10
J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005 Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami : Beberapa Aspek dan Permasalahannya Hasanuddin Z. Abidin 1) , Irwan Meilano 1) , Erna Heryani 2) , Agung Budiwibowo 3) , Samsul Bachri 4) , Erwin Rommel 4) , Busroni A. Yanto 4) ABSTRAK Salah satu dampak dari bencana Gempabumi dan Tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 adalah hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah di lapangan serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat rendaman air laut. Tulisan ini menjelaskan permasalahan teknis maupun nonteknis yang perlu diperhatikan dalam proses rekonstruksi persil tanah di kawasan yang dilanda Tsunami 2004 di Aceh. Beberapa contoh hasil pengukuran rekonstruksi batas persil tanah menggunakan survei GPS dan Total Station juga akan diberikan. Tulisan ditutup dengan beberapa catatan penutup. Kata-kunci : Rekonstruksi, Batas, Persil, Tsunami, Aceh, GPS, Total Station ABSTRACT One of the impacts caused by the 24 December 2004 earthquake and tsunami in Aceh is the lost of several ten of thousands of land parcel boundary marks. Many land parcels have also been covered by the inundation of seawater. This paper describes and discusses the technical and non-technical aspects and problems that should be considered in the reconstruction of land parcels in the areas affected by the 2004 earthquake and tsunami in Aceh. A few examples of the reconstruction results obtained using GPS and Total Station surveys are also shown. Paper is sum up with some closing remarks. Key words : Reconstruction, Boundary, Parcel, Tsunami, Aceh, GPS, Total Station. 1. Pendahuluan Salah satu dampak dari bencana Gempabumi dan Tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 adalah hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah di lapangan. Sejumlah besar persil juga terendam air laut dan kehilangan pemiliknya yang meninggal dunia. Menurut Kompas (14 April 2005) sekitar 12.000 lembar sertifikat tanah, sebagai dokumen legal yang berisikan informasi tentang lokasi posisi persil tanah, juga turut hilang. Dilaporkan juga bahwa sedikitnya 40.000 lembar sertifikat tanah yang tersimpan di Kanwil BPN Provinsi NAD dapat diselamatkan meski kondisinya tidak seluruhnya utuh. Meskipun sertifikat berhasil diselamatkan, perlu dicatat bahwa kemungkinan batas dari persil tanah tersebut di lapangan telah hilang diterjang Tsunami juga masih terbuka lebar. Mengingat kejelasan status, kepemilikan dan lokasi persil tanah sangat dibutuhkan untuk menggerakkan kembali roda kehidupan, memulai proses penataan ruang, dan pembangunan infrastruktur, maka perekonstruksian batas persil tanah di Aceh perlu dilaksanakan secara cepat, akurat dan disepakati oleh komunitas di kawasan keberadaan persil yang bersangkutan. Dalam rencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara sebagaimana yang divisualisasikan pada Gambar 1, masalah pertanahan ini juga sudah dinyatakan sebagai suatu bidang yang perlu dibenahi. Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), seperti yang dilaporkan oleh Kompas (14 April 2005) juga sudah memulai pelaksanaan program yang krusial ini. 1) Departemen Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung, e-mail : [email protected] 2) Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias 3) Direktorat PBB dan BPHTB, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan RI. 4) PT Almega Geosystems, Sole Agent of Leica, Jakarta Teknik Sipil 1

Rekonstruksi Batas Persil

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bertukar informasi

Citation preview

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami : Beberapa Aspek dan Permasalahannya

    Hasanuddin Z. Abidin1), Irwan Meilano1), Erna Heryani2), Agung Budiwibowo3), Samsul Bachri4), Erwin Rommel4), Busroni A. Yanto4)

    ABSTRAK

    Salah satu dampak dari bencana Gempabumi dan Tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 adalah hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah di lapangan serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat rendaman air laut. Tulisan ini menjelaskan permasalahan teknis maupun nonteknis yang perlu diperhatikan dalam proses rekonstruksi persil tanah di kawasan yang dilanda Tsunami 2004 di Aceh. Beberapa contoh hasil pengukuran rekonstruksi batas persil tanah menggunakan survei GPS dan Total Station juga akan diberikan. Tulisan ditutup dengan beberapa catatan penutup.

