9
Regangan, Hukum Hook, Poisson Ratio dan Safety Faktor Mata mekanika kekuatan material with bapak Imam Basyori ST.MT Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut“Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum. Hukum Hooke (Hooke’s Law) Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut: rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan Tujuan uji tarik : 1.Mengetahui titik luluh 2.Mengetahui titik tarik maksimum 3.Mengetahui titik putus 4.Mengetahui karakter bahan (ulet, getas) -download materi dalam bentuk word -download materi dalam bentuk ppt -refernsi yang lain poisson ratio Poisson Ratio=- regangan lateral/regangan aksial Regangan lateral = penyusutan luasan/luasan mula Regangan aksial= pertambahan panjang/panjang mula Penyusutan luasan=luasan akhir luasan mula Pertambahan panjang= panjang akhir- panjang mula

Regangan, Hukum Hook, PR Dan SF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Regangan, Hukum Hook, PR dan SF

Citation preview

  • Regangan, Hukum Hook, Poisson Ratio dan Safety Faktor

    Mata mekanika kekuatan material with bapak Imam Basyori ST.MT

    Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya

    Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan

    beban. Kemampuan ini umumnya disebutUltimate Tensile Strength disingkat dengan UTS, dalam bahasa

    Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.

    Hukum Hooke (Hookes Law)

    Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang

    diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear

    zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:

    rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

    Tujuan uji tarik :

    1.Mengetahui titik luluh

    2.Mengetahui titik tarik maksimum

    3.Mengetahui titik putus

    4.Mengetahui karakter bahan (ulet, getas)

    -download materi dalam bentuk word

    -download materi dalam bentuk ppt

    -refernsi yang lain

    poisson ratio

    Poisson Ratio=- regangan lateral/regangan aksial

    Regangan lateral = penyusutan luasan/luasan mula

    Regangan aksial= pertambahan panjang/panjang mula

    Penyusutan luasan=luasan akhir luasan mula

    Pertambahan panjang= panjang akhir- panjang mula

  • Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi

    panjang awal bahan.

    Stress: = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang

    Strain: = L/L L: pertambahan panjang, L: panjang awal

    Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

    E = /

    Untuk memudahkan pembahasan, gambar 1 kita modifikasi sedikit dari hubungan antara gaya tarikan dan

    pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain).

    Selanjutnya kita dapatkan gambar 2, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji

    tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan tegangan () dan regangan ()

    selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young Modulus. Kurva yang menyatakan

    hubungan antara strain danstress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve).

    Gambar 2 : Kurva tegangan-regangan

    Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada Gambar 3

    berikut.

    Gambar 3 : Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201).

  • Gambar 4 : Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen

    Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang ditempelkan

    pada spesimen seperti diilustrasikan pada gambar 4. Bila pengukur regangan ini mengalami perubahan

    panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian

    dikonversi menjadi perubahan regangan.

    Gambar 5 : Profil data hasil uji tarik

    Batas elastic E ( elastic limit)

    Dalam gambar 5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian

    bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke

    kondisi semula) yaitu regangan nol pada titik O (lihat inset dalam gambar 5). Tetapi bila beban ditarik

    sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan.

    Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan

    elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005%. Tidak ada standarisasi

    yang universal mengenai nilai ini.

    Batas proporsional p (proportional limit)

    Titik sampai di mana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini.

    Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

    Deformasi plastis (plastic deformation)

    Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar5 yaitu bila bahan ditarik

    sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

    Tegangan luluh atas uy (upper yield stress)

    Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke

    plastis.

    Tegangan luluh bawah ly (lower yield stress)

    Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya

    disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

  • Regangan luluh y(yield strain)

    Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

    Regangan elastis e(elastic strain)

    Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan

    kembali ke posisi semula.

    Regangan plastis p (plastic strain)

    Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal

    sebagai perubahan permanen bahan.

    Regangan total (total strain)

    Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, T = e+p. Perhatikan beban dengan arah

    OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan

    ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

    Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)

    Pada gambar 5 ditunjukkan dengan titik C (), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan

    dalam uji tarik.

