15
REFERAT Dengue Hemoragik Fever Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah urakarta Pem!im!ing " dr# $ur Hidayat% p# PD &leh " 'eny Pesona(ati% # Ked ' )** +** *,- PR&.RAM TUD/ PR&FE/ KED&KTERA$ FAKU0TA KED&KTERA$ U$/1ER/TA MUHAMMAD/2AH URAKARTA 3*+4

Refrat DHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stase interna

Citation preview

REFERATDengue Hemoragik FeverDiajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter UmumFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaPembimbing :dr. Nur Hidayat, Sp. PD

Oleh :Jeny Pesonawati, S. KedJ 500 100 089

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2014BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDemam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.1Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.2

B. Tujuan Penulisan1. Mengetahui definisi, etiologi, dan pathogenesis, komplikasi dengue hemoragik fever2. Memberikan wawasan perlunya pemilihan terapi yang tepat pada penatalaksanaan dengue hemoragik fever

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue yang berat yang ditandai gejala panas yang mendadak, perdarahan dan kebocoran plasma yang dapat dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah trombosit, peningkatan hematokrit, ditemukan efusi pleura disertai dengan penurunan kadar albumin, protein dan natrium.3

B. EtiologiPenyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu Arthropod-borne virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dengan bintik hitam putih pada tubuhnya. Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus dari family Flaviviridae, terdiri atas 4 tipe virus yaitu D1, D2,D3 dan D4. Struktur antingen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing masing tipe virus tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar tipe virus, tetapi juga di dalam tipe virus itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Perantara pembawa virus dengue, dalam hal ini nyamuk Aedes disebut vector. Biasanya nyamuk Aedes yang menggigit tubuh manusia adalah nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantanya lebih menyukai aroma yang manis pada tumbuh tumbuhan.4

C. Manifestasi KlinisGejala Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai dengan manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure). Patofisiologi yang membedakan dan menentukan derajat penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Demam Dengue (DD) yaitu peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopeni, dan distesis hemoragik.5Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti dengan fase kritis selama 2-3 hari. Gejala Demam Berdarah Dengue yaitu demam tinggi mendadak antara 38-400 C selama 2-7 hari, demam tidak dapat teratasi maksimal dengan penularan panas biasa, pegal, sakit kepala, nyeri atau rasa panas di belakang bola mata, wajah kemerahan, sakit perut (diare), kelenjar pada leher dan tenggorokan terkadang ikut membesar.6Gejala lanjutannya terjadi pada hari sakit ke 3-5, merupakan saat-saat yang berbahaya pada penyakit demam berdarah dengue yaitu suhu badan akan turun, jadi seolah-olah sembuh karena tidak demam lagi. Perlu diperhatikan keadaan pasien, apabila demam menghilang, pasien tampak segar dan mau makan atau minum, biasanya termasuk demam dengue ringan. Tetapi apabila demam menghilang tetapi pasien bertambah lemah, ingin tidur, dan tidak mau makan atau minum apapun apabila disertai nyeri perut, ini merupakan tanda awal terjadinya syok. Keadaan syok merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena semua organ tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.6 Hari ke 6 demam dan seterusnya, merupakan saat penyembuhan. Saat ini demam telah menghilang dan suhu menjadi normal kembali, tidak dijumpai lagi perdarahan baru, dan nafsu makan timbul kembali. Pada umumnya, setelah sembuh dari sakit, si anak masih tampak lemah, muka agak sembab disertai perut agak tegang tetapi beberapa hari kemudian kondisi badan anak pulih kembali normal tanpa gejala sisa.6Proses penyembuhan DBD dengan atau tanpa adanya syok berlangsung singkat dan sering kali tidak dapat diramalkan, bahkan dalam kasus syok stadium lanjut, segera setelah syok teratasi, pasien sembuh dalam waktu 2 3 hari. Timbulnya kembali selera makan merupakan prognostik yang baik. Fase penyembuhan ditandai dengan adanya sinus bradikaridia atau aritmia jantung serta petekie yang menyeluruh sebagaimana biasanya terjadi pada kasus DD.7Sebagai tanda penyembuhan kadang timbul bercak bercak merah menyeluruh di kedua kaki dan tangan dengan bercak putih di antaranya. Pada anak besar mengeluh gatal di bercak tersebut. Jadi, bila telah timbul bercak merah yang sangat luas di kaki dan tangan anak itu pertanda telah sembuh dan tidak perlu dirawat.6

D. Patofisiologi Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.5Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.8 Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membrane sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.8Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.8Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.8Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.8Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.7

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBDSebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata) ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.9

Gambar 2.Patogenesis Perdarahan pada DBDAgregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.E. DiagnosisDiagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997). Terdiri dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut :1. Kriteria Klinisa. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena c. Pembesaran hati d. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. 2. Laboratorium a. Trombositopenia (< 100.000/mm3) b. Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)9WHO (1997) membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat yaitu : Derajat I : Demam dengan uji bendung positif. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien menjadi gelisah. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.10

F. Pemeriksaan Penunjanga. Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. 3. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.4. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. 5. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. 6. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat. 7. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. 8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. 9. Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.10. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2. 10b. Pemeriksaan radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.10G. Penatalaksaan Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:1. Tirah baring. 2. Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja). 3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal.Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.9Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:1. Keadaan umum memburuk.2. Terjadi pembesaran hati. 3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. 4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala. Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.10Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringers Universitas Sumatera Utaralactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.9Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan.Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.9Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD: 1. Kristaloid. a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL).b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA).c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali (D5/GF).2. Koloid (plasma). Transfusi darah dilakukan pada:1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht. Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak dipraktikkan.10Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini ter- bagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Penatalaksanaan DBD dengan syok dengan perdarahan

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa 5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

H. Diagnosi Banding1. Adanya demam diawal penyakit dapat diabndingkan dengan infeksi bakteri maupun virus seperti bronkopneumonia, demam tifoid.2. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut4. Demam chikungunnya3.

I. PrognosisPrognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibody yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan 50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml. 6. Tidak dijumpai distres pernapasan5.

BAB IIIKESIMPULAN1. Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk pada hari kedua. 2. Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus dari family Flaviviridae, terdiri atas 4 tipe virus yaitu D1, D2, D3 dan D4. 3. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti. 3. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan, hepatomegali dan syok. 4. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue. 5. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simtomatif yaitu mengobati gejala penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang.

DAFTAR PUSTAKA1. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Depar- temen Kesehatan RI; 2003. 2. Harikushartono, Hidayah N, Dar- mowandowo W, Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika; 2002. 3. Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, Soeroso T, Waryadi S. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Ditjen PPM&PL Depkes&Kesos R.I; 2001. 4. Kusriastuti R. Kebijaksanaan Penanggu- langan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Depkes R.I; 2005.5. Malavinge G, Fernando S, Senevirante S. Dengue Viral Infection. Postgraduate Medical Journal. 2004;Vol 80:p. 588-601. 6. Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu Ika. Setiowulan, Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI Edisi ketiga Jilid I. 1999. Hal 428 433.7. Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2002;Vol 134:46-9.8. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. www.pediatrikcom/buletin/20060220- 8ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2010]; Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc. 9. Suharyono. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia . Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2001. Hal 1 33.10. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition. Geneva: World Health Organiza- tion; 2009.