rekayasa Genetik

Embed Size (px)

Citation preview

ISHARMANTO - BIOLOGI GONZAGA BIOLOGI STORE FOR SMA-SMP FREE SILAHKAN DI COPY DAN DISEBARKAN KE TEMAN TEMAN Kamis, 26 November 2009 DAMPAK REKAYASA GENETIKA Setelah 30 tahun Organisme Hasil Rekayasa Genetik (OHRG) atau Genetically Modified Organism (GMO), lebih dari cukup kerusakan yang ditimbulkannya terdokumentasikan dalam laporan ISP. Di antaranya: 1. Tidak ada perluasan lahan, sebaliknya lahan kedelai rekayasa genetik menurun sampai 20 persen dibandingkan dengan kedelai non-rekayasa genetik. Bahkan kapas Bt di India gagal sampai 100 persen. 2. Tidak ada pengurangan pengunaan pestisida, sebaliknya penggunaan pestisida tanaman rekayasa genetik meningkat 50 juta pound dari 1996 sampai 2003 di Amerika Serikat. 3. Tanaman rekayasa genetik merusak hidupan liar, sebagaimana hasil evaluasi pertanian Kerajaan Inggris. 4. Bt tahan pestisida dan roundup tahan herbisida yang merupakan dua tanaman rekayasa genetik terbesar praktis tidak bermanfaat. 5. Area hutan yang luas hilang menjadi kedelai rekayasa genetik di Amerika Latin, sekitar 15 hektar di Argentina sendiri, mungkin memperburuk kondisi karena adanya permintaan untuk biofuel. Meluasnya kasus bunuh diri di daerah India, meliputi 100.000 petani antara 1993-2003 dan selanjutnya 16.000 petani telah meninggal dalam waktu setahun. 6. Pangan dan pakan rekayasa genetik berkaitan dengan adanya kematian dan penyakit di lapangan dan di dalam tes laboratorium. 7. Herbisida roundup mematikan katak, meracuni plasenta manusia dan sel embrio. Roundup digunakan lebih dari 80 persen semua tanaman rekayasa genetik yang ditanam di seluruh dunia. 8. Kontaminasi transgen tidak dapat dihindarkan. Ilmuwan menemukan penyerbukan tanaman rekayasa genetik pada non-rekayasa genetik sejauh 21 kilometer. RESIKO POTENSIAL 1. Gen sintetik dan produk gen baru yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogenik untuk manusia dan hewan. 2. Rekayasa genetik tidak terkontrol dan tidak pasti, genom bermutasi dan bergabung, adanya kelainan bentuk generasi karena racun atau imunogenik, yang disebabkan tidak stabilnya DNA rekayasa genetik. 3. Virus di dalam sekumpulan genom yang menyebabkan penyakit mungkin diaktifkan oleh rekayasa genetik.1

4. Penyebaran gen tahan antibiotik pada patogen oleh transfer gen horizontal, membuat tidak menghilangkan infeksi. 5. Meningkatkan transfer gen horizontal dan rekombinasi, jalur utama penyebab penyakit. 6. DNA rekayasa genetik dibentuk untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promoter sintetik yang dapat mengakibatkan kanker dengan pengaktifan oncogen (materi dasar sel-sel kanker). 7. Tanaman rekayasa genetik tahan herbisida mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga meracuni manusia dan binatang seperti pada tanaman. Meskipun demikian dampak produk rekayasa genetika bagi kesehatan manusia tidak perlu dikhawatirkan sepanjang jenis produk yang dilepas ke masyarakat telah memenuhi Protokol Cartagena dan terlebih dulu melalui proses pemeriksaan keamanan pangan dan lingkungan. Yang sering dikhawatirkan para pemerhati bioteknologi adalah keikutan gen marker (biasanya gen tahan antibiotika) terselip ke dalam khromosom organisme penerima, sehingga jika makan produk tersebut kita juga akan memakan zat tahan antibiotika. Tentang hal ini telah ada teknologi untuk menghilangkan gen tersebut agar tidak ikut terselip ke organisme penerima. Di samping itu konsentrasi zat ini tidak tinggi untuk ukuran manusia. Kekhawatiran juga muncul terhadap adanya gene flow yaitu menyebarnya gen baru yang diselipkan pada organisme penerima kepada organisme lain yang sejenis di sekitarnya melalui proses penyerbukan atau kawin silang. Tentang hal ini, bukankah di alam proses penyerbukan silang seperti ini telah terjadi sejak organisme hidup mendiami bumi? Bukankah gen yang diselipkan juga diambil dari organisme yang ada di alam? Jadi tidak perlu khawatir. Saat ini langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah melakukan prosedur karantina untuk mengetahui status organisme atau produknya apakah hasil rekayasa genetika atau bukan. Jika ya, apa jenis rekayasanya (jenis gen dan teknologi yang digunakan). Jenis produk yang masih menjadi kontroversi mungkin lebih baik dilabel untuk memberikan informasi yang benar dan pilihan kepada masyarakat. Produk obat-obatan dan kosmetika tidak perlu diberi label karena telah diterima dan diterapkan sejak lama. Penyebaran informasi yang benar ke masyarakat juga perlu diperbanyak menggunakan berbagai media sehingga pemahaman tentang teknologi dan produk rekayasa genetika makin baik. Diposkan oleh ISHARMANTO - BIOLOGI . di 06:02

2

Dampak Penggunaan Hasil Rekayasa Genetika.? Posted by agorsiloku pada November 13, 2006 Kamis, 18 April 2002 Dampak Penggunaan Hasil Rekayasa Genetika Telah Menjadi Kenyataan? * Mangku Sitepoe Domba Dolly yang lahir pada 5 Juli 1996 diumumkan pada 23 Februari 1997 oleh majalah Nature. Pada 4 Januari 2002 di hadapan para wartawan dinyatakan domba itu menderita radang sendi di kaki belakang kiri di dekat pinggul dan lutut atau menderita arthritis. (Kompas, 5/1/02)Kelahiran domba Dolly berkat kemajuan teknologi rekayasa genetika yang disebut kloning dengan mentransplantasikan gen dari sel ambing susu domba ke ovum (sel telur domba) dari induknya sendiri. Sel telur yang sudah ditransplantasi ditumbuhkembangkan di dalam kandungan domba, sesudah masa kebuntingan tercapai maka sang domba lahir yang diberi nama Dolly. Sehingga domba Dolly lahir tanpa kehadiran sang jantan domba, seolah-olah seperti sepotong batang ubi kayu ditanam di tanah yang kemudian tumbuh disebut mencangkok. Sejak lahir si domba Dolly tumbuh dan berkembang dalam keadaan sehat tetapi sesudah hampir enam tahun mulai muncul penyakit arthritis yang dijelaskan di hadapan wartawan. Menjadi pertanyaan: Mengapa domba Dolly menderita arthritis saja diumumkan ke seluruh muka Bumi? *** Domba Dolly dihasilkan dari hasil transplantasi gen atau gen yang satu dipindahkan ke gen yang lain. Diasosiasikan perpindahan gen. Dapat antarjenis maupun lintas jenis yang kemudian ditumbuhkembangkan. Jenis penyakit yang ditemukan oleh Prusiner SB, 1986 diklasifikasikan sebagai penyakit prion; pada domba disebut penyakit Scrapie pada tahun 1787, dapat menular ke sapi yang disebut penyakit Sapi-gila tahun 1986. Penyakit sapi gila dapat menular ke manusia menjadi penyakit Creutzfeldt-Jakob varian baru (nv CJD) tahun 1996. Sedangkan CJD tradisional dijumpai pada tahun 1922. Ada satu jenis penyakit lagi pada manusia disebut penyakit kuru juga disebabkan oleh prion, tahun 1957. Penyakit prion juga disebut gangguan dari gen, dapat dicetuskan apabila adanya kanibalisme. Kekhawatiran penyakit prion atau penyakit gen sesudah 200 tahun kemudian baru menjadi kenyataan, Yaitu sejak tahun 1787 sampai 1986. Demikian pun halnya dengan kekhawatiran penyakit arthritis yang diderita oleh domba Dolly sesudah enam tahun baru muncul. Masa inkubasi penyakit Scrapie pada domba 1,5 sampai dengan empat tahun, penyakit sapi gila empat sampai dengan delapan tahun, dan penyakit kuru pada manusia delapan sampai dengan 20 tahun. Apakah penyakit arthritis yang dijumpai pada domba Dolly sesudah enam tahun juga merupakan suatu penyakit dari gen atau muncul dari penggunaan rekayasa genetika?