    Kekuatan patah (breaking strength)

    Pada gambar 5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus

    atau patah.

    Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis

    Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya

    didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini

    disebut offset-strain (gambar 6).

    Gambar 6 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier

    Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2) dan strain adalah

    besaran tanpa satuan.

    3. Istilah lain

    Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil uji tarik.

    Kelenturan (ductility)

    Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu

    bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi

    sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).

  • Derajat kelentingan (resilience)

    Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan

    elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy

    per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gambar1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah

    yang diarsir.

    Derajat ketangguhan (toughness)

    Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut

    dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam gambar 5, modulus ketangguhan sama

    dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.

    Pengerasan regang (strain hardening)

    Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah

    memasuki fase plastis.

    Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)

    Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat

    dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan

    luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada

    gambar 7.

    Gambar 7 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya

    Hubungan Tegangan dan Regangan

    Hubungan tegangan dan regangan dapat diketahui dengan jelas pada diagram tegangan dan regangan

    yang didasarkan dari data yang diperoleh dari pengujian tarik. Ini juga berlaku hukum hooke yang

    menyatakan tegangan sebanding dengan regangan. Dan tegangan (stress) adalah beban dibagi dengan

    luas penampang bahan dan regangan (strain) adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.

    Persamaannya sebagai berikut :

    Stress = = F/A ; F = gaya tarikan ; A = luas penampang

    Strain = =L/L ; L = pertambahan panjang ; L = panjang awal

  • Gambar 8: Diagram tegangan regangan

    Sumber : BJM Beumer, Ilmu Bahan Logam, Jilid 1, Bharata Karya Aksara, Jakarta 1985. hal 12

    Keterangan :

    P = Proporsional stress = pertambahan tegangan sebanding dengan pertambahan regangan

    E = Elasticity stress = titik dimana terjadi deformasi elastis

    Y = Yield stress = tempat terjadinya penambahan regangan tanpa penambahan beban

    U = Ultimate stress = tegangan maksimum yang dapat dicapai bahan

    B = Breaking stress = titik dimana material tersebut patah

    Pada titik nol sampai batas proporsional, tegangan berbanding lurus dengan regangan dan membentuk

    garis lurus yang curam (semakin curam garis tersebut maka semakin kaku materialnya). Pada titk nol

    sampai yield point merupakan daerah elastis. Pada titik yield material akan mengalami pertambahan

    regangan tanpa disertai penambahan beban.

    Untuk material tertentu umumnya tidak memperlihatkan batas yield yang jelas. Maka untuk

    menentukannya digunakan metode offset. Dengan metode ini, kekuatan ditentukan sebagai tegangan

    dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari keadaan proporsional tegangan

    dan regangan.

    Gambar 9 : Penentuan tegangan luluh dengan metode offset

  • Sumber : Timoshenko dan Gere, Mekanika Bahan, Erlangga, Jakarta 1987, hal 13

    Cara metode offset adalah dengan menarik garis lurus sejajar dengan kurva tegangan dan regangan (pada

    daerah proporsional) dan berjarak 0,002 atau 0,2% dari 0. Garis tersebut akan memotong kurva tegangan

    dan regangan. Titik hasil perpotongan tersebut adalah titik yield offset. Titik yield/luluh tersebut bukan dari

    hasil pengujian sifat fisik bahan maka dinamakan titik luluh offset.

    Pada kurva/diagram tegangan regangan terdapat 2 daerah yaitu daerah elastis (dari 0 sampai yield point)

    dan daerah plastis (dari yield sampai breaking point). Adapun sifat mekanik dalam setiap daerah tersebut,

    yaitu :

    Sifat Mekanik Pada Daerah Elastis

    a. Kekuatan elastisitas = kemapuan untuk menerima beban tanpa terjadi deformasi plastis.

    b. Modulus Young (Modulus elastisitas) = didefinisikan sebagai ukuran kekakuan suatu material, semakin

    kecil regangan elastis yang terjadi, maka semakin kaku material itu.

