97
RESUME TUTORIAL BLOK 11 SKENARIO 5 GANGGUAN MIKSI DAN GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL Oleh: Kelompok D Ayu Yoniko Christi 092010101001 Mirna Ayu Permata Sari 092010101004 Aulia Ratu Pritari 092010101015 Arindra Prasetya 092010101022 Arieska Putri Yonita 092010101028 Emilia Puspita Sari 092010101029 Rizky Imansari 092010101030 Yulya Indi Krisnaningtyas 092010101032 Diki Dzikrillah Danar Sumantri 092010101038 Hendri Prasetyo 092010101043 Malfin Abidatun Istjanah 092010101046 M. Iqbal Fanani 092010101055 Adhitya Wicaksono 092010101056 Achmad Hariyanto 092010101062 Nurlaili Tria Kusuma 092010101064 Sheila Soraya 072010101031

RESUME Skenario 5 Blok 11

Embed Size (px)

DESCRIPTION

resume tutorial SK 5 blok 11 FK UJ

Citation preview

Page 1: RESUME Skenario 5 Blok 11

RESUME TUTORIAL BLOK 11

SKENARIO 5

GANGGUAN MIKSI DAN GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL

Oleh:

Kelompok D

Ayu Yoniko Christi 092010101001

Mirna Ayu Permata Sari 092010101004

Aulia Ratu Pritari 092010101015

Arindra Prasetya 092010101022

Arieska Putri Yonita 092010101028

Emilia Puspita Sari 092010101029

Rizky Imansari 092010101030

Yulya Indi Krisnaningtyas 092010101032

Diki Dzikrillah Danar Sumantri 092010101038

Hendri Prasetyo 092010101043

Malfin Abidatun Istjanah 092010101046

M. Iqbal Fanani 092010101055

Adhitya Wicaksono 092010101056

Achmad Hariyanto 092010101062

Nurlaili Tria Kusuma 092010101064

Sheila Soraya 072010101031

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2011

Page 2: RESUME Skenario 5 Blok 11

SKENARIO 5

TIDAK BISA KENCING

Tn. Bejo usia 55 tahun datang berobat dengan keluhan tidak bisa kencing setelah

bangun tidur. Sebelum didahului dengan BAK agak sulit, dan di akhir kencing menetes dan

tidak puas. Keluhan ini dirasakan terutama pada malam hari. Selain itu penisnya mengalami

ganguan ereksi. Kadang bisa ereksi tapi tidak bisa bertahan lama. Keluhan tersebut

sebenarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan lewat

duburnya, teraba prostatnya membesar. Keluhan-keluhan tersebut sangat menggangggu

beliau. Sekedar diketahui pak bejo sudah menikah selama 20 tahun, namun masih belum

mempunyai keturunan, padahal menurut pemeriksaan dokter istrinya tidak ada masalah

kesuburan.

Keyword :

1. Laki-laki usia 50 tahun dengan keluhan : kencing agak sulit, menetes dan tidak

merasa puas.

2. Keluhan dirasakan malam hari

3. Mengalami kesulitan ereksi saat berhubungan seks

4. Pemeriksaan colok dubur, didapatkan pembesaran prostat

5. Sudah menikah 20 tahun namun belum mempunyai keturunan

6. Istrinya tidak mengalami masalah kesuburan

Page 3: RESUME Skenario 5 Blok 11

Learning Objective :

GANGGUAN MIKSI DAN GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL

Basic Knowledge

- Ereksi

- Ejakulasi

- Spermatogenesis

Gangguan Miksi

- Inkontinensia

- Enuresis (nokturnal and diurnal)

Penyakit :

- BPH

- Disfungsi ereksi

- Ejakulasi Disorder

- Infertilitas Pria

Gangguan Fungsi Seksual

- Priapismus

- Peyroni

- Andropause

Page 4: RESUME Skenario 5 Blok 11

BASIC KNOWLEDGE

1. EREKSI

Sistem Persarafan Ereksi

Pada dasarnya mekanisme ereksi terjadi melalui proses neurologis dan

hemodinamik yang dikontrol oleh faktor psikologis. Sehingga penyebab disfungsi ereksi

dibagi menjadi faktor psikologis dan faktor organik yang dapat disebabkan oleh kelainan

pada pembuluh darah (vaskulogenik), persarafan (neurogenik) dan hormon

(endokrinologik) (Carbone, et al 2004). Rangsangan seksual akan diolah pada susunan

saraf pusat di beberapa tempat terutama di jaras supra spinal yaitu area preoptik medial

