Upload
donald-haynes
View
241
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KASUS MATA
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang
berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan
koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun
demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai
bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang
ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun
autoimun.1)
Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan
dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah
ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat
2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri
siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari
mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri
siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 2)
Organ penglihatan manusia terdiri atas banyak elemen yang saling
bersinergi untuk menjalankan fungsinya dengan baik.Salah satu organ yang
berperan penting dalam melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah suatu
lapisan vaskular pada mata yang dilindungi oleh kornea dan sklera disebut
uvea1.Uveitis adalah peradangan (-itis) pada uvea yang terdiri dari iris, badan
siliar, dan koroid2.Beberapa penelitian terhadap uveitis telah dilakukan di
beberapa negara dengan tujuan untuk menentukan insiden dan penyebab tersering
kasus uveitis di negara tersebut. Seperti halnya di northern California incidence
rate kasus uveitis adalah 52.4 / 100,000 orang-tahun. Angka ini tiga kali lebih
tinggi dibandingkan incidence rate yang didapat dari penelitian di United State.
Tidak hanya itu, incidence dan prevalensi terendah ada pada kelompok umur
1
pediatri dan tertinggi pada kelompok umur > 65 tahun. Secara keseluruhan, data
menunjukkan bahwa penyebab idiopatik sering ditemukan pada anterior uveitis
sedangkan penyebab infeksi lebih sering pada posterior uveitis3.
Uveitis adalah penyakit yang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal, seperti anatomi yang terlibat, perjalanan klinis, etiologi dan histopatologi.
Walaupun penyebab uveitis seringkali idiopatik, genetik, trauma, atau mekanisme
infeksi4.Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas banyak
pembuluh darah yang dapat memberikan nutrisi kepada mata.Adanya peradangan
pada area ini dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti kornea, retina,
sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya. Sehingga kadang gejala yang
dikeluhkan pasien mirip dengan penyakit mata yang lain. Adapun gejala yang
sering dikeluhkan pasien uveitis secara umum yaitu mata merah (hiperemis
konjungtiva), mata nyeri, fotofobia, pandangan mata menurun, kabur, dan
epifora4.
Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena kasus uveitis. Namun,
penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah katarak, glaukoma, CME (Cystoid Macular Edema) ,
hypotony, calcific band shaped keratopathy, vitreous opacification and vitritis,
retinal detachment, retinal and koroidal neovascularization3. Penatalaksanaan
uveitis tergantung pada penyebabnya. Biasanya disertakan kortikosteroid topikal
atau sistemik dengan obat-obatan sikloplegik-midriatik dan/atau imunosupresan
non kortikosteroid. Jika penyebabnya adalah infeksi diperlukan terapi antibiotik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Uvea adalah lapis vaskuler di dalam bola mata yang terdiri atas iris,
badan siliar, dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian
anterior dan posterior. Bagian anterior uvea diperdarahi oleh dua buah
arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sclera di temporal
dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan tujuh buah arteri siliar
anterior yang terdapat dua pada setiap otot superior, medial, dan inferior,
serta satu pada otot rektus lateral. Sedangkan bagian posterior uvea
mendapat perdarahan dari lima belas hingga dua puluh buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optik. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang menerima
tiga akar saraf di bagian posterior. Akar saraf pertama adalah saraf
sensoris yang mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris, dan badan
siliar. Akar saraf kedua adalah saraf simpatis yang mempersarafi
pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil. Akar saraf yang ketiga
adalah akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilkan pupil2.
3
Gambar 1. Struktur mata manusia
a. Iris
Iris adalah bagian paling anterior uvea, merupakan lanjutan dari badan
siliar ke anterior yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen
anterior dan segmen posterior, ditengah-tengahnya berlubang yang disebut
pupil. Sehingga membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik
mata posterior (camera oculi posterior)5. Iris berfungsi untuk mengatur secara
otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Hal ini menjadi indikator untuk
fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil.2 Iris terdiri dari
stroma, pembuluh darah, saraf, lapisan berpigmen anterior dan posterior, otot
dilator dan otot sphincter. Otot sphincter iris mendapat persarafan dari saraf
parasimpatis yang berasal dari nucleus CN. III. Otot sphincter ini memberikan
respon farmakologis terhadap stimulasi muskarinik.3
Secara histologis terdiri atas stroma diantaranya terdapat lekukan-
lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier dinamakan kripta. Di
4
dalam stroma terdapat sel-sel pigmen bercabang, banyak pembuluh darah dan
saraf.Didalam iris terdapat otot spingter pupil (M.Sphincter pupillae) yang
berjalan sirkuler, letaknya didalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh
saraf parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M.
