96
ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 85 Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan Partisipasi Masyarakat Soedarwoto Hadhisiswoyo Laboratorium/KBI Teknik Sumberdaya Air Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Bandung Abstrak Dalam menganalisis prediksi debit banjir rencana untuk memperoleh debit aliran di atas mercu bendung, pada umumnya menggunakan periode ulang 50 dan 100 tahun, tanpa menyertakan analisis risiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi frekuensi terhadap, data debit aliran sungai, untuk memprediksi debit banjir rencana dengan periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Analisis risiko hidrologi dan hidraulika untuk mendapatkan gambaran keandalannya. Tinggi mercu bendung dianalisis menggunakan kriteria pelimpah tinggi menurut Rozgar Baban, P/h1 > 1,33. Diperoleh empat hasil analisis dengan periode ulang 25,50, dan 100 tahun yang menunjukkan pada periode ulang 25 tahun P= 2,223 m. Hasil analisis risiko hidrologi dan hidraulika, risiko = 64 % dengan keandalan R = 36 %, dengan perbedaan P= 0,012 dan 0,022 m. Ditelaah pula apa, mengapa dan bagaimana bentuk partisipasi masyarakat berpedoman kepada UU no.7 tahun 2004, dimulai sejak adanya rencana untuk membangun bendung. Kata Kunci : data debit, analisis distribusi, analisis risiko, pelimpah tinggi, tinggi mercu signifikan. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perilaku alam selalu tidak dapat diprediksi dengan tepat, oleh karena itu dalam berbagai pemanfaatannya akan memberikan dampak yang tidak dapat dengan tepat diprediksi. Akan diberikan gambaran tentang penentuan kriteria pelimpah tinggi dari suatu bendung, dan pengaruhnya terhadap periode ulang yang diterapkan. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud penulisan adalah untuk membahas studi yang terkait dengan analisis besaran debit aliran yang diperoleh dari empat metode analisis debit banjir rencana, dengan 3 periode ulang. Tujuan penulisan adalah memberikan gambaran risiko dari telaah Hidrologi dan Hidraulika, dengan kriteria pelimpah tinggi, dan bagaimana partisipasi masyarakat dapat diwujudkan terkait dengan UU no.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam studi ini meliputi analisis data debit aliran sungai, menggunakan tiga periode ulang. Berdasarkan hasil analisis tersebut dirancang penampang hidraulik bendung, di dalamnya termasuk menetapkan ukuran lebar efektif, tinggi mercu, dan aliran di atas mercu bendung. Berdasarkan penetapan periode ulang dan umur layanan dianalisis risiko hidrologi dan keandalannya dan selanjutnya di bahas risiko dari hasil analisis bagian dari penampang hidraulik, khususnya adalah tinggi mercu bendung terhadap elevasi sawah tertinggi yang dapat diberi air. Bagaimana peran serta masyarakat dalam menindak lanjuti amanat Undang-Undang no.7 yang disebutkan di atas, untuk itu akan dikutipkan beberapa pasal dan ayatnya yang terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air termasuk di dalamnya salah satu prasarana sumberdaya air ialah bendung . 2. Metodologi 2.1 Metodologi yang digunakan Metode yang digunakan adalah pengumpulan, pemilihan dan validasi data. Menganalisis data debit sungai, menggunakan tiga periode ulang, dengan empat metode analisis debit rencana. Menganalisis aliran di atas mercu dengan kriteria pelimpah tinggi. 2.2 Metodologi yang dilaksanakan Analisis debit banjir rencana menggunakan metode, distribusi normal, distribusi log normal, distribusi Pearson Tipe III dan distribusi log Pearson tipe III periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Besaran aliran di atas mercu dianalisis menggunakan teori Rozgar Baban, dengan kriteria pelimpah tinggi, P/ h1 > 1,33. (1) Berdasarkan hasil distribusi empat analisis dilakukan telaah terhadap tinggi mercu bendung, dan dianalisis risiko hidrologi terhadap penggunaan periode ulang, serta prediksi umur layanan bendung.

Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

  • Upload
    hoangtu

  • View
    320

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

85

Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan Partisipasi Masyarakat

Soedarwoto Hadhisiswoyo Laboratorium/KBI Teknik Sumberdaya Air Jurusan Teknik Sipil

Universitas Katolik Parahyangan Bandung

Abstrak

Dalam menganalisis prediksi debit banjir rencana untuk memperoleh debit aliran di atas mercu bendung, pada umumnya menggunakan periode ulang 50 dan 100 tahun, tanpa menyertakan analisis risiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan.

Digunakan empat metode distribusi frekuensi terhadap, data debit aliran sungai, untuk memprediksi debit banjir rencana dengan periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Analisis risiko hidrologi dan hidraulika untuk mendapatkan gambaran keandalannya. Tinggi mercu bendung dianalisis menggunakan kriteria pelimpah tinggi menurut Rozgar Baban, P/h1 > 1,33.

Diperoleh empat hasil analisis dengan periode ulang 25,50, dan 100 tahun yang menunjukkan pada periode ulang 25 tahun P= 2,223 m. Hasil analisis risiko hidrologi dan hidraulika, risiko �= 64 % dengan keandalan R = 36 %, dengan perbedaan ∆P= 0,012 dan 0,022 m.

Ditelaah pula apa, mengapa dan bagaimana bentuk partisipasi masyarakat berpedoman kepada UU no.7 tahun 2004, dimulai sejak adanya rencana untuk membangun bendung.

Kata Kunci : data debit, analisis distribusi, analisis risiko, pelimpah tinggi, tinggi mercu signifikan.

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perilaku alam selalu tidak dapat diprediksi dengan tepat, oleh karena itu dalam berbagai pemanfaatannya akan memberikan dampak yang tidak dapat dengan tepat diprediksi. Akan diberikan gambaran tentang penentuan kriteria pelimpah tinggi dari suatu bendung, dan pengaruhnya terhadap periode ulang yang diterapkan. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud penulisan adalah untuk membahas studi yang terkait dengan analisis besaran debit aliran yang diperoleh dari empat metode analisis debit banjir rencana, dengan 3 periode ulang. Tujuan penulisan adalah memberikan gambaran risiko dari telaah Hidrologi dan Hidraulika, dengan kriteria pelimpah tinggi, dan bagaimana partisipasi masyarakat dapat diwujudkan terkait dengan UU no.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam studi ini meliputi analisis data debit aliran sungai, menggunakan tiga periode ulang. Berdasarkan hasil analisis tersebut dirancang penampang hidraulik bendung, di dalamnya termasuk menetapkan ukuran lebar efektif, tinggi mercu, dan aliran di atas mercu bendung. Berdasarkan penetapan periode ulang dan umur layanan dianalisis risiko hidrologi dan

keandalannya dan selanjutnya di bahas risiko dari hasil analisis bagian dari penampang hidraulik, khususnya adalah tinggi mercu bendung terhadap elevasi sawah tertinggi yang dapat diberi air. Bagaimana peran serta masyarakat dalam menindak lanjuti amanat Undang-Undang no.7 yang disebutkan di atas, untuk itu akan dikutipkan beberapa pasal dan ayatnya yang terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air termasuk di dalamnya salah satu prasarana sumberdaya air ialah bendung . 2. Metodologi 2.1 Metodologi yang digunakan Metode yang digunakan adalah pengumpulan, pemilihan dan validasi data. Menganalisis data debit sungai, menggunakan tiga periode ulang, dengan empat metode analisis debit rencana. Menganalisis aliran di atas mercu dengan kriteria pelimpah tinggi. 2.2 Metodologi yang dilaksanakan Analisis debit banjir rencana menggunakan metode, distribusi normal, distribusi log normal, distribusi Pearson Tipe III dan distribusi log Pearson tipe III periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Besaran aliran di atas mercu dianalisis menggunakan teori Rozgar Baban, dengan kriteria pelimpah tinggi, P/ h1 > 1,33. (1) Berdasarkan hasil distribusi empat analisis dilakukan telaah terhadap tinggi mercu bendung, dan dianalisis risiko hidrologi terhadap penggunaan periode ulang, serta prediksi umur layanan bendung.

Page 2: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

86

2.3 Pelaksanaan Kegiatan. Elevasi mercu bendung dibatasi, jarak dasar lantai muka sampai muka air banjir rencana di hulu bendung dengan tinggi 3 m atau besaran yang lain, dan aliran di atas mercu diatur sehingga memenuhi kriteria pelimpah tinggi. Hasil analisis penampang hidraulik bendung diasumsikan memenuhi 4 kriteria stabilitas , terhadap guling, geser, daya dukung dasar, dan eksentrisitas gaya yang bekerja pada bendung berada di daerah kern atau galih. 3. Data, Analisis dan Pembahasan Data debit yang digunakan adalah debit sungai Progo stasiun Borobudur dari tahun 1991 s.d. tahun 2001 setelah dilakukan seleksi data, dan validasi data. Menurut tes Low Outliers, Cs = - 0,689< -0,40 tidak ada debit yang berada di batas bawah, semua data debit dapat digunakan . 3.1 Teori dan Analisis debit rencana: Dalam kaitannya dengan besaran debit rencana ditetapkan dengan tiga periode ulang 25, 50, dan 100 tahun yang diterapkan untuk menganalis debit rencana ke empat metode distribusi yang disebut di bawah ini. 3.1.1 Distribusi Normal Distribusi normal merupakan distribusi probabilitas dengan peubah acak hidrologi, X = x1,x2,x3,…., xn (2), dengan dua parameter dan nilai mean dinyatakan dalam simbol µ dan varian σ2.. Distribusi normal berbentuk lonceng simetrik dengan koefisien kemencengan(Cs) besarnya nol. Dalam perhitungan peubah acak normal dibentuk dari transformasi pertama dalam variate standar, Z = (X- µ )/ σ (3) dan Z mempunyai nilai mean nol dan varian satuan. Karena Z berupa fungsi linier dari peubah acak X, maka Z juga berupa distribusi normal. 3.1.2 Distribusi Log normal Apabila peubah acak Y = log X terdistribusi normal, nilai X selanjutnya disebut distribusi log normal. Chow (1954) menyatakan bahwa distribusi dibutuhkan dalam bentuk peubah hidrologi, karena sebagai produk peubah lain kalau X = x1,x2,x3,….........................,xn (4) dan nilai

∑===

n

iYXY

1 1loglog , (5) yang memiliki kecenderungan terdistribusi normal bila n besar dan x1 terdistribusi bebas. Log normal merupakan produk dari distribusi normal, yang berasal dari teorema limit terpusat dari urutan peubah acak x1 yang terdistribusi dengan nilai mean µ dan varian σ2 dengan jumlah distribusi n peubah acak dinyatakan dalam ∑=

=n

iXY

1 1 (6).

Kalau n menjadi besar maka distribusi normal ke depan mempunyai kecenderungan nilai mean nµ dan varian nσ2. Distribusi probabilitas dari sample mean, ( )∑ =

=n

iXnX

1 11 (7) sebagai pendekatan

normal dengan mean µ dan varian (1/n) n2σ2 = σ2/n. 3.1.3 Distribusi Pearson Tipe III Distribusi probabilitas Pearson Tipe III dikenal pula sebagai distribusi Gamma tiga parameter, batas bawah ε, dengan metode momen, tiga momen sampel(mean, deviasi standar, dan koefisien kemencengan) dapat ditransformasi kedalam tiga parameter distribusi probabilitas λ, β, dan ε(Bobee and Robitaille,1977). Pearson Tipe III digunakan untuk analisis hidrologi oleh Foster(1924) dalam menentukan distribusi puncak banjir maksimum tahunan. 3.1.4 Distribusi Log Pearson Tipe III Apabila log X mengikuti distribusi Pearson Tipe III, selanjutnya X disebut terdistribusi menurut log Pearson Tipe III. Distribusi ini merupakan distribusi standar untuk analisis frekuensi banjir tahunan maksimum(Benson, 1968). Apabila data sangat menceng, logaritma transformasi digunakan untuk mengurangi kemencengan. 3.2 Teori dan Analisis aliran

Banyak teori yang beragam untuk menganalisis aliran di atas mercu bendung, mulai dari rumus Bundchu dan Kregten sampai teori dari WES. Penulis menggunakan teori WES yang dikembangkan oleh Rozgar Baban. 3.2.1 Aliran air di atas mercu

Aliran di atas mercu bendung dituliskan sebaga berikut: 2/3

1.. HLCQ = (8) dengan pengertian: Q = debit aliran melalui mercu (m3/s) C = koefisien yang didasarkan kepada Rozgar Baban = 2,225 H1 = tinggi air di atas mercu bendung = gVh 2/2

1 + (9) Ditetapkan beberapa pembatasan tinggi genangan air di hulu bendung, bagian pertama yang di analisis adalah 3 m, sebagai konsekuensinya adalah akan memberikan batasan pula terhadap elevasi sawah tertinggi yang dapat diberi air. Selain itu akan membawa dampak terhadap tinggi tanggul banjir yang akan dibangun setelah proses rencana dan rancangan bendung selesai. 3.2.2 Aliran di hilir mercu Untuk mendapatkan gambaran kondisi dan kedalaman aliran di hilir mercu, di lokasi peredam energi diterapkan teori atau rumusan Bernoulli, yang terkait dengan tinggi tekan, kerapatan air, tinggi energi,

Page 3: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

87

di arah hulu dan arah hilir aliran. Telaah aliran di bagian hilir mercu tidak dimuat dalam makalah ini. 3.3 Teori dan Analisis Risiko Analisis risiko didasarkan kepada konsep teori probabilitas, secara hidrologis telah dikenal periode ulang(Tr) dalam rancangan beban aliran yang digunakan dalam merancang bangunan air dalam studi ini, adalah bendung(weir). Penulis menggunakan tiga periode ulang dalam analisis Tr = 25, 50 dan 100 tahun. Terkait dengan analisis terhadap risiko(�), umur layanan bendung (n) digunakan n = 25, 50, dan 100 tahun, dan prediksi keandalan )(R . Dalam exceedance probability, apabila Tr = 25, 50 dan 100 tahun, maka probabilitas p= 0,04; 0,02 dan 0,01 dan kalau dilibatkan umur layanan, maka risiko yang terjadi

nTxXPR ))(1(1ˆ <−−= (10) yang selanjutnya

dapat di prediksi keandalan dari bendung tersebut dalam hubungannya dengan risiko, RR ˆ1−= (11). 3.4 Hasil Analisis 3.4.1 Analisis Risiko Hidrologi Hasil analisis debit aliran dengan periode ulang 25 tahun berturut-turut adalah, R25= 41,473; 43,292; 40,125; 40,640 m3/s. Menggunakan analisis keseragaman(Cu) Christiansen diperoleh koefisien keseragaman adalah 100 %. Didasarkan kepada analisis keandalan diperoleh risiko �=0,64 keandalan R = 0,36 atau 36,0 % dan periode ulang setengah dari umur layanan, risiko �= 0,87 keandalan R = 13% apabila periode ulang seperempat dari umur layanan risiko �= 0,983 dengan keandalan R =1,7 %. 3.4.2 Analisis Risiko Hidraulika. Berdasarkan kepada besaran empat debit aliran yang diperoleh dari keempat teori diperoleh untuk lebar rencana bendung L= 25 m dan tinggi dasar lantai muka bendung sampai dengan banjir rencana 25 tahun, pada batas 3 m. menghasilkan tinggi mercu berturut-turut adalah, P= 2,206; 2,183; 2,223; 2,216 m. dan h1= 0,794; 0,817; 0,777; 0,784 m dengan nilai C = 2,225 dan P/h1 berturut-turut adalah 2,778; 2,673; 2,861; 2,829. Analisis menggunakan kriteria pelimpah tinggi dengan pembatasan jarak dasar lantai muka(upstream apron) dan muka air banjir rencana periode 25 tahun, memberikan angka terbesar. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan diperoleh secara berurutan mercu bendung pada periode ulang 25, 50, dan 100 ditabelkan pada Tabel 1., di bawah, dan Tabel 2. di Lampiran, Tabel

3., Tabel 4., Tabel 5, dan Tabel 6. tidak disertakan(ada pada penulis). Dengan pemilihan berbagai lebar bendung dan berbagai jarak dasar lantai muka ke muka air banjir, terlihat jelas bahwa analisis dengan periode ulang Tr= 25 tahun memberikan tinggi mercu bendung(=P), pada keempat hasil analisis adalah terbesar, dan tinggi mercu terbesar diperoleh dari distribusi Pearson Tipe III. Penulis menyebutnya sebagai risiko hidraulika pada analisis yang telah dilakukan, dengan perbedaan tinggi mercu bendung sebesar ∆P = 0,017; 0,004; dan 0,007 m dan ternyata tidak berbeda jauh. 4. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan hak dan kewajiban seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengelolaan sumberdaya air. Secara partisipatif peran serta masyarakat adalah melakukan pengawasan, kontrol terhadap perkembangan sejak awal sampai dengan akhir pelaksanaan, masa pengoperasian, dan masa pemeliharaan. UU no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air menegaskan bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumberdaya air. Pasal 62 ayat (2) Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumberdaya air kepada masyarakat. Ayat(3) Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana pengelolaan sumberdaya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat. Ayat(4) Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap rancangan rencana pengelolaan sumberdaya air atas keberatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Ayat(6) menjelaskan rencana pengelolaan sumberdaya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya air oleh instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat. Seperti diketahui dari pembahasan tersebut di atas diperoleh hasil analisis dengan pembatasan dasar dan tinggi air banjir 3 m adalah sebagai berikut:

Page 4: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

88

Tabel 1. Hasil analisis mercu bendung no Metode analisis Q

m3/s mercu bendung,

lebar =25 m, dasar ke muka air banjir = 3 m h1 P P/h1

1. Distribusi Normal Tinggi air di atas mercu

Tinggi mercu

>1,33

Tr =25 41,473 0,794 2,206 2,778 Tr =50 43,1 0,814 2,186 2,684 Tr =100 44,561 0,832 2,168 2,605 2. Distribusi Log Normal Tr =25 43,292 0,817 2,183 2,673 Tr =50 45,71 0,846 2,154 2,545 Tr =100 47,995 0,874 2,126 2,434 3. Distribusi Pearson III Tr =25 40,125 0,777 2,223 2,861 Tr =50 41,092 0,789 2,211 2,801 Tr =100 41.892 0,799 2,201 2,753 4. Distribusi Log Pearson III Tr =25 40,640 0,784 2,216 2,829 Tr =50 41,659 0,796 2,204 2,767 Tr =100 42,474 0,807 2,193 2,720

Tabel 2. Hasil analisis mercu bendung

No Metode analisis Q m3/s

mercu bendung, lebar =25 m, dasar ke muka air banjir =2,0m

h1 P P/h1 1. Distribusi Normal Tinggi air di

atas mercu Tinggi mercu

>1,33

Tr =25 41,473 0,780 1,220 1,564 Tr =50 43,1 0,800 1,200 1,501 Tr =100 44,561 0,817 1,183 1,448 2. Distribusi Log Normal Tr =25 43,292 0,802 1,198 1,494 Tr =50 45,71 0,831 1,169 1,408 Tr =100 47,995 0,857 1,143 1,333 3. Distribusi Pearson III Tr =25 40,125 0,763 1,237 1,620 Tr =50 41,092 0,775 1,225 1,580 Tr =100 41.892 0,785 1,215 1,548 4. Distribusi Log Pearson III Tr =25 40,64 0,770 1,230 1,598 Tr =50 41,659 0,782 1,218 1,557 Tr =100 42,474 0,792 1,208 1,525

Page 5: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

89

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, masyarakat perlu mendapatkan informasi awal selengkap-lengkapnya tentang rencana pembangunan bendung, termasuk didalamnya informasi dari hasil analisis dengan segala aspeknya terhadap rencana lokasi pembangunan. Dilengkapi pula dengan informasi analisis mengenai dampak lingkungan dan analisis dampak lingkungan akibat dibangunnya bendung tersebut. Informasi tentang penentuan pemilihan hasil analisis yang telah ditetapkan dengan segala pengaruhnya terhadap lokasi di sekitarnya, perlu disertakannya masyarakat dalam mengambil keputusan. Problema dalam pengambilan keputusan memerlukan waktu yang cepat dan tepat oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi yang baik apabila proses melibatkan masyarakat dijadikan sebagai pedoman dalam memenuhi amanat dari UU no.7 tahun 2004. 5. Pembahasan – Evaluasi Telah di analisis dengan debit yang berbeda-beda dan nampak bahwa pada periode ulang 25 tahun dengan nilai C= 2,225 dan kriteria pelimpah tinggi, P/h1 > 1,33 tinggi mercu bendung yang diperoleh adalah terbesar dan distribusi Pearson tipe III ternyata memberikan hasil analisis berupa tinggi mercu yang terbesar. Hasil debit aliran dengan periode ulang 50 tahun berturut-turut adalah, R50= 43,10; 45,71; 41,092; 41,659 m3/s. Menggunakan analisis keseragaman(Cu) Christiansen diperoleh koefisien keseragaman adalah 100 %. Didasarkan kepada analisis keandalan diperoleh nilai �=0,397 keandalan R = 0,603 atau 60,3 % dan periode ulang sama dengan umur layanan, �=

0,636 keandalan R = 0,364 atau 36,4 % apabila periode ulang setengah dari umur layanan �= 0,867 dengan keandalan R = 13,3 %. Hasil debit aliran dengan periode ulang 100 tahun berturut-turut adalah, R100= 44,561; 47,995; 41,892; 42,474 m3/s. Menggunakan analisis keseragaman(Cu) Christiansen diperoleh koefisien keseragaman adalah 100 %. Didasarkan kepada analisis keandalan diperoleh nilai �=0,222 keandalan R = 0,778 atau 77,8 % dan periode dua kali dari umur layanan, �= 0,395 keandalan R = 0,605 atau 60,5 % apabila periode ulang sama dengan umur layanan �= 0,634 dengan keandalan R = 0,366 atau 36,6 %. Aliran melewati mercu bendung masih cukup untuk memberikan kontribusi aliran ke arah hilir lokasi bendung dan besaran terkecil pada periode ulang 25 tahun berdasarkan analisis dari keempat distribusi berturut-turut menurut Tabel 1. adalah 0,794 m., 0,817

m., 0,777 m., dan 0,784 m., dan menurut Tabel 2. adalah 0,78 m., 0,802 m., 0,763 m., dan 0,77 m. Penulis menggunakan penentuan pembatasan jarak dasar lantai muka dengan muka air banjir rencana pada setiap hasil empat distribusi analisis dengan tiga periode ulang, pada Tabel 2. sampai dengan Tabel 6. supaya salah satu perbandingan P/h1 memiliki nilai lebih besar yang mendekati 1,33. Berdasarkan pemikiran yang disampaikan maka diperoleh tinggi mercu bendung pada periode ulang 25 tahun, dengan lebar bendung L = 25,0 m. dan pembatasan jarak 3 dan 2 m., Tabel 1. P= 2,223 m., Tabel 2. P = 1,237 m. dengan lebar bendung L = 20 m. dan pembatasan jarak 2,4 m., Tabel 3. P = 1,509 m., dengan lebar bendung L = 17 m. dan pembatasan jarak 2,61 m., Tabel 4. P = 1,616 m., dengan lebar bendung 15 m. dan pembatasan jarak 2,9 m., Tabel 5. P = 1,816 m. dengan lebar bendung 15 m. dan pembatasan jarak 2 m., Tabel 6. P = 1,237 m. Prosedur penentuan lebar efektip bendung telah dikenal dengan menetapkan penampang ekivalen yang didasarkan kepada lebar dasar sungai yang dilalui oleh aliran dengan berbagai hasil analisis debit banjir rencana yang telah diuraikan di atas, dan maksimum lebar bersih bendung ditetapkan maksimum sebesar 1,2 kali lebar dasar sungai dalam bentuk trapesium. Penulis dalam telaah ini tidak menyampaikan mana yang disarankan untuk ditetapkan, tetapi memberikan suatu alternatif supaya dapat dikembangkan diskusi terhadap penentuan rencana tinggi mercu bendung, seperti tersebut di atas, mana yang paling memungkinkan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Demikian pula dalam kaitannya dengan penentuan sawah tertinggi yang dapat diberi air, perlu dilakukan telaah lebih lanjut terkait dengan jarak, kemiringan dasar saluran, kehilangan tinggi tekan di intake, dan di pintu bangunan bagi sadap atau pintu sadap dari sistem irigasinya. 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan 1. Hasil tes low outliers terhadap data K.Progo

semua debit memenuhi, dan berdasarkan hasil analisis keseragaman terhadap keempat metode, diperoleh nilai Cu =1

2. Hasil analisis empat besaran debit rencana dengan periode ulang 25 tahun, memberikan tinggi yang lebih besar dibandingkan pada periode ulang 50 dan 100 tahun, dan distribusi Pearson tipe III memberikan tinggi mercu bendung dengan hasil terbesar.

Page 6: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soedarwoto Hadhisiswoyo

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

90

3. Hasil telaah terhadap risiko hidrologi, pada periode ulang yang besarnya sama dengan umur layanan mempunyai risk tinggi dan keandalan rendah, pada periode ulang 100 tahun dan umur layanan 25 tahun mempunyai risiko �= 22,20 % dengan keandalan tinggi R = 77,80 %.

4. Dalam telaah risiko hidraulika terhadap tinggi mercu pada periode ulang 50 dan 100 tahun, berturut-turut lebih rendah dari distribusi normal ∆P = 0,094 m; 0,173 m.; distribusi log normal ∆P = 0,085 m.; 0,239 m.; distribusi Pearson III ∆P = 0,06 m.; 0,108 m. dan pada distribusi log.Pearson ∆P = 0,159 m.; 0,109 m. terhadap tinggi mercu pada periode ulang 25 tahun.

6.2 Saran 1. Periode ulang 25 tahun memberikan tinggi mercu

yang signifikan, apabila aliran di atas bendung mempunyai kriteria pelimpah tinggi, karena itu disarankan untuk menggunakan periode ulang 25 tahun dalam menganalisis bendung.

2. Pembahasan yang disampaikan berupa preleminary desain, karena itu disarankan untuk melakukan Uji Model Hidraulik Fisik(UMHF) agar

mendapatkan gambaran lebih jelas dari pemikiran yang disampaikan.

Daftar Pustaka 1. Chow, ven Te. David Maidment. Larry W.

Mays(1988). Applied Hydrology. pp.371-376. 2. Hadhisiswoyo, S.(2004) The Effect Inaccurate

Setting of Weir Crest Elevation using Simple Approach.(p.359-361) Proceeding of an International Conference on Bridge Engineering and Hydraulics Structures.University Putra Malaysia. pp.359-366.

3. Hadhisiswoyo, S.(2004). Effect of Weir Types on Dischagre Flow Above the Weir Crest(p.368-370). Proceeding of an International Conference on Bridge Engineering and Hydraulics Structures.University Putra Malaysia. pp.367-375.

4. Mays, L. W. (2005).Water Resources Engineering. Wiley Sudent edition. Arizona. pp.309-341

5. Pemerintah Republik Indonesia(2004). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.pp.1,20,56-67.

6. Rozgar Baban, (1995). Small Diversion Weir, on Hot Climate, England. pp.47-63

Page 7: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Priyambodo, Henny HerawatI

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

91

Kearifan Lokal Masyarakat Dan Peningkatan Fungsi Hidrologis Danau Sentarum

Priyambodo 1) dan Henny HerawatI 2)

1) Professional Madya Sumber Daya Air 2) Dosen Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.

Abstrak

Kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum, selain merupakan satu-satunya ” primary freshwater swamp forest ” yang tersisa di Kalimantan Barat, juga berfungsi sebagai daerah resapan dan pengendalian tata air secara alami pada SWS Kapuas. Sehingga diperlukan upaya penelitian dalam rangka peningkatan fungsi danau terhadap pengembangan wilayah Sungai Kapuas.

Hasil penelitian mennunjukkan bahwa, kearifan lokal masyarakat di kawasan Danau Sentarum yang tercermin dari hukum adat sangat efektif berfungsi meningkatkan fungsi hidrologis Suaka Margasatwa Danau Sentarum. Demikian juga dengan hutan rawa bergambut, kelestariannya harus dijaga, dan tidak boleh dikonversika. Hutan tersebut harus tetap seperti adanya sekarang karena kemampuan tanah gambut untuk menahan air yang sangat tinggi dan pada waktu kemarau kandungan airnya dilepas sedikit demi sedikit, membuat peran hutan gambut ini terhadap aliran dasar ( base flow ) cukup besarrawa yang ada tidak boleh dikonservasi dan perlu dibangun bendung pengendali banjir di Batu Puja dekat Semitau.

Untuk menghindari banjir, perlu dilakukan normalisasi Sungai Kapuas sehingga kemampuan mengalirkan air pada waktu banjir dapat ditingkatkan. Ruas Sungai Kapuas yang perlu dinormalisasikan adalah sekitar Batu Puja dekat Semitau. Namun dampak normalisasi ini terhadap ketersediaan air di musim kemarau sangat berbahaya karena air yang ada semakin cepat kering. Untuk itu perlu dibuat bendung pengendali banjir.

Kata Kunci : Kearifan Lokal, Danau Sentarum, Fungsi Hidrologis, Normalisasi Sungai, Bendung

Pengendali banjir, Hutan rawa bergambut.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum merupakan satu-satunya ” primary freshwater swamp forest ” yang tersisa di Kalimantan Barat, bahkan di kawasan Asia Tenggara. Bagi Kalimantan Barat Danau Sentarum berfungsi sebagai daerah resapan dan pengendalian tata air secara alami pada SWS Kapuas. Bagaimana fungsi tersebut dapat dirtingkatkan, merupakan pokok bahasan dalam makalah ini. 2. Ruang Lingkup.

Ruang Lingkup pembahasan mencakup kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang berada di bagian hulu Sungai Kapuas sebagai bagian dari SWS Kapuas. Kawasan tersebut terletak di Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat.

3. Maksud dan Tujuan.

Maksud dari penulisan makalah ini adalah membahas fungsi Danau Sentarum terhadap pengembangan Wilayah Sungai Kapuas, serta upaya peningkatannya.

Tujuan dari penulisan ini adalah mengungkapkan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi Danau Sentarum

II. METODOLOGI YANG DIGUNAKAN. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode diskripsi yaitu metode penulisan yang menjelaskan atau menerangkan suatu peritiwa. Data yang digunakan dalam penulisan ini diambil dari data sekunder yang berasal dari beberapa sumber kepustakaan. III. PEMBAHASAN 1. Kondisi Kawasan Suaka Margastwa Danau

Sentarum. a. Luas kawasan.

Luas kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum berdasar Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 757/KPTS/Um/10/10/1992 mempunyai luas 80.000 Ha atau 800 km2. Sedang dalam TRRWP Kalimantan Barat ( Perda No.1 tahun 1995 ) kawasan ini dinyatakan sebagai Taman Nasional dengan luas 134.000 Ha atau 1.340 km2. Dan berdasar Perda ini Ditjen PHPA mengusulkan luas 132.000 Ha atau 1.320 km2 sebagai Suaka Margasatwa. Seluruh kawasan berada di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat. Luas kawasan ini hanya 1,4 % dari luas SWS Kapuas yang 95.427,00 km2, nasmun pengaruhnya cukup besar karena pada saat musim hujan 25 % aliran dari sungai Kapuas

Page 8: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Priyambodo, Henny HerawatI

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

92

masuk ke danau dan musim kemarau 50 % air danau keluar memasuki aliran Sungai Kapuas.

b. Luas perairan. Luas perairan pada kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum, sekitar 26 % dari luas wilayah. Untuk luas wilayah menurut Keputusan Menteri Pertanian dimana luas kawasan adalah 80.721 Ha, luas perairan adalah 21.727 ha atau 26.92 %. Untuk luas kawasan menurut Perda yang seluas 134.000 Ha, luas perairan adalah 30.094 ha. Danau – danau yang ada di kawasan ini antara lain : Danau Luar, Danau Genali, Danau Belida, Danau Pengembung dan Danau Bekuan. Selain berupa danau, perairan yang ada juga berupa sungai-sungai. Yang menarik, disebelah selatan kawasan ini, disepanjang Sungai Kapus terdapat bekas sungai yang membentuk danau yang umumnya berbentuk tapal kuda. Namun Suyngai Kapuas agak kehilir, tidak berkelok-kelok dan terjadi penyempitan disekitar Semitau yang pada waktu kemarau airnya deras karena sungai berdasar batu, sehingga masyarakat menyebutnya sebagai Batu Puja.

c. Kondisi lahan. Berdasar data RePPProt, 1990 system lahan disekitar kawasan ini terdiri dari 8 system lahan :

1) Satuan peta/sistim lahan : SBG ( Sebangau ) Type lahan : jalur meander Sungai Kapuas. Tanah : Alluvial sungai, gambut 11-25 cm. Tanah minimum > 150 cm Resiko banjir : Tinggi Genangan : berkala Drainase : jelek Resiko asam sulfat : 100 – 150 cm Kemasaman tanah : 5,1 – 5,5 K dan P : K rendah dan P sedang

2) Satuan peta/sistim lahan : BKN ( Bakunan ) Type lahan : Lembah anak sungai. Tanah : Alluvial sungai, gambut 0 - 10 cm. Tanah minimum > 150 cm Resiko banjir : Tinggi Genangan : berkala Drainase : jelek Resiko asam sulfat : - Kemasaman tanah : 4,0 – 4,5 lapisan atas 5,1 – 5,5 lapisan bawahnya K dan P : K - dan P sangat rendah

3) Satuan peta/sistim lahan : KLR ( Klaru ) Type lahan : Dataran banjir pada dasar danau yang terendam. Tanah : Alluvial danau,gambut < 50 cm. Tanah minimum > 100-150 cm Resiko banjir : Tinggi Genangan : permanen Drainase : sangat jelek Resiko asam sulfat : -

Kemasaman tanah : - K dan P : -

4) Satuan peta/sistim lahan : GBT ( Gambut ) Type lahan : Teras rawa gambut dalam. Tanah : Gambut > 200 cm Resiko banjir : Rendah Genangan : Tidak terjadi Drainase : jelek Resiko asam sulfat : > 150 cm Kemasaman tanah : 4,6 – 5,0 K dan P : K tinggi dan P sedang

5) Satuan peta/sistim lahan : SHD ( Suhaid ) Type lahan : Teras rawa gambut sedang. Tanah : Gambut > 200 cm Resiko banjir : Rendah Genangan : Tidak ada Drainase : sangat jelek Resiko asam sulfat : - Kemasaman tanah : - K dan P : -

6) Satuan peta/sistim lahan : MDW ( Mendawai ) Type lahan : Teras rawa gambut dangkal. Tanah : Gambut > 50 cm Resiko banjir : Rendah Genangan : Tidak ada Drainase : sangat jelek Resiko asam sulfat : 0 – 25 cm Kemasaman tanah : 4,0 – 4,5 K dan P : K dan P rendah

7) Satuan peta/sistim lahan : PDH ( Pendreh ) Type lahan : Pegunungan endapan tidak berorientasi. Tanah : Podzolic merah kuning dan litosol ( 26 – 50 cm ) Resiko banjir : Tidak ada Genangan : Tidak ada Drainase : drainase baik Resiko asam sulfat : tidak ada Kemasaman tanah : - K dan P : -

8) Satuan peta/sistim lahan : LWW ( lawanguang ) Type lahan : Datran sedimen berombak sampai bergelombang. Tanah : Podzolic merah kuning ( 100 – 150 cm ) Resiko banjir : Tidak ada Genangan : Tidak ada Drainase : drainase baik Resiko asam sulfat : tidak ada Kemasaman tanah : 4,0 – 4,5 lapisan atas4,5 – 5,0 lapisan dibawahnya K dan P : K dan P rendah

Page 9: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

P

gtsS

dy

dd

ISBN: 978-979-1

Pertemuan Ilmiah

Gambar 1M

Dari data dia

Kelompokmempuny

KelompokSHD dan mampu keringnyamenjadi jgambut amembentu

Kelompokmerupakajatuh sebakan kelua( base flow

Dilihat dari penampung bgenangan 1 satergenang, msemusim, khusSedangkan unmasih berupa ketiga masih dd. Kearifan

MargasatKearifan

Margasatwa diberlakukannyyang timbul penyelenggara

Mereka mdesa masing-dengan penge:Perlindungan

15616-4-8

Tahunan (PIT) HA

. Danau yang a

Margasatwa Da

atas, lahan di kterbagi atas 3

k penampung bai fungsi seper

k lahan rawa MDW ), sesuamenahan air , pada waktujenuh dan paakan keluar uk aliran dasar k lahan kering n daerah tangagian akan mar dari lapisan w )

sisi pemanfbanjir tersebuampai 6 bulan

masih dimanfsusnya padi. ntuk kelompok hutan rawa imanfaatkan ulokal masyar

twa Danau Senlokal masyarDanau Sen

ya hukum adat dan terpaan negara me

menetapkan hu-masing dan lolaan danau Sterhadap ikan

ATHI ke-23, Man

ada di kawasanau Sentarum

kawasan danau3 kelompok : banjir ( SBG rti waduk banjirbergambut (

i dengan sifat g sampai 13 u musim hujaada musim ksedikit demi ( base flow ) ( PDH dan L

gkapan hujan. meresap dalam tanah sebagai

faatan lahan,ut, walaupun n, namun padafaatkan untu

k kedua sambergambut dantuk ladang berakat di kawantarum rakat di kawantarum, terct yaitu aturan-aelihara dala

eskipun tidak teukum adat yanhukum adat

Sentarum dapan Arwana, Betu

ado 10-12 Nopem

n Suaka

u sentarum

dan BKN ), r. KLR, GBT,

gambut yang kali berat an lahan ini kemarau, air

sedikit dan

LWW ) yang Hujan yang

m tanah dan i aliran dasar

, kelompok mengalami

a waktu tidak k tanaman

pai saat ini an kelompok erpindah. asan Suaka

asan Suaka cermin dari aturan dasar m praktek

ertulis. ng berlaku di yang terkait

at dibagi atas utu, Jelawat,

mber 2006

Tomanmadu,

AtuJame

Atuda

Pejuga ya

SahidrolomenanDerris ”tuba” sehinggpingsanhidup mudah

Padilakuktuba denganmembuladang hama sehinggmasyarmenggmenubtermasDampakarenatertinggbahwa ini bukDayak Kegiatadanau

e. KoKondisperhituadalah

n dan Ulang Urotan dan kayuuran tentang la, Pukat, Panenuba uran lain tenta

an undian. eraturan tersebasng membatasalah satu ketegis adalah megkap ikan denspp. yang oleyang di pukulga ikan yangn, karena jikakembali, kare sekali netral s

ada waktu lakan oleh orangmerupakan an kepercayaanuka lahan untu harus ditubapenyakit yan

ga panen berrakat Dayaunakan racuna ikan, akibatnuk ikan yan

ak daripada rac radiusnya sa

gal di dalam penggunaan ran merupakandan itu tidak

an menuba ummulai surut

ondisi muka ai muka air ngan dan pe seperti gamba

Gambar 2. M

Priy

Uli. Aturan tenu penggunaan

ncing Jakat, J

ang pembakara

but ada yang si dan melinduntuan yang te

enuba. Menubagan menggunaeh masyarakal dan dicampug tercemar oa tidak segera ena radiusnyasetelah terbawalu, penggunaag Dayak untuadat-istiadat mn bahwa setiak berladang m

a terlebih dahug dapat menrhasil. Mulai s

ak maupun n kimia (bukannya banyak seng dipelihara cun kimia ini saangat luas daair, dan yangracun kimia unn kebiasaan atk dilindungi olemumnya dilak

ir danau. Danau Sentaengamatan Oar berikut ini.

Muka Air Danau

yambodo, Henny He

ntang pengusa

alat tangkap Jermal, Temila

an hutan, perb

melarang tapngi anak ikan.

erkait dengan a adalah cara akan akar kayuat setempat durkan ke dalamoleh tuba ini diambil, ikan a tidak jauh a arus air mengan tuba umuk menangkap masyarakat D

ap hendak memaka sungai dis

ulu untuk mengganggu tanasekitar tahun

Melayu n akar kayu) ekali ikan yang dalam keraangatlah berban lebih tahan

g lebih pentingntuk membunuhau adat masyaeh hukum adaukan pada sa

arum sebagai Olivier Klepper

u Sentarum

erawatI

93

ahaan

Bubu, ar dan

buruan

pi ada fungsi untuk

u jenis isebut m air,

akan akan serta

galir. umnya ikan, Dayak emulai sekitar ngusir aman, 1995, telah untuk

g mati, amba. ahaya, lama g lagi h ikan arakat atnya.

aat air

hasil r dkk

Page 10: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Priyambodo, Henny HerawatI

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

94

Dari gambar tersebut, muka air banjir terjadi pada bulan Maret 1994 dengan ketinggian + 14 meter. Dalam keadaan banjir seperti ini banyak rumah yang halamannya terendam. walaupun tidak ada rumah yang tenggelam, karena masyarakat sudah siap menghadapi resiko ini dengan membuat rumah panggung bagi yang berada di tepi sungai Kapuas. Namun banjir ini telah mengganggu lalu lintas jalan darat, karena banyak jalan yang terendam. Oleh karenanya banjir yang seperti terjadi pada bulan Maret 1994 ini perlu dicegah. Penyebab banjir ini akibat curah hujan yang cukup tinggi dibanding dengan kapasitas palung sungai.

Sedangkan muka air paling surut terjadi sekitar September 1992 dan Agusus 1993, dengan ketinggian muka air + 2 meter, sehingga perbedaan tinggi muka air banjir dengan surut terendah adalah 12 meter. Dalam kondisi seperti ini lalu lintas air akan terhambat dan panen ikan akan terjadi karena sungai-sungai kecil mengering dan ikan berkumpul pada cekungan-cekungan sungai. Pada umumnya untuk menangkap ikan pada waktu surut ini digunakan cara penubaan, seperti yang diuraikan terdahulu. Produksi ikan dari penangkapan pada saat surut ini, kemudian dijadikan ikan asin yang merupakan pendapatan utama bagi nelayan yang ada disekitar danau.

Tapi diantara kedua muka air surut terendah tersebut masih ada muka air surut biasa dimana muka air mempunyai ketinggian sekitar + 5 meter, lebih rendah 2 meter dibanding muka air normal yang mempunyai ketinggian + 7 meter. Seperti kita lihat pada grafik, surut biasa ini terjadi dengan periode sekitar satu bulan. Pada waktu surut biasa ini, umumnya penubaan juga dilakukan sehingga penubaan semakin sering dilakukan, akibatnya anak ikan yang lahir setelah surut periode sebelumnya belum sempat membesar sudah kena tuba lagi. Hal ini menyebabkan berkurangnya populasi ikan di danau.

Namun ada sisi positif dari surutnya muka air danau. Pada waktu danau mulai digenangi setelah kering, tanah akan memberi aroma yang mendorong ikan untuk memijah. Karena itu kalau surutnya muka air danau ini bisa diupayakan menjadi periodik setahun sekali atau paling cepat setahun dua kali, akan mengoptimalkan pertumbuhan ikan yang ada di danau. 2. Upaya menjaga dan meningkatkan fungsi

Hidrologis Kawasan Suaka Margastwa Danau Sentarum.

a. Menjaga kelestarian hutan rawa bergambut. Hutan rawa bergambut yang ada di kawasan ini

tidak boleh dikonversikan, hutan tersebut harus tetap seperti adanya sekarang karena kemampuan tanah gambut untuk menahan air yang sangat tinggi dan pada waktu kemarau kandungan airnya dilepas sedikit demi sedikit, membuat peran hutan gambut ini terhadap aliran dasar ( base flow ) cukup besar.

b. Membangun bendung pengendali banjir di sekitar Batu Puja.

Seperti telah diuaraikan diatas, untuk menghindari banjir banjir seperti pada bulan Maret 1994, perlu dilakukan normalisasi Sungai Kapuas sehingga kemampuan mengalirkan air pada waktu banjir dapat ditingkatkan. Ruas Sungai Kapuas yang perlu dinormalisasikan adalah sekitar Batu Puja dekat Semitau.

Namun dampak normalisasi ini terhadap ketersediaan air di musim kemarau sangat berbahaya karena air yang ada semakin cepat kering. Untuk itu perlu dibuat bendung pengendali banjir.

Beberapa kriteria bendung ini adalah : Dasar bendung lebih rendah dari dasar sungai

yang ada sekarang. Bendung yang digunakan adalah bendung gerak. Elevasi mercu bendung mempunyai ketinggian

setinggi muka air normal Bendung perlu dilengkapi dengan pintu pelayaran (

lock ) untuk lalu lintas kapal yang melayari sungai Kapuas.

Pengaliran air banjir dilakukan dengan membuka pintu dan kemampuan pengaliran air banjir tergantung dari perbedaan muka air antara muka air dihulu dan muka air dihilir, serta lebar bendung.

Perlu dipertimbangkan untuk melengkapi bendung dengan lintasan ikan agar ikan dari hilir masih dapat bermigrasi kehulu sungai.

Dengan adanya bendung pengendali tersebut, pada musim hujan dan pada waktu banjir, pintu dibuka sampai muka air di hulu mencapai muka air rencana. Dalam musim kemarau pintu bendung selalu ditutup sehingga didapat penyimpanan air yang cukup. Sekali atau dua kali setahun, terutama pada puncak musim kemarau, air darii hulu bendung dilepas kehilir untuk tujuan :

Menggelontor air asin di hilir Sungai Kapuas kearah hilir.

Menggelontor pasir yang terdapat ditengah sungai agar terbentuk alur pelayaran.

