15
PANDUAN LAPANGAN RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA PANDUAN LAPANGAN RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA 57 Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati 54 Monitoring Bab 6 MONITORING PERTUMBUHAN TANAMAN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI 6.1. MONITORING TANAMAN RESTORASI Monitoring terhadap pelaksanaan restorasi dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan informasi terkini terkait dengan progres pelaksanaan kegiatan restorasi yang berfungsi untuk membantu perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan restorasi. Monitoring dilakukan secara berkala dan periodik pada saat kegiatan sedang berjalan oleh pelaksana restorasi. Hasil monitoring dicatat dan didokumentasikan untuk digunakan sebagai bahan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan restorasi. Monitoring terhadap tanaman restorasi dapat dilakukan dengan beberapa cara yang diuraikan pada bagian berikut. 6.1.1. Penilaian Pertumbuhan Tanaman (survival rate) Kegiatan penilaian pertumbuhan tanaman dilakukan untuk mengukur tingkat pertumbuhan tanaman sebagai pertimbangan teknis dalam kegiatan pemeliharaan tanaman. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut–II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, kegiatan penilaian tanaman meliputi: pengukuran luas tanaman; jumlah dan jenis tanaman; serta penghitungan persentase tumbuh tanaman sehat. Untuk penilaian tanaman di dalam dan di luar kawasan hutan, metode yang dipakai menggunakan metode Systematic Sampling with Random Start sedangkan untuk pembuatan pengkayaan tanaman dengan metode Purposive Sampling. Besarnya Intensitas Sampling (IS) disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Prosedur Penilaian Tanaman a)Penilaian tanaman akan dilakukan dengan teknik sampling menggunakan metode systematic sampling with random start dengan intensitas sampling 5 %. - Petak ukur berbentuk empat persegi panjang ukuran 40 m x 25 m (0,1 Ha). Jarak antar petak ukur adalah 100 m arah Utara-Selatan dan 200 m arah Barat-Timur. Jarak antara petak ukur terluar dengan batas tanaman ditentukan minimum 50 m dan maksimum 100 m. - Pada tiap-tiap titik ukur dibuat unit pengukuran berbentuk persegi panjang dengan ukuran 25 m x 40 m yang memanjang searah dengan larikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: Salah satu banir/akar papan pohon di hutan primer restorasi Sei Betung

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

  • Upload
    dinhnhi

  • View
    363

  • Download
    24

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

57Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati54 Monitoring

Bab 6

MONITORING PERTUMBUHAN TANAMAN DANKEANEKARAGAMAN HAYATI

6.1. MONITORING TANAMAN RESTORASIMonitoring terhadap pelaksanaan restorasi dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan informasiterkini terkait dengan progres pelaksanaan kegiatan restorasi yang berfungsi untuk membantuperbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan restorasi.

Monitoring dilakukan secara berkala dan periodik pada saat kegiatan sedang berjalan olehpelaksana restorasi. Hasil monitoring dicatat dan didokumentasikan untuk digunakan sebagaibahan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan restorasi.

Monitoring terhadap tanaman restorasi dapat dilakukan dengan beberapa cara yang diuraikanpada bagian berikut.

6.1.1. Penilaian Pertumbuhan Tanaman (survival rate)Kegiatan penilaian pertumbuhan tanaman dilakukan untuk mengukur tingkat pertumbuhantanaman sebagai pertimbangan teknis dalam kegiatan pemeliharaan tanaman.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan TerhadapPeraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut–II/2008 tentang Pedoman Teknis RehabilitasiHutan dan Lahan, kegiatan penilaian tanaman meliputi: pengukuran luas tanaman; jumlah danjenis tanaman; serta penghitungan persentase tumbuh tanaman sehat. Untuk penilaian tanamandi dalam dan di luar kawasan hutan, metode yang dipakai menggunakan metode SystematicSampling with Random Start sedangkan untuk pembuatan pengkayaan tanaman dengan metodePurposive Sampling. Besarnya Intensitas Sampling (IS) disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.

Prosedur Penilaian Tanamana)Penilaian tanaman akan dilakukan dengan teknik sampling menggunakan metode systematicsampling with random start dengan intensitas sampling 5 %.

- Petak ukur berbentuk empat persegi panjang ukuran 40 m x 25 m (0,1 Ha). Jarak antar petakukur adalah 100 m arah Utara-Selatan dan 200 m arah Barat-Timur. Jarak antara petak ukurterluar dengan batas tanaman ditentukan minimum 50 m dan maksimum 100 m.

- Pada tiap-tiap titik ukur dibuat unit pengukuran berbentuk persegi panjang dengan ukuran25 m x 40 m yang memanjang searah dengan larikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat padagambar berikut:

Salah satu banir/akar papan pohon di hutan primer restorasi Sei Betung

Page 2: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

5958

Penarikan petak ukur

b) Untuk panduan dalam pembuatan petak ukur akan dibuat diagram skema penarikan contohpetak tanaman, dipetakan dengan skala 1: 5000, dengan mencantumkan koordinat geografistitik ikat yang mudah ditemukan di lapangan.

c) Data yang dicatat dan diukur pada setiap petak ukur meliputi data tanaman (jenis, jumlahtanaman yang hidup, tinggi tanaman dan kesehatan tanaman) dan data penunjang (fisiografilahan, keadaan tumbuhan bawah, kondisi tanah dan gangguan terhadap tanaman).

Pengolahan DataPengolahan data untuk mendapatkan nilai keberhasilan tanaman dilakukan dengan mengacu padaPeraturan Menteri Kehutanan No.26/Menhut-II/2010 dengan sistematis sebagai berikut;a) Persen tumbuh tanaman, dihitung sesuai dengan kondisi petak ukur yang diamati.b) Persen tanaman sehat, yaitu;

- sehat apabila tanaman tumbuh segar, batang relatif lurus dan bertajuk,- kurang sehat apabila tajuk menguning atau berwarna tak normal, batang bengkok-bengkok

atau percabangan sangat rendah dan- tanaman merana apabila tanaman tumbuhnya tidak normal atau terserang hama penyakit,

sehingga kalau dipelihara kecil kemungkinan akan tumbuh dengan baik.

Hasil Penilaian TanamanPengolahan data untuk mendapatkan nilai keberhasilan tanaman dilakukan dengan mengacu padaPeraturan Menteri Kehutanan No.26/Menhut-II/2010. Persentase tumbuh tanaman pada setiapunit pengukuran (Pi) dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah pohon dilapangan (ni)dengan jumlah pohon yang seharusnya ada sesuai jarak tanam (n).

Rata-rata persen tumbuh seluruh lokasi penanaman adalah

niPi = x 100 % (n = banyaknya unit pengukuran)

n

NiPi = x 100 % (n = banyaknya unit pengukuran)

N

6.1.2. UJI COBA LAPANGAN SISTEM PLOT (FIELD TRIAL PLOT SYSTEM) -(FTPS))

Apa yang dimaksud dengan FTPS?FTPS merupakan elemen penting dari sebuah proyek restorasi hutan. Uji coba ini terdiri darisejumlah petak kecil di areal restorasi dan berukuran 30 x 30 m, dimana masing-masing petak/plotditanam dengan komposisi jenis pohon berbeda untuk diuji dengan perlakuan silvikultur yangberbeda. Setiap musim penananam, plot baru akan ditambahkan pada areal kerja. Di dalam plottersebut, jenis-jenis pohon yang pada tahun-tahun sebelumnya terbukti kuat dan menunjukkanperforma yang baik akan tetap dipertahankan, sementara pohon yang tidak berkembang denganbaik akan dibuang untuk memberi ruang pada spesies baru lainnya untuk diujicoba denganperlakuan yang ada.

