39
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik 2.1.1 Pengertian Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak diaplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, plat ortodonsi, sendok cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan, baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. Oleh karena itu alangkah baiknya kita mengetahui lebih lanjut tentang cara manipulasi ataupun sifat sifat dari resin akrilik dengan melakukan serangkaian studi praktikum, dan nantinya dalam penggunaan atau aplikasinya bisa tercapai dengan baik. Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya (Anusavice, 2003). Resin akrilik adalah rantai polimer yang terdiri dari unit-unit metil metakrilat yang berulang. Resin akrilik digunakan untuk membuat basis gigi tiruan dalam proses rehabilitatif, untuk pelat ortodonsi, maupun restorasi crown and bridge (Anusavice, 2003).

Resin Akrilik.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah resin akrilik

Citation preview

Page 1: Resin Akrilik.docx

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Akrilik

2.1.1 Pengertian

Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak

diaplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, plat ortodonsi, sendok

cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan, baik

dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. Oleh karena itu alangkah baiknya kita

mengetahui lebih lanjut tentang cara manipulasi ataupun sifat sifat dari resin akrilik

dengan melakukan serangkaian studi praktikum, dan nantinya dalam penggunaan atau

aplikasinya bisa tercapai dengan baik. Resin akrilik adalah turunan etilen yang

mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya (Anusavice, 2003).

Resin akrilik adalah rantai polimer yang terdiri dari unit-unit metil metakrilat

yang berulang. Resin akrilik digunakan untuk membuat basis gigi tiruan dalam proses

rehabilitatif, untuk pelat ortodonsi, maupun restorasi crown and bridge (Anusavice,

2003).

2.1.2 Syarat- Syarat Akrilik

Menurut Anusavice tahun 2003, syarat-syarat yang dibutuhkan untuk resin

akrilik yaitu :

a. Tidak toksis dan tidak mengiritasi.

b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.

c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang

tipis.

d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak

mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent.

Page 2: Resin Akrilik.docx

4

e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah

jika terbentur atau jatuh.

f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehingga akrilik dapat dipakai sebagai

bahan restorasi yang cukup lama.

g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.

h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah

dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur.

i. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika

tertelan.

j. Mudah direparasi jika patah.

k. Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.

l. Mudah dibersihkan.

2.1.3 Klasifikasi Resin Akrilik

A. Heat Cured (Resin Akrilik Polimerisasi Panas)

Merupakan resin akrilik yang polimerisasinya dengan bantuan pemanasan.

Energi termal yang diperlukan dalam polimerisasi dapat diperoleh dengan

menggunakan perendaman air atau microwave. Penggunaan energy termal

menyebabkan dekomposisi peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal

bebas yang terbentuk akan mengawali proses polimerisasi ( Ecket, dkk.,

2004).

B. Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing

Merupakan resin akrilik yang teraktivasi secara kimia. Resin yang

teraktivasi secara kimia tidak memerlukan penggunaan energy termal dan

dapat dilakukan pada suhu kamar. Aktivasi kimia dapat dicapai melalui

penambahan amintersier terhadap monomer. Bila komponen powder dan

liquid diaduk, amintersier akan menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida

sehingga dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai ( Ecket, dkk.,

2004).

Page 3: Resin Akrilik.docx

5

C. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave

Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang

frekuensi megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin

akrilik. Prosedur ini sangat disederhanakan pada tahun 1983, dengan

pengenalan serat kaca khusus, cocok untuk digunakan dalam oven microwave.

Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang tepat, dalam waktu yang sangat

singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari waktu dan jumlah watt dari

oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori dan memastikan

polimerisasi lengkap ( Ecket, dkk., 2004).

D. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya

Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resin VLC, adalah

kopolimer dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama

dengan silika microfine. Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan

resin akrilik yang telah dicampur dalam moldable di model master pada

sebuah meja berputar, dalam ruang cahaya dengan intensitas cahaya yang

tinggi dari 400-500 nm, untuk periode sekitar 10 menit ( Ecket, dkk., 2004).

2.1.4 Komposisi Resin Akrilik

Menurut Combe (1992) dan Anusavice (1996) komposisi resin akrilik:

A. Heat Cured acrylic

a. Bubuk (powder) mengandung :

1. Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama

2. Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%

3. Reduces Translucency : Titanium dioxide

4. Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan

Page 4: Resin Akrilik.docx

6

jaringan mulut : 1%

5. Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil

b. Cairan (liquid) mengandung :

1. Monomer : methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah

menguap.

2. Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinon sebagai penghalang

polimerisasi selama penyimpanan.

3. Cross linking agent : 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat

membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai

menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan

resin akrilik.

