18
Universitas Muhammadiyah Jakarta FARINGITIS A. Definisi Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5–40%), alergi, trauma, toksin dan lain–lain. Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat sering terjadi. Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau tonsil yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian dari infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring. Faringitis kronis adalah faringitis yang terjadi setelah serangan akut yang berkali – kali. Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan hipofaring. 1

Refreshing Faringitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

FARINGITIS

A. Definisi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh

virus (40-60%), bakteri (5–40%), alergi, trauma, toksin dan lain–lain. Faringitis virus

atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat sering terjadi.

Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau tonsil yang

disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat

menjadi bagian dari infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring.

Faringitis kronis adalah faringitis yang terjadi setelah serangan akut yang berkali –

kali.

Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya

kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan hipofaring.

B. Anatomi

Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang besar di

bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus

menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada bagian atas, faring

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, pada bagian depan berhubungan

dengan mulut melalui istmus orofaring, sedangkan laring di bawah berhubungan melalui

additus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior

faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm. Bagian ini merupakan bagian dinding

1

Page 2: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir ,

fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur –

unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.

2

Page 3: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Mukosa pada nasofaring karena fungsinya sebagai saluran respirasi maka

mukosanya bersilia sedangkan epitel toraknya berlapis mengandung sel goblet.

Laringofaring dan orofaring karena memiliki fungsi untuk pencernaan, epitelnya gepeng

berlapis dan tidak bersilia. Faring merupakan pertahanan tubuh terdepan, disepanjang

faring terdapat banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat

yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial sistem.

Pada nasofaring bagian atas ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia

dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir fungsinya untuk

menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap dan mengandung

enzyme lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot-otot faring terususn dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m. konstriktor faring superior, media

dan inferior. Otot-otot ini terletak diluar berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya

menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Kerja otot konstriktor untuk

mengecilkan lumen faring, otot-otot ini dipersarafi oleh n. Vagus (n. X). Sedangkan oto-

otot yang longitudinal adalah m. stilofaring dan m. palatofaring. Letak otot-otot ini

sebelah dalam m. stilofaring fungsinya untuk melebarkan faring dan menarik larik

sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikan bagian bawah

faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator dan penting pada saat menelan.

m.stilofaring di persarafi oleh n. IX dan m. palatofaring dipersarafi oleh n. X.

Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu

sarung fasia dari mukosa yaitu :

- m. elevator veli palatine

m. elevator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan

kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba

Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n. X.

- m. tensor veli palatini

m. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk

mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius,

dipersarafi oleh n. X.

- m. palatoglosus

m. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan

ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n. X.

3

Page 4: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

- m. palatofaring

m. palatofaring membentuk arkus posterior dipersarafi oleh n. X.

- m.azigos uvula

m. azigos uvula otot kecil, memperpendek dan menaikan uvula ke belakang

atas dipersarafi oleh n. X.

Faring mendapatkan darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.

Yang utama dari cabagng a. karotis eksterna (cabang faring ascenden dan cabang

fausial) serta dari cabang palatini superior.

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasala dari fleksus faring yang

ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus, cabang dari n.

glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n. vagus berisi serabut motorik.

Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring

kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n. IX).

Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media

dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan

kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar

getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe

inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

C. Fungsi Faring

Fungsi faring terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi

suara, dan untuk artikulasi.

- Fungsi faring dalam proses berbicara

Proses menelan dan berbicara terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan

faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding

belakang. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula

m. salpingofaring dan m. palatofaring, kemudian m.levator veli palatini bersama-

sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator

veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding

posterior faring. Jarak yang terisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) passavant pada

dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu

pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama

m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m. konstriktor faring superior.

4

Page 5: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Mungkin 2 gerakan ini tidak bekrja pada waktu yang sama. Tonjolan passavant

ada yang menduga menetap pada periode fonasi, tapi ada juga pendapat lain akan

timbul dan hilang bersamaan dengan gerakan palatum.

- Fungsi menelan

Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan esofagal.

Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja

(voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui

faring. Gerakan disini tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal, disini

gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makana bergerak secara

peristaltic di esophagus menuju lambung.

D. Epidemiologi

Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin,

dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi anak-anak. Faringitis akut

jarang ditemukan pada usia di bawah 1 tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai

puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak

dan kehidupan dewasa. Kematian yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi dapat terjadi

sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.

E. Patofisiologi

Penularan terjadi melalui droplet. Virus dan bakteri menginfiltrasi lapisan epitel,

kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal

terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula

serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat

pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar.

Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau

jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring

posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.

5

Page 6: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Faringitis terbagi atas :

1. Faringitis Akut

2.1 Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis.

Gejala dan tanda :

Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menalan.

Diagnosis :

Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,

coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.

Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit

berupa maculopapular rash.

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala

konjungtivitis terutama pada anak.

Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi

eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa

diseluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.

Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok,

nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring

hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut dileher dan pasien tampak

lemah.

Terapi :

o Istirahat dan minum yang cukup

o Kumur dengan air hangat

o Analgetika jika perlu dan tablet isap

Antivirusmetisoprinol (Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks

dengan dosis 60–100mg/kgBB dibagi dalam 4–6 kali pemberian/hari pada

orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4–

6 kali pemberian/hari.

