Upload
edo-pramana-putra
View
172
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tumor paru
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa
jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan
jaringan normal, dan tetap berperangai demikian walaupun rangsangan yang menimbulkan
perubahan tersebut telah hilang. Pada umumnya penderita kanker berakhir dengan kematian.
Di negara-negara maju, kematian akibat kanker menempati urutan pertama di antara
10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
kanker menempati urutan ke 7 sesudah penyakit-penyakit infeksi saluran cerna, infeksi
saluran nafas, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.1
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan
tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan
dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran.
Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru
untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat
membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan
penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya
meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera
dilakukan,mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan.
Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera
mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.1
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis
tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru
ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Menurut konsep masa kini kanker adalah
penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi
ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh
dan kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya
hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan
1
sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau
yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.
Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH
juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel kanker.1
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 DEFINISI
Tumor paru adalah penyakit yang ditandai dengan tidak terkontrolnya pertumbuhan sel
di jaringan paru. Paru primer yang berasal dari saluran pernapasan. Lebih dari 90% tumor
paru primer merupakan tumor ganas, dan 95% tumor ganas ini termasuk karsinoma
2
bronkogenik. Bila kita menyebut kanker paru maka yang dimaksud adalah karsinoma
bronkogenik.
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya
silia.2
2. 2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di Amerika tahun 2002 dilaporkan
terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis)
dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker). Di Inggris
prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/ tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharma Jakarta tahun 1998 menduduki urutan
ke 3 setelah kanker payudara dan kanker leher rahim.
Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta
penduduk setiap tahunnya. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi
pastinya belum diketahui tapi klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar
peningkatannya. Di negara berkembang lain, dilaporkan insidennya naik dengan cepat antara
lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkonsumsi 30% rokok
dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) dengan life time risk 1:13 dan pada
wanita 1:20
2. 3 ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab
terjadinya kanker paru : 5
1. Merokok
3
Merokok sudah tidak diragukan lagi merupakan penyebab utama. Suatu hubungan yang
definitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari
kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung
sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang
sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola risiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika
dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. Bahan-bahan karsinogenik dalam asap
rokok antara lain adalah polomium 210 dan 3,4 benzipyrene. Beberapa data epidemiologi
yang dilaporkan meningkatkan risiko kanker paru adalah:
jumlah rokok yang dikonsumsi yaitu: lebih dari 20 batang sehari
lama merokok: lebih dari 10 tahun
kebiasaan merokok: menghisap dalam-dalam merokok dalam jangka panjang
yaitu 10-20 tahun, dengan jumlah merokok:1-10 batang/hari meningkatkan risiko
15 kali20-30 batang/hari meningkatkan risiko 40-50 kali40-50 batang/hari
meningkatkan risiko 70-80 kali.
Jika seseorang perokok menghentikan kebiasaan merokok, maka penurunan risiko baru
tampak setelah 3 tahun penghentian dan akan menunjukkan risiko yang sama dengan
bukan perokok setelah 10-13 tahun.4
2. Radiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif. Gas radon merupakan hasil pemecahan dari radioaktif
radium. Produk radiasi ion ini dapat menyebabkan mutasi sel normal menjadi kanker.
Radiasi ini menyebabkan kanker paru dengan urutan ke 2 setelah merokok dengan resiko
sekitar 8-16% setiap 800Bq/ m3 peningkatan konsentrasi radon. Studi di Amerika
menyebutkan sekiitar 50% resiko terjadi kanker pada paparan radon yang lama.5
3. Kanker paru akibat kerja
4
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur
nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite)
dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.6
4. Genetik
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,yakni:5
Proto oncogen
Tumor suppressor gene
Gene encoding enzyme
5. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. Pemberian nutrisi dan supplement
dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh kanker paru. Vitamin D dan Fe sangat
baik untuk diberikan oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu pula dengan makanan
antioxidant seperti cherri, dan buah tomat.7,8
6. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari dan
uap diesel dalam atmosfer di kota.5
2. 4 PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, lingkungan,
hormonal dan semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor
dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya
perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu
timbulnya penyakit tumor. Inisiasi agen biasanya bisa berupa kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen (DNA).
Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
5
neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu
bahkan sampai tahunan.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia ,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasanya akan timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. 15
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan
berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka. 15
2. 5 PATOGENESIS
Walaupun kanker paru tidak diakibatkan oleh kelainan genetik, namun telah diteliti
bahwa penderita kanker paru memiliki lesi genetik yang terutama disebabkan oleh paparan
rokok, dimana terjadi aktivasi dari onkogen dominan dan inaktivasi dari tumor supressor atau
onkogen resesif. Untuk onkogen dominan, terjadi :
Point mutation pada regio coding gen ras yaitu H-ras, K-ras, N-ras. Biasanya K-ras
berhubungan dengan adenokarsinoma paru.
Amplifikasi, perubahan susunan, dan hilangnya kendali transkripsi dari onkogen myc,
yaitu c-myc, N-myc, dan L-myc. Perubahan pada c-myc terdapat pada karsinoma paru
bukan jenis sel kecil, sedangkan perubahan pada semua jenis myc didapati pada
karsinoma paru jenis sel kecil.
Over ekspresi dari bcl-2, Her-2/neu, dan gen telomerase.
Teori Onkogenesis5
6
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya
gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati
secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan
sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan
yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetik yang pada
permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
Mutasi tumor dari gen ras berhubungan dengan prognosis dari karsinoma jenis bukan sel
kecil.16 Selain itu, terjadi perubahan gen supresi tumor seperti p53 dan rb yang berperan
pada siklus sel pada fase G1 ke S. Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor
dengan cara menghilangkan atau menyisipkan sebagian susunan pasangan basanya. Gen
rb dan p53 berperan dalam proses apoptosis, sehingga perubahan gen ini mengakibatkan
sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang otonom.16
2. 6 KLASIFIKASI
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Memiliki 2 tipe utama, yaitu Small cell lung cancer (SCLC) dan Non-small celllung
cancer (NSCLC). SCLC adalah jenis sell yang kecil-kecil (banyak) dimana memiliki
daya pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut“oat cell
carcinomas” (karsinoma sel gandum). Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok,
Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan terapi radiasi.
Sedangkan NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru. Misalnya Adenoma, Hamartoma
kondromatous dan Sarkoma.8
2. Kanker paru sekunder
Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari
bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker
usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan
organ.8
7
Klasifikasi menurut WHO tahun 1988 untuk Neoplasma Pleura dan Paru :
Karsinoma Bronkogenik
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa)
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.11
b. Karsinoma sel kecil
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronkus. Tumor ini
timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk
dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit.
Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ – organ distal.11
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang –
kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru – paru dan fibrosis
interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai
terjadinya metastasis yang jauh. 10
d. Karsinoma sel besar
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung
untuk timbul pada jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh. .11
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid
8
Lain – lain
a. Tumor karsinoid (adenoma bronkus)
b. Tumor kelenjar bronchial
c. Tumor papilaris dari epitel permukaan
d. Tumor campuran dan Karsinosarkoma
e. Sarkoma
f. Tak terklasifikasi
g. Mesotelioma
h. Melanoma12
2. 7 STAGING
Penderajatan atau staging ditentukan dengan International Staging System for Lung
Cancer berdasarkan sistem TMN.17
T : adalah tumor dengan simbol Tx, To s/d T4
N : adalah keterlibatan KGB dengan simbol Nx, No s/d N4
M : adalah menunjukkan ada tidaknya metastase Mo dan M1
Table 1: Penderajatan International Kanker Paru Berdasarkan Sistem TMN.17
Stage TNM
Occult carcinoma : Tx, N0, M0
0 : Tis, N0, M0
IA : T1, N0, M0
IB : T2, N0, M0
IIA : T1, N1, M0
IIB : T2, N1, M0
: T3, N0, M0
IIIA : T1, N2, M0
T2, N2, M0
T3, N1, M0
T3, N2, M0
IIIB : Sebarang T N3, M0
9
T4 sebarang N, M0
IV : Sebarang T, sebarang N, M1
Kategori TNM untuk kanker paru
T : Tumor Primer.