B. Self Cured Acrylic

Komposisinya sama dengan tipe heat cured, tetapi ada tambahan

aktivator, seperti dimethyl-p-toluidin pada liquidnya

2.1.5 Sifat Resin Akrilik

A. Sifat Fisik

Warna dan Persepsi Warna

Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya warnanya sama

dengan jaringan sekitar. Warna disini berkaitan dengan estetika, dimana harus

menunjukka transulensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan

penampilan jaringan mulut yang digantikannya.Selain itu harus dapat

diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan

setelah pembentukkan (Annusavice. 2003).

Stabilitas Dimensional

Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam

kurun waktu tertentu bentuknya tidak berubah. Stabilitas dimensional dapat

Page 5: Resin Akrilik.docx

7

dipengaruhi oleh proses, molding, cooling, polimerisasi, absobsi air dan

temperatur tinngi (Annusavice. 2003).

Abrasi dan ketahanan abrasi

Kekerasan merupakan suatu sifat yang sering kali digunakan untuk

memperkirakan ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk mengikis

struktur gigi lawannya. Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan,

berefek pada hilangnya sebuah substansi / zat. Mastikasi melibatkan

pemberian tekanan yang mengakibatakan kerusakan dan terbentuknya

pecahan / fraktur. Namun resin akrilik keras dan memiliki daya tahan yang

baik terhadap abrasi (Combe, 1992).

Crazing ( Retak )

Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena

adanya tensile stress, sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau

terpisahnya molekul – molekul polimer (Combe, 1992).

Creep ( Tekanan )

Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu dari

suatu bahan di bawah muatan statis atau tekanan konstan. Akrilik mempunyai

sifat cold flow, yaitu apabila akrilik mendapat beban atau tekanan terus

menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara

permanen (Combe, 1992).

Termal

Thermal conduktivity resin akrilik rendah dibandingkan dengan logam,

pengahntar panasnya sebesar 5,7 x 10-4 / detik / cm / 0C / cm2 (Combe,

1992).

Porositas

Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang

telah mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif

terhadap kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus

(Combe, 1992).

Page 6: Resin Akrilik.docx

8

Macam-macam Porosity:

Gasseous Porosity

Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer

tidak sempat berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola

uap) sehingga pada bagian resin yang lebih tebal, bubbles terkurung sehingga

terjadi porositas yang terlokalisir. Sedangkan pada bagian yang tipis, panas

cxothermis dapat keluar dan diserap gips sehingga resin ridak meiewati titik

didihnya dan lidak akan membentuk bubbles. (Combe, 1992)

Air yang terkandung didaiam resin sebelum atau selama polirnerisasi

akan merendahkan titik didih monumer sehingga dengan ternperatur biasa

akan terjadi seperti diatas. (Combe, 1992)

Shrinkage Porosity,0X4)

Ketidak-homogenan resin akhlik selama polirnerisasi sehingga bagian

yang mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk

voids (ruang-ruang hampa udara) dan terjadi porosity yang terlokalisi.

(Combe, 1992)

Polimer-polimer yang berbeda BM, komposisi dan ukuran akan

menyebabkan bagian- bagian yang mcmpunyai partikel-partikel lebih kecil

dulu berpolimerisasi daripada partikel yang lebih besar. Bagian-bagian yang

berpolimerisasi lebih lam bat akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi

lebih dulu, sehingga terbentuk voids dengan porosity yang terlokalisir.

(Combe, 1992)

Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama

polimerisasi juga akan menyebabkan diffusi monomer menjadi kurang baik

dan membuat voids dengan porosity internal. Yang ketiga hal diatas akan

menyebabkan kerapuhan pada basis protesa. (Combe, 1992)

Page 7: Resin Akrilik.docx

9

B. Sifat Mekanik

Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun plastis,

dari bahan bila terkena gaya atau distribusi tekanan. Sifat mekanis bahan

basis gigitiruan terdiri atas kekuatan tensil, kekuatan impak, fatique, crazing

dan kekerasan. (Combe, 1992)

Kekuatan Tensil

Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa. Kekuatan

tensil resin akrilik yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama

resin akrilik. (Combe, 1992)

Kekuatan Impak

Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin

akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gigitiruan

akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi

fraktur. (Combe, 1992)

Fatique

Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat

fatique. Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan yang tidak

didesain dengan baik sehingga basis gigitiruan melengkung setiap menerima

tekanan pengunyahan. Kekuatan fatique basis resin akrilik polimerisasi panas

adalah 1,5 juta lengkungan sebelum patah dengan beban 2500 lb/in2 pada

stress maksimum 17 MPa. (Combe, 1992)

Crazing

Crazing merupakan terbentuknya goresan atau keretakan mikro. Crazing

pada resin transparan menimbulkan penampilan berkabut atau tidak terang.

Pada resin berwarna, menimbulkan gambaran putih (Anusavice, 2003).

Page 8: Resin Akrilik.docx

10

Crazing kadang-kadang muncul berupa kumpulan retakan pada permukaan

gigitiruan resin akrilik yang dapat melemahkan basis gigitiruan. Retakan-

retakan ini dapat timbul akibat salah satu dari tiga mekanisme berikut.

