Upload
sutan-nanang
View
837
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
WILAYAH PASCABENCANA GEMPA BUMI DI PROVINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 20092011
Kejadian bencana gempabumi mengguncang wilayah Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya pada tanggal 30 September 2009, pada pukul 17:16:09 WIB. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kekuatan gempa diperkirakan berkisar 7,6 SR dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS ‐ 99.65 BT pada kedalaman 71 km di dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat. Berselang 22 menit kemudian, tepatnya pada pukul 17:38:52 WIB terjadi gempa susulan berkekuatan 6,2 SR. Pusat gempa berada pada koordinat 0.72 LS ‐ 99.94 BT, pada kedalaman 110 km dan berjarak 22 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat
Kuatnya gempa yang terjadi juga dirasakan hingga Singapura dan Malaysia, serta di daerah Sumatera lainya, yaitu Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu dan Sumatra Utara.
Berdasarkan data terakhir yang diterbitkan oleh Satkorlak PB Provinsi Sumatera Barat dan BNPB per tanggal 18 Oktober 2009, jumlah korban jiwa pascabencana gempa bumi di Selatan Jawa Barat tercatat sebanyak 1.117 jiwa meninggal dunia, 1.214 jiwa korban luka berat, 1.688 luka ringan, serta pengungsi sejumlah 410 jiwa, yang sebagian besar berada di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Selain itu, sesuai hasil pemutakhiran data terakhir pada tanggal 28 Oktober 2009, total jumlah rumah yang mengalami kerusakan sebanyak 249.833 unit dengan rincian: 114.797 unit rumah rusak berat, 67.198 unit rumah rusak sedang dan 67.838 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan kerusakan sejumlah gedung pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, hotel dan gedung/perkantoran keuangan dan perbankan.
Perkiraan kerusakan dan kerugian pascabencana mengindikasikan bahwa kerusakan dan kerugian terparah terjadi pada komponen perumahan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 15,41 triliun. Sektor infrastruktur mengalami kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 963 miliar, sektor sosial Rp. 1,52 triliun, sektor ekonomi Rp. 2,3 triliun, dan lintas sektor (sub‐sektor pemerintahan dan lingkungan) menderita kerusakan dan kerugian sebesar Rp. 674,6 miliar, sehingga total nilai kerusakan dan kerugian tercatat Rp 20,86 triliun.
Berdasarkan pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah dan BNPB, total kebutuhan pemulihan pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 6,41 triliun, dengan rincian Rp 3,16 triliun diperuntukkan bagi pemulihan perumahan, pemulihan infrastrukur Rp. 661,9 miliar; pemulihan sarana dan prasarana sosial Rp. 1,268 triliun; pemulihan ekonomi Rp. 189,43 miliar dan lintas sektor, termasuk didalamnya kantor pemerintahan sebesar Rp. 1,097 triliun.
Potensi bencana alam di wilayah Provinsi Suamtera Barat antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang dan abrasi serta gerakan tanah/longsor. Pembelajaran untuk Provinsi Sumatera Barat yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah belum tersedianya sistem peringatan dini dan pengenalan terhadap faktor‐faktor penyebab risiko bencana; kurangnya pengetahuan dan kesiapsiagaan
ii
masyarakat dalam menghadapi bencana; dan belum tersedianya kerangka kebijakan dan kelembagaan penanggulangan bencana di daerah.
Kerangka kerja rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Prinsip pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi mengguna Berdasarkan perkiraan kerusakan dan kerugian serta pengkajian kebutuhan pemulihan pascabencana di wilayah Provinsi Sumatera Barat, maka strategi pemulihan akan lebih diprioritaskan pada: (1) Pemulihan Perumahan dan Prasarana Lingkungan Permukiman; (2) Pemulihan Prasarana Publik; (3) Pemulihan Sosial; yang difokuskan untuk pemulihan layanan dasar masyarakat serta pemenuhan layanan bagi kelompok rentan dan miskin; (4) Pemulihan Ekonomi Produktif; yang bertujuan untuk segera memulihkan kegiatan perekonomian daerah dan masyarakat; dan (5) Pemulihan Lintas Sektor; terutama membangun kembali dan memperbaiki bangunan pemerintah guna memulihkan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun anggaran, dimulai dengan persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun anggaran 2011.
Strategi umum pemulihan pascabencana gempa bumi di wilayah selatan Provinsi Sumatera Barat ditetapkan dengan memperhatikan: (1) Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat; (2) Kelestarian lingkungan hidup dan pengurangan risiko bencana; (3) Manfaat dan efektivitas bantuan bagi korban bencana alam; dan (4) Lingkup luas wilayah meliputi 12 (duabelas) kabupaten/kota yang terkena dampak bencana gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Perencanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang diatur dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004. Pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten dan masyarakat. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi merupakan kebijakan yang di‐integrasikan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Dalam kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan, Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah untuk penyusunan RAPBN, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk penyusunan RAPBD, sesuai dengan mekanisme dalam peraturan dan perundang‐undangan.
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi yang disusun melalui koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat dan BNPB akan di tindaklanjuti oleh BNPB untuk ditetapkan melalui keputusan Kepala BNPB. Sementara pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat melalui dukungan Tim Teknis yang akan dibentuk di tingkat Pusat. Penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan secara sistematis, terpadu dan terkoordinasi sehingga kebutuhan untuk memperbaiki sarana dan parasarana di setiap sektor dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemantauan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan sebagai upaya pengendalian proses rehabilitasi dan rekonstruksi, sedangkan evaluasi pelaksanaan dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum pelayanan dan peningkatan kinerja
iii
penanggulangan bencana serta sesuai dengan peraturan dan perundang‐undangan. Kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersumber dari APBN dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini melalui koordinasi Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Untuk sumber pendanaan APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota maka kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota wilayah pascabencana.
Kesinambungan pemulihan pascabencana dilaksanakan melalui reformasi kerangka peraturan penanggulangan bencana ke dalam kerangka pembangunan daerah jangka menengah dan panjang, dan reformasi kelembagaan penanggulangan sesuai amanat Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan peraturan perundangan lainnya yang terkait.
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................................... ix
DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................................... I.1
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................................................................. I.2
I.3. RUANG LINGKUP ......................................................................................................................................... I.3
I.4. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ............................ I.4
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH YANG TERKENA DAMPAK BENCANA .................................. II.1
II.1. LOKASI YANG TERKENA DAMPAK BENCANA .............................................................................. II.2
II.2. STATUS RESIKO ......................................................................................................................................... II.3
II.3. KONDISI PERUMAHAN, SARANA DAN PRASARANA PUBLIK ................................................ II.4
II.4. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA .......................................................................................................... II.7
II.5. KONDISI PEREKONOMIAN ................................................................................................................... II.8
II.6. KONDISI KESIAPAN PEMERINTAH, MASYARAKAT DAN SWASTA ................................... II.13
BAB III GAMBARAN DAMPAK KERUSAKAN ................................................................................................ III.1
III.1. KEJADIAN BENCANA DAN WILAYAH KERUSAKAN ................................................................... III.1
III.2 RESPON TERHADAP KEJADIAN BENCANA.................................................................................... III.2
III.2.1 RESPON PEMERINTAH ........................................................................................................ III.2
III.2.2 RESPON INTERNASIONAL ................................................................................................. III.6
III.3 PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA ............................................................................ III.12
III.3.1 PENILAIAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN ............................................................... III.13
III.3.2 PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN MANUSIA (HUMANITARIAN RECOVERY NEEDS ASSESSMENT) ............................................................................... III.13
III.4 PERKIRAAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN ................................................................................ III.14
III.4.1 SEKTOR PERUMAHAN ...................................................................................................... III.14
v
III.4.2 SEKTOR INFRASTRUKTUR.............................................................................................. III.15
III.4.3 SEKTOR SOSIAL ................................................................................................................... III.16
III.4.4. SEKTOR PRODUKTIF ......................................................................................................... III.16
III.4.5. LINTAS SEKTOR ................................................................................................................... III.17
III.4.6. DAMPAK BENCANA ............................................................................................................ III.18
DAMPAK TERHADAP PEREKONOMIAN .................................................................... III.18
DAMPAK TERHADAP MATA PENCAHARIAN DAN KETENAGAKERJAAN ... III.20
DAMPAK TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT .............................. III.20
III.5. PENILAIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN MANUSIA .................................................................. III.21
BAB IV UPAYA PENGURANGAN RISIKO PADA KONTEKS PASCA BENCANA ................................. IV.1
IV.1. POTENSI BENCANA ALAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT ............................................... IV.1
IV.1.1. JENIS BAHAYA ......................................................................................................................... IV.1
IV.1.2. KERENTANAN ......................................................................................................................... IV.4
IV.1.3. KEMAMPUAN ........................................................................................................................... IV.5
IV.2. PEMBELAJARAN DARI PERISTIWA BENCANA GEMPABUMI ................................................ IV.6
IV.3. PERUBAHAN PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA .................................................. IV.7
IV.3.1. REFORMASI PERANGKAT PERATURAN DAN KELEMBAGAAN .......................... IV.7
IV.3.2. PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA ..................................................... IV.9
IV.4. MITIGASI RISIKO BENCANA .............................................................................................................. IV.10
IV.5. KESIAPSIAGAAN ..................................................................................................................................... IV.12
BAB V KERANGKA KERJA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ..................................................... V.1
V.1. PRINSIP DASAR REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ............................................................. V.1
V.2. KEBIJAKAN UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ..................................................... V.1
V.3. SKENARIO REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ........................................................................ V.3
V.4. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI.................................. V.3
V.5. STRATEGI UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ...................................................... V.5
V.5.1. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PERUMAHAN DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN ............................................................................................ V.6
vi
V.5.2. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PRASARANA PUBLIK ............................................ V.8
V.5.3. STRATEGI UMUM PEMULIHAN SOSIAL ........................................................................ V.8
V.5.4. STRATEGI UMUM PEMULIHAN EKONOMI PRODUKTIF ........................................ V.9
V.5.5. STRATEGI UMUM PEMULIHAN LINTAS SEKTOR .................................................... V.10
V.5.6. PENGURANGAN RISIKO BENCANA ............................................................................... V.11
V.6. PENTAHAPAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ......................... V.11
V.7. SKEMA PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .............................................. V.13
BAB VI PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ................................................ VI.1
VI.1. KEBIJAKAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .................................... VI.1
VI.1.1. DANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH ....................................................................................................... VI.2
VI.1.1. DANA HIBAH ............................................................................................................................ VI.3
VI.2. KEBUTUHAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .................................... VI.4
VI.3. MEKANISME PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ...................................... VI.5
VI.3. KELEMBAGAAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ....................... VI.6
VI.4. PENGENDALIAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ........................ VI.7
VI.5. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ......................................................................................................................................... VI.7
VI.6. PENGAKHIRAN MASA TUGAS DAN KESINAMBUNGAN PEMULIHAN .............................. VI.9
VI.6.1. PENATAUSAHAAN ASSET REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .................. VI.10
VI.6.2. PENGAKHIRAN MASA TUGAS ........................................................................................ VI.10
VI.6.3. KESINAMBUNGAN PEMULIHAN PASCA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ................................................................................................................... VI.11
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Data Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ........................................................... II.7
Tabel II.8. Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB atas Dasar Harga Berlaku (Persen) Tahun 2004‐2008 .................................................................................................... II.10
Tabel II.10. Perkembangan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005‐2008 ............... II.11
Tabel II.11. Data Peningkatan Kesempatan Kerja Sektoral di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005‐2008 .......................................................................................................... II.12
Tabel III.1. Data Korban ................................................................................................................................... III.2
Tabel III.2. Bantuan Tanggap Darurat Bilateral ..................................................................................... III.6
Tabel III.3. Bantuan Tanggap Darurat Multilateral ........................................................................... III.12
Tabel III.4. Rekapitulasi Kerusakan dan Kerugian Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ....................................................................................................... III.14
Tabel III.5. Data Sebaran Kerusakan Sektor Perumahan ................................................................ III.15
Tabel III.6. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur ........................................ III.15
Tabel III.7. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial ....................................................... III.16
Tabel III.8. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif ................................................ III.17
Tabel III.9. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ................................................................................... III.17
Tabel III. 10. Kontribusi sektor terhadap PDB Nasional ..................................................................... III.18
Tabel III. 11. Distribusi Nilai Kerugian ....................................................................................................... III.19
Tabel III.12. Perbandingan Kondisi Kependudukan Sebelum Terjadi Bencana dengan Jumlah Kerusakan Bidang Perumahan Pasca Gempa Bumi 30 September 2009 di Provinsi Sumatera Barat ....................................................................................... III.22
Tabel IV.1. Kerentanan di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Jenis Ancaman Bencana ........................................................................................................................................... IV.5
Tabel V.1. Kerangka pentahapan dan ruang lingkup rehabilitasi dan rekonstruksi ........... V.12
Tabel V.2. Skema pembiayaan rehabilitasi dan rekonstruksi ....................................................... V.15
Tabel V.3. Matriks Strategi dan Pentahapan Pemulihan Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat .................................................................................................... V.16
viii
Tabel VI.1. Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera ......................................................................................................................................... VI.3
Tabel VI.2. Perkiraan penerimaan dana bantuan dari sumber multilateral dan bilateral ........................................................................................................................................... VI.4
Tabel VI.3. Rekapitulasi Kebutuhan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ................................. VI.5
Tabel VI.4. Mekanisme pelaporan pemantauan dan evaluasi sumber dana APBN ................ VI.8
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Intensitas Gempa bumi di Sumatera Barat, 30 September 2009 ......................... I.2
Gambar II.1. Peta Lokasi Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat ................................................. II.3
Gambar III.1. Peta Wilayah Terdampak ................................................................................................... III.1
Gambar IV.1. Tektonik dan sebaran sesar aktif di Indonesia ......................................................... IV.2
Gambar IV.2. Peta Indeks Bahaya Tsunami ........................................................................................... IV.3
Gambar IV.3. Jumlah Kejadian Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat tahun 2002 – 2009 ............................................................................................................................. IV.4
Gambar IV.4 Kedudukan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi/Kabupaten/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB) dalam Konstelasi Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah ...................................................................................................... IV.10
Gambar V.1. Penilaian Kebutuhan Pasca Bencana ............................................................................. V.4
Gambar V.2. Sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi ................................................. V.14
Gambar VI.1. Mekanisme Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi ........................................ VI.6
x
DAFTAR DIAGRAM
Diagram II.1. Bagan Alur Basis Data Guna Kepentingan Perencanaan ................................................ II.1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam selang waktu yang tidak lama, bencana gempa bumi kembali mengguncang wilayah Indonesia dan masih jelas dalam ingatan kejadian gempa bumi berkekuatan 7,3 pada Skala Richter (SR) yang melanda wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya, pada tanggal 2 September 2009 yang lalu. Dalam kurun waktu kurang dari sebulan, tepatnya hari Rabu, 30 September 2009 pukul 17:16:09 WIB, gempa bumi berkekuatan besar kembali mengguncang wilayah tanah air tepatnya di bagian barat Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kekuatan gempa diperkirakan berkisar 7,6 SR dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS ‐ 99.65 BT pada kedalaman 71 km di dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat. Berselang 22 menit kemudian, tepatnya pada pukul 17:38:52 WIB terjadi gempa susulan berkekuatan 6,2 SR. Pusat gempa berada pada koordinat 0.72 LS ‐ 99.94 BT, pada kedalaman 110 km dan berjarak 22 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat.
Gempa tersebut telah mengakibatkan kerusakan gedung/bangunan dan rumah yang parah di beberapa wilayah, terutama yang paling dekat dengan pusat gempa. Dampak kerusakan meliputi kabupaten/kota:
1. Kota Padang
2. Kota Padang Panjang
3. Kota Solok
4. Kota Pariaman
5. Kabupaten Pasaman
6. Kabupaten Pasaman Barat
7. Kabupaten Agam
8. Kabupaten Padang Pariaman
9. Kabupaten Tanah Datar
10. Kabupaten Pesisir Selatan
11. Kabupaten Kepulauan Mentawai
12. Kabupaten Solok
Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman merupakan daerah yang paling parah terkena dampak gempa bumi. Kuatnya guncangan gempa mengakibatkan banyak bangunan‐bangunan perkantoran dan rumah penduduk yang mengalami kerusakan. Di samping itu, kondisi geologis Kota Padang dan sekitarnya yang berada paling dekat dengan pusat gempa tersusun dari aluvium dan endapan batuan vulkanik berumur kuarter serta batuan sedimen berumur tersier yang mempunyai sifat lepas, urai, dan belum terkompaksi dengan baik, sehingga mempunyai sifat memperkuat efek goncangan gempa bumi.
I ‐ 2
Gambar I.1 Intensitas Gempa bumi di Sumatera Barat, 30 September 2009
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, ESDM
Gempa terjadi akibat penunjaman lempeng tektonik Samudera Hindia di bawah lempeng Asia di Pantai Barat Sumatra. Gempa tidak menyebabkan tsunami karena pusat gempa berada di lokasi yang cukup dalam, sehingga energinya tidak cukup kuat untuk menimbulkan tsunami. Kuatnya gempa yang terjadi juga dirasakan hingga Singapura dan Malaysia, serta di daerah Sumatera lainya, yaitu Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu dan Sumatra Utara.
Selang sehari pascagempa bumi di Provinsi Sumatera Barat, pada tanggal 1 Oktober 2009, pukul 08.52.29 WIB gempa bumi dengan kekuatan 7,0 SR kembali mengguncang wilayah Provinsi Jambi. Pusat gempa berada di darat dengan kedalaman 10 km dan berjarak 46 km arah tenggara Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Diperkirakan wilayah terkena dampak paling parah adalah di wilayah Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Marangin.
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Buku Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini disusun sebagai rencana program dan kegiatan untuk:
1. Membangun kesepahaman dan komitmen antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi/akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat, dalam membangun kembali
I ‐ 3
seluruh sendi kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana di Provinsi Sumatera Barat;
2. Menyelaraskan seluruh kegiatan perencanaan rehabilitasi pascabencana gempa yang disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang terkena bencana di Provinsi Sumatera Barat;
3. Menyesuaikan perencanaan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
4. Memaduserasikan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dengan perencanaan tahunan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah, Pusat dan Daerah;
5. Memberikan gambaran yang jelas kepada pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya mengenai pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi;
6. Mengembangkan sistem dan mekanisme mobilisasi pendanaan dari sumber APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota dan masyarakat secara efisien, efektif, transparan, partisipatif dan akuntabel, sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).
Sedangkan tujuan diterbitkannya Buku Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini adalah:
1. Terbentuknya saling pengertian antara pemerintah pusat dan daerah serta unsur‐unsur swasta, masyarakat nasional dan daerah agar pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi dapat berlangsung dengan baik;
2. Perencanaan program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa sesuai dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3. Perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan, sesuai dan selaras dengan dokumen perencanaan nasional dan daerah;
4. Perencanaan dan penganggaran yang partisipatif dan konsultatif, yakni program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa telah dikonsultasikan dan memuat masukan dari dan kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders);
5. Memudahkan dilakukannya pemantauan dan pengendalian atas kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa;
6. Penggunaan dan pengelolaan sumber dana untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa yang mematuhi prinsip "prudent" (kehati‐hatian) dan "accountable" (bertanggung‐jawab).
I.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi ini meliputi: (1) Sektor perumahan dan prasarana lingkungan permukiman; (2) Sektor infrastruktur; (3) Sektor
I ‐ 4
sosial; (4) Sektor ekonomi produktif; dan (5) Lintas sektor, yang diuraikan dalam masing‐masing Bab sebagai berikut:
Bab Pertama Buku Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, serta jangka waktu pelaksanaan dari rencana aksi ini.
Bab Kedua berisi gambaran singkat terhadap karakteristik wilayah sebelum bencana, yang ditinjau dari: (1) kondisi perumahan, sarana dan prasarana; (2) kondisi sosial dan budaya; dan (3) kondisi perkonomian serta faktor‐faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat kerentanan wilayah dan masyarkat.
Bab Ketiga, memaparkan kondisi wilayah yang terkena dampak bencana yang meliputi: kejadian bencana, jumlah korban jiwa dan kerusakan rumah dan bangunan serta respon yang telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam Bab ini juga dipaparkan secara singkat mengenai metode pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan, di antaranya: (1) Metode penilaian kerusakan dan kerugian; (2) metode pengkajian kebutuhan pemulihan kemanusiaan; (3) Perkiraan kerusakan dan kerugian pada sektor perumahan dan permukiman, sektor infrastruktur, sektor sosial, sektor ekonomi produktif dan lintas sektor; dan (4) Dampakbencana gempa bumi terhadap perekonomian daerah dan masyarakat.
Bab Keempat, memaparkan tentang analisis risiko bencana serta upaya‐upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di tingkat pemerintah dan masyarakat, yang ditinjau dari aspek kebijakan, kelembagaan, kapasitas dan ketersediaan sumberdaya baik dari pemerintah, masyarakat maupun lembaga internasional.
Bab Kelima berisikan penjelasan mengenai strategi pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk kebutuhan pendanaan dan ketersediaan alokasi sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat.
Bab Keenam berisikan prinsip, kebijakan dan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat.
Bab Ketujuh memamparkan tentang manajemen pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang meliputi: (1) Kelembagaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi; (2) Penatausahaan aset rehabilitasi dan rekonstruksi; (3) Pengakhiran masa tugas; serta (4) keberlanjutan dan kesinambungan pemulihan pascarehabilitasi dan pascarekonstruksi.
I.4. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Penentuan jangka waktu pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya skala kerusakan dan kerugian, besarnya kebutuhan pendanaan pemulihan yang diakibatkan oleh bencana gempa bumi serta ketersediaan sumberdaya dan kapasitas pemerintah dan masyarakat. Pendanaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi bersumber dari dana pemerintah (APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota), dana masyarakat dan swasta serta bantuan lembaga internasional. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku dengan menerapkan aspek manajemen akuntabilitas dan transparan.
I ‐ 5
Pelaksanaan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini mencakup kurun waktu 18 (delapan belas) bulan, dengan mulai berlakunya sejak tahun anggaran 2009 hingga tahun 2011 dengan mengikuti tahun anggaran yang berlaku.
Dengan memperhatikan sektor‐sektor yang terkena dampak, kegiatan pemulihan lebih diprioritaskan pada sektor‐sektor yang mengalami dampak paling parah yang berdampak signifikan terhadap kehidupan ekonomi dan sosial daerah dan masyarakat. Sebagai gambaran, berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian serta pengkajian kebutuhan pemulihan, sektor paling parah terkena dampak adalah perumahan dan prasarana lingkungan permukiman, kemudian diikuti dengan sektor ekonomi produktif, sektor sosial, sektor infrastruktur dan lintas sektor lainnya. Sehingga, pada pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat akan lebih difokuskan pada pemulihan sektor perumahan dan permukiman, diikuti dengan pemulihan dan revitalisasi ekonomi masyarakat dan daerah, pemulihan sarana dan parasana sosial (pendidikan dan kesehatan), pemulihan sarana dan prasarana pemerintahan yang diharapkan dapat segera diselesaikan pada tahun anggaran 2010, dengan tujuan:
1. Masyarakat korban bencana gempa dapat segera kembali ke rumah masing‐masing 2. Pelayanan umum dapat segera terselenggara untuk mendukung pemulihan kehidupan
dan kegiatan masyarakat seperti sediakala 3. Untuk mendukung upaya revitalisasi perekonomian daerah.
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH
YANG TERKENA DAMPAK
BENCANA
Untuk penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, diperlukan gambaran mengenai kondisi wilayah yang terkena bencana yang tertuang dalam angka sehingga perlu disusun data dasar. Data dasar tersebut mencakup kondisi geologi, geografi, demografi, psikografi, sarana prasarana, ekonomi dan sosial budaya di wilayah yang terkena bencana, sebelum bencana terjadi.
Data dasar sangat diperlukan dalam sebuah dokumen perencanaan, dalam hal ini Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat dijadikan sebagai acuan dalam menyusun kebijakan perencanaan, rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan serta evaluasi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal penting lainnya adalah pemutakhiran data setelah bencana dengan tujuan untuk mengetahui besarnya dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi tersebut (kerusakan dan kerugian), sebagaimana digambarkan alurnya dalam Diagram II.1 berikut ini.
Diagram II.1. Bagan Alur Basis Data Guna Kepentingan Perencanaan
Data Dasar Sebelum Bencana
Perubahan Data Sesudah Bencana
Perkiraan Kerusakan dan
Kerugian
Kebijakan Pemulihan
Rencana Tahapan Pemulihan
Pelaksanaan Pemulihan
Evaluasi Pelaksanaan
Evaluasi Perencanaan
II ‐ 2
Pada penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini, disepakati antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menggunakan data potensi desa Tahun 2007 dan 2008 yang disusun oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Sebagai data tambahan, juga digunakan data yang bersumber dari pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
II.1. LOKASI YANG TERKENA DAMPAK BENCANA
Wilayah kabupaten/kota yang terkena dampak gempa bumi tektonik tersebut meliputi seluruh wilayah kabupaten/kota di Sumatera Barat, namun kerusakan terparah terjadi di Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan.
Kabupaten Agam yang kondisinya cukup parah terjadi di Kecamatan Tanjung Mutiara dan Lubuk Basung, Pasaman Barat yakni Kecamatan Kinali dan Tiku kerusakannya parah. Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang merupakan dua wilayah yang terkena dampak kerusakan paling parah, gedung dan infrastruktur hancur, serta korban jiwa terbanyak.
Getaran gempa yang menurut USGS mencapai 7,9 SR dirasakan hingga ke sebagian pulau Sumatera seperti Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, Riau hingga ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Peringatan bahaya tsunami sempat dikeluarkan untuk wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand dan India namun kemudian dicabut oleh Pusat Peringatan Tsunami Pasifik karena setelah diamati selama satu jam gempa tersebut tidak memicu timbulnya gelombang tsunami. Berikut adalah sebaran lokasi yang tercatat terkena dampak gempa bumi di Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009.
II ‐ 3
Gambar II.1.
Peta Lokasi Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
II.2. STATUS RISIKO
Ditinjau dari sejarah kegempaan di zona gempa bumi Sumatera Barat, gempa bumi Padang dan sekitarnya yang terjadi saat ini sebenarnya hanyalah bagian dari sejarah panjang gempa bumi yang sudah berlangsung sejak masa lampau. Data sejarah gempa bumi kuat dan merusak di Padang merupakan cerminan dari kondisi tektonik yang merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks.
Sejarah Gempa bumi berdasarkan catatan data sejarah kegempaan, daerah Sumatera Barat memang sudah berapa kali mengalami gempa bumi merusak. Sejak 1822 hingga 2009 telah terjadi setidaknya 14 kali kejadian gempa bumi kuat dan merusak di Sumatera Barat dan di antaranya menyebabkan tsunami.
II ‐ 4
Kondisi seismik yang aktif dan kompleks zona gempa bumi Sumatera Barat tersusun atas dua generator gempa bumi. Pertama, pembangkit gempa bumi berasal dari kawasan barat Sumatera yaitu zona subduksi lempeng yang berpotensi menimbulkan gempa kuat yang besar kemungkinan diikuti tsunami. Gempa bumi ‐ gempa bumi yang dipicu oleh aktivitas penyusupan lempeng sebagian besar hiposenternya berpusat di perairan sebelah barat Sumatera. Hal ini berkaitan dengan adanya pertemuan lempeng benua di dasar laut. Untuk kawasan Sumatera Barat, potensi gempa besar justru akibat aktivitas lempeng di zona subduksi yang dicirikan dengan magnitudonya yang relatif lebih besar.
Generator gempa bumi kedua adalah zona patahan Sumatera atau yang populer dikenal sebagai Semangko Fault. Semangko Fault merupakan patahan sangat aktif di daratan yang membelah Pulau Sumatera menjadi dua, membentang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Teluk Semangko di Selat Sunda sampai ke wilayah Aceh di utara. Gempa bumi berkekuatan 7,0 skala Richter yang mengejutkan masyarakat Sungai Penuh pada hari Kamis (1/10/2009) yang episentrumnya sekitar 160 kilometer dari Kota Padang merupakan gempa bumi akibat aktivitas Patahan Semangko. Tampaknya pelepasan energi gempa bumi utama Padang berkekuatan 7.6 skala Richter yang dibangkitkan oleh aktivitas subduksi lempeng berdampak telah memicu aktivitas sesar di daratan.
Dengan demikian berdasarkan data sejarah gempa bumi di Sumatera, dalam 100 tahun terakhir, sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi zona patahan ini. Berdasarkan penelitian, aktivitas gempa bumi di patahan Semangko rata‐rata sekitar 5 tahun sekali. Meskipun gempa bumi di zona patahan ini magnitudonya relatif kecil, namun dampaknya bisa sangat berbahaya disebabkan sumbernya di daratan yang berdekatan dengan kawasan pemukiman.
Dalam status kehidupan ‘’normal”, masyarakat Sumbar harus mewaspadai adanya ancaman gempa tektonik besar yang sangat dikhawatirkan akan terjadi, di mana oleh para pakar geologi dikatakan berpotensi untuk menimbulkan tsunami yang sangat berbahaya bagi pemukiman padat penduduk yang terletak di sepanjang pantai Barat pulau Sumatera, terutama Provinsi Sumbar dan Bengkulu.
Lokasi pusat gempa tanggal 30 September 2009 yang terletak 52 km dari kota Padang arah Barat Daya Pariaman, mengindikasikan bahwa gempa ini bukanlah gempa besar dimaksud, yang seharusnya memiliki epicentrum yang terletak di patahan tektonik benua yang terletak sebelah Barat kepulauan Mentawai. Inilah segmen patahan yang sampai saat ini dideteksi belum melepaskan energi luar biasa yang dihimpunnya selama 200‐300 tahun terakhir. Inilah sumber gempa sebenarnya terjadi pada tahun 1797 dan 1833 yang lalu yang menurut catatan sejarah dan jejak yang ditinggalkannya menimbulkan gelombang tsunami besar yang menghantam pantai barat Sumatera Barat dan Bengkulu.
II.3. KONDISI PERUMAHAN, SARANA DAN PRASARANA PUBLIK
Kondisi prasarana publik secara umum di Provinsi Sumbar memiliki jaringan prasarana transportasi yang memadai seperti jaringan jalan raya, pelabuhan pada beberapa kota yang terletak di tepi Samudera Indonesia itu, bandar udara seperti Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM), Pangkalan Angkatan Udara Tabing, Lapangan Terbang Perintis Rokot (pulau Sipora), dan airstrip Simpang Empat yang pernah dibangun tapi tidak pernah digunakan.
II ‐ 5
Pelabuhan laut antara lain terdapat di Padang (Teluk Bayur dan Bungus), Air Bangis, dan Tiku, dan beberapa pelabuhan di kepulauan Mentawai (Siberut, Tuapejat, Sioban, Sikakap).
Jaringan jalan Sumbar sebagian berupa jalan di daerah pegunungan (mountainous road), daerah perbukitan (hilly road), dan sebagian lagi terdapat di daerah pedataran. Sebagian pula dari jalan di daerah pedataran ini merupakan jalan dengan alignment/route yang menyusuri sepanjang garis pantai dengan jarak yang relatif dekat antara badan jalan dan bibir pantai yang bervariasi. Tiga buah lapangan terbang : Bandara Minangkabau, Tabing, dan Rokot yang disebutkan di atas berjarak relatif sangat dekat ke pantai yang menghadap ke Samudera Indonesia. Lapangan terbang terdekat ke Sumbar adalah bandara Jambi, Pekanbaru, Bengkulu, dan lapangan perintis di Sibolga (Pinagsori).
Dalam keadaan normal, secara umum seluruh prasarana transportasi tersebut berada dalam kondisi “sedang” sampai “baik”. Hampir seluruh prasarana transportasi ini berfungsi melayani angkutan manusia dan barang yang sangat penting bagi denyut kehidupan dan ekonomi wilayah Sumbar sendiri dan wilayah sekitarnya. Namun usai bencana gempa bumi 30 Septemebr 2009, kota Padang menjadi kota mati karena padamnya bekalan arus listrik, telekomunikasi terganggu. Selain itu fasilitas umum seperti Pasar Raya Padang sebagian terbakar dan runtuh, sejumlah gedung perkantoran termasuk hotel/penginapan, rumah sakit seprti RS M. Jamil, dan beberapa pusat perbelanjaan turut runtuh, sehingga banyak yang terjebak di dalam reruntuhan bangunan. Proses evakuasi korban yang sebagian besar diduga masih tertimbun reruntuhan gedung dan pertokoan cukup mengalami kendala karena kondisi peralatan yang terbatas, akses jalan ke Sumatera Barat terputus, kondisi gelap dan diguyur hujan deras selama beberapa hari pascagempa. Jalan lintas yang menghubungkan Kota Padang dengan Panjangpanjang terputus akibat longsornya tebing bukit di jalur lintas itu. Selain itu jalur Bukittinggi‐Medan hingga Bengkulu juga terputus. Tidak ada kendaraan yang bisa lewat pada beberapa hari setelah waktu gempa. Di Padang pariaman banyak ruas jalan terputus karena longsor.
Tidak hanya jalan‐jalan yang retak dan tertutup longsor, rumah penduduk pun terlihat banyak yang roboh seperti terlihat di Kabupaten Padang Pariaman. Di Padang Panjang, jalan tertutup longsor berada di Selaying Bawah dekat lokasi air terjun hingga pasar Padang Panjang sepanjang kurang lebih 10 kilometer. Akses jalan lain menuju ke Padang seperti melalui Maninjau Kabupaten Agam pun juga tidak luput dari longsor, kondisi jalannya rusak parah.
