39
ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT A. ANATOMI PROSTAT Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius. Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang

Resume Bph

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Resume Bph

ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT

A. ANATOMI PROSTAT

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti piramid

terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars

prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.

Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan

panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi

uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus

ejakulatorius.

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang

mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini

bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam

stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen

dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan

kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan

sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan

keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat

berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai

kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma

mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya

Page 2: Resume Bph

satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan

kecil.

Batas-batas prostat

Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot

polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.

Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,

dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum

retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan

permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini

terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan

anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia

Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung

bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah

menuju corpus perinealis.

Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levatorani

waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.

Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara

pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :

1. Lobus medius

2. Lobus lateralis (2 lobus)

3. Lobus anterior

4. Lobus posterior

Page 3: Resume Bph

Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun

biologi, yaitu:

1. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.

Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona

ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak

3. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi

25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

4. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat

melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic

hyperpiasia (BPH).

5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar

sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri

vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam

kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam

Page 4: Resume Bph

lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus

sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh

limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam

mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan

nodus sakralis.

Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk

pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak

bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula

dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-

sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

B. FISIOLOGI PROSTAT

Fungsi Prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang

berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan

vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-

5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat.

Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi

dan fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat

mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke

dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan

sperma. Cairan prostat bersifal basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan vagina

wanita, bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma

akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah.

Page 5: Resume Bph

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

A. DEFINISI

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria

lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan

pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong,

Wim de, 1998).

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.

Price&Wilson (2005)

B. ETIOLOGI

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab

prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat

erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses

penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi

prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada

usia lanjut

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan

stroma kelenjar prostat

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem

sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat

menjadi berlebihan.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat

mengalami hiperplasia, yaitu :

1. Teori DHT (dihidrotestosteron)

Teori ini menyebutkan bahwa testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase

dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.

2. Teori Keseimbangan Estrogen-Tertosteron

Page 6: Resume Bph

Testoteron sebagaian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya

pembesaran prostat memerlukan adanya testis normal (Huggins 1947, Moore

1947). Testoteron dihasilkan oleh sel leydig atas pengauh hormon Luteinizing

hormon (LH), yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis ini

menghasilkan hormon LH atas rangsangan Luteinising Hormon Releasing

Hormon (LHRH).

Disamping testis kelenjar anak ginjal juga  menghasilkan testoteron atas

pengaruh ACTH yang juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testoteron yang

dihasilkan oleh testis kira – kira 90% dari seluruh produksi testoteron, sedang

yang 10 % dihasilkan kelenjar adrenal. Sebagaian besar testoteron dalam tubuh

dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon

(SBH).

Dengan bertambahnya usia akan terjadi peubahan imbangan estrerogen dan

testoteron , hal ini disebabkan oleh bekurangnya produksi testoteron dan juga

terjadi konvesi testoteron menjadi menjadi estrogen pada jaringan adipose di

daerah perifer dengan pertolongan  enzim aromatase. Estrogen inilah yang

menyebabkan terjadinya hiperplasi  stroma, sehingga timbul dugaan bahwa

testoteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi  tetapi kemudian

estrogenlah yang berperan dalam perkembangan stroma. Kemungkinan lain

adalah perubahan konsetrasi relatif testoteron dan estrogen  akan menyebabkan

produksi dan pontensiasi faktor pertumbuhan yang lain yang dapat

menyebabkan pembesaran prostat. Berdasarkan otopsi diluar negeri perubahan

mikroskopik pada prostat sudah dapat diidentifikasi pada pria usia 30 – 40

tahun. Perubahan mikroskopik ini bila terus berkembang akan berkembang

menjadi patologik anatomik, yang pada pria usia 50 tahun pada otopsi ternyata

angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun angka tersebut mencapai 

sekitar 80%. Sekitar angka 50 %  dari angka tersebut diatas akan berkembang

menjadi penderita pembesaran prostat manifes.