Pertama, apabila pasien memiliki kebiasaan sering mengeluarkan

gigitiruannya dan membiarkannya kering, siklus penyerapan air yang konstan

diikuti pengeringan sehingga dapat menimbulkan stress tensil pada

permukaan dan mengakibatkan terjadinya crazing. Kedua, penggunaan anasir

gigitiruan porselen juga dapat menyebabkan crazing pada basis di daerah

sekitar leher anasir gigitiruan yang diakibatkan perbedaan koefisien ekspansi

termal antara porselen dan resin akrilik. Ketiga, crazing dapat terjadi selama

perbaikan gigitiruan ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin

akrilik yang telah mengeras dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat

crazing ini dapat dikurangi oleh cross-linking agent yang berfungsi mengikat

rantai-rantai polimer. (Combe, 1992)

Kekerasan

Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15

kg/mm2. Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif

lunak dibandingkan dengan logam dan mengakibatkan basis resin akrilik

cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan makanan yang abrasif dan

terutama pasta gigi pembersih yang abrasif, namun penipisan basis resin

akrilik ini bukan suatu masalah besar. (Combe, 1992)

C. Sifat kimia

1. Penyerapan Air

Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih

besar pada bahan yang lebih kasar. Penyerapan air menyebabkan perubahan

dimensi, meskipun tidak signifikan. Penelitian Cheng Yi-Yung (1994)

menemukan bahwa penambahan berbagai serat pada resin akrilik

Page 9: Resin Akrilik.docx

11

menunjukkan perubahan dimensi yang lebih kecil selama perendaman dalam

air. (Combe, 1992)

2. Stabilitas Warna

Yu-lin Lai dkk. (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan

terhadap stain dari nilon, silikon serta dua jenis resin akrilik dan menemukan

bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorasi yang paling rendah setelah

direndam dalam larutan kopi. Beberapa penulis juga menyatakan bahwa resin

akrilik polimerisasi panas memiliki stabilitas warna yang baik. (Combe,

1992).

D. Sifat biologis

1. Pembentukan Koloni Bakteri

Kemampuan organisme tertentu untuk berkembang pada permukaan

gigitiruan resin akrilik berkaitan dengan penyerapan air, energi bebas

permukaan, kekerasan permukaan, dan kekasaran permukaan. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki

penyerapan air yang rendah, permukaan yang halus, kekerasan permukaan

yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak permukaan dengan air

yang cukup besar sehingga apabila diproses dengan baik dan sering

dibersihkan maka perlekatan bakteri tidak akan mudah terjadi. Pembersihan

dan perendaman gigitiruan dalam pembersih kemis secara teratur umumnya

sudah cukup untuk mengurangi masalah perlekatan bakteri. (Combe, 1992)

2. Biokompatibilitas

Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat biokompatibel.

Walaupun demikian, beberapa pasien mungkin menunjukkan reaksi alergi

yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat atau benzoic acid pada basis

gigitiruan. Pasien yang tidak alergi juga dapat mengalami iritasi apabila

terdapat jumlah monomer yang tinggi pada basis gigitiruan yang tidak

Page 10: Resin Akrilik.docx

12

dikuring dengan baik. Batas maksimal konsentrasi monomer sisa untuk resin

akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah 2,2 %. (Combe, 1992)

2.1.6 Tahap – Tahap Reaksi Resin Akrilik

1. Sandy Stage: Campurannya kasar seperti pasir basah.

2. Sticky Stage : Monomer akan melarutkan butir- butir polimer sehingga

campuran tersebut melunak, melekat serta berserabut. Bila dipegang

atau ditarik- tarik, campuran tadi masih melekat di tangan.

3. Dough Stage: Monomer makin banyak merembes ke dalam butir-butir

polimer dan ada juga monomer yang menguap sehingga

konsistensi makin padat. Pada akhirnya akan menjadi adonan yang

plastis dan tidak tidak melekat lagi di tangan kalau dipegang.

4. Rubbery Stage: Bentuk dan campuran pada tingkatan paling akhir ini

sudah agak keras,menyerupai karet, tetapi masih dapat diputuskan

dengan jari tangan.

5. Hard Stage: Sudah tidak dapat diputuskan dengan tangan (Craig, 2002).

2.1.7 Manipulasi Resin Akrilik

Rasio polimer:monomer adalah 3:1. Hal ini akan memberikan monomer

yang cukup untuk membasahi keseluruhan partikel polimer. Ada dua jenis cara

manipulasi resin akrilik, yaitu teknik molding-tekanan, dan teknik molding-

penyuntikan (O’Brien, dkk.,1985)

1. Teknik Molding-Tekanan

Susunan gigi tiruan disiapkan untuk proses penanaman.

Page 11: Resin Akrilik.docx

13

Master model ditanam didalam dental stone yang dibentuk dengan

tepat.

Permukaan oklusal dan insisal elemen gigi tiruan dibiarkan sedikit

terbuka untuk memudahkan prosedur pembukaan kuvet.

