44
Reformasi Sistem Pendidikan Nasional MAKALAH Disusun Oleh : KELOMPOK 3 Epi Erpina S.Si Erik Nurdiana Nurkholik, S.E Evi Nurfiriyanti, S.P Gita Hanum Purnamasari, S.Pi Hasbullah, S.SosI Imas Masriyah, S.Si

Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

  • Upload
    epier

  • View
    5.134

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

MAKALAH

Disusun Oleh

KELOMPOK 3

Epi Erpina SSi

Erik Nurdiana Nurkholik SE

Evi Nurfiriyanti SP

Gita Hanum Purnamasari SPi

Hasbullah SSosI

Imas Masriyah SSi

UNIVERSITAS IBNU KHOLDUN

BOGOR

2009

BAB I

PENDAHULUAN

Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN Pendidikan adalah

kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa Tak salah jika kita sebut

pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa Tinggi-rendah derajat suatu bangsa

bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya

Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas

bermoral memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi Negara-negara yang telah berhasil

mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan

memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya Sektor pendidikan

mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan

kondisi kebutuhan dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sebagaimana diketahui

Undang-Undang adalah wujud dari harapan rakyat yang dimanifestasikan oleh DPR Dalam hal

ini harapan dan tantangan di masa depan pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga

dan dibutuhkan Pendidikan di masa depan diharapkan memainkan peranan yang sangat

fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih Bagi masyarakat suatu

bangsa pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan menentukan masa depannya

Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta

kemajuan dunia informasi dan komunikasi pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap

berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada masa sekarang atau

sebelumnya Untuk itu pembangunan di sektor pendidikan di masa depan perlu dirancang sedini

mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut dapat diatasi Dunia pendidikan

nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang

memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat

komunikasi yang luar biasa

Harus kita diakui pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang

diharapankan Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya Padahal amanat Undang-Undang

Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi bisa mencerdaskan bangsa

Indonesia Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan

mengajar dalam aktivitas kesehariannya Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini

belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan Globalisasi

seharusnya menghadirkan peluang lsquopositifrsquo untuk hidup nyaman murah indah dan maju bukan

menghadirkan peluang lsquonegatifrsquo yang menimbulkan keresahan penderitaan dan penyesatan

Dalam situasi ini tugas sivitas akademika mengembangkan dan menciptakan sistem pendidikan

untuk menghasilkan lulusan yang lsquomampu memilihrsquo tanpa kehilangan peluang serta jati diri

Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang

dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Sistem

pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah

pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Prof Dr Mastuhu M Ed

dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 mengatakan

bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad mendatang adalah sistem pendidikan

yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal semata tetapi juga mampu

mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus sebagai satu kesatuan utuh

BAB II

REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas

dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut

1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya

2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang

diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi

masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang

3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi

masyarakat

4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu

perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun

internasional yang berubah secara cepat

5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua

Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di

segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni

2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2

Tahun 1989

Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain

a Persamaan

Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan

pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan

belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya

dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)

Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas

didasarkan masa kerja dan kepatuhan

Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak

mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik

dan tidak mengenal esselonisasi

b Perbedaan

1 Sentralisasi ndash Desentralisasi

2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu

Nasional dan Standard Mutu Nasional

3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu

Pendidikan

4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp

tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu

Paradigma Keberagaman

Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah

masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi

universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya

pendidikan mengembangkan

1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia

2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah

Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup

bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia

1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial

2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial

3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa

tidak akan mampu melampaui Hukum Alam

Paradigma Pemikiran Keilmuan

Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp

bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim

kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu

Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut

1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian

2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif

3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog

Integrasi

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi

sistem pendidikan

Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan

kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang

utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan

internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo

Misi

1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai

ajaran agama

2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama

3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo

4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa

5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Tujuan

1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk

kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 2: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

BAB I

PENDAHULUAN

Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN Pendidikan adalah

kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa Tak salah jika kita sebut

pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa Tinggi-rendah derajat suatu bangsa

bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya

Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas

bermoral memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi Negara-negara yang telah berhasil

mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan

memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya Sektor pendidikan

mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan

kondisi kebutuhan dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sebagaimana diketahui

Undang-Undang adalah wujud dari harapan rakyat yang dimanifestasikan oleh DPR Dalam hal

ini harapan dan tantangan di masa depan pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga

dan dibutuhkan Pendidikan di masa depan diharapkan memainkan peranan yang sangat

fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih Bagi masyarakat suatu

bangsa pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan menentukan masa depannya

Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta

kemajuan dunia informasi dan komunikasi pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap

berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada masa sekarang atau

sebelumnya Untuk itu pembangunan di sektor pendidikan di masa depan perlu dirancang sedini

mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut dapat diatasi Dunia pendidikan

nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang

memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat

komunikasi yang luar biasa

Harus kita diakui pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang

diharapankan Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya Padahal amanat Undang-Undang

Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi bisa mencerdaskan bangsa

Indonesia Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan

mengajar dalam aktivitas kesehariannya Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini

belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan Globalisasi

seharusnya menghadirkan peluang lsquopositifrsquo untuk hidup nyaman murah indah dan maju bukan

menghadirkan peluang lsquonegatifrsquo yang menimbulkan keresahan penderitaan dan penyesatan

Dalam situasi ini tugas sivitas akademika mengembangkan dan menciptakan sistem pendidikan

untuk menghasilkan lulusan yang lsquomampu memilihrsquo tanpa kehilangan peluang serta jati diri

Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang

dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Sistem

pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah

pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Prof Dr Mastuhu M Ed

dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 mengatakan

bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad mendatang adalah sistem pendidikan

yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal semata tetapi juga mampu

mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus sebagai satu kesatuan utuh

BAB II

REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas

dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut

1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya

2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang

diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi

masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang

3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi

masyarakat

4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu

perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun

internasional yang berubah secara cepat

5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua

Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di

segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni

2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2

Tahun 1989

Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain

a Persamaan

Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan

pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan

belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya

dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)

Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas

didasarkan masa kerja dan kepatuhan

Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak

mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik

dan tidak mengenal esselonisasi

b Perbedaan

1 Sentralisasi ndash Desentralisasi

2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu

Nasional dan Standard Mutu Nasional

3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu

Pendidikan

4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp

tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu

Paradigma Keberagaman

Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah

masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi

universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya

pendidikan mengembangkan

1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia

2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah

Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup

bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia

1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial

2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial

3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa

tidak akan mampu melampaui Hukum Alam

Paradigma Pemikiran Keilmuan

Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp

bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim

kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu

Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut

1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian

2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif

3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog

Integrasi

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi

sistem pendidikan

Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan

kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang

utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan

internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo

Misi

1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai

ajaran agama

2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama

3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo

4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa

5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Tujuan

1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk

kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 3: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Harus kita diakui pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang

diharapankan Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya Padahal amanat Undang-Undang

Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi bisa mencerdaskan bangsa

Indonesia Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan

mengajar dalam aktivitas kesehariannya Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini

belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan Globalisasi

seharusnya menghadirkan peluang lsquopositifrsquo untuk hidup nyaman murah indah dan maju bukan

menghadirkan peluang lsquonegatifrsquo yang menimbulkan keresahan penderitaan dan penyesatan

Dalam situasi ini tugas sivitas akademika mengembangkan dan menciptakan sistem pendidikan

untuk menghasilkan lulusan yang lsquomampu memilihrsquo tanpa kehilangan peluang serta jati diri

Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang

dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Sistem

pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah

pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Prof Dr Mastuhu M Ed

dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 mengatakan

bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad mendatang adalah sistem pendidikan

yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal semata tetapi juga mampu

mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus sebagai satu kesatuan utuh

BAB II

REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas

dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut

1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya

2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang

diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi

masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang

3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi

masyarakat

4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu

perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun

internasional yang berubah secara cepat

5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua

Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di

segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni

2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2

Tahun 1989

Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain

a Persamaan

Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan

pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan

belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya

dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)

Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas

didasarkan masa kerja dan kepatuhan

Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak

mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik

dan tidak mengenal esselonisasi

b Perbedaan

1 Sentralisasi ndash Desentralisasi

2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu

Nasional dan Standard Mutu Nasional

3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu

Pendidikan

4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp

tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu

Paradigma Keberagaman

Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah

masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi

universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya

pendidikan mengembangkan

1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia

2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah

Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup

bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia

1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial

2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial

3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa

tidak akan mampu melampaui Hukum Alam

Paradigma Pemikiran Keilmuan

Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp

bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim

kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu

Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut

1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian

2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif

3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog

Integrasi

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi

sistem pendidikan

Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan

kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang

utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan

internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo

Misi

1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai

ajaran agama

2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama

3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo

4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa

5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Tujuan

1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk

kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 4: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

