Upload
epier
View
5.134
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
MAKALAH
Disusun Oleh
KELOMPOK 3
Epi Erpina SSi
Erik Nurdiana Nurkholik SE
Evi Nurfiriyanti SP
Gita Hanum Purnamasari SPi
Hasbullah SSosI
Imas Masriyah SSi
UNIVERSITAS IBNU KHOLDUN
BOGOR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN Pendidikan adalah
kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa Tak salah jika kita sebut
pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa Tinggi-rendah derajat suatu bangsa
bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya
Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas
bermoral memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi Negara-negara yang telah berhasil
mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan
memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya Sektor pendidikan
mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan
kondisi kebutuhan dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sebagaimana diketahui
Undang-Undang adalah wujud dari harapan rakyat yang dimanifestasikan oleh DPR Dalam hal
ini harapan dan tantangan di masa depan pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga
dan dibutuhkan Pendidikan di masa depan diharapkan memainkan peranan yang sangat
fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih Bagi masyarakat suatu
bangsa pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan menentukan masa depannya
Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta
kemajuan dunia informasi dan komunikasi pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap
berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada masa sekarang atau
sebelumnya Untuk itu pembangunan di sektor pendidikan di masa depan perlu dirancang sedini
mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut dapat diatasi Dunia pendidikan
nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang
memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat
komunikasi yang luar biasa
Harus kita diakui pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang
diharapankan Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya Padahal amanat Undang-Undang
Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi bisa mencerdaskan bangsa
Indonesia Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan
mengajar dalam aktivitas kesehariannya Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini
belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan Globalisasi
seharusnya menghadirkan peluang lsquopositifrsquo untuk hidup nyaman murah indah dan maju bukan
menghadirkan peluang lsquonegatifrsquo yang menimbulkan keresahan penderitaan dan penyesatan
Dalam situasi ini tugas sivitas akademika mengembangkan dan menciptakan sistem pendidikan
untuk menghasilkan lulusan yang lsquomampu memilihrsquo tanpa kehilangan peluang serta jati diri
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang
dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Sistem
pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah
pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Prof Dr Mastuhu M Ed
dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 mengatakan
bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad mendatang adalah sistem pendidikan
yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal semata tetapi juga mampu
mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus sebagai satu kesatuan utuh
BAB II
REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas
dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut
1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya
2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang
diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi
masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang
3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi
masyarakat
4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu
perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun
internasional yang berubah secara cepat
5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua
Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni
2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2
Tahun 1989
Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain
a Persamaan
Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan
pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan
belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya
dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)
Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas
didasarkan masa kerja dan kepatuhan
Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak
mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik
dan tidak mengenal esselonisasi
b Perbedaan
1 Sentralisasi ndash Desentralisasi
2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu
Nasional dan Standard Mutu Nasional
3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu
Pendidikan
4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp
tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu
Paradigma Keberagaman
Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah
masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi
universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya
pendidikan mengembangkan
1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia
2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah
Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup
bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia
1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial
2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial
3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa
tidak akan mampu melampaui Hukum Alam
Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp
bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim
kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut
1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian
2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif
3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog
Integrasi
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi
sistem pendidikan
Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo
Misi
1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai
ajaran agama
2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama
3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo
4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa
5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural
Tujuan
1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN Pendidikan adalah
kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa Tak salah jika kita sebut
pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa Tinggi-rendah derajat suatu bangsa
bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya
Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas
bermoral memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi Negara-negara yang telah berhasil
mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan
memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya Sektor pendidikan
mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan
kondisi kebutuhan dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sebagaimana diketahui
Undang-Undang adalah wujud dari harapan rakyat yang dimanifestasikan oleh DPR Dalam hal
ini harapan dan tantangan di masa depan pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga
dan dibutuhkan Pendidikan di masa depan diharapkan memainkan peranan yang sangat
fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih Bagi masyarakat suatu
bangsa pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan menentukan masa depannya
Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta
kemajuan dunia informasi dan komunikasi pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap
berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada masa sekarang atau
sebelumnya Untuk itu pembangunan di sektor pendidikan di masa depan perlu dirancang sedini
mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut dapat diatasi Dunia pendidikan
nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang
memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat
komunikasi yang luar biasa
Harus kita diakui pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang
diharapankan Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya Padahal amanat Undang-Undang
Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi bisa mencerdaskan bangsa
Indonesia Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan
mengajar dalam aktivitas kesehariannya Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini
belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan Globalisasi
seharusnya menghadirkan peluang lsquopositifrsquo untuk hidup nyaman murah indah dan maju bukan
menghadirkan peluang lsquonegatifrsquo yang menimbulkan keresahan penderitaan dan penyesatan
Dalam situasi ini tugas sivitas akademika mengembangkan dan menciptakan sistem pendidikan
untuk menghasilkan lulusan yang lsquomampu memilihrsquo tanpa kehilangan peluang serta jati diri
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang
dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Sistem
pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah
pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Prof Dr Mastuhu M Ed
dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 mengatakan
bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad mendatang adalah sistem pendidikan
yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal semata tetapi juga mampu
mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus sebagai satu kesatuan utuh
BAB II
REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas
dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut
1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya
2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang
diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi
masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang
3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi
masyarakat
4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu
perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun
internasional yang berubah secara cepat
5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua
Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni
2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2
Tahun 1989
Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain
a Persamaan
Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan
pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan
belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya
dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)
Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas
didasarkan masa kerja dan kepatuhan
Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak
mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik
dan tidak mengenal esselonisasi
b Perbedaan
1 Sentralisasi ndash Desentralisasi
2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu
Nasional dan Standard Mutu Nasional
3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu
Pendidikan
4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp
tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu
Paradigma Keberagaman
Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah
masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi
universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya
pendidikan mengembangkan
1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia
2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah
Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup
bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia
1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial
2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial
3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa
tidak akan mampu melampaui Hukum Alam
Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp
bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim
kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut
1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian
2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif
3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog
Integrasi
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi
sistem pendidikan
Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo
Misi
1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai
ajaran agama
2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama
3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo
4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa
5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural
Tujuan
1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Harus kita diakui pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang
diharapankan Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya Padahal amanat Undang-Undang
Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi bisa mencerdaskan bangsa
Indonesia Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan
mengajar dalam aktivitas kesehariannya Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini
belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan Globalisasi
seharusnya menghadirkan peluang lsquopositifrsquo untuk hidup nyaman murah indah dan maju bukan
menghadirkan peluang lsquonegatifrsquo yang menimbulkan keresahan penderitaan dan penyesatan
