15
TOWARD AN AUDITING PHILOSOPHY, THE METHODOLOGY OF AUDITING AND THE POSTULATE OF AUDITING Alfianto Cahyono, 10042240534 Joint Program 25 Problem yang Belum Terselesaikan dalam Auditing Banyak yang berpikir bahwa audit merupakan ilmu praktis yang juga sebagai lawan dari ilmu teoritis. Bagi mereka, audit adalah serangkaian praktik dan prosedur, metode dan teknik, serta cara melakukan sesuatu dan hanya membutuhkan sedikit penjelasan, deskripsi, rekonsiliasi, dan argumen atau yang sering disebut sebagai "teoritis". Pemahaman akan teori auditing membantu kita dalam mencari jalan pemecahan yang masuk akal atas berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh profesi auditor. Akan tetapi, sampai saat ini, literatur yang membahas mengenai teori auditing belum sebanyak literatur yang membahas disiplin ilmu akuntansi. Jika dibandingkan dengan teori di bidang akuntansi maka akan dapat dilihat bahwa auditing tertinggal jauh. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi para praktisi maupun peneliti ilmu auditing. Tujuan dari Teori Auditing seharusnya bukan hanya sekadar praktik, prosedur, metode, dan teknik yang tidak memerlukan uraian, penjelasan, dan argumentasi ilmiah yang dikenal sebagai teori. Akan tetapi auditing merupakan disiplin tersendiri yang mengandung teori-

Resume Pertemuan 2

  • Upload
    alfian

  • View
    215

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Resume Auditing pertemuan 2

Citation preview

Page 1: Resume Pertemuan 2

TOWARD AN AUDITING PHILOSOPHY, THE METHODOLOGY OF AUDITING

AND THE POSTULATE OF AUDITING

Alfianto Cahyono, 10042240534

Joint Program 25

Problem yang Belum Terselesaikan dalam Auditing

Banyak yang berpikir bahwa audit merupakan ilmu praktis yang juga sebagai lawan dari

ilmu teoritis. Bagi mereka, audit adalah serangkaian praktik dan prosedur, metode dan teknik,

serta cara melakukan sesuatu dan hanya membutuhkan sedikit penjelasan, deskripsi, rekonsiliasi,

dan argumen atau yang sering disebut sebagai "teoritis".

Pemahaman akan teori auditing membantu kita dalam mencari jalan pemecahan yang

masuk akal atas berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh profesi auditor. Akan tetapi,

sampai saat ini, literatur yang membahas mengenai teori auditing belum sebanyak literatur yang

membahas disiplin ilmu akuntansi. Jika dibandingkan dengan teori di bidang akuntansi maka

akan dapat dilihat bahwa auditing tertinggal jauh. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi para

praktisi maupun peneliti ilmu auditing.

Tujuan dari Teori

Auditing seharusnya bukan hanya sekadar praktik, prosedur, metode, dan teknik yang

tidak memerlukan uraian, penjelasan, dan argumentasi ilmiah yang dikenal sebagai teori. Akan

tetapi auditing merupakan disiplin tersendiri yang mengandung teori-teori. Fungsi

profesionalisme dalam auditing akan diakui dan kemudian mendapatkan kewenangan serta

kepercayaan publik, karena teori-teori akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah

kegiatannya, dan etika perilaku akan membatasinya. Pada penerapannya teori ditujukan untuk

tujuan yang baik dan memiliki dampak positif serta manfaat bagi masyarakat.

Bagi auditing, keberadaan dari teori akan bermanfaat sebagai landasan dasar yang

memberikan penjelasan, baik dukungan ataupun sanggahan terhadap sebuah standar, praktik,

metode, prosedur, atau teknik-teknik yang terdapat di dalam auditing. Teori auditing juga akan

menjadi penuntun bagi pengembangan, penciptaan, dan inovasi terhadap standar, praktik,

prosedur, metode, maupun teknik auditing yang baru. Tidak hanya itu,teori auditing memiliki

Page 2: Resume Pertemuan 2

peranan yang kritis dalam mempertahankan auditing sebagai sebuah profesi tersendiri. Berikut

adalah beberapa jawaban dari pertanyaan mengapa teori auditing perlu dikembangkan:

1. Teori auditing akan membantu kemandirian auditing sebagai ilmu ataudisiplin yang

berdiri sendiri.