FTPS bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan jenis pohon terpilih setelah jenis tersebutditanam pada kondisi panas, kering, terik dan penuh gulma yang merupakan karakteristik yangumum dijumpai pada area yang akan direstorasi. Selain itu, FTPS juga dapat digunakan untukmengukur aspek lain dari restorasi seperti rancangan optimum dan pengelolaan plot setelahditanam (terutama pada pemeliharaan). FTPS yang dirancang dengan seksama tidak hanyamenghasilkan data ilmiah, tetapi juga dapat berfungsi sebagai alat peraga yang penting untukmemperlihatkan teknik restorasi hutan paling sukses dan hal-hal yang yang harus dihindari.

Apa tujuan dari FTPS?FTPS memiliki 3 tujuan utama:1) Mengumpulkan data ilmiah untuk menghasilkan satu set “teknik praktis terbaik” (best practice

technique) untuk restorasi hutan yang efektif2) Menguji kepraktisan dari teknik praktis yang diterapkan3) Menyediakan lokasi demonstrasi untuk pendidikan dan pelatihan dalam metode restorasi

hutan.

Pertanyaan-pertanyaan i lmiah yang ditangani oleh FTPS harus mencakup:1) Apakah jenis pohon yang diuji memenuhi kriteria yang menunjukkan skema jenis pohon?

(tutupan kanopi, cepat tumbuh, berbuah awal, tahan api).2) Berapakah jarak tanam optimal?

(1 pohon setiap 3 meter di jalur tanam? Atau 1 pohon setiap 2 meter?)3) Perlakuan silvikultur apa yang dapat memaksimalkan kinerja dari pohon yang ditanam (misalnya

frekuensi penyiangan, pemupukan, pemberian mulsa, dan lain lain)? Berapa sering dan berapalama perlakuan tersebut diterapkan? (Misalnya ; pemberian mulsa setebal 15 cm, ulangi setiap6 bulan)

4) Bagaimana desain penanaman yang baik?Misalnya berapa banyak spesies per plot? Spesies apa yang bisa tumbuh berdampingan satusama lain dan spesies apa yang tidak?

5) Seberapa cepat keanekaragaman hayati pulih? Seberapa cepat hutan tercipta (tutupan kanopi)?Berapa komposisi skema jenis yang mendorong regenerasi alami dan perekrutan spesies

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 3: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

6160

tambahan dari sekitar hutan alam?6) Bagaimana jarak ke hutan terdekat dapat mempengaruhi pemulihan keanekaragaman hayati?

Sebagai plot yang tumbuh tahun demi tahun, FTPS menjadi lokasi demonstrasi yang ideal untukmengajarkan para pelajar dan pengunjung tentang "praktik terbaik teknik untuk restorasi hutan".Karena semua pohon di plot tersebut diketahui usia dan spesiesnya. FTPS juga dapat menjadisumber penelitian bagi para ilmuwan dan mahasiswa penelitian. FTPS menjadi sumber dayapendidikan serta fasilitas penelitian.

Dimana seharusnya FTPS ditetapkan?Pilih area yang didominasi lahan kritis, biasanya didominasi oleh ilalang (Imperata cylindrica) atautempat terbuka. Jika sudah ada spesies pionir yang cukup tumbuh secara alami, daerah tidakperlu ditanami kembali dan teknik ANR perlu di implementasikan.

Apa pertimbangan ilmiah?KeseragamanCobalah untuk memilih daerah yang seragam tingkat kerusakannya. Daerah harus memilikitutupan pohon yang sangat rendah, anakan atau tunggul pohon hidup juga sedikit. Vegetasi harusdidominasi oleh rumput dan beberapa gulma. Pilih daerah gundul daripada kawasan hutan yangterdegradasi. Itu adalah kondisi yang paling tepat untuk membangun FTPS di dalam atau di zonapenyangga kawasan lindung seperti taman nasional, cagar alam dan lain-lain di mana konservasikeanekaragaman hayati adalah prioritasSisa hutan (atau hutan primer) harus tetap ada dalam lansekap setidaknya beberapa kilometerdari lokasi FTPS yang direncanakan, sebagai sumber benih dan untuk mempertahankan populasisatwa pemencar benih.

AksesibilitasIni adalah hal yang sangat penting,jika tempat tersebut dapat diakses oleh setidaknya sepedamotor, bukan hanya untuk penanaman, pemeliharaan dan pemantauan pohon yang ditanam,tetapi juga memfasilitasi kunjungan ke plot untuk pendidikan dan tujuan demonstrasi proyek.Cobalah untuk menemukan daerah yang dekat dengan pembibitan, pondok restorasi ataumasyarakat.

Bagaimana seharusnya plot ditetapkan?Tentukan satu prosedur standar yang harus diikuti untuk membangun suatu plot pengamatan.Protokol standar harus didasarkan pada praktek-praktek terbaik yang dikenal saat ini untukmenanam pohon di daerah tersebut, yang dapat diperoleh dari pengalaman sebelumnya danpengetahuan lokal atau seperti yang dijelaskan dalam buku pedoman ini. Protokol standar inidapat ditingkatkan dari dari tahun ke tahun, dengan menggabungkan secara bertahap bentukperlakuan yang paling sukses berdasarkan analisis hasil percobaan lapangan setiap tahunnya.

Mempersiapkan rencana ujicoba lapanganSiapkan dokumen kerja yang berisi informasi berikut:1) Sebuah sketsa peta yang menggambarkan sistem plot, berikan masing-masing plot nama atau

kode, dan keterangan perlakuan yang diberikan untuk setiap plot.2) Daftar spesies yang ditanam dalam plot dan nomor label dari setiap pohon yang ditanam

pada setiap plot.3) Deskripsi dari protokol standar penanaman (mencatat faktor-faktor seperti ; mulsa, pupuk,

air, kedalaman lubang).4) Penjelasan mengenai perlakuan yang akan diterapkan di masing-masing plot dan jadwal

pemberian perlakuan.

Jika pengujian perlakuan dilakukan dibeberapa plot, jelaskan dengan tepat bagaimana menerapkanperawatan yang ditentukan (konsistensi adalah kunci). Salah satu penyebab utama kegagalanpercobaan adalah aplikasi perlakuan yang tidak konsisten.

Tata Waktu1) Satu bulan sebelum tanam, ukur dan tandai minimal 3 plot (30x30 meter); dengan 5 meter

tambahan dari zona penyangga harus disiapkan di sekitar bagian luar plot untukmengurangi ‘efek tepi’ pada pertumbuhan tanaman dan pembentukan kanopi. Tandai sudutdengan spidol permanen lalu buat peta plot, berikan penamaan atau penomoran setiap plot.Jika pengujian perlakuan terdapat diantara beberapa plot, jelaskan dengan tepat bagaimanamenerapkan perlakuan yang ditentukan (konsistensi adalah kunci). Salah satu penyebab utamakegagalan percobaan adalah aplikasi perlakuan yang tidak konsisten.

2) Kemudian, lakukan perebahan gulma sampai ke permukaan tanah, tapi hindari anakan pohonalami (jika sulit untuk mengidentifikasi atau terlalu kecil, tandai dengan label berwarna atauajir, kemudian dapat diidentifikasi sebagai pra- regenerasi alam yang ada dan termasuk dalamprogram monitoring).