Memberi kesempatan dasar danau untuk mengering agar pada waktu digenangi lagi akan timbul aroma tanah yang khas yang mendorong ikan untuk memijah.

memberi kesempatan para nelayan untuk panen ikan. Jadi pada dasarnya pembangunan bendung

pengendali banjir diu Sungai Kapuas ini akan meningkatkan fungsi hidrologis Suaka Margasatwa Danau Sentarum baik sebagai pengendali banjir maupun ketersediaan air. Walaupun dalam musim hujan pada saat musim hujan 25 % aliran dari sungai Kapuas masuk ke danau namun masih belum dapat mengatasi banjir besar seperti yang terjadi pada Maret 1994. Pada musim kemarau 50 % air danau keluar

Page 11: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

P

d

ISBN: 978-979-1

Pertemuan Ilmiah

memasuki alirdanau masih s

Diharapkamuka air didan

Gambar 3. M

IV. KESIMPUL1. Kesimpul

Dari pembkearifan Sentarum diberlakukhidrologis rawa yangdibangun dekat Sem

15616-4-8

Tahunan (PIT) HA

ran Sungai Ksering terjadi paan setelah adanau menjadi se

Muka Air Danabendu

LAN DAN SARlan. bahasan diataslokal masyara tercermin dkan dan unt Suaka Margag ada tidak bobendung peng

mitau

ATHI ke-23, Man

Kapuas namunada periode peanya bendung eperti berikut in

u Sentarum (seung

RAN

s dapat disimpuakat di kawadari hukum tuk meningkaasatwa Danauleh dikonservagendali banjir d

ado 10-12 Nopem

n kekeringan endek. pengendali, i.

etelah ada

ulkan, bahwa asan Danau

adat yang atkan fungsi u Sentarum, asi dan perlu di Batu Puja

mber 2006

2. SaPemepeKaleb

Daftar 1. Ad

LaSeSeKa

2. KeReProTro

3. OlA Flo

4. PreLim

5. VaSisDaPeUKDi Ma

aran. embangunan berupakan kerj

emikiran pemapuas tersebutbih lanjut terhad

Pustaka di Susmianto, anjut Pengelolaentarum pasca eminar Pemapawasan S.M. Devin Jeanes, eserve Boundaoject 5 – Foreopical Forest Mivier Klepper, N

Hydrological oodplain Lakesesented at Intemnology. alentinus Heri stem Pengetahalam Pengeemaparan HasK-Indonesia Di Indonesia : argasatwa Dan

Priy

bendung di Sunja besar danbangunan bet dapat diterimdap rencana te

Ir. M.Sc, Kebaan Kawasan Project 5, I –

paran Hasil-HaDanau Sentarum

Catchment Deary Review & Best ConservatiManagement PNono Suyatno, Model of s ernational Con

& Emily Hahuan Masyaralolasan Konsil-Hasil Temuibidang Penge Sub-Proyek nau Sentarum.

yambodo, Henny He

ngai Kapus tern untuk itu endung di Sa perlu pengaersebut.

bijakan Dan T Konservasi D UKT FMP ( Oasil Temuan Tm. evelopment R

Buffer Zone Proion Indonesia rogramme , Priyo Budi As

Danau Sen

nference on Tr

rwell, Pemanfkat ( Hukum A

nservasi. Seuan Teknis Peloaan Hutan T

Konservasi S

erawatI

95

rsebut kalau

Sungai akajian

Tindak Danau ODA ), Teknis

Review oposal – UK

smoro, ntarum

ropical

faatan Adat ) eminar Proyek Tropis Suaka

Page 12: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

96

Page 13: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Moch. Memed, Agustin Purwanti

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

97

Penyelamatan dan Konservasi Sumberdaya Air dan Lahan di Daerah Aliran Sungai merupakan Tugas dan Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah

Moch. Memed 1) Agustin Purwanti 2) 1) Anggota HATHI, 2) Dosen Unjani

Abstrak

Semua bencana keairan berupa kekeringan, kesulitan memperoleh air berkualitas akibat terjadinya

pencemaran air dan bencana banjir yang telah terjadi di Indonesia sesungguhnya diakibatkan oleh perbuatan manusia yang tidak sadar akan konservasi lingkungan. Yang dimaksud dengan Lingkungan ialah Sumberdaya Alam yang harus dipelihara dan diamankan kinerja fungsinya dan Tempat atau Ruang Hidup / Kehidupan yang harus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya oleh manusia. Salah satu Sumberdya Alam adalah Air dan Sumberdaya Air yang berada di Bumi (termasuk atmosfir).

Salah satu upaya pemerintah untuk mengantisipasi dan meminimalisasi terjadinya dan akibat dari bencana keairan, adalah pencanangan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air (GNKPSDA) oleh presiden. Gerakan ini harus di laksanakan berdasarkan prioritas oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dengan dukungan dari masyarakat dengan wakilnya (DPRD dan DPR). Perlu diingat bahwa Allah akan murka terhadap orang yang hanya ngomong saja tanpa berbuat lanjut. Sebaiknya GNKPSDA selanjutnya dikukuhkan dengan Peraturan yang lebih tinggi dan mengikat, sebagai jabaran dan tindak lanjut dari UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan di Daerah disusun Perda GDKPSDA.

Di lapisan masyarakat, Gerakan Masyarakat Penyelamatan Sumberdaya Air (GMPSA) yang sejalan dengan Gerakan nasional, harus dilaksanakan secara serempak di seluruh DAS di Indonesia, oleh seluruh lapisan masyarakat didukung oleh seluruh pejabat Pemerintah mulai dari ketua RT, RW, Lurah, Camat, Bupati / Walikota, Presiden dan oleh para pejabat penegak Hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim).

Kata Kunci : GNKPA, GNKPSDA, GMPSA, UU No. 7 tahun 2004, Kerusakan Lingkungan, Daerah

Tangkapan Hujan (DTH) Pendahuluan Sejalan dengan makin bertambahnya penduduk di berbagai Wilayah di Indonesia, maka semakin intensif pula manusia mendayagunakan Sumberdaya Lahan yang berada di Daerah Tangkapan Hujan / Daerah Aliran Sungai, dengan menggali sumberdaya alamnya yang terkandung pada lahan tersebut dan menggunakan Lahan sebagai tempat berbagai kegiatan dan. Dalam rangka mendaya-gunakan Sumberdaya Lahan, sebahagian besar manusia tidak memikirkan dampak negatifnya yang terjadi antara lain terhadap fungsi dan keamanan lingkungan Sumberdaya Air, yang berakibat menimbulkan kerugian dan malapetaka bagi manusia dan makhluk hidup yang lain. Akibat penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Hujan tersebut yang sembarangan maka dengan jelas telah terjadi kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air, baik air yang berada di permukaan Bumi, di dalam tanah (air tanah), air yang berada di jaringan Badan Sungai (Sumberdaya Sungai), di Laut maupun yang berada di Atmosfir. Manusia yang akalnya masih waras pasti meyakini bagaimana pentingnya peran dan manfaat air bagi kehidupan dan penghidupan semua makhluk hidup. Seandainya saja Air atau Sumberdaya Air di suatu negeri dihilangkan-Nya atas kehendak-Nya dari muka bumi ini, maka makhluk hidup akan menderita dan mati.

Semua bencana keairan berupa kekeringan, kesulitan memperoleh air berkualitas akibat terjadinya pencemaran air dan bencana banjir yang telah terjadi di Indonesia sesungguhnya diakibatkan oleh perbuatan manusia yang tidak sadar akan konservasi lingkungan. Yang dimaksud dengan Lingkungan ialah Sumberdaya Alam yang harus dipelihara dan diamankan kinerja fungsinya dan Tempat atau Ruang Hidup / Kehidupan yang harus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya oleh manusia. Salah satu Sumberdya Alam adalah Air dan Sumberdaya Air yang berada di Bumi (termasuk atmosfir). Kegiatan manusia di DTH dengan kecenderungan

merusak Lingkungan Keairan (1) Pendayagunaan Sumberdaya Lahan (tempat dan

sumberdaya alam yang terkandung) yang selalu cenderung merusak lingkungan

(2) Pembabadan dan pembakaran Pohon Lindung di DTH yang merusak konservasi atau daya dukung sumberdaya air yang alamiah khususnya di daratan.

(3) Penutupan lapisan permukaan tanah peresap air oleh struktur, yang mengurangi atau menghilangkan peresapan air permukaan kedalam tanah (lapisan tanah peresap air)

(4) Pengalian lapisan tanah peresap air yang menyebabkan tebal dan volume lapisan peresap air berkurang atau hilang

(5) Pengurangan atau Penghilangan Volume Retarding Basin atau tempat menampung air banjir menjadi

Page 14: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Moch. Memed, Agustin Purwanti

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

98

berkurang atau hilang sama sekali (legokan / kubangan air, situ, rawa, sawah, kolam tando)

(6) Pengambilan air tanah yang berkelebihan (7) Pembuangan sampah, kotoran, polutan kedalam

badan air atau aliran air berupa material biotik, abiotik dan bahan kimiawi

(8) Yang menyebabkan kerusakan atau menurunnya fungsi dan keamanan Bangunan Air Pengendali air dan atau sedimen (Waduk, Kolam Tando, Sumur / Kolam Resapan, Sedimenttrap)

(9) Perusakan fungsi dan keamanan Sumberdaya Morfologi sungai atau akibat yang lain

Ciri-ciri Kerusakan Lingkungan Keairan di DTH (1) Gundulnya lahan dari pepohonan lindung di

permukaan daratan termasuk di hutan (2) Kekeringan air di dalam tanah permukaan bumi (3) Kekeringan air di sumur dangkal dan sumur dalam (4) Penutupan lahan oleh kawasan kawasan

Pemukiman, Perkotaan, Perindustrian dan Jalan yang melebihi persentase yang diizinkan dalam pembangunan

(5) Banjir, erosi medan dan longsoran tanah medan terutama yang terjadi pada musim hujan

(6) Pencemaran air oleh pembuangan sampah, kotoran biotik, abiotik dan kimiawi. (penduduk dan industri)

(7) Penurunan nilai fungsi dan produktifitas hasil pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Sumberdaya Air.

(8) Penurunan hasil pertanian padi dan hortikultura akibat "pembunuhan" sawah dan kebun, merupakan gejala yang serius membahayakan swasembada pangan, perekonomian dan kemakmuran rakyat Indonesia yang agraris.

(9) Penurunan nilai fungsi keamanan Bangunan Prasarana Pengelolaan Sumberdaya Air

(10) Peningkatan pencemaran dan panas udara (11) Dan sebagainya

Kerusakan Lingkungan Keairan di DTH tertentu secara kuantatif dapat dipelajri dengan mempelajari atau mengadakan pengukuran debit air, sedimen dan polutan di ruas sungai yang dapat pasokan dari DTH yang bersangkutan. Mengapa sebahagian besar manusia selalu berbuat mungkar dan berbuat kerusakan di Bumi sehingga dimurkai dan tidak dicintai Allah (1) Mereka tidak mengetahui bahwa manusia

sesungguhnya diciptakan-Nya untuk beribadah dan minta tolong hanya kepada Allah Yang Maha Esa semata, tidak kepada yang lainnya. Untuk mampu melaksanakan tugas beribadah, Allah Robbil ’alamiin memberi manusia hak, wewenang dan akan memintanya kepada mereka tanggung jawab atas segala perbuatan mereka di hari akhir.

(2) Mereka tidak mengetahui dan menyadari bahwa selain diwajibkan bertugas melaksanakan tugas beribadah Ritual, manusia dijadikan-Nya sebagai Khalifah Allah (Mandataris, Manajer Allah) di Bumi diberi amanat

melaksanakan tugas untuk mengurus dan memakmurkan Bumi. Mengurus Bumi berarti menyelenggarakan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Bumi dan menyelenggarakan Pembinaan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, yang harus dilakukan dengan benar, untuk kepentingan semua dan bukan untuk merusaknya

(3) Sebahagian besar dari manusia tidak beriman dan bertaqwa, dengan sebenar-benarnya iman dan taqwa, yang berarti dalam melakukan kegiatannya, mereka tidak mengikuti petunjuk-Nya, untuk melaksanakan perintah-Nya dan untuk menjauhi larangan-Nya. Bahkan mereka tidak mengetahui atau tidak pernah mau mengetahui (dengan membaca dan mengkaji) petunjuk-Nya yang benar, yang tersurat dan tersirat di dalam Kitabullah (yang diwahyukan Allah via malaikat Jibril kepada Rosulullah) dan apa apa yang tersurat dan tersirat di dalam alam ciptaan-Nya yang berisi sunatullah (hukum, aturan peraturan atau perintah yang diberikan kepada alam). Kedua sumber pedoman tersebut sangat diperlukan untuk mengurus Bumi dengan benar dan baik

(4) Dalam rangka mengurus atau mengelola Sumberdaya Air, semua manusia sesungguhnya harus mengetahui bahwa Allah memberikan nur-Nya atau energi, kekuatan kepada air dengan perintah dan kehendak-Nya untuk menghidupkan makhluk hidup ciptaan-Nya berupa tetumbuhan, hewan dan manusia di Bumi ini.

(5) Banyak dari mereka yang beribadah ritual yang kelihatannya atau dianggapnya benar, namun sesungguhnya mereka masih berbuat tidak benar, mungkar, berbuat jahat, dan berbuat kerusakan di bumi. Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakaan di Bumi dan Allah akan murka terhadap manusia yang mungkar.

(6) Untuk dapat mengurus Bumi (menyelenggarakan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Bumi dan Pembinaan Sumberdya Manusia), seharusnya manusia bersepakat untuk menjabarkan petunjuk Allah menjadi Norma, Hukum dan Aturan Peraturan yang “membumi” untuk ditaati oleh semua, minimum oleh orang orang yang beriman.

(7) Mereka yang berbuat kerusakan, sesungguhnya mereka tidak beriman, tidak taqwa dan beramal tidak sesuai dengan kehendak-Nya merupakan golongan yang fasik.

Mereka yang tidak beriman, sebenarnya tidak takut bahwa perbuatannya jahatnya di dunia itu, akan diminta pertanggungan jawabanya, diadili dan akan dibalas-Nya dengan azab yang keras di hari akhir nanti.

(8) Sebaliknya orang-orang yang taqwa, dengan mempertahankan keimanannya dengan sebenar-benarnya beriman dan berusaha melaksanakan tugas ibadahnya dengan baik sesuai dengan kehendak-Nya, diikuti dengan bertaubat dan memperbaiki kesalahan

Page 15: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Moch. Memed, Agustin Purwanti

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

99

dan dosa yang telah mereka perbuat, mereka pasti akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.

Ketentuan dan Persyaratan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berwawasan Lingkungan (Norma)

Ketentuan dan persyaratan yang disampaikan ini diambil berdasarkan interprestasi dari apa yang tersurat dan tersirat dalam Kitabullah dan berdasarkan penalaran logis-rasional-empirik. Ketentuan dan Persyaratan ini bersifat Ideal yang seharusnya diperhatikan dan ditaati oleh manusia beriman Khalifah-Nya di Bumi. (1) Segala kegiatan harus diawali dengan ucapan “Atas

nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang”.

(2) Atas nama Allah berati kita melakukan sesuatu kegiatan berdasarkan tugas, hak, wewenang dan tanggung jawab (THWT) yang diberikan kepada manusia sebagai abdi dan Khalifah Allah di Bumi ini, melaksanakan Ibadah Ritual dan melaksanakan Pengurusan Bumi (Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pembinaan Sumberdaya Manusia), berdasarkan keimanan dan ketaqwaan, serta berbuat baik yang diridloi-Nya, berbuat baik kepada Allah, kepada sesama manusia dan alam.

(3) Mengetahui dan menjalankan segala petunjuk-Nya, dengan mengikuti Perintah-Nya dan menghindarkan segala larangan-Nya.

(4) Mengutamakan azas keselamatan, keamanan, , kedamaian, dengan mentaati petunjuk-Nya.

(5) Tidak berbuat kerusakan dan mengantisipasi kegiatan yang bekecenderungan merusak (berwawasan lingkungan).

(6) Hasil Pengelolaan Sumberdaya Alam diperuntukkan untuk semua, seluas mungkin (rakhmatan lil ‘alamiin)

(7) Pengelolaan Sumberdaya Alam harus dilakukan secara menyeluruh, berarti bahwa lima kegiatan pengelolaan *) harus dilakukan semuanya, dilakukan oleh semua manusia, terkoordinasi dalam suatu sistem kerja sama dan sama sama kerja yang kokoh dengan pembagian THWT yang tepat dan adil.

(8) Semua kegiatan PSDA melalui proses Rekayasa. (9) Diawali dengan niat yang baik berkonsep yang

dituangkan kedalam dokumen: 1) Perencanaan (Planing) Umum Pengelolaan

Sumberdaya Lahan (RTRW) yang harus disusun terkait erat dengan Perencanaan Umum Pengelolaan Sumberdaya alamnya. Kedua macam Perencanaan Umum tersebut harus merupakan Perencanaan yang bersifat “over lay” (overlay general plan).

2) Planing planing teknis yang mendukung kedua macam perencanaan umum tersebut,

3) Desain perangkat keras dan perangkat lunak sebagai pendukung perencanaan.

4) Program pelaksanaan semua kegiatan.

(10) Pelaksanaan pengelolaan SDA harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.

(11) Menggunakan azas tepat guna, efektif, efisien dan optimal, layak lingkungan (sosial budaya), teknis - rekayasa, ekonomis serta pembiayaan,

(12) Kegiatan Pengelolaan dan TUR-DAL-WAS-BIN dilakukan dengan benar dan adil, dengan memperhatikan unsur urgensi dan prioritas: kepentingan dan kebutuhan, tempat, waktu (perode dan timing), kuantitas dan kualitas.

(13) Menggunakan perangkat lunak berupa: 1) Data dan informasi yang tepat, upto date, dan

benar, 2) Ilmu dan kebijakan (hikmah /wisdom), teknologi, 3) Kebijaksanaan atau Aturan-Peraturan

(Perangkat lunak) untuk menjalankan tugas Pemerintahan dan tugas Pembangunan / Rekayasa

(14) Menggunakan perangkat keras berupa prasarana, sarana, alat dan peralatan yang merupakan produk teknologi dan rekayasa.

Penyelamatan dan Pencegahan Kerusakan lingkungan Sesungguhnya Allah menghendaki dari sekian banyak manusia masih ada segolongan manusia yang beriman yang mau berusaha dengan sunggu-sunguh untuk mengingatkan, mencegah, menanggulangi dan memperbaiki kerusakan Lingkungan Sumberdaya Alam termasuk kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air. Dan atas kehendak-Nya keberadaan Air dan Sumberdya Air masih bisa dipertahankan sebelum Bumi dihancurkan di hari Kiamat. Sesungguhnya usaha penghentian atau pengendalian, rehabilitasi dan konservasi Lingkungan Sumberdaya Air tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh lapisan Masyarakat dan Penguasa (Pemerintah, DPR dan Penegak Hukum). Alhamdulillaah Presiden RI telah mencanangkan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air (GNKPSDA) yang dikukuhkan dengan Kepres bulan April tahun 2005. Pencananangan GNKPSDA, tentu harus didukung dan ditindak lanjuti dengan pelaksanaan sampai tuntas di lapangan oleh seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat. Perlu diingat bahwa Allah akan murka terhadap orang yang hanya ngomong saja tanpa berbuat lanjut. Sebaiknya GNKPSDA selanjutnya dikukuhkan dengan Peraturan yang lebih tinggi dan mengikat, sebagai jabaran dan tindak lanjut dari UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan di Daerah disusun Perda GDKPSDA. Ingatlah, bahwa Allah telah menciptakan Air di Bumi ini, yang sebelumnya kering, untuk menciptakan makhluk hidup di Bumi ini dan seandainya tidak ada air maka tidak ada kehidupan dan penghidupan. Pemerintah Pusat dan Daerah seharusnya segera menyusun Perencanaan, Perancangan dan

Page 16: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Moch. Memed, Agustin Purwanti

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

100

Program untuk dapat melaksanakan Gerakkan tersebut dengan baik. Untuk itu juga perlu segera dibuatkan NSPM yang diperlukan. Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam GNKPSDA Masyarakat yang harus berperan aktif dalam Gerakan Penyelamatan, Rehabilitasi dan Konservasi Lingkungan Sumberdaya Air adalah seluruh anggota masyarakat yang memanfaatkan, memiliki, menghuni dan menguasai lahan yang berada di Derah tangkapan Hujan. Gerakan penyelamatan dan konservasi Sumberdaya Air harus dilakukan di semua lahan yang berada di suatu DAS, dimulai dari Lahan Pekarangan dan Kawasan, dilanjutkan ke lahan yang berada di seluruh Wilayah Rukun Tetangga, Rukun Warga, Desa, Kecamatan, Kabupaten-Kota dan Propinsi. Lahan yang dijadikan objek gerakkan GNKPSDA termasuk lahan yang dipergunakaan untuk fasilitas umum seperti jalan kampung sampai jalan toll, tempat beribadah sampai dengan lahan yang dikuasai oleh Pemerintah. Tenaga penggerak dalam pelaksanaan GNKPSDA adalah semua pemuka, tokoh pemimpin dan pejabat dimulai dari tingkat kepala Keluarga, ketua RT dan RW, Kades, Camat, Bupati, Walikota, Kepala Kantor, Kepala Perusahaan, Presiden sebagai pemimpin para pejabat Pemerintah, Ketua MPR-DPR dan para Penegak Hukum. Tujuh Gerakan Penyelamatan SDA yang mampu dan harus dilaksanakan oleh Masyarakat 1. Gerakan Peresapan Air Hujan dan Air Permukaan ke

dalam tanah, Melalui pembuatan Sumur Resapan, Kolam Resapan, Saluran Resapan, Resapan dari Septick Tank dan pemasangan Paving Blok yang porus. Dengan meresapkan air ke dalam tanah maka cadangan air tanah akan bertambah

2. Gerakan Penampungan Air Hujan dengan membuat bak Penampung Air Hujan yang dapat dipasang diatas atau dibawah permukaan tanah. Penampungan air hujan untuk mengurangi limpasan banjir dan dapt digunakan untuk keperluan hidup

3. Gerakan Penanaman Pohon Lindung (Gerakan Penghijauan dan Udara Bersih) dengan penanaman pohon lidung di lahan yang masih bisa ditanami, di wajan / pot tanaman (di kawasan pekarangan, RT, RW, di lahan yang terlantar dan seterusnya). Pepohonan dapat menyimpan air, mengurangi aliran permukaan, memperbaiki keadaan gas dan polusi udara di atmosfir dan menjadi paru paru bumi.

4. Gerakan Pengelolaan dan Pengolahan Sumberdaya Sampah dan Limbah (dimulai di Rumah Tangga, TPS dan di TPA / IPSDS IPAL). Sumberdaya Sampah dapat dijadikan pupuk organik, diambil gasnya (gas metan), bahan daur ulang (kertas dan plastik) dan bahan industri. Pupuk organik dapat menutupi kekurangan pupuk kimiawi dan dapat memperbaiki struktur tanah pertanian.

5. Gerakan Pematusan (Draining) Genangan dan Pengeringan daerah Tangkapan Hujan Tandon Air Hujan (Retarding Basins)

6. Gerakan Penghematan dan optimasi penggunaan Air dan Sumberdaya Air (Air bersih dan energi air makin lama makin langka, sulit diperoleh dan makin mahal). Pembangkitan tenaga listerik di jaringan saluran Irigasi perlu digalakkan

7. Gerakan Pembinaan Sumberdaya Manusia agar mereka sadar akan peran, fungsi Air dan Sumberdaya Air dan konservasi lingkungan Sumberdaya Air (dimulai oleh orang tua kepada anak anak di rumah dan pekarangan, RT / RW dan seterunya untuk seluruh penduduk negeri). Gerakan Diklatjar tentang Keairan mulai dari masalah yang kecil sampai dengan yang makro.

Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air (GNKPSDA) yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah (Pusat dan Daerah) (1) Gerakan Pembinaan Sumberdaya Manusia

(Penyadaran akan Konservasi Air dan Sumberdaya Air)

(2) Membuat Crash Program Pelaksanaan GNKPSDA di seluruh Provinsi, Kabupaten dan Kota

(3) Membuat Pilot Project GNKPSDA - 7 GMPSA dengan arahan dan bimbingan teknis dari para pakar yan dikoordinasikan oleh Lembaga yang terkait (Pemerintah, Perguruan Tinggi dan LSM) – kegiatan Crash Program disertai dengan Program Pembinaan SDM

(4) Menyiapkan Perencanaan dan Perancangan GNKPSDA, konsep kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten – Kota; dan menyusun Program Kegiatan isyarat isyarat dari Allah Jangka Pendek untuk ditidak lanjuti dengan Perda

(5) Menyiapkan RUU Penyelamatan Kerusakan SDA dengan masukan dari Daerah

(6) Merevisi RTRW-Daerah dengan memasukkan Perencanaan Pencegahan berlanjutnya Kerusakan dan Rehabilitasi Sumberdaya Air dengan memperhatikan batasan Daerah Aliran Sungai

(7) Menyusun Atlas Potensi atau Sumberdaya Air di tiap DAS, yang berisi Data dan Informasi ketersedian Sumberdaya Air, pendayagunaan SDA, prediksi kebutuhan akan Sumberdaya Air dan kondisi Kerusakan Sumberdaya Air.

(8) Kegiatan Teknis Rehabilitasi dan Pembangunan Prasarana Fisik dan Non Fisik berupa: a. Penyuluhan dan Pembinaan Sumberdaya

Manusia (Tatap muka, Diklatjar, media cetak dan elktronik)

b. Pembangunan Bangunan Peresap Air di DTH-Peresap Air dengan pemberdayaan Masyarakat dan di Kawasan yang dikuasai Pemerintah (antara lain di Kawasan Kantor, Pertanian, dan Jaringan Jalan)

Page 17: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Moch. Memed, Agustin Purwanti

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

101

c. Rehabilitasi dan Pembangunan Bangunan Penampungan Air (Kolam Tando, Situ, Danau, Waduk dan Embung)

d. Penanaman Pohon Lindung di Lahan yang dikuasai Pemerintah dan di Kawasan Potesial yang Rusak (Reboisasi Kawasan Hutan, Penanaman pohon lindung di Kawasan Pertamanan, Daerah Sempadan Jalan, Kawasan / Lahan Kritis, Pekarangan Kantor dan sebagainya)

e. Pembangunan Bangunan Pencegah Erosi, Longsor dan Bahaya Keairan yang lain dan atau usaha pencegahan yang bersifat non teknis

f. Rehabilitasi dan Pembangunan Bangunan Drainase Makro dan Kawasan (Kawasan Jalan, Kota dan sebagainya)

g. Pengamanan dan Rehabilitasi Prasarana Keairan di DTH, di Badan Sungai, di DPKS (Misal Bangunan Irigasi termasuk sawahnya), di Pesisir dan Pantai, PLTA, Pengolahan Air Baku – Air Bersih, Pengelolaan Limbah

h. Penghentian dan Pencegahan alih fungsi Lahan Pertanian, Kehutanan, Pertamanan, Sabuk Hijau dan Lahan Hijau semacamnya menjadi Kawasan Pemukiman, Industri dan lain lainnya yang merusak Sumberdaya Alam. (Untuk menghentikan alih fungsi lahan pertanian ini, misal sawah dan perkebunan, maka seharusnya Pembinaan, Pengaturan, Pengendalian dan Pengawasan kegiataan Pengelolaan yang berkaitan langsung dengan bidang Pertanian dilimpahkan kepada Instansi bidang Pertanian, bukan ke Istansi yang memberikan Ijin Membangun Bangunan (IMB)

i. Pengamanan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sungai termasuk Prasarana Bagunan Air di badan Sungai

j. Pengelolaan Sumberdaya Sampah dan Air Limbah (Pengolahan, Penyaluran dan Pembuangan)

k. Peningkatan mutu Pendayagunaan Air dan Sumberdaya air yang afektif, hemat (tidak boros, efektif dan efisien)

l. Penanggulangan Pencemaran air dan Pencemaran Udara (teknis dan non teknis)

Gerakan Penyelamatan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Hutan Untuk dapat mencegah atau mengurangi pengaliahan fungsi Lahan Pertanian dan Kehutanan, maka Hukum, Aturan dan Peraturan khusus masih harus dibuat. Pembinaan Lahan Pertanian dan Izin pengalihan fungsinya, seharusnya diserahkan penuh kepada Instansi / Departemen Pertanian, seperti halnya Lahan Kehutanan dibina dan dikelola oleh Departemen Kehutanan.. Saat ini lahan persawahan / pertanian dan perkebunan dapat dialih-fungsikan dengan mudah menjadi Kawasan

Perumahan, Industri, Pertambangan dan Jalan, hanya berdasarkan “fatwa” kepala Daerah, kewenangan BPN dan kewenangan Instansi PU untuk mengeluarkan IMB, mengikuti Perda yang tidak bersahabat dengan Konservasi Sumberdaya Air dan Lingkungan, dan yang lebih mementingkan PAD / Ekonomi saja. Kesimpulan dan Saran (1) Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Alam,

khususnya Sumberdaya Air di Indonesia sudah mencapai tingkat yang membahayakan, menimbulkan bencana dan malapetaka bagi kehidupan dan penghidupan.

(2) Kerusakan lingkungan SDA terjadi disebabkan oleh perbuatan sebahagian besar manusia yang tidak mengetahui, tidak berilmu atau bodoh, tidak mengetahui dan mengikuti perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya.

Mereka tidak menyadari bawa manusia diberi-Nya tugas, hak, wewenang dan tanggung jawab (THWT) sebagai Khalifah Allah di Bumi untuk mengurus dan memakmurkan Bumi demi kepentingan semua makhluk, bukan untuk merusaknya.

(3) Allah YM Kuasa telah memperlihatkan peringatan dan kemurkaan-Nya akibat makin banyak manusia Indonesia yang menentang petunjuk-Nya, berbuat musyrik dalam beribadah Ritual, berbuat kejahatan dan kerusakan di Bumi dalam mengurus Bumi dan tidak mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan-Nya.

(4) Bahaya keairan di darat yang harus diwaspadai adalah kekeringan / kekurangan air, pencemaran air (air sungai, air tanah dan air hujan / pencemaran udara), banjir, longsoran tebing dan pergerakkan sedimen (tanah dan batuan)

(5) Kerusakan Sumberdaya Air di DAS, dimulai dengan pendayagunaan Sumberdaya Lahan yang berada di Daerah Tangkapan Hujan, yang tidak memikirkan dampak negatifnya terhadap konservasi Sumberdya Air

(6) Dalam rangka menghentikan dan menanggulangi Kerusakan Lingkungan tersebut, semua masyarakat minimal orang orng yang beriman harus mengetahui petunjuk-Nya dan melaksanakan segala perintah dan menghindarkan larangan yang diberikan Allah yang semuanya itu telah tersurat dan yang tersirat di dalam Kitabullah dan Hadits Rosul serta yang tersurat dan yang tersirat berupa Sunatullah

(7) Selanjutnya dari ketiga sumber petunjuk-Nya tersebut perlu diterjemahkan dan dijadikan Hukum dan Aturan Peraturan yang “membumi” dan harus ditindak lanjuti menjadi produk, Norma, Hukum, Standar, Pedoman dan Manual Teknis dan non Teknis untuk digunakan dalam kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Air. Undang-undang no. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air perlu

Page 18: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Moch. Memed, Agustin Purwanti

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

102

segera dilengkapi atau didukung dengan Aturan-peraturan yang lebih rinci.

(8) Penegakkan Hukum dan Aturan-peraturan dalam rangka TURDALWAS dalam Pengelolaan Sumberdaya Air perlu dilaksanakan. Perlu dibentuk organisasi Polisi Keairan, bagian khusus dari Polisi Pamongpraja.

(9) Hanya dengan meningkatkan keimanan, ketaqwaan, ketaatan kepada-Nya, dengan menggunakan ilmu, kebijakan, kebijaksanaan, teknologi alat peralatan teknologi yang diberikan-Nya, sebahagian mayarakat Indonesia dan para penguasa di Pemerintahan insya Allah akan mampu mengurangi dan menaggulangi Kerusakan Lingkungan Alam khususnya Sumberdaya Air dan meneruskan Pembangunan di segala bidang, untuk mencapai negeri yang “baldatun thoyibatun war robun ghofur” (Negeri yang baik diberkahi-Nya, penduduknya berada dalam ampunan Allah YM. Pemurah, YM. Penyayang dan YM Pengampun)

(10) Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air yang dicanangkan Presiden, harus di laksanakan berdasarkan prioritas oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dengan dukungan dari masyarakat dengan wakilnya (DPRD dan DPR)

(11) Gerakan Masyarakat Penyelamatan Sumberdaya Air (GMPSA) sejalan dengan Gerakan nasional harus dilaksanakan secara serempak di seluruh DAS di Indonesia, oleh seluruh lapisan masyarakat didukung oleh seluruh pejabat Pemerintah mulai dari ketua RT, RW, Lurah, Camat, Bupati / Walikota, Presiden dan oleh para pejabat penegak Hukum (Polisi, Jaksa dan Kakim).

Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai • Telah tampak kerusakan di Darat dan di Laut akibat

perbuatan manusia dan Allah telah menampakkan peringatan, siksa dan azab kepada semua manusia agar mereka bertaubat dan kembali ke jalan yang benar sesuai dengan Petunjuk-Nya.

• Komponen lingkungan Sumberdaya Air yang rusak di suatu DAS

• Ciri-ciri Kerusakan Lingkungan • Penyebab Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air • Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Daerah

Tangkapan Hujan (DTH) • Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Sungai

(Morfologi Sungai) • Usaha Pencegahan dan Rehabilitasi Kerusakan

Lingkungan Sumberdaya Air di Daerah Tangkapan Hujan

• Usaha Pencegahan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Morfologi Sungai

• Usaha Pencegahan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Lahan di Daerah Pengairan Kendali Sungai (DPKAS)

• Kepentingan penyusunan Buku Atlas Potensi Sumberdaya Air dan Lahan di DAS

• Hukum, Aturan-Peraturan dan NSPM yang diperlukan

Komponen sumberdaya alam dan buatan yang rusak

di Daerah aliran sungai (1) Sumberdaya alam yang berada pada lahan di

Daerah Tangkapan Hujan (DTH) : (2) Lahan Peresap Air (3) Lahan Penampung Air Hujan (Retarding Basin) (4) Sumberdaya Morfologi Sungai (s/d Muara / Delta) (5) Sumberdaya yang berada di Daerah Pengairan

Kendali Sungai (DPKS): (6) Daerah Irigasi dan (7) Kawasan Banjir (8) Sumberdaya Lahan yang berada di Pesisir / Laut

Lepas Pantai Titipan:

Janji dan peringatan Allah: (1) Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (perintah dan larangan-Nya) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.7/96). (2) Sesungguhnya bagi kaum Saba' (dengan ratunya Balqis yang asalnya musrik lalu mengikuti jalan Allah bersama Nabi Sulaiman Rosul Allah . Kejadian ini dapat terjadi di Indonesia) ada tanda di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri (diairi dari Bendungan). (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu rezki dari Robb-mu (Allah) dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan Robb-mu Yang Maha Pengampun". (Q.34/15). (3) Tetapi mereka (generasi berikutnya) berpaling (dari jalan Allah maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr (Q. 34/16). (4) Setelah generasi selanjutnya mengikuti Rosul Allah yang terahir, negeri mereka menjadi makmur.

Akibat perbuatan orang-orang yang musyrik, jahat dan berbuat kerusakan di negeri yang sangat subur ini, maka negeri Indonesia menjadi negeri yang terpuruk, yang sebelumnya mendapat berkah dari Allah berupa kemerdekaan dan kemakmuran. Coban, siksa, azab dan peringatan dari Allah yang berwujud berbagai macam bencana dan kecelakaan pun datang bertubi-tubi tidak henti hentinya menimpa berbagai tempat di Indonesia.

Page 19: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sessu Sennang

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

103

Pengelolaan Irigasi dan Danau dengan Tudang Sipulung Studi Kasus: Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan

Sessu Sennang

HATHI Cabang Sulawesi Selatan

Abstrak Tudang Sipulung merupakan budaya di Kabupaten Wajo, yang artinya duduk berkumpul

(bermusyawarah). Dalam Tudang Sipulung lahir kebijakan seorang raja atau pemimpin di bidang Pemerintahan dan Sektor Pertanian. Dewasa ini, beberapa kegiatan dalam Tudang Sipulung cenderung memudar mengikuti perkembangan zaman. Pada abad XV-XVI, sejarah Wajo menunjukan bahwa, raja-raja wajo bersikap sangat demokratis dalam pelaksanakan pemerintahannya. Sebelum memerintahkan untuk menurunkan bibit padi sawah dan menangkap ikan di danau, raja mengadakan pertemuan dengan para bangsawan dan masyarakat dalam acara Tudang Sipulung. Pertemuan ini melahirkan suatu kesepakatan bersama sebagai upaya mewujudkan kemakmuran rakyat dan membesarkan negeri sebagai tempat berteduh rakyat.

Pada saat ini, penduduk makin bertambah sedangkan kepemilikan lahan makin kecil (± 0,25 – 1,0 Ha). Bersamaan dengan masalah tersebut, sumber daya air pun mengalami degredasi. Walaupun telah melakukan sistem sawah beririgasi, para petani masih dilingkupi oleh berbagai masalah yang cukup kompleks. Kata Kunci : Tudang Sipulung, sejarah, budaya, partisipatif

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Kabupaten Wajo memiliki luas Wilayah 2.506, 19 Km2 atau 4,0 % dari luas Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah penduduk 363.160 jiwa. Luas sawah Kabupaten Wajo 86.107 Ha, terdiri dari sawah beririgasi teknis 12.097 Ha, semi teknis 1.113 Ha, irigasi sederhana, irigasi desa dan irigasi pompa 18.158 Ha. Dan sisanya adalah sawah tadah hujan seluas 54.739 Ha. Danau dan Rawa sebagai potensi perikanan mempunyai luas 28.110 Ha, meliputi Danau Tempe (Kec. Belawa, Sabbangparu), Danau Penrang Riawa (Kec. Tanasitolo), Danau Durie, Danau Lappapolo (Kec. Takallala) dan rawa lainnya. Ekologi Danau Tempe memiliki nilai konservasi yang tinggi, terutama jenis ikan dan keberadaan sejumlah besar burung migran. Dahulu Danau Tempe ini dikelola rakyat Wajo, namun pada masa sekarang sungai (pallawang) di areal danau dikuasai oleh pemerintah daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah. Ada juga sungai (pallawang) milik perorangan, sedangkan kanal yang dibuat pemerintah daerah dimanfaatkan sebagai sarana transportasi nelayan.

Masyarakat Wajo mempunyai filosofi yang tercermin pada budaya dan moral: Maradeka towajoe, najajiang alena maradeka, tanaemi ata, naia tomakketanae maradeka maneng, ade assimaturusennami napopuang

Artinya: orang-orang Wajo itu merdeka sejak dilahirkan, hanya negeri mereka yang abadi, si-empunya negeri semua merdeka, hanya hukum adat yang lahir dari kehendak mereka-lah, yang dipertuan

(Lataringeng To Taba, negarawan Kerajaan Wajo abad XV).

Sejak terbentuknya Kerajaan Wajo pada abad ke XV, Budaya bercocok tanam padi dan menangkap ikan tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di Kabupaten Wajo. Dahulu kala, petani dan nelayan merasa makmur dan sangat patuh pada rajanya. 1.2 Ruang Lingkup

Ruang Lingkup studi meliputi budaya bercocok tanaman padi dan menangkap ikan di danau serta sejarah Kerajaan Wajo pada abad XV –XVI di bawah raja-rajanya yang bergelar Batara dan Arung Matoa. 1.3 Maksud

Menggali kembali sejarah terpendam tentang asal mulanya Kerajaan Wajo yang merupakan bagian sejarah Sulawesi Selatan. Perlunya mengkritisi dan mengambil hikmah yang menjadi arahan bagi pemerintah khususnya pada bidang pertanian. 1.4 Tujuan

Menumbuhkan animo petani dan nelayan untuk bercocok tanaman padi dan menangkap ikan untuk kesejahteraannya melalui partisipasi petani/nelayan dalam melestaikan sumber daya air dan irigasi. 1.5 Metodologi

Tahapan dalam penyusunan penulisan ini adalah: Mengumpulkan buku dan artikel mengenai asal mula Kerajaaan Wajo dan kebijakan Raja pada waktu itu di bidang Pemerintahan.

Page 20: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sessu Sennang

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

104

Mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat tani dan nelayan.

Mengamati pelaksanaan pertemuan untuk membahas pola dan jadwal tanam setiap tahunan yang dihadiri pemda dan masyarakat tani. (penulis adalah Kepala Dinas Pengairan 2001 – 2005)

Menganalisis data, hasil wawancara dan pengamatan, lalu membuat formulasi tulisan ini.

II. Sejarah Negeri Wajo

Tudang Sipulung artinya duduk berkumpul (bermusayawarah). Asal mulanya adalah suatu keluarga datang bercocok tanam di tepi danau (sekarang Danau Lampulung di Kecamatan Majauleng). Kemudian keluarga lain datang bergabung dengannya, karena menganggap pemimpinnya sakti dan pandai meramal. Kemudian banyak orang berkumpul di tepi danau untuk bercocok tanam padi yang dalam bahasa bugisnya disebut sipulung-pulung. Untuk memperluas areal persawahan, maka kelompok keluarga tersebut kearah timur (sekarang Kec. Penrang), kemuadian membentuk kerajaan kecil yaitu Kerajaan Cinnotabi. Namun kerajaan ini runtuh karena mengangkat dua orang bersaudara sebagai raja bersama.

Masyarakat pada waktu itu mengalami gagal panen, binatang pengganggu merusak tanaman dan hampir semua orang meninggalkan negeri. Mereka merasa perlunya mengangkat seorang raja yang akan memerintah negeri dan mengayomi serta mampu melaksanakan hukum adat yang lahir pada pemerintahan sebelumnya melalui Tudang Sipulung. Tudang Sipulung ini dimaksudkan untuk menjalankan adat dan hukum yang dibuat atas kehendak secara bersama-sama (ade assituruseng) yang membawa kemakmuran rakyatnya. Kemudian, diibuatlah perjanjian berdasarkan musyawarah di bawah pohon bajo yang sangat besar ataupun aju wajo bottoae di Tosara Kecamatan Majauleng dan mengangkat Latenri Bali sebagai sebagai Raja Kerajaan Wajo yang bergelar Batara Wajo I. Kerajaan Wajo yang bergelar Batara berakhir pada pemerintahan Batara III dibawah La Patedungi To Sammalangi. Berdasarkan pengalaman, sistem kerajaan ini dianggap perlu mengurangi kekuasaan raja. Arung Saotanre Lataringeng To Tabai berwenang mengangkat dan memberhentikan raja pada waktu itu, mengadakan musyawarah dan memutuskan pemberhentian La Patedungi To Samalangi sebagai Batara III. Pimpinan sementara pemerintahan dibawah Arung Saotanre Lataringeng bersama dengan para paddanreng (Bentempola, Talotenreng dan Tuwa). Mereka mempersiapkan konstitusi Wajo dan pemilihan raja Wajo sehingga kerajaan Wajo menjadi kerajaan elektif dibawah pemerintahan Lapallewo To Palipu, dan Matoa Benttempola sebagai Arung Matoa I Wajo (147-1481).

Puncak kejayaan terjadi pada masa pemerintahan Arung Matoa IV Latadampare Puang Rimagalatung (1491-1521). Negeri Wajo berkembang dengan menaklukkan kerajaan lain dan mengadakan kerja sama. Kerajaan Wajo berakhir pada masa Arung Matoa ke-45 H. Andi Mangkona (23 April 1933 – 21 November 1949)

Petuah-petuah (papaseng) Latadangpare Puang Rimagalantung di bidang pertanian antara lain: Raja yang tidak adil terhadap orang banyak, akan membawa bencana pada pertanian. Penyebab lain terjadinya bencana pada pertanian dan rusaknya negeri adalah kondisi rakyat yang saling bertengkar dan tidak mau bersepakat.

Apabila tiba masa kerja sawah, pemimpin kerajaan memberikan daging kerbau, makanan dan minuman serta memberikan nasehat seperti: jangan bertengkar, bertobatlah, jangan saling mengambil tanaman, jangan saling berlomba mengerjakan sawah, dan bersama-samalah berjalan bagi para petani yang saling berdampingan pematangnya. Selanjutnya, setelah menuai padi (panen) beliau memberi makan rakyatnya.

Pada masa Pemerintahan Puang Rimanggalatung, sektor pertanian selalu mengalami keberhasilan, pendapatan petani meningkat dan sejahtera. III. Budaya Pengelolaan Danau Tempe

Kegiatan masyarakat nelayan dalam penangkapan ikan, yang masih nampak sekarang adalah kegiatan mulai dari turun ke danau sampai pesta Maccera Tappareng sebagai pernyataan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil-hasil yang diperoleh dari danau. Cara penangkapan ikan dengan berbagai jenis alat tangkap seperti bungka toddo, pallawang, papanambe, pajjala, salokko, passulo, dan pajjulu.

Lokasi penangkapan ikan pallawang (ornamen) dikelola oleh pemda sebagai sumber pemasukan penghasilan Daerah. Cara penangkapan ikan ini menggunakan krei bambu yang dipasang melingkar tertutup dengan ketinggian bambu 1,25 m. Panen dilakukan pada kondisi air di danau mulai surut, akan tetapi jika ketinggian air melebihi tinggi krei bambu yang dipasang, maka nelayan (pakkaja) lain boleh menangkap ikan di area pallawang. Luas pallawang yang dapat dikuasai oleh nelayan bervariasi, yaitu: antara 0,5 hingga 2,0 Ha, antara 2,0 hingga 4,0 Ha, antara 4,0 hingga 6,0 Ha dan antara 6,0 hingga 8,0 Ha. Areal ini di kuasai nelayan pemenang tender selama ada air (musim hujan). Pada musim kemarau lahan ini diberikan ke petani palawija dengan cara undian (tana koti).

