Upload
trancong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT
KECELAKAAN
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
CAHYADI WINANDA
F 100 110 110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
1
RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT
KECELAKAAN Cahyadi Winanda
Fakultas Psikologi Unviversitas Muhammadiyah Surakarta
. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
upaya resiliensi pada penderita tuna daksa pasca kecelakaan pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling. Jumlah informan dalam penelitian ini yaitu
4 informan, yang terdiri dari 4 laki-laki dengan karakteristik: informan yang cacat
karena kecelakaan dan sudah dapat menerima kondisinya sekarang. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data menggunakan
observasi dan wawancara serta dianilisis secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa yang mempengaruhi resiliensi pada penderita tuna daksa yaitu
faktor dari dalam diri sendiri atau internal yaitu informan berusaha menjalani
aktivitas seperti orang normal lainnya, dan dukungan dari faktor eksternal yaitu
keluarga terutama dari ibu dan tunangan sangat mempengaruhi informan untuk
melupakan peristiwa kecelakaan tersebut. Dan juga dukungan dari teman-teman
dan lingkungan kerja yang mendatangi informan setelah peristiwa kecelakaan dan
memberi kata-kata positif yang berpengaruh untuk membantu dan membuat
informan bangkit dari kejadian kecelakaan tersebut. Dengan dukungan orang yang
terdekat dapat memberikan dampak yang positif untuk merubah pola pikir korban
tentang orang yang cacat itu tidak bisa berbuat apa- apa dan informan bisa
menjadi orang yang berperilaku layaknya orang yang mempunyai tubuh normal
lainnya, karena dengan dukungan orang-orang yang terdekat selalu memberi
semangat, selalu mengatakan hal-hal yang positif, sehingga informan dapat
melanjutkan hidup kembali dan bangkit dari keterpurukan pasca kecelakaan
tersebut. Lingkungan yang positif dapat membantu informan untuk bangkit,
lingkungan terdekat seperti orang tua, sahabat, dan pasangan yang mendorong
informan menjadi termotivasi untuk bangkit dan memulai hidup baru lagi.
Motivasi untuk bangkit dari kejadian traumatis tersebut, motivasi terbesar
informan juga berasal dari orang yang bertubuh normal dan sebagaian orang yang
memandang remeh atau sebelah mata. Informan ingin membuktikan kepada orang
yang meremehkannya, informan mengatakan tubuh saya boleh saja tidak lengkap
akan tetapi motivasi dan semangat saya sama dengan orang bertubuh lengkap
bahkan bisa melebihi mereka. Informan masih bisa bekerja seperti biasa pasca
kecelakaan tersebut walaupun dalam bekerja tidak maksimal karena mudah lelah
akibat keterbatasan stamina yang tidak seperti dulu lagi.
Kata kunci : Resiliensi, tuna daksa, keluarga
2
ABSTRACT
RESILIENCE OF POST-ACCIDENT DISABLED PEOPLE
Cahyadi Winanda
Faculty of Psychology, Muhammadiyah University of Surakarta
Purpose of the research is to understand dan describe resilient efforts of
post-accident disabled people. Sample was taken by using purposive sampling.
Informants of the research were 4 males with characteristics: an individual with
disability because of accident and he or she can accept his or her existing
condition. The research is qualitative research. Data was collected by using
observation and interview. The data was analyzed descriptively. Research results
show that the affecting resilience on tuna daksa sufferers namely a factor of in
ourselves or internal namely informants trying to cope with the activity of like
normal people other , and support from external factors namely the family
especially from mother and fianc very affecting informants to forget the accident
.And also support from friends and working environment which visited informants
after the accident and give positive words of influential to help make informants
and rise from the scene of the accident. With support of close related and
important people can provide positive impact to change thinking pattern of the
victims that disabled people can do nothing. The informants were able to behave
as other normal people, because the close related persons always provided support
and said positive things so that the informants were able to go on and to rise up
from adversities after the accidents. Positive environment can help informant to
stand up. The close environment such as parent, best friends and partners
encouraged the informants to stand up and to live on new life. The informants had
been inspired to stand up from traumatic incidents. Greatest motivation of the
informants derived from normal people and also, there were some persons
underestimating them. The informants wanted to prove to the persons with
underestimation view that their body were incomplete but their motivation and
spirit were like as normal persons or exceeding them. The informants can still
work on their job as usual as pre-accident although their performances were not
maximum, they felt fatigue easily because of reduced stamina.
