82
Referat PLEKSUS BRAKHIALIS ENTARPMENT Oleh: Sanjaya Soebagio I1A010017 Pembimbing: dr. Oscar Nurhadi Sp.S BAGIAN/SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN Agustus, 2014 1

Referensi Plexus Brachialis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hshdhshhdhdfc

Citation preview

Referat

PLEKSUS BRAKHIALIS ENTARPMENT

Oleh:

Sanjaya Soebagio I1A010017

Pembimbing:

dr. Oscar Nurhadi Sp.S

BAGIAN/SMF NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Agustus, 2014

1

LEMBAR PENGESAHAN

Referat

PLEKSUS BRAKHIALIS ENTARPMENT

Oleh

Sanjaya SoebagioI1A010017

Pembimbing

Dr. Oscar Nurhadi Sp.S

Banjarmasin, Agustus 2014

Telah setuju diajukan

.……………………….dr. Oscar Nurhadi Sp.S

Telah selesai dipresentasikan

.………………………dr. Oscar Nurhadi Sp.S

2

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

ANATOMI DAN HISTOLOGI ....................................................................... 6

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ............................................................... 11

MANIFESTASI KLINIS .................................................................................. 13

DIAGNOSIS ..................................................................................................... 26

TATALAKSANA ............................................................................................ 34

RINGKASAN ................................................................................................... 43

KESIMPULAN ................................................................................................ 53

PENUTUP ........................................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 56

3

PENDAHULUAN

Pleksus brakhialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan menuju

ke pundak dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam pleksus brachialis berupa

C5, C6, C7, C8, dan T1. [1]

Data mengenai insiden trauma pleksus brachialis sulit diketahui dengan pasti, Goldie dan

Coates melaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular tertutup terjadi setiap tahun di

4

Inggris. Pada laporan yang lain, Narakas membuat suatu pedoman "seven seventies " dengan

mengacu pada pengalaman menangani 1068 pasien selama 18 tahun yang salah satunya berisi

70% kecelakaan pengendara sepeda motor dengan trauma multipel akan berimplikasi 70%

diantara berupa cedera supraklavikuler, 70% cedera supraklavikuler merupakan avulsi saraf

yang melibatkan C7, C8, T1. [1]

Enam puluh satu kasus kelumpuhan pleksus brachialis akibat persalinan tercatat dalam

30.451 persalinan hidup di rumah sakit hibah Kaiser, San Francisco, antara Januari 1972

hingga Desember 1982 dengan insiden 2.0/1,000 kelahiran. Tiga puluh delapan pasien

dievaluasi dalam kurun waktu 1 tahun hingga 11,5 tahun. Penyebab trauma jalan lahir terkait

cedera pleksus brachialis adalah kelumpuhan wajah, fraktur klavikula, ekimosis tangan, dan

cephalohematoma. [2]

Selain itu pada data lainnya dalam populasi Amerika ditemukan bahwa cedera pleksus

brachialis teridentifikasi sebanyak 113 (0.1%) dari 103,434 anak dengan trauma yang masuk

rumah sakit antara bulan April 1985 hingga Maret 2002. Enam puluh satu persen diantaranya

merupakan anak laki-laki. Kebanyakan penyebab cedera adalah kecelakaan motor dengan

membawa penumpang dibelakangnya (36 kasus [32%]) atau kecelakaan pada pejalan kaki

(19 kasus [17%]). Trauma kepala didiagnosis pada 47% anak dan 27% diantaranya

mengalami konkusi, perdarahan intrakranial 21%, dan fraktur tulang kepala 14%. Trauma

vaskuler ekstremitas atas terjadi pada 16% pasien. Cedera muskuloskeletal yang terbanyak

antara lain fraktur humerus (16%), tulang iga (16%), klavikula (13%), dan skapula (11%).

Fraktur spinal terjadi pada 12% pasien, dan cedera medulla spinalis terjadi 4%. The Injury

Severity Score berkisar antara 1 sampai 75, dengan skor rata-rata 10 dan 6 pasien meninggal

karena adanya cedera yang berkepanjangan selama periode trauma. [3]

Data epidemiologi cedera pleksus brachialis pada populasi multitrauma tercatat sebanyak

54 dari 4538 (1.2%) pasien yang terdapat pada berbagai fasilitas trauma regional. Pasien

didominasi laki-laki usia muda. Penyebab tersering berupa kecelakaan motor namun hanya

0.67% dari kecelakaan ini yang kemudian menyebabkan keadaan cedera pleksus.

Sebaliknya, 4.2% korban kecelakaan roda dua dan 4.8% korban kecelakaan snow mobile

menderita cedera pleksus. Cedera pada supraklavikula terjadi pada 62% pasien dan 38%

pasien memiliki cedera infraklavikula. Cedera supraklavikula nampaknya lebih berat

dibandingkan cedera infraklavikula, dikarenakan adanya resiko neuropraksi pada 50% kasus. [4]

5

A. ANATOMI dan HISTOLOGI

Plexus brachialis berada dalam region colli posterior, dibatasi di sebelah caudal oleh

clavicula dan terletak di sebelah posterolateral M. Sternocleidomastoideus, berada di sebelah

cranial dan dorsal a. Subclavia, disilangi oleh M. Omohyoideus venter inferior. Struktur yang

6

berada di superficial adalah M. Platysma myoides, N. Supraclavicularis, V. Jugularis Externa,

venter inferior M. Omohyoideus, M. Scalaneus Anterior, dan A. Transversa Colli. [5]

Plexus brachialis masuk ke dalam fossa axillaris bersama-sama A. Axillaris, pada sisi

inferolateral M. Pectoralis minor, di sebelah ventral M. Subscapularis, tampak percabangan

terminal dari plexus ini. [5]

Ramus anterior nervus spinalis C5-C6 bersatu membentuk truncus superior. Truncus

medius hanya dibentuk oleh nervus spinalis C7, dan truncus inferior dibentuk oleh nervus

spinalis C8 dan T1. Setiap truncus terbagi dua menjadi cabang anterior dan cabang dorsal

yang masing-masing mempersarafi bagian anterior dan posterior eksteremitas superior. [5]

Cabang anterior dari truncus superior dan truncus medius bersatu membentuk

fasciculus lateralis, terletak di sebelah lateral arteri axillaris. Cabang anterior dari truncus

inferior membentuk fasciculus medialis, terletak di sebelah medial arteri axillaris. Dan

cabang posterior dari ketiga truncus tersebut membentuk fasciculus posterior, berada di

sebelah posterior A. Axillaris. [5]

Ketiga fasciculus plexus brachialis terletak di atas dan lateral terhadap bagian pertama

A. Aksillaris ( bagian pertama A. Aksillaris terletak dari pinggir lateral iga 1 sampai batas

atas M. Pectoralis minor, dan bagian III terletak dari pinggir bawah M. Pectoralis minor

sampai pinggir bawah M. Teres Major). Fasciculus medialis menyilang di belakang arteri

untuk mencapai sisi medial bagian II arteri. Fasciculus posterior terletak di belakang bagian

kedua arteri, dan fasciculus lateralis terletak bagian II arteri. Jadi fasciculus pleksus

membatasi bagian kedua A. Axillaris yang dinyatakan seperti namanya. Sebagian besar

cabang fasciculus yang membentuk trunkus saraf utama ekstremitas superior melanjutkan

hubungan dengan bagian kedua A. Aksillaris.[5]

Pleksus brachialis menerima komponen simpatis melalui ganglion stellatum untuk nervus

spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion paravertebra T1-T2 untuk nervus spinalis T1-dan T2.

Terdapat enam saraf penting yang keluar dari pleksus brachialis, saraf-saraf tersebut adalah : [5]

1. N. Torakalis Longus berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan masuk aksilla

dengan berjalan turun melewati pinggir lateral iga I di belakang A. Aksillaris dan pleksus

brachialis. Saraf ini berjalan turun melewati permukaan lateral M. Serratus Anterior yang

dipersarafinya.

7

2. N. Aksillaris merupakan cabang yang besar dari fasciculus posterior. Berada di sebelah

dorsal a. aksillaris. Meninggalkan fossa aksillaris tanpa memberi persarafan di sisi N

aksillaris berjalan di antara M. Subscapularis dan M. Teres Minor, berada di sebelah

lateral caput longum M. Triceps Brachii, berjalan melaui fissure aksillaris lateralis

bersama-sama dengan arteri circumflexa humeri posterior, n aksillaris terletak bersandar

pada column chirurgicum humeri.

3. N. Radialis merupakan lanjutan langsung fasciculus posterior pleksus brachialis dan

terletak di belakang A. Aksillaris. N Radialis adalah cabang terbesar pleksus brachialis.

Sebelum meninggalkan aksilla, saraf ini mempercabangkan saraf untuk caput longum dan

caput medial M. Triceps dan N. Cutaneus brachii posterior.

4. N. Musculocutaneus merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan berpusat pada

medulla spinalis segmen C5-C7, mempersarafi M. Coracobrachialis, dan meninggalkan

aksilla dengan menembus otot tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral M. Biceps

Brachii, menembus fascia dan melanjutkan diri sebagai N. Cutaneus antebrachii lateralis,

yang mempersarafi permukaan lateral region antebrachium.

5. N. Medianus dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis dan radiks inferior dan

fasciculus medialis, berada di sebelah lateral a. aksillaris. Menerima serabut-serabut yang

berpusat pada medulla spinalis segmen C5-T1. Sepanjang brachium, n medianus berjalan

berdampingan dengan a. brachialis, mula-mula di sebelah lateral, lalu menyilang di

sebelah ventralarteri tersebut kira-kira pada pertengahan brachium, selanjutnya memasuki

fossa cubiti dan berada di sebelah medial a brachialis. Nervus ini tidak member

percabangan di daerah brachium. Memasuki daerah antebrachium, nervus ini berjalan di

antara kedua kaput m. pronator teres, berjalan ke distal di bagian mediana (tengah-tengah)

antebrachium, oleh karena itu disebut n. medianus.

6. N. Ulnaris adalah cabang utama dari fasciculus medialis, berjalan turun antara a. aksillaris

dan v. aksillaris. Pada pertengahan brachium saraf ini berjalan kea rah dorsal menembusi

septum intermusculare mediale, berjalan terus ke caudal dan berada pada permukaan

dorsal epicondylus medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris. Di tempat ini n.

ulnaris ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi. Di daerah brachium, n ulnaris tidak

member percabangan.

8

Gambar diambil dari kepustakaan no. [6]

HISTOLOGI

Sistem saraf tepi tersusun atas akson-akson yang keluar menuju organ efektor dan

diorganisasikan menjadi saraf. Akson SST pada umumnya termielininasi sehingga terlihat

berwarna putih. [7], [8]

Gambar diambil dari kepustakaan no. [7], [8]

Organisasi akson-akson saraf tepi menjadi berkas saraf melalui jaringan pengikat. Saraf-

saraf tepi terdiri atas serabut-serabut saraf (akson) yang saling berkumpul bersama, dan

disatukan melalui jaringan penyambung sehingga menghasilkan kumpulan serabut saraf,

disebut dengan fasikulus. Dalam satu fesikel pada umumnya mengandung persarafan baik

sensorik maupun motorik. Beberapa fasikulus membentuk bundel berkas serat saraf. Bundel

berkas serat saraf ini diikat oleh Epineurium, yakni suatu jaringan ikat yang padat, tidak

9

beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan sel-sel fibroblas. Epineurium menyelimuti

beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf. Di epineurium pula bisa ditemukan

pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura yang dekat

dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf ke arah distal. [7], [8]

Gambar diambil dari kepustakaan no. [7], [8]

Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas jaringan ikat

padat kolagen yang tersususn secara konsentris, serta sel-sel fibroblas. Di bagian dalam

perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang direkatkan melaui zonula okluideris

serta dikelilingi oleh lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi bagi

fasikulus. [7], [8]

Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson. Lapisan ini tersusun

atas jaringan ikat longgar (berupa serat retikuler yang dihasilkan oleh sel Schwann yang

bertanggung jawab untuk akson tersebut), sedikit fibroblas, dan serat kolagen. Di daerah

distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler

yang menyertai basal lamina sel Schwann. [7], [8]

Gambar diambil dari kepustakaan no. [7], [8]

10

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Saraf-saraf yang mencakup pleksus brakhial berjalan dibawah kulit leher dan aksilla,

sehingga rentan terhadap trauma. Ketika leher dan tangan terkena pada saat trauma (misalnya

pada kecelakaan mobil, motor, dan saat jatuh) maka saraf-saraf tersebut tertarik dan robek

satu sama lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat tertarik keluar dari

tempat asalnya yaitu medulla spinalis. [1]

Selain itu penyebab cedera pleksus brachialis juga dibedakan berdasarkan mekanisme

trauma, antara lain: [9]

Cedera akibat traksi /traumatic traction injuries –merupakan penyebab yang terbanyak

cedera pleksus brakhialis yang disebabkan oleh dislokasi pundak atau tangan ke arah

bawah karena adanya tarikan yang kuat, seringkali disertai fleksi lateral leher pada arah

yang berlawanan. Hal ini biasanya terjadi kecelakaan kendaraan bermotor khususnya

motor.