Nelayan turun ke danau berdasarkan hasil kesepakatan dalam acara Tudang Sipulung dan upacara doa keselamatan agar mendapat hasil banyak.

Page 21: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sessu Sennang

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

105

Pelaksanaan upacara di pimpin seorang dukun (sanro) dengan sesaji yang mempunyai arti tersendiri. Sesudah panen (penangkapan ikan) nelayan menggelar pesta Macera Tappareng di permukaan danau setiap tahun pada bulan Agustus. Festival tambah marak dengan berbagai atraksi seni dan budaya masyarakat Wajo. Acara ini dirangkaikan dengan pameran dan hasil-hasil kerajinan rakyat. Adapula karnaval perahu hias, lomba perahu antar nelayan dan pertunjukan berbagai tradisional seperti papitu pitu (layang-layang bermusik). Acara macera tappareng dilaksanakan di rumah nelayan yang dituakan (Matoa Tapareng). Pada masa dahulu, Matoa Tapareng ditentukan melalui pemilihan, namun pada masa sekarang, penunjukan melalui kesepakatan saja.

Maksud acara Maccera Tappareng agar danau selalu dberkahi dengan limpahan ikan sehingga nelayan memperoleh hasil yang layak dan diharapkan meningkatan pendapatan nelayan. Pada acara ini diadakan pemotongan hewan (kerbau) dan kepala hewan tersebut ditanam di tempat khusus pada areal danau.

Pemerintah dan Matoa Tappareng mengingatkan kembali aturan ade abiasang seperti dalam acara Tudang Sipulung, antara lain: tak boleh menangkap ikan setelah acara maccera tappareng selama 3 hari dan menangkap ikan pada hari jumat, serta larangan lainnya yang tertuang dalam perda kabupaten. Pelanggaran aturan ade abiasang dikenakan sanksi adat (didosa). Pelaksanaan sanksi adat dilaksanakan oleh Mattoa Tappareng. IV. Budaya Bercocok Tanam Padi

Seperti dijelaskan pada Bab Pendahuluan, budidaya tanaman padi tidak terlepas dari peranan raja yang memerintah pada waktu itu. Tahapan penanaman padi dahulu kala, meliputi: Bibit diambil dari lumbung padi (diatas langit-langit rumah atau rakkiang) oleh perempuan yang bersih dan berpakaian lengkap.

Padi diturunkan ke lantai pusat rumah (possibola) dengan sesaji yang memberikan ramalan apakah bibit ini tumbuh baik atau gagal.

Padi diturunkan ke kolong rumah untuk dijadikan gabah/bibit di atas kulit kerbau dan selanjutnya bibit tersebut dikembalikan ke lantai pusat rumah (possibola)

Pada hari yang ditetapkan dalam upacara Tudang Sipulung, bibit tersebut dibawa ke sawah untuk ditanam. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang dukun (sanro).

Setelah bibit berumur 40 hari, bibit ditanam kembali di sawah, selama masa pertumbuhan padi, dukun mengamati/mengelilingi sawah dengan maksud tanaman padi terhindar dari binatang/hama perusak tanaman.

Panen dimulai berdasarkan hari baik sesuai saran dukun padi. Padi pilihan untuk bibit pada musim tanam yang akan datang ditempatkan pada lantai pusat rumah dan selanjutnya ditempatkan pada langit-langit rumah.

Sebagai tanda syukur kepada Yang Maha Esa, petani (pallaoruma atau pagalung) mengadakan pesta panen dengan acara menumbuk padi dan membunyikan lesung (mappadendang), berayun (mattojang), adu kekuatan betis (malanca) dan tari-tarian.

Tudang Sipulung untuk menetapkan jadwal tanam diperlukan orang pintar yang meramal iklim. Peramal tersebut dikenal dengan Pappananrang. Pappananrang ini menetapkan waktu turun ke sawah berdasarkan lontara/pedoman yang mempertimbangkan kondisi iklim dan alam sekitarnya yaitu: geografi, hari awal bulan Muharram (pattaungeng), bintang dan kondisi buah-buahan.

Gambar 1. Peta Musim Sulawesi Selatan

Page 22: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sessu Sennang

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

106

Tabel Kelompok Musyawarah Tani pada Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten/Kota Nama Kelompok Musyawarah Waktu Pelaksanaan

I. Sektor Barat 1. Jeneponto Empo Sipatangarri Oktober/November 2. Takalar Appalili Oktober/November 3. Gowa Appalili Oktober/November 4. Maros Tudang Sipulung Oktober 5. Kota Ujungpandang Abbulo Sibatang November 6. Pangkep Mappalili November 7. Barru Mappalili November 8. Polmas Tudang Sipulung Oktober/November 9. Mamuju Malimbo November /Desember II. Sektor Timur 1. Sinjai Abbulo Sipappa April 2. Bone Tudang Sipulung April 3. Soppeng Mattudang-Tudangeng September 4. Wajo Tudang Sipulung Maret 5 Sidrap Tudang Sipulung Maret 6. Pinrang Tudang Sipulung Maret 7. Bulukumba Mattiro Laong Ruma November III. Daeah Peralihan 1. Luwu Tudang Sipulung November 2. Tana Toraja Mesa’ Kada November 3. Enrekang Tudang Sipulung Desember

Keterangan: Nama kelompok musyawarah tani pada daerah Sulawesi Selatan adalah Tudang Sipulung

Adapun penjelasan pertimbangan menetapkan jadwal tanam berdasarkan lontara sebagai berikut : 1. Geografi Daerah yang letaknya bagian barat Sulawesi Selatan, dimana angin bertiup dari Selat Makassar, biasanya terjadi banyak hujan pada bulan Oktober – Maret.

Daerah yang letaknya bagian timur Sulawesi Selatan termasuk Kabupaten Wajo dimana angin bertiup dari Timur Sulawesi Selatan, akan mengalami musim hujan atau tanaman padi rendeng, yaitu sekitar bulan April – September.

Sebagian Kabupaten Wajo berada dalam kondisi kurang hujan seperti kecamatan Belawa, Maniangpajo Barat, Tanasitolo Barat, Tempe, Sabbangparu dan Pammana. Kawasan ini menerima hujan waktunya pendek atau kritis .

Dengan demikian Sulawesi Selatan tidak mengalami kekeringan sepanjang tahun atau tidak total gagal panen. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar peta musim. Hari Awal Muharram (Pattaungeng) Alif, awal Muharram jatuh pada hari selasa Ha, awal Muharram jatuh pada hari sabtu Jin, awal Muharram jatuh pada hari kamis Isen, awal Muharram jatuh pada hari senin Daleng Riolo, awal Muharram jatuh pada hari kamis

Ba, awal Muharram jatuh pada hari rabu Wau, awal Muharram jatuh pada hari ahad

Daleng Rimonri, awal Muharram jatu pada hari jum’at

Tahun Alif, Isen dan Wau biasanya hasil sawah baik. Tahun Ha, daleng Riolo dan Daleng Rimonri biasanya hasil panen berkurang. Petani harus berhati-hati menentukan jadwal menghambur bibit dan menanam padi. Tahun Jin dan Ba, biasanya hasil panen sangat kurang dan sering disebut keadaan tidak menentu atau dalam bahasa bugis mafella kampongnge. Dalam keadaan ini kurang hujan, penduduk mudah bertengkar bahkan sering terjadi pertumpahan darah dan padi mudah diserang hama dan tikus.

2. Bintang (Walue, Salapae, Lambarue, Worangporonge, Warae, Pampule Riolona Tanrae, Tanrae, Pampulo Rimonrinna Tanrae dan Manue). Setiap bintang mempunyai ciri-ciri dan arti tersendiri.

3. Pertimbangan lain yang memberikan ramalan iklim adalah : Jambu biji, apakah buahnya banyak atau kurang, berulat atau tidak. Demikian pula dengan buah-buahan, apakah berulat atau tidak. Bila jambu biji dan buah-buahan lainnya berulat, maka petani harus menyediakan pestisida

Bunga mangga, apakah banyak atau kurang. Bila bunga mangga banyak, dipercaya akan menghasilkan banyak padi.

Daerah tepi pantai, air pasang tinggi mencerminkan curah hujan tinggi sehingga dipercaya bertanda hasil panen akan baik.

Page 23: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sessu Sennang

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

107

Luas sawah di Kab. Wajo 86.107 Ha,

diantaranya terdapat sawah beririgasi teknis seluas 12.077 Ha yaitu D.I. Bila seluas 6.747 Ha dan D.I. Awo seluas 5.250 Ha.

Pengembangan irigasi sesuai UU No 7 tahun2004 tentang Sumber Daya Air adalah sistem irigasi yang dilakukan dengan partisipasi masyarakat (Pasal 41 Ayat 4). Irigasi partisipatif pada dasarnya merupakan upaya pengelolaan infrastruktur. Bentuk partisipatif petani/nelayan yaitu penyelenggaraan Tudang Sipulung pada waktu:

Menetapkan pola dan jadwal tanam, pesta panen dan penangkapan ikan.

Menetapkan prioritas rehabilitasi irigasi Menerapkan teknologi bercocok tanam yang baru seperti sistem hemat air (System of Rice Intensification atau SRI)

Berikut ini tabel nama kelompok musyawarah tani Sulawesi Selatan. V. Kesimpulan 1. Tudang Sipulung diterapkan di Kabupaten Wajo

sejak abad ke XV. Ini memberikan indikasi bahwa pada saat itu sudah dilakukan sistem pemerintahan yang demokrasi.

2. Budaya tanam padi di sawah dan menangkap ikan di danau tidak terlepas dari peranan pemerintah.

3. Budaya tanam padi dengan sistem tradisional dan Tudang Sipulung dilaksanakan pada mulanya di sawah-sawah tidak beririgasi. Tudang Sipulung telah membudaya terutama dalam masyarakat tani, sehingga sampai sekarang masih dilakukan oleh pemda dan petani di sawah tadah hujan dan sawah beririgasi.

VI. Daftar Pustaka 1. Abidin, Andi Zainal Prof., Dr. - Guru Besar Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin. Januari 1983. Wajo Abad XV – XVI Suatu Penggalian Sejarah Terpendam Sulawesi Selatan dari Lontara.

2. Lauppe, Andi – Tokoh Masyarakat Tani dan Nelayan Kecamatan Sabbangparu Kab. Wajo. Juni 2006. Hasil wawancara..

3. Ridwan, Andi Tantu – Tokoh Masyarakat (Pelontara) Kab. Wajo. Oktober 1993. Pokok-Pokok Pelaksanaaan Pallaoruma secara Tradisional di Kab. Wajo..

4. Sennang, Sessu, Dipl. HE.,Ir – Kepala Dinas Pengairan Kab. Wajo. Oktober 2003. Pengembangan Danau Tempe dan Pengelolaan Kawasannya dalam rangka mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

Page 24: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

108

Page 25: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soeprapto Budisantoso

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

109

Mandor Way sebagai Ujung Tombak Konservasi dan Pendayagunaan Air Irigasi di Sulawesi Selatan

Soeprapto Budisantoso Kepala Sub Dinas Sungai Danau dan Waduk, Dinas PSDA Propinsi Sulawesi Selatan

Abstrak

Mandor Way adalah salah satu kearifan lokal pengelolaan sumber daya air di Sulawesi Selatan,

yang secara tradisional bertugas mengatur pemberian air di tingkat usaha tani sekaligus menyelenggarakan pemeliharaan saluran untuk keperluan pemberian air irigasi tersebut. Berdasar kepercayaan yang diberikan oleh para tuan tanah/petani, maka mandor way memegang kuasa tunggal untuk menyelenggarakan pengaturan air irigasi, tanpa campur tangan petani lainnya yang tinggal menerima air saja dari orang kepercayaannya itu. Dengan diberlakukannya ketentuan perundang-undangan mengenai Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang mempunyai peran dalam pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi ditingkat usaha tani, maka P3A berfungsi sama dengan mandor way, dan peran mandor way demi undang-undang harus digantikan oleh P3A. Dengan didirikannya P3A yang mempunyai fungsi sama dengan mandor way, maka peran mandor way diambil alih oleh P3A dan peran mandor way terbatas pada fungsi tenaga teknis P3A. Selanjutnya, fungsi pembangunan, operasi, dan pemeliharaan saluran beralih ke tanggung jawab P3A. Sebagai tenaga teknis, peran mandor way tidak lagi independen tetapi diatur oleh AD/ART organisasi, sehingga tidak lagi mempunyai kewenangan penuh dalam pembangunan maupun operasi dan pemeliharaan saluran di tingkat usaha tani. Akan tetapi, peran jasa pembangunan, operasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi tingkat usaha tani (tersier dan kuarter) dari mandor way yang memperoleh mandat secara tradisional ke P3A yang didukung oleh ketentuan perundang-undangan pengelolaan irigasi, mempunyai dampak menurunnya kinerja pembangunan, operasi, dan pemeliharaan. Akibatnya penurunan kinerja tersebut, terjadi pemborosan penggunaan air irigasi karena terjadinya pencurian-pencurian air dan perebutan-perebutan air yang sekaligus juga berakibat pada berkurangnya pendayagunaan air irigasi, juga kondisi saluran yang kurang terpelihara sehingga banyak lahan yang tidak bisa dilayani air sehingga mengurangi luas panen dibandingkan kondisi sebelumnya. Dalam rangka konservasi dan pendayagunaan air irigasi melalui kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang efisien dan effektif, maka disarankan agar fungsi pelaksanaan pembangunan, operasi (termasuk upaya pencegahan pencurian air), dan pemeliharaan (termasuk pengamanan terhadap perusakan) prasarana irigasi di tingkat usaha tani yang menjadi tanggung jawab P3A, dapat diserahkan sepenuhnya kepada mandor way selaku tenaga teknis pengatur air P3A dengan didasarkan prinsip pelayanan jasa. Kata Kunci : Mandor way, P3A, Irigasi

Pendahuluan Salah satu kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya air di Sulawesi Selatan adalah adanya lembaga mandor way yang secara tradisional mempunyai tugas mengatur pemberian air irigasi bagi para petani pemakai air di tingkat usaha tani sekaligus menyelenggarakan pemeliharaan saluran untuk keperluan pemberian air irigasi tersebut. Dengan istilah yang modern, maka mandor way adalah lembaga yang menyelenggarakan operasi dan pemeliharaan saluran irigasi di tingkat usaha tani. Makalah ini memperkenalkan pemilihan, tanggung jawab, dan cara kerja mandor way itu, serta membandingkannya dengan organisasi petani pemakai air yang disyaratkan oleh undang-undang untuk melaksanakan operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi (P3A). Maksud dari makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas kinerja mandor way itu dibandingkan dengan kinerja P3A dalam operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi, dengan tinjauan

konservasi dan pendayagunaan air irigasi. Tujuannya adalah agar dapat disusun suatu rekomendasi pemanfaatan kearifan lokal dalam menunjang pengelolaan sumber daya air, khususnya air irigasi. Hal ini menjadi perahatian penulis mengingat keberadaan organisasi P3A seperti yang dimaksudkan oleh ketentuan perundang-undangan yang ada, dalam rangka operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi yang berkelanjutan secara umum belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.. Metodologi Makalah ini disusun berdasarkan pengamatan terhadap berbagai kinerja mandor way dari berbagai laporan pemberdayaan P3A di Propinsi Sulawesi Selatan, dan wawancara dengan berbagai nara sumber termasuk beberapa mandor way, pengurus P3A, dan beberapa petani pemakai air, terutama di Daerah Irigasi Kampili, kawasan Tanabangka, Kabupaten Gowa, yang meliputi 5 P3A, di 4 Petak Tersier (Gambar 1 ). Pengamatan dan

Page 26: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soeprapto Budisantoso

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

110

wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan, fungsi, dan peran mandor way secara tradisional, selanjutnya dibandingkan dengan fungsi dan peran organisasi P3A yang didukung oleh UU7/2004 tentang Sumber Daya Air dan ketentuan ikutan lainnya seperti PP20/2006 tentang Irigasi, dan Kepmendagri 50/2001. Pengamatan dan wawancara tersebut dikaitkan dengan kegiatan pemberdayaan P3A yang merupakan kerjasama Teknis antara JICA dan Direktorat Jenderal

Sumber Daya Air, yang didukung oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kabupaten Gowa, yang berlangsung sejak tahun 2004. Informasi yang dikumpulkan menyangkut bagaimana mandor way dipilih, siapa yang memilih, apa tugasnya, dan berapa upahnya. Profil P3A didaerah model disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Profil P3A di Daerah Model

Nama Petak Tersier Nama P3A Luas Areal

(Ha) Jumlah Anggota

(kk) Nama Mandor Way Nama Desa

Pm4Ki Tunnirannuang 49 226 Ahmad dg Mille Tanke Bajeng Tanabangka Gentungan

Pm6Ka Renggang 88 356 Suma Betta Lahasang Tutu Baso Talli

Gentungan, Tanabangka

Pm6Ki Binabassa 84 241 Hafid Nuntung Amir Dg Sarring

Gentungan, Tanabangka

Mg4Ki Kolasa 20 85 Juma Dg Talli Tubajeng

Tangkeballa 36 167 Pabolurang Syamsuddin Rowa Tanabangka

Gambar 1. Skema Daerah Model Mandor Way Mandor Way, atau ada juga yang menyebutnya Mandor Jene menurut sejarahnya adalah orang yang diupah oleh atau mendapat legitimasi dari tuan-tuan tanah/petani, untuk melayani kebutuhan air irigasi bagi mereka. Untuk keperluan pelayanan tersebut

Mandor way perlu melakukan pembuatan dan pemeliharaan saluran pada tingkat usaha tani, sekaligus

melakukan pembagian air keseluruh petak yang menjadi tanggung jawabnya. Atas kinerja membangun, memelihara, dan mengatur air ditingkat usaha tani itu, mandor way memperoleh upah sesuai dengan hasil panen petani/tuan tanah yang dilayaninya. Mandor way pada umumnya dipilih oleh para tuan tanah didasarkan atas pengaruh dan keberanian yang dimiliki oleh para mandor way itu itu mengatasi sengketa perebutan dan

P

PP

M

Kota Makassar

Daerah Irigasi Kampili

Pulau Sulawesi

Daerah ModelM: MajannangP: Pammase

Sungai Jeneberang

Page 27: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soeprapto Budisantoso

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

111

pencurian air yang diklaim menjadi hak tuan tanah dan petani-petani yang mengangkatnya. Berdasar kepercayaan yang diberikan oleh para tuan tanah/petani itu, maka mandor way memegang kuasa tunggal untuk menyelenggarakan pengaturan air irigasi, tanpa campur tangan petani lainnya yang tainggal menerima air saja dari orang kepercayaannya itu. Wilayah kerja mandor way biasanya tidak sejalan dengan rancangan petak tersier, melainkan ditetapkan secara tradisional menurut kelompok penerima air tertentu (lompo), dan berinduk kepada Desa. Pada suatu petak tersier, dimungkinkan terdapat lebih dari satu mandor way, sebaliknya satu mandor way mungkin mempunyai wilayah di beberapa petak tersier, dengan pembagian tugas menurut luasan wilayah tertentu. Petani pemakai air hanya berurusan dengan satu mandor way. Untuk pelaksanaan mandat dari masyarakat tani itu, mandor way berurusan dengan petugas pengairan pemerintah (juru) untuk mengatur pasokan air ke wilayahnya. Dalam banyak kesempatan mandor way ini memegang kunci pintu bangunan pengambilan, meskipun yang bersangkutan bukan Penjaga Pintu Air (PPA) yang mendapat honor/gaji dari Pemerintah. Mandor way diangkat atas rujukan tokoh-tokoh masyarakat, dan diterima secara luas oleh pengguna air irigasi di wilayah kerjanya. Petani pengguna air irigasi dengan sukarela membayar jasa pelayanan air irigasi yang besarnya juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan para tokoh, berkisar 5 kg perpetak, atau persentase hasil panen, asalkan air irigasi tersebut benar dapat diperoleh para petani pada waktunya. Keterlambatan pemberian air, atau kekurangan jumlah pemberian air, bisa berakibat petani enggan membayar jasa layanan air irigasi tersebut. Tujuh puluh persen dari total pengumpulan dimanfaatkan secara pribadi oleh mandor way, 30 % sisanya dibagi ke aparat Desa, juru, dan PPA, atau lainnya sesuai dengan kebijakannya sendiri. Upah per petak atau dari persentase hasil panen tersebut berdasarkan pertimbangan jika kerja mandor way dalam membagi air dan memelihara saluran bagus, maka lahan petak panen bertambah luas, hasil panen bertambah banyak, dan upah yang diterima akan semakin besar. Hal ini merupakan pelaksanaan standar upah berbasis kinerja secara tradisional. Untuk keperluan pembagian air yang memadai itu, sudah barang tentu mandor way perlu menjaga agar saluran-saluran air yang ada perlu terawat dengan baik, dan untuk keperluan itu, mandor way selalu melakukan pemeliharaan terhadap saluran-saluran tersebut. Dengan demikian atas upah yang diterimanya itu, mandor way bertanggung jawab untuk melakukan operasi (pembagian

air) dan pemeliharaan prasarana irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya, mandor way akan berusaha mengatur air sehemat-hematnya, dan memelihara saluran sebaik-baiknya, bahkan membangun saluran-saluran baru agar bisa mengairi lahan yang seluas-luasnya, karena semakin luas lahan yang dilayani mandor way, semakin besar upah yang akan diperolehnya. Dalam konteks inilah maka peran mandor way dalam konservasi dan pendayagunaan air irigasi menjadi menonjol. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Dengan diberlakukannya ketentuan perundang-undangan mengenai Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang mempunyai peran dalam pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi ditingkat usaha tani, maka P3A berfungsi sama dengan mandor way, dan peran mandor way demi undang-undang harus digantikan oleh P3A. Disamping tanggung jawab pada jaringan tersier dan tingkat usaha tani, P3A demi undang-undang juga dapat berpartisipasi dalam operasi dan pemeliharaan (OP) di tingkat jaringan sekunder dan primer yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk keperluan partisipasi di tingkat jaringan sekunder dan primer ini, P3A dapat membentuk Gabungan P3A (GP3A) yang mewakili petani pemakai air di petak sekunder, dan Induk P3A (IP3A) yang mewakili petani pemakai air di suatu Daerah Irigasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pembentukan lembaga-lembaga tersebut diatur dalam Kepmendagri 50/2001. Pengurus P3A (Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara) dipilih secara demokratis, dan bekerja menurut suatu anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) yang disusun dan ditetapkan secara demokratis pula. Akhirnya susunan pengurus dan AD/ART disyahkan oleh pemerintah daerah, dan dimintakan status badan hukum dari Pengadilan Negeri. Setelah mendapatkan status badan hukum tersebut, P3A dianggap syah pendiriannya dan dapat berpartisipasi dalam atau mendapat pembinaan dari kegiatan Pemerintah. Lembaga tradisional seperti mandor way secara praktis langsung dimasukkan kedalam P3A, dengan maksud untuk tidak terjadi konflik antar dua lembaga OP irigasi ditingkat usaha tani tersebut, sebagai tenaga teknis pengaturan air (Gambar 2). Anggota P3A mempunyai kewajiban membayar jasa pelayanan air irigasi, iuran P3A, gotong royong/kerja bakti pemeliharaan saluran. Jasa pelayanan air irigasi dibayarkan ke mandor jene, iuran P3A dibayarkan ke kas P3A, dan gotong royong/kerja bakti dilakukan sesuai dengan program kerja P3A yang bersangkutan.

Page 28: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soeprapto Budisantoso

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

112

Gambar 2. Standar Struktur Organisasi P3A

Pengaruh Pendirian P3A terhadap Peran Mandor Way Dengan didirikannya P3A yang mempunyai fungsi sama dengan mandor way, maka peran mandor way diambil alih oleh P3A dan peran mandor way terbatas pada fungsi tenaga teknis P3A. Selanjutnya, fungsi pembangunan, operasi, dan pemeliharaan saluran beralih ke tanggung jawab P3A. Sebagai tenaga teknis, peran mandor way tidak lagi independen tetapi diatur oleh AD/ART organisasi, sehingga tidak lagi mempunyai kewenangan penuh dalam pembangunan maupun operasi dan pemeliharaan saluran di tingkat usaha tani. Meskipun demikian, pembayaran jasa pelayanan kepada mandor way sebagai persentase hasil panen tidak berkurang, karena baik mandor way maupun petani-petani tidak bersedia menyimpang dari konsensus tradisional yang telah mengikat mereka selama bertahun-tahun. Selanjutnya, dengan berkurangnya kewenangan mandor way, maka para mandor way pun mengurangi upaya-upaya tradisional yang melekat pada fungsinya, diantaranya peran mengamankan jaringan irigasi terhadap kerusakan dan pencurian air oleh petani-petani yang memerlukan air, yang pada tatanan P3A menjadi tanggung jawab pengurus. Akibatnya, imbalan jasa yang dibayarkan petani kepada mandor way tidak berkurang, tetapi pelayanan jasa irigasi dari mandor way berkurang diluar kemauannya sendiri. Pengaruh Pendirian P3A terhadap Pembangunan, Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Irigasi Pengambil alihan peran pembangunan, operasi dan pemeliharaan pada tingkat usaha tani dari mandor way kepada P3A ternyata menimbulkan kemunduran fungsi pelayanan jasa pembangunan, pengaturan air, dan pemeliharaan saluran kepada petani. Keadaan tersebut

pada akhirnya mendorong terjadinya pemborosan air irigasi, dan pendayagunaan air irigasi yang tidak effektip. Pemilihan ketua dan pengurus inti P3A lainnya secara demokratis, ternyata tidak menghasilkan pengurus-pengurus P3A yang berorientasi kerja, melainkan pengurus-pengurus yang berorientasi kekuasaan, dimana kedudukan pengurus merupakan prestise untuk menguasai petani bukan untuk mengurus petani. Ketua dan pengurus P3A umumnya adalah tokoh petani yang biasa dilayani kebutuhan airnya, bukan melayani. Akibatnya P3A tidak didasarkan pada fungsi pelayanan sebagaimana seharusnya, melainkan fungsi kekuasaan dan pemerintahan. Disamping itu banyak pula P3A yang dibentuk secara instant, dimana para pengurusnya hanya didasarkan penunjukkan kelompok tertentu, sehingga pengurus ini tidak betul-betul dikenal oleh petaninya, dan sebaliknya pengurus juga tidak betul-betul mengetahui siapa-siapa saja petani yang menjadi anggotanya. Bahkan sering terjadi ada dualisme P3A, dimana P3A bentukan baru tidak menyadari adanya P3A lama yang tidak aktif, atau P3A yang dibentuk oleh kelompok lain pada wilayah petak tersier yang sama. Dengan pendekatan kekuasaan dan pemerintahan, kewajiban pembangunan dan pemeliharaan saluran dilakukan dengan pengerahan petani anggotanya (kerja bakti) yang biasa dipermaklumkan sebagai gotong royong. Sebelum ada P3A, pekerjaan itu dilaksanakan oleh mandor way, petani tinggal menerima air dan membayar kewajibannya saja. Petani yang juga akan dikenakan kewajiban membayar jasa pelayanan air irigasi sebagaimana biasanya dibayarkan ke mandor way ditambah kewajiban baru iuran P3A, merasa enggan melakukan kerja bakti, akibatnya kinerja pembangunan dan pemeliharaan saluran menjadi rendah.

Majelis Petani/Rapat Anggota

Ketua

Wakil Ketua Sekretaris Bendahara

Petani Pemakai Air

Mandor/Pengatur Air

Ketua Blok Kuarter

Page 29: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soeprapto Budisantoso

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

113

Meskipun upah pelayanan air yang diterima tidak dikurangi, mandor way sebagai tenaga teknis pengaturan air tidak lagi independent melainkan diatur oleh Ketua P3A berdasarkan AD/ART. Akibatnya distribusi pembagian air tidak merata, tidak memuaskan anggota, dan P3A kehilangan kepercayaan dari anggotanya. Pemeliharaan saluran yang dilakukan dengan partisipasi petani anggota P3A dalam bentuk pengerahan tenaga/kerja bakti, padahal petani sudah berpartisipasi dengan membayar biaya pelayanan air kepada mandor way, sering tidak terlaksana dengan hasil baik. Akibatnya saluran tidak terpelihara, air tidak sampai ke petak sawah, menimbulkan kemarahan petani. Akibat selanjutnya mulai terjadi pencurian air dari saluran tersier, pembobolan saluran sekunder, atau pembelokan air oleh petani, dan keengganan membayar biaya layanan air irigasi dan iuran P3A yang menyebabkan kas bendaharawan P3A kosong. Dengan adanya pencurian air irigasi, pembobolan saluran sekunder, dan pembelokan air oleh petani, maka telah terjadi pemborosan pengunaan air irigasi dibandingkan dengan pengelolaan oleh mandor way. Demikian juga dari segi pendayagunaan mengalami kemunduran mengingat lahan yang mendapat air irigasi menjadi berkurang dibandingkan pengelolaan oleh mandor way sebelum dibentuknya organisasi P3A. Hal ini adalah sebagai akibat dari berkurangnya kinerja pembangunan saluran, saluran kuarter terutama, serta menurunnya fungsi layanan irigasi akibat saluran yang kurang terpelihara. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil pada bab terdahulu disimpulkan bahwa transformasi peran jasa pembangunan, operasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi tingkat usaha tani (tersier dan kuarter) dari mandor way yang memperoleh mandat secara tradisional ke P3A yang didukung oleh ketentuan perundang-undangan pengelolaan irigasi, mempunyai dampak menurunnya kinerja pembangunan, operasi, dan pemeliharaan. Akibatnya penurunan kinerja tersebut, terjadi pemborosan penggunaan air irigasi karena terjadinya pencurian-pencurian air dan perebutan-perebutan air yang sekaligus juga berakibat pada berkurangnya pendayagunaan air irigasi. Akibat lainnya adalah kondisi saluran yang kurang terpelihara sehingga banyak lahan yang tidak bisa dilayani air sehingga mengurangi luas panen dibandingkan kondisi sebelumnya. Penurunan kinerja yang banyak menimbulkan kerugian ditinjau dari segi konservasi dan pendayaangunaan sumber air tersebut disebabkan oleh bergesernya prinsip pengelolaan dari prinsip pelayanan jasa ketika kegiatan pembangunan, operasi, dan pemeliharaan tersebut masih dikelola oleh mandor way, ke prinsip pemerintahan dan kekuasaan pada saat kegiatan tersebut dikelola oleh P3A. P3A justru menjadi beban baru bagi petani, karena petani disamping membayar jasa pengelolaan ke

mandor way atas hasil panennya, masih harus membayar iuran P3A, dan diminta kerja bakti membersihkan saluran, sementara itu kinerja pelayanan air irigasi menjadi turun dibanding sebelumnya. Akibatnya petani enggan membayar dan enggan bekerja bakti, yang pada akhirnya semakin menurunkan kinerja pendayagunaan air irigasi. Saran Dalam rangka konservasi dan pendayagunaan air irigasi melalui kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang efisien dan effektif, maka disarankan agar fungsi pelaksanaan pembangunan, operasi (termasuk upaya pencegahan pencurian air), dan pemeliharaan (termasuk pengamanan terhadap perusakan) prasarana irigasi di tingkat usaha tani yang menjadi tanggung jawab P3A, dapat diserahkan sepenuhnya kepada mandor way selaku tenaga teknis pengatur air P3A dengan didasarkan prinsip pelayanan jasa. Untuk layanan jasa tersebut mandor way mendapat upah/jasa sebagaimana biasanya. Tugas pengurus P3A adalah mewakili para tuan-tuan tanah/petani untuk menetapkan kebijakan umum pembagaian air, memantau tugas, dan membayar jasa mandor way sesuai dengan proporsi hasil panen dari jumlah petani yang bertani di daerah layanannya, menurut ketentuan yang disepakati bersama mandor way yang bersangkutan. Ketentuan mengenai tugas Pengurus P3A dan mandor way/tenaga teknis seperti yang dimaksudkan tersebut, berikut kesepakatan mengenai besarnya jasa layanan air irigasi, iuran P3A, dan hal-hal khusus yang perlu diselesaikan dengan gotong-royong/kerja bakti, dituangkan dalam AD/ART P3A. Dalam hal pembentukan P3A pada daerah irigasi baru yang belum pernah ada mandor way nya, maka pemilihan mandor way oleh Pengurus P3A hendaknya didasarkan pada kaidah-kaidah tradisional dimana mandor way dipilih orang yang mampu menyelenggarakan pelayanan air secara merata, pemeliharaan saluran, pembuatan saluran distribusi, dan pengamanan terhadap perusakan prasarana maupun pencurian air irigasi. Peran perangkat pemerintahan desa dan kecamatan dalam memberi masukan mengenai figur mandor way perlu mendapat perhatian, mengingat adanya aspek pengamanan yang perlu mendapat dukungan dari pemerintah desa dan kecamatan setempat. P3A dari suatu petak sekunder dapat bergabung dalam satu Gabungan P3A (GP3A) dalam rangka kerja sama partisipasi dalam pengelolaan jaringan Sekunder yang dikelola pemerintah. Pada GP3A tersebut perlu didorong kerjasama para mandor way dalam operasi dan pemeliharaan saluran sekunder, terutama dalam aspek pengamanan terhadap pencurian air maupun perusakan saluran irigasi.

Page 30: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Soeprapto Budisantoso

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

114

Daftar Pustaka 1. Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang

Undang Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air,

2. Pemerintah Republik Indonesia, 2006, Peraturan Pemerintah No. 20, tentang Irigasi.

3. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Yang Berhubungan Dengan Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI).

4. Laporan Kemajuan Kegiatan Pemberdayaan P3A berbagai Proyek, Wawancara berbagai Nara Sumber, Pengamatan dan Observasi Lapangan.

Page 31: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

115

Pengelolaan Waduk Alamiah Di Yahukimo, Papua

Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Abstrak

Waduk di Yahukimo adalah waduk alamiah yang memiliki potensi air yang melimpah dan kualitasnya yang memadai. Selain itu waduk berfungsi juga sebagai pengendali banjir. Potensi ini harus dikembangkan dan dikelola dengan mempergunakan teknologi yang tepat dan handal.

Tulisan ini diadakan untuk mengemukakan fenomena alam system sumber daya air di Kabupaten Yahukimo saat ini, yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang kondisi Sumber Daya Air yang Unik di kawasan Yahukimo, Papua untuk kemudian dicoba untuk diberikan solusi penanganan pembangunan selanjutnya.

Penerapan Teknologi Handal Pengelolaan Sumber Daya Air ke depan adalah yang mampu memberikan hasil yang efektif dan pelaksanaan yang efisien dan obyektif terhadap ekosistem yang ada dan harus sinerji dengan scenario alam. Awal dari ini seyogyanya dimulai dengan Master Plan Pengelolaan Sumber Daya Kabupaten Yahukimo yang dibarengi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang antara lain juga mempertimbangkan kearifan lokal yang ada.

Dengan kondisi lingkungan yang rentan terhadap perubahan maka dalam setiap pembangunan apapun di wilayah tersebut harus segera dibarengi pula dengan Kelola dan Pemantauan Lingkungan yang memadai.

Kata Kunci : Waduk, Yahukimo, SDA,

PENDAHULUAN. Nama Yahukimo muncul di permukaan, dan popular karena bencana kelaparan. Bencana itu terjadi disebabkan kesalahan dalam pola tanam ubi. Namun beberapa saat yang lalu wilayah itu telah mengalami panen raya ubi. Di balik itu semuanya, sebenarnya wilayah tersebut sangat kaya akan sumber daya alam baik pertambangan, kehutanan termasuk sumber daya air. Penulis melihat suatu fenomena yang unik di wilayah tersebut, yakni alam ternyata telah menciptakan waduk air tanah alamiah” dan menyediakan sumber daya air, yang dapat dimanfaatkan. Pembentukan kipas alluviual di jaman kuno mungkin ratusan, ribuan atau jutaan tahun yang lalu memberikan “outcome” berupa sistem waduk penampungan air tanah dalam kaitannya sebagai penyedia sumber daya air. Di lain pihak system tersebut juga merupakan system yang handal sebagai pengendali banjir. Kearifan lokal selama bertahun-tahun telah exist pula sebagai wujud nyata dari manusia lokal yang mampu merespon kondisi alam yang demikian. Kearifan lokal itu berupa aturan tak tertulis yakni ” Barang siapa yang buang air di sungai berekonsekwensi terhadap hukuman untuk menggantinya dengan beberapa ekor babi kepada adat”. Kita tidak tahu kapan aturan ini diterapkan, namun nyatanya kondisi alamiah yang ideal ini berlangsung sampai saat ini. Dengan kondisi air secara kuantitatif melimpah ruah dan secara kualitatif sangat memadai, namun dengan kondisi yang rentan terhadap perubahan untuk pengelolaannya jelas butuh teknologi handal.

I.1 Latar Belakang Berbagai bencana telah menerpa negeri ini, yang dampaknya mempertontonkan dan menyisakan sejuta kepiluan dan isak tangis, antara lain bencana tsunami di Aceh, gempa buni di Nabire, gempa bumi di Yogya, semburan lumpur panas di Sidoarjo, di Pangandaran dan lain sebagainya. Siapa yang salah ? Pertanyaan sederhana ini mudah diucapkan tetapi amat sulit dijawab. Maka alangkah arif jika itu kita anggap salah bersama, yang tidak mampu dan mau membaca skenario alam semesta, karena bencana akan selalu hadir akibat proses alamiah terbentuknya bumi ini yang merupakan kelanjutan dari fenomena alam menurut teori kabut Emanuel Kant, serta di lain pihak juga sebagai dampak akibat kesalahan manusia Sebuah contoh scenario alam yang menghasilkan keseimbangan alam yang masih baik dan masih tersisa di ranah “The last forest ecological Frontier” daratan Papua, tepatnya di kawasan populer Yahukimo, secara evolusi telah mampu membangun waduk air tanah alamiah yang besar yang mempunyai volume tampungan jauh lebih besar dari tampungan waduk Bili-Bili ( Sulawesi-Selatan), yang salah satu sungainya (S. Bonto) mempunyai aliran dasar kira-kira 4 m3/det dengan air yang sangat jernih. Meskipun juga bagaimana kedahsyatan awal proses itu terjadi masih dinampakkan oleh Kali Seng ( S. Baliem, S. Vriendschaap) dan sungai Brazza dengan alirannya yang keruh meski pada musim kemarau, serta suatu bagian sungai Vriendschaap terdapat bagian dengan aliran sungai ”braided” selebar

Page 32: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

116

sekitar 5 km. Kondisi ini mengisyaratkan bagaimana besarnya daya rusak air sungai-sungai tersebut. Pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan kelola lingkungan secepatnya pada kondisi alam yang sedemikian rentan, dapat saja secara relatif mempercepat timbulnya pengulangan proses geologi yang cukup dahsyat ratusan atau ribuan tahun yang lalu yang secara pelan terevolusi dalam rangka mencapai ke keseimbangan barunya lagi, dengan kurun waktu mencapai ratusan atau mungkin ribuan tahun lagi. Dengan Contoh yang ada tersebut timbul pertanyaan kemudian adalah, mengapa kita tidak memilih penanganan yang mengadopsi kecenderungan fenomena alam seperti ini ?, Selama ini kita lebih banyak berangkat dengan bekal logika-logika ilmiah yang bersifat akademis kemudian dilakukan aplikasi di alam. Jika aplikasi tersebut sinerji dengan scenario alam, tentu tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak fakta menunjukkan bahwa aplikasi tidak sinerji dengan scenario alam. tersebut I.2. Ruang Lingkup Ruang lingkup penulisan ini adalah menyajikan kajian yang mayoritas kualitatif tentang kondisi sumber daya air di kabupaten Yahukimo.

I.3 Maksud Dan Tujuan Maksud tulisan ini ialah mencoba untuk mengemukakan fenomena alam system sumber daya air di Kabupaten Yahukimo saat ini. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang kondisi Sumber Daya Air yang Unik di kawasan Yahukimo, Papua untuk kemudian dicoba untuk diberikan solusi penanganan pembangunan selanjutnya. METODOLOGI 2.1 Metodologi Yang Digunakan Metodologi yang digunakan dalam analisis ini ialah metodologi yang berdasar pada pendekatan konseptual. Tidak banyak analisis kuantitatif yang dilakukan sebab ketersediaan data yang masih minim di daerah tersebut, selain itu juga Perencanaan yang telah dilakukan dalam rangka membangun PSDA masih dalam tahap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Yahukimo, maupun Rencana Tata Ruang Kota Dekai sebagai ibu kota kabupaten tersebut. Ketersediaan air untuk Bangunan Air idealnya diperhitungkan dari aliran air yang sudah ada (base flow) ditambah dengan curah hujan yang jatuh di catchment area yang kemudian diolah untuk menghitung debit andalan alur (Bangunan Air). Pada investigasi sederhana yang dilakukan di sungai Bonto mendapatkan hasil perhitungan debit sungai sesaat sebesar 4 m3/det meski hal ini dilakukan pada musim kemarau

Kebutuhan Air dan sedimen A. Kebutuhan Air Minum Penduduk Untuk wilayah DPS, kebutuhan air minum penduduk (domestik dan non domestik) dihitung dengan rumus berikut : QDM = 365 hari x [{q(u) / 1000 x P(u)} + {q(r) / 1000 x

P(r)}] QDM = kebutuhan air domestik dan non domestik

(m3/th) q(u) = kebutuhan air domestik dan non domestik

daerah perkotaan (lt/kapita/hari) q(r) = kebutuhan air domestik dan non domestik

daerah perdesaan (lt/kapita/hari) P(u) = jumlah penduduk perkotaan (jiwa) P(r) = jumlah penduduk perdesaan (jiwa) Kebutuhan air minum penduduk untuk lokasi Bangunan Air dihitung dengan persamaan : Amt = KAM . Jpt Dengan : KAM = kebutuhan air penduduk menurut standar

kebutuhan air penduduk rata-rata (lt/kapita/hari) Jpt = jumlah penduduk pada tahun proyeksi )jiwa) Volume tampungan air minum (Vul) : V(ul) = Jh x Amt Dimana : V(ul) = Volume tampungan air minum (m3) Jh = jumlah hari selama musim kemarau (hari) Amt = kebutuhan air minum penduduk (lt/hari) B. Kebutuhan Volume Sedimen (Vs) untuk tambang

galian gol c di sungai Kebutuhan volume sedimen yang ditampung di S. Brazza guna keperluan tambang galian golongan C di sungai yang ada selama pembukaan kota sampai saat ini diperkirakan telah mencapai sekitar 1000,000 m3. Analisis Banjir Rencana A. Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Curah hujan harian maksimum tahunan dihitung dengan mengambil nilai rata-rata curah hujan harian maksimum pada tahun yang sama dari masing-masing stasiun yang ada. B. Curah Hujan Rencana Dari hasil curah hujan harian maksimum tahunan dapat dihitung curah hujan rencana dengan metode Gumbell dan Log Pearson Type III dengan periode ulang tertentu. Resume Perhitungan Curah Huan Rencana Metode Log Pearson Tipe III dan Gumbel

Page 33: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

117

Hidrograf Banjir Hidrograf Banjir akan digunakan untuk menentukan volume regulation Pond Metode Grafis Hidrograf Hauff Vicari cukup baik untuk menentukan mekanisme dan volume banjir genangan pada areal perkotaan Dekai Dengan hasil seperti Gambar berikut :

2.2. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan yang menunjang penulisan ini ialah : 1. Pengumpulan data Gambaran tentang hidroklimatologi kota Dekai secara pasti tidak tersedia datanya. Untuk itu data berikut merupakan data dari stasiun Wamena yang merupakan stasiun terdekat yang cukup lengkap datanya meskipun secara geografis maupun iklimnya jelas sangat berbeda sebab Wamena merupakan daerah peggunungan dengan ketinggian sekitar + 5000 meter sedangkan Dekai merupakan daerah dataran rendah dengan elevasi berkisat antara + 30 m sampai dengan + 100 meter

Kondisi Tata Air di wilayah Kabupasten Yahukimo Kondisi tata Air di wilayah kabupaten Yahukimo dicirikan oleh morfologi daerah yang pada bagian hiulu merupakan aliran air yang melewati lembah yang curam sedangkan pada bagian hilir melewati morfologi kipas alluvial. Terbentuknya kipas alluvial - Lembah Baliem tempat kota Wamena berada

dahulunya merupakan bagian lautan. - Proses Pengangkatan akibat tumbukan lempeng

mengakibatkan pengangkatan - Lembah Baliem merupakan Danau - Dinding danau runtuh mengakibatkan aliran mair

membawa sediment dengan jumlah besar mengalir dari alur yang sempit masuk ke lautan dangkal maka terjadi: a. Kipas Alluvial yang berada di kabupaten Yahukimo b. Rawa primer yang terdapat di Kabupaten Asmat

- Kipas alluvial terbentuk dengan pola pengendapan bagian hulur merupakan batuan besar berangsur-angsur ke hulu menmpunyai butiran yang semakin

Kala Ulang Log Pearson Gumbel

2 84.29 92.19 5 131.56 192.94 10 176.68 259.59 20 255.03 323.56 25 332.57 343.83 50 430.58 406.36 100 554.85 468.44 200 988.68 530.25

Rata-Rata Suhu Udara Di Kota Wamena 2004

Dalam derajat Celcius (º C) Bulan / Month

Tahun 2004 / Year 2004 (1) (2)

1 J a n u a r i 19,7 2 P e b r u a r i 19,5 3 M a r e t 19,6 4 A p r i l 19,6 5 M e i 19,7 6 J u n i 19,0 7 J u l i 18,3 8 A g u s t u s 18,8 9 S e p t e m b e r 18,9

10 O k t o b e r 19,6 11 N o p e m b e r 19,9 12 D e s e m b e r 19,6

Jumlah /Total 232,2 Rata-rata / Avarage 19,35

sumber : Kantor Station Materologi Wamena source : Meteorologycal Station Office Wamena

Rata-Rata Kelembaban Udara dan Penyinaran Matahari Di Kota Wamena 2004

Bulan / Month Kelembaban Udara % Relative

Humidity % Penyinaran Matahari % Duration

Of Sun Shine % (1) (2) (3) 1 J a n u a r i 86,0 56,0 2 P e b r u a r i 86,0 59,0 3 M a r e t 87,0 57,0 4 A p r i l 86,0 53,0 5 M e i 84,0 57,0 6 J u n i 87,0 48,0 7 J u l i 84,0 66,0 8 A g u s t u s 90,0 69,0 9 S e p t e m b e r 85,0 63,0 10 O k t o b e r 86,0 61,0 11 N o p e m b e r 84,0 56,0 12 D e s e m b e r 79,0 61,0

Jumlah /Total 1.024,0 706,0 Rata-rata / Avarage 85,33 58,83

Sumber : Kantor Station Materologi Wamena source : Meteorologycal Station Office Wamena

Page 34: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

118

kecil. Aliran pada kipas alluvial tersebut merupakan aliran braided dengan banyak alur

- Pada permukaan kipas di bagian hilir tertutup Lumpur dan berangsur angsur tertutup vegetasi.