Dilatator papillae) yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di
bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh saraf simpatis.Vaskularisasi iris
dari circulus mayor iris dan inervasinya melalui serat-serat didalam nervus
siliaris5.
Gambar 2. Tampilan posterior
b. Badan Siliar
Badan siliar berfungsi untuk menghasilkan cairan bilik mata (aqueous
humour) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris
di batas kornea dan sklera. Tidak hanya itu, ia juga berfungsi untuk akomodasi
lensa. Badan siliar terdiri atas epithelium, stroma, dan otot siliar. Epithelium
dan stroma terdiri atas pars plana(bagian posterior, tidak bergerigi, panjang
±4mm) dan pars plicata(bagian anterior, bergerigi, panjang ±2mm). Pars plana
adalah bagian avaskular di badan siliar yang membentang dari ora serata
5
hingga prosesus siliaris. Sedangkan pars plicata adalah bagian yang kaya
pembuluh darah dan terdiri dari prosesus siliaris. Otot siliar terdiri dari 3
macam otot (longitudinal, radial, dan circular) yang menjalankan fungsinya
sebagai satu unit. Otot ini dipersarafi oleh serabut parasimpatis yang berasal
dari CN. III. Sedangkan serabut simpatisnya berperan dalam relaksasi otot
siliar. Otot ini dipengaruhi oleh obat kolinergik yang akan menyebabkan
kontraksi otot sehingga ruang – ruang trabekular meshwork terbuka. Hal ini
menyebabkan peningkatan aliran aqueous humour.3Badan siliar banyak
mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan
darah ke V. Vortikosa
Gambar 3. Sudut bilik mata depan dan struktur disekitarnya
c. Koroid
Koroid berfungsi untuk menutrisi bagian luar retina. Ia terdiri dari 3 lapis
pembuluh darah, yaitu choriocapillaris, lapisan tengah pembuluh darah kecil,
dan lapisan luar pembuluh darah besar. Pencampuran dari choriocapillaris
koroid dengan basal lamina dari retinal pigment epithelium (RPE)
menghasilkan PAS-positif lamina yaitu membrane Bruch.3 Darah dari
pembuluh darah koroid dialirkan melalui 4 vena kortex, satu di masing-masing
kuadran posterior.
6
Gambar 4. Potongan melintang koroid
2.2. Definisi
Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis),
corpus siliar (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer atau pars planitis),
dan koroid (koroiditis)4.
2.3. Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70
tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua
umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan
afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat
tingginya angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut.
Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik
dan toksoplasmosis4.
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu
klasifikasisecara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis6.
1. Klasifikasi anatomis
a. Uveitis anterior
7
Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular
dinamakan iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam
humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein
yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran
cahaya pada sinar slitlamp sebagai flare.
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b. Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina
perifer
c. Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis
vitreus. Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan
siklitis atau uveitis intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis
posterior) menghasilkan sel – sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu
juga terdapat inflamasi koroid atau retina terkait ( masing – masing
adalah koroiditis dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis
anterior dan posterior terjadi bersamaan
d. Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
Gambar 5. Klasifikasi uveitis secara anatomis
2. Klasifikasi klinis
8
a. Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan
berlangsungselama < 6 minggu
b. Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan
ataubertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas danbersifat asimtomatik
c. Rekurens/ berulang
3. Klasifikasi patologis
a. Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada
koroid
b. Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel
raksasa multinukleus
Tabel 1. Perbedaan uveitis non-granulomatosa dan granulomatosa
Gambar 6. Klasifikasi patologis uveitis: (a) non-granulomatosa; (b)
granulomatosa
9
4. Klasifikasi demografi, lateralitas dan faktor penyerta :
a. Distribusi menurut umur
b. Distribusi menurut kelamin
c. Distribusi suku bangsa atau ras
d. Unilateral atau bilateral
e. Penyakit yang menyertai atau mendasari
5. Penyebab yang diketahui :
bakteri : tuberkulosis , sifilis
virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus
jamur : candida
parasit : toksoplasma, toksokara
imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia
simpatika, poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener
penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,
sarkoidosis, penyakit vaskular.
Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma
lain – lain : AIDS.
2.5. Etiologi
Etiologi uveitis dibuat berdasarkan6 :
a. Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luartubuh
b. Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
10
Tabel 2. Etiologi uveitis anterior4.
