16
REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA PULAU HALIMUN DAN GUNUNG JAMBANGANMELALUI ANALISIS STRUKTURAL LEVI-STRAUSS The Representation of Datu’s Supernatural Power in the Legend Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” in Levi-StraussStructural Analysis Musdalipah Balai Bahasa Kalimantan Selatan Jalan A. Yani Km. 32,2 Loktabat Banjarbaru pos-el: [email protected] Diajukan: 13 Februari 2017, direvisi: 21 April 2017 Abstract Datu in Banjarese society is similar to wali in Javanese society. Datu is represented as an old man who has supernatural and magical powers. The supernatural powers are achieved through his obedience and closeness to the Creator of the Universe. The problem is how the datu’s supernatural powers in the legend “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan (The Origin of Halimun Island and Jambangan Mountain)” represents the supernatural powers of datu in Banjarese sociey? The aim of this research is to figure out all supernatural powers of datu in the legend “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan (The Origin of Halimun Island and Jambangan Mountain)” as the representation of datu supernatural powers in Banjarese society. The research uses qualitative and descriptive method using Levi-Straussstructural analysis technique. The result of this research is that there are some supernatural powers of Datu Mabrur which are the representation of datu supernatural powers in Banjarese society. The supernatural powers are (1) the ability to fight attack from the todak fish and its supernatural king, (2) the ability to perform long distance communication with other datus, (3) the ability to carry dozens of ulin trees for hundreds kilometers on his shoulder, and (4) the ability to carry a big mountain on his shoulder. Keywords: Datu, Mabrur, Halimun, Jambangan Abstrak Datu pada masyarakat Banjar seperti wali pada masyarakat Jawa. Sosok datu dimaknai sebagai seorang lelaki tua yang memiliki kesaktian dan karomah. Kesaktian ini diperoleh dari ketaatan dan kedekatannya terhadap Sang Pencipta alam semesta. Masalahnya, bagaimana kesaktian tokoh datu yang ada pada legenda “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” sebagai representasi kesaktian para datu pada masyarakat Banjar? Tujuan penelitian ini adalah menemukan kesaktian tokoh datu yang ada pada legenda “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” sebagai representasi kesaktian para datu pada masyarakat Banjar. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan deskriptif, dengan teknik analisis struktural Levi-Strauss. Hasil penelitian ini adalah menemukan beberapa kesaktian Datu Mabrur sebagai representasi kesaktian para datu pada masyarakat Banjar. Yakni (1) mampu melawan serangan kelompok ikan todak beserta rajanya yang sakti, (2) mampu berkomunikasi jarak jauh dengan datu yang lain, (3) mampu menggotong berpuluh-puluh pohon ulin dengan jarak ratusan kilometer, dan (4) mampu menggotong gunung besar. Kata kunci: Datu, Mabrur, Halimun, Jambang

REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA “ASAL MULA PULAU HALIMUN DAN GUNUNG JAMBANGAN” MELALUI ANALISIS

STRUKTURAL LEVI-STRAUSS

The Representation of Datu’s Supernatural Power in the Legend “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” in Levi-Strauss’ Structural Analysis

Musdalipah

Balai Bahasa Kalimantan Selatan Jalan A. Yani Km. 32,2 Loktabat Banjarbaru

pos-el: [email protected]

Diajukan: 13 Februari 2017, direvisi: 21 April 2017

Abstract

Datu in Banjarese society is similar to wali in Javanese society. Datu is represented as an old man who has supernatural and magical powers. The supernatural powers are achieved through his obedience and closeness to the Creator of the Universe. The problem is how the datu’s supernatural powers in the legend “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan (The Origin of Halimun Island and Jambangan Mountain)” represents the supernatural powers of datu in Banjarese sociey? The aim of this research is to figure out all supernatural powers of datu in the legend “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan (The Origin of Halimun Island and Jambangan Mountain)” as the representation of datu supernatural powers in Banjarese society. The research uses qualitative and descriptive method using Levi-Strauss’ structural analysis technique. The result of this research is that there are some supernatural powers of Datu Mabrur which are the representation of datu supernatural powers in Banjarese society. The supernatural powers are (1) the ability to fight attack from the todak fish and its supernatural king, (2) the ability to perform long distance communication with other datus, (3) the ability to carry dozens of ulin trees for hundreds kilometers on his shoulder, and (4) the ability to carry a big mountain on his shoulder.

Keywords: Datu, Mabrur, Halimun, Jambangan

Abstrak

Datu pada masyarakat Banjar seperti wali pada masyarakat Jawa. Sosok datu dimaknai sebagai seorang lelaki tua yang memiliki kesaktian dan karomah. Kesaktian ini diperoleh dari ketaatan dan kedekatannya terhadap Sang Pencipta alam semesta. Masalahnya, bagaimana kesaktian tokoh datu yang ada pada legenda “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” sebagai representasi kesaktian para datu pada masyarakat Banjar? Tujuan penelitian ini adalah menemukan kesaktian tokoh datu yang ada pada legenda “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” sebagai representasi kesaktian para datu pada masyarakat Banjar. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan deskriptif, dengan teknik analisis struktural Levi-Strauss. Hasil penelitian ini adalah menemukan beberapa kesaktian Datu Mabrur sebagai representasi kesaktian para datu pada masyarakat Banjar. Yakni (1) mampu melawan serangan kelompok ikan todak beserta rajanya yang sakti, (2) mampu berkomunikasi jarak jauh dengan datu yang lain, (3) mampu menggotong berpuluh-puluh pohon ulin dengan jarak ratusan kilometer, dan (4) mampu menggotong gunung besar. Kata kunci: Datu, Mabrur, Halimun, Jambang

Page 2: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

80

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Cerita rakyat merupakan satu di antara beragam warisan leluhur yang menjadi aset bangsa. Semua suku di Indonesia umumnya memiliki cerita rakyat yang berdasar pada kondisi alam, letak geografis, maupun budaya lokal tempat cerita tersebut berasal. Cerita rakyat berdasar pada kondisi alam yang mengisahkan asal mula terjadinya suatu penampakan alam ini disebut legenda. Legenda tentang penampakan alam yang sama di tiap daerah dapat menciptakan cerita yang berbeda. Namun demikian, cerita-cerita tersebut masing-masing memiliki memiliki keunikan tersendiri. Misalnya, legenda tentang asal mula Danau Toba di Sumatera Utara dengan Danau Riam Kanan di Kalimantan Selatan. Meskipun penampakan alamnya sama-sama danau yang besar dan di tengahnya terdapat pulau, tetapi cerita yang dibuat oleh masing-masing masyarakat setempat berbeda.

