Upload
fajarmaulanaadrianto
View
33
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Regangan, Hukum Hook, PR dan SF
Citation preview
Regangan, Hukum Hook, Poisson Ratio dan Safety Faktor
Mata mekanika kekuatan material with bapak Imam Basyori ST.MT
Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan
beban. Kemampuan ini umumnya disebutUltimate Tensile Strength disingkat dengan UTS, dalam bahasa
Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.
Hukum Hooke (Hookes Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang
diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear
zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Tujuan uji tarik :
1.Mengetahui titik luluh
2.Mengetahui titik tarik maksimum
3.Mengetahui titik putus
4.Mengetahui karakter bahan (ulet, getas)
-download materi dalam bentuk word
-download materi dalam bentuk ppt
-refernsi yang lain
poisson ratio
Poisson Ratio=- regangan lateral/regangan aksial
Regangan lateral = penyusutan luasan/luasan mula
Regangan aksial= pertambahan panjang/panjang mula
Penyusutan luasan=luasan akhir luasan mula
Pertambahan panjang= panjang akhir- panjang mula
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi
panjang awal bahan.
Stress: = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang
Strain: = L/L L: pertambahan panjang, L: panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = /
Untuk memudahkan pembahasan, gambar 1 kita modifikasi sedikit dari hubungan antara gaya tarikan dan
pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain).
Selanjutnya kita dapatkan gambar 2, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji
tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan tegangan () dan regangan ()
selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young Modulus. Kurva yang menyatakan
hubungan antara strain danstress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve).
Gambar 2 : Kurva tegangan-regangan
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada Gambar 3
berikut.
Gambar 3 : Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201).
Gambar 4 : Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen
Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang ditempelkan
pada spesimen seperti diilustrasikan pada gambar 4. Bila pengukur regangan ini mengalami perubahan
panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian
dikonversi menjadi perubahan regangan.
Gambar 5 : Profil data hasil uji tarik
Batas elastic E ( elastic limit)
Dalam gambar 5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian
bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke
kondisi semula) yaitu regangan nol pada titik O (lihat inset dalam gambar 5). Tetapi bila beban ditarik
sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan.
Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan
elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005%. Tidak ada standarisasi
yang universal mengenai nilai ini.
Batas proporsional p (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini.
Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar5 yaitu bila bahan ditarik
sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas uy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke
plastis.
Tegangan luluh bawah ly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya
disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh y(yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis e(elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan
kembali ke posisi semula.
Regangan plastis p (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal
sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, T = e+p. Perhatikan beban dengan arah
OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan
ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Pada gambar 5 ditunjukkan dengan titik C (), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan
dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength)
Pada gambar 5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus
atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya
didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini
disebut offset-strain (gambar 6).
Gambar 6 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2) dan strain adalah
besaran tanpa satuan.
3. Istilah lain
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil uji tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu
bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi
sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan
elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy
per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gambar1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah
yang diarsir.
Derajat ketangguhan (toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut
dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam gambar 5, modulus ketangguhan sama
dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Pengerasan regang (strain hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah
memasuki fase plastis.
Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat
dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan
luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada
gambar 7.
Gambar 7 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya
Hubungan Tegangan dan Regangan
Hubungan tegangan dan regangan dapat diketahui dengan jelas pada diagram tegangan dan regangan
yang didasarkan dari data yang diperoleh dari pengujian tarik. Ini juga berlaku hukum hooke yang
menyatakan tegangan sebanding dengan regangan. Dan tegangan (stress) adalah beban dibagi dengan
luas penampang bahan dan regangan (strain) adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.
Persamaannya sebagai berikut :
Stress = = F/A ; F = gaya tarikan ; A = luas penampang
Strain = =L/L ; L = pertambahan panjang ; L = panjang awal
Gambar 8: Diagram tegangan regangan
Sumber : BJM Beumer, Ilmu Bahan Logam, Jilid 1, Bharata Karya Aksara, Jakarta 1985. hal 12
Keterangan :
P = Proporsional stress = pertambahan tegangan sebanding dengan pertambahan regangan
E = Elasticity stress = titik dimana terjadi deformasi elastis
Y = Yield stress = tempat terjadinya penambahan regangan tanpa penambahan beban
U = Ultimate stress = tegangan maksimum yang dapat dicapai bahan
B = Breaking stress = titik dimana material tersebut patah
Pada titik nol sampai batas proporsional, tegangan berbanding lurus dengan regangan dan membentuk
garis lurus yang curam (semakin curam garis tersebut maka semakin kaku materialnya). Pada titk nol
sampai yield point merupakan daerah elastis. Pada titik yield material akan mengalami pertambahan
regangan tanpa disertai penambahan beban.
Untuk material tertentu umumnya tidak memperlihatkan batas yield yang jelas. Maka untuk
menentukannya digunakan metode offset. Dengan metode ini, kekuatan ditentukan sebagai tegangan
dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari keadaan proporsional tegangan
dan regangan.
