29
Judul Buku : Sepatu Dahlan Penulis Buku : Khrisna Pabichara Penerbit : Noura Books Cetakan : Mei 2012 Tebal : 369 halaman “Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya.” Begitu tulisan Dahlan Iskan di awal lembaran Sepatu Dahlan. Pengisahan di dalam buku ini terbagi menjadi 34 Bab. Diawali “Prolog”, lanjut “ Tanah Tebu”, “Muslihat Gagal”, “Masa orientasi”, “Batik Tegal Arum”, “Berhenti Merawat Luka”, “Riwayat Sumur Tua”, “Senyum Ibu”, “Lolos Tanpa Mantra”, “Gitar Kadir”, “Miskin Harta Kaya Iman”, “Sepeda Muryati”, “Suara-Suara Tak Terkatakan”, “Teguran Juragan Buah”, “Pemberontakan Para Domba”, “Ojo Kepingin Sugih”, “Kelapa Gading”, “Luka di Mata Zain”, “Logika Berdoa untuk Aisha”, “Kupatan”, “Jangan Terlalu Bahagia”, “Smash!”, “Si Kumbang dan Pesta Opor”, “Tragedi Sepatu Bekas”, “Patriot Sejati”, “Misteri Purwodadi”, “Kesaksian Kadir”, “Perseteruan Murid Zen”, “Geletar Asing di Jalan Takeran”, “Akhirnya Punya Sepatu”, “Di Bawah Rindang Trembesi”, “Surat Penting”, “Stasiun Madiun”, dan yang terakhir “Epilog”. Pada intinya, kisah utamanya ialah kisah dalam “prolog” dan “epilog”. Sementara itu, bab-bab lainnya 1

Resume Sepatu Dahlan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

It is my first task to make a resume from novel

Citation preview

Page 1: Resume Sepatu Dahlan

Judul Buku : Sepatu Dahlan

Penulis Buku    : Khrisna Pabichara

Penerbit    : Noura Books

Cetakan       : Mei 2012

Tebal        : 369 halaman

“Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya.”

Begitu tulisan Dahlan Iskan di awal lembaran Sepatu Dahlan.

Pengisahan di dalam buku ini terbagi menjadi 34 Bab. Diawali “Prolog”,

lanjut “ Tanah Tebu”, “Muslihat Gagal”, “Masa orientasi”, “Batik Tegal Arum”,

“Berhenti Merawat Luka”, “Riwayat Sumur Tua”, “Senyum Ibu”, “Lolos Tanpa

Mantra”, “Gitar Kadir”, “Miskin Harta Kaya Iman”, “Sepeda Muryati”, “Suara-

Suara Tak Terkatakan”, “Teguran Juragan Buah”, “Pemberontakan Para Domba”,

“Ojo Kepingin Sugih”, “Kelapa Gading”, “Luka di Mata Zain”, “Logika Berdoa

untuk Aisha”, “Kupatan”, “Jangan Terlalu Bahagia”, “Smash!”, “Si Kumbang dan

Pesta Opor”, “Tragedi Sepatu Bekas”, “Patriot Sejati”, “Misteri Purwodadi”,

“Kesaksian Kadir”, “Perseteruan Murid Zen”, “Geletar Asing di Jalan Takeran”,

“Akhirnya Punya Sepatu”, “Di Bawah Rindang Trembesi”, “Surat Penting”,

“Stasiun Madiun”, dan yang terakhir “Epilog”.

Pada intinya, kisah utamanya ialah kisah dalam “prolog” dan “epilog”.

Sementara itu, bab-bab lainnya hanyalah pendukung kedua kisah tadi. Seluruh bab

diramu dengan kepedihan yang sangat mendalam. Saya katakan mendalam sebab

unsur kesedihannya muncul dari awal hingga akhir kisah. Kepedihan berawal

sejak operasi liver hingga usai operasi liver tersebut. Bahkan, variasi

kepedihannya, yang muncul di antara “prolog” dan “epilog”, yaitu keinginan

sekolah, keinginan memiliki sepatu, permasalahan sepeda, olok-olokan yang

diterima Dahlan, meninggalnya sang ibu, kepergian sang kakak, hingga keinginan

kuliah di dalam kondisi ekonomi yang tidak mencukupi.

Saya akan menceritakan secara ringkas dari apa yang telah saya baca dari

novel inspirasi ini.

1

Page 2: Resume Sepatu Dahlan

PROLOG

18 Jam Kematian

Awal kisah saya menghadapi sebuah “Prolog”. Prolog yang menghimpun

seluruh kisah, dan akhir kisah pun ditutup dengan sebuah epilog. “Prolog–epilog”

di dalam Sepatu Dahlan ini menandakan bahwa ada kisah di dalam kisah.

Dalam “prolog” dikisahkan bahwa seorang lelaki sedang mengalami sakit,

liver. Sebuah penyakit yang membawanya ke dalam proses pencangkokan. Pada

hari pencangkokan itulah, tokoh utamanya, Dahlan, tentunya yang dimaksudkan

ialah Dahlan Iskan, merasa sesuatu romantisme kehidupan akibat nadur liver yang

mengidap di tubuhnya. Ini adalah kutipan kata-kata Dahlan Iskan yang ia ucapkan

sebelum menjalani operasi Sekarang, hari ini, di kamar operasi, segera kumasuki

gerbang kelahiran baru, jauh dari tanah kelahiran pertama, Kebon Dalem.

