10
Resensi Buku PALAWA UNPAD

Resensi Buku Spirit Geologi 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Resensi buku ini dibuat sebagai ucapan terima kasih atas pemberian buku oleh Badan Geologi. Saya merasa memperoleh pengetahuan penting dari dalamnya.

Citation preview

Page 1: Resensi Buku Spirit Geologi 2

Resensi Buku P A L A W A U N P A D

Page 2: Resensi Buku Spirit Geologi 2
Page 3: Resensi Buku Spirit Geologi 2

Pada tahun 2013, Badan Geologi menerbitkan buku berjudul Spirit Geologi jilid pertama. Buku tersebut berisi rangkuman profil sebelas ahli kebumian yang lahir sebelum Indonesia merdeka. Mereka adalah M.M. Purbo-Hadiwidjoyo, J.A. Katili, Soetaryo Sigit, Johannas, Kama Kusumadinata, Sampurno, R.P. Koesoemadinata, Rab Sukamto, Nana Suwarna, Adjat Sudradjat, dan Mimin Karmini. Dan kemarin di awal 2014, Badan Geologi meluncurkan jilid keduanya. Judul Spirit Geologi masih dipertahankan pada terbitan selanjutnya dengan tambahan keterangan “Jilid Kedua” sebagai penjelas. Buku tersebut kurang lebih mengambil bentuk penyajian yang serupa dengan buku “Jilid Pertama”, di dalamnya profil para ahli kebumian yang belum termuat pada buku kesatu hadir pada buku kedua.

Pada “Jilid Kedua” yang berjudul Spirit Geologi 2 para penulis yang terdiri dari Oman Abdurahman, Priatna, T. Bachtiar, Oki Oktariadi, Budi Brahmantyo, SR.Wittiri, Hawe Setiawan, Atep Kurnia, Bunyamin, Joko Parwata, Arya Gunawan Usis, Iwan Kurniawan, dan Taufik Asbi menampilkan sebelas orang ahli geologi yang lahir pada zaman setelah Indonesia merdeka, yaitu mereka yang lahir pasca-17 Agustus 1945. Kesebelas ahli tersebut adalah Fachroel Aziz, Emmy Suparka, Udi Hartono, Hardoyo Rajiowiryono, Hermes anggabean, Wimpy S. Tjetjep, A. Djumarma Wirakusumah, R. Sukhyar, Surono, Yunus Kusumahbrata, dan Djadjang Sukarna.

Di antara sekian banyak ahli yang diurai-jelaskan posisinya di dalam dunia kebumian Indonesia, terdapat beberapa yang bagi saya bernilai lebih, terutama karena subyek yang diperbincangkan oleh mereka relevan dengan minat dan ketertarikan saya sebagai pembaca. Meski demikian bukan berarti ahli lain yang turut dikupas biografinya menjadi tidak penting. Fachroel Aziz, misalnya, selama puluhan tahun menekuni fosil vertebrata dan hominid sehingga wajar jika kemudian dia mengatakan bahwa dunia ilmu pengetahuanlah yang menjadi sebab mula sehingga ia bisa melakukan perjalanan Imiah keliling dunia dan meraih gelar Profesor Riset. Emmy Suparka menjadi profesor perempuan geologi pertama di Indonesia, sekaligus profesor perempuan

Page 4: Resensi Buku Spirit Geologi 2

pertama bidang teknik di Institut Teknologi Bandung (ITB), Udi Hartono, yang dikenal sebagai peneliti petrogenesa magma busur Indonesia dan profesor riset pertama di lingkungan Badan Geologi, dan lain sebagainya.

Dua orang ahli yang bagi saya relevan dengan minat di antaranya Hardoyo Rajiowiryono, yang dikenal sebagai ahli kebumian dan penyair puisi mbeling. Dia berpandangan bahwa geologi sangat berperan menata ruang dan lingkungan dalam pembangunan. Oleh karena itu, selama hayat dikandung badannya, Hardoyo menitikberatkan perhatiannya pada bidang sosialisasi aplikasi geologi untuk tata ruang, termasuk georisk yang sangat bertaut dengan mitigasi bencana geologi. Bagi saya, soal georisk dan kemasyarakatannya sungguh menarik.