Penanaman dalam kuvet gigi tiruan penuh rahang atas. Pada tahap ini,

dental stone diaduk dan sisa kuvet diisi. Penutup kuvet perlahan-lahan

diletakkan pada tempatnya dan stone dibiarkan mengeras. Setelah

proses pengerasan sempurna, malam dikeluarkan dari mould. Untuk

melakukannya, kuvet dapat direndam dalam air mendidih selama 4

menit. Kuvet kemudian dikeluarkan atau diangkat dari air dan kedua

bagian kuvet dibuka. Kemudian malam luar dikeluarkan.Penempatan

medium pemisah berbasis alginat untuk melindungi bahan protesa

(O’Brien, dkk., 1985).

2. Teknik Molding-Penyuntikan

Setengah kuvet diisi dengan adukan dental stone dan model master

diletakkan ke dalam stone tersebut. Stone dibentuk dan dibiarkan

mengeras.

Sprue diletakkan dalam basis malam.

Permukaan oklusal dan insisal gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka

untuk memudahkan pengeluaran protesa.

Pembuangan malam dengan melakukan pemisahan kedua kuvet

disatukan kembali.

Resin disuntikkan ke dalam rongga mold.

Resin dibiarkan dingin dan memadat.

Kuvet dimasukkan kedalam bak air untuk polimerisasi resin.

Begitu bahan terpolimerisasi, resin bahan dimasukkan ke dalam

rongga mold. Setelah selesai, gigi tiruan dikeluarkan, disesuaikan,

diprose akhir, dipoles (O’Brien, dkk., 1985)

Page 12: Resin Akrilik.docx

14

2.1.8 Aspek – Aspek yang Mempengaruhi Manipulasi

1. Perbandingan bubuk dan cairan

Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5:

1 satuan berat. Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua bubuk sanggup dibasahi

oleh cairan akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul dan

adonan tidak akan mengalir saat dipress ke dalam mold . Sebaliknya, cairan juga

tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada

adonan akrilik , maka pengerutan selama polimerisasi akan lebih besar (dari 7%

menjadi 21 % satuan volume ) dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai

konsistensi dough dan dapat menimbulkan porositas pada bahan gingiva tiruan

(Anusavice ,2003).

2. Pencampuran

Setelah perbandingan tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam

tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough .

Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :

a. Sandy stage

Mula – mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.

b. Sticky stage

Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan.

c. Dough stage

Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya tidak

melekat lagi dan mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan saat

yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mold dalam waktu 10

menit.

d. Rubbery stage

Bila adonan dibiarkan terlalu lama , maka akan terbentuk adonan

menyerupai karet dan menjadi kaku (rubbery – hard ) sehingga tidak

dapat dimasukkan ke dalam mould (Anusavice ,2003).

Page 13: Resin Akrilik.docx

15

3. Pengisian

Sebelum pengisian dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah

merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan

permukaan yang kasar, merekatnya dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari

gips masuk ke dalam resin akrilik. (Anusavice ,2003)

Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan

saat dipress terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke

dalam mould penuh kemudian dilakukan press pertama sebesar 1000 psi ditunggu

selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian

dilakukan press terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit .

Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring (O’Brien dkk, 1985)

4. Kuring

Salah satu tehnik kuring mencakup proses pembuatan bahan tiruan dalam

water bath bertemperatur konstan yaitu 70 C selama 8 jam atau dengan cara

dipanaskan pada suhu 70 C selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan

temperatur smapai 100 C dipertahankan selama 1 jam (Anusavice, 2003).

Pemanasan pada suhu 100 C penting dilakukan untuk mendapatkan

kekuatan dan derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi dan juga akan mengurangi

sisa monomeryang tertinggal. (Anusavice ,2003)

Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik

kemudian dipanaskan di dalam water bath . Suhu dan lamanya pemanasan harus

dikontrol. (Anusavice ,2003)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring , yaitu :

a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna , memungkinkan

mengandung monomer sisa tinggi.

b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer

mendidih pada suhu 100,3 C . Resin hendaknya tidak mencapai suhu

ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian monomer yang belum

bereaksi . Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis. Maka apabila

sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring tiba – tiba

Page 14: Resin Akrilik.docx

16

dimasukkan ke dalam air mendidih , suhu resin bisa naik di atas 100,3

C sehingga menyebabkan monomer menguap . Hal ini menyebabkan

gaseous porosity.

Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan .

Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar . Selama

proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-tiba karena

semalaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasksi antara gips dan

akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila

pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi kesempatan

keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin

dikeluarkan dari cetakan dengan hati – hati untuk mencegah patahnya

gingiva tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik (Mc Cabe

JF, 2008)

2.1.9 Efek Samping Resin Akrilik dan Mengapa Terjadi Monomer Sisa

Beberapa pasien yang menggunakan resin akrilik basis mengalami reaksi

alergi yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat atau benzoil acid, sedangkan

yang tidak alergi dapat mengalami iritasi karena terdapat jumlah monomer sisa yang

tinggi pada basis resin akrilik. (Mc Cabe JF, 2008)

Monomer sisa merupakan sejumlah monomer yang tidak dapat menjadi

polimer pada basis resin akrilik dan dapat menimbulkan reaksi alergi pada pasien

yang menggunakan gigi tiruan. (Mc Cabe JF, 2008)

Beberapa efek monomer sisa:

1. Pada Rongga mulut

Reaksi terbakar dan eritma di bawah basis gigi tiruan sering diistilahkan

dengan denture sore mouth. Penyebabnya bermacam-macam diantaranya trauma,

kebersihan mulut yang jelek, infeksi bakteri serta reaksi alergi. Kebanyakan

denture sore mouth disebabkan oleh trauma dari adaptasi basis gigi tiruan yang

tidak baik. (Mc Cabe JF, 2008)

Page 15: Resin Akrilik.docx

17

Sejak diperkenalkannya polimetil metakrilat atau yang sering disebut resin

akrilik di bidang kedokteran gigi, telah ada dilaporkan tentang reaksi terhadap

bahan pembuat basis gigi tiruan. Reaksi digambarkan sebagai alergi dan iritasi

kimia lokal yang gambaran reaksi oralnya terlihat gejala-gejala seperti panasnya

mulut dan lidah, eritema dan erosi mukosa rongga mulut. Gejala tersebut dapat

dihubungkan dengan beberapa faktor penyebab oleh karena itu penting untuk

memperhatikan semua kemungkinan yang ada termasuk trauma dari pemakaian

gigi tiruan, iritasi kimia akibat resin akrilik, alergi hipersensitifitas terhadap resin

akrilik atau penyakit sistemik yang tidak berhubungan dengan resin akrilik.

Fisher melakukan pengujian terhadap sejumlah pasien yang memakai bahan

basis gigi tiruan akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi. Dari

hasil uji disimpulkan bahwa monomer metil metakrilat menyebabkan alergi

terhadap kulit dan mukosa mulut tetapi bila resin akrilik berpolimerisasi dengan

sempurna, maka tidak ada sensitizer atau reaksi alergi. (Mc Cabe JF, 2008)

Banyak penelitian menduga bahwa monomer sisa yang tertinggal akbat

polimerisasi yang tidak sempurna dari bahan resin akrilik adalah alergen pada

kontak alergi. Alergi terhadap bahan resin akrilik merupakan suatu kemungkinan

tetapi tidak umum atau jarang terjadi. Meskipun jarang, reaksi alergi lebih sering

disebabkan oleh resin akrilik swapolimerisasi dan ini disebabkan resin akrilik

swapolimerisasi mengandung monomer sisa lebih dari 5%. (Mc Cabe JF, 2008)

2. Pada dokter gigi dan tekniker

Monomer sisa metil metakrilat dari resin akrilik merupakan iritan primer yang

mendatangkan respon inflamsi secara cepat dengan aksi langsung pada jaringan

bila berkontak dengan iritan secara langsung. Akibat tertinggalnya monomer

metil metakrilat di dalam resin akrilik, beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa monomer sisa metil metakrilat dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas

atau alergi, juga iritasi lokal bila tidak mengalami reaksi polimerisasi secara

sempurna. Sedangkan bila metil metakrilat berpolimerisasi secara sempurna maka

tidak akan menyebabkan reaksi hipersensitifitas. (Mc Cabe JF, 2008)

Page 16: Resin Akrilik.docx

18

Pada basis resin akrilik umumnya reaksi bersifat lambat dan biasanya dikenal

dengan kontak alergi atau stomatitis venetata. (Mc Cabe JF, 2008)

3. Penanggulangan

Perbandingan monomer dan polimer yang tepat merupakan ahal yang penting

untuk dipertimbangkan, perbandingan polimer dan monomer biasanya 3 – 3,5 : 1

satuan volume atau 2,5 : 1 satuan berat. Bila perbandingan terlalu tinggi, tidak

semua bubk sanggup dibasahi oleh cairan dan akibatnya akrilik yang telah

mengalami proses kuring akan bergranul. Kegagalan dalam menentukan

perbandingan monomer dan polimer seperti terlalau banyaknya monomer dapat

menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan akibat kelebihan cairannya, sehingga

pada gigi tiruan yang telah selesai di proses akan banyak mengandung monomer

sisa. (Mc Cabe JF, 2008)

Penanggulangan kontak alergi alergi tergantung pada berat ringannya kasus

yang terjadi, dimana kasus yang ringan cukup dengan menghilangkan alerginya

dengna mencegah kontak bahan terhadap kulit atau mukosa mulut misalnya

dengan pembuatan gigi tiruan sementara dengan metode tidak langsung. Bagi

kasus yang berat, untuk membantu penyembuhan pasien diobati dengan aplikasi

kortikosteroid topikal. (Mc Cabe JF, 2008)