Dalam situasi ini tugas sivitas akademika mengembangkan dan menciptakan sistem pendidikan
untuk menghasilkan lulusan yang lsquomampu memilihrsquo tanpa kehilangan peluang serta jati diri
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang
dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Sistem
pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah
pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Prof Dr Mastuhu M Ed
dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 mengatakan
bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad mendatang adalah sistem pendidikan
yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal semata tetapi juga mampu
mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus sebagai satu kesatuan utuh
BAB II
REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas
dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut
1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya
2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang
diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi
masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang
3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi
masyarakat
4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu
perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun
internasional yang berubah secara cepat
5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua
Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni
2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2
Tahun 1989
Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain
a Persamaan
Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan
pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan
belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya
dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)
Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas
didasarkan masa kerja dan kepatuhan
Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak
mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik
dan tidak mengenal esselonisasi
b Perbedaan
1 Sentralisasi ndash Desentralisasi
2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu
Nasional dan Standard Mutu Nasional
3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu
Pendidikan
4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp
tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu
Paradigma Keberagaman
Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah
masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi
universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya
pendidikan mengembangkan
1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia
2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah
Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup
bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia
1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial
2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial
3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa
tidak akan mampu melampaui Hukum Alam
Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp
bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim
kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut
1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian
2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif
3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog
Integrasi
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi
sistem pendidikan
Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo
Misi
1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai
ajaran agama
2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama
3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo
4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa
5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural
Tujuan
1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
BAB II
REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas
dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut
1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya
2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang
diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi
masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang
3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi
masyarakat
4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu
perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun
internasional yang berubah secara cepat
5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua
Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di
segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni
2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2
Tahun 1989
Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain
a Persamaan
Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan
pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan
belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya
dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)
Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas
didasarkan masa kerja dan kepatuhan
Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak
mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik
dan tidak mengenal esselonisasi
b Perbedaan
1 Sentralisasi ndash Desentralisasi
2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu
Nasional dan Standard Mutu Nasional
3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu
Pendidikan
4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp
tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu
Paradigma Keberagaman
Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah
masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi
universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya
pendidikan mengembangkan
1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia
2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah
Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup
bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia
1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial
2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial
3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa
tidak akan mampu melampaui Hukum Alam
Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp
bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim
kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut
1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian
2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif
3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog
Integrasi
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi
sistem pendidikan
Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo
Misi
1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai
ajaran agama
2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama
3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo
4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa
5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural
Tujuan
1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain
a Persamaan
Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan
pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan
belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya
dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)
Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas
didasarkan masa kerja dan kepatuhan
Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak
mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik
dan tidak mengenal esselonisasi
b Perbedaan
1 Sentralisasi ndash Desentralisasi
2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu
Nasional dan Standard Mutu Nasional
3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu
Pendidikan
4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp
tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu
Paradigma Keberagaman
Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah
masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi
universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya
pendidikan mengembangkan
1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia
2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah
Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup
bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia
1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial
2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial
3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa
tidak akan mampu melampaui Hukum Alam
Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp
bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim
kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut
1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian
2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif
3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog
Integrasi
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi
sistem pendidikan
Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo
Misi
1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai
ajaran agama
2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama
3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo
4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa
5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural
Tujuan
1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial
3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa
tidak akan mampu melampaui Hukum Alam
Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp
bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim
kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut
1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian
2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif
3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog
Integrasi
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi
sistem pendidikan
Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo
Misi
1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai
ajaran agama
2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama
3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo
4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa
5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural
Tujuan
1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal
berhentirdquo
Orientasi Pendidikan
Pendidikan untuk semua secara merata dan adil
Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama
Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)
Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan
akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta
dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan
Manajemen atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga
Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan
mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp
menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia
pendidikan
Materi AjarKurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama
Metodologi Pembelajaran
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
1 Learning to Know
2 Learning to Do
3 Learning to Be
4 Learning to Live Together
5 Learning throughout Life
6 Learn How to Learn
Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar
ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya
Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah
ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan
kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut
Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin
tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)
yang dapat dikucurkan
B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal
tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak
tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat
tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik
Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua
hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti
peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga
perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun
lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah
yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU
Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa
(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi
(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15
tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya
karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai
penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat
(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan
keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah
(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan
dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas
publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang
diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini
pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru
pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan
lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan
kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih
memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan
terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat
tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)
Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-
tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan kaliber dunia di Indonesia
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau
menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau
guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a
dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan
penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-
masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada
rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah
Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54
ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1
dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara
masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)
Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis
subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite
sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik
komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)
Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah
(pasal 56 ayat 3)
Tantangan Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana
dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh
pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu
badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan
formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan
asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat
dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang
kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf
internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi
dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri
yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas
kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara
dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan
Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh
kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan
masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)
Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka
pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan
Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis
pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)
Kesetaraan dan Keseimbangan
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat
merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen
Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan
disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama
(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu
kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan
antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang
baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan
teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu
Jalur Pendidikan
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur
formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam
Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan
penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan
akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)
pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau
bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti
kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok
bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan)
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)
madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan
SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan
doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat
menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau
seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti
pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah
diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan
pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan
pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal
dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
27)
C Potret Pendidikan pada Era Reformasi
UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima
tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru
nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia
lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat
diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa
Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi
PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan
kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding
dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang
implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional
Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil
menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan
Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang
Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)
Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan
pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli
2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
UU Sidiknas
Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus
dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP
tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil
penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004
Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru
menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam
akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP
Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)
Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan
UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15
bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan
Keolahragaan (5 Februari 2007)
Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)
turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang
Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala
SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A
B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang
Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga
nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada
saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan
Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum
diterbitkan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam
penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar
mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut
hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional
kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya
problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak
tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli
pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di
lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru
seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis
budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian
berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman
kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit
mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya
Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan
Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan
sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat
pendidikannya berbeda
Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk
kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash
dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar
peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat
Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota
persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah
Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive
mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat
dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat
skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik
nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan
Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa
yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku
asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat
UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah
lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral
hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya
sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)
madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18
mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)
serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)
Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah
untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah
masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid
madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal
Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi
edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah
Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat
karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi
anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin
bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman
yang baik
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas
madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk
merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua
Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi
tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan
membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan
pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan
kecerdasan spiritual
Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad
mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal
semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus
sebagai satu kesatuan utuh
Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang
mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup
kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan
Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output
yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki
Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama
Murah dan Merakyat
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua
komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah
Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam
pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo
Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan
konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh
Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar
budaya komunitas muslimnya
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa
yang akan datang
Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini
akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah
D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal
1 Faktor hereditas faktor keturunan
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45
dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda
bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun
satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi
justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar
2 Faktor pendidikan
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi
yang mengidap split personality kepribadian yang pecah
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp4000-anaktahun
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan
pendidikan menjadi tidak tumbuh
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui
P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah mengakibatkan
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global
Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah
E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan
aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif
tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan
aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa
2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun
3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta
4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV
UUD 1945
5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan
6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal
8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta
menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan
lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi
juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah
pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada
9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global
10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik
11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan
program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk
ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang
tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama
13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan
kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik
bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya
juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman
belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)
Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa
pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di
tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
BAB III
KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak
bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat
menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai
tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk
bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003
httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI
httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21
httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003
wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
LAMPIRAN
LAMPIRAN