(MPOA) dan nukleus paraventrikularis (PVN) dihipotalamus dan hippokampus yang

merupakan pusat integrasi fungsi seksual dan ereksi. Penelitian pada binatang dengan

melakukan elektro stimulasi pada area tersebut akan menimbulkan terjadinya ereksi,

sebaliknya lesi pada daerah itu seperti stroke, ensefalitis, epilepsi lobus temporal dan

Parkinson akan menurunkan frekuensi kopulasi dan disfungsi ereksi. (Sachs & Meisel,

1988; Marson, et al, 1993). Berbagai macam neurotransmiter seperti dopamin dan

norepinefrin ditemukan pada hipotalamus diduga aktivasi reseptor kedua neurotransmiter

akan menyebabkan terjadinya ereksi, sedangkan aktivasi reseptor serotonin ( 5-

hydroxytryptamine) akan menghambat terjadinya ereksi (Foreman & Wernicke, 1990).

Penyuntikan apomorfin dengan dosis 5ng pada PVN pada tikus jantan akan

menyebabkan ereksi tanpa adanya tikus betina(Melis, et al 1987). Efek pemberian

apomorfin akan meningkatkan produksi Oksida Nitrat (NO) sebagai neurotranmiter

penting terjadinya ereksi terutama pada PVN(Melis, et al 1996). Sebaliknya lesi pada

PVN sangat menurunkan kemampuan ereksi pada pemberian apomorfin. (Argiolas, et al

1987) Dari penelitian tersebut diduga kuat bahwa aktivasi reseptor dopaminergik di PVN

berperanan pada terjadinya ereksi yang di induksi dengan apomorfin. (Allard &

Giuliano, 2004).

Rangsangan dari susunan saraf pusat akan dilanjutkan pada tingkat medula

spinalis yang mempunyai dua pusat persarafan ereksi, sistem persarafan parasimpatis

yang merupakan pusat rangsangan terjadinya ereksi (erektogenik) terletak pada segmen

sakrum (S2 - S4) pada manusia nukleus parasimpatis terutama terdapat di saraf

Page 5: RESUME Skenario 5 Blok 11

preganglion parasimpatis pada columna intermedio lateral medula spinalis sakrum S3.

Akson parasimpatis akan melalui nervus pelvikus menuju pleksus pelvis dan bersinap

dengan persarafan post ganglion dimana akson menujun ke nervus cavernosus.

(Nadelhaft, et al 1983; Allard & Giuliano, 2004) Sistem persarafan simpatis yang

terutama menghambat ereksi (erektolitik) pusatnya terletak pada kolumna intermedio

lateral dan komisura dorsal abu abu pada segmen torakolumbal (T11 – L2) medula

spinalis. (Nadelhaft, et al 1987, Allard & Giuliano, 2004).

Penis di persarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis) pada

daerah pelvis kedua saraf bersatu membentuk nervus kavernosus yang masuk ke dalam

korpus kavernosus, korpus spongiosum dan gland penis untuk pengaturan aliran darah

selama ereksi dan detumesen. Sistem persarafan somatis yaitu nervus pundendus

berperan sebagai sensorik penis dan kontraksi dan relaksasi otot otot lurik

bulbokavernosus dan isciokavernosus (Lue, 2000).