Pemaparan terhadap bahan hampir setiap hari bagi dokter gigi dan tekniker

oleh karena ventilasi laboratorium yang tidak baik. Oleh sebab itu penggunaan

masker sewaktu memanipulasi bahan basis. Kontak langsung bahan monomer

dengan pekerja laboratorium gigi dapat menyebabkan sakit kepala yang sedang

sampai parah dan dapat dihilangkan dengan meminum aspirin sedangkan

penggunaan sarung tangan latex untuk manipulasi sehingga menghindarkan

kontak langsung dengan bahan resin akrilik. (Mc Cabe JF, 2008)

Proses kuring merupakan hal yang penting dalam pembuatan basis gigi tiruan

sebab bila suhu dan lamanya pemanasan tidak terkontrol dengan benar maka

bahan resin akrilik tidak akan mengalami proses kuring yang baik dan

kemungkinan basis gigi tiruan akan mengandung monomer sisa yang tinggi. Bila

Page 17: Resin Akrilik.docx

19

proses kuring dilakukan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang

terlalu singkat, akan menghasilkan monomer sisa yang besar pada basis gigi

tiruan. Pengaturan suhu dan waktu dalam proses kuring juga harus diperhatikan

dimana bila suhu yang terlalu rendah dan waktu yang terlalu singkat akan

menghasilkan monomer sisa yang lebih besar. (Mc Cabe JF, 2008)

2.1.10 Kekurangan dan Kelebihan Resin Akrilik

A. Heat Cured Acrylic (Resin akrilik teraktivasi)

a). Kelebihan:

- nilai estetis yang unggul dimana warna hasil akhir akrilik sama

dengan warna jaringan lunak rongga mulut.

- Selain itu resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi.

- dan harga terjangkau.

b). Kekurangan:

- daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah.

- fleksibilitas juga masih rendah.

- dan hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi penyusutan

volume (Combe, 1992).

B. Self Cured Acrylic (Resin akrilik Teraktivasi Kimia)

a). Kelebihan:

- mudah dilepaskan dari kuvet.

- fleksibilitas lebih tinggi dari tipe1.

- pengerutan volume akhir tergolong rendah karena proses

polimerisasi dari tipe ini tergolong kurang sempurna.

b). Kekurangan:

Page 18: Resin Akrilik.docx

20

- elastisitas dari tipe initergolong kurang dari tipe I, kemudian

karena digunakan bahan kimia hal tersebut dapat mengiritasi

jaringan rongga mulut.

- dari segi ekonomis lebih mahal (Combe, 1992).

C. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Cahaya)

a). Kelebihan:

- penyusutan saat polimerisasi rendah.

- hasil akhir manipulasi dapat dibentuk dengan baik.

- resin ini dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana.

b). Kekurangan:

- elastisitas dari resin akrilik ini kecil dan penggunaan sinar UV

pada resin ini dapat merusak jaringan rongga mulut (Combe,

1992).

D. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik Teraktivasi Kimia)

a). Kelebihan:

- waktu pemanasan yang dibutuhkan sangat singkat.

- perubahan warna kecil.

- sisa monomernya lebih sedikit di karenakan polimerisasinya

lebih sempurna.

b). Kekurangan:

- resin akrilik ini masih dapat menyerap air.

- harga cukup mahal karena manipulasinya menggunakan

peralatan canggih ( Combe, 1992).

Page 19: Resin Akrilik.docx

21

2.2 Polimerisasi Resin Akrilik

2.2.1 Pengertian Polimerisasi Resin Akrilik

Polimerisasi merupakan persamaan senyawa berat molekul rendah yang disebut

monomer ke senyawa berat molekul besar yang disebut polimer (Craig, dkk., 2004).

2.2.2 Ada Dua Jenis Polimerisasi Resin Akrilik

1. Reaksi Kondensasi

Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau

kondensasi berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2

atau lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa untama bereaksi, seringkali dengan

pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen, dan ammonia.

Pembentukan produk sampingan ini adalah alasan mengapa polimerisasi

pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi. (Craig, dkk.,

2004)

2. Reaksi Adisi

Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan komposisi

selama polimerisasi tambahan/adisi. Makromolekul dibentuk dari unit-unit yang

kecil, atau monomer, tanpa perubahan dalam komposisi, karena monomer dan

polimer memiliki rumus empiris yang sama. Dengan kata lain struktur monomer

diulangi berkali-kali dalam polimer (Anusavice, 2004).

Page 20: Resin Akrilik.docx

22

Pada proses polimerisasi polimetil metakrilat terjadi reaksi kimia berupa

reaksi adisi. Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi polimetil metakrilat

berlangsung dengan tahap sebagai berikut (Umriati, 2000):

a) Aktivasi dan Initiasi

Untuk berlangsungnya polimerisasi dibutuhkan radikal bebas, yaitu

senyawa kimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki electron

ganjil (tidak mempunyai pasangan). Radikal bebas tersebut dibentuk

misalnya, dalam penguraian peroksida, dimana satu molekul benzoil

peroksida dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal bebas inilah yang

menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator. Sebelum

terjadi inisiasi, inisiatornya perlu diaktifkan dengan penguraian peroksida

baik dengan sinar, ultraviolet, panas atau dengan bahan kimia lain seperti

tertian amina. (Umriati, 2000).

