18
PEMBENTUKAN CODE BLUE SISTEM Rekomendasi Untuk RS Mata dr Yap Yogyakarta A. Pendahuluan Suatu kejadian henti jantung dapat terjadi di mana dan kapan saja di rumah sakit, kejadian ini dapat menimpa pasien, keluarga pasien, maupun petugas medis sendiri. Henti jantung apabila tidak ditangani dengan cepat akan menyebabkan terjadinya kematian. Diharapkan dengan pertolongan pertama yang cepat dan tepat yang disebut dengan bantuan hidup dasar (BHD) maka diharapkan dapat mengembalikan fungsi jantung untuk dapat berdenyut kembali dan mencegah kerusakan organ penting. Pertolongan pertama ini harus dapat dilakukan oleh seluruh komponen rumah sakit, baik tenaga medis (dokter dan perawat) dan tenaga non medis. Diperlukan suatu sistem atau strategi pencegahan kejadian henti jantung di rumah sakit dan memastikan bahwa tindakan bantuan hidup dasar dan lanjut dapat dilakukan dengan efektif. Sistem ini sering disebut dengan aktivasi code blue. Pencegahan kejadian henti jantung di rumah sakit memerlukan edukasi dari staf, monitoring pasien yang optimal dan sIstem yang mengaktifkan respon emergency yang efektif. Sistem pencegahan ini penting mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit dalam kemampuan mengenali secara dini gejala dan penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian henti jantung. Berdasarkan pengamatan kami bahwa RS Mata dr Yap belum mempunyai sistem yang mengatur strategi pencegahan dan aktivasi sistem yang mengaktifkan respon emergency dengan efektif. Diperlukan usaha yang sistematis dan berkesinambungan sehingga nantinya RS Mata dr Yap dapat mempunyai sistem code blue yang dapat dijalankan dengan efektif dan optimal. B. Definisi 1

Rekomendasi Yap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

REKOMENDASI

Citation preview

Page 1: Rekomendasi Yap

PEMBENTUKAN CODE BLUE SISTEM Rekomendasi Untuk RS Mata dr Yap Yogyakarta

A. PendahuluanSuatu kejadian henti jantung dapat terjadi di mana dan kapan saja di rumah sakit,

kejadian ini dapat menimpa pasien, keluarga pasien, maupun petugas medis sendiri. Henti jantung apabila tidak ditangani dengan cepat akan menyebabkan terjadinya kematian. Diharapkan dengan pertolongan pertama yang cepat dan tepat yang disebut dengan bantuan hidup dasar (BHD) maka diharapkan dapat mengembalikan fungsi jantung untuk dapat berdenyut kembali dan mencegah kerusakan organ penting.

Pertolongan pertama ini harus dapat dilakukan oleh seluruh komponen rumah sakit, baik tenaga medis (dokter dan perawat) dan tenaga non medis. Diperlukan suatu sistem atau strategi pencegahan kejadian henti jantung di rumah sakit dan memastikan bahwa tindakan bantuan hidup dasar dan lanjut dapat dilakukan dengan efektif. Sistem ini sering disebut dengan aktivasi code blue.

Pencegahan kejadian henti jantung di rumah sakit memerlukan edukasi dari staf, monitoring pasien yang optimal dan sIstem yang mengaktifkan respon emergency yang efektif. Sistem pencegahan ini penting mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit dalam kemampuan mengenali secara dini gejala dan penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian henti jantung.

Berdasarkan pengamatan kami bahwa RS Mata dr Yap belum mempunyai sistem yang mengatur strategi pencegahan dan aktivasi sistem yang mengaktifkan respon emergency dengan efektif. Diperlukan usaha yang sistematis dan berkesinambungan sehingga nantinya RS Mata dr Yap dapat mempunyai sistem code blue yang dapat dijalankan dengan efektif dan optimal.

