9
BAB I PENDAHULUAN A. Definisi dan pengertian Cholesistitis Radang kandung empedu (kolesitasis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandug empedu yang di sertai keluhan nyeri perut kanan atas dan panas badan. (dr. FX. Pridady) Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut serta kronik. (Dr. Suparyanto, M.Kes 2009) Kolesistiti adalah peradangan kandung empedu baik secara akut ataupun kronis (Barbara C. Long, 1996 : 154) Kolesistitis sering disebabkan cholelithiasis (kehadiran choleliths, atau batu empedu, di kandung empedu itu), dengan choleliths paling sering memblokir saluran cystic langsung. Hal ini menyebabkan inspissation (penebalan) dari empedu , empedu stasis , infeksi sekunder dan organisme usus, terutama E. coli and Bacteroides species. coli dan Bacteroides spesies. Anatomi empedu B. Angka Kejadian Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di Negara kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat. Sebuah diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak sepertiga dari orang-orang mengembangkan kolesistitis akut. Kolesistektomi baik untuk berulang kolik bilier kolesistitis akut atau merupakan prosedur bedah umum utama sebagian besar dilakukan oleh dokter bedah umum, yang mengakibatkan sekitar 500.000 operasi setiap tahunnya. C. Penyebaran Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam 1- 4 hari. Namun, 25-30% dari pasien baik memerlukan operasi atau mengembangkan beberapa komplikasi. Pasien dengan kolesistitis acalculous memiliki tingkat kematian berkisar antara 10-50%, yang jauh melebihi 4% diharapkan angka kematian yang diamati pada pasien dengan kolesistitis calculous. Emphysematous kolesistitis memiliki tingkat mortalitas mendekati 15%. Perforasi terjadi dalam 10-15% kasus. D. Faktor Resiko faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut: adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) Usia lebih dari 40 tahun .

refrat colesistitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referensi artikel

Citation preview

Page 1: refrat colesistitis

BAB IPENDAHULUANA. Definisi dan pengertian Cholesistitis

Radang kandung empedu (kolesitasis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandug empedu yang di sertai keluhan nyeri perut kanan atas dan panas badan.(dr. FX. Pridady)

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut serta kronik. (Dr. Suparyanto, M.Kes 2009)

Kolesistiti adalah peradangan kandung empedu baik secara akut ataupun kronis (Barbara C. Long, 1996 : 154)Kolesistitis sering disebabkan cholelithiasis (kehadiran choleliths, atau batu empedu, di kandung empedu itu), dengan choleliths paling sering memblokir saluran cystic langsung. Hal ini menyebabkan inspissation (penebalan) dari empedu , empedu stasis , infeksi sekunder dan organisme usus, terutama E. coli and Bacteroides species. coli dan Bacteroides spesies.

Anatomi empeduB. Angka KejadianSejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di Negara kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat.Sebuah diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak sepertiga dari orang-orang mengembangkan kolesistitis akut. Kolesistektomi baik untuk berulang kolik bilier kolesistitis akut atau merupakan prosedur bedah umum utama sebagian besar dilakukan oleh dokter bedah umum, yang mengakibatkan sekitar 500.000 operasi setiap tahunnya.C. Penyebaran Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam 1-4 hari. Namun, 25-30% dari pasien baik memerlukan operasi atau mengembangkan beberapa komplikasi. Pasien dengan kolesistitis acalculous memiliki tingkat kematian berkisar antara 10-50%, yang jauh melebihi 4% diharapkan angka kematian yang diamati pada pasien dengan kolesistitis calculous. Emphysematous kolesistitis memiliki tingkat mortalitas mendekati 15%. Perforasi terjadi dalam 10-15% kasus.D. Faktor Resikofaktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut: adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) Usia lebih dari 40 tahun . Kegemukan (obesitas). Faktor keturunan Aktivitas fisik Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) Hiperlipidemia Diet tinggi lemak dan rendah serat Pengosongan lambung yang memanjang Nutrisi intravena jangka lama  Dismotilitas kandung empedu Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)BAB IIPEMBAHASAN

A. Etiologi Penyakit

Page 2: refrat colesistitis

a. Dalam 90% kasus tentang, kolesistitis akut disebabkan oleh batu empedu menghalangi saluran di kantong empedub. pembedahan (terjadi perubahan fungsi)c. sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)d. luka bakare. Pemasangan ifus dalam waktu lamaf. Trauma abdomen, 

B. Mekanisme Etiologi Terhadap Penyakita. Batu empeduSifat kolesterol yang larut lemak dibuat menjadi larut air dengan cara agregasi melalui garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama kedalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersatusasi), kolesterol tidak lagi tidak terdispersi sehingga terjadi penggumpalan menjadi kristal kolesterol monohidrat padat. Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah darah dan limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak sehingga mengakibatkan inflamasi pada saluran kandung empedu.

