23
Phys. Chem. Minerals 4, 317 339 (1979) PHYSICS I] CHEMISTRY MIHERALS © by Springer-Verlag 1979 Systematics of the Spinel Structure Type Roderick J. Hill 1, James R. Craig 2, and G.V. Gibbs 2 i CSIRO Division of Mineral Chemistry, P.O. Box 124, Port Melbourne, Victoria 3207, Australia 2 Department of Geological Sciences,Virginia PolytechnicInstitute and State University, Blacksburg, Virginia 24061, U.S.A. Abstract. Systematic trends in the geometry of 149 oxide and 80 sulfide binary and ternary spinels have been examined from the standpoint of ionic radius and electronegativity. The mean ionic radii of the octahedral and tetrahedral cations, taken together, account for 96.9 and 90.5% of the varia- tion in the unit cell parameter, a, of the oxides and sulfides, respectively, with the octahedral cation exerting by far the dominant influence in sulfides. The mean electronegativity of the octahedral cation exerts an additional, but small, influence on the cell edge of the sulfides. The equation a= (8/3]f-d)dtet+(8/3)doct, where dtet and doct are the tetrahedral and octahedra] bond lengths obained from the sum of the ionic radii, accounts for 96.7 and 83.2% of the variation in a in the oxides and sulfides, respectively, again testifying to the applicability of the hard-sphere ionic model in the case of the spinel structure. Comparison of observed and calculated u values for 94 spinels indicates that up to 40% of the experimentally measured anion coordinates may be significantly in error. In addition to these com- pounds, u values are given for 52 spinels for which no data have previously been determined. Diagrams are presented for the rapid interpretation of the internal consistency of published data and the prediction of the structural parameters of hypothetical or partially studied spinels. Introduction The ideal spinel structure consists of a cubic close-packed array of anions in which one-eight of the tetrahedral and one-half of the octahedral interstices are occupied by cations. The arrangement of atoms is such that, perpendicular to each three-fold axis, layers occupied only by cations in octahedral coordina- tion alternate with others in which the tetrahedral and octahedral sites are filled in the ratio two to one (Bragg, 1915; Nishikawa, 1915). In a binary spinel ABzX4, where X represents an anion and A and B are cations, two extreme distributions of the cations among the available sites are possible (Barth 0342-1791/79/0004/0317/$04.60

Relief Garudeya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RELIEF

GARUDEYA CANDI KIDAL JAWA TIMUR SEBAGAI

SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SISWA KELAS

VII SMP NEGERI 10 MALANG

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

I Gede Wayan Wisnuwardana

NIM: S 861008015

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : I Gede Wayan Wisnuwardana

NIM : S. 861008015

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “ Nilai-Nilai

Pendidikan Dalam Cerita Relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur Sebagai

Sumber Pembelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Malang “

adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis

tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di

kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, saya bersedia menerima

sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis

tersebut.

Surakarta, Januari 2012

Yang membuat pernyataan

I Gede Wayan Wisnuwardana

Page 5: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat

suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya

ia dengan kemajuan selangkah pun”

(Bung Karno)

Page 6: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk kedua Bapak dan Ibu yang telah

memberikan dukungan moral, materi, serta doa yang tiada henti untuk

keberhasilan penulis

Page 7: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa atas pemberian nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. Penyelesaian tesis ini juga tidak

lepas dari dorongan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

sudah selayaknya penulis menyampaikan terima kasih setulus hati yang sangat

mendalam kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang

telah berkenan memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjan

Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan

untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret.

3. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd., selaku ketua Prodi Pendidikan Sejarah

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan

memberikan kesempatan, dorongan, dan masukan.

4. Prof. Dr. Sri Jutmini, M.Pd., sebagai pembimbing I penulisan tesis, yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan

motivasi yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Dr. Warto, M.Hum., sebagai pembimbing II penulisan tesis, yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Page 8: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Dewan Penguji Tesis Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas

Maret yang telah memberikan saran, masukan, dan informasi yang bermanfaat

untuk perbaikan penulisan tesis ini.

7. Bapak Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah membuka wawasan pengetahuan penulis

menjadi lebih luas.

8. Bapak, Ibu Guru sejarah dan Kepala SMP Negeri 10 Malang yang telah

memberikan ijin penelitian dan informasi yang bermanfaat dalam

penyelesaian tesis ini.

9. Bapak, Ibu serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan

materi serta doa yang tiada henti selama ini.

10. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret angkatan 2010. Terima kasih atas

persahabatan dan dukungannya selama ini.

Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan dan dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk masalah-masalah

yang sejenis.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

Page 9: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iv

HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

ABSTRAK .............................................................................................................. xv

ABSTRACT ............................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori ....................................................................................... 11

1. Sejarah dan Pembelajaran Sejarah ............................................. 11

Page 10: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

2. Pengertian Candi ......................................................................... 16

3. Pengertian Relief ......................................................................... 19

4. Nilai-nilai Pendidikan Dalam Cerita Relief Garudeya Sebagai

Sumber Pembelajaran Sejarah .................................................... 22

B. Penelitian yang Relevan .................................................................... 26

C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 31

B. Bentuk dan Strategi Penelitian .......................................................... 31

C. Sumber Data ....................................................................................... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 36

E. Validitas Data..................................................................................... 38

F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Latar .................................................................................. 42

B. Sajian data ......................................................................................... 48

1. Deskripsi Relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur ................ 48

2. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Relief

Cerita Garudeya Candi Kidal Jawa Timur .................................

3. Nilai-nilai Pendidikan Dalam Cerita Relief Garudeya

Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah ..................................... 68

55

Page 11: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

4. Kendala-kendala Dalam Memanfaatkan Relief Cerita

Garudeya Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah dan

Solusi Yang Ditawarkan ............................................................. 70

C. Temuan Penelitian ........................................................................... 73

D. Pembahasan ....................................................................................... 78

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan ........................................................................................... 108

B. Implikasi Penelitian .......................................................................... 109

C. Saran-Saran ........................................................................................ 111

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 113

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 116

Page 12: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Perbedaan Langgam Candi Jawa Tengah dan Jawa Timur ................... 19

Tabel 2. Jumlah Tenaga Guru SMP Negeri 10 Malang ....................................... 46

Tabel 3. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 10 Malang ...................................... 47

Page 13: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Relief Garudeya Fragmen Pertama ...................................................... 165

Gambar 2. Relief Garudeya Fragmen Kedua......................................................... 166

Gambar 3. Relief Garudeya Fragmen Ketiga ........................................................ 167

Gambar 4. Candi Kidal .......................................................................................... 168

Gambar 5. Kegiatan Pembelajaran Sejarah .......................................................... 169

Gambar 6. Kegiatan Pembelajaran Sejarah .......................................................... 169

Gambar 7. Siswa Kelas VII D Sedang Mengerjakan Tugas ................................. 170

Gambar 8. Siswa Kelas VII F Sedang Mengerjakan Tugas ............................... 170

Page 14: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ......................................................................... 115

Lampiran 2. RPP Implementasi Pembelajaran Nilai ............................................ 116

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model VCT (Value Clarification

Techniques) ....................................................................................... 137

Lampiran 4. Catatan Lapangan .............................................................................. 156

Lampiran 5. Gambar-gambar Relief Garudeya, dan Kegiatan Pembelajaran .... 165

Page 15: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

ABSTRAK

I Gede Wayan Wisnuwardana. S. 861008015. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Cerita Relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Malang. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) deskripsi relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur; (2) nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur; (3) nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur sebagai sumber pembelajaran sejarah; (4) kendala-kendala dan solusi yang ditawarkan dalam memanfaatkan relief cerita Garudeya Candi Kidal Jawa Timur sebagai sumber pembelajaran sejarah.

Peneltian ini dilakukan di candi Kidal dan SMP Negeri 10 Malang.

Sumber data yang dipakai adalah guru sejarah; tempat dan peristiwa yaitu candi Kidal dan SMP Negeri 10 Malang; dan dokumen, yaitu dokumen sekolah yaitu silabus dan RPP dan dokumen candi Kidal mengenai bangunan candi Kidal serta relief cerita Garudeya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, peneltian dokumen, dan observasi. Validitas data adalah Trianggulasi sumber dan trianggulasi metode pengumpulan data. Teknik analisis data dalam peneltian ini adalah teknik analisis model interaktif meliputi tiga komponen analisis yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan atau verifikasi. Ketiga komponen analisis tersebut dilakukan secara interaktif dan berkelanjutan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) Narasi cerita Garudeya pada candi

Kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Berkisah tentang perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan; (2) Relief candi memiliki nilai-nilai pendidikan yang bisa dipahami sekaligus disadari peserta didik, nilai-nilai tersebut adalah nilai yang biasa diajarkan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak jauh dari pengalaman peserta didik; (3) Nilai-nilai pendidikan dalam cerita Relief Garudeya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah terutama pembelajaran nilai tetapi selama ini guru jarang menyinggung keberadaan nilai-nilai tersebut; (4) Kendala-kendala dalam memanfaatkan relief cerita garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah adalah kurangnya pengetahuan guru terhadap isi cerita relief tersebut dan solusi yang ditawarkan adalah pembuatan modul sebagai panduan dalam pembelajaran nilai dan metode pembelajaran nilai yang berisi teknik klarifikasi nilai.

Page 16: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRACT

I Gede Wayan Wisnuwardana. S. 861008015. Education Values in Story of Garudeya Relief Kidal Temple East Java as Learning Reasources for the History Teaching and Learning at SMP Negeri 10 Malang. Thesis. Surakarta: Post Graduate Program. Sebelas Maret University. 2011.

The purpose of this research are to know: (1) The description of Garudeya relief Kidal Temple East java; (2) Education value that conclude in the story of Garudeya relief Kidal Temple East; (3) Education value in story of Garudeya relief Kidal Temple East Java as learning reasources of history education; (4) the constraints and solutions which is purposed in the use of story of Garudeya relief Kidal Temple East Java as learning reasources of history education.

This research was conducted at Kidal temple and Junior High School 10

Malang. The source of data was used is a history teacher; places and moments of Kidal temple and Junior High School 10 Malang, and documents, documents which the school syllabus and lesson plans and documents concerning the building of the Kidal temple and story of Garudeya relief. Techniques of collecting data was used is interviews, research of documents, and observation. The validity of the data is triangulation of source and triangulation methods to collecting the data. Techniques of data analysis on this research is an interactive model analysis techniques conclude three components analysis reduction of data, presentation of data and drawing conclusions or verification. The third component of the analysis was conducted in an interactive and ongoing.

The result of this research (1) The narations story of Garudeya in Kidal

Temple carved in the third and each lies in the middle of the sides except the base of the temple entrance. Garuda tells of the journey in freeing his mother from slavery, (2) Relief temple has educational value that can be understood at once realized learners, those values are the values commonly taught in everyday life are not far from the experience of learners; (3) the values of education in the story Garudeya relief can be used as a source of learning, especially learning the value of history but as long as these teachers rarely mention the existence of such values; (4) the constraints in utilizing garudeya relief story as a source of learning history is a lack of knowledge teachers to the content of these reliefs the story and the solutions offered are the manufacture of the module as a guide in learning the value and learning method that contains the value of values clarification techniques.

Page 17: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan. Dalam

pernyataan yang sudah cukup umum didengar tersebut tersirat bahwa sejarah

memainkan peran yang sentral dalam menentukan besarnya sebuah bangsa. Ir.

Soekarno yang merupakan presiden pertama Indonesia sudah lama mengingatkan

kepada masyarakat bahwa jangan sekali-kali melupakan sejarah. Hal tersebut

tentunya bukan tanpa alasan karena sejarah sangat erat kaitannya dengan

pembentukan national character building dan semangat nasionalisme yang sangat

dibutuhkan dalam membangun sebuah bangsa.

Sejarah membekali “kemampuan mental yang sangat berharga yang

dinamakan dengan kemampuan menilai”. Di samping itu, diterangkan peranan

sejarah sebagai alat untuk mengubah cara berpikir masyarakat, meningkatkan

pengetahuan, bukan untuk mengingat nama dan tanggal, tetapi untuk memahami,

menilai dan mengambil sikap dengan hati-hati. Selain dari teologi, sejarahlah

yang paling baik mengajarkan budi pekerti karena menimbulkan sikap rendah hati

dan rasa takjub terhadap luasnya sejarah manusia. Sejarah menyangkut persoalan

kesinambungan dan perubahan dari manusia untuk dapat belajar. Generasi

sekarang tentu tidak ingin mengulangi kesalahan- kesalahan yang telah diperbuat

pada masa lalu. Sedangkan keberhasilan patut dicontoh dan ditingkatkan lagi.

Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006

tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, sejarah

Page 18: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan

perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan

metodologi analisis. Pengetahuan masa lampau ini mengandung nilai-nilai

kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap,

watak dan kepribadian siswa. Selanjutnya, diterangkan bahwa mata pelajaran

sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa

yang bermartabat dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air. Hal tersebut dapat terwujud dengan melakukan

kunjungan ke candi, khususnya memaknai berbagai relief cerita yang terdapat

pada candi tersebut karena dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuan dan juga

sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai kearifan dan pendidikan yang dapat

ditanamkan pada peserta didik.

Saat ini masih banyak masyarakat, termasuk kalangan pendidikan, yang

memandang candi hanya sebagai benda peninggalan sejarah yang tidak memiliki

arti apapun, khususnya relief-relief yang terdapat pada candi. Akibatnya, banyak

masyarakat yang tidak sempat untuk meluangkan waktu berkunjung ke candi

khususnya memaknai arti relief yang terpahatkan pada candi dengan alasan kuno

dan tidak prestis. Jika semua kalangan masyarakat mau meluangkan waktu datang

untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap

relief yang terdapat pada candi, maka akan terjadi suatu peralihan nilai warisan

budaya bangsa dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.

Relief adalah hiasan candi yang digambarkan atau dipahatkan pada badan

candi. Candi sendiri merupakan salah satu hasil pengaruh Hindu-Budha di

Page 19: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Indonesia. Relief dalam wujud hasil kebudayaan dapat digolongkan dalam

kompleks kebudayaan fisik atau disebut artifact. Berbagai cerita yang

digambarkan dalam relief merupakan hasil dari kompleks aktivitas yang

digerakkan oleh ide-ide. Kompleks ide terdiri dari gagasan-gagasan, norma, dan

nilai-nilai yang bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 1990:186).

Kompleks ide atau gagasan bersumber dari pedoman hidup yang

merupakan identitas diri dari suatu masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut saling

berkaitan dan menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya. Sistem budaya

suatu bangsa memiliki nilai-nilai yang khas. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil

budaya yang dihasilkan, seperti halnya relief candi.

Relief candi merupakan bagian dari seni pahat. Asmito menjelaskan

pengertian seni pahat dan dimensi-dimensinya, sebagai berikut:

Berbicara mengenai seni pahat (seni memahat) merupakan hasil ciptaan manusia dengan cara menciptakan sesuatu dengan memahat. Seni memahat merupakan seni yang berdimensi tiga, yaitu architectur (seni bangunan) dan sculpture (seni pahat) ada dalam ruang dimensi tiga, tetapi seni pahat sebagai citra lebih dekat menggambarkan (painting) dari seni bangunan. Hingga sekarang seni pahat telah diperhatikan terutama dengan penyajian kembali dari makhluk-makhluk hidup dan bentuk-bentuk alam dalam bahan yang nyata yang ada dalam ruang yang sama seperti bentuk-bentuk yang mereka sajikan. Tetapi seni pahat juga mungkin mewujudkan sifat-sifat penting pandangan dan idea telah menyajikan dengan ajeg citra-citra dewata dan orang-orang dalam jiwa kepahlawanan, juga aspek-aspek manusia yang utama. (Asmito, 1988:124)

Oleh karena itu relief kiranya dapat memproyeksikan pandangan, idea

atau aspek-aspek manusia yang utama seperti apa yang telah dijelaskan diatas.

Relief suatu candi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki masyarakat

pendukung hasil kebudayaan tersebut.

Page 20: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Çilpin yang memahat relief candi-candi di Indonesia sampai saat ini

memang belum terungkap secara jelas. Teori akulturasi kiranya dapat dijadikan

pertimbangan, dimana pengambilan unsur-unsur kebudayaan Hindu-Budha hanya

dapat dilakukan karena ada persamaan dengan kebudayaan asli masyarakat

penerima kebudayaan ini. Dalam proses akulturasi dapat dilihat seberapa kuat

dasar-dasar kepribadian budaya penerima, yang menurut F.D.K Bosch disebut

dengan istilah Local Genius (1952).

Salah satu kemampuan lokal masyarakat Jawa dapat dipahami melalui

Candi dan ragam hias candi. Candi sebagai suatu tinggalan monumental pada

masa lalu, banyak ditemukan di pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Candi baik arsitektur maupun ragam hias yang didalamnya termasuk juga

relief adalah bukti dari majunya tingkat kebudayaan masyarakat pendukung

kebudayaan tersebut. Hartoko menyatakan bahwa:

Masa kejayaan kebudayaan Jawa kita miliki dan kita amati lewat peninggalan-peninggalan monumental, seperti candi Borobudur dan Candi Prambanan, endapan keindahan terlihat dalam bentuk batu ataupun perunggu. Ekspresi artistik lainnya seperti tarian dan musik telah melewati saringan tradisi, sehingga bentuknya yang kita saksikan sekarang tidak seratus persen asli lagi (Hartoko, 1984:76).

Permendiknas nomor 22 tahun 2006, mata pelajaran sejarah bertujuan agar

siswa memiliki kemampuan berupa (1) Membangun kesadaran peserta didik

tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa

lampau, masa kini, dan masa depan; (2) Melatih daya kritis siswa untuk

memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah

dan metodologi keilmuan; (3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan siswa

Page 21: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban Bangsa Indonesia di masa

lampau; (4) Menumbuhkan pemahaman siswa terhadap proses terbentuknya

Bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa

kini dan masa yang akan datang, dan (5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri

siswa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta

tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik

nasional maupun internasional.

Atas berbagai alasan yang dikemukakan, sejarah wajib diajarkan

mengingat asas kemanfaatan yang bisa didapat dari sejarah. Di Indonesia

pelajaran sejarah sudah mulai diajarkan kepada siswa sejak sekolah dasar dan

sekolah menengah tingkat pertama yang tergabung dengan pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) sampai memasuki sekolah menengah tingkat atas. Pada

saat ini, antusiasme siswa untuk belajar mata pelajaran sejarah masih rendah,

apalagi mata pelajaran sejarah tidak dijadikan kriteria lagi untuk meneruskan ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, kurangnya keterampilan guru

dalam mengembangkan pendekatan, metode dan model pembelajaran, sehingga

fokus pembelajaran hanya terpusat pada guru (teacher centered) dan kurangnya

partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar. Faktor-faktor tersebut merupakan

penyebab menurunnya kualitas pembelajaran sejarah.

Selain peninggalan-peninggalan monumental seperti Candi Borobudur dan

Candi Prambanan, terdapat pula peninggalan sejarah yang bercorak Hindu yang

mungkin pada kalangan sejarawan tidak terlalu sering diulas, yaitu Candi Kidal.

Candi Kidal merupakan candi peninggalan masa Kerajaan Singasari. Dilihat dari

Page 22: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

gaya atau model arsitekturnya, candi Kidal sangat kental dengan budaya yang

berkembang di Kerajaan Jawa Timur. Pada bagian kaki candi terpahatkan 3 buah

relief indah yang menggambarkan cerita legenda Garudeya (Garuda), mitologi

Hindu yang sangat populer di kalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita

moral tentang pembebasan dari perbudakan, kepahlawanan, dan nilai pendidikan

sejarah atau historis.

Hasil karya cipta manusia termasuk relief diciptakan bukan hanya sekedar

memenuhi tuntutan kebutuhan jasmani tetapi juga kebutuhan rohani dari manusia

penciptanya. Oleh karenanya sebagai suatu hasil seni, relief tidak hanya

merupakan perwujudan alam tetapi dapat berupa lambang dari kejiwaan manusia

sendiri. Relief dapat dinyatakan sebagai salah satu sumber untuk mengajarkan

nilai-nilai budaya dan nilai-nilai pendidikan.

Relief, selain menjadi hasil budaya yang dapat diamati untuk menyelidiki

keadaan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat pada masa lampau sekaligus

sebagai sumber dalam mewariskan nilai-nilai pendidikan. Nilai-nilai pendidikan

ini dapat dipelajari baik dari tampilan relief maupun dari cerita yang

melatarbelakanginya. Relief sebagai wahana menggambarkan kisah yang sifanya

didaktik, berperan mengingatkan umat dan masyarakat tentang ajaran moral

dibalik bentuk seni tersebut.

Melalui visualisasi relief-relief ini, para seniman penciptanya berkeinginan

untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada masyarakat. Sudah barang

tentu pesan-pesan tersebut diharapkan dapat menjadi pandangan hidup, pegangan

hidup, bahkan perjuangan hidup khususnya bagi generasi penerus dalam

Page 23: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

menhadapi tantangan zaman globalisasi. Dikatakan demikian antara lain karena

nilai-nilai pendidikan bangsa Indonesia tampak semakin memudar. Padahal

seharusnya nilai-nilai pendidikan yang masih relevan dengan kebutuhan

masyarakat tersebut harus terus digali dan dikembangkan. Hal ini terutama dalam

menghadapi tantangan era globalisasi, yang perlu ditanggapi untuk

mempertahankan jati diri bangsa.

Penelitian yang dilakukan oleh Ba’in dan kawan-kawan (2003 : 27)

tentang penggunaan berbagai sumber belajar dalam kegiatan belajar mengajar

sejarah menghasilkan data yang hampir sama. Ditemukan dalam penelitian itu

bahwa guru-guru sejarah enggan memanfaatkan berbagai sumber sejarah untuk

menghidupkan pelajaran sejarah. Lebih dari itu pengetahuan guru-guru sejarah

tentang sumber-sumber sejarah dan cara-cara penggunaannya juga menunjukkan

nilai yang kurang memuaskan, dan mereka rata-rata tidak pernah memanfaatkan

sumber-sumber sejarah, seperti arsip, dokumen, museum, bangunan peninggalan

sejarah, pelaku sejarah, saksi sejarah dan sebagainya sebagai sumber belajar

sejarah. Oleh karenanya, wajarlah jika pelajaran sejarah semakin lama semakin

dijauhi siswa.