T0 : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor
ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau
bronkoskopik.
Tis : Karsinoma in situ.17
TI:
Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi
3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura
viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih
proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke
bronkus utama). Tumor supervisial sebarang ukuran
dengan komponen invasif terbatas pada dinding
bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 :
Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai
berikut :
- Garis tengah terbesar lebih dari dari 3
cm
- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm
atau lebih distal dari karina, dapat
mengenai pleura viseral
- Berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis obstruktif yang meluas ke
daerah hilus, tetapi belum mengenai
seluruh paru
10
T3
:
Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung
pada dinding dada (termasuk tumor sulkus
superior), diafragma, pleura mediastinum atau
tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang
dari 2 cm sebelah distal atau tumor yang
berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif seluruh paru
T4
:
Tumor sebarang ukuran yang mengenai
mediastinum atau jantung, pembuluh besar, trakea,
esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang
disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit
nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan
tumor primer
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening tak dapat dinilai
N0 : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1
: Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial
dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor
secara langsung
N2
: Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum
ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3
: Metastasis pada hilus atau mediastinum
kontralateral atau KGB skalenus/supraklavilla
ipsilateral/kontraletral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
M0 : Tak ditemukan metastasis jauh
11
M1 :
Ditemukan metastasis jauh. Metastatic tumor
nodule (S) ipsilateral di luar lobus tumor primer
dianggap sebagai M1
2. 8 GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik beraneka ragam, dapat dibagi atas:
a. Gejala intrapulmoner
Batuk lama atau berulang, batuk lebih dari 2 minggu. Keluhan batuk ini
terdapat pada 70-90% kasus
Batuk darah, pada 6-51% kasus
Nyeri dada yang biasanya unilateral, tidak berbatas tegas, terdapat pada42-
67% kasus
Sesak napas, terdapat pada 58% kasus
b. Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak struktur-struktur di dalam
mediastinum dengan akibat antara lain:
N. phrenicus : parese/paralisis diafragma
N. recurrens : parese/paralisis korda vocalis
Saraf simpatik : sindroma Horner
Esophagus : disfagia
Vena cava superior : Sindrom vena cava superior
Trakea dan bronkus : sesak
Jantung : terjadi gangguan fungsional, efusi pericardia
c. Gejala intratorasik non-metastatik
12
Dapat dibagi atas:
Manifestasi neuromuskular, berupa neuropatia karsinomatosa terdiri darimiopati,
neuropati perifer, degenerasi serebellar subakut, ensefalomiopati,dan mielopati
nekrotik. Insiden ini terdapat pada 4-15% kasus.
Manifestasi endokrin metabolik, dapat berupa sindrom Cushing, sindroma
karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, sekresi ADH dengan akibat
hiponatremi, sekresi insulin dengan akibat dapat terjadihipoglikemia,
ginekomastia karena peningkatan sekresi gonadotropin, hiperpigmentasi kulit
karena sekresi MSH.
Manifestasi jaringan ikat dan tulang, yang paling terkenal yaitu hypertropic
pulmonary osteoarthropathy, gejala ini dihubungkan dengan peningkatan growth
hormone yang imunoreaktif dalam plasma.
Manifestasi vaskuler dan hematologik, tidak begitu sering didapatkan, sering
dalam bentuk migratory trombophlebitis, purpura, dan anemia.
d. Gejala intratorasik metastatik
Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu berhubungan
langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut dapat menyebar hampir
pada semua organ, terutama otak, hati, dan tulang.
e. Gejala sistemik
Anoreksia, berat badan menurun lebih dari 4 kg dalam kurun waktu 6 bulan, di RSUD
dr. Soetomo, gejala penurunan berat badan ini mencapai 53,1%.