    Kata-kunci : Rekonstruksi, Batas, Persil, Tsunami, Aceh, GPS, Total Station

    ABSTRACT One of the impacts caused by the 24 December 2004 earthquake and tsunami in Aceh is the lost of several ten of thousands of land parcel boundary marks. Many land parcels have also been covered by the inundation of seawater. This paper describes and discusses the technical and non-technical aspects and problems that should be considered in the reconstruction of land parcels in the areas affected by the 2004 earthquake and tsunami in Aceh. A few examples of the reconstruction results obtained using GPS and Total Station surveys are also shown. Paper is sum up with some closing remarks.

    Key words : Reconstruction, Boundary, Parcel, Tsunami, Aceh, GPS, Total Station. 1. Pendahuluan

    Salah satu dampak dari bencana Gempabumi dan Tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 adalah hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah di lapangan. Sejumlah besar persil juga terendam air laut dan kehilangan pemiliknya yang meninggal dunia. Menurut Kompas (14 April 2005) sekitar 12.000 lembar sertifikat tanah, sebagai dokumen legal yang berisikan informasi tentang lokasi posisi persil tanah, juga turut hilang. Dilaporkan juga bahwa sedikitnya 40.000 lembar sertifikat tanah yang tersimpan di Kanwil BPN Provinsi NAD dapat diselamatkan meski kondisinya tidak seluruhnya utuh. Meskipun sertifikat berhasil diselamatkan, perlu dicatat bahwa kemungkinan batas dari persil tanah tersebut di lapangan telah

    hilang diterjang Tsunami juga masih terbuka lebar. Mengingat kejelasan status, kepemilikan dan lokasi persil tanah sangat dibutuhkan untuk menggerakkan kembali roda kehidupan, memulai proses penataan ruang, dan pembangunan infrastruktur, maka perekonstruksian batas persil tanah di Aceh perlu dilaksanakan secara cepat, akurat dan disepakati oleh komunitas di kawasan keberadaan persil yang bersangkutan. Dalam rencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara sebagaimana yang divisualisasikan pada Gambar 1, masalah pertanahan ini juga sudah dinyatakan sebagai suatu bidang yang perlu dibenahi. Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), seperti yang dilaporkan oleh Kompas (14 April 2005) juga sudah memulai pelaksanaan program yang krusial ini.

    1) Departemen Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung, e-mail : [email protected] 2) Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias 3) Direktorat PBB dan BPHTB, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan RI. 4) PT Almega Geosystems, Sole Agent of Leica, Jakarta

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan

    1

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Tulisan ini menjelaskan permasalahan teknis maupun nonteknis yang perlu diperhatikan dalam proses rekonstruksi persil tanah di kawasan NAD yang dilanda Tsunami 2004. Beberapa contoh hasil pengukuran rekonstruksi batas persil tanah menggunakan teknologi GPS dan Total Station juga diberikan beberapa penjelasan dan pertimbangan teknis yang mungkin dapat bermanfaat bagi BPN maupun pihak lain yang terkait. Perlu diingat bahwa dalam terminologi BPN, rekonstruksi batas persil tanah adalah penentuan kembali lokasi dan posisi titik-titik batas persil tanah di lapangan dengan menggunakan data ukuran yang dulu digunakan dalam penetapan lokasi dan posisi titik-titik batas tersebut. Meskipun begitu, dalam makalah ini diunakan makna perekonstruksian batas dalam arti umum, yaitu penentuan kembali lokasi dan posisi titik-titik batas di lapangan dengan menggunakan dan memanfaat-kan semua data dan informasi yang masih ada dan/atau memungkinkan. Pada prinsipnya ada beberapa metode dan teknologi penentuan posisi yang dapat digunakan untuk merekontruksi batas persil tanah yang hilang. Di samping metode terestris yang berbasiskan pada pengukuran jarak dan sudut di permukaan bumi menggunakan theodolit dan pita ukur, metode penentuan posisi berbasiskan pada pengamatan jarak ke satelit GPS (Global Positioning System) juga sangat efektif dan efisien untuk digunakan. GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika

    M a s y a ra k a t

    E k o n o m i

    In fra s tru k tu r

    P e m e r in ta h a n

    T A T A R U A N G

    P E R T A N A H A N

    L IN G K U N G A N H ID U P

    K R IT E R IAD E S A IN

    S T A N D A RP R O S E D U R

    Z O N IN G

    A S P IR A S I, H A R A P A N D A N P A R T IS IP A S I M A S Y A R A K A T

    INTE

    GR

    ASI S

    PASI

    AL

    Emer

    gens

    i, R

    ehab

    ilita

    si,

    Rek

    onst

    ruks

    i

    REN

    CA

    NA

    KER

    JA

    S tra te g i S e k to ra l/B id a n g S tra te g i R e g io n a l

    MO

    NIT

    OR

    ING

    , EVA

    LUA

    SI D

    AN

    A

    KU

    NTA

    BIL

    ITAS

    V IS I: M E M B A N G U N A C E H K E M B A L I M E L A L U I D IA L O G P U B L IK

    P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N

    Loka

    si

    Keg

    iata

    n

    Pela

    ksan

    a

    Wak

    tu

    Pen

    dana

    an

    PELA

    KSA

    NA

    AN

    M a s y a ra k a t

    E k o n o m i

    In fra s tru k tu r

    P e m e r in ta h a n

    T A T A R U A N G

    P E R T A N A H A N

    L IN G K U N G A N H ID U P

    K R IT E R IAD E S A IN

    S T A N D A RP R O S E D U R

    Z O N IN G

    A S P IR A S I, H A R A P A N D A N P A R T IS IP A S I M A S Y A R A K A T

    INTE

    GR

    ASI S

    PASI

    AL

    Emer

    gens

    i, R

    ehab

    ilita

    si,

    Rek

    onst

    ruks

    i

    REN

    CA

    NA

    KER

    JA

    S tra te g i S e k to ra l/B id a n g S tra te g i R e g io n a l

    MO

    NIT

    OR

    ING

    , EVA

    LUA

    SI D

    AN

    A

    KU

    NTA

    BIL

    ITAS

    V IS I: M E M B A N G U N A C E H K E M B A L I M E L A L U I D IA L O G P U B L IK

    P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N

    Loka

    si

    Keg

    iata

    n

    Pela

    ksan

    a

    Wak

    tu

    Pen

    dana

    an

    PELA

    KSA

    NA

    AN

    Gambar 1. Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias [Wiranto, 2005]

    Serikat. Sistem ini didesain guna memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang secara simultan. Pada saat ini, sistem GPS sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia. Di Indonesia, GPS sudah banyak diaplikasikan, terutama terkait dengan aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi. 2. Dampak Gempa Bumi dan Tsunami dalam

    Bidang Pertanahan Dampak bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang melanda Aceh pada dasarnya multidimensi dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk masalah pertanahan (kadaster). Sebagian telah menimbulkan beberapa komplikasi dalam penataan masalah pertanahan pasca bencana. Ada beberapa dampak bencana yang perlu diperhatikan, yaitu:

    Pertama, bencana Gempa Bumi dan Tsunami telah menghancurkan dan menghilangkan batas-batas banyak persil tanah ataupun obyek-obyek lain yang dapat digunakan sebagai acuan keberadaan persil-persil, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.

    Kedua, tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggiran pantai akibat melimpahnya air laut ke daratan dan juga akibat penurunan tanah akibat gempa. Gambar 3 mengilustrasikan fenomena tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggiran pantai Banda Aceh akibat Tsunami.