2. Teori auditing dapat memampukan auditing untuk menjelaskandengan baik domain yang

menjadi wilayah tugasnya.

3. Teori auditing seyogyanya dapat memperjelas tujuan pokok auditing.

4. Teori auditing dapat menyediakan kerangka dasar bagipengembangan auditing.

5. Teori auditing dapat memperkokoh auditing sebagai profesi yangmelayani kepentingan

masyarakat dengan berlandaskan padapendekatan ilmiah.

6. Teori auditing memberi acuan bagi evaluasi standar dan praktikauditing, apakah standar

dan praktik telah sesuai dan tidakbertentangan dengan tujuan auditing itu sendiri.

Dengan berlandaskan pada standar dan praktik saja tanpa kerangka teori auditing dapat

tersingkirkan dengan mudah dan akan kehilangan validitasnya,karena pasar akan menentukan

apa yang bermanfaat dan apa yang harus disisihkan. Tanpa landasan ilmiah yang jelas, auditing

bisa kehilangan masa depannya. Apabila auditing diangkat dalam tingkatan “beyond the

standards” tidak hanya memperluas kesempatan layanan kepada publik,tetapi kita pun akan lebih

mampu mencegah terjadinya kebingungan dan mengurangi kesalahan yang tidak searah dengan

tujuan auditing.

Pendekatan Filosofis

Terdapat empat karakteristik dalam pendekatan filosofis yaitu komprehensif, perspektif,

insight atau pendalaman dan vision atau pandangan kedepan. Berikut penjelasan dari masing-

masing karakteristik pendekatan filosofis tersebut:

1. Komprehensif

Menyiratkan adanya pemahaman secaramenyeluruh. Berhubung seorang filusuf berminat

untuk memahami kehidupan manusia dalam arti yang luas, maka ia menggunakan konsep-

konsep generalisasi seperti “perihal (matter), pikiran (mind), bentuk (form), entitas, dan proses,”

yang komprehensif dalam artian bahwa kesemuanya ini diterapkan terhadap keseluruhan lingkup

pengalaman manusia. Jika diterapkan dalam auditing, kita harus mencari ide yang cukup umum

dalam disiplin auditing. Hal ini mengarahkan kita untuk mempertimbangkan konsep–konsep

umum seperti pembuktian (evidencing), kecermatan profesi (professional due

Page 3: Resume Pertemuan 2

care),keterungkapan (disclosure), dan independensi. Studi terhadap konsep-konsep yang bersifat

umum tersebut mengarahkan kita pada pengembangan body of knowledge yang komprehensif

dan koheren yang didasari atas interpretasi auditing sebagai suatu disiplin ilmu yang bermanfaat

secara sosial.

2. Perspektif

Sebagai suatu komponen dari pendekatan filosofis yang mengharuskan kita untuk

memperluas pandangan untuk menangkap arti penting dari benda-benda. Jika hal ini diterapkan

pada pengembangan filosofi auditing, kita akan melihat kebutuhan akan pengesampingan

kepentingan pribadi.

3. Insight (pendalaman)

Elemen pendekatan filosofis yang menekankan dalamnya penyelidikan yang diusulkan.

Pencarian wawasan filosofi adalah jalan lain untuk mengatakan bahwa filsuf berupayauntuk

mengungkapkan asumsi dasar yang mendasari pandangan manusia akan setiap gejala kehidupan

alam. Asumsi dasar yang dimaksud sesungguhnya merupakan dasar atau alasan manusia untuk

berbuat, walaupun alasan itu cenderung atau seringkali tersembunyi sehingga tingkat

kepentingannya tidak dapat dikenali.