2. 9 DIAGNOSTIK
13
Bagan 1 : Pengenalan Awal Kanker Paru
1. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan
didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering
sangat membantu tegaknya diagnosis.
Keluhan utama dapat berupa :
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Batuk darah
14
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa
nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar
paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar
atau patah tulang kaki.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy",
trombosis vena perifer dan neuropatia.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat
sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil
dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor
dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus,
efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif.
Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti
pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi
dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan
intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
3. Gambaran radiologis
15
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan
stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto
toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG
abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor
dan metastasis.
a. Foto toraks :
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan
ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang
ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat
ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit
ditentukan dengan foto toraks saja.
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan
pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan
foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan
bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
16
Gambar 1: Lung cancer, small cell.
Radiografi dada bagian depan menunjukkan penyakit yang luas. Massa yang besar terlihat di
bagian kiri tengah paru dengan gambaran opak yang meluas ke bagian atas paru. Terlihat
juga nodul di bagian kanan bawah paru yang menunjukkan gambaran metastase. Pada
paratrakeal kanan menunjukkan adanya limpadenopati. Efusi pleura minimal dijumpai pada
paru kiri, dengan sudut kostofrenikus yang tumpul
Gambar 2 : Non–small cell lung cancer.
17
Kolaps pada bagian atas paru kiri hampir selalu terjadi pada endobronchial bronchogenic
carcinoma.
b. CT-Scan toraks :
Teknik pencitraan ini dapat menetukan kelainan di paru secara lebih baik dari foto
thoraks. CT scan dapat mendeteksi tumor paru dengan ukuran < 1 cm secara lebih
tepat. Juga dapat memperlihatkan gambaran bila ada penekanan terhadap bronkhus,
tumor intrabronkhial, atelektase, efusi pleura. Juga untuk melihat keterlibatan KGB
(N1 s/d N3).17
Gambar 3 : Non–small cell lung cancer pada gambaran ct-scan
Kolaps pada bagian atas paru kiri hampir selalu terjadi pada endobronchial bronchogenic
carcinoma.
18
c. Pemeriksaan radiologik lain :
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi
telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain,
misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone
scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang
tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal
dan organ lain dalam rongga perut.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Sitologi Sputum :
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama pasien ada keluhan seperti
batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena
tergantung dari:
Letak tumor terhadap bronkus.
Jenis tumor.
Tehnik pengeluaran sputum.
Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-
turut.
Waktu pemeriksaan sputum.17
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum dapat memberikan
hasil positif sampai 67%-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan
sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk
diagnosis dini untuk kanker paru. Saat ini sedang dikembangkang diagnosis dini
pemeriksaan sputum dengan memakai immune staining dengan Mab dengan
antibodi 624H12 untuk antigen SCLC dan antibodi 703D4 untuk antigen
NSCLC.20
b. Tumor Marker
19
Beberapa tes yang dipakai :
CEA (Carcinoma Embryonic Antigen)
NSE (Neuron-spesific enolase) yang spesifik untuk SCLC degan sensitivitas
sebesar 42%.
Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 21-1) yang spesifik untuk SCLC dengan
sensitivitas sebesar 50%.20
5. Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah Gold Standard untuk mendiagnosis tumor paru. Apabila
dilakukan bronkoskopi akan dapat :
Melihat perubahan pada bentuk cincin trakea samapi ke karina.
Melihat adanya perubahan pada bronkhus utama.
Melihat adanya massa di bronkhus serta percabangannya.
Pengambilan sampel massa atau bronkus dengan biopsi, brushing,
bronchoalveolar lavage (BAL).