3) Dua minggu sebelum penanaman, (dan minimal satu minggu setelah setiap tunas rumput telahtumbuh kembali) berikan herbisida non-residual (misalnya glyphosate) untuk menghentikanpertumbuhan gulma.

4) Pada saat penanaman, tanamlah setidaknya 10 jenis pohon yang berbeda, (coba untukmendapatkan jumlah yang sama dari semua spesies, setidaknya 15 pohon dari masing-masingspesies per plot) setiap 2,5 meter sepanjang jalur tanam dan secara acak di setiap plot.Selanjutnya untuk masing-masing pohon diberi label untuk identifikasi spesies dan jumlahindividu pohon.

5) Siapkan lembar data dengan kolom Tinggi, DBH dan Lebar Kanopi. Kemudian catat setiapdata tinggi, DBH dan lebar kanopi pohon yang diukur, apabila label hilang pohon perlu diidentifikasi kembali dan dilakukan pengukuran.

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 4: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

6362

Gambar ini menunjukkan plot FTPS yang didominasi oleh rumput bladey dansemak-semak, berdekatan dengan kawasan hutan alam serta tidak terlalu curam.

Foto ini diambil menggunakan Drone. Anda dapat melihat plot kontrol (30 x 30 m)yang berada di dekat hutan sekunder dan jalur penanaman.

6) Setelah sekitar 2-4 minggu (untuk menghitung setiap tanaman mati, ambil pengukuran pertamaterhadap tinggi pohon dan lebar kanopi, dan perhatikan mana pohon yang telah mati dan apapenyebabnya. Catatan dapat diambil setiap 3 bulan, atau dua kali setahun atau bahkan setahunsekali. Setelah 3 bulan, pohon-pohon yang bertahan hidup dapat diberikan label yang lebihpermanen dengan kolom pencatatan (Tinggi, DBH dan Lebar Kanopi). Ini juga merupakansaat yang tepat untuk dapat memulai kegiatan pemeliharaan.

7) 3 bulan setelah tanam, bersihkan gulma di sekitar pohon dan berikan pupuk organik tambahandengan menggunakan rumput mati.

8) Ulangi penyiangan dan pemupukan hingga 3 kali setiap tahun sampai kanopi rapat.

Di dekat plot, tetapkan plot-plot kontrol atau "ANR" dengan ukuran yang sama (30x30m )dimana plot disiapkan dalam metode dan skala waktu yang sama persis tetapi tanpa menanampohon apapun (untuk mengamati dan membandingkan regenerasi alam di daerah ini danmengevaluasi efektivitas penanaman pohon). Plot-plot "ANR" dapat dilengkapi dengan tenggeranburung buatan untuk menarik dan meningkatkan regenerasi alami melalui penyebaran biji olehburung. Tindak lanjut dan program pemeliharaan dapat divariasikan untuk menemukan bentukperawatan rutin yang optimal yaitu dengan biaya efisien dan menjamin pohon yang ditanamdapat membentuk kanopi dalam minimal 3 tahun. Setiap perubahan protokol standar haruskonsisten dalam penerapannya dan frekuensi penerapannya harus dicatat.

Jenis Perlakuan Apa Yang Harus DiUji Pada Plot Pengamatan?Jenis perlakuan yang diberikan harus didisain untuk mengatasi faktor-faktor utama yangmenghambat kelangsungan hidup dan pertumbuhan pohon di lokasi penelitian.Sebagai contoh, jika nutrisi tanah yang menjadi penghambat, lakukan percobaan denganmenggunakan beberapa jenis pupuk dan jumlah pemberian/frekuensi pemberian pupuk. Atau,lakukan eksperimen dengan menambahkan kompos atau pupuk organik ke dalam lubang tanam.Jika persaingan dengan gulma merupakan faktor penghambat yang paling jelas, cobalah beragamteknik pemusnahan gulma dan atau berberapa pilihan frekuensi penyiangan atau pemberianmulsa padat untuk menekan perkecambahan biji gulma di sekitar akar pohon yang ditanam.

Berapa banyak pohon yang dibutuhkan untuk pengamatan?Gunakan jarak tanam yang direkomendasikan yaitu 3 X 3 m dengan ukuran plot standar 30x 30 m, dan membutuhkan sekitar 450 pohon per plot. Dengan ukuran sampel minimum yangdapat diterima adalah 15 individu per spesies.Plot yang lebih besar dapat menampung lebih banyak spesies atau ukuran sampel yang lebihbesar untuk setiap spesies.

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 5: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

6564

Apa pengukuran lainnya dapat dibuat?1) Kesehatan

Kelangsungan hidup yang tinggi dan tingkat pertumbuhan setelah ditanam adalah karakteristikyang paling penting dari sebuah spesies. Selain itu, catat kondisi umum pohon yang ditanamsetiap kali monitoring, dapat menghasilkan informasi yang berguna tentang kekuatan danketahanan dari masing-masing spesies yang ditanam terhadap tekanan seperti kebakaran,kekeringan atau serangan hewan. Tambahkan 2 kolom dalam lembar pencatatan data untuki) skor kesehatan 0 sampai 3 untuk setiap pohon dan ii) catatan singkat dari masalah kesehatanyang jelas diamati (Mis. mahkota telah dimakan, daun tampak kuning, babi hutan telah merusaktanaman). Pastikan tim monitoring mengikuti tingkatan/standar yang konsisten untuk melakukanpengukuran kesehatan - (0 menjadi mati).

Mati Tampak mati tapi daun masih hijau Daun hijau dan tumbuh

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

Bagaimana seharusnya pemberian label untuk anakan yang ditanam?Pada awal pertumbuhan, anakan dapat diberi label dasar dengan nomor kode (atau label spesies)yang melekat pada pohon. Setelah sekitar 3 bulan, pohon-pohon yang masih hidup bisa diberilabel data permanen lainnya yang mencatat Tinggi, DBH dan Lebar Kanopi (biasanya setelahsekitar 3 bulan untuk memeriksa).

6.1.3. Penelitian Untuk Memulihkan Ekosistem Hutan TropisPencatatan DBH tidak perlu dilakukan sampai pohon-pohon berukuran DBH 10 cm atau lebih,DBH diukur 1,3 m di atas tanah, label dapat ditempel ke batang pohon, tandai titik lingkarberukuran 1,3 m.

Informasi minimum pada label adalah jumlah spesies dan jumlah individu pohon. Apapun metodeyang digunakan, seharusnya tidak ada dua pohon atau lebih dengan nomor label yang sama.

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 6: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

2) Laju PertumbuhanUkur ketinggian dan idari pohon yang ditanam dengan pita pengukur, ukur dari pangkal batang(permukaan tanah) sampai ke ujung pertumbuhan untuk tinggi dan ukur diameter tajuk. Padapengukuran awal, ukur Diameter Lebar Akar (Root Collar Diameter/RDC) dengan menggunakankaliper di dasar pohon. Setelah pohon cukup besar catat DBH-nya.