Infeksi Non Infeksi
- Sifilis
- Tuberkulosis
- Lepra (Morbus Hansen)
- Herpes zooster
- Herpes simpleks
- Onkosersiasis
- Letospirosis
Autoimun
- Artritis idiopatik juvenilis
- Spondilitis ankilosa
- Sindrom reiter
- Kolitis ulserativa
- Uveitis terinduksi-lensa
- Sarkoidosis
- Penyakit crohn
- Psoriasis
Keganasan
- Sindrom masquerade
- Retinoblastoma
- Leukimia
- Limfoma
- Melanoma maligna
Lain-lain
- Idiopatik
- Uveitis traumatika, termasuk
trauma tembus
- Ablasio retina
- Iridosiklitis heterokromik fuchs
- Krisis glaukomatosiklitik
(sindrom posner-schlossman)
11
Tabel 3. Etiologi uveitis posterior4
Spesifik (Infeksi) Non Spesifik (Non Infeksi)
Virus
- Herpes zoster
- Herpes simpleks
- Citomegalovirus
- Rubella
- Rubeola
Bakteri
- Sifilis
- Tuberculosis
- Brucellosis
- Borrelia (penyakit lyme)
- Patogen gram positif dan
negatif yg menyebar secara
hematogen
Fungi
- Kandidiasis
- Histoplasma
- Cryptococcus
- Aspergillus
Parasit
- Toksoplasma
- Toksokara
- Onkoserkiasis
- Cysticercus
Autoimun
- Penyakit Behcet
- Sindrom Vogt-Koyanagi-
Harada
- Lupus eritematosus sistemik
- Granulomatosis Wegener
- Vaskulitis retina
- Oftalmia Simpatika
Keganasan
- Lesi metaplastik
- Leukemia
- Lymphoma intraokuler
- Malignant melanoma
Lain-lain
- Sarcoidosis
- Koroiditis serpiginosa
- Epitelopati pigmen plakoid
multifokal akut
- Retinokoroidopati “birdshot”
- Epiteliopati pigmen retina
- Multiple evanescent white dot
syndrome
12
2.6. Patogenesis
1. Uveitis anterior7
Radang akut pada jaringan ini diawali dengan dilatasi pembuluh darah
kecil yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal /
pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan
menyebabkan eksudasi. Eksudasi fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata
depan (BMD) sehingga akuos humour menjadi keruh. Pada pemeriksaan slit
lamp hal ini tampak sebagai akuos flare sel (+) yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak brown (efek Tyndall). Kedua gejala tersebut menunjukkan
proses peradangan akut.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan
sel-sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion. Akumulasi sel-sel
radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada
permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Migrasi eritrosit ke dalam
BMD disebut dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama
(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel
kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Keratic precipitate ada 2
jenis :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofage dan pigmen-
pigmen yang difagosit, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma,
terdapat pada jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan
akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang,
fibrin dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan
kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan
endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan
13
pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, dapat pula seluruh pupil
tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di
bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai
iris bombans. Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan
siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin
dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga
terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada
uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa, yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata.
Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis
(peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya
dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan
seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata
merupakan rongga abses). Bila uveitis anterior monokuler dengan segala
komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic
ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering
didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama
yang mengenai badan silier.
2. Uveitis posterior
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior
uvea, yaitu pada koroid, dan disebut juga koroiditis.3) Karena dekatnya
koroid pada retina, maka penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina
( korioretinitis ).2) Uveitis posterior biasanya lebih serius dibandingkan
uveitis anterior. Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala
akut tapi biasanya berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut
14
dan kronik ) dapat menyebabkan pembuluh darah diretina saling tumpang
tindih dengan proses peradangan di uvea posterior.6)
Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor
eksternal dari uvea bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi
standar dan lamanya peradangan penyakit secara lengkap dengan perubahan
pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya perubahan elevasi yang
memberi warna kuning atau abu – abu yang dapat menutup koroid sehingga
pada pemeriksaan koroid tidak jelas. Perdarahan diretina akan menutup
semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi yang kecil disertai kelainan
pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan ditemukan
infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi
dan saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan
bermacam – macam dalam bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan
menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih, kadang pembuluh
darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit irregular yang
banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.
Pada stadium awal terjadi kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang
seperti PMN, limfosit dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. PMN
lebih banyak berperanpada uveitis jenis granulomatosa sampai terjadinya
supurasi. Sebaliknya pada uveiltis non granulomatosa limfosit lebih
dominan. Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga
leukosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan
timbulnya proses supurasi di dalamnya. Pada uveitis granulomatosa kronis
tampak sel mononuklear, sel epiteloid, dan giant cell sebagai nodul
granulomatosa yang tipikal. Kemudian eksudat menghilang dengan disertai
atrofi dan melekatnya lapisan koroid serta retina yang terkena. Eksudat
dapat menjadi jaringan parut. Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis
atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan difagositosis oleh
makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi. Sel – sel radang pada
humour akuos, lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada retina dan
15
atau koroid, eksudat pada retina, vaskulitis retina dan edema nervus optikus
dapat ditemukan pada uveitis posterior8.