Melakukan transbronkial biopsy.20
20
Gambar 4 : Gambaran bronkoskopi massa berada di B5
b. Biopsi Aspirasi Jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat
mudah berdarah sebaiknya dilakukan aspirasi biopsi jarum.20
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di daerah karina atau trakea 1/3 bawah (2 cincin diatas karina) pada posisi jam
1 bila tumor berada di kanan akan memberikan informasi ganda yakni didapatkannya
bahan untuk sitologi dan informasi metastase KGB sub karina.17
d. Transbronchial Lung Biopsi (TBLB)
Jika lesi cukup kecil dan lokasi agak di perifer serta adanya sarana fluoroskopi maka
biopsi paru lewat bronkhus dapat dilakukan.17
e. Transthorasic Needle Aspiration (TTNA)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2cm, TTNA dilakukan dengan
bantuan fluoroskopi atau USG. Namun jika lesi lebih kecil dari 2cm dan terletak di
sentral dapat dilakukan TTNA dengan bantuan CT Scan.17
f. Biopsi Transtorakal (Transthorasic Biopsy/TTB)
Biopsi dengan TTB dilakukan terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2cm atau apabila dengan TTNA tidak dapat memberikan hasil yang
representatif,dimana sensitivitasnya mencapai 90%-95% dan dilakukan dengan
bantuan CT Scan.17,20
g. Biopsi KGB
Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau
axila, apalagi jika diagnostik sitologi/ histologi primer di paru belum dikatahui. Biopsi
Daniels dianjurkan bila tidak jelas ditemukan pembesaran KBG supraklavikula dan
cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel tumor.17
21
Bagan 2 : Alur tindakan diagnosis kanker paru
2.
10 TERAPI 1,2,8
Penentuan modalitas terapi yang akan diberikan pada penderita tergantung pada:
Jenis histologi kanker paru
Stadium kanker
Status performance
Fasilitas dan pengalaman dokter
Pada kanker dikenal modalitas terapi, yaitu:
A. Pembedahan
Pada kasus karsinoma bronkogenik, pembedahan dapat sebagai terapi kuratif
maupun paliatif. Setiap kasus dengan karsinoma bronkogenik yang akan
dilakukan pembedahan kuratif, harus ditentukan stadium pra bedah. Pembedahan
22
hanya dilakukan pada penderita kanker paru stadium I, II, dan III-a tanpa IV-2.
Status faal paru penderita, serta syarat-syarat operasi besar lainnya dikerjakan
pada pra bedah. Dari faal paru pra bedah, bila FEV1 penderita 60% nilai predicted
dan VC 50% atau diatas 1,7 L, umumnya penderita tahan terhadap tindakan
pneumectomi. Bila FEV1 kurang dari 40% nilai predicted risiko terjadi gagal
napas besar.
B. Radiasi
Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi
kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neo adjuvan untuk stadium III
A. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk
meringankan keluhan penderita, seperti sindrom vena kava superior, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada & metastasis tumor di tulang atau otak. Dosis
radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000-6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/kali, 5 hari seminggu.
C. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis dan tampilan (performance status) yang harus lebih dari
dosis skala Karnofsky atau mempunyai nilai 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat anti kanker atau kombinasi
beberapa jenis obat dalam sebuah regimen kemoterapi. Berdasar konsensus PDPI
yang telah disepakati, prinsip pemilihan jenis panduan obat anti kanker adalah:
Platinum based therapy (sisplatin atau karboplatin);
Respon obyektif satu obat anti kanker > 15%;
Toksisitas obat tidak lebih dari grade 3 skala WHO;
Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada
penilaian terjadi tumor progresif.
23
Table 2. Tampilan menurut skala Karnofsky dan WHO.