BAB II

REFORMASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A Latarbelakang Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Dalam proses perjalanan UU No2l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas

dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut

1 Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya

2 Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat kurang

diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan inisiatif kreativitas dan inovasi

masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang

3 Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi

masyarakat

4 Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis yaitu

perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya baik di daerah nasional maupun

internasional yang berubah secara cepat

5 Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Pendidikan Untuk Semua

Pendidikan Seumur Hidup dan Pendidikan Terbuka

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia mengejar ketertinggalan di

segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni

2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2

Tahun 1989

Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain

a Persamaan

Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan

pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan

belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya

dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)

Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas

didasarkan masa kerja dan kepatuhan

Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak

mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik

dan tidak mengenal esselonisasi

b Perbedaan

1 Sentralisasi ndash Desentralisasi

2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu

Nasional dan Standard Mutu Nasional

3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu

Pendidikan

4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp

tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu

Paradigma Keberagaman

Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah

masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi

universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya

pendidikan mengembangkan

1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia

2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah

Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup

bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia

1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial

2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial

3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa

tidak akan mampu melampaui Hukum Alam

Paradigma Pemikiran Keilmuan

Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp

bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim

kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu

Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut

1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian

2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif

3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog

Integrasi

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi

sistem pendidikan

Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan

kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang

utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan

internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo

Misi

1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai

ajaran agama

2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama

3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo

4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa

5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Tujuan

1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk

kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 5: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Adapun perbedaan dan Persamaan dari Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-

Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 antara lain

a Persamaan

Keduanya masih menempatkan Pendidikan sebagai kerja ldquonon akademikrdquodan

pendidikan diselenggarakan dibawah otorita kekuasaan administratif-birokratis dan

belum menempatkan pendidikan sebagai kerja ldquoakademikrdquo dan penyelenggaraannya

dibawah otorita keilmuan (Gambar 1 dan Gambar 2 di lampiran)

Kerja Non Akademik Loyalitas ldquoYudical Hierarchyrdquo Esselonisasi dan Senioritas

didasarkan masa kerja dan kepatuhan

Kerja Akademik Reputasi Akademik bersaing dalam Kreativitas amp Inovasi tidak

mengenal ldquoYudical Hierarchyrdquo hanya mengenal perbedaan bobot Mutu Akademik

dan tidak mengenal esselonisasi

b Perbedaan

1 Sentralisasi ndash Desentralisasi

2 Pemerintah Pusat Daerah BertanggungJawab pada pelayanan Dana Rambu-rambu

Nasional dan Standard Mutu Nasional

3 Masyarakat Bertanggungjawab pada Unit Pendidikan [Sekolah-Madrasah] dan Mutu

Pendidikan

4 Sisiknas (No202003) lebih demokratis terbukamemberikan otonomitas amp

tanggungjawab pada masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu

Paradigma Keberagaman

Pendidikan memiliki banyak wajah sifat jenis dan jenjang (pendidikan keluarga sekolah

masyarakat pondok pesantren madrasah program diploma sekolah tinggi institusi

universitas dsb) Namun hakikatnya satu yaitu memanusiakan manusia Hakikatnya

pendidikan mengembangkan

1 Human Dignity = harkat dan martabat manusia

2 Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah

Manusia mampu memilih menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup

bersama bermasyarakat berbangsa dan bernegara Dalam hal ini ada 3 jenis manusia

1 Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial

2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial

3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa

tidak akan mampu melampaui Hukum Alam

Paradigma Pemikiran Keilmuan

Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp

bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim

kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu

Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut

1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian

2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif

3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog

Integrasi

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi

sistem pendidikan

Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan

kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang

utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan

internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo

Misi

1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai

ajaran agama

2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama

3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo

4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa

5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Tujuan

1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk

kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 6: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

2 Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial

3 Kombinasi keduanya memiliki kecerdasan kata hati dan keahlian serta kesadaran bahwa

tidak akan mampu melampaui Hukum Alam

Paradigma Pemikiran Keilmuan

Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam) Ilmu terus mengalir amp

bergulirtanpa dapat dicegah Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim

kebenaran ilmuTidak ada lagi pohon ilmu telah berubah menjadi jaringan ilmu

Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut

1 Agama adalah Puncak Pencapaian sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian

2 Agama adalah Kebenarannya Mutlak sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif

3 Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model Konflik Inter Independensi Dialog

Integrasi

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi misi tujuan orientasi dan strategi

sistem pendidikan

Visi Menjadi Sistem Pendidikan yang unikkhas Indonesia dalam rangka mengembangkan

kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang

utuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan

internal modern ldquo Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinyardquo

Misi

1 Menemukan Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai

ajaran agama

2 Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama

3 Memberantas ldquokebodohan bangsardquo

4 KebodohanSumber Segala Malapetakameskipun Kebodohan bukan Dosa

5 Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Tujuan

1 Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk

kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 7: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

2 Mengembangkan budaya belajar ldquoSekolah boleh selesai belajar tidak kenal

berhentirdquo

Orientasi Pendidikan

Pendidikan untuk semua secara merata dan adil

Kebutuhan kenyataan dan ldquolife skillrdquo dalam tata kehidupan bersama

Kebutuhan ldquoduniawiyahrdquo tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan

surgawi-ukrowiyah

Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah)

Berfokus pada mutu untuk itu diperlukan otonomi akreditasi evaluasi dan

akuntabilitas Bersaing mutu kemandirian keterbukaan disiplin dan profesional serta

dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan

Manajemen atau Pengelolaan Sekolah

Pendidikan adalah kerja akademik

Dosen Guru Pustakawan Laboran Peneliti adalah Tenaga Akademik amp bukan Tenaga

Administrasi Birokrasi Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam pemberdayaan

mutu akademik unit pendidikan (sekolah) Tenaga Non Akademik ldquomem-Back Uprdquo amp

menfasilitasi kerja akademik Diperlukan ldquoAcademic Bill of Rightrdquo dalam dunia

pendidikan

Materi AjarKurikulum

Kurikulum bertolak dari kebutuhan IPTEK pasar nilai luhut budayatradisiagama

Metodologi Pembelajaran

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 8: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Learning to Know

2 Learning to Do

3 Learning to Be

4 Learning to Live Together

5 Learning throughout Life

6 Learn How to Learn

Belajar ldquoMenjadirdquo bukan sekedar ldquoMemilikirdquo Menguasai ldquoMetodologirdquo bukan sekedar

ldquoMaterirdquo Tidak ada ldquoKeterpisahanrdquoantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya

Dana dan Sistem Pendanaan

Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut

benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan Dalam hal ini ada istilah

ldquoFunding Systemrdquo dalam system pendanaan ldquoFunding Systemrdquo adalah sesuai dengan

kebutuhan kemampuan dan peluang Konsepnya adalah sebagai berikut

Kucuran Dana terlalu Kecillta= Tidak Berguna

Kucuran Dana terlalu Besargta= Manja amp Mubazir

Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakanmakin

tinggi kemajuan makin tinggi kebutuhanmakin tinggi kemampuan makin besar a (dana)

yang dapat dikucurkan

B Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 9: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal

tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak

tahun 1998 Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru

tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan peran serta masyarakat

tantangan globalisasi kesetaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik

Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi yang mengarah pada dua

hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda) Hal ini berarti

peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat Demikian juga

perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun

lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah

yang dikenal dengan sistem desentralisasi Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah

yang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU

Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa

(ayat 1) Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3) serta dengan

memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan

serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi

(pasal 11 ayat 1) Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15

tahun (pasal 11 ayat 2) Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahmenjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya

karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 10: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 34 ayat 2) Dengan adanya desentralisai

penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat maka pendanaan pendidikan

menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat) pemerintah daerah dan masyarakat

(pasal 46 ayat 1) Bahkan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 - (rdquoNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasionalrdquo) - (pasal 46 ayat 2) Itulah sebabnya dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya

pendidikan kedinasan harus dialokasikan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1) Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh

pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2)

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan kecukupan dan

keberlanjutan (pasal 47 ayat 1) Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah

(pusat) pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2) Oleh karena itu maka pengelolaan

dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan efisiensi transparansi dan akuntabilitas

publik (pasal 48 ayat 2) Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan namun

tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang

diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1) yaitu menteri pendidikan nasional Dalam hal ini

pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk

menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2) Sedangka pemerintah provinsi melakukan

koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupatenkota untuk tingkat

pendidikan dasar dan menengah Khusus untuk pemerintah kabupatenkota diberi tugas untuk

mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan

lokal

Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru

pendidikan untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 11: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

dimiliki oleh masyarakat lokal Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan

lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal Hak ini bukan saja berkaitan dengan

kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j) melainkan lebih

memperjelas spesialisasi peserta didik untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan

terdekatnya dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut

Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat

tercipta secara otomatis Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib

menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3)

Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-

tenaga terdidik juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan kaliber dunia di Indonesia

