Upload
nguyenlien
View
227
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
REPRESENTASI RELIGI
PADA NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA
HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN
SASTRA INDONESIA DI SMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
AHMAD MAULANA
1111013000068
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ABSTRAK
Ahmad Maulana (1111013000068). Representasi Religi Pada Novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra Indonesia di
SMA.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan segala hal tentang religiusitas di
dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dan relevansinya dengan
pembelajaran sastra Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra dalam
penelitian ini dimaksudkan dapat terjelaskan hal-hal religiusitas yang terdapat di
dalam novel tersebut dengan mengaitkannya dengan kehidupan.
Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa nilai religiusitas yang terdapat
dalam novel tersebut ialah nilai ibadah, nilai akhlak, nilai amanah, nilai
keteladanan, dan ikhlas. Selain itu, religiusitas terdapat dalam dimensi religi dan
religi di dalam masyarakat. Penelitian ini memiliki relevansi dengan pembelajaran
sastra Indonesia di sekolah, yaitu dapat memperbaiki karakter siswa menjadi lebih
baik. Hal ini dikarenakan di dalamnya terdapat banyak pesan agama, pesan sosial,
ataupun inspirasi pendidikan sehingga mampu membangun pribadi siswa lebih
baik. Dengan demikian, penelitian pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
mengenai segala hal tentang religi, dapat bermanfaat bagi para pembaca, baik guru
maupun siswa. Serta penelitian ini dapat diimplementasikan dalam pembelajaran di
sekolah.
Kata kunci : Religiusitas, Novel, Pembelajaran Sastra
ABSTRACT
Ahmad Maulana (1111013000068). Delegation of Religion in Novels Moon
Clefth in the American Sky Works Hanum Salsabiela Rais and Rangga
Almahendra and Relevance with Learning Literature Indonesia in Senior
High School.
The aim of this thesis with the intent able to describe everything about the
religiosity of the novel Moon Cleft in the United State Sky and its relevance to the
study of literature. The method used in this study is a qualitative approach to the
sociology of literature. Sociological approach in the study of literature is intended
to be explained religiosity matters contained in the novel by associating it with life
.
Based on the research, it was concluded that the value of religiosity
contained in the novel are religious values, moral values, values of trust, exemplary
values, and sincere. In addition there is the religious dimension of religion and
religion in society. This research has relevance to the teaching of Indonesian
literature in schools, which can improve the character of the students become better
. This is because in it there are many religious message, a social message, or
inspiration education so that they can build better personal student. Thus, research
on novel Moon Cleft in the American Sky on all matters of religion, it can be useful
to readers, both teachers and students. As well as this study can be implemented in
learning at school.
Keyword : Religious, Novels, Learning Literature.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang
berjudul “Perwakilan Religi pada Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dan Hubungannya dengan
Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA.” Shalawat serta salam kita haturkan kepada
junjungan kita baginda Nabi Muhammad Saw, karena berkat beliau lah kita berada
di zaman yang penuh cahaya terang benderang ilmu pengetahuan dan jauh dari
kebodohan.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia. Penulis pun sadar, skripsi yang telah penulis susun
memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Dalam penyelesaian skripsi ini,
penulis mendapatkan bantuan, doa, dan saran dari berbagai pihak. Maka penulis
mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang
telah mempermudah dan melancarkan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Makyun Subuki, M.Hum., sebagai ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang memberikan semangatnya dalam proses penyusunan
dan penyelesaian skripsi.
3. Jamal D. Rahman, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan waktu luang, nasihat, ilmu yang bermanfaat, dan arahan
dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen FITK dan PBSI yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, selama penulis
sebagai mahasiswa di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
5. Ucapan teristimewa kepada H. Mujeri dan Hj. Musriah sebagai kedua orang
tua penulis yang telah merawat, mendidik, dan memotivasi penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ucapan teristimewa kepada Hj. Muliah sebagai nenek penulis yang selalu
membantu biaya pendidikan penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan
ii
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan dukungan moral kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kiki Noffitri, seorang teman hidup yang telah mendukung dan membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaik, yaitu Rully Pratistya, Ahmad Khudori, Noviana
Nitami, dan Endah Sri Rahayu. Kalian telah tulus berbagi ide, gagasan,
memberikan dukungan moral, dan pesan-pesan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia angkatan 2011, khususnya PBSI B yang telah memberikan
pengalaman hidup yang berharga serta semangat dalam penulisan skripsi
ini.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan dikatakan
masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari hal tersebut, penulis menerima segala
kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, terutama bermanfaat terhadap kajian novel tentang religiusitas.
Jakarta, 20 September 2015
Penulis
Ahmad Maulana
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 4
D. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 7
A. Hakikat Novel .......................................................................................... 7
B. Hakekat Religi dan Masyarakat ....................................................................11
C. Hakikat Pembelajaran Sastra .........................................................................31
D. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 33
A. Metode Penelitian ................................................................................... 33
B. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 34
C. Objek Penelitian ..................................................................................... 35
D. Sumber Data ........................................................................................... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 35
F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 36
BAB IV REPRESENTASI RELIGI DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI
LANGIT AMERIKA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN
SASTRA ........................................................................................................... 38
A. Biografi Pengarang ................................................................................. 38
B. Latar Belakang Lahirnya Karya ....................................................................40
C. Sinopsis Novel ....................................................................................... 41
iv
D. Analisis Unsur Intrinsik Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika ...........42
E. Representasi Religi dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika .......74
F. Relevansi Representasi Religi pada Novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika dengan Pembelajaran Sastra Indonesia ..................................................95
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP ......................................................... 97
A. Kesimpulan ............................................................................................ 97
B. Saran ...................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 99
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Hal ini
dikarenakan salah satu fungsi bahasa yaitu untuk berkomunikasi kepada
orang lain yang bertujuan untuk menyampaikan pesan. Wujud bahasa
berupa lisan ataupun tulisan. Bahasa lisan merupakan suatu tuturan yang
diujarkan manusia. Sedangkan bahasa tulisan merupakan tuturan yang
disampaikan dalam bentuk sebuah tulisan. Bahasa lisan atau tulisan yang
memiliki nilai estetika dapat disebut sastra dan bentuknya dikatakan sebagai
karya sastra.
Karya sastra yang dihasilkan setiap penulis akan berbeda
berdasarkan kreativitas dan imajinatif penulis. Ini mendefinisikan sastra
bukan ilmu pasti seperti ilmu pengetahuan alam, karena akan terlihat
perbedaan pendapat seseorang tentang sastra dan karya-karya yang
dihasilkan. Sastra berbeda dengan ilmu eksak karena tidak mencakup satu
aspek, tetapi mencakup semua aspek manusia dan alam keseluruhannya.
Baik kehidupan sosial masyarakat ataupun hubungan ketuhanan.
Karya sastra yang mencakup seluruh aspek kehidupan salah satunya
novel. Novel merupakan hasil karya kreatif penulis yang memiliki isi dan
bahan cakupan yang begitu luas. Tak hanya pada satu tema, akan tetapi isi
dan bahan yang terkandung dalam sebuah novel terdiri dari berbagai hal.
Novel memiliki dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang terkandung di dalam
karya tersebut. Unsur ini meliputi tema, latar, setting, alur, sudut pandang,
dan tokoh, sedangkan unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang,
masyarakat disekitar pengarang, kondisi sosial atau latar belakang
pengarang dalam membuat karya tersebut.
Sebuah karya sastra, khususnya novel mengandung nilai cermin
kehidupan manusia yang salah satunya yaitu nilai religi. Nilai religi yaitu
1
2
mengenai nilai ketuhanan. Religi sebagai sesuatu yang identik dengan hal
yang berhubungan dengan ketuhanan, agama, hubungan manusia dengan
manusia dan kepercayaan manusia terhadap suatu zat yang Maha Tinggi.
Kepercayaan kepada Tuhan merupakan suatu hal mutlak bagi
manusia, akan tetapi terdapat manusia yang tidak mempercayai adanya
Tuhan. Keragaman kepercayaan terjadi karena manusia merupakan
makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk
hidup yang memiliki akal dan pikiran. Kepercayaan yang diyakini
diantaranya Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan
lain-lain.
Setiap negara memiliki jumlah pengikut agama yang berbeda-beda.
Contohnya, di Indonesia mayoritas masyarakatnya memiliki kepercayaan
terhadap Islam yang artinya kebudayaan dan deskripsi kehidupan di
Indonesia berdasarkan kepercayaan Islam, terutama kegiatan-kegiatan
dalam beribadah. Di Amerika Serikat mayoritas masyarakatnya memiliki
kepercayaan terhadap agama Kristen, baik protestan maupun
katolik,kehidupannya bebas dan hanya terikat terhadap perundang-
undangan negara saja.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran sering kali
salah menggunakan kelebihan mereka dalam memandang suatu
kepercayaan/agama. Kesalahan penggunaan kelebihan itu menyebabkan
terjadinya pergesekan-pergesekan paham tentang yang benar dan yang
salah. Berdasarkan kesalahpahaman atas kepercayaan ketuhanan mereka,
pihak yang salah tersebut membawa dirinya atas agama melakukan suatu
tindakan yang tidak baik dan mencoreng nama agama tersebut di mata
masyarakat umum di tempat tersebut. Perilaku segelintir pihak yang
mengatasnamakan agama mengakibatkan masyarakat yang menganut
agama tersebut menjadi korban, baik itu dalam sosialisasi maupun
beribadah. Selain itu, yang menjadi korban tersebut bukan hanya dari agama
yang sama melainkan juga berasal dari berbagai agama lain sehingga para
3
penganut agama lain mempunyai sudut pandang yang buruk terhadap agama
tersebut. Walaupun terdapat segelintir pihak yang memiliki paradigma yang
berbelok dari yang diajarkan Tuhan, masih banyak masyarakat yang
menjalankan dan memiliki paradigma sesuai ajaran Tuhan yang diyakini
dalam masing-masing agama.
Demikian juga dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
merupakan salah satu karya sastra yang mengangkat tema religi. Novel ini
membahas mengenai masyarakat di barat yang tidak terlalu bisa menerima
kehadiran Islam di dunia, terutama di Amerika Serikat setelah kejadian 11
September 2001. Novel ini menceritakan tentang Suami Istri yang bernama
Rangga dan Hanum seorang muslim yang tinggal di negara barat. Hanum
yang bekerja sebagai wartawan mendapat tugas baru yang berat dari
kantornya yang mengharuskannya menulis artikel berjudulkan “Akankah
Lebih Baik Dunia Ini Tanpa Islam”.
Dalam novel tersebut, pengarang lebih banyak mendeskripsikan sisi
religi sebagai posisi yang tak dapat terlepaskan dari kehidupan manusia,
terutama agama Islam. Dunia tanpa adanya Islam tidak akan secerah dan
lebih baik daripada saat ini. Novel ini diterbitkan Juni 2014 ditulis
berdasarkan sebuah draft ketika di Amerika. Novel ini berbeda dengan 99
Cahaya di Langit Eropa yang merupakan perjalanan spiritual yang nyata
dialami oleh pengarang dan menjadi best seller.
Bulan Terbelah di Tangit Eropa dikatakan sebagai novel
dikarenakan terdapat cerita fiksi. Hal ini terlihat pada peristiwa setelah
Hanum terjebak di dalam demonstrasi dan kebersamaan dengan Azima dan
keluarganya. Novel ini telah mendapatkan penghargaan sebagai novel best
seller.
Sebagai mahasiswa yang akan berkecimpung di dalam dunia
pendidikan, peneliti sangat tertarik untuk menganalisis lebih lanjut
bagaimana keberadaan agama atau religi dalam kehidupan sosial manusia
di suatu tempat yang dituangkan dalam dua tokoh utama. Tokoh utama
wanita mengalami perjalanan spiritual yang begitu lekat untuk
4
kehidupannya di suatu tempat yang kurang bisa menerima kehadiran agama
yang dianutnya. Dibalik itu, Hanum berusaha mencari narasumber untuk
kebenaran yang diyakininya. Berdasarkan pemaparan tersebut, adapun
judul yang akan penulis ajukan adalah Representasi Religi Pada Novel
Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan
Rangga Almahendra Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra Indonesia
di SMA.
B. Identifikasi Masalah
Pada latar belakang skripsi yang telah disajikan, terdapat beberapa
masalah utama. Untuk memudahkan penulis dalam menjelaskan masalah
yang terdapat dalam latar belakang penulisan skripsi ini, maka penulis
mengidentifikasi masalah tersebut. Identifikasi masalah berupa:
1. Novel merupakan sebuah karya sastra yang memiliki nilai estetika dan
seharusnya diapresiasi oleh setiap insan.
2. Perilaku religiulitas yang terdapat di masyarakat terdapat berbagai
macam, mulai perilaku fanatik hingga tidak menghargai ketuhanan
bahkan mengabaikan.
3. Hubungan perilaku religi dengan pembelajaran sastra Indonesia di
SMA.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, untuk membatasi masalah yang
akan disajikan, peneliti akan memfokuskan penelitian ini berdasarkan judul
skripsi yang telah disajikan. Penelitian ini difokuskan hanya pada
representasi religi pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika untuk lebih
memudahkan dan membatasi peneliti dalam meneliti hal religi atau pun
agama serta dapat dihubungkan dalam pembelajaran siswa di SMA.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah representasi religi pada novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra?
2. Apa relevansi penelitian ini dengan pembelajaran sastra Indonesia di
SMA?
5
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan
representasi religi dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
2. Untuk mengetahui relevansi representasi religi dengan pembelajaran
sastra di SMA sehingga cocok digunakan sebagai bahan ajar dalam
pembelajaran sastra.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan pembaca mendapatkan
informasi dan manfaat mengenai tindakan yang mewakili religiusitas,
adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap
teori representasi yang sebelum-sebelumnya pernah dilakukan. Dengan
demikian, adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk para
pembaca, pemerhati sastra, dan guru bahasa Indonesia bahwa berbagai
hal religiusitas yang terdapat di dalam sebuah novel dapat dijadikan
suatu bahan ajar yang baik dan inovatif. Selain itu dapat membantu
memperbaiki kepribadian siswa untuk menjadi lebih baik.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara langsung atau
pun secara praktis terhadap para guru bahasa Indonesia, pembaca sastra,
dan pemerhati sastra maupun peneliti sendiri dalam kehidupan sehari-
hari.
Berikut ini merupakan manfaat praktis yang dapat bermanfaat
untuk masyarakat terutama pembaca sastra, yaitu :
1. Memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih terkait
hubungan religiusitas dengan karya sastra kepada pembaca.
6
2. Amanat yang disampaikan dalam novel yang telah diteliti, dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ataupun di dalam
pendidikan.
3. Memberikan referensi kepada guru untuk menanamkan sifat religi
dalam setiap pembelajaran ataupun kehidupan kepada siswa.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Novel
1. Pengertian Novel
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, novel merupakan karangan
prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku.1
Beberapa pandangan para ahli yang menjabarkan hakikat novel
sebagai berikut. 2
Pertama, R.J. Rees menjabarkan novel sebagai sebuah cerita
fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang. Tokoh dan
perilakunya merupakan cerminan kehidupan dan digambarkan
dalam suatu plot yang cukup kompleks.
Kedua, Eric Reader berpandangan novel merupakan sebuah
cerita fiksi dalam bentuk prosa dengan panjang kurang lebih satu
volume. Tokoh-tokoh dan sifatnya digambarkan sebagai cerminan
kehidupan nyata dalam plot yang berkesinambungan.
Ketiga, berbeda dari dua pendapat sebelumnya, Jeremy
Hawthorn, mengatakan novel merupakan sebuah cerita fiksi dalam
bentuk prosa yang cukup panjang. Tokoh dan penokohannya
merupakan cerminan kehidupan di masa kini ataupun di masa
lampau yang digambarkan dalam satu plot yang cukup kompleks.
Keempat, J.S. Badudu dan Zain berpendapat bahwa, novel
merupakan karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang
menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam
1Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa,2008), hlm. 1008 2 Furqonul Aziz dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 1-2
7
8
kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang
watak dan jiwanya, dan sebagainya.
Menurut Antilan Purba dalam buku Sastra Indonesia
Kontemporer, Abrams berpendapat bahwa istilah novel berasal dari
istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah novel dalam
bahasa Inggris, berasal dari bahasa Itali, yaitu novella, yang dalam
bahasa German yaitu novelle). Novella diartikan sebuah barang
baru yang kecil kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam
bentuk prosa.
Saat ini, istilah novella atau novelle mengandung pengertian
yang sama dengan istilah novelet (dalam bahasa Inggris novelette)
yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak
terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek. Menurut Nurgiyantoro
dalam buku Sastra Indonesia Kontemporer karya Antilan Purba.3
Berdasarkan pengertian novel di atas, maka penulis
mengambil kesimpulan tentang pengertian novel. Novel merupakan
sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang yang
mengandung nilai-nilai kehidupan dan dicerminkan lewat tokohnya
yang dituliskan dengan bahasa yang memiliki nilai estetika.
2. Unsur-Unsur Novel
Dalam penyusunan novel terdapat unsur-unsur yang
membangun novel tersebut. Unsur pada novel terbagi ke dalam dua
bagian, yakni unsur Intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik
yaitu unsur yang terdapat di dalam novel tersebut, sedangkan unsur
ekstrinsik merupakan unsur yang terdapat di luar novel.
Berikut ini merupakan unsur intrinsik dari sebuah novel.
3 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 62
9
a. Tema
Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang
sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat
abstrak secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-
motif dan biasanya dilakukan secara implisit.4 Menurut
Wahyudi Siswanto, tema adalah ide yang mendasari cerita.
Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam
memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.5
Berdasarkan kedua pendapat tersebut tentang tema, terdapat
suatu kesamaan tentang pengertian tema itu sendiri yaitu
suatu gagasan yang menjadi dasar utama dalam suatu cerita.
b. Alur (Plot)
Menurut Abrams, alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk
oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah
cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Sudirman mengartikan alur sebagai jalinan peristiwa di
dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.6 Selain
pengertian akan alur (plot), alur (plot) terbedakan dalam lima
tahapan, yaitu
1) Tahap penyituasian, tahap utama yang berisi pelukisan
dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,
pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama
menjadi landasan cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya.
2) Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan
peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik
mulai dimunculkan.
4 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2013), hlm. 115 5 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 161 6 Ibid., hlm. 159
10
3) Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah
dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin
berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
4) Tahap klimaks, konflik atau pertentangan yang terjadi,
yang dilakukan dan atau yang ditimpahkan kepada para
tokoh cerita mencapai intensitas puncaknya.
5) Tahap Penyelesaian, konflik yang telah mencapai
klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Pada tahap ini
berkesesuaian dengan tahap akhir di atas.7
c. Latar
Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga
sebagai landa tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,
hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.8
d. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa
dalam cerita sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita.
Sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut
penokohan, ini lah yang dikemukakan oleh Aminuddin.9
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat seorang sastrawan
memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan
bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan
gayanya sendiri.10
f. Gaya Bahasa
Menurut Aminuddin, Gaya bahasa adalah cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
7 Burhanudin Nurgiyantoro, op. cit., hlm 209-210 8 Ibid., hlm. 302 9 Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 142 10 Ibid., hlm. 151
11
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat
menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.11
g. Amanat
Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, serta
pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
atau pendengar.12
B. Hakekat Religi dan Masyarakat
1. Pengertian Religi
Mangunwijaya menyatakan pada awal mulanya, segala
sastra merupakan religius. Istilah religiositas lebih digunakan
dibandingkan agama atau religi.13
Agama menunjukkan kepada kelembagaan ketakwaan
kepada Tuhan atau dunia akhirat dalam aspek resmi, yuridis,
peraturan dan hukum serta keseluruhan organisasi tafsir kitab suci
dan sebagainya yang meliputi segi kemasyarakatan. Sedangkan
religiositas lebih terhadap aspek di dalam lubuk hati, suara getaran
nurani pribadi, dan sifat personal yang mengandung misteri bagi
orang lain karena mengandung intimitas jiwa. Religiositas pada
dasarnya lebih mendalam dibandingkan agama yang tampak, formal
dan resmi, karena religiositas lebih bergerak dalam paguyuban yang
memiliki ciri yang lebih intim.14
Religion is a doubly rich and complex phenomenon. Not only
has it the complexity indicated by this need to hold together is outer
and inner aspects, but it also has existed and exists in avariety of
forms of faith.15
11 Ibid., hlm. 159 12 Ibid., hlm. 162 13 Mangunwijaya, Sastra dan Religiusitas, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 11 14 Ibid., hlm 12 15 Ninian Smart, The Religious Experience Of Mankind, (America: Charles Scribner’s
Sons, 1984), cet ke-3, hlm. 3
12
Religi adalah hal yang melebihi kekayaan dan
perwujudannya kompleks. Bukan hanya memiliki itu,
kompleksitasnya ditunjukkan pada kebutuhan pegangan bersama
untuk aspek dalam dan luar diri, tetapi religi telah mengeluarkan
beragam bentuk keimanan.
Menurut Subijantoro Atmosuwito, pada The World Book
Dictionary kata religiousity berarti religious feeling or sentiment
atau perasaan keagamaan. Religi diartikan lebih luas daripada
agama. Dahulu kata religi menurut asal katanya berarti ikatan atau
pengikatan diri. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
pengertiannya lebih pada masalah personalitas, hal pribadi.
Menurut Fowler, yang dimaksud dengan “perasaan
keagamaan ialah segala perasaan batin yang ada hubungannya
dengan Tuhan. Perasaan dosa (guit feeling), perasaan takut (fear to
God), kebesaran Tuhan (God’s Glory) adalah sedikit contoh tentang
perasaan keagamaan”.16
Religi memang dikatakan yaitu kepercayaan akan adanya
Tuhan dan ini pun hampir sama dengan pengertian James Fowler
walau terdapat sudut pandang berbeda dalam kepercayaan. Menurut
James Fowler kepercayaan ekstensial adalah sebagai suatu legiatan
“relasional”, sebagai “berada dalam relasi dengan sesuatu”.17
Menurut Fowler, kepercayaan tidak identik dengan agama, agama
diartikan secara sempit, yaitu sebuah tradisi kumulatif yang bersifat
historis, budaya, dan kultus di mana suatu masyarakat tertentu
melalui khazanah simbol, upacara, norma etis dan ekspresi estetis
secara resmi, umum, dan terlembaga mengungkapkan gambaran
tentang realitas transenden. Fowler mengakui “kepercayaan
16 Subijantoro Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra, (Bandung:
Sinar Baru, 1989), hlm. 123-124 17 James W. Fowler, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),
Dialih bahasakan oleh Agus Cremers, hlm. 21
13
ekstensial” berupa “kepercayaan religi” yang terungkap dan
terwujud lewat perantaraan lembaga sistem keagamaan.
Belief atau kepercayaan menunjuk pada aspek kognitif dan
“objektif” pada kepercayaan, pada isi kepercayaan yang diyakini
sebagai hal yang benar. Belief atau kepercayaan, sebagai isi kognitif
keyakinan religius menyangkut simpanan kebenaran dan
keseluruhan kebenaran wahyu sebagai dasar objektif bagi pengertian
keagamaan. Sedangkan Faith atau kepercayaan ekstensisal meliputi
cara percaya kita, yaitu kegiatan menciptakan arti akhir sebagian dan
menyeluruh yang bersumber pada perasaan hati.
Jadi, berdasarkan pendapat Fowler, kepercayaan ekstensial
sebagai kepercayaan religi walaupun agama tidak diidentikkan
dengan kepercayaan. 18 Tetapi agama juga merupakan bagian dari
kepercayaan.
Pernyataan Fowler tentang kepercayaan tidak diidentikan
dengan agama adalah benar berdasarkan definisi kepercayaan atau
keyakinan. Kepercayaan adalah suatu perasaan manusia bahwa apa
yang diyakininya adalah benar.19 Sedangkan defini agama menurut
Emile Durkheim adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal suci.20
Konsep religi Glock & Stark, yaitu bentuk keberagamaan
seseorang bukan hanya pada satu atau dua dimensi saja, akan tetapi
mencoba memperhatikan segala bentuk dimensi.21
Kata religiusitas berasal dari bahasa latin “relegare” yang
berarti mengikat secara erat atau ikatan kebersamaan. Religiusitas
merupakan sebuah ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan
dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku dan ritual.