Gambar: Lembar brosur terpisah yang disebut "Batu empedu" yang singkat berisi daftar berbagai masalah yang dapat menyebabkan batu empedu

Foto radiologi batu empedu penyebab kolesistitisb. Pembedahan (terjadi perubahan fungsi)dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan akibat jejas kimia.

c. InfeksiSuda jelas jika terjadi membentukan batu empedu akan terjadi infeksi dengan Adanya kuman seperti E. Coli, salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim – enzim pankreaskarena, Sistem saluran empedu adalah sistem drainase yang membawa empedu dari hati dan kandung empedu ke daerah dari usus kecil yang disebut duodenum

d. Luka bakarRespon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas

e. Pemasangan infus dalam jangka waktu lamaPemasangan infus lama dapat menyebabkan radang pada kandung empedu karna cairan infus banyak mengandung elektrolit sehingga jika terpasang lama maka dapat membentuk kristal yng disebut batu empedu selain itjuga cairan tersebut sangat pekah sehingga tidak dapat diserap oleh empedu di kandung empedu

f. Trauma abdomentrauma abdomen adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di rongga abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa disebabkan karena pertama adanya inflamasi/peradangan padak kandung empedu.

C. Sing Dan Symptom1. sakit perut sisi kanan atas2. Nyeri yang berpinda panda3. Mual, munta, perut terasa kembung4. Kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu).5. Suhu badan tinggi (demam)D. Mekanisme Sing Dan Symptom Terhadap Kolesistitis

1. sakit perut sisi kanan atasJadi kalau kita mengalami nyeri perut di sebelah kanan, tinggal melihat bagian atas atau bawah, bila yang nyeri bagian atas, kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ-organ yang terletak pada bagian kanan atas tadi,

Page 3: refrat colesistitis

diantara berbagai organ tadi, yang paling sering terjadi gangguan pada sebelah kanan atas adalah Gangguan Hati, Radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai menembus kebelakang, bisa-bisa organ Ginjal yang lagi mengalami masalah.

2. Nyeri yang hilang timbul dan berpindah-pindah tempat dari sebelah kanan atas perut lalu mengarah ke punggung, dan berpindah lagi ke bahu dan ke dada depan.

3. Mual, munta, perut terasa kembung Perut terasa kembung terutama sesudah makan-makanan yang berlemak, makanan yang digoreng yang di sebabkan karna empedu suda tidak ferfungsi secara maksimal yaitu untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

4. Kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu).Penyakit kuning warna kuning di kulit, selaput lendir, atau mata. Pigmen kuning dari bilirubin. Bilirubin adalah hasil dari sel-sel darah merah tua. Blirubin kuning adalah warna yang Anda lihat ketika memar adalah penyembuhan. Penyakit kuning terjadi ketika terjadi terlalu banyak sel darah merah tua dalam darah. Jika ada terlalu banyak sel darah merah pensiun bagi hati untuk menangani, pigmen kuning menumpuk di dalam tubuh. Ketika ada cukup untuk bisa dilihat, hasil penyakit kuning.

5. Suhu badan tinggi (demam)Demam merupakan respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh dan aktivitas kompleks imun. Demam banyak ditemukan pada keadaan perjalanan penyakit yang secara nyata disebabkan oleh infeksi bakteri maupu firus

E. PatofisiologiKandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu. Jika pengobatan tertunda atau tidak tersedia, dalam beberapa kasus kandung empedu menjadi sangat terinfeksi dan bahkan gangren. Hal ini dapat mengakibatkan keracunan darah (septikemia), yang sangat serius dan dapat mengancam hidup. mungkin komplikasi lain termasuk: kantong empedu dapat perforasi (pecah), atau fistula (saluran) bisa terbentuk antara kandung empedu dan usus sebagai akibat dari peradangan lanjutan.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kolesistitis meliputi pemeriksaan laboratorium (meski kurang akurat),.radiografi, CT Scan, USG, MRI, HBS (hepatobiliary scintigraphy) dan endoscopy. Tentu saja pilihan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan tergantung pada pusat kesehatan yang bersangkutan, apakah memilikinya atau tidak.