Dari bagian prolog ini saja sudah sangat menarik bagi saya untuk terus

melanjutkan kisah apa yang akan terjadi selanjutnya. Dalam prolog ini yang

sangat membuat saya tersentuh yaitu ketika Pak Dahlan Iskan akan menjalani

sebuah operasi liver, yang kemungkinan akan berhasil atau tidaknya beliau pun

tak tau. Dan juga ketika salah seorang sahabat beliau yang menderita sakit jantung

mengirimkan pesan sebelum Pak Dahlan Iskan menjalani operasinya dengan kata-

katanya yang sangat menggugah hati saya

“Ya Allah, selamatkanlah nyawa rekan saya ini. Jika perlu, tukarlah dengan

kematian saya”

Apa yang bisa dikatakan Pak Dahlan pada saat itu hanyalah berdo’a

kepada Tuhan “Tuhan, terserah Engkau sajalah”

Do’a yang beliau panjatkan begitu singkat dan pasrah, dimana mungkin

saya tidak sanggup mengatakan hal seperti itu ketika menghadapi hal yang sama.

Begitu beliau menghadapi operasi, banyak sekali dukungan yang didapat dari istri,

anak, saudara dan sahabat-sahabat beliau yang senantiasa menemani disamping

Pak Dahlan. Ketika sedang menjalani operasi, Pak Dahlan merasa do’anya sedang

dikabulkan oleh Tuhan, yaitu seakan-akan beliau berada dihalaman

rumahnya:masa lalu. Ini adalah awal kisah yang akan di bahas dalam cerita

selanjutnya.

2

Page 3: Resume Sepatu Dahlan

Dahlan ialah tokoh utama. Tokoh utama di sini adalah tokoh yang jadi

sorotan, dan sangat berpengaruh terhadap keutuhan kisah. Meskipun keutuhan itu

tidak akan ditemui sebagai keutuhan yang kuat dalam elemen per elemen

ceritanya. Selain Dahlan, tokoh kisahnya ialah istri, anak sulung, dan Robert Lai

(sahabat Dahlan). Mereka bertiga lah sahabat setia yang menemani sosok Dahlan

Iskan ketika menghadi operasi pencangkokan liver baru yang akan diterimanya.

Di dalam buku ini juga terdapat tokoh bayang-bayang, yakni orang tua

Dahlan (Ayah dan Ibu), Zain (adik Dahlan). Kenapa saya menyebutnya tokoh

bayang-bayang? Karena ceritanya bukanlah satu pengisahan yang sebenarnya,

melainkan hanya dalam masa kenangan. Ibaratnya, bila kita bercermin mungkin

kita akan teringat atau terkenang seseorang. Proses pencerminan itulah titik

utamanya, sedang kenangan/ingatan hanyalah bayang-bayang.

1

Tanah Tebu

Namanya Dahlan, lengkapnya Muhammad Dahlan. Seorang anak lelaki

yang tinggal di sebuah desa bernama Kebon Dalem, Magetan. Hari itu adalah hari

pembagian ijazah di SR Bukur, sekolah tempat Dahlan bersekolah. Di ijazahnya

ada dua nilai merah yaitu untuk nilai pelajaran Berhitung dan Bahasa Daerah,

sedangkan pelajaran lainnya ada yang bernilai enam, tujuh, delapan, dan

sembilan. Sayangnya, nilai dua nilai merah tetap saja membuat bapaknya

memarahinya.

Kemudian ibunya pun bertanya ke mana dia hendak melanjutkan sekolah.

Dahlan pun menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke SMP

Magetan. Sayangnya, bapaknya menentang. Dia menyuruh Dahlan untuk sekolah

di Tsanawiyah Takeran. Satu keputusan yang tak bisa ditawar, kecuali dengan

satu cara. Dan Dahlan berencana menggunakan cara itu.

2

Muslihat Gagal

Pagi hari, setelah bangun tidur, dia menjalankan rencananya. “Aku mimpi

bertemu Kiai Mursjid,” katanya. Demi mendengar nama seseorang yang sangat

dihormatinya, Bapak pun langsung duduk bersila memandang Dahlan. “Apa

3

Page 4: Resume Sepatu Dahlan

pesan Kiai Mursjid, Le?” tanyanya. Dahlan pun menjawab bahwa kiai itu

berpesan agar dia tidak berhenti sekolah. “Lalu kamu jawab apa?” tanya Bapak

lagi. Dahlan yang semula berencana ‘menyalahgunakan’ nama Kiai Mursjid untuk

membuat Bapak mengijinkan dia sekolah di SMP Magetan justru merasa bersalah.

Dia tidak tega membohongi bapaknya. Pada akhirnya dia justru mengatakan

bahwa dia akan sekolah di Pesantren Takeran karena Kiai Mursjid berpesan

bahwa kewajiban utama keluarga mereka adalah menjaga kelangsungan Pesantren

Takeran.