- Pada bawah permukaan kipas terbentuk waduk air tanah

- Dengan tertutupnya permukaan kipas oleh vegetasi hanya ada 2 sungai yang merupakan aliran dominant dengan kondisi air yang keruh meskipun pada musim kemarau

- Alur-alur lain mengalirkan rembesar air dari waduk air tanah Yahukimo. Tercatat sekitar 20 sungai kecil dengan air jernih yang mempunyai lebar 10 – 20 m di sekitar kota Dekai Foto dan Gambar terlampir akan menjelaskan kondisi tata air alamiah wilayah kabupaten Yahukimo

Sebagian kecil Daerah Aliran Sungai termasuk dalam Satuan Wilayah sungai Mamberamo. Berbeda dengan kondisi sungai yang disebutkan sebelumnya maka sungai Mamberamo. adalah sungai yang bermeander. Meander yang terpotong kemudian menjadi danau dan disebut sebagai “oxbowlike lake” ( danau menyerupai punggung sapi). Danau ini merupakan waduk air permukaan alamiah. Disebutkan bahwa terdapat ribuan oxbowlike lake ini. Sungai Mamberamo

Sumber Air Air merupakan sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang banyak dan memerlukan perlindungan dari segi environment atau dengan kata lain dampak yang terjadi akibat adanya suatu perubahan yang mendasar baik secara alamiah atau akibat perlakuan manusia dapat diantisipasi dengan pengelolaan dan pemantauan secara tepat dan teliti. Sumber Air untuk kota Dekai yang memadai baik ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif adalah sungai Bonto. Suatu kearifan lokal yang teridentifikasi dan telah berlangsung lama di daratan Kabupaten Yahukimo khususnya, Papua umumnya adalah bahwa terdapat aturan yang berlaku secara turun temurun berupa larangan keras untuk buang air di sungai. Hal ini adalah menjadi faktor positip bahwa air S. Bonto selama ini tidak terlalu dicemari oleh ulah manusia, meskipun demikian analisa laboratorium air S. Bonto diperlukan dengan alasan secara ilmiah mungkin terdapat kandungan kimia serta biologis yang mungkin tidak diingini sebagai air bersih. Kondisi Prasarana Penyediaan Air Bersih yang ada. Telah dibangun intake berupa bendung permanent tetapi tidak berfungsi. Kondisi banjir dan prasarana pengendalian banjir & drainase yang ada Sesuai dengan informasi dari penduduk yang tinggal di kota Dekai maka sering terjadi banjir luapan dari S. Bonto maupun S. Brazza. Disamping itu juga adanya banjir genangan yang akan terjadi di kota itu sendiri yang membutuhkan system drainase.. Konstruksi yang dibangun untuk mencegah banjir luapan belum ada. Sedangkan untuk drainase kota sudah dibangun saluran galian tanah di kanan kiri jalan timbunan sirtu yang ada 2. Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi daerah 3. Studi yang ada Belum ada studi tentang sumber daya air secara detail

Page 35: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

119

4. Analisis tentang kondisi PSDA dengan pendekatan konseptual.yang menyangkut suply dan demand analysis. Kegiatan utama yang ada dalam memformulasikan Pengembangan Sumber Daya Air di Kota Dekai dalam rangka menunjang RUTRK, sesuai KAK adalah : a. Identifikasi dan Inventarisasi sumber daya air serta

permasalahannya mengenai : banjir, erosi, sedimentasi, kekeringan, ketersediaan dan kebutuhan air proyeksi periode tertentu di wilayah studi, termasuk semua potensi Sumber Daya Air existing yang dapat dikembangkan sebagai sumber daya air untuk penyediaan air baku.

b Penyusunan program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Pekerjaan Survey & Pengumpulan data - Pekerjaan Survei berupa Observasi daerah studi Kegiatan observasi daerah studi dilakukan untuk mengetahui jenis dan bentuk morfologi serta karakteristik sungai yang ada. Selain itu observasi ini juga untuk mengetahui batas-batas daerah aliran sungai, daerah manfaat dan penguasaan sungai serta melakukan inventarisasi potensi sumber daya air dan berbagai permasalahan mengenai banjir, erosi, sedimentasi dan kondisi tata guna lahan daerah studi. - Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan pada instansi instansi yang ada dan tekait Penyusunan Alternatif Pengembangan Sumber Daya Air Seluruh wilayah studi diidentifikasikan potensi dan permasalahann yang ada dalam kaitannya dengan Rencana Pengembangan Sumber Daya Air dan konservasinya. Sarana dan prasarana dasar sumber daya air yang ada maupun yang akan dibangun secara swadaya oleh masyarakat maupun pemerintah setempat diidentifikasi. Demikian pula usulan-usulan dan masukan dari masyarakat serta pemerintah setempat dalam rangka pengembangan sumber daya air diidentifikasi dan dilakukan survey serta dianalisis potensi dan permasalahannya. Hasil survey dan identifikasi serta data sarana dan prasarana dasar Pengembangan Sumber Daya Air yang ada disusun dalam bentuk usulan rencana pengembangan sumber daya air dan konservasinya, kemudian disusun urutan prioritasnya sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penyusunan usulan rencana pengembangan SDA ini juga harus mempertimbangkan studi-studi terdahulu yang telah dilakukan pada daerah studi. HASIL KEGIATAN DAN BAHASAN Hasil Kegiatan : 1. Evaluasi terhadap system Sumber Daya Air yang

dimiliki waduk alamiah di Kabupaten Yahukimko. Wilayah Kabupaten Yahukimo mempunyai Sumber Daya Air yang sangat memadai baik secara

kuantitatif maupun kualitatif namun sangat rentan dengan perubajhan

2. Penerapan Teknologi handal untuk pengelolaan waduk alamiah tersebut. Sesuai dengan penjelasan yang tertuang dalam laporan RUTRW Kabupaten Yahukimo, suatu Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air berwawasan Lingkungan dimaksudkan untuk menyediakan materi, enersi, estetika, ruang maupun waktu (kesempatan) dari daya air untuk memenuhi hajat hidup manusia seiring dengan pelestariannya. Agar suatu Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air optimum jelas aktifitas dalam rangka menyediakan Sumber Daya Air guna memenuhi hajat hidup, maupun untuk mengantisipasi daya rusaknya tersebut harus efektif, efisien dan obyektif pula. Efektif dalam artian bahwa kegiatan tersebut harus mencapai target yang diinginkan dengan hasil sesuai yang diharapkan, sehingga tidak ada satupun komponen kegiatan yang sia-sia, sehingga setiap komponen benar-benar memberi hasil yang optimum. Efisiensi maksimum kegiatan akan diperoleh jika tidak ada satupun kehilangan di dalam setiap komponen kegiatan baik kehilangan tenaga, waktu maupun biaya akibat miss manajemen. Sedangkan obyektifitas akan diperoleh jika selain pengembangan maupun pengelolaan diperuntukkan bagi suatu masyarakat tertentu, tetapi juga pengembangan dan pengelolaannya tersebut tidak memberikan dampak negatip signifikan terhadap lingkungan baik dampak Sosial Ekonomi dan Budaya, Fisik-kimia maupun Biologi dalam sistem environmentnya. Pengembangan dan Pengelolaan tersebut akan menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila selain secara ekonomi memberikan nilai tambah, tetapi juga jika secara ekologis hasilnya juga memberikan banyak dampak positip dan sedikit dampak negatip bagi lingkungannya. Kesimpulannya Pengembangan Sumber Daya Air di kota Dekai disarankan dan diharapkan pula akan memenuhi kriteria tersebut.

Dalam Suatu Pengembangan dan Pengelolaan sumber daya air Berwawasan Lingkungan akan dimulai dari perencanaan baik yang bersifat paling umum sampai yang paling detail. Contoh Prosedur Alur Perencanaan disajikan dalam gambar 3 Berbicara masalah Sumber daya air maka kita akan berhadapan dengan masalah Potensi Sumber Daya Air maupun Potensi untuk menimbulkan daya rusak atau lazim disebut Daya Rusak air. Untuk memperkirakan potensi daya air dibutuhkan analisis yang disebut sebagai : Low Flow Analysis. Adapun untuk memperkirakan daya rusaknya dibutuhkan High Flow analysis. Low Flow Analysis diperlukan untuk menghitung potensi sumber daya air di kota Dekai untuk kebutuhan :

Page 36: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

120

1. Pengembangan Penyediaan Air bersih untuk penduduk maupun industri

2. Pengembangan Enersi listrik yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air. (PLTA) mikro hidro di sungai-sungai di Kabupaten Yahukimo yang potensial Salah satu kegunaan listrik tersebut ialah untuk memompa air bersih pada Sungai Bonto guna keperluan penduduk kota Dekai dan sekitarnya.

3. Pengembangan pemanfaatan sedimen guna keperluan bahan tambang galian golongan C di Sungai Brazza.

4. Pengembangan irigasi sawah jika memungkinkan Sedangkan High Flow Analysis diperlukan untuk memperkirakan potensi daya rusak air yang menimbulkan : 1. Bencana Banjir di daerah hilir 2. Bencana Tanah Longsor di daerah hilir 3. Erosi di lahan hutan sekitar kota 4. Erosi dan sedimentasi di sungai bagian hilir

(Contoh kemungkinan ancaman Pendangkalan Sungai Brazza di lokasi pelabuhan sungai Logpon)

5. Kerusakan Tata Aliran Air yang ada. 6. Pencemaran air di tata air yang ada. 7. Genangan pada areal perkotaan. Rencana induk pengembangan sumber daya air disusun dengan terlebih dahulu merumuskan potensi potensi, permasalahan dan penanganan masalah yang ada pada DPS Bonto dan sungai Brazza dan lainnya yang berada sekitar kota Dekai, berupa usulan-usulan alternatif pengembangan sumber daya air dan konservasinya. Selanjutnya disusun formulasi pengembangan yang sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang yang ada, dalam bentuk program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Selanjutnya dibuat suatu formulasi status penangan proyek. Gambar 4 merupakan bagan alir yang menujukkan Pengembangan Dan Pengelolaan Sumber Daya Air Di Kota Dekai. Pembahasan mengenai usulan program pengembangan sumber daya air antara lain meliputi : A. Formulasi Pengembangan Formulasi rencana pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang yang ada. Potensi pengembangan sumber daya air tersebut digunakan untuk menentukan prioritas pengembangan dan rekomendasi, meskipun demikian hasil tersebut masih harus ditindak-lanjuti dalam tahap survey selanjutnya guna mendapatkan gambaran yang lebih detail. Formulasi pengembangan dibagi dalam tiga tahap, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Penyusunan formulasi pengembangan didasarkan pada sejumlah kriteria sebagai berikut : Program jangka pendek, yaitu : Jenis kegiatan yang sudah ada dan dirintis oleh Pemda, penduduk setempat atau instansi lain yang terkait. Kegiatan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu kurang

dari atau 5 tahun dan perlu mendapat penanganan segera. Dalam tahap ini sudah harus direncanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap jangka menengah Program jangka menengah, yaitu : Jenis kegiatan yang sudah direncanakan pada tahap jangka pendek atau instansi lain yang terkait. Kegiatan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari atau 5 tahun Program jangka panjang, yaitu : Kegiatan yang bernilai ekonomi dan sosial besar, dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat tetapi tidak perlu mendapatkan penanganan segera dan dapat dilaksanakan mulai sekarang dan dampaknya akan mulai dirasakan dalam jangka waktu 10 tahun sampai 25 tahun mendatang. B. Aplikasi Pengembangan Penyusunan alternatif pengembangan air baku harus memperhatikan perkembangan wilayah Studi. Disamping itu aspek lain yang perlu diperhatikan adalah : masalah-masalah kependudukan, kondisi topografi, geologi, jenis tanah dan kemampuan wilayah, hidrologi, tata guna lahan dan sosial ekonomi masyarakat. Dengan peta topografi yang diperoleh serta dilanjutkan dengan identifikasi serta pengumpulan data dan informasi serta masukan-masukan dari instansi serta masyarakat setempat, selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan gambaran potensi pengembangan air baku. Pada Pengembangan Sumber Daya Air wilayah kabupaten Yahukimo dan kota Dekai direkomendasikan digunakan Pengembangan sumber daya air sungai Bonto dilengkapi dengan pengembangan jaringan perpipaan air minum. Menyangkut masalah Pelestarian Lingkungan Sumber Daya Air wilayah kabupaten Yahukimo dan kota Dekai akan menyangkut dua aspek penekanan yakni Pelestarian Tata Aliran Air dan Pelestarian kualitas Air. Pelestarian Tata Aliran Air sangat disarankan untuk menjadi bahan perhatian. Masalahnya adalah cara pengambilan air dari aliran tersebut ( Contoh S. Bonto). Apabila pengambilan air dilakukan dengan cara gravitasi maka perlu dibangun bendung, tetapi apabila di bangun bendung maka diperlukan tanggul banjir yang nampaknya cukup panjang mengingat kemiringan sungai cukup kecil. Disamping itu juga S. Bonto banyak terdapat percabangan percabangan. Dengan pembendungan disuatu lokasi tertentu, tidak menutup kemungkinan arah aliran justru berpindah ke percabangan yang lain. Cara pengambilan yang lain mungkin dengan menggunakan pompa, namun biaya operasi pompa cukup mahal. Lebih dianjurkan apabila tenaga penggerak pompa adalah tenaga listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa bukan yang dibangkitkan dengan membakar BBM. Kesimpulannya bahwa perlu dilakukan studi yang lebih detail tentang cara yang terbaik untuk melakukan

Page 37: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

121

pengambilan air. Pelestarian kualitas air dapat dijaga apabila kearifan lokal yang ada di pertahankan dan bahkan ditingkatkan (yakni tidak diperkenankan membuang air di sungai serta kearifan lokal yang lain.) Pembuangan air limbah baik industri dan rumah tangga maupun air genangan hujan di masa yang akan datang pada daerah pemukiman harus mencapai baku mutu tertentu untuk dialirkan kembali ke drainase alam, sehingga tidak mencemari air dalam tata aliran yang ada. Perlu pula menerapkan aturan tentang baku mutu linkungan yang perlu dipersyaratkan di kabupaten Yahukimo. Selain itu Setiap Pembukaan Lahan harus mempertimbangkan pola aliran air dan Tata aliran Air pada Rona Lingkungan awalnya dan minimumkan dampak negatip yang mungkin timbul. Sebagai tindak lanjut dari pengembangan sumber daya air adalah kegiatan operasi dan pemeliharaan yakni : 1. Operasi & Pemeliharaan Prasarana & Sarana Air

bersih dan industri 2. Operasi & Pemeliharaan Prasarana & Sarana

Pengembangan Enersi Listrik Tenaga Air atau PLTA. 3. Operasi & Pemeliharaan Prasarana & Sarana

Pemanfaatan sedimen di sungai Brazza guna keperluan penyediaan bahan galian gol C di sungai.

Selain daripada itu kegiatan operasi & pemeliharaan juga tidak lepas dari masalah environment atau lingkungan maka senantiasa harus dibarengi dengan aktifitas yang bersifat pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Dalam melakukan aktifitas agar mencapai hasil yang optimum dibutuhkan pula aktifitas berupa Capacity building yang terdiri dari : a. Soft ware : Peningkatan Sumber Daya Manusia - Pendidikan, kursus, on the job training - Data Recording b. Hardware : Prasarana penunjang (Laboratorium, Peralatan Survey) Rencana Pengembangan Air Baku Kegiatan-kegiatan pengembangan air baku untuk jangka pendek penanganannya bersifat melanjutkan pengembangan yang ada dengan cara memperbaiki sistem pengambilan airnya. Tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh kecuali pengambilan airnya adalah dengan menggunakan pompa. Hal ini mengingat bahwa pembendungan untuk memperoleh head yang cukup untuk dapat dialirkan ke reservoir yang sementara dibangun harus dipindahkan dari lokasi intake yang ada, dan itu akan membutuhkan jarak yang panjang ke arah hulu. Aplikasi sistem pompa untuk sementara dapat digerakkan oleh listrik yang dihasilkan oleh generator dengan bahan bakar minyak. Namun demikian disarankan pemompaan yang dilakukan untuk masa yang akan datang disarankan digerakkan oleh enersi listrik yang dibangkitkan dari mikro hidro atau PLTA, jika pemerintah daerah Kabupaten Yahukimo telah membangun PLTA..

Kegiatan-kegiatan pengembangan air baku yang penanganannya dapat ditunda pelaksanaannya (tidak perlu mendesak) dapat dimasukkan ke dalam program pengembangan air baku jangka menengah dan jangka panjang. Berikut adalah Perhitungan Perkiraan Kebutuhan Air Minum Penduduk Kota Dekai : Proyeksi tahun 2015 adalah 20.000 jiwa Standar kebutuhan air bersih per orang per hari untuk kota kecil 90 liter. Jumlah kebutuhan sebesar 1.800.000 liter per hari. Dibutuhkan instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan kapasditas 20.83 liter/detik. Belum dihitung kebocoran 20 % Operasonil 18 jam/hari sehingga Kapasitas adalah 33,328 liter/detik Kebutuhan Prasarana Dasar Air Bersih di kota Dekai tahun 2005-2015 1 Jumlah Perkiraan Penduduk :

20.0000 jiwa 2 Standar Kebutuhan air bersih kota kecil/orang/har :

90 lt/orang/hari 3 Jumlah Kebutuhan Per hari :

1.800 m3/hari 4 Tingkat Kebocoran rata-rata :

20 % 5 Jam operasi IPA :

18 jam 6 Kapasitas IPA :

33.328 l/detik (Bahan Diambil dari.Laporan RUTRK Sumohai) Konsep Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir & Drainase Yang Ada Konsep dasar pembangunan prasarana pengendalian banjir dan drainase adalah memisahkan banjir luapan sungai ditambah aliran air dari hutan sekitar kota Dekai dengan banjir genangan yang terjadi di dalam kota Dekai tersebut.

Page 38: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

122

Prasarana dan sarana penting yang dibutuhkan (Gambar 5) untuk itu terdiri dari : a. Sarana kawasan hutan sebagai peralihan antara

hutan yang sudah ada dengan kawasan terbuka dengan menanam tanaman pelindung yang tahan tumbang untuk melindungi tumbangnya pohon di dalam hutan seperti : bambu (pada kawasan kering), sagu (pada kawasan basah)

b. Kawasan buffer yang ditanami dengan pohon perdu dan rerumputan.

c. Saluran keliling untuk menampung aliran limpasan dari hutan di sekeliling kota. Sedangkan pada sisi yang berdekatan dengan sungai Bonto dan Sungai Brazza demensinya dibuat lebih besar karena selain menampung aliran limpasan dari hutan di sekeliling kota, juga menampung banjir luapan dari sungai Bonto maupun Sungai Brazza.

d. Berm antara tanggul dengan saluran untuk memperkecil kemungkinan terjadinya longsoran tanggul

e. Tanggul kurung yang mengitari kota (dilengkapi dengan jalan inspeksi dipuncaknya) digunakan untuk menahan aliran limpasan dari hutan dan aliran akibat luapan sungai Bonto dan Sungai Brazza.

f. Saluran drainase primer yang membelah kota sebanyak 3 buah disesuaikan dengan kondisi topografi

g. Fasilitas saluran sekunder dan tersier sesuai penataan ruang kota.

h. Kolam retensi yang terletak di ujung kota yang elevasinya terendah, digunakan untuk menampung aliran air dari saluran primer yang dilengkapi dengan pintu-pintu air serta pompa emergensi jika air yang mengalir dari areal kota cukup besar. Jika banjir

luapan sungai sudah surut, pintu outlet kolam retensi dibuka.Kolam retensi pada musim kemarau bias dimanfaatkan untuk kolam pemancingan, atau pada areal kolam retensi tersebut kering, dapat ditanami tanaman semusim.

Rencana Sistem drainase : Rencana system drainase perkotaan adalah berupa jaringan drainase yang berupa : a. Saluran Tersier : Dibangun sesuai penataan

bangunan-bangunan gedung, areal pemukiman dan bangunan-bangunan yang lain. Saluran tersier bermuara pada saluran sekunder. Elevasi outlet saluran tersier harus lebih tinggi dari elevasi dari dasar saluran sekunder di titik pertemuan tersebut

b. Saluran Sekunder : Dibangun dengan memperhatikan pembangunan gedung yang ada. Saluran sekunder bermuara pada saluran primer. Elevasi outlet saluran sekunder harus lebih tinggi dari elevasi dari dasar saluran primer.

c. Saluran Primer : Saluran Primer terdiri dari 3 buah yakni Saluran Primer Barat ( ± 7 Km), Saluran Primer Tengah ( ± 8 Km) dan saluran Primer Timur ( ± 10.6 Km). Saluran-saluran Primer ini bermuara pada saluran pengarah menuju Regulation Pond. Trace saluran - Saluran Primer ini disesuaikan dengan medan yang ada Luas layanan masing-masing saluran primer ini dapat diperiksa pada Gambar

d. Regulation Pond merupakan kolam berukuan 500 m x 500 m yang digunakan untuk menampung air buangan yang berasal dari areal perkotaan. Regulation Pond ini dilengkapi dengan pintu-pintu air pengatur dan pompa.

Sistem Drainase yang diaplikasikan pada Wilayah Perkotaan Dekai hanya untuk memfasilitasi aliran air yang berasal dari curah hujan, sehingga sistem sewage yang ada diharapkan adalah merupakan ” seperate sewage system”. Dengan demikian harus dipisahkan antara aliran yang berasal dari curah hujan dengan aliran air limbah buangan rumah tangga dan industri. Namun demikian pada kondisi Kota Dekai sebagai kota yang baru masalah air limbah hanya di dominasi air limbah rumah tangga. Untuk itu setiap rumah seyogyanya diberi persyaratan untuk membuat septic tank ( septic tank individual). Jika kondisi kota di masa yang akan datang industrinya sudah maju maka perlu diberikan persyaratan untuk membangun ” Water Treatment Plant” yakni mengolah air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke aliran bebas dengan persyaratan baku mutu yang ditetapkan.

Seluruh sistem jaringan drainase kota yang ada terletak pada areal di dalam tanggul keliling. Sedang skema Drainasenya dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Page 39: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Supriya Triwiyana, Hermawan Isran, dan H.M .Nasyit Umar

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

123

Pada bagian tenggara dari kota akan digunakan sebagai areal rekreasi dan wisata. Untuk menjaga areal tersebut pada kondisi alamiahnya maka tanggul banjir keliling dibelokkan searah alur sungai yang akan digunakan untuk keperluan rekreasi dan pariwisata tersebut. Selain antisipasi banjir di dalam kota, perlu pula dilakukan antisipasi banjir yang terjadi diantara Kota Dekai dengan Logpon, agar supaya jalan penghubung yang ada tidak menjadi langganan banjir. Disamping itu lokasi bandara dan sekitarnya termasuk jalan penghubung bandara yang ada dengan kota Dekai perlu pula tindak pengendalian banjirnya, mengingat lokasi tersebut sangat dekat dengan S. Brazza maupun Kali Bonto. Di dalam perencanaan jalan baik dalam tahapan pendahuluan sampai ke peningkatannya, maka fasilitas untuk antisipasi banjir seperti bangunan gorong-gorong serta jembatan yang perlu disediakan secara memadai. Konsep Penanganan sedimentasi sungai Brazza. Sedimentasi di sungai Brazza cukup besar sehingga ini dikawatirkan akan mempercepat pendangkalan pada sungai Brazza hilir, terutama pada lokasi Logpon yang merupakan cikal bakal pelabuhan sungai yang sangat berarti di kelak kemudian hari. Logpon selama ini sebagai pelabuhan kayu dengan jarak 16 km dari kota Dekai. Dari Logpon angkutan sungai bisa diteruskan ke kota Merauke Dewasa ini Pemda setempat telah mengambil hasil sedimentasi sebagai bahan tambang galian Gol. C di Sungai di lokasi dekat Bandara Dekai. Kegiatan ini sangat positip karena disamping untuk pemenuhan kebutuhan bahan timbunan dan perkerasan jalan dan areal pemukiman, perkantoran dan sebagainya, juga kegiatan ini memperkecil pendangkalan di Logpon. Kegiatan ini perlu dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan dengan menjadikannya sebagai industri pertambangan bahan galian golongan C di sungai, yang hasilnya dapat dijual ke luar daerah wilayah kabupaten Yahukimo. Agar sedimentasi yang terjadi lebih efektif untuk dimanfaatkan maka perlu di bangun sebuah sand pocket pada lokasi yang ada sekarang. Studi dan detail desain diperlukan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil perencanaan yang optimum. Bahasan Bahasan Terhadap Evaluasi :

Kajian sementara menunjukkan bahwa Sumber Daya Air Di Wilayah Yahukimo adalah unik. Alam ternyata telah menciptakan waduk yang menyediakan sumber daya air yang memadai baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta daya rusak air telah terkendali oleh system hutan yang ada dalam areal waduk tersebut . Dari segi ekologi alam telah menghadirkan pula suatu rona lingkungan awal yang memadai pula baik Lingkungan Sosekbuid, Fisik-Kimia dan Biologi. walaupun sangat rentan terhadap pengaruh campur tangan manusia. Bahasan terhadap Penerapan Teknologi. Wilayah tersebut saat ini memerlukan pengembangan yang pada gilirannya butuh pembangunan, setidak-tidaknya pada tahap awal ini adalah pembangunan kota Dekai yang membutuhkan prasarana dan sarana yang memadai sebagai ibu kota Kabupaten tersebut. Sebuah konsep dasar PSDA sebagai bagian dari hasil Pekerjaan Rencana Tata Ruang Kota Dekai disajikan yang juga mengadopsi kepentingan pembangunan dan scenario alam tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penerapan Teknologi Handal Pengelolaan Sumber Daya Air ke depan adalah yang mampu memberikan hasil yang efektif dan pelaksanaan yang efisien dan obyektif terhadap ekosistem yang ada dan harus sinerji dengan scenario alam. Awal dari ini seyogyanya dimulai dengan Master Plan Pengelolaan Sumber Daya Kabupaten Yahukimo yang dibarengi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang antara lain juga mempertimbangkan kearifan lokal yang ada Saran Dengan kondisi lingkungan yang rentan terhadap perubahan maka dalam setiap pembangunan apapun di wilayah tersebut harus segera dibarengi pula dengan Kelola dan Pemantauan Lingkungan yang memadai. DAFTAR PUSTAKA 1. B.C Yen, Deterministic Surface Water Hidrology 2. Daryl B Simons And Fuat Senturk, Sediment

transport Technology. 3. Ground Water Hydrology, J Todd 4. Pemkab Yahukimo, Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Yahukimo, 5. Pemkab Yahukimo, Rencana Tata Ruang Kota

Dekai, Kabupaten Yahukimo, 6. Pemkab Jaya wijaya Statistik Dalam Angka Kab

Jayawijaya, 7. Schumm, The Vluvial Process 8. Van D e Wiele, G.I ,System Aprroach To Water

Management 9. Volcanic Sabo Technical Center, Perencanaan Sabo.

Page 40: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

124

Page 41: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

125

Waktu

Peningkatan

Rehabilitasi

Tahap II Tahap I

- Has

il p

erta

nian

- I

nves

tasi

Studi Sistem Sirkulasi Air Petak Tersier Unit Pinang Luar Kalimantan Barat

L. Budi Triadi

Peneliti Madya, di Balai Rawa dan Pantai, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum Dosen Luar Biasa Jurusan Teknik Sipil di Universitas Katolik Parahyangan, Bandun

Dosen Luar Biasa di Institut Teknologi Nasional, Bandung.

Abstrak Untuk mendukung peningkatan lahan persawahan pasang surut dalam konteks pengambangan

bertahap lahan rawa maka dibuat suatu studi sistem sirkulasi air tingkat petak tersier dengan mengambil skema irigasi unit persawahan pasang surut Pinang Luar, Kalimantan Barat sebagai studi kasus

Sistem sirkulasi air di tingkat petak tersier ini dibuat dengan memanfaatkan fluktuasi muka air pasang surut dan dengan mengendalikan aliran air masuk dan keluar melalui pengoperasian pintu-pintu air, baik secara otomatis maupun manual.

Perhitungan dimensi saluran dan pintu didasarkan pada kriteria desain yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai perkiraan awal, dimensi saluran dan pintu dari sistim tipikal yang terpilih ditentukan dengan perhitungan Aliran Tunak. Namun mengingat bahwa aliran yang terjadi ( kondisi eksisting ) adalah Aliran Tidak Tunak, maka dilakukan pengujian dengan simulasi model matematik yang dikembangkan berdasarkan kondisi Aliran Tidak Tunak. Simulasi tersebut dilakukan dengan perangkat lunak EXTICOM yang dikembangkan untuk berbagai ragam aliran hidraulik. Perangkat ini khusus didesain untuk jenis aliran 1 (satu) dimensi, dengan metode Beda Hingga eksplisit dan skema operator Leap Frog.

Mengingat bahwa terdapat perbedaan karakteristik muka air pasang surut untuk suatu ritme tertentu, maka penting dilakukan simulasi pada beberapa kondisi pasang surut ekstrem. Dalam hal ini, kondisi yang dimaksud adalah saat Pasang Surut Besar ( Spring Tide ) dan Pasang Surut Kecil ( Neap Tide ).

Selain pengaruh dari pasang surut, elevasi dan fluktuasi muka air pasang surut juga dipengaruhi oleh perubahan musim ( hujan dan kemarau ) yang juga ditinjau dalam studi ini. Pada musim hujan dilakukan pengujian untuk menguji besarnya kapasitas drainasi pada kondisi hujan desain dan kapasitas sirkulasi pada musim kemarau.

Hal lain yang juga dikaji dalam simulai model ini adalah rencana operasi pintu. Rencana pengoperasian pintu untuk mendukung kapasitas sirkulasi dibuat dengan memperhitungkan kebutuhan petani yang tidak sama sepanjang siklus pasang surut. Oleh karena itu, dilakukan simulasi yang mewakili kondisi suplai dan kondisi drainasi.

Semua kemungkinan di atas, diuji coba dengan simulasi model matematik. Dari banyak percobaan yang dilakukan, akhirnya diperoleh kombinasi dimensi dan elevasi dasar saluran serta pintu yang memenuhi kriteria desain. Kata Kunci : Tersier, Sirkulasi, Drainasi

1. LATAR BELAKANG Salah satu kebijakan penting dalam pengembangan lahan rawa di Indonesia, adalah kebijakan pengembangan bertahap. Kebijakan ini ditempuh karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah di samping aspek teknis dan sosial ekonomi yang proses pengembangannya tidak dapat berlangsung dengan cepat. Melalui pengembangan bertahap, diperlukan rangkaian tahapan kegiatan yang runtut dimana tahap berikutnya belum dapat dilaksanakan sebelum tahap yang mendahului belum selesai. Sejauh ini pola pengembangan bertahap dinilai adalah cara yang paling tepat dan sudah dibuktikan dalam prakteknya selama ini pada pengembangan lahan rawa pasang surut, khususnya pertanian. Namun demikian antara pengembangan Tahap Pertama dan pengembangan Tahap Kedua biasanya terjadi

penurunan produksi. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh :

Gambar 1. Strategi Pengembangan Bertahap

- Menurunnya fungsi sistem drainasi karena

sedimentasi, rumput liar, dan sebagainya

Page 42: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

126

- Perubahan tanah sulfat asam potensial menjadi tanah sulfat asam aktual karena oksidasi

- Akumulasi air asam di saluran tersier karena adanya sistem drainasi dan pasang-surut

- Serangan hama atau perusakan oleh hewan ( babi hutan, serangga, tikus, gajah dan lain-lain )

Penurunan produksi ini dapat dicegah dengan mengadakan program rehabilitasi atas prasarana yang ada ( pengerukan saluran, perubahan dan / atau penambahan minor pada sistem drainasi yang ada, dan lain-lain ). Dengan demikian produksi dapat dipertahankan sesuai dengan target atau bahkan dapat melampauinya. Lihat Gambar 1. Perlu dicatat bahwa program rehabilitasi ini bukan bagian dari Tahap Pengembangan Kedua, tapi seringkali keduanya dilakukan bersamaan. Setelah rehabilitasi dilakukan maka pengembangan rawa siap memasuki tahap kedua dimana pengembangan ditingkatkan berdasar atas pengalaman yang saat ini sudah dimiliki melalui program peningkatan(upgrading ). 2. MAKSUD DAN UJUAN STUDI Studi ini dibuat dengan maksud untuk menjajagi kemungkinan peningkatan sistem tata air di tingkat saluran tersier melalui sirkulasi air dengan memanfaatkan fluktuasi muka air pasang surut dan dengan mengendalikan aliran air masuk dan keluar melalui operasi pintu-pintu air, baik secara otomatis maupun manual. Sementara itu tujuan studi adalah mendukung program pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani melalui sektor pertanian, yaitu meningkatkan produksi padi melalui peningkatan sistem tata air di tingkat saluran tersier. 3. LOKASI STUDI Studi sistem sirkulasi air petak tersier dalam makalah ini dilakukan dengan mengambil unit persawahan pasang surut Pinang Luar Kalimantan Barat sebagai studi kasus. Untuk lebih jelasnya, lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 2. Sementara itu tata letak sistem saluran unit Pinang Luar juga dapat di lihat pada Gambar 3. 4. HIPOTESA Dalam melakukan peningkatan kapasitas sistem saluran di tingkat tersier, diperlukan sistem pengaturan / regulasi air yang berkaitan dengan kebutuhan air ( irigasi pasang surut ), drainasi ( problem banjir ), dan sirkulasi air ( pencucian ) dengan melakukan pengoperasian pintu dan pembuatan tanggul ( problem banjir dan intrusi salinitas ). Sehubungan dengan itu maka dilakukan upaya untuk memenuhi ketiga sasaran di atas melalui penggabungan beberapa saluran tersier dengan

membuat saluran kolektor baru yang diperlengkapi dengan pintu-pintu air. Untuk menguji hipotesa di atas maka dilakukan studi dengan mengambil kasus di unit persawahan pasang surut Pinang Luar di Kalimantan Barat.

Gambar 2. Lokasi Daerah Studi Gambar 3. Skema Unit Persawahan Pasang Surut Pinang Luar 5. KRITERA DESAIN 5.1. Tata Letak Saluran Tata letak tipikal sistem sirkulasi tingkat tersier Pinang Luar merupakan penggabungan tiga atau empat saluran tersier untuk membentuk suatu sistem tata air baru yang diperlengkapi dengan pintu-pintu air untuk

Lokasi Studi

TR.15

TR.12

TR.11

B L

O K

A

B L

O K

B

B L

O K

C

TR.8

TR.5

TR.4

TR.1

TR.1

Sal. Primer

TR.3

TR.5

TR.7

TR.11

TR.13

TR.15

TR.17

TR.19

TR.21

TR.22

TR.24

TR.25

TR.20

TR.26

Sung

ai P

ungg

ur B

esar

LEGENDA

Saluran Sekunder

Saluran Tersier

Jalan Aspal

Jalan Tanah

Saluran Kolektor

Tanggul

Jembatan

Kampung

Areal Studi

Sungai

U

Page 43: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

127

kepentingan regulasi air. Melalui sistem baru ini, sirkulasi air di dalam sistem membentuk pola aliran satu arah ( one way flow system ) ditiap saluran. Beberapa faktor penting yang diperhitungkan dalam sistem tata air ini, antara lain meliputi :

- Fluktuasi muka air pasang surut pada kondisi ekstrem ( spring tide dan neap tide )

- Pengaruh musiman ( musim hujan dan kemarau )

- Kondisi suplai dan kondisi drainasi

Pinang Luar (TR 7, TR 8, dan TR 9)

Gambar 4. Tata Letak Tipikal Sistem Sirkulasi Pinang Luar 5.2. Pintu air Pintu-Pintu air yang dipasang perlu memenuhi fungsi suplai dan drainasi, untuk itu dipasang 3 ( tiga ) buah pintu dimana 2 ( dua ) buah pintu dipasang untuk mendukung fungsi suplai ( pintu samping ) dan 1 ( satu ) buah pintu untuk mendukung fungsi drainasi ( pintu tengah ). Selanjutnya pintu-pintu tersebut perlu memenuhi syarat sebagai berikut : Pintu ayun otomatis harus mengendalikan air

masuk ke dalam sistem secara otomatis sehingga dapat menahan air di dalam sistim pada elevasi air maksimum

Pintu Geser harus dapat memenuhi fungsi : - Drainasi - Mencegah masuknya air lebih lanjut

ke dalam sistem bila ketersediaan air di sistem telah terpenuhi

- Mencegah air asin masuk ke dalam sistem ( musim kemarau )

5.3. Konsep Pengoperasian Pintu Membuka kedua pintu air samping dan menutup pintu tengah selama pasang agar air dapat masuk ketika petani ingin mengairi lahannya dan sebaliknya menutup

kedua pintu samping dan membuka pintu tengah ketika petani ingin membuang air di saat surut. Bila drainasi cepat diutuhkan, dapat dilakukan pembukaan pintu samping dan tengah bersama-sama secara simultan. Untuk mencegah intrusi air asin di musim kemarau dan banjir di musim hujan, semua pintu geser perlu ditutup serempak. 5.4. Desain saluran Dimensi saluran dihitung berdasarkan kebutuhan yang diwakili oleh modulus drainasi. Selain itu saluran juga dirancang untuk memiliki cukup kapasitas tampungan di saat surut untuk kepentingan pembersihan. Perkiraan awal dimensi saluran dihitung berdasarkan aliran tunak seragam ( uniform steady flow ) dengan rumus manning dan selanjutnya diuji dengan simulasi model matematik aliran tidak tunak ( unsteady flow ). Dimensi saluran tersier harus pula memenuhi kriteria pasang surut sebagai berikut : - Muka air maksimum saluran tersier harus ada

pada elevasi HWL ( Highest Water Level ) di saat pasang besar ( spring tide ) di musim hujan

- Dasar saluran harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara pada elevasi LW ( Low Water ) di saat pasang kecil ( neap tide )

2000 m

200 m 200 m

S. Sekunder S. KolektorS. Tersier

Pintu Geser

Pintu Klep + Pintu Geser

Aliran masuk Aliran keluar

Page 44: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

128

dan masih memiliki cukup air selama musim kemarau.

5.5. Modulus Drainasi Berdasarkan perhitungan dari curah hujan, modulus drainasi selama musim hujan adalah sebesar 5,2 lt/dt/ha ( curah hujan selama 3 hari berturut-turut dengan kala ulang 5 tahun ) dan diasumsikan seragam untuk seluruh areal persawahan serta berlaku konstan selama periode dranasi. 5.6. Penampang Melintang dan Dasar Saluran - Muka air maksimum di saluran harus tidak

melampaui muka air tanah di saat musim hujan - Dasar saluran harus horisontal dan

mempunyai elevasi cukup rendah, juga elevasi kedua tanggul saluran tersier dan saluran kolektor harus tidak boleh lebih rendah elevasi banjir, yaitu + 5,3 m.

- Sirkulasi air harus dapat dipertahankan di saat pasang kecil musim kemarau

5.7. Ukuran Pintu Ukuran standar pintu adalah lebar lebih kurang 1,0 m dan tinggi pintu tergantung pada ketersediaan / kedalaman air di saluran tersier. Dalam hal ini, tinggi pintu harus memenuhi kondisi berikut : - Elevasi puncak pintu harus 0,1 m di atas muka

air maksimum musim hujan - Elevasi dasar pintu setidak-tidaknya harus

sama dengan air rendah / surut di saat pasang kecil musim kemarau

6. MODEL MATEMATIK 6.1. Persamaan Dasar Perangkat lunak EXTICOM dirancang untuk menyelesaikan persamaan diferensial gerak air aliran tidak tunak ( persamaan de Saint Venant ) dan gerak garam di sungai dan saluran. Berikut adalah persamaan dasar de Saint Venant untuk gerak air : * Persamaan Momentum

0.2

=∂ρ∂

ρ++

∂∂

+∂∂

+∂∂

x2g.a

RC

vv.g

xh.g

xvv

t

* Persamaan Kontinuitas

0=∂∂

+∂∂

xq

th

dimana : v = Kecepatan aliran (m/dt) h = Muka Air di atas datum (m) a = Kedalaman Air (m)

q = Debit per satuan Lebar = bQ (m2/dt)

Q = Debit (m3/dt) b = Lebar Permukaan Saluran (m) g = Percepatan Gravitasi (m/dt2) C = Kekasaran Chezy (m1/2/dt) R = Jari-Jari Hidraulik (m) ρ = Kerapatan Air = 1000 + 0.75 s (kg/m3) A = Luas Penampang Basah (m2) x = Sumbu Longitudinal (m) t = Waktu (dt) Dengan menggunakan penyederhanaan dan kemudian mengintegrasikan persamaan gerak air, maka diperoleh :

Momentum : 0ARC

QQ.gxhA.g

tQ

2 =+∂∂

+∂∂

Kontinuitas : Qth.S ∑=∂∂

dimana : S = Luas Permukaan Σ Q = inflow – outflow 6.2. Solusi Numerik Solusi dari persamaan diferensial didapat dengan menggunakan pendekatan skema beda hingga ( Finite Difference Method ). Untuk gerak air, digunakan skema eksplisit Leap Frog dan untuk gerak garam digunakan skema implisit. Dalam studi ini digunakan skema untuk gerak air saja. Skema operator Leap Frog dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5. Skema Operator Leap Frog ( Eksplisit )

Dengan skema operator tersebut, penurunan dalam waktu dan ruang adalah sebagai berikut :

tΔhh

th n

j2n

j −=

∂∂ +

Gerak Air

t

x

j + 2j + 1jj - 1j - 2j - 3

n - 1

n

n + 1

n + 2

hhh

QQQ

QQQ

hhh

Page 45: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

129

tΔQQ

tQ 1n

1j1n1j

−+

++ −

=∂∂

Δxhh

xh n

jn

2j −=

∂∂ +

Selanjutnya, solusi beda hingga untuk persamaan gerak air menjadi : Momentum :

n1j

2

n1j

nj

n2jn

1j1n1j

1n1j

)ARC(

QtΔ.g1

xΔhh

tΔ.A.gQ

Q

+

+

++

−+

++

+

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −+

=

Kontinuitas :

tΔ.SQΣ

hh 1nj

1njn

j2n

j +

++ +=

6.3. Skematisasi Pendekatan Beda Hingga membagi sistem sungai / saluran ke dalam segmen-segmen kecil, diman tiap segmen disebut Cabang. Setiap Cabang dihubungkan satu dengan lain dengan Simpul sehingga diperoleh suatu jaringan yang terdiri dari Simpul dan Cabang yang disebut dengan Skematisasi. Berikut adalah gambaran dari skematisasi termaksud :

Gambar 6. Skematisasi Simpul dan Cabang

Untuk gerak air, hasil perhitungan muka air diperoleh pada setiap cabang, sementara itu hasil perhitungan kecepatan dan debit aliran diperoleh pada setiap cabang. 7. TINJAUAN RANCANG BANGUN 7.1. Elevasi Ambang dan Efisiensi Pintu Elevasi ambang dasar pintu diambil 0,1 m di atas elevasi dasar saluran. Dan akibat beragam rintangan terhadap alirn yang mellui pintu, maka untuk melakukan simulasimodel diambil suatu koefisien pada lebar pintu sebesar, μ= 0,8. Oleh karena itu lebar efektif pintu menjadi μ b, dimana b = lebar aktual pintu. 7.2. Tanggul dan Saluran Elevasi tanggul diambil sebesar 0,4 m di atas elevasi banjir maksimum untuk seluruh sistem tersier, yaitu : 5,7 m. Dan berdasarkan perhitungan analisis karakteristik tanah, kemiringan lereng ditentukan sebesar 1 : 1. Selanjutnya kekasaran saluran diambil menurut versi kekasaran Manning, yaitu sebesar, n = 0,0045 yang berlaku untuk semua saluran tersier. 7.3. Kebutuhan Air Irigasi Menurut perhitungan, kebutuhan air irigasi untuk seluruh areal di musim kemarau adalah sebesar 1,2 lt/dt/ha. Debit ini berlaku merata untuk seluruh areal dan konstan sepanjang periode suplai.

