Upload
diky-sukma-wibawa
View
294
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tb
REFLEKSI KASUS
TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh:
Diky Sukma Wibawa
H2A008014
Pembimbing:
dr. Zakiyah, Sp Rad
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Slamet
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 57 tahun
Alamat : Panjonan Pemalang
Pekerjaan : Pedagang makanan kecil
Status perkawinan : Sudah menikah
Biaya pengobatan : JAMKESMAS
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Batuk berdahak berwarna putih
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan penurunan
nafsu makan yang disertai penurunan berat badan.
± 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan batuk.
Menurut pasien batuk yang dirasakan terus menerus, batuk disertai dahak (+)
berwarna kuning namun tidak disertai darah.
± 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk disertai
dahak (+) berwarna kuning, demam (+), mual (-), muntah (-), kesemutan (-),
keringat dingin dimalam hari (+), susah BAB, BAK normal.
Pada saat masuk rumah sakit pasien mengeluh batuk disertai dahak (+) berwarna
kuning, demam (+), mual (+), muntah (+), keringat dingin dimalam hari (+), susah
BAB, BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat TB (+)
Hipertensi disangkal
Penyakit Jantung disangkal
Diabetes melitus disangkal
Asma disangkal
Alergi obat disangkal
Alergi makanan seafood (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini
Hipertensi disangkal
Penyakit Jantung disangkal
Diabetes melitus disangkal
Asma disangkal
Alergi obat disangkal
Alergi makanan seafood (-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pembiayaan pasien menggunakan JAMKESMAS
Riwayat Pribadi :
Pasien merokok sebanyak 1 bungkus/hari
Minum minuman beralkohol disangkal
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Terlihat sakit
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
TD : 100/70 mmHg
Suhu : 38,7oC
RR : 27x/menit
Nadi : 88x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
BB : Tidak diukur
TB : Tidak diukur
Status Generalis :
Kepala : Mesocepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL
(+/+)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-), konka
hipertrofi (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), gigi karies (-),
Tenggorok : Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), deviasi trakhea (-)
Thorax
Pulmo Dextra Sinistra
Depan
Ins
Pal
Per
Aus
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-)
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-)
Belakang
Ins
Pal
Per
Aus
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-)
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-)
Vesikuler SD vesikuler
ST (-)
Vesikuler
Paru depan Paru belakang
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm media linea
midclavicula sinistra, pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-)
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS V 1-2 cm media linea midclavicula
sinistra
Konfigurasi jantung : normal
Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut katak (-), defans muscular (-)
Auskultasi : Peristaltik 5-30x/menit, metalic sound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-),hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal
tidak teraba
Perkusi : Tympani (+), pekak sisi (+), pekak alih (-),
Ekstrimitas
Superior Inferior
Akral dingin
Oedem
Sianosis
Reflek fisiologis
Reflek patologis
CRT
-/-
-/-
-/-
+/+
-/-
< 2’
-/-
-/-
-/-
+/+
-/-
< 2’
Pemerikaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Juli 2012
Darah rutin Hasil Satuan Nilai normal
Lekosit
Eritrosit
Hb
Ht
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Diff count
Eosinofil Absolute
Basofil Absolute
Netrofil Absolute
Limfosit Absolute
Monosit Absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK (Serum)
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Kalium
Natrium
10.75
5.07
14.40
44.30
88.10
28.40
32.00
504
16.90
0.82
0.41
5.08
3.44
1.00
7.60
0.40
54.30
28.40
9.30
89
32
16
106.0
5.25
3.2
140
10^3/ ul
10^6/ uL
g/ dL
%
fL
Pg