Relief cerita Garudeya candi Kidal Jawa Timur, sebagai salah satu bagian

dari pembangunan nilai dalam pendidikan ternyata belum sepenuhnya

dimanfaatkan, hal ini terbukti ketika observasi awal yang dilakukan pada salah

satu sekolah yang ada di kota Malang, yaitu SMP Negeri 10 Malang, hasilnya

adalah guru sejarah pada sekolah tersebut belum sepenuhnya tahu tentang nilai-

nilai pendidikan yang terdapat pada relief cerita Garudeya, relief cerita Garudeya

Page 24: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

ini dapat dijadikan sumber belajar sejarah, terutama tentang pembelajaran nilai.

Dengan adanya kajian tentang nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief Garudeya

ini, diharapkan dapat dijadikan alternatif baru bagi guru sebagai sumber

pembelajaran sejarah yang terintegrasi dalam mata pelajaran IPS terpadu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah

yaitu :

1. Bagaimanakah deskripsi relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur?

2. Nilai-nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam relief cerita

Garudeya Candi Kidal Jawa Timur?

3. Apakah nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief sudah dimanfaatkan sebagai

sumber pembelajaran sejarah pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Malang?

4. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dan bagaimana upaya

pemecahannya dalam memanfaatkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

cerita gerudeya Candi Kidal Jawa Timur sebagai sumber pembelajaran sejarah

pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Malang?

Page 25: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan umum

Untuk memperoleh gambaran tentang nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

garudeya Candi Kidal sebagai sumber pembelajaran sejarah bagi siswa kelas

VII SMP Negeri 10 Malang

2. Tujuan khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan:

a. Untuk mendeskripsikan relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur

b. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam relief cerita Garudeya Candi Kidal Jawa Timur.

c. Untuk mengetahui apakah guru sudah memanfaatkan nilai-nilai

pendidikan dalam cerita relief Garudeya Candi Kidal sebagai

sumber pembelajaran sejarah.

d. Untuk menjelaskan kendala-kendala dan apa solusi yang

ditawarkan untuk memecahkan permasalahan tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dua aspek, yaitu

aspek praktis dan aspek teoritis.

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi pengembangan

keilmuan bidang sejarah kebudayaan dan pendidikan sejarah terutama dalam

Page 26: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

kaitannya dengan relief sebagai media penanaman nilai-nilai pendidikan.

Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya

luhur yang terkandung dalam relief candi agar dapat dikenal, dihayati, dan

dilestarikan oleh masyarakat, dan juga menambah sumber belajar sejarah bagi

guru sejarah dan siswa sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang

kreatif.

2. Kegunaan praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan motivasi dalam

usaha pengembangan keilmuan. Penelitian ini merupakan usaha melestarikan

nilai-nilai luhur budaya bangsa yang bermanfaat bagi pembinaan sosial

budaya masyarakat, selain itu penelitian ini dapat mengembangkan sumber

belajar dalam pembelajaran sejarah pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 yang

terintegrasi dalam mata pelajaran IPS Terpadu.

Page 27: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Sejarah dan Pembelajaran Sejarah

a. Pengertian Sejarah

Sejarah adalah suatu ilmu yang mempelajari proses perubahan kehidupan

manusia dan lingkungannya dalam suatu dimensi ruang dan waktu (Djoko Suryo,

1991). Disadari atau tidak, disengaja atau tidak, langsung atau tidak langsung

masa lampau senantiasa menjadi memory yang akan memberikan pengalaman,

pembelajaran, kesan dan peringatan bagi manusia dalam bersikap dan beraktivitas

di masa kini dan masa mendatang.

Sejarah merupakan pelajaran dan pengalaman yang dapat membimbing

hidup manusia yang lebih baik. Ini berarti hidup manusia itu dapat dikatakan

selalu berada dalam tataran sejarah. WH. Walsh (1963: 45) menunjukkan adanya

dua konsep sejarah yaitu sejarah sebagai keseluruhan tindakan manusia di masa

lampau (sejarah sebagai peristiwa) dan sejarah merupakan gambaran masa lampau

yang dibuat oleh manusia sekarang (sejarah sebagai cerita/narasi).

Berdasarkan gambaran di atas, maka mempelajari sejarah adalah

mempelajari proses kehidupan manusia dengan segala aspek kehidupannya

melalui ruang dan waktu. Struktur keilmuan sejarah meliputi tingkatan proses

kehidupan manusia yaitu tentang dasar keilmuan sejarah, kehidupan masyarakat,

perkembangan masyarakat beserta pengaruhnya, perjuangan dan kerjasama dunia

Page 28: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

internasional serta peristiwa-peristiwa mutakhir yang terjadi sebagai wacana

pengayaan.

Secara jelas dan rinci Isjoni (2007: 19) memberikan batasan tegas bahwa

sejarah adalah kajian tentang masa lampau manusia dengan aktivitasnya di bidang

politik, militer, sosial, agama, ilmu pengetahuan dan hasil kreativitasnya.

Pemahaman sejarah sebagai suatu disiplin ilmu merupakan hasil intepretasi yang

diperlukan kejelasan, kevalidan dan kredibilitas bukti sejarah yang dianalisis dan

dibangun narasinya sebagai ungkapan kehidupan masyarakat di masa lampau.

Dari sini jelas bahwa pengertian sejarah mengandung negara manusia, peristiwa,

masa lampau, catatan/rekaman peristiwa, ruang kejadian dan kronologis yang

diinterpretasikan secara ilmiah.

Sejarah berguna secara baik berupa ilmu pengetahuan dan ekstrinsik

sebagai liberal education yaitu proses pendidikan moral, penalaran, politik,

kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan dan keragaman ilmu bantu, latar

belakang, rujukan dan bukti. Dampak mempelajari dan memahami sejarah adalah

terjadi proses pendidikan untuk memberikan inspirasi dan pengalaman yang dapat

membantu mengembangkan pengertian dan penghargaan terhadap warisan, tradisi

dan nilai-nilai kejuangan.

Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual sejarah tidak hanya

memberikan gambaran tentang masa lampau, tetapi juga memberikan latihan

berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa

sejarah yang dipelajarinya (Aminuddin Kasdi, 2008: 64). Latihan berpikir kritis

dilakukan dengan pendekatan analitis yang salah satunya untuk menjawab

Page 29: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

komponen pemahaman sejarah yaitu menjawab”why” dan ”how” sehingga

peserta didik/mahasiswa terlatih berpikir kritis dan analitis. Pembelajaran sejarah

memiliki peran fundamental untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran

berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini merupakan kesadaran sejarah yang

digunakan untuk menggali kembali suatu pemahaman bahwa suatu peristiwa atau

kejadian perlu didukung tampilnya suatu tokoh, benda atau bangunan masa

lampau (benda cagar budaya) yang selalu terwujud dalam hubungan dinamik

dengan faktor juang dan waktu. Oleh sebab itu, kesadaran sejarah dan pemahaman

sejarah menjadi satu kesatuan sikap penisbian terhadap kejadian, peristiwa, tokoh

dan kebendaan masa lampau dengan memandangnya secara kritis.

b. Pembelajaran Sejarah

Pendidikan merupakan suatu proses pemanusiaan manusia muda atau

membantu proses humanisasi (Driyarkara, 1980: 69) Artinya, pendidikan harus

membantu seseorang secara tekun dan mau bertindak sebagai manusia dan tidak

sekedar instingtif untuk mempengaruhi sikap dan segala perbuatan seseorang

sungguh sungguh bersifat manusiawi, berbudaya dan bernilai tinggi. Nilai

menurut Driyarkara merupakan hakekat suatu hal yang menyebabkan hal tersebut

dikejar oleh manusia. Dijelaskan bahwa nilai berkaitan dengan kebaikan yang

dapat dilihat dari sudut sifat, manfaat maupun bobotnya (Driyarkara, 1980: 39).

Pendidikan nilai sebagai proses penanaman dan pengembangan diri

seseorang yang memiliki tugas dan kewajiban mengimplikasikan nilai etika dalam

Page 30: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

tiap proses perubahan serta membantu berkembangnya nilai-nilai tersebut. Proses

ini bertujuan untuk membantu peserta didik dapat mengambil sikap dan keputusan

dalam merencanakan kehidupan secara berarti (Sastrapretedja, 1994: 3-4).

Ada empat langkah yang harus ditempuh agar pendidikan nilai dapat

diterapkan secara efektif dan memiliki daya guna, yaitu :

1. Para pendidik harus memahami dengan hatinya nilai-nilai apa saja yang akan

diajarkan.

2. Para pendidik mentransformasikan nilai-nilai tersebut dengan sentuhan hati

dan perasaan melalui contoh-contoh kongkrit

3. Membantu peserta didik untuk menginternalisasikan nilai tersebut melalui

tindakan/sikap sebagai suatu proses pembelajaran hidup.

4. Peserta didik yang telah merasa memiliki sifat dan sikap hidup sesuai dengan

nilai-nilai didorong dan dibantu mewujudkannya dalam tingkah laku dan sikap

dalam kehidupan sehari-hari (Sutardjo Adisusilo, 1985: 90-91).

Pengajaran nilai sejarah mengacu pada tujuan pendidikan yang lebih luas.

Sasaran umum pembelajaran sejarah menurut S.K. Kochhar (2008: 27) adalah :

1. Mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri melalui perspektif sejarah

sebagai wujud hasil interaksi di masa lampau dengan lingkungan tertentu.

Tanpa pendalaman terhadap faktor dan nilai sejarah orang akan gagal

memahami identitasnya sendiri.

2. Memberikan gambaran yang tepat tentang konsep waktu, ruang dan

masyarakat, dimana konsep-konsep ini dapat menunjukkan kaitan antara masa

sekarang dan masa lampau sebagai bagian dari sejarah perjuangan suatu

Page 31: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

bangsa. Tanpa kronologis dan konsep diatas kausalitas sejarah perjuangan dan

pemahaman nilai suatu bangsa sulit terwujud.

3. Membuat masyarakat mampu mengevaluasi nilai-nilai dan hasil yang telah

dicapai oleh generasinya.

4. Mengajarkan toleransi untuk menerima perbedaan nilai antar individu.

5. Menanamkan sikap intelektual untuk memahami sejarah sebagai suatu sistem

kerja mental untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman nilai sejarah.

6. Memperluas cakrawala intelektualitas peserta didik dalam mengambil

keputusan penting secara bijaksana, rasional dan objektif dengan

mempertimbangkan kausalitas dan kronologis masa lampau-masa kini-masa

akan datang.

7. Mengajarkan prinsip-prinsip moral sebagai suatu bentuk pengetahuan praktis

dengan memahami pengalaman masa lampau dan nilai-nilai historis yang

menyertainya.

Sejarah diakui sebagai metode yang strategis untuk menanamkan nilai-

nilai luhur kebangsaan. Menurut Soedjatmoko (1995: 9), sejarah diajarkan dalam

dunia pendidikan formal karena sejarah merupakan alat penting untuk membentuk

warga yang baik dan untuk mengembangkan rasa cinta serta setia terhadap negara.

Posisi cukup penting ini menempatkan pendidikan dan pemahaman sejarah

perjuangan bangsa dalam suatu proses refleksi antropologis terhadap perubahan

tingkah laku dan tindakan yang lebih bijaksana di masa yang akan datang (history

makes man wise).

Page 32: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

2. Pengertian Candi

Istilah Candi digunakan untuk menyebut bangunan-bangunan kuno yang

terbuat dari batu atau bata sebagai bangunan peninggalan sejarah periode sejarah

Indonesia Kuno (abad ke-4 sampai abad ke-15) (Asmito. 1988:111). Bangunan-

bangunan ini kebanyakan erat hubungannya dengan keagamaan, khususnya masa

Hindu-Budha.

Wikipedia mendefinisikan Candi sebagai bangunan tempat ibadah dari

peninggalan masa lampau yang berasal dari agama Hindu-Budha. Prof. HJ Krom

dan Dr. WF Stutterheim mengartikan candi dari asal katanya Candika Graha. Jadi

Candi menurut mereka adalah rumah untuk bethari Durga. Menurut Soekmono

(2002:81) candi adalah bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat.

Khusus para raja dan orang-orang terkemuka.

Teori candi sebagai makam diragukan kebenarannya oleh Ida Bagus

Mantra dan Soekmono. Penyelidikan Mantra terhadap isi perigi-perigi candi pada

tahun 1974 telah meruntuhkan teori lama, menurut Soekmono, bangunan candi

digunakan sebagai tempat upacara keagamaan (Soekmono. 1975: 38).

Candi-candi yang dibangun untuk agama Hindu menekankan pada

pemujaan dewa Siwa, sehingga dapat dikatakan bahwa agama Hindu identik

dengan agama Siwa (Sedyawati, 1975: 38), meskipun dalam kepercayaan agama

Hindu dunia ini diatur oleh tiga dewa yang disebut Trimurti, yaitu Dewa Brahma,

Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa.Cerita dan simbol-simbol Hindu banyak

menokohkan Dewa Siwa, oleh karena itu sering dipuja sebagai mahaguru dan

Page 33: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

mahayogi yang menjadi teladan dan pemimpin para pertapa, dan juga sebagai

dewa perusak (Soekmono. 1973: 29).

Candi sebagai semacam pemakaman hanya terdapat dalam agama Hindu,

candi-candi agama Budha dimaksudkan sebagai tempat pemujaan dewa belaka. Di

dalamnya tidak terdapat peta peripih, dan arcanya tidak mewujudkan seorang raja.

Candi sebagai bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu: kaki, tubuh, dan atap.

Kaki candi berbentuk bujur sangkar, dan biasanya agak tinggi, serupa batur, dan

dapat dinaiki melalui tangga yang menuju terus ke dalam bilik. Tubuh candi

terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan, arca ini berdiri di tengah

bilik tepat di atas perigi, dan menghadap ke arah pintu masuk candi. Dinding

relung sisi selatan bertakhta arca Guru, dalam relung Utara arca Durga dan dalam

relung belakang (Barat atau Timur, tergantung dari arah menghadapnya candi)

terdapat arca Ganesa. Pada dinding-dinding yang agak besar relung-relung itu

diubah menjadi bilik-bilik, masing-masing dengan pintu masuknya sendiri.

Dengan demikian maka diperoleh sebuah bilik tengah yang dikelilingi bilik

samping, sedangkan bilik mukanya menjadi jalan keluar masuk candi (Soekmono,

2002:81).

Atap candi terdiri dari susunan tiga tingkatan, yang semakin kecil

ukurannya, dan di puncak terdapat semacam genta, di dalam atap ini terdapat

sebuah rongga kecil yang dasarnya terdapat sebuah rongga kecil yang dasarnya

berupa batu segi empat berpahatkan gambar teratai merah, rongga ini berfungsi

sebagai tempat bersemayam sementara para dewa.

Page 34: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Candi melambangkan alam semesta dengan tiga bagiannya, yaitu: kaki

candi (alam bawah) tempat manusia biasa, tubuh candi (alam antara tempat

manusia telah meninggalkan keduniawiannya dalam dalam keadaan suci menemui

Tuhannya), dan atap candi (tempat dewa-dewa). Candi sebagai tempat sementara

bagi dewa merupakan bangunan tiruan dari tempat dewa yang sebenarnya yaitu

Gunung Mahameru, maka candi dihias dengan berbagai macam ukiran dan

pahatan.

Dilihat dari sudut cara pengelompokannya, maka candi-candi di Indonesia

dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: jenis Jawa Tengah utara, jenis Jawa Tengah

selatan, dan jenis Jawa Timur dengan termasuk di dalamnya candi-candi di Bali

dan di Sumatra Tengah dan Utara. Dilihat dari corak serta bentuknya, candi-candi

Jawa Tengah Utara pada dasarnya tidak berbeda dengan candi-candi Jawa Tengah

Selatan hanya candi-candi Jawa Tengah Selatan itu lebih mewah dan lebih megah

daripada candi-candi Jawa Tengah Utara.

Perbedaan kedua langgam itu sesuai dengan batas waktu dalam sejarah.

Candi berlanggam Jawa Tengah adalah candi-candi dari sebelum tahun 1000

Masehi, termasuk pula beberapa candi dari Jawa Timur. Dan yang digolongkan

langgam Jawa Timur adalah candi-candi sejak abad ke-11 (termasuk Muara Takus

dan Gunung Tua), perbedaan-perbedaan yang terpenting dari kedua langgam

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 35: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Tabel 1.

Perbedaan Langgam Candi Jawa Tengah dan Jawa Timur

No Langgam Jawa Tengah Langgam Jawa Timur

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Bentuk bangunannya tambun

Atapnya nyata berundak-undak

Puncaknya berbentuk ratna atau

stupa.

Pintu dan Relung berhiasakan kala

makara

Reliefnya timbul agak tinggi dan

lukisannya naturalistik

Letak candi di tengah halaman

Menghadap ke timur

Terbuat dari batu andesit

Bentuk bangunannya ramping

Atapnya merupakan perpaduan

tingkatan

Puncaknya berbentuk kubus

Makara tidak ada dan pintu serta

relung hanya bagian atasnya saja yang

diberi kepala kala.

Reliefnya timbul sedikit saja dan

lukisannya simbolis, menyerupai

wayang kulit

Letak candi di bagian belakang

halaman

Menghadap ke barat

Terbuat dari bata

Sumber: Soekmono, 2002:86

3. Pengertian Relief

Relief pada candi merupakan hiasan candi yang dapat melukiskan tumbuh-

tumbuhan atau binatang dan orang-orang atau mahkluk sesuai dengan suasana

gunumg Mahameru. Relief candi sering menggambarkan cerita yang cenderung

bersifat mitologi maupun teologi Hindu-Budha (Bidang Permuseuman dan

Kepurbakalaan. 1994:119).

Page 36: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Relief adalah hiasan candi yang digambarkan atau dipahatkan pada badan

candi. Candi sendiri merupakan salah satu hasil pengaruh Hindu-Budha di

Indonesia. Relief dalam wujud hasil kebudayaan dapat digolongkan dalam

kompleks kebudayaan fisik atau disebut artifact. Berbagai cerita yang

digambarkan dalam relief merupakan hasil dari kompleks aktivitas yang

digerakkan oleh ide-ide. Kompleks ide terdiri dari gagasan-gagasan, norma, dan

nilai-nilai yang bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 1990:186).

Kompleks ide atau gagasan bersumber dari pedoman hidup yang

merupakan identitas diri dari suatu masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut saling

berkaitan dan menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya. Sistem budaya

suatu bangsa memiliki nilai-nilai yang khas. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil

budaya yang dihasilkan, seperti halnya relief candi.

Relief candi merupakan bagian dari seni pahat. Asmito menjelaskan

pengertian seni pahat dan dimensi-dimensinya, sebagai berikut:

Berbicara mengenai seni pahat (seni memahat) merupakan hasil ciptaan manusia dengan cara menciptakan sesuatu dengan memahat. Seni memahat merupakan seni yang berdimensi tiga, yaitu architectur (seni bangunan) dan sculpture (seni pahat) ada dalam ruang dimensi tiga, tetapi seni pahat sebagai citra lebih dekat menggambarkan (painting) dari seni bangunan. Hingga sekarang seni pahat telah diperhatikan terutama dengan penyajian kembali dari makhluk-makhluk hidup dan bentuk-bentuk alam dalam bahan yang nyata yang ada dalam ruang yang sama seperti bentuk-bentuk yang mereka sajikan. Tetapi seni pahat juga mungkin mewujudkan sifat-sifat penting pandangan dan idea telah menyajikan dengan ajeg citra-citra dewata dan orang-orang dalam jiwa kepahlawanan, juga aspek-aspek manusia yang utama. (Asmito, 1988:124).

Page 37: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Oleh karena itu relief kiranya dapat memproyeksikan pandangan, idea atau

aspek-aspek manusia yang utama seperti apa yang telah dijelaskan diatas. Relief

suatu candi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki masyarakat pendukung

hasil kebudayaan tersebut.

Çilpin yang memahat relief candi-candi di Indonesia sampai saat ini

memang belum terungkap secara jelas. Teori akulturasi kiranya dapat dijadikan

pertimbangan, dimana pengambilan unsur-unsur kebudayaan Hindu-Budha hanya

dapat dilakukan karena ada persamaan dengan kebudayaan asli masyarakat

penerima kebudayaan ini. Dalam proses akulturasi dapat dilihat seberapa kuat

dasar-dasar kepribadian budaya penerima, yang menurut F.D.K Bosch disebut

dengan istilah Local Genius (1952).

Hasil karya cipta manusia termasuk relief diciptakan bukan hanya sekedar

memenuhi tuntutan kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani manusia

penciptanya. Oleh karenanya suatu hasil seni, relief tidak hanya merupakan

perwujudan alam tetapi dapat berupa suatu lambang dari kejiwaan manusia

sendiri. Relief dapat dinyatakan sebagai suatu media untuk mengajarkan nilai-

nilai budaya. Nilai budaya terdiri dari etika (budi pekerti, moral, akhlak), persepsi

(pandangan hidup atau cerapan terhadap rangsang), sensabilitas (kepekaan

terhadap sesuatu) dan estetika (keindahan) yang simbolnya seni (Damami, 2002:

5).

Relief selain menjadi hasil budaya yang dapat menyelidiki keadaan sosial-

ekonomi dan budaya masyarakat pada masa lampau sekaligus merupakan sumber

pembelajaran yang tepat untuk mewariskan nilai-nilai budaya. Nilai budaya ini

Page 38: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dapat dipelajari baik dari tampilan relief maupun cerita yang melatar

belakanginya.

3. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Cerita Relief Garudeya Sebagai Sumber

Pembelajaran Sejarah

Pada proses pembelajaran, tidak selamanya guru membawa siswa kepada

obyek sebenarnya atau sebaliknya membawa obyek sebenarnya kepada siswa.