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas maka pemerintah (pusat)

dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2) Dalam hal ini termasuk memfasilitasi danatau

menyediakan pendidik danatau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik danatau

guru untuk mengembangkan bakat minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a

dan b) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah yang pengangkatan

penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan

kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)) Selain itu pemerintah (pusat) atau

pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan

pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1) sesuai dengan lingkup tugas masing-

masing Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada

rakyat sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah

Peran Serta Masyarakat

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

perorangan kelompok keluarga organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 12: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1) Masyarakat

tersebut dapat berperanan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54

ayat 2) Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis

masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan

serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1

dan 2) Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara

masyarakat pemerintah (pusat) pemerintah daerah danatau sumber lain (pasal 55 ayat 3)

Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis

subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan

pemerintah daerah

Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan

dan komite sekolahmadrasah Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan

berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Sedangkan komite

sekolahmadrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tuawali peserta didik

komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25)

Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan

memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana serta

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional provinsi dan kabupatenkota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2) Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di

tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolahmadrasah

(pasal 56 ayat 3)

Tantangan Globalisasi

Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia maka sebagaimana

dijelaskan di muka harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan

yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional baik oleh

pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3) Untuk itu perlu dibentuk suatu

badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan danatau satuan pendidikan

formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan (pasal 53 ayat 1) Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 13: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2) Badan hukum pendidikan yang

akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu harus berprinsip nirlaba dan

dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3)

Dengan adanya badan hukum pendidikan itu maka dana dari masyarakat dan bantuan

asing dapat diserap dan dikelola secara profesional transparan dan akuntabilitas publiknya dapat

dijamin Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang

kuat kepada penyelenggaraan pendidikan danatau satuan pendidikan nasional yang bertaraf

internasional dalam menghadapi persaingan global Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi

dan sertifikasi Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan

pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan (pasal 60 ayat 1) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) danatau lembaga mandiri

yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2) Akreditasi dilakukan atas

kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3) sehingga semua pihak terutama penyelenggara

dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan

Dalam menghadapi globalisasi maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh

kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara

satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan

masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3)

Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi maka

pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas sebagai paradigma baru pendidikan

Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan jenis

pendidikan yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat

yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2)

Kesetaraan dan Keseimbangan

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep

kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan ldquoplat

merahrdquo atau ldquoplat kuningrdquo semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 14: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

yang terpadu Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh

Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen

Agama yang memiliki ciri khas tertentu Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan

disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama

(madrasah dst) Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu

kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2)

Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45 telah memberikan keseimbangan

antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME serta berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3) Dengan demikian UU Sisdiknas yang

baru telah memberikan keseimbangan antara iman ilmu dan amal (shaleh) Hal itu selain

tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional juga dalam penyusunan kurikulum (pasal

36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa akhlak mulia kecerdasan ilmu pengetahuan

teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu

Jalur Pendidikan

Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur

formal nonformal dan informal ndash (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam

Sisdiknas Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga

telah diberlakukan namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah dan ketentuan

penyelenggaraannyapun tidak konkrit Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14) dengan jenis pendidikan umum kejuruan

akademik profesi vokasi keagamaan dan khusus (pasal 15) Pendidikan formal dapat

diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat)

pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16)

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 15: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau

bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2) Dengan demikian istilah SLTP harus berganti

kembali menjadi SMP Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar bagi anak usia 0-6 tahun

diselenggarakan pendidikan anak usia dini tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur formal (TK raudatul athfal dan bentuk lain yang sejenis) nonformal (kelompok

bermain tamanpanti penitipan anak) danatau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan)

Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas

pendidikan umum dan pendidikan kejuruan serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA)

madrasah aliyah (MA) sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan

(MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18) Sebagaimana istilah SLTP maka sebutan

SLTA berganti lagi menjadi SMA Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma sarjana magister dan

doktor yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3) Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi politeknik sekolah tinggi institut atau universitas yang berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dapat

menyelenggarakan program akademik profesi danatau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3)

Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik profesi atau vokasi sesuai

dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1) Bagi perguruan tinggi yang

memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa)

kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar

biasa dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi kemasyarakatan keagamaan kebudayaan atau

seni (pasal 22) Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat seperti

pemberian gelar-gelar instan pembuatan skripsi atau tesis palsu ijazah palsu dan lain-lain telah

diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU

Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana pasal 67-71)

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 16: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah danatau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2) Pendidikan nonformal

meliputi pendidikan kecakapan hidup pendidikan anak usia dini pendidikan kepemudaan

pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3) Satuan pendidikan nonformal

meliputi lembaga kursus lembaga pelatihan kelompok belajar pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil pendidikan

nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses

penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah

daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6) Sedangkan

pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal

dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal

27)