Gambar diambil dari kepustakaan no.10

11

Trauma penetrasi pada pundak atau leher- luka trauma akibat tusukan pisau, laserasi kaca,

atau luka tembak pada regio supra-atau infraklavikula menyebabkan kontusio atau

robeknya pleksus brachialis. Karena letak pembuluh darah subklavia dan jugular

eksternal yang lebih proksimal maka dapat pula terkait dengan cedera pembuluh darah.

Gambar diambil dari kepustakaan no.10

Kelemahan yang terkait dengan kelahiran-cedera pada pleksus brachialis yang terjadi

akibat dengan kelahiran. Hal ini umumnya terkait dengan berat bayi besar dan distosia

bahu, bayi lahir normal dengan presentasi bokong, ataupun pada persalinan dengan

partus.

Gambar diambil dari kepustakaan no.10

Penyebab yang jarang antara lain trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi, radiasi, dan

neoplasma.

12

Manifestasi Klinis

Total Plexus Injury

General brachial plexus injury umumnya bersifat unilateral, tetapi kadang-kadang bersifat

bilateral, seperti cedera akibat diffuse polyneuropathy, inflammatory demyelinating

neuropathy, danmultifocal motor neuropathy.Banyak hal yang menjadi penyebab, tetapi

inflitrasi tumor, radiation plexitis, dan idiopathic plexitis adalah yang paling sering.MRI

dengan kontras dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya lesi ini.Penyebab lain adalah cedera

selama persalinan.[18]

Jika seluruh plexus cedera, maka keseluruhan anggota gerak atas paralisis dan mati rasa,

terkadang ditemukan unilateral Horner’s syndrome, yaitu tanda ptosis, miosis, dan

anhidrosisyang timbul akibat kerusakan saraf di bagian servikal spinalis.[18]

- Root and Trunk Injury

Upper Radicular Syndrome (Erb-Duchenne Palsy)

Upper radicular syndrome (Erb-Duchenne palsy) adalah akibat dari cedera pada upper roots

(C4, C5, atau C6) atau upper trunk.Lesi ini paling sering disebabkan oleh cedera selama

persalinan akibat sulitnya bayi keluar dari birth canalketika bahu bayi tertinggal pada birth

canal yang disebut denganshoulder dystocia(ilustrasi Gambar 18).Penyebab lain adalah

penggunaan forceps dan bayi besar dengan berat >4,5 kg.[18]

Kelainan ini mengakibatkan paralisis m. deltoid, m. biceps brachii, m. brachioradialis, m.

pectoralis mayor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis, dan m. teres

major.Jika lesi berada di dekat akar (roots), m. serratus, m. rhomboideus, dan m. levator

scapulae juga dapat mengalami paralisis.[17]

13

 

Gambar 18.Cedera plexus brachialis saat persalinan.

Sumber: http://www.erbspalsyonline.com/shoudlerdystocia2.jpg 

Secara klinis, akan ditemukan kelemahan fleksi pada cubiti, kelemahan abduksi, kelemahan

endorotasi dan eksorotasibrachii. Selain itu, juga ditemukan paralisis aposisi gerakan skapula

dan paralisis abduksi dan adduksi brachii.Sensory loss inkomplit yang terdiri dari hipestesia

di superficialis brachii dan antebrachii.Refleks bisep tidak ada. Jika tidak dilatih dengan

latihan gerakan pasif, gejala dapat berkembang menjadi kontraktur kronik dengan lengan

menyamping, posisi adduksi, tangan pronasi sampai dengan munculnya waiter’s tip position.[18]

 

Gambar 19.Cedera persalinan yang menyebabkanErb’s palsy.

Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apley’s System of Orthopaedics and

Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

14

Middle Radicular Syndrome

Middle radicular syndrome timbul akibat cedera cervical root C7 atau middle trunk.Lesi

tersebut menyebabkan paralisis terutama otot yang disuplai oleh n. radialis, kecuali

brachioradialis.Sensory loss dapat bervariasi. Jika ada, akan terbatas pada hipestesi di

antebrachii dorsal superficialis dan manus dorsal superficialis externa.[15]

Lower Radicular Syndrome (Klumpke’s Palsy)

Lower radicular syndrome (Klumpke palsy) timbul akibat cedera lower roots (C7-T1) atau

lower trunk, yang menyebabkan paralisis m. flexor carpi ulnaris, m. flexor digitorum, m.

interossei, m. thenar, dan m. hypothenar.Sindrom ini merupakan lesi kombinasi n.

medianusdan n. ulnaris.Secara klinis, akan terlihat clawlike deformity of the hand (Gambar

20), kelemahan distal fleksicubiti, ekstensi carpi, hiperekstensi pada articulatio

metacarpophalangeal. Refleks triseps hilang.Sensory loss di bagian brachii medialis,brachii

inferior, dan manus ulnaris. Jika cabang ganglion servikal inferior ikut cedera, maka terjadi

paralisis nervus simpatetik yang menyebabkan Horner’s syndrome, yaitu tanda yang timbul

akibat kerusakan saraf di bagian servikal spinalis dengan karakteristik ptosis, miosis, dan

anhidrosis.[18]

 

Gambar 20.Clawlike hand deformity pada Klumpke palsy.

Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/graphics/figures/v3/0630/006f.jpg

15

Nervus Thoracicus Longus Injury

N. thoracicus longus berasal dari C5, C6, dan C7 yang mensuplai m. serratus anterior.Cedera

nervus ini paling sering disebabkan oleh tekanan yang kuat pada bahu sehingga terjadi

kompresi nervus (biasanya axonotmesis). Biasanya tekanan tersebut disebabkan membawa

beban terlalu berat di bahu, misalnya karung beras, ransel pada satu bahu, dsb.[8]

Cedera pada nervus menyebabkan instabilitas skapula dan kesulitan gerakan abduksi lengan

90-180° ke arah atas, kelemahan pergerakan elevasi lengan di atas garis horizontal.Gambaran

utamanya adalah winging scapula, yaitu penonjolan sisi medial scapula dilihat dari punggung

akibat paralisis m. serratus anterior.Tes klasik untuk winging scapula dengan mengarahkan

pasien ke dinding kemudian pasine mengangkat kedua telapak tangannya menempel pada

dinding [18]

Kecuali setelah cedera secara langsung, saraf biasanya membaik secara spontan, sekalipun

membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih.Persisten winging of the scapula biasanya

membutuhkan operasi stabilisasi dengan cara mentransfer m. pectoralis mayor atau minor di

bagian bawah dari scapula.[18]

 

Gambar 21.Winging scapula.

Sumber: http://www.wheelessonline.com/userfiles/2010-07-19%2015_44_46.jpg

 

16

Nervus Suprascapularis Injury

N. suprascapularis merupakan cabang dari upper trunk yang berasal dari C5-C6.Fungsi

utamanya untuk pergerakan motorik dan menginervasi supraspinatus dan infraspinatus

plexus.Saraf ini biasanya cedera pada fracturescapula, dislokasi bahu, trauma bahu akibat

membawa beban berat pada bahu dan diffuse injury pada plexus brachialis.[13]

Dari anamnesis akan ditemukan riwayat cedera, tetapi terkadang pasien datang dengan

keluhan nyeri di bagian suprascapularis dan kesulitan pergerakan abduksi lengan 15-30° dan

kesulitan eksorotasi pada bahu.Jika tidak ada riwayat trauma, mungkin terjadi nerve

entrapment syndrome.Gejala ini terkadang sulit dibedakan dengan rotator cuff

syndrome.Pemeriksaan EMG dapat membantu penegakkan diagnosis.[14]

Cedera ini biasanya berupa axonotmesis yang akan sembuh spontan setelah 3 bulan. Pada

persistent n. scapularis injury, dilakukan operasi melalui insisi posterior atas dan paralel dari

spine of the scapula.[15]

Cord Injury

Lesi pada kord menyebabkan hilangnya aktivitas motorik dan sensorik yang terlihat setelah

cedera pada dua atau lebih nervus perifer.Lateral cord injury menyebabkan kelemahan pada

distribusi n. musculocutaneouss dan n. medianus, termasuk kelemahan pada m. pronator

teres, m. flexor carpi radialis, m. flexor pollicis dan m. opponens. Posterior cord injury

menyebabkan kelemahan paralel yang mengakibatkan cedera kombinasi pada n. radialis dan

n. axillaris. Medial cord injury mengakibatkan cedera kombinasi pada n. ulnaris dan n.

medianus (finger-flexion weakness).[13]

Brachial Cutaneous dan Antebrachial Cutaneous Nerve Injury

Brachial dan antebrachial cutaneous nervusyang merupakan cabang dari plexus C8-T1

memperlengkapi sensasi pada barchii medialis dan 2/3 bagian anterior antebrachii.Nervus ini

biasanya cedera bersamaan dengan medial cord dari plexus brachialis dan jarang cedera pada

satu nervus saja. Ketika cedera, akan terjadi loss sensation pada antebrachii medialis dan

posterior.[13]

17

- Terminal Branches Injury

Nervus Musculocutaneous Injury

N. musculocutaneous berasal dari C5 dan C6 yang merupakan cabang utama dari upper trunk

plexus brachialis.Nervus ini memperlengkapi inervasi m. coracobrachialis, m. biceps

brachii,m. brachialis, dan sensorik pada ventrolateral foream dan antebrachii dorsolateral

superficialis. Cedera nervus ini jarang terjadi.[11]

Jika cedera, gejala klinis yang muncul adalah kelemahan fleksi dan supinasi antebrachii

akibat paralisis biceps brachii dan m. brachialis.Sensory loss pada musculocutaneous

myotomes (antebrachii lateral superficialis)dan hilangnya refleks bisep.Pergerakan fleksi

antebrachii mungkin saja masih dapat dilakukan oleh m. brachioradialis, yang diinervasi oleh

n. radialis. Tetapi, untuk refleks biceps dapat dipastikan paralisis karena m. biceps brachii

tidak diinervasi oleh nervus lain.[4]

Nervus Axillaris Injury

Nervus axillaris adalah cabang terakhir dari kord posterior plexus brachialis sebelum menjadi

n. radialis.Nervus axillaris berasal dari C5 dan C6 yang mensuplai m. deltoideus dan

mentransmisikan sensasi kutaneus pada area kecil di permukaan lateral bahu. Lesi n. axillaris

biasanya disebabkan oleh trauma, fracture leher humerus, dislokasi pada kepala humerus,

maupun brachial plexitis.[18]

Lesi pada n. axillaris memiliki karakteristik utama kelemahan abduksi pada lengan bahu

setelah 15-30° pergerakan tangan yang menjauhi pinggul.Pergerakan adduksi, fleksi, dan

ekstensi juga terjadi kelemahan.Sensory loss sangat terbatas dan biasanya hanya terjadi pada

brachii lateralis.[4]

N. axillary injury biasanya berhubungan dengan fracture atau dislokasi yang sembuh spontan

pada 80% kasus. Jika deltoid tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah 8 minggu,

dilakukan pemeriksaan EMG. Jika tes menunjukkan tanda denervasi, biasanya dibutuhkan

eksisi nerve ends dan grafting yang pada umumnya hasil dapat terlihat dalam 3 bulan

setelahnya. Jika operasi gagal dan bahu masih nyeri, dilakukan arthrodesis untuk stabilitas

dan memperbaiki fungsi abduksi.[18]

18

- Nervus Medianus Injury

N. medianus injury biasanya disebabkan oleh cedera di bagian carpi (low lesions) dan di

bagian antebrachii superior (high lesions).

1. Low lesions

Sindrom yang paling sering terjadi adalah carpal tunnel syndrome (Gambar 22) akibat

terjepitnya n. medianus saat melewati celah antara os.carpalis dan ligamentum transversus.[13]

 

Gambar 22.Carpal tunnel syndrome.

Sumber: Baehr M, Frotscher M. DUUS’ Topical Diagnosis in Neurology. Germany: Thieme;

2005.

