Upload
yeyenjaejoong
View
233
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
glau
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Anatomi
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran Descement
dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam
mengelilingi kanal Schlemn dan trabekula sampai ke coa. Akhir dari membran
Descment disebut garis Schwalbe.2
Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal
epitel kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari
a. siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang
terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan
menuju ke belakang, mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi pada
sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
scleralspur (insersi dari m. Siliaris) dan sebagian ke m. Siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descment (garis Schwalbe), menuju ke
jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula.3
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanal Schlemn dapat terlihat dari luar.2
Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada
dindingnya sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat
hubungan langsung antara trabekula dan kanal Schlemn. Dari kanal Schlemn,
keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam
jaringan sklera dan episklera dan v. Siliaris anterior di badan siliaris.3
1
Gambar 2.1 Anatomi sudut filtrasi
2.2 Fisiologi Akuos Humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akuos humor
bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabecular
meshwork. Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akueus
mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut
kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial komponen – komponen
dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn menuju saluran
kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera dan episklera
juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung cairan
camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang
dinamakan aqueus veins. 4
Gambar 2.2 Fisiologis Aliran Aqueous Humor
2
a. Uveal meshwork
b. Corneoskleral meshwork
c. Schwalbe line
d. Schlemm canal
e. Collector channels
f. Longitudinal muscle of ciliary body
g. Scleral spur
Terdapat dua jalur utama keluarnya cairan akuous yaitu 4,5 :
1. Aliran keluar konvensional menyediakan mayoritas drainase
akuous menuju Trabecullar meshwork. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di
jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat.
Aliran cairan aquos ke dalam kanalis Schelmm tergantung pada permukaan
saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferan dari
kanalis Schelmm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus).
2. Aliran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral, menyediakan
sisa drainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas otot siliaris dan
lewat sela-sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan jadi tekanan
intraokular dijaga agar tetap lebih tinggi dibanding tekanan udara namun
lebih rendah dibanding tekanan darah.
Gambar 2.3 Jalur Aliran Humor Akueus
2.3 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau
kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan pertama yang
irreversibel.2 Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan
kenaikan tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang,
dan atropi nervus optikus.5
3
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama
tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan
dan atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam
bola mata (intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang setiap
saat mengalir dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar.6
Bila dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan
tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan terjadi
kerusakan lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan lamanya
tekanan tersebut mengenai saraf mata. 7
2.4 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia
setelah katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas.
Etnis Afrika dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer
adalah 4:1. Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang
Asia lebih sering dijumpai glaukoma sudut tertutup.3
2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut
tertutup), miopi (glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat
glaukoma dalam keluarga), dan ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya
adalah migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan
regulasinya (darah yang kurang akan menambah kerusakan), fenomena
autoimun, degenerasi primer sel ganglion, dan pascabedah dengan hifema /
infeksi.4
Hal yang memperberat resiko glaukoma 5:
1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2. Makin tua makin berat, makin bertambah resiko
3. Resiko kulit hitam 7 kali dibanding kulit putih
4. Hipertensi, risiko 6 kali lebih sering
5. Kerja las, risiko 4 kali lebih sering
6. Miopia, risiko 2 kali lebih sering
4
7. Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.
2.6 Etiopatogenesis
Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena
trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah
pecah (katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan.4
Tiga faktor sehingga terjadinya peningkatan tekanan intraokuler yang
akhirnya menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :
1. Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris
2. Adanya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun
kanal Schlemm.
3. Peningkatan tekanan vena episklera.
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam
bilik posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari
mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena
penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka
akan terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak serabut saraf mata. Perlu
diketahui, saraf mata berfungsi meneruskan bayangan yang dilihat ke otak. Di
otak, bayangan tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk
suatu benda (vision).7 Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong
perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya
pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati.
Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta
pada lapang pandang mata atau menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan
pandang). Bila seluruh serabut saraf rusak dan tidak diobati, glaukoma pada
akhirnya akan menimbulkan kebutaan total.Yang pertama terkena adalah
lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Pada penderita
glaukoma, yang terjadi adalah kerusakan serabut saraf mata sehingga
menyebabkan blind spot.6
Faktor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik 7:
5
1. Gangguan pendarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian
tekanan intraokuler.