Sebaliknya, terdapat suatu cerita yang sama dari lokasi berbeda dengan penampakan alam yang berbeda pula. Misalnya, terdapat legenda Malin Kundang yang tercipta berdasarkan penampakan alam sebuah batu berbentuk manusia di tepi Pantai Air Panas di Sumatera Barat. Legenda tersebut menceritakan tentang seorang anak yang dikutuk menjadi batu karena durhaka kepada ibu kandungnya. Legenda yang sama pun terdapat di Kalimantan Selatan, bedanya, cerita di daerah ini tercipta berdasarkan penampakan alam Gunung Batu Benawa yang berbentuk seperti bahtera terbalik. Konon gunung tersebut adalah bahtera Radin Pangantin, si anak durhaka, yang turut dikutuk menjadi batu. Contoh cerita

tentang anak yang durhaka ini lazim terjadi di beberapa daerah, sebab menurut Dananjdaja (1991:66), legenda biasanya bersifat migratoris, yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda.

Selain itu, pada beberapa legenda di wilayah Kalimantan Selatan terdapat mitos tentang kesaktian sosok datu. Datu pada masyarakat di Kalimantan Selatan seperti halnya wali pada masyarakat di Jawa. Sosok datu pada masyarakat ini dimaknai sebagai seorang lelaki tua yang memiliki kesaktian luar biasa. Kesaktian ini bias berupa kekuatan fisik maupun supranatural yang tidak dapat dimiliki oleh manusia lain. Hal ini dia peroleh dari ketaatan dan kedekatannya terhadap Sang Pencipta alam semesta. Berbagai legenda dan mitos mengenai para datu di wilayah ini, khususnya pada masyarakat Banjar telah lazim dikisahkan. Bahkan situs-situs yang diyakini sebagai makam mereka hingga kini masih ramai dikunjungi para peziarah. Di sana akan mudah didapat mitos dan legenda yang berhubungan dengan berbagai kesaktian dan karomah mereka. Hal ini menambah khazanah keunikan cerita rakyat di Indonesia.

Keunikan-keunikan legenda di tiap daerah ini membuat penulis merasa tertarik untuk mengkaji legenda, khususnya yang ada di daerah Kalimantan Selatan dengan mengikuti pandangan Levi-Strauss terhadap konstruksi struktur legenda dan mitos. Dengan demikian, teori yang digunakan adalah strukturalisme Levi-Strauss.

Terdapat beberapa penelitian cerita rakyat dari Kalimantan Selatan yang menggunakan teori strukturalisme Levi-Strauss. Di antaranya, “Pemaknaan Simbol dalam

Page 3: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

81

Mitos Asal-Usul Nama Banjarmasin Sebuah Analisis Strukturalisme Levi-Strauss” (2016) oleh Yulianto, yang menyimpulkan bahwa penamaan Banjarmasin berasal dari gejala alam di sekitar. Yakni ketika musim kemarau air di sekitar kota tersebut menjadi masin ‘asin’. Selain itu, “Unsur Keramat dan Kesaktian dalam Cerita Rakyat Banjar di Kalimantan Selatan” (2015) oleh Saefuddin dkk. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat beberapa keramat atau karomah dalam riwayat para datu di Kalimantan Selatan (kesaktian fisik, melakukan perjalanan jauh dalam waktu singkat, dan memprediksi cuaca) dan fungsi keramat-keramat tersebut.

Penelitian cerita rakyat di Kalimantan Selatan selama ini lebih banyak mengarah untuk menggali nilai-nilai sosialnya. Oleh sebab itu, penelitian cerita rakyat yang menggunakan metode analisis struktural Levi-Strauss masih diperlukan. Dengan demikian, penelitian ini dapat mengungkapkan makna dari sebuah cerita yang hidup dan berkembang di masyarakatnya.

Berbeda dengan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba mengungkap struktur legenda “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan”, khususnya beberapa kesaktian seorang datu sebagai representasi dari kesaktian sosok datu di masyarakat Banjar. Dengan demikian, penelitian ini menjadikan legenda tersebut sebagai objeknya. Pemilihan objek berdasar pada sosok Datu Mabrur dalam cerita ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Banjar di Kotabaru, lokasi berkembangnya legenda ini.

Masalah utama yang terdapat pada legenda ini adalah ketika tokoh Datu Mabrur menghadapai kawanan ikan todak dan ingin memperindah

pulau barunya. Selanjutnya, masalah tersebut dirumuskan dan diuraikan dalam penelitian ini, yakni dengan merekonstruksi struktur cerita “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan” sehingga menemukan kesaktian Datu Mabrur sebagai representasi sosok datu. 1.2 Landasan Teori

William R. Bascom membagi

folklore menjadi tiga golongan besar, yakni mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). (a) Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh penciptanya. Tokoh mite adalah oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi pada dunia lain atau tidak seperti yang kita kenal dan pada masa lampau. (b) Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Tokoh legenda adalah manusia biasa, terkadang ada pula yang memiliki sifat-sifat luar biasa atau dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Peristiwa terjadi pada duania seperti yang kita kenal dan tidak terlalu lampau. (c) Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat (Danandjaja, 1991:50).

Danandjaja (1991:66) berpendapat bahwa legenda seringkali dipandang sebagai “sejarah” kolektif (folk history), meskipun telah mengalami distorsi, sehingga seringkali mengalami perbedaan dengan kisah aslinya. Oleh sebab itu, jika hendak mempergunakan legenda sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah suatu folk, kita harus membersihkannya dahulu dari bagian-bagian yang mengandung sifat-sifat folklor, misalnya yang bersifat pralogis

Page 4: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

82

atau yang merupakan rumus-rumus tradisi lisan. Legenda biasanya bersifat migratoris, yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda. Selain itu, legenda acapkali tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus (cycle), yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau suatu kejadian tertentu. Misalnya cerita-cerita Panji di Jawa.