2.2 Faringitis Bacterial

Infeksi grup A Stretokokus β hemolitikus merupakan penyebab faringitis

akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).

6

Page 7: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gejala dan tanda :

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang – kadang disertai demam dengan

suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.

Diagnosis :

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan

terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak

petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar,

kenyal, dan nyeri pada penekanan.

Terapi :

a. Antibiotik

Dieberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A

Streptokokus β hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB IM

dosis tunggal, atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari

selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6–10 hari atau

erotromisin 4x500 mg/hari.

b. Kortikosteroid : deksametason 8–16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,08–

0,3mg/kgBB, IM, 1 kali.

c. Analgetika

d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik

2.3 Faringitis Fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.

Gejala dan tanda :

Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak

putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

Diagnosis :

Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrose.

Terapi

a. Nystatin 100.000 – 400.000 2 kali/hari.

b. Analgetika

2.4 Faringitis Gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontok orogenital.

7

Page 8: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Terapi :

Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250 mg, IM.

2. Faringitis Kronik

Faringitis kronik adalah faringitis yang terjadi setelah serangan akut yang

berkali–kali atau berulang-ulang.

→ Patofisiologi

Pada proses radang kronis terdapat 2 bentuk, hipertrofi/hyperplasia dan

atrofi. Karena proses radang berulang, maka selain epitel terkikis, sehingga

pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti jaringan parut.

→ Differensial Diagnosis

- Radang spesifik : TBC, jamur dan sifilis.

- Radang non-spesifik

- Keganasan

→ Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium darah, urine rutin

- Bakteriologi

- Biopsi

Terdapat dua bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis

kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis

kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang

merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis

kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya

tersumbat.

1.1. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjdai perubahan mukosa dinding

posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral

band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak

rata, bergranular.

Gejala dan tanda :

Pasien mengeluh mula–mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk

yang bereak.

8

Page 9: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Terapi :

Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia

larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan

simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat

diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus

paranasal harus diobati.

1.2. Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada

rhinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu lembabannya, sehingga

menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.

Gejala dan tanda :

Pasien menegeluh tenggorok kering serta mulut berbau.

Diagnosis :

Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan

bila diangkat tampak mukosa kering.

Terapi :

FARINGITIS VIRUS FARINGITIS BAKTERI

Biasanya tidak ditemukan nanah di

tenggorokanSering ditemukan nanah di tenggorokan

Demam ringan atau tanpa demam Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal atau agak

meningkat

Jumlah sel darah putih meningkat ringan

sampai sedang

Kelenjar getah bening normal atau sedikit

membesar

Pembengkakan ringan sampai sedang

pada kelenjar getah bening

Tes apus tenggorokan memberikan hasil

negatif

Tes apus tenggorokan memberikan hasil

positif untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium tidak

tumbuh bakteri

Bakteri tumbuh pada biakan di

laboratorium

Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik

atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

9

Page 10: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2. Faringitis Spesifik

2.1. Faringitis Luetika

Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring

seperti juga penyakit lues di organ lain.

Gambaran kliniknya tergantung pada stasium penyakit primer, sekunder atau

tertier.

Stadium primer

Kelainan pada stasium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil

dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi

terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus

pada genitalia yang tidak nyeri. Juga di dapatkan pembesaran kelenjar

mandibula yang tidak nyeri tekan.

Stadium sekunder

Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring

yang menjalar kea rah laring.

Stadium tertier

Pada stasium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum.

Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring

dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan

kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan

terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi

palatum secara permanen.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik. Terapi penisilin

dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.

2.2. Faringitis Tuberkulosa

Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis

paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul

tuberculosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum

yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.

Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada

tuberculosis miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat

terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior

10

Page 11: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan

palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini juga

penyebaran secara limfogen.

Gejala dan tanda :

Keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien

mengeluh nyeri yang hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia serta

pembesaran kelenjar limfa servikal.

Diagnosis :

Untuk mengakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan

asam, foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru dan biopsy

jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta

mencari kuman basil tahan asam di jaringan.

Terapi :

Sesuai dengan terapi tuberculosis paru.

11

Page 12: Refreshing Faringitis

Universitas Muhammadiyah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. Penyakit Serta Kelainan Faring & Tonsil dalam : Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.

2.  Paparella MM, Adams GL, Levine SC.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan

Orofaring dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 320-29.

3. Beasly P. Anatomy of the pharynx and esophagus. Scott-Brown’s otolaryngology.

Basic sciences. 6th Ed. Butterworth-Heinemann 1997: p. 1/10/1 – 1/10/40

4. Aung, K. Viral Pharyngitis. eMedicine.Com 2012; (online),

http://www.emedicine.Com/med/topic.1812.htm . Diakses tanggal 25 Desember 2012.

5. Simon, HK. Pediatrics, Pharyngitis. eMedicine.Com 2005; (online),

http://www.emedicine.Com/emerg/topic.395.htm . Diakses tanggal 25 Desember

2012.

6.  Kazzi, AA. Pharyngitis. eMedicine.Com 2005; (online),

http://www.emedicine.Com/emerg/topic.419.htm . Diakses tanggal 26 Desember

2012.

12