38
REFERAT TRAUMA THORAX Oleh Made Angga diningrat H1A004031 Dosen pembimbing Dr. I Gede Ardita Sp.B DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA 1

Referat Trauma Thorax

Embed Size (px)

DESCRIPTION

persiapan

Citation preview

Page 1: Referat Trauma Thorax

REFERAT

TRAUMA THORAX

Oleh

Made Angga diningrat

H1A004031

Dosen pembimbing

Dr. I Gede Ardita Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/SMF BEDAH RUMAH SAKIT PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2010

1

Page 2: Referat Trauma Thorax

PENDAHULUAN

Dengan semakin meningkatnya teknologi dan industri dinegara kita terutama

kendaraan bermotor serta peningkatan kriminalitas, maka akan meningkat pula angka

kejadian dari trauma toraks. Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan

transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Secara keseluruhan angka

mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax menyebabkan satu dari

empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak penderita

meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat

dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari

trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang

membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan

tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus

penyelamatan kasus trauma thorax.

Schulpen mengemukakan jumlah terbanyak penderita trauma adalah golongan

umur 16 - 25 tahun dengan angka kematian 35% pada yang disertai dengan trauma

toraks dan 18% tanpa trauma toraks. Sedang Glinz W mendapatkan penderita trauma

tumpul toraks bersamaan dengan trauma lainnya, yaitu 51% dengan trauma kapitis, 20%

dengan trauma abdomenen, 38% dengan fraktur ekstremitas, 12% dengan fraktur

maksilo-fasial, 13% dengan fraktur pelvis dan 6% dengan fraktur tulang belakang.

Pneumotoraks, hemotoraks, pneumomediastinum dan emfisema subkutis merupakan

manifestasi klinik yang paling sering didapati pada penderita-penderita dengan trauma

toraks. Dalam penatalaksanaan trauma harus selalu diingat ABC yaitu airway, breath

dan circulation, agar kemungkinan adanya trauma torak tidak terlupakan. Juga penting

sekali dilakukan pengamatan yang tepat terhadap fungsi kardiovaskuler.

2

Page 3: Referat Trauma Thorax

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang

disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan

gawat thorax akut.

II. ANATOMI TORAK

A. Dinding dada.

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada

adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula.

Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah

terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.

B. Kerangka dinding torak

Kerangka dinding torak membentuk sangkar dada osteokartilogenous yang

melindungi jantung, paru-paru dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka

torak terdiri dari:

Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis

Costa (12 pasang) dan cartilage costalis

Sternum

Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar

sangkar dada terdiri dari:

- Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae I disebut costa sejati (vertebrosternal)

karena menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago costalis

- Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena

kartilago costalis masing-masing costa melekat pada kartilago costalis tepat

diatasnya

3

Page 4: Referat Trauma Thorax

- Costa XI dan costa XII adalah costa bebas atau kosta melayang karena ujung

kartilago kostalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen

dorsal

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral

sangkar dada. Sternum terdiri atas tiga bagian: manubrium sterni, corpus sterni, dan

processus xiphoideus.

C. Dasar torak

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan

struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen

dari rongga torak serta terfiksasi pada batas inferior dari sangkar dada. Diafragma

termasuk salah satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta,

Vana Cava Inferior serta esophagus

4

Page 5: Referat Trauma Thorax

D. Rongga torak (Cavitas thoracis).

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura

visceralis dan parietalis.

Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;

1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )

2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)

3. Rongga dada tengah (mediastinum).

Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;

1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.

2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong

tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit

cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.

Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum meluas

dari aperture thoracis superior ke diafragma di sebelah kaudal, dan dari sternum dan

cartilage costalis di sebelah ventral ke corpus vertebrae thoracica di sebelah dorsal.

Struktur dalam mediastinum diliputi oleh jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe,

kelenjar limfe dan lemak. Jarangnya jaringan ikat, dan elastisitas paru-paru dan pleura

parietalis memungkinkan mediastinum menyesuaikan diri kepada perubahan gerak dan

volume dalam rongga torak.