3

Pertanyaan ini muncul sesudah adanya pengalaman pada penyakit prion seperti penyakit sapi gila di Inggris yang dikemukakan oleh Prusiner S B di tahun 1986. Kekhawatiran terhadap penyakit arthritis si domba Dolly disebabkan oleh penggunaan rekayasa genetika didukung pula oleh beberapa hasil hewan percobaan: Percobaan Guff B L (1985), penggunaan gen pertumbuhan manusia kepada embrio, diharapkan akan muncul keadaan yang baik ternyata muncullah yang buta, immunosupresif, arthritis, gangguan pencernaan, dan lain-lain. Demikian pula penelitian Arfad Putzai (1998) menggunakan kentang transgenik yang mentah diberikan kepada tikus percobaan memberikan gejala gangguan pencernaan, imunosupresif, kekerdilan, serta adanya arthritis. Apakah arthritis pada domba Dolly sesudah enam tahun dari kelahirannya disebabkan oleh penggunaan teknologi rekayasa genetika? masih diragukan kebenarannya. Walaupun percobaan Arfad Putzai ditentang oleh berbagai pakar di seluruh dunia tentang keakuratan penelitian tersebut, tetapi Perdana Menteri Inggris menyatakan agar meninjau kembali tentang peraturan penggunaan produk-produk biotehnologi di Inggris. Kedua percobaan tersebut merupakan kenyataan dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan GMO. Satu-satunya gangguan kesehatan sebagai dampak negatif atau bentuk nyata penggunaan hasil rekayasa genetika (GMO), pada manusia yang telah dapat dibuktikan ialah reaksi alergis. Tetapi, baik diketahui bahwa gen tersebut menimbulkan reaksi alergis maka seketika itu seluruh gen serta produk dari gen tersebut ditarik dari peredaran, sehingga dikatakan sampai saat ini belum dijumpai lagi adanya dampak negatif gangguan kesehatan yang ditimbulkan dalam penggunaan GMO pada manusia. Seperti dikemukakan oleh Wallase, 2000, bahwa tidak seorang pun di muka Bumi ini ingin menjadi hewan percobaan terhadap penggunaan produk GMO. Sedangkan untuk hewan dan beberapa hewan percobaan ada pula dijumpai di lapangan seperti adanya penggunaan GMO pada tanaman yang digunakan sebagai bahan pakan pokok larva kupu-kupu raja menimbulkan gangguan pencernaan, menjadi kuntet akhirnya larva kupu-kupu mati. Temuan di lapangan mengenai kasus kematian larva kupu-kupu yang memakan bahan pakan produk GMO dan hasil penelitian Arfad Putzai memberikan kekhawatiran terhadap pemberian hasil rekayasa genetika kepada hewan maupun manusia dalam keadaan mentah. Bentuk nyata lainnya penggunaan hasil rekayasa genetika yang telah pernah dijumpai ialah adanya gangguan lingkungan berupa tanaman yang mempergunakan bibit rekayasa genetika menghasilkan pestisida. Sesudah dewasa tanaman transgenik yang tahan hama tanaman menjadi mati dan berguguran ke tanah. Bakteri dan jasat renik lainya yang dijumpai pada tanah tanaman tersebut mengalami kematian. Kenyataan di lapangan bahwa hasil trasngenik akan mematikan jasad renik dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dikhawatirkan akan memberikan gangguan terhadap struktur dan tekstur tanah.Di khawatirkan pada areal tanaman transgenetik sesudah bertahun-tahun akan memunculkan gurun pasir. Kenyataan di lapangan adanya sifat GMO yang disebut cross-polination. Gen tanaman transgenetik dapat ber-cross- polination dengan tumbuhan lainnya sehingga mengakibatkan munculnya tumbuhan baru yang dapat resisten terhadap gen yang tahan terhadap hama penyakit. Cross-polination dapat terjadi pada jarak 600 meter sampai satu kilometer dari areal tanaman transgenic. Sehingga bagi areal tanaman transgenik yang sempit dan berbatasan dengan gulma maka dikhawatirkan akan munculnya gulma baru yang juga resisten terhadap hama tanaman tertentu.4

Penggunaan bovinesomatotropine hormon yang berasal hasil rekayasa genetika dapat meningkatkan produksi susu sapi mencapai 40 persen dari produksi biasanya; demikian pula porcine somatotropin yang dapat meningkatkan produksi daging babi 25 persen dari daily gain biasanya. Tetapi, kedua ini akan menghasilkan hasil sampingan berupa insulin growth factor I (IGF I) yang banyak dijumpai di dalam darah maupun di dalam daging, hati, serta di dalam susu. Mengonsumsi IGF I akan memberikan kekhawatiran risiko munculnya penyakit diabetes, penyakit AIDS dan resisten terhadap antibiotika pada manusia sedangkan pada sapi akan memberikan risiko munculnya penyakit sapi-gila serta penyakit radang kelenjar susu (mastitis). Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO terhadap ekonomi bibit yang dihasilkan dengan rekayasa genetika merupakan final stok bahkan disebut dengan suicide seed sehingga membuat kekhawatiran akan adanya monopoli. Kekhawatiran terhadap efesiensi penggunaan GMO, misalnya, di Meksiko penggunaan bovinesomatothropine kepada sapi meningkatkan produksi susu 25 persen tetapi penggunaan pakan meningkat sehingga tidak adanya efisiensi. Demikian pula kekhawatiran penanaman kapas Bt di Provinsi Sulawesi Selatan dapat meningkatkan produksi tiga kali lipat, tetapi bila subsidi supplier ditarik apakah tetap efisien? Kekhawatiran akan musnahnya komoditas bersaing apabila minyak kanola diproduksi dengan rekayasa genetika dapat meningkatkan produksi minyak goreng beratus kali lipat maka akan punah penanaman tanaman penghasil minyak goreng lainnya seperti kelapa dan kelapa sawit. Demikian pula dengan teknologi rekayasa genetika telah diproduksi gula dengan derajat kemanisan beribu kali dari gula biasanya, maka dikekhawatirkan musnahnya tanaman penghasil gula. Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO terhadap sosial bersifat religi, bagi umat Islam penggunaan gen yang ditransplantasikan ke produk makanan maka akan menimbulkan kekhawatiran bagi warga Muslim. Penggunaan gen hewan pada bahan makanan hasil rekayasa genetika yang akan dikonsumsi merupakan kekhawatiran bagi mereka yang vegetarian. *** Kasus Ajinomoto di Indonesia di awal tahun 2001, penyedap rasa Ajinomoto diduga menggunakan unsur babi di dalam memroses pembuatan salah satu enzimnya. Pembuatan enzim ini dapat menggunakan teknologi rekayasa genetika menggunakan gen. Seluruh produk Ajinomoto yang diduga menggunakan unsur babi di dalam proses pembuatan enzimnya ditarik dari peredaran. Kloning manusia seutuhnya merupakan kekhawatiran umat manusia yang akan memusnahkan nilai-nilai kemanusiaan. Gen hewan disilangkan dengan gen manusia yang akan memberikan turunan sebagai hewan, yang jelas-jelas menurunkan nilai-nilai kemanusiaan. Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO di Indonesia, Indonesia telah mengimpor berbagai komoditas yang diduga sebagai hasil dari rekayasa genetika maupun yang tercemar dengan GMO, berasal dari negara-negara yang telah menggunakan teknologi rekayasa genetika. Mulai dari tanaman, bahan pangan dan pakan, obat-obatan, hormon, bunga, perkayuan, hasil perkebunan, hasil peternakan dan sebagainya diduga mengandung GMO atau tercemar GMO. Kebiasaan akan mendorong kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan hasil rekayasa genetika Gangguan terhadap lingkungan Pola tanam produk pertanian di Indonesia areal kecil dikelilingi oleh berbagai gulma, dengan adanya sifat cross-polination dari GMO maka dikhawatirkan akan bermunculan gulma baru yang lebih resisten. Tanpa membakar sisa tanaman GMO akan memusnahkan jasad renik dalam tanah bekas penanaman tanaman GMO akibat sifat dari sisa GMO yang bersifat toksis. Jangka panjang akan merubah struktur dan tekstur tanah.5