Menurut Alan Dundes, ada kemungkinan legenda di setiap kebudayaan jauh lebih banyak dibanding mitos atau dongeng. Hal ini disebabkan legenda memiliki jumlah tipe dasar yang tidak terbatas, terutama legenda setempat (local legend), seperti cerita Asal Mula Gunung Tangkuban Perahu, Asal Mula Danau Toba, dan Asal Mula Kota Banyuwangi. Selain itu, setiap zaman akan menyumbangkan legenda-legenda baru, atau paling sedikit varian baru dari legenda lama. Kondisi ini tidak berlaku pada mitos, sebab mitos merupakan cerita suci atau sakral. Demikian pula dengan dongeng, sebab kebanyakan dongeng bukan cerita baru tetapi versi baru dari yang lama. Sebaliknya, legenda dapat tercipta yang baru, apabila tokoh, tempat, dan peristiwa dianggap berharga oleh kolektifnya untuk diabadikan menjadi legenda (Danandjaja, 1991:66--67). Misalnya cerita para Wali Songo di Jawa dan para Datu di Kalimantan Selatan yang diabadikan menjadi legenda oleh masyarakatnya.

Levi-Strauss cenderung memanfaatkan model bahasa dalam analisisnya, yakni mitos sebagai langue (bahasa umum) dan parole (ucapan individual), termasuk model diakronis dan sinkronis, sintagmatis dan paradigmatis. Pada abad ke-19 mitos hanya dipahami sebagai cerita

khayalan semata, sebagai langue, dalam sejarah masa lampau (diakronis), dan dalam konteks horisontal (sintagmatis). Sebaliknya, pada masa kini, mitos dianggap sebagai langue sekaligus parole, dikondisikan melalui institusi sosial yang dapat dipahami dalam kehidupan sekarang, bebas dari ikatan-ikatan masa lampau, dan lebih bersifat sinkronis. Pemahaman dapat dilakukan secara horisontal maupun vertikal (sintagmatis dan paradigmatis). Dalam menganalisis mitos, Levi-Strauss membagi-bagi mitos menjadi mytheme atau ceriteme (seperti halnya fonem dalam bahasa). Setiap mitos merupakan bagian dari suatu tradisi, seperti sintagmatis dalam analisis kebahasaan. Ada tiga ciri utama cara kerja mitos menurut Levi-Strauss, yakni. (1) Mitos selalu berhubungan dengan mitos lain dan gejala lain dalam masyarakat. (2) Mitos selalu mempertahankan identitasnya masing-masing. (3) Sebagai sistem bahasa, individu maupun transindividu, mitos mengatasi linguistik, yakni sebagai wacana (Levi-Strauss, 2007: 276--282). Mitos dalam pandangan Levi-Strauss tidak harus dipertentangkan dengan sejarah atau kenyataan, sebab perbedaan makna dari konsep ini terasa semakin sulit dipertahankan saat ini. Apa yang dianggap oleh suatu masyarakat atau kelompok sebagai sejarah atau kisah tentang hal yang benar-benar terjadi atau suci, ternyata hanya dianggap sebagai dongeng yang tidak harus disakralkan atau diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang lain. Mitos dalam konteks strukturalisme Levi-Strauss tidak lain adalah dongeng (Ahimsa, 2001:76).

Sebelum mengetahui makna sebuah mitos secara keseluruhan, terlebih dahulu dicari ceriteme-

Page 5: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

83

ceriteme. Ceriteme (mythemes) adalah unit atau satuan-satuan terkecil dalam mitos, yang berkedudukan sebagai simbol dan tanda, dan berada pada tataran lebih kompleks. Dengan demikian, dalam penelitian mitos, terlebih dahulu harus diketahui struktur ceritanya. Dengan kata lain, ceriteme adalah kalimat-kalimat atau kata-kata yang menunjukkan relasi tertentu atau mempunyai makna tertentu. Sebuah ceriteme dapat dikatakan sebagai sebuah simbol, apabila memiliki makna referensial. Di lain pihak, ceriteme juga dapat tetap dianggap sebagai tanda yang mempunyai ‘nilai’ (value) dalam konteks tertentu, sehingga ceriteme dapat dianggap sebagai simbol dan tanda sekaligus (Ahimsa, 2001:86--87).

Ketika menganalisis mitos secara struktural, kita perlu memperhatikan ceriteme-ceriteme yang ada di dalamnya dan memperlakukannya sebagai simbol dan tanda sekaligus. Metode ini akan memungkinkan kita melakukan analisis ‘obyektif’ atas mitos, sebagaimana halnya para ahli linguistik yang telah berhasil menganalisis bahasa secara ‘obyektif’, sebab mereka telah mencapai unit yang terkecil dari bahasa, yakni tanda atau simbol (Ahimsa, 2001:87).

Analisis struktural Levi-Strauss atas mitos sebenarnya juga diilhami oleh teori informasi atau lebih tepat mungkin teori komunikasi. Dalam perspektif teori ini mitos bukan lagi hanya dongeng pengantar tidur, tetapi merupakan kisah yang memuat sejumlah pesan. Pesan-pesan ini tersimpan dalam keseluruhan cerita mitos. Walaupun ada pesan, si pengirim di sini tidak jelas. yang jelas hanyalah si penerima pesan. Di sini diasumsikan bahwa si pengirim pesan adalah orang-orang dari generasi

terdahulu, para nenek moyang dan penerimanya adalah generasi sekarang. Jadi, di situ ada komunikasi antara dua generasi, tetapi bersifat satu arah. Hal ini dapat menyebabkan isi pesan akan sulit dipahami si penerima, kecuali jika pesan tersebut disampaikan secara berulang-ulang. Dengan cara ini, si penerima pesan dapat menggabung-bagungkan isi pesan yang terlewatkan.

Dengan dasar beberapa pandangan tersebut, Levi-Strauss menetapkan landasan analisis struktural terhadap mitos sebagai berikut. Pertama, bahwa jika memang mitos dipandang sebagai sesuatu yang bermakna, maka makna ini tidaklah terdapat pada unsur-unsurnya yang berdiri sendiri, tetapi dikombinasikan satu dengan yang lainnya. Hasil kombinasi unsur-unsur mitos inilah yang memunculkan makna. Kedua, walaupun mitos termasuk dalam kategori ‘bahasa’, tetapi mitos bukanlah bahasa. Oleh sebab itu, ‘bahasa’ mitos memperlihatkan ciri-ciri tertentu yang lain lagi. Ketiga, ciri-ciri ini ditemukan bukan pada tingkat bahasa itu sendiri, tetapi di atasnya. Ciri-ciri ini juga lebih kompleks, lebih rumit daripada ciri-ciri bahasa ataupun yang ada pada wujud kebahasaan lainnya (Ahimsa, 2001:92--94). 2. Metode

Lokasi yang dijadikan sebagai

tempat pengambilan data adalah Kabupaten Pulau Laut. Data yang dijadikan objek penelitian adalah legenda “Asal Mula Pulau Halimun dan Gunung Jambangan”. Sumber data pada penelitian ini adalah masyarakat di lokasi penelitian yang mengetahui informasi dan dijadikan sebagai informan.