18 Ibid., hlm. 22-23 19 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Press, 2014),
hlm. 17 20 Ibid., hlm. 16 21 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami; Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. 2, hlm. 80
14
Definisi lainnya mengatakan bahwa religiusitas merupakan
sebuah proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang
berhubungan dengan sesuatu yang sakral atau dengan kata lain
proses kehidupan dalam mencari jalan kebenaran untuk mengetahui
tujuan hidup.22
Berdasarkan pengertian religi di atas, bahwa religi ialah
suatu kepercayaan kepada Tuhan yang berkaitan dengan hal-hal
tentang ketuhanan bukan hanya agama saja walaupun agama
termasuk di dalamnya.
2. Nilai Religi pada Karya Sastra
Sebuah karya sastra di dalamnya terdapat beragam nilai-nilai
yang menggambarkan yang ingin disampaikan oleh pengarang
kepada semua pembaca termasuk pemerhati sastra. Nilai yang
terkandung di dalam karya sastra salah satunya nilai religi.
Terdapatnya nilai religi dalam sebuah karya sastra dapat
menjadi sebuah nilai tambah untuk karya sastra selain nilai lainnya
yang disampaikan seperti nilai sosial, nilai moral, nilai kebudayaan
atau pun nilai lainnya. Nilai religi terdapat dalam sebuah karya sastra
dimaksudkan agar pembaca dapat merasakan spiritualisme dan
mendidik untuk menuju kehidupan yang lebih baik berdasarkan
tuntunan ajaran agama. Selain itu nilai religi di dalam sebuah karya
sastra dapat menggambarkan keadaan religiusitas yang dialami oleh
penulis itu sendiri karena sang penulis ingin menyampaikan keadaan
religiusitas dan spiritualitas yang dia pernah alami.
Seorang sastrawan dapat menyampaikan pikiran, gagasan,
pengalaman, dan perasaan yang dia alami ke dalam karya sastra yang
22 Ahmad Thontowi, “Hakekat Religiusitas”,
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/hakekatreligiusitas.pdf , diunduh pada 30 Juni 2015,
pukul 09.00 WIB
15
dia ciptakan untuk diketahui, dibaca, diamati, dan dirasakan oleh
para pembaca karya sastra. Selain itu, segala yang dituangkan
penulis dalam karyanya termasuk nilai-nilai yang ada dapat
mempengaruhi pembaca.23 Maka dengan terdapatnya nilai religius
di dalam karya sastra dapat memberi pengalaman religi yang lebih
baik kepada para pembaca. Tujuannya untuk membuat pembaca
menjadi sosok pribadi yang lebih mulia dibandingkan sebelumnya
sesuai ajaran agama.
Pengalaman religi yang disampaikan oleh penulis di dalam
karyanya bukan hanya sekadar pengalaman saja, tetapi juga
berdasarkan kedalaman keagamaan yang diyakini. Banyak karya
sastra, salah satunya puisi yang menunjukkan unsur, nilai,
pengalaman religiusitas akan tetapi tidak menonjolkan identitas
suatu agama. berdasarkan hal tersebut, manusia termasuk sastrawan
ataupun penyair dapat mengatasi segala perbedaan agama, suku,
bangsa, dan negara. Sastra yang bersifat universal sehingga dapat
menyerap nilai-nilai religi ataupun sifat ketuhanan sehingga dapat
dirasakan oleh segala kalangan pembaca.24
Nilai religi di dalam sebuah karya sastra bukan hanya
mengenai sebuah pengalaman religiusitas yang berdasarkan agama
saja, tetapi lebih dari hal tersebut. Walaupun bukan berdasarkan
agama saja, agama tetap menjadi bagian nilai religi.
Agama dan sastra merupakan suatu hal yang berbeda, tetapi
saling terkait ibarat dua sisi logam yang berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan. Agama tanpa adanya bahasa dan sastra yang memiliki
nilai estetik akan terasa berbeda, maka dari hal tersebut agama
membutuhkan bahasa dan sastra sebagai pencatat segala ajaran yang
23 Ahmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2006), hlm. 83 24 Ibid., hlm. 99
16
terdapat di dalamnya serta menyampaikannya kepada manusia,
mengingat agama adalah sebuah ajaran yang berharga. Agama sudah
dekat dan memerlukan sastra sudah terbukti dengan sejarah yang
terjadi, terutama saat sebelum datangnya Islam. Keduanya sama-
sama membutuhkan inspirasi serta keduanya memiliki tujuan yang
sama, yaitu mendidik manusia ke arah yang lebih baik. Agama
mengajarkan dengan ajaran-ajaran suci, serta sastra mengajarkan
dengan perasaan yang benar serta perkataan dan imajinasi yang
indah.25
Sastra dan agama memiliki hubungan saling keterkaitan,
terutama tujuan yang sama untuk lebih mendidik manusia ke arah
yang lebih baik menjadi salah satu nilai positif terhadap nilai religi
di dalam karya sastra. Maka dari hal tersebut, terdapatnya nilai religi
di dalam sebuah karya sastra sangatlah baik untuk para pembaca
karena dapat berdampak positif untuk menjadi manusia yang lebih
baik.
Berikut merupakan jenis-jenis nilai religi, yaitu : Nilai
Ibadah, Nilai Ruhul Jihad, Nilai Akhlak dan Kedisiplinan,
Keteladanan, dan Nilai Amanah dan Ikhlas. 26
a. Nilai Ibadah
Kata ibadah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari
mashdar ‘abada yang berarti penyembahan. Sedangkan secara
istilah berarti khidmat kepada Tuhan, taat menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jadi ibadah adalah
ketaatan dan kepatuhan manusia kepada Tuhan yang
25 Ibid., hlm. 84 26 Muhammad Faturrohman, “Kategorisasi Nilai Religius”,
http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/12/kategorisasi-nilai-religius/, diunduh pada 14
September 2014, pukul 17.30 WIB
17
diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari misalnya sholat,
puasa, zakat, dan lain sebagainya.
b. Nilai Ruhul Jihad
Kata Ruhul Jihad berasa dari bahasa arab artinya adalah
jiwa yang mendorong manusia untuk bekerja atau berjuang
dengan sungguh-sungguh. Hal ini dilandasi adanya tujuan hidup
manusia yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Adanya
komitmen ruhul jihad di dalam kehidupan, maka aktualisasi diri
dan unjuk kerja selalu didasari sikap berjuang dan ikhtiar
dengan sungguh-sungguh.
c. Nilai Akhlak dan Kedisiplinan
Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq, artinya
perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan. Menurut Quraish
Shihab, “Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang
biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan bahkan agama),
namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al Qur’an. Yang
terdapat dalam al Qur’an adalah kata khuluq, yang merupakan
bentuk mufrad dari kata akhlak.
Akhlak adalah perilaku yang terdapat pada diri manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari hal tersebut, akhlak
merupakan cerminan keadaan jiwa seseorang. Apabila akhlak
yang dimiliki akhlak mahmudah, maka jiwa pun akan baik dan
sebaliknya, bila akhlak madzmumah, maka jiwa pun tidak baik.
Sedangkan kedisiplinan itu termanifestasi dalam
kebiasaan manusia ketika melaksanakan ibadah setiap hari.
Semua agama mengajarkan suatu amalan terhadap setiap
pengikutnya sebagai aktifitas yang dilakukan secara rutin dan
18
merupakan sarana penghubung manusia terhadap Tuhan serta
terjadwalkan secara rapi. Jika manusia melaksanakan ibadah
secara tepat waktu dan tidak ditinggalkan, maka secara tidak
sadar telah tertanam nilai kedisiplinan dalam diri seseorang.
Lalu apabila dilaksanakan secara rutin, tepat waktu, serta ikhlas,
maka akan menjadi sebuah kebudayaan yang mengandung nilai
religius.
d. Keteladanan
Pada dunia pendidikan, guru merupakan cermin dari
nilai keteladanan, dikarenakan guru ialah tonggak yang akan
ditirukan siswa diluar orang tua mereka di rumah. Nilai
keteladanan tercermin dari perilaku guru. Keteladanan
merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan dan
pembelajaran. Seperti yang dikatakan al-Ghazali, sebagaimana
yang dikutip Ibn Rusn, kepada setiap guru untuk senantiasa
menjadi teladan dan pusat perhatian bagi muridnya. Ia harus
mempunyai karisma yang tinggi. Ini merupakan faktor penting
yang harus ada pada diri seorang guru. Sebagaimana
perkataannya dalam kitabnya Ayyuha al-Walad.
Dalam menciptakan budaya religius di lembaga
pendidikan, keteladanan merupakan faktor utama penggerak
motivasi peserta didik. Keteladanan harus dimiliki oleh guru,
kepala lembaga pendidikan maupun karyawan. Hal tersebut
dimaksudkan agar para peserta didik menjadi lebih baik.
Pada lingkungan sekitar, nilai teladan bisa kita raih dari
siapapun sosoknya. Nilai teladan yang terdapat di lingkungan
kita karena berkat ajaran semua agama untuk berbuat baik.
e. Nilai Amanah dan Ikhlas
19
Secara etimologi amanah artinya dapat dipercaya serta
dalam konsep kepemimpinan amanah disebut juga dengan
tanggung jawab. Pada konteks pendidikan, nilai amanah harus
dipegang oleh seluruh pengelola lembaga pendidikan, baik
kepala lembaga pendidikan, guru, tenaga kependidikan, staf,
maupun komite di lembaga tersebut.
Nilai amanah merupakan nilai universal. Dalam dunia
pendidikan, nilai amanah paling tidak dapat dilihat melalui dua
dimensi, yaitu akuntabilitas akademik dan akuntabilitas publik.
Dalam kehidupan sosial, nilai amanah merupakan suatu hal
yang kongkrit karena secara hubungan sosial atau individu
sangat berpengaruh.
Nilai penting lainnya yang untuk ditanamkan dalam diri
peserta didik adalah nilai ikhlas. Kata ikhlaş berasal dari kata
khalaşa yang berarti membersihkan dari kotoran. Pendidikan
harus dilandaskan pada prinsip ikhlas, sebagaimana perintah
membaca yang diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad
Saw yang terdapat pada awal surah al-alaq yang dikaitkan
dengan nama Yang Maha Pencipta. Perintah membaca yang
dikaitkan dengan nama Tuhan yang Maha Pencipta tersebut
merupakan indikator bahwa pendidikan harus dilaksanakan
dengan ikhlas.
Nilai ikhlas pada kehidupan bermasyarakat adalah suatu
hal yang penting, terutama sikap saling membantu terhadap
sesama. Selain itu, nilai ikhlas harus ditanamkan agar dapat
menerima segala kejadian yang terjadi. Dan segala amalan
perbuatan yang diajarkan sesuai ajaran agama masing-masing
kita lakukan dengan ikhlas karena Tuhan. Jika niat seseorang
dalam beramal adalah semata-mata mencari ridho Allah, maka
20
niat tersebut termasuk ikhlas yaitu murni karena Allah semata
dan tidak dicampuri oleh motif-motif lain.
Nilai religi memang bertujuan untuk mengarahkan manusia
agar menjadi lebih baik serta merasakan rasa spiritualitas di dalam
dirinya dapat membantu membuat kebutuhan manusia yang sering
kali bisa menjadikan manusia berperilaku kurang baik menjadi lebih
baik. Menurut Zakiah Daradjat, kebutuhan manusia terbagi atas 2
pokok, yaitu: a) Kebutuhan primer ( seperti makan, minum, pakaian,
tempat tinggal, dan lain-lain). b) Kebutuhan jiwa atau sekunder yang
terdiri dari rohani dan sosial. Beliau kemudian membagi kebutuhan
sekunder menjadi 6 macam, yaitu : 1) kebutuhan akan rasa kasih
sayang, 2) kebutuhan rasa aman, 3) Kebutuhan akan rasa harga diri,
4) kebutuhan akan rasa bebas, 5) kebutuhan akan rasa sukses, dan 6)
kebutuhan rasa ingin tahu.
Selain enam kebutuhan di atas, masih terdapat satu
kebutuhan sekunder lagi yang perlu diperhatikan oleh manusia,
yaitu kebutuhan agama. Seperti yang diketahui, manusia adalah
makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan karena dapat
berpikir dan meneliti suatu masalah, akan tetapi manusia masih
memiliki kekurangan yang diberikan yaitu rasa bimbang dan
bingung atas hidupnya. Maka dari itu manusia pun memerlukan
kebutuhan agama.27
Dengan adanya nilai religi pada karya sastra yang memiliki
tujuan mulia, diharapkan dapat memberikan kebaikan kepada para
pembaca dan penikmat sastra dari segala kalangan. Ini bertujuan
agar semuanya dapat meresapi dan merasakan nilai-nilai religi yang
27 Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),
Cet. Kedua, hlm 69-70
21
terdapat di dalam sastra di dalam diri mereka. Nilai-nilai religi
tersebut yang telah dirasakan setelah membaca karya sastra, dapat
teraktualisasikan dalam kehidupan mereka hingga mereka
merasakan terpenuhi segala kebutuhan jiwanya dan dapat menjadi
manusia yang lebih baik serta berguna.
3. Dimensi Religiusitas
Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan manusia dalam
berbagai sisi kehidupan. Aktivitas beragama seseorang bukan hanya
ketika dia beribadah tetapi dapat terwujudkan dalam berbagai
kegiataan lainnya yang didorong oleh kekuatan supranatural.
Aktivitas keberagamaan seseorang bukan hanya saja yang berwujud
dan terasa indra manusia, tetapi aktivitas yang tak terwujudkan serta
tak tampak dan terjadi di hati seseorang. Karena itu, keberagamaan
seseorang akan meliputi berbagai sisi atau dimensi kehidupan.
Menurut Glock & Stark dimensi keberagamaan atau
religiusitas terbagi ke dalam lima macam, yaitu dimensi keyakinan
(ideologis), dimensi peribadatan atau praktik agama (ritual), dimensi
penghayatan (eksperiensial), dimensi pengalaman (konsekuensial),
dan dimensi pengetahuan agama (intelektual).
Untuk mengetahui kelima dimensi yang telah dikatakan oleh
Glock & Stark, kita harus mengetahui masing-masing dari dimensi
terebut walaupun tidak terlalu dalam mengetahuinya. Berikut di
bawah ini penjelasan tentang kelima dimensi di atas, yaitu
Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan
pengharapan dari setiap insan yang religius yang berpegang teguh
pada pandangan teologis dan membenarkan atau mengakui doktrin
setiap ajaran agama. Setiap ajaran agama memiliki seperangkat
kepercayaan bahwa pengikutnya atau orang yang meyakini
22
agamanya akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup
keyakinan bukan hanyalah di antara agama-agama, tetapi sering
berada di antara tradisi-tradisi di dalam agama yang sama.
Kedua, dimensi praktik agama. dimensi ini mencakup bentuk
perilaku manusia dalam peribadatannya kepada Tuhan. Dimulai
perilaku pemujaan, ketaatan, dan tindakan lain sebagai komitmen
dan kesetiaan terhadap agama yang dianutnya. Praktik keagamaan
terbagi pada dua kelas penting, yaitu:
a) Ritual, mengacu kepada seperangkat upacara keagamaan,
tindakan formal, dan praktik ibadah.
b) Ketaatan. Ketaatan dan ritual merupakan dua hal yang penting
walaupun memiliki perbedaan kepentingan. Ritual lebih
mengacu kepada praktik ibadah, sedangkan ketaatan dalam
menjalankan ibadah.
Ketiga, dimensi pengalaman. Dimensi ini mencakup
pengalaman keagamaan, perasaan, perspektif, dan sensasi yang
dirasakan seseorang atau kelompok keagamaan yang kemudian
dideskripsikan atau didefinisikan dengan esensi ketuhanan yaitu
keterkaitan dengan Tuhan.
Keempat, dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini
mengacu kepada tentang pengetahuan-pengetahuan penganut suatu
agama terhadap ritual-ritual, sejarah agama, isi kitab suci, dan
tradisi-tradisi agama yang dianutnya walaupun yang diketahuinya
baru hanya sekadar dasar-dasarnya. Diharapkan dengan mengetahui
pengetahuan agama, para penganut agama akan semakin meyakini
agama yang dipercayainya.
Kelima, dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini
berbeda dengan dimensi keempat yang telah dijelaskan sebelumnya.
23
Pada dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat dari keyakinan
keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dari
hari ke hari. Agama memang memerintahkan manusia untuk berpikir
dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi tidak
diketahui batas konsekuensi agama dari komitmen kita terhadap
agama.28
Menurut Verbit, komponen religiusitas terbagi menjadi
enam. Keenam komponen tersebut adalah: ritual, doctrin, emotion,
knowledge, ethics, dan community. 29
1) Ritual yaitu aktivitas yang dapat dilakukan secara sendiri
maupun bersama dalam upacara keagamaan.
2) Doctrin yaitu ajaran sebuah keyakinan akan suatu hal yang
menegaskan hubungan manusia dengan Tuhan.
3) Emotion yaitu perasaan yang dirasakan manusia seperi kagum,
cinta, takut, dan sebagainya.
4) Knowledge yaitu pengetahuan tentang ajaran agama yang
diyakini, ayat – ayat kitab suci masing-masing agama dan
prinsip - prinsip suci agama.
5) Ethics yaitu aturan-aturan untuk membimbing perilaku
interpersonal dalam membedakan hal yang benar dan hal yang
salah serta hal yang baik dan hal yang buruk.
6) Community yaitu hubungan manusia dengan makhluk atau
individu yang lain yang saling terhubung menjadi sebuah
kelompok.
Berikut ini dimensi religi yang dinyatakan oleh Marxim, yaitu The
Ritual Dimension, The Mythological Dimension, The Doctoral
28 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, op. cit., hlm. 76-78
29 Ahmad Thontowi, op. cit., diunduh pada 30 Juni 2015, pukul 09.45 WIB
24
Dimension, The Ethical Dimension, The Social Dimension, and The
Social Dimension.30
The Ritual Dimension (Dimensi Ritual)
Religion tends in part to express itself through such rituals: through
worship, prayers, offerings, and the like31
Agama cenderung sebagian untuk mengekspresikan diri melalui
ritual seperti : melalui ibadah, doa, persembahan, dan sejenisnya.
The Mythological Dimension (Dimensi Mitologi)
Some important comments need to be made about this mythological
dimension. First, in accordance with modern usage in theology and
in the comparative study of religion. Second, it is convenient to use
the term to include not merely stories about God.32
Beberapa ulasan penting perlu dibuat tentang dimensi mitologis
ini. Pertama , sesuai dengan penggunaan modern dalam teologi dan
studi perbandingan agama. Kedua, akan lebih mudah untuk
menggunakan istilah untuk menyertakan bukan hanya cerita tentang
Tuhan.
The Doctrinal Dimension (Dimensi Doktrin)
Third, Doctrines are attempt to give system, clarity, and intellectual
power to what is revealed through the mythological and symbolic
language of religious fait and ritual.33
Ketiga, doktrin mencoba untuk memberikan sistem, kejelasan,
dan kekuatan intelektual untuk apa yang terungkap melalui bahasa
mitologis dan simbolis fait agama dan ritual.
30 Ninian Smart, op. cit., hlm. 6 31 Ibid., hlm. 6 32 Ibid., hlm 8 33 Ibid., hlm 8
25
The Ethical Dimension
Troughout history we find that religions usually incorporate a code
of ethics. Ethics concern the behavior of the individual and, to some
extent, the code of ethics of the dominant religion control
community.34
Di luar sejarah kita menemukan bahwa agama biasanya
memasukkan kode etik. Etika menyangkut perilaku individu dan,
sampai batas tertentu, kode etik masyarakat kontrol agama dominan.
The Social Dimension (Dimensi Sosial)
Religions are not just system of belief: they are also organizations,
or part of organizations. They have communal and social
significance.35
Agama bukan hanya sistem kepercayaan : mereka juga
organisasi, atau bagian dari organisasi. Mereka memiliki signifikansi
komunal dan sosial.
The Experiential Dimension
The dimension we have so far discussed would indeed be hard to
account for were it not for the dimension with which this book
centrally concerned : that of experience, the experiental
dimension.36
Dimensi eksperiental sejauh ini dibahas memang akan sulit
untuk dijelaskan kalau bukan karena buku ini terpusat pada :
pengalaman , dimensi eksperiental.
34 Ibid., hlm. 9 35 Ibid., hlm. 9 36 Ibid., hlm. 10
26
Berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas di atas, bahwa
kajian objek religius bukan hanya pada kepercayaan kepada Tuhan,
tetapi dapat dalam beberapa dimensi. Dimensi-dimensi religi dapat
menjadi bentuk pengalaman yang disampaikan pengarang agar
pembaca dapat merasakan nilai religi dalam karya sastra yang
dikarang pengarang.
4. Pengertian Masyarakat
Berikut ini merupakan definisi masyarakat menurut beberapa ahli37
:
1. R. Linton, seorang ahli antropologi mendefinisikan masyarakat
adalah kelompok manusia yang bekerjasama sehingga dapat
mengorganisasikan sebagai kesatuan sosial dengan batas
terntentu.
2. S.R.Steinmetz, seorang sosiologi bangsa Belanda mengatakan
bahwa masyarakat adalah kelompok manusia terbesar yang
memiliki pengelompokkan manusia yang lebih kecil, serta
memiliki hubungan erat dan teratur.
3. Hendropuspito mendefinisikan masyarakat kedalam tiga
pengertian. Pertama, masyarakat adalah kesatuan terbesar
manusia yang saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan
berdasarkan kebudayaan yang sama. Kedua, masyarakat
merupakan jalinan kelompok manusia yang saling mengait
dalam kesatuan yang lebih besar. Ketiga, kesatuan tetap yang
berasalkan orang-orang yang tinggal pada daerah tertentu dan
saling bekerja sama dalam kelompok.
4. Koentjajaningrat mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi berdasarkan sistem adat istiadat
yang kontinyu dan terikat identitas.
37 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif
Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Islam, 2008), hlm. 126-128
27
5. Paul B. Horton mengatakan masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang hidup bersama dalam waktu lama di suatu wilayah
tertentu secara mandiri dan sebagian besar kegiatan dilakukan
dalam kelompok.
Berdasarkan definisi para ahli, masyarakat merupakan sekumpulan
manusia yang hidup bersama dengan memiliki hubungan yang
terkait dan saling bekerja sama.
5. Religi di dalam Masyarakat
Religi atau segala hal yang terkait tentang ketuhanan
memang suatu hal yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan
sosial. Sosial merupakan hal yang berkenaan dengan masyarakat
dalam segala perihal. Agama adalah bagian dari religi dan
merupakan kepercayaan yang terdapat di dalam masyarakat sosial.
Multi religi yang terdapat di masyarakat merupakan bukti bahwa
agama atau religi tidak dapat terpisahkan dari masyarakat karena
agama memiliki fungsi di masyarakat, salah satunya, yaitu fungsi
Perdamaian.
Akan tetapi ada hal-hal yang menyebabkan masyarakat di
belahan dunia ini tidak dapat menerima keberadaan suatu agama,
dan menyalah tafsirkan atas ajaran agama yang dipelajarinya untuk
kehidupan sosial. Salah tafsir tersebut menimbulkan kejadian-
kejadian yang tidak menyenangkan, seperti baru-baru ini masyarakat
dikagetkan oleh masalah-masalah yang telah menimbulkan gejolak
munculnya sentimen keagamaan. Dalam skala internasional adalah
kasus pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW. Oleh harian
Jyllands-Posten di Denmark.
Menurut Jalaludin, sentimen secara etimologis diartikan
sebagai semacam pendapat atau pandangan yang didasarkan
perasaan yang berlebihan terhadap sesuatu yang bertentangan
28
dengan pikiran manusia. Sebagai gejala psikologis, sentimen
mendeskripsikan luapan rasa tidak puas atau benci terhadap sesuatu
yang menyalahi ataupun bertentangan dengan kondisi yang ada.
Ataupun dianggap melecehkan sistem nilai yang ada dan oleh
pendukungnya dianggap sebagai sesuatu yang benar dan harus
dipertahankan. Rasa sentimen dapat berpengaruh menimbulkan
luapan perasaan yang pada suatu tingkat tertentu dapat
menimbulkan reaksi.38
Fungsi agama bukan hanya sebagai perdamaian, akan tetapi
dapat berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan
merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan yaitu Iman dan
kepercayaan. Rasa kesatuan akan membina rasa solidaritas serta
kebersamaan dalam kelompok maupun perorang, bahkan dapat
membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa
persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.39
Fungsi agama yaitu sebagai pemupuk rasa solidaritas antar
kaum beragama walaupun kepercayaan agama yang diyakini
berbeda tetapi meyakini adanya Tuhan. Akan tetapi, fungsi agama
belum terserap kepada semua lapisan masyarakat yang meyakini
agama maupun tidak, sehingga timbul rasa kurangnya solidaritas
serta tenggang rasa.