Sistem persarafan tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya tiga macan tipe

ereksi : psikogenik, refleksogenik dan nokturna. Ereksi psikogenik yang terjadi karena

rangsangan pendengaran, penciuman dan fantasi yang diolah pada susunan saraf pusat

akan dilanjutkan pada pusat ereksi di medula spinalis (T11-L2 dan S2-S4) sehingga

terjadi ereksi. Ereksi refleksogenik yang terjadi karena rangsangan perabaan pada organ

genital dan sekitarnya, akan menuju pusat ereksi di medula spinalis yang akan

menimbulkan persepsi sensoris yang akan mengaktifkan sistem saraf otonom untuk

menyampaikan rangsangan pada nervus kavernosus sehingga terjadi ereksi. Tipe ereksi

ini akan tetap terjadi pada pasien dengan cedera medula spinalis diatas segmen sakrum 2.

Ereksi nokturna umumnya terjadi selama tidur rapid eye movement (REM). Selama tidur

REM akan mengaktifkan sistem saraf kolinergik yang terletak pada tegmentum pontin

lateral, sehingga terjadi peningkatan ketegangan penis.(Lue, 2002)

Anatomi dan Fisiologi Ereksi pada Penis

Fisiologi dan anatomi ereksi telah disimpulkan dari berbagai penelitan dengan

baik oleh Krane dkk 1989. Penis mempunyai sepasang korpus kavernosus dan sebuah

korpus spongiosum. Korpus spongiosum, merupakan jaringan yang mengelilingi uretra

dan pada bagian distal membentuk bagian kepala (gland) penis. Sedangkan korpus

kavernosus berbentuk sepasang tabung yang mengecil dibagian ujung proksimalnya.

Tunika albugenia, pembungkus tabung ini melekat pada jaringan kavernos yang

berongga-rongga (spongelike) sehingga terbentuklah ruang-ruang (lakuna) yang saling

Page 6: RESUME Skenario 5 Blok 11

berhubugan dan dibatasi oleh sel-sel endotel pembuluh darah. Dinding trabekulum ini

terdiri dari seberkas otot polos yang tebal dalam bingkai serat fibroelastik yang

mengandung sel-sel fibrolast, jaringan kolagen dan elastin.(Taher, 1993).

Sumber pendarahan adalah arteri dorsalis penis dan arteri kavernosus kanan dan

kiri yang lebih berperanan pada prorses ereksi merupakan cabang akhir dari jalinan arteri

hipogastrik kavernosus. Arteri kavernosus bercabang membentuk arteri helisine, cabang

dari setiap arteri helisine langsung berakhir di ruangan lakuna tersebut. Sedangkan aliran

pembuluh balik dari korpus kavernosus keluar melalui venula subtunika yang terletak

diantara bagian perifer jaringan penegang (erectile) dengan tunika albugenia. Aliran vena

dari ujung penis mengalir terutama melalui vena dorsalis profunda, sedangkan aliran

bagian pangkal krura biasanya melalui vena kavernosus dan vena kruralis (Lue, 1988).

Ereksi akan terjadi diawali relaksasi otot polos korpus kavernosus penis (Taher,

1993). Dilatasi dinding kavernosa dan arteri helisine menyebabkan darah mengalir

memasuki ruangan-ruangan lakuna. Selanjutnya, relaksasi otot polos trabekulum akan

memperluas ruangan lakuna sehingga penis menjadi membesar.

Tekanan darah sistemik yang disalurkan melewati arteri helisine akan lebih

mendorong dinding trabekulum ke arah tunika albugenia. Sebaliknya mekanan pleksus

venula subtunika sehingga menghambat pengembalian darah dari ruangan lakuna dan

meningkatkan tekanan dalam lakuna sehingga penis menjadi tegang (Taher, 1993).

Adanya tekanan dalam lakuna selama periode ereksi dihasilkan oleh keseimbangan

antara tekanan perfusi arteri kavernosa dengan tahanan terhadap pengeluaran aliran darah

oleh kompresi venula subtunika. Pengurangan aliran darah balik subtunika oleh

penekanan mekanik ini, dikenal sebgai mekanisme oklusi vena korporal.

2. EJAKULASI

Ejakulasi adalah peristiwa keluarnya sperma dari penis dan biasanya disertai

dengan orgasme. Hal ini biasanya terjadi setelah adanya stimulasi seksual yang

mengakibatkan ereksi penis. Selain rangsangan seksual, infeksi ringan dan inflamasi

pada organ seksual kadang-kadang menyebabkan hasrat seksual yang terus-menerus.