2.7. Manifestasi Klinis
1. Uveitis Anterior9
Tabel 4. Manifestasi klinisuveitis anterior berdasarkan onset waktu
Akut Kronis
- Onsetmendadak
- Unilateral
- Nyeri
- Fotofobia
- Kemerahanyangmungkin
terkaitdenganlakrimasi
- Pasienmungkin mengeluh
ketidaknyamananokularringanbeberap
a hari sebelumserangan akut
- Tajam penglihatan biasanya
baikkecuali kasus yang sangat
parahdenganhipopion
- Bilateral
- Berbahayadan
banyakasimptomatiksampai
pengembangankomplikasi
sepertikatarakataukeratopati
- Karena kurangnyapasiendengan
gejalaberisiko harus secara
rutindiskrining; ini
berlakuterutama pada pasien
denganJIA (Juvenile Idiopathic
Arthritis)
2. Uveitis intermediet9
Penglihatan kabursering disertai denganfloatersvitreous. Gejala
awalbiasanya unilateral. tetapikondisi inibiasanyabilateraldan
seringasimetris. sehingga hanyapemeriksaan yang
cermatdarimatatampaknyanormal dapatmengungkapkan kelainankecil
dariretinaperifer. sepertiselubungpembuluh darah
ataukondensasivitreouslokal.
16
3. Uveitis posterior9
Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang
menurun, floating spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada
badan vitreus sel yang disebabkan fokal atau multifokal retina dan koroid
gambaran klinis bisa juga secara bersamaan. Diagnosis banding tergantung
dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa disebabkan
oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga
disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga
penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.
2.8 Diagnosis9
1. Anamnesis
a. Usia. Hal ini penting penting karena ada beberapa jenisuveitisterbatas
padapasiendalamkelompok usiatertentu sedangkan yang laindapat
terjadipada semua usia. Sebagai contoh :
Uveitisterkait denganJuvenile Idiopathic Arthritis
(JIA)dantoxocariasisokularbiasanyamenyerang anak-anak
Birdshotchorioretinopathydanserpiginouschoroiditislebih banyak
terjadipada usia lanjut (5 – 7 dekade kehidupan)
Uveitis yang berhubungan dengan HLA-B2 7danBehcet
sindrombiasanyamempengaruhiorang dewasa muda
Akutnekrosisretinadantoksoplasmosisdapat mempengaruhiindividu-
individu darisetiap kelompok usia.
b. Ras. Penting dalam kondisi seperti Behcet sindrom (Mediterania, Timur
Tengah dan Asia), sarkoidosis (kulit hitam) dan VKH (Cina. Asia. dan
diUSA yang memiliki keturunan India).
c. Geografis.Karena uveitis infeksi (misalnya penyakit Lyme dan
dianggaphistoplasmosis okular) mungkin endemik di lokasi tertentu.
d. Riwayat penyakit pada matasebelumnya kadang membantu. Misalnya.
Serangan berulang dari unilateral uveitis anterior akut akan terkait dengan
17
HLA-B27 sedangkan riwayat trauma sebelumnya atau operasi akan
menunjuk ke diagnosis ophthalmitis simpatik atau uveitis terinduksi-lensa.
e. Riwayat penyakit dahulusangat penting khususnyadalam
mengidentifikasipaparanagen infeksiseperti tuberkulosisdansifilisserta
mendukungdiagnosisBehcetsindrom. Obat-obat
tertentusepertirifabutindansidofovirkadang-kadangdapat
menyebabkanuveitis.
f. Kebersihan dan kebiasaan die yang penting ketika mempertimbang kan
penyakit menular seperti toxocariasis (sejarah pica), toksoplasmosis
(daging matang-konsumsi airdi daerah pedesaan tampaknya menjadi
faktor penting) dancysticercosis (konsumsi daging babi di daerah
endemis).
g. Riwayat seksual sangat penting untuk diagnosis sifilis dan infeksi HIV.
h. Recreational drugs adalah faktor risiko untuk infeksi HIV dan
endophthalmitis jamur
i. Hewan peliharaan. Kucing terkait dengan transmisi toksoplasmosis dan
cat-scratch disease. Sementara paparan anak anjing dikaitkan dengan
toxocariasis.
j. Uveitis anterior
Pada anamnesa penderita mengeluh:
Mata terasa seperti ada pasir.