 

Akibatnya, timbul nyeri dan sensory loss pada distribusi n. medianus (manus palmaris

superficialis, digiti I, II, III, dan setengah digiti IV),kelemahan pada median myotomes di

tangan dan bagian thenar. Hal ini dapat disebabkan karena cedera akibat gerakan fleksi

pergelangan tangan yang terlalu lama, seperti mengetik dan merajut.[13]

19

Dari pemeriksaan khusus, Tinel’s sign positif pada carpal tunnel syndrome. Diagnosisnya

didapatkan melalui gejala klinis, tetapi tes elektrofisiologis, seperti segmental nerve

conductions dapat mengkonfirmasi lesi dan melokalisasi letak kompresi. Pengobatan

konservatif menggunakan wrist splint, tetapi pada kasus berat, dilakukan tindakan operatif. [13] 

1. High lesions

High lesions dapat disebabkan oleh fracture di bagian antebrachii, dislokasi bagian cubiti,

luka tusukan, luka tembakan, trauma, iskemik, maupun kompresi anatomi, seperti terjepitnya

m. pronator teres, sehingga menyebabkan kelemahan dan sensory loss.[13]

Lesi pada n. medianus menyebabkan kelemahan dan sensory loss, tetapi hanya pada beberapa

pergerakan yang benar-benar paralisis karena adanya kontribusi sinergik otot yang masih

diinervasi oleh nervus lain.[13]

Gejala yang timbul sama dengan low lesions, dengan tambahan  ketidakmampuan pergerakan

fleksi articulatio interphalangeal proximalis 1-3 dan articulatio interphalangeal distalis 2-3

disebabkan oleh paralisis m. flexor digitorum superficialis dan m. flexor digitorum

profundus. Tambahan lain, ditemukan paralisis pergerakan radial wrist flexion dan m.

pronator teres, pergerakan fleksi articulatio metacarpophalangeal 2-3 juga tidak dapat

dilakukan karena paralsis dari m. lumcbricalis 1-2. Oleh karena itu, pasien dengan n.

medianus injury tidak dapat mengepalkan tangan karena digiti II dan III yang mengalami

ekstensi parsial. Tanda ini disebut dengan sign of benediction. 18]

Cedera pada n. interosseous anterior yang disebut dengan anterior interosseous

syndromejarang terjadi.Gejala motorik yang timbul mirip dengan high lesions dari n.

medianus injury, tetapi tanpa adanya defisit sensorik.Kelemahan tersebut adalah kelemahan

pada m. flexor pollicis longus (kelemahan motorik digiti I), m. flexor digitorum profundus I

dan II, dan m. pronator quadratus. Penyebab yang paling sering adalah brachial neuritis

(Parsonage-Turner syndrome) yang berhubungan dengan shoulder girdle pain setelah

imunisasi atau penyakit virus.[18]

 

20

Jika terjadi avulsi saraf, sebaiknya dilakukan nerve grafting. Post operasi, dilakukan splint

pada pergelangan tangan. Jika fungsi sensorik membaik, tetapi fungsi motorik oposisi pada

digiti I tidak membaik, dilakukan transfer m. extensor indicis proprius atau m. abductor digiti

minimi ke m. abductor pollicis brevis.M. extensor carpi radialis longus dapat ditransfer ke m.

flexor digitorum profundus, m. brachioradialis ke m. flexor pollicis longus, dan m. extensor

indicis ke m. abductor pollicis brevis.[18]

Nervus Radialis Injury

Radial neuropati adalah kondisi yang disebabkan oleh kompresi saraf radial pada posterior

humerus.Temuan klinis trauma padan. radialis tergantung pada tingkat lesi.Nervus radialis

injury biasanya terjadi di bagian cubiti (low lesions), upper arm (high lesions), dan axilla

(very high lesions).[4]

2.  Low lesions

Gejala klinis low lesions biasanya disebabkan oleh fracture atau dislokasi cubiti atau karena

luka yang sifatnya lokal. Pasien tidak dapat melakukan pergerakan ekstensi pada articulatio

metacarpophalengeal, kelemahan pergerakan ekstensi dan retroposisi pada digiti V.[18]

1. High lesions

High lesions biasanya terjadi akibat fracturehumerus dan kompresi intrinsik. Cedera pada

spiral groove yang disebabkan oleh fracturehumerus (Gambar 23) dan kompresi ekstrinsik

(contohnya, kebiasaan tidur dengan kepala yang menekan lengan posterior) menyebabkan

kelemahan pada radial myotome di bawah cubiti, dengan wrist drop akibat dari paralisis

radial ekstensor cubiti, kelemahan pada gerakan ekstensi articulatio metacarpophalangeal

jari-jari, dan sensory loss pada distribusi n. radialis superfisial (permukaan manus dorsalis

dan digiti I, II, III dan setengah digiti IV), tetapi gerakan ekstensi cubiti masih baik.

Kelemahan gerakan fleksi cubiti dapat ditemukan sebagai akibat dari keterlibatan

brachioradialis.[4]

21

 

Gambar 23. Cedera n. radialis akibat fracturehumerus pada spiral groove.

Sumber: http://www.e-radiography.net/articles/ortho/Image11.jpg

 

1. Very high lesions

Very high lesions disebabkan oleh trauma atau operasi di sekitar bahu. Trauma yang paling

sering adalah kompresi kronik axilla akibat penggunaan kruk terlalu lama (crutch pasly)atau

Saturday night palsy pada pecandu alkohol dan obat-obat yang tidak sadar dan tidur dalam

keadaan lengan menggelantung di bagian belakang kursi (Gambar 24). Hal ini menyebabkan

kelemahan carpi dan manus, kelemahan m. triceps, kelemahan radial myotome, kelamahan

radial dermatomes, dan hilangnya refleks triceps.[18]

22

 

Gambar 24.Saturday night palsy.

Sumber:http://saturdaynightpalsy.com/wp-content/uploads/2011/05/Saturday-Night-Palsy-

300x188.jpg

 

Jika terjadi persistent injury, sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG.Jika hasil menunjukkan

denervasi saraf, maka neuropraxia telah tereksklusi. Fungsi motorik n. radialis dapat

dikembalikan dengan quite long grafts. Jika kesembuhan tidak terjadi, dapat dilakukan

tendon transfers, yaitu pronator teres ke short radial extensor of the wrist, flexor carpi radialis

ke long finger extensors, dan palmaris longus ke long thumb abductor.[18]

 

Nervus Ulnaris Injury

Lesi komplit pada n. ulnaris menimbulkan gejala kelemahan pada gerakan fleksi dan adduksi

carpi dan kelemahan gerakan fleksi pada jari kelingking, paralisis gerakan abduksi dan

oposisi digiti I, paralisis gerakan adduksi digiti I, dan paralisis gerakan adduksi dan abduksi

digiti, bersamaan dengan atrofi hypothenar dan interossei.Atrofi interossous terutama terlihat

jelas di bagian manus dorsum, antara digiti I dan digiti II.Sensory loss terutama pada bagian

permukaan palmar dan dorsal digiti V dan setengah digiti IV. Lesi kronis akan menyebabkan

23

claw hand. Cedera n. ulnaris dapat disebabkan oleh trauma, iskemik, dan kompresi anatomis.[4]

Lesi n. ulnaris dapat terjadi pada 2 lokasi utama, yaitu lesi dekat cubiti(high lesions) dan lesi

dekat carpi (low lesions):[13]

1. High lesions

Lesi terjepitnya nervus yang paling sering adalah di bagianCubital tunnelyang disebut dengan

Cubital tunnel syndrome(Gambar 25).Kompresi atau nerve entrapment di bagian

epicondylaris medialis (cubital tunnel) sering menyebabkan ulnar neuritis.Hal ini berbeda

dengan penyebab cedera akibat fracture ataupun dislokasi.[13]

Gejala yang timbul adalah kelemahan ulnar myotomes di bagian manus, termasuk m. flexor

carpi ulnaris dan m. flexor digitorum profundus III dan IVsehingga terjadi less clawed (the

high ulnar paradox). Fungsi motorik dan sensorik juga hilang sesuai dengan distribusi ulnar.[13]

 

Gambar 25.Kompresi n. ulnaris pada cubital tunnel.

Sumber:http://www.handsurgery.com.sg/wordpress/wp-content/uploads/2011/03/Cubital-

Tunnel-Syndrome_ds.jpg

 

24

1. Low lesions

Lesi terjepitnya nervus juga dapat terjadi di bagian Guyon canal yang disebut dengan Guyon

cannal syndrome. Guyon canal adalah celah yang dibentuk oleh ossapisiforme-hamatum dan

ligamen yang menghubungkan keduanya. [17]

 

Gambar 26.Kompresi n. ulnaris pada guyon tunnel.

Sumber:http://www.bedfordsackvillephysio.com/media/img/424/

hand_guyon_canal_anat03.jpg

 

Lesi ini seringkali disebabkan oleh perlukaan pergelangan tangan oleh benda tajam yang

biasanya dilakukan saat usaha bunuh diri. Penyebab lain adalah deep carpal ganglion dan a.

ulnaris aneurysm. Gejala yang timbul adalah numbness pada distribusi ulnaris(Gambar 27)

dan ditemukan karakteristik khas, yaitu claw hand(Gambar 28d) akibat kelemahan dan atrofi

otot intrinsik. M. flexor carpi ulnaris dan m. flexor digitorum profundus normal pada

pemeriksaan elektrofisiologik.[18]

25

C. DIAGNOSIS

a. ANAMNESIS

Seseorang dengan cedera bahu berat, khususnya pada kecelakaan bermotor. Mekanisme

cedera harus dipertimbangkan, karena dapat terjadi pada multiple trauma.

Pasien dapat memberikan gejala-gejala berupa : [10]

Nyeri, khususnya leher dan bahu. nyeri saraf umumnya disebabkan adanya ruptur.

Parestesia dan distesia

Kelemahan atau rasa berat pada ekstremitas

Menurunnya nadi, disebabkan cedera pembuluh darah yang menyertainya.

26

Pada cedera saraf perifer perlu menentukan grading yang bertujuan untuk

memprediksi luaran fungsional dan rencana terapi. Penentuan grading dilakukan dengan

menilai mekanisme trauma yang umumnya berupa kompresi, traksi, laserasi, dan/ atau

iskemik. Seddon membagi grading menjadi tiga berdasarkan luasnya cedera pada tiga

komponen dasar saraf perifer (conducting axon, sel schwann yang meliputinya, dan

matriks jaringan yang berada disekitarnya disebut sebagai “highway”) yang menentukan

regenerasi aksonal yaitu : [11]

Neuropraksia

Neuropraksia, merupakan derajat yang paling ringan pada cedera saraf, dicirikanoleh

blok total atau penurunan konduksi akson pada segmen saraf yang dilaluinya. Kontinuitas

aksonal masih ada sehingga tidak terjadi degenerasi Wallerian. Konduksi saraf sampai

pada area distal dan proksimal dari lesi, namun tidak ada pada daerah lesi. Neuropraksi

dapat terjadi akibat kompresi mekanik langsung yang menyebabkan demielinisasi pada

saraf. Cedera neuropraksia umumnya bersifat sementara dan penyembuhan total dapat

terjadi dalam hitungan hari sampai minggu.

Pada umumnya neuropraksia disebabkan oleh adanya penekanan pada myeline sheet

yang relative ringan dan singkat dimana akan terjadi kompresi akut di sekitar saraf.

Kondisi neuropraksia ini akan mengalami demyelinasi pada saraf itu sendiri tanpa adanya

degenerasi pada saraf. Hal tersebut masih memungkinkan terjadinya konduksi pada saraf.

Gambar diambil dari kepustakaan no.11

Aksonotmesis

Aksonotmesis umumnya ditemukan pada cedera yang hebat, sehingga memberikan

gambaran yang lebih buruk dan dicirikan oleh hambatan akson dengan perlindungan pada

“highway” jaringan berhubungan disekitarnya, yang dapat membantu regenerasi aksonal.