Contoh realita seperti yang telah dijabarkan. Kaum
revolusioner barat sebagai buah karya revolusi Prancis masih
setengah hati dalam menerima keberadaan agama, yaitu agama
dianggap sebagai hal yang pribadi dan tidak masuk wilayah publik,
serta tidak memungkinkan bersentuhan secara damai dengan ilmu
38 Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami perilaku dengan mengaplikasikan prinsip-
prinsip psikologi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), hlm. 244
39 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hlm, 263
29
pengetahuan positivisme. Namun, mereka menolak menghilangkan
peran agama sepenuhnya. Akhirnya mereka pun untuk saling
menghormati dan bersolidaritas kepada masyarakat yang lain,
mereka memiliki solusi yaitu dengan membagi lahan kehidupan.
Agama menurut mereka hanyalah urusan hati dan pribadi,
sedangkan yang lainnya adalah wilayah kebebasan intelektual dan
kemerdekaan bersama40 berdasarkan pernyataan tersebut, fungsi
agama masih memiliki peran yang dapat mempengaruhi sebuah
pemikiran sebuah kelompok.
Berikut ini merupakan salah satu contoh fungsi agama
sebagai pemupuk solidaritas dan tenggang rasa tidak tertanamkan
pada lapisan masyarakat. Weber berpandangan, aktifitas keagamaan
yang dilakukan oleh kaum Yahudi merupakan model yang ditirukan
oleh Islam untuk mengembangkan ide jihad sebagai kewajiban
agama. Ide jihad yang dijadikan sebagai kewajiban beragama
dianggap sebagai kombinasi khas suatu kelompok keprajuritan Arab
yaitu ide ketuhanan yang universal atau secara menyeluruh, perang
suci, dan penghambaan tiada tara, dengan tegasnya Islam
dicerminkan tak lain sebagai agama prajurit atau agama
perperangan.
Bagi Weber, Islam bukanlah agama keselamatan umat
manusia, karena dalam prakteknya ia menggantikan penaklukan
orang-orang kafir dengan tujuan-tujuan perpajakan demi
“evengelism tulen” (penyiaran agama).41 Pandangan Weber
mengenai Islam menunjukkan bahwa fungsi agama tidak
40 Yadi Purwanto, Epistimologi Psikologi Islami, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm.
44 41 Bryan S. Turner, Sosiologi Islam Suatu Telaah Analitis Atas Tesa Sosiologi Weber,
(Jakarta: Rajawali Pers, 1991), Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Buku Aslinya yaitu
Weber and Islam oleh G. A. Ticoalu, hlm. 181
30
tertanamkan padanya. Weber tidak menghargai agama lain di luar
agama yang diyakininya.
Telah disebutkan fungsi agama di atas, terdapat salah satu
agama yang mengajarkan fungsi tersebut sebagai fungsi agamanya,
yaitu Islam. Seluruh ajaran Islam ditujukan untuk kesejahteraan
manusia. Namun khusus dalam bidang sosial, Islam menjunjung
tinggi tolong-menolong, saling menasihati tentang hak dan
kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang
rasa dan kebersamaan.42 Ajaran Islam di dalam bidang sosial
menerapkan fungi perdamaian dan solidaritas antar umat beragama.
Nasionalisme dalam Islam itu adalah salah satu hal yang
penting. Ini terlihat dari, nasionalisme dalam Islam yang
mengajarkan prinsip keadilan lintas agama dan hidup bermasyarakat
dalam toleransi umat beragama dan nasionalisme dalam Islam
menentang adanya pelecehan agama karena yang demikian akan
menimbulkan suasana tidak sehat dalam hubungan antar umat
beragama.43 Berdasarkan salah satu ideologi nasionalisme dalam
Islam, nasionalisme dalam Islam mengajarkan kita saling
menghargai dalam keragaman perbedaan individu dan pilihan hidup.
Berdasarkan fungsi agama yang merupakan keadamaian,
pemupukan solidaritas, dan tenggang rasa, seiring para manusia
yang kini sudah melakukan hal yang diajarkan agama di dalam
kehidupan sosial, maka kini agama terutama Islam sudah mulai bisa
diterima dengan baik di salah satu belahan dunia, yaitu Eropa dan
Amerika. Maka dari hal tersebut, religi berperan penting dalam
kehidupan sosial masyarakat dan saling menghargai perbedaan yang
ada di masyarakat.
42 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 88 43 Eggi Sudjana, Islam Fungsional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 138 dan 139
31
C. Hakikat Pembelajaran Sastra
1. Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang mencoba
mengembangkan kompetensi apresiasi, kritik, dan proses kreatif
sastra. Pada pembelajaran sastra terdapat kompetensi apresiasi untuk
mengasah kemampuan siswa yaitu kemampuan menikmati dan
menghargai karya sastra. Pendidikan semacam ini, siswa diajak
untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan
nmenikmati karya sastra secara langsung.44
Pembelajaran sastra mengajak siswa untuk memahami dan
menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra
dan kenyataan di luar sastra. Selain itu, pembelajaran sastra juga
mengajak siswa untuk mengembangkan sikap positif terhadap karya
sastra. Pendidikan sejenis ini akan mengembangkan kemampuan
pikir, sikap, dan keterampilan peserta didiknya.45
Pembelajaran sastra dianggap penting untuk siswa, terutama
dapat menimbulkan sikap moral yang baik, keagamaan, dan khidmat
terhadap Tuhan. Jika terdapat relevansi di antara keduanya,
diharapakan rasa yang ditumbulkan sastra tersebut dapat
teraplikasikan dengan baik di dalam pribadi siswa.
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini berbeda dengan skripsi Syarifah Alawiyah yang
berjudul “Agama dan Interaksi Sosial Studi Kasus Relasi Aktivis Rohis
dan Aktivis Rohkris Dengan Pemeluk Agama Lain di SMA 79 Jakarta”.
Dalam hal objek penelitian, objek pada skripsi tersebut adalah para
murid SMA 79 Jakarta, sedangkan penelitian ini, yaitu novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika. Akan tetapi dari banyak perbedaan yang
44 Wahyudi Siswanto, op. cit., hlm. 168 45 Ibid., hlm. 169
32
terdapat antara penelitian ini dengan skripsi tersebut, terdapat relevansi
pada keduanya yaitu agama mengajarkan moral yang baik dan
menghargai orang lain yang berbeda kepercayaan. Itulah relevansi
antara penelitian ini dengan skripsi tersebut.
Pada penelitian ini memiliki relevansi dengan beberapa skripsi,
yaitu skripsi Dimyati Usman yang berjudul “Nilai Religiusitas dalam
Novel Dosa Kita Semua Karya Motinggo Busye: Implikasi Terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Pada skripsi
Dimyati Usman, nilai religiusitas yang terfokuskan pada kehidupan
berkeluarga berdasakan pandangan religius. Pada skripsi ini, sisi
religiusitas yang tertangkap jelas pada penyesalan seorang suami yang
telah melalaikan istri dan anak-anaknya. Pada skripsi Ariyadih yang
berjudul “Nilai Religius Pada Novel Opera Van Gontor Karya Amroeh
Adiwijaya dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra
Indonesia”. Relevanasi judul skripsi peneliti dengan kedua skripsi
tersebut, berupa persamaan hal religius yang merupakan analisisnya.
Pada penelitian ini, objektifitas yang dikaji begitu berbeda dengan judul
yang diajukan. Pada skripsi Ariyadih, seorang santri disebuah
pesantren, yaitu di Pesantren Gontor dan analisisnya disesuaikan sekali
dengan syarat-syarat sebuah novel dikatakan religi.
Pada skripsi Hildawati dengan judul “Nilai Religiusitas Islam
Dalam Novel Atheis Karya Achdiat Karya Mihardja dan Implikasinya
Terhadap pembelajaran Sastra”, masih memiliki relevansi dengan judul
skripsi yang diajukan yaitu kajian religius yang menjadi fokus
penelitian dalam sebuah novel. Akan tetapi, terdapat perbedaan yakni
objek yang dikaji serta titik fokus religi bisa terdapat sub-sub dalam
nilainya.
Relevansi judul penelitian ini dengan beberapa skripsi yang
telah dicantumkan, yaitu pada fokus religi sebagai subjek penelitian.
Perbedaannya terdapat pada sub di luar religi dan objek-objek yang
dikaji.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian tidak terlepas dari metode karena metode dalam
penelitian adalah suatu hal yang penting. Metode dalam penelitian
merupakan cara memecahkan sebuah masalah penelitian yang
dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan berniat
mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami dan
menjelaskan data penelitian yang dikumpulkan, serta
mengendalikan suatu keadaan. Metode penelitian juga merupakan
cara kerja yang tepat untuk memahami dan mendalami objek yang
menjadi sasaran.1 Menurut Siswantoro, metode dalam sebuah
penelitian memiliki peran sangat penting sebagaimana diungkapkan
Hadari Nawawi, yaitu metode dapat menghindari kita dari cara
memecahkan masalah dan berpikir yang spekulatif, selain itu
metode dapat menghindari kita dari cara bekerja yang bersifat trial
and error, dan meningkatkan sifat objektivitas kita dalam menggali
kebenaran sebuah pengetahuan.2
Berdasarkan pernyataan Siswantoro dan Syamsuddin AR,
metode merupakan suatu hal yang penting untuk penelitian.
Metode dapat membuat kita sebagai peneliti tidak akan
menganalisis sebuah masalah dengan kesalahan yang fatal serta
dapat menggali kebenaran sebuah pengetahuan.
Penelitian ini termasuk penelitian sastra karena objek dan
kajian utama penelitian ini terpusatkan pada karya sastra dan kajian
yang terdapat di dalamnya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian sastra dan tipe metode yang
1 Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009) cet. 3, hlm. 14 2 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 56
34
digunakan metode kualitatif, hal ini disesuaikan dengan objek
yang menjadi sasaran penelitian.
Menurut Suwardi Endraswara, “metode penelitian sastra
adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan
bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subjek kajian”.3 Sedangkan
Metode Kualitatif adalah penelitian yang dilakukan seusai hasil
pemecahan masalah dengan penelitian kuantitatif tidak menemukan
titik terang penyelesaiannya. Penelitian kualitatif bersikap
deskriptif karena data yang dianalisisnya bukan lah untuk
menerima atau menolak hipotesis seperti kuantitatif yang dapat
menolak atau menerima hipotesis. Penelitian kualitatif hasil
analisisnya berupa deskripsi objek yang diteliti, dan tidak harus
selalu berupa angka-angka atau koefisien variabel. Penelitian
kualitatif cenderung berkembang dan digunakan dalam ilmu sosial
yang berhubungan dengan perilaku sosial atau manusia.4 Jadi
penelitian kualitatif akan penelitian sastra ialah penelitian yang
menghasilkan data-data berupa deskriptif dalam bentuk kata-kata
baik tulisan atau lisan dengan objek dan kajiannya yaitu sastra.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan suatu cara yang
digunakan peneliti untuk menjawab perumusan masalah yang telah
ditetapkan dengan menyesuaikan pertanyaan-pertanyaannya.
Menurut Abrams pendekatan dalam penelitian sastra dapat
dilakukan melalui empat macam, yaitu melalui pendekatan
objektif, mimetik, ekspresif, dan pragmatik. Selain pendekatan
yang dikemukakan oleh Abrams, terdapat pendekatan interdisiplin
ilmu dalam pendekatan analisis penelitian. Pendekatan dalam
3 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi, (Jakarta: Buku Seru, 2013), hlm. 8 4 M. Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), cet. 3,
hlm. 17
35
penelitian ini menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu, yaitu
pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra ini digunakan peneliti
karena ingin mengkaitkan kehidupan kemasyarakatan di dalam
analisisnya. Untuk dapat menggunakan pendekatan sosiologi sastra
dalam menganalisis penelitian dengan baik, sebelumnya kita harus
mengetahui apa itu pendekatan sosiologi sastra itu sendiri.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan penelitian sastra
yang bersifat reflektif atau di luar kehendak peneliti. Pendekatan
Sosiologi sastra berupa penelitian yang terfokus pada masalah
manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat
manusia dalam menentukan masa depannya.5 Menurut Heru
Kurniawan, ia mengemukakan bahwa sosioologi sastra objek
kajian utamanya merupakan sastra, yang berupa karya sastra,
sedangkan sosiologi merupakan ilmu yang memahami gejala yang
terdapat dalam sastra, baik penulis, fakta sastra, maupun pembaca
yang menghidupi penulis, masyarakat yang dideskripsikan secara
jelas, dan pembaca sebagai individu yang menghidupi masyarakat.6
C. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah novel karya Hanum Salsabila
Rais yang dipusatkan pada novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdapat
pada dua objek, pertama yang berdasarkan novel Bulan Terbelah di
Langit Amerika dan kedua berdasarkan buku, jurnal, dan data-data
yang didapatkan dari secara online.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sebuah penelitian agar mendapatkan hasil pemecahan
masalahnya dibutuhkan data-data untuk dianalisis. Data-data yang
5 Suwardi Endraswara, Op. Cit., hlm. 79 6 Heru kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), hlm. 5
36
dibutuhkan untuk penelitian dikumpulkan dengan berbagai macam
teknik pengumpulan disesuaikan penelitian yang dilaksanakan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu dengan menggunakan teknik kepustakaan.
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah
oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka,
tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan
istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum
yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan
dengan topik penelitian. Bila kita telah memperoleh kepustakaan
yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk
dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan
meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori secara
sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat
informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.7 Berdasarkan
pengertian tersebut, berbagai data yang dikumpulkan berupa
artikel, catatan, buku, jurnal, dan yang bersumber dari internet.
F. Teknik Analisis Data
Setelah mengumpulkan data yang diperoleh, kemudian
dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data, digunakan
teknik-teknik untuk mempermudah peneliti melakukan tugasnya.
Teknik analisis data bertujuan untuk mengungkapkan data yang
terdapat di dalam objek penelitian, yaitu struktur data objek
penelitian, representasi religiusitas, dan nilai-nilai religiusitas yang
terdapat di dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya
Hanum Salsabila Rais ke dalam suatu uraian sehingga dapat
diambil kesimpulan tentang representasi religi di masyarakat dan
nilai-nilai religi yang dilengkapi dengan data-data yang
mendukung.
7 Atep Afia, “Studi Kepustakaan”, dosen.narotama.ac.id/wp-content/.../Modul-6-Studi-
Kepustakaan-.doc diunduh pada 14 September 2014, pukul 21.00 WIB
37
Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasi,
dideskripsikan kemudian dianalisis berdasarkan topik masalah yang
diangkat penulis.8 Berikut ini merupakan teknik analisis data yang
digunakan :
1. Membaca secara kritis, lebih mendalam, dan diulang hingga
beberapa kali secara teratur.
2. Mengelompokkan atau mengklasifikasi data berdasarkan topik
penelitian, yaitu unsur intrinsik novel (tokoh/penokohan, alur,
amanat, gaya bahasa, latar, tema, dan sudut pandang), deskripsi
religiusitas di dalam masyarakat, serta nilai religi yang terdapat
pada novel.
3. Mendeskripsikan struktur novel, segala religiusitas di dalam
masyarakat dan nilai religi yang terdapat pada novel.
4. Menganalisis struktur novel, segala religiusitas di dalam
masyarakat dan nilai religi yang terdapat pada novel.
5. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan dalam skripsi.
6. Menyusun data hasil analisis
8 Ariyadih, “Nilai Religiusitas Dalam Novel Opera Van Gontor Karya Amroeh Adiwijaya
dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah” Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Jakarta, 2013, hlm. 35, tidak dipublikasikan.
38
BAB IV
REPRESENTASI RELIGI DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT
AMERIKA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
A. Biografi Pengarang
1. Hanum Salsabiela Rais
Hanum Salsabiela Rais merupakan putri kedua dari tokoh politik
nasional, yaitu Amien Rais. Ia lahir, dibesarkan, dan menempuh pendidikan di
Yogyakarta hingga meraih gelar doktor gigi dari Universitas Gadjah Mada. Ia
mengawali karirnya bukanlah sebagai doktor gigi, melainkan sebagai jurnalis dan
reporter-presenter di Trans TV.
Hanum telah menikah dengan pria bernama Rangga Almahendra.
Setelah menikah, ia bersama sang suami sempat tinggal selama 3,5 tahun di
Austria. Selama di Austria, ia mengenyam sebagai jurnalis dan video podcast
film maker di Executive Academy Vienna, dan menjadi koresponden untuk
detik.com selama 3 tahun.
Pada tahun 2013, Hanum terpilih menjadi duta perempuan mewakili
Indonesia untuk Youth Global Forum di Suzuka, Jepang, yang dilaksanakan oleh
Honda Foundation. Salah satu karya tulisnya, yaitu buku Berjalan di Atas
Cahaya mendapat apresiasi buku dan Penulis Nonfiksi terfavorit 2013 oleh
Goodreads Indonesia. Novel karyanya yang berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa
dijadikan film dengan judul yang sama dalam dua chapter. Skenario filmnya
tersebut ditulis olehnya dan suaminya. Film tersebut mendapat apresiasi dari 1,8
juta penonton versi filmindonesia.id. film ini diputar di ajang Cannes, Bethesda
Washington DC dan Melbourne Film Festival.
Hanum yang memiliki pengalaman sebagai jurnalis, dia menulis beberapa
buku. Berikut ini buku-bukunya yang diterbitkan, yaitu 1) Menapak Jejak Amien
38
39
Rais: Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta(2010). Buku ini ditulis
Hanum ditujukan untuk Ayah tercinta yaitu Amien Rais. Bukan hanya buku, ia
menulis cerita dalam bentuk novel, yaitu 2) 99 Cahaya di Langit Eropa (2011).
Novel ini kemudian dijadikan sebuah film dengan judul yang sama. 3) Berjalan
di Atas Cahaya (2013), novel inilah yang mulai mencuat namanya menjadi
penulis yang dikenal dengan begitu baiknya sehingga mendapat sebuah
penghargaan. 4) Bulan Terbelah di Langit Amerika (2014).
Kini, pekerjaan sehari-harinya Hanum yaitu menjabat sebagai direktur
PT. Arah Dunia Televisi (ADiTV), TV Islami modern di Yogyakarta. Ia pun
dapat dihubungi melalui surat elektronik atau email [email protected] dan
twitter @hanumrais. 1
2. Rangga Almahendra
Rangga Almahendra merupakan suami Hanum Salsabila Rais sekaligus teman
seperjalanan dan penulis novel Bulan Terbelah di Langit Amerika. Selama masa
bersekolah, dia menamatkannya di Yogyakarta, kemudian berkuliah di Institut
Teknologi Bogor dan gelar magisternya dia raih di Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Keduanya diraihnya dengan predikat cum laude.
Rangga mendapatkan beasiswa S-3 di WU Vienna dari pemerintah
Austria. Saat kuliah S-3 nya, dia mempresentasikan paper doktoralnya dalam
Strategic Management Conference di Washington DC dan Roma dan ini yang
menjadikannya inspirasi kisah ini.
Pada tahun 2010, gelar doctor resmi diraih di bidang Internasional
Business dan Management. Rangga tercatat sebagai salah satu dosen di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis di UGM Yogyakarta dan Johannes Kepler University. Saat
ini bekerja sebagai Direktur utama AdiTV, Ikatan Alumni mahasiswa ITB yang
1 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Bulan Terbelah di Langit Amerika, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 339
40
berasal dari Yogyakarta, serta menjadi Manager of Office Internasional Affairs
FEB-UGM. Rangga dapat dihubungi melalui surel [email protected] dan
twitter @rangga_alma. 2
B. Latar Belakang Lahirnya Karya
Sebenarnya novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel terbaru
yang dikarang oleh Hanum pada tahun 2014. Awal karangan novel ini ketika Hanum
dan suaminya diwawancarai oleh seorang penyiar radio yang membuat dirinya
sadar. Sebuah pertanyaan membuat dirinya teringat pada suatu draf tulisan tentang
perjalanan muhibah ke Amerika Serikat pada 2009 silam yang terabaikan. Draf buku
tersebut lebih awal daripada 99 Cahaya di Langit Eropa, berdasarkan perjalanan
ketika berkunjung ke New York dan Wasington DC selama 12 hari dan
menyempatkan datang ke semua ikon duo kota besar tersebut.
Kisah dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan perpaduan
antara berbagai dimensi genre buku (drama, fakta sejarah, dan ilmiah, traveling,
spiritual, serta fiksi).
Awal draf novel Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah true story, namun
mengingat suatu perjalanan bukan hanya untuk bercerita, Hanum berubah pikiran.
Beberapa cerita yang dituangkan dalam novel ini berasal dari inspirasi yang
dilihat Hanum dan suaminya di jaringan media, online news, atau youtube. Banyak
di antaranya juga berasal dari kisah nyata yang diceritakan oleh para mualaf dan
narasumber terpercaya selama Hanum menjadi wartawan dan scholar di Eropa.
Semua fakta sejarah, ilmiah, bangunan bersejarah, atau peristiwa yang disampaikan
juga adaptasi dari kejadian sebenarnya.
Pada Februari-Mei 2014 Hanum bergegas mengerjakan draf “Amerika yang
belum ada judul” di tengah kesibukan sebagai dosen dan staf direksi PT. Arah Dunia
2Ibid., hlm. 340
41
Televisi (ADiTV),TV islami modern di Yogyakarta serta pengerjaan film 99
Cahaya di Langit Eropa.3
C. Sinopsis Novel
Tokoh utama dalam novel ini adalah Hanum dan Rangga. Mereka berdua
adalah sepasang suami isteri berkeyakinan Islam yang sedang tinggal di Eropa, lalu
Amerika dikarenakan suatu perihal suaminya.
Hanum awalnya hanya di Eropa hanya berdiam diri saja di apartemen atau
jalan-jalan menelusuri Eropa tanpa ada aktivitas yang membuatnya bersemangat,
akhirnya dia memutuskan mencari pekerjaan dengan mengirimkan surat lamaran
pekerjaan berdasarkan lowongan pekerjaan yang pernah diberikan temannya Fatma
Pasha ke alamat surel yang terdapat pada koran. Akhirnya Hanum diterima dan
menjadi seorang wartawan.
Pada suatu hari Rangga, suami Hanum mendapatkan ide untuk paper berikutnya
setelah melihat berita tentang Philippus Brown, kemudian diajukan kepada
dosennya yaitu Reinhard. Ide untuk paper Rangga disetujui oleh Reinhard bahkan
Rangga diperintahkan untuk mempresentasikan pappernya di Amerika Serikat dan
menjumpai Philippus Brown untuk memintanya memberikan perkuliahan singkat di
kampusnya. Hanum pun mendapat tugas yang mencengangkan dari bos sekaligus
sahabatnya, yaitu Gertrud. Hanum diperintahkan untuk menulis Artikel berjudulkan
“Akan Lebih Baikkah Dunia Ini Tanpa Islam?” yang mengharuskannya pergi ke
Amerika Serikat.
Saat di Amerika Serikat, Hanum dan Rangga sempat terpisah selama 2 hari.
Hanum ketika sedang mewawancarai seorang demonstran yaitu Michael Jones
mengalami insiden buruk sehingga membuatnya terpaksa terpisah dengan Rangga.
Akan tetapi, seorang penjaga museum yang merupakan seorang muslim
3 Ibid., hlm. 336-337
42
menolongnya dan mengenalkan keluarganya kepada Hanum. Hanum akhirnya dapat
bertemu kembali dengan narasumber pertamanya dan suaminya Rangga atas
bantuan Azima Hussein sebagai narasumber keduanya.
Esok hari, Rangga dan Hanum beserta keluarga Azima Hussein datang ke acara
live CNN TV secara langsung dan menjadi tamu kehormatan. Philippus Brown
memberikan sambutan dan menyampaikan hal yang membuat semua orang terharu
serta terbuka matanya akan Islam dan sikap saling menghargai perbedaan di
kehidupan ini.