3

Masa Orientasi

…kemiskinan bukan halangan untuk mereguk ilmu sebanyak mungkin…Tuhan

selalu mengabulkan doa orang-orang yang memiliki keyakinan dan kemauan

yang kuat untuk mewujudkan harapan. ( Petuah Ustaz Ilham,hlm.  37 )

Dahlan dan Bapak pun pergi mendaftar ke Pesantren Takeran. Bapak pun

membacakan kaligrafi yang ada di dinding salah satu bangunan pesantren.

Tulisannya menggunakan huruf Arab tapi bahasanya menggunakan Bahasa Jawa. 

Yang pertama, Ojo kepengin sugih, lan ojo wedi mlarat. Jangan berharap kaya,

dan jangan takut miskin. Nasihat ini rupanya memiliki makna yang tidak seharfiah

itu. Kelak, ketika Dahlan mendapat suatu amanah, Bapak menjelaskan bahwa

kalimat “Ojo kepengin sugih” bukan hanya nasihat agar tidak terlalu memburu

harta tapi juga juga berarti “jangan meminta-minta jabatan”. Yang kedua, Sumber

bening ora bakal nggolek timbo. Sumur jernih tidak akan mencari timba. Kelak,

ketika ada pemilihan pengurus santri bahwa itu adalah nasihat agar tidak

menghabiskan waktu mencari jabatan, tetapi ketika mendapatkan amanah harus

dilaksanakan. Yang ketiga, Pilih ngendi, sugih tanpo iman opo mlarat ananging

iman. Pilih mana, kaya tapi tidak beriman, atau miskin tapi beriman.

4

Page 5: Resume Sepatu Dahlan

4

Batik Tegal Arum

Begitulah. Sejak itu Dahlan harus berjalan kaki sejauh enam kilometer,

pergi dan pulang sekolah. Andai dia punya sepatu, perjalanan enam kilometer itu

mungkin tidak akan membuat kakinya melepuh atau lecet-lecet, begitu lebih

kurang yang ada di pikirannya.

Dahlan harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki.

Sepulang sekolah, dengan perut yang masih kelaparan ia masih harus bekerja

sebagai nguli nyeset, nguli nandur dan ngangon domba. Begitu banyak beban

hidup yang harus ditanggung oleh anak seusia Dahlan. Namun meski mereka

hidup susah, Bapaknya selalu mengajar Dahlan dan saudara-saudaranya untuk

bekerja keras.

Ibu Dahlan adalah seorang wanita yang bekerja sebagai pembatik dan juga

mengajari ibu-ibu lain membatik di Kebon Dalem. Upahnya lumayan untuk

membeli kebutuhan rumah tangga, seperti beras, gula, minyak, bawang, dan

kebutuhan dapur lainnya.

Didalam kisah ini juga ada yang membuat saya penasaran, yaitu ketika ibu

Dahlan menyebutkan tentang Laskar Merah yang telah membawa Kiai Mursjid

dan paman-paman Dahlan di Pesantren Takeran. Semakin membuat saya ingin

terus membaca kisah selanjutnya untuk menemukan titik terang.

5

Berhenti Merawat Luka

Selain menceritakan perjuangan Dahlan mengejar mimpinya memiliki

sepatu, pahitnya kehidupan yang dihadapinya, dan juga persahabatannya dengan

teman-temannya, novel ini juga mengungkap sejarah pembantaian  masal di

sumur-sumur tua di Soco, Cigrok, dan Dusun Dadapan, Magetan terhadap

anggota atau simpatisan PKI. Rasa penasaran saya pun semakin bertambah ketika

sahabat Dahlan, si Kadir selalu terdiam dan matanya berkaca-kaca setiap

mendengar cerita Laskar Merah. Apakah ada hubungan antara Kadir dan Laskar

Merah?

5

Page 6: Resume Sepatu Dahlan

6

Riwayat Sumur Tua

Laskar Merah, begirulah orang-orang tua di kampung Kebon Dalem

menamai pasukan bentukan “sayap kiri” Front Demokrasi Rakyat. Pada

September 1948, di Madiun berdirilah sebuah negara, Republik Soviet Indonesia

dan siapa saja yang menentang mereka pada saat itu akan diamankan. Mereka

akan benar-benar dibersihkan (tawanan-tawanan) dengan disemayamkan di sumur

tua Soco, sebuah sumur tua di tengah tegalan ketela di Cigrok.

7

Senyum Ibu

Bagiku, menulis tak ada bedanya dengan obat, menyembuhkan luka akibat

sayatan kepedihan.(hlm.80)

Hari berlalu. Pagi itu, Dahlan mencari-cari ibunya dan menemukan ibunya

sedang terbatuk-batuk lalu muntah darah. Bapak pun membawa Ibu ke rumah

sakit. Dahlan ditinggal berdua dengan Zain, adiknya. Lalu adiknya menangis,

Dahlan mengira adiknya menangis karena melihat ibunya sakit, tapi ternyata ia

menangis karena mengeluh lapar.

Disini saya benar-benar tersentuh, air mata pun sampai keluar ketika

seorang Dahlan kecil yang harus dihadapkan dalam kerasnya kehidupan, ibu yang

sakit, Bapaknya pun pergi menemani ibunya, dan dia harus bertanggung jawab

mengurus adik kecilnya.