Mediastinum dibagi menjadi bagian cranial (mediastinum superius) dan bagian

kaudal. Mediastinum bagian atas meluas ke arah kaudal dari aperture thoracis superior

sampai pada bidang melalui angulus sterni dan tepi bawah veftebra T4. Mediastinum

bagian bawah yang meluas antara bidang tersebut dan diafragma, dibedakan atas sektor

ventral (mediastinum anterius), sector tengah (mediastinum medius), dan sektor dorsal

(mediastinum posterior). Dalam mediastinum medius terdapat jantung dan pembuluh

besar. Beberapa bangunan melintasi mediastinum secara vertikal (misalnya esophagus)

dan dengan demikian melewati lebih dari satu sektor.

5

Page 6: Referat Trauma Thorax

III. FISIOLOGI TORAK

Pada inspirasi gerak dinding torak dan diafragma menghasilkan bertambahnya

ukuran torak vertical, tranversal dan dorsoventral serta volume intratorakal. Perubahan

tekanan menyebabkan inspirasi dan ekspirasi udara secara bergantian ke dalam/keluar

dari paru-paru melalui hidung, mulut, laring dan trakea, dan sebaliknya. Pada ekspirasi,

diafragma, muskulus intercostalis dan otot lainnya mengalami relaksasi sehingga

volume intratorakal berkurang dan tekanan intratorakal meningkat. Jaringan paru-paru

yang lentur dan teregang menebal kekeadaan semula (recoil), dan cukup banyak udara

terdesak keluar. Bersamaan dengan ini tekanan intraabdominal berkurang.

· Inspirasi : dilakukan secara aktif

· Ekspirasi : dilakukan secara pasif

· Fungsi respirasi :

- Ventilasi : memutar udara.

- Distribusi : membagikan

- Diffusi : menukar CO2 dan O2

- Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.

IV. TRAUMA TORAK

Patofisiologi trauma torak.

Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :

1. Kegagalan ventilasi

2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.

3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.

Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis

Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan rangsangan terhadap cytokines yang

dapat memacu terjadinya adult respiratory distress syndrome ( ARDS), systemic

inflamation response syndrome (SIRS). Hipoksia terjadi karena perdarahan pada

6

Page 7: Referat Trauma Thorax

trauma dapat mengakibatkan syok hipovolemik sehingga menyebabkan berkurangnya

transport O2 oleh hemoglobin. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak

adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan

darah), pulmonary ventilation/ perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps

alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh : tension pneumothorax,

pneumothorax terbuka). Selain itu, pada pneumotorak terjadi kolaps paru yang

mengakbatkan kontusio paru sehingga terjadi gangguan pertukaran gas pada alveoli.

Hiperkarbia merupakan peningkatan kadar CO2 dalam darah yang terjadi pada keadaan

pernapasan yang menurun, dapat mengenai penderita yang tidak sadar dan mengalami

perubahan tekanan intratorak. Sedangkan asidosis metabolik akan terlihat pada keadaan

perfusi jaringan yang menurun.

Klasifikasi trauma

1. Trauma tumpul

2. Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.

Gejala umum trauma torak

- Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : nyeri dada dan sesak

nafas atau nyeri pada waktu nafas.

- Pasien tampak sakit, sesak atau sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas

pada dadanya. Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan

pembedahan berupa torakotomi, akan tetapi tindakan penyelamatan dini dan

tindakan elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh setiap petugas yang

menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini

sangat penting artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks.

Prinsip pengelolaan penderita dengan cedera toraks:

a. Pemeriksaan primer/awal

b. Resusitasi fungsi vital

c. Pemeriksaan sekunder/lanjutan secara terperinci

7

Page 8: Referat Trauma Thorax

d. Evaluasi diagnosis

e. Perawatan definitif

Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/segera adalah

yang menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

3. Tamponade pericardium/jantung

4. Tension pneumotorak

5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK

I. CEDERA DINDING DADA :

1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :

· Merupakan jenis yang paling sering.

· Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah,

disertai nyeri waktu nafas dan atau sesak.

Fraktur iga dan sternum:

Manifestasi klinis cedera dinding dada ini tergantung dari akibatnya terhadap

fungsi respirasi dan kardiovaskuler; fraktur tulang iga sederhana yang dialami oleh

penderita truma toraks dengan penurunan faal paru mungkin akan mengakibatkan

gangguan fungsi respirasi dan kardiovaskuler yang cukup berat. Fraktur iga dan sternum

sering merupakan akibat dari trauma tumpul toraks, dapat dijumpai mulai dari fraktur

jenis sederhana (greenstick, simple, isolated) hingga fraktur iga jamak (multiple).

BorrieJ membuat pembagian fraktur iga menjadi :

a) Simple (isolated), merupakan fraktur iga tanpa kerusakan

yang berarti dari jaringan lainnya.