D. Analisis Unsur Intrinsik Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
Unsur intrinsik adalah unsur yang terpenting dalam sebuah novel. Berdasarkan
landasan teori yang telah diungkapkan pada bab 2, unsur intrinsik terdiri dari tujuh
bagian, yaitu tema, alur (plot), latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya
bahasa, dan amanat.
Berikut ini analisis unsur intrinsik novel Bulan Terbelah di Langit Amerika :
1. Tema
Tema merupakan suatu gagasan yang menjadi dasar dari sebuah cerita.
Sebuah cerita mengandung tema bukan hanya satu saja, bahkan dua atau lebih.
Menurut Burhan Nurgiantoro, tema terbagi ke dalam dua jenis, yakni tema
mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema pokok atau tema utama
yang menjadi dasar sebuah karya, sedangkan tema minor merupakan tema
tambahan atau tema bagian yang terdapat pada beberapa bagian dari sebuah
cerita dan makna tambahan berdiri sendiri, terpisah dari tema inti cerita yang
berkaitan dengan novel yang menjadi satu kesatuan.4
Tema yang terdapat pada novel ini bukan hanya satu jenis saja sebagai
intinya, tetapi dua jenis yaitu
4 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2013), hlm. 133-134
43
a. Tema Mayor
Tema mayor merupakan tema utama cerita, pada novel Bulan Terbelah
di Langit Amerika, tema utamanya adalah religiusitas. Religiusitas yang
merupakan suatu hubungan antara manusia dengan Tuhan memiliki
keterkaitan dengan kebudayaan dan agama yang terdapat dalam kehidupan.
Keterkaitan tersebut terwujudkan bukan hanya dalam bentuk ritual ibadah,
tetapi dapat dalam bentuk kegiatan yang sesuai ajaran-ajaran agama.
Pada novel ini, religiusitas terepresentasikan dalam berbagai bidang
dimensi, bukan hanya pada ritual ibadah, tetapi kegiatan sehari-hari
manusia. Hal ini sudah terlihat dari awal cerita ketika Hanum menulis
tokoh-tokoh yang dianggap kantornya sebagai tokoh besar dan baik, tetapi
berlainan dengan ajaran-ajaran serta norma agama yang diyakininya.
Gambaran religius pada novel ini tergambarkan pada kutipan berikut.
Aku pernah ditugasi menulis kisah si kaya raya pemilik shopping
mall Lugner City Wina, Richard Lunger. Apa yang menarik dari
dirinya bagi pembaca ternyata sama sekali tidak membuatku ingin
menuliskan bahkan namanya.
Bagaimana tidak? Aku harus menyanjung-nyanjung pria tua tak
tahu diri yang hobi gonta-ganti pacar setiap bulan? Mewawancarainya
pada pagi hari dengan dikelilingi para selir imutnya membuatku seolah
turun derajat. Jujur, itu dosa terbesarku selama menulis profil orang
yang dianggap Getrud meraup kesuksesan besar.5
Pada kutipan tersebut memperlihatkan bahwa sebagai manusia yang
meyakini Tuhan serta ajaran-Nya, maka melaksanakan perintah-Nya
dengan baik walau dalam keadaan yang tidak sesuai dengan kebaikan iman.
Tokoh utama sebagai seorang muslim merasa berdosa karena dirinya
bukanlah berbagi ilmu yang bermanfaat dengan mewawancarai tokoh yang
dapat membuat manusia menuju yang lebih baik. Seorang manusia yang
5 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Bulan Terbelah di Langit Amerika, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 22
44
mempercayai ajaran Tuhan dan melakukan setiap perintah-Nya, dapat
menjadikan kepribadian dirinya yang baik. Bahkan manusia kehidupannya
akan menjadi lebih tenang, dekat dengan Tuhan, dan memperoleh hal yang
lebih dari apa yang dilakukan.
Pada novel ini, seorang tokoh utama laki-laki yaitu Rangga, terinspirasi
bahkan mengagumi seorang filantropi bernama Phillipus yang
mendonasikan keuangannya sebesar 100 juta dollar Amerika untuk
beasiswa anak-anak korban perak Irak dan Afganistan. Bukan hanya pada
Brown, Rangga terinspirasi dan mengagumi cara berbisnis seorang muslim
dengan sistem bersedekah kepada siapapun yang bernama Deewan.
Berikut ini kutipan yang menunjukkan bahwa dengan mengikuti ajaran
Tuhan, hidup akan tetap bahagia bahkan melebihi itu.
“Khan, kau ingat kan restoran All You Can Eat, Pay as You Wish
di daerah Schottentor itu?” tanyaku sukacita. Ya, itu restoran yang
menjadi andalan anak-anak beasiswa seperti kami karena bisa makan
sepuasnya dan bayar sesuka hati. Restoran muslim lagi!
“Deewan, pemiliknya yakin bahwa bisnisnya bisa berkembang
karena kedermawanannya. Konsep terbalik dari bisnis yang selama ini
kita pelajari.”
“Konsep yang sedikit aneh dan sinting, kukira. Bagaimana dia
bisa untung?” celoteh Stefan.”
“kenyataannya, dia tidak bangkrut. Sudah sepuluh tahun dia
menjalankan bisnis restoran Pakistan itu. Brown, aku yakin, punya
cara berpikir seperti Deewan. Gila! Seratus juta dollar AS untuk
sedekah! Kalau Brown bisa berpikir demikian, aku rasa pasti banyak
orang di Wina ini yang punya pikiran sama, yang bisa kujadikan
narasumber!6
Pada kutipan di atas menunjukkan seorang manusia dapat
terinspirasi bahkan ingin meneladani orang-orang yang menjalani
kehidupannya dengan baik karena melakukannya berdasarkan ajaran Tuhan
6 Ibid., hlm. 33
45
yang dipercayai. Dan inspirasinya tersebut menghasilkan sebuah karya
yang hebat.
Dengan kata lain, penulis ingin mengungkapkan bahwa untuk
membuat kehidupan menjadi lebih indah dan berkah, alangkah baiknya
dekatkan diri dengan Tuhan salah satunya menjalankan aktifitas
berdasarkan ajaran agama.
b. Tema Minor
Tema minor merupakan tema atau makna dari sebuah cerita yang hanya
terdapat pada beberapa bagian saja dan tema tambahan yang dapat berdiri
sendiri. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki beberapa tema
minor, yakni percintaan dan persahabatan.
1) Percintaan
Novel ini memang termasuk novel religi, akan tetapi sang
penulis menghadirkan tema tambahan, salah satunya yaitu tema
percintaan. Tema ini hadir di dalam novel sebagai salah satu daya tarik.
Berbeda dengan novel lainnya, tema percintaan pada novel ini
mengisahkan tentang dua tokoh utama yaitu Hanum dan Rangga
sebagai suami-istri yang saling mencintai. Bukan hanya mereka, kisah
cinta pun terjelaskan pada tokoh Ibrahim Hussein dengan Azima
Hussein, dan Michael Jones dengan Joanna Jones. Kisah cinta tokoh-
tokoh tersebut diawali pada kisah cinta Ibrahim dengan Azima pada
awal prolog. Kisah cinta mereka diawali disaat hari peringatan
pernikahan mereka yang kedua. Ibrahim yang sangat mencintai
isterinya tersebut, berpura-pura tidak mengingat momentum yang
teramat istimewa dalam kehidupan mereka. Dia telah mempersiapkan
hadiah spesial untuk sang isteri bahkan sampai meminta izin kepada bos
di tempat kerja barunya hanya untuk membuat tersenyum indah sang
pujaan hati. Berikut ini kutipan yang menjelaskan awal percintaan
mereka berdua.
46
Seorang laki-laki berawajah Arab baru saja keluar dari
toko perhiasan di Manhattan. Wajahnya berbinar pertanda dia
begitu bahagia. Dia punya misi terhadap dirinya dan idealismenya.
Setidaknya, untuk keluarganya. Pagi itu dalam perjalanan menuju
kantor, dia tak akan melewatkan satu acara paling bermakna dalam
perjalanan cinta bersama istrinya. Hari itu adalah hari paling sakral
penyatuan cinta mereka. Hari itu persis dua tahun mereka berjanji
dalam ikatan perniakahan Islam.
“kau tak ingat hari apa ini?” tanya istrinya sangat pagi-pagi
benar. Dan laki-laki Arab itu menggeleng. Dia sunggulah berpura-
pura.7
“Jadi, bolehkah aku pulang lebih awal hari ini, Jo....?
Ayolah....” tanya laki-laki itu dalam anggukan pelan. Dia
memikirkan istri dan anak semata wayangnya. Hanya itu.8
Laki-laki itu mengajukan proposal pulang cepat hari ini.
Ada alasan pribadi mengapa demikian. Dia tak ingin mengucapkan
selamat ulang tahun perkawinan hanya lewat telepon.
Pengucapannya itu harus lebih spesial dari tahun-tahun
sebelumnya.9
Berdasarkan kutipan tersebut, terdeskripsikan bahwa Ibrahim
begitu mencintai Azima. Hal itupun berbanding sejalan, Azima sangat
mencintai Ibrahim. Walau Ibrahim telah tiada, Azima tetap mencintai
sang suami yang telah meninggal dunia. Berikut ini kutipan yang
menunjukkan Azima begitu pula mencintai Ibrahim.
... beberapa tahun setelah peristiwa 11 September, aku
memutuskan untuk pindah ke museum 9/11. Aku ingin...mencari
kenyataan yang tersingkap. Azima menggiring wajahnya untukku.
Kata-katanya begitu misterius.
“kenyataannya apa?”
“suamiku Abe. Satu-satunya peninggalannya untukku
adalah... suara-suara kematiannya.”10
7 Ibid., hlm. 7 8 Ibid., hlm. 10 9 Ibid., hlm. 11 10 Ibid., hlm. 156
47
“Setiap hari aku berharap ada tamu museum yang datang
kemudian berkata mereka tahu bagaimana Abe tewas. Setiap hari
aku berharap dari sekian ribu nama orang yang tewas ini...,” Azima
mengusap air matanya lalu menyisir isi tasnya.11
Kutipan di atas memperlihatkan betapa suci cinta sepasang
manusia walau harus terpisahkan oleh kematian. Akan tetapi tidak
mengurangi rasa cintanya. Hanum dan Rangga, sepasang suami-istri
yang saling mencintai, ini sudah terlihat dari awal cerita dimana setiap
waktu berdua dijadikan momentum yang istimewa. Sehingga Rangga
membuat kejutan untuk sang istri tercinta dan istrinya memukul-mukul
badan suaminya dengan rasa haru dan tak ingin berpisah lagi. Berikut
ini kutipan yang menunjukkan waktu berdua mereka dihabiskan
bersama menjadi momentum yang istimewa.
Saturday freeday adalah forum kami melakukan aktivitas kecil
bersama seperti membersihkan rumah, belanja kebutuhan sehari-
hari untuk seminggu kedepan, menghadiri pengajian di KBRI,
mengajar ngaji di surau kecil Wina, atau sekadar bersenda gurau
dalam bus dan kereta U-Bahn demi memaksimalkan penggunaan
tiket bulanan. Kemudian rutinitas kecil itu kami tutup denan makan
sinag dari satu restoran ke restoran lain di Wina. Itu adalah
seremoni kami untuk merayakan pencapaian satu pekan yang kami
lalui dengan susah payah. Pekan yang hampir saja memisahkan
kami setiap harinya dan membuat kami bertemu hanya pada malam
hari.12
Detik itu, satu tangkap tangan kokoh menutup mata dan wajahku
tiba-tiba dengan keangkuhan otot-otot jarinya. Tangan satunya
memelukku dari belakang. Aku berontak karena kekagentan yang
luar biasa. Begitu aku membalikkan badan, dia mencium keningku.
Membelai rambutku.
“Inilah kejutan terbesarku untukmu, Say,” ucap Rangga tanpa
rasa bersalah.
Tanganku refleks akan memukul dadanya, tapi ditepisnya cepat.
11 Ibid., hlm. 157 12 Ibid., hlm. 53
48
Aku urungkan niatku memukul dirinya. Kudekap Rangga seerat
aku mendekap Azima tadi malam. Ku raih tangan Rangga yang
melingkar di leherku. Begitu hangat. Aku tak ingin kehilangan
suamiku lagi. Aku tak ingin kami “terbelah” lagi.13
Kutipan di atas menunjukkan bahwa waktu adalah hal yang
berharga terutama untuk kebahagiaan bersama pasangan hidup. Begitu
pula dengan Michael dan Joanna yang saling mencintai namun harus
terpisahkan oleh kematian. Akan tetapi kematian Joanna tidak dapat
diterima oleh Michael.
Aku mencintai istriku, Anna. Dan telah berjanji akan
membahagiakannya. Tapi semua sirna karena para lalim itu. Siang
dan malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan
perasaanku yang berkecambuk. Sejak 11 September, hatiku tidak
bisa bergerak pada perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus
marah pada siapa. Hingga akhirnya aku mendengar pembangunan
Masjid Ground Zero yang begitu dekat dengan kompleks tragedi itu
terjadi.14
Kutipan di atas menunjukkan bahwa cinta dapat membuat
seseorang yang menanam amarah menjadi sebuah benci karena rasa
sakit yang terbuahkan. Namun hal itu dapat berubah, jika bersikap ikhlas
terhadap kenyataan yang terjadi.
2) Persahabatan
Tema persahabatan pada novel ini hanya sebagai bumbu dari
kisah perjalanan cerita. Sehingga terlihat lebih menarik pembaca dalam
membacanya. Tema persahabatan di novel ini tidak terlalu menonjol
seperti tema religi. Tema persahabatan pada novel ini terjadi pada
Rangga dengan kedua sahabatnya yaitu Stefan dan Khan. Ketiga orang
tersebut merupakan mahasiswa S-3 di Wina dengan beasiswa yang
13 Ibid., hlm. 322-333 14 Ibid., hlm. 225
49
didapatkan dari pemerintah Swiss. Rangga dan Khan adalah seorang
muslim dan Stefan seorang ateis (tidak mempercayai Tuhan), akan
tetapi ketiganya berbeda pendapat tentang suatu walaupun mereka
bersahabat baik. Berikut kutipan yang menjelaskan persahabatan
mereka bertiga.
... Sekarang, pakai baju saja kok diatur sih? Suka-suka kita dong.
Kali ini Khan bangkit dari duduknya, lalu melintas di depan Stefan
sambil menjawil pipinya dengan senyum kecil. Aku bertaruh kalau
Khan sudah berbahasa tubuh demikian, pastilah dia akan membalas
dengan jawaban yang mengenyakkan.
“oh my brother, kalau tidak diatur aku pasti dengan senang hati
ke kampus untuk menghadiri sidang disertasiku nanti dengan celana
renang saja. Bagaimana pendapatmu?”
Aku hampir saja tersedak dengan tawaku mendengar jawaban
Khan yang taktis. Aku melihat Stefan tertawa-tawa sendiri sambil
mengusap pipinya yang ditowel Khan. Benar-benar, dua anak
manusia ini bisa sebntar sebagai minyak dan air, tapi sebentar
kemudian mereka menjadi sahabat kental.15
Berdasarkan kutipan di atas, walaupun terdapat perbedaan ras,
budaya, dan agama, manusia dapatlah menjalin persahabatan yang baik
dengan sesama. Perbedaan pendapat menjadi suatu kewajaran dan dapat
menjadi nilai tambah untuk mempererat persahabatan.
2. Alur (Plot)
Alur merupakan rangkaian jalannya sebuah cerita. Pada novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika alur yang digunakan adalah alur maju. Hal ini
dikarenakan proses penceritaan yang berdasarkan rentetan waktu peristiwa.
Mulai dari kejadian tahun 2001 hingga pengklarifikasian yang sesungguhnya
terjadi oleh Brown. Dalam alur terdapat lima tahapan, yakni tahap penyituasian,
15 Ibid., hlm. 32
50
tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap
penyelesaian.
a. Tahap Penyituasian
Tahap ini merupakan tahap awal yang melandasi sebuah cerita. Pada
novel ini, tahap penyituasian terjadi pada saat Hanum sedang memasak di
rumahnya di Wina mendapatkan telepon oleh Gertrud, dan saat berbincang
Gertrud mengatakan bahwa ada hal yang sangat penting telah terjadi.
“Hanum, can you do me a favor?” suara Gertrud tiba-tiba lebih
memelas.
“Maaf meneleponmu malam-malam. Besok kau harus masuk pagi-
pagi...,” suaranya kini sedikit bergetar. Ada harap besar padaku.
“Besok? Besok kan Sabtu, hari liburku, dan aku sudah punya rencana
dengan suamiku.”
“Batalkan...,” sambar Gertrud. “this is an emergency, Hanum.”16
b. Tahap Pemunculan Konflik
Tahap ini merupakan tahap munculnya sebuah konflik dalam sebuah
cerita. Pada novel ini, pemunculan konflik terjadi di kala Hanum menemui
Gertrud di ruang kerjanya seperti permintaannya di telepon. Kemudian
Gertrud memberitahu hal yang menjadi sangat penting yaitu salah satunya
Hanum harus menulis sebuah artikel yang bertemakan “Akan lebih baikkah
dunia ini jika tanpa Islam?”.
Hal tersebut memicu konflik dalam diri Hanum sehingga akhirnya
Hanum setuju karena dirinya tak ingin ada orang yang merusak agama
kepercayaannya hanya untuk sebuah bisnis.
“Dewan redaksi ingin Heute ist Wunderbar menulis artikel perdana
dalam format full service-nya dengan topik: “Would the world be better
without Islam?”,’Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?”17
“Tidak, Gertrud. Aku tidak akan mungkin menulis artikel seperti itu.
Kita bisa menulis seseuatu yang kau sebut apa itu-mengubah dunia-
demi manaikkan oplah pada hari pertama tayang nanti. Tapi bukan
16 Ibid., hlm. 21 17 Ibid., hlm. 44
51
dengan menggiring opini semacam itu yang memojokkan
keyakinanku...,”18
“Gertrud aku terima tantanganmu. Aku akan menulis artikel itu.”19
c. Tahap Peningkatan Konflik
Tahap ini terjadi ketika Hanum sedang mencari narasumber untuk
artikel yang di carinya. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Michael Jones
di dalam aksi demontrasi. Akan tetapi karena aksi demonstrasi yang
memuncak, Hanum menjadi terpisah dengan suaminya Rangga.
“Sir, do you think the world would be better without Islam?”
teriakku sedikit melengking.
Pria berwajah gahar itu akhirnya menoleh padaku yang terus
mengejarnya. Dia menatapku sebentar lalu menyeringai seraya
menyodorkan tangannya. Aku terengah-engah sambil mendengarkan
nama itu.
“Hi, I’m Michael Jones.”20
.... Dalam beberapa detik Jones sudah melesat kembali ke arena
demo.
Dalam beberapa detik pula demonstrasi berubah kacau.
Kekacauan yang mengepungku.21
d. Tahap Klimaks
Tahap ini terjadi ketika Hanum bertemu dengan Azima Hussein atau
Collins. Situasi seperti ini menjadi puncak dari berbagai peristiwa
dikarenakan pertemuan Hanum dengan Azima bersedia menjadi
narasumbernya dengan membuka banyak penjelasan untuk Hanum.
“.... Aku menerima tawaran menjadi narasumbermu. Tapi dengan satu
syarat, pakailah nama muslimku, bukan Julia, dalam laporanmu.”
“Azima Hussein, Hanum.”
Ya Tuhan! Aku...aku telah salah menilai orang. Aku benar-benar
mengingat nama itu di antara nama-nama yang lain.22
18 Ibid., hlm. 45 19 Ibid., hlm. 51 20 Ibid., hlm. 94 21 Ibid., hlm. 99 22 Ibid., hlm. 141
52
e. Tahap Penyelesaian
Tahap ini terjadi disaat Brown menyampaikan peristiwa yang
sesungguhnya saat 11 September 2001 di depan para hadirin maupun
televisi yang telah tersembunyi selama delapan tahun.
“Jones dan Azima, izinkan saya berkisah mengenai kejadian nyata
dalam 100 menit yang mencekam itu....23
3. Latar
Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa di dalam sebuah cerita.
Selain itu latar merupakan landasan sebuah pertiwa terjadi. Latar memiliki tiga
unsur, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya. Ketiga unsur
tersebut memang berbeda, tetapi saling memiliki keterkaitan satu dengan
lainnya.24
Penggambaran latar novel Bulan Terbelah di Langit Amerika sebagai
berikut:
a. Latar Tempat
1) Pesawat Terbang America Airlines
“Halo America Airlines Flight 11 di sini...melaporkan...pesawat
ini dibajak...,” suara pramugari bermata sipit membetikkan
kepanikan luar biasa. Dia menelepon Air Traffic Control di Boston.
Matanya masih tegar. Toh lama-lama air mata merembes dari kedua
sudut matanya seiring dengan gejolak kerisauan yang telah
menembus batas.25
Kutipan di atas terdapat pada prolog novel ini dan menggambarkan
bahwa tempat terjadi suatu peristiwa yaitu pembajakan berada di
pesawat terbang. Peristiwa tersebut, membuat pesawat terjatuh di
sebuha gedung raksasa dan meluluh lantakannya serta karena pesawat
tersebut menjadi awal kisah cerita ini.
23 Ibid., hlm. 281 24 Burhan Nurgiantoro, op. cit., hlm. 314 25 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 12
53
2) World Trade Centre
Laki-laki Arab itu tersenyum lega. Matanya menerawang
menembus jendela di belakang meja bosnya. Dia memandang awan
putih yang bergumul-gumul, menarik tak beraturan seolah dientak
badai. Gumpalan awan itu melewati gedung Worl Trade Centre
menara utara.
Gedung kembar di sebelahnya, menara selatan, tampak terlalu
sombong sekadar untuk menyunggingkan senyum untuknya.26
Pada kutipan di atas, digambarkan bahwa seorang tokoh laki-laki sedang
berada di gedung WTC dan melihat benda yang meluncur ke tempat dia
berdiri di balik gumpalan awan. Kejadian ini, tahap menuju
terbenturnya sebuah pesawat ke gedung WTC dan meluluhlantakkannya
dan terjadilah peristiwa 9 September 2001.
3) Apartemen di Wina
Aku memandang keluar jendela apartemen. Matahari awal
musim gugur masih menumpahkan sisa sinarnya, meski waktu
sudah menunjukkan hampir pukul 21.00. Hingga selarut ini,
Rangga belum juga pulang dari kampus. Kelumrahan yang terjadi
memasuki tahun kedua masa studi S-3nya di Wina.27
Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum dan Rangga
tinggal di sebuah apartemen selama di Wina dikarenakan studi S-3 sang
suami. Di tempat inilah mereka berdua hidup bersama hingga
berakhirnya masa studi S-3 dan terjadinya peristiwa-peristiwa di dalam
hidup mereka.
4) Kantor Universitas
Stefan Rudolfsky melempar koran Heute ist Wunderbar ke meja
kerjaku28
Aku segera melenggang keluar kantor menuju perpustakaan.
Aku masih melihat Stefan dan Khan saling pandang.29
26 Ibid., hlm. 14 27 Ibid., hlm. 20 28 Ibid., hlm. 29 29 Ibid., hlm. 34
54
Pada kutipan di atas menunjukkan keberadaan Rangga sedang
berada di meja kerjanya yaitu di ruang kantornya. Kantornya tersebutpun
ruang kerja asisten dosen S-3. Latar tempat ini yang menunjukkan
perbedaan antara sahabat, dapat diterima dengan baik walaupun terjadi
diskusi-diskusi hebat, salah satunya diskusi tentang the power of giving
in bussiness.
5) Stasiun U-Bahn
Tak mau hanya sibuk berkasak-kusuk tanpa berani meminta foto
idola sebagaimana perempuan-perempuan muda di U-Bahn ini, aku
memberanikan diri menghampiri Cooper. Aku menyalaminya dan
meminta foto untuk ku pamerkan pada Hanum nanti.
Begitu kereta meluncur dengan embusan angin yang melewati
lorong gelap dan berhenti, aku meloncat ke dalamnya.30
Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa Rangga sedang berada
di stasiun U-Bahn. Peristiwa berdasarkan kutipan di atas dimaksudkan
untuk memberi kejutan yang mendebarkan untuk istrinya disaat dirinya
pulang.