Sebagai contoh, andaikan guru ingin mengajar mengenai zaman pra-sejarah

kurang tepat bila diceritakan dan hanya diperlihatkan gambar berupa

peningggalan-peninggalan sejarah pada zaman tersebut. Oleh karena itu, sumber

belajar yang tepat adalah dengan mendatangi tempat yang berhubungan dengan

hal tersebut sebagai contoh mendatangi museum. Dengan kata lain, setiap

pembelajaran menggunakan satu atau lebih sumber belajar. Guru merupakan salah

satu dari sumber belajar yang dapat memungkinkan siswa belajar.

Menurut Dirjen DIKTI (1983:12) sumber pembelajaran sejarah adalah

segala sesuatu yang digunakan untuk mempelajari sejarah. Menurut AECT

(dikutip Karwono, 2008, 2008:1) sumber pembelajaran sejarah adalah segala

sesuatu yang digunakan siswa dalam belajar sejarah dan menampilkan

kompetensinya. Depdiknas (2003:6) mendefinisikan sumber pembelajaran sejarah

adalah semua sumber (baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunakan

untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi siswa.

Depdiknas (2006:11) sumber pembelajaran sejarah merupakan tempat di

mana bahan ajar dapat diperoleh. Sumber pembelajaran sejarah adalah rujukan,

objek dan atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran sejaran, yang

Page 39: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam,

sosial, dan budaya. Penentuan sumber pembelajaran didasarkan pada standar

kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok atau pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

.Sumber belajar dapat diklasifikasikan sesuai dengan rencana dan proses

pembelajaran. Untuk kepentingan pengajaran bisa direncanakan ataupun langsung

observasi ke lapangan dengan melihat visualisasi dari keberadaan sumber belajar

tersebut. Sudjana (2007: 80-81) menjelaskan bahwa pengertian sumber belajar

juga dapat berupa (1) sumber belajar tercetak (2) sumber belajar non cetak (3)

sumber belajar yang berbentuk faslitas seperti perpustakaan, ruang belajar, studio,

lapangan olah raga; (4) sumber belajar sebagai kegiatan seperti wawancara, kerja

kelompok, observasi, simulasi dan permainan; (5) sumber belajar berupa

lingkungan masyarakat seperti taman, terminal, pasar, toko, pabrik, museum dan

lingkungan situs atau cagar budaya.

Sumber belajar sejarah yang lain juga dapat diperoleh melalui

perpustakaan, arsip serta bentuk fisik bangunan cagar budaya. Benda cagar

budaya dan situs sebagai peninggalan sejarah masa lalu perlu dipelajari.

Mempelajari sejarah masa lalu bangsa dengan sungguh-sungguh dapat mendorong

suatu proses pemahaman nilai.

Relief selain sebagai peninggalan sejarah masa lampau, juga merupakan

hasil budaya yang dapat diamati untuk menyelidiki keadaan sosial-ekonomi dan

budaya masyarakat pada masa lampau sekaligus sebagai sumber dalam

mewariskan nilai-nilai pendidikan. Nilai-nilai pendidikan ini dapat dipelajari baik

Page 40: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

dari tampilan relief maupun dari cerita yang melatarbelakanginya. Relief sebagai

wahana menggambarkan kisah yang sifatnya didaktik, berperan mengingatkan

umat dan masyarakat tentang ajaran moral dibalik seni tersebut.

Melalui visualisasi relief-relief ini, para seniman penciptanya berkeinginan

untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada masyarakat. Sudah barang

tentu pesan-pesan tersebut diharapkan dapat menjadi pandangan hidup, pegangan

hidup, bahkan perjuangan hidup khsusnya bagi generasi penerus dalam

menghadapi tantangan zaman globalisasi. Dikatakan demikian antara lain karena

nilai-nilai pendidikan bangsa Indonesia tampak semakin memudar. Padahal

seharusnya nilai-nilai pendidikan yang masih relevan dengan kebutuhan

masayarakat tersebut harus terus digali dan dikembangkan. Hal ini terutama untuk

menghadapi tantangan era globalisasi, yang perlu ditanggapi untuk

mempertahankan jati diri bangsa.

Menurut Krathwohl (1964), proses pembentukan nilai (dan

pengembangan) nilai-nilai pada anak didik ada lima tahap.

a. Receiving (menyimak dan menerima). Dalam hal ini anak menerima secara

aktif, artinya anak telah memilih untuk kemudian menerima nilai. Jadi pada

tahap ini anak baru mnerima saja.

b. Responding (menanggapi). Pada tahap ini anak sudah mulai bersedia

menerima dan menanggapi secara aktif. Dalam hal ini ada tiga tahapan

sendiri, yakni manut (menurut), bersedia menanggapi, dan puas dalam

menanggapi.

Page 41: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

c. Valuing (memberi nilai), pada tahap ini anak sudah mampu membangun

persepsi dan kepercayaan terkait dengan nilai yang diterima. Pada tahap ini

ada tiga tingkatan yakni: percaya terhadap nilai yang diterima, merasa terikat

dengan nilai dipercayai, dan memiliki keterkaitan batin dengan nilai yang

diterima.

d. Organization, dimana anak mulai mengatur sistem nilai yang ia terima untuk

ditata dalam dirinya dalam konteks perilaku.

e. Characteristerization, atau karakterisasi nilai yang ditandai dengan

ketidakpuasan seseorang untuk mengorganisir sistem nilai yang diyakininya

dalam hidupnya yang serba mapan, ajek, dan konsisten.

Dalam pendidikan nilai kita menginginkan munculnya kesadaran

pelaksanaan nilai-nilai positif dan menghindarkan nilai-nilai negatif. Relief cerita

Garudeya memuat beberapa nilai positif dan nilai negatif, nilai-nilai positif

tersebut antara lain: berani memikul resiko, lapang hati, berlembut hati,

berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, bersahaja, bersemangat,

bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, jujur, kesatria, komitmen,

kooperatif, lugas, mandiri, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian,

berpengendalian diri, rajin, rasa kasih sayang, rasa malu, rasa memiliki, rasa

percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, siap mental, sikap adil,

hormat, sportif, susila, takut bersalah, saling menghormati, patuh terhadap orang

tua, menepati janji, tegar, tegas, tekun, terbuka dan ulet.

Adapun nilai-nilai negatif dalam cerita relief Garudeya pada candi Kidal

yang seharusnya dihindari adalah : bohong, buruk sangka, curang, ceroboh,

Page 42: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dengki, egois, fitnah, iri, ingkar janji, keras kepala, khianat, kasar, licik, lupa diri,

malas, meremehkan, melecehkan, pemarah, pendendam, pembenci, pesimis,

pengecut, putus asa, sombong, serakah, dan picik.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian Kunardi (1995)” Peranan Museum Sebagai Sumber Belajar dan

Peningkatan Terhadap Minat Belajar Sejarah Dalam Rangka Peningkatan

Wawasan Kebangsaan”, (Studi Kasus Di Jurusan Sejarah FS Dan FKIP

Universitas Sebelas Maret); Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri

Jakarta KPK Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini mengkaji peranan museum

sebagai sumber belajar dalam peningkatan wawasan kebangsaan pada mahasiswa

jurusan sejarah. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai sumber belajar

dan sebagai obyek penelitian museum banyak memberikan masukan kepada

lembaga pendidikan sejarah dalam mengembangkan kurikulum tidak hanya

merupakan tuntutan mutu pendidikan, melainkan juga merupakan tuntutan

masyarakat ilmu jika lembaga pendidikan tinggi tidak bisa hanya memandang

museum sebagai obyek hiburan dan kepariwisataan.

Penelitian Soeprapto (1999) ”Kontribusi Tingkat Pemanfaatan Museum

Radya Pustaka dan Prestasi Belajar Sejarah Terhadap Wawasan Kebangsaan”,

(Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Se-Kodya

Surakarta);Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Penelitian ini

mengkaji tentang pemanfaatan museum Radya Pustaka sejauh mana dalam

meningkatkan prestasi belajar untuk meningkatkan wawasan kebangsaan pada

Page 43: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

siswa sekolah menengah kejuruan. Walaupun pemanfaatan museum belum

maksimal, namun telah memberikan kontribusi positif. Oleh karena itu, guru dan

sekolah perlu menindak lanjuti pemanfaatan museum Radya Pustaka.

Penelitian Agus Mursidi (2010) yang berjudul ”Pemanfaatan Museum

Blambangan sebagai Sumber Belajar Sejarah (Studi Kasus pada siswa kelas X

SMA Negeri Kabupaten Banyuwangi). Penelitian ini mengkaji tentang

pemanfaatan museum Blambangan dan jenis-jenis koleksi apa saja yang terdapat

pada Museum Blambangan yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah pada

siswa kelas X SMA Negeri Kabupaten Banyuwangi. Kesimpulan dari penelitian

tersebut adalah pemanfaatan Museum Blambangan yang bersifat visual berupa

koleksi benda-benda museum merupakan sumber belajar sejarah yang

representatif untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai kejadian

masa lampau. Koleksi museum yang dimanfaatkan dalam pembelajaran sejarah

bagi siswa SMA mengajari siswa secara tidak langsung untuk memahami kejadian

masa lampau, belajar analisis, dan berpikir kritis. Pemanfaatan museum harus

sesuai dengan kompetensi dasar yang telah dicanangkan oleh guru.

Penelitian Septina Alrianingrum (2010) yang berjudul ”Cagar Budaya

Surabaya Kota Pahlawan sebagai Sumber Belajar (Studi Kasus Mahasiswa

Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Negeri Surabaya).

Peneltian ini mengkaji kemampuan mahasiswa mengidentifikasi jenis cagar

budaya Surabaya kota Pahlwan dalam pembelajaran sejarah dan keberadaan cagar

budaya tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, kesimpulan dari

peneltian ini adalah keberadaan cagar budaya di Surabaya memiliki beberapa jenis

Page 44: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

cagar budaya yaitu situs, bangunan, dan lingkungan cagar budaya. Jenis-jenis

cagar budaya tersebut mendorong siswa mampu membedakan jenis bangunan dan

juga pemnafaatan cagar budaya sebagai sumber belajar mendorong mahasiswa

dapat memahami dan menumbuhkan sikap pelestarian akan fungsi dan peranan

cagar budaya sebagai pendukung identitas suatu kota

Keempat penelitian tersebut relevan untuk dijadikan sebagai bahan

perbandingan dan referensi dalam memiliki mengkaji tentang pemanfaatan suatu

objek untuk dijadikan sumber belajar dalam pembelajaran sejarah, namun

demikian penelitian-penelitian tersebut sudah memanfaatkan suatu obyek tertentu

sebagai sumber pembelajaran sejarah tetapi belum sepenuhnya optimal. Peneltian

ini mencoba untuk memanfaatkan salah satu sumber pembelajaran yaitu nilai-nilai

pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai salah satu alternatif sumber

pembelajaran sejarah.

C. Kerangka Berpikir

Relief cerita Garudeya yang terdapat pada Candi Kidal merupakan salah

satu sumber belajar seperti halnya sumber-sumber belajar yang lainnya. Relief

cerita Garudeya memiliki nilai-nilai pendidikan yang dapat ditanamkan pada

peserta didik terutama siswa sekolah menengah pertama (SMP) selain itu dapat

memperkaya kurikulum pendidikan dan disesuaikan dengan kompetensi dasar

pendidikan terutama pada pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

terutama pada kelas VII semester 2.

Relief cerita garudeya pada Candi Kidal dapat dimanfaatkan sebagai

sumber belajar, permasalahan yang terjadi di lapangan adalah mengapa relief

Page 45: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

cerita garudeya belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran

sejarah. Terdapat beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam memanfaatkan

nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai sumber pembelajaran

sejarah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan solusi praktis sebagai alternatif

pemecahan, yaitu dengan mendeskripsikan dan mengkaji nilai-nilai pendidikan

apa saja yang terdapat pada relief cerita Garudeya yang dapat digunakan sebagai

sumber pembelajaran sejarah, nilai-nilai ini dapat disesuaikan dengan standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dan juga diimplementasikan dalam

pembelajaran sejarah di kelas. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu

alternatif sumber pembelajaran sejarah.

Dari uraian di atas, kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 46: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir

Candi Kidal

Relief Garudeya

Nilai-Nilai Pendidikan

Pemanfaatan Nilai-Nilai Pendidikan sebagai

Sumber Belajar

Kendala dan Solusi Yang Ditawarkan

Sumber Pembelajaran

Sejarah

Page 47: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan pada candi Kidal dan SMP Negeri 10 Malang

khususnya pada siswa kelas VII, dengan pertimbangan untuk mendeskripsikan

nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief Garudeya dan implementasi nilai-nilai

pendidikan tersebut sebagai sumber pembelajaran sejarah dalam proses

pembelajaran sejarah di kelas.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yang diawali dengan persiapan

awal sampai penyusunan laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif

yang membahas tentang kajian fenomenologis dan diungkapkan secara deskriptif

analisis kritis, dan penelitian ini bersifat naturalistic yang memfokuskan pada

pengumpulan infomasi tentang keadaan atau realita yang sedang berlangsung

dengan menggambarkan sifat dari keadaan saat penelitian dilakukan, serta

memeriksa dari suatu gejala tertentu secara alamiah (William dan Lexy Moleong,

1995: 16-17).

Untuk mendeskripsikan relief dan juga nilai-nilai pendidikan dalam cerita

relief Garudeya, peneliti menggunakan pendekatan semiotika untuk interpretasi

Page 48: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

data. Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku (Zoest,

1993: 1). Semiotika berusaha mencari dan memberi arti pada benda-benda atau

gejala-gejala. Menurut Pierce tanda adalah segala sesuatu yang ada pada

seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal dan kapasitas

(Zoest, 1992: 43).

Relief merupakan tanda yang mengemukakan sesuatu. Tanda digunakan

atas dasar konvensi masyarakat, akan tetapi tanda dapat diinterpretasikan

berdasarkan pengalaman empiris dari pemakainya. Pendekatan semiotika dalam

penelitian tentang tanda dapat di bedakan menjadi dua: pertama pendekatan

semiotika yang hanya memperhatikan tanda-tanda yang disertai maksud (signal),

yang digunakan dengan sadar oleh mereka yang mengirimkannya dan mereka

yang menerimanya, dalam pendekatan yang pertama ini, studi semiotika hanya

berpegang pada makna primer (denotasi).

Kedua yaitu pendekatan semiotika yang menaruh perhatian pada tanda-

tanda tanpa maksud (symptom) yang sering dihasilkan oleh pengirim tanpa

disadari. Para ahli semiotika ini tidak hanya perpegang pada denotasi tanda yang

disampaikan, tetapi berusaha untuk mendapatkan makna sekunder (konotasi)

(Zoest, 1992: 3). Relief wicarita Garudeya sebagai tanda yang di buat dengan

maksud, dipahatkan oleh para çilpin dengan denotasi ajaran Hindu. Pemahatan

relief kadang kala menjadi tanda dengan makna sekuder yang dihasilkan çilpin

tanpa disadari.

Page 49: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Hal ini sesuai dengan pendapat Kusen (1985), yang menyimpulkan adanya

kreatifitas seniman lokal dalam usaha mencerminkan keadaan dan peristiwa

dalam relief candi berdasarkan sudut pandang, rasa dan selera serta banyaknya

terjadi pemahatan relief yang hanya didasarkan cerita lisan, sedangkan naskah

ceritanya baru ditemukan kemudian. Dengan demikian relief sebagai tanda akan

memberi makna sekunder (konotasi) yang dapat dimaknai dengan melihat

tampilannya. Relief sebagai tanda memberi konotasi yang dihubungkan dengan

idiologi, karena jika kita mencari tanda-tanda yang dipakai dalam budaya tertentu

maka kita akan menemukan idiologi yang menguasai budaya tersebut (Zoest,

1993: 51). Idiologi ini kemudian akan dijadikan alat interpretasi.

Bidang kajian semiotik yang digunakan adalah kajian kode budaya yaitu

kajian sistem tanda yang merupakan sistem kebiasaan dan sistem nilai. Kajian ini

dapat menunjuk ke sistem etiket, hierarki dan sistem sekunder (tentang mite,

legenda, dan teologi yang menyajikan cara pandang dunia dari suatu masyarakat

tertentu) (Zoest, 1992: 40). Menurut Saussure, tanda memiliki dua entitas, yaitu

signifier dan signified atau wahana ‘tanda’ dan ‘makna’ atau ‘penanda’ dan

‘petanda’. Petanda adalah segala sesuatu yang telah dikerjakan dengan aktivitas

mental seseorang sebagai penanda. Penanda merupakan aspek formal tanda yang

berperan sebagai penghantar makna. Tanda mengekspresikan gagasan sebagai

kejadian mental yang berhubungan dengan pikiran manusia. Jadi, secara implisit

tanda dianggap sebagai alat komunikasi (Zoest, 1992: 42). Relief merupakan

wahana tanda, sedang penggambaran relief merupakan petanda yang dihasilkan

Page 50: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

oleh para çilpin dengan makna yang disadari maupun tidak disadari untuk

mengekspresikan gagasan dan pikirannya.

Sebagai alat komunikasi, relief merupakan salah satu bentuk bahasa non

verbal. Bahasa sendiri adalah simbol dari masyarakat pendukungnya. Semiotika

menekankan konteks sosial atau jiwa jaman dari relief yang dibentuk. Oleh karena

itu makna relief harus dirunut dari budaya masyarakat pada masa itu. Gambaran

budaya di Jawa pada masa itu hanya dapat diperoleh melalui perbandingan

budaya yang telah terjadi dari masa ke masa. Melalui bahasan sejarah Jawa telah

disimpulkan bahwa ada benang merah tentang cita-cita jiwa jaman masa Hindu-

Budha yang masih terpelihara hingga masa kini. Khususnya di Yogyakarta dan

Surakarta yang menjadi sentral kebudayaan Jawa.

Berdasarkan hubungan dengan acuannya, tanda pada prinsipnya dapat

dibagi menjadi beberapa jenis. Pierce menyebutkan 3 jenis tanda yang dikenal

dengan trikotomi Pierce: (1). Hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa

kemiripan; tanda itu disebut ikon, (2). Hubungan ini dapat timbul karena ada

kedekatan eksistensi; tanda itu disebut indeks, (3). Hubungan yang sudah

terbentuk secara konvensional dan tidak ada hubungan alamiah; tanda itu disebut

simbol. Beberapa ahli menambahkan satu jenis lagi dimana hubungan yang terjadi

adalah hubungan kausalitas maka tanda itu disebut sinyal (Zoest, 1992: 9). Dalam

suatu relief, tanda lebih banyak berupa simbol, meskipun beberapa diantaranya

dapat memiliki aspek ikon atau aspek indeks.

Dalam penelitian semiotika ada 2 jenis pendekatan yaitu semiotika

komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi sering didefinisikan

Page 51: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

sebagai proses penerimaan isyarat dari suatu sumber melalui pemancar dan

saluran tujuan, sedangkan semiotika signifikasi merupakan proses pemberian

isyarat yang tidak hanya bersifat sebagai stimulus saja akan tetapi menimbulkan

respon interpretatif bagi yang dituju. Proses ini dimungkinkan dengan adanya

kode Jika sesuatu yang benar-benar tersaji pada persepsi orang yang dituju

mewakili sesuatu yang lain, itu berarti ada signifikasi. Kode itu harus

memperhitungkan kemungkinan kesesuaian yang mantap antara persepsi yang

melambangkan dan korelatnya (Zoest, 1992: 33).

Relief candi merupakan tanda yang bersifat visual dengan kode-kode

budaya yang melambangkan nilai-nilai tertentu. Tampilan atau penggambaran

relief dapat memberikan stimulus kepada orang yang melakukan pradaksina

patha (berjalan menganankan candi) untuk memberikan respon interpretatif

berdasarkan persepsi mereka pada kode-kode budaya yang melingkunginya,

dengan demikian penelitian ini cenderung menggunkan pendekatan semiotika

signifikasi.

Peneliti menggunakan cara pendekatan pola pikir dan analisis keterkaitan

antar variabel pokok yang saling terkait dalam proses pemanfaatan relief cerita

Garudeya pada candi Kidal sebagai sumber belajar dan pemahaman sejarah pada

siswa. Tujuan untuk mengetahui efektivitas pencapaian tujuan, hasil, atau dampak

suatu kegiatan mengenai proses pelaksanaan yang telah direncanakan (Sutopo,

2006: 142).

Page 52: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

C. Sumber Data

Adapun jenis data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Informan yang terdiri dari ahli-ahli arkeologi, juru kunci Candi, guru sejarah

SMP Negeri 10 Malang.

2. Dokumen: berupa perangkat administrasi dalam proses pembelajaran meliputi,

tugas siswa, RPP, silabus serta dokumen-dokumumen yang relevan mengenai

Candi Kidal dan relief cerita Garudeya

3. Tempat dan Peristiwa yaitu kegiatan pembelajaran sejarah di kelas dan Candi

Kidal.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam atau in-depth interviewing. ”the purpose of

interviewing is to find out what is in and on some one else’s mind”

(Patton, 1983:196), Wawancara mendalam (indepth interview) yang

dilakukan lebih menyerupai suatu bentuk dialog antara peneliti dan

narasumber dilakukan dalam suasana santai. Agar wawancara mendalam

lebih terarah maka dipersiapkan pedoman wawancara (interview guide)

yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada guru SMP Negeri 10 Malang,

pertanyaan ini dilakukan untuk menggali beberapa informasi mengenai

pelaksanaan pembelajaran sejarah yang telah dilakukan selama ini,

Page 53: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

keberadaan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya,

pemanfaatan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai

sumber pembelajaran sejarah, dan kendala-kendala dalam pemanfaatan

nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai sumber

pembelajaran sejarah.