Pemeriksaan laboratorium. Meski kurang akurat untuk mendiagnosis kolesistitis, namun beberapa temuan pada pemeriksaan lab ini dapat menjadi pertimbangan untuk menunjang diagnosis : a. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri (leukosit imatur lebih tinggi jumlahnya dibandingkan leukosit matur) dapat dijumpai pada kolesistitis. b. Kadar enzim intrinsik hati Alanin Amino Transferase (ALT) dan Aspartat Amino Transferase (AAT) digunakan untuk mengevaluasi fungsi hati dan adanya hepatitis serta dapat pula jumlahnya meningkat pada kolesistitis dan obstruksi saluran empedu. c. Kadar Bilirubin dan Alkalin Fosfatase diperiksa untuk mengevaluasi obstruksi saluran empedu yang umum dijumpai. d. Kadar Amilase dan Lipase biasanya digunakan untuk memeriksa adanya Pankreatitis, namun Amilase dapat pula meningkat pada kolesistitis. e. Peningkatan kadar Alkalin Fosfatase ditemukan pada sekitar 25% pasien dengan kolesistitis. f. Urinalisis digunakan untukmenyingkirkan Pyelonefritis dan batu ginjal. g. Pasien wanita yang berada pada usia subur wajib menjalani pemeriksaan kehamilan. Sebuah studi retrospektif oleh Singer berusaha menunjukkan hubungan antara kondisi klinis dengan temuan pemeriksaan lab. HBS (hepatobiliary scintigraphy) pada pasien dengan kolesistitis akut . Ia menemukan 40 pasien memiliki hasil lab. HBS yang positif

Page 4: refrat colesistitis

namun sebanyak 36 orang (90%) di antara yang positif tersebut, tidak mengalami demam dan 16 orang (40%) tidak mengalami leukositosis. Hasil studi ini menunjukkan tidak ada manfaat klinis dari mengkombinasikan beberapa jenis pemeriksaan lab dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi kolesistitis yang di konfirmasi berdasarkan temuan HBS.

Rekomendasi Pemeriksaan Radiologi : Asosiasi Radiologi Amerika (ACR) telah menyusun kriteria foto radiologi yang direkomendasikan untuk kolesistitis : a. Sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut dan scintigrafi merupakan alternatif penggantinya yang dianjurkan. b. CT Scan dianjurkan sebagai pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat mengidentifikasi kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari kolesistitis akut seperti gangren, formasi gas dan perforasi. c. CT Scan dengan kontras intravena berguna untuk mendiagnosis kolesistitis akut pada pasein dengan nyeri perut yang tidak khas. d. MRI dengan media kontras intavena berbasis gadolinium, juga merupakan modalitas pemeriksaan radiologi sekunder yang berguna sebagai konfirmasi kolesistitis akut. e. MRI tanpa kontras berguna untuk melakukan pemeriksaan pada wanita hamil dengan dugaan kolesistitis akut yang dengan USG tidak menghasilkan diagnosis yang jelas. Tiadanya kontras mengurangi resiko paparan raioaktif terhadap ibu dan janinnya. f. Bahan kontras sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang sedang mendapat terapi dialisis kecuali pada keadaaan darurat dan mutlak diperlukan,

Radiografi (X-Ray). Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi meski tanpa kontras pada 10-15% kasus. Penemuan ini hanya mengindikasikan kolelitiasis, dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas sub diafragmatika tidak mungkin berasal dari saluran empedu. Bila ia ada, berarti mengindikasikan sutau kondisi penyakit lain di luar gangguan saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung empedu, biasanya menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang dihasilkan bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan bakteri streptokokus anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang tinggi dan biasanya dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis akalkulus (non batu). Kandung empedu yang terkalsifikasi difus, seringkali merupakan suatu karsinoma meskipun 2 studi menunjukkan tidak ada hubungan antara kalsifikasi parsial darikandung empedu dengan karisnoma. Penemuan lain dari pemeriksaan radiografi dapat berupa batu ginjal, obstruksi intestinal dan pneumonia.

Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas antara 90-95% dan spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai batu empedu dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas dan spesifisitasUSG menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis antara lain : cairan di daerah perikolesistik, penebalan dinding kandung empedu hingga lebih dari 4 mm dan tanda murphy sonografi positif. Adanya batu juga menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa oleh karena batu empedu divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terdistensi oleh cairan empedu.