8

Page 9: Referat Trauma Thorax

b) Compound, truma menembus kulit dan merobek pleura parietalis di bawahnya yang

disertai fraktur iga.

c) Complicated, fragmen dari fraktur iga menyebabkan cedera organ visera.

d) Pahtologic, neoplasma atau kista tulang iga sebagai penyebab dari fraktur iga.

Kemungkinan terjadinya cedera paru lebih besar pada penderita anak-anak dan

dewasa muda karena iga masih lentur hingga dibutuhkan trauma yang lebih kuat untuk

menyebabkan terjadinya pada fraktur iga. Bila terdapat graktur iga 1 dan 2 pada

hemitoraks kiri dan pada foto toraks PA didapati pelebaran mediastinum, dianjutkan

secepatnya melakukan aortografi oleh karena mungkin telah terjadi ruptura aorta. Letak

fraktur iga tergantung dari arah benturan dan lengkungan iga, Hinton dan Steiner

mengamati fraktur iga sebagai berikut:

1. Iga 5 dan 9 menerima akibat benturan yang paling berat.

2. Trauma tidak langsung, terjadi akibat mendekatnya kcdua ujung tulang iga

sehingga kelengkungan iga bertambah dan letak fraktur biasanya bagian tengah.

3. Trauma langsung, menyebabkan fraktur satu atau lebih tulang iga pada tempat

benturan dan sering fragmen fraktur merobek pleura serta jaringan paru.

4. Faktur tunggal biasanya end-to-end, fraktur jamak mungkin overlapoing.

Fraktur sternum lebih sering terjadi pada persendian manubriosternal, dapat

berbentuk fraktur yang sederhana dengan prognosis baik hingga bentuk fraktur

yang overlapping yang sering bersamaan dengan fraktur iga dan cedera toraks

lainnya serta keadaan penderita yang cukup serius. Tanda klinis dapat berupa

pernafasan cepat dan dangkal, krepitasi dan rasa sakit pada daerah fraktur serta

emfisema subkutis.

Penatalaksanaan

Fraktur iga dan sternum sederhana hanya memerlukan pengobatan simptomatis

dengan pemberian analgetika dan mukolitika, namun pada fraktur sternum yang

overlapping dibutuhkan fiksasi. Dilakukan suntikan blok saraf interkostal pada fraktur

iga untuk mengurangi rasa sakit agar batuk dan bernafas dalam tidak terhalangi. Pada

9

Page 10: Referat Trauma Thorax

fase akut tidak dilakukan pembebatan dengan plester karena dapat mengganggu

mekanisme pernafasan.

2. Flail chest :

- Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.

- Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian

tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan

rongga mediastinum goncangan gerak (flailing) yang dapat menyebabkan

insertion vena cava inferior terdesak dan terjepit.

- Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan

timbulnya tanda-tanda syok.

- Terjadi oleh adanya tiga atau lebih fraktur iga multipel, dapat tanpa atau dengan

fraktur sternum, sehingga menyebabkan :

a) segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan

bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak

memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru

ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi

pendelluft.

b) pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menerkan paru-

paru di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.

c) mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh

adanya peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase ini,

sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.

d) pergerakan mediastinum di atas akan mengganggu venous return jantung.

Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan

hemotoraks, pneutoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang

akan memberat keadaan penderita.

10

Page 11: Referat Trauma Thorax

Penatalaksanaan

Segera dilakukan traksi pada bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan

penderita stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif.

CEDERA PARU-PARU (Pulmonary Injuries) :

1. Pneumotorak :

Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa

pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang (“tension pneumotorak”).

Kurang lebih 75 % trauma tusuk pneumotorak disertai hemotorak. Pneumotorak

menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan

tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai sianosis

dengan gejala syok.

a. Pneumotorak tertutup

Terjadi karena fragmen fraktur iga merobek paru, namun dapat pula terjadi tanpa

adanya fraktur iga, dimana truma terjadi pada fase inspirasi dengan glotis tertutup dan

daya tahan alveoli terlampaui. Pneumotoraks tertutup dengan adanya mekanisme pentil

akan menyebabkan udara terperangkap pada rongga pleura sehingga tekanan rongga

pleura akan lebih besar dari udara atmosfer dan disebut sebagai pneumotoraks desakan

(tension pneumothorax).