Proses yang terjadi pada tahap inisiasi adalah:

- Benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas

- Radikal bebas dapat terurai dan menghasilkan radikal bebas lain.

b) Propagasi

Stadium terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan monomer dan

mendorong terbentuknaya rantai polimer. Proses yang terjadi pada tahap

ini adalah:

- Radikal bebas bereaksi dengan monomer menjadi radikal bebas

sehingga monomer teraktifkan.

- Monomer teraktifkan dapat bereaksi dengan molekul monomer lain

dan seterusnya menjadi pertumbuhan rantai. (Umriati, 2000).

c) Terminasi

Page 21: Resin Akrilik.docx

23

Tahap ini terjadi apabila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu

molekul yang stabil.Pertumbuhan rantai polimer merupakan suatu proses

random yaitu sebagian rantai tumbuh lebih cepat dan sebagian terminasi

sebelum yang lainnya sehingga tidak semua rantai mempunyai panjang

yang sama. Terjadi pergerakan rantai polimer dari rantai yang satu ke

rantai lainnya sewaktu menerima beban stress, sehingga semakin panjang

rantai polimer semakin sedikit monomer sisa pada basis gigi tiruan dan

proses polimerisadi lebih sempurna (Umriati, 2000).

2.3 Cara Reparasi Resin Akrilik

A. Resin Perbaikan

Sesuai dengan sifatnya, resin akrilik dapat mengalami fraktur. Resin perbaikan

dapat diaktivasi oleh sinar, panas, maupun kimia. Untuk memperbaiki protesa

yang patah secara akurat, komponen-komponen haruslah diatur kembali dan

direkatkan bersama menggunakan malam perekat atau modeling plastik. Bila

keadaan ini sudah diperoleh, dibuat model perbaikan dengan menggunakan

stone gigi.

Protesa dipindahkan dari model dan medium perekat dibuang. Kemudian,

permukaan patah diasah untuk memberikan ruangan yang cukup bagi bahan

perbaikan. Model dilapisi dengan medium pemisah untuk mencegah pelekatan

resin perbaikan, dan bagian basis protesa dikembalikan serta dicekatkan pada

model. Persyaratan pengujian untuk resin yang diaktivasi secara kimia untuk

perbaikan basis protesa dinyatakan pada Spesifikasi ADA No. 13 (Anusavice,

2004).

B. Resin Relining (Pelapik) Basis Protesa

Karena kontur jaringan lunak berubah selama protesa berfungsi, seringkali

permukaan protesa intraoral yang menghadap jaringan perlu diubah, untuk

menjamin kecekatan dan fungsi. Pada beberapa keadaan, perubahan ini dapat

dilakukan dengan prosdur pengasahan selektif. Sementara pada keadaan lain,

Page 22: Resin Akrilik.docx

24

permukaan yang menghadap ke jaringan harus digantikan dengan melapik

(relining) atau mengganti (rebasing) protesa yang lama (Anusavice, 2004).

Bila protesa akan direlining, bahan cetak dikeluarkan dari protesa. Permukaan

yang menghadap pada jaringan dibersihkan untuk meningkatkan perlekatan

antara resin yang ada dengan bahan relining. Setelah tahap ini, resin yang

tepat kemudian dimasukkan dan dibentuk menggunakan teknik milding-

tekanan. Untuk relining, temperatur polimerisasi yang rendah lebih disukai

guna meminimalkan distorsi dari basis protesa yang ada. Kemudian, dipilih

resin yang diaktivasi secara kimia. Bahan yang dipilih diaduk menurut anjuran

pabrik dan ditempatkan dalam mold, ditekan dan dibiarkan mengalami

polimerisasi. Protesa dikeluarkan dari kuvet, dirapikan, dan dipoles

(Anusavice, 2004).

C. Rebasing Basis Protesa

Tahap-tahap yang diperlukan dalam rebasing serupa dengan relining. Cetakan

jaringan lunak yang akurat diperoleh dengan menggunaan protesa yang ada

sebagai sendok cetak perseorangan. Kemudian, model stone dibuat dari

cetakan. Model dan cetakan disusun dalam reline jig, yang dirancang untuk

mempertahankan relasi vertikal dan horizontal yang benar antara model stone

dan permukaan gigi tiruan. Hasil susunan tersebut memberikan petunjuk

tentang permukaan oklusal gigi tiruan. Setelah petunjuk tersebut diperoleh,

protesa dilepas dan elemen gigi tiruan dipisahkan dari basis yang lama

(Anusavice, 2004).