7.4. Skematisasi Skema Sistem saluran tersier tipikal dari unit Pinang luar telah diskematisasikan ke dalam 38 ( tiga puluh delapan ) Simpul dan 39 ( tiga puluh sembilan ) Cabang. Simpul-Simpul tersebut mewakili 1 buah Kondisi Batas dan 37 buah simpul biasa, sementara itu Cabang-Cabang yang ada mewakili 3 buah pintu air, 1 buah cabang dummy, dan 35 buah cabang biasa. 7.5. Variant Simulasi Untuk dapat memverivikasi kemampuan sistem tata air tersier yang sesuai dengan kriteria desain, maka dibuat berbagai simulasi model untuk setiap sistem sebagaimana diuraikan di bawah ini : 1. Musim kemarau, pasang besar, model suplai +

pengambilan sebesar 1,2 lt/dt/ha 2. Musim kemarau, pasang besar, model suplai tanpa

pengambilan 3. Musim kemarau, pasang kecil, model suplai +

pengambilan sebesar 1,2 lt/dt/ha 4. Musim kemarau, pasang kecil, model suplai tanpa

pengambilan 5. Musim kemarau, pasang besar, model drainasi +

drainasi lahan sebesar 1,2 lt/dt/ha 6. Musim kemarau, pasang besar, model drainasi

tanpa drainasi lahan 7. Musim hujan, pasang besar, model drainasi

dengan 1 pintu terbuka + modulus drainasi 5,2 lt/dt/ha

Page 46: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

130

8. Musim hujan, pasang besar, model drainasi dengan semua pintu terbuka + modulus drainasi 5,2 lt/dt/ha

9. Musim hujan, pasang kecil, model drainasi dengan 1 pintu terbuka + modulus drainasi 5,2 lt/dt/ha

10. Musim hujan, pasang kecil, model drainasi dengan semua pintu terbuka + modulus drainasi 5,2 lt/dt/ha

Kondisi musim kemarau pasang besar dan kecil serta kondisi musim hujan pasang besar dan kecil sesuai dengan 4 ( emapt ) kondisi batas yang digunakan.

Sementara itu model suplai dan drainasi berkaitan dengan operasi pintu, kondisi awal, dan fase kondisi batas. 7.6. Kondisi Batas Dengan 10 ( sepuluh ) buah simulasi di atas, diperlukan 6 ( enam ) buah kondisi batas untuk sistim tata air Pinang Luar sebagai dapat dilihat pada Gambar 7.

3.50

4.00

4.50

5.00

0 5 10 15 20 25 0 5 10 15 20 253.50

4.00

4.50

5.00

3.50

4.00

4.50

5.00

3.50

4.00

4.50

5.00

0 5 10 15 20 25 0 5 10 15 20 25

0 5 10 15 20 250 5 10 15 20 25

4.00

4.50

5.00

5.50

4.00

4.50

5.00

5.50

Waktu ( Jam )

( a )

Muk

a Air ( M

)

Tipe 1 : Pinang Luar, Musim Kemarau, Spring Tide, Model Suplai

Waktu ( Jam )

( b )

Muk

a Air ( M

)

Tipe 2 : Pinang Luar, Musim Kemarau, Neap Tide, Model Suplai

Waktu ( Jam )

( c )

Muka Air ( M

)

Tipe 3 : Pinang Luar, Musim Kemarau, Spring Tide, Model Drainasi

Waktu ( Jam )

( d )

Muka Air ( M

)

Tipe 4 : Pinang Luar, Musim Kemarau, Neap Tide, Model Drainasi

Waktu ( Jam )

( e )

Muk

a Air ( M

)

Tipe 5 : Pinang Luar, Musim Hujan, Spring Tide, Model Drainasi

Waktu ( Jam )

( f )

Muk

a Air ( M

)

Tipe 6 : Pinang Luar, Musim Hujan, Neap Tide, Model Drainasi

Gambar 7. Kondisi Batas ( Pinang Luar ) 7.7. Kondisi Simulasi Melalui Tabel 1, disajikan operasional pintu pada masing-masing kondisi simulasi dan ragam kondisi

batas yang digunakan juga pada masing-masing kondisi simulasi. Setiap simulasi dieksekusi dengan memberikan nilai awal berupa muka air.

Tabel 1. Operasional Pintu pada berbagai Kondisi Simulasi

Variant No. Kondisi Simulasi Operasi Pintu Kondisi Batas

No. *)

M.A. awal

1 & 2 Musim kemarau, Pasang Besar, Model Suplai dengan / tanpa pengambilan 1,2 l/dt/ha

– Pintu Samping terbuka waktu pasang

– Pintu Tengah selalu tertutup

1 + 3.59 (LWS)

3 & 4 Musim Kemarau, Pasang Kecil, model suplai dengan / tanpa pengambilan 1,2 l/dt/ha

– Pintu Samping terbuka waktu pasang

– Pintu Tengah selalu tertutup

2 + 3.90 (LWN)

5 & 6 Musim Kemarau, Pasang Besar, Model Drainasi dengan / tanpa drainasi lahan 1,2 l/dt/ha

– Pintu Samping selalu tertutup

– Pintu Tengah terbuka waktu surut

3 +5.00 (HWS)

7 & 8 Musim Kemarau, Pasang Kecil, Model Drainasi dengan / tanpa drainasi lahan 1,2 l/dt/ha

– Pintu Samping selalu tertutup

– Pintu Tengah terbuka waktu surut

4 +4.30 (HWN)

9 & 10 Musim Hujan, Pasang Besar, Model Drainasi + Modulus Drainasi 5.2 l/dt/ha

Semua pintu atau hanya Pintu Tengah terbuka waktu surut.

5 +5.28 (HWS)

11&12 Musim Hujan, Pasang Kecil, Model Drainasi + Modulus Drainasi 5.2 l/dt/ha

Semua pintu atau hanya Pintu Tengah terbuka waktu surut.

6 +4.72 (HWN)

Page 47: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

131

W1

0,4 m m.a banjir max

el.1

el.1 + 0.10 mb

0.10 m

m.a banjir max

Tabel 2. Hasil Simulasi

7.8 Dimensi Saluran Berdasar atas kriteria desain yang telah diuraikan pada Bab 5 dan tinjauan rancang bangun / desain yang telah disebut sebelumnya pada Bab 7 serta tinjauan terhadap dimensi minimum yang masih realistis dan kemudahan konstrusi, maka setelah melalui banyak uji coba, akhirnya diperoleh dimensi saluran dan pintu sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Seluruh hasil simulasi ditabelkan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 8. Penampang Melintang Saluran dan Pintu

8. ANALISIS Pada model suplai musim kemarau, simulasi semula diawali dengan saluran yang hampir kering, namun pada hari pertama elevasi muka air telah hampir mencapai elevasi muka air maksimum kondisi batas. Kondisi ini menunjukan bahwa bahwa terdapat cukup masukan air ( inflow ) dari saluran sekunder ke dalam sistem saluran tersier. Tanpa pengambilan air oleh petani, volume inflow pada hari pertama telah mencapai sekitar 20.000 m3 saat kondisi pasang besar, dan mencapai sekitar 5.000 m3 saat pasang kecil. Debit rata-rata selama 1 ( satu ) siklus pasang surut pada hari pertama di semua cabang dapat dilihat pada Gambar 10 di saat pasang besar dan pada Gambar 11 di saat pasang kecil.

Max. m.a. Volume Max. m.a. Volume Max. m.a. Volume Min m.a. Volume Min m.a. Volume Min m.a. Volume Max. m.a. Min. m.a.di Dalam Inflow di Dalam Inflow di Dalam Inflow di dalam Outflow di Dalam Outflow di Dalam Outflow di Dalam di DalamHari ke 1 Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 3 hari 1 Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 3

(m) (m3) (m) (m3) (m) (m3) (m) (m3) (m) (m3) (m) (m3) (m) (m)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 171 Musim kemarau, Pasang Besar, +3.59 +4.89 24,100 +4.91 12,000 +4.95 12,000

Model Suplai dengan pengambilan 1,2 l/dt/ha

2 Musim kemarau, Pasang Besar, +3.59 +4.92 20,700 +4.95 0 +4.95 0Model Suplai tanpa pengambilan

3 Musim Kemarau, Pasang Kecil, +3.90 +4.10 13,800 +4.11 12,000 +4.11 12,000Model Suplai dengan pengambilan 1,2 l/dt/ha

4 Musim Kemarau, Pasang Kecil, +3.90 +4.24 5,100 +4.28 0 +4.28 0Model Suplai tanpa pengambilan

5 Musim Kemarau, Pasang Besar, +5.00 +4.29 25,000 +4.26 12,900 +4.25 12,900Model Drainasi dengan drainasi lahan 1,2 l/dt/ha

6 Musim Kemarau, Pasang Besar, +5.00 +4.07 19,000 +3.90 2,500 +3.81 800Model Drainasi tanpa drainasi lahan

7 Musim Kemarau, Pasang Kecil, +4.30 +4.23 12,900 +4.23 12,000 +4.23 12,000 lahan 1,2 l/dt/ha

8 Musim Kemarau, Pasang Kecil, +4.30 +4.02 4,300 +3.98 0 +3.95 0Model Drainasi tanpa drainasi lahan

9 Musim Hujan, Pasang Besar, +5.28 +5.16 +4.35Model Drainasi, semua pintu terbukasaat surut + Modulus Drainasi 5.2 l/dt/ha

10 Musim Hujan, Pasang Besar, +5.28 +5.27 +4.79Model Drainasi, Pintu Tengah terbuka saat surut + Modulus Drainasi 5.2 l/dt/ha

11 Musim Hujan, Pasang Kecil, +4.72 +4.75 +4.44Model Drainasi, semua pintu terbuka saat surut + Modulus Drainasi 5.2 l/dt/ha

12 Musim Hujan, Pasang Kecil, +4.89 +4.80Model Drainasi, Pintu tengah terbuka saat surut + Modulus Drainasi 5.2 l/dt/ha

Catatan : Semua saluran mempunyai lebar dasar 1 m ( di dalam sistem ) dan 1,5 m ( di luar sistim ), serta kemiringan talud 1 : 1 ; semua pintu mempunyai lebar 1 m.

Kondisi SimulasiNo.Nilai Awal

m.a.

Page 48: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

132

Gambar 9. Dimensi Saluran dan Pintu Tipikal

Gambar 10. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Suplai (Musim Kemarau – Pasang Besar tanpa Pengambilan)

Gambar 11. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Suplai (Musim Kemarau – Pasang Kecil tanpa Pengambilan

Kemudian bila model suplai dilanjutkan pada hari berikutnya, ternyata hampir tidak terjadi suplai ( aliran masuk = 0 m3/dt ). Hal ini terjadi karena kapasitas

tampungan dari sistem telah hampir penuh, dimana elevasi muka air maksimum di dalam sistem sama

m.a. Banjir max = + 5.30 m

Profil Saluran Profil a – a : W1 = 1,0 m ; el1 = + 3,50 m Profil b – b : W1 = 1,2 m ; el1 = + 3,50 m Profil c – c : W1 = 1,5 m ; el1 = + 3,50 m

Pintu Pintu Samping : b = 1,0 m ; el1 + 0.10 = + 3.60 m Pintu Tengah : b = 1,2 m ; el1 + 0.10 = + 3.60 m

b b

c c

a

a

a

a

a

a

a

a

a a a a

Page 49: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

133

0.06

0.05

0.04

0.04

0.03

0.02

0.01

0.08

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.10

0.10

0.12

0.11

0.13

0.04

0.07

0.00

0.00

0.05

0.27

0.27

0.14 0.14 0.14 0.14

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.10

0.11

0.11

0.12

0.13

1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha 1.2 l / dt / ha

dengan elevasi muka air maksimum kondisi batas. Kondisi ini juga terjadi sama pada hari ketiga. Selanjutnya bila petani melakukan pengambilan air sebesar 1,2 lt/dt/ha pada periode suplai, maka volume air yang masuk ke dalam sistem meningkat menjadi lebih kurang 24.000 m3 di saat pasang besar dan 14.000 m3 di saat pasang kecil pada hari pertama.

Sementara itu debit rata-rata di semua cabang dapat dilihat pada Gambar 12 saat pasang besar dan pada Gambar 13 saat pasang kecil. Pada hari kedua dan ketiga, pemasukan air praktis hanya menggantikan volume air sejumlah yang diambil oleh petani pada hari pertama, yaitu sebesar lebih kurang 12.000 m3.

Gambar 12. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Suplai (Musim Kemarau – Pasang Besar dengan

Pengambilan 1.2 l/dt/ha)

Gambar 13. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Suplai (Musim Kemarau – Pasang Kecil dengan Pengambilan 1.2

l/dt/ha)

Kenyataan bahwa volume air yang masuk selalu lebih besar atau setidak-tidaknya sama dengan volume pengambilan oleh petani menunjukan bahwa sistem mempunyai kemampuan untuk memenuhi pasokan air seperti yang direncanakan. Di samping itu, kondisi dimana saluran tidak pernah kering juga merupakan

indikasi lain yang menunjukkan kemampuan sistem memenuhi kondisi rancang bangun. Pada model drainasi di musim kemarau, model diawali dengan kondisi saluran penuh air ( elevasi muka air di dalam sistem sama dengan elevasi muka air maksimum kondisi batas ). Selanjutnya muka air turun perlahan-

1.2 l / dt / ha1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha1.2 l / dt / ha

0.080.080.080.08

0.15

0.15

0.03

0.00

0.00

0.04

0.02

0.08

0.07

0.07

0.06

0.06

0.05

0.05

0.04

0.04

0.03 0.0

50.0

00.0

10.0

20.0

20.0

30.0

30.0

4

1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha

0.03

0.04

0.04

0.05

0.05

0.06

0.06

0.07

0.07

0.08

Page 50: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

134

lahan dan penurunan lebih lambat dari pada penambahan disaat model suplai, terutama ketika terjadi drainasi lahan. Walaupun demikian, volume air keluar hanya sedikit berbeda dari volume air masuk disaat suplai. Gambar 14 dan Gambar 15 menunjukan debit rata-rata di semua cabang selama hari pertama

drainasi tanpa adanya drainasi lahan. Masing-masing gambar mewakili kondisi pasang besar dan pasang kecil. Lebih lanjut pada Gambar 16 dan Gambar 17 dapat dilihat kasus serupa namun dengan diperhitungkan adanya drainasi lahan.

Gambar 14. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Kemarau – Pasang Besar tanpa

Drainasi Lahan )

Gambar 15. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Kemarau – Pasang Kecil tanpa Drainasi lahan )

0.000.000.000.00

0.23

0.23

0.070.2

20.2

20.2

10.2

00.2

00.1

90.1

80.1

80.1

70.1

60.1

60.07

0.00

0.07

0.06

0.05

0.05

0.04

0.03

0.03

0.02

0.02

0.07

0.06

0.05

0.05

0.04

0.03

0.03

0.02

0.02

0.00

0.00

0 .02

0.04

0.05

0.05

0 .02

0.05

0.05

0 .00 0.00 0.00 0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.01

0.01

0.01

0.02

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.01

0.01

0.01

0.02

0.05

0.05

0.05

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

Page 51: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

135

Gambar 16. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Kemarau – Pasang Besar dengan

Drainasi Lahan 1,2 l/dt/ha)

Gambar 17. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Kemarau – Pasang Kecil dengan Drainasi Lahan

1,2 l/dt/ha)

Dari kondisi-kondisi yang terjadi di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika model suplai dan model drainasi dibuat bergantian tiap hari, maka dapat diharapkan bahwa sirkulasi akan terjadi dengan volume sebagai berikut : - Pasang besar dengan pengambilan / drainasi lahan

sebesar 1,2 lt/dt/ha = 24.000 m3 / hari - Pasang besar tanpa pengambilan / drainasi lahan

sebesar 1,2 lt/dt/ha = 20.000 m3 / hari - Pasang kecil dengan pengambilan / drainasi lahan

sebesar 1,2 lt/dt/ha = 14.000 m3 / hari - Pasang kecil tanpa pengambilan / drainasi lahan

sebesar 1,2 lt/dt/ha = 5.000 m3 / hari Pada model drainasi di musim hujan dengan modulus drainasi sebesar 5,2 lt/dt/ha, diperlukan pengoperasian 3 ( tiga ) buah pintu, terutama selama periode pasang besar untuk mempertahankan muka air minimum yang cukup rendah di dalam sistem. Dengan cara ini, drainasi dari lahan ke saluran tersier tidak terhambat. Kondisi ini masih sesuai dengan konsep desain operasional pintu, dimana semua pintu harus dibuka untuk mempercepat drainasi di saat surut dan semua pintu ditutup di saat

pasang. Walaupun demikian, elevasi muka air di dalam sistem tidak lebih tinggi dari pada elevasi muka air maksimum kondisi batas, bahkan ketika hanya 1 ( satu ) buah pintu saja yang dioperasikan. Namun ketika hanya 1 ( satu ) pintu yang dioperasikan, elevasi muka air di dalam sistem cukup tinggi. Tetapi kondisi ini hanya terjadi bila curah hujan desain terjadi berbarengan dengan kondisi pasang. Oleh karena itu kapasitas drainasi dari sistem dapat disimpulkan telah mencapai kondisi optimum. Pada Gambar 18 sampai dengan Gambar 21, dapat dilihat debit rata-rata pada semua cabang pada model drainasi selama musim hujan dengan modulus drainasi 5,2 lt/dt/ha sebagai berikut : - Pasang Besar : Semua pintu dibuka ( Gambar 18 ) - Pasang Kecil : Semua pintu dibuka ( Gambar 19 ) - Pasang Besar : Hanya pintu tengah dibuka ( Gambar 20 ) - Pasang Kecil : Hanya pintu tengah dibuka ( Gambar 21 )

1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha

0.23

0.24

0.24

0.25

0.26

0.27

0.28

0.21

0.09

0.08

0.07

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.02

0.00

0.10

0.22

0.29

0.29

0.10

0.30

0.30

0.00 0.00 0.00 0.00

1.2 l / dt / ha 1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha 1.2 l / dt / ha

0.00

0.02

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

1.2 l / dt / ha1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha1.2 l / dt / ha

0.000.000.000.00

0.15

0.15

0.10

0.15

0.15

0.11

0.10

0.00

0.00

0.00

0.01

0.02

0.02

0.03

0.03

0.04

0.04 0.1

00.1

40.1

40.1

30.1

30.1

20.1

20.1

1

1.2 l / dt / ha

1.2 l / dt / ha

0.00

0.00

0.00

0.01

0.02

0.02

0.03

0.03

0.04

0.04

Page 52: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

136

Gambar 18. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Hujan – Pasang Besar dengan Drainasi Lahan 5,2 l/dt/ha - Semua

Pintu terbuka saat Surut)

Gambar 19. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Hujan – Pasang Kecil dengan Drainasi Lahan 5,2 l/dt/ha - Semua

Pintu terbuka saat Surut)

Gambar 20. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Hujan – Pasang Besar dengan Drainasi Lahan 5,21 l/dt/ha - Pintu

Tengah terbuka saat Surut

Gambar 21. Debit Rata-Rata (m3/dt) pada Model Drainasi (Musim Hujan – Pasang Kecil dengan Drainasi Lahan 5,21 l/dt/ha - Pintu

Tengah terbuka saat Surut 9. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari simulasi model matematik yang telah dibuat dan dengan mengacu pada konsep rancang bangun serta kriteria desain, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Dari respon hidraulik model pada simulasi musim hujan dan musim kemarau, terlihat bahwa sistem dengan dimensi saluran dan pintu air yang digunakan telah memenuhi prinsip sirkulasi air dengan konsep aliran satu arah ( one way flow system ).

5,2 l / d t / h a

5 ,2 l / d t / ha

0.08

0.10

0.12

0.15

0.17

0.19

0.21

0.04

0.01

0.03

0.05

0.07

0.09

0.11

0.14

0.18

0.16

0.20

0 .01

0.06

0.23

0.23

0 .01

0.62

0.62

0 .20 0 .20 0 .20 0 .20

5 ,2 l / d t / h a 5 ,2 l / d t / h a

5 ,2 l / d t / h a 5 ,2 l / d t / h a

0.20

0.18

0.16

0.14

0.11

0.09

0.07

0.05

0.03

0.01 0.0

10.0

30.0

50.0

70.0

90.1

10.1

40.1

60.1

80.2

0

5,2 l / dt / ha5,2 l / dt / ha

5,2 l / dt / ha5,2 l / dt / ha

0.200.200.200.20

0.62

0.62

0.01

0.23

0.23

0.06

0.01

0.20

0.16

0.18

0.14

0.11

0.09

0.07

0.05

0.03

0.01

0.04

0.21

0.19

0.17

0.15

0.13

0.10

0.08

5 ,2 l / dt / ha

5,2 l / dt / ha

0.00

5 .2 l / dt / ha

5.2 l / d t / ha

0.48

0.50

0.52

0.54

0.56

0.58

0.60

0.44

0.19

0.17

0.15

0.12

0.10

0.08

0.06

0.02

0.04

0.00

0 .21

0.46

0.62

0.62

0 .21

0.62

0.62

0 .00 0.00 0.00 0.00

5.2 l / dt / ha 5.2 l / dt / ha

5.2 l / dt / ha 5.2 l / dt / ha

1.2 l / d t / ha 0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

0.12

0.15

0.17

0.19 0.1

90.

170.1

50.1

20.1

00.0

80.0

60.0

40.

021.2 l / dt / ha

5.2 l / dt / h5.2 l / dt / ha

5.2 l / dt / h5.2 l / dt / ha

0.000.000.000.00

0.62

0.62

0.21

0.62

0.62

0.46

0.21

0.00

0.04

0.02

0.06

0.08

0.10

0.12

0.15

0.17

0.19 0.4

40.6

00.5

80.5

60.5

40.5

20.5

00.4

8

5.2 l / dt / ha

5.2 l / dt / h

0.00

Page 53: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 L. Budi Triadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

137

2. Sistem saluran tersier mampu melayani kebutuhan air irigasi sebesar 1,2 lt/dt/ha dan mampu mematus kelebihan air sebesar 5,2 lt/dt/ha. Kondisi ini dapat dikategorikan sebagai kondisi optimum.

3. Di musim kemarau, dengan mengoperasikan pintu air sesuai dengan perencanaan, terjadi sirkulasi di sistem saluran tersier. Volume sirkulasi sangat bergantung pada operasi pintu dan besaran aliran masuk / keluar ( inflow / outflow ) yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan oleh petani. Nilai volume maksimum adalah sebesar 24.000 m3 / hari.

4. Sirkulasi terbaik terjadi ketika pintu air dioperasikan bergantian setiap hari antara fungsi suplai dan drainasi.

5. Kebutuhan untuk mempertahankan elevasi muka air tinggi di sistem saluran tersier pada elevasi tertentu saat periode suplai sesungguhnya bertentangan dengan kebutuhan sirkulasi maksimum. Kondisi ini terjadi akibat fluktuasi muka air kondisi batas akibat pasang surut air laut.

6. Di samping sirkulasi, kebutuhan petani akan air sebesar 1,2 lt/dt/ha di musim kemarau juga dapat dipenuhi oleh sistem.

7. Di musim hujan dengan curah hujan desain, semua pintu perlu difungsikan untuk mematus kelebihan air sehingga lahan akan terbebas dari banjir. Namun di saat hujan tidak besar, pengoperasian satu pintu saja telah mencukup kebutuhan drainasi.

10. SARAN 1. Mengacu pada kesimpulan no. 4, perlu perhatian

adanya intrusi salinitas yang masuk ke dalam sistem ketika pintu air dioperasikan bergantian setiap hari antara fungsi suplai dan drainasi.

2. Mengacu pada kesimpulan no. 6, perlu diingat bahwa jumlah air yang dapat di suplai ke lahan persawahan sangat bergantung pada kondisi hidro-topografi lahan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat penyelidikan Masalah Air, Computer

Programme for One Dimensional Unsteady Flow and ( Mixed ) Salt Intrusion, Part I: Theoritical Background , Jakarta.

2. Direktorat Penyelidikan Masalah Air, Computer Programme for One Dimensional Unsteady Flow and ( Mixed ) Salt Intrusion, Part II : Users Manual, Jakarta.

3. Chow, V.T., Ph. D., Open Channel Hydraulics, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo, 1959.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Sdr. Purwono, BE dan Sdri.Kokom dari Balai Rawa dan Pantai, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, atas kontribusinya dalam menyelesaikan makalah ini. RIWAYAT PENULIS L. Budi Triadi adalah Peneliti Madya, di Balai Rawa dan Pantai, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Depertemen Pekerjaan Umum serta Dosen Luar Biasa Jurusan Teknik Sipil di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung dan Institut Teknologi Nasional, Bandung.

Page 54: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

138

Page 55: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

139

Studi Genangan Yang Terjadi Di Kelurahan Lette Bila Tanggul Patompo Bobol

Melly Lukman Dosen Fakultas Teknik Sipil Uki Paulus Makassar

ABSTRAK

Banjir umumnya terjadi ketika lahan kering tiba tiba digenangi air (atau aliran lumpur ) Banjir bisa berasal dari : badan air yang yang meluap , termasuk bangunan buatan manusia seperti bendungan (dam) dan tanggul (levee) ;keruntuhan bendungan ( dambreak ) dan tanggul ( levee failure ) ; terjadinya akumulasi air permukaan ( runoff ) yang sangat cepat ; dan yang tak kalah dahsatnya adalah akibat tsunami . Secara tipikal dua parameter yang sangat perlu diperhatikan adalah akibat banjir (flood) dan yang kedua aadalah terjadinya dam / levee failure (keruntuhan bendungan/tanggul) yang mana hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi . Faktor lain yang yang memberikan kontribusi terhadap kerusakan adalah kecepatan aliran air (velocity head) ,material yang terbawa air ( debris) , dan lamanya waktu terjadi banjir .

Banjir bisa terjadi kapan saja dalam setahun , pada umumnya adalah pada musim penghujan. Saat ini cukup banyak dam dan tanggul yang telah dibangun di Indonesia , bila terjadi kegagalan struktur maka akan menimbulkan bahaya terhadap nyawa manusia maupun harta benda Selain hal yang dimaksud. topografi yang curam akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan ( runoff ) dan aliran debris . Kelangkaan vegetasi yang bisa menghambat aliran merupakan faktor lain , yang mana hal ini bisa mengakbatkan daerah rawan terhadap bahaya longsor .

Studi ini bermaksud untuk meneliti seberapa besar genangan genangan yang akan terjadi apabila tejadi keruntuhan tanggul (levee breach) sungai Jeneberang yang terkenal dengan Tanggul Patompo . Pengaruh tersebut berupa genangan yang akan mengakibatkan pengaruh terhadap komplek perumahan yang sudah ada maupun yang akan direncanakan . Alat analisis yang digunakan adalah hydrodynamic model yang mampu mensimulasi aliran air pada floodplain (bantaran banjir) selama terjadi keruntuhan tanggul .

Banjir bisa terjadi kapan saja dalam setahun , pada umumnya adalah pada musim penghujan . Semua daerah teritorial mempunyai resiko masing masing terhadap bahaya banjir . Terpisah dari musim penghujan , akibat faktor resiko lokal , biasanya juga bisa terjadi pada beberapa kombinasi , termasuk : Sungai , Dams dan Levees ( tanggul ) Kata Kunci : Tanggul bobol, Banjir

1 PENDAHULUAN Banjir umumnya terjadi ketika lahan kering tiba tiba digenangi air (atau aliran lumpur) Banjir bisa berasal dari : badan air yang yang meluap , termasuk bangunan buatan manusia seperti bendungan (dam) dan tanggul (levee) ; keruntuhan bendungan (dambreak) dan tanggul (levee failure) ; terjadinya akumulasi air permukaan (runoff) yang sangat cepat ; dan yang tak kalah dahsatnya adalah akibat tsunami . Secara tipikal dua parameter yang sangat perlu diperhatikan adalah akibat banjir (flood) dan yang kedua aadalah terjadinya dam / levee failure (keruntuhan bendungan/tanggul) yang mana hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi . Faktor lain yang yang memberikan kontribusi terhadap kerusakan adalah kecepatan aliran air (velocity head) , material yang terbawa air (debris) , dan lamanya waktu terjadi banjir . Banjir bisa terjadi kapan saja dalam setahun , pada umumnya adalah pada musim penghujan . Saat ini telah banyak dam dan tanggul yang telah dibangun di Indonesia , bila terjadi kegagalan struktur maka akan menimbulkan bahaya terhadap nyawa manusia maupun harta benda .

Study ini akan mencoba menjelaskan tentang seberapa besar genangan yang akan terjadi pada bantaran (floodplain) bilamana keruntuhan (bobolnya) tanggul patompo , dimana aliran sungai jeneberang yang melewati Kota Makassar dan bermuara di Selat Makassar akan melalui beberapa kawasan padat penduduk, dimana salah satunya adalah kelurahan Lette yang telah dibangun rusunawa dan, juga sekarang ini sedang dibangun beberapa unit rusunawa . Dengan mengetahui seberapa luas dan tinggi genangan yang akan terjadi akibat bobolnya tanggul Patompo, maka dapat menjadi bahan pertimbangan pihak-pihak terkait dalam membangun infrastuktur pada kawasan tersebut, dan bagi masyarakat, dapat mengetahui resiko yang mungkin akan terjadi, sehingga dapat secara dini dan cepat mengantisipasi, segala kemungkinan yang akan terjadi. Dengan demikian dapat mengurangi terjadinya berbagai kerugian baik berupa harta benda, maupun jiwa. . 2. METODOLOGI PELAKSANAAN STUDI 2.1. Umum Pendekatan dan metodologi yang digunakan adalah one-dimensional looped network hydrodynamic

Page 56: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

I

P

msrhmbdy dpkgtaD

2 teadsSotamHha 2f yptaah(f(

SBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah T

model yang aksebagai suatu iver reach) dim

hidrodinamis memberikan simbantaran sepediharapkan penyang punya min Dalamdua ) macam ppertama adalahkeruntuhan tangenangan yanganggul tersebuData –data yan Foto udara Data peng

GPS Merkkoordinat selanjutnya( Digital Elemenggunarefernsi ket

Peta Langeoreferen

Potongan penggal ya

2.2 Keruntuha Sebeluerjadi pada baanalis keruntudiasumsikan ssamping) yangSkenario kerunovertoping ataanggul maka menuju ke suaHasil dari anhidrograp outfloanalisis genang

2.3 Analisis Gefloodplain deli Suatu yang akan dippada bantarananggul (levee akan digunakahydrodynamic mfloodplain) sebseparate river

616-4-8

Tahunan (PIT) HA

kan memperlapenggal sung

mana masing-myang berbedmulasi kecepaeti halnya panulisan ini mudnat dibidang pe

m pelaksanaan perhitungan yah menentukan ggul dan kedu

g terjadi pada but . ng diperlukan da yang memilikigukuran bantak Leica , hasil titik scakter da akan digunaevation Model kan referensi ktinggian WGS8duse daerah

nce yang sesuamelintang S

ang ditinjau ker

n Tanggul ( leum mengadakantaran (flooduhan tanggul ebagai suatu g berbentuk

ntuhan tanggul u piping . air sungai aktu tempat yangalisis keruntuow yang selagan pada banta

enangan banjineation ) model hidrodi

pakai adalah un dengan sbreach scenan adalah one-model yang akbagai suatu pe reach) , dima

ATHI ke-23, Mana

akukan bantaragai yang terpismasing memilida. Pendekatatan dan kedalaada sungai udah dipahami benangulangan studi ini akan dng sangat pentlokasi dan ana

ua adalah perhbantaran akibat

alam studi ini ai referensi kooraran dengan dari penguku

dengan X , kan untuk mem) . Pada pengukoordinat UTM84. bantaran y

ai dengan data Sungai Jeneruntuhan tangg

evee breachingkan analisis geplain) maka p

. Tanggul lateral structubangunan pe ada 2 macam Apabila terja

kan mengalir g lebih rendahhan tanggul njutnya akan aran .

ir pada bantar

namis (hydroduntuk mensimusuatu skenarioario) .Pendekat-dimensional lokan memperlakenggal sungai ana masing m

ado 10-12 Nopemb

an (floodplain)sah (separateiki karakteristiktan ini akanaman air padautama. , danbagi siapapunnmasalah banjirdilakukan 2 ( ting yaitu

alisis itungan t keruntuhan

adalah : rdinat UTM menggunakan

uran ini adalahY , Z , yang

mbangun DEMukuran ini akan Zona 50 , dan

yang memilik diatas .

eberang padagulnya .

g ) enangan yangperlu diadakansuatu sunga

ure (bangunanelimpah (weir)m yaitu akibat adi keruntuhankeluar tanggu

h di bantaran adalah suatudipakai dalam

ran (

ynamic model)ulasi aliran airon keruntuhantan yang yangooped networkkukan bantaran yang terpisah

masing memilik

ber 2006

) e k n a n n r

n h g M n n

ki

a

g n i

n ) :

n l . u

m

) r n g k n h ki

karakmembanta 3.1.2menssungmodedigunpersa akanbantapenayangakan keadHasildengbanta 2.4 P akanudaradi int 3. 3.1 akanhasil sehindiperberika. H

kteristik hidrodmberikan simulaaran seperti ha

Model yan2 dari US Armysimulasi sistimai yang dilengel dianggap sunakan adalah amaan Saint V

Daerah ya dibagi kedalaran sesuai dampang melint terjadi . Intera berupa suatu

WMS 7.1aan bantaran l dari simulas

gan menunjukaran .

PenggambaranHasil gena

di plot dengana sehingga haserpretasikan .

TahapanData sekuDalam stu

dipergunakan studi terdahulngga data rgunakan. Adakut : Hydrograp ban

Ga

inamis yang basi kecepatan alnya pada sunng akan diguny Corp. of Engm hidrodinamkapi dengan satu lateral stru unsteady flow

Venant . ang akan di blam suatu sisengan keadaatang (cross seaksi antara ban aliran diatas ta akan digunaselama hidrogsi ini berupa kan kedalama

n Genangan angan yang ten men- superimsilnya akan leb

n Pelaksanaanunder yang diudi ini diperluk dalam studi, dlu yang ada katersebut diaapun data te

njir PMF untuk

mbar 1 Hydrog

Melly Lukm

berbeda . Penddan kedalamagai utama . nakan adalah gineers , mod

mis pada suauatu tanggul y

ucture . Perhituw yang meng

buat model secstem sungai uan topografinyaection) serta pntaran dan sunanggul / levee .akan untuk mgrah naik maup peta genangan yang terj

erjadi dari anampose ke dalambih nyata dan j

n Studi ibutuhkan kan data sekudata tersebut baitannya dengaanggap relevaersebut adalah

Sungai Jenebe

grap PMF

an

140

dekatan ini an air pada

HEC-RAS el ini akan

atu sungai yang dalam ungan yang gacu pada

cara tipikal utama dan a , bentuk pola aliran ngai utama .

mensimulasi pun turun . gan banjir jadi pada

lisis diatas m peta foto jelas untuk

under yang berasal dari an studi ini an untuk h sebagai

erang

Page 57: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

141

Tabel 3.1 Debit PMF

T Debit PMF T Debit PMF T Debit PMF T Debit PMF (jam) (m3/dt) (jam) (m3/dt) (jam) (m3/dt) (jam) (m3/dt)

0 0.00 26 625.00 51 232.01 76 113.64 1 150.00 27 500.00 52 227.27 77 108.90 2 275.00 28 475.00 53 222.54 78 104.17 3 562.50 29 437.50 54 217.80 79 99.43 4 1687.50 30 412.50 55 213.07 80 94.70 5 2500.00 31 400.00 56 208.33 81 89.96 6 3250.00 32 387.50 57 203.60 82 85.23 7 4250.00 33 375.00 58 198.86 83 80.49 8 4750.00 34 312.50 59 194.13 84 75.76 9 4500.00 35 307.77 60 189.39 85 71.02 10 4250.00 36 303.03 61 184.66 86 66.29 11 3812.50 37 298.30 62 179.92 87 61.55 12 3687.50 38 293.56 63 175.19 88 56.82 13 3250.00 39 288.83 64 170.45 89 52.08 14 3000.00 40 284.09 65 165.72 90 47.35 15 2562.50 41 279.36 66 160.98 91 42.61 16 2250.00 42 274.62 67 156.25 92 37.88 17 2062.50 43 269.89 68 151.52 93 33.14 18 1750.00 44 265.15 69 146.78 94 28.41 19 1562.50 45 260.42 70 142.05 95 23.67 20 1375.00 46 255.68 71 137.31 96 18.94 21 1250.00 47 250.95 72 132.58 97 14.20 22 1125.00 48 246.21 73 127.84 98 9.47 23 1000.00 49 241.48 74 123.11 99 4.73 24 875.00 50 236.74 75 118.37 100 0.00 25 600.00

b. Data tataguna lahan yang di hasilkan dari digitasi

Peta Rupa Bumi 1 : 50 000 .

Gambar 2 Landuse Makassar Barat c. Potongan Melintang Sungai Jeneberang

Gambar 3 Lokasi Potongan Melintang Sungai Jeneberang

3.2 Pengukuran lokasi bantaran ( floodplain) dengan GPS Pengukuran GPS pada lokasi studi dilakukan pada batas garis lintang mulai 5.10oLS sampai 5.22oLS , sedang pada garis bujur terletak antara 119.375o BT sampai 119.515o BT . Pada pengukuran GPS ini dipakai proyeksi koordinat UTM zona 50 sedang datum

Page 58: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

I

P

dmTXep

3h Xbydpppztrp

3d dbPainlo

SBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah T

digunakan WGmenunjukkan gTitik titik pada X,Y adalah kooelevasi , oleh spengukuran 3 d

Gambar 4. Ba

3.3 Membhasil penguku Untuk bisa dXYZ hasil penbentuk DEM ( yang akan digudihasilkan hampada DEM ini bpeta bila digunapembuatan DEzona 50 sedanransfer hasil pepada gambar 3

Gambar 5

3.4 Menendengan Progra Dengan DEdengan mempbisa ditunjukkaPenentuan ini akan mengalir ni sangat penokasi tanggul

616-4-8

Tahunan (PIT) HA

GS 1984 . grid hasil penggrid diatas me

ordinat titik bersebab itu hasidimensi ( 3D ) .

atas lokasi Penstu

buat DEM ( Diran GPS

dipakai dalam ngukuran GPSDigital Elevati

unakan adalah mpir menyerupabisa menunjukkakan dengan s

EM ini dipakai jng datum digengukuran me.5 berikut ini .

. DEM hasil da

ntukan flow am Topaz & W

EM yang telaergunakan Pro

an arah dan aberdasarkan

menuju ketemnting untuk dig

sungai Jenebe

ATHI ke-23, Mana

Gambar 3.4gukuran pada enunjukan nilaisangkutan danl pengukuran .

ngukuran GPS udi igital Elevatio

modeling makS akan ditransion Model ) , tipe USGS-DE

ai gambar kontkan XYZ suatu

software berbasjuga proyeksi kgunakan WGSnjadi bentuk D

ari hasil penguk direction (

WMS 7.1 ah dihasilkan ogram TOPAZlur aliran bila aliran grafitaspat yang lebih

gunakan dalamerang terdekat

ado 10-12 Nopemb

4 berikut indaerah studi X,Y.Z dimana

n Z merupakanini merupakan

pada daerah

on Model) dar

ka data scattersfer ke dalamuntuk ini DEM

EM . DEM yangtour , bedanya

u tempat dalamsis GIS . Padakoordinat UTM

S 1984 . HasiEM bisa dilihat

kuran GPS

arah aliran )

diatas makaZ & WMS 7.1terjadi banjir

si dimana air rendah . Data

m menentukant yang apabila

ber 2006

i . a n n

i

r m M g a m a M

l t

)

a 1 . r a n a

mengdaera Gam

3.5 Dakritis gambpotondalamdisundan m3/dtsteadterjadstasiformasebapanjaakandan tanggselanmenipada

Gam

galami keruntuah studi .

mbar 6 Arah alir

Modeling

alam modeling adalah yang bar 3.6 diatasngan melintanm levee breangai adalah deGambar 3.1 .t untuk dipadyflow analysisdi keruntuhan un 9.6 . Dalamasi seperti we

agai Lateral Strang 300m , sid terjadi pada eberakhir pada

gul maksimumnjutnya akan mbulkan gena

a gambar beriku

mbar 7 Lokasi Ppada

uhan akan me

ran dan lokasi paling krit

g Levee Breac

ini lokasi tanggberada pada

s . Untuk itu ng sungai Jeach modeling ebit PMF yang. Initial flow di

akai dalam as ) . Dalam mtanggul diseb

m keruntuhan eir ( pada HEructures) padae slope 1:1 padelevasi muka aa elevasi + 6 m adalah 79 m mengalir kngan . Hasil seut dibawah ini

Potongan melin daerah Parang

Melly Lukm

enimbulkan dam

tanggul jenebeis

ch

gul yang dianglokasi yang sediambillah seb

eneberang unt. Debit yang

g tertera pada asumsikan se

analisis tersebmodeling ini dielah kanan sutersebut akanCRAS biasany

a akhir breachida kedua sisi .air sungai adal m . Debit yam3/dt , debit ike daratan delengkapnya da.

ntang sungai Jegtambung .

an

142

mpak pada

erang yang

ggap paling esuai pada banyak 10 uk dipakai

g mengalir Tabel 3.1

ebesar 200 but ( un-asumsikan

ungai pada n terbentuk ya disebut ng dengan Breaching ah + 12 m ang keluar nilah yang dan akan apat dilihat

eneberang

Page 59: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

143

Gambar 9. Stage –Hydrograph hasil analisis levee breaching .

Gambar 8. Parameter yang digunakan dalam Levee Breaching

Tabel 3.2 Output table dari analisis levee breaching

3.6. Conceptual Model dengan Program HECRAS

3.1.2 Conceptual model yang dibuat disini adalah model hidrolika yang akan menganalisis tinggi muka air genangan yang mengikuti arah aliran hasil program TOPAZ seperti pada gambar 3.6. Jalur lintasan terdiri dari as dan tanggul pada kedua sisinya yang tersimpan dalam coverage 1D-hydraulic centerline . Perlu ditambahkan bahwa as saluran yang dibuat ini diawali pada lokasi dimana telah diperkirakan terjadi keruntuhan tanggul. Cross section yang digunakan adalah hasil ekstrasi sebanyak 25 potongan yang tersimpan dalam coverage 1D-Hydraulic Crosssection . Koefisien kekasaran Manning diambil berdasarkan dari Landuse pada gambar 3.2 . Dalam analisis ini yang dipakai adalah steady flow dengan debit puncak sebesar 79 m3/dt hasil dari levee breaching . Hasil selengkapnya bisa dilihat pada gambar berikut ini .

Gambar 10. Jalur as saluran dan lokasi potongan melintang untuk penelusuran banjir

Page 60: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

144

Gambar 11. Skematik model dalam Program HECRAS

Gambar 12. Potongan memanjang hasil penelusungan banjir

Gambar 13. XYZ perspectiva plot

Gambar 14 Grafik kecepatan aliran banjir

3.7. Floodplain delineation dengan Program WMS 7.1

Gambar 15. Genangan akibat levee breaching (tanggul runtuh) 4. KESIMPULAN Dari hasil studi ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Semua daerah teritorial mempunyai resiko masing

masing terhadap bahaya banjir . Terpisah dari musim penghujan , akibat faktor resiko lokal , biasanya juga bisa terjadi pada beberapa kombinasi , termasuk : keruntuhan tanggul sungai maupun keruntuhan bendungan .

2. Untuk studi ini dipakai pengukuran bantaran dengan GPS yang memakai koordinat UTM zona 50 dan WGS 1984 sebagai datum .

3. Untuk menganalisis pengaruh akibat apabila terjadi keruntuhan tanggul Patompo di S.Jeneberang terhadap Rusunawa Lette maka perlu dipilih lokasi sungai yang paling kritis pengaruhnya terhadap Rusunawa Lette bila terjadi keruntuhan tanggul ( breaching ) , untuk itu dipilih lokasi seperti terlihat

Page 61: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

145

pada gambar 3.3 dimana lokasi tersebut adalah terletak di Kelurahan Parangtambung .

4. Dengan analisis unsteady flow maka bila terjadi keruntuhan tanggul di sebelah kanan maka debit yang akan keluar tanggul adalah 79 m3/dt .

5. Selanjutnya dengan mengadakan routing maka debit sebesar 79 m3/dt tersebut akan mengalir dibantaran dengan alur seperti terlihat pada gambar 3.15. Terlihat bahwa lokasi rusunawa Lette masih cukup

DAFTAR PUSTAKA 1. US Army Corp of Engineers , “ HEC-RAS River

Analysis System – Application Guide “ , Hidrology Engineering Center , version 3.1.2 November 2002 .

2. US Army Corp of Engineers , “ HEC-geo RAS User Manual “ , Hidrology Engineering Center , version 2.0 November 2002 .

3. Brigham Young University , “ WMS – Watereshed Modeling System Tutorial version 7.0 “, 2004 .

4. Daniel Snead and David R. Maidment , “ Floodplain Visualization Using HEC-GeoRAS “ , October 2002 .

5. TUCKER, Greg, GASPARINI, Nicole, BRAS, Rafael, RYBARCZYK, Scott , “An Object-Oriented Framework for Distributed Hydrologic and Geomorphic Modeling Using Triangulated Irregular Networks “ , Massachusetts Institute of Technology , 2004 .

Page 62: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

146

Page 63: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Graita Sutadi, Ananta Bambang Sriyadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

147

Rencana Induk Konservasi Daerah Tangkapan Air Waduk Jatigede

Graita Sutadi 1 )

Ananta Bambang Sriyadi 2) 1) Ketua HATHI Cabang Cirebon 2) Anggota HATHI Cabang Cirebon

Abstrak

Waduk Jatigede yang akan dimulai pembangunannya pada tahun 2007, memiliki luas DTA

146.000 Ha, dengan angkutan sedimen rata-rata 25 juta ton/tahun,atau tingkat denudasi 5,3 mm/tahun. DAS ini adalah salah satu dari 60 DAS terkritis di Indonesia, maka diharapkan pada awal operasinya kondisi daerah tangkapan air (DTA) Waduk Jatigede, sudah dikonservasi seperti yang direncanakan.