8

Lolos Tanpa Mantra

Tak tahan terus mendengar keluhan adiknya, Dahlan memutuskan mencuri

tebu. Ia tahu apa yang harus ia tanggung jika ia ketahuan oleh para mandor sangar

yang sedang menjaga kebun tebu itu. Disini saya mengalami rasa tegang, karena

takut kalau-kalau Dahlan kecil akan ketahuan oleh para mandor, dan ayangnya, ia

benar-benar ketahuan. Ia pun dihukum mondok (kerja sukarela) minggu depan.

Lalu Dahlan pun pulang membawa sebatang tebu untuk dia dan Zain. Sorenya,

ketika mereka bingung mencari makanan untuk mengganjal perut mereka,

6

Page 7: Resume Sepatu Dahlan

Komariyah, kawan akrab Dahlan, datang membawa tiwul, ikan teri, dan sambal

terasi.

9

Gitar Kadir

Janganlah aku dirayu, janganlah aku digoda, tak sanggup kumenahan

beban kasih asmara (lirik lagu beban asmara)

Keesokan harinya, ketika pelajaran kosong, Dahlan bernyanyi dengan

diiringi petikan gitar Kadir. Kadir duduk di bangku bambu panjang, yang setiap

ujungnya diapit dua batang cemara, dan Dahlan duduk disampingnya. Mereka

bernyanyi lagu dangdut berjudul “Beban Asmara”. Banyak teman-teman mereka

yang menonton, salah satunya gadis bernama Aisha, yang kemudian memuji

bahwa suara Dahlan bagus. Gadis inilah yang membuat Dahlan jatuh cinta.

Sayangnya, Dahlan kemudian justru dihukum karena “mengganggu pelajaran”

kelas lain. Dia dan Kadir dihukum untuk membersihkan sekolah esok harinya.

“Disiplin itu lahir dari kemauan dan kesungguhan kalian sendiri, bukan

dari peraturan atau ketegasan guru-guru dalam menegakkannya.” ( Ustad

Ilham,hlm.105 )

10

Miskin Harta Kaya Iman

“Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur! Kita boleh miskin harta tapi

ndak boleh miskin iman” ( Mbak Sofwati,hlm.109)

Dalam kisah ini mbak Sofwati menasehati Dahlan untuk tidak mencuri

walaupun mereka dilanda rasa lapar yang tak tertahankan. Mbak Sofwati

menyuruh mereka untuk mencari ikan di sungai atau meminta pekerjaan kepada

Mandor Komar dan digaji dengan sebatang-dua batang tebu ketika mereka sedang

merasa lapar.

“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi

Mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan

Demikianlah, Dahlan sesudah itu tidak lagi mencuri tebu. Setiap ia lapar,

sarung memiliki fungsi, yaitu menahan rasa lapar tersebut dengan cara

mengikatkan sarung sekencang-kencangnya di perut.

7

Page 8: Resume Sepatu Dahlan

“Kita boleh miskin harta, Dik, tapi ndak boleh miskin iman. Ingat

semiskin apa pun kita, Bapak dan Ibu ndak rela kalau kita meminta-minta belas

kasihan tetangga, keluarga atau siapa saja.”

Betapa saya tersentak dengan kalimat di atas. Betapa dalam, dan sungguh

kemiskinan tidak bisa kita jadikan alasan untuk mengemis. Kita diperlengkapi

oleh Yang Maha Kuasa dua tangan, dua kaki, mulut untuk berbicara, otak untuk

berpikir, sehingga ketika kita miskin kita sebenarnya tidak layak untuk

memiskinkan hati kita, memiskinkan iman kita dengan menjadi peminta-minta

dan meminta belas kasihan orang lain.

11

Sepeda Maryati

Apa pun itu, aku suka matamu (catatan harian Dahlan hal 121)

Dalam perjalanan menuju sekolah, Dahlan bertemu dengan Maryati.

Maryati mengajak Dahlan untuk mencoba mengendarai sepedanya. Ketika sedang

mencoba bersepeda tiba-tiba saja Maryati naik dan membuat Dahlan kehilangan

keseimbangan. Akibatnya Dahlan tidak jadi berangkat sekolah karena insiden

sepeda bersama Maryati. Dia yang sudah setengah jalan pun memutuskan pulang

ke rumah.

12

Suara-Suara Tak Terkatakan

Ketika Dahlan ingin pulang ke rumah, ia merasakan ada hal yang berbeda

dari rumahnya. Ternyata di rumahnya sudah banyak orang dan melantunkan ayat-

ayat Al-Qur’an. Ibunya sudah dibawa pulang dari rumah sakit, tapi bukannya

sudah sembuh, melainkan sudah meninggal.

Kisah ini benar-benar membuat saya tersentuh dan tak tahan menahan air

mata, ketika Dahlan harus kehilangan sosok wanita yang sangat ia cintai, ibu satu-

satunya harus pergi meninggalkan ia dan keluarga selama-lamanya.