3. Teori Reawakening (Teori Kebangkitan Kembali)

Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan

epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah

penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar

baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening

dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.

Page 7: Resume Bph

Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang

letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum

di zona periurethral.Teori stem cell hypothesis (Isaac 1984,1987)

Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar

prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan

antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan

berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen.

Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara

mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan

berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby,

1994 : 38 ).

4. Teori growth factors.

Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur

epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel

stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis

growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya

penurunan ekspresi transforming growth factor- b (TGF - b, akan menyebabkan

terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan

pembesaran prostat. b – FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,

ejakulasi atau infeksi.

C. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya gejala – gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary

Tract Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif (Mansjoer,

2000).

1. Gejala obstruksi

Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika

karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk

berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-

putus.

Gejalanya :

a. Pancaran melemah, kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra

Page 8: Resume Bph

b. Akhir buang air kecil belum terasa kosong (Incomplete emptying)

c. Menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy), seringkali disertai

dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli

memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna

mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika

d. Harus mengedan saat buang air kecil (straining)

e. Buang air kecil terputus-putus (intermittency), disebabkan ketidakmampuan

otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai

berakhirnya miksi

f. Waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

terjadi inkontinen karena overflow.

2. Gejala iritatif

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak

sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot

detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,

sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :

a. Sering buang air kecil (frequency)

b. Tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency)

c. Buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia)

d. Sulit menahan buang air kecil (urge incontinence)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4

stadium :

1. Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai

habis.

2. Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun

tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK

atau disuria dan menjadi nocturia.

3. Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

4. Stadium IV

Page 9: Resume Bph

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes

secara periodik (over flow inkontinen).

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin

berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus

mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus

setelah berkemih), retensi urine akut.

D. KLASIFIKASI

Ada 3 macam jenis BPH berdasarkan tanda dan gejala yang muncul, yaitu (Lee,

2006):

1. Mild (ringan)

Asimtomatik, kecepatan aliran urin <10 mL/detik, volume residu urin setelah

miksi > 25-50 mL, terjadi peningkatan BUN dan serum kreatinin.

2. Moderate (sedang)

Meliputi semua gejala pada BPH mild serta mengalami gejala obstruktif dan

iritatif pada pengosongan kandung kemih.

3. Severe (berat)

Meliputi semua gejala di atas dan mengalami satu atau lebih komplikasi BPH.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin

beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu

melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila

tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan

penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam

vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan

hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media

pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi

refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

Page 10: Resume Bph

F. DIAGNOSA BANDING

Adapun penyakit – penyakit yang gejala – gejalanya menyerupai hipertofi prostat

jinak diantaranya adalah sebagai berikut berserta klinis dan pemeiksaan yang

memebedakan dengan BPH :

1. Ca Prostat

Adalah suatu tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat. Penyebabnya

tidak diketahui, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya

hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron.

Biasanya kanker prostat berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan

gejala sampai kanker telah mencapai stadium lanjut.

Gejalanya :

Kadang gejalanya menyerupai BPH, yaitu berupa kesulitan dalam berkemih

dan sering berkemih. Gejala tersebut timbul karena kanker menyebabkan

penyumbatan parsial pada aliran air kemih melalui uretra. Kanker prostat bisa

menyebabkan air kemih berwarna merah (karena mengandung darah) atau

menyebabkan terjadinya penahanan air kemih mendadak.

Gejala lain:

Nyeri ketika berkemih

Nyeri ketika ejakulasi

Nyeri punggung bagian

bawah

Nyeri ketika buang air

besar

Nokturia (berkemih pada

malam hari)

Inkontinensia uri (beser)

Nyeri tulang atau tulang nyeri

jika ditekan

Hematuria (darah dalam air

kemih)

Nyeri perut

Penurunan berat badan.

Kanker prostat dikelompokkan menjadi :

Stadium A : benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik,

biasanya ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena

penyakit lain.

Stadium B : tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada

pemeriksaan fisik atau tes PSA.