Sekitar 85 persen infrastruktur di Sumatera Barat rusak akibat gempa (Sumber : Dinas Prasarana Jalan Sumbar, 19 Oktober 2009). Dari data Satkorlak Penanggulangan Bencana Sumbar, tercatat untuk jalan sebanyak 178 unit yang mengalami rusak berat, 63 unit rusak sedang dan 51 unit rusak ringan. Sedangkan jembatan yang mengalami rusak akibat gempa sebanyak 68 buah yang terdiri dari 21 buah rusak berat, 30 buah rusak sedang, serta 17 rusak ringan. Empat titik kerusakan jalan yang parah di wilayah Padang Pariaman dan satu titik di jalur Padang‐Solok Kilometer 18 mendesak untuk diperbaiki. Kerusakan empat titik jalan di wilayah Padang Pariaman relatif akan mengganggu pengiriman bantuan dan aktivitas pemulihan serta tahap rekonstruksi di sejumlah wilayah pedalaman di kabupaten tersebut. Empat titik tersebut semuanya terletak di Kecamatan V Koto Timur, yang menuju ke arah Nagari Padang Alai serta Patamuan. Dua wilayah yang menjadi area terparah dampak gempa dan saat ini sebagian besar warganya masih dalam pengungsian. Di Jalur Padang‐Solok di Km 18 juga mengkhawatirkan. Jalur ini merupakan jalan nasional yang menghubungkan Padang dengan Kabupaten Solok serta kabupaten‐kabupaten lain di wilayah tenggara.
II ‐ 6
Gempa juga merusak fasilitas pendidikan. Sebanyak 1.384 bangunan sekolah rusak berat, 1.018 rusak sedang, dan 744 rusak ringan. Selain itu, gempa mengakibatkan 237 kantor pemerintah rusak berat, 78 rusak sedang, dan 73 rusak ringan. Sebanyak 168 jalan rusak berat, 65 rusak sedang, dan 26 rusak ringan. Begitu pula dengan jembatan, sebanyak 16 jembatan rusak berat, 28 rusak sedang, dan lima rusak ringan. Sebanyak 40 unit saluran irigasi rusak berat, 24 rusak sedang, dan 22 rusak ringan.
Gempa berkekuatan sebesar 7,9 pada skala Richter tidak hanya berdampak terbatas pada sebagian besar jaringan jalan, bandar udara, dan pelabuhan, ternyata gempa ini mengakibatkan terjadinya longsoran hebat pada sejumlah bukit yang antara lain mampu mengubur 3 buah desa yang terletak di kaki sebuah perbukitan. Longsoran ini juga menimbulkan keretakan dan amblesnya beberapa badan jalan (bukan jalan Negara dan Provinsi). Dinding perbukitan di pinggiran Danau Maninjau juga mengalami keruntuhan yang hebat di banyak tempat.
Longsoran dan keruntuhan cukup parah terjadi di banyak lokasi seperti ini belum pernah terjadi pada gempa‐gempa sebelumnya di Sumbar. Getaran gempa yang merusak kekokohan dan stabilitas lereng ini diperburuk oleh kondisi hujan lebat yang terus mengguyur Sumbar pada hari‐hari awal pascagempa tersebut.
Menurut para pakar, jika gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat terjadi dengan kekuatan di atas 8.0 pada skala Richter maka akan berpotensi menimbulkan kelongsoran yang benar‐benar perlu diwaspadai, karena sebagian jaringan jalan di Sumatera Barat adalah berupa jalan pegunungan (mountainous road) dan jalan yang terletak di daerah perbukitan (hilly road) seperti jalan melintasi lembah Anai, jalan Padang‐Solok, Lubuk Selasih‐Muara Labuh, Bukittinggi‐Maninjau, Matur‐Lubuk Basung, Payakumbuh‐Batas Riau, sebagian jalan Lintas Sumatera, dan lain‐lain. Apabila badan jalan dari sejumlah jalan yang terletak di kawasan pegunungan dan perbukitan ini kemudian runtuh akibat getaran gempa yang hebat, sejumlah daerah bencana di Sumbar (terutama kota Padang) berpotensi untuk menjadi terisolir dan menghambat langkah pertolongan pertama yang punya arti sangat penting dalam suatu langkah penyelamatan.
Meski gempa tersebut tidak menimbulkan bencana tsunami, namun Sumatera Barat sangat berpotensi akan terjadi gempa besar diikuti oleh tsunami sebagaimana yang dikhawatirkan. Masalahnya adalah jalan raya terletak hampir di sepanjang bibir pantai Sumatera Barat. Bandara Minangkabau dan Tabingpun hanya berjarak kurang dari 2 km dari bibir pantai yang menghadap ke Samudera Indonesia, sebagaimana halnya juga dengan pelabuhan Telukbayur, Airbangis, dan lain‐lainnya. Pelabuhan sepanjang pantai Barat inipun juga berpotensi untuk mengalami kerusakan yang parah dan tidak dapat berfungsi.
Kondisi umum transportasi seperti itu perlu dicermati karena apabila bandara Minangkabau dan Tabing mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi, maka lapangan terdekat yang dapat digunakan adalah bandar udara Pekanbaru, Jambi, Pinangsori, dan Bengkulu yang berlokasi cukup jauh. Apabila jalan pantai ini putus dihantam misalnya sebutlah oleh gelombang tsunami di sejumlah tempat, sejumlah lokasi kota/desa berpenduduk padat yang terletak di sepanjang pantai maka akan sangat berpotensi menjadi kawasan bencana atau akan terisolir dari dunia luar. Dengan gempa yang terjadi pada 30 september 2009 yang menimbulkan kerusakan prasarana transportasi yang cukup besar tersebut, sejumlah kawasan bencana akan menjadi terisolir dan mengakibatkan bantuan awal akan mengalami kesulitan untuk mencapai para korban yang sangat memerlukan pertolongan segera.
II ‐ 7
Kondisi lain yang harus diperhitungkan adalah apabila terjadi tsunami, perlu dicermati kondisi Sungai Batang Arau sebelum Muaro di mana alirannya bercabang melalui Banda Buek yang melingkari bagian Timur kota Padang untuk kemudian kembali berbelok menuju laut. Sejumlah jalan menuju daerah yang lebih tinggi di Timur kota harus menyeberangi sungai‐sungai tersebut. Ke arah Utarapun ada sungai yang menuju ke laut. Tsunami Aceh 2004 menunjukkan bahwa gelombang tsunami masuk ke tengah kota Banda Aceh justru melalui sungai yang meliwati tengah kota tersebut. Apa yang terjadi apabila ancaman tsunami datang di Sumatera Barat yang secara tiba‐tiba melambung langsung masuk melalui sungai‐sungai yang melingkari kota Padang tersebut dan merusak jembatan‐jembatan di sepanjang aliran sungai tersebut (antara lain jembatan Siti Nurbaya). Bagaimana kemudian nasib pengungsi yang sedang berjuang menuju tempat‐tempat yang tinggi yang melalui jembatan di atas sungai‐sungai tersebut menuju ke arah di bagian Timur Padang (Indarung, Gunung Padang, Limau Manih, dll) yang terpaksa terhenti akibat jembatan yang terlebih dahulu putus akibat terjangan tsunami.
II.4. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA
Diketahui penduduk Sumatera Barat berjumlah 4.697.764 jiwa, penduduk terpadat berada di Kota Padang, kemudian diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Agam, dan seterusnya sebagaimana yang tertera dalam Tabel berikut ini.
Tabel II.1. Data Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat
menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2007
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population
Regency/Municipality Lakilaki/Male Perempuan/ Female Jumlah/Total
Kabupaten/ Regency
Mentawai 35.418 31.799 67.217
Pesisir Selatan 214.715 221.245 435.960
Solok 176.588 174.927 351.515
Swl/Sijunjung 97.625 99.981 197.606
Tanah Datar 160.464 174.668 335.132
Padang Pariaman 178.687 205.849 384.536
Agam 213.520 214.825 428.345
Lima Puluh Kota 164.114 165.407 329.521
Pasaman 124.367 128.781 253.148
Pasaman Barat 166.096 161.692 327.788
Dharmasraya 89.279 86.294 175.573
Solok Selatan 64.716 65.642 130.358
Kotamadya/ Municipality
Padang 406.368 431.822 838.190
Solok 29.137 27.983 57.120
II ‐ 8
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population
Regency/Municipality Lakilaki/Male Perempuan/ Female Jumlah/Total
Sawahlunto 26.419 27.494 53.913
Padang Panjang 24.748 27.269 52.017
Bukit Tinggi 51.336 52.942 104.278
Payakumbuh 54.516 50.532 105.048
Pariaman 33.539 36.960 70.499
Sumatera Barat 2.311.652 2.386.112 4.697.764
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat, 2008
Dari data Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana alam (Satkorlak PB Sumbar) hingga Kamis (8/10/2009), tercatat sebanyak 242 warga Sumbar yang hilang, 784 meninggal, 867 luka berat, 1.374 luka ringan, dan 410 warga mengungsi. Akibat gempa, sebanyak 122.964 rumah penduduk rusak berat, 58.457 rusak sedang, dan 59.186 rusak ringan.
Dari aspek kebudayaan Sumatera Barat, sebanyak tiga Rumah Gadang yang selama ini menjadi bagian dari cagar budaya Kota Pariaman, Sumatera Barat, juga tidak luiput dari kerusakan karena kondisinya yang rusak parah akibat gempa. Hal ini diketahui dari hasil Tim Survei Kerusakan Benda Cagar Budaya (BCB) Pascagempa Koordinator Crisis Center Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar Selasa (6/10/2009) yang menyebutkan sejumlah rumah gadang cagar budaya di Pariaman rusak akibat gempa.
Hasil tim survei ini juga menemukan bahwa bangunan cagar budaya di Kota Padang umumnya dalam kondisi rusak berat. Di lima kawasan Kota Padang yakni Batang Arau, Pasar Mudi, Pasar Malintang, dan Pasar Gadang kerusakan bangunan BCB rata‐rata sekitar 80 persen. Sedangkan di kawasan Pasar Batimpuk, bangunan BCB yang rusak hanya sebagian. Kerugian yang ditanggung akibat kerusakan itu ditaksir hampir Rp 1 miliar di luar kerugian immaterial mengingat benda cagar budaya tersebut merupakan bagian dari aset bangsa yang tidak ternilai harganya.
Kelima kawasan yang disurvei tersebut merupakan daerah yang mempunyai tinggalan bangunan BCB di masa Kolonial Belanda sekitar 50 unit bangunan. Umumnya, kerusakan terjadi pada struktur bangunan. Gedung Perpustakaan dan Arsip Nasional Sumbar juga dilaporkan dalam kondisi rusak berat bahkan ambruk. Bangunan lain yang juga menyimpan berbagai koleksi sejarah yakni Museum Adityawarman mengalami rusak ringan bagian belakang sedangkan Taman Budaya Sumbar rusak di bagian luar.
II.5. KONDISI PEREKONOMIAN
Sumatera Barat memiliki potensi ekonomi yang cukup banyak. Perairan pantai barat serta kawasan Kepulauan Mentawai memiliki banyak kehidupan laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Nelayan dapat menangkap beragam jenis ikan di kawasan ini. Ikan kerapu, udang, rumput laut, kepiting, dan mutiara merupakan beberapa hasil perikanan laut andalan. Daerah pesisir pantai, terutama kawasan Kepulauan Mentawai menghasilkan banyak kelapa. Di
II ‐ 9
daerah perbukitan dan pegunungan terdapat perkebunan karet, cengkeh, dan lada. Kawasan pegunungan yang ditutupi hutan juga menghasilkan kayu. Medan yang berat karena banyaknya lereng perbukitan atau pegunungan yang curam merupakan tantangan utama pengembangan sektor pertanian dan perkebunan di provinsi Sumatera Barat ini.
Potensi bahan tambang di Sumatera Barat terdiri dari golongan A, B dan C. Bahan tambang golongan A, yaitu batu bara terdapat di Kabupaten Sijunjung dan Kota Sawahlunto. Sedangkan Bahan tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi, tembaga, timah hitam dan perak menyebar di wilayah kabupaten Sijunjung, Solok, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang golongan C menyebar di seluruh kabupaten kota di Sumatera Barat, sebagian besar terdiri dari pasir, batu dan kerikil sedangkan di Padang Pariaman terdapat obsidian dan batu andesit. Salah satu yang telah banyak memberi manfaat bagi Sumatera Barat adalah batuan kapur sebagai bahan dasar industri semen. PT Semen Padang di Padang telah memanfaatkan kekayaan alam Sumatera Barat ini selama puluhan tahun. Batu kapur banyak terdapat di sekitar Padang, daerah sekitar Danau Singkarak dan Padang Panjang. Di Padang Panjang saja, deposit batu kapur yang dapat dieksploitasi mencapai 43 juta ton.
Industri Sumatera Barat didominasi oleh industri skala kecil dan rumah tangga. Jumlah unit industri sebanyak 47.819 unit, terdiri dari 47.585 unit industri kecil dan 234 unit industri besar menengah, dengan perbandingan 203 : 1. Pada tahun 2001 investasi industri besar menengah di Sumatera Barat mencapai Rp 3.052 milyar, atau 95,60% dari total investasi, sedangkan industri kecil investasinya hanya Rp. 1.412 milyar atau 4,40% saja dari total investasi. Nilai produksi industri besar menengah Sumatera Barat mencapai Rp. 1.623 milyar, yaitu 60 % dari total nilai produksi, dan nilai produksi industri kecil hanya mencapai Rp. 1.090 milyar, atau 40% dari total nilai produksi. Pada negara‐negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat sumbangsih dari industri kecil ini dapat mencapai 80% dari total nilai produksi.
Sumatera Barat juga kaya akan sumber air yang melimpah juga telah banyak memberi manfaat bagi pembangunan daerah ini. Perairan danau Singkarak dan Maninjau telah lama dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Sumber air ini juga memiliki potensi besar untuk diolah dan dikemas menjadi air mineral.
Selain itu, dari bidang pariwisata terdapat keindahan alam dan budaya Minangkabau di propinsi Sumatera Barat sudah terkenal dan mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai objek pariwisata. Umumnya tiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat mempunyai obyek pariwisata minimal satu kategori yang potensi untuk dijadikan daerah tujuan wisata alam dan budaya. Kategori dari obyek pariwisata ini dapat berupa obyek pemandangan alam dari pantai seperti Teluk Bayur, wilayah pegunungan yang sangat mempesona, danau, ngarai dan lembah atau obyek kebudayaan. Tujuan wisata budaya di Sumatera Barat mempunyai prospek yang tinggi untuk dikembangkan, di mana kekayaan budaya Minangkabau seperti rumah Gadang maupun kebudayaan suku Mentawai termasuk salah satu yang unik di nusantara dan dapat menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Provinsi Sumatera Barat memiliki berbagai jenis daearah dan tempat wisata antara lain: Danau Singkarak (terbesar di Sumatera Barat), Danau Maninjau, Danau Kembar, Ngarai Sianok, Lembah Anai, Lembah Harai maupun pulau Cubadak.
Tidak kalah penting dengan sektor sebelumnya, di mana untuk sektor UKM, pengalaman selama krisis ekonomi telah memberikan isyarat kepada kita semua, bahwa usaha kecil dan
II ‐ 10
menengah yang didukung oleh sumber daya lokal (daerah) terutama di bidang pertanian dan industri kecil mempunyai daya resistensi terhadap pengaruh dampak krisis ekonomi, sehingga relatif mampu bertahan dibandingkan usaha skala besar yang menggunakan komponen bahan baku dari impor. Di samping itu usaha skala kecil merupakan lapangan usaha yang menjadi sumber pendapatan dari sebagian besar penduduk Sumatera Barat, yaitu mencapai sekitar 80 % dari rumah tangga yang ada di daerah ini. Namun karena permasalahan yang dihadapinya dalam mengembangkan usaha seperti keterbatasan modal, penguasaan teknologi dan pemasaran, menyebabkan sebagian besar usaha skala kecil ini belum mampu mengangkat pendapatan pelakunya ke tingkat yang lebih layak untuk dapat memenuhi kebutuhan‐kebutuhan hidupnya.
Sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam perekonomian Sumatera Barat. Hampir seluruh Kabupaten mencatatkan peranan sektor pertaniannya rata‐rata lebih dari 30 persen. Sedangkan di daerah Kota sektor yang menjadi andalan adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Angkutan dan Telekomunikasi dan sektor Jasa‐Jasa. Kontribusi sektor industri pengolahan dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 mengalami penurunan dari 12,25 persen tahun 2004 menjadi 11,38 persen pada tahun 2005. Mulai tahun 2006 ‐ 2008 mengalami peningkatan menjadi 11,42 persen; 12,01 persen; 12,11 persen. Peningkatan ini signifikan dengan meningkatnya subsektor industri kecil, barang dari kulit dan alas kaki yang merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar 4,78 persen pada tahun 2007, naik menjadi 4,85 persen pada tahun 2008, dan sub sektor semen dan barang galian bukan logam yang kontribusinya naik 2,70 persen tahun 2007 menjadi 2,81 persen pada tahun 2008. Sub sektor makanan, minuman, dan tembakau yang merupakan penyumbang kedua terbesar dalam pembentukan sektor industri, tahun 2008 ini kontribusinya turun dari 3,08 persen tahun 2007 menjadi 3,06 persen pada tahun 2008.
Tabel II.8. Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB atas Dasar
Harga Berlaku (Persen) Tahun 20042008
SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008
Pertanian 24,27 25,59 25,26 24,67 24,46
Pertambangan & Penggalian 3,52 3,39 3,45 3,44 3,33
IndustriPengolahan 12,25 11,38 11,42 12,01 12,11
Listrik, Gas & Air Bersih 1,47 1,49 1,42 1,37 1,22
Bangunan 5,37 5,53 5,61 5,50 5,53
Perdagangan, Hotel & Restoran 18,80 17,46 16,96 17,34 17,74
Pengangkutan & Komunikasi 12,28 13,81 15,13 15,07 15,02
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5,17 5,03 4,96 4,96 4,90
Jasa‐jasa 16,87 16,31 15,79 15,64 15,68
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sampai tahun 2008 struktur perekonomian Sumatera Barat masih di dominasi oleh tiga sektor utama yakni sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa‐jasa. Peranan sektor‐sektor tersebut secara total melebihi 57 persen. Pada tahun 2004 peranan
II ‐ 11
sektor pertanian 24,27 persen, tahun 2005 kembali meningkat menjadi 25,59 sedangkan dari tahun 2006 hingga tahun 2008 kembali menurun menjadi 25,26 persen tahun 2006, 24,67 pada tahun 2007, dan 24,46 pada tahun 2008. Kontribusi terbesar diberikan oleh sub sektor tanaman bahan makanan, terutamanya padi yang merupakan produk utama Sumatera Barat. Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan penyumbang kedua terbesar dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat. Pada tahun 2004 kontribusinya sebesar 18,80 persen mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 17,46 persen, dan kembali menurun pada tahun 2006 menjadi 16,96 persen. Pada tahun 2007 hingga tahun 2008 mulai menunjukkan peningkatan menjadi 17,34 persen tahun 2007 dan 17,74 persen tahun 2008.
Sektor jasa‐jasa yang menjadi penyumbang ketiga terbesar dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat. Namun pada tahun 2005 kontribusinya mengalami penurunan dari 16,87 persen tahun 2004 menjadi 16,31 persen tahun 2005. Pada tahun 2006 hingga 2007 kontribusinya juga kembali mengalami penurunan menjadi 15,79 persen pada tahun 2006 turun menjadi 15,64 persen pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2008 ini mengalami sedikit peningkatan menjadi 15,68 persen. Di samping ketiga sektor di atas, sektor lainnya yang cukup besar peranannya adalah sektor industri pengolahan dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir mencapai kisaran di atas 11 persen. Pada tahun 2008 peranan sektor industri pengolahan tercatat sebesar 12,11 persen sementara sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 15,02 persen.
Tabel II.10. Perkembangan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 20052008
NO INDIKATOR 2005 2006 2007 2008
1. PDRB Sumbar, harga berlaku (Rp.Trilyun ) 44.67 53.03 59.79 71.21
2. PDRB Perkapita, harga berlaku (Rp. 000) 9.783,91 11.448,15 12.908,03 14.950,0
3. Pendapatan Regional Perkapita, harga berlaku 9.022,74 10.557,30 11.689,47
4. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,73 6,14 6,34 6,41*
5. PMDN ( Rp.Miliar) 607,06 234,86 780,00
6. PMA ( US$ juta) 85,57 87,42 58,00
7. Nilai Ekspor ( US$ juta) 884,89 1.142,99 1.250,00
8. Nilai Impor ( US$ juta ) 60,08 95,58
9. Inflasi (%), sampai Nov.2008 20,47 8,06 5,30 12,45
II ‐ 12
Tabel II.11. Data Peningkatan Kesempatan Kerja Sektoral di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 20052008
USAHA PARIWISATA TAHUN
2005 2006 2007 2008
Pertanian 824.940 542.538 596.792 656.471
Pertambangan 13.671 12.494 13.792 15.171
Indutri pengolahan 122.476 65.753 72.328 79.560
Listrik, gas dan air 5.169 3.071 3.378 3.715
Bangunan 61.862 62.788 69.067 75.973
Perdagangan, hotel dan Restoran
139.881 162.105 178.316 196.147
Angkutan dan komunikasi 83.171 80.364 88.400 97.240
Keuangan 15.405 9.741 10.715 11.786
Jasa ‐ jasa 209.041 119.964 131.960 145.156
Lainnya 1.666 ‐ ‐ ‐
Kondisi perekonomian Sumatera Barat pascagempa bumi, terlihat kegiatan ekonomi masyarakat sempat terganggu akibat rusaknya pasar rakyat. Tercatat, 37 pasar rusak berat, 22 rusak sedang, dan 22 rusak ringan. Namun selang beberapa hari, pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, fungsi‐fungsi vital di Sumbar yang sempat terganggu akibat gempa sudah mendekati normal.
Berdasarkan pengalaman gempa bumi di Sumatera Barat pada 2006, kawasan ini memiliki kemampuan yang cepat memulihkan perekonomian akibat bencana alam. Sebab kawasan Sumatera Barat dinilai memiliki potensi ekonomi yang masih cukup besar untuk terus tumbuh. Sejak Tahun 2003, perekonomian Sumbar selalu tumbuh di atas lima persen apabila tidak terjadi gempa, karena Sumatera Barat berpotensi tumbuh sehingga bentuk penanganan yang cepat akan memperkecil dampak negatif dari gempa. Berdasarkan data Tahun 2006 di mana terjadi gempa di kawasan ini, pada triwulan III 2006 setelah terjadi gempa, pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumbar anjlok menjadi ‐9,6 persen. Namun pada kuartal IV 2006, pertumbuhan propinsi ini langsung positif 5,5 persen setelah penanganan yang sigap dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan juga pemerintah daerah kabupaten dan kota. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumbar masih positif 2,1 persen meski lebih rendah dibanding 2005 yang mencapai 5,7 persen. Sedangkan pada 2007, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat melejit 10,5 persen.
II ‐ 13
II.6. Kondisi Kesiapan Pemerintah, Masyarakat dan Swasta
Pemerintah daerah dan masyarakat telah menyadari potensi bencana luar biasa itu, dan sejumlah langkah yang merupakan bagian dari mitigasi bencana telah dilakukan. Sejumlah peralatan modern yang dapat secara dini menangkap sinyal gempa dan mengirimkannya ke sejumlah stasiun meteorologi dan geofisika dalam dan luar negeri telah dipasang, sejumlah pamflet telah dibuat dan disosialisasikan kepada penduduk di kawasan yang terancam bencana, jalur evakuasi telah ditetapkan, latihan evakuasi telah diadakan beberapa kali, dan lain sebagainya.
Bentuk kesiapan para pemangku kepentingan ini dapat dilihat dan disimpulkan dari peristiwa Gempa Sumbar 30 September 2009 yang baru berlalu. Gempa ini secara aktual dapat mengungkapkan kesiapan semua pihak dalam menghadapi bencana sebesar ini. Dengan keruntuhan sejumlah besar bangunan, baik yang berupa bangunan pribadi sampai pada yang berupa perkantoran dan fasilitas publik, ternyata walau sudah ada peraturan menyangkut bangunan (building code) telah tersedia, namun isi peraturan tersebut tampaknya belum dipenuhi atau difahami oleh sebagian masyarakat sebagaimana semestinya.
BAB III
Gambaran Dampak Kerusakan
III.1. Kejadian Bencana dan Wilayah Kerusakan
Gempa bumi kembali menguncang wilayah Sumatera Barat tanggal 30 September 2009 bencana. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa utama yang mengguncang Sumatera bagian Barat tersebut terjadi pada hari Rabu sore, 30 September 2009, pada pukul 17:16:09 WIB dengan kekuatan gempa mencapai 7,6 Scala Richter (SR). Pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS ‐ 99.65 BT, pada kedalaman 71 km, berjarak 57 km di barat daya Pariaman, Sumatera Barat. 22 menit kemudian, pada pukul 17:38:52 WIB terjadi gempa susulan dengan kekuatan mencapai 6,2 SR, dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.72 LS ‐ 99.94 BT, pada kedalaman 110 km dan berjarak 22 km barat daya Pariaman, Sumatera Barat.
Gambar III.1. Peta Wilayah Terdampak
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
III ‐ 2
Akibat gempabumi tersebut telah menimbulkan korban jiwa serta korban luka di 12 wilayah kabupaten/kota yang meliputi: Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Solok, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Mentawai, Kabupaten Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Pesisir Selatan. Total keseluruhan korban jiwa mencapai 1.117 orang meninggal, 1.214 orang luka berat, 1.688 orang luka ringan, 2 orang hilang, dan 410 jiwa mengungsi.
Tabel III.1. Data Korban
No Lokasi Kabupaten/Kota Meninggal LukaLuka
Hilang Pengungsi Berat Ringan
1. Kota Padang 313 431 771 2
2. Kota Pariaman 32 148 278 ‐
3. Kota Solok 3 ‐ ‐ ‐
4. Kota Padang Panjang ‐ 6 14 ‐
5. Kab. Tanah Datar ‐ ‐ ‐ ‐
6. Kab. Padang Pariaman 675 527 528 ‐
7. Kab. Kepulauan Mentawai ‐ ‐ ‐ ‐
8. Kab. Agam 80 90 47 ‐
9. Kab. Solok ‐ ‐ 5 ‐
10. Kab. Pasaman ‐ ‐ ‐ ‐
11. Kab. Pasaman Barat 5 5 25 ‐ 410
12. Kab. Pesisir Selatan 9 7 20 ‐
TOTAL 1.117 1.214 1.688 2 410
Sumber: Pusdalops BNPB, 18 Oktober 2009
III.2 Respon Terhadap Kejadian Bencana
III.2.1 Respon Pemerintah
Dalam rangka merespon kejadian bencana gempa bumi yang terjadi pada tanggal 30 September 2009, tanggap darurat diberlakukan sejak kejadian bencana sampai dengan tanggal 30 Oktober 2009. Upaya pertama yang dilakukan sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia adalah penyelamatan korban selamat yang masih tertimbun reruntuhan bangunan serta evakuasi korban meninggal dunia yang dilakukan terus menerus selama 24 jam selama lebih dari 7 hari sejak kejadian bencana. selanjutnya respon pemerintah dalam rangka upaya tanggap darurat dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang meliputi, antara lain:
1. Telah dilaksanakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden bersama dengan 7 menteri dengan kesimpulan sebagai berikut:
a. Ditetapkan bahwa kegiatan tanggap darurat akan dilaksanakan selama 2 bulan.
III ‐ 3
b. Menko Kesra bersama 6 menteri telah berangkat menuju lokasi kejadian pada 1 Oktober 2009 dengan membawa bantuan sebesar Rp. 100 milyar yang pemanfaatannya akan dikoordinasikan oleh BNPB.
c. Departemen Kesehatan telah memberangkatkan tim dokter dari Sumatera Utara. d. Telah diberangkatkan tim SAR untuk mendukung proses evakuasi dan penyelamatan
korban. e. Mobilisasi kapal TNI AL untuk mengangkut peralatan berat guna proses evakuasi. f. Pengerahan 2 unit hercules untuk mengangkut bantuan kemanusiaan. g. Distribusi 20.000 unit tenda serta 10.000 lembar selimut oleh BNPB h. Bantuan bagi korban bencana sebagian telah diberangkatkan melalui jalur darat. i. Mabes POLRI mengirimkan 339 personil untuk mendukung proses evakuasi. j. Pemulihan jaringan distribusi listrik, sehingga sebagian kota padang telah teraliri
listrik, dan rencananya akan pulih secara keseluruhan dalam waktu sepekan mendatang.
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengirimkan Tim Reaksi Cepat (TRC) dan memberikan bantuan dana sebesar Rp. 5 miliar kepada Pemerintah Daerah, serta dana on call sebesar Rp 100 miliar untuk penanganan tahap tanggap darurat. BNPB juga memberikan bantuan tenda pleton 20 unit, tenda keluarga 30 unit, tenda gulung 1.000 unit, genset 10 unit, kelambu 4.600 lembar, selimut 5.000 lembar, tikar 5.000 lembar, Kids Ware 100 paket, peralatan dapur 100 paket, dan sandang 100 paket.
3. Departemen Kesehatan juga telah mengirimkan bantuan berupa :
a. Biaya operasinal sebesar Rp. 200 juta, 1,5 ton obat‐obatan, 200 buah kantong mayat, 5 ton MP‐ASI dan 196 personil terdiri dari 3 tenaga RHA, 75 tenaga medis, 60 tenaga paramedis, 5 tenaga kesehatan dan 53 tenaga lainnya.
b. Pusat Penanganan Krisis (PPK) Sub Regional Sumatera Barat telah mendirikan Rumah Sakit Lapangan.
c. PPK Regional Sumatera Utara mengirimkan 1 paket obat, 100 buah kantong mayat, 30 dus MP‐ASI, 10 kotak masker, 3 buah oksigen, 10 buah spanduk dengan menggunakan 3 unit ambulan dan 1 unit mobil operasional.
d. PPK Regonal Sumatera Selatan mengirimkan obat‐obatan, 60 dus MP‐ASI, 20 kantong mayat dengan menggunakan 1 unit ambulans, 1 unit mobil klinik dan 2 unit mobil operasional.
e. Dinkes Provinsi Bengkulu membawa bantuan obat‐obatan dengan menggunakan ambulan.
4. Departemen Sosial mengrimkan bantuan berupa bahan makanan sebanyak 3 ton.
5. Dukungan BUMN dan Swasta terutama terkait dengan kebutuhan terhadap alat angkut guna menyalurkan bantuan dan logistik
6. Presiden RI didampingi Menko Kesra, Mensesneg, Mendagri, Menhub, Menteri PU, Kapolri dan Panglima TNI telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Sumatera Barat dan jajarannya, pada hari Jum’at, tanggal 2 Oktober 2009, dan memberikan arahan agar penyelamatan korban terus diupayakan, meliputi pencarian korban yang tertimbun, perawatan korban luka‐luka dan sakit, evakuasi jenazah, serta pemakaman korban meninggal. Utilitas‐utilitas yang lumpuh segera diperbaiki seperti listrik (PLN), bahan bakar (Pertamina) dan air bersih.
III ‐ 4
7. Departemen kesehatan telah mengirimkan 3000 tenaga medis dan 766 tenaga medis spesialis serta 3 ton obat‐obatan
8. Departemen ESDM mengirimkan tim penyelamat ke Padang Pariaman.
9. Departemen Keuangan akan menerbitkan PMK yang terkait dengan pengaturan bantuan asing untuk tahap tanggap darurat, baik berupa bantuan pendanaan maupun bantuan barang, yang akan diatur dalam bidang perpajakan dan bea cukai.
10. Departemen Keuangan telah membuka 4 (empat) rekening untuk penerimaan bencana alam Sumatera Barat dalam 3 jenis valuta asing (US dolar, Euro, Yen Jepang), yang selanjutnya akan dikonversi ke dalam rupiah.
11. Ditjen Bea Cukai telah mengeluarkan Surat Edaran tentang petunjuk pelaksanaan penanganan importasi barang‐barang/alat‐alat dalam rangka bantuan bencana alam, yang akan diberlakukan di seluruh wilayah Kantor Pelayanan Bea Cukai terkait di wilayah bencana. Kantor Perwakilan Bea Cukai di Bandara Internasional Minangkabau telah ditambah personil, khususnya untuk mempermudah/membantu kelancaran importasi barang‐barang/peralatan bantuan bencana.
12. Departemen Luar Negeri telah menerbitkan 60 flight clearance untuk masuknya bantuan asing yang ditujukan untuk penanganan pascabencana gempa di Sumatera Barat.
13. Departemen PU telah mengirimkan bantuan :
a. Melakukan upaya pemulihan pelayanan air bersih di Kota Padang dan Kab. Padang Pariaman berupa 5 truk tanki air, 6 IPA mobile, 30 unit hydrant umum, 600 jerigen, 5 pompa alkon, 124 toilet darurat, 200 tenda hunian darurat, 10 unit pompa tangan, 100 meter pipa spiral, 4 reservoir darurat.
b. Akan dikirimkan 3 toilet mobile, 40 hydrant umum, dan 3 genset.
14. Dep. Dalam Negeri
a. Telah mengirimkan surat edaran kepada para Gubernur yang berisi tentang dukungan penanganan bencana gempa bumi untuk Sumatera Barat.
b. Daerah‐daerah yang telah membantu di antaranya Riau, Bengkulu, DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
15. Dep. Luar Negeri
a. Telah mengirimkan tim untuk membantu ijin/clearance Bantuan internasional. b. Keimigrasian, kepabeanan, dan karantina. c. Bantuan keprotokolan. d. Bantuan akreditasi media asing. e. Penghubung/LO antara perwakilan asing dengan BNPB.