Ejakulasi diinduksi oleh kontraksi ritmik ischiokavernosus dan terutama otot

bulbocavernosus yang mengeluarkan semen melalui lumen urethra.

Fisiologi ejakulasi dijelaskan melalui neurofisiologi dan neurofarmakologi

ejakulasi.

Page 7: RESUME Skenario 5 Blok 11

1. Neurofisiologi ejakulasi

Sistem saraf pusat dan perifer terlibat dalam proses ejakulasi.

a. Sistem saraf pusat.

Otak, batang otak dan lumbosakral cord mengandung beberapa area yang terlibat

dalam ejakulasi.

b. Sistem saraf perifer.

Sistem saraf otonom, termasuk sistem saraf simpatis memediasi terjadinya

ejakulasi.

Mekanisme ereksi dibagi 2 fase : emisi dan ekspulsi

1) Emisi

Emisi dikontrol oleh eferen simpatetik yang berasal dari T9-L2 .

Selama emisi, semen (sperma dan plasma seminalis) disimpan ke dalam

urethra posterior melalui konstraksi vasa diferentia, vesika seminalis dan

prostat. Pada saat yang bersamaan, spincter internal kandung kemih tertutup.

2) Ekspulsi (atau ejakulasi sejati)

Emisi diikuti segera oleh ekspulsi. Selama ekspulsi, semen secara dikeluarkan

dengan kekuatan penuh ke dalam urethra dan keluar penis oleh kontraksi klonik otot

dasar panggul.

2. Neurofarmakologi Ejakulasi

Ejakulasi secara sentral dimediasi oleh serotonergik (5-hydroxytryptamine; 5-HT)

dan sistem dopaminergik. Pada hewan percobaan secara jelas diterangkan bahwa

aktivasi reseptor 5-HT1A menfasilitasi ejakulasi, pada penelitian lain terlibat reseptor

5-HT2C dan 5-HT1B.

3. SPERMATOGENESIS

Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta

menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan.

Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone

gonadtotropin dan testosterone (Wildan yatim, 1990).

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

1. Spermatocytogenesi

Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi

spermatosit primer.

Page 8: RESUME Skenario 5 Blok 11

a. Spermatogonia

Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi

(membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-

sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.

b. Spermatosit Primer

Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan

mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu

spermatosit sekunder.

2. Tahapan Meiois

Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan

segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II. Sitokenesis

pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi

masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan

dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3. Tahapan Spermiogenesis

Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu

fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat

spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis

kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum,

maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.

Spermatozoa masak terdiri dari :

a. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan

bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim

hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.

b. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.

c. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan

untuk motilitas.

d. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas

defern dan ductus ejakulotorius.

Page 9: RESUME Skenario 5 Blok 11

GANGGUAN MIKSI

1. INKONTINENSIA

DEFINISI

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan keluarnya

urine. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain : masalah

medik, sosial, maupun ekonomi. Masalah medik berupa iritasi dan kerusakan kulit di

sekitar kemaluan akibat urine, masalah sosial berupa perasaan malu, mengisolasi diri dari

pergaulannya, dan mengurung diri di rumah. Pemakaian pemper atau perlengkapan lain

guna menjaga supaya tidak selalu basah oleh urine, memerlukan biaya yang tidak

sedikit.

Prevalensi kelainan ini cukup tinggi, yakni pada wanita kurang lebih 10-40% dan

4-8%, sudah dalam keadaan cukup parah pada saat datang berobat. Pada pria,

prevalensinya lebih rendah daripada wanita yaitu kurang lebih separuhnya. Survey yang

dilakukan di berbagai negara Asia didapatkan bahwa prevalensi pada beberapa bangsa

Asia adalah rata-rata 12,2% (14,8% pada wanita dan 6,8% pada pria). Dikatakan oleh

berbagai penulis bahwa sebenarnya prevalensi yang dilaporkan itu baru merupakan 80%

dari prevalensi sesungguhnya karena sebagian dari mereka tidak terdeteksi; hal ini

karena pasien menganggap penyakit yang dialami ini merupakan hal yang wajar atau

mereka enggan menceritakan keadaannya kepada dokter karena takut mendapatkan

pemeriksaan yang berlebihan. Pada manula prevalensinya lebih tinggi daripada usia

reproduksi. Diokno et al. Melaporkan prevalensi inkontinensia urine pada manula wanita

sebesar 38% dan pria sebesar 19%.