Page 11: Resume Bph

Stadium C : tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, tetapi belum

sampai menyebar ke kelenjar getah bening.

Stadium D : kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening

regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).

2. Prostatitis

Prostatitis adalah peradangan pada prostat akibat infeksi yang sering menyertai

hipertrofi prostat jinak. Infeksi prostat juga mengakibatkan pembengkakan

jaringan prostat sehingga menghambat aliran air seni.

Ada empat tipe-tipe dari prostatitis:

Acute bacterial prostatitis (prostatitis bakteri akut)

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri penyebab ISK (E. coli, Klebsiella, dan

Proteus). Infeksi dapat menyebar ke prostate melalui aliran darah, secara

langsung dari organ yang berdekatan, atau sebagai komplikasi dari biopsi

prostate. Gejala : demam, menggigil,dysuria.

Chronic bacterial prostatitis (prostatitis bakteri kronis)

Penyakit yang tidak umum dimana ada infeksi bakteri yang sedang berjalan

dalam prostate. Chronic bacterial prostatitis umumnya tidak menyebabkan

gejala-gejala.

Chronic prostatitis without infection (prostatitis kronis tanpa infeksi)

Adalah kondisi dimana ada kekambuhan nyeri pelvis, testicle, atau rectal

tanpa bukti dari infeksi kantong kemih. Gejala : kesulitan ejakulasi atau

disuria, dan disfungsi ereksi.

Asymptomatic Inflammatory Prostatitis (peradangan prostatitis

asymptomatic) adalah tepat seperti yang digambarkan oleh namanya. Tidak

ada gejala-gejala.

Gejala-gejala prostatitis :

Demam,

Menggigil

Sering buang air kecil

pada malam hari

Kesulitan berkemih

Disuria

Perbesaran prostat

Hematuria

Rasa sakit pada saat

ejakulasi.

Rasa sakit & tidak

nyaman pada perut

Page 12: Resume Bph

bag.daerah (penis, testis,

&perineum)

Urine bernanah

Terasa panas saat BAK saat ejakulasi

3. Striktura Uretrha

Sumbatan pada uretrha dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat

menyebabkan imbibisi urin kelua kandung kemih atau uretra proksimal dari

striktura. Gejala khas adalah pancaran urin yang kecil dan bercabang. Gejala

lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuri, kadang – kadand

dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah retensi urin.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain

1. Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract

Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal

dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif

dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat

meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai

syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui

adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada

keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan

klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya residual urin

Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur

uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.

Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan

konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan

rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

Derajat I = beratnya ± 20 gram.

Page 13: Resume Bph

Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.

Derajat III = beratnya > 40 gram.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula

digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.

Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan

adanya keganasan.

4. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif

pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.

5. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

a. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada

tulang.

b. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan

besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan

dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.

c. IVP (Pyelografi Intravena). Digunakan untuk melihat fungsi ekskresi ginjal

dan adanya hidronefrosis.

d. Pemeriksaan Panendoskop. Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

e. Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan

kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang

merupakan tanda dari retensi urin.

f. Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra

parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

H. PENATALAKSANAAN

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH

tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

Page 14: Resume Bph

1. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan

pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti

alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera

terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.

Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian

lama.

2. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya

dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

3. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan

prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.

Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat

dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

4. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari

retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian

terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan

pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan

obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan

memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi (Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan

adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,

menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum

kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap

3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan

colok dubur.

2. Medikamentosa

Page 15: Resume Bph

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan

blocker (penghambat alfa adrenergik)

Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

a. Obat Penghambat adrenergik

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam

prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha

adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica

banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering

digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat

alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu α1a

(tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat

ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-

0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi

obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine,

menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi

penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa

terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya

keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

b. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.

Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron

sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja

lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas

pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah

melemahkan libido dan ginekomastia.

c. Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang

digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto

dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima

pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks

“watchfull waiting strategy”.