Page 6: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

84

Penelitian ini menggunakan metode wawancara yang hasilnya ditranskripsi ke dalam tulisan menjadi teks dan dijadikan sebagai bahan analisis, hal ini mengacu pada pendapat Sudikan (2001:180). Selanjutnya kroscek, yakni membandingkan data yang diperoleh dengan data dari sumber lain menggunakan model trianggulasi untuk mendapatkan keabsahan data (Endraswara, 2009: 224).

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis struktural Levi-Strauss, untuk mengungkapkan makna dari legenda dan selanjutnya mengetahui kesaktian tokoh datu dalam legenda tersebut. Penulis mentranskirpsikan cerita tersebut dalam bentuk naratif, menentukan episode-episode, menentukan ceritem, mengetahui tindakan atau peristiwa, sehingga mengetahui kesaktian yang dimiliki tokoh datu pada cerita tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Struktur Cerita AMPHGJ

Cerita AMPHGJ ditranskripsikan

ke dalam bentuk naratif, kemudian dibagi menjadi beberapa ceriteme, selanjutnya akan dirangkai secara sintagmatis dan paradigmatis, serta ditentukan makna referensial dan kontekstualnya. 1) Konon tersebutlah seorang sakti

bernama Datu Mabrur. Pada satu ketika Datu Mabrur berniat mencari sebuah pulau tempat keturunannya kelak bermukim. Pada saat yang telah ditentukan, sang datu mengembara ke pesisir selat Makassar, namun tidak ditemukannya pulau yang

diinginkan. Kemudian bersemedilah sang datu di sebuah karang di selat tersebut.

2) Selama beberapa hari, siang dan malam Datu Mabrur bersemedi, memohon kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, agar memberikan sebuah pulau yang diinginkannya. Selama itu pula belum ada tanda-tanda kemunculan pulau tersebut.

3) Pada satu ketika, tiba-tiba ada seekor ikan todak sangat besar melompat dari dalam laut ke arah Datu Mabrur dan mencoba menyerang sang datu. Serangan itu ditangkis Datu Mabrur meski tanpa membuka matanya. Hal ini berulang selama beberapa hari. Satu hari sebelum masa semedinya berakhir, kembali serangan dari ikan todak tadi terjadi. Datu Mabrur kembali menangkis dengan kesaktiannya, tanpa membuka matanya. Sekali ini si ikan todak menjerit kesakitan seraya meminta ampun kepada Datu Mabrur.

4) Akhirnya Datu Mabrur membuka matanya dan melihat ke sekelilingnya. Si ikan todak besar tadi tampak terkapar di dekatnya dengan luka karena goresan batu karang. Sementara itu, gerombolan ikan todak lainnya berenang mengitari karang tempat Datu Mabrur bersemedi. Si ikan todak merintih kesakitan. Dia meminta tolong kepada Datu Mabrur. Sebelum menolong, Datu Mabrur menanyakan sebab ikan todak mengganggu semedinya. Ikan todak besar menjelaskan bahwa pertapaan Datu Mabrur membuat dasar laut bergolak dan menyebabkan para penghuni laut merasa sangat terganggu. Itulah sebabnya mereka bermaksud

Page 7: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

85

menghentikan pertapaan Datu Mabrur tadi. Lalu Datu Mabrur menjelaskan maksud semedinya.

5) Mendengar hal tersebut, si ikan todak besar memohon lagi agar ditolong dan berjanji akan memenuhi keinginan Datu Mabrur mendapatkan sebuah pulau. Kemudian Datu Mabrur menolong ikan tersebut dengan cara mengelus tubuhnya yang terluka. Seketika luka ikan tersebut sembuh dan dapat berenang kembali. Seraya mengitari karang tersebut, ikan todak besar tadi mengatakan bahwa dia akan memenuhi janjinya sebelum matahari muncul esok pagi. Setelah itu ikan todak besar yang merupakan raja ikan todak di lautan tersebut menuju ke dasar laut bersama seluruh rakyatnya. Datu Mabrur pun kembali melanjutkan semedinya.

6) Ketika tengah malam perlahan-lahan tampak sebuah pulau muncul di lautan tersebut. Semakin lama semakin meluas daratan yang timbul. Rupanya jauh di dasar laut raja ikan todak beserta seluruh rakyatnya berusaha mengumpulkan tanah untuk membentuk sebuah pulau. Tepat sebelum matahari terbit keesokan hari, pulau tersebut telah sempurna berada jauh di hadapan Datu Mabrur. Tepat pada hari terakhir semedinya.

7) Datu Mabrur menyelesaikan semedinya pagi itu seraya membuka mata. Betapa terkejut dia ketika melihat hamparan daratan ada di hadapannya, lengkap dengan bukit dan lembah yang hijau. Pulau yang selama ini dia impikan untuk keturunannya kelak. Seraya bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Pencipta, Datu Mabrur menamai pulau tersebut Pulau Halimun.

8) Pulau Halimun akan tampak dari kejauhan pada siang hari jika cuaca bersih tak berawan. Ketika pagi dan sore hari, atau cuaca berawan, Pulau Halimun tidak tampak dari kejauhan sebab tertutup awan. Meski seringkali diselimuti halimun atau awan, Pulau Halimun memilik banyak sumber daya alam yang berkualitas bagus. Di antaranya adalah pohon ulin yang besar dan kuat. Di pulau inilah konon Datu Mabrur dan keturunan tinggal kemudian menjadi penghuninya

9) Beberapa tahun kemudian. Suatu ketika Sultan Suriansyah dari Kesultanan Banjar bermaksud membuatkan mesjid jami (besar) di sekitar istana untuk rakyatnya. Sultan Banjar ini adalah sahabat Datu Mabrur. Kemudian dikirimlah Patih Balit sebagai utusannya untuk membeli 41 batang pohon ulin yang besar dan kokoh di Pulau Halimun. Ketika para utusan tadi menemui dan mengemukakan maksud kedatangan mereka kepada Datu Mabrur selaku orang yang disegani. Mereka memperlihatkan pundi-pundi berisi emas dan berbagai batu permata yang dijadikan sebagai alat pembayaran pohon-pohon ulin yang dimaksud. Datu Mabrur hanya tersenyum melihat itu. Dia bersedia memberikan pohon-pohon ulin itu dengan ikhlas tanpa pembayaran. Dia pun bersedia mencabut dan mengantarkannya sendiri ke wilayah istana yang sekarang bernama Banjarmasin, yang berjarak ratusan kilometer, dalam waktu tiga hari. Maka pulanglah Patih Balit beserta pasukannya dengan bahagia.