4. Vision (pandangan kedepan)

Menunjukkan jalan yang memungkinkan manusia berpikir dalam kerangka yang sempit ke

kemampuan untuk memandang gejala dalam kerangka yang lebih luas, ideal, dan imajinatif

(conceived).

Metode Filosofi

Sebagaimana setiap bidang ilmu yang mempunyai metode studi masing-masing, filosofi

juga memiliki metode atau tradisi. Dari pendekatan tradisional yang dikenal dalam bidang studi

filosofi, kita mengenal adanya metode analitis dan valuasi yang dapat digunakan dalam

pengembangan teori auditing. Auditing berkaitan dengan perwujudan tanggung jawab sosial dan

perilaku etis (ethical conduct) di samping kepentingannya dalam pengumpulan dan evaluasi

bukti. Jadi, masing-masing dari metode ini baik analitis maupun valuasi mempunyai tempat

tersendiri dalam auditing. Auditing memanfaatkan pendekatan analitis maupun pendekatan

valuation. Sebagai contoh, pertimbangan (judgment) dalam audit tergantung pada kualitas dari

keyakinan yang diperoleh melalui pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti. Sementara

itu,pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti dimaksud memerlukan upaya analisis atas

Page 4: Resume Pertemuan 2

fakta-fakta yang terjadi yang melatar belakangi asersi yang sedang diaudit. Keyakinan hanya

dapat didukung atas dasar sejauh mana seorang auditor dapat menjelaskannya dari bukti-bukti

yang berhasil diurai. Makin kuat penguraiannya, maka makin kuat pembuktiannya, dan simpulan

(judgment) audit yang diambilakan semakin handal.

Auditing Sebagai Suatu Disiplin Ilmu

Terdapat beberapa pemikiran yang salah mengenai auditing, banyak orang berpendapat

bahwa auditing merupkan bagian dari akuntansi, hal ini terjadi karena auditor juga dikenal

sebagai akuntan. Terdapat perbedaaan dalam cara kerja dan metodologi antara auditing dan

akuntansi. Hubungan antara kedua disiplin ini sangat dekat karena memiliki obyek yang sama.

Dalam akuntansi, yang dilakukan adalah mengumpulkan, mengolongkan, merangkum serta

komunikasi dari suatu data keuangan. Sedangkan auditing tidak mengkomunikasikan data akan

tetapi mereview dan mengukur apakah sudah tepat dalam penyajiannya.

Auditing dan akuntansi saling melengkapi, meskipun objek dari disiplin ini sama akan

tetapi fungsi dan pendekatannya berbeda. Dalam melakukan audit seorang auditor harus menjadi

akuntan yang handal sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Auditing berhubungan

dengan verifikasi data keuangan bertujuan untuk menilai penyajian dari data keuangan apakah

sudah sesuai dengan kondisi saat ini. Verifikasi yang dilakukan ini membutuhkan teknik aplikasi

dan metode pembuktian yang baik. Terdapat sebuah konsep dalam auditing yang berbeda dan

bukan merupakan adopsi dari disiplin ilmu lain yaitu independen atau independensi. Seleksi,

modifikasi dan integrasi merupakan suatu ide yang juga diterapkan disiplin ilmu lain dalam

auditing juga ditambahkan pengembangan konsep dan metodologi. Auditing juga bisa disebut

sebagai disiplin ilmu terapan (applied discipline). Hal ini karena dalam auditing terdapat prinsip

atau teori dasar dari disiplin ilmu yang lain yang diterapkan di auditing, akan tetapi auditing

sebagai ilmu terapan juga mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan yang lain.