6) Ruang Kerja Getrud di Kantor Heute ist Wunderbar
Aku memandang atasanku itu sedang membuang pandang ke
jendela. Entah sudah berapa ratus kali jendela ruang kaca itu dia
tatap, seolah jendela itu bisa memberikan penyelesaian itu semua
masala kantor. Di atas lantai 3 kantor ini, jendela ruang kaca
Gertrud menjadi semacam gang untuk masuk ke dunia inspirasi.31
Pada kutipan di atas Hanum sedang berada di ruang Gertrud. Hanum di
ruang tersebut mendapatkan tugas yang berat dan besar untuk sebuah
keyakinan agamanya. Tugas tersebut yang membuat Hanum harus
berangkat ke Amerika untuk memperoleh informasi yang tepat dan baik.
30 Ibid., hlm. 36 31 Ibid., hlm. 38
55
7) Harlem, New York
Kami berdua menginjakkan kaki di sebuah titik di kawasan
Harlem itu. Di jalan yang ramai dengan orang hitam berlalu-lalang.
Mobil-mobil usang masih terlihat di kota paling modern sedunia
ini.32
Pada kutipan di atas, menunjukkan Hanum dan Rangga sedang berada
di daerah Harlem, New York. Keberadaan mereka di daerah tersebut
dimaksudkan untuk mencari narasumber wawancara Hanum atas
peristiwa 11 September 2001.
8) Museum Memorial 9/11
Entah sudah berapa lama waktu yang dia habiskan untuk
kegiatan itu selam dia bekerja di Museum memorial 9/11 new York
ini. Kurasa, museum ini pilihan terbaik untuk menghangatkan
badan sesaat.
“Hi, Morning! Please Come in!”
Dia baru beranjak dari duduknya ketika aku dan Rangga
memasuki entrance museum. Dia tersenyum manis pada kami,
mengayunkan tangannya mempersilakan tamu.33
Pada kutipan di atas menunjukkan Hanum dan Rangga sedang
berada di Museum 9/11 walaupun baru memasuki museum tersebut. Di
tempat ini, awal pertemuan Hanum dan Rangga dengan Julia Collins
yang akhirnya Julia dan Hanum menjadi bersahabat walau awalnya
seorang yang tidak dikenal.
9) Kompleks Ground Zero/Grand Memorial 9/11
Aku masih terus mengamati jalanan dan mencoba
menancapkannya dalam ingatan. Selingkaran proyek besar Grand
Memorial 9/11 seakan dilindungi puluhan crane.34
32 Ibid., hlm. 75 33 Ibid., hlm. 85 34 Ibid., hlm. 89
56
Pada kutipan di atas mendeskripsikan bahwa Hanum sedang berada di
kompleks Ground Zero atau Grand memorial. Di tempat tersebut,
Hanum sedang mencari narasumber untuk berita yang akan ditulisnya
dan di tempat itulah dia bertemu dengan Michael Jones sebagai
narasumbernya yang berasal dari luar muslim.
10) Bus
Sudah dua kali aku ke toilet dalam bus dan terpaksa harus
membangunkan pria tua ini hingga membuatnya mendelik lalu
merengut setiap mencoleknya. Sudah dua kali juga aku
mempersilahkannya bertukat tempat denganku karena kukatakan
saja aku penderita gangguan pencernaan setiap pergi ke luar
negeri.35
Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Rangga sedang berada di
dalam bus dan mengalami gangguan pencernaan. Di dalam bus tersebut,
Rangga bertemu dengan seorang pria tua yang ketika membicarakan
tentang Islam, pria tua terebut memiliki pendapat yang cukup liberal dan
kuno. Pria tersebut mengidentikkan Islam dengan perang sehingga
membuat perangai Rangga menjadi tidak baik kepadanya.
11) Masjid New York Manhattan
Maaf, masjid ini ikut-ikutan disorot karena dekat dengan lokasi
pembangunan Masjid Gorund Zero. Jadi aku tidak bisa
membiarkanmu tidur di sini.36
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum sedang berada di dalam
sebuah masjid yang tidak jauh dari Masji Ground Zero. Masjid itu
Masjid New York Manhattan. Nama masjid itu diketahui karena
dituliskan oleh sang pengarang novel di bagian awal. Masjid ini
35 Ibid., hlm. 122 36 Ibid., hlm. 119
57
merupakan awal mula Hanum mengenal lebih jauh tentang Julia Collins
atau Azima Hussein.
12) Rumah Azima Hussein
Azima menyiapkan sebuah kamar untukku, tepatnya kamar
Sarah yang dipinjamkan untukku, sementara Sarah tidur bersama
ibunya malam ini. Azima juga memberiku baju ganti dan handuk
serta pil pengurang rasa sakit.37
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Azima sedang menyiapkan kamar
untuk Hanum tidur. Hal itu berarti Hanum dan Azima sedang berada di
rumah Azima. Di rumah Azima Hanum berkenalan dengan ny. Hyacint
Collins. Selain itu dia berdialog dengan Azima sehingga diketahuilah
sejarah sebenarnya icon yang berada di beberapa lembaga yang ada di
Amerika, gambar nabi Muhammad yang disejajarkan dengan tokoh
besar Amerika, video saat kejadian 9/11, serta Azima yang tetap
berusaha menjalani ajaran agama Islam dengan baik, salah satunya
dengan menutup aurat.
13) Empire State Building
Seorang pelayan lift berseragam merah, berdiri sambil
tersenyum karena melihatku ketakutan. Hampir semua orang New
York dalam lift 4x4 meter ini memperhatikanku. Mereka tersenyum
geli melihat wajah cemasku. Mungkin mereka mengiraku tak hanya
takut, tapi juga norak dan udik. Rasanya menyesal membeli tiket
seharga 27 dolar untuk naik observation desk di lantai 86 Empire
State Building, karena seolah aku baru saja membeli rasa cemas.38
Berdasarkan kutipan di atas, menjelaskan bahwa Hanum tepat sedang
berada di Empire State Building. Di gedung ini, dia bertemu dengan
Jones, dia mengembalikan foto Anna yang sempat terbawa olehnya lalu
mewawancari Jones tentang kejadian tersebut serta “Akankah Dunia
37 Ibid., hlm. 161 38 Ibid., hlm. 216
58
Lebih Baik Tanpa Islam?”. Hanum pun mendapatkan jawaban yang
cukup untuk datanya.
14) Hotel Arlington
Kami duduk di restoran yang sama di Hotel Airlington,
menikmati sarapan pagi. Melihat bagaimana orang-orang
berlimpah uang yang bermalam di hotel bintang lima meletakkan
makanan beraneka rupa di piring mereka. Juga minuman.39
Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa kedua tokoh utama sedang
berada di Hotel Airlington. Di hotel ini, mereka berdua bermalam,
Hanum bercerita tentang segala kejadian yang menghampirinya selam
tidak bersama sang suami. Selain di tempat ini, Rangga mengirimi semua
hasil kerja Hanum ke Gertrud termasuk beberapa file yang dimiliki
Hanum dia kirim kepada Phillipus Brown sehingga terbalaslah surel
Rangga. Mereka pun di tempat ini berdiskusi tentang kehidupan saat
sedang menyantap sarapan di restoran hotel.
15) Baird Auditorium
Aku melihat dengan jelas bagaimana sepasang mata pria paruh
baya itu terus menembus saputan udara di Baird Auditorium yang
gelap. Aku menoleh bolak-balik, siapa yang dia sedang pandangi di
anjungan ini. Oh, mungkin Layla di sampingku. Atau...siapa?40
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum serta Layla dan keluarga
Azima, sedang berada di Baird Auditorium. Di tempat ini, Phillipus
Brown mengungkap tabir yang selama ini tersembunyi dan membuka
mata semua para hadirin dan pemirsa dunia yang menyaksikan acara
tersebut di tv. Berkat Brown, Azima mengetahui hal yang sebenarnya
terjadi terhadap suaminya dan begitu terasa sedih dengan air mata yang
mengalir saat mengetahui itu.
39 Ibid., hlm. 265 40 Ibid., hlm. 277
59
b. Latar Waktu
Latar waktu merupakan latar yang menunjukkan waktu terjadinya
sebuah peristiwa di dalam sebuah cerita, baik novel ataupun cerpen. Pada
novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, latar waktu yang tergambarkan
yaitu pada pagi hari, siang, dan malam. Berikut ini merupakan kutipan
yang menjelas waktu terjadinya sebuah peristiwa di dalam novel ini.
1) Pagi
Pada hari kerja, newsroom ini selalu hiruk-pikuk oleh manusia
yang bersaing ketat denagn suara printer dan delapan layar televisi
yang selalu menayangkan berita dari berbagai penjuru Eropa atau
belahan dunia lainnya. Tapi ruang redaksi di lantai 3 tampak
membisu pagi ini; aku hanya melihat satu-satunya cahaya keluar
dari balik jendela di ujung lantai: ruang Gertrud.41
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu yang terjadi pada peristiwa
Hanum bertemu dengan Gertrud yang membawa tugas besar dan sangat
berat untuknya terjadi pada waktu pagi hari. Ini awal peristiwa Hanum
dan Rangga menuju Amerika dengan kejadian yang tidak terduga.
2) Siang
Aku harus mencapai Penn-Station di Madison Square Bus
Station sebelum pukul 3 siang.42
Kutipan di atas menjelaskan waktu yang terjadi pada saat itu ada
siang hari waktu Amerika. Ini terjelaskan Hanum yang sedang berusaha
mencapai stasiun bus sebelum jam 3, yang artinya dirinya sedang berada
jam 2 siang.
3) Malam
Akhirnya Brown mulai berbicara.
41 Ibid., hlm. 38 42 Ibid., hlm. 109
60
Dengan suara parau dai mengucapkan selamat malam pada para
hadirin yang terhormat.43
Kutipan berikut menunjukkan secara jelas kepada kita, bahwa peristiwa
yang terjadi saat itu ketika malam hari. Peristiwa tersebut, awal dari
terungkapnya tabir yang selama ini dirahasiakan oleh Brown selama delapan
tahun setelah peristiwa tersebut. Dan peristiwa tersebut memecah tangisan
Azima karena telah mengetahui hal yang dicarinya selama ini tentang
kejadian sebenarnya yang terjadi pada suaminya.
Peristiwa dalam cerita ini terjadi pada tahun 2001 dan 2009. Pada awal
cerita, dikisahkan tentang sebuah pesawat yang dibajak oleh dua orang yang
mengaku sebagai muslim. Kemudian pesawat tersebut menabrakkan dirinya
ke sebuah gedung terbesar di dunia yang gedung tersebut bernama World
Trade Centre yang meluluhlantakkan gedung tersebut dan menghilangkan
ribuan korban jiwa.
Peristiwa terungkap kejadian sebenarnya yang diungkapkan oleh Brown
terjadi pada tahun 2009, ini terlihat berasal dari kutipan berikut.
Dengan cerita saya ini, saya ingin kalian tahu, saya berhutang
budai dan nyawa pada seorang muslim. Dan itu cukup mengatakan,
Islam bukanlah seperti para teroris yang memanipulasi pikiran dan hati
kira selama delapan tahun terakhir.44
Secara rasional kita pun dapat memperkirakan tahun peristiwa Brown
mengungkapkan semua itu. Maka dari itu peristiwa itu terjadi pada tahun
2009.
43 Ibid., hlm. 276 44 Ibid., hlm. 281
61
c. Latar Sosial-Budaya
Latar sosial-budaya merupakan latar tentang kehidupan yang terdapat
di dalam sebuah cerita. Baik kehidupan sosial ataupun budaya. Pada novel
ini latar sosial yang tergambarkan di awal cerita yaitu kehidupan di Eropa,
khususnya Swiss.
Sayangnya, aku tak bisa sedikitpun mengkritiknya. Tentu saja,
gonta-ganti pacar, hidup bersama, berciuman di sembarang tempat
merupakan nilai sosial yang normal bagi orang sini. Mungkin jika tak
terheran-heran, justru akulah yang tidak normal.45
Untung Gertrud tidak memintaku datang Minggu. Pada hari
Minggu, semuanya menjadi lebih ketat tanpa ampun. Jika pada sabtu
beberapa kantor atau toko grosiran masih membuka diri, pada hari
Minggu, jka nekat berbisnis, mereka bisa dipolisikan dan diperkarakan
karena dianggap melanggar hukum. Minggu adalah hari keluarga,
tidak ada alasan untuk menggugat urusan apapun.46
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Eropa merupakan negara yang
memiliki nilai sosial yang berbeda dengan nilai sosial orang timur, seperti
negara Indonesia dan beberapa negara yang bermayoritaskan muslim yang
menjaga attitude kesopanan terutama kehidupan sosial. Nilai sosial di sana
begitu begitu bebasnya, akan tetapi waktu untuk keluarga dihargai. Keluarga
ialah hal yang penting dalam kehidupan manusia, maka dari hal tersebut,
orang Swiss menghargai kebersamaan kita bersama keluarga.
Hanum dan Rangga sangat senang dengan kebijakan tentang tidak
bolehnya bekerja pada hari Minggu, karena mereka dapat menghabiskan
waktu bersama sebagai sebuah keluarga kecil. Walaupun mereka harus
sangat menghargai nilai sosial yang berada di sana. Saat di Amerika,
kehidupan sosial yang mereka hadapi tidak jauh berbeda dengan Eropa yang
mengandung kebebasan, akan tetapi di Amerika ini, terlatarkan bahwa
45 Ibid., hlm. 22 46 Ibid., hlm. 37-38
62
kehidupan di Amerika sangatlah keras dan kurangnya nilai religiusitas
disetiap hembusan nafasnya.
Kereta kami berhenti di sebuah satsiun saat seorang nenek tua
kulit hitam dengan helai-helai uban masuk. .... Tak dinyana, bukannya
membantu si nenek tua, tiga preman yang berdiri persis di bibir pintu
kereta malah tertawa mendengking bernada meledek. Pria putih malah
memperagakan secara terang-terangan gaya tertatih-tatih si nenek
tua.47
Persoalan klise, pikirku. Masjid di Wina, tempat aku dan Hanum
biasa mengajar Al-Qur’an juga dirundung masalah yang sama. Tak
sanggup membayar tunggakan sewa yang semakin melejit harganya.
Bersaing dengan kafe besar yang siap menerkam siapa yang kesulitan
kapital. .... Ini bukan masalah diskriminasi, tentu saja. Ini masalah
ketamakan manusia saja. Business is business. Kalaupun yang berdiri
adalah gereja, gereja itu pasti tersaruk-saruk setorannya.48
Pada kutipan di atas, berdasarkan latar sosial yang terjelaskan, sisi
religiusitas manusia sudah sangat jauh berkurang. Tempat ibadah yang
seharusnya dilindungi dan didatangi, malah tergusurkan oleh ketamakan
uang. Uang memang dibutuhkan untuk kehidupan, terutama kehidupan
dengan fasilitas yang memadai. Akan tetapi seperti kata Brown, banyak uang
bukan berarti hidupmu akan menjadi tenang, sedikit uangpun begitu. Dekat
dengan Tuhan dengan menjalankan ajara-Nya dalam kebaikan, dapat
membuat hidup menjadi lebih tenang dan penuh keberkahan.
4. Tokoh dan Penokohan
a. Hanum
Hanum merupakan tokoh utama dalam novel ini. Hal ini terlihat sejak
awal cerita hingga akhir cerita, dia dan satu tokoh utama lainnya selalu
terdapat sosok mereka, dan mereka memiliki peran penting di dalam cerita
tersebut.
47 Ibid., hlm. 125 48 Ibid., hlm. 77
63
Tokoh utama merupakan tokoh yang selalu hadir dalam setiap kejadian dan
paling banyak ditemukan pada setiap halaman. Selain itu tokoh utama
merupakan tokoh yang banyak diceritakan dibanding tokoh lainnya.49
Hanum merupakan tokoh yang cerdik dalam setiap pekerjaannya, terutama
dalam berbicara.
Gertrud Robinson merasa dirinya berhutang budi padaku atas
keberhasilan besarku mewawancarai Natascha Kampusch. Tak ada satu
media pun yang sanggup mewawancarai perempuan muda ini, yang
sukses melarikan diri setelah sembilan tahun dikurung penculik yang
menyekapnya di bungker rumah di Wina.50
Hanum pun seorang yang mempunyai sisi religius yang baik, itu terlihat
dari dirinya yang selalu mengingat Allah dalam setiap kejadian yang
dihadapinya. Akan tetapi, dirinya masih belum menjalankan perintah Allah
untuk wanita, yaitu berjilbab.
Ya Allah, anugerahi aku dengan kesabaran menghadapi
ketidakmampuanku yang satu ini : memahami jalan.51
Ya Tuhan, lelakon apa yang sedang ku jalani?52
Aku kembali melihat diriku sendiri yang masih belum berhijab.
Kenyataan Azima yang mempertahankan hijabnya dengan cara tak
terbayangkan ini, membuatku tertohok ucapan ucapan Ayse, anak
Fatma, pada suatu kali.53
Dibalik semua sifat positif Hanum, secara tidak sadar Hanum memiliki sifat
negatif yaitu suka meremehkan orang lain.
“Kau bertemu dengan Andy beneran? Kenapa nggak bilang-bilang!
Oh, tidak mungkin. Ini pasti rekaan photoshop!” kekeh Hanum sambil
masih tergagap melihat fotoku bersama Andy Cooper.54
49 Burhan Nuriantoro, op. cit., hlm. 259 50 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 27 51 Ibid., hlm. 114 52 Ibid., hlm. 115 53 Ibid., hlm. 182 54 Ibid., hlm. 57
64
b. Rangga
Rangga merupakan tokoh utama seperti Hanum. Dia pun sering terlihat
diberbagai peristiwa dalam cerita ini. Rangga merupakan tokoh laki-laki
yang menyayangi istrinya dan penuh kejutan.
Rangga Almahendra, pria belahan jiwaku ini memang pria
penuh kejutan. Setelah mengejutkanku dengan mengirimku surel
video perjalanan Eropa pada hari ulang tahunku, berpura-pura di
hadapan Gertrud dirinya pencemburu berat demi menghindarkanku
dari liputan spencer Tunik, beberapa kali memasakkanku makanan
Indonesia ketika aku sakit, dan terakhir memberiku foto Andi
Cooper bersamanya di U-Bahn.55
Selain itu Rangga merupakan seorang yang menyukai humoris
dengan sering bercanda dengan Hanum.
Ranggapun seorang yang tidak pantang menyerah dalam meraih mimpi dan
memiliki sisi religius yang cukup baik.
“Kau tahu kan, 100 surel berbeda kukirim dalam kurun waktu 1 tahun
untuk mendapatkan 1 jawaban dari beasiswa S-3 Austria ini?” tukas
Rangga, mengingat kekerasannya mengejar mimpi sekolah di Eropa.56
Selain itu, Rangga memiliki sifat berani berkenalan dengan orang yang
tidak dikenalnya tanpa rasa malu. Ini terlihat saat dia berkenal diri dengan
Andy Cooper untuk meminta foto bersama, berbiara dengan penjual hotdog
halal di New York, dan mengenalkan diri kepada Pllipus Brown sehingga
namanya disebutkan dalam acara besar di auditorium.
“Phillipus Brown?” kuulurkan tangan pada pria berkacamata tebal itu.
Dia telah mengoleskan mentega di roti gandum yang sekeras batu. Dia
tersenyum ramah padaku dan meletakkan pisau rotinya seketika lalu
menjabat tanganku. Aku keraskan namaku saat menyebutnya. “Rangga
Almahendra from Indonesia.”57
55 Ibid., hlm. 59 56 Ibid., hlm. 24 57 Ibid., hlm. 193
65
Tak mau hanya sibuk berkasak-kusuk tanpa berani meminta foto idola
sebagaimana perempuan-perempuan muda di U-Bahn ini, aku
memberanikan diri menghampiri Cooper. Aku menyalaminya dan
meminta foto untuk ku pamerkan pada Hanum nanti.58
c. Azima Hussein
Azima hussein merupakan tokoh tambahan yang penting dalam cerita
ini. Dia merupakan istri dari alm. Ibrahim Hussein dan merupakan sosok
wanita yang penyayang. Ini terlihat dari Azima sangat menyayangi ibunya
sehingga rela melepas jilbabnya. Walaupun seperti itu, dia tetaplah orang
yang menjalankan perintah agama dengan sebaik yang bisa dilakukan
dengan menggunakan pakaian yang sangat tertutup serta rambut palsu
pengganti jilbab dan tetap memegang kepercayaannya terhadap Islam.
Tangannya kini melepas sesuatu yang menyelubung di atas
kepalanya. Perlahan aku tahu apa itu. Itu jelas bukan bagian asli
tubuhnya.
Wig? Rambut palsu?
“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus Tuhan.
Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat dari
cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu
ini....”59
Selain itu, Azima merupakan sosok yang lembut, ramah, dan baik hatinya.
“Assalamu’alaikum. My name is Julia Collins. Call me Julia. Where’s
your friend?”
Perempuan itu menyalamiku. Dengan sigap dia membuka plastik yang
dia bawa dan mengulurkan gulungan perban putih. Dia tidak peduli
dengan kebengonganku yang begitu jelas. Aku mengenali wajahnya.
Senyumnya begitu tulus.
Setulus dia menyalamiku di Museum Serangan 11 September di
Ground Zero pagi-pagi tadi.60
58 Ibid., hlm. 36 59 Ibid., hlm. 181 60 Ibid., hlm. 120
66
d. Ibrahim Hussein
Ibrahim Hussein merupakan Suami Azima Hussein. Pada novel ini,
Ibrahim memiliki peran yang sangat penting sebagai tokoh tambahan,
walaupun dirinya terdeskripsikan sebagai cerita masa lampau. Karakteristik
dirinya pun diketahui berkat cerita tentang dirinya, berbeda dengan tokoh
lainnya yang yang dideskripsikan sebagai tokoh hidup.
Ibrahim Hussein adalah tokoh yang sangat menyayangi keluarga,
menghormati orang tua, serta memiliki sikap religius yang cukup baik
dengan ajaran agama yang diaplikasikan di dalam kehidupannya.
“Hari ini my love, aku akan berteriak sekeras-kerasnya dari lantai atas
kantor untuk mencoba memanggilmu. Kau pasti bisa mendengarnya.
Lalu, aku akan berteriak kedua kalinya untuk bayi kita.61
Sebencinya ibu terhadap suamiku, aku menaruh kekaguman pada Abe
kaerna dia tetap menghormati dan menyayangi ibuku. Setelah beberapa
bulan berlalu, aku dan orang tuaku tak saling menyapa. Tapi Abe
memintaku untuk selalu bersujud pada orang yang telah melahirkanku.62
Nyonya Azima Hussein, dalam kegentingan itu suami Anda begitu
tegar. Saya berguru padanya dalam menit-menit terakhir itu. Dia
menderas dalam doa. Saya tak tahu dia berbicara apa. Tapi saat itulah
saya dihantam kesombongan saya selama ini.63
e. Michael Jones
Michael Jones merupakan tokoh tambahan yang memiliki peran yang
cukup penting di dalam novel ini. Dia merupakan tokoh yang memiliki sifat
penyayang, terutama kepada istrinya. Akan tetapi rasa benci pun terbentuk
di tokoh tersebut, karena rasa cinta yang begitu besar kepada istrinya.
Aku mencintai istriku, Anna. Dan telah berjanji akan
membahagiakannya. Tapi semua sirna karena para lalim itu. Siang dan
malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan perasaanku yang
berkecambuk. Sejak 11 September, hatiku tidak bisa bergerak pada
perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus marah pada siapa. Hingga
61 Ibid., hlm. 8 62 Ibid., hlm. 179 63 Ibid., hlm. 294
67
akhirnya aku mendengar pembangunan Masjid Ground Zero yang
begitu dekat dengan kompleks tragedi itu terjadi.64
Selain itu dia adalah orang yang memiliki hati yang baik walaupun
secara religi tidaklah sebaik Ibrahim.
“Aku menyesal mengapa setelah delapan tahun, semua ini baru
menjadi jelas. Tapi, hari ini aku sadar, mengapa Tuhan membuatku
menunggu selama ini. Setelah Joanna tewas, aku merasa hidupku tidak
berguna lagi. Delapan tahun yang menyesakkan, delapan tahun dalam
dendam. ...”65
f. Gertrud Robinson
Gertrud Robinson berperan sebagai bos Hanum di Heute Ist Wunderbar.