Mata merah disertai air mata.
Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah
hebat bila telah timbul glaukoma sekunder.
Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar
Blefarospasme.
Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi
katarak komplikata, penglihatan akan banyak menurun.
k. Uveitis posterior
18
Penurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat
terjadi pada semua jenis uveitis posterior dan karenanya tidak
berguna untuk diagnosis banding
Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen
posterior yang terkena. Jadi gejala ini jarang pada Toksoplasmosis
dan tidak ada pada histoplasmosis. Biasa terlihat seperti lalat yang
berterbangan (floaters)
Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis
retina akut, Sifilis, Infeksi bakteri endogen, Skleritis posterior dan
pada kondisi-kondisi yang megenai N. II.
Fotofobia.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Uveitis anterior akut
- Injeksi siliar
- Miosis karena spasme otot sphincter memungkinkan predisposisi
sinekia posterior
- Endothelial dusting, muncul diawal dan memberikan kesan
'kotor';keraticprecipita tes biasanya muncu lsetelah beberapa hari dan
biasanyanon-granulomatosa
- Aqueous cell menunjukkan aktivitas penyakit dan jumlah mereka
mencerminkan keparahan penyakit.
Tabel 5. Grading anterior chamber cell
19
- Selvitreous anterior menunjukkan iridocyclitis
- Aqueous flare mencerminkan adanya protein karena kerusakan pada
sawar darah-aqueous
Tabel 6. Grading anterior chamber flare
- Eksudat fibrin biasanya terjadi pada HLA-B27
- Hipopion adalah peradangan intens dimana sel-sel menetap dibagi
aninferior ruang anterior dan berbentuk horisontal
Pada AAU dengan HLA-B27 hipopion memiliki fibrin tinggi
yang membuatnya padat, bergerak dan lambat untuk
menyerap.
Pada pasien dengan sindrom Behcet, hipopion memiliki fibrin
minimal dan bergeser sesuai dengan posisi kepala pasien dan
dapat hilang dengan cepat.
Hipopion berhubungan dengandarahterjadi pada infeksi herpes
dan pada mata terkait iridisrubeosis
- Posterior sinekia dapat berkembang cukup cepat dan harus diatasi
sebelum mereka menjadi permanen.
- Tekanan intraokular rendah adalah sebagai akibat dari penurunan
sekresi air oleh epitel siliaris.
20
21
Gambar 7. Gejala uveitis anterior akut a) injeksi siliar, b) miosis, c) Endothelial
dusting, d) aqueous cell dan flare, e) eksudat fibrin, f) hipopion, g) sinekia
posterior
b. Uveitis anterior kronik
- Eksternal mata biasanya putih atau kadang-kadang merah muda
selama periode eksaserbasi aktivitas inflamasi
- Aqueous cells bervariasi jumlahnya sesuai dengan aktivitas penyakit
tapi dapat juga pasien dengan berbagai selmungkin tidak memiliki
gejala.
- Aqueous flare dapat bertindak sebagai indikatoraktivitas penyakit
- Keratic precipitates (KP) deposit selpadaendotelkorneaterdiri dari
selepiteloid, limfosit dan polimorf. Karakteristik dan distribusinya
dapat menunjukkan jenis kemungkin anuveitis
KP besar pada penyakit granulomatosa memiliki tampilan
‘mutton-fat'. Lebih banyak di inferior.
Setelah KP ‘mutton-fat' menunjukkan tampilan ‘ghost’ KP yang
merupakan bukt iinflamasi granulomatosa sebelumnya
KP non-granulomatosa yang telah lama dapat menjadi
berpigmen
- Nodule iris biasanya terjadipada penyakit granulomatosa
Koeppenodu l kecil dan terletak diperbatasan pupil.
Busaccanoduldistroma
Nodulmerah mudabesarmerupakan karakteristikuveitissarcoid
22
A b
C d
E f
23
Gambar 8. Gejala uveitis anterior kronis. a) 'ghost' KP b) Pigmentasi KP c)
'mutton-fat' KP d) Koeppe nodules e) Busacca nodules f) very large nodules in
sarcoid uveitis
c. Uveitis intermediet
- KP yang kadang-kadang memiliki distribusi lineardikorneainferior
dan berhubungan dengan edema epitel
- Anterioruveitisbisa parah. Terutama pada pasien dengan MS,
Sarkoidosisdan penyakitLyme
- SelVitreousmendominasianterior
- KondensasiVitreous
- 'Snowballs'paling banyakdi inferior
- Peripheral periphlebitis
- 'Snowbanking' ditandai dengan sebuah plakat fibrovascular abu-abu
putih yang dapat terjadi pada semua kuadran. tetapi yang paling
sering di inferior
- Subtle disc oedema
d. Uveitis posterior
- Retinitis
- Koroiditid
- Vaskulitis
24
Gambar 9. Uveitis posterior (a) Retinitis; (b) choroiditis; (c) active vasculitis; (d)
old vasculitis
3. Pemeriksaan Penunjang
INDIKASI9
a. Tidak perlu
- Serangan tunggal uveitis anterior akutunilateral ringan tanpa saran dari
penyakit yang mungkin mendasari.