Seberapa besar tingkat perubahan lahan terhadap produk sedimentasi sungai, berdasarkan perbandingan yang ada dengan sekarang, merupakan bahasan dalam tulisan ini. Maksudnya agar dapat digunakan untuk antisipasi perencanaan konservasi sehingga setiap kegiatan pengelolaan sumber daya air dapat dilaksanakan secara terpadu dan secara sinergis terkoordinasi. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan pengelolaan sumber daya air dapat dipahami, diprogramkan, dan dilaksanakan oleh seluruh stakeholder-nya sebagaimana mestinya.

Dalam hasil analisis sedimen studi-studi terdahulu menghasilkan mean annual sediment inflow yang berbeda –beda , termasuk hasil analisis sediment 2006 yang menggunakan data existing. Terobosan rencana induk konservasi DTA Waduk Jatigede dilakukan untuk mengantisipasi kinerja DTA-nya agar sudah siap pada saat waduk beroperasi. Pada saatnya nanti, rencana induk ini perlu dikaji-ulang sesuai dengan acuan induknya.

Kata Kunci : DTA Waduk Jatigede, Tingkat Perubahan Lahan, Konservasi, Angkutan Sedimen

PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Waduk Jatigede yang akan dimulai pada tahun 2007, Pelaksanaan seluruh sistem waduk direncanakan dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 10 tahun,Luas DTA Waduk Jatigede 146.000 Ha,dengan angkutan sedimen rata-rata 25 juta ton/tahun,atau tingkat denudasi 5,3 mm/tahun, adalah salah satu dari 60 DAS terkritis di Indonesia, maka diharapkan pada awal operasinya kondisi daerah tangkapan air (DTA) Waduk Jatigede, sudah dikonservasi seperti yang direncanakan. Untuk menyiapkan rencana konservasi tersebut, maka segera perlu disusun suatu rencana induk konservasi yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan program jangka panjang dan rencana kegiatan tahunan. Ruang Lingkup Bahasan ini mencakup tinjauan tentang rencana Induk Konservasi,yang didalamnya mencakup evaluasi tingkat sedimen yang akan masuk dalam waduk, kajian analisis dan evaluasi terhadap pengelolaan lahan,Menyiapkan rencana induk konservasi berdasakan pengelolaan sumber daya air terpadu, memadukan program kerja stakeholderyang terkait di DTA waduk Jatigede,yang

bertujuan meminimalkan beban sedimen yang masuk Waduk jatigede Maksud dan Tujuan Bahasan ini dimunculkan dengan maksud agar diketahui tingkat perubahan lahan terhadap produk sedimentasi sungai, berdasarkan perbandingan yang ada dengan sekarang, digunakan untuk antisipasi perencanan konservasi sehingga setiap kegiatan pengelolaan sumber daya air dapat dilaksanakan secara terpadu dan secara sinergis terkoordinasi. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan pengelolaan sumber daya air dapat dipahami, diprogramkan, dan dilaksanakan oleh seluruh stakeholder-nya sebagaimana mestinya. Sasaran Dan Manfaat.

RIK DTA Jatigede disusun sebagai rencana jangka panjang yang memuat pokok-pokok program kegiatan konservasi SDA terpadu,sasarannya adalah tergambarnya daerah yang mengalami percepatan erosi, kuantitasnya, proses erosinya, penyebabnya, dan usulan penanggulangannya baik secara fisik dan non fisik dengan mengakomodasikan aspek-aspek sosio – ekonomi - budaya dan lingkungan hidup, penyusunan RIK DTA Jatigede Harus Sudah Mengacu UU No:7, Tahun 2004 ttg SDA.

Page 64: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Graita Sutadi, Ananta Bambang Sriyadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

148

Tabel.1. Sub DTA Waduk Jatigede. Kondisi Daerah DTA Waduk Jatigede.

DAS /DTA Jatigede mencakup 3 wilayah Kabupaten Yaitu Garut, Sumedang Dan Kabupaten

Bandung. DTA Waduk Jatigede dibagi dalam 11 Sub DTA diuraikan dari hulu ke hilir seperti dalam Tabel.I.

Berdasarkan pengukuran sedimen di lapangan didapat data sebagai berikut. Tabel 2. Sedimen di lapangan Tahun Denudasi 1952 0,6 mm/thn 1977 3,7 mm/thn 2000 4,98 mm/thn 2006 4,4 mm/thn

Program konservasi di DTA Jatigede telah dilaksanakan sejak tahun 1950 sampai dengan sekarang, ,namun dalam pelaksanaannya masih terkesan sendiri-sendiri sehingga hasilnya belum optimal . Permasalahan.

• Meningkatnya kejadian bencana alam. • Proses degradasi & agradasi yang tidak

berimbang. • Terancamnya kelestariam sumber air. • Pola tanam masyarakat cenderung

berlawanan dengan kaidah konservasi.

• Erosi pada DTA Waduk Jatigede Relatif Tinggi.

• Program Konservasi belum optimal ,sehingga cenderung sendiri –sendiri,pelaksanaan konservasi kurang melibatkan masyarakat setempat .

PEMECAHAN MASALAH. Upaya pengendalian konservasi dirumuskan didalam rencana induk yang terdiri dari : Konsep dasar &Strategi, dengan melihat kondisi sosial ekonomi, kondisi lahan, penggunaan lahan kondisi sekarang , penanggulanganya , dan pelaksanaan,seperti pada gambar 1.,Yang berisi sebagai berikut :

• Konsep perubahan institusi bidang pengelolaan konservasi SDA,sesuai dengan amanat UU No:7 ,Tahun 2004 ,ttg SDA..

• Penanggulangan erosi DTA dengan cara Fisik & Non Fisik.

• Pelaksanaan penanggulangan erosi dengan melibatkan peran serta masyarakat.

2840.8751.460JUMLAH LUAS DTA

273.797143Cikujang - Cimuja11.

466.618144Cialing - Cicacaban10.

3610.415287KABUPATEN SUMEDANGB.

111.266117Cipedes9.

266.568256Cianten - Cipancar8.

131.648123Citameng - Cipari7.

222.568117Cibeureum - Cimuara6.

182.434133Ciherang - Cisangkan5.

353.574100Cikamiri - Ciroyom4.

1496468Cicayur - Cipeujeuh3.

353.36397Cibodas2.

508.057162Cimanuk Hulu1.

2630.4601.173KABUPATEN GARUTA.

(%)(HA)(KM2)NAMANo

LAHAN KRITIS S/D 2004SUB DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA)

LAHAN KRITIS DAS CIMANUK-HULU

Sumber : • BPDAS CIMANUK – CITANDUY • DINAS KEHUTANAN GARUT & SUMEDANG• BIRO BINA PRODUKSI SETDA PROVINSI JAWA

BARAT

Page 65: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Graita Sutadi, Ananta Bambang Sriyadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

149

Gambar 1. Perumusan Rencana Induk Konservasi. Pelaksanaan Konservasi DTA Waduk Jatigede. Untuk mengatasi sedmentasi baik dari erosi lahan maupun sungai dilakukan dengan : Fisik dan Non fisik , cara fisik dilakukan dengan cara sipil teknis

dan non sipil teknis , dari hasil analisis data yang telah dilakukan , dibuat program penanganan seperti Gb.1, sedangkan penanganan secara fisik dilakukan seperti Gambar.2.

Gambar .2. Program Penanggulangan DTA Jatigede

Konsep Dasar & StrategiKonsep Dasar & Strategi

Kondisi LahanKondisi Lahan Kondisi Penggunaan LahanKondisi Penggunaan Lahan

Land Use For Sediment ControlLand Use For Sediment ControlCritical ZoningCritical Zoning

Structural MeasuresStructural Measures

E v a l u a s iE v a l u a s i

Pelaksanaan ProgramPelaksanaan Program

Rencana PengawasanRencana Pengawasan

Non-Structural MeasuresNon-Structural Measures

Kondisi Kelembagaan

Existing Master PlanExisting Master Plan

Kondisi Sosial EkonomiKondisi Sosial Ekonomi

RENCANA INDUK KAWASAN TARGETRENCANA INDUK KAWASAN TARGET

-Rainfall Intensity-Soil Sensitivity-Slope Condition

-Protected Forest Area (Including State Forest)-Buffer Area (1 to 3 km)-Cultivated Area

-Devasted Area-Grass Land-Bare Land-Dry Field

-Pertanian, Kehutanan-Dan Lain-lain

-Pertanian, Kehutanan-Dan Lain-lain

-Kelembagan-Pemberdayaan Masyarakat

-Planting Works-Hillside Works-SlopeProtection Control Works

-Proyek Prioritas-Pelaksanaan Program-Perkiraan Biaya

StrategiStrategi

Kondisi SekarangKondisi Sekarang

PenanggulanganPenanggulangan

PelaksanaanPelaksanaan

Pengelolaan SedimentSecara terpadu di seluruh

Daerah Aliran SungaiCimanuk Hulu(DTA) Jatigede

Pengelolaan SedimentSecara terpadu di seluruh

Daerah Aliran SungaiCimanuk Hulu(DTA) Jatigede

In Stream : Pengendalian dengan konsep :1. Mengalirkan Sediment dari hulu ke hilir2. Menahan Aliran Debris Flow di hulu3. Mengurangi Sediment yang tertampung di

bagian hulu (di sabo dam & sand pocket)4. Mengurangi Sediment di waduk secara mekanis5. Pengendalian penambangan pasir6. Stabilisasi dasar Sungai Cimanuk di bagian

tengah dan hilir

In Stream : Pengendalian dengan konsep :1. Mengalirkan Sediment dari hulu ke hilir2. Menahan Aliran Debris Flow di hulu3. Mengurangi Sediment yang tertampung di

bagian hulu (di sabo dam & sand pocket)4. Mengurangi Sediment di waduk secara mekanis5. Pengendalian penambangan pasir6. Stabilisasi dasar Sungai Cimanuk di bagian

tengah dan hilir

Off Stream : Konservasi dengan konsep :1. Menahan tingkat laju erosi permukaan2. Pencegahan pembuangan sampah ke badan air3. Pengembangan embung dan Long Storage

Off Stream : Konservasi dengan konsep :1. Menahan tingkat laju erosi permukaan2. Pencegahan pembuangan sampah ke badan air3. Pengembangan embung dan Long Storage

Page 66: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Graita Sutadi, Ananta Bambang Sriyadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

150

Gambar 3. penanggulangan secara Fisik. Penanggulangan Non Fisik. Sesuai dengan isi UU No:7 ,Tahun 2004 Ttg SDA, Perlu dipirkan kelembagaan yang menangani konservasi di lapangan dengan mengikut sertakan

peran masyarakat lebih banyak , diusulkan lembaga tersebut seperti Gb.3, sedangkan institusi pelaksanan diusulkan seperti Gb.4.

Gambar 4. Organisasi yang terkait dengan Konservasi DTA

Klasifikasi Fungsi LahanKlasifikasi Fungsi Lahan

Tanaman PohonTanaman Pohon

Perlindungan Erosi PermukaanDan Stabilitas Lereng

Perlindungan Erosi PermukaanDan Stabilitas Lereng

Kawasan Pertanian Berkembang

Kawasan Pertanian Berkembang

(1) Kawasan Keairan-Kawasan Waduk-Kawasan Sungai

(2) Kawasan Jalan Umum-Tebing Longsor

(1) Kawasan Keairan-Kawasan Waduk-Kawasan Sungai

(2) Kawasan Jalan Umum-Tebing Longsor

Fungsi Lahan III(Kawasan untuk ditanam)

Fungsi Lahan III(Kawasan untuk ditanam) Kawasan LainKawasan Lain

Agro-Forestry atau TeraseringAgro-Forestry atau Terasering

Dilindungi dengan RumputDilindungi dengan Rumput

KerapatanTinggi

KerapatanTinggi

TeraseringTerasering AgroforestryAgroforestry

Slope 15-25%Slope 15-25%

Penahan Tanah/BronjongPenahan Tanah/Bronjong

Kerapatan Sedang

Kerapatan Sedang

Slope 25-40%Slope 25-40%

Penghutanan KembaliPenghutanan Kembali

Slope 40-65%Slope 40-65%

Bangunan ParitPenahan SedimentBangunan Parit

Penahan Sediment

Slope > 65%Slope > 65%Slope < 40%Slope < 40%

Kerapatan Rendah

Kerapatan Rendah

Slope 8-15%Slope 8-15%

Fungsi Lahan I(Kawasan Hutan Lindung)

Fungsi Lahan I(Kawasan Hutan Lindung)

Fungsi Lahan II(Kawasan Penyangga)

Fungsi Lahan II(Kawasan Penyangga)

PerlindunganStabilitasLereng

PerlindunganStabilitasLereng

Green BeltGreen Belt

Tidak Ada MasalahPenanganan pada

KawasanPengembangan

Pertanian

Tidak Ada MasalahPenanganan pada

KawasanPengembangan

Pertanian

(1) Pertanian Tanaman Kering(2) Lereng Terjal Longsor

karena pertanian

(1) Pertanian Tanaman Kering(2) Lereng Terjal Longsor

karena pertanian

(1) Lahan yang Rusak(2) Lereng Longsor(3) Lahan Kosong(4) Lahan Rumput(5) Pertanian Tanaman Kering

(1) Lahan yang Rusak(2) Lereng Longsor(3) Lahan Kosong(4) Lahan Rumput(5) Pertanian Tanaman Kering

Kemiringan LerengKemiringan Lereng

TeraseringTerasering

Tanaman Pembatas KelilingTanaman Pembatas Keliling

P e m e rin ta h a nP ro p in s i

P e m e r in ta h a nP ro p in s i

D in a s K e h u t a n a nD in a s K e h u ta n a n

P e m e rin ta h a nK a b u p a te n

P e m e rin ta h a nK a b u p a te n

P e m e rin ta h a nK e c a m a ta n

P e m e rin ta h a nK e c a m a ta n

D in a s K e h u t a n a nD in a s K e h u ta n a n D in a s P U K a b u p a te n

D in a s P U K a b u p a te n D in a s P e r ta n ia nD in a s P e rta n ia n

K a n to r C a b a n gK a n to r C a b a n g K a n to r C a b a n gK a n to r C a b a n g

D in a s P U P e n g a ira n

D in a s P U P e n g a ira n D in a s P e r ta n ia nD in a s P e rta n ia n

B P D A SB P D A S

B a la i P P S A W SB a l a i P P S A W S

K a n to r P r o y e kK a n to r P ro y e k

J a s a T ir taJ a s a T ir ta

K a n to r P e n g e m b a n g a nS u n g a i C im a n u k

K a n to r P e n g e m b an g a nS u n g a i C im a n u k

Page 67: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Graita Sutadi, Ananta Bambang Sriyadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

151

Gb.5. Institusi pelaksana.

Gambar 6. Hirarki Pengelolaan Sumber Daya Air

Gambar 7. Keterpaduan Pengelolaan SDA.

Form ulasi Perencanaan Konservasi DASForm ulasi Perencanaan Konservasi DAS

R encana akanDilaksanakan

O leh P U

R encana akanD ilaksanakan

Oleh P U

K antorC im an ukK antor

Cim anuk

K antorM t. C im anuk

K antorM t. C im anuk

B alai C im anukB alai C im anuk

M asukkan K eGN -RH L

M asukkan KeG N-R H L

Rencana AkanDilaksanakan

O leh Instansi Lainnya

Rencana AkanDilaksanakan

O leh Instansi Lainnya

MasyarakatM asyarakat

N G O SN GO S

Sektor Sw astaSektor Sw asta

LainnyaLainnya

Perum PerhutaniPerum

Perhutani

R encana A kanD ilaksanakan

D inas Propinsi/Kab./K ot

R encana A kanD ilaksanakan

D inas Propinsi/K ab./K ot

Dinas KehutananD inas Kehutanan

Dinas PUDinas PU

Dinas PertanianDinas Pertanian

Rumusan Kebijakan SDA

Tingkat Nasional Tingkat Propinsi Tingkat Kab/Kota

Kearifan LokalKerangka dasar dalam

merencanakan, melaksanakan, memantau, dan

mengevaluasi kegiatan-kegiatan konservasi

SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya air yang merusak.

Pola Pengelolaan SDA WS

(Keputusan Publik)

Rencana Pengelolaan SDA-WS

Rencana Induk PSDA Studi Kelayakan PSDA

Program PSDA Rencana Kegiatan PSDA

Terselenggaranya Pengelolaan SDA Yang Dapat Memberikan Manfaat Yang Sebesar-Besarnya Bagi

Kepentingan Masyarakat Dalam Segala Bidang Kehidupan

Masyarakat

Rencana Jangka Panjang Yang Memuat Pokok-Pokok Program Kegiatan PSDA WS

Rumusan Kebijakan SDA

Tingkat Nasional Tingkat Propinsi

Tingkat Kab/Kota Kearifan Lokal

Kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan

mengevaluasi kegiatan-kegiatan konservasi

SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya air yang merusak.

Pola Pengelolaan SDA WS Cimanuk (Keputusan Publik)

Rencana Pengelolaan SDA-WS Cimanuk

Rencana Induk PSDA

WS Cimanuk

Studi Kelayakan PSDA WS Cimanuk, Program PSDA WS Cimanuk,

Rencana Kegiatan PSDA WS Cimanuk.

Masyarakat

Rencana Jangka Panjang Yang Memuat Pokok-Pokok Program Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air.

Rencana Induk Konservasi DAS Cimanuk

Rencana Induk Konservasi DTA Rencana Waduk Jatigede

Page 68: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Graita Sutadi, Ananta Bambang Sriyadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

152

Gambar 8. Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Implementasi Konservasi DTA Jatigede pada IPK Cimanuk-Cisanggarung. Pelaksanaan konservasi terpadu telah dilakukan di IPK Cimanuk –Cisanggarung pada T.A 2002 dengan dimulainya pembangunan Arboritum mata Air Cimanuk di Legok Pulus ,Desa Sukakarya ,Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, Jawa Barat., yang terdiri dari pembangunan Kantor ,Laboratorium jenis tanaman, pembuatan percontohan terasering dll, seperti gambar 7. Arboritum diharapkan menjadi laboratorium dijadikan model di Lapangan dimana dalam program yang sedang dan akan berjalan dibuat kegiatan percontohan konservasi dengan melibatkan masyarakat sekitar lokasi, disamping itu pada DAS tersebut dijadikan DAS percontohan GN-KPA yang melibatkan Departemen/Dinas terkait dan masyarakat.

PEMBAGIAM BLOK PEMBAGIAM BLOK ARBORETUM CIMANUKARBORETUM CIMANUK

KANTOR

GREEN HOUSE

? Pusp a 5 suren 3 M anglid 3 sos is 4Kibereum 1

? kip ut ri 1

kemir i kemir i kemir i kemir i kemiri kemiri kemiri glod okan 3 cemp aka 2

t isuk 1 jati 3

kemiri kemiri kemiri kemiri kemir i mahoni 3 t anjung 3

ko pi ko pi ko pi kop i kop i kayu kayu kayu kayu kayu manglid

rbst a rb st a rb st a rb st a rbsta manis manis manis manis manis

kayu kayu kayu kayu kayu kayu kayu cempaka

manis manis manis manis manis manis manis

picung p icung p icung p icung salam salam salam cengkeh cengkeh cengkeh pusp a

? ? ?

at coklat mahkota mahko ta mahko ta cengkeh cengkeh cengkeh cengkeh cengkeh cengkeh ceng keh rasa

dewa dewa dewa ? ? ? mawar mawar Zanzibar Zanzib ar mala

kop i kop i kop i kopi kopi kopi ko pi ki

arab ika rbst a rbsta rbsta rbsta rbst a pala pala pala beureum

kopi kayu kayu kayu kayu kayu ki TEMPAT PARKIRika Arab ika putih putih putih put ih put ih p ala p ala p ut ri

lobi2 lobi2 Kiara

kesemek kesemek kesemek kesemek kesemek bnt

o sawo sawo sawo sawo sawo saw o lo bi2 Kluwih

nda belanda beland a beland a kecik kecik kecik

sawo sawo sawo Kluw ih Kluwih

kesemek kesemek kesemek kesemek

an pisit an duku duku duku duku Kluwih M ang ga M ang ga M ang ga

pisit an Cengkir C engkir C engkir

samolo malaka malaka mngg is mnggis Sukun Cpd ak Cpd ak Cpd ak M angg a M angga M angga

kecapi Okyong Okyong Okyong

kecapi kecapi kecapi M ngg is N ang ka Nang ka Nang ka M ang ga M ang ga M angg a

A M anis A M anis A M anis

Durian Durian Durian Durian Durian Durian M angga Jamb Jamb Jamb

M t ong M t ong Pt ruk Pt ruk ? ? L jiwa Bol Bol Bol

Dur ian D urian D urian Durian Durian Durian M ang ga M angg a M angg a Jamb

Pwira Pwira C ane Cane ? ? Gedo ng L jiwa ? M onyet

Sr ikaya Srikaya Srikaya Srikaya Srikaya Sirsak M angga M angga Jamb Jamb Jamb

Gedong Golek M onyet Mo nyet A ir

Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Sirsak Sirsak M angg a Jamb Jamb Jamb alpukat alpukat

Garut Garut Garut Garut Garut Gedo ng Air Air Air

Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk M angga Jamb Jamb Jamb Jamb A ir alpukat

b ali b ali b ali Ragi Ragi Ragi Garut Garut Garut Garut Garut M analag i Air Air A ir cet ra

Jeruk m kudu m kud u m kud u m kud u m kudu Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk JBK Jamb JB K JBK JBK JBK lengkeng lengkeng lengkeng

Ragi m kudu Garut Sunkist Sunkist Sunkist M erah Air M erah merah merah merah

Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk JBK JBK JBK JBK JBK JB K JB K leng keng leng keng leng keng lengkeng lengkeng

M drin M drin M d rin Primo ng Primong M erah Merah M erah non b iji non biji no n biji merah

Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk JBK JB K JBK JBK JBK JBK kddo ng kddo ng kddo ng

Sit run Sit run Sit run Primong M erah M erah no n biji non biji kap as kap as

Jeruk Jeruk RB T RB T RBT RBT RBT RBT RBT RBT R BT R BT RB T

lemond lemonade lbs lbs lbs L bls wlahar wlahar T kuih T kuih B njai R apiah Rapiah

k Jeruk Jeruk Jeruk Delima Delima Delima Delima D elima D elima Delima Delima

o h Siam Siam Siam Cermai

salak salak Jeruk Jeruk Jeruk Apel Apel

Pnd oh Pnd oh N ip is N ip is Nip is Cermai Cermai Taiwan Taiwan

Jeruk Jeruk Jeruk angg ur angg ur angg ur ang gur

Purut Purut Purut Blb Blb hijau hijau hijau hijau BLOKJeruk Jeruk Jeruk Wuluh wuluh Cermai angg ur angg ur angg ur ang gur TANAM

lemon lemo n lemo n Blb Blb Blb B lb merah merah merah merah PERDUwuluh buah buah b uah

DENAH TANAMANARBORETUM CIMANUK DI LEGOK PULUS

KOLEKSI TANAMAN

Gambar 9. Arboritum Mata Air Cimanu Legok Pulus. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .

1. Dalam hasil analisis sedimen studi-studi terdahulu menghasilkan mean annual sediment inflow yang berbeda –beda , termasuk hasil analisis sediment 2006 yang menggunakan data existing.

2. Terobosan rencana induk konservasi DTA Waduk Jatigede dilakukan untuk mengantisipasi kinerja DTA-nya agar sudah siap pada saat waduk beroperasi. Pada saatnya nanti, rencana induk ini perlu dikaji-ulang sesuai dengan acuan induknya.

Saran.

1. Perlu segera disusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Cimanuk - Cisanggarung , yang merupakan keputusan publik , sehingga dapat dipakai sebagai acuan pelaksanaannya.

2. Untuk menjamin keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat SDA, Sumber daya Lahan dan sumber daya lainnya di WS Cimanuk , kiranya perlu segera dibentuk wadah koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah .

DAFTAR PUSTAKA 1. Colenco Power Engineering Ltd,et.al. Jatigede,

Multipurpose Project,Project Preparation Review, Study. 2000. Dept. PU. Jakarta.

2. Robert J. Kodoatie, Roestam S,2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Pengelolaan SDA

Pengelolaan SD Lahan

PengelolaanSD Lainnya

PROSES INTEGRASI

Pengelolaan Terpadu SDA

Keterpaduan Alami :

• Daerah Hulu-Hilir • Kuantitas-Kualitas • Air Hujan, Air

Permukaan, dan Air Bawah Tanah

• Penggunaan Lahan (Land Use) – Pendayagunaan Air (Siklus Hidrologi)

Keterpaduan Non-Alami :

• Antar Sektor dalam

pembuatan kebijakan, program, dan kegiatan (nasional, propinsi, kab/kota)

• Antar Stakeholder • Antar Daerah

(horizontal dan vertikal)

Wadah Koordinasi Lintas Sektor + Lintas Wilayah

Keterpaduan Tindak Untuk Menjaga Kelangsungan Fungsi dan Manfaat SDA, SD Lahan, dan SD Lainnya

Page 69: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sochech, Widyo Parwanto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

153

Mengembangkan Mekanisme Transaksi Hulu - Hilir Untuk Kegiatan Konservasi Sumber

Daya Air Di DAS Brantas

Sochech 1) Widyo Parwanto 2) 1), 2) Perum Jasa Tirta I

Abstrak

Manfaat Sungai Brantas yang merupakan satu dari 2 sungai terbesar di Pulau Jawa sangat besar terhadap masyarakat. Oleh sebab itu Pemerintah telah membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Jasa Tirta I yang diberi tugas untuk mengelola sarana dan prasarana pengairan yang ada di wilayah sungai Brantas. Konservasi telah menjadi persoalan dalam pengelolaan sumberdaya air yang berdampak terhadap mutu pelayanan bagi pemanfaat. Masyarakat yang ada di bagian hulu sering dijadikan “kambing hitam” dari persoalan tersebut, bahwa mereka telah melakukan eksploitasi lahan yang tidak mengindahkan kaidah-2 konservasi. Dengan kondisi tersebut sebetulnya ada mekanisme yang perlu dibangun antara pemanfaat yang ada di hilir dan masyarakat yang mengelola lahan di hulu agar terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Perum Jasa Tirta I (PJTI) mencoba menerapkan model pembayaran jasa lingkungan sebagai bentuk transaksi hulu-hilir sehingga didapatkan suatu hubungan yang saling menguntungkan. Hasil dari kegiatan ini antara lain adalah 1) Secara ekonomi kegiatan transaksi hulu-hilir telah dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat petani dan perbaikan lingkungan; 2)Bentuk mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang diberikan PJT I kepada petani berdasarkan program kegiatan yang dituangkan dalam perjajian yang dilaksanakan melalui mediator YPP (LSM); 3) Untuk merealisasikan program-program yang disusun oleh kelompok petani peran fasilitator (YPP) sangat penting

Kata Kunci : Transaksi Hulu-Hilir, Konservasi SDA, Usaha Tani I. PENDAHULUAN

Sungai Brantas merupakan salah satu dari 2 sungai terbesar di Pulau Jawa telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat yang berada di sepanjang aliran sungai baik manfaat ekologi, social dan ekonomi. Sejak 1990 Pemerintah telah membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Jasa Tirta I yang diberi tugas untuk mengelola sarana dan prasarana pengairan yang ada di wilayah sungai Brantas. Untuk biaya pengelolaan tersebut PJT I diberi kewenangan untuk menerima biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dari para pemanfaat. Konservasi telah menjadi persoalan dalam pengelolaan sumberdaya air yang berdampak terhadap mutu pelayanan bagi pemanfaat. Masyarakat yang ada di bagian hulu sering dijadikan “kambing hitam” dari persoalan tersebut, bahwa mereka telah melakukan ekploitasi lahan yang tidak mengindahkan kaidah-2 konservasi.

Dengan kondisi tersebut sebetulnya ada mekanisme yang perlu dibangun antara pemanfaat yang ada di hilir dan masyarakat yang mengelola lahan di hulu agar terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Perum Jasa Tirta I (PJTI) mencoba menerapkan model pembayaran jasa lingkungan sebagai bentuk transaksi hulu hilir sehingga didapatkan suatu hubungan yang saling menguntungkan dan sekaligus tugas Perum Jasa Tirta I dalam melaksanakan kegiatan konservasi dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Ruang lingkup kegiatan meliputi : 1. Pengumpulan data kondisi wilayah dan pemilihan

lokasi kegiatan 2. Merumuskan bentuk mekanisme hubungan hulu

hilir 3. Mekanisme penyusunan program kegiatan 4. Pelaksanaan kegiatan 5. Evaluasi kegiatan Maksud dan Tujuan 1. Membangun partisipasi dan kesadaran masyarakat

petani di daerah hulu Sungai Brantas agar ikut menjaga kelestariaannya

2. Meningkatkan kesejahteraan petani melalui penanaman tanaman konservasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang dapat memberikan nilai tambah.

3. Membangun mekanisme kelembagaan hubungan hulu-hilir antara masyarakat hulu( masyarakat petani) dan masyarakat hilir (melalui Perum Jasa Tirta I atau perusahaan lainnya) dalam kontek pembiayaan jasa lingkungan.

II. METODOLOGI 1. Survai Lokasi

Sebelum diakukan penetapan lokasi pengembangan program, terlebih dahulu dilakukan survai lokasi. Survai dimaksudkan untuk melihat secara jelas situasi dan kondisi wilayah. Lokasi

Page 70: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sochech dan Widyo Parwanto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

154

yang disurvai adalah wilayah yang mengalami kerusakan lahan dan pemanfaat lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Dari wilayah yang disurvai dipilih desa yang dapat mewakili masing-masing DAS(Daerah Aliran Sungai).

2. Sosialisasi Program Kegiatan sosialisasi pada desa terpilih dilakukan dengan berkunjung ke rumah-rumah para tokoh masyarakat, ke lahan-lahan masyarakat, dan melakukan pertemuan formal. Pada kesempatan tersebut disampaikan tentang tujuan program dan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan serta pihak-pihak yang terkait dalam program. Pada saat pertemuan secara formal banyak pertanyaan-2 yang disampaikan yang pada dasarnya mereka ingin mengetahui latar belakang mengapa program ini dilakukan. Disamping itu diskusi juga mengarah pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kondisi lahan pertanian termasuk tata guna lahan, pola tanam kondisi air dan kondisi hutan disekitar lokasi program.

3. Identifikasi Masalah dan Penyusunan Program Metode yang digunakan adalah Participatory Rural Appraisal (PRA). Bersama Pamong Desa melakukan identifikasi dan mengundang tokoh-

tokoh masyarakat serta komponen masyarakat lainnya. Dengan pengalaman program-program sebelumnya yang gagal dan pengalaman petani yang masih bisa bertahan dengan jenis tanaman tertentu maka petani dengan menggunakan matrik ranking, terindentifikasi sejumlah jenis tanaman yang cocok dan dikehendaki petani. Penilaian yang digunakan adalah berdasarkan criteria mudah tumbuh, tahan kering, tidak mudah diserang penyakit, cepat produksi, mudah dijual, dan kualitas kayu baik.

4. Pelaksanaan Untuk melaksanakan program tersebut terlebih dahulu dibentuk organisasi, pelatihan kelompok dan penguatan organisasi, dan monitoring kegiatan. Ditunjuk fasiltator untuk memfasilitasi implementasi program yang telah disusun.

5. Evaluasi Untuk mengetahui dampak dari program ini bagi masyarakat (petani) dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan dan sebagai bahan untuk perbaikan pelaksanaan program ini selanjutnya.

Gambar 1 : Skema Mekanisme Transaksi Hubungan HULU-HILIR (Pembayaran Jasa Lingkungan)

PJT- I

LP3ES&Partner

IntermediaryYPP (NGO)

PLN

Pemanfaat lainnya

PDAM.

IndustriKonservasiDAS

OrganisasiKelompok

Petani

Komunikasi dan fasilitasiJasa Lingkungan

KontrakMOU & PerjanjianPelayanan Jasa AirPembayaran Jasa Air

Pihak Lainnya

Page 71: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sochech dan Widyo Parwanto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

155

III. MEKANISME TRANSAKSI HULU-HILIR

(PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN ) Model mekanisme transaksi hulu-hilir yang

dikembangkan di DAS Brantas merupakan hasil kerjasama antara Perum Jasa Tirta I dengan Yayasan Pembangunan Pedesaan Malang, Lembaga Penerapan Pengkajian dan Penelitian Ekonomi Sosial (LP3ES) dan Perum Jasa Tirta I. Sedangkan pembiayaan berasal dari Internationale for Inittiative Environmental Development (IIED) melalui LP3ES dan Perum Jasa Tirta I

Perum Jasa Tirta I sebagai BUMN yang diberi tugas untuk mengelola sumberrdaya air yang ada di DAS Brantas mendapat kontribusi pembiayaan dari para pemanfaat (Industri, PDAM, PLN, dan Pemanfaat Komersial lainnya) berupa biaya jasa pengelolaan sumberdaya air yang dalam hal ini mewakili masyarakat hilir sedangkan masyarakat petani yang mengelola lahan di hulu sebagai wakil masyarakat hulu. Untuk sementara pembayaran jasa lingkungan yang diberikan oleh Perum Jasa Tirta I kepada masyarakat hulu diberikan melalui mediator YPP dan sekaligus sebagai fasilitator dalam pelaksanaan program.

Tanggung Para Pihak

a. Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta I (PJT I) :

1) Berpartisipasi dalam penyediaan dana untuk kegiatan konservasi (untuk pengadaan bibit, pupuk dan biaya tanam

2) Memberikan masukan-masukan untuk perbaikan selama pelaksanaan kegiatan

b. Yayasan Pengembangan Pedesaan (YPP/LP3ES) :

1) Berpartisipasi dalam penyediaan dana untuk kegiatan konservasi (untuk kegiatan pelatihan dan pendampingan)

2) Melakukan pelatihan dan pendampingan dalam pelaksanaan program kegiatan yang telah disepakati

c. Masyarakat petani : 1) Menentukan jenis tanaman

konservasi yang dibutuhkan 2) Melaksanakan kegiatan

konservasi di lokasi yang disepakati 3) Merawat / menjamin

pertumbuhan tanaman konservasi serta mengganti apabila ada tanaman yang mati.

IV. PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Lokasi Kegiatan

Kegiatan survei dilakukan di desa-desa yang akan dipilih dengan melibatkan beberapa pihak seperti Dinas Kehutanan Kota Batu, Dinas Kehutanan Kab. Malang. Di desa yang akan dipilih Tim survai bertemu dengan Kepala Desa setempat dan beberapa tokoh masyarakat sebagai survai awal untuk menentukan lokasi program. Pada lokasi terpilih dilanjutkan dengan survai yang mendalam dengan melakukan wawancara terstruktur pada tokoh-tokoh masyarakat petani yang melakukan usaha tani berkaitan dengan rencana program seperti tentang tata guna tanah, usaha tani yang mereka lakukan, sumber air dan kondisinya, masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan lahan miring yang mereka usahakan dan program-program konservasi yang pernah ada dan pernah dilakukan masyarakat. Ada 2(dua) desa yang dipilih sebagai lokasi kegiatan yaitu Desa Tlekung, Kota Batu yang mewakili Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Hulu dan Desa bendosari yang mewakili DAS Konto. Gambaran Umum tentang kondisi desa tersebut adalah : a. Merupakan katagori desa tertinggal yang

terletak pada ketinggian 500 – 700 dari permukaan laut

b. Letak desa di lereng Gunung Panderman (Ds. Tlekung) dan Gunung Kawi (Ds. Bendosari) merupakan desa pinggiaran hutan Pinus milik Perum PERHUTANI yang kondisinya rusak.

c. Pendapatan utama petani adalah berternak sapi perah sehingga lahannya lebih banyak ditanami hijauan ternak.

d. Lahan yang dimanfaatkan petani sebagian besar adalah laha-lahan miring berlereng dan merupakan lahan tadah hujan.

e. Pola tanam dalam setahun adalah jagung, kacang tanah dan sayuran (wortel,bawang merah, kentang dsb) yang hasilnya sangat rendah. Sering tanaman jagung yang ditanam tidak sampai panen tetapi hanya digunakan sebagai pakan ternak.

f. Sistem sosial yang masih berlaku kaitannya dengan lahan dan air adalah melakukan Bersih Desa dan Gugur Gunung. Bersih Desa dilakukan secara ritual setiap tahun sekali dan Gugur Gunung adalah membersihkan daerah-daerah di sekitar sumber air dan saluran air.

g. Sering ada program penghijauan dari Pemerintah tetapi selalu gagal karena tidak melibatkan masyarakat dalam program tersebut.

2. Sosialisasi Program

Page 72: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sochech dan Widyo Parwanto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

156

Tujuan khusus dari sosialisai ini adalah adanya program kegiatan konservasi yang merupakan program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya konservasi lahan. Artinya bahwa masyarakat jika ingin mendapatkan dana/pembayaran jasa lingkungan maka mereka harus melaksanakan kegiatan konservasi dengan benar, dan yang lebih penting dalam pembayaran jasa lingkungan ini harus ada mekanisme yang mengatur antara hak dan kewajiban petani dengan hak kewajiban yang membayar jasa lingkungan. Kegiatan sosialisasi ini dengan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan agama serta komponen masyarakat lainnya seperti anggota BPD( Badan Perwakilan Desa), HIPPA/HHIPAM, Karang Taruna, LPMD (Lembaga Permasyarakatan Masyarakat Desa), dan organisasi perempuan (PKK, Yasinan)

3. Identifikasi Masalah dan Penyusunan Program Hasil pemetaan lahan ditemukan beberapa Blok Lahan yang menjadi Demplot Program dengan luas !7,53 ha untuk Desa Tlekung dan 24 ha untuk Desa Bendosari Tanaman yang ditetapkan : Mahoni, Jati, Kemiri, Sengon laut, Cengkeh, Pete, Kopi, Rambutan, Durian, Blinjo, Apokat, mangga , Jeruk. Dengan mempertimbangkan musim dan petani masing-masing kelompok menyusun program kegiatan.

4. Pembentukan Kelompok dan Penguatan

Organisasi. Pembentukan Kelompok Kegiatan pembentukan kelompok merupakan salah satu rekomendasi dari PRA. Ketika masyarakat berhasil membuat rencana kegiatan dan rencana pelaksanaan tidak mungkin pelaksanaan kegiatan dilakukan tanpa ada pengorganisasian dalam bentuk pelaksanaan kegiatan. Untuk Desa Tlekung terbentuk Kelompok Tani Sumber Urip dan di Desa Bendosari Kelompok Tani Sidomulyo. Secara garis besar organisasi kelompok tani ini terdiri Ketua, Sekretaris, Bendahara, Ketua Blok. Penguatan Organisasi Penguatan organisasi dilakukan melalui pelatihan-pelatihan , anatara lain meliputi : a. Pelatihan Konservasi Lahan b. Pelatihan Pengorganisasian dan Motivasi

Kelompok c. Pelatihan Usaha Tani Berkelanjutan d. Pelatihan dan perencanaan usaha peningkatan

ekonomi e. Pelatihan Agroforestry f. Pelatihan manajemen Kelompok dan advokasi

program konserrvasi 5. Pelaksanaan Program

a. Konservasi Lahan Secara garis besar materi yang diberikan

dalam pelatihan adalah tentang konservasi secara teknik sipil dan cara konservasi secara vegetasi. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mengenalkan para peserta pelatihan tentang pola usaha tani yang menerapkan prinsip-prinsip konservasi sesuai lahan dan kebutuhan petani. Dan juga meningkatkan ketrampilan kepada peserta pelatihan dalam membuat bangunan konservasi secara teknik sipil sehingga dapat mempraktekan bangunan-bangunan konservasi tersebut dimasing-masing lahan petani secara bertahap. Setelah dilakukan pengenalan teori maka dilanjutkan dengan praktek secara langsung pembuatan teras bangku, saluran pembuangan air, drop structure, gully plug. b. Pengorganisasian dan Motivasi Kelompok

Dalam pelatihan organisasi hasil yang terpokok adalah merumuskan visi dan misi kelompok sebagai arahan organisasi. Visi yang telah dirumuskan oleh Kelompok Tani Sumber Urip (“ Mewujudkan peningkatan hasil pendapatan dengan melestarikan lingkungan agar tercapai kesejahteraan dan kemakmuran”) sedangkan dari Kelompok Tani Sidomulyo (“ Meningkatkan kinerja usaha serta meningkatkan taraf hidup melalui pelestarian lingkungan menuju kemakmuran”). Disamping itu juga kelompok mampu membuat aturan-aturan kelompok yang dijadikan sebagai mekanisme dalam menjalankan kegiatan kelompok. Yang tidak kalah pentingnya dari pelatihan ini adalah keberanian kelompok untuk melakukan lobi-lobi dengan pihak luar yang berkaitan dengan program kelompok. Perum Perhutani : dicapai kesepakatan dalam pengelolaan hutan dalam pola kemitraan dan diijinkan petani untuk menanam tanaman konservasi di sekitar mata air. Dinas Peternakan : bantuan 2 ekor sapid an 50 pasang ekor ayam arap Fakultas Peternakan Unibraw : mendapatkan informasi tentang cara-cara berusaha pakan ternak, mendapatkan bibit-bibit tanaman hijauan pakan ternak dan mendapatkan pelatihan yang berkaitan dengan masalah peternakan. Pengusaha Pakan Ternak : bekerjasama untuk membuka toko pakan ternak yang dijadikan usaha kelompok. c. Usaha tani Berkelanjutan

Gagasan kelompok untuk mewujudkan pertanian organik. Hal ini ditunjang dengan potensi yang dimiliki petani secara melimpah bahan-bahan organik seperti pupuk kandang dan tanaman-tanaman yang bisa digunakan untuk mengganti pestisida.

Page 73: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sochech dan Widyo Parwanto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

157

d. Usaha Peningkatan Ekonomi Salah tujuan program pembangunan hulu hilir

adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat hulu. Ketika kehidupan masyarakat secara sosial ekonomi cukup baik maka sumber daya alam yang berada disekitarnya akan aman demikian sebaliknya. Dalam upaya tersebut pada tahap awal dilakukan identifikasi usaha-usaha produktif yang mempunyai prospek besar untuk bisa dikembangkan. Disamping itu pemilihan jenis usaha juga mempertimbangkan masalah yang dihadapi petani. Dari proses diskusi dan penjajagan usaha akhirnya dipilih usaha pakan ternak sapi perah dan usaha simpan pinjam.

e. Agroforestry

Arah pola pertanian yang diharapkan dalam pembayaran jasa lingkungan ini adalah pola usaha tani yang berkonservasi, salah satu pola usaha tani

berkonservasi adalah menggunakan pola penanaman secara agroforestry. Pola penanaman agroforestry pada prinsipnya mengkombinasikan anatara tanaman tahunan dan tanaman semusim. Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Malang.

f. Pelatihan Manajemen Kelompok dan Advokasi Program Konservasi

Pelatihan bertujuan agar kelompok tani dalam mengelola organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Disamping itu agar anggota kelompok mempunyai strategi dalam melakukan advokasi di desanya, tidak hanya berkaitan dengan konservasi sumberdaya alam akan tetapi juga persoalan lain yang ada di desanya seperti kontrol terhadapdana-dana yang masuk desa.

Gambar 2. Alur Pelaksanaan Program

6. Bentuk Kompensasi yang telah diberikan PJT I Kegiatan kerjasama antara YPP/LP3ES dan PJT I

dalam rangka pelaksanaan pilot project pembayaran jasa lingkungan di Propinsi Jawa Timur telah dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) tahap sebagai berikut :

a. Tahap I (16 September 2004 – 16 Maret 2005) yang dilaksanakan di Desa Tlekung (seluas 17 hektar) dan Desa Bendosari (seluas 5 hektar) dengan total biaya sebesar Rp. 254.280.000,- (kompensasi dari PJT I Rp. 44.000.000,- )

b. Tahap II (28 Februari 2005 – 28 Mei 2005) yang merupakan perluasan dari

program tahap I di Desa Bendosari (seluas 13,5 hektar) dengan total biaya sebesar Rp. 22.450.000,- (kompensasi dari PJT I Rp. 15.790.000,- )

c. Tahap III (19 Desember 2005 – 19 Juni 2005) yang merupakan perluasan dan penyempurnaan dari program-program sebelumnya, yaitu untuk Desa Tlekung seluas 8 hektar dan Desa Bendosari seluas 20 hektar, dengan total biaya sebesar Rp. 76.100.000,- (Kompensasi dari PJT I Rp. 36.600.000,- )

Total area kegiatan yang telah dilaksanakan (tahap I s/d III) menjadi 63,5 hektar yang terdiri dari 25

Survey

Lokasi

Sosialisasi, identifikasi masalah & kebutuhan

Pembentukan & penguatan

organisasi Masyarakat

Data Skunder Desa

PRA

-Pelatihan-Pengembangan

Dana A. Implementasi Pilot Project:

- Ds Tlekung – Batu 37,5 ha- Ds Bendosari – Pujon 36 ha

dan 10 ha (swadaya)

B. Kegiatan/Program organisasi kelompok tani.

Org. Petani yg Berdaya, Dinamis dan Solid dg aktifitas yg mendukung pelestarian SDA &tanah

Konservasi SDA&Tanah yang Berkelanjutan

Kontrak KerjasamaPJT-I dengan YPP

YPP dengan Kel. Tani

Masyarakat & stakeholder desa

Terwujudnya model Hubungan Hulu Hilir untuk

Pelestarian Sumberdaya Air dan Peningkatan

Kesejahteraan Masyarakat

Pendukung:• Masyarakat Peserta Program• Dinas Pemerintah Terkait• LSM• Swasta/BUMN• Perguruan Tinggi

Terlembagakannya Model Transaksi Hulu Hilir untuk

Pelestarian Sumberdaya Air dan Peningkatan

Kesejahteraan Masyarakat di Malang Raya

Working Group Malang raya

• Usaha Produktip Kelompok

• Kebun Bibit Desa

ReforestationForest Management

Forest Protection

• Lembaga Independent• Instrument Hukum

(Perda, SKB)

Serikat Petani Hulu(SPH)

Agroforestri

Gambar 2.Alur Pelaksanaan Program

Page 74: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sochech dan Widyo Parwanto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

158

hektar di Desa Tlekung dan 28,5 hektar di Desa Bendosari.