6.1.4. Monitoring Kualitatif - Foto Titik PemantauanSalah satu cara paling sederhana untuk menilai percobaan restorasi hutan adalah denganmengguanakan fotografi. Foto-foto sering lebih mudah dimengerti dari pada data statistik. Fotodapat memberikan informasi secara visual dan dapat menyampaikan efektivitas penanamanpohon secara keseluruhan dalam memulihkan hutan yang terdegradasi. Kualitas foto yang baikyang menjelaskan keadaan 'sebelum dan setelah penanaman’ bisa menjadi sangat efektif untukmendemonstrasikan secara visual proses pembentukan kanopi hutan melalui ruang dan waktu.Hal yang perlu diperhatikan adalah dengan membuat tiang permanen sebagai titik pengambilanfoto (jika di lokasi restorasi diketahui adanya gajah, maka perlu untuk mempertimbangkanmembuat tiang yang fleksibel). Ambil beberapa foto dari atas tiang, yang mewakili keadaan; i)sebelum persiapan lahan; ii) sebelum penanaman; iii) setelah penanaman; dan iv) dua kali setahunsesudah penanaman (atau setiap tiga bulan bersamaan dengan pengambilan data monitoring).

Akan sangat membantu untuk menyertakan objek yang mudah dilihat di foto sebagai titik acuanuntuk menjaga konsistensi (tunggul pohon besar, gunung) serta posisi cahaya yang menyinariobjek (sampai 1/5 gambar mendapat cahaya). Pastikan untuk menggunakan kamera yang samadan pengaturan yang sama setiap kali (lakukan pencatatan jika diperlukan).

6766

6.1.5. Perlindungan dan Keamanan Areal Restorasi (Hama, Penyakit, PotensiGangguan dan Ancaman)

Restorasi hutan yang rusak memerlukan pemeliharaan yang tepat setelah dilakukan penanaman.Aktivitas pemeliharaan yang wajar adalah pembebasan atau penyiangan dari gulma, penjarangan,penggantian tanaman (penyulaman). Diperlukan juga upaya pengendalian terhadap hama danpenyakit serta pencegahan terhadap binatang yang dapat menggangu tanaman (Sutomo, 2009).

Upaya mengendalikan hama dan penyakit adalah dengan menghindari penanaman monokultur.Namun apabila masih terjadi serangan hama dan penyakit, diupayakan dengan menggunakan obatorganik, misalnya air rendaman tembakau, buah bintaro, larutan cabe, dan lain-lain.

Tindakan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang merusak seperti kebakaran hutan, penggembalaanternak, dan kegiatan masyarakat yang dapat merusak tanaman perlu dilakukan patroli secaraterus menerus dan secara periodik sampai tanaman tersebut diperkirakan dapat tumbuh denganbaik (Miyakawa dkk, 2014).

6.2. EKOSISTEM REFERENSIEkosistem referensi berperan sebagai model dalam merancang sebuah proyek restorasi yangpada gilirannya dipakai untuk mengevaluasi hasil restorasi. Dimana obyek restorasi terdiri daridua atau lebih tipe ekosistem, referensi dapat disebut dengan Ekosistem Referensi atau, bilahanya sebagian dari lansekap lokal yang akan direstorasi disebut Unit Ekosistem Referensi. Secarakhusus, referensi mewakili satu titik perkembangan yang sudah lanjut yang berada pada satu titiksepanjang jalur (trajectory) perkembangan yang diharapkan dari suatu restorasi. Dengan kata lainekosistem yang dipulihkan diharapkan pada akhirnya meniru atribut-atribut pada ekosistemreferensi dan tujuan serta strategi suatu proyek restorasi dikembangkan sesuai dengan harapantersebut.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, ekosistem referensi berupa lokasi yang sebenarnya,deskripsi tertulis tentangnya atau kedua-duanya. Permasalahan dengan ekosistem referensisederhana adalah bahwa referensi tersebut hanya mewakili tahapan atau ekosistem atributtunggal. Ekosistem referensi yang dipilih, sebenarnya dapat meliputi berbagai potensi tahapanbergantung pada tingkatan sejarah perkembangan ekosistem itu. Ekosistem referensi mencerminkankombinasi tertentu dari kejadian acak yang terjadi sepanjang perkembangan ekosistem tersebut.Dengan cara yang sama ekosistem yang direstorasi juga dapat berkembang ke dalam berbagaitingkatan yang mungkin. Suatu tingkatan dapat dianggap sebagai tingkatan restorasi sepanjangdapat diperbandingkan dengan tahapan potensial dimana ekosistem referensi juga diketahuipernah mencapai tahapan itu. Dengan demikian referensi yang sederhana belum cukup menunjukkankonstelasi tahapan yang potensial dan rentang variasi dari sejarah perkembangannya terhadapekosistem yang direstorasi. Sehingga sebuah referensi sebaiknya merupakan gabungan dariberbagai lokasi referensi dan bila memungkinkan dari sumber lain. Deskripsi gabungan inimemberikan dasar yang lebih realistis bagi perencanaan restorasi.

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 7: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

6968

6.3. ATRIBUT KEBERHASILAN RESTORASIBagian ini menjelaskan pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan “pemulihan (recovery)”dalam restorasi ekologis. Suatu ekosistem dikatakan pulih dan telah kembali ketika ekosistemtersebut berisi sumberdaya biotik dan abiotik yang memadai untuk keberlanjutan perkembanganekosistem tersebut tanpa bantuan atau subsidi dari manusia (Society for Ecological RestorationInternational Science & Policy Working Group, 2004). Ekosistem tersebut secara mandiri akanberkelanjutan baik secara struktur maupun fungsi ekologisnya. Ekosistem tersebut akanmenunjukkan daya lenting (resilience) ke kisaran normal apabila mendapatkan tekanan dangangguan lingkungan. Ekosistem ini akan berinteraksi dengan ekosistem yang bersebelahan dalamhal aliran biotik dan abiotik serta interaksi kultural. Sembilan atribut keberhasilan restorasi dibawah ini merupakan dasar penentuan apakah restorasi telah berjalan sempurna. Memenuhiseluruh atribut ini sepenuhnya bukanlah tujuan utama untuk memperlihatkan keterpulihan.Atribut-atribut ini penting untuk menunjukkan arah lintasan (trajectory) perkembangan ekosistemsesuai dengan tujuan restorasi atau ekosistem referensi. Beberapa atribut dapat diukur segerasecara langsung, sedangkan yang lain dinilai secara tidak langsung, termasuk fungsi ekosistemyang tidak dapat dipastikan tanpa riset yang memadai, yang biasanya di luar kemampuan danangggaran proyek restorasi pada umumnya.

Atribut 1. Suatu ekosistem yang direstorasi dapat dikatakan telah pulih apabila ekosistemtersebut telah berisi karakteristik yang ada berupa spesies yang terdapat pada ekosistem referensidan ekosistem tersebut telah memperlihatkan struktur komunitas (baik hewan maupun tumbuhan)yang menyerupai ekosistem dimaksud. Dengan demikian apabila spesies yang ada dan stratatajuk telah menyerupai ekosistem referensi maka ekosistem yang direstorasi tersebut dapatdinyatakan telah pulih.