Degenerasi wallerian distal akson terjadi dalam periode beberapa hari setelah stimulasi

27

elektrik langsung pada saraf distal yang terpotong tidak menunjukkann kemajuan dalam

konduksi saraf dan respon otot. Penyembuhan dapat terjadi melalui regenerasi aksonal

disebabkan perlindungan “highway” jaringan konektif, terdiri atas sel-sel schwann dan

lamina basalnya, dan komponen seluler dan molekuler matriks ekstraseluler. Pada

aksonotmesis umumnya penyembuhan terjadi dalam periode bulan sampai tahun. [11]

Adapun pada axonotmesis didapatkan gangguan axon, tetapi selubung myelin masih

utuh. Tanda gejala penekanan saraf tepi pada kondisi ini disertai dengan gangguan

motorik. Dimana gangguan ini sama halnya dengan jenis cedera neuropraksia. Akan

tetapi, pada kondisi ini ditemukan adanya gangguan sensorik dengan prognosis baik dalam

3 bulan. [11]

Gambar diambil dari kepustakaan no.11

Neurotmesis

Neurotmesis merupakan derajat yang paling berat yang dicirikan adanya kerusakan

akson, mielin, dan jaringan konektif “highway” dari komponen saraf, sehingga tidak dapat

terjadi regenerasi. Pada cedera ini kontinuitas eksternal saraf terlindungi namun terjadi

fibrosis intraneural menghambat regenerasi aksonal. Tindakan operasi perlu dilakukan

untuk menghilangkan blok yang terbentuk akibat adanya jaringan skar dan menyambung

kembali jaringan saraf. Laserasi yang menyebabkan hilangnya fungsi saraf perifer harus

dipertimbangkan sebagai neurotmesis sampai ditemukan kausa lain. [11]

Perubahan awal yang menyertai serangan ini adalah pembengkakan pada bagian

interstitial saraf. Sehingga menimbulkan hambatan konduksi karena menghilangnya

myelin saraf pada area yang mengalami kerusakan. Yang pertama terkena adalah serabut

saraf yang mempunyai daya hantar rangsang cepat. Beberapa serabut akan mengalami

degenerasi, sedangkan mungkin yang lain tetap baik atau mengalami reversible. Dari

patogenesis yang berlangsung seperti tersebut di atas, maka akan memberikan dampak

28

terhadap saraf baik sensorik, motorik maupun otonom. Seperti dampaknya terhadap

terjadinya kelemahan pada otot-otot sebagai salah satu akibat langsung maupun tidak

langsung. Karena adanya hambatan konduksi saraf, maka area yang memperoleh innervasi

akan mengalami perubahan misalnya pada otot antara lain: berkurangnya sarkomer-

sarkomer di beberapa bagian dari ujung-ujung serabut otot. Ikatan antara actin dan

filament-filamen myosin akan meningkatkan viskositas dan resisten untuk memanjang. [11]

\

Gambar diambil dari kepustakaan no.11

29

b. PEMERIKSAAN FISIS

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan ptosis, enoftalmus, , anhidrosis, and miosis atau

Horner syndrome menunjukkan adanya lesi pleksus letak rendah komplit, karena ganglion

simpatik T1 berada pada ujung proksimal pleksus brakhialis. [1]

Gambar menunjukkan pasien dengan ptosis dan miosis pada mata kanan. [1]

Edema pada bahu dapat luas. Menurunnya atau hilangnya nadi menunjukkan adanya

cedera pembuluh darah. Fraktur klavikula seringkali dapat diraba. Inspeksi dan palapasi

dengan cermat pada tulang aksial dapat menunjukkan adanya cedera yang menyertai.

Pemeriksaan pada setiap saraf servikal perlu dilakukan untuk melihat fungsi motorik dan

sensorik segera setelah kondisi pasien memungkinkan. [1]

Sebagai bahan pertimbangan pada keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan

neurologis. Pemeriksaan sensoris berupa deep pressure sensation mungkin merupakan

penanda utama pada kontinuitas saraf dengan pasien gejala tidak ada fungsi motor atau

sensasi lain. Pemeriksaan ini berupa cubitan pada dasar kuku dan menarik jari pasien ke sisi

luar. Jika terdapat sensasi terbakar menunjukkan adanya kontinuitas pada saraf yang

diperiksa. Namun jika tidak ada, maka pemeriksaan ini tidak berguna untuk menentukan

keadaan neuropraksia karena dapat bertahan lebih dari 6 bulan. [1]

Lokasi tes deep pressure spinal nerve Nerve Affected cord

Ibu jari C6 Median nerve Lateral cord

Jari tengah C7 Median nerve Lateral cord

Kelingking C8 Ulnar nerve Medial cord

Tabel diambil dari kepustakaan no. [1]

30

Pemeriksaan sensasi dan gerakan pergelangan tangan dan jari untuk menilai saraf-

saraf median, ulnar, radial dapat membantu mengetahui letak lesi pleksus brachialis.

Pemeriksaan motorik berguna karena terdapat variasi tertentu pada saraf-saraf spinal diantara

medulla dan merupakan pola inervasi abnormal yang terbanyak. Variasi ini menjadi

tantangan tersendiri dalam mengidentifikasi level yang terkena/terlibat. C4 dapat berperan

pada percabangan dari pleksus lebih dari 60%. Jika C4 memiliki peran signifikan pada

pleksus, maka pleksus dinamakan prefiks/ prefixed. Ketika pemeriksaan motorik dilakukan,

patut diingat bahwa kebanyakan otot manusia berperan pada multipel level servikal. [1]

Saraf servikal Tes fungsi motorik

C5 Abduksi, ekstensi, dan rotasi ekternal bahu, beberapa fleksi siku

C6 Fleksi siku, pronasi dan supinasi telapak tangan, beberapa ekstensi

pergelangan tangan

C7 Hilangnya fungsi ekstremitas secara difus tanpa paralisis sempurna

kelompok otot tertentu, ekstensi siku, yang secara konsisten mempersarafi

otot latisimus dorsi

C8 Ektensor dan fleksor jari tangan, fleksor pergelangan tangan, intrinsik

tangan

T1 Intrinsik tangan

Gambar diambil dari kepustakaan no. [1]

31

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran radiologi terdiri atas mielografi standar, computed tomographic (ct)

myelography, dan magnetic resonance (mr) imaging. Gambaran radiologi memiliki peranan

penting untuk membedakan cedera preganglionik dari lesi postganglion yang akan

menentukan manajemen pasien. [12]

Standard Myelography dan CT Myelography

Standard myelography telah lama digunakan untuk menilai derajat cedera pleksus

brachialis. Saat ini, standard myelography hampir selalu dilakukan bersamaan dengan CT

myelography. Standard myelography merupakan modalitas yang sederhana dan ekonomis

dan tersedia pada kebanyakan rumah sakit. Evaluasi saraf intradural menggunakan standard

myelography lebih sensitif dibandingkan dengan ct myelography untuk mendeteksi avulsi

serat saraf pada C8 dan T1. Akar saraf seringkali sulit untuk dievaluasi menggunakan CT

myelography yang berasal dari bahu. Standard myelography berguna untuk melihat saraf

ventral dan dorsal yang tidak dapat dievaluasi secara terpisah. CT myelography merupakan

modalitas yang paling terpercaya untuk mendeteksi cedera avulsi. CT myelography

memungkinkan penilaian terpisah pada akar saraf ventral dan dorsal dan deteksi defek saraf

intradural. Modalitas ini memiliki akurasi diagnostik yang lebih baik dibandingkan dengan

standard myelography dan MR imaging, khususnya pada level C5 dan C6, walaupun artifak

tulang dari bahu kadang memberi gangguan pada level C8 dan T1. Perkembangan terbaru

pada multi– detector row CT memungkinkan perolehan gambaran yang resolusi spasial

longitudinal yang lebih baik dan besar. [12]

Pada pasien dengan paralisis pleksus brachialis yang diakibatkan trauma, penting

untuk membedakan antara avulsi saraf traumatik (umumnya pada pseudomeningokel) atau

lesi pleksus brachialis pada bagian yang lebih distal. Pseudomeningokel dapat terlihat pada

MRI. Sayangnya pseudomeningokel dapat terjadi tanpa avulsi serat saraf, dan avulsi serat

saraf dapat berlangsung tanpa pseudomeningokel. Pada pasien dengan keadaan tersebut

biasanya terjadi pembengkakan pada pleksus brachialis sehingga sulit dideteksi adanya

robekan. Pasien dengan peningkatan pleksopati setelah terjadi fraktur klavikula, MRI dapat

berguna untuk mengevaluasi kompresi yang mungkin terjadi pada pleksus brachialis karena

terbentuknya kallus. [13]

32

Conventional MR Imaging

Temuan pada MRI konvensional dapat memberikan informasi anatomi dan fisiologi

tambahan pada cedera. Peningkatan intradural nerve roots dan root stumps menunjukkan

adanya gangguan fungsional dari akar saraf meskipun secara morfologi ada kontinuitas. [12]

Rekomendasi terhadap pemeriksaan radiologi yang optimal pada cedera pleksus

brachialis berupa pemeriksaan CT myelography sebagai modalitas pemeriksaan awal, dengan

menambahkan standard myelography dan MRI kontras. Namun perlu diketahui bahwa

pemeriksaan radiologik tunggal tidak dapat diandalkan karena keunggulan dan

keterbatasannya masing-masing alat. CT myelography merupakan pilihan pertama untuk

evaluasi kecurigaan terdapat cedera preganglion karena merupakan modalitas radiologik yang

paling terpercaya untuk mendeteksi cedera avulsi. Jika CT myelography tidak dapat

dilakukan, maka MR myelography harus dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan terhadap

MRI konvensional untuk mengevaluasi nerve roots. [12]

33

D. PENATALAKSAAN

a. PEMBEDAHAN

Trauma saraf perifer dapat dibagi menjadi trauma terbuka dan trauma tertutup. Repair

secepat mungkin pada trauma laserasi akut harus dilakukan dengan tujuan end-to-end

suture repair primer jika memungkinkan. Jika ujung saraf compang-camping , ataupun

trauma merupakan transmisi dari tenaga tumpul, operasi harus ditunda setelah interval 2

sampai 3 minggu agar memungkinkan terjadinya formasi jaringan ikat. Penundaan ini

bertujuan agar terbentuk batas antara jaringan saraf proksimal dan distal yang sehat

dengan segmen jaringan skar. Reseksi bedah pada jaringan fibrosa segmen proksimal dan

distal kembali pada struktur fascicular normal pada setiap ujungnya dilaksanakan

bersamaan dengan repair interposisi graft saraf ataupun tanpa repair interposisi dan

bergantung pada panjang celah. [11]

Pedoman penanganan trauma saraf perifer terbuka. [11]

34

trauma terbuka

saraf tidak terputus saraf terputus

perawatan medis dan follow up ketat dengan

pemeriksaan klinis serial, pemeriksaan

elektrodiagnosis, dan radiologi

reseksi tajam

reseksi tumpul

repair end-to-end

tunda repair

reseksi skar intraneural dan lakukan repair (±graft)

Pedoman penanganan trauma saraf perifer tertutup. (emg: elektromiografi, mri:

magnetic resonance imaging, mrn: magnetic resonance neurography, ncv, ssep:

somatosensory evoked potential). [11]

35

trauma tertutup

pemeriksaan klinis , pemeriksaan elektrodiagnostik (EMG/NCV/SSEP), pemeriksaan radiologik (MRI/MRN)

Neuropraksia aksonotmesis vs neurotmesis vs avulsi

serat safar spinal

aksonotmesis

penanganan medis penanganan medis

eksplorasi dengan monitoring

elektrofisiologi intraoperatif

penyembuhan sempurna

dalam hitungan minggu

penyembuhan dalam hitungan minggu-

tahun yang bergantung pada multipel faktor

respon konduksi saraf positif sekitar lesi avulsi serat saraf

spinal yang dikonfirmasi

dengan hilangnya SSEP

respon konduksi saraf negatif sekitar lesi

prosedur neurotisasi

lesi neurometrik : reseksi skar

intraneural dan lakukan repair

(±graft)

lesi aksonometrik : penyembuhan dalam

hitungan minggu- bulan bergantung pada multipel faktor

Trend terbaru pada cedera pleksus brachialis berupa repair secepat mungkin. Pasien

pasien dapat diobservasi selama 8 sampai 10 minggu untuk penyembuhan spontan. Setelah

empat minggu harus dilakukan pemeriksaan electromyography dan CT Myelography/ MR

myelography. Pasien dengan cedera avulsi dapat segera dioperasi. Pasien lainnya harus

diobservasi dalam 6-8 minggu terhadap penyembuhan spontan. Jika tidak terjadi

penyembuhan spontan, operasi tidak boleh ditunda karena keterlambatannya akan semakin

menyulitkan penyembuhan. Jika terbukti terjadi regenerasi namun tidak secara menyeluruh

(proksimal hingga distal) maka perlu dilakukan eksplorasi dan rekonstruksi pada segmen

yang tidak tercakup. [14]

Repair pleksus brachialis dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain : [14]

NERVE GRAFTS

Repair saraf secara langsung tanpa graft saraf hanya mungkin dilakukan pada cedera

tajam dengan posisi melintang, namun keadaan ini jarang dijumpai. graft saraf merupakan

teknik yang paling banyak dilakukan pada repair pleksus brachialis. tension free nerve graft

lebih baik dibandingkan dengan repair under tension. graft kutaneus yang tipis (misalnya

saraf sural) dipersiapkan karena lebih mudah tervaskularisasi. jika graft saraf terlalu tebal,

pusat graft saraf tidak dapat tervaskularisasi, dan graft akan gagal. kebanyakan ahli bedah

setuju bahwa graft saraf yang pendek lebih baik dibandingkan dengan graft saraf yang

panjang (misalnya berukuran lebih dari 7 cm). Graft harus 20% lebih panjang dari defek

saraf. Graft saraf yang tervaskularisasi sesuai untuk jaringan skar dan untuk memperbaiki

defek ukuran besar pada saraf. Komplikasi vaskuler dapat menyebabkan hilangnya graft

secara keseluruhan, untuk menjembatani defek yang panjang (30 cm atau lebih), seperti pada

transfer kontralateral, graft saraf tervaskularisasi terbukti lebih baik. Pada avulsi pleksus

brachialis yang lebih besar pada C8 dan T1, saraf ulnar tervaskularisasi telah digunakan

untuk transfer saraf C7 kontralateral ke saraf median. Pengambilan graft saraf sural secara

endoskopik telah dilakukan untuk menghindari kelemahan pada teknik terbuka. teknik ini

memberikan kepuasan yang lebih baik, angka kecacatan yang lebih kecil, dan tidak

menggangu estetika. [14]

NERVE ALLOGRAFTS

Allograft saraf bekerja sebagai kerangka temporer sampai terjadi regenerasi akson.