Pneumotoraks desakan dapat menyebabkan pendorongan mediastinum ke arah

kontralateral yang dapat mengakibatkan terjepitnya vena cava sehingga dapat

mengganggu venous return jantung.

Penatalaksanaan

Pemasangan water seal drainage pada penderita penumotoraks bergantung kepada :

a) beratnya gangguan pernafasan

b) disertai pneumotoraks desakan

11

Page 12: Referat Trauma Thorax

c) pneumotoraks bilateral

d) disertai hemotoraks

e) selama observasi pneumotoraks bertambah luas

f) bila diperlukan pemakaian ventilator

g) bila diperlukan anestesi umum

b. Pneumotorak terbuka

Pneumotoraks terbuka dapat disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma tajam,

rongga pleura mempunyai tekanan yang sama dengan udara atmosfir dan dari lubang

luka pada dinding dada akan terdengar suara hisapan udara selama fase inspirasi yang

disebut sebagai sucking chest wound.

Pada keadaan ini juga akan terdapat respirasi yang pendelluf, karena selama fase

inspirasi paru ipsilateral akan kuncup dan selama fase ekspirasi paru akan sedikit

mengembang, hal ini menandakan bahwa selama fase ekspirasi udara dari paru

kontralateral masuk ke paru ipsilateral.

Penatalaksanaan

- Tindakan awal: menutup defek dengan kasa steril yg diplester hanya pd 3 sisinya

saja, diharapkan saat inpirasi kasa penutup akan terhisap & menutup luka & saat

ekspirasi kasa penutup luka akan terbuka dan udara didalam rongga toraks akan

terdorong keluar

- Tindakan definitif : memasang drain (WSD) toraks serta menutup defek tersebut

2. Hemotoraks :

Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila

jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml

dan hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml. Gejal utamanya adalah syok

hipovolemik .

Hemotoraks maupun hemopneumotoraks adalah merupakan keadaan yang paling

sering dijumpai pada penderita trauma toraks, pada lebih dari 80% penderita dengan

12

Page 13: Referat Trauma Thorax

trauma toraks didapati adanya darah pada rongga pleura. Sumber perdarahan dapat

berasal dari adanya cedera pada paru-paru, robeknya arteri mamaria interna maupun

pembuluh darah besar lainnya seperti aorta dan vena kava. Bila darah pada rongga

pleura mencapai 1500 ml atau lebih akan menyebabkan kompresi pada paru ipsilateral

dan dapat mengakibatkan hipoksia. Perdarahan masif pada hemotoraks yang disertai

hipoksia karena hipoventilasi dapat mempercepat kematian penderita.

Penatalaksanaan

Segera dipasang water seal drainage untuk mengukur jumlah darah mula-mula dan

perdarahan setiap jam. Indikasi torakotomi pada hemotoraks adalah bila perdarahan

mula-mula lebih dari 1500 ml atau perdarahan lebih dari 3 - 5 ml/kg BB/jam selama 4

jam berturut turut pada masa observasi.

3. Kontusio paru/traumatic wet lung

Burford dan Burbank yang memperkenalkan istilah ini di tahun 1944 yaitu

terjadinya kelainan pada paru-paru akibat trauma dinding dada dan paru-paru. Kelainan

yang terjadi adalah bertambahnya cairan intersisial dan intraalveolar paru; transudasi

alveolar ini merupakan akibat dari anoksia. Penulis lain menyebutkan sebagai Dan Nang

lung, white lung syndrome, kontusio paru.

Penatalaksanaan

Membersihkan jalan nafas dengan aspirasi maupun bronkoskopi,

mempertahankan mekanisme batuk, blok interkostal bila terdapat fraktur iga agar batuk

tidak terhalang. Membuat tekanan ventilasi positif pada akhir ekspirasi dapat menolong

dalam memperbaiki kapasitas residu fungsional dan mengurangi pintas intrapulmoner.

Hindari pemberian cairan yang berlebihan.