16. Dep. Komunikasi dan Informasi
Memfasilitasi Media Center Posko Terpadu penanganan gempa bumi Sumatera Barat untuk melayani masyarakat, wartawan dan relawan dengan fasilitas sebagai berikut :
a. Internet Wireless b. Fixed Phone c. Polycom Conference Phone
III ‐ 5
d. Fasilitas Hot Spot Internet di Pariaman
17. Sektor ESDM
Menurunkan Tim Emergency Response Group lengkap dengan dukungan dokter, paramedis dan rescuer, unit mobil rescue dan obat‐obatan di beberapa lokasi yaitu :
a. Hotel Ambacang: PT. BA Ombilin, PT. BA Tanjung Enim, PT. AIC, PT. KPC, PT. Newmont Nusa Tenggara, dan PT. Freeport.
b. Pariaman: Badan Geologi, Indominco, Vico, PLN Pusat, dan Paiton. c. Koto Tengah: PT. Pertamina d. Tandikat (longsor): PT. Berau Coal dan PT. Pama Persada.
Mengkoordinasikan dan melaksanakan perbaikan utilitas‐utilitas dengan segera dengan hasil sebagai berikut:
a. Pemulihan kelistrikan di Kota Padang, trafo telah beroperasi sejumlah 257 unit dari 425 trafo yang ada (81%).
b. Pemulihan kelistrikan di Pariaman, sebanyak 88 unit dari 261 unit trafo telah beroperasi (34%) di mana daerah yang telah pulih adalah Sunur dan Kota Pariaman.
c. Mengupayakan konsinyasi suplai bahan bakar minyak dari daerah sekitar Sumatera Barat yaitu Sibolga, Dumai, dan Pekanbaru, sekitar ± 20 SPBU di Kota Padang dan ± 88 SPBU telah beroperasi di seluruh Sumatera Barat.
d. Memantau perkembangan gempa bumi susulan dan dampak yang ditimbulkan. e. Menyalurkan bantuan berupa sembako, pakaian, ambulance dan obat‐obatan, alat
berat, tenda, genset, trafo, jaringan, tower, GI, dan rescue car.
18. TNI memberikan bantuan berupa :
a. Mengerahkan personil sebanyak 1.200 personil TNI AD, 300 personil TNI AL, dan 100 personil TNI AU.
b. Membantu distribusi bantuan dengan mengerahkan Pesawat Hercules, KRI Teluk Cirebon, dan KRI Gilimanuk 531.
c. Bantuan RS Terapung KRI Dr. Suharso. d. Bantuan yang telah disalurkan berupa 4 koli tenda serba guna, 6 buah tenda VIP, 40
unit tenda pleton, 25 buah velbed, 40 pak kompor lapangan, dan 40 pak paravin.
19. POLRI memberikan bantuan berupa :
a. Mengerahkan personil sebanyak 1.200 personil untuk membantupengamanan, SAR, distribusi bantuan, pelayanan kesehatan, dan penanganan darurat lainnya.
b. Membantu distribusi bantuan dengan mengerahkan 3 Pesawat Foker F‐50 dan 5 Helicopter.
c. Membantu komunikasi dengan mengaktifkan peralatan Tele Conference yang menghubungkan antara BNPB, Mabes Polri, Posko Terpadu Rumah Dinas Gubernur, dan Polda Sumatera Barat.
20. BASARNAS Medan telah mengirimkan pengerahan personil dan 2 buah helicopter untuk bantuan logistik di Kabupaten Pariaman serta evakuasi.
21. PMI telah nenberikan bantuan berupa:
III ‐ 6
a. Mendirikan posko di Pariaman Selatan, Padang Padang Panjang dan Padang Pariaman b. Menyediakan mobil klinik di 21 desa Pariaman Selatan. c. Pengobatan dan pelayanan primary kepada 600 pasien di Pariaman Selatan.
22. Ditjen Bea Cukai telah mengeluarkan surat edaran (petunjuk teknis) tentang petunjuk pelaksanaan penanganan importasi barang‐barang/alat‐alat dalam rangka bantuan bencana alam. Surat edaran tersebut merupakan perpanjangan terhadap surat yang sama bagi penanganan pascabencana di Provinsi Jawa Barat.
23. Untuk pelayanan KPBC di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), DJBC telah mengirimkan tenaga bantuan dalam rangka peningkatan kelancaran proses importasi baran‐barang/alat‐alat bagi bantuan pascabencana.
III.2.2 Respon Internasional
Masyarakat Internasional juga memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kejadian bencana gempa bumi yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat, dengan memberikan dukungan baik melalui bantuan pendanaan maupun bantuan teknik dan peralatan, yang terigkas kedalam tabel berikut:
Tabel III.2. Bantuan Tanggap Darurat Bilateral
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
1. Amerika Serikat Bantuan keuangan sebesar USD 300.000
Pemerintah AS juga menyiapkan bantuan keuangan sebesar USD 3 juta (USAID press release)
Bantuan personil Disaster Assistance Response Team (DART)
Pemerintah AS menyediakan bed field hospital (UN‐OCHA)
2. Arab Saudi Bantuan keuangan sebesar USD 50 juta
Ditransfer ke rekening Menteri Keuangan
3. Australia Tim Beranggotakan 48 orang Menurut press release dari Kedutaan Australia, Tim beranggotakan Australian Defense Force (ADF) untuk kesehatan dan konstruksi selama 10‐12 hari, 4 staf Rapid Response Team (estimasi biaya USD 25.000), tim SAR selama 6‐8 hari (estimasi biaya USD 165.000)
Peralatan bantuan darurat Peralatan bantuan darurat berupa family kit melalui PMI (estimasi biaya $ 100.000), 50 tenda ukuran keluarga, pengiriman barang bantuan ke Padang (estimasi biaya $ 150.000), airfreight ke Indonesia untuk barang bantuan (estimasi biaya $ 165.000)
Bantuan keuangan sebesar USD 2,8 juta
• Bantuan dana kesehatan melalui Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama $ 250.000
• Bantuan dana hingga $ 200.000 untuk biaya transportasi dan logistik
III ‐ 7
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
• Bantuan dana sampai $ 100.000 untuk pembelian bahan makanan dan air
• Akan ada opsi tambahan bantuan keuangan sebesar $ 1 juta yang sedang dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia
4. Autria Tawaran bantuan darurat berupa tenda ukuran keluarga sebanyak 250
5. Belanda Bantuan keuangan senilai EUR 500.000
Telah disalurkan melalui Red Cross, dan sedang menjajaki untuk mengirimkan bantuan‐bantuan berikutnya melalui UN dsb.
Bantuan emergency kits, berupa obat‐obatan bagi 30.000 orang korban selama 1 bulan
6. Belgia Paket bantuan dari Medicine Sans Frontiers Belgium
Paket Bantuan berupa tenda, selimut, medical supplies, dan obat‐obatan
7. Brazil Bantuan keuangan Belum diketahui nilainya
8. Republik Rakyat China
Bantuan keuangan senilai USD 550.000
Sesuai dengan pernyataan resmi Duta Besar RRC untuk Indonesia tanggal 1 Oktober 2009, bantuan diberikan dalam bentuk uang tunai
• USD 500.000 bantuan dari Pemerintah China
• USD 50.000 bantuan dari Palang Merah RRC
9. Denmark Bantuan keuangan senilai DKK 1,8 juta
• Deplu Denmark telah menyalurkan ke Red Cross sebesar DKK 1,5 juta
• Kedutaan Denmark sendiri telah menyalurkan sebesar DKK 300.000
10. Hungaria Pengiriman Tim Rescue • Tim rescue Hungaria dari 12 orang
• 2 anjing pelacak
• Peralatan SAR
Pengiriman tim SAR dan medis (Palang Merah Hungaria)
• 11 orang personel sukarelawan
• 4 anjing pelacak
11. Inggris Bantuan keuangan senilai GBP 500.000
Bantuan keuangan disalurkan ke Red Cross dan Red Cresent
Bantuan personil terdiri dari 5 orang relawan kemanusiaan, 60 orang pencari dan penyelamat
Bantuan darurat berupa shelter kit (386), dan 2 juta tablet water purification
III ‐ 8
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
12. Italia Bantuan darurat berupa 10 genset, selimut, dan tenda
Tambahan bantuan akan disertakan setelah GoI menginformasikan kebutuhannya. Nilainya belum dikalkulasikan
13. Jepang Tim Rescue Darurat Menurut pernyataan resmi JICA Indonesia office, Tim rescue darurat telah tiba pada 2 oktober 2009 terdiri dari pejabat deplu, kepolisian Jepang, pemadam kebakaran, Japan coast guard, dan JICA yang berjumlah sekitar 65 orang, mereka akan di Padang sampai 6 oktober 2009
Tim medis darurat Tim medis darurat berjumlah sekitar 25 orang yang terdiri dari dokter, perawat, dll telah tiba pada 2 oktober 2009 dan akn berada di Padang Pariaman selama seminggu
Bantuan peralatan darurat senilai JPY 2,5 juta atau senilai USD 270.000
Bantuan peralatan darurat berupa matras (900), selimut (1500), tenda (100). Genset (80), extension cords (80), water purifiers (35)
14. Jerman Bantuan keuangan Menurut press release Kedutaan jerman, bantuan keuangan sebesar EUR 1,5 juta telah disalurkan dari keseluruhan EUR 3 juta yang disediakan oleh Pemerintah Jerman. Sumber dananya USD 1,5 juta dari Federal Foreign Office dan USD 1,5 juta dari Federal Ministry of Economic Cooperation and Development
Bantuan personal urban search and rescue team
• Sejak tanggal 1 oktober 2009 telah tiba Tim Aid Agency Jerman yang sebelumnya pernah menanggulangi tsunami Aceh dengan membawa clean water. Termasuk di dalamnya 40 rescue specialist beserta peralatan SAR untuk 10 hari.
• Bergabung di dalamnya 6 expert dari THW yang telah dikirim bersama dengan 24 anggota tim ISAR. Ada juga bantuan personil dari Malteser Hilfsdienst, Carits, HELP, Humedica, Welthungerlife, ABS, Johanniter, Aktion Deutchland Hilft, dll.
15. Kanada Bantuan darurat senilai USD 45.000 Batuan telah disalurkan melalui IFRC (sumber UN‐OCHA) rescue corp. dari Inggris
Pengiriman tim SAR berikut perlengkapannya (search camera, delsar accoustic/sysmic search device)
2 personil SAR yang akan bergabung dengan international rescue team
16. Korea Bantuan darurat senilai USD 500.000 Bantuan pemerintah Korea diberikan melalui KOICA berupa tenda, selimut, dan obat‐obatan
Tim SAR Pengiriman personel 48 orang
III ‐ 9
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
17. Malaysia Pengiriman Special Malaysia Disaster Assistance and Rescue (SMART) dan wartawan
Tim SMART sebanyak 20 orang, wartawan 26 orang dari kantor berita, koran, dan tv Malaysia
Bantuan darurat Bantuan perlengkapan darurat berupa tenda, perlengkapan medis dan rumah sakit lapangan
18. Norwegia Paket bantuan senilai USD 3,5 juta Disalurkan melalui UN system, Red Cross, dll.
19. Perancis Bantuan personil terdiri dari 1 regu penyelamat sebanyak 75 orang, 2 dokter berpengalaman, dan 6 ekor anjing pelacak
Tim sudah tiba di Padang pada 4 Oktober 2009, akan datang penerbangan kedua yang mengangkut 25 ton bantuan. Nilai bantuan belum dikalkulasi.
20. Qatar Tim SAR 20 orang tim SAR, 2 kendaraan SAR dan peralatan SAR
Bantuan peralatan darurat Paket bantuan senilai USD 3 juta berupa tenda, bahan makanan, dan obat‐obatan
21. Rusia Bantuan personil • 46 orang tim SAR dan alat berat beserta 6 anjing pelacak, 1 jeep, 2 truck
• Dokter+psikolog, beserta Airmobile Field Hospital
• Heavy USAR team
22. Selandia Baru Bantuan keuangan awal senilai NZD 600.000
Menurut pernyataan resmi dari kedutaan Selandia Baru, bantuan keuangan telah disalurkan melalui IFRC terhadap PMI. Bantuan keuangan juga disalurkan secara langsung ke surfAID dan/atau Mercy Corps.
Troppodoc Sebuah organisasi relawan yang akan mengirimkan seorang dokter bernama Derek Norman Allen untuk membantu penanganan medis korban gempa di Padang. Ybs memiliki pengalaman di Nias dan menurut pengakuannya memiliki helikopter yang dapat digunakan untuk kegiatan kemanusiaan
23. Singapura Bantuan personil sebanyak 42 orang dan pengiriman tim recue
1 tim SAR dan peralatan rescue
Bantuan barang darurat senilai USD 50.000
Bantuan darurat berupa tenda, selimut, obat‐obatan dan peralatan medis (sumber: deplu Singapura)
24. Slovakia Pengiriman tim SAR 2 tim SAR, anjing penyelamat, dan operasi disinfectant dan deritization
25. Spanyol Bantuan personil 39 orang Menurut keterangan resmi kedutaan Spanyol, bantuan personil datang dalam 2 kelompok penerbangan
III ‐ 10
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
Bantuan darurat Penerbangan ketiga yang membawa 10 ton bantuan kemanusiaan dijadwalkan tiba di Padang pada 7 Oktober 2009 pukul 9 pagi. Bantuan kemanusiaan terdiri dari tenda darurat, selimut, dan water and sanitation equipment senilai EUR 173.964,35
26. Swedia Bantuan keuangan sebesar SEK 6,5 juta
Telah disalurkan melalui OCHA emergency fund
Bantuan personil Melaui suatu lembaga swedia, telah tiba sebanyak 10‐15 experts dalam bidang IT. Bantuan ini senilai SEK 3,6 juta. Dalam penerbangan juga tergabung para staf dari Estonia dan Denmark lengkap dengan perlengkapan darurat
27. Swiss Bantuan personil selama 7 hari Menurut pernyataan resmi dari deplu Swiss, para personil telah tiba pada 2 Oktober 2009 sebanyak 120 staf terdiri dari search unit, rescue unit, medical unit (13 dokter dan 3 paramedis), support staf serta 18 anjing pelacak
3 ton perlengkapan tim, 16 ton perlengkapan teknis, dan 8 ton barang‐barang pertolongan darurat
28. Thailand Bantuan darurat senilai USD 170.000 Bantuan tersebut berupa 30 genset, obat‐obatan, dan bahan makanan
29. Taiwan Bantuan keuangan sebesar USD 150.000
Bantuan disalurkan melalui Taipei Economic and Trade Office
30. Turki Pengiriman SAR (GEA search and rescue ecology group)
9 sukarelawan
31. Uni Eropa Bantuan keuangan Bantuan keuangan EUR 3 juta
Bantuan personel rapid response team
Personel ECHO
Bantuan peralatan darurat Sebagai bentuk implementasi pelaksanaan EU civil protection mechanism, bantuan berupa:
• 2 alat komunikasi dan IT module KIT+staf ahli
• 10 SOCC module
• 1 tight basw camp module
• 200 tenda dan 1 advance medical post module
• 1 advance medical post module untuk operasi termasuk 12 staf medis terdiri dari: 4 ahli bedah, 1 anaesthesiologist, 1 dokter kandungan dan 6 perawat
III ‐ 11
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
Electrical generator Tipe dan kapasitas sesuai yang dibutuhkan
32. Uni Emirat Arab First relief team 56 medical team dan search team
Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, Bappenas, 8 Oktober 2009
Tabel III.3. Bantuan Tanggap Darurat Multilateral
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
1. UN‐OCHA Bantuan keuangan sebesar USD 20.000 – 50.000
Pemerintah indonesia sedang mengajukan tambahan bantuan sebesar EUR 170.000
Bantuan personil 10 orang dari UNICEF, UNDP, WFP dan WHO
UNICEF Telah disalurkan bantuan tanggap darurat untuk 50.000 keluarga, meliputi water pumps, water storage equipment, 40.000 jerigen, 40.000 hygiene kits, 250 tenda sekolah, serta recreational kits untuk anak‐anak sekolah
UNDP Bantuan keuangan, estimasi awal sebesar USD 100.000
Bantuan darurat berupa portable generator, makanan, handheld radio, telepon satelit
Bantuan personil, terdiri dari 1 technical assistance international, dan 7 TA nasional
WFP Telah menyiapkan 50 metrik ton biskuit energi dan alat berat
2. ADB Asia Pasific Disaster Response Fund USD 3 juta
Masih dalam proses persetujuan Presiden ADB, kemungkinan minggu depan.
3. World Bank Bantuan keuangan sebesar USD 250 ribu
Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, Bappenas, 8 Oktober 2009
III ‐ 12
III.3 Pengkajian Kebutuhan Pascabencana
Dalam rangka pemulihan wilayah pascabencana, maka diperlukan adanya penilaian terhadap kebutuhan sebagai dasar bagi perencanaan pemulihan. Dalam pelaksanaan penilaian terhadap kebutuhan pemulihan terdapat 2 aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu: aspek dampak kerusakan dan kerugian, serta aspek pemulihan sosial kemanusiaan.
III.3.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Untuk menilai kerusakan dan kerugian pascagempa bumi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, tim gabungan BAPPENAS, BNPB, pemerintah daerah, serta mitra international telah melaksanakan penilaian kerusakan dan kerugian dengan menggunakan metodologi yang dikembangkan oleh PBB, yaitu Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC). Metodologi ECLAC tersebut pertama kali digunakan pada awal tahun 1970‐an dan telah dimodifikasi dan dikembangkan lebih dari 3 dekade dalam konteks bencana di seluruh dunia.
Metodologi ini menghasilkan sebuah penilaian awal dari dampak kerugian dalam aset fisik yang akan diperbaiki/diganti bahkan kerugian lain yang ditimbulkan, sampai aset tersebut diperbaiki atau dibangun kembali.
Penilaian menganalisis 3 aspek utama:
1. Damage/Kerusakan (Dampak Langsung) yang berhubungan dengan aset, persediaan/ternak, dan kepemilikan lainnya (tanah, bangunan/rumah) dinilai dengan harga per unit sebesar nilai ganti yang sesuai (bukan rekonstruksi). Untuk perkiraan kerusakan, digunakan satuan harga sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Losses/Kerugian (Dampak tidak langsung) pada hal‐hal yang akan berpengaruh, seperti income/pendapatan yang berkurang dan pertambahan biaya‐biaya, hingga saat aset‐aset tersebut diperoleh kembali/recovered. Kerugian ini diukur sebesar nilai sekarang (present value). Pendefinisian periode waktu tsb adalah hal yang tidak mudah (sulit/paling kritis). Jika kegiatan pemulihan menghabiskan waktu lebih dari yang diharapkan, seperti di Aceh, kerugian mungkin akan terus bertambah banyak.
3. Economic effects/pengaruh pada kondisi ekonomi makro (sering disebut dampak kedua/secondary impacts) termasuk dampak fiskal/keuangan, yang berimplikasi pada GDP/PDB (Produk Domestik Bruto). Analisis ini juga dapat diaplikasikan pada tingkat wilayah.
III.3.2 Pengkajian Kebutuhan Pemulihan Manusia (Humanitarian Recovery Needs
Assessment)
Proses penilaian kebutuhan pemulihan manusia (Humanitarian Recovery Needs Assessment/HRNA) didasarkan pada penilaian persepsi orang dan masyarakat dalam rangka untuk menginformasikan dengan lebih baik proses pemulihan dan rekonstruksi. Jika dapat dikatakan bahwa penilaian kerusakan dan kerugian (Damage and Loss Assessment/DaLA) didasarkan pada
III ‐ 13
pendataan kuantitatif mengenai “apa” yang telah terjadi berdasarkan data sekunder yang berasal dari pemerintah yang diverifikasi melalui kunjungan lapangan, maka secara komparatif dapat dikatakan bahwa proses penilaian kebutuhan pemulihan manusia (HRNA) didasarkan pada penilaian lapangan data primer kualitatif mengenai persepsi orang dan masyarakat tentang “bagaimana” untuk melakukan apa yang sebaiknya dilakukan berdasarkan persepsi masyarakat mengenai implikasi dari kerusakan dan kebutuhan pascabencana.
Secara keseluruhan, HRNA dan DaLA membentuk penilaian kebutuhan pascabencana (Post Disaster Needs Assessment/PDNA) di mana keduanya bersama‐sama digunakan untuk mengidentifikasi “mengapa” terjadi bencana dan “bagaimana” mencegah terulangnya kembali, sehingga risiko bencana di masa datang dapat dikurangi dalam proses menempatkan masyarakat yang terkena dampak bencana kembali pulih.
Metodologi HRNA dirancang untuk mendapatkan masukan langsung dari masyarakat korban bencana mengenai pemahaman mereka terhadap kebutuhan pemulihan terkait masalah kebutuhan dasar serta akses terhadap layanan dasar.
III.4 Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian diawali dengan pengumpulan data kerusakan yang dilaksanakan sejak sesaat terjadinya bencana dan dilanjutkan dengan proses verifikasi data untuk mendapatkan data yang akurat. Pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian dikoordinasikan oleh BNPB yang didukung oleh Bappenas serta lembaga donor dan internasional.
Penilaian kerusakan dan kerugian yang telah dilalukan, memperkirakan total kerusakan dan kerugian yang dialami oleh 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat mencapai Rp. 19,2 triliun, dengan komposisi kerusakan sebesar Rp. 17,2 triliun dan kerugian sebesar Rp. 3,5 triliun, yang distribusinya di bagi kedalam 5 sektor penilaian, sebagai berikut:
Tabel III.4. Rekapitulasi Kerusakan dan Kerugian
Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Perumahan 13.450 1.960 15.410 15.410
Infrastruktur 930,1 32,8 963 483,2 479,8
Sosial 1454,1 72,3 1526,3 633,9 892,2
Sektor Produktif 773,8 1519 2292,7 1942,9 349,7
Lintas Sektor 660,6 14 674,6 0 674,6
Total 17.268,60 3.598,10 20.866,60 18.470,00 2.396,30
Total (USD) 1,837.1 382.8 2,219.8 1,964.9 254.9
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III ‐ 14
III.4.1 Sektor Perumahan
Proses verifikasi terakhir pendataan kerusakan sektor perumahan dilaksanakan sampai dengan tanggal 26 Oktober 2009, dengan jumlah rumah rusak mencapai 249.833 unit dengan distribusi kerusakan, 114.483 unit rumah rusak berat sampai dengan rusak total; 67.182 unit rumah rusak sedang; dan 68.913 unit rumah rusak ringan. Hasil penilaian terhadap kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 15,9 triliun dengan sebagian bersar nilainya merupakan nilai kerusakan bangunan. Besarnya jumlah rumah yang rusak akibat gempa bumi lebih banyak disebabkan karena tidak digunakannya kaidah struktur bangunan tahan gempa, hal ini perlu menjadi perhatian mengingat masih tingginya potensi kejadian gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat.
Tabel III.5. Data Sebaran Kerusakan Sektor Perumahan
Kabupaten/Kota Kondisi Prabencana
Rusak Berat Rusak Sedang
Rusak Ringan Jumlah
Rumah Jumlah KK
Kota Padang 150.421 178.970 33.597 35.816 37.615
Kota Pariaman 15.154 17.124 6.514 3.960 2.931
Kota Solok 11.234 12.805 2 2 6
Kota Padang Panjang 9.177 10.941 17 164 413
Kab. Tanah Datar 82.717 89.400 28 115 105
Kab. Padang Pariaman 91.069 86.690 57.788 16.430 13.694
Kab. Kepulauan Mentawai 16.191 17.188 3 ‐ 136
Kab. Agam 97.907 112.029 11.796 3.797 4.353
Kab. Solok 80.211 89.863 145 243 357
Kab. Pasaman 53.925 59.454 197 13 931
Kab. Pasaman Barat 75.580 78.236 3.240 3.046 2.862
Kab. Pesisir Selatan 102.903 112.387 1.156 3.596 5.510
Total 786.489 865.087 114.483 67.182 68.913
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III.4.2 Sektor Infrastruktur
Sektor infrastruktur yang terkena dampak bencana gempa bumi meliputi, sub‐sektor transportasi; sub‐sektor komunikasi; sub‐sektor energi; serta sub‐sektor air dan sanitasi. Total nilai kerusakan dan kerugian pada sektor infrastruktur mencapai Rp. 963 miliar.
III ‐ 15
Tabel III.6.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Infrastruktur 930,1 32,8 963 483,2 479,8
Transportasi dan telekomunikasi 327,6 19,7 347,3 52,3 295
Jalan dan Jembatan 294 0 294 0 294
Telekomunikasi 33,6 19,7 53,3 52,3 1
Energi 46,3 6 52,3 0 52,3
Air Bersih dan Sanitasi 556,2 7,1 563,4 430,9 132,5
Air Bersih 232,3 7,1 239,5 107 132,5
Sanitasi 323,9 0 323,9 323,9 0
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
Dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya infrastruktur tersebut adalah terputusnya jalur transportasi darat dari dan ke beberapa kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Pada sub‐sektor komunikasi, energi, serta air dan sanitasi, gempa telah mengakibatkan terhentinya pasokan dan distribusi layanan kepada masyarakat serta potensi hilangnya pendapatan selama beberapa waktu akibat tidak beroperasinya kegiatan produksi.
III.4.3 Sektor Sosial
Kerusakan dan kerugian yang timbul akibat kejadian bencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat, sesuai hasil penilaian yang dilakukan intansi‐instansi berwenang, di bawah koordinasi BNPB menunjukan nilai Rp. 1,5 triliun yang beliputi sub‐sektor pendidikan sebesar Rp. 588,7 miliar; sub‐sektor kesehatan Rp. 611,5 miliar; sub‐sektor agama dan budaya Rp. 307,2 miliar; serta sub‐sektor sosial sendiri mencapai Rp. 18,9 miliar. Dari distribusi nilai kerusakan dan kerugian tersebut, terlihat bahwa yang paling terkena dampak akibat terjadinya gempa bumi adalah sub‐sektor pendidikan, dan sub‐sektor kesehatan pada urutan berikutnya. Akibat yang ditimbulkan dari rusaknya infrastruktur sektor sosial adalah terhentinya kegiatan pelayanan pendidikan dan kesehatan terhadap masyarakat.
Tabel III.7. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Sosial 1.454,1 72,3 1.526,3 633,9 892,2
Pendidikan 563,7 25 588,7 103,5 485,1
Kesehatan 569,1 42,4 611,5 223 388,4
Budaya&Agama 304,2 3,1 307,2 300,5 6,7
Lembaga Sosial 17,1 1,8 18,9 6,9 12
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III ‐ 16
III.4.4. Sektor Produktif
Pada sektor ekonomi nilai kerugian lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kerusakan, yang salah satu penyebabnya adalah terhentinya kegiatan ekonomi di wilayah yang terkena dampak gempa bumi 30 September 2009. Yang paling parah terkena dampak gempa bumi adalah sub‐sektor perdagangan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 1,1 triliun akibat rusaknya prasarana perdagangan seperti pasar. Rentetan akibat dari tidak berfungsinya prasarana perdagangan adalah terhentinya kegiatan ekonomi masyarakat yang bepengaruh kepada kondisi perekonomian daerah.
Selain sub‐sektor perdagangan, sub‐sektor lainnya yang terkena dampak bencana gempa bumi adalah, pertanian, perikanan, peternakan, keuangan dan perbankan serta pariwisata dengan tingkat kerugian yang cukup besar.
Tabel III.8. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Sektor Produktif 773,8 1519 2.292,7 1.942,9 349,7
Pertanian 56,1 223 279,1 228,8 50,3
Tanaman 0,6 172 172,6 172,6 0
Peternakan 5,2 2 7,2 4,4 2,8
Perikanan 6,8 49 55,8 51,8 4
Irigasi 43,5 0 43,5 0 43,5
Perdagangan 567,8 574,7 1.142,40 1.094,2 48,2
Industri 10,9 114,8 125,6 125,6 0
Bisnis & Keuangan 68 230,2 298,3 64,5 233,8
Bank 63,6 152,2 215,9 61,1 154,8
Non‐Perbankan 4,4 78 82,4 3,4 79
Pariwisata 71 376,3 447,3 429,8 17,4
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III.4.5. Lintas Sektor
Pada lintas sektor, kerusakan yang terjadi sangat didominasi oleh rusaknya infrastruktur kantor‐kantor pemerintah mulai dari kantor unit pelaksana teknis Pemerintah Pusat, kantor pemerintahan provinsi sampai dengan rusaknya kantor kecamatan, nagari, serta kelurahan. Kerusakan yang terjadi sangatlah parah di mana dalam tarap rehabilitasi dan rekonstruksi nantinya, diperlukan upaya tambahan berupa penghancuran sisa bangunan serta pembersihan puing bangunan yang akan menjadi tambahan biaya dalam proses pemulihan.
III ‐ 17
Tabel III.9. Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Lintas Sektor 660,6 14 674,6 0 674,6
Pemerintahan 660,5 13,9 674,4 0 674,4
Lingkungan Hidup 0,1 0,1 0,2 0 0,2
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III.4.6. Dampak Bencana
Bagian ini merupakan gambaran dampak bencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat terhadap mata pencaharian masyarakat dengan menganalisa dampak terhadap perekonomian nasional, daerah dan masyarakat, keuangan pemerintah daerah dan dampak terhadap ketenagakerjaan serta pengaruh terhadap kemiskinan dan kehidupan masyarakat yang langsung terkena dampak bencana gempa bumi tersebut.
Dampak Terhadap Perekonomian
Secara umum, kondisi perekonomian daerah Provinsi Sumatera Barat pascabencana gempa bumi tidak terdampak secara signifikan. Setelah terjadinya bencana gempa bumi tersebut, pertumbuhan perekonomian Provinsi Sumatera Barat diperkirakan akan menurun sebesar 1,2%. Akibat penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar Rp. 1 triliun. Sementara penurunan pertumbuhan perekonomian yang signifikan diperkirakan akan dialami kabupaten/kota yang paling terkena dampak, dan diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 3% pada tahun 2009, terutama pada sektor‐sektor yang terkena dampak langsung. Secara keseluruhan Provinsi Sumatera Barat menyumbang sebesar 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto Nasional (PDB‐N), yang sebagian besar disumbangkan sektor transportasi dan komunikasi serta sektor pertanian dengan masing‐masing kontribusi sebesar 3,3% dan 2,6%. Untuk sektor perdagangan, kontribusi Provinsi Sumatera Barat terhadap perdagangan nasional sebesar 1,2% relatif tidak berpengaruh akibat bencana gempa bumi tersebut, walaupun beberapa perusahaan terkena dampak langsung.
III ‐ 18
Tabel III. 10. Kontribusi sektor terhadap PDB Nasional
Sektor Rp
Milyar Sumbangan terhadap PDRB
% Kontribusi kepada PDB Nasional
%
Pertanian 18.319 25.7 2,6
Pertambangan dan Penggalian 2.351 3.3 0,4
Manufaktur 8.535 12.0 0.6
Listrik. Gas & Persediaan Air 832 1.2 2
Kosntruksi 3.884 5.5 0.9
Perdagangan. Restaurant & Hotel 12.464 17.5 1.8
Transportasi dan Komunikasi 10.435 14.6 3.3
Keuangan dan Perbankan 3.398 4.8 0.9
Jasa‐jasa 11.014 15.5 2.3
PDB Total 71.233 100.0 1.4
Sumber: Laporan Penilaian Kerusakan dan Kerugian; 2009
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang paling parah terkena dampak bencana gempa bumi. Sektor‐sektor ini diproyeksikan akan mengalami kerugian sebesar 4,3%, belum termasuk kerusakan bangunan. Sektor keuangan dan perbankan diperkirakan akan mengalami penambahan biaya operasional sebesar 1,7% dari sebelum terjadinya gempa. Dampak terhadap perindustrian diperkirakan kecil dan akan segera pulih kembali, namun diproyeksikan akan terjadi penurunan sebesar 0,5% pada tahun mendatang, di mana beberapa industri kecil akan menderita kerugian dalam jangka yang lama. Sektor pertanian menyumbang 25 % persen dari pendapatan daerah Provinsi Sumatera Barat. Dampak bencana gempa bumi terhadap sektor ini diperkirakan sangat kecil. Sebagian besar kerugian pada sektor ini diakibatkan terganggunya produksi pertanian akibat kerusakan sistem irigasi, yang diproyeksikan akan mengalami penurunan sebesar 1,2% dibandingkan sebelum terjadinya bencana gempa bumi.
Peningkatan aktivitas pada sektor konstruksi pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi diharapkan akan turut mendorong peningkatan perekonomian. Di mana, sebagian besar kerusakan pada rumah masyarakat dan infrastruktur milik pemerintah akan diperbaiki, namun hal ini masih tergantung pada ketersediaan pendanaan dan ketersediaan sumberdaya. Diperkirakan, pada tahun 2010 dan 2011 akan terjadi peningkatan pertumbuhan pada sektor konstruksi sebesar 0,5%.
III ‐ 19
Tabel III. 11. Distribusi Nilai Kerugian
Sektor Kerugian
rasio pertambahan nilai berdasarkan pendapatan sektor
Kerugian sektor Ketenagakerjaan
miliar Rp rasio miliar Rp
% proyeksi GDP 2009
2008 perubahan
Pertanian 223,0 194,0 1,00% 866.247 ‐8.736
Lahan Pertanian 172,0 0.9 154,8
Peternakan 2,0 0.7 1,5
Perikanan 49,0 0.8 37,7
Industri 114,8 0.4 47,0 0,50% 97.715 ‐508
Utilitas 13,1 7,6 0,80% 9.129 ‐75
Listrik 6,0 0.6 3,3
Air bersih dan sanitasi 7,1 0.6 4,3
Perdagangan, hotel dan restoran 951,0 590,4 4,30% 371.044 ‐15.978
Perdagangan 574,7 0.7 402,3
Pariwisata 376,3 0.5 188,1
Bisnis dan Keuangan 237,6 0.3 66,4 1,70% 20.187 ‐352
Pelayanan Sosial 72,2 0.4 30,0 0,20% 345.542 ‐812
Dampak langsung 1.625,5 941,3 1,20% 1.959.928 26.462
Ket:
Peningkatan aktivitas konstruksi 623,1 0,1 362,3 8.3% 71,32 14,264
Dampak konstruksi 1997,6
579 0.7%
12,198
Sumber: Laporan Penilaian Kerusakan dan Kerugian; 2009
Posisi keuangan pemerintah daerah yang terkena dampak akan terpengaruh dengan kehilangan pendapatan dari sektor perusahaan dan penambahan biaya untuk rekonstruksi. Pada tahun 2007, pendapatan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat hampir sebagian besar berasal dari dalam daerah, yakni sebesar 43% yang berasal dari pendapatan pajak bangunan dan sektor formal. Dengan perkiraan adanya penurunan pertumbuhan pada sektor hotel dan bisnis property, diperkirakan akan berdampak pada penurunan pendapatan pemerintah daerah dari sektor pajak sebesar 4%. Dengan adanya biaya tambahan untuk memperbaiki bangunan pemerintah yang rusak, biaya rekonstruksi dan tingginya biaya operasional pada phase awal rehabilitasi dan rekonstruksi mempengaruhi posisi keuangan daerah. Akan tetapi, hal ini akan terkoreksi dengan adanya tambahan dana dari pemerintah pusat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.