Jaringan allograft secara keseluruhan menggantikan bahan dasar. Imunosupresan fk 506 yang

baru, dikenal dengan takrolimus, memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan

imunosupresan lainnya. Imunosupresan ini memiliki kemampuan neurogeneratif dan

neuroprotektif. [14]

36

FIBRIN GLUE IN NERVE REPAIR

Dahulu graft saraf dijahit dengan menggunakan jahitan mikro sintetik, yang dapat

menstimulasi reaksi fibrosis dan inflamasi pada area sambungan yang dapat menghambat

regenerasi serat saraf. Naraka, pada tahun 1988 menggunakan lem fibrin pada repair saraf.

Sejak saat itu menjadi trend dikalangan ahli bedah saraf perifer. Studi terbaru

membandingkan lem fibrin dengan jahitan mikro pada repair saraf median tikus dan

menghasilkan repair saraf dengan fibrin sealant menghasilkan respon inflamasi dan fibrosis

yang lebih kecil, regenerasi aksonal yang lebih baik, dan kesejajaran serat yang lebih baik

dibandingkan dengan terknik jahitan mikro. Selain itu teknik fibrin sealant juga cepat dan

mudah digunakan. [14]

NERVE CONDUITS

Meskipun transplantasi graft saraf autologous merupakan plihan utama penanganan

pasien dengan celah saraf perifer, namun kelemahan utama teknik ini adalah terbatasnya saraf

donor yang tersedia. Masalah inilah yang menjadi alasan munculnya metode nerve guidance

channels. Saluran saraf ini membantu mengarahkan tunas aksonal dari puntung proksimal

sampai ke puntung saraf distal. Cara ini juga menyediakan saluran untuk difusi faktor-faktor

neurotropik dan neutotopik dan meminimalisasi infiltrasi jaringan ikat. Pipa saluran dibuat

dari bahan dasar biologi misalnya kolagen yang telah menunjukkan keberhasilan pada jarak

celah kurang dari 3 cm. [14]

NERVE TRANSFERS

Neurotisasi (atau transfer saraf) dilakukan pada repair cedera pleksus brachialis yang

berat, dimana akar saraf spinal proksimal robek dari medulla spinalis. Saraf proksimal yang

sehat kemudian disambungkan ke distal untuk menginervasi saraf yang tidak menerima

innervasi melalui akson yang didonorkan. Konsep ini adalah dengan mengorbankan fungsi

dari otot donor yang kurang berguna untuk menghidupkan kembali fungsi saraf dan otot

resipien melalui re-innervasi. Penggunaan transfer saraf merupakan kemajuan utama dalam

rekonstruksi pleksus brachialis dengan menggunakan berbagai saraf donor yang berbeda

untuk mengembalikan fungsi yang diinginkan. Idealnya transfer saraf harus dilakukan 6

bulan sebelum 6 bulan post trauma. Tersedia berbagai variasi saraf donor untuk neurotisasi.

Beberapa sumber neurotisasi yang biasa digunakan antara lain saraf aksesoris spinal, saraf

frenikus, saraf pektoralis medial, dan saraf interkostal. Metode terbaru, menggunakan

faskikel saraf fungsional ulnar dan median (oberlin transfer) pada pasien dengan C8 dan T1

intak sehingga memungkinkan pengembalian fleksi siku yang sempurna. Neurotisasi

mengorbankan saraf donor, yang nantinya paling tidak mengembalikan fungsi saraf resipien

37

atau fungsi otot secara parsial. Rami motorik harus diidentifikasi sebelum dihubungkan ke

resipien motor, hal ini disebabkan secara teori men-transfer donor motor yang murni ke saraf

resipien motor tidak pernah memberikan hasil yang terbaik pada neurotisasi motor. Metode

untuk mengidentifikasinya antara lain dengan stimulasi elektrik, arah serat saraf dan

pewarnaan histokimia. Saraf yang umumnya digunakan adalah saraf interkostal yang

mengandung sekitar 1300 serat mielin, dan saraf aksesoris spinal dengan 1700 serat. Saraf

muskulokutaneus yang ideal untuk neurotisasi motor adalah memiliki 60% serat fiber yang

akan memerlukan dua serat aksesoris spinal atau lima sarat asesoris spinal. Neurotisasi pada

lokasi resipien di area perifer pleksus misalnya saraf muskulokutaneus, saraf supraskapular,

dan saraf aksilla lebih efektif dibandingkan resipien pada dareah sentral seperti medulla

posterior atau bagian bawah/posterior cord or the lower trunk. Hal ini disebabkan serat donor

akan berpencar melalui cabang-cabang saraf lain sehingga menyebabkan neurotisasi tidak

maksimal dan juga menyebabkan kontraksi simultan pada otot-otot antagonis. Rekonstruksi

saraf merupakan modalitas yang lebih dipilih pada penanganan otot paliatif atau tendon

transfer pada cedera pleksus brachialis dewasa. Transfer saraf atau neurotisasi memiliki tiga

kategori utama yaitu extraplexal neurotization, intraplexal neurotization, dan end-to-side

neurorraphy. Jahitan langsung/direk tanpa tekanan pada neurotisasi lebih baik dibandingkan

jahitan indirek pada graft saraf khususnya pada saraf donor yang lemah seperti saraf

interkostal dan saraf asesoris spinal distal. Neurotisasi bertujuan untuk meng-inervasi

kembali saraf resipien sedekat mungkin dengan otot target. Pasien juga perlu dipersiapkan

pre operasi untuk melakukan latihan induksi sebelum neurotisasi dilakukan. Sebagai contoh,

setelah transfer saraf interkostal dan frenikus, pasien harus dilatih untuk berlari, berjalan, atau

mendaki untuk mencapai pernapasan dalam. Seiring proses penyembuhan, latihan yang

frekuen pada otot yang di re-inervasi akan memungkinkan adanya impuls saraf internal. [14]

Re- implantasi serat spinal yang avulsi ke dalam medulla spinalis

Carlstedt, berdasar pada penelitian binatang, membedah 10 pasien dengan lesi pleksus

brachialis dan berhasil mengembalikan fungsi otot lengan proksimal melalui re-plantasi saraf.

Re-plantasi saraf secara langsung kadangkala tidak dapat dilakukan. Alternatif lainnya adalah

dengan menghubungkan saraf target dengan graft saraf yang di implantasi ke dalam medulla

spinalis. [14]

b. REHABILITASI MEDIK

38

Pada awal trauma, lengan mungkin diistirahatkan beberapa hari atau minggu sebelum

memulai latihan. Pada fase subakut, terapi secara bertahap berkembang dari gerak pasif

menjadi aktif yang dapat ditoleransi. [10]

1. Imobilisasi

Imobilisasi merupakan terapi yang efektif untuk mengurangi nyeri akut. Pada trauma

plexus brachialis dilakukan positioning, yakni lengan diletakkan dalam sikap abduksi, elevasi

di atas bahu dengan tangan eksorotasi untuk membebaskan saraf spinal dari peregangan dan

mengembalikan fungsi saraf kembali. [15]

2. Ultrasound Diathermy (USD)

Diatermi berdasarkan konversi energy suara frekuensi tinggi (high frequency acoustic

vibration). Penetrasinya dalam (3-5 cm), menggambarkan daya > 2 W/cm2, gelombang suara

hanya memiliki daya penetrasi bila digunakan bersama gel, aquasonic dapat mencapai sekitar

73%. Penggunaan USD ini efektifuntuk terapi nyeri akibat neuropati perifer, neuroma dan

herpes zoster. Konraindikasi USD : pemberian pada mata, daerah otak, medulla spinalis post

laminektomi, kehamilan, pacemaker jantung, daerah perikardiak, lokasi post radioterapi,

daerah epifise yang sedang tumbuh, post operasi ganti sendi dengan bahan methyl

methacrylate/polyethylene, daerah neoplasma. Kontraindikasi lainnya pada terapi panas

adalah peradangan akut, perdarahan, hipostesi, anestesi, daerah keganasan, gangguan

komunikasi dan tromboflebitis akut. [15]

3. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan jenis stimulasi listrik dengan frekuensi rendah/tinggi intensitas

rendah/tinggi dan merupakan elektroanalgesia yang paling sering digunakan untuk mengatasi

nyeri. TENS berfrekuensi rendah 2-3 Hz sedangkan yang tinggi berfrekuensi 50-100 Hz dan

seringkali lebih efektif. Intensitas yang digunakan untuk berfrekuensi rendah lebih 30 mA

dan yang berfrekuensi tinggi 10-30 mA. TENS diindikasikan terutama untuk nyeri fokal,

sindrom nyeri kronik antara lain radikulopati, terutama perifer. [15]

4. Electrical Muscle Stimulation (EMS)

Alat yang digunakan untuk menstimulasi otot-otot dan mencegah atrofi otot. Manfaat dari

EMS : 1). Relaksasi otot yang mengalami ketegangan/kejang. 2. Pencegahan atrofi otot

karena tidak digunakan/kelumpuhan.3. meningkatkan sirkulasi darah local.4. stimulasi pasca

operasi otot betis untuk mencegah thrombosis vana.6. mempertahankan atau meningkatkan

jangkauan gerak.

39

Stimulasi otot listrik pada dasarnya dilakukan dengan merangsang beberapa bagian tubuh.

Untuk tujuan ini, sebuah perangkat elektronik yang menggunakan elektroda kecil yang secara

langsung ditempatkan pada daerah tubuh yang perlu dirangsang. Sebuah aliran listrik yang

rendah dialirkan melalui kabel untuk memberikan rangsangan listrik agar dapat menstimulasi

otot yang mengalami kelemahan. Alat ini dapat mengatur tegangan listrik yang ditimbulkan

untuk disesuaikan dengan lokasi otot yang dirangsang. Tegangan listrik yang rendah biasanya

digunakan pada kelompok otot yang lebih kecil, yang tidak dapat dirangsang dengan cara

lain. Menggunakan EMS sangat dianjurkan pada kasus-kasus cedera, dan gangguan

pergerakan yang disebabkan oleh kerusakan saraf pusat.

5. Terapi latihan (Physioterapy)

Program rehabilitasi dapat dilakukan dengan terapis fisik dan atau terapi okupasi.

Tujuannya adalah untuk mencegah atropi, mempertahankan ROM, meningkatkan kekuatan

dan fleksibilitas, menangani nyeri, mengembalikan fungsi struktur yang diinervasi oleh saraf

yang rusak untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa latihan yang dapat

digunakan: [16]

a. Latihan Range Of Motion (ROM)

ROM terdiri dari aktif, pasif atau kombinasi keduanya. Latihan yang dapat dilakukan 1.

Kepalkan tangan kemudian lepaskan semampunya,2. Tekuk pergelangan tangan sehingga

telapak tangan bergerak ke arah lengan bawah, tahan selama 3-5 detik kemudian luruskan, 3.

Ekstensi pergelangan tangan semampunya kemudian luruskan, 4. Fleksi siku semampunya

kemudian luruskan, 5. Berdiri tegak, tangan di samping badan, angkat ke depan dan ke atas,

tahan kemudian lepaskan. [16]

b. Latihan penguatan

Penguatan dilakukan dengan mengulangi latihan ROM tetapi dengan menggunakan

tahanan. Tahanan bisa dalam bentuk tension bands atau barbell. Tahanan ditingkatkan sampai

dapat menyelesaikan tiga set dengan mudah, sambil mempertahankan bentuk yang baik.