Rupanya, sejak tahun 2003, Hardoyo mengepalai Tim Indonesia untuk Geo risk Project. Geo-Risk adalah kependekan dari Geohazard Risk, artinya resiko ketika seseorang berdiam atau mengembangkan kawasan yang rawan bencana. Lebih jauhnya, posisi geo-risk dalam mitigasi bencana atau manajemen bencana merupakan alat ukur pencapaian good local government.Catatan yang dibuat oleh Atep Kurnia dkk. membangun narasi lugas sehingga pembaca awam seperti saya bisa ikut menikmati wisata tekstual ihwal georisk dan lingkungannya.

Hardoyo menceritakan pengalamannya menangani proyek georisk kerja sama antara Pemerintah Jerman yang menangani Geosains dan Sumber Daya Alam, dengan pemerintah Indonesia yang diwakili DESDM. Pihak Jerman sendiri membawahkan kegiatan tersebut pada Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ), yaitu badan milik pemerintah Jerman yang menangani kerja sama teknik internasional.

Dalam kerja sama tersebut, good local government menjadi program utamanya. Sebuah program yang berfungsi sebagai “pendorong” agar kinerja pemerintah daerah menjadi lebih baik, meningkat,

Page 5: Resensi Buku Spirit Geologi 2

dan bijaksana. Salah satu kunci untuk mencapainya adalah jika pemerintah daerah mau mengembangkan wilayah dan tata ruangnya secara benar, maka harus mempertimbangkan aspek-aspek geologi baik sebagai pendukung maupun geohazard-nya.

Di bagian itu saya mengingat beberapa kasus pemanfaatan kawasan karst di Jawa, misalnya di Pangkalan (Karawang) dan di Gunem (Rembang). Mengingat itu semua saya berpikiran betapa tidak relevannya ilmu pengetahuan yang “rasional” sehingga keputusan-keputusan pemerintah pusat dan daerah menjadi anti-intelektual.

Hardoyo kembali ke Rahmatullah pada 10 Maret 2012. Dia merupakan salah satu dari beberapa ahli yang mengagas “pembangunan” Museum Karst Dunia di Wonogiri. Salah seorang sejawatnya, Bambang Haryanto, menuliskan kenangannya, “Saat itu sampeyan kuliah di Geologi UGM (lulus 1980), tetapi sering membawa majalah sastra Horison dan Budaya Jaya, untuk bahan mengobrol. Juga berbagi lelucon tentang Nasrudin Hoja.”

Selain itu, sebagaimana yang ditulis Kurnia dkk., Bambang juga menyatakan bakat terpendam Hardoyo, yaitu kemampuannya menulis sajak. Puisi-puisi Hardoyo sering dimuat di majalah remaja Aktuil, Bandung. Bambang menilai sajak Hardiyo terpengaruh gaya puisi-puisi penyair mabuk Sutardji Calzoum Bachri.

Bagaimana saya memaknai pengetahuan yang berkelindan dalam cerita Hardiyo mengenai georisk memperoleh tautan menarik lain dalam narasi biografis Yunus Kusumahbrata. Mengenai profilnya saya mengingat kembali pertemuan dengannya saat kami, tim caving Palawa, akan berangkat ke Tasikmalaya. Itu tahun yang lalu, di sebuah pagi yang cerah dan masih terasa dingin.

Bagi Yunus ahli geologi harus bisa beradaptasi dengan perubahan dan tuntutan zaman. Dan meski keahliannya di bidang eksplorasi

Page 6: Resensi Buku Spirit Geologi 2

pertambangan, ia tetap ingin mengedepankan geologi yang dapat menyelamatkan lingkungan dalam wujud taman bumi sebagai konsep yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Cerita ihwal taman bumi sudah sering saya dengar, terutama melalui obrolan-obrolan di sekretariat. Apa yang diceritakan Yunus mengonfirmasi apa yang sebelumnya sudah bercokol di kepala, “Konsep taman bumi tidak hanya terkait dengan masalah kegeologian. Karena dalam konsep ini, ketiga pilar itu bisa di-blended saling sinergi”.