Dampak Terhadap Mata Pencaharian dan Ketenagakerjaan
Berkurangnya aktivitas perekonomian sebagai dampak bencana gempa bumi tersebut, diperkirakan akan mengakibatkan sekitar 27.000 tenaga kerja akan kehilangan pekerjaan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan akan mengalami dampak paling parah dengan perkiraan kehilangan lapangan pekerjaan pada sektor ini sekitar 16.000. Sektor pertanian yang
III ‐ 20
menyerap sekitar 44% tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan akan kehilangan lapangan pekerjaan sebesar 1% akibat kerusakan lahan pertanian. Sementara dampak terhadap industri besar (industri semen dan pengolahan minyak kelapa sawit) tidak terlalu berpengaruh, walaupun sempat mengalami gangguan operasi, namun saat ini sudah beroperasi dengan normal. Dari 100.000 lebih UMKM yang ada di Provinsi Sumatera Barat, hanya sebagian kecil yang mengalami kerusakan (peralatan produksi dan tempat usaha) dan diperkirakan akan membutuhkan waktu yang lebih lama agar pulih pada keadaan semula.
Kegiatan rehabilitasi pada tahap‐tahap awal diharapkan akan dapat memicu peningkatan jumlah lapangan pekerjaan dan diharapkan akan pulih dengan perkiraan bahwa perbaikan dan pembangunan kembali infrastruktur, perdagangan, hotel dan restoran dapat diselesaikan dalam 2 tahun. Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, seiring dengan meningkatnya aktivitas pada sektor perumahan dan infrastruktur akan meningkatkan kebutuhan tenaga kerja pada sektor konstruksi yang diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru sebanyak 10.000 – 15.000.
Dampak Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat
Dampak terhadap kemiskinan. Seiring dengan terjadinya penurunan jumlah lapangan pekerjaan dan kehilangan pendapatan, diperkirakan akan berpengaruh terhadap jumlah kemiskinan. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok akibat inflasi. Sekitar 10% rumah tangga di Provinsi Sumatera Barat hidup di bawah garis kemiskinan, sementara lebih dari itu yang hidup di atas garis kemiskinan akan sangat rentan terhadap dampak bencana gempa bumi. Kehilangan pekerjaan dan pendapatan diperkirakan dapat menyebabkan peningkatan angka kemiskinan sebesar 1,5% menjadi 11% pada tahun 2010. Diharapkan upaya‐upaya rehabilitasi dan rekonstruksi serta bantuan pemulihan mata pencaharian dapat sesegera mungkin terlaksana, sehingga dapat menekan peningkatan jumlah kemiskinan sampai dengan 0,5%. Di samping itu, prioritas utama pelaksanaan pemulihan ditujukan pada masyarakat miskin dan kelompok rentan di daerah yang terkena dampak paling parah.
III.5. Penilaian Kebutuhan Pemulihan Manusia
Penilaian kebutuhan pemulihan manusia dilaksanakan pada masa tanggap darurat masih berlangsung, sekaligus untuk mendapatkan prioritas kebutuhan yang paling mendesak bagi korban bencana. pelaksanaan penilaian kebutuhan pemulihan manusia dikoordinasikan oleh BNPB melalui dukungan lembaga donor internasional. Sebagai dasar pelaksanaannya adalah data dan informasi terkait dengan kerentanan dan ancaman pada kondisi tidak terjadi bencana (pra‐bencana), serta kondisi kependudukan sebelum terjadinya bencana.
Sebagai gambaran awal dari keseluruhan proses penilaian kebutuhan pemulihan manusia menunjukkan potensi peningkatan jumlah penduduk miskin akibat rusaknya perumahan masyarakat serta masalah sosial yang mengikutinya, terutama terhadap masalah akses masyarakat terhadap kebutuhan dan layanan dasar.
Tabel III.12. Perbandingan Kondisi Kependudukan Sebelum Terjadi Bencana dengan Jumlah Kerusakan Bidang Perumahan Pasca Gempa Bumi 30 September 2009
di Provinsi Sumatera Barat
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk
Jumlah KK
Jumlah Penduduk Sangat Miskin + Miskin
% Jumlah Penduduk Sangat Miskin + Miskin / Jumlah
Penduduk
Jumlah Keluarga Sangat Miskin + Miskin
% Jumlah Keluarga Sangat Miskin + Miskin / Jumlah KK
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2)
Jumlah Rumah
Jumlah Rumah Non
Permanen
% Jumlah Rumah Non Permanen / Jumlah Rumah
Jumlah Rumah Rusak Berat
% Jumlah Rumah
Rusak Berat / Jumlah Rumah
1 Pasaman Barat 347.051 78.236 65.445 18,9% 13.814 17,7% 90 75.580 17.814 23,6% 3.240 4,3% 2 Agam 455.591 112.029 52.557 11,5% 10.578 9,4% 204 97.907 16.294 16,6% 11.796 12,0% 3 Padang Pariaman 388.098 86.690 48.837 12,6% 10.503 12,1% 249 91.069 9.025 9,9% 57.931 63,6% 4 Tanah Datar 344.143 89.400 31.153 9,1% 6.854 7,7% 256 82.717 13.064 15,8% 28 0,0% 5 Pesisir Selatan 458.515 112.387 81.972 17,9% 18.698 16,6% 77 102.903 23.600 22,9% 1.156 1,1% 6 Pasaman 245.862 59.454 61.806 25,1% 13.135 22,1% 59 53.925 6.334 11,7% 197 0,4% 7 Kep. Mentawai 75.379 17.188 57.838 76,7% 13.099 76,2% 12 16.191 11.343 70,1% 3 0,0% 8 Solok 358.602 89.863 58.878 16,4% 13.100 14,6% 106 80.211 18.914 23,6% 145 0,2% 9 Kota Padang 777.893 178.970 79.116 10,2% 14.981 8,4% 1.437 150.421 15.383 10,2% 33.597 22,3% 10 Kota Padang Panjang 47.824 10.941 2.108 4,4% 488 4,5% 4.470 9.177 1.435 15,6% 17 0,2% 11 Kota Solok 53.563 12.805 4.231 7,9% 902 7,0% 825 11.234 656 5,8% 2 0,0% 12 Kota Pariaman 78.920 17.124 5.595 7,1% 1.105 6,5% 730 15.154 615 4,1% 6.685 44,1%
TOTAL 3.631.441 865.087 549.536 15,1% 117.257 13,6% 8.516 786.489 134.477 17,1% 114.797 14,6%
Sumber: Data Podes; tahun 2008 dan Hasil Verifikasi Kerusakan Bidang Perumahan, BNPB; tahun 2009
III ‐ 22
Gambaran umum potensi peningkatan kemiskinan akibat terjadinya bencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat seperti dalam tabel III.11 adalah dengan membandingkan antara kondisi kependudukan sebelum terjadi bencana dengan jumlah kerusakan bidang perumahan. Hasil yang ditunjukkan dalam tabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Potensi peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi pada kabupaten/kota yang paling terkena dampak akibat terjadinya bencana gempa bumi dengan melihat perbandingan antara persentase jumlah rumah non permanen, persentase penduduk miskin sebelum bencana dengan persentase jumlah rumah rusak berat akibat bencana. Terdapat 4 kabupaten/kota yang berpotensi terjadi peningkatan kemiskinan akibat tingginya jumlah kerusakan rumah, antara lain Kabupaten Padang Pariaman; Kota Pariaman; Kota Padang; dan Kabupaten Agam.
2. Terjadinya potensi peningkatan jumlah masyarakat miskin dapat diakibatkan karena hilangnya harta benda akibat rusaknya rumah, serta akibat terputusnya akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar serta akses terhadap layanan dasar, seperti akses terhadap pangan, akses terhadap pemenuhan tempat tinggal yang layak, akses terhadap kebutuhan air bersih, serta akses terhadap kebutuhan lainnya.
Peningkatan potensi kemiskinan diperkuat lagi dengan hasil penilaian kebutuhan pemulihan yang menggambarkan bahwa isu mendasar yang paling dirasakan secara luas akibat terjadinya gempa bumi 30 September 2009 di Provinsi Sumatera Barat adalah keresahan akan hilang/berkurangnya pendapatan, ancaman fisik, rumah hilang/rusak, pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih dan masalah kesehatan.
Hasil penilaian kebutuhan pemulihan manusia secara ringkas diuraikan sebagai berikut berdasarkan persepsi masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dan akses kepada layanan dasar.
Pola bencana akibat gempa yang menimpa wilayah ini relatif sama dengan pola bencana di wilayah lain di Indonesia, dengan tiga karakteristik utama yaitu:
1. Tingkat kehancuran rumahrumah pedesaan yang tinggi. Pola ini terjadi karena metode yang dibutuhkan untuk membangun rumah‐rumah tahan gempa tidak secara luas dikenal oleh kontraktor lokal atau keluarga yang membangun rumah‐rumah mereka sendiri.
2. Tingginya tingkat sekolahsekolah yang sepenuhnya roboh atau rusak berat. Pola kerusakan utama lainnya yang berulang di seluruh Indonesia dan juga di Sumatera Barat adalah tingginya jumlah sekolah‐sekolah yang sepenuhnya roboh atau rusak berat.
3. Banyaknya akses pedesaan terputus akibat tanah longsor. Hal ini umumnya diakibatkan oleh kondisi tanah yang tidak stabil yang kurang diperhitungkan selama proses perencanaan, perancangan dan pembangunan jalan ke daerah pedesaan.
Gempa di Sumatera Barat membawa dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kebutuhan dasar manusia di wilayahwilayah yang terkena dampak bencana. Secara garis besar, hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Akses terhadap Makanan ‐ Akses korban bencana ke makanan telah terganggu tetapi tidak sampai pada tingkat di mana mereka menganggap diri mereka berada pada risiko besar kelaparan. Dukungan pemulihan awal bagi akses terhadap makanan sangat dibutuhkan karena terganggunya pola makan masyarakat, yang diperburuk oleh menurunnya tingkat pendapatan mereka.
III ‐ 23
2. Kesetiakawanan Sosial ‐ Keeratan sosial di dalam masyarakat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, khususnya yang menyangkut potensi konflik akibat perebutan sumber daya air pasca terjadinya gempa.
3. Akses ke Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan ‐ Tergantung pada seberapa cepat pemerintah daerah bisa memulihkan kembali pelayanan dasar mereka termasuk penyediaan air bersih, rumah tangga perkotaan yang membutuhkan dukungan untuk memastikan keberlanjutan akses mereka ke air bersih. Keterbatasan akses dan ketersediaan fasilitas sanitasi juga perlu mendapat perhatian.
4. Akses terhadap Hunian – Dalam jangka pendek, hunian sementara/tempat tinggal sementara sangat diperlukan untuk memungkinkan rumah tangga yang terkena dampak dapat memperoleh perlindungan dan melaksanakan fungsi produktif.
5. Akses terhadap Mata Pencaharian – Dua pertiga dari rumah tangga yang disurvei menyatakan bahwa mata pencaharian mereka telah terganggu dengan adanya gempa bumi yang terjadi meskipun tingkatannya bervariasi. Perlu adanya dukungan intervensi terhadap mata pencaharian masyarakat pada skema pemulihan awal seperti hibah, pinjaman lunak, dukungan teknis/ pemasaran atau pelatihan ulang terutama pada wilayah yang terkena dampak gempa bumi terparah seperti Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Agam.
6. Akses terhadap Pendidikan ‐ Bahwa gedung sekolah sementara yang tersedia tidak cukup aman untuk melanjutkan kegiatan sekolah. Hal ini serupa dengan pola kerusakan gempa nasional, di mana sepertiga sampai setengah dari semua sekolah runtuh seluruhnya atau tidak bisa dipakai. Untuk itu, dibutuhkan adanya sekolah sementara yang memenuhi persyaratan keamanan agar proses belajar mengajar dapat terus berlangsung.
7. Lingkungan yang aman dan berkelanjutan – Sebagian besar responden menyatakan bahwa bahaya lingkungan terbesar adalah adanya puing‐puing bangunan yang berbahaya bagi mereka. Untuk itu, diperlukan adanya dukungan bagi mereka dalam menangani puing‐puing yang diakibatkan oleh gempa tersebut. Di sisi lain, gempa juga telah menyebabkan peningkatan dalam penggunaan kayu sebagai sumber bahan bakar. Hal ini perlu diantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan sekitar.
8. Akses ke Fasilitas/ Prasarana Komunitas ‐ Sepertiga dari rumah tangga yang disurvei mengatakan bahwa fasilitas keagamaan seperti mesjid desa (Surau) adalah pusat kegiatan masyarakat yang memerlukan perbaikan atau rekonstruksi mendesak. Disamping itu, tiga jenis infrastruktur yang juga perlu segera mendapat perbaikan/penggantian atau pembangunan kembali adalah sumber air dan jaringannya (termasuk irigasi), jalan setapak desa dan jembatan serta pembangkit listrik di desa.
9. Akses terhadap Pelayanan Publik – Secara garis besar, masyarakat menginginkan: peran fasilitasi dari Pemerintah Daerah; kejelasan informasi mengenai jenis‐jenis bantuan yang tersedia; adanya keterbukaan akses mengenai informasi tentang upaya penanggulangan bencana dan pemulihan; kesempatan berpartisipasi dalam proses perencanaan kegiatan pemulihan.
BAB IV
UPAYA PENGURANGAN RISIKO
PADA KONTEKS PASCA BENCANA
IV.1. POTENSI BENCANA ALAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT
IV.1.1. Jenis Bahaya
Berdasarkan Ketentuan Umum dalam UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka bencana dapat dibedakan menjadi Bencana Alam, Bencana Non–alam dan Bencana Sosial. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi bencana cukup bervariasi dan tinggi di bandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Serangkaian peristiwa bencana alam yang digambarkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat tahun 2008 – 2012 adalah sebagai berikut:
Gempabumi
Berdasarkan sumber penyebabnya, gempa bumi diakibatkan oleh aktivitas zona penunjaman yang terdapat di laut dan sesar aktif yang terdapat di darat maupun di laut. Kawasan di sepanjang Bukit Barisan di Pulau Sumatera terletak pada zona sesar aktif sedangkan pantai barat Sumatera terletak dekat dengan zona penujaman. Standar Perencanaan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI‐1726, 2002) menyatakan Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang memiliki percepatan gempa maksimum (PGA) tertinggi di Indonesia.
Hal ini dapat diidentifikasikan dari serangkaian peristiwa bencana gempa bumi di wilayah Sumatera Barat, sepertI yang terjadi pada tanggal 28 Juni 1926 di Padang Panjang dengan kekuatan 7 Skala Richter yang mengakibatkan 354 korban meninggal dunia dan lebih dari 3000 rumah rusak. Selanjutnya gempa juga terjadi pada Bulan April 2005, Bulan Maret 2007 dan Bulan September 2007 yang menimpa wilayah Bengkulu dan Sumatera Barat dengan
IV ‐ 2
kekuatan 7,9 Skala Richter yang mengakibatkan 25 korban meninggal dunia serta sejumlah 88.375 rumah roboh.
Gambar IV.1. Tektonik dan sebaran sesar aktif di Indonesia
Sumber: (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/ PVMBG, 2008).
Tsunami
Tsunami adalah gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar laut atau perubahan badan air yang terjadi secara tiba‐tiba dan impulsif, akibat gempabumi, erupsi gunung api bawah laut, longsoran bawah laut, atau runtuhan gunung es bahkan akibat terjangan benda‐benda angkasa ke permukaan laut. Kerusakan dan kehancuran karena tsunami merupakan hasil langsung dari tiga faktor: banjir , dampak gelombang terhadap struktur, dan erosi. Arus kuat yang disebabkan oleh tsunami menyebabkan terjadinya erosi pada pondasi dan rubuhnya jembatan atau dinding air laut.
Hasil kajian para ahli geologi menunjukkan adanya sumber gempa yang berpusat pada zona subduksi Sumatera yang berada di dekat Kepulauan Mentawai di pantai barat pulau Sumatera dan memiliki potensi menimbulkan tsunami yang akan menggenangi daerah pantai wilayah Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan dokumen dari Pemerintahan Belanda menunjukkan bencana tsunami pernah terjadi di wilayah Sumatera Barat pada tanggal 10 February 1797 dan 24 November 1833, ketinggian lebih kurang 3 sampai 4 meter dan landaannya menjangkau lebih kurang 1 km.
IV ‐ 3
Gambar IV.2. Peta Indeks Bahaya Tsunami
Sumber: PMBITB, 2009
Gunungapi
Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi bencana letusan gunung merapi yang berasal dari Gunung Merapi, Gunung Tandikat, Gunung Talang dan Gunung Kerinci . Pada Tahun 2007, Gunung Talang di Kabupaten Solok menunjukkan peningkatan aktivitas melalui semburan laharnya dan sementara Gunung Merapi juga terus mengeluarkan asap pada beberapa tahun belakang ini,
Banjir
Di Provinsi ini terdapat sungai‐sungai besar yang mengalir dari wilayah pegunungan di sebelah timur menuju ke arah pantai di bagian barat. Kawasan tepian sungai merupakan basis perkembangan tradisionil penduduk seperti halnya masyarakat di Kabupaten Solok, Pasaman, Damasraya, dan Agam, yang hal ini merupakan potensi timbulnya banjir karena kurangnya kesadaran penduduk untuk upaya pencegahan banjir.
Longsor
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya alam yang paling sering terjadi dan memiliki penyebaran kejadian cukup merata di wilayah Tanah Air termasuk di Sumatera Barat. Bencana longsor terbesar terjadi pada tanggal 4 Mei 1987 di Padang Panjang yang menelan 143 korban jiwa, 49 rumah rusak, dan 1 buah bangunan sekolah tertimbun.
IV ‐ 4
Abrasi
Posisi geografis wilayah Provinsi Sumatera Barat yang berbatasan langsung dengan Lautan India di arah barat menimbulkan potensi abrasi yang merubah garis pantai. Bangunan‐bangunan di sepanjang pantai ini seringkali runtuh karena adanya abrasi.
Gambar IV.3.
Jumlah Kejadian Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat tahun 2002 2009
Sumber: DIBI – BNPB 2009
4.1.2. KERENTANAN
Dalam Undang‐undang nomor 24 Tahun 2007 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 tidak diketemukan istilah kerentanan,namun terdapat istilah rawan bencana. Rawan Bencana yaitu suatu kondisi atau karakteristik geologis, biologis hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan tehnologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak bahaya tertentu.
Secara umum kerentanan di bedakan menjadi kerentanan fisik dan kerentanan non‐fisik. Kerentanan non‐fisik secara umum dapat ditengarai misalnya terkait dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, seperti; jumlah penduduk, distribusi penduduk, tingkat kemiskinan/ jumlah penduduk miskin, stuktur demografi (tingkat pendidikan, stukrur umur), dan lain‐lain. Dalam Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat telah diidentifikasikan kedua jenis kerentanan yang dihadapi terkait dengan tiap‐tiap jenis ancaman bencana, sebagaimana tabel di bawah ini.
IV ‐ 5
Tabel IV.1. Kerentanan di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Jenis Ancaman Bencana
Ancaman Kerentanan Fisik Kerentanan nonfisik
Gempabumi • Panduan konstruksi bangunan tahan gempa belum ada
• Peta risiko gempa‐bumi belum sempurna
• Pengetahuan aparatur dan Masyarakat tentang kegempaan kurang
Tsunami • Sistem peringatan dini belum ada • Peta risiko belum definitif • Peta evakuasi belum definitive
• Pengetahuan aparatur dan Masyarakat tentang tsunami Kurang
Banjir • Peralatan pendeteksi belum memadai • Sistem peringatan dini belum ada • Peta risiko banjir belum lengkap • Bangunan penanggulangan banjir belum
banyak/cukup
• Tata ruang tidak berorientasi bahaya banjir • Masyarakat memanfaatkan aliran alam
untuk hidupnya • Masih banyak masyarakat membuang
sampah di aliran sungai
Badai / Putting Beliung
• Sistem peringatan dini bahaya badai belum ada
• Belum ada peta risiko
• Bangunan rumah tidak tahan badai/angin
Gelombang Pasang
• Belum ada peralatan system terpasang untuk peringatan
• Belum ada peta risiko
• Pengetahuan masih kurang • Budaya tinggal dekat pantai masih melekat
Kekeringan • Belum ada peramalan bahaya kekeringan didaerah
• Belum ada peta risiko kekeringan belum ada
• Masyarakat kurang terdidik • Rencana pembangunan tidak berorientasi
bencana
Pencemaran lingkungan
• Belum ada peralatan pendeteksi pencemaran
• Kurangnya rambu‐rambu peringatan
• Masyarakat kurang terdidik untuk ramah terhadap lingkungan
• Perilaku tradisional kurang berwawasan lingkungan
• Rencana pembangunan tidak/kurang berwawasan lingkungan
Longsor • Belum ada (sangat kurang) tandatanda pada lokasi bahaya
• Belum ada/lengkap peta risiko gempa‐bumi
• Belum terpasang alat peringatan Dini
• Masyarakat tidak terdidik untuk menghindari bahaya
• Keterbatasan lahan pembuatan pemukiman • Sistem pemilikan tanah melibatkan budaya
lokal
Gunungapi • Peralatan sistem peringatan dini perlu diperbaiki
• Masyarakat tidak terinformasi akan bahaya • Tidak ada organisasi khusus
Kebakaran hutan dan lahan
• Lokasi hutan masih terbuka • Masyarakat masih tinggal dan memanfaatkan hutan sebagai penopang hidup
• Masih ada budaya pembukaan lahan baru oleh masyarakat
Abrasi • Belum ada peringatan bahaya abrasi • Organisasi masyarakat belum terbentuk di
lokasi bahaya
• Masyarakat dilokasi kurang terdidik
IV ‐ 6
4.1.3. KEMAMPUAN
Berbeda dengan kerentanan, maka kemampuan akan memberikan penurunan terhadap risiko yang timbul dari dampak bencana yang terjadi. Unsur kemampuan ini pada umum nya terkait dengan bagaimana kapasitas kelmebagaan yang ada di suatu daerah guna dapat melaksanakan penanggulangan bencana secara terorganisir dan sistematis yang didukung dengan sumber daya yang ada.
Sebagaimana yang diidentifikasikan dalam Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008‐2012, maka kemampuan yang sudah dimiliki oleh Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
1. Aspek kerangka peraturan telah terbitnya Peraturan daerah Nomor 5 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Namun kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat Provinsi Sumatera Barat ini di bentuk dengan berdasarkan Persetujuan Mendagri untuk Pembentukan BPBD Provinsi Sumatera Barat Nomor 061/3218/SJ tanggal 2 September 2009.
2. Sistem perencanaan penanggulangan bencana telah terbit sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana Panggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008 ‐ 2012
3. Sistem Penanggulangan Bencana sudah ada walaupun ada keterbatasan pada bidang belum semua daerah memiliki Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana, minimnya latihan; dan kurangnya peralatan.
4. Sebagian besar daerah telah memiliki rencana penanganan pengungsi yang memerlukan peningkatan dalam implementasi.
5. Sistem komando darurat bencana telah ditetapkan walaupun belum memadai, misalnya dalam hal peralatan dan sosialisasi; pemangku kepentingan belum dilibatkan sepenuhnya;
6. Jejaring penanggulangan bencana sudah ada walaupun belum optimal akibat kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dengan lembaga nonpemerintah.
7. Materi dan bahan kesiapsiagaan telah ada tetapi kurang memadai dan menyebabkan proses sosialisasi kurang optimal.
8. Pencatatan sejarah kejadian bencana. 9. Proses monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan 10. Proses pembangunan kesiap‐siagaan telah dilaksanakan. 11. Susunan masyarakat tergolong homogen dan memudahkan pemberdayaan.
IV.2. PEMBELAJARAN DARI PERISTIWA BENCANA GEMPABUMI
Beberapa hal yang dapat dipetik sebagai pembelajaran dari peristiwa gempa bumi adalah sebagai berikut:
A. Pemulihan yang tidak tuntas melemahkan kesiapsiagaan sistem penanggulangan bencana. Provinsi Sumatera Barat tergolong sebagai salah satu provinsi yang paling rawan gempabumi dan mengalami bencana ini berulang kali. Peluang untuk penguatan sistem penanggulangan bencana yang tersedia pada fase pemulihan tidak digunakan secara optimal untuk mendorong perubahan paradigm penanggulangan bencana. Dalam
IV ‐ 7
proses pemulihan yang berulang kali telah dilaksanakan ini, maka sistem Penanggulangan bencana, kesadaran/budaya masyarakat, dan pemulihan dalam kerangka perencanaan pembangunan tidak menanamkan investasi yang memadai bagi peningkatan penguatan dayatahan dan dayalenting terhadap gempa. Akibatnya kepekaan dan ketahanan masyarakat dan sistem penanggulangan terhadap gempa justru menurun.
B. Manusia tidak terbunuh oleh gempabumi melainkan oleh konstruksi bangunan rentan gempa. Gedung‐gedung yang sudah terkena gempa dibangun kembali tanpa mengindahkan kaidah ketahanan terhadap gempa dan tidak dikenakan sanksi. Gedung – gedung yang rusak sedang dan ringan tidak diperbaiki dengan menganut pada struktur yang sesuai ketentuan, hal ini mungkin juga karena belum adanya peraturan terkait struktur bangunan tahan gempa (buiding code) yang disertakan dengan penagakan hukumnya. Untuk bangunan yang tidak mengalami kerusakan tidak diinspeksi ketahanannya terhadap gempa. Beberapa gedung pemerintah mungkin dibangun atau dibangun ulang dengan penyimpangan spesifikasi dan standar yang semestinya. Akibatnya manakala terkena gempa lagi, gedung‐gedung yang roboh itu justru yang mengakibatkan jatuhnya korban manusia.
IV.3. PERUBAHAN PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA
Peristiwa bencana yang menimbulkan dampak yang dahsyat menyediakan peluang strategis bai pemerintah dan masyarakat untuk melakukan perubahan paradigma penanggulangan bencana. Dengan diambilnya langkah‐langkah strategis yang tegas dan berwawasan pengurangan risiko pada konteks pasca bencana, maka jatuhnya korban dan kerugian akan menjadikan suatu motivasi yang juga luar biasa kearah perubahan kearah masyarakat dan pemerintah Sumatera Barat yang lebih berketahanan terhadap bencana. Sebaliknya, kegagalan menggunakan peluang strategis pada fase pasca bencana ini akan menjadikan visi “SUMATERA BARAT SIAGA, TANGGUH, DAN TAWAKAL MENGHADAPI BENCANA” semata‐mata sebagai slogan yang belum dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Dalam upaya mencapai perubahan paradigm itu, pemerintah dan masyarakat Sumatera Barat akan mempercepat peninjauan kembali Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi sepreti diamanatkan oleh Rencana Penanggulangan Bencana Propinsi Sumatera Barat yang direncanakan pada tahun ketiga (2010).
Beberapa langkah strategis dalam momentum pemulihan itu antara lain adalah sebagai berikut di bawah ini.
IV.3.1. REFORMASI PERANGKAT PERATURAN DAN KELEMBAGAAN
Pada tataran ideologis, Sumatera Barat tidak dapat lagi bersikap reaktif dan menunggu kejadian bencana melainkan merubah paradigma untuk secara proaktif mengendalikan faktor‐faktor risiko dengan mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana secara terintegrasi didalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan sehari‐hari.
IV ‐ 8
Ini berarti betul‐betul menggunakan fase pemulihan pada dua tahun mendatang, dan melibatkan semua pemangku kepentingan pada semua tataran termasuk dan terutama masyarakat luas yang baru saja terkena dampak bencana.
Salah satu langkah terpenting pada perubahan paradigma pada fase pasca bencana kali ini adalah menerjemahkan ketentuan‐ketentuan Peraturan Daerah no. 5/2007 tentang Penanggulangan Bencana dari tataran normatif menjadi peraturan, tatanan, dan perilaku konkrit yang protektif dan progresif.
Berdasarkan tiga serangkai perundangan yang paling terkait, yaitu UU 24 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil, Pemerintah Daerah pada periode dua tahun kedepan akan menerbitkan perangkat‐perangkat ketentuan peraturan antara lain:
1. Peraturan tentang rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan fisik berdasarkan standar tentang ketahanan terhadap gempa.
2. Peraturan tentang rehabilitasi dan rekonstruksi yang menempatkan infrastruktur, fasilitas, dan ruang publik sebagai garis pertahanan terdepan dan terkuat terhadap bencana.
3. Peraturan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pengurangan risiko bencana.
Pada sisi tatanan kelembagaan, Sumatera Barat, berdasarkan Peraturan Daerah nomor 5/2007, dan berlandasakan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 46 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan (2) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Penanggulangan Benacana Daerah, akan segera membentuk dan memberikan otoritas sebagaimana mestinya kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan ini dirancang untuk menjadi salah satu badan yang terbaik di Indonesia baik dalam tatanan, sikap, tindakan, sumberdaya dan pelayanan dalam fungsi‐fungsi koordinasi, komando dan pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Fungsi BPBD adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien.
2. Mengkordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Sedangkan tugasnya adalah:
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
2. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana berdasarkan peraturan perundang‐undangan.
3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana. 4. Menyusun dan menetapkan Prosedur Tetap Penanganan Bencana. 5. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
IV ‐ 9
6. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang. 8. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran
pendapatan belanja daerah. 9. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Walaupun pembentukan BPBD pada tataran kota/kabupaten bersifat opsional berdasarkan tingkat ancaman bahaya yang ada. Sumatera Barat akan memastikan bahwa pemerintah kota/kabupaten akan membentuk BPBD sesuai dengan tingkat ancaman bahaya yang ada dan bersama sama dengan tataran propinsi menjadi suatu sistem kelembagaan yang kompak, efektif, dan akuntabel.
Dalam rangka menggerakkan potensi masyarakat, termasuk sektor dunia usaha, akademik, LSM dan lembaga internaisonal, dan dalam interaksi mereka dengan sistem kelembagaan pemerintah BPBD, Sumatera barat akan membentuk suatu Platform Pengurangan Risiko Bencana (PPB) pada tataran propinsi dan kota/kabupaten. Platform ini akan ditatakelola oleh masyarakat sendiri dengan koordinasi dan dukungan dari BPBD dan berfungsi sebagai suatu wahana untuk pembahasan kebijakan dan penyelenggaraan penanggulangan bencana, khusus nya untuk penggalakkan budaya sadar bencana sementara tanggungjawab tetap berada pada pundak pemerintah daerah sebagai pengemban mandat dan tugas seperti digariskan oleh perundangan dan peraturan.
IV.3.2. PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Sumatera Barat memposisikan perencanaan penanggulangan bencana sebagai, pertama, tangga dimana ketentuan peraturan yang abstrak turun menjadi kegiatan‐kegiatan konkrit yang setelah diselenggarakan akan memberikan ketangguhan provinsi terhadap bencana. Kedua, sebagai jembatan yang menghubungkan prinsip‐prinsip penanggulangan bencana dengan arusutama proses dan sumberdaya pada sistem perencanaan pembangunan.
Dalam kaitan ini peran sentral akan dimainkan oleh BPBD, Bappeda, dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman dibawah koordinasi langsung Sekretariat Daerah atas nama Gubernur sebagai pimpinan. Perencanaan ini akan menitikberatkan pada periode rehabilitasi dan rekonstruksi 2010 dan 2011 dimana upaya pemulihan menggabungkan mandate dan sumberdaya nasional dan propinsi. RPJMD dari Gubernur terpilih 2010 akan menjadi suatu produk yang krusial. Oleh karena itu segala upaya akan dilakukan untuk memastikan bahwa agenda pengurangan risiko bencana dalam konteks pasca bencana akan menjadi salah satu issue kunci dalam kancah pemilihan Gubernur dan dalam visi dan misinya setelah yang bersangkutan terpilih nanti. Semua ini dibingkai dengan Peraturan Daerah no. 7/2008 tentang Rencana Pembangunan jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumatera Barat 2005 – 2025.
Kerangka besar ini kemudian diterjemahkan menjadi Renstra‐Renstra SKPD yang unsur‐unsur penanggulangan bencananya diikat bersama menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengurangan Risiko Bencana. Pada titik ini RAD dilaksanakan melalui SKPD yang mendampingi Rencana Kerja SKPD.
IV ‐ 10
Gambar IV.4 Kedudukan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi/Kabupaten/Kota
dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB) dalam Konstelasi Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
IV.4. MITIGASI RISIKO BENCANA
Visi Provinsi Sumatera Barat terkait penanggulangan bencana sebagaimana dinyatakan dalam rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008‐2012 adalah:
“SUMATERA BARAT SIAGA, TANGGUH DAN TAWAKAL MENGHADAPI BENCANA”
Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan misi sebagai berikut:
1. Mengurangi risiko bencana dengan membangun kesiap‐siagaan dan infrastruktur diseluruh lini secara terencana dan terpadu.