8

Page 9: Resume Sepatu Dahlan

13

Teguran Juragan Buah

Dalam episode ini juragan buah sang ayah Maryati meminta tanggung

jawab Dahlan yang telah merusak sepeda anaknya. Ayah Dahlan pun

menawaarkan untuk menukarkan tiga ekor domba milik Dahlan dan

menukarkannya dengan sepeda ringsek milik Maryati. Ia merasa sangat bersalah

dan lagi-lagi membuat ayahnya kecewa dengan sikapnya

14

Pemberontakan Para Domba

Kemiskinan bukan untuk ditangisi. Hidup bagi orang miskin sepertiku

harus dijalani apa adanya (hal 147)

Sejak pertukaran tiga ekor domba milik Dahlan dengan sepeda Maryati,

hari-hari Dahlan seperti dipenuhi perasaan nelangsa. Sejak kejadian itu, bapak

Dahlan jarang menegurnya, ketika ditegur, bapak hanya memberikan senyuman

tanpa sepatah kata.

Saat siang hari di langgar, ayah Dahlan bercerita kepada anak-anak kebon

Dalem tentang seorang laki-laki miskin dari kaum Anshar yang mendatangi

Rasulullah untuk meminta sedekah agar keluarganya bisa makan pada hari itu.

Bapak pun menceritakan kisah itu dengan hikmat dan di simak baik-baik oleh

para anak-anak. Setelah mendengar kisah itu, membuat Dahlan ingin menjadi

sosok laki-laki itu, yang tidak akan meminta belas kasihan orang lain.

15

Ojo Kepingin Sugih

Pada bab ini menceritakan Dahlan diangkat sebagai Pengurus Ikatan

Santri. Tak heran , walau dalam belitan kemiskinan  prestasi tetap dapat

ditorehkan. Walau tanpa sepatu, posisi kapten tim bola voli dipegang. Pengurus

ikatan santri pun disandang. Dua syarat ‘kepemimpinan dipenuhinya.

“ Pertama, santri tu harus tawaduk,harus rendah hati. Terpilih menjadi

pemimpin bukan berarti menjadi penguasa yang berhak memerintah sekehendak

hati, melainkan menjadi pelayan bagi orang-orang yang dpimpinnya. Kedua,

harus tawakal. Dunia ini persinggahan semata. Jabatan adalah amanat yang

9

Page 10: Resume Sepatu Dahlan

dilimpahkan kepada kita, kelak akan dimintai tanggung jawab. Menjadi pemimpin

bukan untuk gagah-gagahan atau cari pamor. Siapa pun yang terpilih harus siap

bekerja. “ ( Kiai Irsjad,hlm.158  )

16

Kelapa Gading

“Pak, ndak ada tiwul?

Bapak tersenyum lembut, “Puasa dulu Le.”

Aku mengangguk mendengar jawaban Bapak sambil memegang perut yang mulai

terasa perih. Sebenarnya ingin sekali mengatakan betapa laparnya perutku, tapi

jawaban Bapak sudah menerangkan segalanya, tak ada lagi yang patut

dipertanyakan.

Bagi orang miskin, rasa lapar adalah hal sehari-hari yang harus dijalani.

Namun sering untuk mengatasinya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada

episode ini Dahlan dan teman-teman mengambil buah kelapa untuk mengganjal

perut mereka yang kelaparan. Saat Zain sang adik ingin meminta, Dahlan

menyuruhnya untuk mengambil kelapa sendiri. Alhasil sang adik terjatuh di

dalam parit dan tak sadarkan diri.

17

Luka di Mata Zain

Setelah kejadian yang menimpa Zain, Zain lebih banyak diam dan tak

merespon setiap sang kakak Dahlan menyapa atau bertanya kepadanya.

Sepertinya Zain masih merasa kesal dengan Dahlan.

18

“Logika Berdoa” untuk Aisha

Pada saat Dahlan dan teman-temannya menginap di langgar bersama Zain,

tiba-tiba saja Zain sakit, wajahnya pucat pasi. Saat Kadir sedang merapikan kain

sarung, dia mendapati ada sebuah sarung yang dililitkan sangat ketat di perut

Zain. Itu adalah cara termudah bagi mereka untuk menahan lapar.

10

Page 11: Resume Sepatu Dahlan

Saat di sekolah Dahlan sibuk memikirkan sang gadis, yang berambut

panjang, Aisha. Dia menulis sebuah catatan dan itu diketahui oleh Ustad Hamim

dan meminta Dahlan untuk membacakan logika berdoa yang ia tulis tentang

Aisha.

19

Kupatan

Saat lebaran tiba, inilah saat yang mereka tunggu, yaitu tradisi kupatan,

begitulah orang jawa biasa menyebuutnya. Begitulah tradisi, yang mereka bilang

“pemborosan “ yang terjadi satu tahun sekali. Masyarakat pedalaman meyakini

kupatan adalah tradisi peninggalan Wali Songo yang kerap mengajarkan nilai-

nilai Islam dengan menyerap simbol-simbol kejawaan.

20

Jangan Terlalu Merasa Bahagia

Episode ini juga membuat aku tersentuh dan tahan menahan rasa sedih.

Rasa sedih yang dialami Dahlan ketika sang kakak Mbak Atun akan pergi ke

Kalimantan, tepatnya di Samarinda bersama sang paman. Semua yang ada

menangis dan merasa sangat sedih dengan kepergian sang kakak sulung ke

Samarinda dan meninggalkan mereka.

21

Smash!