CEDERA KARDIOVASKULAR (Cardiovascular injuries)

13

Page 14: Referat Trauma Thorax

Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok

obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya

tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada

waktu inspirasi, yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang

tertutup. Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V yang

menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh

himpitan sternum pada trauma tumpul torak. Melakukan pungsi perikardium yang

mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik sekaligus langkah pengobatan dengan

membuat dekompresi terhadap tamponadenya.

a. Trauma jantung

Kontusio miokardium terdapat pada 20% penderita dengan trauma toraks yang berat,

trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan

gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung

Penatalaksanaan

Segera dilakukan perikardiosintesis untuk mengurangi tamponade dan diikuti

torakotomi untuk mencari serta menghentikan sumber perdarahan. Trauma tajam daerah

prekordial, parasternal kiri dan kanan harus dicurigai mengenai jantung dan segera

dilakukan eksplorasi torakotomi sebelum keadaan penderita memburuk

b. Ruptur aorta

Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptura tersering

adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya

kira-kira 15% dari penderita trauma toraks dengan ruptura aorta ini dapat mencapai

rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecuali rasa nyeri sehubungan dengan

perlukaan pada sternum atau klavikula, mungkin tidak ada gejala khas lainnya. Kadang-

kadang pada false aneurism yang membesar dengan cepat, rasa nyeri pada dada

bertambah, pernapasan dangkal, sulit menelan dan terjadi hemoptisis.

Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto toraks bila didapati

14

Page 15: Referat Trauma Thorax

a) mediastinum yang melebar

b) fraktur iga 1 dan 2

c) trakea terdorong ke kanan

d) gambaran aorta kabur

e) penekanan bronkus utama kiri

f) gambaran pipa lambung (NGT) pada esofagus yang terdorong ke kanan.

Penatalaksanaan

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan aortografi dan ekokardiorgrafi,

reparasi operatif dilakukan dengan torakotomi dan dengan bantuan cardiopulmonary

bypass.

CEDERA ORGAN TORAK LAINNYA

1. Ruptur trakea dan bronkus utama

Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun

truma tumpul. Pada trauma tumpul rupture terjadi pada saat glotis tertutup dan terdapat

peningkatan yang hebat dan mendadak dari tekanan saluran trakeobronkial yang

melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian ruptura

bronkus utama meningkat pada trauma tumpul toraks yang disertai dengan fraktur iga 1

sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus".

Pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema subkutan dan hemoptisis dapat

merupakan gejala dari ruptura ini.

Penatalaksanaan

Dilakukan pemasangan water seal drainage pada pneumotoraksnya, bronkoskopi

untuk membantu diangosis dan mencari lokasi rupturanya. Kemudian dilakukan

torakotomi untuk reparasi kerusakan saluran trakeobronkial.

2. Kerusakan pada esofagus.

15

Page 16: Referat Trauma Thorax

Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam

beberapa jam timbul febris. Muntah darah/hematemesis, suara serak, disfagia atau

distress nafas. Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok

dan keadaan umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda “Hamman”

yang berupa suara seperti mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan

auskultasi. Diagnosis dapat dibantu dengan melakukan esofagogram dengan menelan

kontras.

Lebih sering terjadi pads trauma tajam dibanding trauma tumpul toraks dan

lokasi ruptura oleh karena trauma tumpul paling sering pada 1/3 bagian bawah esofagus.

Akibat ruptura esofagus akan terjadi kontaminasi rongga mediastinum oleh cairan

saluran pencernaan bagian atas sehingga terjadi mediastinitis yang akan memperburuk

keadaan penderitanya. Pada foto toraks akan terlihat adanya pneumomediastinum dan

hidrotoraks, yang paling sering adalah hidrotoraks kiri.

Penatalaksanaan

Pemeriksaan foto toraks dengan bubur barium atau dengan mempergunakan

esofagoskopi dapat mengetahui lokasi dari ruptura esofagus ini, dan dilakukan

torakotomi untuk reparasi operatif.

3. Kerusakan Ductus torasikus:

Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle

dalam rongga dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini

relatif jarang dan memerlukan pengelolaan yang lama dan cermat.

4. Kerusakan pada Diafragma :

Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus

tajam kearah torakoabdominal. Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih

jarang dibandingkan kiri. Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak

memberikan tanda yang khas. Sesak nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda

pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

16

Page 17: Referat Trauma Thorax

Kejadian hernia diafragmatika traumatika kiri 9 kali lebih banyak dibanding

hernia diafragmatika kanan, hal ini terjadi karena adanya hepar di sebelah kanan. De

Maeseneer M dan kawan-kawan melaporkan hernia diafragmatika traumatika pada

diafragma kanan dengan hemisasi dari lobus kanan hepar pada penderita dengan trauma

tumupul abdomen. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster,

omentum, usus halus, kolon, limpa dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata

maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini.

Hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena terjadi

penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral. Dan pemeriksaan

fisik didapati gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus menghilang,

suara pernafasan menghilang dan mungkin terdengat bising usus pada hemitoraks yang

sakit. Pada foto toraks dengan pemakaian pipa lambung Levin dan bubur barium akan

terlihat pipa lambung dan bubur barium ini pada hemitoraks yang sakit.

Penatalaksanaan

Dibutuhkan tindakan operasi segera untuk reparasi robekan diafragma dengan insisi

torakoabdominal

Emfisema Subkutis

Dapat disebabkan oleh adanya cedera saluran pernafasan atau segmen fraktur iga

yang merobek paru-paru dan dapat disertai dengan adanya pneutoraks maupun

pneumotoraks desakan.

Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit

bawah dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis. Disebabkan oleh sebagian besar

akibat trauma torak tumpul di daerah sternum. Secara klinis leher membesar

emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak nafas sering menyertai

dan dapat timbul tension pneumotorak.

Penatalaksanaan

17

Page 18: Referat Trauma Thorax

Emfisema subkutis yang tcrbatas di daerah toraks tidak memerlukan tindakan

karena dapat diabsorbsi dalam 2 hingga 4 minggu; bila terdapat penumotoraks dilakukan

pemasangan water seal drainage. Emfisema subkutis yang luas harus dicurigai

disebabkan cedera dari saluran pernafasan yang mungkin memerlukan tindakan

torakotomi untuk memperbaikinya.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi

dan pembuatan x – ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat

dalam dua arah (PA dan Lateral). Jejas pada daerah dada akan membantu adanya

kemungkinan trauma torak. Bila ada trauma multiple maka dianjurkan untuk selalu

dibuat foto x- ray dada. Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi

cepat dan keringat dingin) dan adanya trauma lain organ dada merupakan butir

diagnostik yang penting. Pemasangan NGT sebagai persiapan untuk pengosongan

lambung untuk mencegah aspirasi isi lambung ke paru, dapat dipakai sebagai langkah

diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.

Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa

memakai cara diagnostik yang lama (CT-scan, angiografi). Pemeriksaan gas darah dapat

membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.

INDIKASI TORAKOTOMI :

· Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)

· Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.

· Tamponade perikardium

· Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).

KOMPLIKASI TRAUMA TORAK:

1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :

18

Page 19: Referat Trauma Thorax

- Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus

atau jaringan parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan

analgesik atau pelunak jaringan parut.

- Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.

- Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni.

Diperlukan pemberian mukolitik.

2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:

- Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu

yang lama.

- Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.

- Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan

yang optimal. Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan

pemasangan respirator.

- Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik.

Memerlukan tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan

fistelnya.

- Chylotoraks lambat.

3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :

- Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan

maka harus dilakukan drainase mediastinum.

- Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke

pleura dan menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah

untuk menutup fistel.

- Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.

- Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung.

Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.

19

Page 20: Referat Trauma Thorax

BAB III

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang bersifat

retrospektif pada penderita trauma di RSUP NTB. Pengumpulan data dilakukan secara

retrospektif dengan mendata jumlah kasus trauma thorax baik kunjungan IGD maupun

rawat inap di RSUP NTB selama periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.

Subjek penelitian adalah semua pasien yang mengalami trauma thorax yang

datang berobat ke IRD maupun pasien yang dirawat di RSUP NTB selama periode tahun

2008 sampai dengan tahun 2009.

Data yang dikumpulkan meliputi angka kejadian trauma thorax, karakteristik

subjek/ demografi (umur, jenis kelamin), jenis trauma dan akibat dari trauma thorax.

Sumber data berasal dari catatan medis pasien trauma baik dalam masa observasi di IRD

maupun di rawat inap di RSUP NTB. Data akan diolah secara statistik deskriptif. Data

akan ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi.

20

Page 21: Referat Trauma Thorax

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Angka Kejadian Trauma Thorax di RSUP NTB Periode 1 Januari 2008 sampai

31 Desember 2009

Jumlah seluruh pasien trauma thorax yang dirawat di RSUP NTB sepanjang

Periode 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2009 adalah 42 pasien (1,59%) dari

total 2.639 kasus trauma pada periode tersebut.