2. Membangun ketahanan masyarakat dan kelembagaan pada masa krisis. 3. Memulihkan dampak bencana secara fisik dan psikologis.
Upaya mitigasi telah direncanakan secara sistematis dalam Rencana Pananggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, yaitu sebagai berikut:
Peraturan dan kebijakan Peningkatan kapasitas masyarakat
1. Pembentukan aturan perundangan terkait penanggulangan bencana di tingkat Provinsi
2. Pembentukan Kelompok Kerja percepatan penyusunan Perda Penanggulangan Bencana Kota/Kabupaten
3. Pendampingan Kelompok Kerja dalam penyiapan Paturan/perundangan terkait penanggulangan bencana di kota/kabupaten
4. Pemenuhan kualitas dan kuantitas sumber‐daya manusia lembaga BPBD
5. Pengadaan sarana dan pra‐sarana BPBD
1. Meningkatkan kapasitas Aparatur Daerah di Provinsi Sumatera Barat tentang penanggulangan bencana,
2. Penyusunan standarisasi peningkatan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana,
3. Penyusunan modul standarisasi sistem komunitas siaga bencana di masyarakat
4. Replikasi modul dan standarisasi sistem kesiapsiagan masyarakat di Sumatera Barat
5. Penyusunan kurikulum siaga bencana Sekolah
IV ‐ 11
Peraturan dan kebijakan Peningkatan kapasitas masyarakat
6. Penyusunan Modul dan Standarisasi BPBD Kota/Kabupaten,
7. Replikasi modul dan standarisasi BPBD di Provinsi Sumatera Barat
Penyediaan anggaran serta kemampuan teknis yang memadai. 1. Membangun kerjasama antar Kepala Daerah
dalam upaya penanggulangan bencana 2. Membangun jaringan kerja internal wilayah
Provinsi Sumatera Barat 3. Membangun jaringan kerja Provinsi dengan
Nasional dalam penanggulangan bencana,
6. Pengadaan sarana dan pra‐sarana penunjang pelaksanaan kurikulum muatan local
7. Melaksanakan Pekan Budaya Siaga Bencana Diversifikasi penghasilan bagi penduduk di daerah rawan bencana, 1. Pembangunan mata pencaharian alternatif
bagi masyarakat pesisir di daerah aman 2. Monitoring keberhasilan diversifikasi mata
pencaharian penduduk didaerah rentan Peningkatan kemampuan infrastruktur 1. Penyusunan rencana pengembangan dan
pengelolaan wilayah berbasis Penanggulangan Bencana
2. Pengelolaan dan pengembangan wilayah berbasis Penanggulangan Bencana
3. Penyusunan Pedoman Pembuatan Dokumen Analisis Risiko Bencana (ARB) Provinsi Sumatera Barat,
IV.5. KESIAPSIAGAAN
Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (pelatihan, gladi, penyiapan sarana dan prasarana, SDM, logistik dan pembiayaan). Dengan Kesiapsiagaan yang tepat diharapkan upaya penanggulangan dapat dilakukan lebih cepat dan tepat, sehingga dapat meminimalisir jumlah korban dan kerusakan.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana sebaiknya dilakukan oleh seluruh pihak, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, yang dapat dilakukan melalui:
1. Penyusunan rencana dan mekanisme Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2. Membangun sistem peringatan dini (early warning system) bencana yang melingkupi
wilayah Provinsi Sumatera Barat dengan mengedepankan kearifan local daerah, termasuk pengorganisasian, pemasangan, pengujian system peringatan dini serta pengoperasian dan pemeliharaan secara tepat dan benar.
3. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; 4. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; 5. Penyiapan lokasi evakuasi; 6. Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat
bencana; 7. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan
prasarana dan sarana.
IV ‐ 12
Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat. Peringatan dini dilakukan melalui:
1. Pengamatan gejala bencana 2. Analisis hasil pengamatan gejala bencana 3. Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang 4. Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana; 5. Pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Masyarakat juga harus turut dalam kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai:
1. Rencana penanggulangan kedaruratan bencana, 2. Pengorganisasian masyarakat, 3. Sistem peringatan dini, 4. Penyediaan dan penyiapan barang/bahan pemenuhan kebutuhan dasar, 5. Mekanisme tanggap darurat, 6. Penyiapan lokasi evakuasi, dan 7. Memberi prioritas terhadap kelompok rentan.
BAB V
KERANGKA KERJA REHABILITASI
DAN REKONSTRUKSI
V.1. PRINSIP DASAR REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Kejadian bencana gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera Barat tanggal 30 September 2009 telah direspon oleh Pemerintah dengan menetapkan 4 langkah strategis penanganan bencana Sumatera Barat dalam Sidang Kabinet Terbatas 15 Oktober 2009, yaitu:
1) Menetapkan status bencana sebagai Bencana Provinsi Sumatera Barat, yang berdampak luas secara ekonomi dan sosial, serta mendapatkan perhatian dan dukungan penanggulangan bencana dari Pemerintah;
2) Penyediaan Dana yang terdiri dari Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi sektor terkait yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan Dana Hibah yang bersumber dari dana bantuan bencana dan hibah Lembaga/Donor Bilateral dan Bantuan Lembaga/Donor Multilateral
3) Melaksanakan penilaian kerusakan dan kerugian; yang kemudian dilanjutkan dengan perkiraan kebutuhan pemulihan termasuk dimensi kemasyarakatan
4) Pembentukan lembaga pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang ditetapkan melalui peraturan presiden
5) Langkah strategis pemerintah dijabarkan dalam komponen pemulihan yang selaras dengan penilaian kerusakan dan kerugian serta pengkajian kebutuhan pemulihan kemasyarakatan, yaitu terdiri dari 5 (lima) kelompok pemulihan sebagai berikut: 1) Perumahan dan prasarana permukiman; 2) Prasarana publik; 3) Sosial; 4) Ekonomi Produktif; dan 5) Lintas Sektor.
V.2. KEBIJAKAN UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Selaras dengan upaya pengurangan risiko pada konteks pasca bencana alam, termasuk didalamnya pembelajaran dari peristiwa gempa bumi tanggal 30 September 2009 dan 1 Oktober 2009 di wilayah Provinsi Sumatera Barat, serta perubahan paradigma penanggulangan bencana berdasarkan Undang Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; maka dengan pertimbangan bahwa dampak kerusakan sangat dominan pada komponen perumahan, serta akan memberikan dampak bagi kehidupan sosial‐ekonomi masyarakat
V ‐ 2
korban bencana, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi Sumatera Barat mengutamakan prinsip‐prinsip dasar sebagai berikut:
1. Menggunakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai sebagai sarana membangun komunitas, membuka lapangan kerja dan menstimulasi ekonomi masyarakat; dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan jangka menengah dan panjang dengan pendekatan kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan risiko bencana;
2. Dilaksanakan dengan pendekatan pengendalian korupsi dan tata pemerintahan yang baik, melalui koordinasi yang efektif antar pelaksana kegiatan serta mengedepankan aspirasi masyarakat korban bencana bencana gempa bumi
3. Dilaksanakan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, sehingga kegiatan pembangunan perlu memperhatikan dampak jangka panjang;
4. Dilaksanakan dalam upaya pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan memenuhi kebutuhannya;
5. Dilaksanakan dengan memperhatikan aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat korban bencana dengan pendekatan kesetaraan gender, dan dengan lebih memperhatikan kelompok rentan seperti: penyandang cacat, miskin, keluarga orang tua tunggal perempuan, usia lanjut dan anak yatim piatu;
6. Dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal dengan mengedepankan prinsip alokasi ruang yang efisien, mengurangi pencemaran, melaksanakan pola efisiensi yang tinggi dalam penggunaan kembali dan daur ulang sumber daya yang tersedia, dan memanfaatkan energi terbarukan sebagai alternatif sumber energi;
7. Khusus untuk kegiatan pemulihan komponen perumahan dan kehidupan masyarakat, keduanya dilaksanakan dengan pendekatan partisipatisi masyarakat sesuai dengan karakteristik budaya lokal; sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengurangan risiko bencana;
8. Dilaksanakan dengan memperhatikan standar teknis perbaikan lingkungan permukiman di daerah rawan bencana termasuk gempa bumi, termasuk building code dan sebagainya, sesuai peraturan yang berlaku;
9. Dilaksanakan dengan mengedepankan keterbukaan bagi semua pihak melalui penyediaan informasi yang akurat serta pelayanan teknis, perijinan dan termasuk penyediaan unit pengaduan masyarakat korban bencana di wilayah Provinsi Sumatera Barat
10. Dilaksanakan dengan mekanisme penyaluran dana yang berpedoman kepada peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku;
11. Dilaksanakan terutama oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, melalui koordinasi yang efektif dan kerjasama antar pihak lintas sektor, dengan mekanisme pemantauan dan pengendalian sesuai peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku;
12. Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, kegiatan pemulihan dilaksanakan selama 2 tahun anggaran; yaitu dimulai dengan kegiatan persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun anggaran 2011.
V ‐ 3
V.3. SKENARIO REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Skenario pemulihan pascabencana disusun berdasarkan asumsi ketersediaan sumberdaya, terutama sumberdaya pembiayaan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta kondisi semula sebelum terjadi bencana. Berdasarkan asumsi tersebut, maka target upaya pemulihan dapat dikelompokkan kedalam tiga skenario yaitu:
1. Skenario I: Sumberdaya Pembiayaan Berlebih, upaya pemulihan diharapkan mampu membangun wilayah secara keseluruhan, tidak terbatas pada sektor kerusakan dan kerugian dan tidak terbatas pada wilayah dan kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi.
2. Skenario II: Sumberdaya Pembiayaan Cukup, upaya pemulihan diharapkan mampu melampaui standar pelayanan minimal pembangunan, meliputi semua sektor kerugian dan kerusakan di wilayah dan kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi.
3. Skenario III: Sumberdaya Pembiayaan Kurang, upaya pemulihan diprioritaskan pada pemulihan perumahan dan pemulihan standar pelayanan minimum, dan bantuan untuk menstimulasi perekonomian masyarakat.
Mengingat luasnya dampak bencana pada kehidupan sosial‐ekonomi masyarakat, sampai dengan bulan Desember 2009 upaya Pemerintah difokuskan pada bantuan kemanusiaan dan pemulihan pelayanan dasar dari sumber APBN siap pakai; dan pemulihan perumahan dari sumber dana penanggulangan bencana melalui APBN dan APBD. Untuk membangun lebih baik, diperlukan dana dari sumber non‐pemerintah untuk mendukung pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, yang dikoordinasikan Pemerintah melalui strategi mobilisasi dan pendayagunaan sumber dana non‐pemerintah semenjak dimulainya dan selama pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, sebagai berikut:
1. Realokasi program yang sedang berjalan dan/atau dalam status pipeline 2. Realokasi pinjaman luar negeri 3. Pemanfaatan hibah luar negeri bilateral dan multilateral untuk pemulihan jangka
pendek yang perlu segera dilaksanakan 4. Pemanfaatan hibah luar negeri bilateral dan multilateral untuk bantuan teknis
pemulihan perumahan dan kehidupan masyarakat 5. Pemanfaatan hibah luar negeri bilateral dan multilateral untuk bantuan teknis sebagai
dukungan bagi peningkatan kapasitas Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Dalam setiap skenario rehabilitasi dan rekonstruksi, aspek pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan dan pelaksanaan harus diperhatikan, mengingat wilayah Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi bencana geologi dan klimatologi seperti: letusan gunung api, banjir, gempa dan instabilitas gerakan tanah.
V.4. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana alam pada prinsipnya adalah upaya mengembalikan kondisi dan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena
V ‐ 4
bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana dan sarana di wilayah yang terkena dampak bencana.
Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi diperkirakan berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian (Damages and Losses Assessment) yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bappenas dan Bank Dunia, serta dilengkapi dengan penelitian kebutuhan masyarakat korban bencana (Human Recovery Needs Assessment) yang dilaksanakan oleh Inter Agency Steering Committee yang dikoordinasikan oleh UNDP untuk memperoleh gambaran kebutuhan pemulihan pasca bencana (Post Disaster Needs Assessment).
Keterkaitan antara Damages and Losses Assessment dengan Human Recovery Needs Assessment memberikan umpan balik bagi kebutuhan pemulihan dengan menempatkan masyarakat korban bencana dan lingkungan budidaya dan non‐budidaya sebagai sasaran pemulihan pasca bencana.
Gambar V.1. Penilaian Kebutuhan Pasca Bencana
8
PENILAIAN KEBUTUHAN PASCA BENCANARENCANA
PEMULIHAN PASCA BENCANA
STRATEGIPENDANAAN PEMULIHAN
DaLA danBANTUAN
KEMANUSIAAN
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN
PENILAIAN RISIKO
KEBUTUHAN PRB
PEMULIHAN JK. PANJANG
SUMBER:• APBN• APBD• DONOR• MASYARAKAT
KERUSAKAN
KERUGIAN
KEBUTUHAN PEMULIHAN
PASCA BENCANA
REKONSTRUKSI
Berdasarkan hasil penelitian kebutuhan masyarakat yang menjadi masukan untuk
pemulihan system pemerintahan, sosial dan budaya serta ekonomi masyarakat Provinsi Sumatera Barat pasca bencana, terdapat kebutuhan mendasar untuk segera beralih dari situasi darurat menuju situasi terselenggaranya aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana sebagai berikut:
1. Tersedianya akses terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih dan sanitasi, serta hunian
2. Tersedianya mata pencaharian 3. Tersedianya akses pada pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya 4. Tersedianya akses pada pelayanan pendidikan dan pelayanan sosial lainnya 5. Terselenggaranya akses pada pelayanan pemerintah bagi aspek kependudukan (KTP,
kelahiran, kematian, pernikahan, ijin, status kepemilikan dan sebagainya)
V ‐ 5
6. Tersedianya ruang publik untuk melakukan kegiatan keagamaan, sosial dan budaya
Masyarakat korban bencana, terutama masyarakat miskin di daerah perdesaan, kehilangan sebagian besar pilihan/opsi untuk mengatasi krisis pasca bencana alam, sehingga pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan sedini mungkin harus memberikan bantuan untuk penanggulangan krisis pasca bencana. Pemberian bantuan pemerintah dimulai dari kegiatan tanggap darurat, dilanjutkan dengan bantuan transisi dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Filosofi pemberian bantuan dari pemerintah pada prinsipnya adalah memberikan akses kepada pengetahuan kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan risiko bencana, agar supaya kejadian bencana tidak menimbulkan situasi krisis berkepanjangan yang akan menimbulkan gangguan pada keamanan dan ketertiban.
Ruang lingkup kebijakan umum rehabilitasi dan rekonstruksi meliputi:
1. Pemberian bantuan/stimulasi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk komponen pangan/nutrisi, air bersih dan sanitasi, hunian dan mata pencaharian
2. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya 3. Penghancuran sisa bangunan yang tidak layak fungsi dan tidak layak huni dan
pembersihan puing untuk dibangun kembali sesuai zoning code dan building code 4. Pembangunan ulang atau perbaikan fisik berbagai infrastruktur publik dengan memenuhi
kaidah keselamatan bangunan publik untuk memulihkan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
5. Dukungan peraturan/kebijakan bagi percepatan pemulihan dan upaya lainnya yang dapat mendorong pemulihan ekonomi masyarakat dan daerah.
6. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan, pencegahan dan pengurangan risiko bencana melalui berbagai kegiatan peningkatan pemahaman dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan melalui kearifan lokal.
7. Dengan pendekatan keselamatan, maka sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 32, Pemerintah dapat menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk permukiman dan/atau mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan perorangan atas suatu benda sesuai peraturan dan perundang‐undangan.
V.5. STRATEGI UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Strategi umum pemulihan pascabencana gempa bumi di wilayah selatan Provinsi Sumatera Barat ditetapkan dengan memperhatikan:
1. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. 2. Kelestarian lingkungan hidup dan pengurangan risiko bencana. 3. Manfaat dan efektivitas bantuan bagi korban bencana alam. 4. Lingkup luas wilayah, yaitu 12 (duabelas) kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera
Barat, yang meliputi: a) Kota Padang b) Kota Pariaman c) Kota Solok d) Kota Padang Panjang
V ‐ 6
e) Kabupaten Tanah Datar f) Kabupaten Padang Pariaman g) Kabupaten Kepulauan Mentawai h) Kabupaten Agam i) Kabupaten Solok j) Kabupaten Pasaman k) Kabupaten Pasaman Barat l) Kabupaten Pesisir Selatan
Berdasarkan penilaian awal kerusakan dan kerugian yang dilaksanakan oleh BNPB, Bappenas, UNDP dan World Bank status 26 Oktober 2009, bencana alam gempa bumi 30 September dan 1 Oktober 2009 di wilayah Provinsi Sumatera Barat; prosentase kerusakan dan kerugian terbesar pada komponen perumahan milik masyarakat (74%); kemudian komponen ekonomi produktif (11%), komponen sosial (7%) dan komponen infrastruktur (5%) dan komponen lintas sektor terutama perkantoran pemerintah (3%). Komposisi kerusakan dan kerugian asset milik pemerintah dan swasta adalah 11% dan 89%, dengan jumlah total kerusakan dan kerugian sebesar Rp 20,86 triliun. Memperhatikan kondisi pascabencana alam tersebut, maka strategi umum pemulihan adalah sebagai berikut:
1. Pemulihan Perumahan dan Prasarana Lingkungan Permukiman; yang bertujuan untuk mendorong segera pulihnya kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang terdampak bencana
2. Pemulihan Prasarana Publik; yang bertujuan untuk segera memulihkan akses antar daerah, memulihkan pelayanan listrik, air bersih dan sanitasi
3. Pemulihan Sosial; yang bertujuan untuk segera memulihkan kegiatan belajar‐ mengajar, pelayanan kesehatan, kegiatan budaya dan keagamaan, serta pelayanan bagi kelompok rentan dan miskin
4. Pemulihan Ekonomi Produktif; yang bertujuan untuk segera memulihkan kegiatan ekonomi masyarakat, perdagangan antar daerah, kegiatan industri yang menyerap tenaga kerja serta pelayanan perbankan/lembaga keuangan, dan revitalisasi kegiatan pariwisata beserta pendukungnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
5. Pemulihan Lintas Sektor; terutama membangun kembali dan memperbaiki bangunan pemerintah dengan kaidah konstruksi tahan gempa serta memulihkan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
V.5.1. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PERUMAHAN DAN PRASARANA
LINGKUNGAN PERMUKIMAN
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Hilangnya tempat tinggal dan asset rumah tangga di daerah permukiman rusak berat/tidak layak huni yang dihuni mayoritas kelompok rentan; berpotensi meningkatkan kemiskinan dan timbulnya kerawanan sosial;
2. Sejumlah penghuni rumah rusak berat/sedang/ringan membangun kembali rumahnya tanpa bimbingan teknis struktur tahan gempa, akan menimbulkan
V ‐ 7
risiko terulangnya kerusakan dan tidak certified untuk menerima stimulan dari Pemerintah
3. Rumah roboh/rusak berat terletak pada lokasi bukan hunian dalam rencana pemanfaatan ruang yang sebagian besarnya dihuni oleh kelompok rentan;
4. Penghuni rumah roboh/rusak berat yang tidak memiliki status kepemilikan tanah dan bangunan yang sah,
5. Penghuni rumah roboh/rusak berat adalah perempuan kepala keluarga dengan sejumlah tanggungan;
6. Penghuni rumah roboh/rusak berat yang terletak di kawasan berpotensi risiko tinggi, sehingga perlu direlokasi;
7. Potensi munculnya bencana lain, seperti wabah penyakit dan permasalahan kesehatan di tempat pengungsian, akibat menurunnya kualitas sanitasi lingkungan;
8. Hilang/rusaknya peralatan produksi pada rumah yang digunakan sebagai tempat usaha mikro/kecil;
9. Lokasi rumah rusak roboh/rusak berat yang tidak berkelompok dengan akses transportasi terbatas untuk memobilisasi bahan bangunan dan penyediaan pelayanan pendampingan.
B. STRATEGI PEMULIHAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, pokok‐pokok bantuan perbaikan rumah masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Bantuan dimaksud merupakan bantuan Pemerintah bagi masyarakat untuk memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan akibat bencana dengan mengikuti standar teknis tahan gempa sesuai ketentuan peraturan dan perundang‐undangan;
2. Bantuan dimaksud dapat berupa tempat tinggal sementara, bahan bangunan, komponen rumah atau uang yang besarnya ditetapkan berdasarkan evaluasi tingkat kerusakan rumah;
3. Guna percepatan pemulihan, prioritas pemulihan awal adalah perbaikan rumah rusak ringan dari sumber pendanaan Pemerintah Daerah, dan perbaikan rumah rusak sedang dari sumber pendanaan Pemerintah
4. Mengingat perbaikan rumah masyarakat yang rusak berat memerlukan waktu yang lebih lama, maka penyediaan hunian transisi serta prasarana air bersih dan sanitasi yang memenuhi standar pelayanan minimum menjadi prioritas pemulihan awal
5. Bantuan yang dimaksud diberikan dengan pola pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan karakter daerah dan budaya masyarakat dengan mekanisme yang ditetapkan oleh pemerintah;
6. Pembangunan kembali prasarana dan sarana permukiman harus berdasarkan pedoman perencanaan teknis dengan memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait dan aspirasi masyarakat daerah bencana;
7. Pelaksanaan pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dilakukan melalui bimbingan teknis dan bantuan teknis instansi/lembaga terkait yang dimobilisasi sedini mungkin untuk membantu masyarakat yang ingin segera memperbaiki rumah;
V ‐ 8
8. Relokasi permukiman dengan konsep yang ditetapkan pemerintah, apabila pemerintah menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk permukiman;
9. Perbaikan rumah dan prasarana permukiman bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan lebih sehat, dapat dikelola langsung pelaksanaannya oleh masyarakat sebagai bagian dari tanggung‐jawab bersama;
10. Melalui pelaksanaan perbaikan rumah dan prasarana permukiman dapat disampaikan pendidikan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan risiko bencana.
V.5.2. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PRASARANA PUBLIK
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Terputusnya akses transportasi darat dari dan menuju Kabupaten Padang Pariaman akibat gempa dan longsor.
2. Terputusnya pelayanan listrik dan telekomunikasi bagi bangunan umum dan rumah penduduk yang dinilai tidak layak huni pasca gempa bumi.
3. Terputusnya pelayanan air bersih akibat kerusakan bangunan umum. 4. Tidak optimalnya pelayanan sanitasi karena kekurangan pasokan air bersih.
B. STRATEGI PEMULIHAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, pasal 67, pokok‐pokok pemulihan prasarana publik adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana publik harus memperhatikan kebijakan sektor terkait dan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;
2. Pembangunan kembali prasarana dan sarana publik harus berdasarkan perencanaan teknis sesuai peraturan yang berlaku dengan memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait;
3. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dilakukan dengan cara mengembangkan rancang bangun hasil penelitian dan pengembangan, memperhatikan kondisi kerusakan, memperhatikan kearifan lokal dan menyesuaikan dengan tingkat kerawanan bencana pada daerah yang bersangkutan.
V.5.3. STRATEGI UMUM PEMULIHAN SOSIAL
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Terganggunya kegiatan belajar mengajar akibat hilang/rusaknya prasarana dan sarana pendidikan, sehingga mengakibatkan ± 120.000 siswa sekolah dasar dan menengah harus belajar di sekolah darurat.
2. Berkurangnya kapasitas pelayanan rawat‐inap, pelayanan tindakan medis dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
V ‐ 9
3. Berkurangnya kapasitas pelayanan sosial yang mengakibatkan menurunnya kualitas hidup penderita cacat, usia lanjut dan anak yatim piatu.
4. Hilang/rusaknya fasilitas peribadatan sebagai simpul pengikat kekerabatan masyarakat Minang dan wadah kohesi sosial.
B. STRATEGI PEMULIHAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, pasal 67, pokok‐pokok pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat diselenggarakan melalui upaya sebagai berikut:
1. Prioritas pemulihan awal adalah prasarana dan sarana pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial.
2. Pembangunan kembali prasarana dan sarana harus berdasarkan perencanaan teknis dengan memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait, pemerintah daerah dan aspirasi masyarakat daerah bencana.
3. Kegiatan fisik pembangunan kembali prasarana dan sarana dimaksud memperhatikan rencana tata ruang.
4. Perencanaan teknis dimaksud disusun dengan memperhatikan potensi risiko bencana dan standar konstruksi bangunan sipil sesuai peraturan yang berlaku, sedemikian rupa sehingga bangunan dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi.
5. Tetap menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dan melengkapi sekolah darurat dengan SDM pengajar dan sarana yang layak.
6. Tetap menyelenggarakan pelayanan kesehatan melalui pusat layanan kesehatan bagi yang memerlukan, termasuk a) bantuan konseling dan konsultasi keluarga, b) pendampingan pemulihan trauma dan c) pelatihan pemulihan kondisi psikologis.
7. Tetap menyelenggarakan pelayanan sosial terutama bagi penyandang cacat, anak‐anak dan usia lanjut.
8. Dalam lingkungan permukiman, membantu masyarakat membangun kembali fasilitas peribadatan.
V.5.4. STRATEGI UMUM PEMULIHAN EKONOMI PRODUKTIF
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Gempa bumi memberikan dampak yang signifikan pada sektor produktif terutama perdagangan dan industri/usaha kecil dan menengah di daerah perkotaan dan pertanian/tambak di daerah pesisir; yang rumahnya menjadi tempat usaha.
2. Kegiatan yang terkait dengan sektor pariwisata akan menjadi tantangan pemulihan, karena sektor ini akan menjadi stimulan kegiatan perdagangan dan industri kecil/menengah.
3. Pada sektor keuangan diperkirakan lebih dari 2.000 peminjam terkena dampak dan sebagian dari portofolio pinjaman di lembaga perbankan diperkirakan menjadi kredit macet.
4. Pada sektor pertanian, kerusakan infrastruktur seperti sistem irigasi dan tambak ikan mempengaruhi mata pencaharian penduduk di desa dan daerah pesisir.
V ‐ 10
5. Pada sektor perikanan, kerusakan infrastruktur dermaga pendaratan ikan dan TPI akan mempengaruhi pendapatan nelayan.
B. STRATEGI PEMULIHAN
1. Prioritas pemulihan awal adalah memberikan bantuan berupa stimulan bagi usaha mikro/kecil yang terdampak bencana untuk memulihkan mata pencaharian.
2. Selanjutnya memberikan bantuan sesuai sasaran untuk membantu UKM, termasuk permodalan bagi usaha yang layak namun belum bankable.
3. Khususnya bagi debitur yang terdampak bencana, diperlukan kebijakan restrukturisasi pinjaman dan bantuan untuk memulai usaha.
4. Bagi usaha mikro/kecil di daerah perumahan, bantuan disampaikan bersamaan atau segera setelah pembangunan rumah.
5. Pembangunan kembali prasarana dan sarana perdagangan, pariwisata, lembaga keuangan/perbankan harus berdasarkan perencanaan teknis dengan memperhatikan potensi risiko bencana dan standar konstruksi bangunan sipil sesuai peraturan yang berlaku.
6. Kegiatan fisik pembangunan kembali prasarana dan sarana dimaksud memperhatikan rencana tata ruang.
7. Penyediaan fasilitas perdagangan sementara bagi pasar milik pemerintah pada lokasi yang strategis untuk selama waktu pemulihan.
8. Pemerintah mendorong penggunaan skim asuransi untuk perlindungan bangunan terhadap risiko bencana alam.
V.5.5. STRATEGI UMUM PEMULIHAN LINTAS SEKTOR
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Terdapat banyak gedung pemerintahan yang runtuh baik di Kota Padang maupun di kabupaten/kota lainnya yang menyebabkan terganggunya pelayanan pemerintah.
2. Diperlukan penyelamatan dan pengamanan dokumen pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan.
3. Diperlukan bantuan peralatan perkantoran untuk menyelenggarakan fungsi pelayanan.
4. Diperlukan upaya mitigasi untuk pengamanan hutan dan lereng bahaya longsor, serta revitalisasi fungsi daerah pesisir sebagai kawasan pembangunan terbatas.
B. STRATEGI PEMULIHAN
1. Prioritas pemulihan awal adalah menyediakan tempat sementara bagi kegiatan pemerintahan untuk memulihkan pelayanan kepada masyarakat, terutama bagi sektor yang menjadi key player kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
2. Pembangunan kembali prasarana dan sarana pemerintah harus berdasarkan perencanaan teknis dengan memperhatikan potensi risiko bencana dan standar konstruksi bangunan sipil sesuai peraturan yang berlaku.
V ‐ 11
3. Kegiatan fisik pembangunan kembali prasarana dan sarana dimaksud memperhatikan rencana tata ruang.
4. Menyediakan bantuan teknis bagi penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
5. Pengelolaan tempat pembuangan dan pendauran puing. 6. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam rencana pemulihan.
V.5.6. PENGURANGAN RISIKO BENCANA
Pembelajaran dari kejadian bencana gempa bumi 12 September 2007 dan 30 September 2009 menjadi isu strategis yang mengemuka, bahwa pengurangan risiko bencana menjadi pendekatan strategis dalam kerangka rehabilitasi dan rekonstruksi dan pemulihan jangka panjang. Selain yang telah di‐integrasikan kedalam setiap strategi komponen pemulihan; pemerintah daerah mengusulkan kerangka kebijakan dan kelembagaan pengurangan risiko bencana sebagai berikut:
1. Revisi dan penyusunan rencana kontijensi serta penyusunan prosedur tetap kota/kabupaten.
2. Revisi dan penyusunan rencana penanggulangan bencana provinsi/kabupaten/kota. 3. Revisi dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. 4. Penyusunan pedoman zoning code dan building code. 5. Fasilitasi pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. 6. Penguatan pusat pengendalian dan operasi penanggulangan bencana termasuk
peringatan dini. 7. Penguatan kelembagaan masyarakat dalam kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan
risiko bencana.
V.6. PENTAHAPAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Sesuai dengan ruang lingkup kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi dan skala kerusakan akibat bencana alam gempa bumi, maka kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan selama 2 tahun anggaran; yaitu dimulai pada tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun anggaran 2011. Pentahapan pemulihan pascabencana gempa Sumatera Barat terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu: tahap pemulihan awal, tahap rehabilitasi dan tahap rekonstruksi. Tujuan umum dari pelaksanaan tiap tahapan tersebut adalah untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat di wilayah pascabencana alam.
1. Tahap Pemulihan Awal dilaksanakan segera dalam waktu 1‐3 bulan, sangat mungkin masih bersinggungan dengan kegiatan bantuan kemanusiaan, bertujuan untuk memulihkan kondisi sosial psikologis korban bencana alam, menyediakan tempat tinggal sementara dan pelayanan dasar seraya melakukan berbagai persiapan bagi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk mobilisasi pendanaan sesuai mekanisme peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku. Pada tahap pemulihan awal yang merupakan perioda transisi pasca tanggap darurat menuju rehabilitasi, diperlukan skim penyaluran dana yang cepat sehingga pelayanan dasar bagi masyarakat korban bencana dapat terselenggara.
V ‐ 12
2. Tahap Rehabilitasi dilaksanakan dalam waktu 3 – 12 bulan setelah masa tanggap darurat berakhir sebagai respon atas berbagai isu yang bersifat mendesak dan membutuhkan penanganan yang segera. Sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 58, rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana; perbaikan prasarana dan sarana umum; pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; pemulihan sosial psikologis; pelayanan kesehatan; rekonsiliasi dan resolusi konflik; pemulihan sosial‐ekonomi‐budaya; pemulihan keamanan dan ketertiban; pemulihan fungsi pemerintahan dan pemulihan fungsi pelayanan publik. Pada tahap ini, mekanisme pemberian bantuan kepada masyarakat maupun upaya revitalisasi prasarana publik perlu menyertakan kebijakan mitigasi dan pengurangan risiko bencana.
3. Tahap Rekonstruksi dilaksanakan dalam waktu 6 – 24 bulan bersinggungan dengan kegiatan rehabilitasi, serta bertujuan untuk memulihkan sistem secara keseluruhan serta mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam pendekatan pembangunan daerah. Sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 59, rekonstruksi dilakukan melalui pendekatan membangun lebih baik (building back better) meliputi: (i) pembangunan kembali prasarana dan sarana, (ii) pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, (iii) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, (iv) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, (v) peningkatan partisipasi dan peranserta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, (vi) peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, (viii) peningkatan fungsi pelayanan publik, dan (ix) peningkatan pelayanan utama kepada masyarakat. Pada tahap rekonstruksi, diperlukan pergeseran paradigma kebijakan menuju pengurangan risiko bencana, yang diintegrasikan kedalam perencanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pada tabel V.1. berikut ini diuraikan prioritas tindakan berdasarkan pentahapan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai pedoman penyusunan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tabel V.1.