2. Mengkaji dokumen dan arsip (content analysis) tentang Candi Kidal

khususnya tentang relief cerita Garudeya yang akan dijadikan objek dalam

penelitian, karena sumber data ini merupakan data penting untuk

menemukan data yang beragam sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

penelitian

3. Observasi adalah pengamatan secara langsung tentang situasi maupun

kondisi objek verbal mupun non verbal di lokasi penelitian. Menurut

Spradley yang dikutip Sutopo (2006:228), observer hanya sebagai

pengamat yang hadir di lokasi, teknik penelitian ini disebut observasi

berperan pasif. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan terhadap

relief garudeya yang terdapat pada candi Kidal, untuk mengetahui bentuk

dan deskripsi relief serta mencocokkannya dengan dokumen-dokumen

tentang relief cerita garudeya. Selain itu peneliti juga melakukan

pengamatan terhadap proses pembelajaran sejarah yang dilakukan oleh

guru di SMP Negeri 10 Malang. Beberapa alasan mengapa pengamatan

dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penulisan kualitatif, menurut Guba

dan Lincoln (1981) dalam Moleong (2007: 174-175), adalah (1) teknik

pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung, (2)

Page 54: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

memungkinkan melihat dan mengamati sendiri dan mencatat perilaku serta

kejadian sebagaimana yang sebenarnya, (3) dapat mencatat peristiwa

dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun

data yang lansung diperoleh dari data, (4) mengecek kepercayaan data

pada data-data yang diragukan bias, dan (5) penulis mampu memahami

situasi-situasi yang rumit dan kompleks.

E. Validitas Data

Validitas data yang dikembangkan dalam penelitian adalah teknik

trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi data (sumber) menjadi

pilihan karena dapat memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda, misalnya

nilai historis benda peninggalan sejarah berupa candi dapat digali dari sumber

data berupa narasumber dan data arsip.

Trianggulasi sumber dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber

data yang berbeda; berarti data yang diperoleh dari sumber yang satu bisa teruji

bila dibandingkan dengan data yang sejenis dan sumber lain (Sutopo, 2006: 93).

Dalam hal ini peneliti mewawancarai narasumber yang berbeda dan

membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dari narasumber yang

lainnya, misalnya membandingkan data hasil wawancara dengan informan guru

mengenai pemanfaatan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai

sumber pembelajaran sejarah dengan data hasil wawancara dengan guru lainnya

dengan topik yang sama.

Page 55: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Penelitian ini juga menggunakan trianggulasi metode. Dalam hal ini

peneliti mengumpulkan dan kemudian membandingkan data yang telah terkumpul

melalui berbagai metode tertentu. Data yang diperoleh dari hasil wawancara

dibandingkan dengan hasil pengamatan muupun data dari dokumen. Misalnya

membandingkan data hasil wawancara dengan salah satu guru mengenai relief

cerita garudeya dengan data yang diperoleh dari sumber buku teks atau dokumen

mengenai relief garudeya. Data yang diambil dari berbagai metode tersebut

selanjutnya dianalisis untuk mencari kebenaran dengan mencermati data yang

sama.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif-kualitatif dengan tehnik

analisis interaktif (Miles dan Huberman, 1984: 22-23). Adapun alasan penelitian

kualitatif di atas dimaksudkan untuk lebih mementingkan proses pengumpulan

data beragam dan disusun sebagai kekhususan untuk dikelompokkan bersama

melalui proses pengumpulan data secara teliti serta saling berkaitan (bottom up

grounded theory) (Sutopo, 2006: 41). Analisis ini dilakukan bersamaan dengan

proses pelaksanaan di lapangan yang disusun secara lentur dan terbuka (Sutopo,

2006: 42).

Teknik analisis interaktif ini memiliki tiga komponen analisis yaitu

reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi yang

digambarkan pada gambar di bawah ini :

Page 56: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Gambar Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2006: 120)

Selanjutnya aktivitas penelitian hanya bergerak di antara tiga komponen

analisis tersebut. Penyajian data sebagai alur penting dari kegiatan analisis

interaktif digunakan untuk melihat hasil data kuesioner sebagai langkah awal

penelitian. Sedangkan hasil observasi dan wawancara digunakan untuk

menentukan proses analisis pemahaman pembelajaran secara sistematis dan

objektif didukung proses analisis yang didapat dari sumber arsip dan dokumen

yang didapat melalui metode kritik sumber intern dan ekstern. Kritik sumber

tersebut digunakan untuk membantu interpretasi data yang diolah sehingga

menghasilkan hipotesis yang obyektif (Gunnar Myrdal, 1981: 25). Setiap

kelompok data yang telah direfleksi lalu saling dikomparasikan untuk menemukan

perbedaan dan persamaan persepsi dalam tujuan penelitian awal sehingga

simpulan yang didapat menjadi lebih jelas.

Analisis ketiga yang penting adalah menarik simpulan atau verifikasi.

Peneliti memberi simpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis. Model

Pengumpulan Data

(1) Reduksi data

(3) Penarikan

Simpulan/Verifikasi

(2) Sajian Data

Page 57: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

analisis ini memiliki kekuatan pada proses analisisnya yang dilakukan berulang-

ulang, sehingga pada tahap ini diperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Pengumpulan data terakhir dilakukan dengan menarik simpulan

/verifikasi berdasarkan reduksi dan sajian data. Kedalaman dan ketelitian proses

analisis akan menentukan gambaran umum yang detil tentang proses pemahaman

siswa yang memanfaatkan relief candi sebagai sumber belajar.

Page 58: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Latar

1. Gambaran Candi Kidal

Candi Kidal terletak di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang sekitar 20 km

sebelah timur kota Malang Jawa Timur. Candi Kidal dibangun pada tahun 1248

M, bertepatan dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut

Cradha untuk menghormati raja Anusapati yang telah meninggal. Setelah selesai

pemugaran kembali pada dekade 1990-an, candi ini sekarang berdiri dengan tegak

dan kokoh serta menampakkan keindahannya.

Candi ini memiliki panjang: 10,8 meter, lebar: 8,36 meter, dan tinggi

12,26 meter. Secara vertikal candi ini dapat dibagi menjadi kaki candi, tubuh

candi, dan atap candi, di dalam bilik candi tidak ditemukan arca selain yoni di

tengah-tengah ruangan. Ketika ditemukan sudah berada di luar ruangan, diduga

berasal dari ruangan candi.

Candi Kidal sesungguhnya memiliki beberapa kelebihan menarik

dibanding dengan candi-candi lainnya, candi Kidal terbuat dari batu andesit dan

berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak agak tinggi dengan tangga

masuk ke atas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan

candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga memberi kesan

ramping.

Page 59: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk

melingkar menghiasi badan candi, atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin

ke atas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup

luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas

candi Budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan.

Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan di atas pintu

masuk dan bilik-bilik candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya

dikenal sebagai bangunan suci. Hiasan kepala kala candi Kidal nampak

menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya terbuka dan nampak dua

taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan. Adanya taring

tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timuran. Di sudut kiri dan

kanannya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam.

Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah tembok keliling

yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat

tangga masuk menuju kompleks candi di sebelah barat melalui tembok tersebut

namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya, jika dilihat dari

perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, nampak agak

menjorok ke dalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran

candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat bencana alam seperti

banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.

Dirunut dari usianya, Candi Kidal merupakan candi tertua dari

peninggalan candi-candi periode Jawa Timur pasca Jawa Tengah (abad ke 5-10

M). Hal ini karena periode Mpu Sindok (abad 10 M), Airlangga (abad 11 M) dan

Page 60: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Kediri (abad 12 M) sebelumnya tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Candi

Belahan dan Jolotundo yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan

petirtaan. Bertittik tolak dari uraian di atas, dengan masih memiliki corak Jawa

Tengahan dan mengandung unsur Jawa Timuran maka candi Kidal dibangun pada

masa transisi dari kedua periode tersebut .

Nama Kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias candi

makam Anusapati yang tidak lazim, dimana umumnya ragam hias terutama relief-

relief pada candi bersifat pradaksina (sansekerta = searah jarum jam), tetapi candi

Kidal justru bersifat praswya (sansekerta = berlawanan arah jarum jam. Kidal

sendiri dalam bahasa Jawa Kuno bermakna ”kiri”(Agus Sunyoto, 2000: 57).

Dengan memahami bahwa nama Kidal memiliki arti ”kiri” atau prasawya

yaitu berlawanan dengan arah kelaziman, maka keberadaan Anusapati dapat

dilihat dari dua aspek. Pertama, Anusapati adalah pengikut aliran Saiva yang

menyimpang dari paham Saiva yang lazim dianut masyarakat dewasa itu. Kedua,

Anusapati adalah putra ”kiri” dari Raja Rajasa Sang Amurwabhumi yang

menurunkan Warddhanawangsa sedang Raja Rajasa Sang Amurwabhumi

menurunkan Rajasawangsa, perpaduan kedua wangsa itu melalui perkawinan

yang melahirkan wangsa baru yang beridentitas ”Rajasa, Girindra, dan

Warddhana” sebagaimana terpateri pada nama Kertarajasa Jayawarddhana,

Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisynuwarddhani, Rajasawarddhana,

Girindrawarddhana (Agus Sunyoto, 2000: 57-58).

Pada bagian kaki candi terpahatkan tiga buah relief indah yang

menggambarkan cerita legenda Garudeya (Garuda). Cerita ini sangat populer

Page 61: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

dikalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan.

Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut mengisahkan tentang

perjalanan Garuda dalam perbudakan dengan penebusan air suci amerta. Cerita ini

juga terdapat pada candi Sukuh (lereng utara Gunung Lawu). Terdapatnya relief

Garuda pada candi yang bersifat Saiva seperti candi Kidal semakin memperkuat

anggapan bahwa Anusapati mengikuti ajaran yang menyimpang dari Sivaisme

yang lazim, karena kisah Garuda lebih bersifat Vaisnava.

Cerita Garuda sangat dikenal masyarakat pada waktu berkembang pesat

agama Hindu aliran Waisnawa (Wisnu) terutama pada periode kerajaan Kahuripan

dan Kediri. Airlangga, raja Kahuripan setelah meninggal diwujudkan sebagai

dewa Wisnu pada candi Belahan dan Jolotundo, dan patung Wisnu di atas garuda

paling indah sekarang masih tersimpan di Musium Trowulan dan diduga berasal

dari Candi Belahan.

2. Gambaran SMP Negeri 10 Malang

Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Malang terletak di Jalan Mayjend

Sungkono No. 57 Kota Malang. SMP ini terletak pada lokasi yang strategis dan

mudah dijangkau dengan sarana transportasi umum. Sekolah ini didukung oleh

tenaga pengajar dan latar belakang pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang

diampu.

Guru IPS di SMP Negeri 10 Malang ada 8 orang, hanya 3 orang yang

memiliki latar belakang pendidikan sarjana strata 1 pendidikan sejarah. Secara

umum guru juga sudah mengenal berbagai metode pembelajaran yang inovatif,

Page 62: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

dan sebagian guru sudah melaksanakan metode pembelajaran tersebut ( Joko

Yuniarto, Wawancara, 8 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no 1). Berikut ini

adalah ketenagaan di SMP Negeri 10 Malang.

Tabel 2.

Jumlah Tenaga Guru SMP Negeri 10 Malang

No. Mata Pelajaran Jumlah Guru

1. IPA 9

2. Matematika 7

3. Bahasa Indonesia 7

4. Bahasa Inggris 5

5. Pendidikan Agama 3

6. IPS 8

7. Penjasorkes 3

8 Seni Budaya 1

9. PKn 6

10. TIK/Ket 5

11. BK 2

Jumlah 56

GTT 9

Sumber: Dokumen SMP Negeri 10 Malang, tahun 2011

Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan juga merupakan salah satu

satu syarat dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswa.

Tabel berikut ini menunjukkan kelengkapan sarana prasarana yang dimiliki oleh

sekolah.

Page 63: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Tabel 3.

Sarana dan Prasarana SMP Negeri 10 Malang

No. Sarana/Ruang Jumlah

1. Ruang Teori/ Belajar 28

2. Laboratorium Bahasa Inggris 1

3. Laboratorium Fisika 1

4. Laboratorium Komputer 1

5. Ruang Perpustakaan 1

6. Ruang Tata Boga 1

7. Ruang Aula 1

8. Masjid Sekolah 1

9. Ruang Guru 1

10. Ruang Kepala Sekolah 1

11. Ruang Tata Usaha 1

12. Ruang UKS 1

13. Ruang staff 1

14. Ruang BK/BP 1

15. Ruang OSIS 1

16. Ruang Kantin 1

17. Tembok serbaguna

18. Ruang Gudang 2

19. Lapangan Sepak Bola 1

20. Lapangan Voli 1

21. Lapangan Basket 1

22. Lapangan Lompat Jauh 1

23. Lapangan Bulutangkis 1

Sumber: Dokumen SMP Negeri 10 Malang, tahun 2011

Page 64: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Guru sudah melakukan berbagai inovasi-inovasi terbaru dalam hal

pembelajaran sejarah, seperti penggunaan kartu-kartu dan penggunaan gambar-

gambar.Selain di dalam kelas, pembelajaran juga dilakukan di luar kelas. Hal ini

dilakukan oleh anak-anak kelas VII yaitu berkunjung pada candi-candi yang ada

di sekitar Malang raya, yaitu candi Badut, candi Singosari, dan candi Sumberawan

sedangkan ke candi Kidal sendiri belum dilakukan karena letaknya yang relatif

jauh dari sekolah dan pelaksanaannya dilakukan pada hari minggu (Rakhmawati,

wawancara, 10 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no. 6).

Selama pembelajaran sejarah di kelas, guru tidak hanya menggunakan satu

metode saja, Rakhmawati menyatakan bahwa setiap semester selalu menggunakan

metode yang berbeda-beda yang dicontohkan dengan menggunakan metode

sosiodrama. Tetapi metode ini memiliki beberapa kelemahan yaitu peserta didik

kurang bisa memerankan karakter tokoh yang diperankan, sehingga digunakan

metode lain yaitu tugas terstruktur yang diberikan pada setiap akhir pelajaran

(wawancara, 10 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no. 6).

B. Sajian Data

1. Deskripsi Relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur

Cerita Garudeya adalah cerita kepahlawanan yang biasa disebut dengan

epos atau wiracarita. Wiracarita Garudeya berasal dari kebudayaan Hindu yang

sarat dengan ajaran agama. Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan

dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi

kecuali pintu masuk. Berikut adalah penggambaran dari setiap relief yang

Page 65: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

dilakukan secara pradaksina (berjalan searah jarum jam dimulai dari sisi sisi

sebelah utara atau sisi sebelah kiri candi.

a. Sisi Utara

Garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, kaki kanan ditekuk dengan

lutut menumpu pada landasan. Tangan kanan diangkat di atas dengan sikap

menyangga suatu benda yang bulat. Di atas kepala garuda duduk seorang

wanita di atas padma. Kaki kiri wanita tersebut dalam sikap bersila, kaki

kananya menggantung ke bawah disangga oleh tangan kanan garuda.

Disampingnya terukir 3 ekor naga.

b. Sisi Timur

Garuda digambarkan dalam sikap yang sama seperti sisi utara, tangan kanan

memegang seberkas ikatan yang ditafsirkan sebagi seikat kuca rumput. Di atas

kepala garuda terdapat guci amerta.

c. Sisi Selatan

Garuda masih digambarkan dengan sikap yang sama, di atas kepalanya ada

tiga ekor padma, ekor naga menggantung ke bawah disangga oleh tangan

garuda (Hasil Pengamatan, 9 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no. 5)

Sedangkan arah pembacaan relief dilakukan dengan cara prasawya

(berjalan berlawanan dengan arah jarum jam, dimulai dari sisi sebelah selatan atau

sisi kanan tangga masuk candi) maka akan didapatkan susunan:

a. Sisi selatan

Garuda dalam kekuasaan para naga. Ibu Garuda masih dalam perbudakan

Sang Kadru

Page 66: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

b. Sisi Timur

Garuda telah mendapatkan amerta sebagai penebus ibunya, seikat kuca

(rumput) menjelaskan pada kita bahwa amerta telah direbut dari para dewa

dan kini disangkutkan pada kuca, sementara para naga disuruh oleh garuda

membersihkan badannya sebelum minum amerta.

c. Sisi Utara

Garuda siap berangkat bersama ibunya meninggalkan para naga karena telah

bebas dari perbudakan sang Kadru. (Hasil pengamatan, 9 Oktober 2011, lihat

catatan lapangan no. 5)

Deskripsi narasi relief cerita Garudeya

Relief cerita Garudeya merupakan kisah tentang Garuda yang terdapat

pada kitab Adiparwa, kisah ini merupakan kisah kesusastraan Jawa Kuno yang

sangat populer di kalangan rakyat pada masa itu. Berkisah tentang perjalanan

Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci

amerta. Berikut ini akan disajikan beberapa adegan relief cerita Garudeya. Cerita

Garudeya ini dipaparkan pada 3 panel relief yang masing-masing panel memuat

satu adegan cerita, cerita Garudeya yang akan disajikan disarikan dari beberapa

sumber dan telah diamati langsung oleh penulis. Untuk mengamati dan menyimak

alur cerita wiracarita Garudeya dilakukan dengan cara Prasawya (berjalan

berlawanan dengan arah jarum jam, dimulai dari sisi selatan atau sisi kanan tangga

masuk candi). Penulis juga berusaha menyamakan cerita dari mulai bagian

pertama hingga terakhir dengan penggambaran relief yang ada pada candi Kidal

dan berdasarkan hasil pengamatan penulis menarik suatu kesimpulan bahwa untuk

Page 67: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

melihat cerita Garudeya secara utuh dan berurutan harus dimulai dari sisi sebelah

selatan candi atau sisi sebelah kanan tangga masuk candi.

Relief Pertama

Adegan 1:

Pada zaman dahulu ada seorang pendeta yang bernama Kasyapa, anak

pendeta Marici dan cucu dari Dewa Brahma. Pendeta itu diberi oleh pendeta

Daksa empat belas orang gadis untuk diperistrikannya, masing-masing bernama

Dewi Aditi, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabi, Winata, Kadru, Ira, Tamra,

Mregi, Krodawasa, dan Parwa. Dari semua orang istri tersebut hanya dewi Kadru

dan Winata yang tidak mempunyai anak, lalu mereka berdua menghadap Pendeta

Kasyapa dan meminta kemurahan hati pendeta Kasyapa untuk memberi mereka

anak. Pendeta Kasyapa memberi mereka masing-masing seribu telur untuk dewi

Kadru dan dua buah telur untuk dewi Winata, setelah 500 tahun menetaslah semua

telur dewi Kadru dan lahir menjadi ular dan naga. Telur dewi Kadru hanya

menetas satu buah dan akhirnya menjadi Garuda. Kadru yang pemalas merasa

bosan dan lelah mengurusi anaknya yang nakal-nakal karena sering menghilang

diantara semak-semak. Timbullah niat jahat kadru untuk menyerahkan tugas ini

kepada Winata.

Diajaklah Winata bertaruh mengenai warna kuda Uccaihsrawa yang

meuncul bersama air amrtha ketika samudera purba diaduk. Kadru menganggap

warna kuda adalah hitam, sedangkan Winata menganggap warna kuda itu putih.

Dari sengitnya perselisihan pendapat akhirnya keduanya sepakat untuk bertaruh:

”yang kalah akan menjadi budak yang menang”. Para ular dan naga pun tahu

Page 68: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

bahwa ibu mereka salah, mereka memberitahu Kadru. Kadru kemudian memebuat

rencana agar anak-anaknya, para ular mengubah warna kuda Uccaihswara dengan

bisanya.

Usaha tersebut berhasil, lalu Dewi Kadru dan Winata bersama-sama pergi

ketempat kuda Ucchaiswara untuk membuktikan kebenaran kata-katanya. Mereka

melalui tempat pengadukan samudra purba, akhirnya sampailah mereka di tempat

kuda Ucchaiswara. Tubuhnya berwarna putih, tetapi ekornya berwarna hitam.

Winata kalah dan dijadikan budak budak oleh Kadru, sejak saat itu Winata

diperintahkan melayani segala keperluan Kadru dan mengasuh para ular dan naga

setiap hari. Winata selanjutnya meminta tolong pada Garuda, anaknya untuk

membantu. Bagian ini digambarkan pada fragmen pertama relief (dilakukan

secara prasawya, dari sisi selatan candi). Garuda digambarkan dengan sikap

badan jongkok, di atas kepalanya ada tiga ekor padma, ekor naga menggantung ke

bawah disangga oleh tangan garuda (Hasil pengamatan, 9 Oktober 2011, lihat

catatan lapangan no. 5 dan lampiran 5, gambar no. 1).

Relief Kedua

Adegan 2

Ketika Garuda tumbuh besar, dia bertanya kepada ibunya mengapa dia

harus ikut mengasuh dan menjaga para ular dan naga, setelah diceritakan tentang

pertaruhan kuda Uccaihswara maka Garuda mengerti. Dewi Kadru meminta

kepada Garuda untuk bertanya kepada para ular dan naga, tentang apa yang

mereka kehendaki sebagai tebusan agar dewi Winata tidak dijadikan budak. Ular

dan naga lalu berkata ”Bila kamu hendak menebus ibumu, sehingga ia tiada lagi

Page 69: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

menjadi budak kami, perbuatlah seperti yang kami minta. Bawakanlah aku air

suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa dan berasal dari

lautan susu”. Garuda menyanggupi dan segera mohon ijin ibunya untuk

berangkat ke kahyangan.

Dewi Winata: ”anakku Garuda, untuk bekal perjalananmu bunda akan

memberi petunjuk kepadamu. Di pulau Kusa tinggallah orang-orang jahat yang

pekerjaannya hari-hari hanyalah membunuh dan menganiaya makhluk lain.

Makanlah mereka itu sebagai bekal perjalanan. Akan tetapi bila tenggorokanmu

terasa panas, itu tandanya kamu menelas seorang Brahmana, berilah hidup

kepada mereka dan jangan sampai terbunuh, karena ayahmu pendeta Kasyapa

adalah seorang Brahmana, jangan sekali-kali kau berani menghina seorang

Brahmana. Pantang dan berdosa besar orang yang membunuh seorang

Brahmana, sekian petuahku kepadamu anakku. Selamat jalan, semoga

perjalananmu mendapat berkah Dewata Raya. Dewa Bayu akan menjaga kedua

belah sayapmu, Dewa Candra akan menjaga punggungmu, Dewa Agni dan Dewa

Angin akan menjaga seluruh tubuhmu. Pergilah anakku, semoga berhasil

usahamu.”

Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadi

perkelahian, namun para dewa dapat dikalahkan. Melihat hal ini Dewa Wisnu

turun tangan dan Garuda dapat dikalahkan, setelah mendengar cerita Garuda

tentang keinginannya mendapatkan air suci amerta, maka Dewa Wisnu

memperbolehkan dengan syarat Garuda harus dijadikan kendaraan tunggangan-

nya. Garuda menyetujui, sehingga bisa membawa air amerta kembali turun ke

Page 70: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

bumi. Bagian ini digambarkan pada fragmen kedua relief (dilakukan secara

prasawya, dari sisi timur candi). dan digambarkan sikap garuda tetap sama dengan

fragmen pertama, tangan kanan memegang seberkas ikatan yang ditafsirkan

sebagai seikat kuca rumput. Di atas kepala garuda terdapat air suci amerta (Hasil

pengamatan, 9 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no. 5 dan lampiran 5, gambar

no. 2).

Relief Ketiga

Adegan 3

Oleh Garuda air amerta yang ada di dalam kundi dan diikat dengan ilalang

diserahkan kepada ular dan naga, lalu berkata ”Wahai ular dan Naga, air amerta

ini yang aku dapatkan dari dewa-dewa inilah tebusanku untuk ibuku. Sejak saai

ini ibuku tiada lagi menjadi budakmu, jangan kamu berbuat aniaya lagi. Hanya

aku berpesan, kalau hendak minum air suci amerta kamu harus bersuci diri

dahulu, mandilah dulu dan buatkah saji-sajian”.

Setelah berkata demikian, Garuda pergi dengan ibunya, kembali ke tempat

kediamannya. Diceritakanlah tentang ular dan naga yang hendak minum air

amerta. Tidak ada seekor pun yang mau tinggal menjaga kundi amerta itu,

semuanya mau bersuci diri bersama-sama karena takut ketinggalan. Setelah

selesai mandi mereka kembali hendak minum air amerta, tetapi kundi itu telah

hilang karena telah diambil oleh Dewa Indra, pada waktu mereka beramai-rami

mandi bersama.

Sedihlah hati para ular dan naga itu, bingung tak tahu apa yang akan

dibuatnya. Ada setetes amerta yang tercecer pada ilalang, dijilatlah tetesan amerta

Page 71: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

itu oleh ular. Apa yang terjadi? karena tajamnya ilalang, lidah ular itu terbelah,

dan itulah sebabnya sampai Sekarang lidah ular itu terbelah, adapun ilalang itu

menjadi suci, karena tersentuh amerta dan dipakai selalu dalam segala pekerjaan

korban. Cerita sang Garuda membebaskan ibunya dari perbudakan juga dipandang

suci, dan orang yang mendengar cerita sang Garuda ini pun akan menjadi suci

juga. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah

perkasa menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan. Bagian ini digambarkan

pada fragmen ketiga relief (dilakukan secara prasawya, dari sisi utara candi), dan

digambarkan sikap garuda tetap dengan sikap yang sama pada fragmen kedua,

yaitu sikap badan jongkok, kaki kanan ditekuk dengan lutut menumpu pada

landasan. Tangan kanan diangkat di atas dengan sikap menyangga suatu benda

yang bulat, di atas kepala garuda duduk seorang wanita di atas padma. Kaki kiri

wanita tersebut dalam sikap bersila, kaki kanannya menggantung ke bawah

disangga oleh tangan kanan garuda. Disampingnya terukir 3 ekor naga. (Hasil

Pengamatan, 9 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no.5 dan lampiran 5, gambar

no.3).

2. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Relief Cerita Garudeya

Candi Kidal Jawa Timur

Candi Kidal sebenarnya memiliki nilai-nilai filosofi dalam kehidupan

masyarakat, relief candi menceritakan tentang cerita Garuda mitologi yang

berisikan pesan moral pembebasan, perbudakan. Dengan adanya cerita yang

ditulis pada candi, maka kita dapat mengetahui bahwa masyarakat atau penguasa

Page 72: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

pada masa itu sudah menyadari pentingnya membebaskan manusia dari

perbudakan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, narasi cerita Garudeya dipahatkan

pada 3 relief yang terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu

masuk. Cerita ini memiliki Garuda yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini,

Dewi Kadru yang memiliki putra ular dan naga serta Dewi Winata yang

merupakan ibu dari Sang Garuda sendiri. Kisah ini merupakan kisah kesusastraan

Jawa Kuno yang berkisah tentang perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya

dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.

Kisah ini diawali dengan seorang pendeta yang bernama Kasyapa, anak

pendeta Marici dan cucu dari Dewa Brahma. Pendeta itu diberi oleh pendeta

Daksa empat belas orang gadis untuk diperistrikannya, masing-masing bernama

Dewi Aditi, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabi, Winata, Kadru, Ira, Tamra,

Mregi, Krodawasa, dan Parwa. Dari semua orang istri tersebut hanya dewi Kadru

dan Winata yang tidak mempunyai anak, lalu mereka berdua menghadap Pendeta

Kasyapa dan meminta kemurahan hati pendeta Kasyapa untuk memberi mereka

anak.

Pendeta Kasyapa memberi mereka masing-masing seribu telur untuk dewi

Kadru dan dua buah telur untuk dewi Winata, setelah 500 tahun menetaslah semua

telur dewi Kadru dan lahir menjadi ular dan naga. Telur dewi Kadru hanya

menetas satu buah dan akhirnya menjadi Garuda. Kadru yang pemalas merasa

bosan dan lelah mengurusi anaknya yang nakal-nakal karena sering menghilang

Page 73: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

diantara semak-semak. Timbullah niat jahat kadru untuk menyerahkan tugas ini

kepada Winata.

Diajaklah Winata bertaruh mengenai warna kuda Uccaihsrawa yang

meuncul bersama air amrtha ketika samudera purba diaduk. Kadru menganggap

warna kuda adalah hitam, sedangkan Winata menganggap warna kuda itu putih.

Dari sengitnya perselisihan pendapat akhirnya keduanya sepakat untuk bertaruh:

”yang kalah akan menjadi budak yang menang”. Para ular dan naga pun tahu

bahwa ibu mereka salah, mereka memberitahu Kadru. Kadru kemudian membuat

rencana agar anak-anaknya, para ular mengubah warna kuda Uccaihswara dengan

bisanya.

Usaha tersebut berhasil, lalu Dewi Kadru dan Winata bersama-sama pergi

ketempat kuda Ucchaiswara untuk membuktikan kebenaran kata-katanya. Mereka

melalui tempat pengadukan samudra purba, akhirnya sampailah mereka di tempat

kuda Ucchaiswara. Tubuhnya berwarna putih, tetapi ekornya berwarna hitam.

Winata kalah dan dijadikan budak oleh Kadru, sejak saat itu Winata diperintahkan

melayani segala keperluan Kadru dan mengasuh para ular dan naga setiap hari.

Winata selanjutnya meminta tolong pada Garuda, anaknya untuk membantu.

Petikan cerita garudeya di atas, terdapat pada relief Garuda fragmen

pertama. Berkisah tentang pendeta Kasyapa yang memiliki empat belas istri yang

diantaranya adalah Dewi Kadru dan Dewi Winata, karena tidak memiliki anak

kedua dewi tersebut memohon kemurahan hati dari pendeta Kasyapa. Akhirnya

sang Pendeta memberikan masing seribu telur untuk dewi Kadru dan dua buah

telur untuk dewi Winata, dewi Kadru memiliki putra ular dan naga sedangkan

Page 74: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

dewi Winata hanya memiliki seorang putra yaitu sang Garuda. Inilah awal dari

kisah sang Garuda.

Dewi Kadru mempunyai sifat yang sangat pemalas, hal ini nampak jelas

pada kisah ketika dewi Kadru merasa lelah dan bosan mengurusi anaknya yang

sangat nakal, karena sifat pemalas itulah timbul niat jahat untuk menyerahkan

tugas menjaga anak-anaknya kepada dewi Winata. Sifat pemalas tersebut

terkadang membawa bencana terhadap orang lain, karena pemalas itulah dewi

Kadru akhirnya memperalat dewi Winata untuk mengikuti keinginannya.

Untuk mewujudkan keinginanya tersebut, dewi Kadru mengadakan

pertaruhan mengenai warna kuda Ucchaihsrawa yang muncul pada bersama air

suci amerta ketika samudra purba diaduk. Pertaruhan itu dilakukan karena kedua

istri pendeta Kasyapa tersebut berselisih paham mengenai warna kuda tersebut,

dewi Kadru menganggap warna kuda adalah hitam, sedangkan dewi Winata

menganggap warna kuda adalah putih. Dalam pertaruhan itu terdapat kesepakatan

yaitu siapa yang kalah akan menjadi budak yang menang. Pertaruhan sebenarnya

adalah sesuatu yang tidak baik, biasanya berkaitan dengan perjudian. Orang bisa

melakukan apa saja untuk memenangkan pertaruhan tersebut, hal ini terlihat

ketika dewi Kadru membuat rencana untuk mengubah warna kuda Ucchaihsrawa

dengan menggunakan bisa dari anak dewi Kadru yaitu ular.

Sebenarnya anak-anak dewi Kadru tidak menyetujui rencana ibu mereka,

tetapi karena bakti ular dan naga maka mereka melakukan apa yang diperintahkan

oleh dewi Kadru. Kita tidak bisa menyalahkan sikap ular dan naga yang menuruti

perintah dewi Kadru, hal ini lebih berkaitan dengan bakti kepada ibu, walaupun

Page 75: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

mereka tahu itu salah. Sebenarnya kita bisa menarik suatu kesimpulan bahwa

kejadian yang tergambar pada bagian cerita di atas bisa terjadi pada kehidupan

sehari-hari, hendaknya kita bisa mengambil pelajaran bahwa walaupun kita harus

hormat dan patuh kepada orang tua tetapi jika orang tua melakukan suatu

kesalahan sebaiknya kita sebagai anak harus bisa memberitahu kesalahan tersebut,

tentunya dengan cara-cara yang elegan.

Akhirnya usaha yang dilakukan dewi Kadru berhasil, lalu dewi Kadru dan

dewi Winata pergi ke tempat kuda itu berada. Dewi Kadru memenangkan

pertaruhan tersebut, dan sesuai kesepakatan awal dewi Winata menjadi budak dari

dewi Kadru dan diperintahkan melayani segala keperluan Kadru dan mengasuh

para ular dan naga setiap hari dibantu oleh sang Garuda. Petikan cerita di atas

memperlihatkan kesungguhan hati dari dewi Winata untuk menjalankan

kesepakatan awal dari pertaruhan tersebut, walaupun sebenarnya dia tahu rencana

jahat dari dewi Kadru. Cerita tersebut sebenarnya mengandung pemahaman

bahwa kita harus selalu menjalankan kesepakatan yang telah dibuat terlepas baik

buruknya kesepakatan tersebut, kenyataan sehari-hari yang terjadi adalah

kesepakatan yang telah diputuskan terkadang dilanggar oleh pihak-pihak yang

seharusnya mempunyai komitemn yang kuat dalam menjalankan kesepakatan

tersebut.

Nilai-nilai moral yang tergambar dari bagian pertama cerita Garudeya

adalah adanya sifat rela untuk menjalankan sesuatu, menerima yang telah menjadi

kenyataan hidup tanpa tanpa harus mengeluh, bertanggung terhadap apa yang

sudah disepakati bersama. Nilai-nilai yang harus dijauhi sebagai bahan renungan

Page 76: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

adalah pertaruhan yang diawali dengan sikap pemalas, yang pada akhirnya harus

mengorbankan orang lain.

Kisah selanjutnya digambarkan pada relief Garuda fragmen kedua, diawali

dengan sang Garuda yang sudah beranjak dewasa Garuda, dia bertanya kepada

ibunya mengapa dia harus ikut mengasuh dan menjaga para ular dan naga, setelah

diceritakan tentang pertaruhan kuda Uccaihswara maka Garuda mengerti. Dewi

Kadru meminta kepada Garuda untuk bertanya kepada para ular dan naga, tentang

apa yang mereka kehendaki sebagai tebusan agar dewi Winata tidak dijadikan

budak. Ular dan naga lalu berkata ”Bila kamu hendak menebus ibumu, sehingga ia

tiada lagi menjadi budak kami, perbuatlah seperti yang kami minta. Bawakanlah

aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa dan

berasal dari lautan susu”. Garuda menyanggupi dan segera mohon ijin ibunya

untuk berangkat ke kahyangan.

Dewi Winata: ”anakku Garuda, untuk bekal perjalananmu bunda akan

memberi petunjuk kepadamu. Di pulau Kusa tinggallah orang-orang jahat yang

pekerjaannya hari-hari hanyalah membunuh dan menganiaya makhluk lain.

Makanlah mereka itu sebagai bekal perjalanan. Akan tetapi bila tenggorokanmu

terasa panas, itu tandanya kamu menelas seorang Brahmana, berilah hidup

kepada mereka dan jangan sampai terbunuh, karena ayahmu pendeta Kasyapa

adalah seorang Brahmana, jangan sekali-kali kau berani menghina seorang

Brahmana. Pantang dan berdosa besar orang yang membunuh seorang

Brahmana, sekian petuahku kepadamu anakku. Selamat jalan, semoga

perjalananmu mendapat berkah Dewata Raya. Dewa Bayu akan menjaga kedua

Page 77: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

belah sayapmu, Dewa Candra akan menjaga punggungmu, Dewa Agni dan Dewa

Angin akan menjaga seluruh tubuhmu. Pergilah anakku, semoga berhasil

usahamu.”

Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadi

perkelahian, namun para dewa dapat dikalahkan. Melihat hal ini Dewa Wisnu

turun tangan dan Garuda dapat dikalahkan, setelah mendengar cerita Garuda

tentang keinginannya mendapatkan air suci amerta, maka Dewa Wisnu

memperbolehkan dengan syarat Garuda harus dijadikan kendaraan tunggangan-

nya. Garuda menyetujui, sehingga bisa membawa air amerta kembali turun ke

bumi.

Kisah di atas adalah inti dari cerita Garuda, sang Garuda bertanya pada

ibunya mengapa dia ikut mengasuh dan menjaga para ular dan naga, setelah

diceritakan mengenai pertaruhan dari ibunya garuda mengerti. Garuda menemui

ular dan naga dan bermaksud untuk bertanya apa yang mereka kehendaki sebagai

tebusan agar dewi Winata tidak lagi dijadikan budak. Terdorong oleh rasa cinta

terhadap ibunya, Garuda berupaya untuk bisa membebaskan ibunya dari

perbudakan. Ular dan naga menginginkan air suci amerta sebagai tebusan, garuda

menyanggupi permintaan ular dan naga.

Sebelum mengambil air suci amerta, Dewi Kadru menasehati garuda agar

berhati-hati dalam melakukan perjalanan. Setiap ibu pasti akan menasehati

anaknya agar selalu berhati-hati dalam setiap melakukan tindakan, hal ini

merupakan sifat dasar ibu terhadap anaknya. Seorang ibu tidak akan membiarkan

Page 78: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

anaknya mengalami kesulitan apapun dan tidak membiarkan anaknya mengambil

keputusan yang salah dalam setiap tindakan dan perbuatannya.

Keinginan garuda ini ternyata tidak disetujui oleh para dewa sehingga

terjadi perkelahian, namun para dewa mengalami kekalahan. Melihat hal ini Dewa

Wisnu akhirnya turun tangan dan garuda dapat dikalahkan, setelah mendengar

cerita garuda tentang keinginanya mendapatkan air suci amerta sebagai syarat

pembebasan ibunya, Dewa Wisnu memperbolehkan dengan syarat harus dijadikan

kendaraan tunggangan dan garuda menyetujui syarat tersebut. Segala sesuatu

mungkin akan terjadi meski kita tidak menginginkannya, terkadang keinginan

tidak sesuai dengan kenyataan. Garuda pasti berpikir segala sesuatunya akan

berjalan sesuai dengan apa yang yang diinginkannya. Jika Dewi Winata tidak

kalah dalam pertaruhan tentunya dia tidak akan bersusah payah untuk mengambil

air suci amerta. Terlepas dari semua itu, kita harus menjalaninya dan kita tidak

dapat menjalaninya tanpa ada kekuatan dari dalam diri sendiri.

Pada fragmen kedua dari cerita garuda, kita bisa mengambil beberapa nilai

positif yaitu tanggung jawab dan pengabdian anak terhadap ibunya, keinginan

yang kuat dalam menjalani sesuatu walaupun tidak sesuai dengan keinginan dan

harapan. Dan yang lebih penting adalah komitmen dalam menjalani suatu

kesepakatan.

Bagian ketiga adalah bagian akhir dari cerita sang garuda. Diceritakan

Garuda telah berhasil mengambil air amerta yang ada di dalam kundi dan diikat

dengan ilalang dan diserahkan kepada ular dan naga, lalu berkata ”Wahai ular dan

Naga, air amerta ini yang aku dapatkan dari dewa-dewa inilah tebusanku untuk

Page 79: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

ibuku. Sejak saai ini ibuku tiada lagi menjadi budakmu, jangan kamu berbuat

aniaya lagi. Hanya aku berpesan, kalau hendak minum air suci amerta kamu

harus bersuci diri dahulu, mandilah dulu dan buatkah saji-sajian”.

Setelah berkata demikian, Garuda pergi dengan ibunya, kembali ke tempat

kediamannya. Diceritakanlah tentang ular dan naga yang hendak minum air

amerta. Tidak ada seekor pun yang mau tinggal menjaga kundi amerta itu,

semuanjya mau bersuci diri bersama-sama karena takut ketinggalan. Setelah

selesai mandi mereka kembali hendak minum air amerta, tetapi kundi itu telah

hilang karena telah diambil oleh Dewa Indra, pada waktu mereka beramai-rami

mandi bersama.

Sedihlah hati para ular dan naga itu, bingung tak tahu apa yang akan

dibuatnya. Ada setetes amerta yang tercecer pada ilalang, dijilatlah tetesan amerta

itu oleh ular. Apa yang terjadi? karena tajamnya ilalang, lidah ular itu terbelah,

dan itulah sebabnya sampai Sekarang lidah ular itu terbelah, adapun ilalang itu

menjadi suci, karena tersentuh amerta dan dipakai selalu dalam segala pekerjaan

korban. Cerita sang Garuda membebaskan ibunya dari perbudakan juga dipandang

suci, dan orang yang mendengar cerita sang Garuda ini pun akan menjadi suci

juga. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah

perkasa menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan (Soewito Santoso,

1985:20-21).

Setelah mendapatkan air suci amerta, sang garuda memberikan kepada

para ular dan naga dan sejak saat itu ibunya tidak lagi menjadi budak para ular dan

naga. Dalam filosofi agama Hindu, air adalah lambang dari kesucian, dapat juga

Page 80: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

diartikan sebagai sesuatu yang dapat membersihkan dari segala kekotoran,

pemberian air suci ini adalah untuk mensucikan kembali ibu sang garuda dari

kekotoran akibat dari perbudakan yang dilakukan oleh dewi Kadru.

Setelah memberikan air suci tersebut, sang Garuda berpesan kepada ular

dan naga agar selalu menjaga air suci tersebut, dan ketika ingin minum air suci

terlebih dahulu harus membuat semacam sesajian. Karena ketamakan dari ular dan

naga yang semuanya menginginkan bersuci bersama sehingga melupakan tugas

utama mereka yaitu menjaga air suci tersebut, pada akhirnya mereka tidak

mendapatkan sama sekali air suci amerta karena telah direbut kembali oleh Dewa

Indra.

Hasil karya cipta manusia termasuk relief diciptakan bukan hanya sekedar

memenuhi tuntutan kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani manusia

penciptanya. Oleh karenanya suatu hasil seni, relief tidak hanya merupakan

perwujudan alam tetapi dapat berupa suatu lambang dari kejiwaan manusia

sendiri. Relief cerita garudeya dapat dinyatakan sebagai suatu media untuk

mengajarkan nilai-nilai budaya. Nilai budaya terdiri dari etika (budi pekerti,

moral, akhlak), persepsi (pandangan hidup atau cerapan terhadap rangsang),

sensabilitas (kepekaan terhadap sesuatu) dan estetika (keindahan) yang simbolnya

seni.

Relief selain menjadi hasil budaya yang dapat menyelidiki keadaan sosial-

ekonomi dan budaya masyarakat pada masa lampau sekaligus merupakan sumber

pembelajaran yang tepat untuk mewariskan nilai-nilai budaya. Nilai budaya ini

Page 81: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

dapat dipelajari baik dari tampilan relief maupun cerita yang melatar

belakanginya.

Nilai merupakan fondasi penting dalam menentukan karakter status

masyarakat dan status bangsa. Nilai tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi

melalui proses penyebaran dan penyadaran, yang salah satunya pendidikan di

sekolah. Nilai juga juga merupakan pengajaran atau bimbingan kepada peserta

didik agar menyadari kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses

pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.

Pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar

memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya

secara integral dalam kehidupan. Secara khusus menurut APEID (Asia and the

Pasific Programme of Educational Innovation for Development ) pendidikan nilai

diitujukan untuk :1) Menerapkan pembentukan nilai kepada anak, 2) Menghasil-

kan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, 3) Membimbing

perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.