Gambar 9 : Penentuan tegangan luluh dengan metode offset
Sumber : Timoshenko dan Gere, Mekanika Bahan, Erlangga, Jakarta 1987, hal 13
Cara metode offset adalah dengan menarik garis lurus sejajar dengan kurva tegangan dan regangan (pada
daerah proporsional) dan berjarak 0,002 atau 0,2% dari 0. Garis tersebut akan memotong kurva tegangan
dan regangan. Titik hasil perpotongan tersebut adalah titik yield offset. Titik yield/luluh tersebut bukan dari
hasil pengujian sifat fisik bahan maka dinamakan titik luluh offset.
Pada kurva/diagram tegangan regangan terdapat 2 daerah yaitu daerah elastis (dari 0 sampai yield point)
dan daerah plastis (dari yield sampai breaking point). Adapun sifat mekanik dalam setiap daerah tersebut,
yaitu :
Sifat Mekanik Pada Daerah Elastis
a. Kekuatan elastisitas = kemapuan untuk menerima beban tanpa terjadi deformasi plastis.
b. Modulus Young (Modulus elastisitas) = didefinisikan sebagai ukuran kekakuan suatu material, semakin
kecil regangan elastis yang terjadi, maka semakin kaku material itu.
c. Modulus Resilience (Modulus kelentingan) = didefinisikan sebagai kemampuan material untuk
menyerap energi dari luar tanpa terdeformasi plastis. Energi yang diserap untuk meregang satu satuan
volume sampai batas elastisnya.
d. Kekerasan = kemapuan material untuk menerima penetrasi dan gesekan. Kekerasan berbanding
dengan elasttisitas sehingga benda yang punya elastisitas tinggi maka kekerasannya rendah
Secara Umum Sifat Mekanik dari Logam Dibagi Menjadi :
a). Batas proposionalitas (Proportionality Limit)
Adalah daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan
lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional
dalam hubungan linier : s = E e
b). Batas elastis (Elastic limit)
Adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan.
Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastik. Bila beban terus diberikan tegangan maka
batas elastis pada akhimya akan terlampaui sehingga bahan tidak kembali seperti ukuran semula. Maka
batas elastis merupakan titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi
plastis untuk pertama kalinya. Kebanyakan material tenik mempunyai batas elastis yang hampir
berhimpitan dengan batas proporsionalitasnya.
c). Titik Luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)
Adalah batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban.
Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh
(yield stress). Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC
dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen.
Interaksi antar dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik
luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Untuk baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas pada umumnya tidak memperlihatkan batas luluh
yang jelas. Sehingga digunakan metode offset untuk menentukan kekuatan luluh material. Dengan metode
ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas
penyimpangan/deviasi tertentu dari keadaan proporsionalitas tegangan dan regangan.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi
permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti
tarik, tekan, bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan
dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan
sebagainya. Dapat dikatakan titik luluh adalah suatu tingkatan tegangan yang tidak boleh dilewati dalam
penggunaan struktural (in service) dan harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).
d). Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)
Adalah tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum tejadinya perpatahan
(fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum tarik ditentukan dari beban maksimum dibagi luas penampang.
e). Kekuatan Putus (Breaking Strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan tuas
penampang awal (A0). Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan
bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat
adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet, kekuatan putus lebih kecil dari kekuatan
maksimum, dan pada bahan getas kekuatan putus sama dengan kekuatan maksimumnya.
f). Keuletan (Ductility)
Adalah sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga tejadinya perpatahan.
Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu :
Persentase perpanjangan (Elongation) :
e (%) = [(Lf-L0)/L0] x 100%
dimana : Lf = panjang akhir benda uji
L0 = panjang awal benda uji
Persentase reduksi penampang (Area Reduction) :
R (%) = [(A1 A0)/A0] x 100%
dimana : Af = luas penampang akhir
A0 = luas penampang awal
g). Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Adalah ukuran kekakuan suatu material, semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan
elastis yang terjadi, atau semakin kaku.
h). Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience)
Adalah kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus
resilience (U) dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan-
regangan. Perumusannya : U = 0.5se atau U = 0.5se2/E.
i). Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness)
Adalah kemampuan material dalam mengabsorb energi hingga terjadinva perpatahan. Secara kuantitatif
dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik.
j). Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa dan Sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa (engineering) didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang)
dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya (true) diperlukan
luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Pada kurva tegangan-regangan
rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas
area awal Ao bernilai konstan pada saat perhitungan tegangan = P/Ao. Sementara pada
kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya
perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena = P/A.
Safety faktor
SAFETY FAKTOR= TEGANGAN ULTIMAT/ TEGANGAN IJIN
SF > 1 ; KONSTRUKSI AMAN
SF = 1; KONSTRUKSI KRITISSF< 1; KONSTRUKSI GAGAL
Source: https://temonsoejadi.wordpress.com/2012/10/10/regangan-hukum-hook-poisson-ratio-
dan-safety-faktor/