Metodologi Audit

Beragam metodologi yang juga digunakan dalam banyak disiplin ilmu tidak menjamin

apakah metodologi tersebut dapat digunakan pada disiplin ilmu yang berbeda. Dalam beberapa

kasus suatu metodologi yang digunakan dalam satu disiplin ilmu digunakan pada disiplin ilmu

lain dengan modifikasi dan adaptasi terlebih dahulu. Suatu metode bergantung pada tipe

permasalahan yang ada, penilaian yang dibuat, dan karakter data yang akan diteliti. Auditing

mempunyai metode yang terdiri dari perilaku dan prosedur.

Page 5: Resume Pertemuan 2

Perilaku Ilmiah

perilaku ilmiah merupakan perilaku dari suatu pemikiran dan prosedur penjelasan.

Perilaku ilmiah terdiri dari penelitian dan keingintahuan. Seorang ilmuwan merupakan filsuf

dengan pertanyaan “mengapa” yang muncul terus menerus. Suatu peristiwa, tindakan dan

interaksi merupakan bagian dari keingintahuan dimana peneliti akan menemukan mengapa hal

itu bisa terjadi dan dengan cara bagaimana. Turunan dari keingintahuan adalah reliable (andal).

Hanya pengetahuan yang didukung oleh bukti bukti yang tidak dapat dijawab yang diterima.

Seorang peneliti tidak pernah puas dengan dengan solusi yang ada, peneliti akan mencoba

menerapkan permasalahan atau solusi tersebut kepada permasalahannya lainnya. Peneliti juga

secara berkesinambungan mencari hukum dasar dan prinsip yang menjelaskan hingga problem

ada yang terselesaikan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara permasalahan berdasarkan

fakta yang diteliti oleh penelitian ilmiah dengan permsalahan berdasarkan nilai yang diteliti oleh

peneliti sosial.

Perilaku auditing

Dalam auditing telah dilakukan metode investigasi yang telah dikembangkan sehingga

perilaku yang ada tidak diambil secara langsung dari ilmu lain. Perilaku auditing meliputi

komponen di bawah ini :

- Mengadopsi sikap tidak memihak dalam mengformulasikan dan memberikan penilaian

- Keterbatasan minat dan penyelidikan utama seusai dengan penilaian yang diminta

- Berdasarkan pembentukan penilaian dan pengungkapan dari bukti yang tersedia.

Seperti juga ilmuwan sosial, auditor juga mempunyai permasalahan antara fakta dan nilai dimana

juga harus menyatakan pendapat atas hal tersebut. Auditor juga mempunyai permsalahan dalam

pengungkapan dimana disetiap kasus hal ini berbeda misalnya apakah suatu keuntungan

yangtidak biasa mempengaruhi dalam pendapatan bersih tahun tersebut.

Perbedaan mendasar dari perilaku auditing dan perilaku ilmiah adalah ketertarikan yang

ada.Auditor harus mempresentasikan laporan keuangan yang telah ada dan mengungkapkannya

diamna hal ini berdasarkan terhadap pemeriksaan. Sebaliknya ilmuan ilmiah tidak terbatas

terhadap lingkup penyelidikan, jarang sekali memulai dengantujuan yang spesifik. Netral dan

independensi adalah perbedaan selanjutnya yang paling mendasar dari auditing. Seperti di dalam

penelitian lainnya, auditor juga tertarik dalam bukti, dan berusaha untuk mendapatkannya,

Page 6: Resume Pertemuan 2

mengevaluasi dan mempelajarinya sebelum memberikan penilaian. Auditor tidak dapat memulai

suatu penyelidikana apabilatidak mendapatkan bukti yang mendukung.

Berdasar kedua poin tersebut dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara perilaku

auditing dan juga ilmiah. Dan juga dalam metodologi dan prosedur yang digunakan.

Pendekatan Metodologi Ilmiah

Langkah langkah metodologi

1. Mempertimbangakan pre-eliminasi data yang mempunyai permasalahan

yang diteliti dapat diperoleh dari berbagai macam bentuk misalnya fenomena sosial atau

alam, response dari suatu hal yang muncul, atau terkadang sesuatu yang luar biasa.