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan

    2

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Ketiga, terjadinya deformasi permukaan bumi di wilayah Aceh baik dalam arah horisontal mapun vertikal. Gambar 4 menunjukkan pergeseran posisi horisontal dan vertikal dari beberapa titik di wilayah Aceh yang diperoleh dari dua survei GPS yang dilaksanakan pada tahun 1995/96 dan 3-7 Maret 2005 [Meilano et al., 2005].

    Gambar 2 Hilangnya batas-batas persil tanah akibat Gempa dan Tsunami di Aceh

    Dari hasil survei GPS yang dilaksanakan oleh ITB dan Nagoya University, terlihat bahwa gempa 26 Desember 2004 telah menyebabkan pergeseran posisi titik-titik di wilayah Aceh pada orde sekitar 1-3 m ke arah Barat-Daya. Dalam arah vertikal juga terlihat bahwa penurunan tanah sebesar 2-3 dm juga terjadi di pantai sebelah utara Banda Aceh dan pantai sebelah Barat Aceh; serta penaikan muka tanah sekitar 4-8 cm di pantai sebelah Timur Aceh.

    Citra 23 Juni 2004

    Citra 28 Desember 2004

    Gambar 3. Tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggir pantai Banda Aceh akibat Tsunami [DigitalGlobe, 2005]

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan

    3

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan 4

    Keempat, hilangnya surat-surat bukti hak atas tanah, baik yang disimpan di rumah, maupun yang berada di kantor-kantor BPN setempat ataupun yang disimpan di Bank sebagai anggunan. Menurut Kompas (14 April 2005) sekitar 12.000 lembar sertifikat tanah hilang akibat bencana gempa dan tsunami.

    Dilaporkan juga sedikitnya 40.000 lembar sertifikat tanah yang tersimpan di Kanwil BPN Provinsi NAD dapat diselamatkan meski kondisinya tidak seluruhnya utuh.

    Kelima, meninggalnya para pemilik persil tanah maupun ahli warisnya akibat bencana gempa ataupun tsunami.

    1.8 m

    2.4 m

    2.7 m1.9 m

    2.0 m

    1.4 m 0.7 m

    0.1 m

    1.8 m

    2.4 m

    2.7 m1.9 m

    2.0 m

    1.4 m 0.7 m

    0.1 m

    Pergerakan Horisontal(hasil Survei GPS)

    - 0.2

    - 0.3

    - 0.32

    + 0.08+ 0.04

    + 0.05

    Pergerakan Vertikal(-) : penurunan muka tanah, (+) : kenaikan muka tanah.

    - 0.2

    - 0.3

    - 0.32

    + 0.08+ 0.04

    + 0.05

    Pergerakan Vertikal(-) : penurunan muka tanah, (+) : kenaikan muka tanah.

    Gambar 4. Pergerakan beberapa titik di wilayah Aceh akibat Gempa Bumi 26 Desember 2004 [Meilano et al., 2005]

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    3. Rekonstruksi Persil Tanah dan Permasalahannya Perekonstruksian batas persil tanah pada dasarnya adalah proses penentuan kembali lokasi titik-titik batas persil tanah di lapangan yang hilang karena sesuatu dan lain hal, yang kemudian dilanjutkan dengan penentuan kembali koordinat dari titik-titik batas tersebut, seperti pada Gambar 5 berikut.

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan 5

    Adjudikasi

    Berkaitan dengan usaha rekonstruksi batas persil tanah di Aceh setelah terjadinya bencana gempa dan tsunami, ada beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Sebagian besar (bahkan semuanya) dari persil-

    persil tanah yang terkena dampak bencana gempa dan tsunami, titik-titik batasnya tidak mempunyai koordinat dalam sistem global WGS84. Oleh sebab itu pencarian kembali lokasi di lapangan sulit dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan satelit GPS.

    2. Banyak tugu survei yang hancur dan hilang akibat bencana gempa dan tsunami. Hal ini menyulitkan proses rekonstruksi titik-titik batas persil tanah yang koordinatnya diketahui dalam sistem koordinat lokal dan terikat, secara langsung maupun tidak langsung dengan koordinat dari tugu-tugu survei tersebut.