Gertrud sebagai tokoh tambahan yang memiliki peran penting di dalam
cerita ini. Dialah yang memerintahkan Hanum untuk membuat sebuah
artikel besar dan berat yang semua itu langkah awal cerita. Gertrud yang
suka memberi Hanum tugas-tugas berat ini memiliki sifat yang tidak dapat
diperkirakan. Dia begitu sayang terhadap ibunya dan tak ingin membuat
kecewa ibunya. Walaupun Gertrud seorang penyang, tetapi dia bukanlah
seorang yang taat beribadah ataupun religius.
Tapi baiklah, bagi Gertrud agaknya ini masalah besar. Seorang anak
yang merasa tak dapat membahagiakan orang tuanya sepanjang
hidupnya adalah masalah besar.66
“.... kau kan tahu, aku sendiri bukan orang yang religius dalam hidup.
Aku tahu aku harus meryakan Natal dan Paskah tiap tahun. Tapi aku tak
tahu, apakah itu hanya menjadi tradisi atau sesuatu yang hendaknya
mendamaikan hidup.67
Gertrud memang bukanlah seorang yang religius, tetapi dia orang yang
menghargai agama lain dan tak ingin merusak agama tersebut di mata orang
64 Ibid., hlm. 225 65 Ibid., hlm. 312 66 Ibid., hlm. 39 67 Ibid., hlm. 40
68
lain. Selain itu Gertrud merupakan seorang yang benar-benar teliti dan
pintar, ini terlihat dari daftar narasumber yang harus diwawancarai Hanum.
“Jangan salah. Aku sebenarnya tidak setuju dengan agenda besar
dewan redaksi tentang laporan 9/11 ini. Untuk itulah aku menyuruhmu,
seorang muslim yang menulisnya, bukan Jacob yang tak tahu apa-apa.
Tapi, ya sudahlah....”68
Ya Tuhan! Aku...aku telah salah menilai orang. Aku benar-benar
mengingat nama itu di antara nama-nama yang lain. ya, aku telah salah
menilai Gertrud Robinson. Lagi-lagi aku tak percaya dengan semua
keajaiban di Amerika ini.69
g. Phillipus Brown
Phillipus Brown pada cerita ini sebagai tokoh tambahan. Walaupun
tokoh tambahan, dia memiliki peran yang cukup penting dalam novel ini.
Tanpa ada dirinya, rahasia yang selama ini terembunyi, tidak akan terbuka.
Brown merupakan seorang miliuner yang memiliki sifat sopan, ramah, dan
terbuka kepada orang lain.
“Phillipus Brown?” kuulurkan tangan pada pria berkacamata tebal
itu. Dia telah mengoleskan mentega di roti gandum yang sekeras batu.
Dia tersenyum ramah padaku dan meletakkan pisau rotinya seketika lalu
menjabat tanganku. Aku keraskan namaku saat menyebutnya. “Rangga
Almahendra from Indonesia.”
“Please sit down Mr. Mahendra. Nice to have company, just call
me Phillip”.70
Bukan hanya sopan serta ramah, Brownpun memiliki hati yang lembut
dengan mudah terharu dan dirinya pun seorang yang berusaha menepati
janji.
Phillipus Brown menunduk. Dengan sebuah napas panjang dia
mendongakkan kepala. Air matanya berhulu di sudut mata.71
68 Ibid., hlm 47 69 Ibid., hlm. 141 70 Ibid., hlm. 193-194 71 Ibid., hlm. 294
69
“Hadirin semua, aku memang telah berbohong pada Ibrahim. Aku
tak pernah kembali untuknya. Tapi cita-citanya untuk Sarah
anaknya...akan kulunasi.”
“Sekolah ke mana pun kau mau, Nak. Wujudkan impian ayahmu.
Princeton.”72
5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan daya pandang pengarang untuk menyajikan
sebuah tokoh di dalam sebuah cerita. Pada novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama
atau tokoh sentral dalam cerita. Pada novel ini terbilang unik, karena tokoh yang
menjadi sentral cerita terdapat dua tokoh yaitu pada tokoh Hanum dan Rangga.
Kedua tokoh ini sama-sama menggunakan “aku” sebagai pelaku dan penerima
kejadian tersebut dan orang yang mengetahui cerita tersebut.
Aku diam sambaran kata-kata Rangga. Sediam-diamnya. Aku tahu
suamiku itu tengah nyinyir senyinyir-nyinyirnya padaku.73(Hanum)
Aku melihat jam tanganku. Sudah hampir pukul 23.00. hanum pasti
sudah menungguku di rumah, atau malah sudah terlelap.74 (Rangga)
Berdasarkan kutipan di atas, mereka berdua adalah tokoh utama
yang menjadi sentral cerita. Selain itu tokoh aku yang berjumlah dua ini
dikarenakan pengarang pada novel ini berjumlah dua orang, walaupun
pengarang perempuan yang lebih mendominasi jalannya cerita. Hal yang
membuat sudut pandang novel ini menarik adalah kedua sudut pandang berasal
dari dua orang yang dipadukan menjadi satu pendapat di dalam sebuah novel
dan kedua pengarang novel tersebut suami-istri yang dapat selalu berbagi ide,
pikiran, perasaan, dan gagasan setiap saat dan lebih dekat.
6. Gaya Bahasa
72 Ibid., hlm. 318 73 Ibid., hlm. 24 74 Ibid., hlm. 36
70
Gaya bahasa merupakan cara khas pengarang menyampaikan ceritanya
melalui sebuah bahasa. Dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, gaya
bahasa yang digunakan berdasarkan latar sosial pengarang, yakni mereka
menggunakan bahasa semi baku ataupun menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
Julia lalu memperingatkan Sarah agar berhenti menyorongkan anjing itu
kepadaku.75
Aku berdoa Gertrud tidak menugasiku meliput acara yang tidak
menuntut integritas otakku.76
Selain itu, secara sosiolinguistik, pada novel ini bahasa yang digunakan terdapat
campur kode atau alih kode, yaitu terdapat bahasa Inggris yang dicampur dengan
bahasa Indonesia dalam kalimatnya.
Aku yakin semua ini adalah grand design Allah.77
Melewati sebuah gereja kecil, kami menyaksikan sebuah deretan
homeless people mengantre untuk mendapat giliran makan gratis dan
undian tidur Cuma-Cuma.78
7. Amanat
Pada setiap cerita, baik itu novel atau cerpen, pasti terdapat amanat atau
pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada para pembaca. Pada novel
ini, pengarang ingin menyampaikan banyak sekali pesan kepada para pembaca.
Tema yang disampaikan adalah tema religius, akan tetapi amanat yang ingin
disampaikan bukan hanya mengenai religiusitas saja.
Tema pada amanat ini, yakni sebagai berikut:
a. Jangan Menyerah untuk Meraih Kesuksesan
Hanum merasa malu harus mengirim lamaran pekerjaan ke lima belas
macam perusaan berbeda dan empat belas perusahaan tidak merespon
75 Ibid., hlm. 138 76 Ibid., hlm. 44 77 Ibid., hlm. 60 78 Ibid., hlm.68
71
dengan baik. Pada perusahaan terakhir yang ingin dikirimi, ia merasa ragu
sehingga suaminya marah dan menasihatinya dengan sebuah perbandingan.
Berikut ini kutipan yang menggambarkan amat tersebut.
“Berapa sih biaya semua rasa malu untuk mengirim surel?”
tanya Rangga akhirnya.
Aku tak bisa menjawabnya.
“Kau tahu kan, 100 surel berbeda kukirim dalam kurun waktu 1 tahun
untuk mendapatkan 1 jawaban dari beasiswa S-3 Austria ini?” tukas
Rangga, mengingat kekerasannya mengejar mimpi sekolah di Eropa.
“Kau tahu kan, berapa kali Thomas Alva Edison membuat rangkaian
hingga menemukan lampu?” ....
“Beda kali, Mas. Thomas Alva Edison itu sudah yakin akan teorinya,
hanya masalah waktu dia bisa menemukan lampu.”
“Nah itu kau jawab sendiri. Hanya masalah waktu kau mendapat
pekerjaan di sini,” labrak Rangga menanggapi kata-kataku barusan.79
Berdasarkan kutipan di atas, kita dapat mengambil hikmahnya bahwa
janganlah pernah menyerah untuk meraih kesuksesanmu. Hanyalah waktu
yang menentukan kapan mimpimu akan terealisasikan.
b. Hargai Kepercayaan Agama Orang Lain
Menghargai sebuah keyakinan adalah suatu hal yang penting di dalam
kehidupan sosial. Tanpa adanya sikap toleransi dan tidak memaksa,
kehidupan bermasyarakatpun akan terasa lebih baik. Kita bisa mengambil
hikmah dari kutipan di bawah ini yang menunjukkan bahwa menghargai
kepercayaan orang lain adalah suatu hal yang penting dan baik untuk
sesama.
Salah seorang berandal itu kemudian menunjuk-nunjuk sepasang
penumpang. Semua orang menoleh pada pasangan itu; pria berjenggot
panjang dengan gamis ala Pakistan Shalwar Khameez yang bersama-
kurasa-istrinya, yang berkerudung dan bercadar.
“Hey man, do you think the ninja is really a female? Si berandal
putih bertanya nakal pada berandal hitam.
“No...no.... I think they are twins... hahahaha” Si berandal hitam
yang tampak lebih mabuk menjawab dengan kengawuran.
79 Ibid., hlm. 24
72
Tiba-tiba kereta berhenti di stasiun dengan sedikit rem pegas yang
mendecit. Semua orang sempat terenyak.80
Pada kutipan di atas terlihat sangat kontras, dua orang yang seperti
berandal tidak menghargai sepasang suami istri yang beragama Islam.
Mereka mengejek dan menghina suami-istri tersebut dengan tidak baik. Dan
akhirnya mereka mendapat balasannya yaitu sempat terenyak dikarenakan
kereta yang berhenti mendadak. Amanat yang dapat diambil, yaitu harus
menghargai agama apapun yang dipercayai oleh orang lain tanpa menghina
dan menjelekkannya. Hal itu dapat merugikan diri sendiri dengan
mendapatkan balasan yang tidak baik oleh Tuhan. Serta perasaan orang lain
merasa terluka dengan tidak adanya rasa menghargai. Dalam dunia
pendidikan, amanat yang ingin disampaikan, yakni setiap murid wajib saling
menghargai pendapat temannya masing-masing jika sedang berada di dalam
diskusi serta menghargai hasil karya teman.
c. Menjaga Lisan untuk Kebaikan
Ada sebuah pepatah, lidahmu harimaumu dan lidah lebih tajam dari
pedang. Pepatah tersebut bukan hanya sebagai perangai saja, tetapi itu
merupakan bukti nyata jika tidak mampu menjaga diri. Hanum sedang
meradang kekesalan di hatinya karena belum menemukan seorang
narasumber yang tepat. Kemudian sang suami bergurai kepadanya dan
memuncak amarahnya sehingga berkata tanpa memikir apa yang akan
terjadi ke depannya. Hingga akhirnya Hanum menyesali segala perkataanya,
setelah semua itu terjadi pada dirinya.
“Masih bercanda saja kamu, Mas... Aku lagi bingung! Gini deh.
Kalau mau, kita BERPISAH di New York. Aku akan cari narasumberku
sendiri sampai dapat. Mas Rangga ke Washington sendiri juga urusi
presentasi yang juga sama pentingnya. Fair, kan!”81
80 Ibid., hlm. 127 81 Ibid., hlm. 80
73
Ya Allah ya Tuhan, atas segala malaikat-malaikat di atas sana.... Aku
tidak benar-benar mengucapkannya. Aku benar-benar tidak
menginginkannya.... mengapa Engkau kabulkan semua ini?82
Kutipan di atas mengajarkan untuk tidak berbicara secara seenaknya,
karena Tuhan bisa mendengar yang diucapkan manusia di mana pun dan
kapan pun. Selain itu, setiap perkataan dapat berdampak berbalik terhadap
diri sendiri karena ada seseorang yang merasa terluka dengan ucapan yang
kurang menghargai orang lain. Dalam dunia pendidikan, amanat ini
memiliki keterkaitan yaitu disaat menghargai karya orang lain dengan
mengapresiasikannya walau terdapat kelemahan, karya sendiri pun akan
dihargai dan diapresiasikan dengan baik oleh orang lain. Sedangkan apabila
mencaci, menjelekkan, dan mengungkapkan segala kelemahan karya orang
lain tanpa memberi saran untuk lebih baiknya, hal itu dapat terjadi kepada
diri sendiri walaupun belum diketahui saat terjadinya.
d. Jangan Membenci Karena Rasa Sakit
Rasa sakit akan suatu hal memang tidak mudah untuk dihilangkan
begitu saja, akan tetapi akan menjadi lebih baik jika rasa sakit tidak menjadi
suatu kebencian. Berikut ini kutipan yang menunjukkan rasa sakit hingga
menjadi membenci.
Aku mencintai istriku, Anna. Dan telah berjanji akan
membahagiakannya. Tapi semua sirna karena para lalim itu. Siang dan
malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan perasaanku yang
berkecambuk. Sejak 11 September, hatiku tidak bisa bergerak pada
perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus marah pada siapa. Hingga
akhirnya aku mendengar pembangunan Masjid Ground Zero yang
begitu dekat dengan kompleks tragedi itu terjadi.83
Pada kutipan tersebut, mengajarkan kepada kita bahwa, hal yang
membuat rasa sakit atau kecewa, jangan membenci penyebabnya tersebut.
82 Ibid., hlm. 116 83 Ibid., hlm. 225
74
Relevansinya dengan dunia pendidikan, ketika meraih nilai yang buruk dari
sebuah mata pelajaran, jangan membencinya.
e. Menjalankan Hidup Berdasarkan Ajaran Agama
Hidup tanpa ilmu, maka akan dibodohkan orang lain. Hidup tanpa
agama, maka akan terjatuh dalam keterpurukan jiwa serta kegelisahan hidup.
Maka dari itu kita memerlukan keduanya. Dalam menjalankan hidup, terasa
akan lebih baik jika kita berlandaskan ajaran Tuhan yang disampaikan
melalui agama yang kita yakini. Berikut ini kutipan yang berisikan pelajaran
hidup yang mengajarkan hidup dengan berlandas agama.
“Ibrahim mengajarkan saya sesuatu. Usaha dan berupaya sekuat
raya, dalam keadaan apapun, hingga Tuhan melihat kesungguhan itu
mengulurkan tangan-Nya. Ibrahim mengajari saya seseuatu yang
bernama ikhlas. Ikhlas terhadap takdit yang telah digariskan Tuhan,
setelah usaha maksimal. Harapan yang kandas, belum tentu sungguh-
sungguh kandas. Tuhan tak akan mengandaskan impian hamba-Nya
begitu saja. Dia tak akan menaruh kita dalam kesulitan yang tak terperi
tanpa menukarnya dengan kemuliaan pada masa mendatang. Itulah
mengapa saya mendedikasikan hidup saya untuk manusia.”84
Pada kutipan di atas mengajarkan kepada kita bahwa apabila kita
melakukan sesuatu dengan berlandaskan apa yang diajarkan Tuhan melalui
Nabi dan Rasul-Nya, kita akan memperoleh hal yang mulia di masa akan
mendatang. Serta tak akan ada rasa putus asa yang begitu terpuruknya
dikarenakan tak akan benar-benar kandas harpan yang dilakukan
berdasarkan usaha.
E. Representasi religi dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
Representasi religi merupakan perwakilan tentang hal religi, baik nilai-nilai
religi, atau pun dimensi religi. Pada novel ini, penggambaran religi ditunjukkan
bukanlah dalam bentuk ritual ibadah saja, tetapi bentuk keyakinan terhadap Tuhan
yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menjalankan ajaran agama.
84 Ibid., hlm. 307
75
1. Nilai Religi
Pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki lima nilai religi,
yakni Nilai Ibadah, Nilai Ruhul Jihad, Akhlak Dan Kedisiplinan, Keteladanan,
dan Nilai Amanah dan Ikhlas. Walaupun tidak diperlihatkan secara jelas melalui
gerakan hidup tokoh.
a. Nilai Ibadah
Ibadah merupakan bentuk penyembahan manusia kepada Tuhan.
Bentuk penyembahan terhadap Tuhan bukanlah hanya seperti Sholat bagi
umat Islam, berdoa di gereja bagi umat kristiani atau ritual seperti tersebut.
Bentuk ibadah manusia kepada Tuhan dapat dilakukan dalam kegiatan
sehari-harinya, terutama sesuai ajaran agama masing-masing. Contohnya
seperti berdzikir, membaca Alqur’an, mengaji, berdoa, dan lainnya.
Nilai ibadah pada novel ini tidak tertuju hanya pada tokoh utama,
tetapi pada tokoh tambahan lainnya. Hanum merupakan seorang istri yang
taat dalam menjalankan perintah agama, walaupun terdapat sebuah perintah
yang belum dapat dia laksanakan. Dan Rangga merupakan suami dari
Hanum. Saat tinggal di Wina, Swiss, Hanum bersama suaminya tidak
melupakan kewajibannya sebagai muslim. Di sana mereka mengajarkan Al-
Qur’an di sebuah Masjid di Wina kepada para muslim di sana. Ini terlihat
dari pengakuan Rangga.
Persoalan klise, pikirku. Masjid di Wina, tempat aku dan Hanum
biasa mengajar Al-Qur’an juga dirundung masalah yang sama. Tak
sanggup membayar tunggakan sewa yang semakin melejit harganya.85
Berdasarkan kutipan di atas, Hanum dan Rangga tidak pernah
melupakan salah satu kewajiban dirinya sebagai seorang muslim untuk
muslim lainnya. Mengajarkan membaca Al-Qur’an adalah suatu bentuk
85 Ibid., hlm. 77
76
ibadah kita terhadap Tuhan dengan membuat orang lain dapat membaca
ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan baik yang dilakukan secara ikhlas.
Selain mengajarkan Al-Qur’an, Hanum selalu berdoa terhadap Allah
atas segala yang dihadapinya. Hal ini terlihat sejak Hanum secara
mengejutkan diberikan tugas berat oleh Gertrud.
Ya Tuhan, ganjarlah aku dengan kekuatan untuk melaksanakan tugas
berat ini.86
Doa merupakan salah satu bentuk ketakwaan seorang hamba kepada
Tuhan. Dengan berdoa, Allah akan mengabulkan segala permintaan.
Karena apabila tidak berdoa, maka Allah pun akan marah terhadap hamba-
Nya.
Bukan hanya Islam yang berdoa sebagai wujud ketakwaan kepada
Tuhan, tetapi agama lain juga berdoa sebagi wujud ketakwaannya. Nyonya
Collins melihat sebuah gereja ketika perjalanan mereka menuju
Washington DC dan meminta berhenti untuk mengikuti misa di gereja
tersebut.
“Ada gereja di pinggir jalan. Kita ikut misa dulu. Mumpung ini hari
Minggu.87
“Kalian ini masih muda malas berdoa. Kalau Ayahmu tahu, pasti
kecewa. Ayo, Sarah!” Nyonya Collins menggamit tangan Sarah, lalu
turun mobil.88
Misa di gereja yang dilakukan pada hari Minggu merupakan bentuk
peribadatan mereka kepada Tuhan mereka dengan mereka berdoa melalui
nyanyian-nyanyian. Hanum dan Azima bukanlah sosok yang tidak berdoa
86 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Op. Cit., hlm. 50 87 Ibid., hlm. 238 88 Ibid., hlm. 239
77
kepada Tuhan, namun agama yang mereka berdua percaya dan yakini
berbeda dengan Nyonya Collins.
Berdasarkan kutipan di atas, kegiatan yang dilakukan Hanum dan Nyonya
Collins adalah kegiatan yang bermakna nilai dan ritual ibadah.
b. Nilai Ruhul Jihad
Ruhul Jihad merupakan dorongan jiwa kita sebagai manusia untuk
melakukan yang terbaik secara sungguh-sungguh dalam bekerja. Terkadang
manusia di dalam hubungannya sesama manusia, seperti saling membantu
dalam kebaikan ataupun membantu saling menjaga kehidupan, tidak
dilakukan dengan sungguh-sungguh. Begitupun hubungan manusia dengan
Tuhan, kita sering kali tidak secara kaffah menjalankan segala ajaran Tuhan
dengan baik ataupun sungguh-sungguh.
Pada novel ini, nilai Ruhul Jihad terepresentasikan pada usaha Ibrahim
dengan sungguh-sungguh untuk tetap berusaha hidup di dalam sebuah
kesulitan serta membantu teman kerjanya secara sekuat tenaga untuk tetap
hidup dan tidak putus asa.
“Jangan menyerah, JOANNA! Ingat suami dan keluarga yang
menunggu Anda di rumah!” bantah Ibrahim.89
“Pak, pergilah. Saya akan berusaha sampai titik darah penghabisan
untuk tiba di bumi. Tapi...tolonglah. saya tak ingin merintangi takdir
Anda sekarang. Lihatlah diri Anda, Tuhan nyaris tak memberi Anda
luka yang berarti. Lihatlah saya sekarang. Inilah pertanda baik bagi
Anda. Pergilah, selagi ada kesempatan! Go away!!! Go away!!! Leave
me, Sir!”90
Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh keselamatan
hidup merupakan salah satu usaha paling keras yang dilakukan manusia.
Terutama yang dilakukan oleh Ibrahim serta rekan kerjanya. Tidak putus
asa dan terus berusaha menyemangati dengan sungguh-sungguh
89 Ibid., hlm. 289 90 Ibid., hlm. 303
78
menunjukkan hablum min al-anas yang baik karena menunjukkan
usahanya.
Berdasarkan kutipan di atas, bahwa dengan segala usaha yang
sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan suatu hal yang diharapkan.
Allah akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut mau
merubahnya. Lain kata Allah akan mengabulkan dan mempermudah
sebuah harapan manusia apabila manusia tersebut berusaha dengan
sungguh-sungguh.
Bukan hanya Ibrahim yang menunjukkan kesungguhan dalam
berusaha. Sang istri, Azima Hussein selama delapan tahun selalu berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mencari tahu pesan terakhir yang
disampaikan oleh sang suami, serta mencari tahu apakah ada yang
mengetahui jasad Ibrahim saat kejadian tersebut. Setelah delapan tahun
tidak mengetahui apapun tentang hari terakhir kehidupan suaminya, Azima
mengetahui semua kebenaran dari Phillipus Brown yang diungkapkan
melalui sebuah acara di Baird Auditorium.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh Ibrahim dan Azima,
kegiatan yang dilakukan dengan sepenuh hati, termasuk kegiatatan yang
bermakna Ruhul Jihad dan mendapatkan hasil yang sesuai.
c. Akhlak dan Kedisiplinan
Akhlak merupakan sifat atau sikap yang dilakukan selama hidup di
dunia. Berdasarkan pengetahuan agama, akhlak terbagi menjadi dua, yakni
akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak mahmudah (akhlak tercela).
Religiusitas seseorang dapat menentukan akhlak yang terdapat di dalam
dirinya, akankah memiliki akhlak mahmudah ataupun akhlak mazmumah.
Akan tetapi, terbentunya akhlak manusia dapat diketahui berdasarkan
bagaimana terbentuk sejak kecil. Mulai dari apa yang diajarkan dan
dicontohkan kedua orang tua terhadap anak, lingkungan sosial tempat
79
manusia dibesarkan, peran orang tua dalam setiap nasihat yang tak
mengekang pilihan hidup anak untuk menjadi lebih baik.
Manusia ialah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah,
akan tetapi tetap memiliki kekurangan. Manusia memiliki akhlak yang
terpuji, akan tetapi pasti terdapat sedikit sifat yang terarah kepada akhlak
mazmumah. Ada seorang manusia yang terhindar dari akhlak tercela yaitu
Nabi Muhammad Saw. Baginda Rasul, teladan untuk terciptanya akhlak
terpuji.
Dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, sang pengarang novel
tidak menonjolkan akhlak yang terpuji hanya pada tokoh utama saja,
melainkan pada tokoh-tokoh lainnya yang berada di dalam novel. Hanum
memiliki akhlak terpuji dan dapat kita lihat dengan dirinya selalu berdoa
dan mengingat Tuhan di saat apapun. Ia selalu tidak pernah mengeluh atas
tugas berat yang diberikan oleh atasan karena kewajibannya sebagai muslim
untuk membela agama keyakinannya.
Tidak semua manusia akan selalu mengingat Tuhan di setiap kehidupan.