Cerita relief Garudeya pada candi Kidal terkandung nilai-nilai yang bisa

dipahami sekaligus disadari oleh peserta didik, nilai-nilai yang dapat dipahami

tersebut adalah nilai yang biasa diajarkan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

jauh dari pengalaman peserta didik itu sendiri seperti patuh dan cinta terhadap

orang tua, senantiasa diingatkan untuk berbuat baik dengan orang lain, tidak

sombong. Cerita relief garudeya adalah salah satu wahana untuk mengajarkan

nilai-nilai tersebut kepada peserta didik (Joko Yunianto, Wawancara, 8 Oktober

2011, lihat catatan lapangan no. 2)

Page 82: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Lebih lanjut Joko Yunianto menyatakan bahwa pembelajaran tentang nilai

atau apa yang harus dilakukan untuk berbuat baik idealnya harus ditanamkan pada

tingkat pendidikan dasar, walaupun peserta didik tersebut sudah mendapatkan

pelajaran tentang nilai dari orang tua mereka. Sekolah hanya bersifat menguatkan

nilai-nilai yang sudah dipahami tersebut. Diharapkan dengan pembelajaran nilai

tersebut dapat menjadi bekal mereka di kehidupan keluarga, sekolah, dan

masyarakat (wawancara 8 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no. 2). Joko

Yunianto juga menyatakan bahwa anak-anak harus bisa mengambil kesimpulan

sendiri dari apa yang mereka pelajari dari cerita relief garudeya tersebut, sehingga

anak-anak dapat memahami bahwa ternyata nilai-nilai moral sudah ada sejak

masa lalu (wawancara 8 Oktober 2011, lihat catatan lapangan no. 2).

Cerita yang melatarbelakangi relief cerita garudeya sebenarnya adalah

sebagai potret dari kehidupan manusia yang mampu menampilkan sisi moralitas

yang berisi kebaikan, kejujuran, dan keadilan yang menang. Cerita ini juga

merupakan tanggapan terhadap keadaan, kritik sosial, perjuangan melawan

ketidakadilan. Membaca cerita ini akan melatih kepekaan, yaitu mudah terasa,

tersentuh, tergerak budi pekerti dan pikirannya.

Pendidikan dalam persepektif pembangunan karakter bangsa menjelaskan

bahwa pendidikan beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk

keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajad dan martabat negara dan

rakyatnya. Sebagai media dialog antara masa lalu dengan masa kini membuat

sejarah bermakna kemasakinian. Nilai kemasakinian sejarah pada hakikatnya

adalah semangat kehidupan. nApabila para generasi muda mampu memproyek-

Page 83: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

sikan masa lampau ke masa kini dengan bijak, maka menjadikan masa lampau

yang penuh arti.

Sejarah adalah ajaran kebajikan yang dipantulkan dari masa silam. Oleh

karena itu peran yang dapat diberikan dalam pembangunan bangsa cukup

strategis. Untuk menangkap nilai kebajikan itu diperlukan kepekaan nurani serta

mempunyai rasa tanggung jawab yang besar bagi kebesaran bangsanya.

Pendidikan mempunyai tugas mulia untuk ikut menciptakan generasi yang

mempunyai kepekaan hati nurani, unggul secara intelektual, dan mulia secara

moral dan kaya akan amal perbuata.

Dalam pendidikan nilai kita menginginkan munculnya kesadaran

pelaksanaan nilai-nilai positif dan menghindarkan nilai-nilai negatif. Relief cerita

Garudeya memuat beberapa nilai positif dan nilai negatif, nilai-nilai positif

tersebut antara lain: berani memikul resiko, lapang hati, berlembut hati,

berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, bersahaja, bersemangat,

bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, jujur, kesatria, komitmen,

kooperatif, lugas, mandiri, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian,

berpengendalian diri, rajin, rasa kasih sayang, rasa malu, rasa memiliki, rasa

percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, siap mental, sikap adil,

hormat, sportif, susila, takut bersalah, saling menghormati, patuh terhadap orang

tua, menepati janji, tegar, tegas, tekun, terbuka dan ulet.

Adapun nilai-nilai negatif dalam cerita relief Garudeya pada candi Kidal

yang seharusnya dihindari adalah : bohong, buruk sangka, curang, ceroboh,

dengki, egois, fitnah, iri, ingkar janji, keras kepala, khianat, kasar, licik, lupa diri,

Page 84: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

malas, meremehkan, melecehkan, pemarah, pendendam, pembenci, pesimis,

pengecut, putus asa, sombong, serakah, dan picik.

3. Nilai-nilai Pendidikan Dalam Cerita Relief Garudeya Sebagai Sumber

Pembelajaran Sejarah

Nilai-nilai pada cerita relief Garudeya dapat dimanfaatkan sebagai sumber

pembelajaran di SMP, Rakhmawati (wawancara, 10 Oktober 2011, lihat catatan

lapangan no. 7) menyatakan bahwa nilai-nilai pada cerita relief garudeya bisa

dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah terutama yang menyangkut

tentang nilai. Guru selama ini jarang menyinggung tentang keberadaan nilai-nilai

tersebut terutama tentang nilai-nilai yang ada dalam cerita relief Garudeya,

dengan kata lain guru selama ini belum memanfaatkan nilai-nilai pendidikan

dalam cerita relief garudeya tersebut. Menurut Rakmawati walaupun guru telah

menyinggung tentang nilai-nilai tersebut, guru hanya terbatas mengungkapkan

nilai-nilai dan guru tidak mencoba untuk membangun kesadaran dari peserta didik

untuk mengaplikasikan pilihan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka

sehari-hari.

Nilai-nilai tersebut sangat dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari para

peserta didik, guru seharusnya lebih mengingatkan perserta didik bahwa ketika

mereka melakukan hal-hal yang dianggap baik dan sesuai dengan pilihan nilai

tersebut, mereka akan menyadari bahwa nilai-nilai tersebut ternyata tidak muncul

hanya pada masa sekarang saja, tetapi nilai-nilai tersebut sudah ada sejak masa

lampau yang dibuktikan dengan cerita pada relief garudeya.

Page 85: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Relief terebut merupakan hasil budaya yang dapat diamati untuk

menyelidiki keadaan sosial-ekonomi dan budaya masayarakat pada masa lampau

sekaligus merupakan sumber yang tepat untuk mewariskan nilai-nilai pendidikan.

Relief sebagai wahana menggambarkan kisah yang sifatnya didaktik, berperan

mengingatkan umat dan masyarakat tentang ajaran moral dibalik seni tersebut.

Lebih lanjut Rakhmawati mencontohkan, mengapa cerita garuda akhirnya

menjadi acuan para pendiri bangsa untuk menjadikan tokoh garuda sebagai

lambang negara Indonesia. Hal ini dikarenakan untuk meneladani tokoh garuda

yang dianggap sebagai lambang dari kebebasan dari perbudakan dan penjajahan.

Disini dapat kita lihat bahwa sebenarnya ada pendiri bangsa sudah menyadari

bahwa ada nilai-nilai tertentu dalam penokohan garuda dalam cerita relief

garudeya yang dapat kita aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, keberadaan cerita

relief garudeya sebagai lambang yang tepat untuk wahana pembebasan ibu pertiwi

tercinta dari perbudakan para ular yang licik (wawancara 10 Oktober 2011, lihat

catatan lapangan no. 7)

Lebih lanjut menurut Joko Yuniarto (wawancara 8 Oktober 2011, lihat

catatan lapangan no. 3) nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya dapat

dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah, nilai-nilai yang dapat diambil

adalah nilai-nilai yang dekat dengan kehidupan sehari-hari seperti hormat dan

bakti kepada orang tua, bertanggung jawab, selain itu nilai-nilai dalam cerita relief

dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari para siswa seperti jika

menginginkan prestasi yang terbaik di sekolah maka para siswa harus belajar

dengan sungguh-sungguh, hal ini sebenarnya adalah salah satu bentuk aplikasi

Page 86: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

positf yang diambil dari cerita moral garudeya, ketika sang garuda berusaha keras

untuk mendapatkan air suci amerta hyang digunakan untuk membebaskan ibunya

dari perbudakan yang licik

4. Kendala-kendala Dalam Memanfaatkan Relief Cerita Garudeya Sebagai

Sumber Pembelajaran Sejarah dan Solusi Yang Ditawarkan

Upaya untuk memanfaatkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah pada siswa kelas VII SMP Negeri

10 Malang, memiliki beberapa kendala yang dapat menghambat pelaksanaannya.

Kendala tersebut antara lain adalah para guru IPS terutama yang berlatar belakang

sejarah tidak semuanya mengetahui tentang isi cerita dari relief tersebut, ketika

peneliti mencoba untuk menawarkan kepada guru dalam hal ini ibu Rakhmawati

sebagai pengajar IPS di kelas VII untuk mengajarkan tentang nilai-nilai

pendidikan dalam cerita relief garudeya, beliau menyatakan sudah tidak ingat lagi

tentang isi cerita relief tersebut sehingga peneliti sendiri yang pada akhirnya

menceritakan cerita relief tersebut kepada para siswa.

Pembelajaran nilai khususnya tentang nilai-nilai pendidikan dalam cerita

relief garudeya tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi dapat dilakukan di

luar lingkungan sekolah. Peneliti menawarkan kepada para guru, bahwa guru

berupaya untuk mengajak para siswa terutama siswa kelas VII untuk dapat

mengunjungi candi Kidal sebagai sarana untuk mempelajari secara langsung nilai-

nilai pendidikan yang terdapat pada cerita relief garudeya.

Ketika peneliti mengajukan usul tersebut di atas, salah seorang guru yaitu

Joko Yunianto mengingatkan bahwa tidak mudah untuk membawa anak-anak ke

Page 87: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

luar kelas, terutama ke candi Kidal. Kunjungan ke candi Kidal harus

memperhatikan beberapa hal, antara lain:

1. Guru harus pintar-pintar dalam menentukan waktu, apalagi dengan

membawa seluruh siswa kelas VII, SMPN 10 Malang memiliki kelas VII

yang berjumlah 9 dan rata-rata siswa masing-masing kelas adalah 39-44

orang.

2. Masalah biaya oprasional dan akomodasi kendaraan merupakan hal yang

selama ini memberatkan para siswa (wawancara 8 Oktober 2011, lihat

catatan lapangan no. 4).

Lebih lanjut Joko Yunianto (wawancara 8 Oktober 2011, lihat catatan

lapangan no.4) menyatakan bahwa kendala-kendala di atas adalah masalah teknis

saja, untuk permasalahan apa saja yang akan dilakukan para siswa ketika di

lapangan beliau memberikan beberapa petunjuk teknis, yaitu sebelum para siswa

terjun ke lapangan, mereka harus dibekali dengan beberapa fakta sejarah

khususnya menyangkut tentang keberadaan Candi Kidal, hal ini dilakukan agar

para siswa tersebut tidak buta sama sekali tentang Candi Kidal.

Selain itu Guru juga harus memberikan wawasan awal tentang cerita relief

garudeya, guru tidak secara langsung memberikan nilai-nilai yang dapat diambil

tapi hanya memberikan pemahaman awal bahwa sebenarnya ada nilai-nilai

pendidikan dalam cerita relief garudeya yang dapat dipelajari dan diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari para siswa . Para siswa tersebut diharapkan dapat

menggali sendiri nilai-nilai moral yang ada sehingga mereka tidak sepenuhnya

Page 88: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

tergantung kepada guru (Joko Yunianto, wawancara 8 Oktober 2011, lihat catatan

lapangan no. 4)

Untuk mengatasi kendala tentang belum diketahuinya isi cerita relief

garudeya oleh guru, maka peneliti berinsiatif untuk membuat sebuah rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang pembelajaran nilai dengan menggunakan

nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai sumber pembelajaran

sejarah secara umum. Diharapkan ketika guru akan mencoba memanfaatkan nilai-

nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai sumber pembelajaran

sejarah, tidak akan mengalami kesulitan.

Nilai-nilai ini dapat terintegrasikan dalam SK dan KD Kelas VII Semester

2, yaitu: Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Budha sampai

masa kolonial Eropa dan Mendeskripsikan perkembangan masyarakat kebudayaan

dan pemerintahan pada masa Hindu-Budha serta peninggalan-peninggalannya.

Nilai-nilai tersebut dapat dikembangkan pada indikator pencapaian siswa, yaitu :

1. Mengidentifikasikan dan memberi contoh peninggalan-peninggalan

sejarah kerajaan Hindu-Budha di berbagai daerah.

2. Mengidentifikasikan nilai-nilai yang dapat diambil dari relief cerita

garudeya Candi Kidal sebagai contoh peninggalan sejarah yang

bercorak Hindu-Budha.

3. Mengklasifikasikan pilihan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan di

sekolah, masyarakat, dan negara.

Page 89: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

C. Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan studi kepustakaan

diperoleh temuan penelitian sebagai berikut.

1. Deskripsi narasi relief cerita Garudeya

a. Relief Pertama

Adegan 1:

Pada zaman dahulu ada seorang pendeta yang bernama Kasyapa,

anak pendeta Marici dan cucu dari Dewa Brahma. Pendeta itu diberi oleh

pendeta Daksa empat belas orang gadis untuk diperistrikannya, masing-

masing bernama Dewi Aditi, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabi,

Winata, Kadru, Ira, Tamra, Mregi, Krodawasa, dan Parwa. Dari semua

orang istri tersebut hanya dewi Kadru dan Winata yang tidak mempunyai

anak, lalu mereka berdua menghadap Pendeta Kasyapa dan meminta

kemurahan hati pendeta Kasyapa untuk memberi mereka anak.

Pendeta Kasyapa memberi mereka masing-masing seribu telur

untuk dewi Kadru dan dua buah telur untuk dewi Winata, setelah 500

tahun menetaslah semua telur dewi Kadru dan lahir menjadi ular dan naga.

Telur dewi Kadru hanya menetas satu buah dan akhirnya menjadi Garuda.

Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah mengurusi anaknya yang

nakal-nakal karena sering menghilang diantara semak-semak. Timbullah

niat jahat kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada Winata.

Diajaklah Winata bertaruh mengenai warna kuda Uccaihsrawa

yang meuncul bersama air amrtha ketika samudera purba diaduk. Kadru

Page 90: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

menganggap warna kuda adalah hitam, sedangkan Winata menganggap

warna kuda itu putih. Dari sengitnya perselisihan pendapat akhirnya

keduanya sepakat untuk bertaruh: ”yang kalah akan menjadi budak yang

menang”. Para ular dan naga pun tahu bahwa ibu mereka salah, mereka

memberitahu Kadru. Kadru kemudian memebuat rencana agar anak-

anaknya, para ular mengubah warna kuda Uccaihswara dengan bisanya.

Usaha tersebut berhasil, lalu Dewi Kadru dan Winata bersama-

sama pergi ketempat kuda Ucchaiswara untuk membuktikan kebenaran

kata-katanya. Mereka melalui tempat pengadukan samudra purba,

akhirnya sampailah mereka di tempat kuda Ucchaiswara. Tubuhnya

berwarna putih, tetapi ekornya berwarna hitam. Winata kalah dan

dijadikan budak budak oleh Kadru, sejak saat itu Winata diperintahkan

melayani segala keperluan Kadru dan mengasuh para ular dan naga setiap

hari. Winata selanjutnya meminta tolong pada Garuda, anaknya untuk

membantu.

b. Relief Kedua

Adegan 2

Ketika Garuda tumbuh besar, dia bertanya kepada ibunya

mengapa dia harus ikut mengasuh dan menjaga para ular dan naga, setelah

diceritakan tentang pertaruhan kuda Uccaihswara maka Garuda mengerti.

Dewi Kadru meminta kepada Garuda untuk bertanya kepada para ular dan

naga, tentang apa yang mereka kehendaki sebagai tebusan agar dewi

Winata tidak dijadikan budak. Ular dan naga lalu berkata ”Bila kamu

Page 91: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

hendak menebus ibumu, sehingga ia tiada lagi menjadi budak kami,

perbuatlah seperti yang kami minta. Bawakanlah aku air suci amerta yang

disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa dan berasal dari lautan

susu”. Garuda menyanggupi dan segera mohon ijin ibunya untuk

berangkat ke kahyangan.

Dewi Winata: ”anakku Garuda, untuk bekal perjalananmu bunda

akan memberi petunjuk kepadamu. Di pulau Kusa tinggallah orang-orang

jahat yang pekerjaannya hari-hari hanyalah membunuh dan menganiaya

makhluk lain. Makanlah mereka itu sebagai bekal perjalanan. Akan tetapi

bila tenggorokanmu terasa panas, itu tandanya kamu menelas seorang

Brahmana, berilah hidup kepada mereka dan jangan sampai terbunuh,

karena ayahmu pendeta Kasyapa adalah seorang Brahmana, jangan

sekali-kali kau berani menghina seorang Brahmana. Pantang dan berdosa

besar orang yang membunuh seorang Brahmana, sekian petuahku

kepadamu anakku. Selamat jalan, semoga perjalananmu mendapat berkah

Dewata Raya. Dewa Bayu akan menjaga kedua belah sayapmu, Dewa

Candra akan menjaga punggungmu, Dewa Agni dan Dewa Angin akan

menjaga seluruh tubuhmu. Pergilah anakku, semoga berhasil usahamu.”

Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda

sehingga terjadi perkelahian, namun para dewa dapat dikalahkan. Melihat

hal ini Dewa Wisnu turun tangan dan Garuda dapat dikalahkan, setelah

mendengar cerita Garuda tentang keinginannya mendapatkan air suci

amerta, maka Dewa Wisnu memperbolehkan dengan syarat Garuda harus

Page 92: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

dijadikan kendaraan tunggangan-Nya. Garuda menyetujui, sehingga bisa

membawa air amerta kembali turun ke bumi.

Relief Ketiga

Adegan 3

Oleh Garuda air amerta yang ada di dalam kundi dan diikat

dengan ilalang diserahkan kepada ular dan naga, lalu berkata ”Wahai ular

dan Naga, air amerta ini yang aku dapatkan dari dewa-dewa inilah

tebusanku untuk ibuku. Sejak saai ini ibuku tiada lagi menjadi budakmu,

jangan kamu berbuat aniaya lagi. Hanya aku berpesan, kalau hendak

minum air suci amerta kamu harus bersuci diri dahulu, mandilah dulu dan

buatkah saji-sajian”.

Setelah berkata demikian, Garuda pergi dengan ibunya, kembali

ke tempat kediamannya. Diceritakanlah tentang ular dan naga yang hendak

minum air amerta. Tidak ada seekor pun yang mau tinggal menjaga kundi

amerta itu, semuanjya mau bersuci diri bersama-sama karena takut

ketinggalan. Setelah selesai mandi mereka kembali hendak minum air

amerta, tetapi kundi itu telah hilang karena telah diambil oleh Dewa Indra,

pada waktu mereka beramai-ramai mandi bersama.

Sedihlah hati para ular dan naga itu, bingung tak tahu apa yang

akan dibuatnya. Ada setetes amerta yang tercecer pada ilalang, dijilatlah

tetesan amerta itu oleh ular. Apa yang terjadi? karena tajamnya ilalang,

lidah ular itu terbelah, dan itulah sebabnya sampai Sekarang lidah ular itu

terbelah, adapun ilalang itu menjadi suci, karena tersentuh amerta dan

Page 93: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

dipakai selalu dalam segala pekerjaan korban. Cerita sang Garuda

membebaskan ibunya dari perbudakan juga dipandang suci, dan orang

yang mendengar cerita sang Garuda ini pun akan menjadi suci juga. Hal

ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah perkasa

menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan.

2. Nilai-nilai Pendidikan dalam cerita Relief Garudeya Candi Kidal Jawa Timur

sebagai sumber pembelajaran sejarah pada kelas VII SMP Negeri 10 Malang.

Relief merupakan sumber yang tepat untuk mewariskan nilai-nilai

pendidikan, nilai-nilai pendidikan ini dapat dipelajari baik dari tampilan relief

maupun dari cerita yang melatarbelakanginya. Relief merupakan wahana untuk

menggambarkan kisah yang sifatnya didaktik dan berperan untuk mengingatkan

umat dan masyarakatnya tentang ajaran moral dibalik bentuk seni tersebut.

Pada dasarnya nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya dapat

dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah terutama tentang pembelajaran

nilai. Relief cerita Garudeya memuat beberapa nilai positif dan nilai negatif yang

dapat dijadikan sumber pembelajaran sejarah, nilai-nilai positif tersebut antara

lain: berani memikul resiko, lapang hati, berlembut hati, berinisiatif, berkemauan

keras, berkepribadian, bersahaja, bersemangat, bertanggungjawab, bertenggang

rasa, bijaksana, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif, lugas, mandiri, patriotik,

pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, rajin, rasa kasih sayang, rasa

malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia,

siap mental, sikap adil, hormat, sportif, susila, takut bersalah, saling menghormati,

patuh terhadap orang tua, menepati janji, tegar, tegas, tekun, terbuka dan ulet.

Page 94: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Adapun nilai-nilai negatif dalam cerita relief Garudeya pada candi Kidal

yang seharusnya dihindari adalah : bohong, buruk sangka, curang, ceroboh,

dengki, egois, fitnah, iri, ingkar janji, keras kepala, khianat, kasar, licik, lupa diri,

malas, meremehkan, melecehkan, pemarah, pendendam, pembenci, pesimis,

pengecut, putus asa, sombong, serakah, dan picik.

Nilai-nilai pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan materi yang

dipelajari dan juga tergantung cara pemanfaatannya, pengajaran tentang nilai

tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja tetapi dapat dilakukan di luar

kelas saja. Siswa dapat diajak secara langsung mengunjungi candi Kidal dan

mempelajari secara langsung relief cerita garudeya, sebelum siswa melakukan

kunjungan ke candi Kidal dan mempelajari cerita relief Garudeya terlebih dahulu

guru harus membekali siswa dengan cerita relief tersebut dan penjelasan dari

masing panel-panel relief, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam

memhami cerita yang terdapat dalam relief tersebut. Diharapkan ketika siswa

sudah memahami tentang cerita tersebut, mereka akan lebih mudah untuk

menemukan nilai-nilai pendidikan dan yang lebih penting adalah munculnya

kesadaran pelaksanaan nilai-nilai positif dan menghindarkan nilai-nilai negatif,

yang tentunya sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari mereka.