2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola
mata.
3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri.
Gambar 2.4 Kerusakan Saraf Optikus pada Glaukoma
2.7 Klasifikasi
Berdasarkan dari patofisiologinya, glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Glaukoma
6
Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 6:
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala simpleks ini
agak lambat yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih
dari 40 tahun. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis
Schelmm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah
penurunan drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular.
Gambar 2.5 Glaukoma Primer Sudut Terbuka
b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :
Akut
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD)
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi
pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.
Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO
berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sukronidut
7
membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada
sudut BMD berupa pembentukan sinekia anterior perifer.
Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak
pernah mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan
bertahap dari TIO.
Gambar 2.6 Glaukoma Primer Sudut Tertutup
2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital
lainnya.
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :
a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom
eksfoliasi).
b. Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang
disertai prolaps iris)
d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya
pembentukan bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post operasi
katarak).
8
e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu
yang lama.
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola
mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat
kornea keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit.
Gambar 2.7. Klasifikasi Glaukoma
3. Glaukoma Sekunder
3.1 Definisi
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.1
3.2 Patofisiologi Glaukoma Sekunder
9
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh
mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai
dengan bentuk kelainan klinis yang menjadi penyebabnya. Efek peningkatan
tekanan intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar
peningkatan intraokuler.8
Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik
diduga disebabkan oleh :
1. Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas
serabut saraf pada pupil saraf optik.
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik.
3. Ekskavasio papil saraf optik
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi
atropik, disertai pembesaran cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga. 5
3.2.1 Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa
Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu fokolitik
atau fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau ke
belakang.
a. Dislokasi lensa
Pada katarak stadium matur yang diobati dapat terjadi terlepasnya zonula
Zinii sehingga menyebabkan dislokasi lensa yang juga dapat menyebabkan
glaukoma dan uveitis.
b. Intumesensi lensa yang katarak (fakotopik)
Berdasarkan kedudukan lensa. Oleh karena proses intumesensi, iris
terdorong ke depan, sudut coa dangkal, aliran coa tidak lancar sedang
produksi terus berlangsung sehingga tekanan intraokular meninggi dan
menimbulkan glaukoma.
c. Karena proses fakolitik dan fakotoksik pada katarak
Proses fakolitik maksudnya pada lensa yang keruh jika kapsulnya menjadi
rusak, substansi lensa yang keluar akan diresorpsi oleh serbukan fagosit
atau makrofag yang banyak di coa, serbukan ini sedemikian banyaknya
10
sehingga dapat menyumbat sudut coa dan menyebabkan glaukoma.
Penyumbatan dapat terjadi pula oleh karena substansi lensa sendiri yang
menumpuk di sudut coa terutama bagian kapsul lensa dan menyebabkan
exfoliation glaucoma.
d. Glaukoma kapsularis
Terjadi karena terlepasnya kapsul lensa, maka jaringan kapsul lensa ini
dapat menutupi trabekula sehingga menghalangi keluarnya humor akueus
dari bilik mata depan.
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa., antara lain. 5,6
a. Glaukoma pada subluksasi ke depan :
Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan glaukoma karena terjadinya
hambatan pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik
mata depansehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan
mata depan. Subluksasi ini juga dapat mendorong iris ke depan sehingga
menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan perlengketan di sudut
tersebut yang kedua-duanya dapat menyebabkan glaucoma.
b. Glaukoma pada subluksasi ke belakang :
Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada
badan siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan
siliar.Rangsangan ini menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang
dapat menimbulkan glaukoma.
c. Glaukoma pada luksasi ke depan :
Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.
d. Glaukoma pada luksasi ke belakang :
Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.