Atribut 2. Spesies pada ekosistem yang dinyatakan telah pulih harus terdiri dari jenis-jenis asli setempat. Namun demikian untuk merestorasi ekosistem yang sebelumnya merupakanareal budidaya (misalnya areal tanaman monokultur eks hutan produksi atau areal bekasperambahan yang ditanami jenis-jenis tanaman pangan), dapat diberikan kelonggaran sampaitahap tertentu dapat terjadi adanya spesies eksotik serta spesies ruderal dan segetal yang tidakinvasif yang mungkin telah berasosiasi dengan spesies asli dan sulit dieradikasi. Pada tahaptersebut, walaupun masih ada jenis-jenis eksotik di dalamnya, ekosistem tersebut dapat dinyatakantelah pulih, sepanjang tumbuhan eksotik tersebut masih dapat dikontrol dan akhirnya dieradikasi.Ruderal adalah jenis tanaman asing yang biasa mengkoloni areal terganggu, sedangkan segetalbiasanya tumbuh tercampur dengan spesies budidaya (crops);

Atribut 3. Suatu ekosistem yang direstorasi dinyatakan telah pulih bila seluruh kelompokfungsional yang mempunyai peran penting di dalam ekosistem untuk mendorong perkembanganekosistem berlanjut dengan sempurna telah terwakili, atau apabila tidak, kelompok yang belumterwakili masih punya potensi untuk mengkoloni secara alami. Kelompok fungsional adalahkelompok organisme seperti tumbuhan pakan, herbivora, karnivora, dekomposer, nitrogen fixerdan pollinator yang mempunyai peran penting di dalam ekosistem. Keadaan ini dapat dicirikan

Sumber informasi yang dapat dipakai untuk menggambarkan ekosistem referensi diantaranyaterdiri dari:1) Deskripsi ekologi, daftar spesies dan peta lokasi proyek sebelum terjadi kerusakan;2) Foto udara dan foto jarak dekat dari berbagai waktu pengambilan yang mengindikasikan

kondisi fisik dan biota sebelum terjadi kerusakan;3) Sisa-sisa lokasi yang mengindikasikan tegakan dan kondisi fisik dan biota sebelum terjadi

kerusakan;4) Deskripsi ekologis dan daftar spesies pada ekosistem serupa yang masih utuh;5) Spesimen herbarium dan musim;6) Kondisi masa lalu berdasarkan penuturan lisan dari orang yang mengetahui lokasi proyek

sebelum terjadi kerusakan, misalnya dari petugas lapangan atau masyarakat sekitar;7) Bukti-bukti paleologi, seperti fosil polen, arang, sejarah lingkaran tahun, timbunan dari rodensia.

Nilai referensi tersebut bertambah seiring dengan jumlah informasi yang ada, namun lengkaptidaknya sebuah referensi tentunya bergantung pada waktu dan biaya. Setidaknya, sebuah informasidasar mengenai ekologi dapat menggambarkan atribut yang menonjol dari lingkungan abiotikdan aspek-aspek penting keanekaragaman hayati seperti komposisi spesies dan struktur komunitas.Selain itu, basis informasi dapat mengidentifikasi kejadian-kejadian tekanan periodik secara normalyang menjaga integritas ekosistem. Deskripsi dari referensi mengenai kultur harus mengidentifikasipraktek-praktek budaya dalam restorasi dan selanjutnya dalam mengelola ekosistem. Ada duamasalah dalam deskripsi suatu referensi yang harus direkonsiliasi untuk menjamin kualitas dankegunaan referensi tersebut. Pertama, lokasi referensi biasanya dipilih bagi areal-areal yang telahmengalami tahap lanjut perkembangan keanekaragaman hayati, sementara lokasi restorasiumumnya menunjukkan tahap awal dari proses ekologis. Dalam kasus seperti ini, referensi perludiekstrapolasi balik ke fase perkembangan untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi. Kedua,tujuan restorasi adalah mendapatkan ekosistem alami, dimana hampir seluruh ekosistem refensitelah mengalami perubahan oleh aktivitas manusia yang harus diacu. Dengan demikian, referensimemerlukan interpretasi untuk menghilangkan sumber-sumber artifisialitas. Untuk itu penyiapandeskripsi suatu referensi memerlukan pengalaman dan penilaian ekologis yang mutakhir. Tujuanproyek restorasi secara tertulis penting untuk menentukan rincian yang diperlukan dalamdeskripsi suatu referensi. Untuk restorasi besar dengan skala bentang alam dimana hanya tujuanumum yang ditetapkan, deskripsi suatu referensi dapat dibuat secara umum juga. Dalam halseperti itu, foto udara mungkin mewakili sumber informasi terpenting dalam menyiapkan suatureferensi. Restorasi dengan skala yang lebih kecil memerlukan informasi referensi yang lebihrinci, seperti data yang dikumpulkan dari plot-plot kecil.

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 8: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

7170

dan fungsi ekosistem mungkin dapat berubah sebagai bagian dari suatu perkembangan ekosistemyang normal, dan berfluktuasi mungkin juga terjadi seiring adanya gangguan dan tekanan periodikdengan dampak yang mungkin lebih besar. Seperti pada ekosistem yang utuh, komposisi spesiesdan atribut lainnya dari ekosistem yang telah pulih mungkin berkembang atau berubah sesuaidengan perubahan kondisi lingkungan.

Atribut-atribut lain mungkin relevan dan perlu ditambahkan ke dalam daftar atribut di atas bilamerupakan tujuan dari proyek restorasi. Sebagai contoh, misalnya tujuan kita melakukanrestorasi adalah menyediakan barang dan jasa ekosistem bagi keuntungan sosial secara berkelanjutan. Dalam kaitan ini, ekosistem dapat dikatakan telah pulih apabila sudah bisa digunakan sebagai“modal” untuk menghasilkan barang dan jasa ekosistem.

Tujuan lain misalnya ekosistem rusak akan direstorasi dengan tujuan utama memulihkan habitatjenis langka tertentu seperti Orangutan, Badak, atau sebagai lokasi sumber plasma nutfah darijenis-jenis tertentu. Tujuan lainnya misalnya penyediaan sarana rekreasi yang secara sosialmelibatkan masyarakat lokal. Ekosistem dapat dikatakan pulih apabila ekosistem telah berfungsisesuai dengan tujuan-tujuan tersebut.

6.4. MONITORING KEANEKARAGAMAN HAYATIRestorasi dan ekosistem berkaitan erat dengan keanekaragaman hayati yang dapat diartikansebagai semua jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatuekosistem. Suatu ekosistem yang baik pasti mempunyai keanekaragaman hayati sedemikian kayadan berfungsi dengan baik.

Dalam konteks keanekaragaman hayati dan hubungannya dengan restorasi ekosistem, terdapat3 jenis tipe hutan yaitu ;1) Hutan sekunder muda; merupakan perpaduan antara tanaman yang tumbuh secara alami

(Natural regeneration) dan tanaman yang ditanam, biasanya hutan sekunder ini didominasioleh jenis tanaman pionir seperti Marak biasa (Macaranga indica), Marak bangkong(Endosepermum diadenum), Sempuyung (Hibiscus macrophyllus) dan banyak jenis pionir lainnyayang tumbuh secara alami.

2) Hutan hasi l penanaman; merupakan pohon yang ditanam (direstorasi) ,3) Hutan Primer Muda; didominasi oleh jenis dari family Dipterocarpaceae .

Ketiga tipe hutan ini membentuk satu ekosistem dengan berbagai keanekaragaman hayatididalamnya. Keberadaan tiga tipe hutan tersebut menjadi dasar bagi pelaksanaan kegiatanmonitoring keanekaragaman hayati dilokasi restorasi. Ada beberapa kegiatan pemantauankeanekaragaman hayati yang dapat dilakukan di lokasi restorasi, yaitu;1) Phenology pohon di hutan sekunder dan Primer2) Survey Sarang Orangutan3) Identifikasi jenis burung, dan4) Pemasangan Camera Trap

dengan telah berkembangnya spesies-spesies dominan sehingga dapat mempengaruhi spesieslain pembentuk ekosistem untuk tumbuh dan berkembang;

Atribut 4. Suatu ekosistem yang direstorasi dinyatakan telah pulih bila lingkungan fisikseperti mata air, aliran air, kondisi tanah, humus, cahaya, suhu udara, suhu tanah, kelembaban danlain-lain telah mampu mendukung populasi tumbuhan dan satwa untuk berreproduksi. Terutamadari jenis-jenis satwa dan tumbuhan yang penting bagi stabilitas atau perkembangan ekosistemmenuju ke arah sebagaimana kondisi pada ekosistem referensi; Hal ini dapat terjadi karena padaekosistem rusak, kondisi lingkungan fisik seperti mata air, suhu udara, aliran sungai, suhu tanah,dan lain - lain semuanya rusak dan tidak kondusif bagi spesies-spesies kunci untuk berreproduksi.