Gerakan tidak terlalu cepat tetapi terkontrol dan hindari bantuan dari bagian tubuh lainnya

seperti bersandarke samping sambil mengangkut lengan di atas kepala. [16]

6. Terapi okupasi

Terapi okupasi terkonsentrasi pada mempertahankan ROM di bahu, orthosis yang tepat

untuk mendukung fungsi tangan, siku dan lengan, dan menangani control edema dan deficit

sensorik, dengan pengujian dan terapi. Terapi okupasi mungkin menangani masalah-masalah

yang berkaitan dengan kemampuan pasien untuk menulis, mengetik, dan menemukan cara

alternative untuk berkomunikasi. Selain itu, terapi okupasi menyediakan bentuk pelatihan

40

ulang untuk aktivitas hidup sehari-hari, termasuk penggunaan teknik 1 lengan, peralatan

adaptif, dan latihan penguatan. [16], [17]

7. Ortohosis

Pada umumnya penderita dengan trauma plexus brachialis akan menggunakan lengan

kontralateral untuk beraktivitas. Pada beberapa kasus, penderita memerlukan kedua tangan

untuk melakukan aktivitas yang lebih kompleks. Untuk itu orthosis di desain sesuai

kebutuhan, terutama untuk mensuport bahu dan siku. Beberapa orthosis digerakkan

menggunakan system mioelektrik, sehingga penderita mampu melakukan gerakan pada

pergelangan tangan dan pinch pada jari-jarinya. [16], [17]

Orthosis ini dapat membantu penderita pasca trauma untuk melakukan aktivitas sehari-

hari seperti makan dan minum dari gelas atau botol, menyisir rambut, menggosok gigi,

menulis, menggambar, membuka dan menutup pintu, membawa barang-barang. [16], [17]

a. Paska operasi nerve repair dan graft

Setelah pembedahan, immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4 minggu. Terapi rahbilitasi

dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan gerakan pasif pada semua sendi anggota

gerak atas untuk mempertahankan luas gerak sendi. Stimulasi elektrik diberikan pada minggu

ketiga sampai ada perbaikan motorik. [10], [17]

Pasien secara tertulis diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda perbaikan motorik,

latihan aktif segera dimulai. Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang

mengalami reinervasi bila mempunyai control yang lebih baik. [16]

b. Pasca operasi free muscle transfer

Setelah transfer otot, ekstremitas atas dimobilisasi dengan bahu abduksi 300, fleksi 600

dan rotasi internal, siku fleksi 1000. Pergelangan tangan posisi netral, jari-jari dalam posisi

fleksi atau ekstensi tergantung jenois rekonstruksinya. [10]

Pemberian elektrostimulasi pada transfer otot, dan saraf yang di repair dilakukan pada

target otot yang paralisa seperti otot gracilis, triceps brachii, supraspinatus dan infraspinatus.

Elektrostimulasi intensitas rendah diberikan mulai pada minggu ketiga paska operasi dan

tetap dilanjutkan sampai EMG menunjukkan adanya reinervasi. Enam minggu paska operasi

selama menjaga rengangan berlebihan dari jahitan otot dan tendo, dilakukan ekstensi

pergelangan tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Siku metacarpal juga digerakkan

pasif untuk mencegah deformitas claw hand. [17]

c. Setelah reinervasi

41

Setelah EMG menunjukkan reinervasi pada transfer otot, biasanya 3-8 bulan paska

operasi, EMG biofeedback dimulai untuk melatih transfer otot menggerakkan siku dan jari

dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan ototnya secara efektif. [10], [17]

Reduksi otot diindikasikan saat pasien menunjukkan kontraksi aktif minimal yang tampak

pada otot dan grup otot. Tujuan reduksi otot untuk pasien adalah mengaktifkan kembali

control volunteer otot. Ketika pasien bekerja dengan otot yang lemah, intensitas aktivitas

motor unit dan frekuensi kontaksi otot akan meningkat. Waktu sesi terapi seharusnya pendek

dan dihentikan saat terjadi kelelahan dengan ditandai penurunan kemampuan pasien

mencapai tingkat yang diinginkan. [10], [17]

Pemanasan, ultrasound diatermi, TENS, interferensial stiumulasi, elektrostimulasi dapat

dipergunakan sesuai indikasi. Dilakukan juga penguatan otot-otot leher dan koreksi imbaans

otot-otot ekstremitas atas. [10], [17]

42

E. RINGKASAN

Pleksus brakhialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan

menuju ke pundak dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam pleksus brachialis

berupa C5, C6, C7, C8, dan T1. [1]

Data mengenai insiden trauma pleksus brachialis sulit diketahui dengan pasti, Goldie

dan Coates melaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular tertutup terjadi setiap tahun di

Inggris. Pada laporan yang lain, Narakas membuat suatu pedoman "seven seventies " dengan

mengacu pada pengalaman menangani 1068 pasien selama 18 tahun yang salah satunya berisi

70% kecelakaan pengendara sepeda motor dengan trauma multipel akan berimplikasi 70%

diantara berupa cedera supraklavikuler, 70% cedera supraklavikuler merupakan avulsi saraf

yang melibatkan C7, C8, T1. [1]

Enam puluh satu kasus kelumpuhan pleksus brachialis akibat persalinan tercatat

dalam 30.451 persalinan hidup di rumah sakit hibah Kaiser, San Francisco, antara Januari

1972 hingga Desember 1982 dengan insiden 2.0/1,000 kelahiran. Tiga puluh delapan pasien

dievaluasi dalam kurun waktu 1 tahun hingga 11,5 tahun. Penyebab trauma jalan lahir terkait

cedera pleksus brachialis adalah kelumpuhan wajah, fraktur klavikula, ekimosis tangan, dan

cephalohematoma. [2]

Selain itu pada data lainnya dalam populasi Amerika ditemukan bahwa cedera pleksus

brachialis teridentifikasi sebanyak 113 (0.1%) dari 103,434 anak dengan trauma yang masuk

rumah sakit antara bulan April 1985 hingga Maret 2002. Enam puluh satu persen diantaranya

merupakan anak laki-laki. Kebanyakan penyebab cedera adalah kecelakaan motor dengan

membawa penumpang dibelakangnya (36 kasus [32%]) atau kecelakaan pada pejalan kaki

(19 kasus [17%]). Trauma kepala didiagnosis pada 47% anak dan 27% diantaranya

mengalami konkusi, perdarahan intrakranial 21%, dan fraktur tulang kepala 14%. Trauma

vaskuler ekstremitas atas terjadi pada 16% pasien. Cedera muskuloskeletal yang terbanyak

antara lain fraktur humerus (16%), tulang iga (16%), klavikula (13%), dan skapula (11%).

Fraktur spinal terjadi pada 12% pasien, dan cedera medulla spinalis terjadi 4%. The Injury

Severity Score berkisar antara 1 sampai 75, dengan skor rata-rata 10 dan 6 pasien meninggal

karena adanya cedera yang berkepanjangan selama periode trauma. [3]

43

Plexus brachialis berada dalam region colli posterior, dibatasi di sebelah caudal oleh

clavicula dan terletak di sebelah posterolateral M. Sternocleidomastoideus, berada di sebelah

cranial dan dorsal a. Subclavia, disilangi oleh M. Omohyoideus venter inferior. Struktur yang

berada di superficial adalah M. Platysma myoides, N. Supraclavicularis, V. Jugularis Externa,

venter inferior M. Omohyoideus, M. Scalaneus Anterior, dan A. Transversa Colli. [5]

Plexus brachialis masuk ke dalam fossa axillaris bersama-sama A. Axillaris, pada sisi

inferolateral M. Pectoralis minor, di sebelah ventral M. Subscapularis, tampak percabangan

terminal dari plexus ini. [5]

Ramus anterior nervus spinalis C5-C6 bersatu membentuk truncus superior. Truncus

medius hanya dibentuk oleh nervus spinalis C7, dan truncus inferior dibentuk oleh nervus

spinalis C8 dan T1. Setiap truncus terbagi dua menjadi cabang anterior dan cabang dorsal

yang masing-masing mempersarafi bagian anterior dan posterior eksteremitas superior. [5]

Cabang anterior dari truncus superior dan truncus medius bersatu membentuk

fasciculus lateralis, terletak di sebelah lateral arteri axillaris. Cabang anterior dari truncus

inferior membentuk fasciculus medialis, terletak di sebelah medial arteri axillaris. Dan

cabang posterior dari ketiga truncus tersebut membentuk fasciculus posterior, berada di

sebelah posterior A. Axillaris. [5]

Ketiga fasciculus plexus brachialis terletak di atas dan lateral terhadap bagian pertama

A. Aksillaris ( bagian pertama A. Aksillaris terletak dari pinggir lateral iga 1 sampai batas

atas M. Pectoralis minor, dan bagian III terletak dari pinggir bawah M. Pectoralis minor

sampai pinggir bawah M. Teres Major). Fasciculus medialis menyilang di belakang arteri

untuk mencapai sisi medial bagian II arteri. Fasciculus posterior terletak di belakang bagian

kedua arteri, dan fasciculus lateralis terletak bagian II arteri. Jadi fasciculus pleksus

membatasi bagian kedua A. Axillaris yang dinyatakan seperti namanya. Sebagian besar

cabang fasciculus yang membentuk trunkus saraf utama ekstremitas superior melanjutkan

hubungan dengan bagian kedua A. Aksillaris.[5]

Pleksus brachialis menerima komponen simpatis melalui ganglion stellatum untuk nervus

spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion paravertebra T1-T2 untuk nervus spinalis T1-dan T2.

Terdapat enam saraf penting yang keluar dari pleksus brachialis, saraf-saraf tersebut adalah : [5]

44

1. N. Torakalis Longus berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan masuk aksilla

dengan berjalan turun melewati pinggir lateral iga I di belakang A. Aksillaris dan pleksus

brachialis. Saraf ini berjalan turun melewati permukaan lateral M. Serratus Anterior yang

dipersarafinya.

2. N. Aksillaris merupakan cabang yang besar dari fasciculus posterior. Berada di sebelah

dorsal a. aksillaris. Meninggalkan fossa aksillaris tanpa memberi persarafan di sisi N

aksillaris berjalan di antara M. Subscapularis dan M. Teres Minor, berada di sebelah

lateral caput longum M. Triceps Brachii, berjalan melaui fissure aksillaris lateralis

bersama-sama dengan arteri circumflexa humeri posterior, n aksillaris terletak bersandar

pada column chirurgicum humeri.

3. N. Radialis merupakan lanjutan langsung fasciculus posterior pleksus brachialis dan

terletak di belakang A. Aksillaris. N Radialis adalah cabang terbesar pleksus brachialis.

Sebelum meninggalkan aksilla, saraf ini mempercabangkan saraf untuk caput longum dan

caput medial M. Triceps dan N. Cutaneus brachii posterior.

4. N. Musculocutaneus merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan berpusat pada

medulla spinalis segmen C5-C7, mempersarafi M. Coracobrachialis, dan meninggalkan

aksilla dengan menembus otot tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral M. Biceps

Brachii, menembus fascia dan melanjutkan diri sebagai N. Cutaneus antebrachii lateralis,

yang mempersarafi permukaan lateral region antebrachium.

5. N. Medianus dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis dan radiks inferior dan

fasciculus medialis, berada di sebelah lateral a. aksillaris. Menerima serabut-serabut yang

berpusat pada medulla spinalis segmen C5-T1. Sepanjang brachium, n medianus berjalan

berdampingan dengan a. brachialis, mula-mula di sebelah lateral, lalu menyilang di

sebelah ventralarteri tersebut kira-kira pada pertengahan brachium, selanjutnya memasuki

fossa cubiti dan berada di sebelah medial a brachialis. Nervus ini tidak member

percabangan di daerah brachium. Memasuki daerah antebrachium, nervus ini berjalan di

antara kedua kaput m. pronator teres, berjalan ke distal di bagian mediana (tengah-tengah)

antebrachium, oleh karena itu disebut n. medianus.

6. N. Ulnaris adalah cabang utama dari fasciculus medialis, berjalan turun antara a. aksillaris

dan v. aksillaris. Pada pertengahan brachium saraf ini berjalan kea rah dorsal menembusi

septum intermusculare mediale, berjalan terus ke caudal dan berada pada permukaan

dorsal epicondylus medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris. Di tempat ini n.

ulnaris ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi. Di daerah brachium, n ulnaris tidak

member percabangan.