V. EVALUASI DAN KESIMPULAN 1. EVALUASI

Kegiatan ini secara ekonomi telah dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat petani dan perbaikan lingkungan.

Dampak pada kemiskinan dan kehidupan

No Dampak Penjelasan

1 Usaha ternak kambing • Bendosari: dari 15 ekor kambing berkembang menjadi 32 ekor (5 bulan) • Tlekung: dari 8 ekor berkembang menjadi 11 ekor (3 bulan)

Ket: Sistem bagi hasil untuk kas kelompok dan pemelihara 2 Usaha toko pakan ternak • Omzet penjualan pakan mencapai 4-5 ton/minggu, manfaat:

- Harga relatif murah untuk anggota dan peternak - Keuntungan untuk menjalankan organisasi petani

3 Usaha pembibitan • Akses kelompok tani pada lahan Perhutani • Ketersediaan bibit tanaman sesuai dengan kebutuhan lokal

Manfaat untuk penyulaman dan keuntungan dari penjulan masuk kas kelompok tani 4 Perbaikan sarana air bersih • Pembuatan bak penampung air

• Perbaikan pipa • Pemasangan meteran air

5 Industri keluarga (emping) • Memanfaatkan hasil kebun • Usaha produktif perempuan • Ket: Usaha berbasis sumberdaya lokal

Dampak pada Lingkungan No Dampak Penjelasan

1 Kesadaran masyarakat meningkat

• Debit dan jumlah mata air yang berkurang menjadi pendorong kemauan mereka untuk menghijaukan mata air Berperan aktif dalam program hulu-hilir (penyulaman tanaman, kebun bibit, konservasi sekitar mata air)

2 Penghijauan sekitar lokasi mata air di kawasan Perhutani

• Penghijauan kawasan mata air Jarakan 5 ha • Katesan dan Kalianget masing-masing 10 ha

Penghijauan juga dilakukan di Mata Air Sumber Urip dan Mata Air Pajiah 3 Persemaian bibit tanaman Tersedia sekitar 3.000 bibit yang berasal dari swadaya dan Dinas Kehutanan

4 Pembuatan kebun bibit desa • Dikelola oleh blok dengan sistem bagi hasil antara pemilik lahan, pemelihara, dan kelompok tani (Tlekung)

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, pelaksanaan program ini membawa dampak dengan peningkatan jumlah tanaman per rumah tangga dan pendapatan per kapita penduduk di Desa Tlekung dan Bendosari pada tahun 2005 dan 2006.

Pendapatan per

kapita (juta rupiah) Jml pohon per rumah

tangga (btg/ha)

2004 2005 2004 2005

Tlekung 3,339 3,457 136,8 139,4

Bendosari 2,967 3,049 173,8 189,2

2. KESIMPULAN

a. Kegiatan ini secara ekonomi telah dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat petani dan perbaikan lingkungan.

b. Bentuk mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang diberikan PJT I kepada petani berdasarkan program kegiatan yang dituangkan dalam perjajian yang dilaksanakan melalui mediator YPP (LSM).

c. Utuk merealisasikan program-program yang disusun oleh kelompok petani peran fasilitator (YPP) sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA 1) Final Report Action Research on Development

Upstream Downstream Transaction for Watershed Protection Services and Improved Livelihoods., Kerjasama iied (International Institute for Environmental and Development), LP3ES, YPP dan Perum Jasa Tirta I.

Page 75: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

159

Studi Prioritas DAS Kritis Di Kalimantan Timur

Sigit Hardwinarto 1) Sumaryono 2) Mislan 3) Maliki 4) Naniek Sulistyowati 5)

1), 2) Pusat Penelitian Sumberdaya Air (PPSA) Universitas Mulawarman, Samarinda. 3), 4), 5) Sub Dinas Pengairan, Dinas PU dan KIMPRASWIL Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda

Abstrak

Dalam upaya penanganan atau pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis seperti yang terdapat di wilayah propinsi Kalimantan Timur, langkah awal yang perlu ditempuh yaitu pemilihan dan penentuan prioritas DAS berdasarkan tingkat kekritisannya yang sesuai dengan kondisi obyektif atau faktual lapangan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangtepatan dalam pemilihan/penentuan prioritas DAS kritis.

Penentuan urutan prioritas DAS dan Sub DAS kritis dilakukan dengan cara mengacu S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997 tertanggal 11 Desember 1997 tentang Kriteria Penetapan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Selain itu, juga dilakukan modifikasi SK tersebut khususnya pada jumlah dan nilai persentase pembobotan dari kriteria beserta sub kriteria, karena didasarkan atas pertimbangan karakteristik kondisi DAS dan Sub DAS di wilayah propinsi Kalimantan Timur.

Hasil studi penentuan urutan prioritas DAS kritis dari 25 DAS dan Sub DAS di wilayah propinsi Kalimantan Timur ini, baik yang sesuai dengan S.K. tersebut maupun hasil modifikasi kriteria dan sub kriterianya, keduanya bisa dipertimbangkan dalam pemilihan urutan prioritas penanganan dari 25 DAS dan Sub DAS tersebut. Apabila penekanannya dalam penanganan lahan kritis, maka dapat menggunakan urutan prioritas yang sesuai dengan S.K. tersebut, namun jika penekanannya dalam penanganan kondisi hidrologi, maka dapat menggunakan urutan prioritas dari hasil modifikasi kriteria dan sub kriterianya. Kata Kunci: Daerah Aliran Sungai (DAS), Lahan Kritis, Hidrologi, Sosial Ekonomi, Prioritas DAS Kritis,

Penanganan/Pengelolaan DAS.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kalimantan Timur yang luas wilayahnya sekitar 245.237,8 km2 atau seluas satu setengah kali luas Pulau Jawa dan Madura, memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar. Hal tersebut disebabkan oleh ketersediaan aliran mantap yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan sumberdaya air. Potensi sumberdaya air tersebut dalam bentuk seperti sungai, danau, rawa, embung dan air tanah serta curah hujan relatif tinggi yang terjadi sepanjang tahun, yang terwujud dalam suatu sistem yang disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan jumlah sungai induk sebanyak 164 sungai dan sistem Wilayah Sungai (WS) yang berjumlah 5 Wilayah Sungai (WS 14.10 Sesayap, WS.14.11 Kayan, WS 14.12 Berau Kelay, WS 13. Karangan, dan WS 14. Mahakam). Potensi sumberdaya air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan Timur dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya sebagai prasarana lalu lintas dan transportasi air, sumber air baku air bersih, sumber air bagi irigasi, pengembangan budidaya perikanan, prasarana rekreasi dan pariwisata, serta mempunyai fungsi sosial.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan dan pembangunan di Kalimantan Timur, sehingga pemanfaatan sumberdaya alam seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang dan lain-lainnya juga terus meningkat. Dampak negatif pemanfaatan sumberdaya alam tersebut telah mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan, antara lain

terjadinya erosi, sedimentasi, banjir, kekeringan dan lahan kritis, serta menurunnya kualitas air.

Luas hutan di Kalimantan Timur semakin berkurang tiap tahun oleh kegiatan penebangan baik oleh perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) maupun penebangan liar (illegal logging), selain itu juga semakin bertambah/meluasnya kegiatan pertambangan (batubara) maupun pembukaan lahan untuk kegiatan usaha lainnya, sehingga relatif banyak DAS yang mengalami kemerosotan luasan daerah tangkapan air. Berkurangnya daerah tangkapan air menyebabkan bertambahnya luasan lahan kritis, erosi-sedimentasi dan air limpasan, sebaliknya menurunkan besarnya infiltrasi air yang mengakibatkan aliran dasar sungai menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, pada saat musim hujan hampir seluruh DAS di Kalimantan Timur mengalami kejadian banjir, sedangkan pada saat musim kemarau debit aliran menjadi sangat kecil bahkan terjadi peningkatan pengaruh intrusi air asin dari laut.

Besarnya erosi-sedimentasi yang masuk ke badan sungai pada DAS – DAS di Kalimantan Timur telah menyebabkan relatif banyak sungai di Kalimantan Timur (yang sebagian besar menjadi sarana transportasi air) menjadi dangkal dan membutuhkan biaya yang besar untuk pengerukannya. Problem lainnya seperti menurunnya aliran air pada saat musim kemarau dan pengaruh intrusi air asin meningkat, yang menyebabkan terbatasnya kemampuan PDAM terbatas dalam mengolah air baku untuk air bersih.

Permasalahan-permasalahan tersebut di atas merupakan gambaran menurunnya daya dukung lingkungan pada DAS. Penurunan daya dukung

Page 76: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

160

lingkungan DAS yang secara terus menerus menyebabkan DAS kurang mampu menopang kehidupan manusia, sukar dipulihkan dan menimbulkan kerugian yang sangat besar dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, upaya pengelolaan DAS secara terpadu menjadi sangat mendasar, terutama bila ditinjau dari upaya mitigasi bencana dan konservasi lingkungan DAS serta untuk mempertahankan daya dukung DAS untuk kehidupan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan DAS tersebut. Sehingga, untuk mendukung upaya pengelolaan DAS di wilayah Kalimantan Timur secara terpadu dan berkelanjutan, dipandang perlu untuk mengadakan studi prioritas DAS Kritis di Kalimantan Timur, agar kegiatan penanganannya dapat berhasilguna dan berdaya guna. Selain itu, kegiatan pengelolaan DAS di Kalimantan Timur diharapkan lebih fokus sesuai dengan derajat mendesaknya permasalahan pengelolaan DAS di Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan oleh Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen kehutanan RI mengenai Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai.

B. Tujuan Tujuan studi ini adalah untuk menyediakan

informasi kondisi, status dan prioritas/tingkat kekritisan DAS dan Sub DAS di wilayah propinsi Kalimantan Timur berdasarkan kriteria obyektif parameter DAS, sehingga dapat mempercepat dan mempermudah dalam memilih atau menentukan prioritas DAS kritis

secara obyektif sesuai dengan kondisi faktual lapangan yang perlu segera ditangani, agar pengelolaannya dapat berlangsung secara efisien dan efektif. II. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI A. Kondisi Biogeofisik Wilayah di Kalimantan Timur 1. Kondisi Geografis

Kalimantan Timur yang luas wilayahnya sekitar 245.237,8 km2 terletak antara 113o44’00’’ Bujur Timur dan 119o00’00’’ Bujur Timur, serta di antara 4o24’00’’Lintang Utara dan 2o25’00’’ Lintang Selatan. Dengan adanya perkembangan dan pemekaran wilayah, propinsi terluas kedua setelah Papua ini dibagi menjadi 9 kabupatan, 4 kota, 109 kecamatan dan 1.299 desa/kelurahan.

Propinsi Kalimantan Timur terletak di bagian timur pulau Kalimantan dan sekaligus merupakan wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia, khususnya Negara Sabah dan Serawak. Tepatnya Propinsi ini berbatasan langsung dengan Negara Malaysia di sebelah utara, Laut Sulawesi dan Selat Makasar di sebelah timur, Kalimantan Selatan di sebelah selatan dan dengan Kalimantan Tengah serta Negara Malaysia di sebelah barat. 2. Kondisi Ketinggian Wilayah

Kondisi ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) dan luasannya pada masing-masing wilayah kabupaten/kota di propinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelas Ketinggian Wilayah dan Luasannya pada Kabupaten/Kota di Propinsi Kalimantan Timur (dalam ha) No. Kabupaten/

Kota Kelas Ketinggian (m) dpl

0 - 7 7 - 25 25 - 100 100 - 500 500 - 1000 > 1000

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12. 13.

Pasir Kutai Barat Kukar Kutai Timur Berau Malinau Bulungan Nunukan Panajam PU Balikpapan Samarinda Tarakan Bontang

202.632 49.008 64.314

101.302 72.772 11.687

213.561 174.434 21.445

7.465 15.747

6.920 1.49.3

214.251 885.453 654.717

1377.817 117.078 77.937

249.257 138.156 74.203 17.011 33.486 18.160

6.061

366.115 692.521 543.211 642.620 479.932 532.249 220.119 199.312

90.627 28.221 29.029

- 7.226

246.851 581.421 565.313 636.438 878.859 831.204 531.364 298.407 103.828

- 38

- -

47.523

673.451 601.064 533.376 290.457

2.258.433 193.172 307.732 23.547

- - - -

277

281.116 180.071 137.705 487.530 151.317 273.749

- - - - - -

J u m l a h 942.771 1.863.589 3.811.085 4.673.723 4.931.665 1.796.667 Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (2004a) 3. Kondisi Kelerengan Wilayah

Kondisi kelerengan (kelas lereng) dan luasannya pada masing-masing wilayah

kabupaten/kota di propinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 2.

Page 77: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

161

Tabel 2. Kelas Kelerengan Wilayah dan Luasannya pada Kabupaten/Kota di Propinsi Kalimantan Timur (dalam ha)

No. Kabupaten/

Kota Kelas Lereng Jumlah 0 - 2 % 2 - 15% 15 - 40% > 40%

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12. 13.

Pasir Kutai Barat Kukar Kutai Timur Berau Malinau Bulungan Nunukan Panajam PU Balikpapan Samarinda Tarakan Bontang

259.677 170.100 591.191 215.100 118.961 13.500

381.429 391.300 29.700

6.976 2.813 6.120 3.807

228.899 436.500 812.265 261.900 311.306 72.500

247.007 12.600 31.500

6.709 6.123 1.950 2.543

152.548 987.185 702.116

1.276.130 467.911 257.400 278.348 88.200

181.818 15.846 44.771 17.010

3.839

436.516

1.569.085 506.118

1.676.130 1.225.819 3.855.610

652.006 996.690 67.542 23.169 24.593

- 4.591

1.077.640 3.162.870 2.611.690 3.429.260 2.124.000 1.199.010 1.558.790 1.391.790

313.560 52.700 78.300 25.080 14.780

Jumlah 2.093.677 2.431.802 4.476.122 11.017.899 20.039.500

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (2004a) 3. Kondisi Geologi/Jenis Tanah

Kondisi geologi/jenis tanah yang terdapat di wilayah propinsi Kalimantan Timur dapat dijelaskan

dengan penggunaan peta sistem lahan (RePPPRoT, 1987) yang secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran dan Nama Sistem Lahan di Propinsi Kalimantan Timur

No. Nama Sistem Lahan Kode Sistem Lahan Taksonomi Tanah

1. Bakunan BKN Tropaquepts,Fluvaquents, Tropofluvents 2. Beliti BLI Fluvaquents, Tropaquepts 3. Bukit pandan BPD Dystropepts, Paleudults, Tropudults 4. Barah BRH Placaquods,, Trpopsamments, Tropohemists 5. Beriwit BRW Tropudults, Dysropepts, Troporthods 6. Batu Ajan BTA Tropudults 7. Barong Tongkok BTK Tropudults 8. Gunung Baju GBJ Rendolls, Eutropepts 9. Gambut GBT Tropohemist, Tropofibrist

10. Gunung Diangan GDG Tropudults, Dysropepts, Haplorthoxs 11. Honja HJA Rendolls, Eutropepts 12. Juloh JLH Dystropepts, Tropudults 13. Kahayan KHY Tropaquepts, Fluvaquents, Tropohemist 14. Kajapah KJP Sulfaquents, Hydraquents 15. Klaru KLR Tropaquepts,Fluvaquents 16. Kapor KPR Tropudults, Tropudalfs, Eutropepts 17. Lohai LHI Tropudults, Dystropepts 18. Luang LNG Tropudults, Dystropepts 19. Liang Paran LPN Tropudults 20. Lawangguang LWW Tropudults, Tropaquepts 21. Mendawai MDW Troposaprists,Trpohemists,Tropaquents 22. Mangkaho MGH Tropaquepts, Tropaquents, Tropudults 23. Maput MPT Tropudults, Dystropepts 24. Mantalat MTL Tropudults, Dystropepts 25. Okki OKI Rendolls, Eutropepts, Tropofolist 26. Pendereh PDH Tropudults, Dystropepts

Page 78: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

162

No. Nama Sistem Lahan Kode Sistem Lahan Taksonomi Tanah

27. Pakau PKU Placaquods, Tropopsamments, Dystropepts 28. Pakalunai PLN Dystropepts, Tropudults 29. Paminggir PMG Fluvaquents, Tropaquepts 30. Pulau Sebatik PST Tropohumods, Paleudults,Tropudults 31. Putting PTG Pasmmaquents, Tropaquents, Tropopsamments 32. Rangankao RGK Tropudults, Dystropepts, Tropaquepts 33. Sebangau SBG Tropaquepts,Fluvaquents, Tropofluvents 34. Sungai Medang SMD Tropudults 35. Sungai Seratai SST Tropudults, Dysropepts, Troporthods 36. Sungai Tabang STB Tropudults 37. Tambera TBA Tropudults, Tropohumults, Dystropepts 38. Tandur TDR Tropudults, Dysropepts, Troporthods 39. Tanjung TNJ Tropaquepts,Fluvaquents 40. Tewai Baru TWB Tropudults, Dystropepts 41. Teweh TWH Tropudults, Dystropepts 42. Telawi TWI Tropudults, Dystropepts

Sumber: RePPPRoT (1987) 4. Kondisi Hidrologi

Propinsi Kalimantan Timur memiliki potensi sumberdaya air yang sangat besar. Potensi sumberdaya air yang berasal dari sungai diperkirakan mencapai 325.380 juta m3/tahun, danau 42.917 juta m3 dan waduk 3,80 juta m3. Sedangkan potensi air tanah tidak terlalu besar dibandingkan potensi air permukaan, tersebar dalam 7 Cekungan Air Tanah (CAT) yaitu CAT Balikapapan, CAT Bontang, CAT Tenggarong, CAT Tanjung Redeb, CAT Tanjung Selor, CAT Tanah Grogot dan CAT Kota Bangun.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 39/PRT/1989 Tentang Pembagian Wilayah Sungai, sungai-sungai di Kalimantan Timur memiliki 5 Wilayah Sungai (WS) yaitu (04.10 Sesayap, 04.11 Kayan, 04.12 Berau-Kelai, 04.13 Karangan, dan 04.14 Mahakam) yang terdiri dari 164 sungai induk. Sedangkan jumlah danau di Kalimantan Timur berjumlah 17 buah, keseluruhannya berada di Kabupaten Kutai dengan danau yang paling luas yaitu Danau Jempang, Danau Semayang dan Danau

Melintang dengan luas masing-masing 15.000 hektar, 13.000 hektar dan 11.000 hektar. Sebagaimana sumberdaya air di Indonesia, sumberdaya air di Kalimantan Timur juga menghadapi permasalahan, di antaranya terjadi kerusakan dan hilangnya daerah tangkapan air, hilangnya daerah yang berperan sebagai retarding basin, menurunnya kualitas air, terjadinya fluktuasi debit aliran saat musim hujan dan musim kemarau, sedimentasi dan meningkatnya jumlah pemakaian air. Permasalahan tersebut telah menyebabkan menurunnya daya dukung sumberdaya air bagi kehidupan masyarakat Kalimantan Timur dan menyebabkan terjadinya bencana banjir, pendangkalan, gagal panen, terbatasnya air bersih, dan naiknya biaya pengolahan dan konsumsi air. 5. Kondisi Penutupan Lahan

Kondisi/tipe penutupan lahan dan luasannya yang terdapat di wilayah propinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tipe Penutupan Lahan dan Luasannya di Kalimantan Timur

No. Tipe Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Hutan Mangrove Primer 73.904 0,35 2. Hutan Mangrove Sekunder 1.970.740 9,30 3. Hutan Lahan Kering Primer 76.992 0,36 4. Hutan Rawa Primer 46.804 0,22 5. Hutan Rawa Sekunder 977.203 4,61 6. Hutan Lahan Kering Sekunder 1.794.826 8,47 7. Hutan Tanaman Industri 74.616 0,35 8. Belukar 3.716.169 17,54 9. Belukar Rawa 1.922.938 9,07

10.

Page 79: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

163

No. Tipe Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

11. Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak 1.317.324 6,22 12. Pertanian Lahan Kering 315.478 1,49 13. Sawah 42.651 0,20 14. Perkebunan 69.171 0,33 15. Pertambangan 45.631 0,22 16. Tanah Terbuka 1.760.541 8,31 17. Tambak 825.439 3,90 18. Rawa 3.841.809 18,13 19. Air 5.428 0,03 20. Pemukiman 369.954 1,75 21. Lain-lain 1.942.382 9,17

Jumlah 21.190.000 100,00 Sumber: BAPLAN (2004) B. Kondisi Klimatologi

Kalimantan Timur yang beriklim tropis basah mempunyai musim yang agak berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya, yang ditunjukkan oleh ketidakjelasan perbedaan antara musim hujan dan musim kering (kemarau), atau sepanjang tahun sering terjadi hujan. Namun demikian, akibat pengaruh perubahan iklim global (climate change), seperti kejadian El Nino secara periodik bisa menyebabkan musim kering/kemarau relatif panjang yang mengakibatkan terjadi bencana

kebakaran hutan dan lahan, selanjutnya disusul kejadian La Nina yang dapat mengakibatkan terjadi bencana banjir.

Wilayah propinsi Kalimantan Timur secara umum berdasarkan Sistem Klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk wilayah yang relatif sangat basah dengan curah hujan relatif tinggi. Selain itu, juga dicirikan oleh kelembaban yang relatif tinggi dan beriklim panas dengan perubahan suhu yang relatif kecil atau tidak berfluktuasi (Tabel 5).

Tabel 5. Data Klimatologi Bebarapa Stasiun di Kalimantan Timur

Uraian S t a s i u n

Samarinda Balik-papan Tarakan Tanjung

Selor Tanjung Redep Long Bawan Nunukan Suhu Udara (oC): - minimum - maksimum Kelembaban Udara (%) Tekanan Udara (mb) Kecepatan Angin (knot) Curah Hujan (mm) Penyinaran Matahari (%)

23,43 32,17

81,42

1.011,92

1,81

195,44

15,39

22,88 32,62

87,07

1.011,32

6,30

267,32

11,33

24,00 30,75

83,81

1.010,00

5,17

183,28

52,67

22,71 34,69

83,67

1.009,96

1,35

204,22

49,46

23,02 32,18

85,25

1.012,43

3,58

180,01

46,42

18,83 29,89

86,25

0,00

51,00

122,39

654,00

23,42 31,37

83,83

1.010,00

5,17

181,28

52,67

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (2004a) C. Kondisi Sosial Ekonomi Budaya di Kalimantan Timur 1. Wilayah Administrasi Pemerintahan

Propinsi Kalimantan Timur terdiri atas 4 (empat) wilayah administrasi pemerintahan kota dan 9 (sembilan) wilayah administrasi pemerintahan kabupaten, yang memiliki 113 kecamatan dan 1.334

desa/kelurahan. Kabupaten Malinau merupakan daerah yang paling luas yaitu 41.990,40 ha, dan yang paling kecil adalah Kota Samarinda dengan luas 783 ha. Jumlah kecamatan dan desa/kelurahan pada masing-masing wilayah administrasi pemerintahan kabupaten/kota di propinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 6.

Page 80: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

164

Tabel 6. Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan serta Luas Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di Propinsi Kalimantan Timur

No. Kabupaten/Kota Banyaknya Luas Wilayah Kecamatan Desa (ha) (%)

1. Pasir 8 110 1.246.056 5,45 2. Kutai Barat 15 211 3.162.870 13,84 3. Kutai Kartanegara 18 212 2.897.298 12,67 4. Kutai Timur 11 111 3.731.720 16,32 5. Berau 11 102 3.412.747 14,93 6. Malinau 9 135 4.199.040 18,37 7. Bulungan 13 87 1.900.305 8,31 8. Nunukan 6 218 1.696.666 7,42 9. Panajam Pasir Utara 4 46 333.310 1,46

10. Balikpapan 5 27 86.718 0,38 11. Samarinda 6 42 78.300 0,34 12. Tarakan 4 18 65.733 0,29 13. Bontang 3 15 49.757 0,22

Jumlah 113 1.334 22.860.520 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (2004a) 2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Penduduk Propinsi Kalimantan Timur dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Pertumbuhan penduduk di Kalimantan Timur tidak merata sepanjang tahun, antara tahun 1995-1996 pertumbuhan penduduk mencapai 3,94%, tahun 1996-1997 sekitar 4,30 %, tahun 1999-2000 sebesar 2,58%,

pada tahun 2000-2001 sebesar 3,27%, tahun 2001-2002 tercatat 2,75% dan pada tahun 2002-2003 sebesar 5,72%. Jumlah penduduk terbanyak adalah 561.471 jiwa, sedangkan yang paling sedikt adalah Kabupaten Malinau sebanyak 46.694 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi di Kota Samarinda, tetapi pertumbuhan penduduk terbesar adalah Kota Tarakan sebesar 24,4% (Tabel 7).

Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk pada Kabupaten/ Kota di Propinsi Kalimantan Timur

Kabupaten/Kota

Luas (km2)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12. 13.

Pasir Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Malinau Bulungan Nunukan Panajam Paser Utara Balikpapan Samarinda Tarakan Bontang

12.460,56 31.628,70 28.972,98 37.317,20 34.127,47 41.990,40 19.003,05 16.966,66 3.333,10

867,18 783,00 657,33 497,57

172.845 143.664 489.499 163.549 133.386 46.694 94.564

104.112 113.659 128.819 561.471 148.319 113.270

13,87 4,54

16,58 4,38 3,91 1,11 4,98 6,14

31,10 191,50 717,08 225,64 227,65

Jumlah 228.605,20 2.413.851 Rataan (10,56)

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur (2004a) 3. Pendidikan, Kesehatan, Keamanan, Agama dan Kemiskinan

Banyaknya sekolah dari tingkat SD hingga SMU/SMK sejak tahun pembelajaran 1999/2000 hingga 2003/2004 tercatat adanya peningkatan. Pada tahun 2003/2004 jumlah sekolah keseluruhan mencapai 3.096 sekolah, yang terdiri atas 2.321 SD, 485 SLTP, dan 290 untuk tingkat SMU/SMK. Rasio murid-guru untuk SD antara 20-24 orang, sedangkan untuk tingkat SLTP dan SMU/SMK 15-18 orang.

Hingga tahun 2002, pemerintah telah membangun 167 unit puskesmas dan 593 unit puskesmas pembantu, dan jumlah tersebut bertambah 2 unit puskesmas dan 5 unit puskesmas pembantu pada tahun 2003. Jumlah dokter puskesmas mencapai 380 orang pada tahun 2003, naik sebanyak 6 orang dibandingkan tahun 2002. Hingga tahun 2003 jumlah rumah sakit mencapai 31 buah terdiri dari 2.978 tempat tidur, dan jumlah tenaga medis sebanyak 1.246 orang.

Di Propinsi Kalimantan Timur terdapat Polda Kaltim yang membawahi 12 Polres dan 1 Poltabes,

Page 81: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

165

selain itu terdapat 1 Kodam (Kodam Tanjung Pura) yang membawahi seluruh Kalimantan, 1 Korem dan 13 Kodim yang tersebar di tiap-tiap kabupaten/kota. Pada tahun 2003, perkara yang ditangani oleh Polda Kaltim mencapai 4.792 perkara yang dilaporkan, sedangkan perkara yang ditangani Kejaksaan Tinggi Kaltim mencapai 38.616 kasus.

Penduduk Kaltim sebagian besar (82,20%) beragama islam, selebihnya 9,98% beragama kristen protestan, 5,62% beragama Kristen katolik, 1.02 % beragama budha dan 1,09% beragama hindu. Jumlah sarana ibadah pada tahun 2003 terdiri atas 4.150 buah masjid/langgar, 591 gereja protestan, 332 gereja katolik, 45 pura dan 41 vihara.

Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur mencapai 12,15% penduduk Propinsi Kalimantan Timur atau sebanyak 328.597 jiwa, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2002 yang mencapai 313.040 jiwa. Dibandingkan wilayah desa, ternyata jumlah penduduk miskin kota jumlahnya lebih banyak untuk 2-3 tahun terakhir.

III. METODE STUDI Metode pendekatan yang digunakan dalam

studi ini meliputi metode kompilasi data, prosedur studi dan analisis data.

A. Kompilasi Data Data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini antara lain sebagai berikut: 1. Pengumpulan dan inventarisasi data yang berupa

data biogeofisik, data klimatik, data kondisi sosial ekonomi dan data kebijakan pembangunan wilayah yang terdapat pada beberapa DAS di Kalimantan Timur;

2. Data biogeofisik meliputi peta dasar dan peta tematik, diantaranya Peta DAS Kalimantan Timur, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Peta Administrasi Wilayah Pemerintahan, Peta Rupa Bumi, Peta Penutupan Lahan (Tata Guna Lahan), Peta Topografi (Kontur), Peta Hidrologi, Peta Jaringan Sungai (Pola Drainase), Peta Geologi dan Jenis Tanah/Peta Sistem Lahan (Reppprot), Potret Udara dan Citra Landsat serta GIS;

3. Data klimatik berupa Peta Curah Hujan/Data Curah Hujan yang terdapat di Kalimantan Timur;

4. Data kondisi sosial ekonomi dan data kebijakan pembangunan wilayah, antara lain Data Statistik, Data Perkembangan Demografi, Data Sosial Ekonomi Masyarakat dan Monografi Desa, serta data/informasi yang terkait dengan kebijakan pembangunan wilayah di Kalimantan Timur.

B. Prosedur Studi Prosedur dalam pelaksanaan pekerjaan studi ini diantaranya dapat dirinci sebagai berikut:

1. Menyeleksi beberapa DAS dan Sub DAS yang terdapat di Kalimantan Timur yang memungkinkan untuk dilakukan studi dan dapat dianalisis sesuai dengan ketentuan kriteria penetapan DAS kritis;

2. Menentukan beberapa DAS dan Sub DAS di Kalimantan Timur menggunakan rujukan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai di Kalimantan Timur, sedangkan untuk menentukan kriteria penetapan DAS kritis merujuk Surat Keputusan (SK) Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997 tentang Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai (DAS);

3. Dalam penentuan urutan prioritas DAS kritis di Kalimantan Timur dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis kriteria lahan kritis, hidrologi, sosial ekonomi, investasi dan kebijakan pembangunan wilayah pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti;

4. Menentukan nilai-nilai sub kriteria luasan lahan kritis dan penutupan lahan (land cover) pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis peta penutupan lahan/pola penggunaan lahan, peta topografi, peta geologi/jenis tanah, peta hidrologi dan peta/data iklim (curah hujan) pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti;

5. Menentukan nilai sub kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti dengan cara memprediksi/ memprakirakan laju erosi tanah pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti melalui pendekatan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) menurut Wischmeier and Smith (1978) dan matriks kombinasi antara prakiraan laju erosi tanah tahunan dengan tingkat kedalaman solum tanah untuk menentukan Tingkat Bahaya Erosi (Anonim, 1998);

6. Menentukan nilai sub kriteria muatan sedimen pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti dengan cara menggunakan pendekatan rumus “Sediment Delivery Ratio” atau disingkat SDR (Hammer, 1981 dalam Asdak, 1995) dan (Robinson, 1979 dalam Arsyad, 1989);

7. Menentukan nilai sub kriteria Indeks Penggunaan Air (IPA) dengan cara menggunakan data sekunder kebutuhan dan potensi persediaan air pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti;

8. Menentukan nilai sub kriteria Coefision of Variation (CV) dengan cara mengggunakan pendekatan rumus Indeks Rejim Air (IRA) dari data debit limpasan air sungai pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti (Anonim, 1988);

9. Menentukan nilai sub kriteria kualitas air dengan cara membandingkan data kualitas air pada

Page 82: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

166

masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti dengan rujukan standar kualitas air dari Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Anonim, 1988);

10. Menentukan nilai-nilai sub kriteria tekanan penduduk, indeks kesadaran masyarakat terhadap konservasi tanah, tingkat kesejahteraan penduduk dalam DAS dan jumlah desa tertinggal dilakukan dengan cara menggunakan data kondisi sosial ekonomi yang tersedia pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti;

11. Menentukan nilai-nilai sub kriteria nilai perbandingan terhadap bangunan air dan nilai jual obyek pajak digunakan data investasi, sedangkan nilai sub kriteria keberadaan kawasan lindung, kawasan andalan, kawasan khusus dan kawasan timur Indonesia digunakan data kebijakan pembangunan wilayah yang terdapat pada masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti;

12. Mengkalkulasikan dan menganalisis data nilai-nilai sub kriteria seperti tersebut di atas, kemudian mengelompokkan dalam nilai-nilai kriteria lahan kritis, hidrologi, sosial ekonomi, investasi dan kebijakan pembangunan wilayah dari setiap DAS dan Sub DAS yang diteliti;

13. Menyusun urutan prioritas DAS kritis dengan cara membandingkan nilai total kriteria dari masing-masing DAS dan Sub DAS yang diteliti;

14. Apabila mempertimbangkan karakteristik kondisi DAS dan Sub DAS di Kalimantan Timur yang mungkin ada beberapa perbedaan dengan kondisi DAS lainnya di Indonesia, maka dalam penelitian ini dicoba dilakukan modifikasi terhadap nilai-nilai kriteria dan sub kriteria penetapan urutan prioritas DAS dari S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997) yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi DAS di Kalimantan Timur.

C. Analisis Studi Analisis dalam pelaksanaan studi ini antara lain dapat dirinci sebagai berikut: 1. Kriteria Penetapan Prioritas DAS Kritis

1. Menganalisis kriteria dan sub kriteria untuk menetapkan prioritas DAS kritis di Kalimantan Timur sesuai dengan S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997 secara rinci disajikan pada Tabel 8.

2. 2. Penetapan Urutan Prioritas DAS

Penetapan urutan prioiritas DAS di wilayah Kalimantan Timur dengan cara menggunakan teknik ‘kelas’ dan ‘skor’ terhadap data yang tersedia di masing-masing DAS, selanjutnya dilakukan

pembobotan sesuai persentase kriteria dan dijumlah sehingga diperoleh nilai skor total dengan mengacu secara utuh pada SK Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan No. 128/Kpts/V/1997 tentang Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai (DAS) tanggal 11 Desember 1997. 3. Modifikasi Penetapan Urutan Prioritas DAS

Sehubungan dengan adanya karakteristik DAS dan Sub DAS di wilayah Kalimantan Timur yang relatif berbeda dengan DAS-DAS lainnya di Indonesia, terutama antara lain mengenai: (a). kondisi biogeofisik yang diindikasikan oleh

penutupan lahan yang didominasi vegetasi belukar/semak, hutan dan rawa, topografi/fisiografi yang bergelombang, tanah yang didominasi oleh jenis ultisol (podsolik merah kuning) yang bersifat rentan tehadap erosi, dan pola jaringan sungai yang berupa pola dendritik (percabangan pohon) yang bersifat relatif cepat melimpaskan air;

(b). kondisi klimatik diantaranya yang dicirikan oleh curah hujan relatif tinggi yang turun sepanjang tahun dan kelembaban yang relatif tinggi, serta secara periodik sering dipengaruhi oleh El Nino maupun La Nina;

(c). kombinasi pengaruh karakteristik kondisi biogeofisik dan klimatik tersebut dapat mempermudah kemungkinan terjadi bencana banjir, erosi dan sedimentasi maupun kebakaran hutan dan lahan pada saat terjadi El Nino;

(d). kondisi sosial ekonomi seperti jumlah penduduk yang relatif sedikit dan kepadatan penduduk rata-rata relatif kecil yang tersebar tidak merata, sebagian besar mata pencahariannya masih tergantung pada usaha di bidang pertanian, pemanfaatan hasil hutan dan perdagangan yang dampak kegiatan usahanya terhadap degradasi kawasan dan sumberdaya alam jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam oleh perusahaan-perusahaan yang hanya berorientasi pada profit semata dan tidak memperhatikan prinsip kelestarian.

Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dicoba disesuaikan dengan karakteristik kondisi DAS di wilayah Kalimantan Timur dengan cara memodifikasi Kriteria Penetapan Urutan Prioritas DAS menurut SK Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan No. 128/Kpts/V/1997 tersebut, khususnya pada jumlah kriteria beserta nilai persentase pembobotan dari kriteria maupun sub kriteria sebagai berikut: (a). Kriteria lahan kritis (bobot 40%) tersusun atas

sub kriteria lahan kritis (bobot 20%) + tingkat bahaya erosi (bobot 13%) + penutupan lahan (bobot 7%);

Page 83: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

167

Tabel 8. Kriteria Penetapan Prioritas DAS sesuai dengan S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI

No. 128/Kpts/V/1997 No. Kriteria Sub Kriteria Nilai (%) Kelas Skor Keterangan 1 Lahan Kritis

(44,7%) 1. Lahan Kritis (28%) 0-5 I 0.20 (LK/LDAS) x 100%

>5-10 II 0.40 >10-15 III 0.60 >15-20 IV 0.80

>20 V 1.00 2. TBE (12,5%) SR 0 0.20 USLE

R I 0.40 S II 0.60 B III 0.80

SB IV 1.00 3. Land Cover (4,2%) >80-100 I 0.20 (LH/LDAS) x 100%

>60-80 II 0.40 >40-60 III 0.60 >20-40 IV 0.80

0-20 V 1.00 2 Hidrologi

(19,8%) 1. Muatan Sedimen (10%) 0-15 I 0.20 Ton/ha/tahun

>15-60 II 0.40 >60-180 III 0.60

>180-480 IV 0.80 >480 V 1.00

2. IPA (4,9%) 0-2 I 0.20 Kebutuhan/Run off >2-4 II 0.40 >4-6 III 0.60 >6-8 IV 0.80

>8 V 1.00 3. CV (3,7%) 0-1 I 0.20 CV > amat kritis

>1-2 II 0.40 >2-3 III 0.60 >3-4 IV 0.80

>4 V 1.00 4. Kualitas Air (1,2%) A 0.25 Standar Baku Mutu

Menteri LH B 0.50 C 0.75 D 1.00

3 Sosial Ekonomi (22,8%)

1. Tekanan Penduduk (15%)

<1.0 I 0.20 Rerata Tertimbang =1.0 II 0.60 >1.0 III 1.00

2. IKM thd Konservasi (2,2%)

>80 I 0.20 (KK anggota KT / Jumlah KK Petani) x 100 %. >60-80 II 0.40

>40-60 III 0.60 >20-40 IV 0.80

0-20 V 1.00 3. Tingkat Kesejah. Pend. (4,6%)

<20 I 0.20 (Jml Pend Miskin / Jml DAS) x 100 %.

20-40 II 0.40 >40-60 III 0.60 >60-80 IV 0.80

>80 V 1.00 4. Jumlah Desa Tertinggal (1%)

<20 I 0.20 (Jml DT/Jml Desa) x 100 % 20-40 II 0.40

>40-60 III 0.60 >60-80 IV 0.80

>80 V 1.00

Page 84: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

168

No. Kriteria Sub Kriteria Nilai (%) Kelas Skor Keterangan 4 Investasi (8%) 1 Nilai Perlindungan thd

Bangunan Air (4%) I 0.20

II 0.40 III 0.60 IV 0.80 V 1.00

2. NJOP (4%) I 0.20 II 0.40 III 0.60 IV 0.80 V 1.00

5 Kebijakan Pembangunan Wilayah (4,7%)

1. Kawasan Lindung (1,7%) >80 I 0.20 >60-80 II 0.40 >40-60 III 0.60 >20-40 IV 0.80

0-20 V 1.00 2. Kawasan Andalan (1,5%)

Tidak ada

0

Ada 0.20 3. Kawasan Khusus (1%) Tidak

ada 0

Ada 0.20 4. Kawasan Timur Ind. (0,5%)

Tidak ada

0

Ada 0.20 Catatan: Jika data tidak tersedia maka dapat diisikan klas sedang (III), atau jika untuk DAS tertentu sulit datanya dikumpulkan maka dapat

menggunakan nilai DAS terdekat. 3.

(b). Kriteria hidrologi (bobot 40%) tersusun atas sub kriteia muatan sedimen (bobot 15) + indeks penggunaan air (bobot 7%) + Coefficient of Variation (bobot 13%) + kualitas air (bobot 5%);

(c). Kriteria sosial ekonomi (bobot 20%) tersusun atas sub kriteria tekanan penduduk (bobot 5%) + indeks kesadaran masyarakat terhadap konservasi tanah (bobot 5%) + tingkat kesejahteraan penduduk (bobot 5%) + jumlah desa tertinggal (bobot 5%).

IV. HASIL SELEKSI PENENTUAN PRIORITAS DAS KRITIS

Dalam penentuan prioritas DAS dan Sub DAS yang didasarkan atas tingkat kekritisannya di wilayah propinsi Kalimantan Timur, mulai dari wilayah bagian utara ke arah bagian selatan yang terpilih dari hasil seleksi untuk diteliti sebanyak 25 DAS dan Sub DAS. A. Nilai Prioritas DAS Kritis sesuai dengan S.K.

Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997

Nilai Prioritas DAS berdasarkan kekritisannya ini diperoleh dari penjumlahan nilai total dari masing-masing kriteria yaitu lahan kritis, hidrologi, sosial ekonomi, investasi dan kebijakan pembangunan wilayah. Hasil perhitungan tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 menunjukkan bahwa total nilai prioritas DAS berdasarkan kekritisannya dari 25 DAS

yang diteliti secara keseluruhan berkisar antara 43.54% – 66.38%. Nilai prioritas DAS tertinggi yaitu sebesar 66.38% terjadi pada Sub DAS Karang Mumus, kemudian secara berturut-turut disusul oleh DAS Telake, DAS Kendilo, DAS Tunan, DAS Riko, DAS Sepaku, DAS Semoi, Sub DAS Belayan, DAS Santan, Sub DAS Kedang Kepala, DAS Manggar, DAS Bontang, DAS Sebuku, DAS Sembakung, DAS Enggelam, DAS Sesayap, Sub DAS Kahala, DAS Karangan, DAS Bengalun, DAS Kayan, Sub DAS Kedang Pahu, DAS Kelay, Sub DAS Mahakam (Melak) dan DAS Segah, sedangkan nilai urutan prioritas DAS terendah yaitu sebesar 43.54% terjadi pada DAS Wain. Selanjutnya, dari Tabel 9 juga dapat disusun urutan prioritas DAS berdasarkan kekritisannya yang secara rinci disajikan pada Tabel 10, sedangkan gambaran/peta urutan prioritas DAS kritis sesuai dengan S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan tersebut disajikan pada Gambar 1. B. Nilai Prioritas DAS Kritis Hasil Modifikasi S.K.

Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997

Nilai Prioritas DAS berdasarkan kekritisannya ini diperoleh dari penjumlahan nilai total dari ketiga kriteria hasil modifikasi yaitu lahan kritis (bobot 40%), hidrologi (bobot 40%) dan sosial ekonomi (bobot 20%), sehingga kriteria investasi dan kebijakan pembangunan wilayah ditiadakan. Selain itu, nilai persentase dari sub kriteria juga dimodifikasi, yaitu:

Page 85: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

169

(1). kriteria lahan kritis tersusun oleh sub kriteria lahan kritis (bobot 20%), tingkat bahaya erosi (bobot 13%), dan penutupan lahan (bobot 7%);

(2). kriteria hidrologi tersusun oleh sub kriteia muatan sedimen (bobot 15), indeks penggunaan air (bobot 7%), Coefficient of Variation (bobot 13%), dan kualitas air (bobot 5%);

(3). kriteria sosial ekonomi (bobot 20%) tersusun oleh sub kriteria tekanan penduduk (bobot 5%), indeks kesadaran masyarakat terhadap konservasi tanah (bobot 5%), tingkat kesejahteraan penduduk (bobot 5%), dan jumlah desa tertinggal (bobot 5%).

Hasil perhitungan nilai prioritas DAS berdasarkan kekritisannya dari hasil modifikasi tersebut di atas secara rinci disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 menunjukkan bahwa total nilai prioritas DAS berdasarkan kekritisannya dari 25 DAS

yang diteliti secara keseluruhan berkisar antara 48.1% – 72.4%. Nilai prioritas DAS tertinggi yaitu sebesar 72.4% terjadi pada Sub DAS Karang Mumus, kemudian secara berturut-turut disusul oleh DAS Telake, Sub DAS Belayan, DAS Kendilo, DAS Tunan, DAS Santan, DAS Sepaku, DAS Riko, DAS Semoi, Sub DAS Enggelam, Sub DAS Kedang Kepala, Sub DAS Mahakam (Melak), DAS Bontang, DAS Manggar, Sub DAS Kahala, DAS Kelay, DAS Karangan, DAS Bengalun, Sub DAS Kedang Pahu, DAS Sebuku, DAS Sembakung, DAS Sesayap, DAS Segah dan DAS Kayan, sedangkan nilai urutan prioritas DAS terendah yaitu sebesar 48.1% terjadi pada DAS Wain. Selanjutnya, dari Tabel 11 juga dapat disusun urutan prioritas DAS berdasarkan kekritisannya yang secara rinci disajikan pada Tabel 12, sedangkan gambaran/peta urutan prioritas DAS kritis hasil modifikasi S.K. tersebut disajikan pada Gambar 2.