- Sebuah bentuk uveitis tertentu seperti ophthalmitis simpatik dan Fuchs
uveitis syndrome..
- Ketikadiagnosis sistemik sesuai dengan uveitis yang sudah jelas seperti
sindrom Behcetatausarkoidosis.
b. Indikasi
- Uveitis anterior granulomatosa berulang.
- Bilateral disease.
- Manifestasi sistemik tanpadiagnosis spesifik.
- Konfirmasi dari dugaan sebagai bagi andarikriteria untuk diagnosis
seperti tes HLA-A29 untuk birdshotchorioretinopathy.
TES KULIT
25
1. Tes Tuberkulin (Mantoux and Heat) melibatkan injeksi intradermal derivatif
protein murni dari M. Tuberculosis
- Positif. hasil ditandai dengan perkembangan indurasi 5 – 14 mm dalam 48
jam
- Negatif hasil biasanya tidak termasuk TB tetapi juga dapat terjadi pada
pasien dengan consumptive disease lanjut.
- Positif lemah. Hasil tidak selalu membedakan antara paparan sebelumnya
dan penyakit aktif. Hal ini karena sebagian besar individu telah menerima
vaksinasi BCG (Bacille Calmelte-Cuerin) dan karena itu akan
menunjukkan respon hipersensitivitas.
- Positif Kuat jika indurasi>15 mm, biasanya menunjukkan penyakit aktif
2. Uji patergi (sensitivitas kulit meningkat dengan trauma jarum) adalah kriteria
untuk diagnosis sindrom Behcet tetapi hasilnya berbeda-beda dan jarang
positif dengan tidak adanya aktivitasi sistemik. Respon positif pembentukan
pustul setelah penusukan kulit dengan jarum.
SEROLOGI
Sifilis
1. Tes Non-treponemal seperti rapid plasma regain (RPR) atau Venereal
Diseases Research Laboratory (VDRL) baik digunakan untuk mendiagnosis
infeksi primer, memantau aktivitas penyakit atau respon terhadap terapi
berdasarkan titer. Serum pasien dicampur dengan karbon seperti antigen
cardio lipin. Hasilnya mungkin negatif pada 30% pasien uveitis dengan sifilis.
Mereka juga cenderung menjadi negatif6-18 bulansetelah terapi.
2. Tes antibodi treponemal sangat sensitifdan spesifik serta lebih berguna untuk
membuktikan infeksi masa lalu, bentuk sekunder atau tersier infeksi klinis.
F1uorescent treponemal antibody absorption test (FTAASS) dan lebih
26
spesifik microhaemagglutination treponemal pallidum test (MHA-TP) yang
paling sering digunakan. Antibo didalam serum pasien mengikat bakteri dan
divisualisasikan oleh pewarna fluorescent. Hasilnya tidak dapat dititrasi dan
positif (reaktif) atau negatif (non-reaktif). Hasil positif selalu tetap positif
(serologis bekas luka).
Toxoplasmosis
1. Uji Dye (Sabin-Feldman) menggunakan organisme hidup yang terekspos
untuk melengkapi serum pasien. Tes ini tetap sebagai standar emas untuk
diagnosis toksoplasmosis.
2. Tes Immuno fluorescent antibodi memanfaatkan organisme mati yang terkena
serum pasien dan antihuman globulin diberi label dengan fluorescein.
Hasilnya dibaca dengan menggunakan mikroskop fluorescent
3. Tes Hemaglutinasi
4. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Antibodiantinuclear
Antibodi Antinuclcar(ANA) terutama digunakan untuk mengidentifikasi anak
dengan JIA yang berisiko tinggi berkembang menjadi uveitis anterior.
ENZYMEASSAY
1. Angiotensinconverting enzyme(ACE) adalah tes spesifik yang menunjukkan
adanya penyakit granulomatosa seperti sarkoidosis, TBC dan kusta.