Key words: Resilience, disabled individual, family
3
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan banyak sekali problematika yang dialami oleh individu,
salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh
beberapa individu seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, hingga
kecelakaan saat berolahraga. Berbagai kecelakaan tersebut berdampak pada
kelangsungan hidup dari individu yang mengalami kecelakaan baik yang langsung
maupun tak langsung. Kecelakaan langsung merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan cacat atau kerusakan anggota tubuh yang berujung pada amputasi.
Sedangkan kecelakaan tidak langsung merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan salah satu aspek kehidupannya terganggu terutama pada aspek
ekonomi dan sosial. Individu yang mengalami peristiwa traumatis akan
mengalami reaksi yang berbeda-beda apakah dia menjadi terpuruk dengan kondisi
yang dialaminya atau individu tersebut mampu menyesuaikan diri dengan kondisi
yang dihadapinya dan bangkit dari keterpurukan atau menjadi kuat dalam
menghadapi peristiwa traumatis tersebut. Penyesuain yang mampu membuat
individu mampu kembali hidup normal atau menjadi lebih baik, dimana usaha ini
disebut dengan resiliensi.
Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit dari situasi yang sulit
pasca mengalami kecelakaan, keterpurukan, atau kemalangan. Menurut Chen &
George (2005) mendefinisikan resiliensi sebagai sebuah proses, kemampuan
seseorang, atau hasil dari adaptasi yang berhasil meskipun berhadapan dengan
situasi yang mengancam. Psikologi positif menempatkan konsep resiliensi sebagai
sebuah contoh dari hal yang baik dan positif dari seorang individu.
Salah satu bagian dari penyandang dissabilitas yaitu penyandang tuna
daksa. Penyebab individu mengalami tunadaksa karena penyakit dan kecelakaan
yang mengakibatkan luka serta ketidakmampuan fisik untuk melaksanakan
fungsinya secara normal karena hilangnya sebagian anggota tubuh (Kosasih,
2012). Penelitian Anggraeni (2008) menjelaskan kecacatan akibat kecelakaan
merupakan suatu hal yang sulit diterima bagi yang mengalaminya sehingga tidak
mengherankan jika penyandangnya memperlihatkan gejolak emosi dan cenderung
tidak dapat menerima keadaan dirinya. Terdapat individu yang dapat bangkit dan
4
menerima keadaan dirinya sehingga dapat menjalankan kehidupannya dengan
baik.
Para penyandang tuna daksa atau difabel dipandang sebelah mata bagi
masyarakat luas, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor beberapa diantaranya
disebabkan oleh keterbatasan mereka untuk melakukan suatu aktivitas dan
keterbatasan mereka terhadap kemampuan fisik mereka. Oleh karena itu dengan
tujuan mensejajarkan keberadaan antar kaum difabel dan manusia pada umum
maka dibuatlah bangunan yang memberikan suatu pelayanan bagi para kaum
difabel. Untuk mengetahui jumlah perkembangan penyandang difabel dari tahun –
tahun, butuh suatu pembahasan mengenai jumlah penderita cacat. Pada tahun
2011 tercatat jumlah penyandang cacat di D.I. Yogyakarta sebanyak 29.110, yang
terdiri dari 15.667 pria dan 13.443 wanita. Ini merupakan jumlah total dari
keseluruhan penyandang cacat karena untuk penyandang cacat ini pun juga
merupakan jumlah dari gabungan jenis cacat fisik maupun cacat mental. Namun
dari jumlah yang banyak ini tidak semua dapat ditampung karena muatan dari
pusat-pusat rehabilitas yang terbatas, bukan hanya itu jumlah yang tidak dapat ini
pun berkelanjutan di tahun ini. Belum ada suatu usaha pemecahan permasalahan
yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini, oleh karena itu diharapkan
adanya pusat-pusat rehabilitas yang baru bermunculan sehingga permasalahan ini
dapat terpecahkan.
