan paru sehingga pada saat gerakan
inspirasi dan dinding dada membesar, paru tidak ikut bergerak. Hal ini biasa
didapatkan pada kejadian pneumothoraks dan dapat diatasi dengan dipasang drain
tertutup (WSD) untuk mengeluarkan udara yang ada di dalam cavum pleura.
4
2.2 Definisi
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.1,2
2.3 Insiden
Cedera thoraks merupakan salah satu penyebab utama kematian. Banyak
penderita meninggal setelah sampai dirumah sakit, dan banyak diantara kematian
ini sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan
terapi. Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan hanya 15-30% dari cedera
tembus thoraks yang membutuhkan tindakan thorakotomi.1,2
2.4 Etiologi
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh
tikaman dan tembakan. Cedera thoraks sering disertai dengan cedera perut,
kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk.1,2
2.5 Patofisiologi
Cedera toraks dapat menyebabkan terjadinya hipoksia, hiperkarbia &
asidosis. Hipoksia jaringan merupakan akibat tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen oleh hemoglobin ke jaringan oleh karena hipovolemik akibat perdarahan,
contohnya Kolaps paru pada pneumotoraks, kontusio paru karena gangguan
pertukaran gas pada alveoli paru dan perubahan dalam tekanan intrathoraks terdiri
dari tension pneumothorak dan pneumothorak terbuka.
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intrathoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).1
2.6 Klasifikasi
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma
tumpul atau tembus:1
5
1. Trauma tumpul
Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast
injuries.
Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tembus (tajam)
Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma
Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
A. Trauma Tumpul
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus, kira-
kira lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma
tumpul: (1) transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks dan
(2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya
impak. Benturan yang secara direk yang mengenai dinding torak dapat
menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti
tulang iga. Cedera thoraks dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ –organ
yang berisi cairan atau gas.1
Mekanisme Trauma Tumpul
Tiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah
kompresi, robekan, dan ledakan. Trauma kompresi toraks seperti fraktur iga
terjadi tekanan yang menumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks. Area
dinding dada yang paling lemah ditemukan didaerah 60° dari sternum, dimana iga
– iga didaerah tersebut lebih datar dan kurang ditopang. Seringkali kompresi
tulang iga akan mengalami fraktur di dua tempat, satu di daerah 60° dari sternum
dan bagian posterior. Kompresi antero-posterior dapat pula menyebabkan
gangguan costochondral, yang menghasilkan suatu keadaan sterna flail. Robekan
akan menyebabkan cedera jaringan dan vascular. Sebagai respon terhadap
6
percepatan dan perlambatan, jaringan dan pergerakan vascular organ dibatasi oleh
gabungan anatomi dan perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan regang
dari keseluruhan jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan atau ruptur.
Kemampuan untuk menahan regangan inilah yang bertanggung jawab atas satu-
satunya cedera toraks yang mematikan: transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh
ligamentum arteriosum dan oleh tulang vertebra di bawahnya, maka penghubung
yang membuat aorta dapat lebih mobile dan statisnya aorta desenden menjadi
lokasi tersering yang mengalami gangguan.1,2
Robekan yang terjadi di dalam parenkim paru dapat berupa laserasi,
hematoma, kontusio, atau pneumatocele. Cedera ledakan paru primer terjadi
ketika tekanan gelombang yang meghantam dinding dada dan menciptakan suatu
perbedaan tekanan antara udara-jaringan sekitarnya. Semakin besarnya perbedaan
tekanan, maka akan semakin besarnya kekuatan tekanan yang akan ditransmisikan
ke paru – paru.1,2
Berat ringannya cedera paru adalah bergantung jarak jauh dekatnya korban
dari sumber ledakan. Ledakan dalam ruang tertutup lebih parah, karena tekanan
gelombang dipantulkan kembali ke pasien, yang malah memperhebat stimulus
aslinya. Karakteristik patologi dari cedera ledakan pada paru adalah suatu
kontosio dengan adema dan perdarahan alveoli. Cedera ledakan sekunder
dihasilkan dari beberapa objek yang berhamburan akibat ledakan hebat, yang
kemudian mengenai pasien. cedera tersier disebabkan oleh individu yang sedang
dipindahkan. Cedera yang berhubungan dengan luka bakar, agen yang terinhalasi,
dan yang berhubungan dengan tergencet bangunan yang kolaps secara sekunder.1
B. Trauma Tembus
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan
secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile,
misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan “stretching dan
crushing” dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan
yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku
tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk,
diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke
7
jaringan tubuh yang terpenetrasi. Faktor –faktor lain yang berpengaruh adalah
karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta
densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan
cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah.
Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi
penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun
tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan
penanganan medis yang maksimal.1,2,4
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa
mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan
kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang
sama denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang
disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan
dengan laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan
dan dengan menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas.
Tempat keluar peluru mempunya diameter 20-30 kali dari diameter peluru.1,2,4
C. Mekanisme Trauma
Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma.
Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi);
sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung
pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan
peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.5
Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma.
Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang
8
mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak
dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga
tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.5
Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium.
Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin
atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.5
Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
Faktor lain yang mempengaruhi :5
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi
sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti
adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding
bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm
akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda
pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita
kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah
pre-kordial.
c. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan
dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
9
Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab trauma pada
tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru
dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru
sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
2.7 Kondisi Yang Berbahaya
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya
dan mematikan bila tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:2
1. Obstruksi jalan napas
Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
2. Tension pneumotoraks
Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,
mediastinal shift
Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift
3. Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)
Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak,
hipotensif
Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura
4. Tamponade
Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung
menjauh), CVP > 15
Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5. Ruptur aorta
Tanda: tidak spesifik, syok
Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
6. Ruptur trakheobronhial
Tanda: Dispnoe, batuk darah
Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera
Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
10
Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal
shift
8. Flail chest berat dengan kontusio paru
Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura
9. Perforasi esofagus
Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
Rongent toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space,
pelebaran mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks
2.8 Penatalaksanaan Trauma Thorax
Prinsip :1,2
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey - secondary survey)
Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan)
11
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),
adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope.
Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari
ruang emergency.
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama
untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan
penyelamatan nyawa.
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan
atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing,
circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks
Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center
memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
1. Primary Survey
Airway
Assessment :
Perhatikan patensi airway
Dengar suara napas
Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
Re-posisi kepala, pasang collar-neck
Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
12
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
2.9 PENYULIT
A. Trauma Pada Dinding Dada1,2
Fraktur Iga
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan
trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan
fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya
trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas
terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan
intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen)
bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus
neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v
subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
13
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti:
pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang
mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan
yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat
menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang
umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.
Fraktur Klavikula
Cukup sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai
trauma pada sendi bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Penatalaksanaan
1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian
analgetika.
2. Operatif : fiksasi internal
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan
pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
Fraktur Sternum
Insidens pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada pengendara
sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
14
Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
Sering disertai fraktur Iga.
Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau
gambaran sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG
(tanda trauma jantung).
Penatalaksanaan
1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika
dan observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan
operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus
eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.
Dislokasi Sendi Sternoklavikula
Kasus jarang
Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi
sternoklavikula) menonjol kedepan
Posterior : sendi tertekan kedalam
Pengobatan : reposisi
Flail Chest1,2
Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya
fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented)
pada tiap iganya dapat tanpa atau dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah:
terbentuk area “flail” segmen yang mengambang akan bergerak paradoksal
(kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada.
15
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada
ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan
banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan
ini disebut dengan respirasi pendelluft. Fraktur pada daerah iga manapun dapat
menimbulkan flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan
hemothoraks, pneumothoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang
akan memperberat keadaan penderita. Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu
insufisiensi respirasi dan jika korban trauma masuk rumah sakit, atelectasis dan
berikut pneumonia dapat berkembang.
Karakteristik :
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi;
tidak terlihat pada pasien dalam ventilator
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,
ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective
air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri.
Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada
daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari
dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara
keseluruhan.