Meningkat sampai 80% pada pasien dengan sarkoidosis khususnya pada
penyakita kut. Hal ini biasanya juga meningkat pada anak-anak.
2. Lisozim memiliki sensitivitas yang baik tapi spesifisitas yang kurang dari
ACE untuk mendiagnosis sarkoidosis.
HLA TISSUE TYPING
27
IMAGING
1. Fluoresceinangiography (FA) berguna dalamkondisi berikut :
- Diagnosis dan penilaiankeparahanvaskulitisretina
- Diagnosiscystoidedemamakula(CMO)
- Mendemonstrasikan iskemia makula sebagai penyebab kehilangan
penglihatan dari pada CMO
- Membedakan antara sebab inflamasi dan iskemik neovaskularisasi retina
- Diagnosisdan pemantauan neovaskularisasi koroid (CNV)
2. Indocyanine green angiography (ICG) adalah baik untuk penyakit koroid
karena pewarna tidak mudah bocor keluar dari pembuluh koroid, lebih baik
divisualisasikan melalui RPE. ICG mampu mendeteksi non-perfusi dari
choriocapillaris dan memberikan informasi mengenai inflamasi yang
mempengaruhi stroma
3. Ultrasonography (US) bermakna ketika media yang buram menghambat
pemeriksaan fundus terutama ablasi retina atau massa intraokular.
4. Optical coherence tomography (OCT) efektif sebagai FA dalam mendeteksi
CMO. Hal ini juga dapat mengidentifikasi traksi vitreoretinal sebagai
mekanisme CMO.
BIOPSI
28
1. Biopsi konjungtiva dan kelemjar lakrimal dapat digunakan untuk
mendiagnosis sarcoidosis tetapi hanya mempresentasikan penyakit klinis
yang jelas
2. Sampel aquos untuk PCR dapat berguna dalam mendiagnosis retinitis virus
3. Biopsi vitreus berperan dalam endoftalmitis yang infeksiusjuga dapat
digunakan untuk diagnosis infeksi lain dan diagnosis limfoma intraokular
4. Biopsi retina dan koroid dapat digunakan dalam kondisi :
- Tidak dapat ditegakkannya diagnosis
- Tidak memberikan respon terhadap terapi
- Keparahan lebih lanjut setelah diterapi
- Kemungkinan keganasan atau infeksi
RADIOLOGI
1. Chest radiographs untuk tuberculosis dan sarcoidosis
2. Sacro-iliac joint x-ray membantu dalam mendiagnosis spondiloarthropathy
3. CT dan MRI otak dan thorax dapat digunakan dalam mendiagnosis
sarkoidosis, multiple sclerosis dan limfoma primer intraokuler
2.9. Diagnosis Banding
Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis
diferensial yang sangat luas. Beberapa kelainan yang sering dikelirukan
dengan uveitis adalah konjungtivitis, dibedakan dengan adanya sekret dan
kemerahan pada konjungtiva palpebra maupun bulbaris; keratitis, dibedakan
dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel, atau adanya penebalan
atau infiltrat pada stroma; dan glaukoma akut sudut tertutup, ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokuler, kekeruhan dan edema kornea, dan
29
sudut bilik mata depan yang sempit, yang sering kali terlihat lebih jelas pada
mata yang sehat4.
2.10 Tatalaksana
- Uveitis anterior
Pengobatan uveitis anterior ditujukan untuk mengembalikan
atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Membuat pupil berelaksasi
sehingga mata menjadi nyaman dan tidak kemeng. Apabila sudah
terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti
semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak
diharapkan.
a. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-
sel radang lebih cepat.
b. Penggunaan kacamata hitam
Bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian
midriatikum.
c. Midriatikum
Tujuannya adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks,
sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Mata menjadi nyaman dan mencegah terjadinya sinekia.
Sulfas Atropin 1% 1x tetes/hari
Homatropin 2% 3x tetes/Hari
Scopolamin 0,2 %3x tetes/hari untuk anak-anak.
d. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid.
Dewasa : Kortikosteroid peroral Prednisolone 2 tablet sehari 3
kali, Subconjungtiva Hidrokortisone 0,3 cc
Anak : Prednisone 0,5 mg/kgBB sehari 3 kali
30
Penggunaan kortikosteroid perlu diawasi penggunaannya
karena dapat memberikan komplikasi pada mata berupa glaukoma
sekunder dan katarak.
e. Antibiotik bila ada indikasi yang jelas
- Dewasa : lokal berupa tetes mata, kadang dikombinasi dengan
preparat steroid. peroral chlorampenicol sehari 3x 2 kapsul
- Anak: Chloramphenicol 25 mglkgBB sehari 3-4 kali
- Uveitis Posterior
a. Midriatikum
Sulfas Atropin 1% 1x tetes/hari
Hematropin 2% 3x tetes/hari
b. Tetes/salep mata
Dexamethasone 1% atau Betamethasone 1% diberikan sehari
3x
Prednisolone 0,5% diberikan sehari 3x
c. Sistemik
Prednisolone : dosis awal 1 – 1,5mg/kg BB. Diturunkan
bertahap bila sudah ada respons
Cyclosporin dapat diberikan bila tak ada respons dengan
steroid setelah 2 minggu.