Sifat tanaman GMO yang dapat membunuh larva kupu-kupu, akan memberikan kekhawatiran punahnya kupu-kupu di Sulawesi Selatan. Seperti diketahui Sulawesi Selatan termasyhur dengan kupu-kupunya. Gangguan terhadap kesehatan. Satu-satunya gangguan kesehatan akibat penggunaan hasil rekayasa genetika ialah reaksi alergis yang sudah dapat dibuktikan. Kebiasaan mengonsumsi daging, di Indonesia memiliki kekhususan tersendiri dalam pola konsumsi daging, tidak ada bagian tubuh sapi yang tidak dikonsumsi. Apabila sapi disuntik dengan bovinesomatotropin, mengakibatkan kadar IGF I meningkat sangat tinggi dalam darah dan hati. Bagi daerah yang menggunakan darah sebagai bahan pangan demikian pula mengonsumsi hati (Indonesia mengimpor hati sejumlah lima juta kg dari negara-negara yang menggunakan GMO) memberikan kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan GMO. Kebiasaan di Indonesia mengonsumsi lalapan, mulai dari kol, kacang panjang, terong, kemangi, dan sebagainya apabila berasal dari tanaman transgenik maka dikhawatirkan memunculkan dampak negatif seperti larva kupu-kupu. Kebiasaan di Indonesia menggunakan tauge mentah, kemungkinan dipergunakan kedele impor yang diduga kedele transgenik, maka dikhawatirkan munculnya dampak negatif seperti percobaan Arfad Putzai. Kebiasaan pakan ternak, dari gulma, sisa-sisa dari hasil pertanian apabila berasal dari areal penanaman transgenik kemungkinan telah mengandung transgenik akan memberikan kekhawatiran seperti percobaan Arfad Putzai. Pakan ternak Indonesia didominasi bahan impor, baik bungkil kedele maupun jagung berasal dari negaranegara menggunakan GMO sehingga diduga mengandung bahan GMO. Penyakit ayam kuntet telah dijumpai di Indonesia, dikhawatirkan akibat dari penggunaan jagung dan kedelai transgenik seperti percobaan Arfad Putzai. Gangguan terhadap religi dan etika. Penggunaan obat insulin yang diproduksi dari transplantasi sel pancreas babi ke sel bakteri, serta xenotransplatation yang menggunakan katup jantung babi ditransplantasikan ke jantung manusia memberikan kekhawatiran terhadap mereka yang beragama Islam. Indonesia telah mengimpor kedelai dua juta ton dan jagung 1,2 juta ton serta berbagai komoditas lainnya pada tahun 2000 yang diduga mengandung GMO, sehingga sudah dapat dipastikan Indonesia telah mengonsumsi hasil rekayasa genetika. Tetapi, hingga saat ini belum pernah dilaporkan adanya dampak negatif dari penggunaan GMO. Jangankan mendeteksi dampak negatif penggunaan GMO, mendeteksi apakah komoditas yang diimpor mengandung GMO saja belum pernah dilakukan di Indonesia. Justru untuk itulah kami memberanikan diri mengemukakan dugaan kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan dari produk rekayasa genetika di Indonesia dr drh Mangku Sitepoe Mantan Staf Dirjen Peternakan Bagian Pakan Konsentrat Catatan : Soal kematian Dolly, si kambing lahir sebagai rekayasa genetik menarik. Dari sumber lain didapat juga informasi bahwa usia dolly yang lahir itu, sama dengan usia dari sel sebenarnya. Jadi, meski baru terlahir, dia sesungguhnya sudah tua. Rekayasa genetik juga menarik, bahwa sistem informasi dari dalam satu sel bersifat holografis. Maksudnya memberikan informasi terhadap keseluruhan dari wujud keseluruhannya. Sepotong sel daun, memberikan informasi lengkap tentang pohon itu sendiri. Ini fakta pengetahuan yang menarik.

6

Dampak negatif mikroorganisme hasil rekayasa genetik A. Sejarah Sejarah Dan Pengertian Rekayasa Genetika Rasa ingin tahu manusia dan keinginan untuk selalu mendapatkan yang terbaik dalam memecahkan semua masalah kehidupan membawa manusia untuk berfantasi dan mengembangkan imajinasinya. Hal inilah yang dialami oleh para ilmuwan di bidang biologi ketika mereka dihadapkan pada masalah kesehatan dan biologi. Mereka berimajinasi dan berandai-andai adanya suatu makhluk hidup yang merupakan perpaduan dari sifat-sifat positif makhluk hidup yang sudah ada. Pada awalnya, proses rekayasa genetika ditemukan oleh Crick dan Watson pada tahun 1953. Rekayasa genetika merupakan suatu rangkaian metode yang canggih dalam perincian akan tetapi sederhana dalam hal prinsip yang memungkinkan untuk dilakukan pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah sel dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain dimana gen atau sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama menaggung reaksi biokimia penerima. Secara sederhana, proses rekayasa genetika tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap makhluk hidup terdiri atas jutaan sel individu yang masing-masing sel tersebut mengandung satu set gen yang identik. Gen-gen tersebut berfungsi memberikan perintah-perintah biologi yang hanya mengeluarkan satu dari ribuan perintah yang diperlukan untuk membangun dan menjaga kelangsungan suatu makhluk hidup serta menentukan penampakan yang dimunculkan dalam bentuk fisik suatu makhluk hidup. Setiap gen mengandung ribuan rantai basa yang tersusun menjadi sebuah rangkaian dimana gen tersebut berada dalam kromosom sebuah sel. DNA mudah diekstraksi dari sel-sel, dan kemajuan biologi molekuler sekarang memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies dan kemudian menyusun konstruksi molekuler yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA rekombinan ini dapat dipindahkan ke makhluk hidup lain bahkan yang berbeda jenisnya. Hasil dari perpaduan tersebut menghasilkan makhluk hidup rekombinan yang memiliki kemampuan baru dalam melangsungkan proses hidup dan bersaing dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain makhluk hidup rekombinan memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan makhluk asalnya. Perkembangan rekayasa genetika sebagai bagian dari perkembangan bioteknologi. Teknologi rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rakayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Misalnya gen pankreas babi ditransplantasikan ke bakteri Escheria coli sehingga dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang besar. B. Dampak Negatif Rekayasa Genetik Banyak dijumpai definisi tentang bioteknologi. Namun begitu ada satu keseragaman yang dapat ditarik bahwa bioteknologi selalu berkaitan dengan kegiatan mikroorganisme, sistem dan proses biologi untuk menghasilkan brang dan jasa. Bioteknologi ini menjadi pebincangan menarik terutama ketika dikembangkannya teknologi rekombinan DNA (deoxyribose nucleid acid). Dengan teknologi ini, manusia mampu menghasilkan sesuatu yang sebelumnya sulit dapat dibayangkan. Ini bisa dimungkinkan karena DNA, sebagai bahan materi genetik,7