Dalam episode ini sekolah Dahlan akan bertanding voli dengan “sekolah

negara”. Sebelum pertandingan, tepatnya ketika mereka sedang menyusun strategi

Maryati memberikan mereka sebuah kardus, yang ternyata isinya adalah baju

seragam.Maryati mendapatkannya dari hasil sumbangan para santri dan para

orang tua murid. Dengan bangga sekolah Dahlan memenangkan pertandingan

dendan skor pada set pertama 15-3 dan 15-0 pada set kedua. Penonton yang

didominasi oleh warga Takeran punbergemuruh menyambut kemenangan mereka.

11

Page 12: Resume Sepatu Dahlan

22

Si Kumbang dan Pesta Opor

Dalam episode ini Nanang yang terkenal mahir menunggang kerbau akan

bertanding dalam balapan kerbau. Kerbaunya bernama Si Kumbang, akan

melawan milik Bejo Si Petir. Tapi ketika pertandingan, Nang sempat tak

sadarkan diri karena ia terlempar ke pematang dan badannya dipenuhi oleh

lumpur. Walaupun begitu mereka sangat menikmati suasanan saat-saat seperti itu.

Mereka juga senang karena selama seminggu pertama Syawal, opor ayam ,

ketupat, dan sayur lodeh tak berhentihenti memasuki perut mereka.

23

Tragedi Sepatu Bekas

Upaya mencuri yang sia-sia (hal 263)

Dahlan pun masuk tim bola voli di sekolahnya. Tim mereka berhasil

masuk ke babak final pertanding bola voli tingkat kabupaten. Sayangnya, untuk

bertanding di final, semua pemain harus memakai sepatu. Dahlan tidak punya

sepatu. Begitu juga Fadli, salah satu anggota tim mereka. Dahlan berniat untuk

mengambil uang yang ada dalam celengan milik bapaknya yang ada dalam kotak

terlarang, begitulah ia menyebutnya. Ia hanya mempunyai uang 7.500 yang ia

dapatkan dari hasil mencuri uang simpanan bapak. Bersama Arif, Dahlan ingin

membeli sepatu di pasar Madiun, tapi sayang, uang yang ia miliki tidak cukup

untuk membeli sepatu, walaupun itu hanya sepatu bekas.

24

Patriot Sejati

Dahlan beserta kawan-kawan sangat khawatir, karena Dahlan dan Fadli

masih tidak mempunyai sepatu. Namun, ternyata kawan-kawan mereka sudah

mengumpulkan dana untuk membeli sebuah sepatu bekas untuk mereka pakai.

Mereka pun bisa bertanding. Sayangnya, sepatu itu kekecilan di kaki Dahlan

maupun Fadli. Namun, semangat mereka tetap bisa membuat mereka

12

Page 13: Resume Sepatu Dahlan

memenangkan pertandingan. Dahlan pun melepaskan sepatu itu lalu

mengalungkannya di lehernya.

Setelah mereka menerima piala, Pak Camat menghampiri Dahlan dan

berkata, “Bisa kamu pakai le sepatumu? Bapak ingin merasakan lagi semangat

juangmu.” Dahlan pun menurutinya. Dia memakai sepatu itu dan ternyata

jempolnya melesak keluar. Teman-temannya tertawa. Tapi, Pak Camat sama

sekali tidak tertawa. Dia menjabat tangan Dahlan dengan mata berkaca-kaca.

Katanya, “Bapak dengar kamu pertama kali pakai sepatu?”

25

Misteri Purwodadi

Episode ini menceritakan Kadir yang sangat merasa kehilangan karena

sang ibu entah dibawa kemana oleh para tentara. Akhirnya ia memutuskan untyuk

mencari sang ibu, dia meminta Dahlan untuk menyampaikan kepada wali kelas

bahwa ia tidak akan mengikuti pelajaran seperti biasa. Kadir akan menyusul sang

ibu ke Purwodadi. Menurut orang-orang, banyak orang yang dibunuh tentara.

Mereka dituduh membela PKI.

26

Kesaksian Kadir

Pertemanan barangkali, memang harus diuji dengan perbedaan (hal 300)

Kadir menceritakan kepada teman-temannya mengenai kisah ayahnya

yang pernah dituduh sebagai anggota Laskar Merah. Setelah mendengar semua

cerita dan kesaksian Kadir, tiba-tiba saja Imran marah terhadap Kadir, karena

Imran merasa ia selama ini telah berteman dengan keluarga pembunuh yang telah

membunuh keluarga Imran.

27

Perseteruan Murid Zen

Dahlan yang bingung dengan apa yang harus ia lakukan terhadap Imran

yang masih marah dengan Kadir. Ia pun menceritakan masalah yang sedang ia

hadapi kepada sang bapak. Kemudian Bapak meminta Dahlan untuk

mengumpulkan anak-anak di langgar. Seperti biasa, sang bapak dengan bijak

13

Page 14: Resume Sepatu Dahlan

bercerita tentang perseteruan murid Zen. Setelah mendengar kisah yang telah

diceritakan oleh bapak Dahlan, Imran pun meminta maaf kepada Kadir.

28

Geletar Asing di Jalan Takeran

Ketika Dahlan, Kadir dan teman-temannya sedang memancing, mereka

memperhatikan ada geletar asing, yaitu obor-obor yang menyala yang menuju

rumah Kadir. Tiba-tiba Kadir langsung berlari menuju arah obor itu berada, dan n

benar yang ia perkirakan sang ibu telah pulang, tapi dalam keadaan yang parah,

dengan luka memar dimana-mana. Mereka akhirnya memutuskan untuk

membawa bu Sulastri, ibu Kadir kerumah sakit dengan biaya dari membuka

celengan bersama mereka yang mereka tabung selama ini.