ETIOLOGI

Empat penyebab pokok yaitu :

1. gangguan urologik

2. gangguan neurologis

3. gangguan fungsional/psikologis

4. iatrogenik/lingkungan

PATOFISIOLOGI

Page 10: RESUME Skenario 5 Blok 11

Kelainan pada vesiko-uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada fase

miksi. Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak sempat

tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada inkontinensia urine

sedangkan kelainan pada fase miksi menyebabkan urine tertahan di dalam buli-buli

sampai terjadi retensi urine.

Klasifikasi Inkontinensia Urine

Kegagalan sistem vesiko uretra pada fase pengisian menyebabkan inkontinensia

urine. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan pada buli-buli atau kelainan pada

sfingter (uretra). Kelainan yang berasal dari buli-buli menyebabkan suatu inkontinensia

urge sedangkan kelainan dari jalan keluar (outlet) memberikan manifestasi berupa

inkontinensia stress.

1. Inkontinensia Urge

Pasien inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing segera

setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah

mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas buli-buli terpenuhi. Frekuensi miksi

menjadi lebih sering dan disertai dengan perasaan urgensi. Inkontinensia urge

meliputi 22% dari semua inkontinensi pada wanita.

Penyebab inkontinensia urine urge adalah kelainan yang berasal dari buli-buli,

di antaranya adalah overaktivitas detrusor dan menurunnya komplians buli-buli.

Overaktivitas detrusor dapat disebabkan oleh kelainan neurologik, kelainan non

neurologis, atau kelainan lain yang belum diketahui. Jika disebabkan oleh kelainan

neurologis, disebut sebagai hiper-refleksi detrusor, sedangkan jika penyebabnya

adalah kelainan non neurologis disebut instabilitas detrusor. Istilah overaktivitas

detrusor dipakai jika tidak dapat diketahui penyebabnya.

Hiper-refleksia detrusor disebabkan oleh kelainan neurologis, di antaranya

adalah : stroke, penyakit Parkinson, cedera korda spinalis, sklerosis multipel, spina

bifida, atau mielitis transversal. Instabilitas detrusor seringkali disebabkan oleh:

obstruksi infravesika, pasca bedah intravesika, batu buli-buli, tumor buli-buli, dan

sistitis.

Penurunan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan tekanannya pada

saat pengisian urine (komplians) dapat disebabkan karena kandungan kolagen pada

matriks detrusor bertambah atau adanya kelainan neurologis. Penambahan kandungan

kolagen terdapat pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi, pemakaian kateter

Page 11: RESUME Skenario 5 Blok 11

menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi infravesika karena hyperplasia

prostat. Cedera spinal pada regio thorako-lumbal, pasca histerektomi radikal, reseksi

abdomino-perineal, dan mielodisplasia disebut-sebut dapat mencederai persarafan

yang merawat buli-buli.

Tidak jarang inkontinensia urge menyertai sindroma overaktivitas buli-buli.

Sindroma ini ditandai dengan frekuensi, urgensi, dan kadang-kadang inkontinensia

urge.

2. Inkontinensi Urine Stress atau Stress Urinary Incontinence (SUI)

Inkotinensi urine stress (SUI) adalah keluarnya urine dari uretra pada saat

terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena

faktor sfingter (uretra) yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra pada

saat tekanan intravesika meningkat (buli-buli) terisi. Peningkatan tekanan

intraabdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau

mengangkat benda berat. Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita, dan

merupakan jenis inkontinensia urine yang paling banyak prevalensinya, yakni kurang

lebih 8-33%.