B. Definisi

sistem code blue : Code Blue merupakan salah satu sistem kegawatdaruratan di rumah sakit untuk pasien dengan kondisi kegawatdaruratan medis dan henti napas/henti jantung dimana seluruh komponen rumah sakit dapat terlibat dalam proses resusitasi termasuk petugas non medis. Sistem meliputi strategi pencegahan dan aktivasi sistem kegawatdaruratan di rumah sakit dengan 1 nomor telepon (999) yang langsung terhubung dengan tim medis dengan kemampuan bantuan hidup lanjut.

C. Tim Code Blue:

Semua komponen rumah sakit terlibat dalam proses resusitasi untuk dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut, terdiri dari:

1

Page 2: Rekomendasi Yap

1. Petugas Non medis terlatih: merupakan petugas non medis dengan keterampilan bantuan hidup dasar dan aktivasi sistem code blue

2. Tim Primer: merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan hidup dasar untuk petugas medis termasuk penggunaan defibrillator otomatis (merupakan personel/tim yang pertama kali menjumpai kejadian pasien kritis/henti napas atau henti jantung)

3. Tim sekunder: merupakan petugas medis dengan komponen dokter dan perawat dengan kemampuan bantuan hidup lanjut dan didukung dengan peralatan dan obat-obatan emergency termasuk penggunaan defibrillator (merupakan tim kedua yang bergerak atas aktivasi code blue dari tim primer)

D. Panduan untuk pencegahan kejadian henti jantung di rumah sakit

Agar sistem dapat berjalan dengan optimal dan efektif, code blue sistem memerlukan sistem/regulasi yang mengatur, SDM baik medis dan non medis yang terlibat dalam proses resusitasi, sarana dan prasarana termasuk obat/dan peralatan emergency.

No Sistem/Regulasi Tujuan1 Dibentuk komite resusitasi rumah sakit di bawah

direktur SDM:1. Bertugas untuk menyusun SOP (Standar

Prosedur Operasional) sistem code blue, termasuk penggunaan peralatan medis seperti defibrilator

2. Memastikan bahwa sistem dapat berjalan dengan efektif dan optimal, termasuk strategi untuk maintenance sistem dan keterampilan petugas baik medis/non medis

Tujuan: Tim yang dibentuk akan membentuk sistem sesuai dengan kemampuan dan karakteristik rumah sakit sekaligus proses maintenance sistem tersebut.

2 Rumah sakit harus mendesain nomor emergency untuk aktivasi sistem code blue (nomor yang mudah diingat, missal 999 )

Tujuan: Memberikan akses/ kemudahan kepada penolong untuk mengaktifkan sistem emergency terpadu di rumah sakit

3 Semua petugas non medis harus mempunyai kemampuan bantuan hidup dasar dan mengaktivasi code blue sistem rumah sakit (sudah melalui mekanisme pelatihan dan strategi maintenance keterampilannya)

Tujuan: Kejadian henti jantung dapat terjadi di manapun, peran petugas non medis sangat penting saat menemukan pertama kali korban untuk melakukan bantuan hidup dasar dan mengaktifkan sistem emergency rumah sakit

4 Semua petugas medis harus menguasai bantuan hidup dasar dan lanjut dan mengaktivasi code blue

Tujuan: Bantuan hidup dasar dan hidup lanjut dengan kualitas tinggi

2

Page 3: Rekomendasi Yap

sistem rumah sakit. (sudah melalui mekanisme pelatihan dan strategi maintenance keterampilannya)

harus dikuasai oloeh petugas medis rumah sakit sehingga pertolongan yang diberikan dapat lebih maksimal

5 Pelatihan terhadap semua petugas klinis untuk mengenali kondisi kritis pasien, monitoring dan manajemen pada pasien kritis, khususnya manajemen pasien sementara sambil menunggu tim yang lebih berpengalaman.

Tujuan: petugas klinis lebih terlatih dalam hal memonitor pasien terutama pasien dengan potensial problem atau adanya komorbid disease.