Kerangka pentahapan dan ruang lingkup rehabilitasi dan rekonstruksi
Pemulihan Awal
Triwulan IV2009
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
2010
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
2011
Pemulihan Perumahan dan Prasarana Permukiman
• Penyelenggaraan bantuan pasca tanggap daurat
• Membantu masyarakat untuk perbaikan rumah rusak sedang/ringan
• Penyediaan tempat tinggal sementara bagi penghuni rumah rusak berat
• Menyediakan bantuan teknis untuk pembangunan rumah tahan gempa
• Penyelesaian pembangunan rumah korban bencana
• Penyelesaian pembangunan prasarana permukiman
• Relokasi permukiman di daerah berisiko bencana
Tahapan
Komponen
V ‐ 13
Pemulihan Awal
Triwulan IV2009
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
2010
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
2011
Pemulihan Prasarana Publik
• Pemulihan akses transportasi
• Penyediaan pelayanan air bersih dan sanitasi
• Penyediaan pelayanan listrik dan telekomunikasi untuk prasarana strategis
• Perbaikan sistim irigasi sederhana untuk revitalisasi kegiatan pertanian
• Pembangunan jalan dan jembatan
• Pemulihan jaringan pelayanan listrik, air bersih dab telekomunikasi bagi perumahan, kantor pemerintah dan fasilitas umum
• Perbaikan sistim irigasi teknis dan non‐teknis peranian
• Penyediaan pelayanan air bersih, listrik dan komunikasu bagi kantor pemerintah dan fasilitas umum yang telah pulih
Pemulihan Sosial • Penyediaan tempat sementara dan sarana bagi pelayanan pendidikan, kesehatan dan sosial
• Penyediaan SDM pengganti/tambahan untuk pendidikan, kesehatan dan sosial
• Pembangunan kembali prasarana pendidikan, kesehatan dan sosial milik pemerintah
• Penyediaan sarana bagi peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan dan sosial
• Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan dan sosial bagi masyarakat
Pemulihan Ekonomi Produktif dan ekonomi masyarakat
• Penyediaan tempat sementara bagi prasarana ekonomi milik pemerintah
• Stimulan awal ekonomi bagi usaha mikro/kecil di daerah perumahan kota dan perdesaan untuk pembangkitan mata pencaharian
• Pembangunan kembali prasarana dan sarana ekonomi milik pemerintah
• Penyediaan skim bantuan permodalan usaha kecil/menengah
• Pemulihan seluruh prasarana dan sarana ekonomi produktif untuk mendukung pengembangan potensi pariwisata, industri dan perdagangan
Pemulihan Lintas Sektor
• Penyediaan tempat sementara bagi kantor pemerintah, terutama di wilayah desa dan kecamatan
• Penyediaan peralatan dan sarana bagi pelayanan pemerintahan
• Penyediaan bantuan teknis untuk meningkatkan kapasitas pemda dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk manajemen lingkungan hidup
• Pembangunan kantor pemerintah
• Penyelenggaraan pelayanan pemerintah untuk pelaksanaan dan pengendalian kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
• Penyediaan bantuan teknis bagi penyusunan revisi RTRW dan penyusunan RPB/revisi RPB
• Peningkatan kapasitas pengendalian pemanfaatan ruang berbasis pengurangan risiko bencana
• Bantuan teknis bagi penyusunan scenario pengakhiran masa tugas
V.7. SKEMA PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; bab IV Pascabencana, ditetapkan bahwa:
Tahapan
Komponen
V ‐ 14
1. Dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah kabupaten/kota wajib menggunakan dana APBD kabupaten/kota;
2. Dalam hal APBD tidak memadai, pemerintah kabupaten/kota dapat meminta bantuan kepada pemerintah provinsi dan/atau Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi;
3. Dalam hal pemerintah kabupaten/kota meminta bantuan dana rehabilitasi dan rekonstruksi, permintaan tersebut harus melalui pemerintah provinsi bersangkutan;
4. Selain permintaan dana tersebut, pemerintah kabupaten/kota dapat meminta bantuan kepada pemerintah provinsi dan/atau Pemerintah berupa: a) Tenaga Ahli, b) Peralatan, dan c) Pembangunan prasarana.
Gambar V.2. Sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
• APBD-P• RKPD• RAPBD
• APBD-P• RKPD• RAPBD
• APBN-P• RKP• RAPBN
• MULTILATERAL• BILATERAL• ONBUDGET• OFF BUDGET
BANTUANLUAR NEGERI
APBN
APBDPROVINSI
APBDKAB/KOTA
Dengan pendekatan membangun lebih baik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, sumber dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Dana penanggulangan bencana Sumatera Barat terdiri dari:
1) APBN melalui dana siap pakai 2) APBN yang dikoordinasikan oleh BNPB 3) APBD yang dikoordinasikan oleh BPBD 4) Bantuan bencana alam melalui ABPN/ APBD 5) Realokasi Pinjaman Luar Negeri 6) Dana Alokasi Umum (DAU) 7) Dana Dekonsentrasi 8) Dana Alokasi Khusus (DAK) 9) Mandatory (licensing)/Insurance 10) Hibah Luar Negeri melalui Rekening Menteri Keuangan 11) Hibah dari perusahaan/swasta/masyarakat nasional 12) Penyertaan dana swadaya masyarakat
Sumber: Bappenas, 2009
V ‐ 15
Berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian; asset yang rusak akibat gempa bumi 30 September 2009 dan 1 Oktober 2009 sebagian besar terdiri dari asset milik masyarakat (88%). Berdasarkan kepemilikan asset dan komponen pemulihan, maka skema pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah sebagai berikut:
Tabel V.2. Skema pembiayaan rehabilitasi dan rekonstruksi
Swasta/
Perusahaan/
Masyarakat
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung
masyarakat
Sepenuhnya pembiayaan pemerintah*)
Pemulihan Perumahan dan Prasarana Permukiman
Rumah dan prasarana permukiman
Stimulan perbaikan rumah milik masyarakat**)
Pemulihan Prasarana Publik dan peningkatan pelayanan
Listrik, air bersih dan telekomunikasi
Jalan & jembatan Irigasi dan prasarana pertanian
Pemulihan Sosial dan Budaya Masyarakat
Fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial milik swasta
Fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial milik swasta+skema asuransi
Fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial milik pemerintah
Pemulihan Ekonomi Produktif dan ekonomi masyarakat
Perdagangan, hotel, pariwisata, lembaga keuangan, pertanian milik swasta
Perdagangan, hotel, pariwisata, lembaga keuangan, pertanian milik pemerintah
Pemulihan Lintas Sektor terutama Pemerintahan
Stimulan keuangan (CSR) dengan dukungan kebijakan UKM
Stimulan keuangan (CSR) dengan dukungan kebijakan UKM
Stimulan PNPM Kantor pemerintah
*) termasuk dukungan dari lembaga/negara donor internasional, serta dukungan pendanaan APBD **) pendanaan perumahan berupa stimulan yang bersumber dari APBN dan APBD
Sumber
Komponen
V ‐ 16
Tabel V.3. Matriks Strategi dan Pentahapan Pemulihan Pascabencana Gempa Bumi
di Provinsi Sumatera Barat
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
I PERUMAHAN DAN PRASARANA PERMUKIMAN
1 Pendataan dan persiapan penyaluran bantuan pembangunan rumah dan pembentukan Kelompok Masyarakat 2025 KK/kelompok
Pendataan status kepemilikan tanah dan bangunan, dan kesuaian lokasi dengan tata ruang
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyuluhan pembongkaran puing yang aman di daerah permukiman
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan peralatan sederhana pembongkaran dan pendauran puing
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan hunian transisi dan fasilitas air bersih + sanitasi untuk penghuni rumah rusak berat
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan jaminan hidup/bantuan pangan
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
2 Pembangunan perumahan dan penyediaan klinik rehabilitasi dan rekonstruksi
Penyediaan fasilitator pemberdayaan masyarakat terlatih untuk pembangunan perumahan dan prasarana permukiman
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan pelayanan teknis kepada masyarakat*) termasuk IMB
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
V ‐ 17
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
Penyaluran stimulan bangunan rumah dengan struktur tahan gempa
Kota Padang, Pariaman, Solok,Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan bantuan teknis peralatan dan pengoperasian system informasi dan pemantauan kemajuan dan kualitas konstruksi
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
3 Pembangunan prasarana permukiman
Pelatihan perencanaan partisipatif dan pembentukan kelompok
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perencanaan dan penataan lingkungan permukiman sesuai rencana tata ruang
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan sarana lingkungan:mesjid, balai desa, surau, jalan lingkungan dsb
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat dan swasta
Penyediaan peralatan medis sesuai standar untuk pustu
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Bantuan teknis bagi evaluasi keamanan lingkungan permukiman
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
4 Relokasi perumahan dan prasarana permukiman
Sosialisasi konsep relokasi kepada masyarakat
Kab. Padang Pariaman, Agam √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung
V ‐ 18
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
dari daerah rawan bencana
masyarakat
Penyediaan hunian transisi dan sarana transisi
TBD
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan stimulan pembangunan rumah
TBD
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pembangunan prasarana permukiman
TBD
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
II PRASARANA PUBLIK
1 Jalan dan Jembatan
Rehabilitasi dan rekonstruksi jalan dan jembatan nasional, provinsi, kab/kota
Kota Padang, Pariaman,Solok, Padang Panjang, Tanah Datar Kab. Padang Pariama, Kepulauan, Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Sepenuhnya pembiayaan pemerintah*)
2 Energi Perbaikan sambungan rumah
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
PLN
Perbaikan dan penyediaan pelayanan listrik bagi kantor pemerintah dan bangunan umum
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
PLN
3 Telekomunikasi Perbaikan dan penyediaan pelayanan listrik bagi kantor pemerintah dan bangunan umum
Kab. Pesisir Selatan
√ √
PT. POS
4 Terminal transportasi darat
Perbaikan prasarana dan fasilitas terminal
Kota Padang √
Sepenuhnya pembiayaan pemerintah*)
5 Dermaga dan terminal pelabuhan
Perbaikan prasarana dan fasiltas dermaga
Kota Padang, Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan,Kepulauan Mentawai
√
Sepenuhnya pembiayaan pemerintah*)
Perbaikan prasarana dan fasiltas pelabuhan
Kota Padang, Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan,Kepulauan Mentawai
√
Sepenuhnya pembiayaan pemerintah*)
V ‐ 19
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
6 Air Bersih Perbaikan fasilitas produksi
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√
PDAM
Perbaikan pipa transmisi dan distribusi
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√
PDAM
Penyediaan pelayanan bagi kantor pemerintah dan bangunan umum
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√ √
PDAM
Jaringan distribusi tersier dan sambungan rumah
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√ √
PDAM
Penyediaan dan pengoperasian mobil tangki
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√
PDAM didukung Didukung Pemerintah*)
Penyediaan bak penampungan air
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√
PDAM didukung Didukung Pemerintah*)
Penyediaan dan pengoperasian generator
Kota Padang, Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan, Pasaman, Pasaman Barat,Tanah Datar
√
PDAM didukung Didukung Pemerintah*)
4 Prasarana SDA Perbaikan irigasi teknis
Kota Padang, Pariaman, Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Sepenuhnya pembiayaan pemerintah*)
Perbaikan irigasi non teknis
Kota Padang, Pariaman, Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan irigasi sederhana
Kota Padang, Pariaman, Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
V ‐ 20
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
III SOSIAL
1 Kesehatan Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan rumah sakit pemerintah
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan rumah sakit swasta
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Perbaikan dan pembangunan Puskesmas, Poliklinik, Pustu dan Polindes
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penguatan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Penyediaan tempat pelayanan medis sementara, termasuk untuk pencegahan epidemic pasca bencana
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Penyediaan peralatan tindakan medis dan obat2an
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan peralatan pengolahan limbah medis sementara
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung
V ‐ 21
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
masyarakat
Penyediaan tenaga medis dan penyuluhan kesehatan
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan pelayanan trauma psikologis dan konseling
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
2 Pendidikan Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan prasarana pendidikan TK, SD, SLP, SMU/SMK dan SLB milik pemerintah
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan prasarana pendidikan TK, SD, SLP, SMU/SMK dan SLB milik swasta
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Penyediaan lokal belajar‐mengajar sementara
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan peralatan belajar mengajar
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
V ‐ 22
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
Penyediaan tenaga guru pengganti dan tambahan guru
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan pelayanan konseling pemulihan psikososial bagi siswa dan guru
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penuediaan paket pelatihan ketrampilan hidup bagi anak2
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok Kab. Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
3 Peribadatan Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman, Solok,Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangungan mesjid dan mushola, gereja, vihara
Kota Padang, Pariaman, Solok,Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam,Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
4 Lembaga Sosial Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman, Padang Panjang Kab. Padang Pariaman, Agam
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan panti dan UPT Depsos
Kota Padang
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan tempat penitipan dan perawatan anak dan usia lanjut sementara
Kota Padang, Pariaman, Padang Panjang Kab. Padang Pariaman, Agam
√
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Penyediaan paket pelatihan ketrampilan bagi anak2 dan manula
Kota Padang, Pariaman, Padang Panjang Kab. Padang Pariaman, Agam
√
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
V ‐ 23
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
Penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi
Kota Padang, Pariaman, Padang Panjang Kab. Padang Pariaman, Agam
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan pelayanan kesehatan dan konseling trauma psikologis
Kota Padang, Pariaman, Padang Panjang Kab. Padang Pariaman, Agam
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
IV EKONOMI PRODUKTIF
1 Pertanian Revitalisasi produktivitas lahan pertanian
Kota Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perikanan Perbaikan dan pembangunan TPI
Kota Padang, Pariaman
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan pangkalan pendaratan ikan
Kota Padang, Pariaman
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan balai benih ikan
Kota Padang, Pariaman Kab. Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Revitalisasi tambak ikan
Kota Padang Kab. Padang Pariaman, Agam √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan TPI sementara serta fasilitas penyimpanan
Kota Padang, Pariaman
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan pangkalan pendaratan ikan sementara
Kota Padang, Pariaman
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan peralatan nelayan dan peningkatan usaha perikanan
Kota Padang Kab. Padang Pariaman, Agam √ √ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Bantuan penyediaan benih
Kota Padang Kab. Padang Pariaman, Agam √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
3 Peternakan Rehabilitasi usaha peternakan
Kota Padang, Pariaman √ √ √ Swasta/
V ‐ 24
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
kecil/menengah Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
4 Industri Rehabilitasi dan pemulihan kapasitas produksi industry dan menengah
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan √ √ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
Bantuan revitalisasi peralatan produksi bagi industry kecil dan mikro
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan skema bantuan permodalan bagi industry kecil dan mikro
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Pesisir Selatan √ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
5 Perdagangan Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Solok Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Rehabilitasi dan rekonstruksi pasar milik pemerintah
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Solok Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan tempat sementara serta sarana air bersih dan sanitasi
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Solok Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan skema bantuan permodalan bagi usaha perdagangan kecil
Kota Padang, Pariaman Kab. Padang Pariaman, Agam, Solok Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
6 Pariwisata Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan gedung
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman
√ √ √
Pemda dibantu Donor
Restorasi artefak dan dokumen bersejarah
Kota Padang
√ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
V ‐ 25
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
7 Hotel, Rumah Makan, Restoran
Penyediaan peralatan pembongkaran dan pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman
√ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Perbaikan dan pembangunan gedung (milik swasta)
Kota Padang, Pariaman, Solok, Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman
√ √ √
Swasta/
Perusahaan
Didukung Pemerintah*)
V LINTAS SEKTOR
1 Kantor Pemerintah
Penyediaan peralatan pembongkaran, pembersihan puing
Kota Padang, Pariaman Kab. Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan kantor sementara dan peralatan
Kota Padang, Pariaman Kab. Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyediaan sumber listrik/genset
Kota Padang, Pariaman Kab. Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pemulihan fungsi dan pengoperasian teknologi informasi
Kota Padang, Pariaman Kab. Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penguatan kapasitas pelaksanaan dan pengendalian rehabilitasi dan rekonstruksi
Kota Padang, Pariaman Kab. Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
2 Lingkungan Hidup
Bantuan teknis penyusunan AMDAL untuk tempat pembuangan dan pendauran puing
Kota Padang, Pariaman Kab. Agam, Solok, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Stabilisasi kemiringan lereng dan pengendalian pemanfaatan lereng
Kab. Agam, Padang Pariaman
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Mitigasi longsor Danau Maninjau
Kab. Agam
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Konservasi hutan dan lahan
Kab. Agam, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Solok, Kota Padang
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung
V ‐ 26
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
masyarakat
AMDAL rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa
Kota Padang, Pariaman, Solok Padang Panjang Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Solok, Pasaman,Pasaman Barat, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Peningkatan kapasitas manajemen lingkungan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi
Kab. Agam Kab. Pesisir Selatan Kota PadangKab. Pesisir Selatan
√ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Revitalisasi sumber daya pesisir
Kab. Agam Kab. Pesisir Selatan Kota PadangKab. Pesisir Selatan
√ √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Revitalisasi DAS Kab. Padang Pariaman,
Agam
KEGIATAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA
1 Pengurangan Risiko Bencana
Revisi dan penyusunan Rencana kontijensi dan penyusunan Protap
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Gladi dan simulasi Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Revisi dan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto, Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman,
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
V ‐ 27
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
Permetaan detail jalur gempa
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Kampanye dan pendidikan penyadaran publik
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pembangunan Monumen di Tandike (longsor)
Kab. Agam
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pemetaan rawan longsor detail
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Revisi rencana tata ruang wilayah
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
V ‐ 28
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
Perkuatan kelembagaan di masyarakat
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pembangunan sistem komunikasi
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pembangunan dan perkuatan pusdalops
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Fasilitasi pembentukan BPBD
Kota Pariaman,Solok,Padang Panjang, Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota,Solok, Darmasraya, Pasaman,Pasaman Barat, Sijunjung, Solok Selatan, Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Pembangunan sistem peringatan
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, √ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
V ‐ 29
No Komponen/
Program Pemulihan
Kegiatan Prioritas
Lokasi Sasaran/
Daerah Terdampak Bencana
Perioda Pelaksanaan Sumber
Pendanaan 2009 2010 2011
dini multihazard Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
Didukung masyarakat
Pembangunan PUSDIKLAT dan Depo
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
Penyusunan pedoman zoning code dan building code
Kota Padang, Pariaman,Bukit Tinggi, Solok, Padang Panjang,Payakumbuh, Sawah Lunto Kab. Tanah Datar,Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Darmasraya, Pasaman, Pasaman Barat,Sijunjung, Solok Selatan,Pesisir Selatan
√ √
Pembiayaan
Pemerintah*)
Didukung masyarakat
BAB VI
PENYELENGGARAAN REHABILITASI
DAN REKONSTRUKSI
VI.1. KEBIJAKAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Pendanaan penanggulangan bencana sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. Dana penanggulangan bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana pada tahap prabencana, saat tanggap darurat dan/atau pascabencana. Dana penanggulangan bencana menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dana penanggulangan bencana berasal dari: a) APBN, b) APBD; dan/atau c) Masyarakat. Dana penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN menyediakan juga dana kontijensi bencana, dana siap pakai dan dana bantuan sosial berpola hibah, dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, BNPB, dan/atau BPBD sesuai tugas pokok dan fungsinya. Sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008, maka untuk pendanaan penanggulangan bencana dari sumber APBD (Provinsi/Kabupaten/Kota), baik sistem perencanaan dan penganggarannya maupun pelaksanaan, penata usahaan keuangan dan pertanggungjawabanya perlu disesuaikan dengan pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah (APBD), yaitu:
1. Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 Tahun 2006 junto nomor 59 Tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD (diterbitkan tiap
tahun anggaran; 4. Peraturan lainnya yang terkait dengan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan
daerah.
Pendanaan untuk pemulihan pascabencana gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera Barat ditujukan bagi komponen pemulihan sesuai komponen kerusakan dan kerugian pada Penilaian Kerusakan dan Kerugian (Damages and Losses Assessment): a) Perumahan dan prasarana permukiman, b) Prasarana publik, c) Sosial, (d) Ekonomi Produktif, dan (e) Lintas Sektor. Pendanaan yang menggunakan pendekatan stimulan berpola hibah, dilaksanakan untuk bantuan perumahan masyarakat dan bantuan bagi ekonomi masyarakat; sedangkan untuk pemulihan infrastruktur dan bantuan teknis menggunakan pola pendanaan pembangunan sesuai peraturan dan perundang‐undangan.
VI ‐ 2
Pokok‐pokok kebijakan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana di Provinsi Sumatera Barat dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kebijakan pendanaan stimulan perumahan ditetapkan dengan komponen sebagai berikut:
1) Bantuan untuk Rumah Rusak Berat Rp 15 juta, dari sumber APBN 2) Bantuan untuk Rumah Rusak Sedang Rp 10 juta, dari sumber APBN 3) Bantuan untuk Rumah Rusak Ringan Rp 1 juta, dari sumber APBD Kabupaten/Kota 4) Penyediaan fasilitator Teknis dan Fasilitator Sosial 5) Penyediaan peralatan pertukangan 6) Pendekatan pembangunan yang berbasis komunitas mengacu pada pedoman teknis dari
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum.
Kebijakan pendanaan bagi pemulihan prasarana dan fasilitas umum milik pemerintah ditetapkan sebagai berikut:
1) Komponen yang didanai adalah prasarana dan sarana publik, sosial, ekonomi produktif dan lintas sektor milik pemerintah yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi, termasuk pemulihan pelayanan, yang telah diverifikasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2) Sumber pendanaan adalah APBN dan APBD sesuai kewenangan; termasuk dukungan dari masyarakat dan donor/lembaga internasional.
Kebijakan pendanaan stimulan ekonomi produktif ditetapkan sebagai berikut:
1) Komponen yang didanai adalah bantuan langsung kepada masyarakat korban bencana untuk sektor‐sektor pertanian, peternakan, perikanan, jasa, perdagangan, industri pengolahan berbasis komunitas, yang telah di‐identifikasi oleh Pemerintah Daerah.
2) Sumber pendanaan adalah APBN dan APBD sesuai kewenangan; termasuk dukungan dari masyarakat dan donor/lembaga internasional.
VI.1.1. DANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PEMERINTAH DAN
PEMERINTAH DAERAH
Perencanaan dan penganggaran kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersumber dari APBN dan APBD pada tahap pascabencana dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang‐undangan. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyusun dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai landasan penyusunan RAPBN dan RAPBD. Penyusunan rancangan RKP dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dengan seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) Penyusunan RKP dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional. Penyusunan rancangan RKPD dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melalui penyelenggaraan Musrenbang Daerah, untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan RKP dan RKPD, yang kemudian dituangkan kedalam RKA‐KL dan RKA‐SKPD sesuai peraturan dan perundang‐undangan.
VI ‐ 3
VI.1.1. Dana Hibah
Berdasarkan tata cara pengelolaan dana bantuan dalam rangka penanggulangan bencana alam di sumatera dan sekitarnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri Keuangan, maka telah disediakan Rekening Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera pada Bank Indonesia yang digunakan untuk menampung penerimaan bantuan bencana alam Sumatera baik dari dalam negeri maupun dari luar Negeri. Rekening dimaksud dikategorikan sebagai Rekening Lainnya Milik Bendahara Umum Negara sebagai berikut:
Tabel VI.1. Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera
No Nama Rekening Nomor Rekening Keterangan
1 Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera dalam Valuta Rupiah
519.000123 Untuk menampung dana hibah dalam valuta Rupiah dan valuta asing selain USD, EURO, JPY
2 Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera dalam valuta USD
609.022411 Untuk menampung dana hibah dalam valuta asing USD
3 Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera dalam valuta EURO
609.000991 Untuk menampung dana hibah dalam valuta EURO
4 Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera dalam valuta JPY
609.007111 Untuk menampung dana hibah dalam valuta JPY
Dana yang tersedia dalam rekening Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera hanya
dapat dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan penanganan dan penanggulangan bencana alam di Sumatera dan sekitarnya. Pemanfaatannya menggunakan mekanisme APBN melalui Menteri Keuangan sebagai Pengguna Anggaran, sedangkan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).Berdasarkan status tanggal 23 Oktober 2009, dana yang telah diterima dari berbagai sumber telah mencapai jumlah setara Rp 480 Miliar.
Selain penerimaan melalui rekening tersebut diantas, bantuan internasional dapat diterima melalui skema Multi Donor Fund Sumatera Barat, yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah.
Donor multilateral dan bilateral yang telah menyampaikan komitmen dukungan dana sebagai berikut:
VI ‐ 4
Tabel VI.2. Perkiraan penerimaan dana bantuan dari sumber multilateral dan bilateral
No Sumber Komitmen
(juta) Status
Executing Agency
1 The World Bank
UPP/PNPM Urban USD 20‐30 Reprogramming DJCK, Dep. PU
KDP/PNPM Rural USD 17 Reprogramming Depdagri
PAMSIMAS USD 5 Reprogramming DJCK, Dep. PU
ILGR USD 3 Reprogramming Depdagri
WASAP USD 0,5 ‐ 1 Reprogramming World Bank
Early Childhood Education and Development
USD 1,5 Reprogramming Depdiknas
WINRIP USD 6 Reprogramming DJBM, Dep. PU
2 ADB
Asia Pacific Disaster Response Fund USD 3
Project USD 18‐25 Reprogramming
3 IDB USD 30,5 Gabungan hibah, soft loan,pinjaman
4 UN‐Family USD 38,5 Tersedia USD 14,5 M
5 UN‐OCHA
Bantuan Teknis In‐kind
Emergency USD 0,17
6 UNDP
Bantuan Teknis In‐kind
Project RISE USD 0,2
7 UK Government
Emergy Response £ 1,5
Project £ 1,5
8 AUSAID AUD 12
9 Germany £ 0,75
10 Government of Netherland £ 0,5
11 Government of Japan Belum ditetapkan
Sumber: Bappenas, 29 Oktober 2009.
VI.2. KEBUTUHAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Berdasarkan laporan Penilaian Kerusakan dan Kerugian (Damages and Losses Assessment) telah di‐identifikasi kegiatan prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi, yang terdiri dari kebutuhan untuk pemulihan perumahan dan prasarana permukiman, prasarana publik, sosial, ekonomi produktif dan sesuai masukan pemerintah daerah untuk pengurangan risko bencana; maka kebutuhan dana bagi pemulihan pasca bencana di wilayah Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
VI ‐ 5
Tabel VI.3. Rekapitulasi Kebutuhan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
NO SEKTOR/SUBSEKTOR Nilai Kebutuhan Kepemilikan Sumatera Barat Pemerintah Swasta
(Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%) 1. Perumahan 3.165.518,18 49,33 3.165.518,18 92,052. Infrastruktur 661.935,20 10,32 578.046,92 19,41 83.888,28 2,443. Sosial 1.268.176,02 19,76 1.268.176,02 42,58 4. Ekonomi 189.433,43 2,95 5.697,00 0,19 183.736,43 5,345. Lintas Sektor 1.097.387,18 17,10 1.091.528,18 36,65 5.859,00 0,176. Pengurangan Risiko Bencana 34.650,00 0,54 34.650,00 1,16
Total 6.417.100,00 100,00 2.978.098,12 100,00 3.439.001,88 100,00
Kebutuhan dana yang teridentifikasi tersebut adalah estimasi awal, berdasarkan asumsi
perencanaan. Untuk kebutuhan dana pembangunan fisik, diperlukan perencanaan teknis dan valuasi enjiniring lebih lanjut berdasarkan skala kerusakan dan persyaratan teknis sektor masing‐masing. Untuk kebutuhan pemulihan non‐fisik seperti stimulan perumahan dan stimulan ekonomi masyarakat, diperlukan pendataan calon penerima manfaat dan jenis intervensi yang diperlukan sebagai umpan balik perumusan kebijakan intervensi dan kebutuhan pendanaan bagi bantuan kepada masyarakat, termasuk mekanisme penyalurannya.
VI.3. MEKANISME PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
1. Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Kementerian/Lembaga melaksanakan program rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai tugas pokok dan fungsinya melalui mekanisme APBN, termasuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota melaksanakan program rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai tugas pokok dan fungsinya melalui mekanisme APBD.
2. Hibah Perumahan, Sosial dan Ekonomi
Untuk meningkatkan efektivitas bantuan, penyaluran bantuan kepada masyarakat dilaksanakan bersamaan dengan pemulihan perumahan. Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, maka tatacara bantuan langsung masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Khususnya untuk bantuan perumahan, penyaluran bantuan dilaksanakan melalui Kelompok Masyarakat
b) Bantuan untuk komponen sosial dan ekonomi produktif dikoordinasikan oleh BNPB bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
c) Alokasi dana bantuan dari sumber APBN diserahkan melalui Nota Kesepahaman antara BNPB dengan Bupati/Walikota melalui Gubernur Sumatera Baratnyang selanjutnya diserahkan kepada Satuan Kerja Pemerintah Daerah sesuai tugas pokok dan fungsinya.
VI ‐ 6
VI.3. KELEMBAGAAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Segera setelah masa tanggap darurat diumumkan oleh Pemerintah, maka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi segera dimulai. Dengan pertimbangan bahwa fungsi pemerintah daerah tidak terpengaruh oleh kejadian bencana 30 September 2009, maka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi Sumatera Barat dilaksanakan oleh Pemerintah Sumatera Barat, dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan bertugas memberikan arahan kebijakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bertugas memberikan arahan teknis berupa pedoman operasional, sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai pedoman operasional yang disusun oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Klinik Rehabilitasi dan Rekonstruksi sebagai forum koordinasi antar SKPD dan pelayanan bagi masyarakat, sedangkan di tingkat kecamatan atau nagari dibentuk Unit Pemantauan untuk memastikan kegiatan pemulihan dan penyaluran dana dilaksanakan tepat sasaran dan akuntabel.
Gambar VI.1.
Mekanisme Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Dalam hal Pemerintah Daerah memerlukan dukungan kapasitas bagi pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi, maka dapat dibentuk Tim Teknis di tingkat Pusat yang dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan bertugas memberikan bantuan teknis bagi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi oleh Pemerintah Daerah, yang selanjutnya ditetapkan struktur kelembagaan dan tanggung jawabnya oleh Pemerintah.
VI ‐ 7
VI.4. PENGENDALIAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi, penanganan bencana perlu dilakukan secara sistematis, terpadu dan terkoordinasi sehingga kebutuhan untuk memperbaiki sarana dan parasarana di setiap sektor dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan pertimbangan bahwa skala pemulihan pasca bencana cukup besar, maka diperlukan langkah‐langkah sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah menginventarisir sumber‐sumber bahan bangunan pokok yaitu semen, besi dan kayu;
2. Pemerintah daerah mengantisipasi langkah‐langkah untuk memfasilitasi pengadaan bahan bangunan rumah tradisional untuk menjamin ketersediaan barang;
3. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelayanan Depo Logistik untuk menjamin kesinambungan rantai supply sesuai dengan distribusi wilayah kerusakan;
4. Dalam hal diperlukan pengadaan barang dan jasa, maka Panitia Pengadaan berasal dari instansi teknis pemerintah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 70 Tahun 2005 jo. Keputusan Presiden nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta peraturan perubahannya;
5. Penyedia barang/jasa setempat mempunyai kesempatan yang terbuka dan kompetitif untuk berpartisipasi dan berkompetisi dalam melaksanakan pekerjaan rehabilitasi;
6. Pengendalian pengadaan barang dan jasa publik untuk rehabilitasi menjadi tanggung jawab kepala satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan pengadaan barang/jasa;
7. Hal‐hal mengenai keimigrasian, pajak, bea masuk, karantina dan sebagainya diatur lebih lanjut melalui peraturan Menteri Keuangan.
VI.5. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN
REKONSTRUKSI
Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan sebagai upaya pengendalian proses rehabilitasi dan rekonstruksi, sedangkan evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum pelayanan dan peningkatan kinerja penanggulangan bencana. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang diamanatkan Undang‐undang nomor 25 tahun 2004 adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana‐rencana pembangunan dalam perspektif jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Tahap perencanaan terdiri dari: a) penyusunan rencana, b) penetapan rencana, c) pengendalian pelaksanaan rencana dan d) evaluasi kinerja.
Untuk pembiayaan yang bersumber dari APBN, Peraturan Pemerintah no. 39 tahun 2006 telah mengatur tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Pelaporan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan, seperti disampaikan pada tabel berikut ini:
VI ‐ 8
Tabel VI.4. Mekanisme pelaporan pemantauan dan evaluasi sumber dana APBN
Jenis Laporan Periode
Pelaporan Pelapor Penerima Laporan Tembusan
Laporan dalam rangka pelaksanaan rencana pembangunan K/L
Triwulan a. Penganggungjawab Kegiatan (Kepala Unit Kerja)
b. Penanggungjawab Program (Kepala Unit Organisasi)
c. Para Menteri/ Pimpinan Lembaga
a. Penanggungjawab Program (Kepala Unit Organisasi)
b. Menteri/Pimpinan LPND
c. Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan, dan Menteri PAN
Kepala Bappeda dimana kegiatan berlokasi
laporan dalam rangka pelaksanaan Dana Dekonsentrasi di SKPD Provinsi
Triwulan a. Penganggungjawab Kegiatan
b. Penanggungjawab Program
c. Kepala SKPD
d. Kepala Bappeda Provinsi
a. Penanggungjawab Program
b. Kepala SKPD
c. Menteri/Pimpinan LPND dan Kepala Bappeda Provinsi
d. Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri
laporan dalam rangka pelaksanaan Dana Pembantuan di SKPD Kabupaten/ Kota
Triwulan a. Penganggungjawab Kegiatan
b. Penanggungjawab Program
c. Kepala SKPD
d. Kepala Bappeda Kabupaten/Kota
a. Penanggungjawab Program
b. Kepala SKPD
c. Menteri/Kepala lembaga terkait dan Kepala Bappeda Kab/Kota
d. Kepala Bappeda Provinsi
Kepala SKPD Provinsi dengan tugas dan kewenangan yang sama
Sumber: Peraturan Pemerintah no. 39 tahun 2006
Untuk pembiayaan dengan sumber APBD, perlu dicermati Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dan Permendagri nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 31 Ayat 4 yang berbunyi “ Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya untuk tingkat pusat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan untuk tingkat Pemda diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.”
Pelaporan kinerja keuangan dan instansi pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 8 tahun 2006, yang berpedoman pada Undang‐undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang‐undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang‐undang nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Daerah. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban
VI ‐ 9
pengelolaan keuangan negara/daerah dalam satu periode, sedangkan Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam pelaksanaan APBN/APBD. Pada prinsipnya, Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja harus menunjukkan konsistensi antara input (pengerahan sumber daya manusia, peralatan, dana) dengan output (dalam bentuk barang/jasa) dengan indikator kinerja yang terukur. Mekanisme Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota telah diatur dengan rinci dalam Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 untuk dilaksanakan. Dalam peraturan ini terkandung upaya pengawasan dan pengendalian yang berpedoman pada peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku.