Atribut 5. Ekosistem yang telah pulih menampakkan fungsi normal pada tahap perkembanganekologis tertentu, dan tidak terdapat tanda-tanda adanya disfungsi. Suatu ekosistem dapatdikatakan telah berfungsi normal apabila hubungan timbal balik antara komponen biotik danfisik tidak terjadi hambatan;

Atribut 6. Suatu ekosistem dapat dinyatakan telah pulih apabila ekosistem tersebut telahterintegrasi dengan komponen ekologis atau bentang alam yang lebih luas dengan mana ekosistemberinteraksi melalui aliran atau pertukaran biotik dan abiotik. Dalam kondisi ini aliran materifisik seperti air, udara, suhu, dan lain - lain telah menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Selainitu perpindahan spesies satwa maupun tumbuhan yang dibawa satwa telah terjadi dari dan keareal yang direstorasi;

Atribut 7. Suatu ekosistem dikatakan telah pulih apabila potensi ancaman terhadapkesehatan dan integritas ekosistem dari bentang alam di sekelilingnya telah hilang atau berkurangsecara signifikan. Potensi ancaman yang dapat menjadi tekanan (stressor) diantaranya adalah api,badai, banjir, salinitas, dsb. Biota dari suatu ekosistem harus resisten (kemampuan menahan) atauresilien (kemampuan kembali ke tingkat awal). Kesehatan ekosistem merupakan suatu tingkatandalam ekosistem dimana komponen-komponen ekosistem bekerja secara normal sesuai denganarah perkembangan ekologisnya.

Atribut 8. Ekosistem yang direstorasi dinyatakan telah pulih apabila ekosistem tersebutcukup mempunyai kelentingan (resilien, yaitu kemampuan untuk kembali ke tingkat asal) apabilamenerima kejadian tekanan dalam skala normal secara periodik dan terlokalisir sehingga akanmampu menjaga integritas ekosistem. Ekosistem akan kembali ke tingkat semula setelah mengalamikerusakan akibat kejadian-kejadian tekanan yang bersifat lokal seperti kebakaran lokal, anginbesar yang menyebabkan pohon-pohon tumbang, dsb;

Atribut 9. Suatu ekosistem yang dianggap telah pulih akan berkembang sebagaimanaterjadi pada ekosistem referensi, serta diyakini akan tetap lestari dalam jangka panjang padakondisi lingkungan seperti saat ini. Namun aspek-aspek keanekaragaman hayati, struktur vegetasi

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 9: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

7372

6.4.1. Phenology PohonPhenology pohon adalah ilmu yang mempelajari periode fase - fase perkembangan pada tumbuhan,meliputi kapan tanaman berdaun muda, berbunga, berbuah dan berbuah masak (Elliot et al, 2008).Hasil yang diperoleh pada pengamatan phenology ini adalah dapat mengetahui waktu berbungadan berbuah suatu tanaman dalam periode satu tahun. Menurut Sun et al, (1996) phenology jugaberhubungan dengan curah hujan dan temperatur di suatu daerah.

Metodologi yang digunakan pada pengamatan phenology pohon di kawasan restorasi adalahRoad Transect dengan mengikuti jalan utama di kawasan restorasi. Alat yang digunakan dalampengambilan data phenology adalah binocular dan alat alat tulis untuk mencatat data.

Ilustrasi metodologi pelaksanaan kegiatan phenology adalah:1)Menandai pohon dengan menggunakan plat tagging yang sudah diberi nomor dengan radius

5 meter di kiri dan kanan jalan.

4) Memberi skor terhadap setiap bagian pohon (Daun muda, Bunga, Buah Mentah dan Buahmasak) yang diamati . Adapun kriteria skor-nya adalah sebagai berikut :1. Kelas 0 : Tidak Memiliki Daun Muda, Bunga dan Buah2. Kelas 1 : 1-103. Kelas 2 : 10-1004. Kelas 3 : 100-5005. Kalas 4 : 500-10006. Kelas 5 : 1000-100007. Kelas 6 : > 1000

5) Mencatat ke dalam data ta l ly sheet dan membuat grafik persentasenya.Dengan phenology diharapkan dapat diketahui musim berbunga dan berbuah suatu tanaman.Data hasil phenologi, selain sebagai pedoman untuk memproduksi bibit oleh tim restorasi,data ini juga membantu untuk mengidentifikasi jenis-jenis burung penyebar biji dan melihathubungan antara pengaruh musim hujan atau musim kering dengan jumlah pohon berbungadan berbuah.

6.4.2. Survei Sarang Orangutan Di Lokasi RestorasiSurvei orangutan dikawasan restorasi Sei Betung bertujuan untuk melihat kepadatan orangutan.Survey dilaksanakan dengan menggunakan metode transek, jarak antar transek 300 meter denganpanjang transek bervariasi mulai dari 200 meter hingga 1600 meter. Arah transek mengarah keutara dan selatan, sehingga dapat mencakup semua lokasi restorasi. Pengamatan terhadap sarangorangutan dilakukan dengan melakukan penyisiran pada 25 meter kiri dan kanan jalur transek,setelah sarang ditemukan, analisis umur dan posisi sarang diklasifikasikan merujuk pada kriteriamenurut Ancrenaz (2004), seperti disajikan dibawah ini :

3) Mengamati pohon yang sudah ditandai, adapun yang diamati adalah: Daun Muda (young leaf),Bunga (flower), Buah Mentah dan Buah masak (ripe fruit) dengan menggunakan Binocular.

Gambar memberi tanda (tagging) dan identifikasi pohon

Gambar Daun Muda (Kkiri) dan Bunga (kanan) pada pohon Macaranga indica

2) Memberi tanda (tagging) dan mengidentifikasi pohon yang sudah ditandai dengan bahasa lokaldan bahasa latin.

Keterangan :: Jalan utama: Radius pengamatan 5 meter kiri kanan jalan: Pohon

5 meter

5 meter

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 10: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

7574

A. Kelas SarangKelas Sarang dibagi kepada 5 jenis kelas sarang yaitu1) Sarang kelas 1

Sarang baru yang masih hijau, keseluruhan sarang masih berwarna hijau dan segar, biasanyasarang berumur 3 hari.

2) Sarang Kelas 2Bagian bawah sarang tumpukan daunnya masih hijau akan tetapi bagian atas tumpukandaunnya sudah mulai berwarna cokelat

3) Sarang Kelas 3Secara keseluruhan bagian sarang sudah berwarna cokelat

4) Kelas 4Sarang berawarna cokelat tua, kerusakan pada sarang sudah bisa dilihat contohnya denganbanyaknya lobang pada sarang.

5) Kelas 5Sarang orangutan hanya tinggal rangka dan ranting.