    3. Karena dampak gempa dan tsunami yang cukup dahsat, banyak obyek alam maupun buatan manusia yang hancur atau hilang tersapu dari permukaan Bumi. Hal ini menyulitkan proses identifikasi kasaran terhadap keberadaan lokasi persil tanah di lapangan.

    Menggunakan teknologi GPS seandainya koordinat persil tanah diketahui sebelumnya dalam sistem WGS84

    Menggunakan pengukuran terestris seandainya koordinat persil tanah

    Menggunakan obyek/tanda alam di sekitar persil tanah, seandainya masih ada

    Menggunakan bantuan foto udara atau citra satelit yang dikombinasikan dengan data geometrik persil

    Informasi dari pemilik tanah, ahli waris atau masyarakat di kawasan keberadaan persil tanah,

    Pencarian lokasi titik-titik batas

    persil di lapangan

    4. Ada banyak persil tanah di tepian pantai yang sudah terendam (seluruh atau sebagian) oleh permukaan air laut, sehingga menyulitkan proses rekonstruksi maupun proses rekonstruksi persil-persil tanah di sekitarnya.

    5. Banyak pemilik persil tanah mupun ahli warisnya yang meninggal akibat bencana, sehingga menyulitkan proses verifikasi terhadap keberadaan batas persil tanah yang dimilikinya.

    6. Banyak sertifikat atau surat tanda bukti hak atas tanah lain yang hilang dan tidak ada salinannya di Kantor BPN setempat maupun BPN Pusat, sehingga menyulitkan proses rekonstruksi batas secara umum.

    Penetapan/

    penyepakatan lokasi titik-titik batas persil di

    lapangan

    Kesepakatan dengan para pemilik tanah, wahli waris ataupun masyarakat kawasan keberadaan persil tanah.

    4. Alternatif Penyelesaian dan Studi Kasus Dari penjelasan tentang dampak bencana gempa dan tsunami dan permasalahan pertanahan yang ditimbulkannya, ada beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan untuk merekontruksi batas-batas persil tanah yang hilang atau hancur. Pengukuran dan survei GPS

    Pengukuran dan survei terestris

    Kombinasi pengukuran/ survei GPS dan terestris

    Penentuan kembali koordinat titik-titik batas persil tanah

    yang telah disepakati

    4.1 Pencarian dan Penetapan Lokasi Titik Batas

    Persil di Lapangan Dalam pencarian lokasi titik-titik batas persil tanah di lapangan, maka metode yang memungkinkan di Aceh adalah: Gambar 5. Proses rekonstruksi batas persil

    tanah secara umum 1. Informasi dari pemilik tanah, ahli waris ataupun pemuka masyarakat di kawasan keberadaan persil tanah, melalui program pendaftaran tanah berbasiskan masyarakat [RALAS, 2005].

    2. Menggunakan bantuan sertifikat tanah yang pernah dikeluarkan pihak BPN (jika masih ada).

    3. Menggunakan bantuan citra satelit yang dikombinasikan dengan data geometrik persil yang dimiliki oleh Direktorat PBB dan BPHTB.

    Ketiga metode tersebut dapat digunakan secara sendiri-sendiri, meskipun sebaiknya dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih andal dan lebih dapat dipercaya.

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan 6

    Gambar 6. Persil-persil tanah sesudah bencana dalam sistem Direktorat PBB dan BPHTB

    Gambar 7. Persil-persil tanah sebelum bencana dalam sistem Direktorat PBB dan BPHTB.