Pada prinsipnya glaukomanya dapat diobati seperti pada glaukoma akut
dan bila sudah tenang lensanya dikeluarkan.10
Pengobatan
• Dapat diberikan obat-obat anti glaukoma
11
• Bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi perifer
• Operasi pengeluaran lensa merupakan cara untuk menghilangkan penyebab
utamanya dan hal ini merupakan pengobatan yag paling berhasil
3.2.2 Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior
Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor
akuos) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Adanya peradangan
diiris dan badan siliaris, maka timbul hiperemi yang aktif, pembuluh darah
melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma
sekunder.8
Di sudut KOA, cairan melalui trabekulum masuk ke dalam kanal Schlemn
untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini
masih seimbang, maka tekanan mata masih dalam batas-batas normal 15-20
mmHg. Jika banyak sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut KOA,
sehingga aliran cairan KOA keluar terhambat dan menimbulkan glaukoma
sekunder.9
Elemen-elemen radang mengandung fibrin, yang menempel pada pupil,
dapat juga mengalami jaringan organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada
lensa. Perlekatan ini disebut sinekhia posterior. Bila seluruh pinggir iris melekat
pada lensa, disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari KOP, tidak dapat melalui
pupil untuk masuk ke KOA, iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut KOA
sempit dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lensa,
menyebabkan pupil bentuknya tak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel
radang dan fibrin, yang kemudian mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah
oklusi pupil sehingga akan menghambat aliran humor akuos dan dapat
menyebabkan glaukoma sekunder.10
Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan glaukoma sekunder yang dapat terjadi
pada stadium dini dan juga stadium lanjut. Pada stadium dini terjadi peradangan
uvea anterior, timbul hiperemi yang menimbulkan bertambahnya produk humor
akuos, juga ikut keluarnya sel-sel radang dengan fibrinnya akibat gangguan
permeabilitas dari pembuluh darah dan menyebabkan meningginya tekanan
intraokuler. Pada stadium lanjut adanya seklusio pupil, oklusi pupil, sinekhia
12
perifer dapat menimbulkan iris bombe yang menyebabkan sudut iridokornealis
sempit dan menimbulkan gangguan aliran keluar dari humor akuos sehingga
tekanan intraokuler meningkat yang pada akhirnya dapat menyebabkan glaukoma
sekunder.9
Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior itu sendiri dikelompokkan
menjadi glaukoma sekunder sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut
tertutup.11
a. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior
Gambar 3.1 Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior
Pada tahap awal glaukoma sekunder akibat uveitis anterior, banyak
berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka seperti yang terlihat pada gambar.
Hambatan aliran humor akuos berhubungan dengan menumpuknya sel-sel
inflamasi dan serat fibrin ditrabekulum (T). Pada tahap lanjut, sinekhia perifer (P)
dapat muncul dan sudut iridokornealis akan terbuka kurang dari 50% jika sudut
tertutup oleh sinekhia perifer. Terapi pada glaukoma sudut terbuka ini lebih
banyak dengan medikamentosa.
Pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit ini, pada banyak kasus, dapat
terjadi glaukoma sudut tertutup sebagai efek sekunder dari sinekhia perifer atau
efek sekunder blok pupil dari produk hasil inflamasi dipupil. Ini dapat juga karena
pada awalnya terjadi sebagai serangan berulang ringan dari uveitis yang tidak
terdeteksi yang menyebabkan sinekhia perifer dan menjadi glaukoma sudut
tertutup kronik
13
b. Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior
Gambar 3.2 Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis
anterior
Gambar menunjukkan keadaan sudut tertutup (A) dengan presentase lebih
dari 50%. Pada uveitis tahap lanjut ini glaukoma sudut tertutup dapat berasal dari
sinekhia perifer atau efek sekunder blok pupil dari produk inflamasi yang ada
dipupil (P). Anatomi dari sudut iridokornealis tidak dapat dilihat dengan jelas
pada pemeriksaan gonioskopi disebabkan adanya sinekhia perifer dari iris dan
adanya iris bombe sehingga iris terdorong kedepan oleh cairan humor akuos pada
kamera okuli posterior sehingga menutupi sudut iridokornealis tersebut. Jika sudut
sudah terbuka maka kita dapat mengontrol glaukoma sekunder dan uveitis
sehingga dapat menurunkan tekanan intraokular, pengontrolan ini sulit dilakukan
jika kondisi sudah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dan telah
ada jaringan fibrotik permanen pada trabekulum, pada keadaan ini glaukoma
sekunder yang terjadi dapat berlangsung permanen selamanya. Pada kasus yang
lain, setelah periode panjang pada uveitis yang tidak diterapi atau dikontrol, sudut
perlahan-lahan akan tertutup oleh sinekhia perifer, pada keadaan ini, tentu saja
glaukoma juga dapat berlangsung permanen pula.10
3.2.3 Glaukoma sekunder akibat trauma11
a. Hifema
Perdarahan dibilik mata depan berasal dari robekan diiris atau badan siliar
dapat menutupi sudut bilik mata, timbulkan gangguan aliran keluar humor
akueus.