45

Trauma saraf perifer dapat dibagi menjadi trauma terbuka dan trauma tertutup. Repair

secepat mungkin pada trauma laserasi akut harus dilakukan dengan tujuan end-to-end suture

repair primer jika memungkinkan. Jika ujung saraf compang-camping , ataupun trauma

merupakan transmisi dari tenaga tumpul, operasi harus ditunda setelah interval 2 sampai 3

minggu agar memungkinkan terjadinya formasi jaringan ikat. Penundaan ini bertujuan agar

terbentuk batas antara jaringan saraf proksimal dan distal yang sehat dengan segmen jaringan

skar. Reseksi bedah pada jaringan fibrosa segmen proksimal dan distal kembali pada struktur

fascicular normal pada setiap ujungnya dilaksanakan bersamaan dengan repair interposisi

graft saraf ataupun tanpa repair interposisi dan bergantung pada panjang celah. [11]

Trend terbaru pada cedera pleksus brachialis berupa repair secepat mungkin. Pasien

pasien dapat diobservasi selama 8 sampai 10 minggu untuk penyembuhan spontan. Setelah

empat minggu harus dilakukan pemeriksaan electromyography dan CT Myelography/ MR

myelography. Pasien dengan cedera avulsi dapat segera dioperasi. Pasien lainnya harus

diobservasi dalam 6-8 minggu terhadap penyembuhan spontan. Jika tidak terjadi

penyembuhan spontan, operasi tidak boleh ditunda karena keterlambatannya akan semakin

menyulitkan penyembuhan. Jika terbukti terjadi regenerasi namun tidak secara menyeluruh

(proksimal hingga distal) maka perlu dilakukan eksplorasi dan rekonstruksi pada segmen

yang tidak tercakup. [14]

Repair pleksus brachialis dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain : [14]

NERVE GRAFTS

Repair saraf secara langsung tanpa graft saraf hanya mungkin dilakukan pada cedera

tajam dengan posisi melintang, namun keadaan ini jarang dijumpai. graft saraf merupakan

teknik yang paling banyak dilakukan pada repair pleksus brachialis. tension free nerve graft

lebih baik dibandingkan dengan repair under tension. graft kutaneus yang tipis (misalnya

saraf sural) dipersiapkan karena lebih mudah tervaskularisasi. jika graft saraf terlalu tebal,

pusat graft saraf tidak dapat tervaskularisasi, dan graft akan gagal. kebanyakan ahli bedah

setuju bahwa graft saraf yang pendek lebih baik dibandingkan dengan graft saraf yang

panjang (misalnya berukuran lebih dari 7 cm). Graft harus 20% lebih panjang dari defek

saraf. Graft saraf yang tervaskularisasi sesuai untuk jaringan skar dan untuk memperbaiki

defek ukuran besar pada saraf. Komplikasi vaskuler dapat menyebabkan hilangnya graft

secara keseluruhan, untuk menjembatani defek yang panjang (30 cm atau lebih), seperti pada

transfer kontralateral, graft saraf tervaskularisasi terbukti lebih baik. Pada avulsi pleksus

brachialis yang lebih besar pada C8 dan T1, saraf ulnar tervaskularisasi telah digunakan

46

untuk transfer saraf C7 kontralateral ke saraf median. Pengambilan graft saraf sural secara

endoskopik telah dilakukan untuk menghindari kelemahan pada teknik terbuka. teknik ini

memberikan kepuasan yang lebih baik, angka kecacatan yang lebih kecil, dan tidak

menggangu estetika. [14]

NERVE ALLOGRAFTS

Allograft saraf bekerja sebagai kerangka temporer sampai terjadi regenerasi akson.

Jaringan allograft secara keseluruhan menggantikan bahan dasar. Imunosupresan fk 506 yang

baru, dikenal dengan takrolimus, memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan

imunosupresan lainnya. Imunosupresan ini memiliki kemampuan neurogeneratif dan

neuroprotektif. [14]

FIBRIN GLUE IN NERVE REPAIR

Dahulu graft saraf dijahit dengan menggunakan jahitan mikro sintetik, yang dapat

menstimulasi reaksi fibrosis dan inflamasi pada area sambungan yang dapat menghambat

regenerasi serat saraf. Naraka, pada tahun 1988 menggunakan lem fibrin pada repair saraf.

Sejak saat itu menjadi trend dikalangan ahli bedah saraf perifer. Studi terbaru

membandingkan lem fibrin dengan jahitan mikro pada repair saraf median tikus dan

menghasilkan repair saraf dengan fibrin sealant menghasilkan respon inflamasi dan fibrosis

yang lebih kecil, regenerasi aksonal yang lebih baik, dan kesejajaran serat yang lebih baik

dibandingkan dengan terknik jahitan mikro. Selain itu teknik fibrin sealant juga cepat dan

mudah digunakan. [14]

NERVE CONDUITS

Meskipun transplantasi graft saraf autologous merupakan plihan utama penanganan

pasien dengan celah saraf perifer, namun kelemahan utama teknik ini adalah terbatasnya saraf

donor yang tersedia. Masalah inilah yang menjadi alasan munculnya metode nerve guidance

channels. Saluran saraf ini membantu mengarahkan tunas aksonal dari puntung proksimal

sampai ke puntung saraf distal. Cara ini juga menyediakan saluran untuk difusi faktor-faktor

neurotropik dan neutotopik dan meminimalisasi infiltrasi jaringan ikat. Pipa saluran dibuat

dari bahan dasar biologi misalnya kolagen yang telah menunjukkan keberhasilan pada jarak

celah kurang dari 3 cm. [14]

NERVE TRANSFERS

Neurotisasi (atau transfer saraf) dilakukan pada repair cedera pleksus brachialis yang

berat, dimana akar saraf spinal proksimal robek dari medulla spinalis. Saraf proksimal yang

sehat kemudian disambungkan ke distal untuk menginervasi saraf yang tidak menerima

innervasi melalui akson yang didonorkan. Konsep ini adalah dengan mengorbankan fungsi

47

dari otot donor yang kurang berguna untuk menghidupkan kembali fungsi saraf dan otot

resipien melalui re-innervasi. Penggunaan transfer saraf merupakan kemajuan utama dalam

rekonstruksi pleksus brachialis dengan menggunakan berbagai saraf donor yang berbeda

untuk mengembalikan fungsi yang diinginkan. Idealnya transfer saraf harus dilakukan 6

bulan sebelum 6 bulan post trauma. Tersedia berbagai variasi saraf donor untuk neurotisasi.

Beberapa sumber neurotisasi yang biasa digunakan antara lain saraf aksesoris spinal, saraf

frenikus, saraf pektoralis medial, dan saraf interkostal. Metode terbaru, menggunakan

faskikel saraf fungsional ulnar dan median (oberlin transfer) pada pasien dengan C8 dan T1

intak sehingga memungkinkan pengembalian fleksi siku yang sempurna. Neurotisasi

mengorbankan saraf donor, yang nantinya paling tidak mengembalikan fungsi saraf resipien

atau fungsi otot secara parsial. Rami motorik harus diidentifikasi sebelum dihubungkan ke

resipien motor, hal ini disebabkan secara teori men-transfer donor motor yang murni ke saraf

resipien motor tidak pernah memberikan hasil yang terbaik pada neurotisasi motor. Metode

untuk mengidentifikasinya antara lain dengan stimulasi elektrik, arah serat saraf dan

pewarnaan histokimia. Saraf yang umumnya digunakan adalah saraf interkostal yang

mengandung sekitar 1300 serat mielin, dan saraf aksesoris spinal dengan 1700 serat. Saraf

muskulokutaneus yang ideal untuk neurotisasi motor adalah memiliki 60% serat fiber yang

akan memerlukan dua serat aksesoris spinal atau lima sarat asesoris spinal. Neurotisasi pada

lokasi resipien di area perifer pleksus misalnya saraf muskulokutaneus, saraf supraskapular,

dan saraf aksilla lebih efektif dibandingkan resipien pada dareah sentral seperti medulla

posterior atau bagian bawah/posterior cord or the lower trunk. Hal ini disebabkan serat donor

akan berpencar melalui cabang-cabang saraf lain sehingga menyebabkan neurotisasi tidak

maksimal dan juga menyebabkan kontraksi simultan pada otot-otot antagonis. Rekonstruksi

saraf merupakan modalitas yang lebih dipilih pada penanganan otot paliatif atau tendon

transfer pada cedera pleksus brachialis dewasa. Transfer saraf atau neurotisasi memiliki tiga

kategori utama yaitu extraplexal neurotization, intraplexal neurotization, dan end-to-side

neurorraphy. Jahitan langsung/direk tanpa tekanan pada neurotisasi lebih baik dibandingkan

jahitan indirek pada graft saraf khususnya pada saraf donor yang lemah seperti saraf

interkostal dan saraf asesoris spinal distal. Neurotisasi bertujuan untuk meng-inervasi

kembali saraf resipien sedekat mungkin dengan otot target. Pasien juga perlu dipersiapkan

pre operasi untuk melakukan latihan induksi sebelum neurotisasi dilakukan. Sebagai contoh,

setelah transfer saraf interkostal dan frenikus, pasien harus dilatih untuk berlari, berjalan, atau

mendaki untuk mencapai pernapasan dalam. Seiring proses penyembuhan, latihan yang

frekuen pada otot yang di re-inervasi akan memungkinkan adanya impuls saraf internal. [14]

48

Re- implantasi serat spinal yang avulsi ke dalam medulla spinalis

Carlstedt, berdasar pada penelitian binatang, membedah 10 pasien dengan lesi pleksus

brachialis dan berhasil mengembalikan fungsi otot lengan proksimal melalui re-plantasi saraf.

Re-plantasi saraf secara langsung kadangkala tidak dapat dilakukan. Alternatif lainnya adalah

dengan menghubungkan saraf target dengan graft saraf yang di implantasi ke dalam medulla

spinalis. [14]

a. REHABILITASI MEDIK

Pada awal trauma, lengan mungkin diistirahatkan beberapa hari atau minggu sebelum

memulai latihan. Pada fase subakut, terapi secara bertahap berkembang dari gerak pasif

menjadi aktif yang dapat ditoleransi. [10]

Imobilisasi

Imobilisasi merupakan terapi yang efektif untuk mengurangi nyeri akut. Pada trauma

plexus brachialis dilakukan positioning, yakni lengan diletakkan dalam sikap abduksi, elevasi

di atas bahu dengan tangan eksorotasi untuk membebaskan saraf spinal dari peregangan dan

mengembalikan fungsi saraf kembali. [15]

Ultrasound Diathermy (USD)

Diatermi berdasarkan konversi energy suara frekuensi tinggi (high frequency acoustic

vibration). Penetrasinya dalam (3-5 cm), menggambarkan daya > 2 W/cm2, gelombang suara

hanya memiliki daya penetrasi bila digunakan bersama gel, aquasonic dapat mencapai sekitar

73%. Penggunaan USD ini efektifuntuk terapi nyeri akibat neuropati perifer, neuroma dan

herpes zoster. Konraindikasi USD : pemberian pada mata, daerah otak, medulla spinalis post

laminektomi, kehamilan, pacemaker jantung, daerah perikardiak, lokasi post radioterapi,

daerah epifise yang sedang tumbuh, post operasi ganti sendi dengan bahan methyl

methacrylate/polyethylene, daerah neoplasma. Kontraindikasi lainnya pada terapi panas

adalah peradangan akut, perdarahan, hipostesi, anestesi, daerah keganasan, gangguan

komunikasi dan tromboflebitis akut. [15]

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan jenis stimulasi listrik dengan frekuensi rendah/tinggi intensitas

rendah/tinggi dan merupakan elektroanalgesia yang paling sering digunakan untuk mengatasi

nyeri. TENS berfrekuensi rendah 2-3 Hz sedangkan yang tinggi berfrekuensi 50-100 Hz dan

seringkali lebih efektif. Intensitas yang digunakan untuk berfrekuensi rendah lebih 30 mA

49

dan yang berfrekuensi tinggi 10-30 mA. TENS diindikasikan terutama untuk nyeri fokal,

sindrom nyeri kronik antara lain radikulopati, terutama perifer. [15]

Electrical Muscle Stimulation (EMS)

Alat yang digunakan untuk menstimulasi otot-otot dan mencegah atrofi otot. Manfaat dari

EMS : 1). Relaksasi otot yang mengalami ketegangan/kejang. 2. Pencegahan atrofi otot

karena tidak digunakan/kelumpuhan.3. meningkatkan sirkulasi darah local.4. stimulasi pasca

operasi otot betis untuk mencegah thrombosis vana.6. mempertahankan atau meningkatkan

jangkauan gerak.

Stimulasi otot listrik pada dasarnya dilakukan dengan merangsang beberapa bagian tubuh.

Untuk tujuan ini, sebuah perangkat elektronik yang menggunakan elektroda kecil yang secara

langsung ditempatkan pada daerah tubuh yang perlu dirangsang. Sebuah aliran listrik yang

rendah dialirkan melalui kabel untuk memberikan rangsangan listrik agar dapat menstimulasi

otot yang mengalami kelemahan. Alat ini dapat mengatur tegangan listrik yang ditimbulkan

untuk disesuaikan dengan lokasi otot yang dirangsang. Tegangan listrik yang rendah biasanya

digunakan pada kelompok otot yang lebih kecil, yang tidak dapat dirangsang dengan cara

lain. Menggunakan EMS sangat dianjurkan pada kasus-kasus cedera, dan gangguan

pergerakan yang disebabkan oleh kerusakan saraf pusat.

Terapi latihan (Physioterapy)

Program rehabilitasi dapat dilakukan dengan terapis fisik dan atau terapi okupasi.