g/dL
10^3/ ul
%
10^3/ ul
10^3/ ul
10^3/ ul
10^3/ ul
10^3/ ul
%
%
%
%
%
mg/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
3.8 – 10.6
4.4 – 5.9
13.2 – 17.3
40 – 52
80 – 100
26 – 34
32 – 36
150 – 440
11.5 – 14.5
0.045 – 0.44
0 – 0.2
1.8 - 8
0.9 – 5.2
0.16 – 1
2 – 4
0 – 1
50 – 70
25 – 40
2 – 8
< 125
0 – 35
0 – 35
10.0 – 50.0
0.60 – 0.90
3.5 – 5.0
135 – 145
Chlorida
Calsium
94
12.4
mmol/L
Mg/dL
95.0– 105
8.1 – 10.4
Foto Rontgen tanggal 25 Juli 2012
Cor : Ukuran, letak dan bentuk normal
Pulmo : Corakan vaskuler kasar
Bercak kesuraman (+) kiri atas
Kalsifikasi (+)
Diafragma : Normal
Sinus costofrenikus : Normal
Kesan : Cor : Normal
Pulmo : TB Paru lama aktif
Usulan Pemeriksaan
Mikrobiologi : Pemeriksaan Sputum SPS
Diagnosis Banding :
TB Paru Relaps
PPOK
Diagnosis Klinis :
TB Paru Relaps
Penatalaksanaan :
Farmakologi : Inf RL 20 tetes/menit
Inj Cefotaxim 1 gr
Inj ondancetron 1 amp
Inj B12 1 amp
Non farmakologi :
Jangan membuang dahak sembarang tempat
Menjaga kebersihan lingkungan
Memakai masker
PEMBAHASAN
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang telah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, 85 %
dari seluruh kasus TB adalah TB paru, sisanya (15 %) menyerang organ tunuh
lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak dan
lainnya.1
Epidemiologi
Di negara maju seperti Eropa dan Amerika, TB paru relatif mulai langka,
hal ini disebabkan karena tingginya standar hidup masyarakat serta kemajuan
dalam cara pengobatan. Menurut data Center for Disease Control (CDC), angka
kejadian TB 10 kali lebih tinggi pada orang Asia dan Pasifik, 8 kali lebih tinggi
pada orang kulit hitam non Hispanic, dan 5 kali lebih tinggi pada orang Hispanic,
Amerika asli dan Alaska asli, namun ras bukan faktor resiko yang berdiri sendiri
untuk terjadinya TB. Resiko TB lebih didasarkan atas sosial, ekonomi dan tingkat
kesehatan individu. Tidak ada perbedaan bermakna antara laki-laki dan
perempuan dalam angka kejadian TB. Angka kejadian TB meningkat pada usia
ekstrem (anak-anak dan orang tua) dan kelompok resiko tinggi seperti penderita
DM, pecandu alkohol, pecandu obat bius, immuno-comprozed conditions seperti
HIV, SLE, malnutrisi, dalam pengobatan kortikosteroid dan kemoterapi,
gelandangan, orang-orang dalam penjara dan sebagainya. Disamping faktor-faktor
di atas, beberapa kepustakaan mengatakan bahwa terdapat faktor genetik individu
seperti pada orang-orang dengan polymorphism dengan gen NRAMP (Natural
Resistance Associated Macrophage Potein 1) yang berpengaruh pada timbulnya
TB.1
Menurut data dari evidence based guide book, hanya 5 % pasien TB paru
reaktif yang mempunyai foto toraks normal, sisanya abnormal. Sensitivitas dan
spesifisitas foto toraks dalam mendiagnosis TB yaitu 86 % dan 83 % apabila
ditemukan lesi apikal, kavitas dan gambaran retikulonodular.1
Patogenesis TB Paru
Penularan terjadi ketika seseorang terinfeksi droplet yang mengandung
kuman TB. Bakteri tumbuh lambat dan bertahan dalam lingkungan intra selular
dan dorman sebelum reaktivasi. Pengertian utama dari patogenesis kuman TB
adalah kemampuan kuman untuk lolos dari mekanisme pertahanan tubuh host,
termasuk makrofag dan sistem hipersensitivitas tipe lambat. Droplet nukleus Yng
terinfeksi berukuran sangat kecil (1-5 mikron) dan mengandung sejumlah 1-10
basil.1
Setelah terhisap, kuman terkumpul di bronkiolus respiratorius distal atau
alveolus yang letaknya sub pleural. Kemudian makrofag alveolar akan
memfagosit kuman. Tetapi makrofag titdak mampu melisiskan bakteri sehingga
bakteri berkembang dalam makrofag. Kemudian terjadi perpindahan makrofag
yang berisi kuman Mycobacterium tuberculosis ke kelenjar getah bening regional
(penyebaran limfogen) membentuk fokus primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen kuman Mycobacterium tuberculosis masuk ke sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.1
Gambar patogenesis terjadinya TB primer dan TB post primer
TB post primer terjadi setelah timbulnya respon imun spesifik yang bisa
terjadi melalui 2 cara yaitu melalui inhalasi kuman baru atau reinfeksi TB primer.