4.2. Distribusi kasus trauma thorax berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2. Distribusi korban trauma berdasarkan jenis kelamin

TahunJumlah kasus (%)

TotalLaki-Laki Perempuan2008 17 (89,47%) 2 (10,53%) 19 (45,24%)2009 19 (82,61%) 4 (11,39%) 23 (54,76%Total 36 (85,71%) 6 (14,29%) 42 (100%)

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Dari tabel diatas tampak bahwa terjadi peningkatan kasus trauma dari tahun 2008

sampai 2009 walaupun tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 4 kasus. Sebagian besar

korban trauma thorax berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 36 orang (85,71%) dan

korban berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (14,29%).

21

Page 22: Referat Trauma Thorax

4.3 Distribusi kasus trauma thorax berdasarkan kelompok umur

Tabel 4.3 Distribusi korban trauma thorax berdasarkan kelompok umur

Kelompok Umur

Jumlah Kasus (Orang)

Persentase (%)

0-15 tahun 5 11.90

16-30 tahun 21 50.00

31-45 tahun 8 19.05

46-60 tahun 6 14.29

>60 tahun 2 4.76

Total 42 100

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa korban trauma terbanyak yaitu dari

kelompok umur 16-30 tahun sebesar 21 orang (50 %) diikuti oleh kelompok umur 31-45

tahun yaitu sebanyak 8 orang (19,05) dan terbesar ketiga yaitu dari kelompok umur 46-

60 tahun sebesar 6 orang(14,29%). Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar korban

trauma thorax adalah mereka dengan kelompok umur produktif yaitu usia 16-30 tahun

yaitu 50 %.

4.4 Distribusi Kasus Trauma Thorax berdasarkan Jenis Trauma

Tabel 4.4 Distribusi korban trauma thorax berdasarkan Jenis Trauma

Jenis

TraumaJumlah (Orang)

Persentase (%)

Trauma Tumpul 38 90,48

Trauma Tajam 4 9,52

Total 42 100

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

22

Page 23: Referat Trauma Thorax

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis trauma thorax terbanyak yaitu trauma

tumpul sebanyak 38 orang (90,48%), sementara kasus trauma tajam hanya sebesar 4

orang (9,52%)

4.5 Distribusi Kasus Trauma Thorax berdasarkan Akibat Trauma

Tabel 4.5 Distribusi korban trauma thorax berdasarkan Akibat Trauma

Akibat

TraumaJumlah (Orang)

Persentase (%)

Hemothorax 9 21,43

Pneumothorax 2 4,76

Fraktur Clavicula 12 28,57

Fraktur Costa 12 28,57

Cedera Ringan (Superfisial) 7 16,67

Total 42 100

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Data pada tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa akibat trauma thorax terbanyak yaitu

fraktur clavicula dan fraktur costa, yaitu masing-masing sebanyak 12 orang (28,57%)

dan akibat trauma yang paling sedikit adalah pneumothorax, yaitu sebnyak 2 orang

(4,76%).

23

Page 24: Referat Trauma Thorax

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Angka kejadian trauma thorax yang dirawat di RSUP NTB sepanjang Periode 1

Januari 2008 sampai 31 Desember 2009 adalah 42 pasien (1,59%).

2. Sebagian besar kasus trauma thorax berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 36

orang (85,71%).

3. Kelompok umur yang paling banyak mengalami trauma thorax, yaitu umur 16-30

tahun sebesar 21 orang (50,00%)

4. Jenis trauma thorax terbanyak yaitu trauma tumpul sebanyak 38 orang (90,48%).

5. Akibat trauma thorax terbanyak yaitu fraktur clavicula dan fraktur costa, yaitu

masing-masing sebanyak 12 orang (28,57%)

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi dalam sistem pencatatan Rekam Medis RSUP NTB baik

Instalasi Gawat Darurat maupun Rawat Inap

2. Untuk jangka panjang, penelitian ini sebaiknya terus dilanjutkan dan diperluas

cakupannya sebagai salah satu sumber informasi kejadian trauma thorax di

wilayah kota Mataram baik bagi kalangan intelektual maupun masyarakat umum

24

Page 25: Referat Trauma Thorax

DAFTAR PUSTAKA

Bruce J.Simon. The Journal of Trauma_ Injury, Infection, and Critical CareJ

Trauma. 2005;59:1256–1267. Available from:

http://www.jtrauma.com/pt/re/jtrauma/pdfhandler.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Moore, K., Agur, A. 2002. Essential Clinical Anatomy. EGC. Jakarta

Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

EGC. Jakarta.

Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from : http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%204-05.pdf

Syamsuhidayat. R., Jong, W de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta.

Hal. 403-413

25