Dalam rangka melakukan pengendalian terhadap partisipasi masyarakat dunia usaha dan masyarakat international, penatausahaan akan berpedoman pada Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2006, Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2008 dan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, akan digunakan 5 (lima) indikator yaitu:
1. Konsistensi pelaksanaan kebijakan dan strategi pemulihan, kegiatan prioritas, dan pendanaan dengan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi;
2. Koordinasi antara Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, yang menghasilkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran;
3. Partisipasi melalui mekanisme konsultasi yang menjaring aspirasi masyarakat penerima manfaat;
4. Kapasitas lembaga pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi dalam perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi melalui laporan keuangan dan laporan kinerja; serta kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
5. Potensi keberlanjutan dalam kerangka pembangunan jangka menengah dan panjang. Kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
dilaksanakan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional.
VI.6. PENGAKHIRAN MASA TUGAS DAN KESINAMBUNGAN PEMULIHAN
Dengan pertimbangan bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan selama 2 (dua) tahun anggaran, maka untuk mendukung proses pengalihan dari pemulihan pasca bencana kedalam proses pembangunan regular diperlukan langkah‐langkah sebagai berikut:
VI.6.1. PENATAUSAHAAN ASSET REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Dalam pengakhiran masa tugas perlu diperhatikan aspek‐aspek pengelolaan barang milik negara/daerah sesuai Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 termasuk hibah dalam arti pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah
VI ‐ 10
Daerah kepada Pemerintah, antar pemerintah daerah, atau dari Pemerinta/Pemerintah Daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian, seperti misalnya asset berupa bangunan rumah masyarakat yang dibiayai Pemerintah. Tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan Barang Milik Negara harus memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007.
Asset yang dibangun oleh masyarakat internasional, tatakelolanya merupakan kewenangan Pemerintah, sedangkan Pemerintah Daerah hanya menatausahakan penerimaan dari masyarakat dalam negeri, dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dalam peraturan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Dalam rangka membantu Menteri Keuangan, Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi dapat:
1. Meminta keterangan, data, dan dokumen yang diperlukan untuk penyelesaian tugas dari Kementerian/Lembaga dan instansi Pemerintah Daerah;
2. Melaksanakan kerjasama dengan instansi pemerintah dan/atau pihak lain yang diperlukan, dalam batas kewenangannya sesuai ketentuan yang berlaku; dan
3. Meminta kajian dan bantuan dari tenaga ahli, pakar dan praktisi di bidang yang diperlukan.
VI.6.2. PENGAKHIRAN MASA TUGAS
Menjelang pengakhiran masa tugas, Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi diwajibkan memberi informasi kepada Pemerintah mengenai:
1. Dokumen keuangan/kekayaan negara maupun yang bukan dokumen keuangan/kekayaan negara, serta sistem pengelolaannya;
2. Keberlanjutan pelaksanaan Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) dan proyek non‐konstruksi yang belum selesai pada saat pengakhiran masa tugas yang dibiayai sumber APBN maupun non pemerintah;
3. Status penanganan permasalahan hukum perdata dan tata usaha negara yang belum berkekuatan hukum tetap;
4. Status pemrosesan sertifikasi tanah untuk kepentingan umum dan relokasi perumahan yang dibangun Pemerintah maupun pihak lainnya;
5. Status pemenuhan kewajiban pajak, bea masuk dan cukai yang terhutang; dan 6. Tindakan yang sudah dan/atau masih perlu dilakukan guna menindaklanjuti temuan
pemeriksaan, baik yang 'berasal dari Satuan Pengawasan Internal Pemerintah maupun dari Badan Pemeriksa Keuangan.
VI.6.3. KESINAMBUNGAN PEMULIHAN PASCAREHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Strategi pengakhiran masa tugas Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi harus disusun sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran guna memastikan kesinambungan operasi dan pemeliharaan asset rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai kewenangan lembaga berdasarkan peraturan dan perundang‐undangan. Sesuai amanat Undang‐undang nomor 24 tahun 2007, maka dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana, Pemerintah Daerah diamanatkan untuk melaksanakan:
VI ‐ 11
1. Perencanaan penanggulangan bencana, melalui pengenalan dan pengkajian ancaman
bencana, melakukan kajian analisis risiko bencana, melakukan analisis kerentanan dan Kapasitas daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, identifikasi tindakan pengurangan risiko bencana dan penyusunan dokumen RPB dan RAD PRB;
2. Pengurangan faktor‐faktor penyebab risiko bencana, melalui pengendalian dan pelaksanaan penataan ruang melalui review tata ruang berbasis mitigasi bencana, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam RPJMD, RKPD, RKA‐SKPD dan RTRW;
3. Penelitian, Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana dan Kesiapsiagaan melalui penyelenggaraan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan formal dan informal dan penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat di daerah rawan bencana;
4. Membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang rawan bencana, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 46 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
a) Mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dari sumber APBD secara memadai.
b) Berdasarkan potensi bencana, pencegahan dan pengurangan risko bencana, mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah melalui mekanisme perijinan dan persyaratan teknis pembangunan sesuai kewenangan lembaga yang terkait.
LAMPIRAN
(Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%)
1 PERUMAHAN 3.278.242,61 - 3.278.242,61 1 Perumahan 2.987.421,31 2.987.421,31 2 Prasarana Permukiman 290.821,29 290.821,29
2 INFRASTRUKTUR 553.935,20 470.046,92 83.888,28 1 Transportasi 411.192,20 411.192,20 2 Energi - - 3 Pos dan Telekomunikasi - - 4 Air dan Sanitasi 83.888,28 83.888,28 5 Infrastruktur Sumber Daya Air 58.854,72 58.854,72
3 SOSIAL 1.268.176,02 1.268.176,02 - 1 Kesehatan 329.794,00 329.794,00 2 Pendidikan 627.603,39 627.603,39 3 Agama 294.967,08 294.967,08 4 Lembaga Sosial 15.811,56 15.811,56
4 EKONOMI 189.433,43 5.697,00 183.736,43 1 Pertanian 15.861,88 15.861,88 2 Perikanan 6.112,55 3.420,00 2.692,55 3 Peternakan 5.904,00 5.904,00 4 Perindustrian 125.600,00 125.600,00 5 Perdagangan 2.277,00 2.277,00 6 Pariwisata 33.678,00 33.678,00
5 LINTAS SEKTOR 1.093.662,75 1.087.803,75 5.859,00 1 Lingkungan Hidup 169.625,00 169.625,00 2 Pemerintahan 918.178,75 918.178,75 3 Keuangan dan Perbankan 5.859,00 5.859,00
6 PENGURANGAN RISIKO BENCANA 33.650,00 33.650,00 1 Pengurangan Risiko Bencana 33.650,00 33.650,00
6.417.100,00 2.865.373,69 3.551.726,31 TOTAL
Rekapitulasi Identifikasi Kebutuhan
NO SEKTOR/ SUBSEKTOR
Nilai Kebutuhan Kepemilikan
Sumatera Barat PEMERINTAH SWASTA
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang Ringan2.149.201,56 722.205,43 72.013,98 3.278.242,61
1 Perumahan 114.483 67.182 68.913 1.946.212,70 671.819,00 68.912,90 2.987.421,31 Rumah Kota Padang 33.597 35.816 37.615 Unit 503.955,00 358.160,00 37.615,00 899.730,00 Data Verifikasi BNPB
Kota Pariaman 6.514 3.960 2.931 Unit 97.710,00 39.600,00 2.931,00 140.241,00 Kota Solok 2 2 6 Unit 30,00 20,00 6,00 56,00 Kota Padang Panjang 17 164 413 Unit 255,00 1.640,00 413,00 2.308,00 Kab. Tanah Datar 28 115 105 Unit 420,00 1.150,00 105,00 1.675,00 Kab. Padang Pariaman 57.788 16.430 13.694 Unit 866.820,00 164.300,00 13.694,00 1.044.814,00 Kab. Kepulauan Mentawai 3 - 136 Unit 45,00 - 136,00 181,00 Kab. Agam 11.796 3.797 4.353 Unit 176.940,00 37.970,00 4.353,00 219.263,00 Kab. Solok 145 243 357 Unit 2.175,00 2.430,00 357,00 4.962,00 Kab. Pasaman 197 13 931 Unit 2.955,00 130,00 931,00 4.016,00 Kab. Pasaman Barat 3.240 3.046 2.862 Unit 48.600,00 30.460,00 2.862,00 81.922,00 Kab. Pesisir Selatan 1.156 3.596 5.510 Unit 17.341,50 35.959,00 5.509,90 58.810,40
- Hunian Transisi 2,00 228.966,20 228.966,20
Penyediaan lahan relokasi
Jadup 114.483 60 0,019 130.510,73 130.510,73 asumsi: KK=4orang=19 ribu-
Pelayanan teknis pemulihan perumahan - -
Bantuan pendampingan tenaga teknis 169.965,98 PNPM Pedesaan USD 17juta-
Bantuan peralatan dan teknologi
Bantuan sistem informasi pemantauan
114.483 67.182 68.913 202.988,86 50.386,43 3.101,08 290.821,29 Prasaran Permukiman Kota Padang 33.597 35.816 37.615 75.593,25 26.862,00 1.692,68 104.147,93
Kota Pariaman 6.514 3.960 2.931 10.259,55 2.970,00 131,90 13.361,45 Kota Solok 2 2 6 3,15 1,50 0,27 4,92 Kota Padang Panjang 17 164 413 26,78 123,00 18,59 168,36 Kab. Tanah Datar 28 115 105 44,10 86,25 4,73 135,08 Kab. Padang Pariaman 57.788 16.430 13.694 91.016,10 12.322,50 616,23 103.954,83 Kab. Kepulauan Mentawai 3 - 136 4,73 - 6,12 10,85 Kab. Agam 11.796 3.797 4.353 18.578,70 2.847,75 195,89 21.622,34 Kab. Solok 145 243 357 228,38 182,25 16,07 426,69 Kab. Pasaman 197 13 931 310,28 9,75 41,90 361,92 Kab. Pasaman Barat 3.240 3.046 2.862 5.103,00 2.284,50 128,79 7.516,29 Kab. Pesisir Selatan 1.156 3.596 5.510 1.820,86 2.696,93 247,95 4.765,73
Penyediaan PLP (Relokasi)
Air dan Sanitasi Hunian Transisi 34.344,93 34.344,93 15% dari kebutuhan hunsisi
‐
A. Perumahan
B. Prasarana Permukiman
Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Nilai Kerusakan (Rp. Juta)
Perumahan
Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
PERUMAHAN
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang Ringan 294.970,28 166.686,97 92.277,95 553.935,20
1. Transportasi 173.125,00 147.981,25 87.835,95 408.942,20 Jalan Nasional Kota Padang 4.667 - - meter 9.334,00 - - 9.334,00 Data PU Kabupaten/Kota
Kota Pariaman - - - meter - - - - Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar 2.104 - - meter 4.208,00 - - 4.208,00 Kab. Padang Pariaman 1.796 - - meter 3.592,00 - - 3.592,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam 1.261 1.540 - meter 2.522,00 2.695,00 - 5.217,00 Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman - - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - meter - - - -
- - - - Jalan Provinsi Kota Padang - - - meter - - - -
Kota Pariaman - - - meter - - - - Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar - 265 - meter - 463,75 - 463,75 Kab. Padang Pariaman 1.171 - - meter 2.342,40 - - 2.342,40 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam 61 - - meter 122,00 - - 122,00 Kab. Solok 2.180 - - meter 4.360,00 - - 4.360,00 Kab. Pasaman - - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat 135 - - meter 270,00 - - 270,00 Kab. Pesisir Selatan 35 - - meter 70,00 - - 70,00
- - - Jalan Kabupaten/Kota Kota Padang 14.750 21.300 - meter 29.500,00 37.275,00 - 66.775,00
Kota Pariaman - 3.580 - meter - 6.265,00 - 6.265,00 Kota Solok - - 30 meter - - 40,50 40,50 Kota Padang Panjang - 400 - meter - 700,00 - 700,00 Kab. Tanah Datar - 5.230 - meter - 9.152,50 - 9.152,50 Kab. Padang Pariaman 3.685 16.170 51.845 meter 7.370,00 28.297,50 69.990,75 105.658,25 Kab. Kepulauan Mentawai - - 7.500 meter - - 10.125,00 10.125,00 Kab. Agam 15.200 23.500 - meter 30.400,00 41.125,00 - 71.525,00 Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman 398 - - meter 795,60 - - 795,60 Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - - Kab. Pesisir Selatan 18.750 2.900 1.200 meter 37.500,00 5.075,00 1.620,00 44.195,00
- Jembatan Nasional Kota Padang 35 90 - meter 70,00 157,50 - 227,50
Kota Pariaman - - - meter - - - - Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar - - meter - - - - Kab. Padang Pariaman 562 - - meter 1.124,00 - - 1.124,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam - - - meter - - - - Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman - - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat 75 - - meter 150,00 - - 150,00 Kab. Pesisir Selatan - - - meter - - - -
- - - Jembatan Provinsi Kota Padang - - - meter - - - -
INFRASTRUKTURA. Transportasi Darat
Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Infrastruktur
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
Data Kerusakan
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganSektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Infrastruktur
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
Data Kerusakan
Kota Pariaman - - - meter - - - - Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar - - - meter - - - - Kab. Padang Pariaman 258 - - meter 515,00 - - 515,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam - - - meter - - - - Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat - - 22 meter - - 29,70 29,70 Kab. Pesisir Selatan meter - - - -
Jembatan Kabupaten Kota Padang 8 13 2 Unit 300,00 2.400,00 1.950,00 180,00 4.530,00 Kota Pariaman 1 12 Unit 300,00 300,00 - 1.080,00 1.380,00 Kota Solok - 1 - Unit 300,00 - 150,00 - 150,00 Kota Padang Panjang - - - Unit 300,00 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 300,00 - - - - Kab. Padang Pariaman 99 90 46 Unit 300,00 29.700,00 13.500,00 4.140,00 47.340,00 Kab. Kepulauan Mentawai 3 1 Unit 300,00 900,00 - 90,00 990,00 Kab. Agam 2 3 - Unit 300,00 600,00 450,00 - 1.050,00 Kab. Solok - - - Unit 300,00 - - - - Kab. Pasaman - - 2 Unit 300,00 - - 180,00 180,00 Kab. Pasaman Barat - - 4 Unit 300,00 - - 360,00 360,00 Kab. Pesisir Selatan 6 2 - Unit 300,00 1.800,00 300,00 - 2.100,00
Drainase Kota Padang - - - meter - - - - Kota Pariaman 180 850 - meter 1,00 180,00 425,00 - 605,00 Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar - - - meter - - - - Kab. Padang Pariaman - - - meter - - - - Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam - - - meter - - - - Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman - - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - meter - - - -
- g. Terminal Kota Padang 1 Unit 1000 3,00 3.000,00 3.000,00
- h. Stasiun Kereta Api -
- i. Rel Kereta Api Kota Padang 800 18 500 meter -
- j. Depo -
750,00 1.500,00 - 2.250,00 a. Dermaga Kota Padang 1 Unit 750,00 750,00 Pemkab
Kab. Kepulauan Mentawai 1 Unit - 500,00 - 500,00 Kab. Pesisir Selatan 1 Unit - 500,00 - 500,00
Peralatan dan Perlengkapan
B. Transportasi Laut
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganSektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Infrastruktur
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
Data Kerusakan
b. Terminal Pelabuhan Kab. Kepulauan Mentawai 1 Unit - 500,00 - 500,00
Peralatan dan Perlengkapan
c. Kapal
d. Navigasi Pelayaran
- - - - a. Landasan Pacu
b. Air Traffic Control
c. Terminal Penumpang
d. Peralatan dan Perlengkapan
e. Pesawat
2. Energi - - - - - SPBU- Depo Bahan Bakar- Jaringan Distribusi- Pendapatan
- - - - - Jaringan Utama- Gardu Induk- Gardu Pembangkit- Kantor Pelayanan Listrik- Jaringan Distribusi- Sambungan Listrik Pelanggan
3. Pos dan Telekomunikasi - - - -
a. Telkom- Bangunan dan Gedung- Jaringan Utama Telekomunikasi- Kantor Pelayanan- Jaringan Distribusi- Sambungan Pelanggan
b. Radio- Bangunan dan Gedung- Jaringan Utama Radio
c. Televisi- Bangunan dan Gedung- Jaringan Utama Pemancar
d. Kantor Pos Kab. Pesisir Selatan 1
4. Air dan Sanitasi 80.646,28 - 3.242,00 83.888,28 Fasilitas Produksi Kota Padang 1 Unit 68.000,00 68.000,00 Data WB
Kab. Padang Pariaman 4 14 6 Unit 872,00 872,00
C. Transportasi Udara
A. Bahan Bakar
B. Listrik
PDAM
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganSektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Infrastruktur
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
Data Kerusakan
Kab. Agam 1 5 Unit 350,00 350,00 Kab. Pesisir Selatan 3 Unit 1.220,00 1.220,00 Kab. Pasaman Barat 4 Unit 800,00 800,00
- Jaringan Pipa Kota Padang 2 Unit -
Kab. Padang Pariaman 4.295 meter 0,075 322,13 - - 322,13 Kab. Agam 37.900 meter 0,075 2.842,50 - - 2.842,50 Kab. Pesisir Selatan 8.682 meter 0,075 651,15 - - 651,15 Kab. Pasaman - meter 0,075 - - - - Kab. Pasaman Barat 13.260 meter 0,075 994,50 - - 994,50 Kab. Tanah Datar 2.000 meter 0,075 150,00 - - 150,00
- Jaringan Distribusi Kota Padang 20.000 Unit 0,25 5.000,00 - - 5.000,00
Kab. Padang Pariaman 5.900 Unit 0,25 1.475,00 - - 1.475,00 Kab. Agam 1.452 Unit 0,25 363,00 - - 363,00 Kab. Pesisir Selatan 932 Unit 0,25 233,00 - - 233,00 Kab. Pasaman Barat 1.500 Unit 0,25 375,00 - - 375,00
Distribusi Pelanggan
Penyediaan Air Bersih Keliling
Penyediaan Penampungan Air Bersih Kab. Pasaman 1 Unit 30,00 30,00 - - 30,00 Kab. Pesisir Selatan 7 Unit 30,00 210,00 - - 210,00
Penyediaan dan Pengoperasian Generator
5. Infrastruktur Sumber Daya Air
40.449,00 17.205,72 1.200,00 58.854,72
a. Irigasi Teknis Kota Padang 1.288 87 - meter 2.576,00 152,25 - 2.728,25 Data Pemkab/koKota Pariaman 275 280 - meter 550,00 490,00 - 1.040,00 Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - 2.622 - meter - 4.588,97 - 4.588,97 Kab. Tanah Datar - - - meter - - - - Kab. Padang Pariaman 295 - - meter 590,00 - - 590,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam 2.400 650 - meter 4.800,00 1.137,50 - 5.937,50 Kab. Solok - 3 1 Unit 500,00 - 750,00 150,00 900,00 Kab. Pasaman 19 12 6 Unit 500,00 9.500,00 3.000,00 900,00 13.400,00 Kab. Pasaman Barat 8 6 1 Unit 500,00 4.000,00 1.500,00 150,00 5.650,00 Kab. Pesisir Selatan 5 5 - Unit 500,00 2.500,00 1.250,00 - 3.750,00
- b. Irigasi Non-Teknis Kota Padang - - - meter - - - -
Kota Pariaman - - - meter - - - - Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar 11.217,50 - - meter 11.217,50 - - 11.217,50 Kab. Padang Pariaman 410 - - meter 410,00 - - 410,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam - 1.898 meter - 1.423,50 - 1.423,50 Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman - - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - - Kab. Pesisir Selatan 5 3 - Unit 200,00 1.000,00 300,00 - 1.300,00
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganSektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Infrastruktur
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
Data Kerusakan
c. Irigasi Sederhana Kota Padang 70 - - meter 35,00 - - 35,00 Kota Pariaman - - - meter - - - - Kota Solok - - - meter - - - - Kota Padang Panjang - - - meter - - - - Kab. Tanah Datar - - - meter - - - - Kab. Padang Pariaman 5.641 - - meter 2.820,50 - - 2.820,50 Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - - Kab. Agam - 6.795 - meter - 2.038,50 - 2.038,50 Kab. Solok - - - meter - - - - Kab. Pasaman - - - meter - - - - Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - - Kab. Pesisir Selatan 9 23 - Unit 50,00 450,00 575,00 - 1.025,00
- - - - a. Normalisasi Sungai Kab. Pesisir Selatan 12 Unit
b. Pantai Kab. Pesisir Selatan 1 Unit
c. Bendungan Kota Padang 7 - - UnitKab. Agam 27 4 Unit
d. Bangunan Tanggul
e. Pintu Air Kab. Agam 5
f. Rumah Mantri Jaga -
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang Ringan 616.249,38 232.596,00 153.000,75 1.268.176,02
1. Kesehatan 118.654,88 98.100,00 77.643,00 329.794,00 a. Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang 1 1 2 Unit 10000 3,00 30.000,00 15.000,00 18.000,00 63.000,00 Data WB
Kota Pariaman - - 1 Unit 5000 3,00 - - 4.500,00 4.500,00 Kota Solok - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kota Padang Panjang - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00 Kab. Tanah Datar - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Padang Pariaman - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Agam - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00 Kab. Solok - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Pasaman Barat - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00 Kab. Pesisir Selatan - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
Pembersihan Puing 1 62,44 62,44 62,44
b. Rumah Sakit Swasta Kota Padang 3 4 10 Unit 5000 3,00 45.000,00 30.000,00 45.000,00 120.000,00 Kota Pariaman 1 - - Unit 5000 3,00 15.000,00 - - 15.000,00 Kota Solok - - 1 Unit 5000 3,00 - - 4.500,00 4.500,00 Kota Padang Panjang - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00 Kab. Tanah Datar - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Padang Pariaman - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Agam - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Solok - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 5000 3,00 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Pembersihan Puing 1 62,44 62,44 62,44
c. Puskesmas Kota Padang 4 4 11 Unit 200 1,80 1.440,00 720,00 1.188,00 3.348,00 Kota Pariaman 2 3 Unit 200 1,80 720,00 540,00 - 1.260,00 Kota Solok - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00 Kota Padang Panjang - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00 Kab. Tanah Datar 1 1 Unit 200 1,80 360,00 180,00 - 540,00 Kab. Padang Pariaman 14 6 2 Unit 200 1,80 5.040,00 1.080,00 216,00 6.336,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00 Kab. Agam 1 1 - Unit 200 1,80 360,00 180,00 - 540,00 Kab. Solok - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00 Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat 1 5 1 Unit 200 1,80 360,00 900,00 108,00 1.368,00 Kab. Pesisir Selatan 1 1 4 Unit 200 1,80 360,00 180,00 432,00 972,00
d. Puskesmas Pembantu Kota Padang 5 8 25 Unit 100 1,80 900,00 720,00 1.350,00 2.970,00 Kota Pariaman 1 2 7 Unit 100 1,80 180,00 180,00 378,00 738,00 Kota Solok 3 Unit 100 1,80 - - 162,00 162,00 Kota Padang Panjang 2 1 Unit 100 1,80 - 180,00 54,00 234,00 Kab. Tanah Datar 1 Unit 100 1,80 - 90,00 - 90,00 Kab. Padang Pariaman 51 11 Unit 100 1,80 9.180,00 990,00 - 10.170,00 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 100 1,80 - - - - Kab. Agam 5 4 7 Unit 100 1,80 900,00 360,00 378,00 1.638,00 Kab. Solok 2 Unit 100 1,80 - - 108,00 108,00 Kab. Pasaman 1 2 Unit 100 1,80 - 90,00 108,00 198,00
Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Sosial
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
SEKTOR SOSIAL
Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganLuas/Jumlah Rata-
rata (M2/Unit)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)
Sosial
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Data Kerusakan
Kab. Pasaman Barat 4 1 Unit 100 1,80 720,00 90,00 - 810,00 Kab. Pesisir Selatan 7 6 7 Unit 100 1,80 1.260,00 540,00 378,00 2.178,00
e. Polindes/Puskesri Kota Padang Unit 50 1,80 - - - - Kota Pariaman 1 4 5 Unit 50 1,80 90,00 180,00 135,00 405,00 Kota Solok Unit 50 1,80 - - - - Kota Padang Panjang Unit 50 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar 1 Unit 50 1,80 - 45,00 - 45,00 Kab. Padang Pariaman 55 4 2 Unit 50 1,80 4.950,00 180,00 54,00 5.184,00 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 50 1,80 - - - - Kab. Agam 1 1 Unit 50 1,80 90,00 45,00 - 135,00 Kab. Solok Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat 4 2 3 Unit 50 1,80 360,00 90,00 81,00 531,00 Kab. Pesisir Selatan 4 2 Unit 50 1,80 360,00 90,00 - 450,00
f. Klinik/Poliklinik Kota Padang 3 Unit 50 1,80 - - 81,00 81,00 Kota Pariaman 1 Unit 50 1,80 - 45,00 - 45,00 Kota Solok Unit 50 1,80 - - - - Kota Padang Panjang Unit 50 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar Unit 50 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 10 5 4 Unit 50 1,80 900,00 225,00 108,00 1.233,00 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 50 1,80 - - - - Kab. Agam Unit 50 1,80 - - - - Kab. Solok Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan Unit 50 1,80 - - - -
g. Pembersihan Puing 170 Unit 31,22 5.307,40 5.307,40
i. Penyediaan Tempat Sementara 170 2,50 425,00 425,00
j. Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 118.654,88 29.663,72 29.663,72
k. Pemulihan Layanan Kesehatan Ibu dan Anak
l. Pengelolaan Limbah Medis Sementara
m. Penyediaan Tenaga Medis dan Penyuluh Kesehatan
n. Penyediaan Layanan Psikologis dan Trauma
2. Pendidikan 4.120 2.172 2.080 333.720,00 87.966,00 50.544,00 627.603,39 a. TK Kota Padang 112 130 104 RKB 45 1,80 9.072,00 5.265,00 2.527,20 16.864,20 Dirjen Mandikdasmen
Kota Pariaman 15 4 7 RKB 45 1,80 1.215,00 162,00 170,10 1.547,10 Kota Solok RKB 45 1,80 - - - - Kota Padang Panjang 6 31 17 RKB 45 1,80 486,00 1.255,50 413,10 2.154,60 Kab. Tanah Datar RKB 45 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 48 7 48 RKB 45 1,80 3.888,00 283,50 1.166,40 5.337,90 Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - - Kab. Agam 13 7 5 RKB 45 1,80 1.053,00 283,50 121,50 1.458,00 Kab. Solok RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - -
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganLuas/Jumlah Rata-
rata (M2/Unit)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)
Sosial
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Data Kerusakan
Kab. Pasaman Barat RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan 4 3 0 RKB 45 1,80 324,00 121,50 - 445,50
- - b. Sekolah Dasar Kota Padang 699 448 354 RKB 45 1,80 56.619,00 18.144,00 8.602,20 83.365,20
Kota Pariaman 162 100 RKB 45 1,80 13.122,00 4.050,00 - 17.172,00 Kota Solok 0 4 0 RKB 45 1,80 - 162,00 - 162,00 Kota Padang Panjang 15 65 84 RKB 45 1,80 1.215,00 2.632,50 2.041,20 5.888,70 Kab. Tanah Datar 2 RKB 45 1,80 - - 48,60 48,60 Kab. Padang Pariaman 1469 243 430 RKB 45 1,80 118.989,00 9.841,50 10.449,00 139.279,50 Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - - Kab. Agam 347 196 174 RKB 45 1,80 28.107,00 7.938,00 4.228,20 40.273,20 Kab. Solok 17 2 13 RKB 45 1,80 1.377,00 81,00 315,90 1.773,90 Kab. Pasaman 1 9 RKB 45 1,80 81,00 - 218,70 299,70 Kab. Pasaman Barat 21 35 9 RKB 45 1,80 1.701,00 1.417,50 218,70 3.337,20 Kab. Pesisir Selatan 88 71 106 RKB 45 1,80 7.128,00 2.875,50 2.575,80 12.579,30
- - c. Sekolah Menengah Pertama Kota Padang 213 124 157 RKB 45 1,80 17.253,00 5.022,00 3.815,10 26.090,10
Kota Pariaman 6 16 RKB 45 1,80 486,00 648,00 - 1.134,00 Kota Solok 6 RKB 45 1,80 - 243,00 - 243,00 Kota Padang Panjang 12 51 35 RKB 45 1,80 972,00 2.065,50 850,50 3.888,00 Kab. Tanah Datar 1 1 RKB 45 1,80 - 40,50 24,30 64,80 Kab. Padang Pariaman 116 105 RKB 45 1,80 9.396,00 4.252,50 - 13.648,50 Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - - Kab. Agam 70 38 69 RKB 45 1,80 5.670,00 1.539,00 1.676,70 8.885,70 Kab. Solok 9 2 RKB 45 1,80 - 364,50 48,60 413,10 Kab. Pasaman 1 0 1 RKB 45 1,80 81,00 - 24,30 105,30 Kab. Pasaman Barat 11 30 6 RKB 45 1,80 891,00 1.215,00 145,80 2.251,80 Kab. Pesisir Selatan 5 40 61 RKB 45 1,80 405,00 1.620,00 1.482,30 3.507,30
- - d. Sekolah Menengah Atas Kota Padang 308 149 151 RKB 45 1,80 24.948,00 6.034,50 3.669,30 34.651,80
Kota Pariaman 3 8 RKB 45 1,80 243,00 324,00 - 567,00 Kota Solok 1 RKB 45 1,80 - 40,50 - 40,50 Kota Padang Panjang 3 25 15 RKB 45 1,80 243,00 1.012,50 364,50 1.620,00 Kab. Tanah Datar 1 RKB 45 1,80 81,00 - - 81,00 Kab. Padang Pariaman 83 31 RKB 45 1,80 6.723,00 1.255,50 - 7.978,50 Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - - Kab. Agam 84 38 92 RKB 45 1,80 6.804,00 1.539,00 2.235,60 10.578,60 Kab. Solok 2 RKB 45 1,80 - 81,00 - 81,00 Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat 23 RKB 45 1,80 - 931,50 - 931,50 Kab. Pesisir Selatan 13 16 28 RKB 45 1,80 1.053,00 648,00 680,40 2.381,40
- - e. Sekolah Menengah Kejuruan Kota Padang 114 53 15 RKB 45 1,80 9.234,00 2.146,50 364,50 11.745,00
Kota Pariaman 7 9 RKB 45 1,80 567,00 364,50 - 931,50 Kota Solok 3 RKB 45 1,80 - 121,50 - 121,50 Kota Padang Panjang 11 19 16 RKB 45 1,80 891,00 769,50 388,80 2.049,30 Kab. Tanah Datar 1 1 RKB 45 1,80 81,00 - 24,30 105,30 Kab. Padang Pariaman 9 2 RKB 45 1,80 729,00 81,00 - 810,00 Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - - Kab. Agam 3 8 51 RKB 45 1,80 243,00 324,00 1.239,30 1.806,30 Kab. Solok 4 RKB 45 1,80 - 162,00 - 162,00 Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat 14 5 7 RKB 45 1,80 1.134,00 202,50 170,10 1.506,60 Kab. Pesisir Selatan 10 9 10 RKB 45 1,80 810,00 364,50 243,00 1.417,50
- -
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganLuas/Jumlah Rata-
rata (M2/Unit)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)
Sosial
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Data Kerusakan
f. Sekolah Luar Biasa Kota Padang 1 1 RKB 45 1,80 81,00 40,50 - 121,50 Kota Pariaman 4 RKB 45 1,80 324,00 - - 324,00 Kota Solok RKB - - Kota Padang Panjang RKB - - Kab. Tanah Datar RKB - - Kab. Padang Pariaman RKB - - Kab. Kepulauan Mentawai RKB - - Kab. Agam RKB - - Kab. Solok RKB - - Kab. Pasaman RKB - - Kab. Pasaman Barat RKB - - Kab. Pesisir Selatan RKB - -
f. Pendidikan Luar Sekolah Kota Padang 17 1 RKB 45 1,80 1.377,00 40,50 - 1.417,50 Kota Pariaman RKB 45 1,80 - - - - Kota Solok RKB 45 1,80 - - - - Kota Padang Panjang RKB 45 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar 1 RKB 45 1,80 - 40,50 - 40,50 Kab. Padang Pariaman 70 9 4 RKB 45 1,80 5.670,00 364,50 97,20 6.131,70 Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - - Kab. Agam RKB 45 1,80 - - - - Kab. Solok RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat RKB 45 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan RKB 45 1,80 - - - -
g. Perguruan Tinggi 59.331,44 laporan Unand
h. Pembersihan Puing 4.120 RKB 1 0,20 824,00 824,00 -
i. Penyediaan Lokal Belajar sementara 2.060 Lokal 2,50 5.150,00 5.150,00
j. Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 Paket 1 329.913,00 82.478,25 82.478,25
k. Penyediaan Tenaga Guru Pengganti
l. Penyediaan Layanan Konseling
m. Penyediaan Layanan Ketrampilan Hidup
3. Agama 152.190,00 46.080,00 24.651,00 294.967,08 a. Masjid Kota Padang 109 83 71 Unit 100 1,80 19.620,00 7.470,00 3.834,00 30.924,00 Data Kabupaten/Kota
Kota Pariaman 125 33 15 Unit 100 1,80 22.500,00 2.970,00 810,00 26.280,00 Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang 6 9 9 Unit 100 1,80 1.080,00 810,00 486,00 2.376,00 Kab. Tanah Datar 4 7 1 Unit 100 1,80 720,00 630,00 54,00 1.404,00 Kab. Padang Pariaman 140 66 26 Unit 100 1,80 25.200,00 5.940,00 1.404,00 32.544,00 Kab. Kepulauan Mentawai 3 5 - Unit 100 1,80 540,00 450,00 - 990,00 Kab. Agam 161 92 97 Unit 100 1,80 28.980,00 8.280,00 5.238,00 42.498,00 Kab. Solok 6 21 11 Unit 100 1,80 1.080,00 1.890,00 594,00 3.564,00 Kab. Pasaman - - 15 Unit 100 1,80 - - 810,00 810,00 Kab. Pasaman Barat 28 29 87 Unit 100 1,80 5.040,00 2.610,00 4.698,00 12.348,00 Kab. Pesisir Selatan 10 36 27 Unit 100 1,80 1.800,00 3.240,00 1.458,00 6.498,00
b. Musholla Kota Padang 99 122 112 Unit 50 1,80 8.910,00 5.490,00 3.024,00 17.424,00
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganLuas/Jumlah Rata-
rata (M2/Unit)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)
Sosial
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Data Kerusakan
Kota Pariaman - - - Unit 50 1,80 - - - - Kota Solok - - - Unit 50 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 50 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar 1 3 - Unit 50 1,80 90,00 135,00 - 225,00 Kab. Padang Pariaman 314 89 24 Unit 50 1,80 28.260,00 4.005,00 648,00 32.913,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 50 1,80 - - - - Kab. Agam 71 30 40 Unit 50 1,80 6.390,00 1.350,00 1.080,00 8.820,00 Kab. Solok - - - Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman 1 - 8 Unit 50 1,80 90,00 - 216,00 306,00 Kab. Pasaman Barat - - - Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan 1 14 9 Unit 50 1,80 90,00 630,00 243,00 963,00