Gambaran klasik TB paru post primer yang letaknya di apeks dan paru lobus atas
disebabkan karena tekanan oksigen di apeks paru lebih tinggi sehingga kuman
berkembang lebih baik. Gejala sistemik timbul akibat reaktivasi makrofag yang
melepaskan sitokin sehingga menimbulkan gejala febris, anoreksisa dan
penurunan berat badan. 1
Diagnosis TB paru
Diagnosis sebagian besar penyakit paru selalu dilengkapi dengan foto
toraks. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan bila belum dilakukan
pemeriksaan foto toraks, sebaliknya foto toraks yang normal dapat dipakai untuk
menuntun ketindakan yang lebih canggih dan invasif pada pasien yang dicurigai
ada kelainan paru secara klinis dan tidak sembuh-sembuh dengan pengobatan.1
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
tuberkulin skin test, pemeriksaan radiologis, dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB
paru ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobaterium tuberculosis.
Pada individu yang terinfeksi TB, belum tentu menimbulkan sakit TB, tetapi bisa
menyebabkan TB laten atau sembuh. Sebagian besar penyakit TB tidak disertai
gejala klinis. Gejala timbul secara bertahap dan perlahan-lahan sampai penyakit
menjadi berat. Pada pasien immunocompromisd gejala timbul dalam minggu
pertama setelah terpajan dengan kuman TB.1
Manifestasi klinis yang sering terjadi berupa gejal sistemik seperti
kelelahan, penurunan berat badan, tidak nafsu makan serta bisa timbul demam
yang tidak terlalu tinggi yang biasanya terjadi pada malam hari, disertai kerngat
malam. Gejala sistemik ini bisa terjadi pada semua infeksi kronis lain yang bukan
karena TB, sehingga tidak spesifik.1
Gejala respiratorik berupa batuk yang disertai sputum produktif, timbul
lebih lambat dan baru timbul setelah terkadi keterlibatan bronkus. Bronkus yang
terangsang akan menimbulkan peradangan dan menyebabkan batuk menjadi
produktif. Kondisi ini lebih sering terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah terinfeksi kuman TB.1
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Sesak nafas
timbul akibat luasnya kerusakan paru. Oleh karena itu bila sakit TB disertai gejala
sesak nafas, secara radiologis lesinya sudah luas. Sakit dada terjadi bila pleura
sudah terinfeksi, gejala bisa bersifat lokal atau pleuritik.1
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.4
Keluhan sesak nafas dan batuk berdahak disebabkan kuman
Mycobacterium Tuberculosis yang menetap di jaringan paru, berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag lalu akan membentuk sarang primer yang disebut
ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening dan juga
diikuti pembesaran kelanjar getah bening hilus lalu terbentuklah komplek primer
atau yang disebut ranke.3,4
Gambaran Radiologis TB
Ada 3 macam proyeksi pemotretan yang penting pada foto toraks pasien yang
dicurigai TB yaitu :1
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam
posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu
kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di
belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan nafas
dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi top lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi
tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila
terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks.
Pengambilaan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar
menyudut 35 – 45 derajat arah audocranial agar gambaran apeks paru
tidak berhimpitan dengan klavikula.
Klasifikasi TB Paru Berdasarkan Gambaran Radiologis
Secara radiologis TB paru dibedakan atas:1
1. TB primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis,
sehingga paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya
menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan
yang lemah, seperti penderita HIV, DM, orang tua, SLE dsb. Pasien
dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto yang normal. Pada
15 % kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah
ditemukan kelainan pada foto toraks.