Penyandang tuna daksa memerlukan kesadaran diri yang memunculkan
perasaan optimis bahwa penyandang tuna daksa memiliki hak yang sama seperti
individu normal sehingga kecacatan bukanlah hambatan untuk sukses terlebih
dukungan teknologi yang meminimalisir dampak kecacatan. Penelitian Febrianti
(2008) menyatakan individu dengan resiliensi tinggi akan mampu keluar dari
masalah dengan cepat, mengambil keputusan saat berada dalam situasi sulit,
mempertahankan perasaan positif, optimis, pemahaman akan kontrol diri, yakin,
pemecahan masalah secara aktif dan tidak terbebani dengan perasaan sebagai\
korban lingkungan atau keadaan sehingga dapat berhati-hati atau mengimbangi
peristiwa yang menekan dan mampu menghindari akibat yang akan terjadi
5
Berdasarkan uraian diatas pada penderita tuna daksa pasca kecelakaan
dapat diketahui bahwa para penderita tuan daksa atau difabel pasca kecelakaan
betapa menderita dan rentannya subjek mengalami stress dan depresi dan
pentingnya upaya menumbuhkan resiliensi kepada para penderita difabel pasca
kelakaan agar mampu bertahan dan bangkit kembali, maka penelitian ini berfokus
pada pemahaman pada penderita difabel pasca kecelakaan.
B. METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif,
bertujuan untuk mendreskripsikan, mencatat, menganalisis dan
menginterpretasikan fenomena yang diteliti. Subjek Penelitian: Subjek peneliti ini
berjumlah 4 orang yang dimana karakter subjek adalah atlet penyandang cacat
yang sudah mencapai tahap individu yang resilien yaitu orang yang mampu
bangkit dari kejadian traumatis yang dialami dan mampu beradaptasi dengan
lingkungannya .
Analisis data yang digunakan didalam penelitian ini adalah data
deskriptif,yang bertujuan untuk memberikan dan mejelasakan secara deskripsi
mengenai subjek peneltian berdasrkan data dari variabel yang diperoleh dari
kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut, organisasi data, membaca
kesuluruhan data, koding, kategorisasi data, mendeskripsikan hasil kategori dan
pembahsan hasil penelitian.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menyebutkan,cara mengatasi masalah pada penderita
tuna daksa pasca kecelakaan. Berdasarkan observasi dan wawancara yang
dilakukan inrforman mampu bangkit dan mengatasi masalah pasca kecelakaan
yang dialaminya, informan beserah diri kepada yang kuasa dan tetap bersyukur
kepada karena Tuhan tidak akan memberi ujian kepada umatnya apabila umatnya
tidak mampu. Hal ini sesuai dengan pendapat Connor dan Davidson (2003) yang
menyatakan pengaruh spiritual berpengaruh terhadap resiliensi yaitu yakin kepada
6
Tuhan atau nasib. Kepercayaan ini dapat menjadi sandaran bagi individu dalam
mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa. Orang dewasa,
dengan kematangan koginitifnya mampu memaknai peristiwa yang terjadi, tetap
menerima keadaan yang menimpanya selalu berdoa, berusaha sehingga
penderitaaan yang penyadang cacat rasakan menjadi tidak berat. Kemampuan
inilah yang membuat penyandang cacat lebih mampu berpikir bijak, memandang
ada hikma dibalik peristiwa kecelakaan yang terjadi serta menyadari perlunya
optimisme untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (2004) dengan pengertian dewasa sendiri
yang berarti individu yang telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat.