Page 8: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

86

10) Selama tiga hari berikutnya Datu Mabrur bolak-balik membawa 41 batang pohon ulin, dari Pulau Halimun ke istana Kerajaan Banjar. Pohon-pohon ulin itu dia bawa sendiri dengan menggotong di bahu kiri dan kanan serta di atas kepalanya. Dengan kesaktiannya, semua batang pohon yang berukuran lebih dari sepelukan orang dewasa dan sembilan meter itu berhasil dibawanya.

11) Selama dalam perjalanan tersebut, ada hal yang mengganggu pemandangannya. Dia baru menyadari bahwa di sebelah selatan Pulau Halimun tidak tampak gunung, sedangkan di sebelah utaranya berdiri kokoh Gunung Sebatung. Menurutnya, pemandangan ini tidak imbang, seharusnya ada sebuah gunung di sebelah selatan. Hal ini mengganggu pikirannya. Kemudian dia teringat sahabatnya Datu Pujung yang berada di Kerajaan Banjar. Datu Mabrur berniat meminta bantuan sahabatnya itu untuk mencarikan dan meletakkan gunung di sana. Maka dengan kesaktian keduanya, kedua datu ini saling berkomunikasi jarak jauh dengan telepati.

12) Datu Pujung setuju mencarikan gunung untuk menghiasi Pulau Halimun bagian selatan. Datu Pujung merasa bahwa gunung tersebut perlu diletakkan di sebelah selatan sebab dapat berfungsi sebagai mercusuar atau penanda bagi para nelayan bahwa di sana ada sebuah pulau. Datu Pujung berjanji malam nanti gunung tersebut sudah berada tempat yang dikehendaki. Ketika malam mulai hadir, Datu Pujung datang memikul gunung dengan

galah saktinya. Datu Mabrur melihat itu langsung menyambangi dan berniat membantu sahabatnya yang tampak kelelahan. Maka gunung tersebut mereka pikul bersama-sama. Tatkala mereka di Pulau Halimun bagian barat, gunung tadi terjatuh.

13) Setelah dipandangi oleh Datu Mabrur dari berbagai sudut pulau, ternyata posisi gunung tersebut sudah dianggapnya pas, sehingga tidak perlu lagi dipindahkan ke sebelah selatan. Gunung tersebut dinamai Gunung Jambangan, sebab di puncaknya terdapat kawah yang dari kejauhan tampak seperti jambangan bunga.

3.2 Episode AMPHGJ Cerita AMPHGJ tersebut dibagi menjadi delapan episode. Episode I: DM dan sosok datu pada masyarakat Banjar.

Episode I ini tergambar pada alinea (1) dan (2) mengenai sosok Datu Mabrur (DM) sebagai seorang datu. Tokoh DM diceritakan merasa bertanggung jawab mempersiapkan tempat tinggal keturunannya kelak. Layaknya seorang datu, DM bukanlah sosok egois yang hanya mementingkan kehidupan pribadinya saat itu, tetapi juga memikirkan kelangsungan hidup keturunannya di masa mendatang. Ketika DM tidak menemukan lokasi yang menurutnya cocok untuk tempat tinggal keturunannya, maka dia memohon kepada Tuhannya agar memberikan tempat tersebut. Tafsir Episode I

Dalam memahami episode ini, kita perlu memahami makna gelar datu pada masyarakat Banjar zaman dahulu. Gelar datu dilekatkan kepada

Page 9: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

87

orang yang bijaksana, memiliki ilmu agama yang mumpuni, dengan kesaktian luar biasa, dan sangat dihormati masyarakatnya. Gelar datu pada masyarakat Banjar zaman dahulu lazimnya dimiliki oleh seorang laki-laki tua. Berbeda dengan makna harfiah dari kata datu pada masyarakat Banjar saat ini, yakni ‘orang tua dari kakek atau nenek’. Kesaktian atau karomah yang diperoleh oleh datu bukan datang dengan sendirinya, tetapi berasal dari anugerah Allah SWT sebab ketaatannya kepada Sang Pencipta alam semesta. Masyarakat Banjar sejak dahulu terkenal sebagai masyarakat agamis dan identik dengan agama Islam. Sehingga seorang ulama besar dan memiliki karomah dilekatkan gelar datu. Hingga kini makam-makam para datu selalu ramai dikunjungi para peziarah. Datu pada masyarakat Banjar sama halnya dengan para wali pada masyarakat Jawa.

Pada episode ini tidak ditemukan oposisi dengan tokoh lain sebab masih perkenalan tokoh DM. Episode II: DM diganggu Raja Ikan Todak (RIT) dan arti semedi pada masyarakat Banjar

Episode II ini tergambar pada alinea (3) dan (4) cerita tentang gangguan kelompok ikan todak kepada tokoh DM yang tengah bersemedi. Di situ digambarkan bahwa ketika tengah bersemedi memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk ditunjukkan tempat tinggal bagi keturunannya, tiba-tiba sekelompok ikan todak menyerangnya. Serangan tersebut ditangkis sang datu tanpa membuka matanya. Selama beberapa hari serangan itu diterimanya sampai si RIT tergelepar karena tangkisan tangan sang datu. DM membuka matanya karena mendengar rintihan minta tolong dari si RIT. DM menanyakan

alasan RIT dan rakyatnya mengganggu DM. Alasan RIT adalah karena semedi DM telah menggetarkan dunia bawah laut dan hal itu mengganggu ketenangan makhluk di sana. RIT pun balik menanyakan alasan DM bersemedi.