Gambaran radiologis TB paru primer :1
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan
lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, lobus tengah dan
lingua serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks yang
dominan adalah berupa limfadenopati hilus dan mediastinum.
Limfadenopati sering terjadi pada hilus ipsilateral dan dilaporkan terjadi
pada 1/3 kasus. Pada paru bisa dijumpai infiltrat, ground glass opacity,
konsolidasi segmental atau lobar dan atelektasis, kavitas dilaporkan pada
15 % kasus. Atelektasis segmental atau lobar paling sering disebabkan
oleh endobronkial TB atau limfadenopati yang menekan bronkus.
Efusi pleura bisa dijumpai pada 25 % kasus dan pada umumnya
unilateral dan disertai kelainan pada paru. Gambaran abnormal pada foto
toraks dapat disembuhkan dengan terapi adekuat, tetapi dapat pula
meninggalkan gambaran fibrosis, kalsifikasi serta nodul residual, serta
penebalan pleura. TB primer progresif, sangat jarang berubah menjadi
progresif, dalam kondisi ini bisa terjadi gambaran konsolidasi serta
kavitas yang letaknya di daerah apeks dan segmen posterior. Bisa terjadi
TB milier atau meningitis TB. Kadang-kadang TB primer progresif
disamakan dengan infeksi TB post primer. Foto toraks perbandingan
sangatlah diperlukan dalam penilaian progresifitas TB.
Adanya kelainan foto toraks yang sesuai dengan TB pada anak mendapat
nilai 1 poin, sehingga bisa membantu menambah skoring dalam diagnosis
TB anak.
2. TB paru post primer (Sinonim TB reaktif, TB sekunder)1
TB paru post primer biasanya terjadi akibat dari infeksi laten
sebelumnya. Selama infeksi primer kuman terbawa aliran darah ke daerah
apeks dan segmen posterior lobus atas dan ke segmen superior lobus
bawah, utuk selanjutnya terjadi reaktivasi infeksi di daerah ini karena
tekanan oksigen di lobus atas tinggi. Infeksi ini dapat menimbulkan suatu
gejala TB bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang
laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TB
sekunder progresif menunjukkan gambaran yang sama dengan TB primer
progresif.
Gambaran foto toraks yang dicurigai aktif :1
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikoposterior atas dan
superior lobus bawah.
2. Kavitas terutama lebih dari satu dan dikelilingi konsolidasi atau
nodul.
3. Bercak milier.
4. Efusi pleura bilateral.
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tidak aktif1
1. Fibrosis
2. Kalsifikasi
3. Penebalan pleura
Secara radiologis proses dinilai tenang bila dalam jangka waktu 3
bulan foto tetap sama.
Perburukan penyakit secara radiologis bila dalam follow up dijumpai
pleuritis dan penyebaran milier secara merata di kedua paru yang
menyerupai gambaran badai kabut dan penyebaran ini dapat ke ginjal,
tulang, sendi, selaput otak.
Klasifikasi TB post primer (TB sekunder)1
1. Lesi minimal
Luas lesi yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh
garis median, apek dan iga 2 depan, lesi soliter dapat berada dimana
saja, tidak ditemukan adanya kavitas.
2. Lesi lanjut sedang
Luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak melebihi luas satu
paru, bila ada kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada konsolidasi
tidak lebih dari satu lobus.
3. Lesi sangat lanjut
Lesi luas melebihi lesi minimal dan lesi lanjut sedang, tetapi bila
ada kavitas ukuran lebih dari 4 cm.
Gambaran radiologi TB paru post primer (TB reaktif)1
A. TB paru fokal
TB paru fokal bisa menimbulkan gambaran radiologi yang beraneka
ragam. Bercak infiltrat yang bisa retikoglanuler, nodul-nodul yang bisa
setempat atau milier, ground glass opacity, konsolidasi serta kavitas, dan
efusi pleura. Gambaran radiologi yang beraneka ragam ini paling sering
timbul secara simultan.