Yunus memberi ilustrasi menarik tentang Cina, yang formalnya sekarang disebut Tiongkok. Menurut Yunus, Tiongkok dianggap paling agresif di bidang taman bumi. Katanya, saat ini Tiongkok telah memiliki 128 taman bumi nasional dan 27 atau lebih di antaranya sudah menjadi anggota GGN. Menariknya, Cina sangat konservatif menggunakan sumber daya alamnya, meski kenyataannya mereka sangat kaya.

Dalam penilaiannya, Tiongkok tidak jor-joran ke arah pertambangan tetapi justru sudah sampai pada tahap melihat konservasi dapat menumbuhkan ekonomi lokal. Pemerintah Tiongkok sudah tercerahkan dan melihat betapa sektor pariwisata sekarang dan ke depannya sudah dan akan semakin menjadi kebutuhan. Kini, bagi golongan menengah, wisata sudah menjadi semacam kewajiban. Tentu, dalam berwisata itu, pelancong ingin melihat sesuatu yang berbeda, yang membuatnya nyaman, membuatnya tertarik, ingin tahu, dan membandingkan dengan yang terjadi di lingkungan asalnya.

Karena itu, menurutnya, “Operasionalisasi sebuah taman bumi harus benar-benar memadukan yang natural dan yang kita rekayasa. Tetapi napasnya tidak boleh saling bertentangan dengan konsep awalnya: konservasi (conservation), pendidikan (education), dan pemberdayaan masyarakat setempat (community empowerment).”

Page 7: Resensi Buku Spirit Geologi 2

Memang, keunggulan konsep taman bumi itu wajib menunjukkan upaya konservasi. Setelah itu pendidikan, khususnya bagi masyarakat di sekitar taman bumi. Lalu pemberdayaan masyarakat setempat. Karena pendidikan dan konservasi itu harus menyebabkan pemberdayaan masyarakat setempat, ““Itulah hakikat bottom up konsep taman bumi sebagaimana yang dikehendaki UNESCO.”

Betapa mulia jejak-jejak yang telah mereka langkahkan demi perkembangan ilmu kebumian Indonesia, yang tentu pada akhirnya akan bermuara bagi kemaslahatan dan kesejahteraan khalayak luas. Memang usia umur mereka bisa termakan usia. Namun, semangat mereka akan senantiasa menyala. Di sinilah, suluh semangat yang menggebu itu harus diteruskan kepada generasi muda Indonesia, agar estafet spirit memahami dan menggali kekayaan bumi Indonesia tetap berkobar.

Buku ini tidak hanya penting bagi mahasiswa Fakultas Geologi dan para akademisi dalam rumpun keilmuan yang sama, saya yang menempuh studi Sastra pun memperoleh banyak pengetahuan ihwal kebumian melalui para pemrakarsa yang tampil dan memang layak untuk ditokohkan. Tidak hanya itu, lebih luas, pembaca tentu akan mengalami kenikmatan yang secara halus mengudar dari teks yang dianggit oleh penulis-penulis ahli dan kawakan tentang para guru dan ilmuwan.

Page 8: Resensi Buku Spirit Geologi 2

Judul : Spirit Geologi 2

Penulis : Oman Abdurahman, Priatna, T. Bachtiar, Oki Oktariadi, Budi Brahmantyo, SR.Wittiri, Hawe Setiawan, Atep Kurnia, Bunyamin, Joko Parwata, Arya Gunawan Usis, Iwan Kurniawan, dan Taufik Asbi.

Kontributor foto : Priatna, Gunawan, Deni Sugandi, Gatot Sugiharto, Surono, Fachroel Aziz, Emmy Suparka, Udi Hartono, Hermes Panggabean, Wimpy S. Tjetjep, dan A. Djumarma Wirakusumah.

Desain sampul : Ayi Sacadipura.

ISBN : 978-602-9105-34-6

Page 9: Resensi Buku Spirit Geologi 2
Page 10: Resensi Buku Spirit Geologi 2

P A L A W A U N P A D