B. Posisi sarangPosisi Sarang dibagi menjadi 4 yaitu :1) Posisi 1

Terletak di batang utama.2) Posisi 2

Terletak di cabang pohon.3) Posisi 3

Terletak di bagian atas (puncak) pohon.4) Posisi 4

Terletak pada dua pohon atau lebih.

Selain data sarang orangutan, data lain yang diambil adalah data buah (Fruit trail) dan beringin(Ficus trail) di sekitar Transek pengamatan sarang orangutan. Untuk data buah (Fruit trail) dibagidalam 2 kelompok yaitu buah jenis berdaging atau di singkat (D) dan jenis buah keras ataudisingkat (K), sedangkan untuk data pohon beringin (Ficus trail) dibagi dalam 2 kelas yaitu kelas1 artinya Kanopi pohon masih sempurna, pohon induk masih ada. Dan kelas 2 artinya pohoninduk sudah mati, ficus trail sudah membunuh pohon induk. Hasil dari seluruh pengamatantersebut di catat di dalam tabel rekapitulasi seperti tabel dibawah ini ;

6.4.4. Pemasangan Camera TrapSalah satu indikator keberhasilan didalam melakukan kegiatan restorasi adalah masuknya satwake lokasi restorasi, satwa tersebut akan menjadikan lokasi restorasi sebagai rumah baru merekadan akan menambah keanekaragaman hayati. Salah satu tujuan dari pemasangan Camera Trapadalah untuk melihat jenis satwa yang masuk kedalam lokasi restorasi. Metode yang digunakandalam pemasangan Camera Trap adalah dengan sistem acak (random) dengan jarak antar CameraTrap adalah 1 km. Jarak 1 km dipilih untuk menghindari satwa yang sama terekam dalam kamerayang berbeda. Lokasi yang dipilih untuk pemasangan Camera Trap adalah lokasi yang merupakanjalan satwa, ini dipilih karena intensitas satwa yang lewat dijalur tersebut cukup besar jikadibandingkan dengan lokasi yang bukan merupakan jalan satwa, hal lain yang harus diperhatikandan diambil dalam pemasangan Camera Trap adalah ; koordinat lokasi, foto lokasi sekitarpemasangan Camera Trap, dan jenis pohon tempat kamera dipasang. (Cheyne et al, 2012)

Analisis data dilakukan melalui penyortiran gambar yang diperoleh, yaitu sebagai berikut:(1) Pemilahan gambar yang mengandung spesies satwa sasaran;(2) Pemilahan gambar (1) yang dapat diidentifikasi secara individual;(3) Identifikasi masing-masing individu satwa sasaran yang terpotret.

Spesies hewan yang didapatkan disusun dalam daftar invetaris dan dilengkapi dengan foto.Menurut Subagyo dkk (2013), spesies hewan (mamalia) yang tertangkap perangkap kameradiidentifikasi dengan menggunakan buku panduan pengenalan jenis mamalia (Lekagul & McNeely,1989; Payne et al, 2000; van Strein, 1983) sedangkan identifikasi spesies burung dengan menggunakanbuku lapangan pengenalan jenis burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (McKinnon etal, 2000). Spesies yang sulit diidentifikasi sampai tingkat jenis, hanya diidentifikasi sampai tingkatfamili atau marga.

6.4.3. Identifikasi Satwa (Terutama Jenis Burung)Salah satu faktor penting dalam keberhasilan restorasi selain aktivitas pembibitan, penanaman,penyisipan dan pemeliharaan adalah keberadaan tanaman yang tumbuh secara alami.Selain orangutan, burung merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan alami,karena burung berperan dalam memencarkan biji dari buah pohon yang dimakan dan membuangbiji dari kotorannya. Kotoran itu akan tumbuh menjadi tanaman baru. Atas dasar itulah pentingjuga untuk melakukan identifikasi jenis burung di lokasi restorasi.

Metode yang digunakan adalah metode titik hitung di transek sepanjang 800 meter (Bibby atal, 2000). Pengamatan dilakukan di setiap 200 meter dengan berdiam diri selama 15 menit.Pendekatan yang dilakukan dalam identifikasi burung dikawasan restorasi adalah denganmendengarkan suara dan mengambil gambar (foto secara langsung). Identifikasi burung inidilakukan secara periodik setiap bulan, selama 1 tahun.

0 m (titik 1) 200 m (titik 2)sampai 800 meterMetode yang digunakan dalam identifikasi burung

Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Keanekaragaman Hayati

Tabel Rekapitulasi Hasil Survey Sarang Orangutan di Lokasi Restorasi

<100 7 16 38 30 2 25 15 23 0100-300300-500500-700700-1000> 1000

Ketinggian(m dpl)

Sarang Fruit Trail Ficus Trail1 2 3 4 5 D K Kls 1 Kls 2

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 11: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

74 Lampiran 77Lampiran

Lampiran1. Tanaman Pionir

Phylanthus spp. Hybiscus macrophyllus Phyllanthus spp.

Commesrsonia bartramia Trema orientalis Breynia oblogifolia

Pteruspermum javanicum Calliacarpa petandra

Ficus sumatrana Ficus auriculata Ficus variegata

Kompasia malacensis

Buah pohon Kandri di lokasi restorasi Sei Betung

Page 12: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

7978Leea lubra

Cassia alata Vitex pubescens Brucea javanica

Mallotus paniculatus Leea indica

Mallotus macrostachyus Alstonia scholaris Toona surenii

Ficus spp. Ficus fistulosa Macaranagan tanarius

2. Tanaman Klimaks

Artocarpus integraArtocarpus spp. Shorea spp.

Arthocarpus dadah Archidendron spp.Styrax benzoides

Myristica sp.

Durio spp. Cinnamommum burmanii

Lithocarpus gracilis Calophylum spp.Spondias pinnata

Artocarpus sp.

Leea indica

Castanopsis sp.

Polyalthia laterifolia

Alseodaphne spp. Alseodaphne spp.

Lampiran Lampiran

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 13: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Contoh form pengecambahan biji di pembibitan

Contoh form isian pengumpulan biji/benih

Form pengecambahanNo. Spesies: No. kelompok:Family:Nama lokal: Nama latin:Tanggal semai: jumlah:Karakter: Pionir klimaks

Kecambah Tanggal Hari setelah semaiBiji pertamaBiji tengahBiji akhirPangkalTengahUjung

Jumlah kecambah : dalam %

Tanggal pindah ke polybag :

Jumlah yang dipindahkan :

Info tambahan : tanggal

Form pengumpulan biji

No.spesies : no kelompok :Familly :Nama lokal: Nama latin :Tanggal pengumpulan :Nama pengumpul :No Label :Diambil di : tanah pohonLokasi : elevasi :Tipe Hutan :Jumlah biji :Perlakuan untuk biji :Info tambahan :

Contoh Formulir kegiatan penanaman

Form untuk kegiatan penanamanNama Plot : Luas Areal :Tipe Kotur : Elevasi :Dominasi Gulma :Jumlah Tanaman Alami :Jumlah Jalur : Jumlah Bibit :Pionir : Klimaks :Jarak Tanam :Tanggal Tanam : Sampai Dengan :Waktu Tanam : Pagi Siang SoreInfo tambahan :

Contoh form pengecambahan biji di pembibitan

Form PemeliharaanNo. Spesies: No. Kelompok:Family:Nama lokal: Nama latin:Jumlah:Karakter: Pionir klimaksWaktu pemeliharaan

Pemupukan/dosis

Pemangkasan/daun/akar

Hama danpenyakit

Info tambahan: tanggal

Penyiangan

8180 Lampiran Lampiran

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 14: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Referensi

Alam Tani. 2014. Syarat media tanam yang baik. http://alamtani.com/media-tanam-sayuran-polybag.html.