Tabel 9. Penentuan Nilai Prioritas DAS Berdasarkan Kekritisannya dari 25 DAS di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur

Tabel 10. Urutan Prioritas Kekritisan pada 25 DAS dan Sub DAS di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur sesuai dengan S.K. Dirjen

Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997.

Lahan Kritis Hidrologi Sosial

Ekonomi Investasi Kbjk. Pemb. Wil. TOTAL NILAI No. Nama DAS/Sub DAS Luas (ha) 44.70% 19.80% 22.80% 8.00% 4.70% 100.00%

1. DAS Sebuku 552147.30 38.84 7.58 6.80 3.2 1.12 57.54 2. DAS Sembakung 524896.62 38.84 7.58 6.80 3.2 1.12 57.54 3. DAS Sesayap 1003300.00 38.84 6.84 6.80 3.2 1.12 56.80 4. DAS Kayan 3605117.34 38.84 5.80 7.72 3.2 0.78 56.34 5. DAS Segah 639317.39 38.84 6.54 5.88 1.6 0.78 53.64 6. DAS Kelay 664829.20 39.68 6.54 6.68 1.6 0.78 55.28 7. DAS Karangan 477050.63 40.52 7.28 5.88 1.6 1.12 56.40 8. DAS Bengalun 283900.00 40.52 7.28 5.88 1.6 1.12 56.40 9. DAS Bontang 11699.67 39.70 7.28 5.88 4.0 0.78 57.64

10. DAS Santan 125475.79 42.20 7.28 6.28 1.6 1.12 58.48 11. Sub DAS Mhkm (Melak) 2637300.00 38.84 7.28 6.68 1.6 0.78 55.18 12. Sub DAS Belayan 997728.75 42.18 7.58 6.68 1.6 1.12 59.16 13. Sub DAS Kedang Kepala 1028600.00 43.02 6.84 5.88 1.6 1.12 58.46 14. Sub DAS Enggelam 47132.00 41.36 7.58 5.88 1.6 1.12 57.54 15. Sub DAS Kahala 82156.00 41.36 6.84 5.88 1.6 1.12 56.80 16. Sub DAS Kedang Pahu 680034.16 39.68 7.58 5.88 1.6 1.12 55.86 17. Sub DAS Karang Mumus 36527.73 44.70 9.88 5.88 4.8 1.12 66.38 18. DAS Manggar 13250.33 39.70 7.28 5.88 4.8 0.78 58.44 19. DAS Wain 10539.49 25.14 7.28 5.88 4.8 0.44 43.54 20. DAS Semoi 24329.05 41.36 7.28 6.28 3.2 1.12 59.24 21. DAS Sepaku 32539.66 41.36 7.58 6.28 3.2 1.12 59.54 22. DAS Riko 66021.54 42.18 7.58 6.28 3.2 1.12 60.36 23. DAS Tunan 80345.21 43.02 7.58 6.28 3.2 1.12 61.20 24. DAS Telake 222968.51 43.02 7.58 6.68 3.2 1.12 61.60 25. DAS Kendilo 354033.82 42.18 7.58 6.68 4.0 0.78 61.22

Page 86: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

170

Gambar 1. Peta Urutan Prioritas Kekritisan pada 25 DAS dan Sub DAS di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur sesuai

dengan S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997.

No. Urut Nama DAS/Sub DAS Luas (ha) Total Nilai (%)

1. Sub DAS Karang Mumus 36527.73 66.38 2. DAS Telake 222968.51 61.60 3. DAS Kendilo 354033.82 61.22 4. DAS Tunan 80345.21 61.20 5. DAS Riko 66021.54 60.36 6. DAS Sepaku 32539.66 59.54 7. DAS Semoi 24329.05 59.24 8. Sub DAS Belayan 997728.75 59.16 9. DAS Santan 125475.79 58.48

10. Sub DAS Kedang Kepala 1028600.00 58.46 11. DAS Manggar 13250.33 58.44 12. DAS Bontang 11699.67 57.64 13. DAS Sebuku 552147.30 57.54 14. DAS Sembakung 524896.62 57.54 15. Sub DAS Enggelam 47132.00 57.54 16. DAS Sesayap 1003300.00 56.80 17. Sub DAS Kahala 82156.00 56.80 18. DAS Karangan 477050.63 56.40 19. DAS Bengalun 283900.00 56.40 20. DAS Kayan 3605117.34 56.34 21. Sub DAS Kedang Pahu 680034.16 55.86 22. DAS Kelay 664829.20 55.28 23. Sub DAS Mahakam (Melak) 2637300.00 55.18 24. DAS Segah 639317.39 53.64 25. DAS Wain 10539.49 43.54

Page 87: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

171

Tabel 11. Penentuan Nilai Prioritas DAS Kritis Berdasarkan Hasil Modifikasi pada 25 DAS di Kalimantan Timur

Tabel 12. Urutan Prioritas Kekritisan pada 25 DAS dan Sub DAS di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur Hasil Modifikasi S.K. Dirjen

Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997.

Lahan Kritis Hidrologi Sosial Ekonomi Total Nilai No. Nama DAS/Sub DAS Luas (ha) 40% 40% 20% 100%

1 DAS Sebuku 552147.30 31.8 21.15 8 60.95 2 DAS Sembakung 524896.62 31.8 21.15 8 60.95 3 DAS Sesayap 1003300.00 31.8 18.55 8 58.35 4 DAS Kayan 3605117.34 31.8 14.7 9 55.5 5 DAS Segah 639317.39 31.8 17.3 7 56.1 6 DAS Kelay 664829.20 33.2 17.3 11 61.5 7 DAS Karangan 477050.63 34.6 19.9 7 61.5 8 DAS Bengalun 283900.00 34.6 19.9 7 61.5 9 DAS Bontang 11699.67 34.8 19.9 7 61.7

10 DAS Santan 125475.79 37.4 19.9 9 66.3 11 Sub DAS Mahakam (Melak) 2637300.00 31.8 19.90 11 62.7 12 Sub DAS Belayan 997728.75 35.8 21.15 11 67.95 13 Sub DAS Kedang Kepala 1028600.00 37.2 18.55 7 62.75 14 Sub DAS Enggelam 47132.00 36 21.15 7 64.15 15 Sub DAS Kahala 82156.00 36 18.55 7 61.55 16 Sub DAS Kedang Pahu 680034.16 33.2 21.15 7 61.35 17 Sub DAS Karang Mumus 36527.73 40 25.4 7 72.4 18 DAS Manggar 13250.33 34.8 19.9 7 61.7 19 DAS Wain 10539.49 21.2 19.9 7 48.1 20 DAS Semoi 24329.05 36 19.9 9 64.9 21 DAS Sepaku 32539.66 36 21.15 9 66.15 22 DAS Riko 66021.54 35.8 21.15 9 65.95 23 DAS Tunan 80345.21 37.2 21.15 9 67.35 24 DAS Telake 222968.51 37.2 21.15 11 69.35 25 DAS Kendilo 354033.82 35.8 21.15 11 67.95

No. Urut Nama DAS/Sub DAS Luas (ha) Total Nilai (%)

1. Sub DAS Karang Mumus 36527.73 72.40 2. DAS Telake 222968.51 69.35 3. Sub DAS Belayan 997728.75 67.95 4. DAS Kendilo 354033.82 67.95 5. DAS Tunan 80345.21 67.35 6. DAS Santan 125475.79 66.30 7. DAS Sepaku 32539.66 66.15 8. DAS Riko 66021.54 65.95 9. DAS Semoi 24329.05 64.90

10. Sub DAS Enggelam 47132.00 64.15 11. Sub DAS Kedang Kepala 1028600.00 62.75 12. Sub DAS Mahakam (Melak) 2637300.00 62.70 13. DAS Bontang 11699.67 61.70 14. DAS Manggar 13250.33 61.70 15. Sub DAS Kahala 82156.00 61.55 16. DAS Kelay 664829.20 61.50 17. DAS Karangan 477050.63 61.50 18. DAS Bengalun 283900.00 61.50 19. Sub DAS Kedang Pahu 680034.16 61.35 20. DAS Sebuku 552147.30 60.95 21. DAS Sembakung 524896.62 60.95 22. DAS Sesayap 1003300.00 58.35 23. DAS Segah 639317.39 56.10 24. DAS Kayan 3605117.34 55.50 25. DAS Wain 10539.49 48.10

Page 88: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

172

Gambar 2. Peta Urutan Prioritas Kekritisan pada 25 DAS dan Sub DAS di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur Hasil

Modifikasi S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997 V. PENUTUP 1. Berdasarkan kriteria lahan kritis, dari 25 DAS

tersebut terdapat 24 DAS yang memiliki lahan kritis yang termasuk kategori relatif luas, sedangkan pada 1 DAS Wain lahan kritisnya relatif sedikit.

2. Berdasarkan kriteria hidrologi, dari 25 DAS tersebut secara keseluruhan hasil muatan sedimennya masih termasuk kategori relatif rendah, namun bisa mengakibatkan kekeruhan/sedimentasi di saluran sungai, karena kondisi DAS yang relatif luas, Indeks Penggunaan Air (IPA) secara keseluruhan menunjukkan bahwa jumlah kebutuhan air relatif sedikit bila dibandingkan dengan potensi persediaan air, nilai Coefficient of Variation (CV) sebagian besar termasuk kategori tinggi, kemudian disusul kategori agak tinggi dan kategori sedang, nilai kualitas air termasuk kategori B, C dan D yang secara keseluruhan air sungai-sungai dari 25 DAS ini tidak dapat digunakan sebagai air minum secara langsung.

3. Berdasarkan kriteria sosial ekonomi, dari 25 DAS tersebut secara keseluruhan tekanan

penduduknya relatif rendah, indeks kesadaran masyarakat (IKM) terhadap upaya konservasi tanah masih relatif agak rendah bila dibandingkan dengan yang memahami dan melaksanakan praktek konservasi tanah, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sebagian besar masih terdapat relatif banyak, jumlah desa tertinggal terbanyak ditemukan pada 5 DAS dan jumlah desa tertinggal yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelima DAS tersebut terdapat pada 5 DAS, sedangkan yang paling sedikit jumlah desa tertinggalnya terdapat pada 15 DAS.

4. Berdasarkan kriteria investasi, dari 25 DAS tersebut yang memiliki nilai perlindungan terhadap bangunan air tertinggi ditemukan pada 3 DAS dan yang nilai perlindungannya sedikit lebih rendah dibanding dengan ketiga DAS tersebut ditemukan pada 2 DAS, sedangkan yang memiliki nilai lebih rendah dibanding kelima DAS tersebut ditemukan pada 20 DAS, nilai jual obyek pajak/NJOP secara keseluruhan tergolong relatif masih rendah atau nilai jual obyek pajak lahan per satuan luas lahan relatif masih murah.

Page 89: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

173

5. Berdasarkan kriteria kebijakan pembangunan wilayah, dari 25 DAS tersebut yang memiliki kawasan lindung terluas (> 80%) ditemukan hanya pada 1 DAS Wain dan yang memiliki kawasan lindung sekitar 60 - 80% ditemukan pada 7 DAS, sedangkan yang memiliki kawasan lindung sekitar 40 - 60% ditemukan pada 13 DAS, pada 25 DAS ini secara keseluruhan tidak terdapat kawasan andalan dan kawasan khusus, namun temasuk dalam Kawasan Timur Indonesia.

6. Hasil penentuan urutan prioritas DAS kritis dari 25 DAS dan Sub DAS yang diteliti di Kalimantan Timur, baik yang sesuai dengan S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997 maupun hasil modifikasi kriteria S.K. tersebut, keduanya bisa dipertimbangkan dalam pemilihan urutan prioritas penanganan dari 25 DAS dan Sub DAS tersebut.

7. Apabila penekanan (stressing) pelaksanaan kegiatannya dalam upaya penanganan lahan kritis, maka pemilihan dan penentuan urutan prioritas dari 25 DAS dan Sub DAS tersebut dapat menggunakan urutan prioritas yang sesuai dengan S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI No. 128/Kpts/V/1997.

8. Apabila penekanan (stressing) pelaksanaan kegiatannya dalam upaya penanganan kondisi hidrologi, maka pemilihan dan penentuan urutan prioritas dari 25 DAS dan Sub DAS ini dapat menggunakan urutan prioritas dari hasil modifikasi S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan tersebut.

9. Pada DAS dan Sub DAS prioritas yang terdapat lahan kritis relatif luas, perlu segera diupayakan tindakan rehabilitasinya, baik secara vegetatif melalui kegiatan reboisasi dan penghijauan, maupun secara teknik sipil/mekanik misalnya pembuatan teras, saluran pembuangan air, bangunan pengendali erosi dan sedimentasi serta penguat tebing.

10. Pada DAS dan Sub DAS prioritas yang terdapat permasalahan hidrologi seperti bencana banjir, debit limpasan air sungai yang relatif berfluktuatif, pendangkalan/sedimentasi saluran sungai, dan pencemaran air sungai, perlu segera diupayakan tindakan penanganannya secara teknik sipil, misalnya pembangunan bendung/bendungan, waduk, pengerukan sedimen, pembangunan turap dan pembersihan sampah di sungai (normalisasi saluran sungai).

11. Dalam pengelolaan DAS dan Sub DAS prioritas, sebaiknya perlu dilakukan kerjasama antar sektor instansi pemerintahan terkait maupun pelibatan masyarakat setempat dan para pihak terkait

lainnya, agar pengelolaan DAS dan Sub DAS tersebut bisa berhasil secara optimal.

12. Sehubungan dengan adanya dinamika kegiatan pembangunan dan pemanfaatan kawasan pada 25 DAS dan Sub DAS ini, sehingga urutan prioritas DAS kritis dalam jangka waktu tertentu kemungkinannya bisa berubah, oleh karena itu selama periode tertentu ke depan perlu dikaji ulang urutan prioritas DAS dan Sub DAS tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1988. Keputusan Menteri KLH No. 2/1988

tentang Baku Mutu Kualitas Lingkungan, Jakarta. 2. Anonim, 1993. Pedoman Penyusunan Rencana

Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub Daerah Aliran Sungai. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

3. Anonim, 1997. Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

4. Anonim, 1998. Keputusan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Nomor 041 Kpts V 1998 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi dan Konservasi Tanah, Jakarta.

5. Anonim, 2001, Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta.

6. Anonim, 2003a. Peta Penafsiran Citra Landsat 7 ETM.

7. Anonim, 2003b. Laporan Utama Studi Identifikasi dan Analisis Erosi − Sedimentasi Sungai Santan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan CV Wira Buana Konsultan, Samarinda.

8. Anonim, 2003c. Laporan Akhir Detail Desain Penanggulangan Banjir S. mahakam, S. Sesayap, S. Sembakung – Sebuku, S. Bengalun di Propinsi Kalimantan Timur. Kerjasama antara Proyek Pengembangan dan Pengelolaan Sungai Kalimantan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dengan PT Tata Guna Patria Engineering Consultant, Jakarta.

9. Anonim, 2004a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.

10. Anonim, 2004b. Laporan Akhir Studi Optimasi Pengembangan Sumberdaya Air Sungai Kendilo Kabupaten Pasir. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan PT Antusiasme Engineering Consulting Engineers, Samarinda.

11. Anonim, 2004c. Exsecutive Summary (Laporan Ringkas) Studi Penyusunan Rating Curve Aliran Sungai Mahakam.Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai,

Page 90: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sigit Hardwinarto, Sumaryono, Mislan, Maliki, Naniek Sulistyowati

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

174

Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan CV Portal Consultant, Samarinda.

12. Anonim, 2005. Laporan Antara Penyusunan Data Base Spasial DPS Telake dan Aplikasi SISDA Kabupaten Pasir. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan PT Hilmy Anugerah, Samarinda.

13. Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB (IPB Press), Bogor.

14. Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

15. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur, 2004a. Kalimantan Timur Dalam Angka 2003.

16. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur, 2004b. Samarinda Dalam Angka 2003.

17. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur, 2004c. Kutai Kartanegara Dalam Angka 2003.

18. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur, 2004d. Penajam Paser Utara Dalam Angka 2003.

19. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur, 2004e. Nunukan Dalam Angka 2003.

20. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur, 2004. Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka 2003.

21. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pasir, 2004. Kabupaten Pasir Dalam Angka 2003.

22. Badan Pusat Statistik Kabupaten Malinau, 2005. Malinau Dalam Angka 2004.

23. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Balikpapan dan Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan, 2004. Kota Balikpapan Dalam Angka 2004.

24. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bulungan dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulungan, 2004. Kabupaten Bulungan Dalam Angka 2003.

25. Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Berau 2005. Kabupaten Berau Dalam Angka 2004 (Draft).

26. Bappeda dan BPS Kabupaten Kutai Barat, 2005. Kutai Barat Dalam Angka 2004.

27. BAPLAN, 2004. Peta Penutupan Lahan Wilayah Propinsi Kalimantan Timur dengan Klasifikasi dan Nilai Skornya. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

28. Departemen Pekerjaan Umum, 1991. SNI Bidang Pekerjaan Umum mengenai Kualitas Air, Jakarta.

29. Departemen Pekerjaan Umum, 1991. SNI Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka. Yayasan LPMP Bandung, Bandung.

30. Departemen Pekerjaan Umum, 1991. SNI Metode Pengambilan Contoh Muatan Sedimen Melayang di

Sungai dengan Cara Integrasi Kedalaman Berdasarkan Pembagian Debit. DSN Jakarta.

31. Departemen Pekerjaan Umum, 1998. Pembagian Wilayah Sungai di Indonesia. Jakarta.

32. Departemen Pekerjaan Umum, tth. Sungai Induk di Kalimantan Timur. Jakarta.

33. Gregory, K.J. and Walling, D.E., 1976. Drainage Basin Form and Process. Fletcher and Son Ltd., Norwich.

34. Hammer, W.I., 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. AGOF/INS/78/006. Tech. Note No. 10. Centre for Soil Research, Bogor, Indonesia.

35. Hardwinarto, S., 2000. Pola Limpasan Air dan Sedimen pada Sungai Kahala di Sebelah Hulu Danau Semayang, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Journal “Frontir ” Univ. Mulawarman No. 31, hal. 109 ~ 120.

36. Hardwinarto, S., A. Febrianto, A. Rizani, dan F. Darwanti, 2005. Kajian Debit Air dan Sedimen dari Sungai-sungai pada Daerah Tangkapan Air Waduk Manggar di Wilayah Kota Balikpapan. Jurnal Ilmiah Fakultas Kehutanan UNMUL “Rimba Kalimantan”, Edisi Juli 2005.

37. Hewlett, J. D., 1982. Principles of Forest Hydrology. The University of Georgia Press - Athens, Georgia.

38. Linsley, R.K. et al., 1975. Hydrology for Engineers. Mc Graw-Hill, Kogakusha Ltd.

39. RePPProT, 1987. Land Systems/Land Suitability. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

40. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Kementerian perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

41. TNC, 2002. Folio Text for Maps and Figures Ilustrating East Kalimantan Terrestrial Ecoregional Planning Process. The Nature Conservancy, Samarinda.

42. Voss, F., 1983. Atlas East Kalimantan Transmigration Area Development Project (TAD). Cooperation between the Republic of Indonesia and the Federal Republic of Germany : Department of Manpower and Transmigration, Jakarta.

43. Wischmeier, W.H. and D.D. Smith, 1978. Predicting Rainfall – Erosion Losses: A Guide to Conservation Planning, USDA Agriculture Handbook No. 537.

Page 91: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nurhayati, Eko Yulianto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

175

Kajian Karakteristik Hidrologi sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu di Daerah Aliran Sungai Mempawah

Nurhayati 1) Eko Yulianto 2)

1), 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Abstrak Penelitian ini dilaksanakan di DAS Mempawah Kalimantan Barat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari

karakteristik hidrologi DAS Mempawah yang akan digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan dan sumberdaya air yang komprehensif, terpadu, terencana dan berkelanjutan di DAS Mempawah.

Kajian karakteristik hidrologi berdasarkan survey hidrologi, geomorfologi dan hidrometri, kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis sampel-sampel sedimen melayang yang diambil dari bagian hulu, tengah dan hilir sungai utama, sedangkan data lainnya merupakan data sekunder.

Dari hasil penelitian ini diperoleh curah hujan pada DAS Mempawah rata-rata hujan selama 10 tahun terakhir adalah 2.831 mm. Penggunaan lahan terbesar adalah pertanian lahan kering campur semak sebesar 64,4 %, sedangkan penggunaan terkecil adalah tambak sebesar 0,2 %. Kemiringan lereng dominan adalah landai sebesar 41,2 %. Pola aliran sungai-sungai secara umum menyerupai bentuk percabangan pohon dengan bentuk daerah aliran sungai adalah memanjang, orde sungainya terdiri dari 5 orde dengan indeks kerapatan sungai termasuk dalam kategori sedang yakni 0,8. Konsentrasi sedimen melayang (Cs) pada Outlet I sebesar 10,67 mg/liter, Outlet II sebesar 13,11 mg/liter dan Outlet III sebesar 41,33 mg/liter. Debit limpasan air sungai (Q) rata-rata pada Outlet I sebesar 17,54 m3/detik, Outlet II sebesar 59,05 m3/detik dan Outlet III sebesar 126,03 m3/detik. Debit sedimen melayang (Qs) pada Outlet I sebesar 16,17 ton/hari, Outlet II sebesar 66,89 ton/hari dan Outlet III sebesar 450,04 ton/hari. Kata kunci : karakteristik, DAS, outlet, debit

1. Pendahuluan Latar Belakang

Air merupakan bagian terbesar pada permukaan bumi dan merupakan faktor kunci dalam mempertahankan kondisi udara bumi bagi keberadaan manusia dan berpengaruh terhadap perkembangan peradaban manusia. Semakin maju peradaban manusia, kebutuhan akan air pun semakin meningkat pula.

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan satu kesatuan hidroorologis yang memiliki keseimbangan dalam proses-proses yang terjadi secara alamiah di dalamnya dan memiliki ambang batas dalam mempertahankannya. Kemampuan DAS dalam mempertahankan kerusakan yang ditimbulkan pada DAS, tidak hanya dirasakan pada daerah hilir tetapi juga merambah ke daerah hulu sungai. Sungai-sungai yang membawa fraksi tanah dari daerah hulu akan mengendapkannya pada bagian hilir dan muaranya. Daya dukung DAS dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Setiap DAS memiliki karakteristik yang bersifat spesifik, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dan biologis yang terdapat di dalam sistem DAS yang pada akhirnya mempengaruhi debit aliran (output). Karakteristik hidrologi DAS akan berpengaruh terhadap jalannya proses-proses hidrologi. Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan, dan panjang lereng (Asdak, 2002:16).

Karakteristik hidrologi suatu DAS dapat dievaluasi

diantaranya dari pola aliran dengan memandang DAS sebagai satu kesatuan sistem, di mana terdapat masukan (input), diikuti oleh proses-proses yang terjadi didalamnya yang kemudian menghasilkan aliran sebagai keluaran (output). Oleh sebab itu, studi tentang karakteristik hidrologi DAS Mempawah penting dilakukan sebagai dasar dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya air DAS secara komprehensif, terpadu, terencana dan berkelanjutan.

Lingkup Penelitian

Daerah aliran sungai yang diteliti adalah DAS Mempawah, dimana terdapat tiga outlet pengamatan. Outlet I merupakan bagian hulu, outlet II merupakan bagian tengah dan outlet III merupakan bagian hilir DAS Mempawah. Dalam penelitian ini dibatasi pada input, output dan karakteristik hidrologi daerah aliran sungai. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik hidrologi DAS Mempawah yang akan digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan sumberdaya air yang komprehensif, terpadu, terencana dan berkelanjutan di DAS Mempawah Kalimantan Barat. 2. Metoda Penelitian

Tahapan dalam melakukan penelitian ini adalah pengumpulan dan inventarisasi data sekunder yang berupa data hasil penelitian dan beberapa peta tematik yang terkait antara lain peta tata guna lahan, peta topografi, serta peta lainnya yang menunjang

Page 92: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nurhayati, Eko Yulianto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

176

penggambaran kondisi DAS Mempawah. Pengamatan dan pencatatan data beberapa elemen kondisi biogeofisik DAS Mempawah. perkembangan pola penggunaan lahan. Pengukuran luasan DAS Mempawah dari peta lokasi dan peta topografi yang terkait. Survey hidrologi dan hidrometri, antara lain melakukan pengukuran kecepatan aliran dan pengambilan sampel air. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di daerah aliran sungai (DAS) Mempawah Propinsi Kalimantan Barat. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Seperangkat alat untuk mengukur debit dan

sampel air, yaitu current meter, stop watch, meteran 100 m, thermometer, botol untuk sampel air, alat tulis, alat dokumentasi.

2. Komputer, printer dan scanner untuk kompilasi dan analisis data.

3. Peta tematik dan data sekunder yang menunjang penelitian.

4. Sampel air dari daerah aliran sungai (DAS) Mempawah.

Kompilasi Data Sekunder

Pengumpulan dan inventarisasi data sekunder yang berupa data hasil penelitian dan beberapa peta tematik yang terkait antara lain peta tata guna lahan, peta topografi, serta peta lainnya yang menunjang penggambaran kondisi DAS Mempawah.

Prosedur Penelitian

Prosedur dalam pelaksanaan penelitian ini di antaranya adalah: 1. Pengamatan dan pencatatan data beberapa elemen

kondisi biogeofisik DAS Mempawah. 2. Perkembangan pola penggunaan lahan. 3. Pengukuran luasan DAS Mempawah dari peta lokasi

dan peta topografi yang terkait. 4. Penggunaan beberapa data penunjang dan peta

lainnya yang digunakan untuk melengkapi dalam analisis data hasil penelitian ini.

5. Survey hidrologi dan hidrometri, antara lain melakukan pengukuran kecepatan aliran.

6. Pengambilan sampel air. Analisis

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pendekatan analisis geomorfologik dan hidrologik pada DAS dan berdasarkan survey dan pengukuran lapangan. Adapun dalam analisis tersebut secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

Analisis geomorfologik di antaranya difokuskan pada pengaruh parameter-parameter luasan dan faktor bentuk (shape factor) DAS, kelas kelerengan, pola jaringan

sungai (drainage network), jenis tanah pada DAS. Parameter faktor bentuk DAS dapat diperoleh dengan cara melakukan perhitungan dengan persamaan: 1. Kerapatan Sungai

ALD d =

Dimana : Dd = indek kerapatan sungai (km/km2) L = jumlah panjang sungai termasuk anak-anak

sungainya (km) A = luas DAS (km2) 2. Orde dan tingkat percabangan sungai

Berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde akan ditentukan angka indeknya yang menyatakan tingkat percabangan sungai (bifurcation ratio). Indek tersebut dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

1+

=Nu

NuRb

Dimana: Rb = indek tingkat percabangan sungai Nu = jumlah alur sungai untuk orde ke-u Nu +1 = jumlah alur sungai untuk orde ke-u + 1

Analisis hidrologik di antaranya difokuskan pada pengkajian prakiraan curah hujan, limpasan air (runoff), prediksi sedimen yang dihasilkan oleh DAS. 1. Debit aliran

Debit aliran didapat dihitung dengan rumus : AxVQ =

Dimana : Q = debit aliran (m3/detik) V = kecepatan aliran (m/detik) A = luas penampang sungai (m2) 2. Sedimentasi

Pengukuran sedimen diambil sebanyak 3 kali pada masing-masing outlet, kemudian dianalisis di laboratorium. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai, maka debit sedimen dapat dihitung sebagal hasil perkalian antara konsentrasi dan debit air yang dirumuskan sebagai berikut:

ws QxCxQ 0864,0= Dimana : Qs = debit sedimen (ton/hari) C = konsentrasi sedimen (mg/liter) Qw = debit aliran (m3/detik) 3. Hasil dan Pembahasan Letak dan Luasan

Daerah aliran sungai (DAS) Mempawah menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, termasuk ke dalam 2 (dua) wilayah, yaitu wilayah pemerintah Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Landak. Secara geografis DAS Mempawah terletak di antara 0°20’ –

Page 93: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nurhayati, Eko Yulianto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

177

0°30’ LU dan 108°53’ BT – 109°30’ BT. DAS Mempawah mempunyai luas wilayah ± 160.293,161 ha, yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Pontianak ± 70.842,911 ha (44,2%) dan Kabupaten Landak ± 89.450,25 ha (55,8%) (Anonim, 2005).

Wilayah administrasi Kabupaten Pontianak yang termasuk dalam wilayah DAS Mempawah adalah Kecamatan Mempawah Hilir, Kecamatan Sungai Kunyit dan Kecamatan Toho, sedangkan wilayah administrasi Kabupaten Landak yang termasuk dalam wilayah DAS Mempawah adalah Kecamatan Menjalin dan Kecamatan Mempawah Hulu.

Daerah aliran sungai (DAS) Mempawah, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ketapang, sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sanggau. Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan pada DAS Mempawah dan luasannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan pada DAS Mempawah

Jenis Penggunaan Luas (Ha) Prosentase (%) Hutan lahan kering sekunder 8.392,727 5,2 Hutan rawa sekunder 20.571,479 12,8 Lahan terbuka 765,026 0,5 Pemukiman 659,103 0,4 Pertanian lahan kering 10.560,142 6,6 Pertanian lahan kering campur semak

103.191,150 64,4

Semak belukar 7.413,569 4,6 Semak belukar rawa 8.425,741 5,3 Tambak 314,224 0,2

Jumlah 160.293,161 100 Sumber: Analisis Data Sekunder,Peta Penggunaan Lahan DAS Mempawah, 2005

Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan lahan

pada wilayah DAS Mempawah beragam. Penggunaan lahan tertinggi adalah pertanian lahan kering campur semak sebesar 64,4% dan penggunaan lahan terendah adalah tambak sebesar 0,2%. Dilihat dari keanekaragaman penggunaan lahan, hutan yang masih terdapat pada DAS Mempawah hutan adalah hutan lahan kering sekunder sebesar 5,2 % dan hutan rawa sekunder sebesar 12,8 %. Hutan akan melindungi lapisan permukaan tanah dari evaporasi dan mengurangi bahaya pukulan air hujan yang dapat memadatkan tanah. Sehingga hutan merupakan daerah alami yang berfungsi sebagai daur hidrologi yang menjaga keseimbangan alam. Topografi

Data kelas lereng pada DAS Mempawah yang diperoleh dari peta kelas lereng pengamatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelas Lereng pada DAS Mempawah Kelas Lereng

(%) Fisiografi Luas (Ha) Prosentase (%)

0 – 8 Datar 61.230,587 38,2 8 – 15 Landai 66.074,933 41,2 25 – 40 Agak curam 24.891,164 15,5

> 40 Curam 8.096,477 5,1 Jumlah 160.293,161 100

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2005 DAS Mempawah memiliki topografi yang

beranekaragam, mulai datar (0–8%), landai (8–15%), agak curam (25–40%) hingga curam (>40%). Fisiografi DAS Mempawah yang terbesar adalah landai (8–15%) dengan prosentase sebesar 41,2% terhadap prosentase luasan DAS Mempawah, sedangkan fisiografi DAS Mempawah yang terkecil adalah curam (>40%) dengan prosentase sebesar 5,1% terhadap prosentase luasan DAS Mempawah.

Sebagian besar wilayah DAS Mempawah bagian hilir memiliki fisiografi datar (0–8%), sehingga partikel tanah yang masuk ke dalam aliran sungai kerena erosi menjadi lebih kecil dibandingkan bagian hulu yang bertopografi lebih curam. Bagian hulu wilayah DAS Mempawah memiliki topografi dengan kemiringan tinggi, maka kemungkinan terjadi erosi lebih besar. Peningkatan laju erosi ini menyebabkan konsentrasi sedimen yang terdapat pada aliran sungai menjadi lebih tinggi karena pengikisan terhadap tanah lebih tinggi dari bagian hilir DAS Mempawah. Jenis Tanah

Berdasarkan klasifikasi tanah, jenis-jenis tanah yang terdapat pada DAS Mempawah adalah jenis tanah alluvial, jenis tanah organosol dan podsolik merah kuning (PMK). Jenis tanah alluvial dan podsol umumnya rentan terhadap erosi (Asdak: 2002,18). Jenis tanah alluvial pada umumnya terdapat pada wilayah yang bertopografi datar, dimana sebagian besar terdapat pada bagian hilir DAS Mempawah. Jenis tanah podsolik merah kuning sebagian besar terdapat pada wilayah yang bertopografi agak curam hingga curam, yaitu pada bagian tengah dan hulu DAS Mempawah. Tanah podsolik memiliki sifat fisik yang jelek, kurang akan unsur hara, kestabilan agregat tanah yang rendah sehingga mudah terkikis oleh aliran air terutama air hujan (Suripin: 2002,10)

Luas dan prosentase jenis tanah pada DAS Mempawah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Jenis Tanah pada DAS Mempawah

Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase (%)

Alluival 10.426,753 6,505 Organosol 19.235,206 12,000 PMK 130.631,202 81,495

Sumber: Analisis Data Sekunder, Peta Jenis Tanah DAS Mempawah, 2005

Page 94: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nurhayati, Eko Yulianto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

178

Iklim

Hujan dalam sistem daerah aliran sungai (DAS) merupakan masukkan bagi suatu wilayah DAS dan merupakan faktor yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu DAS. Data iklim DAS Mempawah untuk 10 tahun terakhir disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data Iklim pada DAS Mempawah Tahun 1995-2004

No. Tahun Hujan (mm)

Kelembaban (%)

Suhu °C

1. 1995 3.200 83,50 26,73 2. 1996 2.972 85,17 26,43 3. 1997 2.380 84,75 26,66 4. 1998 3.657 85,58 26,88 5. 1999 2.475 83,58 26,89 6. 2000 3.043 81,83 26,78 7. 2001 2.653 79,00 26,84 8. 2002 2.460 77,33 27,13 9. 2003 3.007 82,58 21,07 10. 2004 2.459 81,10 27,37

Sumber: Stasiun Klimatologi Jungkat Kalimantan Barat, 2005

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dan mengacu data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Jungkat Propinsi Kalimantan Barat selama 10 tahun (1995-2004) (Anonim, 2005) seperti yang tersaji pada Tabel 4, kawasan penelitian ini termasuk tipe iklim A dengan nilai Q = 9,09%, hal ini berarti bahwa pada kawasan penelitian ini relatif sangat basah dengan curah hujan yang relatif tinggi. Sementara itu, berdasarkan data curah hujan selama periode tersebut dapat diketahui bahwa curah hujan tahunan maksimum sebesar 3.200 mm, minimum sebesar 2.380 mm dan rataan sebesar 2.831 mm. Selain itu, berdasarkan data kelembaban dan suhu udara menunjukkan bahwa kelembaban nisbi maksimum sebesar 85,58%, minimum 77,33% dan rataan sebesar 82,44%, sedangkan suhu udara maksimum sekitar 27,37°C, minimum sekitar 21,07°C dan rataan sekitar 26,28°C. Kondisi Fisik DAS Mempawah

Tabel 5. Beberapa Elemen Kondisi Fisik DAS secara

umum pada DAS Mempawah No. Elemen Kondisi Biogeofisik DAS Keterangan

1. Faktor Bentuk DAS 0,8 2. Hidrologi (pola jaringan sungai) dendritik

Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor bentuk DAS Mempawah sebesar 0,8 berarti bahwa bentuk DAS tersebut termasuk dalam kategori sedang. Nilai bentuk DAS Mempawah mengindikasikan bahwa limpasan air (runoff) pada permukaan DAS relatif lebih cepat untuk mencapai bagian muara DAS tersebut. Kondisi topografi/kelerengan DAS ini mulai datar dan bergelombang ringan sampai curam (Anonim, 2005). Pola jaringan saluran sungainya (drainage network) dan kondisi hidrologi pada Sungai Mempawah bercirikan pola percabangan pohon (dendritic pattern). Jenis tanah yang terdapat pada DAS tersebut terdiri dari jenis tanah alluvial, organosol dan podsolik merah kuning (Anonim, 2005).

Berdasarkan nilai-nilai elemen fisik seperti tersebut di atas dapat menggambarkan bahwa kondisi faktor bentuk dan kelerengan DAS yang memungkinkan laju limpasan air pada permukaan DAS relatif cepat, serta lahan yang relatif peka terhadap erosi, maka hal-hal tersebut tentu dapat menopang terjadinya proses percepatan sedimentasi.

Konsentrasi Sedimen Melayang (Concentration of Suspended Sediment)

Hasil pengambilan sampel sedimen melayang pada ketiga outlet di DAS Mempawah, setelah dianalisis di laboratorium untuk diukur dan dihitung besarnya konsentrasi sedimen melayang (Cs), hasil perhitungan tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Konsentrasi Sedimen Melayang Rata-rata pada

Ketiga Outlet DAS Mempawah

No. Lokasi Sampling

Konsentrasi Sedimen Melayang Rata-rata

Cs (mg/liter) 1. Outlet I 10,67 2. Outlet II 13,11 3. Outlet III 41,33

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai konsentrasi

sedimen melayang rata-rata pada ketiga outlet di DAS Mempawah. Konsentrasi sedimen melayang terbesar terdapat di Outlet III yang merupakan bagian hilir dari DAS Mempawah. Untuk mengetahui kategori konsentrasi sedimen melayang pada ketiga outlet tersebut, digunakan standar kualitas lingkungan Keputusan Menteri KLH No.2/1988 (Anonymous, 1988) yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kategori Konsentrasi Sedimen Melayang (Cs) berdasarkan Skala Kualitas Lingkungan

Komponen Lingkungan

Nilai dan Rentangan Sangat Jelek Jelek Sedang Baik Sangat Baik

Konsentrasi Sedimen Melayang (Cs) (mg/liter) > 500 250 –

500 100 – 250 0 – 100 0 Sumber : Anonymous, 1988

Page 95: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nurhayati, Eko Yulianto

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

179

Apabila merujuk pada Standar Kualitas Lingkungan pada Tabel 7 tersebut, maka konsentrasi sedimen melayang rata-rata pada masing-masing outlet di DAS

Mempawah dapat dikelompokkan berdasarkan kategori yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kategori Konsentrasi Sedimen Melayang Rata-rata pada Ketiga Outlet DAS Mempawah Berdasarkan Skala

Kualitas Lingkungan

No Lokasi Sampling

Konsentrasi Sedimen Melayang Rata-rata

Cs (mg/liter)

Skala Kualitas Lingkungan

(mg/liter) Kategori

1. Outlet I 10,67 0 – 100 Baik 2. Outlet II 13,11 0 – 100 Baik 3. Outlet III 41,33 0 – 100 Baik

Sumber : Hasil perhitungan data primer, 2006

Tabel 8 memperlihatkan bahwa berdasarkan standar skala kualitas lingkungan, konsentrasi sedimen melayang pada ketiga oultelt termasuk kategori baik. Debit Limpasan Air Sungai (Discharge)

Pengukuran debit yang dinotasikan dengan Q,

dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel beban endapan layang pada pada ketiga outlet di DAS Mempawah. Hasil perhitungan debit limpasan air sungai pada masing-masing outlet sungai tersebut disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Debit Limpasan Air Sungai Rata-rata pada DAS Mempawah

No. Lokasi Sampling

Kecepatan Air Sungai (V) m/detik

Luas Penampang Basah Sungai

(A) m2

Debit Q=V x A (m3/detik)

1. Outlet I 0,64 27,26 17,54 2. Outlet II 0,54 110,03 59,05 3. Outlet III 0,35 360,08 126,03

Sumber : Hasil perhitungan data primer, 2006

Tabel 9 menunjukkan bahwa debit di Outlet III (hilir) mempunyai nilai terbesar, yaitu 126,03 m3/detik. Besarnya debit pada Outlet III disebabkan karena luas vertikal sungai yang jauh lebih besar dibanding luas vertikal sungai pada Outlet I (hulu) dan Outlet II (tengah). Hasil perhitungan nilai debit limpasan air sungai pada ketiga outlet sungai tersebut diperlukan untuk menentukan besarnya jumlah sedimen melayang setiap satuan waktu atau disebut debit sedimen melayang.

Debit Sedimen Melayang (Discharge of Suspended Sediment)

Hasil perhitungan nilai debit sedimen melayang (Qs) pada masing-masing outlet sungai tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara debit limpasan air sungai (Q) dengan konsentrasi debit sedimen melayang (Cs) yang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Debit Sedimen Melayang pada DAS Mempawah

No. Lokasi Sampling

Debit Limpasan Air Sungai Q

(m3/detik)

Konsentrasi Sedimen Melayang Rata-rata

Cs (mg/liter)

Debit Sedimen Melayang

Qs (gr/detik)

Debit Sedimen Melayang

Qs (ton/hari) 1. Outlet I 17,54 10,67 187,15 16,17 2. Outlet II 59,05 13,11 774,14 66,89 3. Outlet III 126,03 41,33 5.208,82 450,04

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2006

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai debit sedimen

melayang pada ketiga outlet dari yang terbesar sampai dengan terkecil berturut-turut yaitu Outlet III sebesar 450,04 ton/hari, Outlet II sebesar 54,4 ton/hari dan Outlet

I sebesar 19,87 ton/hari. Nilai debit sedimen melayang pada ketiga outlet di

DAS Mempawah secara umum relatif besar. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi biogeofisik sebagian

Page 96: Resiko Hidrologi Hidraulika dalam Analisis Bendung dan ... · PDF filerisiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi

ISBN: 978-979-15616-4-8 Kusnaeni

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006

180

besar DAS Mempawah mengalami gangguan terutama kondisi hidoorologinya, yang diduga diakibatkan oleh perluasan lahan terbuka untuk berbagai kegiatan dengan pola penggunaan lahan yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan potensi daya dukungnya, bahwa ditambah lagi oleh kondisi fisik jenis tanahnya yang didominasi oleh jenis tanah podsol yang bersifat sangat peka terhadap erosi, dominasi topografi yang bergelombang, curah hujan tahunan yang cukup tinggi dan pola jaringan sungai sebagian besar berbentuk seperti percabangan pohon (dendritic pattern) yang bersifat cepat mengalirkan limpasan air sungai. 4. Penutup Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Curah hujan pada DAS Mempawah menurut Schmidt

dan Fergusen termasuk klasifikasi A, dengan rata-rata hujan selama 10 tahun terakhir adalah 2.831 mm.

2. Penggunaan lahan terbesar pada wilayah DAS Mempawah adalah pertanian lahan kering campur semak sebesar 64,4 %, selanjutnya hutan rawa sekunder sebesar 12,8 %, pertanian lahan kering sebesar 6,6 %, semak belukar rawa sebesar 5,3 %, hutan lahan kering sekunder sebesar 5,2 %, semak belukar sebesar 4,6 %, lahan terbuka sebesar 0,5 %, permukiman 0,4 %, dan penggunaan lahan terkecil adalah tambak sebesar 0,2 %.

3. Kemiringan lereng dominan pada wilayah daerah aliran sungai (DAS Mempawah) adalah landai dengan prosentase sebesar 41,2 %.

4. DAS Mempawah mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Pola aliran (drainage pattern) sungai-sungai pada

DAS Mempawah secara umum menyerupai bentuk percabangan pohon (dendritic).

b. Bentuk daerah aliran sungai adalah bentuk memanjang (bulu burung).

c. Orde sungainya terdiri dari 5 orde dengan indeks kerapatan sungai termasuk dalam kategori sedang yakni 0,8.

5. Konsentrasi sedimen melayang (Cs) pada Oulet I adalah sebesar 10,67 mg/liter, Outlet II sebesar 13,11 mg/liter dan Outlet III sebesar 41,33 mg/liter. Berdasarkan standar skala kualitas lingkungan, konsentrasi sedimen melayang pada ketiga oultelt termasuk kategori baik.

6. Debit limpasan air sungai (Q) rata-rata pada Outlet I sebesar 17,54 m3/detik, pada Outlet II sebesar 59,05 m3/detik dan pada Outlet III sebesar 126,03 m3/detik.

7. Debit sedimen melayang pada Outlet I sebesar 16,17 ton/hari, pada Outlet II sebesar 66,89 ton/hari dan pada Outlet III sebesar 450,04 ton/hari.

Saran 1. Konservasi sumberdaya air berbasis DAS menjadi

prioritas utama yang harus dilakukan di DAS Mempawah. Dalam melakukan kegiatan ini sangat dibutuhkan keterlibatan seluruh stakeholder, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat, kerjasama hulu dan hilir DAS (role sharing) sebagai wujud keterpaduan pengelolaan DAS.

2. Berkaitan dengan tingkat pendidikan yang rendah pada sebagian masyarakat di DAS Mempawah, maka harus dilakukan sosialisasi (penyadaran publik) yang intensif tentang pengelolaan sumberdaya air pada masyarakat yang berada di DAS Mempawah.

Daftar Pustaka 1. Anonim, 2005. Peta Topografi Kalimantan Barat.

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Badan Planologi Departemen Kehutanan. Kalimantan Barat.

2. Anonim, 2005. Peta Penggunaan Lahan Kalimantan Barat. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Badan Planologi Departemen Kehutanan. Kalimantan Barat.

3. Anonim, 2005. Peta Kelas Lereng Kalimantan Barat. Balai Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kapuas Departemen Kehutanan. Kalimantan Barat.

4. Anonim, 2005. Peta Jenis Tanah Kalimantan Barat. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Badan Planologi Departemen Kehutanan. Kalimantan Barat.

5. Anonim, 2005. Data Klimatologi. Stasiun Klimatologi Jungkat. Kalimantan Barat.

6. Anonymous, 1988. Kep. Men. KLH No. 2/1988 tentang Baku Mutu Kualitas Lingkungan, Jakarta.

7. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

8. Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Nova. Bandung.