14
b. Kontusio bulbi
Dapat pula menyebabkan perdarahan dibagian posterior mata yang
menyebabkan tekanan intraokuler cepat naik. Pengobatan dari glaukoma
ini ditujukan pada perdarahannya.
c. Robeknya kornea atau limbus dapat disertai dengan prolaps iris
Sehingga dapat menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata depan dengan
cepat karena menempelnya iris pada kornea. Tindakannya dapat diatasi
dengan cepat-cepat memotong iris yang keluar, iris reposisi, luka dikornea
dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva supaya jangan timbul
perlekatan iris pada kornea yang menetap yang disebut leukoma adherens
yang dapat menyebabkan glaukoma pula.
3.2.4 Glaukoma sekunder akibat operasi11
1. Pertumbuhan epitel yang masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi
setelah mengadakan insisi kornea atau sklera dan dapat menutup sudut
bilik mata depan sedang lukanya sukar sembuh. Kalau hal ini terjadi sukar
disembuhkan dapat dicoba dengan mengerok epitel tersebut. Hal yang
terpenting adalah pencegahan agar hal tersebut tidak terjadi.
2. Gagalnya pembentukan bilik mata depan setelah operasi katarak. Hal ini
disebabkan adanya kebocoran pada luka operasi. Kalau hal ini didiamkan
selama 5 hari pasca bedah, maka timbullah sinekia anterior yang menetap.
Karena itu harus diusahakan supaya sebelum hari ke 5 atau ke 6 untuk
memperbaiki bilik mata depan dengan menyuntikkan udara ke dalam bilik
mata depan. Kalau glaukomanya timbul kemudian maka siklodialise
merupakan tindakan yang tepat.
3. Setelah ektraksi katarak dapat timbul uveitis yang dapat menyebabkan
perlengketan iris pada membran hialoid sehingga dengan demikian timbul
hambatan pupil (blokade pupil), humor akueus tak dapat masuk ke bilik
mata depan, mendorong iris kedepan menyebabkan goniosinekhia (sinekia
anterior perifer) dan menghambat aliran cairan ke trabekula.
15
3.2.4. Glaukoma Pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di
bilik mata depan terutama di anyaman trabekular yang sesuai perkiraan akan
mengganggu aliran keluar aqueous dan di permukaan kornea posterior
(Krukenberg’s spindle) disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan
ultrasonografi menunjukkan pelekukan iris ke posterior sehingga iris
berkontak dengan zonula atau processus ciliares, mengindikasikan
pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan belakang iris akibat
friksi dan menimbulkan defek transluminasi iris. Sindrom ini paling sering
terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik
mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata depan yang lebar.14
Baik sindrom dispersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan
kecenderungannya mengalami episode-episode peningkatan tekanan
intraokular secara bermakna terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil
dan glaukoma pigmentasi akan berkembang dengan cepat. Masalah
selanjutnya adalah glaukoma pigmentasi biasanya timbul pada usia muda, ini
meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan bedah drainase
glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering
digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan
kebutuhan akan bedah drainase.14
3.2.5 Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih
di permukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati
akibat terpajan radiasi inframerah, yakni “katarak glassblower”), di processus
ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan
dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara
histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva,
yang mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Terapinya
sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi
saat bedah katarak lebih tinggi pada mata dengan sindrom pseudoeksfoliasi.15
16
3.2.6 Sindrom Iridokornea Endotel (ICE)10
Seperti atrofi iris esensial, sindrom Chandler dan sindrom nevus iris.
Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan
bermanifestasi sebagai dekompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris
(corectopia dan polycoria). 16
3.2.7 Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling
sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada
retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena centralis retinae iskemik.
Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut oleh membran
fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan
sudut.13
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering
tidak memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan
tekanan intraokular perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan
penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol
tekanan intraokular.14
3.2.8 Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera11
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan
glaukoma pada sindrom Sturge-Weber, yang juga terdapat anomali
perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat
menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi
medis tidak dapat menurunkan tekanan intraokular di bawah tingkat tekanan
vena episklera yang meningkat secara abnormal dan tindakan bedah berkaitan
dengan resiko komplikasi yang tinggi.
3.2.9 Glaukoma sekunder akibat penggunaan steroid jangka panjang
Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapat menimbulkan
sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer,
terutama pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan
akan memperparah peningkatan tekanan intraokular pada para pengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya
17
menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen
apabila keadaan tersebut tidak didasari dalam waktu lama. Apabila terapi
steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya
dapat mengontrol tekanan intraokular.
3.3. Gambaran klinis
Tergantung kecepatan kenaikan TIO, jika kenaikan TIO terjadi perlahan-
lahan maka tidak menimbulkan gejala yang nyata. Jika TIO naik dengan cepat dan
tinggi maka dapat terjadi gejala seperti penglihatan kabur, mata merah dan rasa
sakit di mata dan sakit kepala.4
Pasien dengan glaukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata
sakit, tajam penglihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada pemeriksaan objektif
terlihat edema kornea dengan injeksi silier, flare berat dengan tanda-tanda uveitis
lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hipermatur, tekanan bola
mata sangat tinggi.16
Gejala-gejala lain biasanya berhubungan dengan peningkatan mendadak
TIO, terutama glaukoma akut sudut tertutup dan mungkin termasuk penglihatan
yang kabur, lingkaran cahaya di sekitar lampu, nyeri pada mata, sakit kepala, sakit
perut, mual, dan muntah.11
Kebanyakan penderita glaukoma tidak menyadari gejala sampai mereka
mulai kehilangan penglihatan yang signifikan. Serabut saraf optik yang rusak
akibat glaukoma, bintik buta kecil dapat mulai berkembang, biasanya dalam
penglihatan tepi atau sisi. Jika terjadi kerusakan saraf optik seluruhnya dapat
mengakibatkan kebutaan.17
3.4. Diagnosis
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan status umum dan oftalmologis serta pemeriksaan
penunjang. Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut sebaiknya dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita. Gejala
yang ditimbulkan tergantung penyakit dasarnya. 16
Dari anamnesis pasien akan mengeluhkan pandangan kabur, mata merah
atau adanya rasa sakit pada bagian mata atau kepala. Pada pemeriksaan akan
18
ditemukan tanda-tanda seperti visus yang turun, konjungtiva hiperemis, kornea
keruh, pupil dapat kecil ataupun melebar tergantung penyebabnya, papil dapat
normal ataupun terjadi penggaungan. Dari pemeriksaan penunjang, dapat
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengukur tekanan intraokular,
gonioskopi, penilaian diskus optikus serta pemeriksaan lapangan pandang.17
3.5 Pemeriksaan penunjang
1. Tonometri
Tingginya tekanan intraokular tergantung kepada banyaknya produksi
aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya melalui sudut
bilik mata depan yang juga tergantung dari keadaan sudut bilik mata
depannya sendiri, trabekula kanal Schlemm dan keadaan di dalam vena
episklera. Tonometri diperlukan untuk mengukur besarnya tekanan
intraokular. Ada 3 macam tonometri yaitu :
a. Secara digital dengan palpasi dengan menggunakan jari telunjuk
yang diletakkan di atas bola mata sambil pasien diminta untuk
melihat ke bawah.
b. Tonometri dengan tonometer Schiotz.
c. Aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann.
Gambar 3.3 Tonometri Schiotz
Tekanan intraocular (TIO) normalnya 10-21 mmhg. Pada glukoma akut TIO 40-
80 mmhg.18
19
Gambar 3.4 Pemeriksaan Tonometri Schiotz
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dengan pemeriksaan ini dapat
dilihat sudut bilik mata yang merupakan tempat keluarnya cairan mata dari
bola mata.16
Mengevaluasi anatomi sudut mata, appositional closure, adanya sinekia
anterior perifer.