Nilai Skala
Karnofsky
Nilai Skala
WHO
Keterangan
90 – 100 0 aktivitas normal
70 – 80 1 ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat mengurus diri
sendiri
50 – 60 2 cukup aktif, namun kadang memerlukan bantuan
30 – 40 3 kurang aktif, perlu rawatan
10 – 20 4 tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat di
rumah sakit
0 – 10 - tidak sadar
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil
(SCLC) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk
kanker paru karsinoma bukan sel kecil (NSCLC) stage lanjut. Tujuan pemberian
kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang
diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk NSCLC sebagai
upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama
modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau pembedahan.
24
Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru ialah:
Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan
gejala.
Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan
radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.
Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.
Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini
kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
Sekali kemoterapi dimulai, maka perlu diberikan kesempatan yang cukup kepada
obat-obat itu untuk bekerja. Karena itu pengobatan perlu diberikan setidaktidaknya
dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan pengobatan akan
berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 – 3 siklus kemoterapi. Pada umumnya
kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4 – 6 siklus dengan masa tenggang
antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 – 28 hari ( 3 – 4 minggu) tergantung pada
jenis obat yang digunakan. Perlu diperhatikan, apabila dosis maksimal untuk setiap
obat telah tercapai pengobatan harus dihentikan. Demikian pula bila penyakit menjadi
progresif atau performance status menjadi amat berkurang dan tidak kembali ke
keadaan sebelum kemoterapi.
Secara umum toksisiti akibat kemoterapi dikelompokkan pada toksisiti hematologi
dan non-hematologi. Masing-masing obat mempunyai efek samping yang berbeda
sesuai dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu. Semua obat sitostatik
mempunyai pengaruh depresi pada sumsum tulang. Beberapa obat mempunyai efek
samping yang berhubungan dengan dosis. Adriamisin mempunyai efek samping pada
miokard berupa miokardiopati, bila telah tercapai dosis maksimal. Siklofosfamid dan
ifosfamid dapat menimbulkan sistitis, sedangkan sisplatin dan karboplatin mempunyai
efek toksik pada ginjal dan saraf. Paklitaksel dan dosetaksel mempunyai efek samping
hipersensitiviti serta gangguan susunan saraf pusat. Alopesia amat sering ditemukan.
Gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah disertai rasa lemah dan anoreksia 25
hampir selalu dirasakan sesudah pemberian kemoterapi. Gemsitabin termasuk obat
sitostatik yang kurang menimbulkan gejala gastrointestinal dan alopesia, walaupun
masih menunjukkan depresi sumsum tulang.
D. Hormonal
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil
penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
E. Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil
penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
F. Teknik Gen
Teknik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian
G. Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejalabronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi
radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada
beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapat
dilakukan.
H. Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan musculoskeletal terutama
akibat metastasis ke tulang.Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke vetebra atau
26
pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, baal, nyeri dan bahkan
dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat akhirterjadinya
gangguan mobilisasi/ambulasi. Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus,
apakah operabel atau tidak.
Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi
medik prabedah danpascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil
optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah
(misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat mobilisasi.
Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel adalah untuk
memperbaiki dan mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai
berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif
penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah).
2. 11 KOMPLIKASI
A. Penyebaran intrathoraks
Kompresi esophagus disfagia
Paralisis n. laringeus recurrent disphogia
Paralisis n. simpatikus sindroma Horner (penurunan kemampuan pupil)
Sindroma pancoast tumor local yang muncul local diparu biasanya pada
bagian apeks paru dengan lesi mengenai n. servikalis VIII dan n. torakalis I
dan II sehingga timbul rasa nyeri khas yang menyebar
Sindroma vena cava superior
B. Penyebaran ekstra thorakal
Metastase pada otak dengan gangguan neurologic
27
Metastase ke ginjal, Tulang, Hepar, Sumsum tulang, KGB
Sindroma endokrin misalnya dikeluarkannya enzim peptide oleh sel kanker
yang dapat menyebabkan terangsangnya kelenjar paratiroid sehingga terjadi
hipercalsemia
Sindroma jaringan ikat clubbing finger
C. Lain-Lain
Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru.
Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah
potensial efek samping dari kemoterapi.
Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari
komplikasi yang diketahui.
2. 12 PROGNOSIS
Ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival rate)
a. Untuk karsinoma bronkogenik tipe small cell = 0%
b. Untuk karsinoma bronkogenik tipe non-small cell tergantung pentahapannya dan
dilakukan pembedahan atau tidak.
Tahap I + operasi : untuk karsinoma epidermoid = 54% , adenokarsinoma dan
sel besar = 51%
Tahap II + operasi: Ca epidermoid = 35%, adenokarsinoma dan sel besar =
18%
Tanpa operasi : ketahanan hidup 5 tahun, kurang dari 10%
28
BAB III
KESIMPULAN
Kanker paru adalah tumor ganas yang primer berasal dari bronkus atau sering disebut
sebagai bronchogenic carcinoma. Tingkat kematian pada kanker paru berkaitan dengan
jumlah konsumsi rokok per hari, dimana lelaki yang merokok 2 bungkus sehari selama 20
tahun memiliki peningkatan resiko sebesar 60 – 70 kali lipat dibandingkan dengan non
perokok. Untuk itu faktor risiko kanker paru seperti merokok atau paparan zat-zat
karsinogenik sebaiknya dihindari.
Screening staging sebaiknya dilakukan lebih awal jika dicurigai adanya kanker paru
berdasarkan gejala klinis dan radiologis agar dapat ditangani hingga tuntas. Indikasi
pembedahan pada kanker paru adalah untuk karsinoma paru bukan jenis sel kecil (KPBKSK)
stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA.
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi
kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium
IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanker Paru. Diunduh dari: http://www.kankerparu.org/main/index.php?
option=com_content&task=view&id=19&Itemid=33. Diakses pada tanggal 10
Januari 2014
2. Landis SH, Mliiray T, Bolden S, Wingo PA. Cancer 2010. Ca Cancer JClin 1998;
48:6-29.
3. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 2008 : 227.
4. Jusuf, Anwar 2002 Pengobatan Kanker Paru Menurut Konsensus Bali 2001dalam
Prof.DR dr Benjamin P Margono (Editor) Pertemuan Ilmiah ParuMillenium 2002,
Surabaya 11 – 12.
5. Stover DE. Women, smoking and lung cancer. Chest 2010; 113:1-2.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2010. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia.Jakarta
7. Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with lung
cancer. A national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005.
8. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.Kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,2005.
9. Price, S.A., Wilson, L.M. (2006).Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6 . Jakarta: EGC
30
10. Dwidjo, Sutjipto, Margono P Benyamin, Alrasyid Harun Samsul 1994 Pedoman
Diagnosis dan Terapi LAB/UPK Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR RSUD Dr Soetomo
Surabaya.
11. Price S.A, Wilson L.M., 1995 Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta. Hal.1049
– 10519.
12. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis
andtreatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2005
13. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. Ed.7, Vol.2. Penerbit EGC.
Jakarta. 2007. Hal : 559- 566.
14. Underwood, J.C.E. General and Systemic Pathology. 4 th ed. Churchill Livingstone.
2004. Page : 352-356.
15. Price S.A, Wilson L.M., 2005. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta. Hal. 1049
– 1051
16. Jhon D. M. Neoplasma of the Lung. In : Braunwald et al. Harrison’s Principles of
Internal Medicine Edisi ke-15. 2001(1).USA : Mc Graw Hill Company.
17. PDPI. Kanker Paru Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
Available at: http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kanker-paru.kankerparu.pdf.
18. Syed, Huq, Irfan Maghfoor and Michael Perry. Lung Cancer, Non-Small Cell.
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview. Accessed on
15 januari 2014.
19. Sharma S. and Bruce M. Lung Cancer, Non-Small Cell. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/ 358433 -overview. Accessed on 20 januari
2014.
20. Sharma S. and Bruce M. Lung Cancer, Non-Small Cell. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/ 358433 -overview. Accessed on 14 Januari
2014.
31