Penatalaksanaan
sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan
pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan
melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu
pain control
stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui
operasi)
16
bronchial toilet
fisioterapi agresif
tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif,
dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak
didapatkan lagi area "flail"
B. Trauma Pada Pleura Dan Paru1,2
Pneumothorax
Adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang
terperangkap dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan tekanan
negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan paru. Merupakan
salah satu dari trauma tumpul yang sering terjadi akibat adanya penetrasi fraktur
iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks bisa juga terjadi akibat
decelerasi atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai adanya fraktur iga.
Pasien akan melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. pneumothoraks
terbagi atas tiga yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.
17
Simple Pneumothorax1,2
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks
yang progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan: WSD
Tension Pneumothorax1,2
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).
18
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi
trakhea menyebabkan venous return menurun terjadi hipotensi & respiratory
distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening sehingga tidak perlu Rongent
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-
klavikula)
2. WSD
19
Open Pneumothorax1,2
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara
dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks
akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound.
Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks
lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
Hematothorax1,2
Adalah Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada dada.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria
interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter
cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi)
tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif
yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau
jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala
instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
20
Gambar 3. Hemotoraks kanan
tampak adanya gambaran radioopak
Pemeriksaan
Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi :
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):
Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam
setelah kejadian trauma.
Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi
WSD:
≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
Penatalaksanaan
Tujuan:
Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito
(eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan
Water Sealed Drainage1,2,4
Fungsi WSD sebagai alat:
1. Diagnostik
21
2. Terapeutik
3. Follow-up
Tujuan:
1. Evakuasi darah/udara
2. Pengembangan paru maksimal
3. Monitoring
Indikasi pemasangan:
Pneumotoraks
Hematotoraks
Empiema
Effusi pleura lainnya
Pasca operasi toraks
Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.
Tindakan :
Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.
Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokard.
Indikasi pencabutan WSD :
1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan
undulasi negatif atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
2. Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang,
dsb.)
22
Gambar : Jenis-Jenis WSD
Kontusio Paru1,2
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat
yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun
setelah trauma tumpul thoraks.
23
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial
menyebabkan kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara
nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga,
sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan menyebabkan terjadinya edema dan
reaksi inflamasi, lung compliance menurun, ventilation-perfusion mismatch
sehingga terjadi hypoxia & work of breathing meningkat
Diagnosis : rongent toraks dan pemeriksaan laboratroium (PaO2 menurun)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah
trauma.
Penatalaksanaan
Tujuan:
Mempertahankan oksigenasi
Mencegah/mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain
control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
Laserasi Paru1,2
Adalah Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma
tumpul keras yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan hemothoraks
dan pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh karena
meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan yang kuat
pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau esophagus.
Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
24
C. Ruptur Diafragma1,2
Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah toraks inferior atau
abdomen atas.
Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur
terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.
Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks
inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain
(intratoraks atau intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat
kita curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS
4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior.
Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan
Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena
shock dan perdarahan pada cavum pleura kiri.
Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik:
Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda
abdomen akut)
Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral,
terlihat adanya organ viseral di toraks)
CT scan toraks
Penatalaksanaan:
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
D. Ruptur Trakea Dan Bronkus1,2
Dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma tumpul dimana angka
kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada
saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan
saluran trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini.
25
Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul
thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada
daerah karina dan percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum,
emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan
gejala dari ruptur ini.
E. Trauma Esofagus1,2
Penyebab umumnya disebabkan oleh trauma tajam atau tembus.
pemeriksaan rongent toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi
pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
F. Trauma Jantung1,2
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks
yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade
jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan
menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur dapat
menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
Trauma tumpul di daerah anterior
Fraktur pada sternum
Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri,
grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada
mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan
26
1. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi emergency
2. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi.
3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan
observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma
ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.
G. Ruptur Aorta
Sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur tersering
adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum.
Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks dengan ruptur aorta ini dapat
mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur
aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang melebar, fraktur iga 1
dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, penekanan bronkus
utama kiri.1,2
27
DAFTAR PUSTAKA
1. American College Of Surgeons. Advanced Trauma Life Support For Doctors
edisi 7. Chicago. 2004
2. De jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta. EGC. 2002.
3. Snell. S.R, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta.
EGC. 2006
4. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta.
5. Zanawi, S., trauma thoraks. Karawang. 2013
28