2. Memformulasikan masalah

Pada saat stilumulus ini menarik perhatian seorang peneliti memungkinkan dilakukan

penyelidikan dan investigasi hal ini berarti telah dilakukan formulasi permasalahan.

3. Observasi fakta yang sesuai dengan permasalahan

Peneliti menemukan semua fakta yang berkaitan, dan juga mencoba menemukan dari

berbagai sudut pandang

4. Menggunakan pengetahuan yang ada

Menggunakan pengetahuan dan pengalaman terdahulu dapat membantu untukmemahami

permasalahan, apakah terdapat penelitian atas permasalahan ini di masa lalu

5. Memformulasikan hipotesa

Hipotesa adalah kemungkinan yang muncul dari suatu pemikiran. Hipotesa yang

digunkan merupakan kemungkinan terbaik dan sesuai permasalahan.

6. Deduksi dari implikasi hipotesa

Hal ini bertujuan apakah hipotesa ini mempunyai alasan yang kuat, apakah sesuai dengan

fakta yang ada. Apabila setelah dilakukan implikasi terdapat data yang kurang, peneliti

diperbolehkan untuk menambah data yang ada

7. Melakukan tes pada hipotesa

Tes hipotesa ini berdasarkan bukti yang ada dan untuk membuktikan hipotesa yang tealh

ditetapkan untuk mengambil kesimpulan

8. Kesimpulan

Kesimpulan yang ada merupakan hasil dari pengujian hipotesa yang telah dilakukan

dimana hasilnya dapat mendukung hipotesa atau menolak hipotesa.

Page 7: Resume Pertemuan 2

Prosedur Metodologi dalam Auditing

Metodologi auditing untuk menyelesaikan masalah adalah dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Menerima tugas audit

2. Mengamati fakta-fakta relevan dari permasalahan

3. Membagi permasalahan menjadi permasalahan individual

4. Menetapkan fakta-fakta yang tersedia berhubungan dengan permasalahan individual

5. Memilih teknik audit yang dapat diaplikasikan

6. Kinerja dan prosedur untuk memperoleh bukti

7. Evaluasi bukti

8. Memformulasikan pendapat

Perbedaan Antara Metode Sains dan Metode Auditing

Auditor seringkali membutuhkan bukti-bukti yang berkaitan atas suatu masalah,

sedangkan peneliti cukup puas hanya jika mampu mengambil kesimpulan dari bukti-bukti.

Tetapi dalam hal kewajaran, perlu digaris bawahi ada faktor-faktor lain yang terlibat. Untuk

jangka panjang, peneliti menuntut memiliki bukti yang sangat kuat, untuk jangka pendek, tidak

seideal itu. Auditor bekerja dalam konteks jangka pendek. Kesimpulannya lebih sering bersifat

sementara.

Keadaan ini membuat auditor harus yakin dengan bukti-bukti terbatas yang ia miliki

apakah cukup untuk menjadi pendukung opininya. Sebagai contoh, jika auditor tidak

memperoleh bukti sama sekali, maka tidak ada pertanyaan, dan auditor akan menolak untuk

memberikan opini.

Perbedaan kedua yang cukup signifikan adalah percobaan kontrol. Dalam sains,

pengujian hipotesis seringkali dilakukan di laboratorium dibawah beberapa kondisi yang bisa

dikendalikan atau dikontrol sehingga efek yang diberikan dapat dilihat dengan jelas. Bukan saja

hanya hasilnya yang dapat dilihat dengan jelas, melainkan percobaannya dapat dilakukan

berulang kali.

Page 8: Resume Pertemuan 2

Berbeda dengan audit, hanya karena kondisi yang sangat luar biasa audit akan dilakukan

dua kali, bahkan hasilnya tidak ekuivalen dengan percobaan laboratorium yang dilakukan dua

kali. Banyak hal tidak berwujud yang secara bersama-sama mempengaruhi opini audit.Perbedaan

ketiga adalah fakta di dalam auditing asumsi dasar atau postulat terkait validitas penalarannya

sama sekali tidak dinyatakan.