Predileksi lesi biasanya di daerah paru segmen apikal dan segmen
posterior lobus atas, serta segmen superior lobus bawah. Oleh karena itu
semua kelainan radiologi yang beraneka ragam tersebut dan letaknya di
daerah predileksi, apalagi pada seseorang yang tinggal di daerah endemi
TB, haruslah dicurigai TB dan ditatalaksana untuk mendapatkan diagnosis
TB.
(Gambar A. Sebelum terapi.
Tampak konsolidasi heterogen
pada paru kanan atas (panah
putih) dengan kavitas
berdinding tipis pada paru kiri
tengah dan bawah (panah
merah)
(Gambar B. Foto toraks setelah
terapi OAT 3 bulan.
Tampak konsolidasi
homogen paru kanan atas
berkurang (panah putih),
tetapi kavitas paru kiri menetap (panah merah)).
Di atas adalah contoh TB paru fokal pada pasien laki-laki usia 50
tahun dengan riwayat DM dengan keterangan klinis batuk, pemeriksaan
BTA 3 x didapatkan hasil negatif, didiagnosis TB paru BTA negatif
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan temuan foto toraks yang sesuai
dengan TB paru lesi sedang (gambar A), setelah 3 bulan pengobatan OAT
dilakukan foto toraks ulangan (gambar B), tampak perbaikan secara
radiologis.
B. TB pneumoni dan bronkopneumoni1
Lobus paru bisa terlihat konsolidasi dan kavitas bisa terlihat daerah
konsolidasi pada lobus yang terkena. Follow up foto penting untuk
membedakan dengan pneumonia yang bukan karena TB, dimana pada
pneumonia TB lebih lama terjadi perubahan pada foto toraks, dibanding
pneumonia yang bukan karena TB.
TB bronkopneumonia bisa
memperlihatkan gambaran patchy
dan bilateral infiltrat dan melibatkan
daerah yang jarang terdapat pada TB.
Pada foto toraks tampak konsolidasi
disertai kavitas di dalamnya (panah), yang letaknya di lapangan tengah
dan bawah paru kanan. Gambaran ini sesuai dengan TB paru lesi luas
aktif.
C. Tuberkuloma
Gambaran radiologis berupa nodul yang berbatas tegas, tetapi bisa
dijumpai tepi ireguler karena adanya fibrosis. Tuberkuloma bisa multipel
dan kadang-kadang bisa
mencapai ukuran 5 cm, bisa
didapat kalsifikasi pada
nodul. Tuberkuloma kadang-
kadang didiagnosis banding
dengan tumor.1
Pada foto toraks tampak
soliter nodul di lapangan tengah paru kanan perifer yang tepinya reguler
(panah). Tidak dijumpai kalsifikasi.
D. TB paru milier
TB paru milier bisa merupakan komplikasi dari TB paru primer dan
post primer. Bisa dijumpai pada pasien dengan foto toraks normal. Nodul
milier bisa dideteksi lebih awal dengan menggunakan HRCT, pada 24
dari 25 kasus pada penelitian Hong SH dkk.1
Gambaran foto toraks bisa berupa nodul-nodul milier berukuran 2-3
mm, yang tersebar merata dikedua paru (gambar 3.18). dengan HRCT
nodul-nodul milier mudah dideteksi dan sering disertai ground glass
opacity.1
Gambaran radiologis TB milier bisa dijumpai pada penyakit-penyakit
yang lain, tetapi diagnosis TB milier harus didahulukan dalam dalam
diagnosis banding terutama
pada usia muda dan tidak ada
riwayat keganasan ditempat
lain. Pada TB paru milier,
diagnosis dan pengobatan yang
cepat adalah vital. TB paru
ekstra pulmoner, harus
dipikirkan pada pasien dengan
diagnosis TB milier, terutama meningitis TB.1
Dari foto toraks didapatkan infiltrat yang tersebar merata di kedua
lapangan paru. Gambaran ini sesuai dengan TB milier.