C Potret Pendidikan pada Era Reformasi

UU No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) telah berusia lima

tahun Di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai penjuru

nusantara tidak banyak kalangan yang mengingatkan publik bahwa UU Sisdiknas telah berusia

lima tahun Padahal lebih dari lima tahun lalu proses pembahasan (rancangan) UU itu sempat

diwarnai perdebatan cukup sengit dan menguras emosi massa

Di tengah polemik dan kontroversi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -minus Fraksi

PDIP- akhirnya menyetujui (rancangan) UU ini pada 11 Juni 2003 Tidak sampai sebulan

kemudian Presiden Megawati pun menandatanganinya pada 8 Juli 2003

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 17: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Ironisnya perdebatan sengit yang mewarnai pembahasan UU tersebut tidak sebanding

dengan kesadaran masyarakat untuk mengontrol implementasinya Akibatnya tidak jarang

implementasi UU Sisdiknas justru melenceng jauh dari semangat reformasi pendidikan nasional

Kini setelah lima tahun usia UU Sisdiknas pemerintah ternyata baru berhasil

menambahkan pengesahan satu UU dan tiga PP lagi Yaitu UU No 142005 tentang Guru dan

Dosen (30 Desember 2005) PP No 552007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan (5 Oktober 2007) PP No 472008 tentang Wajib Belajar dan PP No 482008 tentang

Pendanaan Pendidikan (4 Juli 2008)

Kelemahan paling menonjol dari implementasi UU Sisdiknas adalah kelambanan

pemerintah menyiapkan peraturan pelaksanaannya Dalam catatan JPIP pada pertengahan Juli

2003 pemerintah melalui A Malik Fadjar yang waktu itu menjabat Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) menyatakan telah menyiapkan 13 rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan

UU Sidiknas

Ke-13 RPP tersebut merupakan rangkuman dari 37 pasal UU Sidiknas yang harus

dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) Malik menambahkan tujuh di antara 13 RPP

tersebut terkait pendidikan dasar dan menengah Waktu itu Malik juga menjanjikan hasil

penyusunan PP tersebut diumumkan kepada masyarakat pada semester kedua 2004

Faktanya hingga dua tahun pasca berlakunya UU Sisdiknas pemerintah baru

menerbitkan satu PP Yaitu PP No 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Ironisnya sejarah juga mencatat bahwa PP ldquokejar tayangrdquo itu pun terbit setelah DPR mengancam

akan membatalkan kebijakan ujian nasional jika tidak ada payung hukum dalam bentuk PP

Padahal pasal 75 UU Sisdiknas mengamanatkan dengan tegas semua peraturan

perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan UU ini harus diselesaikan paling

lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya UU ini (baca sejak 8 Juli 2003)

Keprihatinan akan semakin terasa tatkala kita membandingkan UU Sisdiknas dengan

UU No 32005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Pasalnya hanya dalam tempo 15

bulan setelah terbitnya UU SKN (23 September 2005) pemerintah telah menerbitkan tiga PP

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 18: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

sekaligus Yaitu PP No 162007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan PP No 172007 tentang

Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dan PP No 182007 tentang Pendanaan

Keolahragaan (5 Februari 2007)

Di sisi lain Mendiknas justru sangat produktif menerbitkan peraturan menteri (permen)

turunan PP SNP yang mengatur ldquohal-hal parsialrdquo Misalnya Permendiknas No 122007 tentang

Standar Pengawas SekolahMadrasah Permendiknas No 132007 tentang Standar Kepala

SekolahMadrasah atau Permendiknas No 142007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A

B dan C Atau Permendiknas No 272007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang

Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran

Permendiknas No 272007 bahkan tidak hanya menyebut spesifikasi buku tapi juga

nama dan alamat penerbit Mendiknas banyak mengurusi persoalan seperti itu sehingga pada

saat mandat besar menyiapkan PP turunan Sisdiknas pun terbengkalai Merujuk pernyataan

Malik Fadjar berarti pemerintah kini masih punya tanggungan sembilan PP yang belum

diterbitkan

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya bagaikan orang yang terkurung dalam

penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh Mereka semua keluar

mendapati pemandangan yang sangat berbeda kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak

terbatas Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih menuntut

hak tapi lupa kewajiban mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional

kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga

kerja PRT sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari

luar Problemnya output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun

kemudian SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan

sejak 20-30 tahun yang lalu Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya

problem yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak

tidak tepat Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan bukan tokoh yang bisa

mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya Lingkaran setan inilah yang sulit diputus