CT Scan dan MRI Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk memprediksi kolesistitis akut adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan ini dibandingkan ERCP (endoscopic retrogade cholangiopancreatography) adalah sifatnya yang non invasif, namun kelemahannya adalah tidak memiliki efek terapi serta tidak cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu empedu. Hasil pemeriksaan CT Scan dan MRI yang menunjukkan adanya kolesistitis adalah : penebalan dinidng kandung empedu (> 4 mm), cairan di perikolesistik, edema subserosa (bila tidak ada ascites), gas intramural, dan pengelupasan mukosa. CT Scan dan MRI juga bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagnosis tidak meyakinkan.

HBS (hepatobiliary scintigraphy) Keakuratan HBS dalam mendeteksi kolesistitis akut mencapai 95%. Sementara sensitivitasnya dalam rentang 90-100% dan spesifisitasnya 85 hingga 95%.

Endoskopi (ERCP = Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) Pemeriksaan ERCP sangat bermanfaat dalam memvisualisasikan anatomi kandung dan saluran empedu pada pasien berisiko tinggi memiliki batu empedu yang disertai gejala sumbatan saluran empedu positif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sahai dkk, ERCP lebih dianjurkan dibandingkan USG Endoskopik dan Cholangiografi Intraoperatif pada pasien yang berisiko tinggi memiliki batu empedu dan akan menjalani operasi kolesistektomi laparoskopik. Kelemahan ERCP adalah membutuhkan tenaga khusus yang ahli mengoperasikan alatnya, biaya tinggi serta kemungkinan adanya komplikasi seperti pankreatitis (3-5% kasus).

Pemeriksaan Histologi. Perubahan awal pada kolesistitis adalah edema dan kongesti vena. Berdasarkan gambaran histologinya, kolesistitis akut biasanya saling tumpang tindih dengan kolesistitis kronik.  Penemuan yang spesifik

Page 5: refrat colesistitis

diantaranya : adanya fibrosis, mukosa yang rata dan sel inflamasi kronik. Herniasi mukosa yang juga dikenal sebagai Sinus Rokitansky-Aschoff berkaitan dengan peningkatan tekanan hidrostatik dan ditemukan pada sekitar 56% kasus. Nekrosis fokal disertai influx sel neutrofil juga dapat ditemukan. Pada kasus yang berat dapat dijumpai gangren dan perforasi.

Penatalaksanaan /Terapi Penatalaksanaan. pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi seringkali dapat berobat jalan saja namun pada kasus yang disertai komplikasi harus dengan terapi pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil, drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik dapat sangat membantu. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitif diantaranya : kolesistektomi disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka ERCP juga merupakan pilihan yang baik. Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak mendapat asupan makanan per oral, kecuali bila kolesistitisnya tanpa komplikasi , pasien masih diijinkan makan dalam bentuk cair serta rendah lemak per oral hingga tiba saatnya operasi.

Terapi awal dan pemberian Antibiotik Untuk kolesistitis akut, terapi awal meliputi pengistirahatan usus (bowel rest), hidrasi intravena, koreksi elektrolit,  analgesia, dan antibiotik intravena. Untuk kasus yang ringan, terapi antibiotik menggunakan satu jenis antibiotik berspektrum luas sudah cukup memadai. Beberapa pilihan untuk jenis terapi awal ini : a. Sanford guide merekomendasikan piperacillin/tazobactam (Zosyn, 3,375 gram IV/6 jam atau 4,5 gram IV/8 jam), ampicilin/sulbactam (Unasyn, 3 gram IV/6 jam), atau meropenem (Merrem, 1 gram IV/8 jam). Pada kasus berat yang mengancam jiwa, Sanford guide merekomendasikan  Imipenem/cilastatin ( primaxin, 500 mg IV/6 jam). b. Regimen alternatif meliputi sefalosporin generasi ketiga plus metronidazole (Flagyl, 1 gram IV bolus diikuti 500 mg IV/6 jam). c.  Bakteri yang biasa ditemukan pada kolesititis adalah : Eschericia coli, Bacteroides fragilis, Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas. d. Bila terdapat emesis dapat diberikan antiemesis dan suction nasogastrik. e. Oleh karena sering terjadi progesi yang cepat dari kolesistitis akalkulus menjadi gangren dan perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat dibutuhkan. f. Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur kestabilan hemodinamik, antibiotik  untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan bakteri anaerobik, terutama bila curiga adanya infeksi saluran empedu. g. Stimulasi kontraksi kandung empedu harian dengan menggunakan kolesistokinin intavena, menunjukkan keefektifannyadalam mencegah gumpalan di kandung empedu pada pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN).