29

Akhirnya punya sepatu

Dan Senin, lusa, aku ke sekolah dengan “sepatu baru”(hal 334)

Ini adalah sesuatu yang sangat ditunggu oleh Dahlan, yaitu saat-saat

memiliki sepasang sepatu. Tanpa terasa selama tiga bulan dia telah melatih putra-

putri di PG. Gorang Gareng dan berhasil menyabet gelar terbaik dalam

pertandingan. Walaupun dalam melatih ia dihadapkan dengan beberapa masalah,

yaitu Fauzan, sosok yang tidak mau dinasehati dan hanya ingin menang sendiri.

Akhirnya Fauzan pun dengan tegas dikeluarkan oleh Dahlan dari tim karena

dianggap sebagai penghalang.

Dengan upah Rp.30.000, dan Rp.12.000 akan ia bayarkan kepada Arif

untuk membayar sepeda. Dahlan pun meminta izin dari Bapak akan membeli

sepatu ke Pasar Madiun. Tiba-tiba saja sang ayah mengambil setumpuk uang yang

ada dalam kotak perkakas, jumlahnya Rp.12.000 untuk memambahkan Dahlan

membeli sepatu. Akhirnya Dahlan membeli sepatu, tidak hanya sepasang, tapi dua

pasang, yang satu untuk sang adik, Zain.

30

Di Bawah Rindang Trembesi

Aku tak tahu apakah sepatu dan sepeda itu termasuk cita-cita atau hanya

mimpi remaja semata, sepertiku (hal 337)

14

Page 15: Resume Sepatu Dahlan

Hari kelulusan pun telah tiba, di bawah rindang trembesi di halaman

gedung berbentuk U, Dahlan membayangkan nasib baru yang akan digariskan

Tuhan untuknya. Bayangan perpisahan pun memaksa Dahlan dan teman-teman

untuk membisu. Walaupun perpisahan yang harus mereka hadapi, tapi ada kabar

bahagia dari Arif, yaitu ia akan menikah dengan sahabatnya, Komariyah.

31

Surat penting

Satu hal yang menarik dari novel ini, adalah diselipkannya beberapa

catatan dalam buku harian Dahlan kecil. Terlepas dari catatan itu memang benar

ada atau tidak, disitu sangat terlihat bahwa Dahlan merupakan sosok yang mahir

menulis sejak duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah. Ada satu catatan yang

sangat saya suka, catatan ini ditulis saat Dahlan ingin membalas surat dari Aisha,

namun karena dipikirnya surat ini terlalu berkelok dan berbunga-bunga, maka

dibatalkannya untuk mengirimkan surat tersebut,

Barangkali harapan ini hanya semacam doa yang memeluk kehampaan

sebagai kamu. Tapi, biarlah. Sesekali perlu mengajariku cara tercepat

meninggalkan masa silam meski aku tak yakin kamu akan “hilang” begitu saja di

masa depanku. Kadang, setiap merindumu aku menegarkan hati dengan merapal

mantera “semoga”, dan berharap mantera itu mustajab untuk mengembalikan

“yang pergi” dan memulangkan “yang lupa”. Walaupun setiap mataku membuka

kamu tetap pergi dan tetap lupa kembali.

Itu adalah petikan surat yang tak jadi Dahlan balas untuk Aisha, ia benar-

benar bingung harus menjawab apa. Karena syarat yang diajukan Aisha baginya

sangat berat, yaitu harus menjadi sarjana mudda tiga tahun kedepan.

32

Stasiun Madiun

Di jantung Rinduku kamu adalah keabadian

Yang mengenalkan dan mengekalkan kehilangan

Kita bertemu di Stasiun Madiun, besok pagi pukul 09.00

15

Page 16: Resume Sepatu Dahlan

Tiga tahun terlalu lama untuk sebuah penantian (surat Dahlan untuk

Aisha hal.363)

Tahun demi tahun telah Dahlan dan Zain lewati, menjalani hidup tekun

dengan mengembala, nguli nandur, atau nyeset, mengumpulkan ranting kering,

dll. Baginya jika ia terus menjalani hidupnya di Kebon Dalem akan tetap sama

dan tak ada perubahan. Dahlan pun membujuk bapaknya untuk membolehkan ia

pergi merantau ke Samarinda, pertama bapak dan Zain tidak memberikan izin

untuk Dahlan pergi kuliah ke Samarinda. Tapi akhirnya bapak ingat akan

wejangan Kiai Mursjid agar tidak mengekang santrinya yang ingin maju dan

menuntut ilmu. Restu pun ia dapatkan dari sang ayah untuk pergi ke Samarinda.

Tak lupa ia membalas surat Aisha, sehari sebelum keberangkatan Aisha ke Yogya.

Rasanya saya sangat penasaran dengan akhir kisah cinta Pak Dahlan Iskan

dengan Aisha, apakah mereka bertemu di stasiun Madiun dan saling menunggu

satu sama lain?