Probabilitas dalam Sains dan Auditing

Hipotesis yang tidak diuji memiliki tingkat probabilitas yang rendah dibandingkan

dengan yang diuji, tetapi keduanya tetap probabilitas. Sains sudah lama menggunakan teknik dan

metode statistik untuk memecahkan masalah.

Auditing merupakan aplikasi lain dari berpikir ilmiah dalam teori probabilitas. Pengaruh

tradisional dari teori probabilitas dalam auditing adalah contohnya dengan menggunakan kalimat

“opini” untuk menunjukkan kesimpulan (final judgement) terhadap sebuah laporan keuangan

yang sudah diperiksa.

Prosedur Metodologi untuk Value Judgment

Seperti ilmu sosial, auditing memiliki permasalahan yang bervariasi termasuk value

judgment. Di dalam pemeriksaan auditor menghadapi masalah ini, begitu juga ketika tanggung

jawab kepada masyarakat mengalami masalah value judgment.

Metode untuk menilai pendapat adalah sebagai berikut:

1. Pengenalan masalah

2. Pernyataan masalah

3. Formulasi solusi yang mungkin

4. Evaluasi solusi

5. Formulasi pendapat

Page 9: Resume Pertemuan 2

POSTULAT AUDITING

Sifat Postulat

Ada lima karakteristik umum dari sebuah postulat. Postulat adalah:

1. Esensial untuk dikembangkan oleh disiplin intelektual

2. Asumtif, sehingga tidak perlu dibuktikan kebenarannya

3. Berfungsi sebagai dasar untuk inferensi

4. Menjadi salah satu landasan struktur teoritis

5. Terbuka terhadap tantangan dipandang dari sudut pengembangan pengetahuan

Postulat diperlukan oleh setiap disiplin untuk memudahkan pengembangannya karena

dengan demikian akan mudah diciptakan generalisasi. Dalam kaitan ini, postulat dalam auditing

akan berfungsi sebagai anggapan dasar yang semestinya harus dipegang sebelum auditing

difungsikan. Anggapan dasar ini bisa saja berbeda dengan kenyataan atau hasil verifikasinya,

namun sebelum hasil verifikasi itu diperoleh tidak semestinya berpendapat menyimpang dari

asumsi dasar ini.

Postulat yaitu konsep dasar yang harus diterima tanpa perlu pembuktian. Postulat

merupakan syarat penting dalam pengembangan disiplin, tidak perlu diperiksa kebenarannya

lagi, sebagai dasar pengambilan kesimpulan, sebagai dasar dalam membangun struktur teori dan

bisa juga dimodifikasi sesuai perkembangan ilmu pengetahuan. Terdapat 8 tentatif postulat

auditing yang dikemukakan oleh Mautz dan Sharaf, yaitu:

1. Laporan dan data keuangan dapat diverifikasi.

2. Tidak ada konflik kepentingan antara auditor dan manajemen perusahaan yang lagi

diperiksa.

3. Laporan dan informasi keuangan diserahkan untuk diperiksa bebas dari kolusi dan

ketidakteraturan lainnya.

4. Sistem internal control yang memuaskan dapat mengeliminasi kemungkinan ketidak

teraturan dalam laporan keuangan.

5. Konsistensi penyajian laporan keuangan sesuai standar yang diterima umum sehingga

laporan keuangan disajikan secara wajar.

Page 10: Resume Pertemuan 2

6. Dalam hal bukti tidak jelas atau bertentangan, maka apa yang selama ini dianggap benar

dalam laporan keuangan yang diperiksa akan dianggap benar sekarang dan dimasa yang

akan datang.

7. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat yang independen, auditor

harus bertindak selaku auditor.

8. Status professional dari seorang independen auditor menekankan pada tanggungjawab

professional.