Tujuannya adalah untuk mencegah atropi, mempertahankan ROM, meningkatkan kekuatan

dan fleksibilitas, menangani nyeri, mengembalikan fungsi struktur yang diinervasi oleh saraf

yang rusak untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa latihan yang dapat

digunakan: [16]

c. Latihan Range Of Motion (ROM)

ROM terdiri dari aktif, pasif atau kombinasi keduanya. Latihan yang dapat dilakukan 1.

Kepalkan tangan kemudian lepaskan semampunya,2. Tekuk pergelangan tangan sehingga

telapak tangan bergerak ke arah lengan bawah, tahan selama 3-5 detik kemudian luruskan, 3.

Ekstensi pergelangan tangan semampunya kemudian luruskan, 4. Fleksi siku semampunya

kemudian luruskan, 5. Berdiri tegak, tangan di samping badan, angkat ke depan dan ke atas,

tahan kemudian lepaskan. [16]

d. Latihan penguatan

Penguatan dilakukan dengan mengulangi latihan ROM tetapi dengan menggunakan

tahanan. Tahanan bisa dalam bentuk tension bands atau barbell. Tahanan ditingkatkan sampai

dapat menyelesaikan tiga set dengan mudah, sambil mempertahankan bentuk yang baik.

50

Gerakan tidak terlalu cepat tetapi terkontrol dan hindari bantuan dari bagian tubuh lainnya

seperti bersandarke samping sambil mengangkut lengan di atas kepala. [16]

Terapi okupasi

Terapi okupasi terkonsentrasi pada mempertahankan ROM di bahu, orthosis yang tepat

untuk mendukung fungsi tangan, siku dan lengan, dan menangani control edema dan deficit

sensorik, dengan pengujian dan terapi. Terapi okupasi mungkin menangani masalah-masalah

yang berkaitan dengan kemampuan pasien untuk menulis, mengetik, dan menemukan cara

alternative untuk berkomunikasi. Selain itu, terapi okupasi menyediakan bentuk pelatihan

ulang untuk aktivitas hidup sehari-hari, termasuk penggunaan teknik 1 lengan, peralatan

adaptif, dan latihan penguatan. [16], [17]

Ortohosis

Pada umumnya penderita dengan trauma plexus brachialis akan menggunakan lengan

kontralateral untuk beraktivitas. Pada beberapa kasus, penderita memerlukan kedua tangan

untuk melakukan aktivitas yang lebih kompleks. Untuk itu orthosis di desain sesuai

kebutuhan, terutama untuk mensuport bahu dan siku. Beberapa orthosis digerakkan

menggunakan system mioelektrik, sehingga penderita mampu melakukan gerakan pada

pergelangan tangan dan pinch pada jari-jarinya. [16], [17]

Orthosis ini dapat membantu penderita pasca trauma untuk melakukan aktivitas sehari-

hari seperti makan dan minum dari gelas atau botol, menyisir rambut, menggosok gigi,

menulis, menggambar, membuka dan menutup pintu, membawa barang-barang. [16], [17]

d. Paska operasi nerve repair dan graft

Setelah pembedahan, immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4 minggu. Terapi rahbilitasi

dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan gerakan pasif pada semua sendi anggota

gerak atas untuk mempertahankan luas gerak sendi. Stimulasi elektrik diberikan pada minggu

ketiga sampai ada perbaikan motorik. [10], [17]

Pasien secara tertulis diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda perbaikan motorik,

latihan aktif segera dimulai. Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang

mengalami reinervasi bila mempunyai control yang lebih baik. [16]

e. Pasca operasi free muscle transfer

Setelah transfer otot, ekstremitas atas dimobilisasi dengan bahu abduksi 300, fleksi 600

dan rotasi internal, siku fleksi 1000. Pergelangan tangan posisi netral, jari-jari dalam posisi

fleksi atau ekstensi tergantung jenois rekonstruksinya. [10]

Pemberian elektrostimulasi pada transfer otot, dan saraf yang di repair dilakukan pada

target otot yang paralisa seperti otot gracilis, triceps brachii, supraspinatus dan infraspinatus.

51

Elektrostimulasi intensitas rendah diberikan mulai pada minggu ketiga paska operasi dan

tetap dilanjutkan sampai EMG menunjukkan adanya reinervasi. Enam minggu paska operasi

selama menjaga rengangan berlebihan dari jahitan otot dan tendo, dilakukan ekstensi

pergelangan tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Siku metacarpal juga digerakkan

pasif untuk mencegah deformitas claw hand. [17]

f. Setelah reinervasi

Setelah EMG menunjukkan reinervasi pada transfer otot, biasanya 3-8 bulan paska

operasi, EMG biofeedback dimulai untuk melatih transfer otot menggerakkan siku dan jari

dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan ototnya secara efektif. [10], [17]

Reduksi otot diindikasikan saat pasien menunjukkan kontraksi aktif minimal yang tampak

pada otot dan grup otot. Tujuan reduksi otot untuk pasien adalah mengaktifkan kembali

control volunteer otot. Ketika pasien bekerja dengan otot yang lemah, intensitas aktivitas

motor unit dan frekuensi kontaksi otot akan meningkat. Waktu sesi terapi seharusnya pendek

dan dihentikan saat terjadi kelelahan dengan ditandai penurunan kemampuan pasien

mencapai tingkat yang diinginkan. [10], [17]

Pemanasan, ultrasound diatermi, TENS, interferensial stiumulasi, elektrostimulasi dapat

dipergunakan sesuai indikasi. Dilakukan juga penguatan otot-otot leher dan koreksi imbaans

otot-otot ekstremitas atas. [10], [17]

F. KESIMPULAN

52

Cedera plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal dari C5-T1.Plexus

brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke arah axilla yang dibentuk oleh ramus

ventral saraf vertebra C5-T1.[8]

Insiden obstetrical brachial plexus injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000

kelahiran. Insiden Erb’s palsy sekitar 90%, total plexus injury sebesar 9%, dan Klumpke’s

palsy sebesar 1%.[1][2] Menurut Office of Rare Disease of National Institutes of Health, angka

kejadian brachial plexus injury kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di

Amerika Serikat. Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25 tahun.[3]

Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus brachialis. Tetapi etiologi

yang lebih sering, antara lain: trauma, cedera persalinan, compression syndrome, dan tumor. [17]

Terdapat berbagai macam versi sistem klasifikasi brachial plexus injury, tetapi yang

paling banyak digunakan adalah Leffert’s classification system. [15]

1. Tipe 1 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh open trauma.

2. Tipe 2 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh closed trauma, dibagi

menjadi:

-          A: Supraclavicular, dibagi menjadi: preganglionik dan postganglionik.

-          B. Infraclavicular

-          C: Kombinasi

1. Tipe 3 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh radiotherapy induced.

2. Tipe 4 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh cedera selama

persalinan.

-          A: Erb’s palsy

-          B: Klumpke’s palsy

-          C: Kombinasi

53

Manifestasi klinis cedera plexus brachialis tergantung dari tingkat lesi yang terjadi

(roots, trunks, divisions, cords, terminal branches, atau total plexus). Manifestasi klinis yang

timbul adalah gangguan motorik dan sensorik sesuai dengan distribusi nervus. [8]

Pemeriksaan fisik yang diperlukan, meliputi: (1) pemeriksaan motorik sesuai dengan

distribusinya yang dinilai dari skala 0 hingga 5 disesuaikan dengan Medical Research

Council Scale for Assessment of Muscle Power. (2) pemeriksaan sensorik pada setiap

dermatom, propioceptive, temperatur, taktil, perabaan, vibrasi dengan turning fork 30 dan

256 cycles per second, dan ninhydrin test. (3) Pemeriksaan khusus, meliputi Tinel’s sign dan

Horner’s syndrome. [2]

Diagnosis cedera plexus brachialis, meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan kebutuhan (x-ray, CT Scan, MRI, CT

myelography, angiography, electrophysiology). [17]

Penanganan untuk cedera plexus brachialis tergantung level cedera yang terjadi

menurut pembagian David Chuang. Pilihan rekonstruktif untuk cedera level 1 adalah nerve

transfer dan functioning free muscle transplantation. Palliative surgery dikerjakan untuk lesi

level 1 sampai dengan 4.Functioning free muscle transplantation termasuk dalam palliative

surgery dan dapat dikerjakan pada lesi selain lesi level 1. Neurolysis, nerve repair, nerve graft

(free nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft), nerve transfer dikerjakan pada lesi level

2. Clavicle osteotomy seringkali dibutuhkan pada lesi level 3. Nerve grafts juga sering

dikerjakan pada lesi level 4. [14]

Prognosis obstetric brachial plexus injury umumnya baik, karena lebih dari 70% kasus

sembuh secara spontan karenakan hampir sebagian besar nervus injury pada kasus obstetrikal

termasuk dalam cedera neuropraxia yang dapat pulih secara spontan. [10]

Penelitian oleh Rorabeck CH, et al dapat disimpulkan, full recovery pada kasus upper

roots sekitar 23%, pada kasus upper trunk sekitar 53%, pada kasus lower trunk sekitar 17%,

pada kasus cords trauma sekitar 26%, dan 0% pada kasus complete brachial plexus injury. [4]

G. PENUTUP

A. Kesan

54

Kesan pada pembuatan referat ini adalah perlunya suatu keseriusan dalam mencari

materi, kejujuran dalam membuat materi, dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan materi.

Referat “Pleksus Brachialis entrapment” memberikan suatu tambahan keilmuan dalam bidang

Neurologi yang bermanfaat bagi kedepannya nanti dalam menjalani profesi sebagai seorang

dokter umum, baik tentang tanda dan gejalanya, serta terapi yang dapat diberikan pada

pasien. Terimakasih kepada pembimbing karena telah mengajarkan penulis cara

menyelesaikan suatu tugas dengan jujur, tepat waktu dan bertanggung jawab.

B. Pesan

Dapat dilakukan penambahan materi lanjutan dengan jumlah referensi yang lebih

banyak dan terbaru mengenai talaksana Pleksus Brachialis entrapment untuk memberikan

gambaran menyeluruh mengenai terapi yang dapat digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

55

1. Foster, M., Traumatic Brachial Plexus Injuries. 2011, emedicine. p. 1-4.

2. Brachial Plexus Birth Palsy: A 10-Year Report on the Incidence and Prognosis.

Journal of Pediatrics Orthopaedics, 1984. 4(6).

3. Dorsi, M., W. Hsu, and A. Belzberg, Epidemiology of brachial plexus injury in the

pediatric multitrauma population in the United States. Journal of Neurosurgery, 2010.

5.

4. Rajiv, M., Epidemiology of Brachial Plexus Injuries in a Multitrauma Population.

Neurosurgery, 1997. 40(6): p. 1182-89.

5. Snell, R., Ekstremitas superior, in Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, J.

Oswari, Editor. 1998, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. p. 132-253.

6. Moore, K. and A. Agur, Essential Clinical Anatomy ed. 3. 2007, Baltimore:

Lippincott Williams & Wilkins.

7. Junqueira, L. and J. Carneiro, Basic Histology Text and Atlas, ed. 11. 2005, New

York: McGraw-Hill Medical.

8. Gartner, L. and J. Hiatt, Color Text Book of Histology, ed. 3. 2007, Philadelphia:

Saunders Elsevier.

9. Wood, M. and P. Murray, Current Concepts in the Surgical Management of Brachial

Plexus Injuries. 2006, www. DCMSonline.org. p. 31-4.

10. Foster, M., Brachial Plexus Injury Traumatic. 2009, emedicine.

11. Grant, G., R. Goodkin, and M. Kliot, Evaluation and treatment of traumatic

peripheral nerve injuries, in Neurosurgical Operative Atlas Spine and Peripheral

Nerves, B. Brandenburg, Editor. 2007, Thieme Medical Publisher: New York. p. 888-

94.

56

12. Yoshikawa, T., et al., Brachial Plexus Injury: Clinical Manifestations, Conventional

Imaging Findings, and the Latest Imaging Techniques. Radiographics, 2006. 26: p.

133-44.

13. Van, H., et al. MRI of the brachial plexus. Volume, 84-90

14. Bhandari, P., et al., Current trends in the management of brachial plexus injuries.

Indian Journal of Neurotrauma, 2008. 5(1): p. 21-5.

15. Aulina, S. and A. Pratiwi, Rehabilitasi pada nyeri dalam nyeri neuropatik 2001:

Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI.

16. Weiss, L. and J. Silver, Brachial Plexopathies in Easy EMG. 2004, Eidenburgh:

Butterworth Heinemann.

17. Kaye, V., Traumatic Brachial Plexopath. 2008.

18. Murad, G., S. Yamada, and R. Lonser, Brigde Bypass Coaptation for Upper Trunk

Cervical Nerve Root Avulsion, in Neurosurgical Operative Atlas Spine and

Peripheral Nerves, B. Brandenburg, Editor. 2007, Thieme Medical Publisher: New

York. p. 396-401.

57