Peristiwa kecelakaan tersebut memang menyisakan trauma yang mendalam,
meskipun para informan tersebut mendapatkan tekanan dan traumatis dalam hal
ini para penyandang cacat ini mampu bangkit dan beradaptasi secara positif
termasuk mampu mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Snyder dan Lopes (2007) yang menyatakan bahwa resiliensi adalah
kemampuan seseorang beradaptasi secara positif dan mampu bangkit kembali dari
berbagai tekanan atau traumatis yang dialaminya pasca kecelakaan. Individu yang
bersifat resilien adal individu yang tabah, bisa bangkit kembali dari keterpurukan
dan kondisi buruk yang menimpanya, individu tersebut juga dapat merubah
kondisi negatif menjadi kekuatan yang positif untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapinya.
Dalam resiliensi pada penderita tuna daksa pasca kecelakaan dukungan
dari lingkungan sekitar sangat berpengaruh. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa dukungan keluarga, tetangga
sekitar rumah, dan teman-teman dekat sangat berpengaruh besar untuk bangkit
dari kejadian kecelakaan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Holaday (2001)
yang menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah social
support yaitu berupa community support, personal support, family support serat
budaya dan komunitas dimana individu tinggal. Hal ini serupa juga diungkapkan
Everall (2006) faktor keluarga meliputi dukungan yang bersumber dari anggota
keluraga itu sendiri, yaitu bagaimana cara keluarga untuk memperlakukan dan
7
melayani. Selain dukungan dari orang tua, struktur keluarga juga berperan penting
bagi individu.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dapat diketahui
bahwa informan berusaha menjadi orang yang bertubuh normal lainnya dan dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya,informan juga mengatakan kalau orang lain
bisa saya juga pasti bisa. Hal ini sesuai dengan pendapat Reivich (2002)
menyatakan bahwa individu yang resilien adalh individu yang optimis, optimisme
adalah ketika melihat bahwa masa depan yang cemerlang. Optimisme yang
dimiliki oleh seorang individu menandakan individu tersebut percaya bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi
dimasa depan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Everall (2006) menjelaskan
bahwa faktor yang mempengaruhi resiliensi salah satunya adalah faktor
individual, faktor individual yang meliputi keammpuan kognitif individu, konsep
diri, harga diri, dan kompetensi yang dimiliki individu. Keterampilan kognitif
berpengaruh penting pada resileinsi pada individu. Resiliensi sangat terkait erat
dengan kemampuan untuk memahami dan menyampaikan sesuatu lewat bahasa
yang tepat, kemampuan membaca, dan komunikasi verbal. Resiliensi juga
dihubungkan dengan keamampuan untuk melapaskan pikiran dari trauma dengan
menggunakan fantasi dan harapan-harapan yang ditumbuhkan pada diri individu
yang bersangkutan.
D. PENUTUP
Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bangkit dari peristiwa
atau kejadian traumatis, dalam resiliensi faktor dari dalam diri sendiri dan
dukungan dari lingkungan sekitar sangat berpengaruh untuk membantu dan
membuat informan bangkit dari kejadian traumatis tersebut. Lingkungan yang
positif dapat membantu informan untuk bangkit dan menjalani hidup normal
seperti dulu lagi, dan menjadi lebih baik lagi setelah peristiwa kecelakaan tersebut.