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Dari Gambar 6 dan 7, terlihat bahwa penggunaan sistem informasi persil tanah yang dimiliki oleh Direktorat PBB dan BPHTB punya potensi yang baik untuk melokalisasi keberadaan titik-titik batas di lapangan setelah terjadi bencana. Latar belakang dari Gambar 6 adalah citra satelit Quickbirds yang diambil pada tanggal 28 Desember 2004, dan latar belakang Gambar 7 adalah citra Ikonos yang diambil pada 23 Juni 2004. Dengan menggunakan sejumlah GCP (Ground Control Point) yang diten-tukan dengan GPS, citra satelit dapat direktifikasi secara geometris dan koordinat titik-titik batas persil tanah dapat dibaca dari citra satelit. Meskipun tingkat ketelitian yang diperoleh hanya berada pada tingkat beberapa dm atau bahkan 1-2 m, namun metode ini cukup baik. Selanjutnya hasil ini sebaik-nya dikombinasikan dengan informasi dari pemilik tanah, ahli waris ataupun pemuka masyarakat, dan kemudian hasil akhirnya sekaligus ditetapkan/ diadjudikasikan sebagai lokasi titik persil yang disepakati.

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan 7

    4.2 Penentuan koordinat titik batas persil tanah Setelah lokasi titik persil tanah yang dicari telah ditemukan dan ditetapkan, maka tahap selanjutnya adalah penentuan koordinat dari titik-titik batas persil tersebut.

    Memperhitungkan kondisi medan setelah terjadinya bencana dan juga untuk keperluan rekonstruksi di masa mendatang seandainya diperlukan, maka sebaiknya koordinat titik-titik batas persil tanah ditentukan secara langsung menggunakan metode penentuan posisi GPS secara diferensial ataupun secara tidak langsung menggunakan metode kombinasi GPS dan total station, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 8 berikut. 4.3 Studi Kasus Penentuan Koordinat Titik

    Batas Persil Tanah Studi kasus rekonstruksi sejumlah persil tanah yang telah dilaksanakan di Aceh, merupakan kerjasama antara BPN dengan PT Almega Geosystems Jakarta. Studi mencakup bidang-bidang tanah di Desa Lambung, Kecamatan Meuraksa dengan luas wilayah 88 ha, serta bidang-bidang tanah di Desa Bitai, Kecamatan Jaya Baru dengan luas 55 Ha. Pencarian dan penetapan lokasi persil tanah dilakukan berdasarkan informasi dari pemilik tanah, ahli waris ataupun pemuka masyarakat di kawasan keberadaan persil tanah. Setelah ditetapkan maka koordinat dari titik batas persil tanah yang telah disepakati, ditentukan dengan metode GPS ataupun metode kombinasi GPS dan Total Station.

    SatelitGPS

    ReceiverGPS 4

    Titik KontrolGPS

    ReceiverGPS

    Penentuan Posisi Titik Batas Persil

    dengan GPSSecara Langsung

    Arah PergerakanPengukuran GPS

    Persil

    SatelitGPS

    ReceiverGPS 4

    Titik KontrolGPS

    ReceiverGPS

    Penentuan Posisi Titik Batas Persil

    dengan GPSSecara Langsung

    Arah PergerakanPengukuran GPS

    Persil

    SatelitGPS

    ReceiverGPSReceiverGPS 4444

    Titik KontrolGPS

    ReceiverGPSReceiverGPS

    Penentuan Posisi Titik Batas Persil

    dengan GPSSecara Langsung

    Penentuan Posisi Titik Batas Persil

    dengan GPSSecara Langsung

    Arah PergerakanPengukuran GPSArah PergerakanPengukuran GPS

    Persil

    PengukuranTerestris dengan Total Station

    SatelitGPS

    ReceiverGPS

    Penentuan Posisi Titik Batas Persil

    Secara Tak Langsung(GPS + Terestris)

    Titik Bantu GPS

    PersilTitik Kontrol

    GPS

    PengukuranTerestris dengan Total Station

    SatelitGPS

    ReceiverGPSReceiverGPS

    Penentuan Posisi Titik Batas Persil

    Secara Tak Langsung(GPS + Terestris)