Konfigurasi sudut: bentuk kornea, pembesaran lensa
Menentukan apakah sudut terbuka, sempit, tertutup dan untuk
menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan peningkatan TIO
Derajat besar sudut
20
0→Tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan
iris→sudut tertutup.
1→Tidak terlihat ½ bagian trabekulum sebelah belakang dan garis
schwalbe
2à sebagian kanal Schlemm terlihat àsudut sempit sedang.
Mempunyai kemampuan untuk jadi tertutup
3à sebagian kanal Schlemm masih terlihat termasuk skleral spur à sudut
terbuka sedang, tidak akan terjadi sudut tertutup
4à badan siliar terlihat à sudut terbuka
Gambar 3.5 Gonioskopi
21
3. Oftalmoskopi
Prosedur diagnostik ini membantu pemeriksaan saraf optik untuk kasus
glaukoma. Tetes mata digunakan untuk melebarkan pupil sehingga dapat
terlihat melalui mata bentuk dan warna saraf optik.9
Gambar 3.6 Kelainan Akibat Glaukoma pada Nervus Optikus
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan
keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma
yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik
dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak
dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus membesar.
Kelainan papil saraf optik: Rasio cekungan-diskus > 0,5. Kelainan serabut
saraf retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau. Tanda
lainnya ada perdarahan peripapiler.
4. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak
spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang
dapat dijumpai pada semua penyakit nervus opticus, namum pola, kelainan
lapangan pandang, sifat progresivitas dan hubungannya dengan kelainan-
kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit ini. Kelainan yang
yang ditemukan berupa gangguan lapang pandang terutama mengenai 30◦
lapangan pandang bagian tengah. Dini semakin nyatanya bintik buta
meluas`kedaerah Bjerrum lapang padang di 15 derajat dari fiksasi.
22
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang adalah
perimeter Goldmann yang merupakan pemeriksaan khusus pada
glaukoma. Alat ini digunakan untuk diagnosis dan penilaian kemajuan
terapi. Apabila alat ini tidak tersedia, dapat dilakukan secara konfrontasi.
3.6 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada glaukoma sekunder adalah mengobati penyakit
dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya tergantung tipe glaukoma yang
ditimbulkan.11
Pada glaukoma pigmentasi diperlukannya tindakan bedah drainase
glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering
digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan
kebutuhan akan bedah drainase. Terapi glaukoma pseudoeksfoliasi sama dengan
glaukoma sudut terbuka.16
Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu penyebab awalnya
disertai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan, miotik dihindari karena
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost
mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan
reaktivasi uveitis. Terapi jangka panjang diantaranya tindakan bedah, sering
diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel. Setiap
uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi
dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.
Pada glaukoma sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama
turunkan dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan
operasi katarak. Sedangkan pada glaukoma sekunder yang terjadi karena
penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu penggunaan steroidnya
baru kemudian dilakukan penurunan tekanan intraokuler. Pada glaukoma yang
disebabkan oleh tumor yang berasal dari uvea atau retina seabaiknya diberikan
obat penurun tekanan intraokuler sampai dengan dilakukan tindakan enukleasi
bulbi. Sedang glaukoma yang disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati
diabetikum dapat diberikan obat penurun tekanan intraokuler yang bersifat
menurunkan produksi humor akuos. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan
23
penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol tekanan
intraokular. Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek
samping yang minimal.17
1. Medikamentosa
a. Supresi pembentukan aqueous humor
Β blockers (misalnya timolol, levobunolol, carteolol, betaxolol, dan
metipranolol). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan menurunkan sekresi dari humor aqueos. Sedian berupa obat tetes
mata yang dapat diberikan dua kali sehari atau sekali sehari (long acting).
Carbonic anyidrase inhibitors (misalnya, dorzolamide, brinzolamide,
azetozolamide). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan jalan menghambat produksi humor aqueos. Asetazolamide 250 mg
dapat diberikan 4 kali sehari 1 tablet.
b. Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Prostaglandin analogues (misalnya latanoprost, travoprost, dan
bimatoprost). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan melancarkan drainase dari humor aquos melalui jalur uveosklera.