Pada pria kelainan pada uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya

adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi, sedangkan pada wanita

penyebab kerusakan uretra dibedakan dalam dua keadaan, yakni hipermobilitas uretra

dan defisiensi intrinsik uretra. Kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi

radikal lebih sering terjadi daripada pasca TURP. Tidak jarang pasien mengalami

kerusakan total sfingter eksterna sehingga mengeluh inkontinensia totalis.

Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul

yang berfungsi sebagai penyanggah uretra dan buli-buli. Kelemahan otot ini

menyebabkan terjadi penurunan (herniasi) dan angulasi leher buli-buli uretra pada saat

terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Herniasi dan angulasi itu terlihat

sebagai terbukanya leher buli-buli-uretra sehingga menyebabkan bocornya urine dari

buli-buli meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika.

Kelemahan otot dasat panggul dapat pula menyebabkan terjadinya prolapsus

uteri, sistokel, atau enterokel. Penyebab kelemahan ini adalah trauma persalinan,

histerektomi, perubahan hormonal (menopause), atau kelainan neurologi. Akibat

defisiensi estrogen pada masa menopause, terjadi atrofi jaringan genitourinaria.

Defisiensi sfingter intrinsik (ISD) dapat disebabkan karena suatu trauma, penyulit dari

operasi, radiasi, atau kelainan neurologi. Ciri-ciri dari jenis ISD adalah leher buli-buli

Page 12: RESUME Skenario 5 Blok 11

dan uretra posterior tetap terbuka pada keadaan istirahat meskipun tidak ada

konstraksi otot detrusor sehingga uretra proksimal tidak lagi berfungsi sebagai

sfingter.

Pembagian Inkontinensia Stress

Klasifikasi yang dikemukakan oleh Blaivas dan Olsson (1988), berdasarkan

pada penurunan letak leher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta melakukan

manuver Valsava. Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengamatan klinis berupa

keluarnya (kebocoran) urine dan dengan bantuan video-urodinamik.

Tipe 0 : pasien mengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada pemeriksaan

tidak diketemukan adanya kebocoran urine. Pada video-urodinamika setelah

manuver valsava, leher buli-buli dan uretra menjadi terbuka.

Tipe I : jika terdapat penurunan < 2 cm dan kadang-kadang disertai dengan

sistokel yang masih kecil.

Tipe II : jika penurunan > 2 cm dan seringkali disertai dengan adanya sistokel;

dalam hal ini sistokel mungkin berda di dalam vagina (tipe Iia) atau di luar vagina

(tipe IIb).

Tipe III : leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya

konstraksi detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urine selalu keluar karena

faktor gravitasi atau penambahan tekanan intravesika (gerakan) yang minimal. Tipe

ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsic (ISD).

3. Inkontinensia Paradoksa

Inkontinensia paradoksa (overflow) adalah keluarnya urine tanpa dapat

dikontrol pada keadaan volume urine di buli-buli melebihi kapasitasnya. Detrusor

mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Keadaan ini ditandai

dengan overdistensi buli-buli (retensi urine), tetapi karena buli-buli tidak mampu lagi

mengosongkan isinya, tampak urine selalu menetes dari meatus uretra. Kelemahan

otot detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi uretra, neuropati diabetikum,

cedera spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping pemakaian obat, atau pasca bedah

pada daerah pelvik.

4. Inkontinensia Kontinua atau Continuos Incontinence

Inkontinensia urine kontinua adalah urine yang selalu keluar setiap saat dan

dalam berbagai posisi. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula sitem

urinaria yang menyebabkan urine tidak melewati sfingter uretra. Pada fistula

vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan vagina. Jika

Page 13: RESUME Skenario 5 Blok 11

lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi dengan urine, karena urine yang

berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di buli-buli dan keluar melalui

fistula ke vagina. Fistula vesikovagina seringkali disebabkan oleh operasi ginekologi,

trauma obstetri, atau pasca radiasi di daerah pelvik. Fistula sistem urinaria yang lain

adalah fistula ureterovagina yaitu terdapat hubungan langsung antara ureter dengan

vagina. Keadaan ini juga disebabkan karena cedera ureter pasca operasi daerah pelvis.