    Titik Bantu GPS

    PersilTitik Kontrol

    GPS

    Gambar 8. Penentuan posisi titik-titik batas persil tanah

    Metode langsung dengan GPS diterapkan di Desa Bitai, dan metode tidak langsung yang merupakan kombinasi antara metode GPS dan Total Station diterapkan di Desa Lambung. Karakteristik yang lebih detail dari kedua metode ini dan mekanisme implementasinya dapat dilihat di [Abidin, 2000; Abidin, et. al., 2002]. Dalam dua studi kasus ini digunakan alat ukur GPS Leica System 1200 Dual Frekuensi, Total Station Topcon GTS 223, Total Station Sokkia Set 2C, serta Total Station Robotic Leica TPS 1100 Series. Gambar 9 menunjukkan contoh suatu pengamatan di kawasan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari studi ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pengukuran langsung dengan satu receiver GPS Leica System 1.200 yang dioperasikan secara kinematik, dapat diukur dalam satu hari sebanyak 120 bidang tanah. Sedangkan jika menggunakan alat ukur Total Station dapat diukur dalam 4 hari sebanyak 110 bidang tanah, atau dalam sehari sekitar 27 bidang tanah. Dengan kata lain produktivitas lapangan dari metode GPS adalah sekitar 4-5 kali lebih besar dibandingkan metode pengukuran terestris. Dari koordinat titik-titik batas persil tanah yang ditentukan selanjutnya dibuat peta persil tanah untuk kawasan studi kasus. Peta persil tanah yang diperoleh dari hasil studi kasus ini ditunjukkan pada Gambar 10 dan 11 berikut.

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan

    8

    Gambar 9. Contoh pengukuran titik batas persil tanah di Aceh

    Amiruddin

    M. Juned

    Sawiah

    Rusniati. RYusran

    Rusli

    M. DaudBustami

    Syamsuddin

    M. Jamil Sawiah

    Munzari

    Musyanah

    NasriahMunjari

    Muham

    mad

    Mariah Juned

    Kck. Daud

    Suhada

    Pasantren T. Wakaf

    Mubin AliNursiah

    H. M. DaudM. Nur

    Hj. Ansari

    Salman. ARMr. X

    Zulkurnia

    Umiiah

    SalehMubin AliNyak

    Inse

    M. RoemSuryadi Usman

    Zaini Hasan

    Umiiah

    Siti Hawa

    Siti Hawa

    Maimunah

    Siti Hawa

    Ibrahim

    Rukiah

    Aja Rohana

    Munjariah

    Hj.

    Hal

    imah

    T. Aliran

    Jainabut

    Ibrahim

    K r u e n g Ne

    ng

    Jln. S

    ri Raja

    Pakeh

    Lr.

    Chik

    Dib

    itai

    Lr. Chik D

    ibitai

    M. Jafar

    Lr.

    Tgk.

    M.H

    asan

    L o r o

    n g

    Amiruddin

    M. Juned

    Sawiah

    Rusniati. RYusran

    Rusli

    M. DaudBustami

    Syamsuddin

    M. Jamil Sawiah

    Munzari

    Musyanah

    NasriahMunjari

    Muham

    mad

    Mariah Juned

    Kck. Daud

    Suhada

    Pasantren T. Wakaf

    Mubin AliNursiah

    H. M. DaudM. Nur

    Hj. Ansari

    Salman. ARMr. X

    Zulkurnia

    Umiiah

    SalehMubin AliNyak

    Inse

    M. RoemSuryadi Usman

    Zaini Hasan

    Umiiah

    Siti Hawa

    Siti Hawa

    Maimunah

    Siti Hawa

    Ibrahim

    Rukiah

    Aja Rohana

    Munjariah

    Hj.

    Hal

    imah

    T. Aliran

    Jainabut

    Ibrahim

    K r g

    Jln. S

    ri Raja

    Pakeh

    Lr.

    Chik

    Dib

    itai

    Lr. Chik D

    ibitai

    u e n gNen

    M. Jafar

    Lr.

    Tgk.

    M.H

    asan

    L o r o

    Krueng Neng

    n g

    Gambar 10. Contoh Peta Hasil Pengamatan Metode GPS di Desa Bitai.