Alikodra, HS. 1993. Pengelolaan Satwa liar. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut PertanianBogor dan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB.

Bibby, C; M. Jones & S. Marsden. 2000. Teknik Ekspedisi Lapangan: Survey Burung. SKMG MardiYuana. Bogor.

Ancrenaz, M. (2004). Orangutan nesting behavior in disturbed forest of Sabah, Malaysia: Implicationsfor nest sensus. Journal Primatol 25, 5, 983-1000.

Cheyne S, Ripoll B, Adul, Macdonald E, Sastramidjaja W.J. 2012. Standard Operating Procedure(SOP) Untuk Pemasangan Kamera Trap. The Orangutan Tropical Peatland Project. Palangka raya.

Clewell, A., Rieger J., Munro, J. 2005. Guidelines for developing and managing ecological restorationprojects, 2nd Edition. www.ser.org and Tucson: Society for Ecological Restoration.

Elliott, S., D. Blakesley and K. Hardwick, 2012. Restoring Tropical Forest : A Practical Guide.Chiang Mai University, Forest Restoration Research Unit, Thailand.

Elliott, S., D. Blakesley and S. Chairuangsri, 2008. Research for Restoring Tropical ForestEcosystems: A Practical Guide. Chiang Mai University, Forest Restoration Research Unit, Thailand.

FORRU - CMU. How to Plant a Forest: The Principles and Practice of Restoring Tropical Forest. 2006.Forest Restoration Research Unit-Chiang Mai University (FORRU-CMU): Thailand.

Greenomics Nanggroe. Deforestasi dan Degradasi Hutan Aceh. 2010. (cited :http://greenomicsnanggroe.blogspot.com/2009/05/deforestasi-dan-degradasi-hutan-aceh.html).

Goosem, S. and N. I. J. Tucker, 1995. Repairing the Rainforest. Wet Tropics Management Authority,Cairns, Australia. Pp 72. http://www.wettropics.gov.au/media/med_landholders.html

Hariadi, B., W. Novarino, Rizaldi. 2012. Inventarisasi Mamalia di Hutan Harapan Sumatera Selatan. JurnalBiologi Universitas Andalas. 1(2): 132 - 138.

Heriansyah, I., Susmianto, A., dan Subiakto, A., 2014. Panduan Restorasi Ekosistem TamanNasional Gunung Leuser. Jakarta. Unesco Jakarta Office.

Lamb, D., Erskine, P.D., Parotta, J.A. 2005. Restoration of degraded tropical forest landscapes. Science2005 (310): 1628-1632. DOI: 10.1126/science.1111773.

8382 ReferensiReferensi

Laumonier Y, Uryu Y, Stüwe M, Budiman A, SetiabudiB, Hadian O (2010). Eco-floristic sectorsand defores tation threats in Sumatra: Identifying new conserva-tion area network prioritiesfor ecosystem-based landuse planning. Biodiversity Conservation.doi: 10.1007/s10531-010-9784-2. http://www.springerlink.com/con-tent/c77376k574051178/

Lekagul, B. & J.A. McNeely. 1988. Mammals of Thailand. Dharashunta Press. Thailand.

LIF, The Leuser Ecosistem: Wildlife Paradise. 2008: Leuser International Foundation.

MacKinnon J, Karen Phillips, Bas van Balen. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali danKalimantan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

McConkey, K., Sumatran orangutan (Pongo abelii), in World Atlas of Great Apes and their Conservation,Caldecott, J. and Miles, L., Editors.2005, University of California Press. p. 184-204.

Miyakawa, H., dkk. 2014. Panduan Teknis Restorasi di Kawasan Konservasi. Project on Capacity Buildingfor Restoration of Ecosystems in Conservation Areas. Jakarta.

Nasution, U. 1986. Gulma dan pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Tanjung Morawa.

Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps and S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan,Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. The Sabah Society dan Wildlife Conservation Society bekerjasamadengan WWF Malaysia. Jakarta.

Purwaningsih, R. Potensi Konflik Orangutan dalam Analisis Spasial di Taman Nasional Gunung Leuser.2010. Workshop Konflik Orangutan di Sekitar TNGL. GIS UNESCO Jakarta.

Pusparini, W., Wibisono, H.T., 2013.Landscape-level assessment of the distribution of the Sumatranrhinoceros in Bukit Barisan Selatan National Park.Pachyderm 53:59-65.

Rahayu, S., Widodo, R.H., van Noorwidjk, M., Suryadi I., Verbist, I. 2009. Monitoring air di daerah aliransungai. Bogor. Indonesia. World Agrofirestry Center – Southeast Asia Regional Office.

Society for Ecological Restoration International Science & Policy Working Group. 2004. The SERInternationalPrimer on Ecological Restoration. www.ser.org & Tucson: Society for Ecological Restoration International.

Subagyo, A., M. Yunus, Sumianto, J. Supriatna, N. Andayani, A. Mardiastuti, L. Sjahfirdi, Yasman, dan Sunarto.2013. Survei dan Monitoring Kucing Liar (Carnivora: Felidae) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung,Indonesia. Seminar Nasional Sains & Teknologi V. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Sun, C., B. A. Kaplin, K. A. Kristensen, V. Munyaligoga, J. Mvukiyumwami, K. K. Kajondo, and T. C.Moermond. 1996. Tree Phenology In A Tropical Montane Forest In Rwanda. Biotropica 28:668–681.

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIAPANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Page 15: RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Sutomo. 2009. Kondisi Vegetasi dan Panduan Inisiasi Restorasi Ekosistem Hutan di Bekas Areal KebakaranBukit Pohen Cagar Alam Batukahu Bali (Suatu Kajian Pustaka). Jurnal Biologi. XIII (2) : 45 - 50.

Tucker, N. I. J., and T. M. Murphy, 1997. The effect of ecological rehabilitation onvegetation recruitment: some observations from the wet tropics of northQueensland. Journal of Forest Ecology and Management 99: 133-152.

UNEP, The Last Stand of the Orangutan - State of emergency: Illegal logging, fire and palm oil in Indonesia’snational parks., Nellemann, C., Miles, L., Kaltenborn, B. P., and Virtue, M., and Ahlenius, H., Editors. 2007,United Nations Environment Programme: Norway.

van Strein, N.J. 1989. A field guide to the tracks of mammals of western Indonesia. School of EnvironmentalConservation Management. Ciawi. Indonesia.

Wibisono, H.T., et al. 2011. Population status of a cryptic top predator: an island wide assessment oftigers in Sumatran rainforest. PLOSONE, 6(11): 1-6.

Wiratno. 2013. Dari Penebang Hutan Liar ke konservasi Leuser : Tangkahan dan Pengembangan EkowisataLeuser. YOSL-OIC. Medan. Indonesia.

Wiratno, Leuser, Warisan Dunia. 2007, Gunung Leuser National Park Authority.

Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC). 2009. Guidebookto the Gunung Leuser National Park. Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan InformationCenter (YOSL-OIC). Medan. Indonesia.

Yumi dan I. P. Rianti. 2013. Kajian Singkat Assisted Natural Regeneration (ANR). (Cited:http://bp2sdmk.dephut.go.id/emagazine/attachments/article/9/Kajian%20Singkat%20ASSISTED%20NATURAL%20REGENERATION.pdf)

84

PANDUAN LAPANGAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN TROPIS INDONESIA

Referensi