Penyebab lain inkontinensia urine kontinua adalah muara ureter ektopik pada

anak perempuan. Pada kelainan bawaan ini, salah satu ureter bermuara pada uretra di

sebelah distal dari sfingter uretra eksternum. Urine yang disalurkan melalui ureter

ektopik langsung keluar tanpa melalui hambatan sfingter uretra eksterna sehingga

selalu bocor. Gejala khas muara ureter ektopik sama dengan fistula ureterovagina,

yaitu urine selalu merembes keluar tetapi pasien masih bisa melakukan miksi seperti

orang normal.

5. Inkontinensia Urine Fungsional

Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu,

pasien tidak mampu untuk menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul

sehingga kencingnya keluar tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa gangguan

fisis, gangguan kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obatan

tertentu. Ganguan fisis yang dapat menimbulkan inkontinensia fungsional antara lain

gangguan mobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior, stroke, atau gangguan kognitif

akibat suatu delirium maupun demensia.

Beberapa Jenis Obat-obatan yang Dapat Mempengaruhi Kontinensi

Jenis Obat Efek pada Kontinensia

Diuretikum

Antikolinergik

Sedativa/hipnotikum

Narkotikum

Antagonis adrenergik alfa

Penghambat kanal kalsium

Buli-buli cepat terisi

Gangguan kontraksi detrusor

Gangguan kognitif

Gangguan kontraksi detrusor

Menurunkan tonus sfingter internus

Menurunkan kontraksi detrusor

Pada pasien tua seringkali mengeluh inkontinensia urine sementara (transient),

yang dipacu oleh beberapa keadaan yang disingkat dengan DIAPPERS, yakni

Delirium, Infection (infeksi saluran kemih), Atrophic vaginitis/urethritis.

Page 14: RESUME Skenario 5 Blok 11

Pharmaceutical, Psychological, Excess urine output, Restricted mobility, dan Stool

impaction.

PEMERIKSAAN

Anamnesis.

Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pasien antara lain:

1. seberapa jauh inkontinensia ini mengganggu kehidupannya

2. berapa banyak urin yang dikeluarkan pada saat inkontinensia

3. apakah penderita memakai pamper dan berapa banyak harus diganti

4. pada malam hari berapa kali terbangun untuk miksi atatu menggant pamper

5. apakah ada faktor pencetus seperti batuk, bersin, atau aktivitas lain yang

mendahului terjadinya inkontinensia

6. apakah terdapat keluhan-keluhan penyerta lain seperti diare, konstipasi, dan

inkontinensia alvi

7. apakah ada riwayat diabetes melitus (terutama jika ada neuropati), kelainan

neurologi lain, ISK berulang, penyakit-penyakit pada rongga pelvis, dan atrofi

genitourinaria pada menopouse

8. apakah pernah dioperasi atau diradiasi di daerah pelvis dan abdomen

9. riwayat persalinan bagaimana (apakah multipara, pasrtus kasep, atau makrosomia)

Pemerikasaan Fisik

1. Pemeriksaan abdomen:

distensi Vesika Urinaria pada OUI

massa di pinggang hidronefrosis

sisa lesi jaringan parut bekas operasi di daerah pelvis dan pinggang

2. Pemeriksaan urogenitalia:

inspeksi orofisium uretra vagina

- dicari adanya kemungkinan kelainan dinding vagina, perhatikan perubahan

warna dan penebalan mukosa jika terdapat perubahan, merupakan tanda

dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen meningkatkan

sensitifitas buli-buli dan uretra pada inkontinensia urge.