D. Pembahasan

Cerita relief garudeya yang terdapat pada candi Kidal adalah salah satu

sumber kebudayaan yang luhur yang perlu kita lestarikan keberadaannya, selain

itu cerita relief ini juga merupakan wahana pembelajaran nilai terhadap para siswa

Page 95: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

yang memuat kisah yang bersifat didaktik yang berperan mengingatkan umat dan

masyarakat tentang ajaran moral dibalik karya seni tersebut.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berkewajiban untuk

turut serta berpartisipasidalam upaya pelestarian kebudayaan dan nilai-nilai

pendidikan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh sekolah adalah

dengan memanfaatkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai

sumber pembelajaran sejarah.

Salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran IPS untuk kelas VII

Semester 2 adalah “ Mendeskripsikan perkembangan masyarakat kebudayaan dan

pemerintahan pada masa Hindu-Budha serta peninggalan-peninggalannya”, proses

penanaman nilai dalam pembelajaran dengan menggunakan nilai-nilai pendidikan

dalam cerita relief garudeya dapat dilakukan dengan menambahkan penanaman

nilai tersebut dalam indikator-indikator yang dikembangkan dalam silabus

pembelajaran IPS, selama ini hampir seluruh indikator yang dikembangkan

menunjukkan dominasi aspek kognitif dalam pembelajaran IPS khususnya sub

materi sejarah.

Dari RPP yang disusun para guru IPS penanaman nilai-nilai dalam

pembelajaran belum dimasukkan secara eksplisit dalam indikator pembelajaran.

Dalam materi pembelajaran juga belum menunjukkan pengembangan nilai-nilai

dalam pembelajaran. Dalam penyusunan RPP guru seharusnya dapat

mengembangkan lebih dinamis untuk menanamkan pendidikan nilai secara

eksplisit, tetapi cara ini belum dilaksanakan oleh guru. Ada beberapa penyebab,

diantaranya adalah masih belum beraninya para guru mengembangkan RPP sesuai

Page 96: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

dengan kondisi sekolah, jam pembelajaran IPS yang sangat sedikit, dan beratnya

muatan materi yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS khususnya ketika

muatan materi sejarah.

Beberapa hal yang seharusnya dapat dikembangkan dalam pendidikan

nilai adalah pengembangan RPP yang menekankan pendidikan nilai dalam

perumusan indikator pembelajaran, pengembangan materi pelajaran, penyusunan

skenario pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar, dan penilaian

pembelajaran. Penanaman nilai-nilai dalam pembelajaran IPS khususnya sub

materi sejarah masih bersifat tersembunyi, hal ini dibuktikan dari sejumlah

wawancara dengan para guru IPS yang berlatar belakang Sejarah. Semuanya

menyatakan selalu menyisipkan pesan-pesan penting dalam pembelajaran sebagai

upaya penanaman nilai-nilai positif bagi peserta didik.

Penggunaan sumber belajar juga belum sepenuhnya dilakukan secara

optimal sebagai sarana penanaman nilai, sebagian penyebabnya adalah belum

optimalnya para guru mengembangkan sumber pembelajaran IPS khususnya

sejarah yang menantang, sebagai contoh adalah ketika guru dan peserta didik

melakukan kunjungan ke candi, guru hanya menceritakan tentang klasifikasi candi

tersebut tanpa berusaha untuk membangkitkan kesadaran peserta didik tentang

keberadaan nilai-nilai positif yang terdapat pada satu bagian candi yaitu relief

cerita.

Evaluasi pembelajaran yang dilakukan para guru juga telah menunjukkan

upaya menilai nilai-nilai atau afeksi peserta didik. Namun hal ini juga belum

optimal, idealnya para guru dapat mengembangkan penilaian yang lengkap

Page 97: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

dengan melaksanakan rencana pelaksanaan rencana pembelajaran, tetapi dari

pengamatan para guru bahwa penanaman nilai-nilai tersebut dirasakan ada

hasilnya walaupun tidak menunjukkan ukuran secara pasti, para guru

menyebutkan contoh-contoh dalam bersikap dan bergaul dan juga mengingatkan

kepada para siswa bahwa sebenarnya nilai-nilai moral tersebut telah ada sejak

masa lalu yang dibuktikan dengan cerita moral tentang perjuangan sang Garuda

yang membebaskan ibunya dari kelicikan dan perbudakan.

Berikut ini adalah implementasi nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

Garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah dalam pembelajaran.

1. Pendekatan

Pembelajaran nilai dikembangkan berdasarkan Kurikulum KTSP Ilmu

Pengetahuan Sosial SMP, yang didalamnya terdapat mata pelajaran sejarah.

Artinya nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief Garudeya diintegrasikan ke

dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Melalui cara ini

diharapkan tidak mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Nilai-nilai ini

dapat dintegrasikann dalam SK dan KD kelas VII Semester 2, yaitu:

Standar Kompetensi

Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Budha sampai masa

kolonial Eropa

Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada

masa Hindu-Budha serta peninggalan-peninggalannya

Page 98: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

2. Penerapan

Penerapan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief, berpijak pada

pendekatan proses Kurikulum KTSP Ilmu Pengetahuan Sosial SMP, sehingga

pelaksanaannya terintegrasi dalam pembelajaran IPS. Nilai-nilai pendidikan

dalam cerita relief sejalan dengan tujuan pembelajaran IPS melalui materi

pembelajaran sejarah dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006. Pada sisi lain,

nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief sejalan dengan SK dan KD yang tertuang

dalam Kurikulum KTSP Ilmu Pengetahuan Sosial IPS SMP.

3. Konten (isi)

Materi yang dikembangkan dengan menggunakan buku pegangan guru

dan siswa, serta menggunakan lembar kerja siswa (LKS). Sementara itu nilai-

nilai pendidikan yang dikembangkan adalah berasal dari cerita relief Garudeya

yang terdapat pada candi Kidal sebagai salah satu peninggalan kebudayaan yang

bercorak Hindu-Budha.

Nilai-nilai tersebut secara material dipadukan ke dalam standar

kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) IPS Kelas VII Semester 2. Dengan

memasukkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief tersebut tidak merubah

meteri dasar pembelajaran IPS. Rincian nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

Garudeya yang dikembangkan peneliti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 99: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RELIEF GARUDEYA

YANG DIIMPLEMENTASIKAN DALAM PEMBELAJARAN IPS

DENGAN SUB MATERI SEJARAH

NO NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RELIEF

GARUDEYA CANDI KIDAL

1. Cinta kepada Tuhan dan segenap ciptaaNya

2. Mempunyai kemandirian dan tanggung jawab

3. Berjiwa tenggang rasa, dan jujur

4. Berkepribadian baik, rendah hati, dan tidak menyombongkan diri sendiri

5. Bersikap gigih, ksatria, dan patriotik

6. Pengabdian, rasa percaya diri, dan rela berkorban

7. Tangguh, tekun, hormat, rasa kasih sayang, dan komitmen

8. Berjiwa sabar, setia, dan ikhlas

4. Alokasi Waktu

Pelaksanaan pembelajaran nilai adalah sejalan dengan pembelajaran IPS

dengan sub materi sejarah di Kelas VII/Semester 2. Sedangkan alokasi waktu

pembelajaran adalah 2 (dua) jam pelajaran atau 2 x 40 menit.

5. Strategi, Pendekatan, dan Metode Pembelajaran

Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan contextual teaching and

learning (CTL), sementara itu dalam model CTL terdapat tujuh komponen, yaitu:

a. Kontruktivisme adalah pendekatan yang menekankan siswa membangun

pengetahuan sendiri, student centered.

b. Inquiry yang meliputi kegiatan merumuskan masalah, mengamati;

menganalisis dan menyajikan hasil pengamatan dalam tulisan, dan

mengkomunikasikan hasil pengamatan di kelas.

Page 100: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

c. Bertanya, ditujukan untuk menggali informasi, mengecek pemahaman,

membangkitkan respons, mengetahui yang dipahami peserta didik,

memfokuskan, membangkitkan pertanyaan lain, dan menyegarkan

pengetahuan.

d. Masyarakat belajar, intinya guru menyarankan belajar kelompok kepada

peserta didik.

e. Masyarakat belajar, intinya guru menyarankan belajar kelompok kepada

peserta didik.

f. Permodelan, merancang permodelan pembelajaran dengan melibatkan

peserta didik.

g. Refleksi, merespons kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru

diterima peserta didik.

h. Penilaian autentik, pengumpulan data yang dapat memberi gambaran

perkembangan belajar peserta didik. Data dikumpulkan berasal dari

pekerjaan pada saat mengikuti proses pembelajaran, sehingga data itu

menjadi feedback bagi guru.

Selain itu peserta didik diharapkan dapat mencari dan menentukan sendiri

suatu nilai yang dianggap bail dalam menghadapi persoaln-persoalan melalui

proses menganalisis nilai. Proses analisis sesuai dengan kemampuan

perkembangan berpikir peserta didik, dan nilai yang dianalisis adalah nilai-nilai

yang yang sudah tertanam dalam diri peserta didik. Pendekatan ini akan

membantu peserta didik dalam memahami dan menemukan nilai-nilai atau makna

secara mendalam.

Page 101: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

6. Sumber dan Media Pembelajaran

Dalam hal ini guru dapat memanfaatkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita

relief garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah, guru bertugas untuk

menceritakan kembali cerita relief tersebut kepada peserta didik, dan peserta didik

diharapkan dapat memahami dan menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam

cerita tersebut. Guru harus sudah mempunyai gambaran umum mengenai nilai-

nilai apa yang dapat diambil dalam cerita relief tersebut.

7. Evaluasi

Evaluasi proses yang berpijak pada kegiatan peserta didik adalah kegiatan

yang dilakukan peserta didik selama proses pembelajaran di kelas. Sementara itu

pengukurannya dengan menggunakan lembar observasi, tes kognitif, dan tes

sikap. Evaluasi hasil, yakni penguasaan kompetensi peserta didik adalah

mengikuti SK, KD, dan tujuan pembelajaran IPS Kelas VII/Semester 2. Untuk

mengetahui partisipasi dan kerja kelompok dilihat melalui lembar observasi,

untuk mengtahui penguasaan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya

dilihat melalui skala sikap.

8. Perangkat Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP)

Nama Sekolah : SMP Negeri 10 Malang

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial

Kelas/Semester : VII/2

Page 102: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Standar Kompetensi : Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-

Budha sampai masa kolonial Eropa.

Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perkembangan masyarakat kebudayaan

dan pemerintahan pada masa Hindu-Budha serta

peninggalan-peninggalannya.

Alokasi waktu : 2 x 40 menit

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai kegiatan pembelajaran, siswa dapat:

1. Mengidentifikasi dan memberi contoh peninggalan-peninggalan sejarah

kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di berbagai daerah.

2. Mengidentifikasikan nilai-nilai yang dapat diambil dari relief cerita

garudeya Candi Kidal sebagai contoh peninggalan sejarah yang bercorak

Hindu-Budha.

3. Mengklasifikasikan pilihan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan di

sekolah, masyarakat, dan negara.

B. Indikator nilai-nilai pendidikan yang diharapkan

1. Mengakui kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa

2. Rela berkorban

3. Rasa hormat dan perhatian

4. Tanggung jawab

5. Keberanian

6. Kerja keras

7. Kemandirian

Page 103: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

8. Kejujuran

9. Keluhuran budi pekerti

C. Materi Ajar

CANDI KIDAL DAN CERITA RELIEF GARUDEYA

A. Pengertian Candi

Candi adalah bangunan peninggalan hasil kebudayaan Hindu-Budha,

perkataan candi berasal dari salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut

yaitu candika. Candi sebenarnya adalah bangunan untuk memuliakan orang yang

telah wafat, khusus untuk para raja dan orang-orang terkemuka. Candi sebagai

pemakaman hanya terdapat dalam agama Hindu. Candi-candi agama Budha

dimaksudkan sebagai tempat pemujaan dewa belaka.

Candi sebagai bangunan terdiri dari tiga bagian, yaitu: kaki, tubuh, dan

atap. Kaki candi denahnya bujur sangkar, dan biasanya agak tinggi, serupa batur,

dan dapat dinaiki melalui tangga yang menuju ke dalam bilik candi. Di dalam kaki

candi itu, di tengah-tengah terdapat sebuah perigi tempat menanam pripihnya.

Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudannya. Arca

ini berdiri di tengah bilik, jadi tepat di atas perigi, dan menghadap ke arah pintu

masuk candi. Dinding-dinding bilik ini sisi luarnya diberi relung-relung yang diisi

dengan arca-arca. Didalam relung sisi selatan terdapat arca Guru, dalam relung

utara terdapat arca Durga dan di dalam relung sisi belakang (barat atau timur,

tergantung dari arah menghadapnya candi) terdapat arca Ganesa. Pada candi-candi

yang agak besar relung-relung itu diubah menjadi bilik-bilik, masing-masing

dengan pintu masuknya sendiri. Dengan demikian maka diperoleh sebuah bilik

Page 104: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

tengah yang dikelilingi oleh bilik-bilik samping, sedangkan bilik mukanya

menjadi jalan keluar mamsuk candi.

Atap candi selalu terdiri atas susunan tiga tingkatan, yang semakin ke atas

semakin kecil ukurannya dan di puncak terdapat semacam genta. Di dalam atap

ini terdapatkan sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi empat

berpahatkan gambar teratai merah, rongga ini dimaksudkan sebagai tempat

bersemayam sementara sang dewa.

B. Candi Kidal

Candi Kidal terletak di Desa Kidal, Kecamatan Tumpang. Candi ini –

menurut Negarakratagama – adalah candi makam Raja Anusanatha (Anusapati),

pengganti Raja Rajasa Sang Amurwabhumi. Anusanatha mengkat tahun 1170

Saka atau 1248 Masehi. Anusanatha diarcakan sebagai Syiwa dan ditempatkan di

ruang utama candi. Namun sekarang ini arca tersebut tidak berada di tempatnya

lagi.

Nama Kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias candi

makam Anusanatha yang tidak lazim, di mana pada umumnya ragam hias

terutama relief-relief pada candi bersifat Pradaksina (Sansekerta = searah jarum

jam, dari kanan ke kekiri) tetapi Candi Kidal justru bersifat prasawya (sansekerta

= berlawanan dengan arah jarum jam, dari kiri ke kanan). Kidal sendiri dalam

bahasa Jawa Kuno bermakna ”kiri”

Dengan pemahaman bahwa nama Kidal memiliki arti ”kiri” atau prasawya

yaitu berlawanan dengan arah kelaziman, maka keberadaan Anusapati dapat

dilihat dari dua aspek. Pertama, Anusapati adalah pengikut aliran Saiva yang

Page 105: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

menyimpang dari paham paham Saiva yang lazim dianut masyarakat dewasa itu.

Kedua, Anusapati adalah putera ”kiri” dari Raja Rajasa Sang Amurwabhumi yang

menurunkan Warddhanawangsa sedang Raja Rajasa Sang Amurwabhumi

menurunkan Rajasa wangsa (perpaduan kedua wangsa itu melalui perkawinan

melahirkan wangsa baru yang beridentitas ”Rajasa, Girindra, dan Warddhana”

sebagaimana terpateri pada nama Kertarajasa Jayawarddhana,

Tribhuwanatunggadewi, Maharajasa Jayawisynuwarddhani, Rajasawarddhana,

Girindrawarddhana).

Dasar Candi Kidal berbentuk bujur sangkar, badan candi menjulang tinggi.

Di sisi kanan dan kiri pintu masuk terdapat arca Mahakala dan Nandiswara. Motif

hiasan yang terpahat pada didnding candi Kidal umumnya berbentuk medalion

yang dipenuhi ragam hias tumbuh-tumbuhan, bunga-bungaan dan sulur-suluran.

C. Relief Cerita Garudeya

Di antara hiasan Candi Kidal yang menarik adalah terpahatnya relief

garuda pada ketiga sisi kaki candi, di mana relief itu diambil dari kisah Garudeya

yang terdapat pada kitab Adiparwa. Terdapatnya relief garuda pada candi bersifat

Saiva seperti Candi Kidal makin memperkuat anggapan bahwa Anusapati

mengikuti ajaran yang menyimpang dari Sivaisme yang lazim karena kisah

Garudeya bersifat Vaisnava.

Rangkaian relief yang menggambarkan kisah Garudeya diawali pada

dinding sebelah kiri candi di mana terlihat Sang Garuda sedang bertarung dengan

ular-ular. Kemudian pada dinding belakang candi tampak relief Sang Garuda

Page 106: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

sedang mendukung guci berisi amrtha. Dan pada dinding sebelah kanan terdapat

pahatan relief yang menggambarkan Sang Garuda dengan ibundanya, Winata.

Secara singkat kisah Garudeya dimulai dengan kisah persaingan antara

Kadru dan Winata, keduanya istri Kasyapa, orang bijak. Kadru adalah ibu dari

para ular naga. Sedang Winata adalah ibu dari burung garuda. Keduanya

berselisih mengenai warna kuda Ucchaihsrawa, yang muncul bersama air amrtha

ketika samudera purba diaduk, kadru menganggap warna kuda adalah hitam,

sedangkan Winata menganggap warna kuda itu putih.

Dari sengitnya perselisihan pendapat akhirnya keduanya sepakat untuk

bertaruh: ”yang kalah akan menjadi budak yang menang”. Para ular naga tahu

bahwa ibu mereka salah. Mereka memberitahu Kadru, ibunya. Kadru kemudian

membuat rencana agar anak-anaknya, para ular naga mengubah warna kuda

Ucchaihsrawa dengan bisanya. Usaha ibu beranak itu berhasil. Winata kalah dan

dijadikan budak oleh Kadru.

Garuda berusaha membebaskan ibundanya dengan melawan para naga

yang licik, terjadilah perang. Para ular naga kemudian meminta syarat kepada

Garuda bahwa ia dapat membebaskan ibundanya asalkan dapat mengusahakan air

amrtha dari tangan para dewa. Garuda berusaha merebut air amrtha dari tangan

para dewa. Bhatara Indra yang memimpin para dewa tak mampu menghalangi niat

Garuda. Garuda berhasil merebut amrtha . Namun ia sempat mengizinkan Wisynu

meminta sesuatu darinya. Lantaran itu, Garuda menjadi tunggangan Wisynu. Dan

air amrtha yang diberikan kepada para ular naga, berhasil direbut kembali oleh

para dewa dengan suatu akal.

Page 107: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

D. Model Pembelajaran

Ø Metode pembelajaran yang dilakukan di kelas ceramah bervariasi dan

diskusi kelompok

Ø Pendekatan yang dilakukan oleh guru adalah keterampilan proses dan CTL

E. Langkah-langkah Kegiatan

Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Peserta

Didik

Nilai yang dapat

dikembangkan

Apersepsi

Fase 1 :

Menyampaikan

tujuan dan

memotivasi

peserta didik

Ø Guru periksa kehadiran

siswa, kebersihan dan

kerapihan kelas.

Ø Guru memotifasi

peserta didik

Ø Guru menjelaskan

tujuan pembelajaran.

Ø Guru menjelaskan

bahwa pembelajaran

IPS tidak memuusatkan

pada materi, tetapi juga

nilai yang dapat

diteladani dari topik

yang dibahas dalam

KBM.

Peserta didik

memperhatikan dan

menanggapi

Ø Mengakui kebesaran

dan kekuasaan

Tuhan Yang Maha

Esa

Ø Rela berkorban

Ø Rasa hormat dan

perhatian

Ø Tanggung jawab

Ø Keberanian

Ø Kerja keras

Ø Kemandirian

Ø Kejujuran

Ø Keluhuran budi

pekerti

Page 108: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Eksplorasi

Fase 2:

Menyampaikan

informasi

Fase 3 :

Mengorganisasi

peserta didik

dalam belajar

kelompok

Guru menyampaikan

informasi: Candi Kidal dan

Relief Cerita Garudeya

Guru membentuk

kelompok untuk

mendeskripsikan nilai-nilai

yang dapat diambil dan

diteladani dari relief cerita

Garudeya

Tahap 1 :

Ø Peserta didik

memberi

tanggapan dan

respons dalam

diskusi.

Ø Peserta didik

mendeskrip-

sikan nilai-nilai

yang dapat

diambil dari

cerita relief

Garudeya

Tahap 2:

Peserta didik

melakukan analsis

masalah dalam

diskusi kelompok.

Tahap 3:

Peserta didik mulai

menemukan nilai-

nilai positif dan

Page 109: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Elaborasi

Fase 4:

Konfirmasi

Fase 5:

Evaluasi

Ø Guru memberi

penguatan dan memfasi-

litasi diskusi kelompok

agar berjalan baik, dan

menumbuhkan gagasan

baru baik secara lisan

maupun tertulis.

Ø Guru mendorong peserta

didik bekerjasama,

saling mempertanyakan

terhadap masalah yang

ditemukan dalam diskusi

kelompok

Ø Guru memfasilitasi

untuk menyajikan hasil

kerja kelompok.

Ø Guru melakukan tanya-

jawab mengenai hal-hal

yang belum diketahui

negatif dari cerita

relief Garudeya

Tahap 4:

Antar peserta didik

dalam kelompok

saling menghargai

terhadap nilai-nilai.

Tahap 5:

Peserta didik

mendiskusikan

kembali untuk

menentukan nilai

positif dan negatif

apa yang dapat

diambil dari relief

cerita garudeya.

Tahap 6:

Mengaktualisasikan

pilihan tindakan

Page 110: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Penutup

Fase 6

peserta didik dalam

diskusi.

Ø Guru bersama-sama

peserta didik meluruskan

kesalah-pahaman,

memberi penguatan, dan

menyimpulkan hasil

diskusi.

Ø Guru meminta peserta

didik untuk

mendeskripsikan nilai-

nilai yang ditemukan,

dan dapat diteladani

dalam kehidupan

sekolah, masyarakat, dan

negara

Ø Guru memberi tes

formatif untuk

mengukur capain tujuan

pembelajaran

Pada penutup guru bersama

peserta didik membuat:

1. Simpulan/rangkuman

(nilai):

Ø Peserta didik

menanyakan

masalah yang

belum diketahui

dari hasil diskusi

Ø Peserta didik

menjawab

pertanyaan guru

Ø Kelompok

diskusi membuat

rangkuman hasil

diskusi, dan

mengembangkan

nya dalam

kehidupan

sehari-hari

Tahap 7

Internalisasi nilai-

nilai pendidikan

Page 111: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

2. Refleksi hasil diskusi.

3. Memberi penghargaan

kepada kelompok yang

kompak dan bagus

jawabannya.