c. Gereja Kota Padang 5 - 1 Unit 100 1,80 900,00 - 54,00 954,00 Kota Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Kepulauan Mentawai 4 2 - Unit 100 1,80 720,00 180,00 - 900,00 Kab. Agam - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 100 1,80 - - - -
d. Vihara Kota Padang 1 - - Unit 100 1,80 180,00 - - 180,00 Kota Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 100 1,80 - - - -
e. Pembersihan Puing 1.089 31,22 33.998,58 33.998,58 -
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 152.190,00 38.047,50 38.047,50
4. Lembaga Sosial 11.684,50 450,00 162,75 15.811,56 a. Panti Kota Padang 9 - - Unit 100 1,80 1.620,00 - - 1.620,00 Data Pemkab/ko
Kota Pariaman 1 1 - Unit 100 1,80 180,00 90,00 - 270,00 Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang 1 - - Unit 100 1,80 180,00 - - 180,00 Kab. Tanah Datar - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 5 4 1 Unit 100 1,80 900,00 360,00 54,00 1.314,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Agam 1 - - Unit 100 1,80 180,00 - - 180,00 Kab. Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 100 1,80 - - - -
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganLuas/Jumlah Rata-
rata (M2/Unit)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)
Sosial
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )
Data Kerusakan
b. Kantor UPT Depsos Kota Padang 1 1 Unit 8.444,50 108,75 8.553,25
c. Kantor Liga Dakwah Kota Padang 1 1 Unit 100 1,80 180,00 180,00
c. Pembersihan Puing 19 31,22 593,18 593,18 -
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 1 11684,5 2.921,13 2.921,13
d. Pelayanan Penitipan Anak dan Manula
e. Penyediaan Layanan Ketrampilan Anak dan Manula
f. Penyediaan Layanan Kesehatan dan Trauma Psikologis
g. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang Ringan 21.236,00 24.164,80 9.870,00 189.433,43
1. Pertanian 4.754,00 9.920,00 - 15.861,88 a. Sawah Kota Padang - - - Ha 4,00 - - - - Data Pemkab/ko
Kota Pariaman - 75 - Ha 4,00 - 150,00 - 150,00 Kota Solok - - - Ha 4,00 - - - - Kota Padang Panjang - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Padang Pariaman 1.126 4.753 - Ha 4,00 4.504,00 9.506,00 - 14.010,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Agam - 132 - Ha 4,00 - 264,00 - 264,00 Kab. Solok - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Pasaman - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Ha 4,00 - - - -
- b. Perkebunan Kota Padang -
Kota Pariaman - - - Ha 5,00 - - Kota Solok - - - Ha 5,00 - - Kota Padang Panjang - - - Ha 5,00 - - Kab. Tanah Datar - - - Ha 5,00 - - Kab. Padang Pariaman 45 - - Ha 5,00 225,00 225,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Ha 5,00 - - Kab. Agam - - - Ha 5,00 - - Kab. Solok - - - Ha 5,00 - - Kab. Pasaman - - - Ha 5,00 - - Kab. Pasaman Barat - - - Ha 5,00 - - Kab. Pesisir Selatan 5 - - Ha 5,00 25,00 25,00
c. Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 4.751,50 1.187,88 1.187,88
d. Penguatan Industri Berbasis Rumah Tangga
e. Revitalisasi pertanian
- 2. Perikanan 3.307,00 1.414,80 672,00 6.112,55
a. Tempat Pelelangan Ikan Kota Padang 2 - - Unit 200 1,80 720,00 - - 720,00 1.764,00 Kota Pariaman - 1 1 Unit 200 1,80 - 180,00 108,00 288,00 Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Data Pemkab/koKota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman - - 2 Unit 200 1,80 - - 216,00 216,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - 3 - Unit 200 1,80 - 540,00 - 540,00
Pembersihan Puing 2 62,44 124,88 124,88
b. Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Padang - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00 468,00 Kota Pariaman - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00 Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Total Kebutuhan (Rp. Juta)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Nilai Kerusakan (Rp. Juta)
Ekonomi
Keterangan
SEKTOR EKONOMI
Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganTotal Kebutuhan
(Rp. Juta)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)Nilai Kerusakan (Rp. Juta)
Ekonomi
Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Kota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 200 1,80 - - - -
Pembersihan Puing
c. Balai Benih Ikan Kota Padang 1 - - Unit 200 1,80 360,00 - - 360,00 1.188,00 Kota Pariaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 1 - 1 Unit 200 1,80 360,00 - 108,00 468,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan 1 - - Unit 200 1,80 360,00 - - 360,00
- Pembersihan Puing 3 62,44 187,32 187,32
c. Pasar Ikan Kota Padang - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00 180,00 Kota Pariaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 200 1,80 - - - -
Pembersihan Puing
d. Tambak Ikan Kota Padang 75,00 - - Ha 4,00 300,00 - - 300,00 1.373,60 Kota Pariaman - 2 - Ha 4,00 - 4,00 - 4,00 Kota Solok - - - Ha 4,00 - - - - Kota Padang Panjang - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Padang Pariaman 221,70 73 20 Ha 4,00 886,80 146,80 24,00 1.057,60 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Ha 4,00 - - - -
Keramba Kab. Agam 2 - - Ha 4,00 8,00 - - 8,00 Kab. Solok - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Pasaman - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Ha 4,00 - - - - Kab. Pesisir Selatan - 2 - Ha 4,00 - 4,00 - 4,00
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganTotal Kebutuhan
(Rp. Juta)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)Nilai Kerusakan (Rp. Juta)
Ekonomi
Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
f. Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 3.307,00 826,75 - - 826,75
g. Revitalisasi perikanan
3. Peternakan 4.680,00 - 54,00 5.904,00 a. Sarana dan Prasarana Kota Padang 5 - - Unit 100 1,80 900,00 - - 900,00 Data Pemkab/ko
Kota Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 21 - 1 Unit 100 1,80 3.780,00 - 54,00 3.834,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 100 1,80 - - - -
- b. Pelatihan Ketrampilan Usaha -
- c. Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 4680,00 1.170,00 1.170,00
4. Industri - - - 125.600,00 Valuasi BNPB & WB Pemulihan Kapasitas Produksi
a. Industri Besar Kota Padang - - 2 UnitKota Pariaman - - - UnitKota Solok - - - UnitKota Padang Panjang - - - UnitKab. Tanah Datar - - - UnitKab. Padang Pariaman - - - UnitKab. Kepulauan Mentawai - - - UnitKab. Agam - - - UnitKab. Solok - - - UnitKab. Pasaman - - - UnitKab. Pasaman Barat - - - UnitKab. Pesisir Selatan - - - Unit
b. Industri Menengah Kota Padang - - 2 UnitKota Pariaman - - - UnitKota Solok - - - UnitKota Padang Panjang - - - UnitKab. Tanah Datar - - - UnitKab. Padang Pariaman - - 2 UnitKab. Kepulauan Mentawai - - - UnitKab. Agam - - - UnitKab. Solok - - - UnitKab. Pasaman - - - UnitKab. Pasaman Barat - - - UnitKab. Pesisir Selatan - - - Unit
c. Industri Kecil Kota Padang 8 3 15 UnitKota Pariaman 26 5 2 Unit
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganTotal Kebutuhan
(Rp. Juta)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)Nilai Kerusakan (Rp. Juta)
Ekonomi
Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Kota Solok - - - UnitKota Padang Panjang - - - UnitKab. Tanah Datar - - - UnitKab. Padang Pariaman 5 8 3 UnitKab. Kepulauan Mentawai - - - UnitKab. Agam 133 8 - UnitKab. Solok - - - UnitKab. Pasaman - - - UnitKab. Pasaman Barat - - - UnitKab. Pesisir Selatan 6 - 5 Unit
Usaha Mikro Kab. Pesisir Selatan 7 15 5 Unit
d. Pembersihan Puing
e. Sewa tempat sementara
f. Revitalisasi Peralatan dan Perlengkapan
g. Bantuan Skema Pembiayaan Usaha
5. Perdagangan 1.175,00 260,00 90,00 2.277,00 Pasar Kota Padang 10 1 13 Kios 5,00 50,00 2,50 19,50 72,00 asumsi: 1 pasar = 150 kios
Kota Pariaman 10 2 2 Kios 5,00 50,00 5,00 3,00 58,00 Kota Solok - - 4 Kios 5,00 - - 6,00 6,00 asumsi: 1 kios = Rp. 5 jutaKota Padang Panjang - - - Kios 5,00 - - - - Data Kabupaten/KotaKab. Tanah Datar - - - Kios 5,00 - - - - Kab. Padang Pariaman 176 77 12 Kios 5,00 880,00 192,50 18,00 1.090,50 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Kios 5,00 - - - - Kab. Agam 9 24 18 Kios 5,00 45,00 60,00 27,00 132,00 kiosKab. Solok 1 - - Kios 5,00 5,00 - - 5,00 Kab. Pasaman - - - Kios 5,00 - - - - Kab. Pasaman Barat 1 - - Kios 5,00 5,00 - - 5,00 Kab. Pesisir Selatan 28 - 11 Kios 5,00 140,00 - 16,50 156,50
Pembersihan Puing 235 Unit 0,20 47,00 47,00 asumsi 200ribu/kios
Biaya Sewa Sementara 235 Unit 6 0,50 705,00 705,00 sewa 6 bulan
Bantuan Skema Permodalan
6. Pariwisata 12.000,00 12.570,00 9.108,00 33.678,00 a. Bangunan/Gedung/Obyek Wisata Kota Padang - 3 - Unit 400 3,00 - 1.800,00 - 1.800,00 Data Pemkab/ko
Kota Pariaman 1 3 - Unit 400 3,00 1.200,00 1.800,00 - 3.000,00 Kota Solok 1 - - Unit 400 3,00 1.200,00 - - 1.200,00 Kota Padang Panjang - 1 2 Unit 400 3,00 - 600,00 720,00 1.320,00 Kab. Tanah Datar - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Padang Pariaman 1 2 7 Unit 400 3,00 1.200,00 1.200,00 2.520,00 4.920,00 Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Agam - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Solok - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Pesisir Selatan 4 5 2 Unit 400 3,00 4.800,00 3.000,00 720,00 8.520,00
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganTotal Kebutuhan
(Rp. Juta)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)Nilai Kerusakan (Rp. Juta)
Ekonomi
Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Restorasi Obyek Wisata-
b. Hotel/Motel/Penginapan Kota Padang - - - Unit 400 3,00 - - - - Kota Pariaman - - 6 Unit 400 3,00 - - 2.160,00 2.160,00 Kota Solok - - - Unit 400 3,00 - - - - Kota Padang Panjang - 1 2 Unit 400 3,00 - 600,00 720,00 1.320,00 Kab. Tanah Datar - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Padang Pariaman - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Agam - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Solok - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 400 3,00 - - - - Kab. Pesisir Selatan - 1 - Unit 400 3,00 - 600,00 - 600,00
- c. Rumah Makan/Restoran Kota Padang - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kota Pariaman 20 32 42 Unit 100 1,80 3.600,00 2.880,00 2.268,00 8.748,00 Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Tanah Datar - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Agam - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Solok - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat - - - Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan - 1 - Unit 100 1,80 - 90,00 - 90,00
c. Bangunan Bersejarah/Cagar Budaya Kota Padang 25 17 23 UnitKota Pariaman UnitKota Solok UnitKota Padang Panjang UnitKab. Tanah Datar UnitKab. Padang Pariaman UnitKab. Kepulauan Mentawai UnitKab. Agam UnitKab. Solok UnitKab. Pasaman UnitKab. Pasaman Barat UnitKab. Pesisir Selatan Unit
d. Bantuan Skema Permodalan-
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang Ringan 533.261,80 265.162,50 204.329,25 1.093.662,75
1. Lingkungan Hidup 169.625,00 - - 169.625,00 a. Revitalisasi Hutan Lindung Kab. Agam 4.514 191 Ha
Kab. Padang Pariaman 126 Ha 153.125,00 153.125,00 Kab. Tanah Datar 1 - Kab. Pesisir Selatan 1 Unit - Kab. Solok - Kota Padang 4 Unit -
- b. Revitalisasi Mangrove Kab. Pesisir Selatan 1 Unit -
- c. Revitalisasi Terumbu Karang Kab. Agam 1 Pulau -
Kab. Pesisir Selatan 1 Unit - Kota Padang 1 -
- d. Revitalisasi Pantai -
- e. DAS Kab. Padang Pariaman 5 Km 16.500,00 16.500,00
f.Peningkatan kapasitas manajemen lingkungan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi
g.
h.
2. Pemerintahan 360.216,80 264.307,50 203.600,25 918.178,75 a. Kantor Pusat (UPT/Kanwil) Kota Padang 31 33 70 Unit 1500 3,00 139.500,00 74.250,00 94.500,00 308.250,00 Data WB
Kota Pariaman 1 - - Unit 450 3,00 1.350,00 - - 1.350,00 Kota Solok Unit 450 3,00 - - - - Kota Padang Panjang 1 Unit 450 3,00 - - 405,00 405,00 Kab. Tanah Datar Unit 450 3,00 - - - - Kab. Padang Pariaman 1 3 - Unit 450 3,00 1.350,00 2.025,00 - 3.375,00 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 450 3,00 - - - - Kab. Agam 1 Unit 450 3,00 1.350,00 - - 1.350,00 Kab. Solok Unit 450 3,00 - - - - Kab. Pasaman 1 Unit 450 3,00 - - 405,00 405,00 Kab. Pasaman Barat 1 Unit 450 3,00 - 675,00 - 675,00 Kab. Pesisir Selatan 1 Unit 450 3,00 - - 405,00 405,00
Pembersihan Puing 17 62,44 1.061,48 - - 1.061,48
b. Kantor Pemerintah Provinsi Kota Padang 29 49 51 Unit 1500 3,00 130.500,00 110.250,00 68.850,00 309.600,00 - - - -
Pembersihan Puing 27 62,44 1.685,88 - - 1.685,88
c. Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Kota Padang 26 88 35 Unit 450 2,50 29.250,00 49.500,00 11.812,50 90.562,50 Kota Pariaman 4 2 2 Unit 450 2,50 4.500,00 1.125,00 675,00 6.300,00 Kota Solok 2 Unit 450 2,50 - - 675,00 675,00 Kota Padang Panjang 2 3 Unit 450 2,50 - 1.125,00 1.012,50 2.137,50 Kab. Tanah Datar Unit 450 2,50 - - - - Kab. Padang Pariaman 4 7 4 Unit 450 2,50 4.500,00 3.937,50 1.350,00 9.787,50 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 450 2,50 - - - - Kab. Agam 2 - 3 Unit 450 2,50 2.250,00 - 1.012,50 3.262,50 Kab. Solok 7 1 3 Unit 450 2,50 7.875,00 562,50 1.012,50 9.450,00
Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata-rata (M2/Unit)
Harga Satuan (Rp. dalam juta)
Lintas Sektor
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan
LINTAS SEKTOR
Sektor / Sub Sektor Sarana dan PrasaranaLokasi
(Kab/Kota/K t )
Berat Sedang Ringan Satuan Berat Sedang RinganData Kerusakan Luas/Jumlah Rata-
rata (M2/Unit)Harga Satuan (Rp.
dalam juta)
Lintas Sektor
Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan (Rp. Juta) Keterangan Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana
Lokasi (Kab/Kota/
K t )Kab. Pasaman 1 - 3 Unit 450 2,50 1.125,00 - 1.012,50 2.137,50 Kab. Pasaman Barat - 4 9 Unit 450 2,50 - 2.250,00 3.037,50 5.287,50 Kab. Pesisir Selatan 7 12 33 Unit 450 2,50 7.875,00 6.750,00 11.137,50 25.762,50
Pembersihan Puing 51 62,44 3.184,44 3.184,44
d. Asrama/Rumah Dinas TNI/POLRI Kota Padang 159 214 20 Unit 45 1,50 10.732,50 7.222,50 405,00 18.360,00 Kota Pariaman 2 18 Unit 45 1,50 135,00 607,50 - 742,50 Kota Solok Unit 45 1,50 - - - - Kota Padang Panjang 7 Unit 45 1,50 - 236,25 - 236,25 Kab. Tanah Datar Unit 45 1,50 - - - - Kab. Padang Pariaman 3 2 2 Unit 45 1,50 202,50 67,50 40,50 310,50 Kab. Kepulauan Mentawai 9 Unit 45 1,50 - 303,75 - 303,75 Kab. Agam 2 - - Unit 45 1,50 135,00 - - 135,00 Kab. Solok Unit 45 1,50 - - - - Kab. Pasaman Unit 45 1,50 - - - - Kab. Pasaman Barat Unit 45 1,50 - - - - Kab. Pesisir Selatan 2 25 Unit 45 1,50 135,00 - 506,25 641,25
e. Kantor Kecamatan/Nagari/Kelurahan Kota Padang 30 9 7 Unit 100 1,80 5.400,00 810,00 378,00 6.588,00 Kota Pariaman 74 Unit 100 1,80 - - 3.996,00 3.996,00 Kota Solok Unit 100 1,80 - - - - Kota Padang Panjang 2 Unit 100 1,80 - 180,00 - 180,00 Kab. Tanah Datar Unit 100 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 32 25 18 Unit 100 1,80 5.760,00 2.250,00 972,00 8.982,00 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 100 1,80 - - - - Kab. Agam 2 2 - Unit 100 1,80 360,00 180,00 - 540,00 Kab. Solok Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat Unit 100 1,80 - - - - Kab. Pesisir Selatan Unit 100 1,80 - - - -
f. Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 360.216,80 90.054,20 90.054,20
g. Bantuan Teknis Penguatan Kapasitas Pelaksana Rehab-Rekon
3. Keuangan dan Perbankan
3.420,00 855,00 729,00 5.859,00
a. Koperasi Kota Padang 20 10 6 Unit 50 1,80 1.800,00 450,00 162,00 2.412,00 Data Pemkab/koKota Pariaman Unit 50 1,80 - - - - Kota Solok Unit 50 1,80 - - - - Kota Padang Panjang 1 Unit 50 1,80 - - 27,00 27,00 Kab. Tanah Datar Unit 50 1,80 - - - - Kab. Padang Pariaman 15 7 3 Unit 50 1,80 1.350,00 315,00 81,00 1.746,00 Kab. Kepulauan Mentawai Unit 50 1,80 - - - - Kab. Agam 2 6 Unit 50 1,80 - 90,00 162,00 252,00 Kab. Solok Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman Unit 50 1,80 - - - - Kab. Pasaman Barat 10 Unit 50 1,80 - - 270,00 270,00 Kab. Pesisir Selatan 3 - Unit 50 1,80 270,00 - - 270,00
- Pegadaian Kab. Pesisir Selatan 1 50 1,80 - - 27,00 27,00
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan 0,25 3.420,00 855,00 855,00 -
b. Bantuan Skema Permodalan -
Program dan Kegiatan Lokasi/SasaranHarga Satuan (juta rupiah)
Total
Evaluasi Rencana kontijensi 19 250,00 4.750,00 Penyusunan Protap 19 100,00 1.900,00 Gladi dan simulasi 19 200,00 3.800,00 Permetaan mikro zonasi untuk kegempaan 19 250,00 4.750,00 Kampanye penyadaran publik 19 50,00 950,00 Pembangunan Monumen di Tandike (longsor) 1 300,00 300,00 Pemetaan rawan longsor detail 8 200,00 1.600,00 Perkuatan kelembagaan di masyarakat 19 50,00 950,00 Pembangunan sistem komunikasi 20 50,00 1.000,00 Pembangunan dan perkuatan pusdalops 20 100,00 2.000,00 Fasilitasi pembentukan BPBD 19 250,00 4.750,00 Pembangunan sistem peringatan dini multihasard 19 100,00 1.900,00 Penyusunan Pedoman Zoning Code dan Building CodePembangunan PUSDIKLAT dan Depo 1 5.000,00 5.000,00
Total 202 33.650,00
Pengurangan Risiko Bencana
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan1. Sektor Perumahan
Bangunan Rumah dihitung dengan menggunakan kebijakan stimulus dari pemerintah sebesar Rp. 15 juta/unit
dihitung dengan menggunakan kebijakan stimulus dari pemerintah sebesar Rp. 10 juta/unit
dihitung dengan menggunakan kebijakan stimulus dari pemerintah sebesar Rp. 1 juta/unit
Prasarana Permukiman dihitung dengan asumsi nilai prasarana permukiman adalah sebesar 15% dari nilai total rumah rusak berat per‐kabupaten
dihitung dengan asumsi nilai prasarana permukiman adalah sebesar 15% dari setinggi‐tingginya 50% dari nilai total rumah rusak sedang per‐kabupaten
dihitung dengan asumsi nilai prasarana permukiman adalah sebesar 15% dari setinggi‐tingginya 30% dari nilai total rumah rusak ringan per‐kabupaten
Hunian Transisi dihitung dengan asumsi harga satuan unit hunian transisi sebesar Rp. 2 juta, dan hanya diperuntukkan bagi korban dengan rumah rusak berat
tidak ada tidak ada
Air dan Sanitasi Hunian Transisi dihitung dengan asumsi kebutuhan air dan sanitasi hunian transisi adalah sebesar 15% dari nilai total kebutuhan hunian transisi
tidak ada tidak ada
Penyediaan Lahan Relokasi Asumsinya adalah akan disediakan oleh Pemerintah Daerah
Penyediaan PLP Relokasi Asumsinya adalah mengikuti kebutuhan relokasi
Bantuan Teknis Pendampingan Pelayanan teknis bagi masyarakat dalam membangun kembali rumah dengan kaidah dan struktur tahan gempa
Jaminan Hidup dinilai dengan asumsi bahwa jumlah rumah rusak berat adalah sebanding dengan jumlah kepala keluarga, dimana satu keluarga berjumlah 4 orang dengan uang lauk pauk sebesar Rp. 3.000/kepala dengan beras 400gram/kepala
tidak ada tidak ada
2. Sektor InfrastrukturTransportasiJalan dihitung dengan mengikuti harga
satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 2 juta/meter
dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1,75 juta/meter
dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1,35 juta/meter
No. Sektor/SubSektorAsumsi Penilaian
Keterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Jembatan Nasional dan Kabupaten dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 2 juta/meter
dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1,75 juta/meter
dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1,35 juta/meter
Jembatan Kabupaten dihitung dengan asumsi harga pengadaan dan pembangunan jembatan yang nilai harga rata‐rata‐nya mencapai Rp. 300juta/ unit jembatan (unit jembatan x harga satuan)
dihitung dengan asumsi setinggi‐tingginya sebesar 50% dari harga pengadaan dan pembangunan jembatan yang nilai harga rata‐rata‐nya mencapai Rp. 300juta/ unit jembatan (50% x unit jembatan x harga satuan)
dihitung dengan asumsi setinggi‐tingginya sebesar 30% dari harga pengadaan dan pembangunan jembatan yang nilai harga rata‐rata‐nya mencapai Rp. 300juta/ unit jembatan (30% x unit jembatan x harga satuan)
Drainase Perkotaan dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1 juta/meter
dihitung dengan asumsi setinggi‐tingginya 50% dari harga rata‐rata yang digunakan rata‐rata yang mencapai Rp. 1 juta/meter (50% x volume x harga satuan)
dihitung dengan asumsi setinggi‐tingginya 30% dari harga rata‐rata yang digunakan rata‐rata yang mencapai Rp. 1 juta/meter (30% x volume x harga satuan)
Terminal dihitung dengan asumsi luas terminal adalah 1.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
tidak ada tidak ada
Dermaga Penilaian diterima dari pemerintah daerah
Energi
Pos dan Telekomunikasi
Air dan SanitasiPDAM Penilaian dilakukan oleh Tim
Bank DuniaInfrastruktur Sumberdaya AirIrigasi Teknis dihitung dengan mengikuti harga
satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 2 juta/meter (volume x harga satuan)
dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1,75 juta/meter (volume x harga satuan)
dihitung dengan mengikuti harga satuan yang digunakan rata‐rata pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1,35 juta/meter (volume x harga satuan)
Irigasi Non‐Teknis dihitung dengan asumsi harga satuan rata‐rata sebesar Rp. 1 juta/meter (volume x harga satuan)
dihitung dengan asumsi harga satuan rata‐rata sebesar Rp. 750 ribu/meter (volume x harga satuan)
dihitung dengan asumsi harga satuan rata‐rata sebesar Rp. 500 ribu/meter (volume x harga satuan)
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Irigasi Sederhana dihitung dengan asumsi harga satuan rata‐rata sebesar Rp. 500 ribu/meter (volume x harga satuan)
dihitung dengan asumsi harga satuan rata‐rata sebesar Rp. 300 ribu/meter (volume x harga satuan)
dihitung dengan asumsi harga satuan rata‐rata sebesar Rp. 100 ribu/meter (volume x harga satuan)
3. Sektor SosialKesehatanRumah Sakit (Kota Padang) dihitung dengan asumsi luas bangunan
rumah sakit di kota padang adalah 10.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan rumah sakit di kota padang adalah 10.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan rumah sakit di kota padang adalah 10.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Rumah Sakit di Kabupaten/Kota lainnya dihitung dengan asumsi luas bangunan rumah sakit adalah 5.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan rumah sakit adalah 5.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan rumah sakit adalah 5.000m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing Bangunan RS dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 2 unit dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x 3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7 hari)
tidak ada tidak ada
Puskesmas dihitung dengan asumsi luas bangunan puskesmas adalah 200m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan puskesmas adalah 200m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan puskesmas adalah 200m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Puskesmas Pembantu dihitung dengan asumsi luas bangunan puskesmas pembantu adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan puskesmas pembantu adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan puskesmas pembantu adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Polindes dan Klinik/Poliklinik dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 1unit dengan waktu kerja selama 7 hari (1 x 3,5 juta x 7 hari)+(1 x 960 ribu x 7 hari)
tidak ada tidak ada
Penyediaan Tempat Sementara dihitung dengan asumsi sewa tempat sementara selama sebulan dengan nilai sewa sebesar Rp. 2,5 juta (jumlah bangunan rusak berat x 1 bulan x Rp. 2,5 juta)
tidak ada tidak ada
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan perlengkapan dihitung dengan asumsi sebesar 25% dari total nilai kebutuhan pembangunan infrastruktur
tidak ada tidak ada
PendidikanRuang Kelas Belajar dihitung dengan asumsi luas Ruang
Kelas Belajar adalah 45m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas Ruang Kelas Belajar adalah 45m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas Ruang Kelas Belajar adalah 45m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi kebutuhan pembersihan puing senilai Rp. 200 ribu per‐ruang kelas belajar (ruang kelas belajar x Rp. 200 ribu)
tidak ada tidak ada
Penyediaan Lokal Belajar Sementara dihitung dengan asumsi bahwa 1 lokal belajar sementara sama dengan 2 ruang kelas belajar dengan nilai lokal belajar sementara sebesar Rp. 2,5 juta
tidak ada tidak ada
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan perlengkapan dihitung dengan asumsi sebesar 25% dari total nilai kebutuhan pembangunan infrastruktur
tidak ada tidak ada
AgamaMasjid, Gereja, Vihara dihitung dengan asumsi luas bangunan
adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Musholla dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 1unit dengan waktu kerja selama 7 hari (1 x 3,5 juta x 7 hari)+(1 x 960 ribu x 7 hari)
Lembaga SosialBangunan Panti dihitung dengan asumsi luas bangunan
adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
4. Sektor EkonomiPertanian
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Lahan Pertanian dihitung dengan asumsi biaya produksi pertanian adalah sebesar Rp. 4 juta/hektar (luas lahan pertanian x harga satuan produksi/hektar)
dihitung setingi‐tingginya 50% dari total biaya produksi, dengan asumsi biaya produksi pertanian adalah sebesar Rp. 4 juta/hektar (50% x luas lahan pertanian x harga satuan produksi/hektar)
dihitung setingi‐tingginya 30% dari total biaya produksi, dengan asumsi biaya produksi pertanian adalah sebesar Rp. 4 juta/hektar (30% x luas lahan pertanian x harga satuan produksi/hektar)
Lahan Perkebunan dihitung dengan asumsi biaya produksi pertanian adalah sebesar Rp. 5 juta/hektar (luas lahan pertanian x harga satuan produksi/hektar)
dihitung setingi‐tingginya 50% dari total biaya produksi, dengan asumsi biaya produksi pertanian adalah sebesar Rp. 5 juta/hektar (50% x luas lahan pertanian x harga satuan produksi/hektar)
dihitung setingi‐tingginya 30% dari total biaya produksi, dengan asumsi biaya produksi pertanian adalah sebesar Rp. 5 juta/hektar (30% x luas lahan pertanian x harga satuan produksi/hektar)
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan perlengkapan dihitung dengan asumsi sebesar 25% dari total nilai kebutuhan biaya produksi
tidak ada tidak ada
PerikananInfrastruktur /Bangunan dihitung dengan asumsi luas bangunan
adalah 200m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 200m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 200m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Perikanan Tambak dihitung dengan asumsi biaya produksi perikanan tambak adalah sebesar Rp. 4 juta/hektar (luas lahan perikanan tambak x harga satuan produksi/hektar)
dihitung setingi‐tingginya 50% dari total biaya produksi, dengan asumsi biaya produksi perikanan tambak adalah sebesar Rp. 4 juta/hektar (50% x luas lahan perikanan tambak x harga satuan produksi/hektar)
dihitung setingi‐tingginya 30% dari total biaya produksi, dengan asumsi biaya produksi perikanan tambak adalah sebesar Rp. 4 juta/hektar (30% x luas lahan perikanan tambak x harga satuan produksi/hektar)
PeternakanSarana dan Prasarana/Bangunan dihitung dengan asumsi luas bangunan
adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Industri
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Industri Besar Belum dilakukan valuasiIndustri Menengah Belum dilakukan valuasiIndustri Kecil Belum dilakukan valuasiPerdaganganPasar dihitung dengan asumsi bahwa 1 pasar
terdiri dari 150 kios dengan harga 1 kios adalah Rp. 5 juta atau sama dengan Rp. 750 juta/unit pasar
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi bahwa 1 pasar terdiri dari 150 kios dengan harga 1 kios adalah Rp. 5 juta atau sama dengan Rp. 750 juta/unit pasar (50% x harga perunit bangunan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi bahwa 1 pasar terdiri dari 150 kios dengan harga 1 kios adalah Rp. 5 juta atau sama dengan Rp. 750 juta/unit pasar (30% x harga perunit bangunan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 2 unit dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x 3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7 hari)
tidak ada tidak ada
Sewa Tempat Sementara dihitung dengan asumsi sebesar 10% dari nilai pembangunan infrastruktur rusak berat
tidak ada tidak ada
PariwisataHotel/Penginapan dihitung dengan asumsi luas bangunan
adalah 400m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 400m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 400m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Rumah Makan/Restoran dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
5. Lintas SektorLingkungan Hidup
Pemerintahan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Kantor Pusat/UPT/Kanwil (Kota Padang)
dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 1.500m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 1.500m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 1.500m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Kantor Pusat/UPT/Kanwil (Kabupaten/Kota lainnya)
dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 450m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 450m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 450m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 2 unit dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x 3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7 hari)
tidak ada tidak ada
Kantor Pemerintah Provinsi dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 1.500m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 1.500m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 1.500m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 2 unit dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x 3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7 hari)
tidak ada tidak ada
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak RinganNo. Sektor/SubSektor
Asumsi PenilaianKeterangan
Tabel Asumsi Penilaian
Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 450m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 450m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 450m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat berat dan operasional sebanyak 2 unit dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x 3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7 hari)
tidak ada tidak ada
Asrama TNI/POLRI dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 45m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan rumah sebesar Rp. 1,5 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 45m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan rumah sebesar Rp. 1,5 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 45m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan rumah sebesar Rp. 1,5 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Kantor Kecamatan/Nagari/Kelurahan dihitung dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 100m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan perlengkapan dihitung dengan asumsi sebesar 25% dari total nilai kebutuhan biaya produksi
tidak ada tidak ada
Keuangan dan PerbankanBangunan Koperasi dihitung dengan asumsi luas bangunan
adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 50% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas bangunan x harga satuan)
dihitung setinggi‐tingginya 30% dari nilai bangunan, dengan asumsi luas bangunan adalah 50m2 dengan harga satuan biaya pembangunan bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas bangunan x harga satuan)