Terapi konservatif untuk kolesistitis tanpa komplikasi. Pasien dapat dirawat jalan pada kasus kolesititis tanpa komplikasi dengan memberikan terapi antibiotik, analgesik dan kontrol untuk follow up. Kriteria pasien yang dapat di rawat jalan adalah : a. Tidak demam (afebris) dengan tanda vital yang stabil. b. Tidak ada bukti adanya obstruksi berdasarkan hasil lab. c. Tidak ada masalah medis lain, usia lanjut, kehamilan serta masalah immunocompromised. d. Analgesia yang adekuat. e. Pasien memiliki sarana dan akses transportasi yang mudah ke sarana kesehatan. f. Bersedia untuk kontrol/follow up. Beberapa obat-obatan yang dapat diberikan : a. Antibiotik profilaksis : levoflaxacin (Levaquin, 500 mg per oral 1x/hari) dan metronidazole (500 mg per oral 2x/hari). b. Antiemetik : prometazin (phenergan) oral/rectal , prochlorperazine (compazine). c. Analgesik : oxycodone/acetaminophen (percocet) oral.

Kolesistektomi Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis. Kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis maupun sosioekonomi. Pada pasien yang hamil, kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun paling aman pada trimester kedua. kolesistektomi laparoskopik dilihat dari laparoskop. sumber wikipedia. CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu mendeteksi adanya  kolesistitis gangrenosa yang ditandai dengan : defek pada dinding kandung empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya batu empedu. Asosiasi dokter bedah gastrointestinal dan endoskopi Amerika (SAGES) telah mengeluarkan guideline pada tahun 2010 mengenai aplikasi klinik dari bedah laparoskopi saluran empedu ini. Guideline ini mencakup petunjuk kapan melakukan tindakan, prosedur operasi dan manajemen pasien post operasi. Berikut beberapa poin lainnya : a. Antibiotik preoperatif hanya diberikan untuk mengurangi  risiko infeksi luka bedah pada pasien berisiko tinggi dan hanya menggunakan satu dosis preoperatif saja. b. Kolangiografi intraoperatif dapat membantu mengenali cedera yang mungkin terjadi dan menurunkan risiko cedera saluran empedu. c. Bila cedera duktus biliaris ditemukan, pasien harus dirujuk pada dokter spesialis hepatobiliari terlebih dahulu sebelum melakukan perbaikan, kecuali bila dokter bedahnya telah memiliki pengalaman reparasi duktus biliaris yang memadai. Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain : a. Berisiko tinggi terhadap anastesi umum. b. Obesitas berat. c. Ada tanda perforasi kandung empedu seperti : abses, peritonitis dan fistula. d. Batu empedu raksasa atau diduga

Page 6: refrat colesistitis

keganasan. e. Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi portal dan koagulopati berat. f. SAGES guideline juga menambahkan kontraindikasi yakni : syok septik akibat kolangitis, pankreatitis akut, peralatan dan tenaga ahli yang tidak memadai, serta baru saja mendapat prosedur bedah abdominal lainnya.

Drainase perkutaneus Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap prosedur bedah, maka terapi Drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG) merupakan pilihan terapi definitif dikombinasikan dengan pemberian antibiotik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien kolesistitis akalkulus akut dapat diterapi dengan drainase perkutaneus saja, akan tetapi SAGES guideline menganjurkan bahwa terapi ini hanya bersifat sementara sampai pasien dapat menerima kolesistektomi.

Terapi Endoskopik Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk mendiagnosis juga dapat sebagai terapi. Beberapa prosedur endoskopik untuk kolesistitis : a. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Terapi ini dapat memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat menyingkirkan batu empedu pada duktus biliaris komunis. b. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy. Penelitian menunjukkan bahwa terapi ini aman sebagai terapi awal, interim maupun definitif untuk pasien dengan kolesistitis akut berat yang berisiko tinggi terhadap prosedur kolesistektomi. c. Endoscopic gallbladder drainage. Mutignani dkk, menyimpulkan dalam penelitiannya terhadap 35 orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini efektif untuk kolesistitis akut namun sifatnya hanya sementara saja.