Ada hal menarik pada episode ini, yakni terjadi komunikasi antara dua makhluk yang berbeda jenis dan alam, yakni manusia dan ikan, makhluk darat dan bawah laut. Dari komunikasi tersebut diketahui keinginan masing-masing kedua belah pihak. Tafsir Episode II

Dalam episode ini digambarkan bahwa semedi yang dilakukan oleh DM berbeda dengan semedi yang sering diceritakan pada cerita di daerah lain. Cerita di daerah lain, ketika melaksanakan ritual semedi tidak boleh mempedulikan keadaan di sekelilingnya, sebab hal itu dianggap sebagai godaan dari makhluk lain yang ingin menggagalkan semedinya. Sementara pada cerita ini digambarkan bahwa tokoh DM tetap mempedulikan sekelilingnya meskipun tanpa membuka matanya. Semedi para datu pada masyarakat Banjar disamakan dengan itikaf atau berkhalwat, yakni memisahkan diri dari manusia lain agar lebih khusuk saat berdoa atau beribadah kepada Allah SWT. Maka ketika tokoh DM bersemedi dan diganggu RIT, DM tidak mengganggap itu hanya sekadar gangguan semu, sehingga serangan itu dia tangkis dengan tangannya. Pada episode ini kembali kesaktian tokoh DM ditampilkan, yakni meski tanpa membuka mata tangkisan tangannya dapat membuat RIT tergelepar kesakitan. Komunikasi antara DM dengan RIT pun menjadi bukti kesaktian DM, sebab manusia biasa tidak akan mampu berkomunikasi

Page 10: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

88

dengan ikan. Kesaktian tertinggi sosok datu pada masyarakat Banjar yang tergambar dalam tokoh DM di episode ini adalah penyebab RIT beserta rakyatnya menyerang DM, yakni semedinya telah menggetarkan dunia bawah laut.

Ceriteme dari kisah DM dan RIT pada episode II ini dapat digambarkan dengan tabel berikut.

DM manusia-

darat- diserang- menang

sakti komunikasi: saling menolong

RIT ikan- laut- menyerang- kalah

Pada tabel tersebut tergambar

kontradiksi kedua tokoh cerita, yakni tokoh DM dan RIT. DM adalah seorang manusia yang sakti, hidup di darat, ketika diserang dia menangkisnya, dan menang. Sedangkan RIT adalah ikan yang sakti, hidup di laut, dan ketika menyerang justru dia kalah. Setelah mengadakan komunikasi yang baik, keduanya justru saling menolong. Episode III: Kesepakatan DM dan RIT: budaya musyawarah pada masyarakat Banjar

Episode III ini tergambar pada alinea (5) dan (6) yang menceritakan bahwa RIT yang tergelepar, meminta tolong kepada DM untuk mengobatinya dan berjanji akan membantu mewujudkan keinginan DM. Kemudian DM membuka matanya, setelah melalui negosiasi, maka disepakati bahwa DM akan mengobati RIT dan RIT tidak akan mengganggu DM lagi. Maka DM langsung mengobati luka RIT hanya dengan sekali usapan tangannya dan kembali melanjutkan semedinya. Selanjutnya, RIT merasa

berhutang budi kemudian berjanji akan membantu DM mewujudkan keinginannya sebelum fajar menyingsing keesokan hari.

RIT menepati janjinya. Setelah dapat berenang kembali, RIT langsung mengajak seluruh rakyatnya mengumpulkan tanah dan menumpuknya di satu titik di dasar laut. Lama-kelamaan tumpukan tanah tersebut menjadi pulau yang kian membesar hingga ke permukaan laut. Tepat sebelum fajar menyingsing keesokan hari, pulau tersebut telah selesai dibuat oleh RIT beserta seluruh rakyatnya. Tafsir Episode III

Episode ini menggambarkan tentang masyarakat Banjar, selaku pemilik legenda ini, yang meyakini bahwa keseimbangan ekologi, manusia dengan lingkungannya, termasuk antara laut dan daratan harus seimbang (Ideham, dkk, 2015:239--245). Ketika makhluk di daratan melakukan aktivitas haruslah memperhatikan pula keberlangsungan makhluk lain di sekitarnya. Ketika bersemedi di atas sebuah batu karang di tengah laut, DM tidak menyadari bahwa aktivitasnya tersebut mengganggu kehidupan makhluk di bawah laut. Padahal aktivitasnya tersebut, meskipun tengah beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, telah menyebabkan dunia bawah laut bergoncang hebat dan meresahkan para makhluk yang hidup di sana. Akibatnya makhluk bawah laut marah dan melakukan penyerangan terhadap DM sebagai bentuk protesnya. DM yang merasa terganggu dengan serangan tersebut menangkis sebagai bentuk perlawanannya dan hal ini menyebabkan RIT sebagai perwakilan makhluk bawah laut kian menderita.

Page 11: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

89

Setelah dilakukan komunikasi yang baik atau musyawarah, baru diketahui penyebab RIT menyerang DM. Maka disepakatilah bahwa mereka dapat saling membantu. Artinya, semua masalah dapat diselesaikan untuk menghindari korban jika dilakukan dengan komunikasi yang baik atau musyawarah. Hal ini merupakan salah satu yang ingin disiratkan masyarakat Banjar dalam episode ini.

Ceriteme pada episode III ini dapat digambarkan dengan tabel berikut.

DM mengobati luka RIT

komunikasi

RIT membuat pulau untuk DM

Pada tabel tersebut tergambar

hubungan timbal-balik kedua tokoh cerita, yakni tokoh DM mengobati luka RIT dan RIT membantu membuatkan pulau untuk DM. Hubungan ini bermula pada komunikasi yang baik atau musyawarah, sehingga tergambar keseimbangan antara dunia darat dengan dunia laut. Episode IV: Penamaan Pulau Halimun: kewajiban syukur pada masyarakat Banjar

Episode IV ini tergambar pada alinea (7) dan (8) yang menceritakan tentang pemberian nama Pulau Halimun yang selesai dibuat dalam waktu kurang dari 24 jam. Sesuai janjinya kepada DM, sebelum fajar menyingsing keesokan harinya RIT beserta rakyatnya berhasil membuatkan sebuah pulau lengkap dengan hamparan rumput yang menghijau. Sebuah pulau yang siap dihuni oleh makhluk darat. Sebuah

pulau yang unik sebab hanya tampak dari luar ketika siang hari dengan cuaca cerah tanpa awan. Jika sore hingga pagi hari tidak tampak dari luar sebab diselimuti awan di sekeliling pulau. Dengan demikian oleh DM pulau ini diberi nama Pulau Halimun. Pulau yang nantinya akan menjadi tempat tinggal keturunannya. DM bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah mengabulkan doanya meski melalui perantara kelompok ikan. Tafsir Episode IV

Episode ini menggambarkan masyarakat Banjar selaku pemilik folklor ini yakin bahwa segala ikhtiar dan doa manusia tidak ada yang sia-sia. Meskipun tidak semua ikhtiar dan doa akan langsung dikabulkan, sebab semua pasti melalui proses yang bertahap, tetapi suatu saat kelak Allah SWT akan mengabulkannya. Manusia tidak dapat mengetahui sebelumnya, melalui siapa nanti permohonannya akan dikabulkan. Seperti halnya pada episode ini diceritakan bahwa permohonan seorang datu yang sakti justru dikabulkan melalui perantara kelompok ikan, yang lazim menjadi makanan manusia. Bahkan sebuah pulau besar mampu dibuat oleh kelompok ikan ini hanya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam, sehingga selemah apapun suatu makhluk di hadapan manusia boleh jadi sangat berharga di hadapan Sang Khalik. Selain itu, meskipun makhluk telah membuat suatu maha karya, tetapi tetap harus diyakini bahwa semua itu atas seizin Sang Maha Pencipta. Untuk itulah syukur kepada-Nya tetap harus diutamakan. Tafsir pada episode ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat Banjar yang selalu berpegang pada ajaran Islam semenjak kemunculan etnis ini (Daud, 1997:7--14).