Page 16: Resume Bph

Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancer

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor

androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat

aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

3. Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan

penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi

saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang

tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.

Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi

transuretra.

a. Prostatektomi terbuka

1. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada

subservikal

Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama

bila membuka vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Page 17: Resume Bph

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus

dikerjakan dari dalam vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :

batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi,

retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna

minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding

vesica sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%),

Inkontinensia (<1%), Perdarahan, Epididimo orchitis, Recurent (10 –

20%), Carcinoma, Ejakulasi retrograde, Impotensi, Fimosis, Deep venous

thrombosis

3. Transperineal

Keuntungan :

Dapat langssung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rectum

Page 18: Resume Bph

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital

b. Prostatektomi Endourologi

1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir

seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer

ditinggalkan bersama kapsulnya.

Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:

Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd,

dan striktura uretra.

2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi

ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak

begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya

dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck

incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara

endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai

Page 19: Resume Bph

pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat

penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke

verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.

Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan

menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat

prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang

pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang

sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan

hampir tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit

untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius).

Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak

melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra

pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan

diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih

dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga

didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi

akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

Teknik lebih sederhana

Waktu operasi lebih cepat

Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

Tidak memerlukan terapi antikoagulan

Resiko impotensi tidak ada

Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian : Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)

c. Invasif Minimal

1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai

diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan

Page 20: Resume Bph

memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang

mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang

radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain

itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga

tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai

cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin

timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat

memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena

temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface

costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini

memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan

gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar

daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat

diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha)

sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.

Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai

lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine

tetap dapat mengalir keluar.

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan

dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan

jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).

Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.

Mekanismenya :

Kapsul prostat diregangkan

Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika

dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk

menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek

yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan

Page 21: Resume Bph

perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat

dipertahankan.

4. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja

kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang

spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter

(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen

yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan.

Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG

dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut

dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra

pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong.

Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal

yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila

kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang

lebih invasive

I. PATOFISIOLOGI

Penuaan (60 tahun)

Perubahan hormonal

Ketidakseimbangan produksi testosteron dan estrogen

Bagian lobus tepi prostat

Produksi testosteron ,estrogen

Pertumbuhan sel abnormal

Ansietas

Terbentuk neoplasma

Page 22: Resume Bph

J. ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

1. Identitas klien

Hematuria Kurang pengetahuan Adenoma progresif kehilangan

Tercampur urin miksipembedahan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Nekrosis jaringanMendesak jaringan prostat normal

Obstruksi kandung kemihMenekan jaringan normalMenekan kapsula sejati

Dilatasi Kapsula bedah

Terbentuk tonjolan, kecil(sakula), besar (diferkel)

Perluasan daerah tertahan

Kontraksi tidak efektifPengeluaran urin terhambat

Berlangsung lamaPenumpukan urin di vesika urinaria

Retensi urin total Tekanan

Hidronefrosis Serat muskulus destrusor hipertrofiUrin tertahan

Trabekulasi (penebalan mukosa dlm kandung kemih)Kerusakan organ

kemih atas

Perubahan pola eliminasi urin

Diuresis

Hematuria

Ulcer

Transfer sfringter

Urin dipaksa keluar dgn mengedan

Page 23: Resume Bph

Nama : Tn. B

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : -

Suku : -

Status Marital : -

Pekerjaan : -

Alamat : -

Diagnosa Medis : BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu

b. Riwayat kesehatan sekarang

Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan keluhan dirasakan sejak 2 minggu

yang lalu, klien selalu merasa kesakitan dan meningkat apabila akan memulai

berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes

dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi

berkurang sejak 3 bulan yang lalu

c. Riwayat kesehatan masa lalu : -

d. Riwayat kesehatan keluarga : -

e. Riwayat obat-obatan : -

f. Riwayat biopsikososial dan spiritual

Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi. Saat akan mengisi

persetujuan operasi prostatektomi klien menolak. Karena dia pernah membaca

bahwa operasi tersebut mempunyai risiko untuk terjadi gangguan ejakulasi dan

impotensi.