mampu dimanipulasi dan direkayasa sesuai dengan keinginan manusia. Seperti diketahui, DNA berupa pita ganda yang saling terpilin membentuk spiral (double helix). Dengan demikian, salah satu pita molekul DNA itu dapat diibaratkan sebagai pita kaset; jika pita itu dapat dihapus rekamannya, mengapa pita molekul DNA yang berisi informasi genetik itu tidak dapat dihapus dan diganti dengan informasi keturunan yang lain? Di sinilah awal munculnya teknologi rekayasa genetika. Ternyata, DNA suatu organisme dapat dipergunakan untuk merekayasa DNA organisme lain sehingga terbentuk hasil yang sama sekali baru. Mikroorganisme hasil rekayasa genetik memiliki banyak manfaat. Di bidang kedokteran dan kedokteran hewan, telah diproduksi obat-obatan khusus antibiotik dan beberapa hormon, vaksin, bahan diagnostik berupa antigen yang menggunakan OHMG (Organisme Hasil Modifikasi Genetik). Selain itu, saat ini sedang diperkenalkan tranplantasi organ dari hewan ke manusia dengan menggunakan teknologi OHMG. Dalam bidang food-additive (zat tambahan makanan) seperti enzim, penambah cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya juga telah menggunakan teknologi OHMG. Pada ikan juga sudah diperkenalkan penggunaan OHMG, sehingga penyimpanan lebih tahan lama. Sedangkan di bidang teknologi lingkungan, OHMG telah dikembangkan untuk memecah limbah plastik dan membersihkan pencemaran logam berbahaya. Produk-produk rekayasa genetika (bioteknologi) sebelum dilepas ke masyarakat harus melalui seleksi keamanan hayati yang mencakup keamanan pangan, keamanan pakan, keamanan lingkungan. Jadi sebenarnya tingkat keamanan mikroorganisme yang dimodifikasi secara genetik cukup terjamin. Pasalnya mekanisme uji dan kontrol selalu diakukan sebelum di aplikasikan di lapangan. Syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu mikroorganisme produk rekayasa genetik (PRG) setidaknya harus memenuhi standar keamanan uji antara lain : 1. Uji alergisitas, untuk mengetahui ada tidaknya zat pemicu alergi. 2. Uji toksisitas untuk melihat adakah racun pada pangan. 3. Uji imunitas apakah pangan itu membahayakan daya tahan tubuh atau tidak. 4. Uji lain yang mendukung. Dengan rekayasa genetika, manusia memang dapat memperoleh banyak kemudahan, misalnya dalam bidang kedokteran berhasil diproduksi insulin dari bakteri. Namun, dibalik keuntungan tersebut terdapat dampak negatif dari rekayasa genetik tersebut. Sumber potensi bahaya bagi kesehatan dari mikroorganisme hasil rekasaya genetika adalah transfer horisontal sekunder DNA transgenik kepada spesies yang tak berhubungan; secara prinsip, kepada semua spesies yang berinteraksi dengan mikroorganisme transgenik. Penyebaran gen penanda resistensi terhadap antibiotik pada pa****n merupakan bahaya yang paling mendesak karena alam lebih jauh mempengaruhi pengobatan terhadap penyakit yang tahan terhadap obat dan antibiotik yang kini kembali merebak di seluruh dunia. Masuknya DNA asing secara acak kedalam genom yang berkaitan dengan transfer horisontal DNA transgenik juga dapat menimbulkan efek berbahaya, termasuk kanker pada sel-sel mamalia. Berikut adalah resiko potensial yang dimiliki oleh mikroorganisme hasil modifikasi genetik :8

1. Gen sintetik dan produk gen baru yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogenik untuk manusia dan hewan. 2. Rekayasa genetik tidak terkontrol dan tidak pasti, genom bermutasi dan bergabung, adanya kelainan bentuk generasi karena racun atau imunogenik, yang disebabkan tidak stabilnya DNA rekayasa genetik. 3. Virus di dalam sekumpulan genom yang menyebabkan penyakit mungkin diaktifkan oleh rekayasa genetik. 4. Penyebaran gen tahan antibiotik pada pa****n oleh transfer gen horizontal, membuat tidak menghilangkan infeksi. 5. Meningkatkan transfer gen horizontal dan rekombinasi, jalur utama penyebab penyakit. 6. DNA rekayasa genetik dibentuk untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promoter sintetik yang dapat mengakibatkan kanker dengan pengaktifan oncogen (materi dasar sel-sel kanker). 7. Penggunaan bakteri Echerichia coli yang mengandung DNA rekombinan sevara besar-besaran kemungkinan dapat menimbulkan jenis penyakit baru. 8. Penyalahgunaan teknik rekayasa genetika oleh orang yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan, misalnya diciptakannya senjata biologis dan makhluk hidup baru melalui rekayasa genetika. 9. Produksi olahan dari mikroorganisme yang mampu menghasilkan protein sel tunggal (PST) belum dapat dikonsumsi oleh manusia dengan alas an manusia tidak memiliki enzim pencerna PST tersebut dan proses pengolahannya yang aseptic. 10. Ditemukannya strain baru bakteri pengolah limbah, terutama bakteri pemakan senyawa hidokarbon yang dapat menimbulkan masalah baru. Apabila berada di alam dalam kondisi bebas maka bakteri ini dapat mengakibatkan habisnya minyak mentah yang terdapat dalam tanah. 11. Bakteri pemakan plastic yang apabila terlepas dan berkeliaran di alam, akan merugikan karena bakteri ini akan memakan plastic yang ditanam di dalam tanah seperti pipa PVC untuk saluran air dan alat-alat yang terbuat dari plastic lainnya. 12. Tidak semua teknik genetic terhadap teknik hibridoma berhasil karena belum tentu semua tubuh yang sudah sakit dapat melawan virus yang ada dalam tubuhnya untuk membantu menyerang virus tersebut.

9

Bioteknologi Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Kristal insulin. Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.[1] Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya.[1] Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa. Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan.[2] Di bidang medis, penerapan bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur.[1] Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal. Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain.[3] Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS.[4] Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala.[4] Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan.[5] Penerapan bioteknologi pada masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.[2]

10

Kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.[2] Perubahan sifat Biologis melalui rekayasa genetika tersebut menyebabkan "lahirnya organisme baru" produk bioteknologi dengan sifat - sifat yang menguntungkan bagi manusia. Produk bioteknologi, antara lain[2]:

Jagung resisten hama serangga Kapas resisten hama serangga Pepaya resisten virus Enzim pemacu produksi susu pada sapi Padi mengandung vitamin A Pisang mengandung vaksin hepatitis

Daftar isi [sembunyikan]

1 Garis waktu bioteknologi 2 Jenis 3 Rekayasa genetika o 3.1 Proses introduksi gen o 3.2 Mutagenesis o 3.3 Human Genome Project 4 Aplikasi di Bidang Medis o 4.1 Sel Punca 5 Lihat Pula 6 Referensi 7 Pranala luar

[sunting] Garis waktu bioteknologi

11

Peragian merupakan model aplikasi awal dari bioteknologi

8000 SM Pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Bukti bahwa bangsa Babilonia, Mesir, dan Romawi melakukan praktik pengembangbiakan selektif (seleksi artifisal) untuk meningkatkan kualitas ternak. 6000 SM Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat roti, membuat tempe dengan bantuan ragi. 4000 SM Bangsa Tionghoa membuat yogurt dan keju dengan bakteri asam laktat. 1500 Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia. 1665 Penemuan sel oleh Robert Hooke(Inggris) melalui mikroskop.[6] 1800 Nikolai I. Vavilov menciptakan penelitian komprehensif tentang pengembangbiakan hewan. 1880 Mikroorganisme ditemukan. 1856 Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan.[7] 1865 Gregor Mendel menemukan hukum hukum dalam penyampaian sifat induk ke turunannya. [8] 1919 Karl Ereky, insinyur Hongaria, pertama menggunakan kata bioteknologi. 1970 Peneliti di AS berhasil menemukan enzim pembatas yang digunakan untuk memotong gen gen. 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Kohler dan Milstein. 1978 Para peneliti di AS berhasil membuat insulin dengan menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar.[9] 1980 Bioteknologi modern dicirikan oleh teknologi DNA rekombinan. Model prokariot-nya, E. coli, digunakan untuk memproduksi insulin dan obat lain, dalam bentuk manusia. Sekitar 5% pengidap diabetes alergi terhadap insulin hewan yang sebelumnya tersedia). 1992 FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene: tomat "flavor saver". 2000 Perampungan Human Genome Project

[sunting] Jenis Bioteknologi memiliki beberapa jenis atau cabang ilmu yang beberapa diantaranya diasosikan dengan warna, yaitu:[10]

12

Bir, salah satu produk bioteknologi putih konvensional.