Faktor-faktor yang mendukung resiliensi pada informan adalah faktor dari
dalam individu itu sendiri, yaitu informan berusaha menjadi orang bertubuh normal
lainnya yang dapat melakukan aktivitas normal seperti biasanya kemudian dari
8
faktor lingkungan kerja dan pertemanan yang selalu memberikan kata-kata dan
masukan yang positif agar dapat bangkit dari peristiwa traumatis tersebut. Dan
juga mendapatkan motivasi dari lingkungan terdekat seperti orang orang tua,
sahabat, dan pasangan yang mendorong informan menjadi lebih termotivasi untuk
bangkit dan memulai hidup baru lagi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan (Intelektual, Emosi, Spiritual)
Dengan Penerimaan Diri Pada Dewasa Muda Penyandang Cacat Tubuh Di
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Tuna Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
Surakarta: Jurnal Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret. Vol. 4 no. 7 hal. 20-50.
Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chen, J. & George, R. A. (2005). Cultivating Resilience in Children From
Divorced Families. 13: 452. : The Family Journal. Vol. 3 no.5 hal. 13-20
Connor, K. M. & Davidson, R. T. (2003). Development of A New Resilience. San
Fransisco: Pearson
Creswell, J. W. (2010). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif
danmixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Damayanti R.S., (2003). Childhood obesity : evaluation and management. Dalam
Soebagijo A., Sri M., Askandar T., Hendromartono., Ari S., Agung P., eds.
Naskah Lengkap National Obesity Simposium II 2003. Surabaya: ISSN h.
123-37.
Everall, R. D., Altrows, K. J., & Paulson, B. L. (2006). Creating a future: A study
of resilience in suicidal female adolescents. Journal of Counseling and
Development, 84 (4),461470.doi:10.1002/j.1556-6678.2006.tb00430.x
Greef, A. (2005). Resilience : Personal Skill for Effective Learning. Crown House
Publishing, UK.
Grotberg. (2000). Resilience for today : Gaining strength from adversity. (Rev.
Ed). United States of America : Greenwood Publishing Group, Inc.
Herdiansyah, H.(2013), Wawancara Observasi dan Fokus Groups Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif, Jakarta : Rajawali Press.
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Holaday. (2001). Resilience and Severe Burns. Journal Of Conseling &
Development. Vol. 3 no. 6 hal. 12-24
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Terjemahan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga
Jackson. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama, Cetakan
Pertama, Yogyakarta : Salemba Empat.
10
Koentjoro. (2000). Analisis Regresi , Teori, Kasus dan Solusi . BPFE UGM ,
Yogyakarta
Lester. (2006). Optimism and Pessimisim in Kuwaiti and American College
Students. International Journal Of Social Psychiatry. Vol 1. no 7 hal 43-
56
Lightsey. (2006). Resilience, Meaning and Well-being. Journal of Counseling
Psychologist Association. Vol.10 no. 2 hal. 55-76
Martini. (2008). Definisi Kompetensi Sosial. Yogjakarta: Graha Ilmu
Martini.(2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogjakarta: Rohima Press.
Moloeng, L. J., (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rasdakarya
Putrantie. (2008). Definisi Resiliensi. Jakarta: Rajawali Press
Reivich.(2002). The Resilience Factor ; 7 Essential Skill For Overcoming Life’s
Inevitable Obstacle. New York, Broadway Books
Reivich, K &, Shatte, A. (2002). The recilience factor. New York: Broadway
Books
Siebert, A (2005). The Resiliency Advantage: Master Change, Thrive
UnderPressure, and Bounce Back from Setbacks. California: Berret-
KoehlerPublisher, Inc
Snyder C. R. (2007). Positive psychology the scientific and practical explorations
of human strengths. Kansas: Sage Publication.
Snyder, C. R., & lopez (2007). Positive Psycyhology in Scientic and Practical
Exploration of Human Strength. London: Sage Publication
Sukandar. (2006). Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Sumantri. (2005). Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. Jakarta:
Dinas Pendidikan
Wrastari, T. A. (2003). Pengaruh Pemberian Neuro Linguistic Programming
(NLP) terhadap Peningkatan Penerimaan Diri. Insan. Vol. 5 no. 1 hal. 17
– 35.