2.4 Teknik Membersihkan Gigi Tiruan Akrilik

A. Teknik mekanik

Pembersihan gigi tiruan secara mekanik, yaitu dengan menyikat gigi tiruan

menggunakan sikat gigi yang lembut atau sikat gigi nilon yang lembut dengan

menggunakan air dan sabun. Tindakan pembersihan mekanis sikat biasanya

cukup untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang melekat pada gigi tiruan,

Page 23: Resin Akrilik.docx

25

namun tidak efektif untuk desinfeksi gigi tiruan. Penggunaan sikat gigi yang

kaku, pasta gigi yang abrasif, seperti kalsium karbonat atau silica terhidrasi, dapat

menyebabkan abrasi pada bahan polimer atau mengakibatkan goresan pada

permukaannya. Pasta gigi dengan beberapa bahan abrasive lembut (natrium

bikarbonat atau resin akrilik) dapat digunakan. ( Ecket, 2004)

B. Pembersih gigtiruan secara kimia

Pembersih kimia yang paling umum digunakan menggunakan teknik

perendaman gigi tiruan pada larutan peroksida dan hipoklorit. Keuntungan dari

pembersihan gigi tiruan dengan cara perendaman adalah pembersihan yang

mencakup seluruh bagian dari gigi tiruan, abrasi minimal pada basis gigi tiruan

dan gigi, dan merupakan teknik yang sederhana. ( Ecket, 2004)

C. Pembersih Oxygenating

Peroksida disediakan dalam bentuk bubuk dan tablet.Bahan yang mengandung

senyawa alkali, deterjen, natrium perborat, dan bubuk.Ketika bahan ini dicampur

dengan air, perboratnatrium peroksida terurai melepaskan oksigen. Pembersihan

adalah hasil dari kemampuan oksidasi dari dekomposisi peroksida dan dari reaksi

effervescent menghasilkan oksigen. Hal ini secara efektif dapat menghapus

deposit organic dan membunuh mikroorganisme. Alkali peroksida adalah metode

aman, efektif membersihkan gigi tiruan dan sterilisasi, khususnya di kalangan

pasien geriatri. ( Ecket, 2004)

D. Larutan hipoklorit

Hipoklorit yang umumnya digunakan sebagai pembersih gigi tiruan untuk

menghilangkan plak dan noda ringan, dan mampu membunuh organisme pada

gigi tiruan adalah natrium hipoklorit. Salah satu teknik pembersihan gigi tiruan

Page 24: Resin Akrilik.docx

26

dengan perendaman gigi tiruan dalam larutan sodium hipoklorit 5% dan disertai

penyikatan pada gigi truan. Selain itu, gigi tiruan direndam dalam larutan yang

mengandung 1 sendok the hipoklorit (Clorox) dan 2 sendok teh dari glassy

phosphate (Calgon) dalam setengah gelas air, untuk mengontrol kalkulus, noda

berat pada gigi tiruan. Hipoklorit alkalin tidak dianjurkan untuk gigi tiruan yang

dibuat dari paduan logam tuang. Ion klorin dapat menyebabkan korosi dan

penggelapan dari logam ini. Larutan terkonsentrasi hipoklorit juga tidak boleh

digunakan karena penggunaan jangka panjang dapat mengubah warna gigi tiruan

resin. ( Ecket, 2004)

E. Teknik pembersihan lain

a. Unit ultrasonic memberikan getaran yang dapat digunakan untuk

membersihkan gigi tiruan. Bila teknik ini digunakan, gigi tiruan ditempatkan ke

unit pembersih, yang diisi dengan larutan pembersih. Tindakan pembersihan dari

agen perendaman dilengkapi oleh aksi debriding mekanik getaran ultrasonik.

Meskipun efektif, teknik ini mungkin tidak cukup menghilangkan plak pada

permukaan gigi tiruan. ( Ecket, 2004)

b. Asam yang diencerkan (asam sitrat, isopropilalkohol, asam klorida, atau

cuka rumah tangga biasa) tersedia untuk menghilangkan endapan keras pada gigi

tiruan. Cuka juga dapat membunuh mikroorganisme tetapi kurang efektif

dibandingkan dengan larutan bleaching. Pembersih dengan bahan asam yang

diencerkan harus digunakan hati-hati, dan gigi tiruan harus dibilas secara

menyeluruh untuk menghindari kontak dengan bahan kulit dan mukosa. Asam

encer juga dapat menyebabkan korosi dari beberapa gigi tiruan logam paduan.

( Ecket, 2004)

c. Pembersih gigi tiruan yang mengandung enzim (mutanese dan protease)

telah ditunjukkan dapat mengurangi plak gigi tiruan secara signifikan, dengan 15

menit perendaman setiap hari, terutama ketika dikombinasi dengan menyikat gigi

tiruan. ( Ecket, 2004)

Page 25: Resin Akrilik.docx

27

d. Penggunaan polimer silikon. Pembersih ini memberikan lapisan pelindung,

yang menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi tiruan sampai aplikasi

berikutnya. ( Ecket, 2004)