Bioteknologi merah (red biotechnology) adalah cabang ilmu bioteknologi yang mempelajari aplikasi bioeknologi di bidang medis.[10] Cakupannya meliputi seluruh spektrum pengobatan manusia, mulai dari tahap preventif, diagnosis, dan pengobatan. Contoh penerapannya adalah pemanfaatan organisme untuk menghasilkan obat dan vaksin, penggunaan sel induk untuk pengobatan regeneratif, serta terapi gen untuk mengobati penyakit genetik dengan cara menyisipkan atau menggantikan gen abnomal dengan gen yang normal. [10] Bioteknologi putih/abu-abu (white/gray biotechnology) adalah bioteknologi yang diaplikasikan dalam industri seperti pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan sumber energi terbarukan.[10] Dengan memanipulasi mikroorganisme seperti bakteri dan khamir/ragi, enzim-enzim juga organisme-organisme yang lebih baik telah tercipta untuk memudahkan proses produksi dan pengolahan limbah industri. Pelindian (bleaching) minyak dan mineral dari tanah untuk meningkakan efisiensi pertambangan, dan pembuatan bir dengan khamir. [10] Bioteknologi hijau (green biotechnology) mempelajari aplikasi bioteknologi di bidang pertanian dan peternakan.[10] Di bidang pertanian, bioteknoogi telah berperan dalam menghasilkan tanaman tahan hama, bahan pangan dengan kandungan gizi lebih tinggi dan tanaman yang menghasilkan obat atau senyawa yang bermanfaat. Sementara itu, di bidang peternakan, binatang-binatang telah digunakan sebagai "bioreaktor" untuk menghasilkan produk penting contohnya kambing, sapi, domba, dan ayam telah digunakan sebagai penghasil antibodi-protein protektif yang membantu sel tubuh mengenali dan melawan senyawa asing (antigen).[10] Bioteknologi biru (blue biotechnology) disebut juga bioteknologi akuatik/perairan yang mengendalikan proses-proses yang terjadi di lingkungan akuatik.[10] Salah satu contoh yang paling tua adalah akuakultura, menumbuhkan ikan bersirip atau kerang-kerangan dalam kondisi terkontrol sebagai sumber makanan, (diperkirakan 30% ikan yang dikonsumsi di seluruh dunia dihasilkan oleh akuakultura). Perkembangan bioteknologi akuatik termasuk rekayasa genetika untuk menghasilkan tiram tahan penyakit dan vaksin untuk melawan virus yang menyerang salmon dan ikan yang lain. Contoh lainnya adalah salmon transgenik yang memiliki hormon pertumbuhan secara berlebihan sehingga menghasilkan tingkat pertumbuhan sangat tinggi dalam waktu singkat.[11][12]

[sunting] Rekayasa genetika Rekayasa genetika adalah prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi. Secara umum, rekayasa genetika melakukan modifikasi pada mahluk hidup melalui transfer gen dari suatu organisme ke organisme lain. Prosedur rekayasa genetika secara umum meliputi[2]:

13

1. Isolasi gen. 2. Memodifikasi gen sehingga fungsi biologisnya lebih baik. 3. Mentrasfer gen tersebut ke organisme baru. 4. Membentuk produk organisme transgenik. Prosedur pembentukan organisme transgenic ada dua, yaitu: 1. Melalui proses introduksi gen 2. Melalui proses mutagenesis [sunting] Proses introduksi gen Beberapa langkah dasar proses introduksi gen adalah [2]: 1. 2. 3. 4. Membentuk sekuen gen yang diinginkan yang ditandai dengan penanda yang spesifik Mentransformasi sekuen gen yang sudah ditandai ke jaringan Mengkultur jaringan yang sudah mengandung gen yang ditransformasikan Uji coba kultur tersebut di lapangan

[sunting] Mutagenesis Memodifikasi gen pada organisme tersebut dengan mengganti sekuen basa nitrogen pada DNA yang ada untuk diganti dengan basa nitrogen lain sehingga terjadi perubahan sifat pada organisme tersebut, contoh: semula sifatnya tidak tahan hama menjadi tahan hama. Agen mutagenesis ini biasanya dikenal dengan istilah mutagen. Beberapa contoh mutagen yang umum dipakai adalah sinar gamma (mutagen fisika) dan etil metana sulfonat (mutagen kimia).[5] [sunting] Human Genome Project Human Genome Project adalah usaha international yang dimulai pada tahun 1990 untuk mengidentifikasi semua gen (genom) yang terdapat pada DNA dalam sel manusia dan memetakan lokasinya pada tiap kromosom manusia yang berjumlah 24.[12] Proyek ini memiliki potensi tak terbatas untuk perkembangan di bidang pendekatan diagnostik untuk mendeteksi penyakit dan pendekatan molekuler untuk menyembuhkan penyakit genetik manusia [12] [sunting] Aplikasi di Bidang Medis Aplikasi dari bioteknologi medis sudah berlangsung lama, sebagai contoh 100 tahun lalu lintah umum digunakan untuk merawat penyakit dengan cara membiarkan lintah menyedot darah pasien bloodletting| bloodletting. Hal ini dipercaya dapat menghilangkan darah yang sudah terjangkit penyakit. Pada zaman sekarang, lintah ditemukan memiliki enzim pada kelenjar salivanya yang dapat menghancurkan gumpalan darah yang bila tidak dihancurkan dapat menyebabkan strok dan serangan jantung. Selain contoh tersebut, terdapat banyak aplikasi bioteknologi di bidang medis sebagai berikut. [sunting] Sel Punca Sel punca adalah jenis sel khusus dengan kemampuan membentuk ulang dirinya dan dalam saat yang bersamaan membentuk sel yang terspesialisasi. Aplikasi Terapeutik Sel Stem Embrionik pada Berbagai14

Penyakit Degeneratif. Dalam Cermin Dunia Kedokteran, meskipun kebanyakan sel dalam tubuh seperti jantung maupun hati telah terbentuk khusus untuk memenuhi fungsi tertentu, stem cell selalu berada dalam keadaan tidak terdiferensiasi sampai ada sinyal tertentu yang mengarahkannya berdiferensiasi menjadi sel jenis tertentu. Kemampuannya untuk berproliferasi bersamaan dengan kemampuannya berdiferensiasi menjadi jenis sel tertentu inilah yang membuatnya unik . Karakteristik biologis dan diferensiasi stem cell fokus pada mesenchymal stem cell. Cermin Dunia Kedokteran Aplikasi dari sel punca diantaranya adalah pengobatan infark jantung yaitu menggunakan sel punca yang berasal dari sumsum tulang untuk mengganti sel-sel pembuluh yang rusak (neovaskularisasi). Aplikasi terapeutik sel stem embrionik pada berbagai penyakit degeneratif. Cermin Dunia Kedokteran . Selain itu, sel punca diduga dapat digunakan untuk pengobatan diabetes tipe I dengan cara mengganti sel pankreas yang sudah rusak dengan sel pankreas hasil diferensiasi sel punca. Hal ini dilakukan untuk menghindari reaksi penolakan yang dapat terjadi seperti pada transplantasi pankreas dari binatang. Sejauh ini percobaan telah berhasil dilakukan pada mencit [sunting] Lihat Pula