Itu hal yang sering dilupakan oleh manusia. Bahkan manusia akan benar-
benar mengingat Tuhan di saat mereka dihadapi dengan ujian yang berat
dan bagi yang tidak kuat beriman kepada-Nya, akan dihujat Allah dengan
segala prasangka buruk dan bagi yang selalu mengingat Allah serta berdoa
kepada-Nya, akan terlindungi dirinya dan semakin membaik akhlaknya.
Berjuang membela kehormatan agama dari penghinaan palsu adalah
kewajiban bagi umat untuk membelanya. Mengklarifikasi kebenarannya,
merupakan perjuangan jihad Fii Sabilillah yang mendapat ganjaran pahala
dari Tuhan. Segala tindakan yang dilakukan Hanum adalah suatu bentuk
usaha pembelaan terhadap agamanya dan mengklarifikasikan semua
judgement buruk kepada Islam karena teroris.
80
Akhlak terpuji ditunjukkan oleh tokoh lainnya, yaitu Azima Hussein. Ia
begitu ramah dan sopan kepada siapapun yang dijumpai, termasuk Hanum
yang baru pertama kali jumpa ketika di Museum. Sangat baik hatinya
dengan menolong Hanum dari segala kesulitan dihadapi, walaupun belum
dikenal dengan baik dan baru mengetahui rupa Hanum yang berjumpa
pertama kali di Museum. Akhlak terpuji Azima yang lainnya
ditunjukkannya dengan sangat menyayangi sang ibu, menghormati dan
menghargai segala perbedaan agama mereka dan berusaha tidak menyakiti
perasaan Ibu.
“Hi, Morning! Please Come in!”
Dia baru beranjak dari duduknya ketika aku dan Rangga memasuki
entrance museum. Dia tersenyum manis pada kami, mengayunkan
tangannya mempersilakan tamu91
“Aku sedang tidak bergairah ikut misa, Mom. Mom saja,”
Azima menepi sambil mematikan mesin.92
Pada kutipan di atas, terlihat Azima ramah kepada para tamunya serta
disambut dengan penuh senyum. Azima mencoba tetap menghargai dan tak
melukai perasaan ibunya walau dia harus berbohong karena perbedaan
agama yang terjalin pada mereka.
Ramah dan sopan merupakan suatu bentuk tata krama yang baik yang
perlu dilakukan oleh manusia. Ramah dan sopan selalu ditunjukkan oleh
Rasulullah selama hidupnya. Serta menyayangi dan merawat orang tua
merupakan suatu bentuk bakti anak kepada mereka.
d. Keteladanan
Keteladanan merupakan perangai atau tindakan yang dapat diambil
hikmahnya dan diaplikasikan dalam kegiatan. Pada novel Bulan Terbelah
91 Ibid., hlm. 85 92 Ibid., hlm. 238
81
di Langit Amerika, keteladanan dapat terlihat pada sosok Ibrahim Hussein.
Dirinya diibaratkan seperti Nabi Ibrahim oleh Phillipus Brown dikarenakan
kegigihan untuk dapat bertahan hidup tanpa ada rasa putus asa. Bukan
hanya gigih bertahan hidup, ia selalu berusaha memberi harapan hidup
kepada teman-temannya yang hampir putus asa untuk tetap hidup.
“Nyonya Hussein, perkenankan saya mengisahkan betapa muslim
seperti Ibrahim, berlaku seperti Abraham sang Nabi. Yang tak gentar
dibakar api. Yang tak gentar menerjang panas. Demi sebuah takdir yang
dia perjuangkan. Bukan untuknya, tapi untuk saya.
“saya bukan orang yang memiliki pengharapan utuh seperti suami
Anda dalam keadaan seperti itu. Harapan saya sudah centang-perenang.
Bagaikan menggantang asap. Memeluk angin. Harapan saya seperti
gelas kaca yang pernah beremah-remah. Dan ibrahim merakitnya lagi
untuk saya. Mengais satu persatu remah-remah itu, merangkainya lagi
menjadi gelas kaca yang indah.93
Keteladanan dapat terlihat pada tokoh lainnya, yaitu Azima. Dirinya
yang tetap meyakini Islam sebagai agamanya walaupun kegundahan
terkadang menghampirinya. Ia tidak mempercayai kaum muslim bertindak
sangat keji dan berkeinginan menjadi muslimah sejati karena keteguhannya
terhadap Islam. Sikapnya yang ramah tamah, sopan santun, baik hati, dan
menghargai perbedaan agama, dapat sebagai contoh membangun karakter
yang lebih baik.
“Hanum, katakan padaku, para teroris penyerang Amerika itu.
Mereka bukan muslim! Itu omong kosong, kan? Mereka adalah
pengecut! Mereka hanya bercita-cita dikenang sejarah menjadi orang
hebat dalam membinasakan manusia! Ya, kan Hanum? Katakan ini
tidak benar. Kau kan lebih muslim daripada aku. Aku ini hanyalah
mualaf yang labil. Aku...aku....”94
“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus
Tuhan. Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat
93 Ibid., hlm. 294 94 Ibid., hlm. 177
82
dari cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu
ini....”95
Berdasarkan kutipan di atas, kelabilan yang dirasakan Azima lebih
lemah daripada kepercayaan dan keteguhan atas Islam. Islam disampaikan
Rasulullah kepada para manusia sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin
(Penuh kerahmatan dan kesejahteraan bagi semua makhluk), maka
kepercayaan terhadap Islam lebih kuat dibandingkan kelabilan yang
menghampiri. Keinginannya menjadi muslim sejati seperti yang diajarkan
Rasullah, tidak dirasakan oleh semua kaum muslim, baik mualaf maupun
muslim sejak lahir.
Keteladanan tokoh-tokoh pada novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika, terwakili berdasarkan tindakan yang dilakukan pada setiap
peristiwa.
e. Amanah dan Ikhlas
Amanah adalah sebuah pesan yang wajib disampaikan kepada orang
lain. Tokoh Hanum dan Rangga merupakan tokoh yang amanah dalam
menjalankan tugas yang diembankan oleh atasan mereka. Hanum
melaksanakan dengan baik tugas yang diberikan oleh Gertrud bahkan
mendapatkan kepuasan yang diperoleh para atasannya. Rangga pun seperti
tokoh Hanum, dia begitu amanahnya dalam menjalankan setiap pesan yang
disampaikan kepada dirinya. Pesan sang Dosen untuk meminta Phillipus
Brown datang ke kampus dan menyampaikan materi, dijalankan dengan
penuh ikhlas dan amanah.
Satu-satunya cara, aku harus mengirim pidato Phillipus Brown
dari kamera rekamku kepada Reinhard, seperti permintaan Reinhard
tadi pagi di telepon.96
Aku ingat, sudah 3 permohonan pembicara tamu kuajukan ke
Brown siang ini. Tidak ada surat yang terbalas. Padahal aku sudah
95 Ibid., hlm. 181 96 Ibid., hlm. 262
83
memberi impresi padanya bahwa aku adalah pria Indonesia yang siap
menemaninya berjalan-jalan keliling Nusantara nanti. Aku harus
mencari cara lain untuk menarik perhatiannya. Dan aku yakin caraku
kali ini pasti berhasil. Aku tahu bagaimana membuat emailku dibalas
olehnya.97
Pada kutipan di atas, Rangga menunjukkan kesungguhan hati dalam
menjalankan amanah yang diembankan demi sebuah kepercayaan. Di sisi
lain, sebuah pahala terjatuhkan pada seorang yang menjalankan amanah
yang dipercayakan disampaikan atau dilakukan dengan kesungguhan hati.
Ikhlas merupakan perbuatan tanpa mengharapkan suatu balasan apapun
dari manusia dan hanya mengharapkan keridhaan Allah semata. Ikhlas pun
tindakan tanpa penuh keluh kesah dan berlapang dada untuk melakukan
sesuatu. Pada novel ini, keikhlasan terlihat pada dua tokoh, yakni Hanum
dan Azima.
Hanum yang sedang mendapat ujian yang tak pernah terkira olehnya,
yaitu terpisah dari suami serta badan terluka, lemas, dan sebagainya, dia
tak putus asa dengan ujian yang sedang dihadapinya tersebut. Dia selalu
mengingat Allah dalam kejadiannya tersebut. Selain itu, dirinya
menglapangkan hati atau mengikhlaskan akan ujian yang diberikan Allah
kepadanya dengan tidak putus asa dan tetap berusaha bertahan hidup.
Sebuah harapan kecil masih tetap menyembul dalam keteguhan
tak berpaling dari Allah. Di antara tangisan yang tak berguna ini, aku
tidak boleh menunjukkan kekesalanku pada takdir. Aku harus
menerimanya dengan lapang. Tidak. Tidak. Lapang bukan berarti
runtuh usaha tak berbekas. Aku harus melindungi diriku sendiri kini.98
Berdasarkan kutipan di atas, segala kesulitan yang menghampiri,
hati dan pengharapan tetap tertuju kepada Allah dengan ikhlas.
97 Ibid., hlm. 263 98 Ibid., hlm. 161
84
Melapangkan hati atau mengikhlaskan bukan berarti pasrah, tetapi suatu
usaha maksimal yang hasilnya diserahkan kepada Tuhan.
Azima sebelumnya tak mengenal Hanum secara dalam, hanya
mengetahui Hanum adalah tamu yang datang berkunjung ke museum 9/11
tanpa mengetahui nama Hanum. Azima menolong hanum dengan
keikhlasan disaat kesulitannya. Dia membantu mengobati luka-luka
Hanum, memberikan tempat singgah untuk beristirahat, dan mengantarkan
Hanum ke Washington DC secara Cuma-Cuma. Hal itu dilakukannya
karena keikhlasan dirinya.
Perempuan itu menyalamiku. Dengan sigap dia membuka
plastik yang dia bawa dan mengeluarkan gulungan perban putih. Dia
tidak peduli dengan kebengonganku yang begitu jelas. Aku
mengenali wajahnya.
Senyumnya begitu tulus.99
Dan kini, perempuan bernama Azima ini malah memberiku
hadiah tak dinyana dengan tawaran tumpangan gratis ke
Washington!100
Berdasarkan kutipan di atas, keikhlasan dapat meringankan kesulitan
seseorang walaupun yang diberikan hanya sedikit. Keikhlasan merupakan
salah satu sifat yang harus dimiliki dan ditanamkan di dalam jiwa, karena
keikhlasan meringankan langkah hidup.
2. Dimensi Religi
Dimensi religi merupakan ruang bentuk dari religi. Dimensi religi tidak
jauh berbeda dengan nilai religi, yang membedakannya hanya pada titik fokus
dimensi religi yaitu pada bentuk religi.
99 Ibid., hlm. 120 100 Ibid., hlm. 184
85
Menurut C.Y. Glock & R. Stark, dimensi religi terbagi menjadi lima,
yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktik agama, dimensi pengalaman, dimensi
pengetahuan agama, dan dimensi pengamalan atau konsekuensi. Akan tetapi,
pada novel ini analisis dimensi religi lebih difokuskan penelitiannya pada tiga
dimensi saja. Hal ini dikarenakan dua dimensi yang lainnya sudah lebih
terdeskripsikan pada nilai religi. Ketiga dimensinya yaitu, dimensi pengalaman,
pengetahuan agama, dan pengamalan atau konsekuensi.
a. Dimensi Pengalaman
Dimensi ini merupakan dimensi di saat seseorang mengalami
pengalaman spiritualitas yang terjadi terhadap diri mereka terkait ketuhanan.
Pada novel ini, dimensi pengalaman dialami oleh Hanum disaat dirinya
sedang mencari narasumber untuk tugas artikelnya.
Pertama kalinya Hanum merasakan skenario Tuhan yang begitu besar
terjadi di dalam kehidupannya. Dia harus bertahan hidup dari kerasnya
lingkungan Amerika, perpisahan untuk pertama kali dengan sang suami saat
berada di luar negeri, berjumpa seorang narasumber yang ternyata namanya
terdapat dalam riset Gertrud, dan kejutan besar yang diungkapkan oleh
Phillipus Brown. Dan semua itu menguji kekuatan keimanan Hanum,
akankah dia tetap mengingat Tuhan dan meminta tolong kepada-Nya
ataukah berkeluh kesah karena ketetapan takdir Tuhan yang luar biasa di luar
dugaan.
“Mas Rangga, Hanum terjebak kerusuhan. Hanum takut, Mas!
Mas! Mas! Kamu dengar aku! Mas, aku takut...semua jalan ditutup.
Mas! Bagaimana denganmu! Halo... Ketemu di Penn-Station!
Halo...kau mendengarku? Mas, Hanum takut sekali!” teriakku dengan
gugusan kecemasan.101
Aku merasakan kakiku terganjal kabel besar yang melintang di
jalan. Detik itu aku hanya mengingat lututku terseret aspal saat
mencoba menahan beban badanku yang limbung. Dan saat itulah
detik-detik menyedihkan terjadi. Ketika kesialan berikutnya
101 Ibid., hlm. 104
86
memutuskan tali harapanku satu-satunya. Telepon genggamku
terplanting jauh dan tamatlah riwayatnya.102
Harapan itu memang selalu benar adanya. Sebuah jalan yang
ditunjukkan Allah dengan cara yang tak terduga. Tak perlu strategi
yang bermaklumat. Tapi dia datang dengan dahsyat. Kucermati
coretan itu: denah menuju masjid pemberian perempuan di Museum
9/11.103
Ya Tuhan! Aku...aku telah salah menilai orang. Aku benar-
benar mengingat nama itu di antara nama-nama yang lain. ya, aku telah
salah menilai Gertrud Robinson. Lagi-lagi aku tak percaya dengan
semua keajaiban di Amerika ini.
Nama itu ada dalam daftar hasil riset narasumber milik Gertrud
yang kusia-siakan!104
Tak kusangka, dia telah mempersiapkan semua kejutan yang
mengharukan ini sejak tadi malam. Tak perlu bertanya lagi, dia dipilih
Tuhan menjadi boneka marionette yang digerakkan talinya untuk
menguak misteri perjalanan Amerika ini. Aku tak pernah menyangka,
permintaannya untuk membantuku mengirim hasil liputanku kepada
Gertrud adalah permintaan Tuhan. Ini adalah keajaiban. Bukan. Bukan
keajaiban biasa.105
Berdasarkan kutipan di atas, takdir Tuhan sangat besar adanya. Manusia
hanya sebagian kecil bentuk kekuasaannya. Manusia hanya dapat berusaha
tapi tidak dapat merubah takdir yang telah ditetapkan Tuhan. Maka dari hal
itu, harus kuat keimanan manusia terhadap Tuhan. Apabila lemah keimanan,
maka takkan ada usaha yang dilakukan, hanya berkeluh kesah terhadap
Tuhan, dan bahkan berpaling dari-Nya.
b. Dimensi Pengetahuan Agama
Dimensi ini merupakan dimensi yang terkait mengenai pengetahuan
agama yang dimiliki seseorang. Pada novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika, terdapat tentang pengetahuan agama yang tidak diajarkan secara
umum selama di bangku pendidikan, dan hanya dapat diketahui apabila
102 Ibid., hlm. 120 103 Ibid., hlm. 117 104 Ibid., hlm. 141 105 Ibid., hlm. 229
87
seseorang membaca buku dan diberitahu oleh guru private atau siapapun
yang mengetahui sejarah Islam lebih dalam.
Sebuah tempat bernama Malcom X Memorial diambil dari nama
seorang pejuang kulit hitam di Amerika yang menuntut kesetaraan antara
kulit putih dengan kulit hitam. Pejuang tersebut menuntut persamaan hak
yang seharusnya dimiliki oleh semua manusia tanpa membedakan ras atau
agama. Pejuang tersebut terinspirasi dari Bilal bin Rabah yang merupakan
muadzin pertama dari budak berkulit hitam di zaman Rasulullah Saw
sehingga akhirnya memeluk Islam. Berikut kutipan tentang Malcom X
Memorial di dalam novel.
Bangunan besar berpintu hijau itu bernama Malcom X Memorial,
The Shabazz Center. Diambil dari nama pejuang kulit hitam pertama
Amerika yang menuntut keseteraan antara kaum hitam dan putih. ....
Hingga seorang pria berandalan diselkan. Dia berhibernasi tentang
kehidupannya, mencari jalan tentang keadilan dan kesamaan hak. Pria
kulit hitam ini membaca kisal Bilal bin Rabah, budak hitam seperti
dirinya yang tak bernilai namun diangkat derjatnya menyuarakan adzan
dan memimpin shalat, karena suaranya yang indah.
Pria ini kemudian memeluk Islam, berhaji, dan berkontemplasi. Dia
ingin menjadi orang yang lebih berguna. Dia melihat saudara-
saudaranya yang berdedikasi, tersungkur karena ketidak adilan dan
konstruksi masyarakat yang merugikan. Era diskriminasi hitam dan
putih harus diakhiri di Amerika. Sebagai amanat deklarasi kemerdekaan
bangsa. Sesuai perjuangan pemimpin sebelumnya. Sejalan dengan
keyakinan barunya, Islam, bahwa otak kesejahteraan manusia adalah
keadilan dan kesetaraan.106
Pada kutipan di atas, sebuah sejarah Islam yaitu salah satunya mengenai
seorang budak yang menginginkan kesetaraan, akhirnya menemukan hal
yang diinginkannya ketika dirinya melihat Islam. Dengan kata lain, semua
manusia memiliki hak yang sama di dunia ini, yang membedakannya hanya
amal ibadah dan tak membedakan perbedaan ras, gender, atau pun sosial
106 Ibid., hlm. 74
88
keluarga. Selain itu, rasa humanisme yang tinggi dari seseorang seperti
pejuang Malcom X, dapat membuat manusia saling peduli terhadap orang
lain. Secara religiusitas, Malcom X menjadi seorang yang mendapatkan
hidayah dari Allah dan melakukan peribadatan, baik ibadah ritual maupun
kehidupan sehari-hari sesuai ajaran agama dengan baik. Perjuangan yang
dilakukan oleh pejuang Malcom X dibenarkan seperti yang diungkapkan
oleh anaknya yaitu Ilyasab Shabazz dalam peringatan 50 tahun meninggal
ayahnya dan sebuah artikel yang dipublishkan sebuah website.
My father’s struggle for the benefit of people began long before
he made Hajj. He traveled around this country alone tirelessly
educating and lecturing because of his love for people, because of his
love for our humanity. For all of those years of sacrifice, he pleaded
with this nation’s citizens and demanded of its government because he
possessed great compassion for humanity. It seems that his Hajj served
to increase his awareness and understanding. That’s why people make
Hajj—but it did not change him into one who loved humanity. He had
already proven himself as such.107
Perjuangan ayah saya untuk kepentingan orang-orang sudah
dimulai jauh sebelum dia berhaji. Dia melakukan perjalanan di seluruh
negeri tanpa kenal lelah untuk mendidik dan mengajar karena cintanya
kepada orang, cintanya kepada kemanusiaan. Untuk semua tahun-tahun
pengorbanannya, dia membela warga negaranya dan menuntut
pemerintah karena kasih sayangnya yang besar untuk kemanusiaan.
Tampaknya hajinya bertugas untuk meningkatkan kesadaran dan
pemahamannya. Itulah sebabnya dia berhaji. Tapi itu tidak merubah rasa
cintanya terhadap kemanusiaan. Dia sudah membuktikan seperti itulah
dirinya.
Pengetahuan lain yang terdapat pada novel ini, yaitu mengenai presiden
ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson yang memiliki Al-Qur’an dan
dipelajarinya. Selain itu pandai berbahasa Arab dan membuat Alkitab
tersendiri yang dikenal dengan Jefferson Bible. Berikut ini kutipan mengenai
107 Ilyasab Shabazz, “Malcom X”, http://theshabazzcenter.net/page/malcolm_x.html diunduh
pada 9 September 2015, pukul 20.50 WIB
89
Thomas Jefferson yang dibahas sedikit oleh Rangga bersama seorang
penumpang.
“Jefferson juga mahir berbahasa Arab,” sambung pria tua itu.
“Kau tahu, dia punya Al-Qur’an?” tanyanya lagi sambil menunjuk
bangunan Jefferson Memorial yang kabur di layar kameraku.
“Maksudmu?”
“Ya, Jefferson punya Al-Qur’an. Seperti punyamu. Entah
mengapa dia tertarik mempelajarinya. Mungkin setelah membaca Al-
Qur’an, dia jadi bersimpati pada budak-budak kulit hitam waktu itu,
yang tentu saja sebagian besar muslim.....”
“Tunggu, jangan besar kepala dulu, Anak muda. Jefferson juga
membuat bible-nya sendiri. The Jefferson Bible. Bedanya, dia
mengubah-ubah isi bible itu. Agar tidak seperti alkitab kaum Nasrani
kebanyakan. Ya, kurang kerjaan saja Presiden satu itu.”108
Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa pengetahuan agama bukan
mengenai ajaran agama saja, tetapi bisa pada sejarahnya. Contohnya pada
Jefferson, seorang Kristiani yang memiliki ketertarikan pada Al-Qur’an
sehingga mempelajari dan merubah paradigmanya tentang kehidupan.
Jefferson mengubah isi kitab suci kaum nasrani menjadi kitab suci yang
berbeda dan dikenal dengan The Jefferson Bible. Secara religiusitas,
Jefferson, seseorang yang kontroversi karena ketertarikannya terhadap Al-
Qur’an serta Islam.
c. Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi
Dimensi ini mengenai konsekuensi terhadap keyakinan suatu agama
yang dipercayai. Serta komitmen terhadap agama tersebut. Pada novel ini,
dimensi konsekuensi terlihat jelas terdapat pada tokoh Azima dan agama
Islam di Amerika sejak peristiwa 11 September 2001.
Azima merupakan seorang mualaf. Kemualafannya dimulai setelah
mempelajari tentang Islam dan menikah dengan Ibrahim. Setelah peristiwa
11 September 2001, Azima mengalami kesulitan di dalam hidupnya dengan
108 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 145
90
teruji keyakinan agama Islam yang baru dipercayai. Para muslimin dan
muslimah lainnya jua harus menerima konsekuensi sosial atas kejadian
tersebut.
Konsekuensi pertama yang harus diterima karena keteguhan hati
meyakini agamanya, adalah harus berakting sebagai non-muslim dihadapan
sang ibu. Kedua, jilbab yang telah dikenakan sebelumnya harus dilepaskan
agar tidak menyakiti perasaan ibunya dan menghindari radikalisme
masyarakat Amerika terhadap seorang muslim. Di balik konsekuensi yang
dihadapi, Islam agama yang tetap diyakini. Auratnya ditutup dengan cara
yang berbeda, yakni menggunakan rambut palsu dan pakaian yang tertutup.
Untuk menghindari salah satu makanan yang diharamkan Islam, yakni
daging babi, Azima selalu mengaku sebagai vegetarian. Dan mengajarkan
anaknya membaca Al-Qur’an serta melarang anaknya membaca Alkitab
walaupun diperbolehkan mendengarnya untuk menghargai perasaan ibunya.
Hingga pada suatu ketika, aku bermunajat pada Tuhan. Dengan berat
hati, dengan membohongi hati kecilku,...tak sampai setahun setelah 11
September. Aku berpikir ulang untuk berjilbab.
Berbeda haluan keyakinan dengan orang yang paling berkorban
dalam hidup. Lalu ditekan dari segala arah oleh sosial yang kalut karena
11 September, tentulah tak mudah untuk Azima lalui selama bertahun-
tahun. Menyembunyikan identitas kemuslimannya demi Ibu tercinta
yang sudah sakit-sakitan, yang kontrak kehidupannya sudah di ambang
batas, hanya karena tidak ingin menyakiti ibunya pada sisa hidupnya.109
“Di satu sisi aku masih menggit erat imanku, tapi entahlah, di sisi
lain aku telah mengkhianati Tuhan. Selama delapan tahun ini aku berada
dalam ketidaknyamanan hati, Hanum.”110
“Ya, Grandma memintaku mendengarkan dia membaca Alkitab saat
malam sebelum tidur, dan Mom mengajariku membaca Al-Qur’an
sebelum aku berangkat sekolah sebelum Grandma bangun pagi,”
jawabnya tanpa beban.111
109 Ibid., hlm. 155 110 Ibid., hlm. 153 111 Ibid., hlm. 162
91
Tangannya kini melepas sesuatu yang menyelubung di atas
kepalanya. Perlahan aku tahu apa itu. Itu jelas bukan bagian asli
tubuhnya.
Wig? Rambut palsu?
“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus Tuhan.
Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat dari
cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu ini....”