6 Rumah sakit harus memiliki area perawatan pasien kritis atau potensial kritis pada area yang sesuai, dengan level perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien (HCU)

Tujuan: pasien kritis atau potensial kritis , dapat dimonitoring dengan lebih ketat, sehingga penatalaksanaan pasien bisa lebih optimal

7 Rumah sakit harus mempunyai regulasi yang mengatur mengenai sistem rujukan ke rumah sakit lain. Pasien yang di transport harus memenuhi standar pasien, standar peralatan dan obat-obatan dan standar tim transport yang mengantar.

Tujuan: Sistem rujukan harus diatur sehingga dapat terhindar dari morbiditas dan mortalitas selama transfer pasien.

8 Pasien kritis memerlukan observasi secara regular, masing-masing pasien harus terdokumentasi perencanaan vital sign baik frekuensi maupun jenis pemeriksaan

Tujuan: agar pasien kritis atau potensial kritis dapat termonitor dengan optimal

9 Penggunaan track and trigger system (termasuk kriteria pemanggilan, atau sistem peringatan dini) untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami kondisi kritis/henti jantung/napas untuk kemudahan dibuat poster di area-area yang dianggap penting termasuk petugas non medis sehingga memudahkan sistem aktivasi code blue

Tujuan: meningkatkan kewaspadaan dan respon time pasien kritis dan potensial kritis.

10 Rumah sakit harus mempunyai respon yang jelas pada saat menjumpai pasien dengan kondisi kritis. Pelayanan ini harus diberikan selama 24 jam sehari

Tujuan: meningkatkan kewaspadaan dan respon time pasien kritis dan potensial kritis.

11 Tim Resusitasi dilengkapi dengan peralatan/obat-obatan emergency termasuk defibrillator dengan standar kelengkapan dan regulasi pengaturannya.

Tujuan: dengan kelengkapan alat dan obat-obatan emergency maka tindakan bantuan hidup lanjut dapat lebih optimal.

3

Page 4: Rekomendasi Yap

12 Rumah sakit harus memiliki rambu-rambu penunjuk arah peralatan medis terutama defibrillator sehingga seluruh komponen petugas rumah sakit mengetahui posisi defibrillator

Tujuan: memudahkan tim resusitasi untuk bisa segera mendatangkan alat defibrilator

13 Mengidentifikasi pasien dengan kejadian henti jantung yang telah diprediksi dikarenakan kondisi terminal sehingga RJP menjadi tidak sesuai. Rumah sakit harus mempunyai kebijakan mengenai DNAR (do not resuscitation), berdasarkan kebijakan nasional, yang harus dipahami oleh semua petugas kesehatan rumah sakit

Gambar 1: Kebijakan resusitasi rumah sakit

Kebijakan sistem resusitasi termasuk untuk kegawatan medis dan pasien henti jantung dan henti napas, pelayanan diberikan selama 24 jam 7 hari non stop.

4

Page 5: Rekomendasi Yap

Gambar 2 : Rapid Response team (tim sekunder)

Tim resusitasi rumah sakit melibatkan petugas awam yang terlatih, petugas medis (perawat) terlatih BLS dan ALS dan dokter terlatih BLS/ALS

Gambar 3: Peran petugas non medis

Petugas non medis berperan penting dalam sistem resusitasi, untuk aktivasi sistem dilengkapi dengan poster BLS untuk petugas non medis yang di temple di tempat-tempat

strategis seperti pos satpam, petugas parkir, ruang pendaftaran dll.

5

Page 6: Rekomendasi Yap

Gambar 4

Poster aktivasi pasien henti jantung dan tindakan BLS yang dilakukan oleh petugas non medis rumah sakit. Diperlukan 1 nomor telepon penting yang mudah diingat dan diakses penolong

sehingga tidak memperlama proses pertolongan pada korban.