    c. Modulus Resilience (Modulus kelentingan) = didefinisikan sebagai kemampuan material untuk

    menyerap energi dari luar tanpa terdeformasi plastis. Energi yang diserap untuk meregang satu satuan

    volume sampai batas elastisnya.

    d. Kekerasan = kemapuan material untuk menerima penetrasi dan gesekan. Kekerasan berbanding

    dengan elasttisitas sehingga benda yang punya elastisitas tinggi maka kekerasannya rendah

    Secara Umum Sifat Mekanik dari Logam Dibagi Menjadi :

    a). Batas proposionalitas (Proportionality Limit)

    Adalah daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan

    lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional

    dalam hubungan linier : s = E e

    b). Batas elastis (Elastic limit)

    Adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan.

    Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastik. Bila beban terus diberikan tegangan maka

    batas elastis pada akhimya akan terlampaui sehingga bahan tidak kembali seperti ukuran semula. Maka

    batas elastis merupakan titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi

    plastis untuk pertama kalinya. Kebanyakan material tenik mempunyai batas elastis yang hampir

    berhimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

    c). Titik Luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)

    Adalah batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban.

    Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh

    (yield stress). Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC

    dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen.

    Interaksi antar dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik

    luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

    Untuk baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas pada umumnya tidak memperlihatkan batas luluh

    yang jelas. Sehingga digunakan metode offset untuk menentukan kekuatan luluh material. Dengan metode

    ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas

    penyimpangan/deviasi tertentu dari keadaan proporsionalitas tegangan dan regangan.

  • Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi

    permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti

    tarik, tekan, bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan

    dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan

    sebagainya. Dapat dikatakan titik luluh adalah suatu tingkatan tegangan yang tidak boleh dilewati dalam

    penggunaan struktural (in service) dan harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).

    d). Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

    Adalah tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum tejadinya perpatahan

    (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum tarik ditentukan dari beban maksimum dibagi luas penampang.

    e). Kekuatan Putus (Breaking Strength)

    Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan tuas

    penampang awal (A0). Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan

    bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat

    adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet, kekuatan putus lebih kecil dari kekuatan

    maksimum, dan pada bahan getas kekuatan putus sama dengan kekuatan maksimumnya.

    f). Keuletan (Ductility)

    Adalah sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga tejadinya perpatahan.

    Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu :

    Persentase perpanjangan (Elongation) :

    e (%) = [(Lf-L0)/L0] x 100%

    dimana : Lf = panjang akhir benda uji

    L0 = panjang awal benda uji

    Persentase reduksi penampang (Area Reduction) :

    R (%) = [(A1 A0)/A0] x 100%

    dimana : Af = luas penampang akhir

    A0 = luas penampang awal

    g). Modulus Elastisitas (Modulus Young)

    Adalah ukuran kekakuan suatu material, semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan

    elastis yang terjadi, atau semakin kaku.

    h). Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience)

    Adalah kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus

    resilience (U) dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan-

    regangan. Perumusannya : U = 0.5se atau U = 0.5se2/E.

    i). Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness)

    Adalah kemampuan material dalam mengabsorb energi hingga terjadinva perpatahan. Secara kuantitatif

    dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik.

    j). Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa dan Sesungguhnya

  • Kurva tegangan-regangan rekayasa (engineering) didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang)

    dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya (true) diperlukan

    luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Pada kurva tegangan-regangan

    rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas

    area awal Ao bernilai konstan pada saat perhitungan tegangan = P/Ao. Sementara pada

    kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya

    perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena = P/A.

    Safety faktor

    SAFETY FAKTOR= TEGANGAN ULTIMAT/ TEGANGAN IJIN

    SF > 1 ; KONSTRUKSI AMAN

    SF = 1; KONSTRUKSI KRITISSF< 1; KONSTRUKSI GAGAL

    Source: https://temonsoejadi.wordpress.com/2012/10/10/regangan-hukum-hook-poisson-ratio-

    dan-safety-faktor/