bioremediasi genetika molekular sel punca

[sunting] Referensi 1. ^ a b c Merck. Biotechnology Institute. 2005. What is biotechnology??. http://www.biotechinstitute.org/what_is/. Diakses pada 25 April 2010. 2. ^ a b c d e f Smith JE. 2004. Biotechnology; Studies in Biology. Ed ke-4. Cambridge: Inggris. 3. ^ Peters P. 1993. Biotechnology: A Guide To Genetic Engineering. Wm C Brown: AS. 4. ^ a b Clark DP, Pazdernik NJ. 2009. Biotechnology; Applying the Genetic Revolution. Elsevier: China. 5. ^ a b Chirikjian JG. 1995. Plant Biotechnology, Animal Cel Culture, Immunobiotechnology. Vol 1. Jones and Bartlett Publishers: London. 6. ^ Scott Michon. 2010. Timeline. http://www.strangescience.net/timeline.htm. Diakses pada 12 Mei 2010. 7. ^ Gregor Madel: Plants. 2008. http://www.lycos.com/info/gregor-mendel--plants.html. Diakses pada 12 Mei 2010. 8. ^ Encyclopedia, Timeline of Scientific Discoveries. http://www.statemaster.com/encyclopedia/Timeline-of-scientific-discoveries#BC. Diakses pada 12 Mei 2010. 9. ^ Koivisto VA, Soman V, Conrad P, Hendler R, Nadel E. Insulin binding to monocytes in trained athletes. J Clin Invest 65:1011-15. 10. ^ a b c d e f g h DaSilva EJ. 2004. The colours of biotechnology: Science, Development and Humankind. Electron. J Biotechnol 7:3 . 11. ^ Madhavan G, Oakley B, Kun L. 2008. Career Development in Bioengineering and Biotechnology. New York: Springer+Business media, LLC. 12. ^ a b c Thieman WJ, Palladino MA. 2004. Introduction to Biotechnology San Francisco: Pearson Education Inc.15

Kerawanan Pangan & Produk Rekayasa Genetika

REP | 10 February 2012 | 22:33

Dibaca: 202

Komentar: 5

Nihil

Kita masih masuk kondisi pangan rawan dan belum sepenuhnya aman, apalagi jumlah penduduk kita terus bertambah. Begitulah kalimat yang diucapkan Wakil Presiden Boediono ketika membuka Hari Pangan Sedunia ke-31, pada 20 0ktober 2011 di Gorontalo. Dengan jumlah penduduk di atas 200 juta jiwa, masalah kerawanan pangan di Indonesia menjadi perkara yang sangat penting. Isu kerawanan pangan memang bukan pepesan kosong. Beberapa fenomena menjelaskan hal itu. Menurut data PBB pada Oktober 2011 jumlah penduduk dunia mencapai tujuh milyar jiwa. Jumlah itu diprediksi meningkat 35% pada 2050 sehingga menjadi 9,5 milyar. Indonesia sendiri kini sudah 237 juta jiwa dan jika tidak dikendalikan akan meningkat menjadi 475 juta jiwa pada 2054. Selanjutnya, FAO menunjukkan fakta yang mengejutkan. Menurut lembaga pangan dan pertanian PBB ini, akibat kerawanan pangan, jumlah orang yang lapar saat ini mencapai 1,02 milyar orang. Riset FAO tersebut menyebutkan, 65 % kelaparan di dunia disumbangkan oleh tujuh negara salah satunya Indonesia. (Republika 14/10/ 2011). Data BPS mencatat selama Januari-Juni 2011, impor komoditi pangan seperti beras, jagung, kedelai, biji gandum, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sapi, daging ayam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang puith, telur unggas, kelapa, sawit, lada, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, tembakau dan ubi kayu dengan nilai transaksi USD 5,36 miliar atau setara dengan Rp 45 triliun. Jumlah ini naik Rp 5.09 triliun dari periode yang sama tahun 2010, yaitu sebesar Rp 39.91 triliun. Di samping masalah-masalah tersebut, kita juga mengalami tantangan pembangunan pertanian. Pertama, konversi lahan pertanian, terutama di Pulau Jawa. Pada umumnya penggunaan lahan untuk pertanian kalah bersaing dengan penggunaan non-pertanian yang memiliki nilai ekonomi jauh lebih tinggi. Konversi ini terjadi akibat kebutuhan tanah untuk pemukiman, perluasan jalan raya, dan pengembangan kawasan industri. Kedua, ketersediaan air yang terus menurun. Hal ini disebabkan meningkatnya penggunaan air, baik itu air tanah maupun air permukaan. Peningkatan penggunaan air tersebut disebabakan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan industri. Ketiga, masalah kualitas dan kuantitas air dan udara. Melihat masalah-,masalah tersebut, mau tidak mau pemerintah harus bekerja lebih keras. Diperlukan solusi yang berkelanjutan, bukan hanya solusi jangka pendek seperti impor bahan pangan. Jika negara gagal memberi makan kepada rakyatnya, maka kedaulatan negara akan runtuh. Karena dalam perspektif ketahanan nasional, ketahanan pangan dan energi menjadi dasar kemandirian, tidak boleh tergantung dari bangsa lain. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan pangan, maka inovasi teknologi mau tak mau menjadi kebutuhan. Teknologi rekayasa genetika pun menjadi pilihan. Rekayasa genetika memiliki potensi sebagai teknologi yang ramah lingkungan dan dapat membantu mengatasi masalah pembangunan pertanian yang tidak dapat dipecahkan secara kovensional.16

Sejatinya produk rekayasa genetika sudah dihasilkan di Indonesia. Sejak 1999 beberapa vaietas rekayasa genetika telah dinyatakan aman bagi lingkungan. Produk tersebut seperti jagung toleran herbisida, jagung tahan hama, kedelai toleran herbisida, kapas tahan hama, dan kapas toleran herbisida. Pada tahun 2010 sudah terdapat 148 juta hektar lahan pengembangan genetically modified organism (GMO) (Republika 21/10/2011). Beberapa peneliti di Indonesia juga sudah mengembangkan tanaman transgenik. LIPI bekerjasama dengan BB Biogen mengembangkan padi tahan penggerek batang, padi tahan penyakit blast, padi tahan kering. Pun demikian peneliti di berbagai universitas juga mengembangkan tanaman transgenik. UNS dengan padi tahan tungro, Unud dengan kedelai dengan produktivitas tinggi dengan peningkatan kandungan albumin, IPB dengan kentang tahan virus PVY, tahan jamur, dan tahan cacing nematoda, UGM dengan kubis tahan hawar daun. Tidak ketinggalan pihak swasta dengan mengembangkan tebu dengan kandungan gula tinggi, juga PTPN XI dengan tebu tahan kekeringan. (Kompas 20/10/2011). Di samping hal positif tersebut, tanaman transgenik bukan tidak mempunyai potensi resiko. Beberapa potensi resiko dari tanaman transgenik seperti: bahaya terikutnya allergen atau faktor anti nutrisi, kemungkinan terlepasnya transgen ke kerabat liarnya, tanaman transgenik dengan gen resistensi antibiotik akan menimbulkan resistensi antibiotik pada ternak atau manusia, terjadi resistensi dari hama dan penyakit terhadap toksin yang dihasilkan, dan resiko pengaruh toksin tersebut terhadap organisme bukan target. Dalam rangka pengaturan keamanan hayati dan keamanan pangan suatu produk pertanian hasil rekayasa genetika, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No: 61/2011. Peratuaran ini mengatur tentang prosedur pengujian, penilaian, pelepasan, dan penarikan varietas rekayasa genetika (GMO). Peraturan ini merupakan instrumen untuk melengkapi kewajiban Balitbang, di dalam budidaya tanaman, termasuk tanaman hasil rekayasa genetika. Dengan keluarnya Permentan ini, diharapkan pemerintah akan mempercepat proses perizinan, uji lingkungan, dan uji teknis terhadap produk-produk hasil rekayasa genetika. (Republika 13/10/2011) Penerapan teknologi selalu memiliki dampak positif dan negatif. Demikian pula dengan rekayasa genetika. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian dari dua sisi pengembangan rekayasa genetika, yaitu sisi positif dan negatif, Keuntungan yang didapat tidak boleh mengabaikan kemungkinan resiko yang mungkin muncul dari produk rekayasa genetika. Namun yang paling penting semua usaha untuk mewujudkan ketahanan pangan tidak boleh mengabaikan kesejahteraan petani.