Page 12: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

90

Episode V: Kedatangan Utusan Sultan Suriansyah (SS): persahabatan pada masyarakat Banjar (1)

Episode V ini tergambar pada alinea (9) dan (10) yang menceritakan tentang kedatangan Patih Balit, utusan SS dari Kesultanan Banjar di Banjarmasin menghadap DM di Pulau Halimun beberapa tahun kemudian. SS mengirim utusannya untuk membeli pohon ulin sebanyak 41 batang dari DM yang mendiami Pulau Halimun. Pohon ulin dari pulau ini terkenal sangat kuat. Pohon itu nantinya akan digunakan sebagai pilar mesjid jami di lingkungan istana Kesultanan Banjar di Banjarmasin. Kedatangan utusan ini disambut baik oleh DM. Pundi-pundi berisi emas dan berbagai batu permata yang dibawa utusan sebagai alat pembayaran kayu ulin ditolak DM dengan halus. DM berniat memberikan kayu ulin tersebut secara ikhlas sebab SS adalah sahabatnya. Bahkan DM bersedia mencabut dan mengantarkannya sendiri pohon-pohon ulin tersebut ke istana yang berjarak ratusan kilometer. Maka pulanglah Patih Balit beserta pasukannya tersebut dengan rasa bahagia. Setelah itu DM langsung memilih pohon ulin yang tua dan kokoh kemudian mencabutinya. Pohon-pohon yang diameternya sepelukan orang dewasa dan tinggi sembilan meter tersebut diantarkan DM dengan cara menggotongnya di bahu kiri dan kanan. Selama tiga hari tiga malam DM bolak-balik mengantarkan ke-41 pohon-pohon ini. Tafsir Episode V

Episode ini menggambarkan persahabatan pada masyarakat Banjar yang diwakili oleh DM dan SS. Meskipun SS adalah seorang raja dan

DM adalah rakyatnya tetapi persahabatan keduanya masih terjalin baik. Persahabatan ini tidak dimanfaatkan untuk keuntungan sepihak, sebaliknya digunakan untuk membantu sahabat. Ketika SS ingin membutuhkan pohon ulin untuk pilar mesjid, dia tidak memerintahkan prajuritnya mengambil dengan sekehendak hati meskipun di wilayah kerajaannya. SS tetap berniat membeli dengan harga mahal, meskipun dengan sahabatnya sendiri. Demikian pula DM, dia tidak bersedia menerima pembayaran sahabatnya. DM bersedia mencabut dan mengantarkan sendiri pohon-pohon tersebut tanpa imbalan sama sekali. Kemurnian makna persahabatan pada masyarakat Banjar tergambar di sini, sahabat tidak hanya didekati ketika dia merasa senang, tetapi ketika dia merasa kesusahan pun kita perlu mendukungnya sepenuh hati, tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Ceriteme dalam episode V ini dapat digambarkan tentang persahabat pada masyarakat Banjar dengan tabel berikut.

DM membantu mencabut dan mengantarkan pohon ulin

bersahabat

SS membeli dengan harga mahal

Pada tabel tersebut tergambar hubungan persahabatan kedua tokoh cerita, yakni tokoh DM membantu mencabut dan mengantarkan pohon ulin ke tempat sahabatnya SS. Hal ini dilakukan tanpa pamrih sedikit pun, meski pada awalnya SS tidak berniat meminta, tetapi ingin membeli dengan harga sangat mahal.

Page 13: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

91

Episode VI: Persahabatan DM dan DP: persahabatan pada masyarakat Banjar (2)

Episode VI ini tergambar pada alinea (11) dan (12) yang menceritakan tentang keinginan DM mempercantik Pulau Halimun. Ketika bolak-balik mengantar kayu ulin untuk sahabatnya SS ke keraton Kesultanan Banjar, DM melihat Pulau Halimun dari jauh. DM merasa ada yang kurang pada pulau ini, yakni di sebelah utara pulau terdapat sebuah gunung sedangkan di sebelah selatan tidak. DM merasa bahwa dia harus meletakkan sebuah gunung di sebelah selatan agar dari jauh tampak imbang dan cantik. Kemudian DM menghubungi seorang sahabatnya yang juga terkenal sakti, yakni Datu Pujung (DP). DP bermukim di sekitar keraton Kesultanan Banjar yang berjarak ratusan kilometer dari Pulau Halimun. DM menghubungi DP melalui telepati. DP menyanggupi permintaan DM secepatnya. Menurut DP, gunung tersebut perlu di sebelah selatan sebab dapat berfungsi sebagai mercusuar atau penanda bagi para nelayan bahwa di sana ada sebuah pulau. Selang beberapa waktu, DP mengambil galah sakti dengan ketinggian hingga mencapai langit. Dengan galah itu DP melompat ke Pulau Jawa mencari gunung yang sudah tidak aktif, kemudian gunung tersebut dicabut dan dibawanya menuju Pulau Halimun dengan cara dipikul di bahu. Sesampainya di Pulau Halimun, DM menyambangi sahabatnya dan bermaksud membantu membawa gunung tersebut. Sebelum sampai di lokasi tujuan, gunung tersebut jatuh, tepat di sebelah barat Pulau Halimun. Sejenak mereka beristirahat sambil mengitari pulau dari berbagai sudut. Akhirnya diputuskan bahwa gunung tersebut

dibiarkan berada di lokasi tersebut, yakni sebelah barat pulau. Tafsir Episode VI

Episode ini menggambarkan persahabatan pada masyarakat Banjar yang diwakili oleh tokoh DM dan DP. Persahabatan murni ini tetap terjalin erat meskipun tempat tinggal keduanya berjarak ratusan kilometer. Keduanya terkenal sama-sama sakti dan dihormati oleh semua orang pada zamannya. Masyarakat Banjar menganggap bahwa saudara itu tidak hanya kerabat sedarah, tetapi sahabat atau teman yang baik pun dianggap sebagai saudara. Layaknya saudara atau kerabat sedarah, sahabat pun perlu dibantu ketika memerlukan bantuan, dalam hal apapun, asalkan demi kebaikan. Tokoh DP disimbolkan sebagai sosok yang ikhlas membantu sahabatnya sebab hal itu dapat bermanfaat bagi para nelayan. Peletakan sebuah gunung bukan hanya untuk menyenangkan hati sahabatnya, tetapi juga agar para nelayan mengetahui bahwa di sana ada sebuah pulau. Ketika membantu sahabatnya,masyarakat Banjar tidak mengharapkan imbalan apapun, bahkan bantuan itu menjadi prioritas yang harus disegerakan.