g. Pola nutrisi : -

h. Pola eliminasi

Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang

terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi berkurang

sejak 3 bulan yang lalu.

i. Pola seksual : -

3. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi : Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi

Page 24: Resume Bph

b. Palpasi : Saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubik (area vesika

urinaria)

c. Perkusi : -

d. Auskultasi : -

4. TTV

TD = 160/110 mmHg

HR = 98 x/menit

RR = 25 x/menit

Suhu = 37,8oC

5. Pemeriksaan diagnostik

NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL1. Hb 14 g/dl 14-16 g/dl2. Hematokrit 42% 40-54%3. Leukosit 12.100/mm3 5.000-10.000/mm3

4. Trombosit 224.000/mm3 150.000-400.000/mm3

5. Ureum 37 mg/dl 20-40 mg/dl6. Kreatinin 0,8 mg/dl 0,8-1,7 mg/dl7. Natrium 125 mg/dl 135-145 mg/dl8. PSA 4 ng/ml 0-4,5 ng/ml (60-69 thn)

6. Terapi : pemasangan kateter

7. Rencana : direncanakan untuk operasi postatektomi

II. Rencana Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA

KEPERAWATAN

PERENCANAAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Perubahan pola

eliminasi urin

berhubungan dengan

Pembesaran kelenjar

prostat

TUPAN: Pola

eliminasi urin

mengalami

perbaikan setelah

6x24 jam intervensi

TUPEN:

Setelah 3x24 jam

intervensi,

mengalami

perbaikan ploa

eliminasi urin

1. Lakukan perawatan

kateter

2. Cegah obstruksi

dengan:

- Hindari lipatan

- Hindari

lengkungan pada

kateter

3. Observasi kelancaran

cairan urin yang

keluar dari kateter

1. Untuk mempertahankan

posisi kateter

2. Untuk menjamin

kelancaran pengeluaran

urin

3. Dengan mengobservasi

kelancaran urin berguna

untuk mengobservasi

Page 25: Resume Bph

dengan kriteria:

- Klien dapat

beradaptasi

dengan

terpasangnya

kateter

- Warna urin

jernih

- Tidak terjadi

tanda-tanda

infeksi

4. Berikan dorongan

kepada klien untuk

mengambil posisi

normal (duduk untuk

berkemih)

ada atau tidaknya

obstruksi dan dapat

menentukan tindakan

yang tepat.

4. Posisi yang normal

memberikan kondisi

rileks yang kondusif

untuk berkemih

2. Ansietas

berhubungan dengan

kurang pengetahuan

tentang diagnosis,

rencana pengobatan,

dan prognosis

TUPAN:

Ansietas dapat

diatasi setelah

4x24 jam intervensi

TUPEN:

Setelah 2x24 jam

intervensi, ansietas

teratasi dengan

kriteria:

- Klien tidak

cemas

- Klien tampak

tenang

- Klien

mendukung

setiap tindakan

perawatan yang

akan dilakukan

1. Lakukan pendekatan

pada klien/bina trust

dengan berbincang-

bincang

2. Berikan penjelasan

tentang penyakit,

prosedur perawatan,

dan pengobatan

3. Beri motivasi dan

dukungan pada klien

1. Dengan pendekatan,

menjadikan klien

percaya sehingga mau

mengungkapkn

kecemasannya

2. Klien dapat mengerti

sehingga kecemasannya

akan berkurang dan

klien mempunyai

motivasi untuk

melaksanakan

perawatan

3. Dengan dukungan maka

klien akan lebih sabar

menghadapi

penyakitnya sehingga

mempercepat proses

penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.

Jakarta: EGC

Ganiswara, S.G., 2005, Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Jakarta : FKUI.

Page 26: Resume Bph

Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,

1994.

Carpenito, L. J., 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Alih Bahasa Monica

Ester, EGC, Jakarta