17

Akibat rekayasa Genetik seekor tikus akan bisa berkicau seperti burung!!BAYANGKAN!!!Evolved Mouse Project. Para ilmuwan mengharapkan lahirnya tikus dengan bentuk fisik yang berbeda. Hasilnya?

"Mutasi merupakan kekuatan untuk mendorong evolusi. Kami telah melakukan persilangan genetika pada tikus untuk melihat apa yang akan terjadi," kata pemimpin peneliti itu, Arikuni Uchimura seperti dikutip dari laman The Telegraph. Tim ini lalu memeriksa setiap tikus yang lahir dari hasil persilangan tersebut. "Satu hari, kami menemukan tikus yang bernyanyi seperti burung," Arukuni. Dia mengaku sangat terkejut dengan penemuan itu karena dia berharap adanya tikus yang memiliki fisik berbeda. Dia mencatat bahwa 'tikus bernyanyi' itu lahir secara kebetulan tetapi sifat akan diwariskan ke generasi mendatang. Laboratorium yang dikomandoi Takeshi Yagi, profesor di universitas yang terletak di Jepang bagian barat ini sekarang memiliki lebih dari 100 'tikus bernyanyi' untuk penelitian lebih lanjut. Tim peneliti ini berharap menemukan petunjuk bagaimana manusia berevolusi bahasa, seperti penelitian di berbagai negara yang meneliti burung pipit untuk membantu mereka memahami asal-usul bahasa manusia.

18

Kontrol Perusahaan Pada Pangan Melalui Mata Rantai Rekayasa GenetikaWednesday, 23 November 2011 | By : admin?

Dunia ini hanyalah sebuah jaringan saling ketergantungan yang sangat rapuh. Masyarakat bukanlah sekedar mulut raksasa yang harus menampung seluruh akhir proses produksi yang diciptakan oleh masyarakat industri. Sebaliknya, mereka adalah salah satu mata rantai dari lingkaran daur produksi dan konsumsi - Wayne Ellwood : Nilai Manusia ; Isu Konsumen pada Skala Global Modifikasi genetik memang dengan jelas menawarkan kesempatan komersial yang hebat. Diperkirakan pasar dunia bagi produk yang dihasilkan oleh rekayasa genetika berharga 70 milyar poundsterling pada tahun 2000, dan hampir pertumbuhannya diperkirakan berasal dari makanan dan pertanian. Karena keuntungan yang menggiurkan tersebut, maka perusahaan bioteknologi dunia, (diantaranya secara kebetulan juga adalah perusahaan agrokimia / pestisida besar) berlomba-lomba dalam mengadakan riset (kerjasama dengan berbagai pihak) mengenai teknologi rekayasa genetika. Sayangnya, menurut USDA, dalam riset tersebut, 99 % dana hanya dialokasikan untuk meriset manfaat, sedangkan sisanya barulah untuk meriset dampak / mudaratnya. Sementara itu, produk pangan rekayasa genetika yang dilempar ke pasar dunia semakin bervariasi. Sumber dari Searice (1998) menyebutkan bahwa kini telah ada diproduksi sekitar 60 tanaman transgenik, diantaranya adalah jagung, kedelai, kentang, tomat, beras, tembakau, pisang19

dan sebagainya. Selain tanaman, pangan hewani juga mulai direkayasa secara genetika. Lebih dari 20 spesies ikan, termasuk salmon dan gurame kini telah direkayasa di laboratorum untuk membuat mereka tumbuh lebih cepat dan lebih besar. Sedangkan penelitian tentang babi, sapi, domba dan unggas dikonsentrasikan untuk membuat mereka tumbuh lebih cepat, lebih resisten terhadap penyakit atau menghasilkan daging dengan kualitas yang lebih prima.

REKAYASA GENETIKA DAN PENGUASAAN PERUSAHAAN PADA AKSES PANGAN Kehadiran pangan rekayasa genetika di pasaran yang semakin meluas ini tentu menimbulkan reaksi pro-kontra. Isu yang sering dikaitkan dengan hal ini adalah masalah dampak terhadap kesehatan, lingkungan, masalah konglomerasi, pembajakan alam (biopiracy), etika dan perdagangan dunia yang mengesampingkan prinsip-prinsip keadilan negara maju dengan negara miskin. Ujung-ujungnya issu ini akan dikaitkan dengan bagaimana suatu perusahaan amat besar akan mengontrol seluruh akses rantai pangan dunia. Dan mereka melakukannya dengan menguasai rantai pangan rekayasa genetika; mulai dari paten, peredaran benih, pemasaran hasil panen dan penjualan ke produsen pangan antara. Dan mereka juga melakukannya melalui lobbylobby di World Trade Organization (masalah paten dan akses investasi), ke pemerintah setempat, hingga bujuk rayu langsung ke petani. Dengan modal yang amat kuat, tentu saja hal ini gampang di lakukan. Dampak yang terpenting dalam penguasaan rantai pangan dunia tersebut adalah semakin terabaikannya hak-hak konsumen. Beberapa hak konsumen tersebut adalah : 1. 1. Hak atas Kebutuhan Dasar

Hak konsumen yang paling utama bagi organisasi konsumen dunia ketiga adalah hak atas kebutuhan pokok, yaitu pangan, kesehatan, perumahan, sandang dan sanitasi. Apakah perkembangan rekayasa genetika akan dapat memenuhi hak konsumen ini ? Memang, mitos yang menyertai rekayasa genetika adalah untuk memberi makan seluruh penduduk dunia. Padahal, fakta dari Program Pangan dunia PBB menyatakan bahwa makanan yang ada telah cukup untuk memberi makan setiap orang 1 kali lebih banyak. Sedangkan laporan FAO Juli 2000 menyimpulkan bahwa hasil non-transgenik akan cukup memenuhi kebutuhan pangan masa depan populasi dunia. Tetapi fakta tersebut juga menunjukkan bahwa kemiskinan dan kelaparan tetap terjadi di berbagai belahan dunia. Laporan Bank Dunia (1985) jauh sebelum krisis menerpa menyebutkan bahwa kemiskinan ekstrem (menyebabkan kelaparan) mencapai 630 juta populasi dunia. Hal ini menunjukkan bahwa yang terjadi di dunia adalah pola distribusi yang tidak adil, sehingga masyarakat miskin tidak memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Masalah penguasaan perusahaan rekayasa genetika melalui paten akan memperparah kondisi ini. Masyarakat miskin akan semakin kehilangan sumber daya alam lokal, yang selama ini menjadi20

tumpuan hidup, karena akses keaneragaman hayati akan semakin dikuasai oleh pemilik paten perusahaan bioteknologi. Up-stream agribusiness dan down-stream agribusiness sepenuhnya dikuasai oleh pemilik bioteknologi. Masyarakat petani hanya melakukan kegiatan on-farm agribusiness, yang jenisnya pun ditentukan oleh pemilik modal dan teknologi. Apalagi bagi masyarakat petani, hak-hak mereka belum terlindungi secara memadai dalam hukum, sehingga rentan terhadap kepentingan perusahaan rekayasa genetika yang tujuan utamanya adalah memaksimalkan keuntungan. Jadi, lingkaran kemiskinan akan semakin besar, dan jurang kesenjangan akan semakin dalam, karena mereka yang tidak mampu tersebut yang membayar produk perusahaan TNC (Trans National Company atau perusahaan multinasional ; pemilik modal yang assetnya lebih besar dari APBN) seperti benih, pestisida, pupuk. Dan mereka yang miskin pula yang menanggung resiko dampak lingkungan yang semakin tercemar. 1. 2. Hak atas Keamanan Produk