Ceriteme dalam episode VI yang menggambarkan tentang persahabat pada masyarakat Banjar terlihat melalui tabel berikut.

DM

meminta bantuan

bersahabat

DP menolong memindahkan gunung

Page 14: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

92

Pada tabel tersebut tergambar hubungan persahabatan kedua tokoh cerita, yakni tokoh DM meminta bantuan kepada sahabatnya DP untuk memindah gunung ke Pulau Halimun. Bantuan ini diberikan DP tanpa pamrih sedikit pun, padahal gunung yang dipindahkan berasal dari Pulau Jawa dan hanya dalam waktu sehari. Episode VII: Letak dan penamaan Gunung Jambangan: Makna takdir pada masyarakat Banjar

Episode VII ini tergambar pada alinea (13) yang menceritakan tentang jatuhnya gunung dan penamaan gunung yang diletakkan di sebelah selatan Pulau Halimun.

Setelah berhasil menemukan dan mencabut sebuah gunung yang sudah tidak aktif dari Pulau Jawa, DP membawanya ke Pulau Halimun. DM yang melihat DP datang, kemudian berusaha membantu sahabatnya dengan cara bersama-sama membawa gunung tersebut dari arah barat menuju selatan pulau. Ternyata gunung tersebut jatuh ketika mereka masih berada di posisi barat pulau. Setelah DM memandang dari berbagai sudut pulau, diputuskan bahwa gunung tersebut dibiarkan saja berada di posisi itu, tidak jadi diletakkan di sebelah selatan. Akhirnya gunung tersebut diberi nama Gunung Jambangan, sebab dari kejauhan kawah pada puncaknya tampak seperti jambangan bunga. Tafsir Episode VII

Dalam episode ini digambarkan bahwa masyarakat Banjar selaku pemilik legenda ini meyakini bahwa ikhtiar atau usaha sangat diperlukan dalam mewujudkan cita-cita. Namun terlepas dari segala usaha yang telah dilakukan, masyarakat Banjar pun sangat meyakini tentang takdir atau

dalam Islam disebut sebagai qadha dan qadhar seperti pada rukun iman yang keenam. Yakni ketetapan yang menjadi hak preogatif Allah SWT. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Banjar penganut Islam yang taat, terutama pada rukun Islam dan rukun iman (Daud, 1997:580--581). DM dan DP bermaksud meletakkan gunung disebelah selatan pulau, ternyata gunung tersebut justru jatuh di posisi barat. Setelah diamati dari berbagai sudut pulau, ternyata posisi jatuhnya gunung sudah yang terbaik. Artinya, meskipun tidak seperti di posisi yang mereka rencanakan tetapi hasilnya tetap baik. 4. Simpulan

Gelar datu bagi masyarakat

Banjar di Kalimantan Selatan zaman dahulu dilekatkan kepada orang tua yang bijaksana, alim, sakti atau memiliki karomah, dan sangat dihormati masyarakatnya. Kesaktian atau karomah yang diperoleh oleh datu bukan datang dengan sendirinya, tetapi berasal dari anugerah Allah SWT sebab ketaatannya kepada Sang Pencipta alam semesta.

Tokoh Datu Mabrur pada legenda ini merepresentasikan sifat umum sosok datu yang ada di masyarakat Banjar. Datu Mabrur merupakan sosok yang bijaksana, yakni meski sudah tua tetap memikirkan tempat tinggal anak-cucunya kelak. Datu Mabrur memohon kepada Sang Pencipta untuk menciptakan sebuah pulau. Saat berdoa itulah Datu Mabrur diganggu ikan yang sakti tetapi gangguan itu dapat ditangkis dengan kesaktiannya juga. Kesaktiannya yang lain adalah mampu berkomunikasi jarak jauh dengan sahabatnya Datu Pujung dan mampu menggotong berpuluh-puluh

Page 15: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Representasi Kesaktian Datu... (Musdalipah)

93

pohon ulin dan gunung besar dengan jarak yang sangat jauh. Kesaktian-kesaktian Datu Mabrur ini merupakan representasi dari kesaktian para datu yang ada pada masyarakat Banjar. Selain itu, Datu Mabrur merupakan representasi sosok datu yang sangat dihormati masyarakatnya, termasuk sang penguasa pada saat itu, yakni Sultan Suriansyah dari Kesultanan Banjar. Daftar Acuan Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001.

Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.

Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia:

Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat

Banjar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi

Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Ideham, M. Suriansyah, dkk. 2015. Urang

Banjar dan Kebudayaannya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Levi-Strauss, Claude. 2007. Antropologi Struktural. (a.b. Ninik Rochani Sjam). Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Najam, M. Sulaiman., dkk. 2008 Hikayat Sa-

ijaan dan Ikan Todak. Kotabaru: Pemerintah Kabupaten Kotabaru.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi

Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saefuddin, dkk. 2015. “Unsur Keramat dan

Kesaktian dalam Cerita Rakyat Banjar di Kalimantan Selatan”. Banjarbaru: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan.

Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode

Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana.

Taum, Yoseph Yapi. 2001. Studi Sastra Lisan:

Sejarah, Teori, Metode, dan Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: LAMALERA.

Yulianto, Agus. 2016. “Pemaknaan Simbol

dalam Mitos Asal-Usul Nama Banjarmasin Sebuah Analisis Strukturalisme Levi-Strauss” dalam Jurnal Undas Volume 1 Edisi Juni 2016. Banjarbaru: Balai Bahasa Kalimantan Selatan.

Page 16: REPRESENTASI KESAKTIAN DATU DALAM LEGENDA ASAL MULA …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 79—94

94