Latanoprost, travoprost, dan bimatoprost masing-masing sekali setiap
malam dan larutan unoprostone dua kali sehari. Sympathomimetic agents
seperti epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari
meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan sedikit banyak disertai
penurunan pembentukan aqueous humor.
c. Miotik, midriatik dan sikloplegik
Parasympathomimetic agents seperti pilokarpin 2-4% diberikan 3-6 kali
sehari. Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan
memperkecil diameter pupil sehingga meningkatkan drainase/aliran humor
aquos ke trabecular meshwork.
Terapi Bedah dan laser
a. Iridoplasti, iridektomi dan iridotomi perifer
Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan
membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang
24
sehingga tidak ada perbedaan tekanan diantara keduanya. Iridotomi
perifer paling baik dilakukan dengan laser YAG:neomdymium walaupun
laser argon mungkin diperlukan pada iris berwarna gelap. Tindakan
bedah iridektomi perifer dilakukan bila iridotomi laser YAG tidak
efektif. Iridotomi laser YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila
dikerjakan pada sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut. Pada
beberapa kasus penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak
mungkin dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi
laser YAG dapat dikerjakan iridoplasti perifer laser argon (ALPI).
b. Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian
pembakarn laser (lebar 50 mikrometer) pada jalinan trabekula, untuk
memperbaiki aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif,
namun tekanan intraokular secara perlahan kembali meningkat. Di
Inggris, terdapat peningkatan kecenderungan untuk melakukan
pembedahan drainase dini. 10,11
Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35-40 mmHg dengan
nervus optikus normal, maka diikuti 1-2 bulan untuk memantau keadaan
25
papil nervus optikus, lapang pandang, peningkatan rasio cupdisc, jika semua
ini masih dalam batas normal sementara uveitis masih aktif dan
ophtalmologis yakin masih ada kemungkinan terapi berhasil maka terapi
medikamentosa dapat diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus sudah
menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan defek lapang pandang sudah
sangat spesifik glaukoma, maka harus segera dioperasi. Jika sudah terjadi
sinekhia anterior perifer dan kerusakan sudut iridokornealis sudah muncul,
diperlukan trabekulektomi, seklusio pupil dapat diatasi dengan iridektomi
perifer (dengan laser). Iridektomi perifer dan pembebasan pupil juga perlu
dilakukan jika terjadi sinekhia posterior yang ektensif antara iris dan lensa.
dilakukan secara dini sebagai terapi glaukoma. 10
c. Bedah Drainase Glaukoma
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk
memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses
langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva
dan orbita.18
d. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat
menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi corpus
ciliare dengan laser atau pembedahan untuk mengontrol tekanan
intraokular. Krioterapi, diatermi, terapi laser YAG; neodymium thermal
26
Pathway Trabeculotomy
mode, atau laser dioda dapat digunakan untuk menghancurkan corpus
ciliare. 18
Komplikasi pembedahan antara lain:
a. Penyempitan bilik anterior pada masa pascaoperasi dini yang
beresiko merusak lensa dan kornea.
b. Infeksi intraokular
c. Kemungkinan percepatan perkembangan katarak
d. Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa pengobatan topikal,
terutama obat simpatomimetik, dapat meningkatkan pembentukkan parut
konjungtiva dan menurunkan kemungkinan keberhasilan pembedahan
bila saluran drainase yang baru mengalami parut dan menjadi
nonfungsional. Pada pasien yang sangat rentan terhadap pembentukkan
parut, obat antimetabolik (5-fluorourasil dan mitomisin) dapat digunakan
pada saat pembedahan untuk mencegah fibrosis.