4. Memberi umpan balik

terhadap proses dan hasil

pembelajaran

5. Memberi penguatan

untuk aktualisasi nilai

dalam kehidupan sehari-

hari

dalam cerita relief

Garudeya dalam

kehidupan sekolah,

masyarakat, dan

negara

Ø Peserta didik

melakukan refleksi

dan merangkum

hasil diskusi

Ø Melakukan

respons terhadap

materi diskusi

kelompok yang

disajikan.

Ø Memberi alasan

terhadap

perbedaan

pendapat dari hasil

diskusi kelompok

yang disajikan.

Ø Bersama-sama

guru memberi

simpulan.

Page 112: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Ø Menentukan

rekomendasi akhir

terhadap nilai-nilai

untuk diekspresi-

kan dalam

kehidupan sehari-

hari.

F. Sumber Belajar

Ø Foto-foto dan gambar Candi Kidal dan relief cerita Garudeya

Ø Buku Sejarah SMP Kelas VII Jilid 1 Penyusun Matroji, Penerbit Erlangga:

Jakarta tahun 2007

G. Evaluasi

1. Evaluasi proses: mengukur aktivitas belajar individual dan partisipasi

siswa dalam kegiatan kelompok/kelas.

Alat : Lembar observasi siswa

No Nama Siswa Aspek Jumlah Katagori

A B C D E

Keterangan:

Aspek A : keaktifan dalam kelompok

Page 113: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Aspek B : kemampuan kerjasama dalam kelompok

Aspek C : Kemampuan berargumentasi dan mengemukakan pendapat

Aspek D : kualitas dan keluasan wawasan

Aspek E : etika dan penggunaan bahasa

Skor 1 : sangat kurang

Skor 2 : kurang

Skor 3 : cukup

Skor 4 : baik

Skor 5 : sangat baik

Katagori total skor:

0-10 : kurang

11-15 : cukup

16-20 : baik

21-25 : sangat baik.

Page 114: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Selain melakukan pembelajaran di dalam kelas, pembelajaran juga bisa

dilakukan di luar kelas. Pembelajaran menggunakan nilai-nilai pendidikan dalam

cerita relief Garudeya Candi Kidal sebagai sumber pembelajaran sejarah di luar

kelas dapat dilakukan dengan metode Contextual Teaching Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep

pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran

dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga peserta didik mampu

menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan

sehari-hari (Mulyasa, 2006:102). Proses pembelajaran CTL menuntut siswa

mempelajari objek secara langsung dengan melihat dan memahaminya dalam

kehidupan nyata.

Proses pembelajaran secara langsung dengan sumber pembelajaran yang

dapat dilihat secara langsung tersebut sangat bermanfaat bagi peserta didik. Selain

memotivasi siswa dalam belajar, bersifat menyenangkan karena peserta didik

tidak harus mendengarkan guru, bisa ke luar ruangan, dan peserta didik memiliki

kebabasan untuk belajar sendiri. Dalam hal ini peranan peserta didik yang penting

adalah: (1) mengambil prakarsa dalam pencarian masalah, (2) pelaku aktif dalam

belajar melakukan penelitian, (3) penjelajah maslah, dan (4) penemu pemecah

masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 74).

Pelaksanaan pembelajaran CTL dengan menggunakan nilai-nilai

pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah

dapat dilakukan melalui beberapa tahap.

a. Tahap Perencanaan

Page 115: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

(1) Penentuan alokasi waktu

Alokasi waktu untuk kompetensi dasar ”Mendeskripsikan

perkembangan masyarakat kebudayaan dan pemerintahan pada masa

Hindu-Budha serta peninggalan-peninggalannya” adalah 2 x 40 menit.

Alokasi waktu tersebut termasuk sangat kurang apabila dipergunakan

untuk mengajak siswa secara langung mengamati candi Kidal dan relief

cerita Garudeya untuk mengetahui nilai-nilai moral yang terdapat di

dalamnya. Namun keterbatasan waktu tersebut masih dapat diatasi yaitu

dengan persiapan yang matang sebelum pelaksanaan pembelajaran.

Alokasi waktu 2 x 40 menit dipergunakan untuk kunjungan di

candi Kidal, mengamati bagian-bagian candi dan relief cerita garudeya,

mendengarkan deskripsi relief garudeya dari juru rawat candi, siswa dan

kelompoknya menyimpulkan sendiri nilai-nilai yang terkandung dalam

cerita relief garudeya.

(2) Mengajukan surat permohonan perijinan kepada kepala sekolah

(3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan menggunakan

metode CTL

(4) Menyusun daftar kelompok. Peserta didik dibagi dalam 8 kelompok yang

beranggotakan 5 orang

(5) Menyusun lembar kegiatan dan lembar panduan pengamatan.

(6) Menyusun instrumen penilaian. Metode pembelajaran CTL selain dapat

meningkatkan pemahaman dan pengetahuan peserta didik mengenai materi

tertentu, juga dapat meningkatkan segi afektif dan psikomotorik peserta

Page 116: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

didik. Oleh karena itu, guru hendaknya juga mempersiapkan instrumen

untuk menilai kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta

didik.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Pembelajaran di lapangan

Pada tahap ini guru mengajak peserta didik menuju candi Kidal,

terlebih dahulu peserta didik diberi lembar kegiatan, panduan pengamatan,

dan lembar soal untuk latihan dalam kelompok.

Peserta didik secara berkelompok bersama dengan guru dan

didampingi oleh juru rawat candi mengamati bagian-bagian dari Candi

Kidal mulai dari kaki candi, badan candi, dan atap candi. Peserta didik

diminta mengamati bagian-bagian tersebut dengan memakai penduan

pengamatan yang sudah dibuat oleh guru.

Selama pengamatan, peserta didik diberi penjelasan tentang

bagian-bagian candi tersebut, termasuk benda-benda yang menghiasi candi

Kidal. Selain itu peserta didik juga diberi penjelasan tentang tiga buah

hiasan relief garudeya yang terpahat pada bagian badan candi. Masing-

masing panel relief memiliki katerkaitan antara satu dengan yang lain,

yang akhirnya memunculkan suatu rangkaian cerita yang memiliki muatan

nilai-nilai pendidikan di dalamnya. Peserta didik ditugaskan untuk

mendeskripsikan dan mengambil nilai-nilai yang dapat diteladani dari

cerita relief garudeya.

Page 117: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Pada akhir kunjungan, guru memberikan tugas kepada peserta

didik untuk membuat laporan hasil pengamatan di candi Kidal dan

deskripsi cerita serta nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada relief cerita

Garudeya secara berkelompok untuk didiskusikan dalam diskusi kelas

pada pertemuan berikutnya.

2) Pembelajaran di kelas

Peserta didik mengumpulkan tugas laporan hasil pengamatan di

candi kidal, deskripsi cerita serta nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada

relief cerita gerudeya. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil

laporannya di depan kelas.

Setelah diskusi kelas, guru menyimpulkan materi yang telah

dipelajari. Untuk mengetahui pemahaman peserta didik mengenai materi yang

dipelajari serta penguatan nilai-nilai, guru melakukan tanya jawab dengan

peserta didik. Guru mengamati peserta didik dan melakukan penilaian segi

kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan mempergunakan intrumen yang

sudah disusun terlebih dahulu.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, peneliti bermaksud membuat RPP

tentang pembelajaran nilai dengan menggunakan nilai-nilai pendidikan dalam

cerita relief garudeya sebagai materi pembelajaran. Teknik pengajaran yang

digunakan adalah teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau

disingkat VCT, teknik ini dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk

membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik

Page 118: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah

ada dan tertanam dalam diri siswa ( Wina Sanjaya, 2009:283).

Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap

adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru

menananamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memperhatikan nilai yang

sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya sering terjadi benturan atau konflik

dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk

dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan

dalam menyelaraskan nilai lama dengan nilai baru (Wina Sanjaya, 2009:283)

VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral, VCT

bertujuan:

a. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.

b. Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik

tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina

ke arah peningkatan dan pembetulannya.

c. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional

dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik

siswa.

d. Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan

terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari

di masyarakat (Wina Sanjaya, 2009:284).

Karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap

adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah

Page 119: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai

baru yang hendak ditanamkan.

Tugas guru adalah menyadarkan siswa akan nilai dan tingkah laku yang

luhur atau dihargai, untuk itu guru dapat menempuh cara dengan memberikan

rangsangan sejumlah alternatif kepada siswa untuk dipilihnya. Dengan cara ini

siswa akan meneliti, membanding-bandingkan, mengemukakan alasan dasar

pilihannya sehingga mampu menentukan pilihannya dengan keyakinan yang

kokoh. Siswa tidak sekedar menerima nilai-nilai tersebut (Una Kartawisastra dkk,

1980: 7).

VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran dapat diterapkan

dengan menggunakan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai

sumber pembelajaran. Dengan menggunakan teknik klarifikasi nilai, siswa akan

berusaha untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan apa saja yang ada dalam relief

cerita garudeya, kemudian mereka akan membangun persepsi tersendiri mengenai

nilai-nilai apa yang dianggap mereka adalah baik. Pembelajaran ini lebih

menekankan bagaimana seorang siswa membangun nilai-nilai yang dianggapnya

baik dari relief cerita garudeya, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan

mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan

VCT adalah:

a. Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu

memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik.

Page 120: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

b. Jangan memaksa siswa untuk memberikan respons tertentu apabila memang

siswa tidak menghendakinya.

c. Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga siswa akan

mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.

d. Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia menjadi

defensif.

e. Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.

f. Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam (Wina Sanjaya,2009:285)

Secara umum pembelajaran menggunakan model VCT dapat dilakukan

dalam beberapa tahap sebagai berikut.

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini guru membuat perencanaan dan persiapan pelaksanaan

pembelajaran model VCT sehingga terlaksana dengan baik dan sesuai dengan

terget yang ditetapkan. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan adalah di

antaranya adalah:

1) Menyususn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

2) Membuat media pembelajaran berupa fota candi Kidal dan relief cerita

Garudeya.

3) Menyusun daftar kelompok kerja

4) Menyusun lembar stimulus

5) Menyusun instrumen penilaian termasuk lembar pengamatan kemampuan

siswa dalam berdiskusi, lembar keaktifan dalam diskusi.

b. Tahap Pelaksanaan

Page 121: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

1) Pembelajaran pertama

Alokasi waktu adalah 2 x 40 menit dan dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru memberikan motivasi

kepada peserta didik mengenai manfaat pengetahuan sejarah terhadap

kehidupan dan kepribadian bangsa. Selanjutnya guru menjelaskan standar

kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaiannya, guru

memberikan sedikit ulasan tentang candi Kidal dan relief cerita Garudeya.

2) Pelaksanaan VCT

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa

mengeksplorasi dengan menyimak materi yang akan dibahas bersama

tentang Candi Kidal dan Relief Cerita Garudeya. Guru menampilkan

gambar-gambar mengenai candi Kidal dan Relief Garudeya dan melakukan

tanya jawab secara interaktif mengenai keberadaan Candi Kidal dan Relief

Garudeya.

Guru menyajikan stimulus berupa analisis nilai-nilai pendidikan

dan cerita relief Garudeya yang berkaitan dengan materi pembelajaran,

siswa merespon secara spontan terhadap simulus yang diberikan,

melakukan dialog terpimpin oleh guru secara individual, kelompok atau

klasikal. Guru bersama siswa melaksanakan pembahasan untuk

membuktikkan nilai-nilai moral yang harus dilestarikan peserta didik dalam

melestarikan budaya dan memperkokoh budaya bangsa diakhiri dengan

penyimpulan materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut.

Page 122: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Guru memberikan penilaian secara lisan terkait keaktifan siswa

dalam pembelajaran. Guru dan siswa bersama-sama melakukan refleksi

untuk menemukan hikmah yang terkandung dalam materi pembelajaran.

Pada akhir pertemuan pertama bersama-sama melakukan refleksi materi

yang telah dibahas dan menanyakan siswa apakah ada yang belum

dipahami sebelum ditutup. Membuat kesimpulan materi dan menjelaskan

tugas terkai materi, yaitu mencari bahan-bahan di internet mengenai relief

cerita relief Garudeya, berkunjung langsung pada candi Kidal atau pustaka

terkait untuk diskusi pada pertemuan selanjutnya, membagi siswa dalam

beberapa kelompok dan guru menyampaikan rencana pembelajaran

selanjutnya agar siswa dapat menyiapkan tema-tema untuk tugas masing-

masing kelompok.

3) Pelaksanaan Pembelajaran kedua

Satu minggu setelah melaksanakan pembelajaran pertama, guru

tetap menyiapkan siswa secara psikis agar siap mengikuti pembelajaran.

Guru menanyakan apakah siswa masih mengingat materi yang telah

diberikan pada pertemuan selanjutnya, pada awal pertemuan guru juga

menjelaskan tentang apa yang akan dibahas dalam pertemuan kali ini.

Guru menjelaskan tentang materi yang sebelumnya untuk

mengkaitkan dengan materi yang akan dibahas. Selanjutnya guru

memberikan kesempatan peserta didik untuk melakukan persiapan terakhir

sebelum diskusi kelompok dimulai, guru menjelaskan mengenai cara dari

pembelajaran kali ini dengan cara diskusi dan sistematisasinya.

Page 123: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Selanjutnya adalah pelaksanaan VCT pada pembelajaran kedua.

Pada tahap ini guru mendampingi dan memfasilitasi, dan memantau dalam

diskusi terkait materi yang telah dibagi dalam masing-masing kelompok.

Siswa mulai berdiskusi secara bergantian antara kelompok-kelompok yang

ada dan difasilitasi oleh guru. Guru memberikan penilaian secara lisan dan

pengamatan terkait keaktifan siswa dalam diskusi dan secara keseluruhan

dari diskusi.

Penentuan klasifikasi nilai pemahaman nilai sejarah dan nilai

pendidikan yang terkandung dalam materi yang dibahas pada pertemuan

ini. Pembahasan dilakukan untuk membuktikan nilai-nilai sejarah dan

pendidikan yang harus dilestarikan peserta didik dalam melestarikan

budaya dan memperkokoh budaya bangsa. Setelah dilakukan pembahasan

dilanjutkan dengan penyimpulan materi yang dipelajari pada pertemuan

tersebut.

Guru memberikan penilaian secara lisan terkait keaktifan siswa

dalam pembelajaran dan bersama-sama melakukan refleksi untuk

menemukan hikmah yang terkandung dalam materi pembelajaran. Pada

akhir pertemuan kedua guru dan siswa melakukan refleksi materi yang

telah dibahas dan menanyakan siswa apakah ada yang belum paham

sebelum ditutup, selanjutnya menarik kesimpulan terhadap materi yang

telah dibahas.

Page 124: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan dalam tiga relief dan

masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu

masuk. Pembacaannya dengan cara Prasawya (berjalan berlawanan dengan arah

jarum jam dimulai dari sisi sebelah selatan atau sisi sebelah kanan tangga masuk

candi). Relief ini merupakan kisah tentang Garuda yang terdapat pada kitab

Adiparwa, kisah ini merupakan kisah kesusastraan Jawa Kuno yang sangat

populer di kalangan rakyat pada masa itu. Berkisah tentang perjalanan Garuda

dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.

Candi Kidal memiliki nilai-nilai folisofi dalam kehidupan masyarakat,

relief candi menceritakan tentang cerita Garudeya mitologi yang berisikan pesan

moural pembebasan, perbudakan. Cerita relief garudeya pada candi Kidal

terkandung nilai-nilai yang bias dipahami sekaligus disadari oleh peserta didik,

nilai-nilai yang dapat dipahami tersebut adalah nilai yang biasa diajarkan dalam

kehidupan sehari-hari yang tidak jauh dari pengalaman peserta didik itu sendiri,

seperti patuh dan cinta terhadap orang tua, senantiasa diingatkan untuk berbuat

baik dengan orang lain, dan tidak sombong. Cerita relief Garudeya adalah salah

satu wahana untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik.

Nilai-nilai pada cerita relief Garudeya dapat dimanfaatkan sebagai sumber

pembelajaran sejarah di SMP, terutama menyangkut pembelajaran tentang nilai.

Page 125: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Guru selama ini jarang menyinggung tentang keberadaan nilai-nilai tersebut,

dengan kata lain guru belum memanfaatkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita

relief tersebut. Guru selama ini jarang menyinggung tentang keberadaan nilai-nilai

tersebut, guru hanya terbatas mengungkapkan nilai-nilai dan guru tidak mencoba

untuk membangun kesadaran dari peserta didik untuk mengaplikasikan pilihan

nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Upaya untuk memanfaatkan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

Garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah memiliki kendala yang

menghambat dalam pelaksanaannya. Kendala tersebut antara lain guru tidak

semuanya mengetahui isi cerita dari relief tersebut, selain itu kendala biaya dan

akomodasi adalah hal-hal yang memberatkan siswa ketika akan berkunjung ke

candi Kidal untuk mempelajari secara langsung nilai-nilai pendidikan dalam cerita

relief Garudeya.

Solusi yang ditawarkan adalah peneliti berinsiatif untuk membuat sebuah

rencana pelaksanan pembelajaran (RPP) tentang nilai dengan menggunakan nilai-

nilai pendidikan dalam cerita relief Garudeya sebagai sumber pembelajaran

sejarah, yang didalamnya terdapat komponen-komponen seperti teknik klarifikasi

nilai. Diharapkan ketika guru akan mencoba memanfaatkan nilai-nilai pendidikan

dalam cerita relief Garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah tidak

mengalami kesulitan.

B. Implikasi Penelitian

Relief candi adalah hasil budaya yang dapat diamati untuk menyelidiki

keadaan social-ekonomi dan budaya masyarakat pada masa lampau sekaligus

Page 126: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

merupakan sumber yang tepat untuk mewariskan nilai-nilai pendidikan. Relief

yang terdapat pada candi Kidal menceritakan tentang cerita Garuda, mitologi yang

berisikan pesan moral pembebasan dari perbudakan.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berkewajiban untuk

turut serta berpartisipasi dalam upaya pelestarian kebudayaan dan nilai-nilai

pendidikan tersebut, salah satunya adalah dengan memanfaatkan nilai-nilai

pendidikan dalam cerita relief garudeya sebagai sumber pembelajaran sejarah,

salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran IPS untuk kelas VII semester 2

adalah “Mendeskripsikan perkembangan masyarakat kebudayaan dan pemerinta-

han pada masa Hindu-Budha serta peninggalan-peninggalannya”, proses

penanaman nilai dalam pembelajaran dengan menggunakan nilai-nilai pendidikan

dalam cerita relief garudeya dilakukan dengan menambahkan pada indikator-

indikator yang dikembangkan dalam silabus pembelajaran IPS.

Beberapa hal dapat dikembangkan dalam pendidikan nilai adalah

pengembangan RPP yang menekankan pendidikan nilai dalam perumusan

indikator pembelajaran, pengembangan materi pelajaran, penyusunan skenario

pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar, dan penilaian pembelajaran.

Nilai-nilai pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan materi yang dipelajari

dan juga tergantung cara pemanfaatannya.

Pembelajaran tentang nilai tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kelas

saja tetapi dapat dilakukan di luar kelas. Siswa dapat diajak secara langsung relief

cerita Garudeya, sebelum siswa melakukan kunjungan ke candi Kidal dan

mempelajari cerita relief cerita Garudeya terlebih dahulu guru harus membekali

Page 127: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

siswa dengan cerita relief tersebut dan penjelasan dari masing-masing panel relief

sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami cerita yang terdapat

dalam relief tersebut. Diharapkan ketika siswa sudah memahami tentang cerita

tersebut, mereka akan lebih mudah untuk menemukan nilai-nilai pendidikan dan

yang lebih penting adalah munculnya kesadaran pelaksanaan nilai-nilai positif dan

menghindarkan nilai-nilai negatif yang tentunya sangat bermanfaat dalam

kehidupan mereka.

C. Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas dapat diajukan

beberapa saran sebagai berikut.

1. Relief cerita garudeya yang terdapat pada candi Kidal, memiliki nilai-nilai

pendidikan yang sangat bermanfaat bagi pelaksanaan pembelajaran sejarah.

Guru disarankan untuk secara intensif dan kreatif dalam memanfaatkan nilai-

nilai pendidikan tersebut sebagai sumber pembelajaran sejarah bagi siswa.

2. Sebelum dilakukan pemanfaatan nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief

cerita garudeya, dianjurkan agar guru terlebih dahulu mengerti dan memahami

isi cerita dari relief cerita garudeya secara lengkap.

3. Dalam pemanfaatan nilai-nilai pendidikan dalam cerita gerudeya, guru

dianjurkan untuk menggunakan metode pembelajaran nilai yang di dalamnya

memuat tentang teknik klarifikasi nilai. Klarifikasi nilai yaitu dengan cara

guru memberikan suatu stimulus materi yang mendorong siswa dengan

Page 128: Relief Garudeya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan kemampuan

siswa dalam melalukan proses menilai atau mengklarifikasi nilai.

4. Sebagai materi pembelajaran di sekolah nilai-nilai pendidikan dalam relief

cerita garudeya dapat dimanfaatkan untuk pertimbangan dalam menyusun

bahan ajar, dan dapat memperkaya materi pembelajaran. Relief cerita

garudeya memiliki nilai-nilai kemanusiaan, kepekaan sosial, budi pekerti,

sehingga akan menumbuhkan solidaritas sosial dan empati terhadap

penderitaan orang lain. Nilai pendidikan ini semestinya diajarkan terhadap

siswa terutama untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama, bahwa

dalam cerita garudeya ditemukan nilai-nilai luhur yang perlu diajarkan kepada

para siswa, sehingga dapat menjalani kehidupan secara lebih baik.