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan 9

    5. Catatan Penutup Proses rekonstruksi batas persil tanah di Aceh yang hancur ataupun hilang akibat gempa dan tsunami 26 Desember 2004 bukan suatu hal yang mudah, mengingat banyaknya permasalahan teknis maupun nonteknis yang melingkupinya.

    Dalam konteks rekonstruksi, metode yang paling realistis untuk diterapkan dalam pencarian lokasi dari titik-titik batas persil tanah yang hilang adalah dengan mengkombinasikan informasi dari pemilik tanah, ahli waris ataupun pemuka masyarakat melalui program pendaftaran tanah berbasiskan masyarakat, dengan informasi dari sertifikat tanah yang dikeluarkan pihak BPN (jika ada) dan informasi data geometrik persil yang dimiliki oleh Direktorat PBB dan BPHTB yang berlatar belakang citra satelit beresolusi tinggi.

    Dalam penentuan koordinat titik-titik batas persil tanah yang telah ditemukan dan disepakati, metode penentuan posisi secara diferensial dengan GPS dalam moda kinematik atau metode kombinasi GPS dan Total Station dapat digunakan. Penggunaan metode sebaiknya disesuaikan dengan kondisi medan, karakteristik sumberdaya manusia dan peralatan yang tersedia. Perlu dicatat bahwa dari studi kasus yang telah dilaksanakan di Aceh terlihat bahwa untuk kondisi medan yang relatif sama, metode GPS punya tingkat produktivitas yang 4-5 kali lebih baik dibandingkan metode terestris.

    Dusun Selanga Dusun Dahlia

    Dusun Melati

    Gambar 11. Contoh Hasil Pengamatan Metode GPS dan Total Station di Desa Lambung.

    Akhirnya perlu ditekankan bahwa keberhasilan pelaksanan proses rekontruksi batas persil tanah di wilayah yang dilanda bencana gempa dan tsunami di Aceh memerlukan kerjasama yang baik, efektif dan efisien antara masyarakat, instansi pemerintah yang terkait (e.g. BRR NAD dan Sumut, BPN, Direktorat PBB dan BPHTB), pihak swasta yang bergerak dalam bidang survei pemetaan dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam hal ini asosiasi profesi serta perguruan tinggi dapat dilibatkan dalam penyiapan dan pelatihan sumberdaya manusia yang diperlukan.

    Pustaka Abidin, H.Z., 2000, Penentuan Posisi dengan GPS

    dan Aplikasinya. PT Pradnya Paramita, Jakarta. 2nd. ISBN 979-408-377-1. 268 pp.

    Abidin, H.Z., A. Jones, J. Kahar, 2002, Survei dengan GPS. PT Pradnya Paramita, Jakarta. ISBN 979-408-380-1. 2nd. 280 pp.

    Digitalglobe, 2005, Situs internet dari Digital Globe, Situs: http://www. digitalglobe.com/ tsunami_gallery.html, Tanggal Akses: 5 September.

  • J u r n a l Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Infrastructure and Built Environment Vol. I No. 2, Desember 2005

    Meilano, I.Y. Oota, H.Z. Abidin, M.A. Kusuma, Didik, Agustan, T. Ito, F. Kimata, 2005, "Co - seismic displacement of the 2004, Mw = 9.0 Sumatra - Andaman Earthquake from GPS measurements." Paper presented at the Dynamic Planet 2005 Simposium: Monitoring and Understanding a Dynamic Planet with Geodetic and Oceanographic Tools. 22-26 August 2005, Cairns, Australia. Session G3 - Earth Processes: Geodynamics, Tides, Crustal Deformation and Temporal Gravity Changes, 22 August, 14:30 14:45 p.m.

    RALAS, 2005, Manual Pendaftaran tanah di Lokasi Bencana Tsunami di NAD dan Sumatera Utara. Reconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS), Keputusan Kepala BPN No. 114-II.

    Wiranto, Tatag, 2005, Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara, Deputi Menneg PPN/ Kepala Bappenas Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, Presentasi pada Workshop Peranan Teknik Geodesi Dalam Mitigasi Bencana Alam, Surabaya, 16 Mei.

    Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan

    10