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 19: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk

mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa Sayang ahli-ahli

pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di

lapangan Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar bukan guru yang digugu dan ditiru

seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu Mestinya Doktor dan Profesor bidang

pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis

budaya menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori bukan kemudian

berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman

kepada teori-teori Barat Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar maka sulit

mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan bermutu memang mahal tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN

menjadi 20 pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas hanya pada proyek-proyek

pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan

birokrasi tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan

swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan

Sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi tetapi pembukaan

sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat

pendidikannya berbeda

Saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal Untuk

kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) ndash

dalam ldquoHuman Development Report 2006rdquo untuk kualitas pembangunan manusiandash diganjar

peringkat 108 dari 177 negara di dunia Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat

Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota

persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah

Artinya sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive

mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri Untuk mempercepat

dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 20: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

diperuntukkan bagi sekolah formal tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal

Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat

skill tenaga kerja dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal Pada satu titik

nanti gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan

Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa

yang menjadi peserta didik Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan Tawuran dan perilaku

asusila sebagian oknum pelajarmahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat

UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama Kegiatan sekolah

lebih besar porsinya untuk pengajaran Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral

hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya

sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pasal 17 menyiratkan bahwa

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan jenjang pendidikan yang setara dengan sekolah dasar (SD)

madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) Pasal 18

mengungkapkan bahwa madrasah aliyah (MA) setara dengan sekolah menengah atas (SMA)

serta madrasah aliyah kejuruan (MAK) setara dengan sekolah menengah kejuruan (SMK)

Namun legal formal kesetaraan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan sains madrasah

untuk menyejajarakan diri dengan sekolah umum Permasalahan yang ada sebetulnya adalah

masalah klise seperti sarana dan prasarana guru dan kurikulum Kenyataan banyak murid

madrasah belajar di bawah ancaman runtuhnya bangunan Banyak madrasah tidak memiliki

sarana dan prasarana yang memenuhi standar minimal

Masalah klise lain adalah pendidik Minimnya tenaga pendidik tidak memiliki kualifikasi

edukasi dan salah kamar (mismatch) dari pendidik paling banyak ditemui di madrasah

Kurikulum madrasah sebagai hasil adopsi dari kurikulum sekolah umum terlalu padat dan berat

karena sarat dengan muatan kognitif Selain itu juga kurikulum tidak mengembangkan potensi

anak secara maksimal Dalam keadaan kurikulum sulit dicerna anak pembebanan makin

bertambah dengan muatan lokal madrasah yang juga membutuhkan kemampuan pemahaman

yang baik

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 21: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Kenyataan-kenyataan yang menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas

madrasah harus segera ditata ulang Harus ada usaha dan keinginan yang kuat untuk

merevitalisasi madrasah sehingga tidak ada kesan seolah madrasah menjadi sekolah kelas dua

Dewasa ini hampir setiap individu telah menempatkan materi dan kekuasan menjadi

tujuan hidup Suatu fakta yang sulit ditepis bahwa dengan kekayaan materi dan atau kekuasaan

membuat orang menjadi terhormat Untuk memberikan perlawanan terhadap hal ini dibutuhkan

pendidikan yang memberikan keseimbangan dalam mengembangkan kecerdasan akal dan

kecerdasan spiritual

Prof Dr Mastuhu M Ed dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan

Nasional Abad 21 mengatakan bahwa pendidikan nasional yang dibutuhkan dalam abad

mendatang adalah sistem pendidikan yang tidak hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal

semata tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus

sebagai satu kesatuan utuh

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah Madrasah telah

memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan yang

mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah tercakup

kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh

sekolah-sekolah swasta Islam Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara

pendididikan sains dan pendidikan agama Kecermatan pengelolaan telah membuahkan output

yang mampu bersaing sehingga mendapat tempat di masyarakat

Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki

Strength (Kekuatan) gt 80 Swasta percaya dan hormat pada KiaiUlama dan

percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar panggilan Agama

Murah dan Merakyat

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 22: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Weakness (Kelemahan) Lemah dan tidak Profesional hampir disemua

komponennya STRESSTerombang-ambing antara ldquoJati Dirirdquodan ldquoIkut Model Sekolah