3. Pleuritis TB
Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi
pleura bisa terdeteksi dengan foto toraks PA dengan memperlihatkan
tanda meniscus atau ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral
dekubitus efusi pleura sudah bisa dilihat bila ada penambahan 5 ml dari
jumlah normal dan pada posisi-posisi lateral efusi pleura bisa terlihat bila
jumlah cairannya 100 cc. Pada posisi supine efusi pleura bisa terdeteksi
bila jumlahnya 500 ml. Penebalan pleura di apikal relatif biasa pada TB
paru atau bekas TB paru. Efusi pleura sering dijumpai pada pasien TB
yang disertai lesi luas di paru, tetapi bisa berdiri sendiri tanpa ada lesi di
paru. Pleuritis TB bisa terlokalisir dan membentuk empiema, empiema
bisa pecah ke pleura parietalis dan membentuk abses sub kutan. Empiema
tidak bisa di diagnosis hanya berdasarkan foto toraks. CT toraks berguna
dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.1
Foto toraks sebelum (kiri) dan setelah (kanan) diterapi 3 bulan STQA
Diagnosis Banding TB Paru secara Radiologis
Diagnosis banding pembesaran KGB pada TB Paru primer. 1
Limfoma
Sarkoidosis
Pada TB paru primer pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke
paratrakea dan pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa
dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis pembesaran KGB hilus
bilateral.
Diagnosis banding infiltrat unilateral lapangan bawah paru dengan foto
toraks. 1
TB anak : Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena
TB, pada pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran KGB
dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi.
TB dewasa :
Infiltrat lapangan bawah paru bisa dijumpai pada TB dengan
immunocompromised, bisa unilateral dan bilateral.
Diagnosis banding :1
Pneumonia non TB
Karsinoma
Sarkoidosis
Non tuberkulosis mycobacteria (NTM)
Diagnosis
banding TB
post primer1
1. NTM
2. Mempunyai gejala klinis, gambaran radiologis yang sama seperti TB.
Diagnosis NTM dibuat berdasarkan beberapa kriteria :
Gejala klinis sama dengan Mycobacterium TB.
Gambaran foto toraks dan CT toraks sama.
Isolasi NTM dari spesimen dari saluran nafas.
Pada penelitian foto toraks TB paru BTA (-), apabila setelah terapi
OAT tidak ada respons kemungkinan NTM perlu diwaspadai.
3. Silikosis
Untuk menyingkirkan silikosis anamnesa riwayat pekerjaan bisa
membantu
4. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
5. Kavitas di lapangan atas paru, pada usia muda biasanya kavitas TB, pada
usia tua harus dipikirkan kavitas oleh karena tumor paru.
6. Fibrosis di lapangan atas paru bisa terjadi pada silikosis, sarkoidosis dan
ekstrinsik allergic alveolitis, tetapi ketiga penyakit ini jarang dijumpai di
Indonesia dan riwayat pekerjaan bisa membantu menyingkirkan diagnosis.
7. Kavitas multipel bisa dijumpai juga pada wegner granulomatosis dan
jamur. Pembuktian secara histologis bisa membantu memastikan
diagnosis.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada Tn.
Slamet maka dapat diklasifikasikan bahwa tuberkulosis yang dideritanya
merupakan infeksi kambuhan maka dapat diklasifikasikan menjadi Tuberkulosis
relaps. Yang dimaksud dengan kasus relaps adalah pasien yang pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosa kembali dengan BTA positif. Klasifikasi berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopis termasuk dalam tuberkulosis paru BTA positif.
Tuberkulosis paru dikatakan BTA positif jika sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, satu spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif dan foto thorak dada menunjukkan gambaran tuberkulosis, satu
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif, satu atau
lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. 4
Prinsip pengobatan pada tuberkulosis ada tiga yaitu :4
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Terapi OAT yang digunakan dalam kasus ini yaitu OAT kategori 2
2HRZES/HRZE/5H3R3E3
DAFTAR PUSTAKA
1. Aziza, et al. 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. Jakarta: Sagung
Seto.
2. Depkes. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.2007.
3. Price, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC
4. Amin, et al. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. FKUI. Jakarta.