6

Page 7: Rekomendasi Yap

Gambar 5: contoh aktivasi medical emergency team melalui early warning system terhadap kondisi pasien yang kritis atau potensial kritis

7

Page 8: Rekomendasi Yap

Gambar 6: contoh aktivasi medical emergency team melalui early warning system terhadap kondisi pasien henti jantung dan henti napas pasien dewasa dan anak (poster

ditempatkan di bangsal perawatan, ruang tindakan dan poliklinik)

Gambar 7: symbol Universal bahwa AED tersediaLokasi alat-alat emergency / defibrilator atau AED harus dengan rambu-rambu yang jelas dan

diketahui oleh semua petugas rumah sakit.

8

Page 9: Rekomendasi Yap

Gambar 8. Perawatan pasien kritis atau potensial kritis hendaknya dilakukan di area yang sesuai dengan level perawatan dan monitoring pasien (HCU/ICU)

Gambar 9. Setiap bangsal hendaknya dilengkapi dengan peralatan dan obat-obatan emergency yang tersimpan dalam troli emergency

9

Page 10: Rekomendasi Yap

Contoh Standar Operasional Prosedur (SOP) tim resusitasi:

CODE BLUE RESUSITASI JANTUNG PARU

A. Tim Code Blue:

Semua komponen rumah sakit terlibat dalam proses resusitasi untuk dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut, terdiri dari:

1. Petugas Non medis terlatih: merupakan petugas non medis dengan keterampilan bantuan hidup dasar dan aktivasi sistem code blue

2. Tim Primer: merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan hidup dasar untuk petugas medis termasuk penggunaan defibrillator otomatis (merupakan personel/tim medis yang pertama kali menjumpai kejadian pasien kritis/henti napas atau henti jantung)

3. Tim sekunder: merupakan petugas medis dengan komponen dokter dan perawat dengan kemampuan bantuan hidup lanjut dan didukung dengan peralatan dan obat-obatan emergency termasuk penggunaan defibrillator (merupakan tim kedua yang bergerak atas aktivasi code blue dari tim primer)

B. Tujuan

1. Mencegah kejadian henti jantung di rumah sakit2. Untuk menjamin pemberian bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut secara cepat

dan optimal

C. Aktivasi dan indikasi pemanggilan:

1. Pasien kritis atau potensial kritis (obstruksi jalan napas, jika RR > 36 kali atau < 5 kali/menit, jika Nadi > 140 kali/menit atau < 40 kali/menit, Jika tekanan darah sistole > 220 mmHg atau < 80 mmHg, Penurunan kesadaran dan Kejang

2. Pasien henti napas atau henti jantung (terutama kasus-kasus di mana angka harapan keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru tinggi (reversible))

Langkah-langkah aktivasi pasien henti jantung dan henti napas:

1. Petugas non medis yang menemukan korban (pasien, keluarga, pengunjung atau petugas) dengan henti jantung segera memberikan pertolongan Bantuan Hidup Dasar sambil berteriak minta tolong orang lain untuk membantu memberikan pertolongan bantuan hidup dasar dan memanggil bantuan tim code blue primer (telepon code blue sistem (999) /atau langsung

10

Page 11: Rekomendasi Yap

menuju ke petugas medis terdekat). Telepon secara jelas menyebutkan lokasi kejadian, jumlah korban, kasus anak atau dewasa.

a) Telepon dari petugas awam (999) akan diterima oleh tim sekunder dan secara simultan sambil menyiapkan peralatan resusitasi, tim sekunder akan mengaktifkan (via telepon) perawat terdekat (tim primer) dengan korban untuk membantu bantuan hidup dasar

b) Jika penolong awam langsung meminta bantuan tim primer (tidak via telepon) Tim code blue primer secara simultan datang memberikan bantuan hidup dasar dan mengaktifkan tim sekunder (via telepon code blue sistem 999)