Aku benar-benar tersentak. Rambut palsu itu begitu lembut. Begitu
dilepas, terlihatlah di sebuah dalaman jilbab yang menutupi rambut
aslinya. Tiba-tiba aku menyadari mengapa Azima mengenakan sweter
turtle neck panjang hingga ujung telinga itu. 112
“Oh, baiklah. Aku bingung saja dengan kalian ini. Kenapa bisa semua
orang di sini menjadi vegetarian kecuali aku,”....113
Berdasarkan kutipan di atas, konsukuensi yang dialami sebagai seorang
mualaf sangat berat, akan tetapi tidak tergoyahkan keimanan untuk tetap
menjadi seorang muslim. Bahkan ingin menjadi seorang muslim atau
muslimah yang sejati. Hal tersebut dapat terjadi jika perasaan, kepercayaan,
dan keimanan tetap teguh terhadap agama yang diyakini, walaupun terdapat
kebimbangan apabila mengingat konsekuen yang menghampiri diri mereka.
Berdasarkan analisis dimensi pengamalan atau konsekuensi, tetap
berpegang teguh kepada agama Tuhan, walaupun konsekuensi yang diterima
besar, maka akan mendapatkan pahala atau hadiah tak terduga dari Tuhan.
3. Religi di dalam Masyarakat
Religiusitas merupakan suatu hal yang berkoheren terhadap ketuhanan
dan suatu hal di luar pemikiran rasional manusia yang tidak dapat ditangkap oleh
indra dan terkait tehadap ajaran agama. Religiusitas yang terjadi di kehidupan
masyarakat dapat berupa kegiatan sehari-hari yang berhubungan kepada Tuhan
maupun terkait agama.
112 Ibid., hlm. 181 113 Ibid., hlm. 201
92
Seorang manusia yang hidup di bumi Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang, setiap detik kehidupannya dapat mendekatkan hatinya kepada
Allah, memohon petunjuk dan kekuatan dalam kehidupan setiap hari. Dan
manusia pun berhubungan langsung kepada Allah tanpa perantara manusia
untuk berdoa kepada Tuhannya.114
Doa merupakan suatu bentuk komunikasi antara manusia dengan
Tuhan. Baik dalam meminta petunjuk dan kekuatan, maupun menuangkan keluh
kesahnya yang terjadi di kehidupannya terhadap Allah ataupun memohon
ampunan. Pada novel ini, terlihat begitu jelas tokoh Hanum yang selalu berdoa
kepada Allah meminta petunjuk dan memohon ampun serta meminta kekuatan
dalam menjalani cobaan yang dia terima.
Ya Tuhan, ganjarlah aku dengan kekuatan untuk melaksanakan
tugas berat ini.115
Ya Allah, akhirnya aku hanyalah perempuan.
Akhirnya aku hanyalah kelemahan.
Aku tidak pernah merasa selembek ini sebelumnya.116
Ya Allah ya Tuhan, atas segala malaikat-malaikat di atas sana....
Aku tidak benar-benar mengucapkannya. Aku benar-benar tidak
menginginkannya.... mengapa Engkau kabulkan semua ini?117
Ini merupakan salah satu nilai religiusitas yang teraplikasikan di
kehidupan masyarakat.
Usaha untuk mewujudkan suatu kehidupan harmonis, selalu terbentuk
dua sikap di antara kalangan penganut agama. Pertama, sikap menghargai dan
menghormati penganut agama lain dikarenakan suatu kepentingan, seperti
kepentingan politik atau pun negara. Dan yang kedua, sikap menghargai dan
menghormati penganut agama lain dikarenakan kesadaran dirinya akan ajaran
114 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Cet. 8,
Diindonesiakan oleh Saafroedin Bahar, hlm. 272 115 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 50 116 Ibid., Hlm. 109 117 Ibid., hlm. 116
93
agama Tuhan.118 Kesadaran mewujudkan kehidupan harmonis antara penganut
agama adalah suatu hal yang sangat penting.
Pada novel ini, sikap untuk saling menghargai dan menghormati
kepercayaan agama orang lain terlihat dari Brown yang tidak memaksakan anak
asuhnya Layla untuk seperti dirinya, seorang Kristiani. Dan terlihat dari Gertrud
yang menghargai agama yang dianut Hanum sehingga dia sangat
mempercayakan tugas berat membuat artikel bertemakan dunia tanpa Islam
kepada Hanum.
“Kau muslim, Layla?” tanyaku menyerobot pembicaraan polos ini.
Layla sejenak menatapku. Lalu aku meyodorkan tanganku.
“Hanum.”
“Ya, aku muslim, walau ayahku tidak. Tapi dia juga tidak pernah
memintaku menjadi seperti dirinya,” tegas Layla.119
“Jangan salah. Aku sebenarnya tidak setuju dengan agenda besar
dewan redaksi tentang laporan 9/11 ini. Unbtuk itulah aku menyuruhmu,
seorang muslim yang menulisnya, bukan Jacob yang tak tahu apa-apa.
Tapi, yasudahlah...,” terang Gertrud dengan suara yang semakin
serak.120
Berdasarkan kutipan di atas, sikap menghargai dan menghormati
pilihan kepercayaan agama orang lain adalah suatu hal yang penting, karena
sampai kapanpun takkan ada rasa sukar, rasa jenuh, dan emosi dalam
berhubungan kepada Tuhan serta menjalankan perintah agama.
Dibalik penghargaan umat beragama di Amerika, menyalah pahami
tentang Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul umat Islam yang disejajarkan
dengan para tokoh besar dalam bentuk visualisasi patung adalah suatu
kesalahan. Ini dikarenakan setiap tokoh besar pada agama masing-masing, tidak
boleh disalah tafsirkan oleh pemeluk agama lain ke dalam bentuk visual maupun
pikiran.
118 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2011), hlm. 53 119 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Op. Cit., hlm. 274 120 Ibid., hlm. 47
94
Aku mendelik tak terima karena junjunganku, Nabi
Muhammad Saw., dibuatkan patung relief neo klasik pada dinding
Supreme Court atau Mahkamah Agung Amerika Serikat. Nabi
Muhammad Saw., memgang buku tebal yang kuasumsikan Al-Qur’an,
diletakkan di tengah, diapit beberapa tokoh besar sejarah dunia. Para
pengapitnya adalah Hammurabi, Charlemagne, King John, Justinian,
dan sejumah tokoh yang kurang kukenal karena hidup pada masa
Sebelum Masehi. 121
Berdasarkan kutipan di atas, sikap menghargai umat beragama
diharuskan, tetapi janganlah salah menafsirkannya tanpa mengetahui ilmunya.
Menvisualisasikan gambar Nabi, baik Nabi Muhammad atau Nabi lainnya itu
tidak diperbolehkan karena akan terjadi pergolakan umat beragama dan tidak
harmonis.
Menurut Daradjat, terdapat ruang lingkup psikologi agama dengan
salah satunya yaitu pengaruh ayat-ayat Al-Qur’an terhadap orang yang
mempercayainya, baik setelah membacanya atau mendengar ayat-ayat
tersebut.122 Mempercayai ayat-ayat suci Al-Qur’an kemudian
mengaplikasikannya di dalam hidup kita merupakan suatu hal yang baik. Karena
setiap firman Allah adalah kebenaran.
Pada novel ini, hal tersebut terlihatkan pada Universitas Harvard yang
ditemboknya terdapat relief ukiran yang ternyata ukiran ayat suci Al-Qur’an.
Ukiran ayat tersebut dijadikan landasan dalam kehidupan di universitas tersebut.
Aku melihat foto kliping Universitas Harvard yang begitu
megah akan ketenarannya menghasilkan intelektual-intelektual bertaraf
dunia. Foto itu diambil dari salah satu pintu gerbang fakultasnya.
Fakultas hukum. Tapi, mengapa foto itu memuat salah satu dinding
berukiran inskripsi ayat Al-Qur’an?
Ini adalah pahatan nukilan ayat Al-Qur’an tentang kehebatan
ajaran keadilan sebagai lambang supremasi ukum manusia. Surat An-
Nisaa` ayat 135.123
121 Ibid., hlm. 206 122 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), hlm. 11 123 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Lock. Cit.,hlm. 207
95
Bukan hanya di Universitas Harvard, di Italia tepatnya gereja katedral
terdapat tulisan basmalah.
Sebagaimana tulisan Arab “Bismillahirrahmaanirrahiim” di depan
gerbang katedral Palermo di Sisilia, Italia, yang pernah ku kunjungi.124
Berdasarkan kutipan di atas, sunggulah penting memahami arti dari
setiap ayat-ayat suci Al-Qur’an, karena setiap ayatnya mengandung kebenaran
dari Allah yang dapat dijadikan landasan kehidupan yang baik untuk manusia.
F. Relevansi Representasi Religi Pada Novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika dengan Pembelajaran Sastra Indonesia
Kurikulum KTSP 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.125 KTSP menjelaskan bahwa
pusat pembelajaran lebih mengarah kepada siswa, bukan hanya pada seorang
pendidik. Maka dari hal tersebut, pembelajaran setiap mata pelajaran lebih
mengarah kepada siswa walaupun guru ikut berkontribusi. Pembelajaran sastra
di sekolah diprogramkan oleh pihak kurikulum ataupun sekolah untuk membina
daya potensi kreativitas siswa, baik dalam ketenangan mental, sikap yang baik,
maupun kreativitas berfikir siswa. Apabila pembelajaran berjalan dengan baik,
maka program yang dicanangkan akan teraplikasikan di dalam keseharian siswa
dan membuat mereka menjadi manusia yang memiliki daya cipta di kehidupan.
Melalui pembelajaran sastra, seorang siswa akan lebih terbina pada hal
emosional atau ekspresi, kreativitas, dan sensitivitas atau daya tangkap mereka
selain potensi yang mereka miliki. Tujuan pembelajaran sastra yang
mengharapkan siswa dapat menuangkan daya imajinasi mereka ke dalam
124 Ibid., hlm. 208 125 Tim Penyusun Buku Panduan KTSP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan,
2006), hlm. 6
96
sebuah wadah, searah dengan Kurikulum KTSP 2006. Maka, siswa dapat
membuat cerpen, puisi, pantun, atau pun teks drama berdasarkan luapan
ekspresi mereka yang diarahkan dengan baik oleh pembelajaran sastra.
Dalam pembelajaran terkadang terdapat sikap siswa yang tidak
diharapakan terjadi. Oleh karena itu, pada pembelajaran sastra dibutuhkan nilai-
nilai kehidupan yang diajarkan dan diaplikasikan kepada murid melalui media
sastra. Salah satunya yaitu nilai religiusitas.
Nilai kehidupan yang terdapat dalam karya sastra direlevansikan
dengan pembelajaran siswa di sekolah. Ini bertujuan untuk mengetahui arti
penting nilai kehidupan pada karya sastra jika diterapkan di dalam
pembelajaran.
Relevansi dapat diartikan yakni memiliki hubungan atau keterkaitan
terhadap suatu hal. Relevansi representasi religi berarti terdapat keterkaitan
religi di dalam pembelajaran sastra. Sehingga hal-hal tentang religiusitas dapat
dijadikan salah satu bahan untuk pembelajaran. Pada penelitian ini, representasi
religi pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela
Rais dan Rangga Almahendra direlevansikan dengan pembelajaran sastra
Indonesia.
Representasi religi pada Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
banyak mendeskripsikan hal religiusitas yang dapat diambil hikmahnya, baik
nilai religi, dimensi religi, maupun religi di masyarakat. Religiusitas yang
terdapat di dalam novel tersebut, patut untuk diaplikasikan oleh para
masyarakat terutama guru bahasa Indonesia, karena religiusitas memberikan
pesan-pesan yang positif dengan kegiatan sehari-hari sebagai contohnya,
sehingga membangun pribadi siswa lebih baik. Oleh karena itu, representasi
religi dapat direlevansikan dengan pembelajaran sastra pada tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) kelas XI yaitu pada aspek membaca, terutama karya
sastra yang mengandung religiusitas.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Religi yang terepresentasikan pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika,
yaitu terbagi ke dalam tiga ranah. Nilai religi, dimensi religi, dan religi di
masyarakat. Pada nilai religi, novel ini memiliki kegiatan-kegiatan
kesehariannya yang bernilai religiusitas. Contoh pada nilai keteladanan, pada
nilai ini dicontohkan oleh Ibrahim Hussein yang rela membantu menyelamatkan
nyawa orang lain dan tidak membiarkan mereka putus asa karena Tuhan pasti
melihat usaha makhluk-Nya, walaupun dirinya sendiripun dalam keadaan
terancam kehilangan nyawa. Pada dimensi religi, kegiatan-kegiatan yang
digambarkan dalam novel ini memiliki makna yang mengandung religiusitas,
contohnya pada dimensi konsekuensi yang ditunjukkan oleh tokoh Azima yang
tetap teguh memeluk agama Islam walaupun mengetahui banyak konsekuensi
yang akan diterima. Keteguhan hati terhadap agama Allah menunjukkan makna
dari sebuah hubungan manusia dengan Tuhan-Nya. Pada religi di masyarakat,
novel ini memperlihatkannya pada ayat-ayat Al-Qur’an yang terukir dan
digunakan sebagai dasar kehidupan sebuah tempat, walaupun yang menjadikan
ayat tersebut sebagai landasan hidup mereka adalah bukan seorang muslim.
2. Religiusitas yang terdapat dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
memiliki relevansi dengan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah, yaitu dapat
memperbaiki atau membangun karakter siswa yang baik. Hal ini dikarenakan di
dalamnya terdapat banyak pesan agama, pesan sosial, ataupun inspirasi
pendidikan sehingga mampu membangun pribadi siswa lebih baik. Oleh karena
itu, representasi religi di dalam novel ini, dapat direlevansikan dengan
97
98
pembelajaran sastra pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI yaitu
pada aspek membaca.
B. Saran
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan, penulis mengajukan beberapa saran,
yaitu:
1. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dapat dijadikan sebagai sumber media
pembelajaran sastra di sekolah.
2. Sekolah diharapkan dalam setiap pembelajarannya, selalu mengajarkan tentang
ilmu keagamaan walaupun pelajaran yang diajarkan bukanlah pelajaran agama.
3. Nilai religius dan inspirasi yang terdapat di dalam novel ini, hendaknya dapat
diaplikasikan dalam kehidupan nyata siswa.
4. Guru hendaknya dapat lebih kreatif dalam menggunakan strategi dan media
dalam pembelajaran.
5. Sekolah menyediakan novel-novel bertemakan dan memiliki nilai religius tanpa
mengabaikan novel-novel lainnya yang baik untuk siswa.
99
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islami; Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
AR, Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan
Bahasa. Bandung: Remaja Rosda Karya. cet. 3, 2009.
Atmosuwito, Subijantoro. Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra. Bandung:
Sinar Baru, 1989.
Aziz, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra epistemologi, Model, Teori,
dan Aplikasi. Jakarta: Buku Seru, 2013.
Fowler, James W. Teori Perkembangan Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Dialih bahasakan oleh Agus Cremers, 1995.
Harahap, Syahrin. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Grup, 2011.
Hendropuspito. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1983.
Hidayati, Heny Narendrany dan Andri Yudiantoro. Psikologi Agama. Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007.
Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.
_______. Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan prinsip-
prinsip psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.
Jalaludin dan Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia. Cet.
Kedua, 1993.
Kurniawan. Heru. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012.
Mangunwijaya. Sastra dan Religiusitas. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Muzakki, Ahmad. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan. Jogjakarta: Ar
Ruzz Media, 2006.
99
100
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2013.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Purwanto, Yadi. Epistimologi Psikologi Islami. Bandung: Refika Aditama, 2007.
Rais, Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra. Bulan Terbelah di Langit
Amerika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Razak, Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif
Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Islam, 2008.
Siswantoro. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.
Smart, Ninian. The Religious Experience Of Mankind. America: Charles Scribner’s
Sons, 1984.
Smith, Huston. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Cet. 8.
Diindonesiakan oleh Saafroedin Bahar, 2008.
Subana, M. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, cet. 3, 2009.
Sudjana, Eggi. Islam Fungsional. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Tumanggor, Rusmin dan Kholis Ridho. Antropologi Agama. Jakarta: UIN Press, 2014.
Turner, Bryan S. Sosiologi Islam Suatu Telaah Analitis Atas Tesa Sosiologi Weber.
Jakarta: Rajawali Pers. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Buku
Aslinya yaitu Weber and Islam oleh G. A. Ticoalu, 1991.
Tim Penyusun Buku Panduan KTSP. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan, 2006.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
101
Afia, Atep. “Studi Kepustakaan”. dosen.narotama.ac.id/wp-content/.../Modul-6-
Studi-Kepustakaan-.doc. Diunduh pada 14 September 2014, pukul 21.00
WIB.
Ariyadih, “Nilai Religiusitas dalam Novel Opera Van Gontor Karya Amroeh
Adiwijaya dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”
Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013.
Sumaryadi. “Pembelajaran Sastra di Sekolah: Metode Imersi”.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/imersi%20%28EDIT%29.pdf.
Diunduh pada 20 November 2014, pukul 22.00 WIB.
Thontowi, Ahmad. “Hakekat Religiusitas”.
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/hakekatreligiusitas.pdf. Diunduh
pada 30 Juni 2015, pukul 09.00 WIB.
Faturrohman, Muhammad. “Kategorisasi Nilai Religius”.
http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/12/kategorisasi-nilai-
religius/. Diunduh pada 14 September 2014, pukul 17.30 WIB.
Shabazz, Ilyasab. “Malcom X”. http://theshabazzcenter.net/page/malcolm_x.html.
Diunduh pada 9 September 2015, pukul 20.50 WIB.
RENACANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMAN 1 Jakarta
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit (1 Pertemuan)
Standard Kompetensi : 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel
terjemahan.
Kompetensi Dasar : 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
novel Indonesia/terjemahan
Indikator Pencapaian Kompetensi :
Siswa Mampu menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan,
sudut pandang, latar, dan amanat) novel Indonesia
Siswa mampu menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan,
sudut pandang, latar, dan amanat) novel terjemahan
Siswa mampu membandingkan unsur-ekstrinsik dan intrinsik novel terjemahan dengan
novel Indonesia
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah Pembelajaran ini, siswa mampu
Menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dan novel Terjemahan;
Membandingkan Perbedaan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dengan novel
terjemahan.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya
Rasa hormat dan perhatian
Tekun
Tanggung Jawab
Kreatif
II. Materi Ajar/Pembelajaran
1. Materi Fakta :
2. Materi Konsep
Novel merupakan karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak
dan sifat setiap pelaku.
Daftar Isi
1 Novel
1.1 Pengertian novel
1.2 Unsur intrinsik dan ekstrinsik
1.3 Nilai-nilai dalam novel
1.4 Macam-macam novel
3. Materi Prosedur
1. Novel
1.1. Pengertian novel
1.2. Unsur intrinsik dan ekstrinsik
1.3. Nilai-nilai dalam novel
1.4. Macam-macam novel
III. Metode Pembelajaran
-Contoh – Diskusi
- Tanya jawab
- Latihan -CTL
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Pendahuluan :
Mengucapkan salam dan menanyakan kehadiran kepada siswa.
Mengabsen kehadiran dan dimulai dengan membaca basmalah
Apersepsi, motivasi, dan prakonsep
Penyampaian tujuan pembelajaran
B. Kegiatan Inti :
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
Mampu menjelaskan tentang definisi novel dan lainnya secara baik dan tepat;
Membagi siswa-siswi menjadi beberapa kelompok
Peserta didik secara individu memperhatikan pada contoh novel yang
dicontohkan guru.
Melibatkan peserta didik mencari informasi yang lebih luas dari pembelajaran
yang diajarkan;
Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar;
Melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran;
Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik, serta peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru :
Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan ide baru;
Peserta didik mengembangkan hasil temuan yang mereka temukan saat membaca
lalu dibicarakan dengan kelompok.
Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
Memfasilitasi peserta didik berkompetensi sehat untuk meningkatkan prestasi;
Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
Setiap kelompok mengirimkan perwakilan dan kelompok lain memberi
tanggapan atas asumsi yang dikemukakan kelompok sebelumnya.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
Memberikan umpan balik positif dan menguatkan pendapat dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, ataupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;
Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik
melalui berbagai sumber;
Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman
belajar;
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui peserta didik;
Secara bersama, siswa menyepakati hasil pembelajaran tentang novel tersebut;
Guru menambahkan informasi untuk lebih menguatkan hasil pembelajaran
tentang novel.
C. Kegiatan Akhir :
Refleksi:
Dalam kegiatan penutup, guru:
Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
Melakukan penilaian dan/refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
Menyimpulkan cara menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Menyampaikan amanat dari novel tersebut untuk kelaknya diaplikasikan.
V. Sumber/Bahan/Alat
Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Laptop
Power point
Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika
V. Penilaian
Penilaian dilaksanakan selama proses dan sesudah pembelajaran
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Siswa Mampu
menganalisis
unsur-unsur
ekstrinsik dan
intrinsik (alur,
tema,
penokohan,
sudut pandang,
latar, dan
amanat) novel
Indonesia
Siswa mampu
menganalisis
unsur-unsur
ekstrinsik dan
intrinsik (alur,
tema,
penokohan,
sudut pandang,
latar, dan
amanat) novel
terjemahan
Siswa mampu
membandingkan
unsur-ekstrinsik
dan intrinsik
novel
terjemahan
dengan novel
Indonesia
Tes Praktik Uji Petik Kerja
Analisis unsur
intrinsik dan
ekstrinsik
dalam novel
Indonesia.
Analisis unsur
intrinsik dan
ekstrinsik
dalam novel
terjemahan.
Bandingkanlah
perbedaan
unsur intrinsik
dan ekstrinsik
pada novel
Indonesia
dengan novel
terjemahan.
Hasil analisis
coba
diterapkan
dalam
pembelajaran.
Bentuk tes : lisan dan tulisan
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Kemampuan menganalisis unsur
intrinsik dan ekstrinsik
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
4
2 Kemampuan Membedakan dua
karya yang berbeda
a. Tepat(4)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
6
3 Kemampuan menjelaskan hasil
analisis
a. Tepat(4)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
6
4 Membuat simpulan hasil analisis
novel
a. Tepat(3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
4
5 Kemampuan membaca dengan teliti
a. Tepat(4)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 5 x (20) = 100
Nilai Akhir : skor yang diperoleh x 100
Skor maksimal
Mengetahui, 03 Oktober 2015
Kepala SMAN 1 Jakarta Guru Mapel BHS Indonesia
(Drs. Suhardi, M. Ag) (Ahmad Maulana)
NIP : 196711121997031001 NIP : 1111013000068
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Ahmad Maulana,
lahir di Jakarta, 24 Juli 1993. Bertempat tinggal di Jl.
Kemandoran 1, Pulo Mawar, RT 007/RW 04, No. 4.
Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan kebayoran Lama,
Jakarta Selatan. Penulis merupakan anak tunggal dari
pasangan H. Mujeri dan Hj. Musriah. Selama masa studi,
penulis pernah aktif berorganisasi ketika di masa MTs
dan MA. Ketika di MTs pernah aktif di Rohis dan
sebagai salah satu pengurus utama. Ketika di MA,
penulis aktif di ekskul KIR dan pernah mengikuti
perlombaan karya ilmiah remaja bersama kelompok
studi IPS tingkat Jakarta Selatan dan aktif sebagai sekretaris II dalam organisasi PK
di MAN 4 Jakarta. Selama studi di perguruan tinggi, penulis hanya sering mengikuti
kajian-kajian saja tanpa mendaftar sebagai anggota UKM. Penulis memiliki
ketertarikan lebih terhadap bidang elektronik, olahraga, dan ekonomi di luar bidang
sastra. Penulis memiliki hobby bermain futsal, mencari tahu informasi tentang
komputer, membaca buku agama, dan bermain game manajemen. Bermottokan
mengalir dengan tenang bagai air tetapi tidak mengikuti arus.
Riwayat pendidikan penulis diawali dengan Sekolah Dasar Islam (SDI) Al-
Ikhlas, Jakarta (1999-2005), kemudian melanjutkan ke MTs Negeri 12 Jakarta
(2005-2008), dan kembali melanjutkan pendidikan di sekolah berlandaskan agama
Islam, yaitu MA Negeri 4 Jakarta (2008-2011). Selepas MA, penulis kembali
melanjutkan dunia pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri Islam, yaitu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan mengambil konsentrasi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia (2011-2015).