3.7 Komplikasi
Glaukoma sekunder yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan yang
ireversibel. Papil yang mengalami perubahan penggaungan (cupping) dan
degenerasi dari saraf optik (atrofi) yang mungkin disebabkan beberapa faktor
seperti peninggian tekanan intraokular mengakibatkan gangguan perdarahan pada
papil sehingga terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf
optik. Peningkatan tekanan intraokular juga dapat menekan bagian tengah optik
yang mempunyai daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif
lebih kuat dari bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil ini.18
3.8 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat
ditangani dengan baik.18
27
BAB III
KESIMPULAN
1. Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata
yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainya
2. Glaukoma sekunder juga bisa di sebabkan oleh tindakan pasca operasi dengan
disertai infeksi maupun pertumbuhan epitel di COA setelah insisi kornea atau
sklera sehingga menutup COA yang dapat menimbulkan glaucoma, Trauma
yang menyebabkan cedera mata dapt terjadi pendarahan ke dalam bilik mata
depan (hifema) ataupun hal lain yang menutupi cairan mata keluar sehingga
tekana intraokuler biasanya meningkat karena tersumbatnya aliran tersebut
sehingga terjadi glaukoma sekunder serta pemakaian kortikosteroid jangka
panjang
3. Penatalaksanaan glukoma sekunder dapat dengan medikamentosa seperti
midriatik, topical steroid, injeksi steroid subkonjungtiva, Cytotoxic,
Hipotensif agen , trabekuloplasti laser dan pembedahan seperti idrikdetomi
perifer maupun trabekulektomi.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam et al. Glaucoma. Last update July 2005. Available from:
http://www.urac.org/adams/glaucoma.html
2. DEPKES RI, 1,5 PERSEN penduduk Indonesia Mengalami Kebutaan
2008.
3. Anonyma. Glaucoma : Introduction to Glaucoma & Medical Management
of Glaucoma. Section 10. USA. American Academy of Ophtalmology.
2002.
4. Anonyma. Drug Treatment for Glaucoma. Last update July 2005.
Available from: http:// www.agingeye.com/glaukoma/drug.html
5. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Pharmacology. 1st Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2003.
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.
7. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI. 2008.
8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition.
USA. McGraw-Hill. 2003.
9. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Alih Bahasa : Jan Tambajong & Brahm U. Pendit. Jakarta.
Widya Medika. 2001.
10. Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, halaman 135-137 & 219-
225, Abadi Tegal, Jakarta.
11. Gordon, S., 2004 Mechanism of Secondary Glaukoma from uveitis,
http/www.thehighligts.com.
12. James,Bruce dkk. 2005. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga
13. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. 2000. Hal: 155-72.
14. Ilyas, S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai
29
Penerbit FK UI. Jakarta. 2000. Hal: 117-37.
15. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal : 97-100.
16. Ilyas, S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Edisi 2. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta. 2001. Hal: 1-33.
17. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta. 2011. Ha:169-174.
18. Kanski JJ and Mc Allister JA. Glaucoma. Butterworth. 1989.
30
Lampiran Gambar - gambar :
(dikutif dari http://www.ahaf.org/glaucoma/about/AqueousHumor.htm )
(dikutif dari http://www.ahaf.org/glaucoma/about/Aqueous_BuildUp.htm)
31
Tonometer DigitalTonometer
Schiotz
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001.
hal : 54-7)
Papil ekskavasi glaukommatosa mata kanan :
Papil ekskavasi glaukommatosa mata kiri :
32
Penggaungan papil
Rasio ekskavasi / papil > 05
Pembuluh darah terdorong
ke nasal
(dikutif dari : http://geocities.yahoo.com/pstats/alam-penyakit - Masalah Glaukoma. Mohamed Yosri Mohamed Yong
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7)
Glaukoma akut Kongestif :
Glaukoma Kronis :
Glaukoma absolut :
33
Penggaungan papil
Rasio ekskavasi / papil > 05
Pembuluh darah terdorong
ke nasal
Injeksi siliar
Edema kornea
Pupil lebar
Lensa keruh
Iris atrofi
Pupil lebar
Lensa Keruh
Keadaan akhir glaucoma Kornea edem Iris atrofi Pupil lebar Lensa katarak Siliar injeksi ringan Visus nol
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7)
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7)
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7)
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7)
Glaukoma Primer Sudut Terbuka :
Glaukoma Primer Sudut Tertutup :
Glaukoma Sekunder :
Glaukoma Kongenital :
34
(dikutif dari Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7)
(dikutif dari Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta 1992. hal : 51-7)
(dikutif dari Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta 1992. hal : 51-7)
(dikutif dari Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta 1992. hal :
51-7)
35