2. Resusitasi jantung paru harus dilakukan dengan kualitas tinggi, perbandingan kompresi dan ventilasi 30 dibanding 2, dengan perhatian pada kompresi yang dalam (minimal 5 cm), kompresi yang cepat (minimal 100 kali/menit), dan menghindari interupsi selama siklus kompresi dan ventilasi. Untuk mencegah kelelahan penolong setiap 2 menit atau 5 siklus petugas yang melakukan kompresi harus berganti. Masing-masing penolong bekerja secara tim dengan 1 orang sebagai pemimpin atau leader (untuk lebih jelas teknik resusitasi jantung paru yang ideal dapat dilihat lebih lanjut dalam materi pelatihan BLS/ALS kerjasam RS Mata dr Yap dengan Bagian Anestesi dan Terapi Intensif FK UGM RSUP dr Sardjito)

3. Bantuan hidup dasar dengan kualitas tinggi dilakukan terus sambil menunggu tim sekunder datang. (Respon maksimal tim sekunder adalah 5 menit untuk seluruh area rumah sakit)

4. Tim Sekunder datang dengan personel dokter dan perawat terlatih BLS/ALS dengan membawa peralatan resusitasi termasuk defibrillator. Tim sekunder bekerja simultan bersama tim primer melakukan bantuan hidup lanjut termasuk pemberian obat-obatan dan penggunaan defibrillator apabila diindikasikan.

5. Jika resusitasi jantung paru berhasil, ditandai dengan kembalinya fungsi sirkulasi dan pernapasan korban, maka korban akan di transport menuju ke ruang dengan peralatan monitoring (HCU/High care unit) untuk selanjutnya dilakukan penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien dengan paska henti jantung termasuk kemungkinan rujukan ke rumah sakit lain untuk perawatan ICU.

Langkah-langkah aktivasi pasien henti jantung dan henti napas:

1. Pasien di IGD, Bangsal perawatan, poliklinik dan ruang tindakan, harus dipantau secara kontinyu sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Monitoring harus dicatat dan jika pasien menunjukkan perubahan atau penurunan kondisi maka kondisi pasien harus dilaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien dan dilakukan terapi untuk sementara dan monitoring yang lebih ketat.

11

Page 12: Rekomendasi Yap

2. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda kegawatan Pasien kritis atau potensial kritis (obstruksi jalan napas, jika RR > 36 kali atau < 5 kali/menit, jika Nadi > 140 kali/menit atau < 40 kali/menit, Jika tekanan darah sistole > 220 mmHg atau < 80 mmHg, Penurunan kesadaran dan Kejang maka petugas medis akan menelepon code blue sistem 999 untuk memanggil tim sekunder.

3. Tim sekunder datang (respon maksimal 10 menit) dengan membawa peralatan emergency (obat-obatan dan defibrillator), melakukan assessmen awal pada pasien dan melakukan resusitasi apabila diperlukan

4. Jika kondisi pasien sudah membaik dan layak transport maka pasien akan dipindahkan ke ruang HCU untuk dilakukan monitoring yang lebih ketat termasuk kemungkinan proses merujuk ke rumah sakit yang lebih sesuai.

5. Tim sekunder Melaporkan kondisi pasien kepada dokter penanggung jawab pasien.

Referensi:

• American Heart Association (2010), Guidellines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care • European Resuscitation Council (ERC), (2010), Guidelines for Resuscitation, Resuscitation, 81, 1219–1276 • Judy Graves, J. (2007). Code blue manual, Royal Brisbane & Womens Hospital Service District, Quensland Health.

Jogjakarta 10 Juli 2014

Course director Pelatihan

(dr Bowo Adiyanto SpAn, MSc)

12

Page 13: Rekomendasi Yap

Gambar: Teknik resusitasi jantung paru yang ideal untuk petugas medis dapat dilihat lebih lanjut dalam materi pelatihan BLS/ALS kerjasam RS Mata dr Yap dengan Bagian Anestesi dan Terapi

Intensif FK UGM RSUP dr Sardjito)

13

Page 14: Rekomendasi Yap

Gambar: Teknik resusitasi jantung paru yang ideal untuk petugas non medis, dapat dilihat lebih lanjut dalam materi pelatihan BLS/ALS kerjasam RS Mata dr Yap dengan Bagian Anestesi dan

Terapi Intensif FK UGM RSUP dr Sardjito)

14