Umumrdquo antara ikut ldquoDIKNAS dan DEPAGrdquo belum ada sistem yang mantap dalam

pengembangan model ldquoPendidikan Agamardquo dan ldquoPendidikan Keagamaanrdquo

Opportunity (Peluang) UU No20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum

pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan) Lembaga Pendidikan

Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no 20 Th 2003 dan menawarkan

konsep pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh

Threatment (Ancaman) Madrasah akan kehilangan jati dirinya kalau demikian

halnya Madrasah akan selalu menjadi ldquoWarga Kelas Duardquo dan tercabut dari akar

budaya komunitas muslimnya

Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan

menggabungkan diri ke sekolah umum Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada masa

yang akan datang

Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen

untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan Sebab

pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan

amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan Tanpa itu bangsa besar ini

akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah

D Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia

sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal

1 Faktor hereditas faktor keturunan

Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45

dan cucu dari generasi 1928 cicit dari generasi 1912 Menurut bapak sosiologi Ibnu

Khaldun jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi Pertama

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 23: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

generasi Pendobrak kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat Jika pada

bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat yakni generasi yang hanya asyik

menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun maka itu satu tanda

bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran

Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun

satu abad Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah

abad lebih ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup ketika generasi

pembangun

masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun sudah muncul sangat banyak

generasi penikmat dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar tetapi

justru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar

2 Faktor pendidikan

Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia Sekurang-kurangnya ada

sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini meliputi

[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek

kognitip mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi

yang mengidap split personality kepribadian yang pecah

[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa

memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu

melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing

[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang

berdisiplin

[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi

manusia Sebagai contoh pada masa orde Baru Guru negeri di sekolah lingkungan

Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 24: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

negeri untuk 2000 siswa Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU

negeri mencapai Rp400000-siswatahun sementara untuk Madrasah Aliah hanya

Rp4000-anaktahun

[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan

oleh uniformitas yang sangat sentralistik Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan

pendidikan menjadi tidak tumbuh

[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan

otonomi daerah

[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya bertentangan dengan

semangat bhinneka Tunggal Ika

[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan ndashyakni melalui

P4 dan PMP terlalu kering sehingga kontraproduktif

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang

telah mengakibatkan

Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global

Birokrasi yang lamban korup dan tidak kreatif

Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

Cendekiawan yang hipokrit

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya

Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah

E Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 25: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

1 Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif integratif dan

aplikatif Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan integratif

tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran dan

aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa

2 Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun

3 Meningkatkan kopetensi kesejahteraan penghargaan dan perlindungan terhadap profesi

guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian PNS atau swasta

4 Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20 dari total APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV

UUD 1945

5 Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan

operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis jenjang dan jalur pendidikan

6 Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang

kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

7 Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal nonformal dan informal

8 Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta

menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan

lingkungan sekitarnya Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan tapi

juga bisa menjadi pusat latihan seminar workshop dan studi banding Sekolah adalah

pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada

9 Terselenggaranya pendidikan yang murah bermutu dan berwawasan global yang

memiliki daya saing nasional di percaturan global

10 Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan

oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik

11 Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan

program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme

12 Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat untuk

ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 26: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

tantangan lingkungan yang terjadi Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang

tua secara individu per individu tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama

13 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu

pendidikan

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan

kemandirian dan kewirausahaan Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik

bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya

juang (adversity quotient) yang mumpuni Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman

belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ) emosional (EQ) dan spiritual (SQ)

Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi

peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya Tipe bangsa

pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di

tataran negara vs negara atau kota vs kota Tetapi sudah di level individu vs individu

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 27: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

BAB III

KESIMPULAN

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan

dana saja Tapi harus lebih mendasar dan strategis Sistem Pendidikan Nasional perlu

direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama

aktivitas pendidikan Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada

anak bangsa tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter Anak-anak

bangsa dikembangkan bakatnya dilatih kemampuan dan keterampilannya Sekolah tempat

menumbuhkembangkan potensi akal jasmani dan rohani secara maksimal seimbang dan sesuai

tuntutan zaman Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk

bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban

amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman nyaman damai dan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 28: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

DAFTAR PUSTAKA

httperik12127wordpresscom PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003

httpfkip-unpascom Latar Belakang Terbitnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

httpimamsamroniwordpresscom[20081201] Bedah buku msi uii Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas Abad XXI

httppnfidepdiknasgoidtestuu_20_2003pdf UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

httpsanakycom [ 29 Juli 2005] MENATA ULANG PEMIKIRAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ABAD 21

httpwwwmirificanet MENYONGSONG HADIRNYA UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL 2003

wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi
Page 29: Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

LAMPIRAN

  • wwwunindraacid [5Maret 2008] Problem Pendidikan di Era Reformasi