Dosis awal : 5mg/hari. Bila ada respons, diberikan dosis
maintenance 2mg/kg BB/hari
2.11 Komplikasi4
Uveitis anterior
a. Glaukoma sekunder tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang,
akan menghambat aliran akuos humour dari bilik mata belakang
(BMB) ke bilik mata depan (BMD). Hal ini mengakibatkan akuos
humour yang tertumpuk di bilik mata belakang akan mendorong iris
31
ke depan (iris bombans) dan terjadi peningkatan tekanan bola mata,
pada akhirnya terjadi glaucoma sekunder.
b. Katarak komplikata pada uveitis anterior juga dapat terjadi
gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh
dan terjadi katarak komplikata.
c. Endoftalmitis apabila peradangan menyebar luas (peradangan
supuratif berat) dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan
abses didalam badan kaca.
d. Panoftalmitis apabila terjadi peradangan seluruh bola mata
termasuk sclera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan
tempat rongga abses.
e. Ablasi retina dapat timbul akibat tarikan pada retina oleh
benang-benang vitreus
f. Symphatetic ophtalmia pada mata yang sehat bila uveitis
anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangan. Komplikasi ini sering terjadi pada uveitis anterior akibat
trauma tembus, terutama yang mengenai badan siliar.
g. Neovaskularisasi retina dan khoroid
Dapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis,
panuveitis sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina
termasuk penyakit ecles. Neovaskularisasi retina terjadi pada radang
kronis atau nonperfusi kapiler. Terapi dapat dilakukan dengan steroid
atau imunodulator atau fotokoagulasi laser scatter didaerah iskemik.
Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan
panuveitis pada umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis
pungtata, koroiditis multifaktor idiopatik serta koroiditis serpiginosa.
Terapi dilakukan dengan fotokoagulasi lokal peripapiler ditempat
terjadi NUK. Beberapa imunomodulator dapat dapat dikombinasi
dengan anti VEGF seperti pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.
Uveitis posterior
32
Hipopion
Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-
perubahan peradangan dalam uvea anterior dan disertai hipopion
adalah leukemia,penyakit behcet,sifilis,toksokariasis,dan infeksi
bakteri.
Glaukoma
Glaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis
retina akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis.
Vitritis
Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis
posterior.peradangan dalam vitreum berasal dari focus-focus
radang di segmen posterior mata.peradangan dalam vitreus tidak
terjadi pada pasien koroiditis geografik tau histoplsmosis.sedikit
sel radang dalam vitreus dapat terlihatpaad pasien sel sarcoma
reticulum,infeksi cytomegalovirus,dan rubella,dan rubella dan
beberapa kasus toksoplasmosis dengan focus-fokus kecil pada
retina.sebaliknya,peradangan berat dalam vitreus dengan banyak
sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis,toksokariasis,sifilis.
2.12 Prognosis
Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis tergantung pada banyak
hal, seperti derajat keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Secara
umum, peradangan yang berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh
serta lebih sering menyebabkan kerusakan intraokuler dan kehilangan
penglihatandibandingkan peradangan ringan atau sedang. Selain itu,
uveitis anterior cendrung lebih cepat merespons pengobatan
dibandingkan uveitis intermediet, posterior atau difus. Keterlibatan
retina, koroid atau nervus opticus cendrung memberi prognosis yang
lebih buruk1.
33
BAB III
KESIMPULAN
Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus
siliar (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer atau pars planitis), dan koroid
(koroiditis).
Secara klinis, uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara.
Pengklasifikasian uveitis berdasarkan anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis
intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau uveitis difus. Pengklasifikasian
lalin berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut, uveitis kronik dan
uveitis rekuren / berulang.
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotopobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan gejala pada uveitis
posterior adalah penurunan penglihatan, injeksi mata, nyeri dan fotopobia.
34
Dalam penatalaksanaan uveitis bila didiagnosa secara cepat dan tepat
kemudian diberikan pengobatan yang tepat prognosisnya baik, dapat mecegah
komplikasi.
35