Sedangkan hak konsumen lainnya adalah hak atas keamanan. Hak ini menjadi pertanyaan, ketika hampir seluruh pengujian mengenai keamanan produk pangan rekayasa genetika merupakan pengujian yang dibiayai oleh perusahaan bioteknologi. Padahal pengujian semacam ini memerlukan independensi yang cukup tinggi, sehingga dapat dipercaya oleh konsumen. Keraguan akan timbul, karena pada tahun 1973 ilmuwan telah menyerukan moratorium, tetapi ketika banyak ilmuwan mulai terlibat dalam penerapan teknologi baru secara komersial, otokritik dan kendali diri pada masyarakat ilmiah mulai luntur (Vandana Shiva, Bioteknologi & Lingkungan). Dan yang perlu menjadi perhatian tidak satupun badan dunia yang dapat mengatur kekuasaan perusahaan transnasional, bahkan badan semacam PBB. Hal ini sejalan dengan analisa Riva Krut dan Harris Gleckman (mantan Pusat PBB bidang TNC) yang menyatakan bahwa TNC semakin dalam pengaruhnya, sementara tak ada badan antar pemerintah yang dapat mengatur dampaknya terhadap krisis lingkungan maupun pembangunan yang dihadapi oleh bangsa-bangsa di dunia. Bahkan kekuatan lembaga seperti PBB telah menurun. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa Sentral PBB urusan TNC, pada tahun 1992 kehilangan status mandirinya. Kemudian, upaya di PBB selama 17 tahun untuk merundingkan Kode Petunjuk yang luas mengenai perilaku TNC, dibatalkan begitu saja. Di Indonesia, pengujian pangan rekayasa genetika dilakukan oleh Tim Teknis Komite Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan. Tetapi hasil uji ini (walau hanya melalui sertifikasi uji keamanan dari lembaga pengujian di luar negeri), hingga kini belum di publikasikan. Bahkan ketika YLKI menanyakan hal ini (November 2002), hasil uji terhadap produk pangan kedelai dan jagung belum ada (yang menunjukkan keamanannya). Padahal uji coba penanaman jagung dan kedelai telah dilakukan oleh Monsanto secara diam-diam di beberapa wilayah Indonesia. Oleh karena itu, pengujian yang independen harus segera dilakukan mengenai keamanan produk pangan. Hanya ilmuwan yang memiliki integritas yang dapat melakukan hal tersebut. 1. 3. Hak atas Informasi

21

Tanpa informasi yang memadai, masyarakat Indonesia sudah menggunakan dan mengkonsumsi beberapa produk transgenik seperti tempe yang kedelainya import dari Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data US Census Bureau tahun 1999, AS telah mengekspor kedelai senilai 202,4 juta dollar dan jagung senilai 16,1 juta dollar ke Indonesia, sementara 54 % produk kedelai dan 25 % produk jagungnya adalah rekayasa genetika. Padahal, adalah hak masyarakat yang mendasar untuk memperoleh informasi yang jujur, seimbang dan bertanggung jawab tentang berbagai hal mengenai produk transgenik. Hak atas informasi ini juga agar masyarakat konsumen dapat memilih produk berdasarkan nilai nilai yang dianutnya, baik berdasarkan etika, agama, maupun moral. Tetapi, penguasaan yang luarbiasa oleh perusahaan rekayasa genetika yang nirnegara untuk terus melakukan ekspansi perusahaan ke semua segi kehidupan, dan melakukan kampanye dengan mengusai media, akan membuat konsumen semakin sulit untuk mendapatkan informasi, karena kebanyakan proses yang berlangsung dilakukan secara tidak transparan. Hal ini juga menyulitkan konsumen untuk menentukan pilihannya, seperti pilihan untuk tidak mengkonsumsi produk transgenik dan semata memilih produk lokal dan organik. Keberadaan pangan transgenik ini telah mengabaikan hak-hak konsumen atas keamanan pangan, hak atas informasi, hak pilih, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya. Padahal hak-hak ini telah dilindungi secara tegas oleh UU Perlindungan Konsumen tahun 1999, UU Pangan tahun 1996. Oleh karena itu, perlu sosial kontrol dan proses advokasi yang kontinu agar pemerintah dapat melindungi warga negaranya, sebagai amanah UUD 45, UUPK, UU Pangan, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) dan peraturan perundangan lainnya 1. 4. Hak atas ganti rugi

Masalah hak konsumen untuk memperoleh ganti rugi merupakan masalah yang pelik. Jika dalam UUPK terdapat hak ganti rugi untuk produk selama kurang dari 7 hari, bagaimana dengan efek jangka pendek dan panjang suatu produk yang dikonsumsi terus menerus ? Dampak pestisida merupakan contoh kasus yang ironis. Di satu sisi terdapat korban 3.000.000 / tahun akibat paparan jangka pendek pestisida dan 700.000 tahun akibat paparan jangka panjang (laporan Komisi WHO untuk Kesehatan & Lingkungan), disisi lain, TNC menangguk keuntungan milyaran dollar hasil dari penjualan pestisidanya. Ini wujud tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap akibat maut produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Pada kasus ini, posisi konsumen sungguh lemah. Tidak ada peraturan yang melindungi kepentingan konsumen akibat kerugian produk rekayasa genetika untuk jangka pendek menengah panjang. Bahkan ilmuwan sendiri pun tampaknya belum memperhatikan metode penelusuran dampak ini, karena kosentrasi mereka ditujukan pada keuntungan produk. 1. 5. Hak Perwakilan

Hak perwakilan menjadi penting artinya, karena dengan hak perwakilan konsumen dapat menyuarakan kepentingannya. Tetapi tampaknya hak-hak ini sulit dalam implementasi, karena hampir semua kebijakan perdagangan yang menyangkut kepentingan konsumen ataupun masyarakat banyak berlangsung tidak secara transparan. Bahkan perdagangan dunia pun22

mengesampingkan hak masyarakat sipil untuk ikut serta dalam perundingan. Ironisnya, justru perusahaan multinasional lah yang amat memegang peranan terhadap keputusan-keputusan kebijakan perdagangan, baik nasional maupun internasional. 1. 6. Hak atas Lingkungan Hidup yang Sehat

Rekayasa genetika akan menimbulkan dampak yang sangat potensial di masa yang akan datang. Dampak ekologis dari hal ini adalah ketidak seimbangan ekosistem, karena proses adaptasi alam terhadap bioteknologi tersebut, seperti hama yang semakin resisten, munculnya hama baru yang menyerang dan menghabisi sistem yang monokultur (menyangkut areal yang luas), dan masih berlanjutnya pencemaran oleh pestisida beracun, karena walaupun klaimnya mengurangi pestisida tetapi penggunaannya tetap akan semakin meningkat, bahkan semakin tergantung kepada pestisida beracun jenis tertentu. Dampak tersebut akan semakin menghampiri hari-hari konsumen, ketika akses kesehatan alamiah konsumen telah sulit untuk didapatkan. Selain itu, jika pencemaran oleh produk rekayasa genetika telah terjadi, bagaimana produk tersebut akan ditarik karena menyangkut makhluk hidup dan interaksi yang terjadi di dalamnya ? Berbeda dengan CFC, B3 atau benda lain yang dapat ditarik dari peredaran jika terbukti mencemari lingkungan. Masalah ini menunjukkan bahwa aplikasi rekayasa genetika memerlukan suatu perangkat perlindungan (hukum) yang benar-benar matang dan penelitian yang independen mengenai dampaknya terhadap alam. Termasuk pengaturan bagaimana tanggung jawab TNC atau perusahaan terhadap dampak lingkungan yang terjadi.

23