Epilog

Mimpi Baru

Dalam epilog ini menceritakan tentang akhir dari operasi liver yang

dijalani Dahlan. Hal yang membuat saya tersenyum yaitu ketika ia ingin

memastikan apakah ia masih hidup atau tidak dengan bertanya jam, karena saat

membuka mata ia melihat angka sebelas. Akhir yang bahagia dari operasi yang ia

jalani, semua orang turut berbahagia karena Dahlan masih bisa bertahan hidup. Di

akhir kisah pada jam 12.00, 2007, Dahlan tertidur lagi dan memasuki mimpi

memeluk sepatu dengan ujung yang bolong dan tumit yang berserabut.

Itu adalah separuh ringkasan cerita Sepatu Dahlan karya Khrisna

Pabichara. Menurut saya novel ini sederhana tapi maknanya dalam dan

menyentuh. Sebuah kisah tentang seorang anak dengan cita-cita sederhana: sepatu

dan sepeda. Bagi orang lain, mungkin itu hal remeh, tapi bagi Dahlan, itu sangat

mewah. Novel ini juga mengajarkan tentang kemiskinan. Bahwa kemiskinan

bukan alasan untuk mencuri atau melakukan hal tercela lainnya. Boleh miskin

harta asal jangan miskin iman. Novel ini juga mengajarkan tentang kerja keras.

16

Page 17: Resume Sepatu Dahlan

Tokoh Dahlan ini bisa dibilang prigel. Rajin bekerja, meskipun usianya masih

muda. Mulai dari angon domba, nguli nyeset, pokoknya apa saja.

. Kehidupan Dahlan kecil yang serba kekurangan terkisahkan dengan

sangat  baik sehingga menyentuh nurani kita yang mungkin lebih beruntung

dibanding Dahlan kecil. Novel ini juga menyadarkan kita bahwa kemiskinan

bukanlah akhir dari segala-galanya malahan dalam sebuah petuahnya, ayah

Dahlan berkata bahwa “Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan

mematangkan jiwa”.

Sejarah hidup Dahlan telah membuktikan petuah ayahnya ini, Dahlan kecil

memang terlihat lebih matang dibanding anak seusianya dan kematangan jiwanya

itulah yang juga menghantarnya hingga bisa menjadi seorang menteri yang

disgani. Masa kanak-kanaknya harus dilalui dengan keras, ketika anak-anak lain

beria-ria bermain atau beristirahat sepulang sekolah, Dahlan harus menyabit

rumput, mengangon domba, menjadi kuli seset di kebun tebu, dll untuk membantu

keluarganya. Walau hidupnya sulit Dahlan tak lantas kehilangan keceriaannya,

novel ini menceritakan dengan jelas bagaimana anak-anak miskin seperti Dahlan

tetap memiliki keceriaan masa kanak-kanak dengan caranya sendiri.

Seluruh kisah Dahlan dan mimpinya dalam novel ini memang patut untuk

diapresiasi dengan baik. Penulis mampu merangkai sebuah kisah yang menarik

dari awal hingga akhir dengan nuansa sastrawi yang menarik sehinga  novel yang

diawali saat Dahlan Iskan hendak dioperasi cangkok liver di tahun 2007 lalu flash

back ke masa kecil Dahlan ini tak hanya enak dibaca melainkan mampu

melibatkan emosi pembacanya dan menginpirasi pembacanya untuk tidak

menyerah oleh keterbatasan.

Bersyukur walau yang dikisahkan dalam novel ini adalah sosok seorang

tokoh terkenal namun penulis tak terjebak dalam menulis hal-hal yang baiknya

saja. Dahlan dalam novel ini tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna,

sama seperti anak-anak lainnya Dahlan juga dikisahkan melakukan kenakalan

seperti anak-anak lainnya seperti mencuri tebu, mencoba membongkar lemari

ayahnya agar bisa mendapat uang untuk membeli sepatu, memiliki nilai merah di

raportnya, dan sebagainya.

17

Page 18: Resume Sepatu Dahlan

Sepatu yang menjadi impian Dahlan kecil mengikat keseluruhan kisah

dalam novel ini sehingga pembaca dibuat ikut merasakan bagaimana besarnya

keinginan Dahlan untuk memiliki sepatu. Tentunya ada banyak sisi-sisi menarik

yang bisa digali dan dikisahkan saat Dahlan untuk pertama kalinya memiliki

sepatunya hasil dari jerih upayanya sendiri.

Terlepas dari hal di atas dengan segala kelebihan dan kelemahannya novel

ini sepatutnya dibaca oleh siapa saja dengan range usia yang cukup panjang, mulai

dari anak remaja hingga para orang tua. Ada banyak nilai-nilai kekeluargaan, 

kedisiplinan, ketekunan, perjuangan, persahabatan, plus romansa remaja yang

tercemin dalam kisah Dahlan dan sepatunya ini.

Selain itu melalui novel ini pula kita bisa memahami apa yang melatari

sosok  Dahlan Iskan seperti yang kini dikenal dengan kenyentrikan,

kesederhanaan, dan kerja kerasnya.

“mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga

berdenging..siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing…sungguh aku butuh

tidur…sejenak pun bolehlah..supaya lapar ini terlupakan” [kutipan dari belakang

cover]

18