- kelainan posisi orofisium

adanya sistokel herniasi vesika urinaria ke dalam dinding anterior vagina,

Karena dinding anterior vagina yang lemah, Enterokel herniasi usus kecil

Page 15: RESUME Skenario 5 Blok 11

atau omentum ke dalam vagina, pada dinding vagina bagian apikal, Rektokel

herniasi rektum ke dalam vagina karen alemahnya dinding vagina posterior

, Prolapsus uteri atau SUI

palpasi bimanual untuk melihat adanya massa pada uterus atau adneksa

3. Pemeriksaan Neurologik

status mental pasien (mungkin dijumpai tanda dimensia)

kelainan sensoris sesuai dengan dermatomnya,

kelainan motoris berupa adanya gangguan sfingte dan muskulus detrusor dapat

dilakukan oleh karena inervasi parasimpatis dan muskulus detrusor berasal dari

S2-S4. Segmen ini dapat diperiksa dengan cara: ankle jerk (S1 dan S2), fleksi toe

dan arch the feet (S2 dan S3), dan tonus sfingter ani atau refleks bulbokavernosus

(S2-4)

Pemeriksaan Penunjang

1. pemeriksaan laboratorium : urinalisis, kultur urin, dan kalau perlu sitologi urin untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi atau keganasan pada

saluran kemih

2. pemeriksaan urodinamik : uroflowmetri, pengukuran tekanan uretra, sistometri,

valsava leak point pressure, video urodinamika, pengukuran tekanan intravesika

3. pemeriksaan radiologi : IVP, sistografi miksi untuk mencari kemungkinan adanya

fistula ureterovagina, muara ureter ektopik, dan penurunan leher buli-buli-uretra.

4. pemeriksaan volume residu urin

Page 16: RESUME Skenario 5 Blok 11

TERAPI

1. Non bedah

a. latihan/rehabilitasi

Pelvic Floor Exercise (Kegel Exercise) pasien diintruksikan untuk

melakukan kontraksi otot dasar panggul (seolah-olah menahan urin) selama

10 detik sebanyak 10-20 kali kontraksi dan dilakukan dalam 3 kali setiap

hari. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan retensi uretra dengan cara

memperkuat otot-otot dasar panggul dan otot periuretra. Biasannya

dikombinasikan dengan stimulasi elektrik dan biofeedback.

Terapi Behavioral menjadwalkan waktu miksi, pasien dilatih untuk

mengenal timnulnya sensasi urgensi, kemudian mencoba menghambatnya

dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah terbiasa dengan cara ini,

interval diantara miksi menjadi lebih lama.

Medikamentosa:

- Inkontinensia urge:

Menghambat miksi dengan jalan,

1. menghambat kontraksi otot-otot detrusor

2. menghambat impuls aferen dari buli-buli.

Obat-obat yang sering dipakai antara lain:

1. antikolinergik

menghambat sistem parasimpatik eferen pada otot detrusor. Ikatan

obat ini pada reseptor muskarinik menghambat transmisi impuls

yang mencetuskan kontraksi detrusor. Jenis obat yang

dipergunakan adalah: propantheline bromide, Oksibutinin

(ditropan) dan tolterodine tartrate. Efek samping: mulut kering,

konstipasi, pandangan kabur, takikardi, drowsiness, dan

meningkatnya tekanan intraokuli

2. antispasmodik (Dicyclomine dan Flavoxate)

3. trisiklik antidepresan. Obat yang sering dipakai adalah Imipramin

berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anastesi lokal pada

buli-buli dan mempunyai efek antikolinergik. Pada usia lanjut

pemakaian obat ini sebaiknya dibatasi.

Page 17: RESUME Skenario 5 Blok 11

4. calcium chanel blocker (CCB) menurunkan kontraksi otot

detrusor pada instabilitas buli-buli. Efek samping: flushing, pusing,

palpitasi, hipotensi, dan reflek takikardi

5. penghambat prostaglandin

- Inkontinensia strees

Terapi dengan cara meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan

resistensi bladder outlet. Obat-obatan yang sering digunakan antara

lain:

1. Agonis alfa adrenergik

Menyebabkan kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra

posterior. Obatnya antara lain: efedrin, pseudoefedrin,

fenilpropalonamin. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada

pasien dengan hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dan hipertiroid.

2. esterogen

pemakaian esterogen pada menepouse dapat meningkatka jumlah

reseptor adrenergik alfa pada uretra.

2. Pembedahan

Dilakukan pembedahan pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula,

atau kelainan bawaan ektopik ureter. Pada inkontinensia urge dan stress pembedahan

dilakukan jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang maksimal.

Page 18: RESUME Skenario 5 Blok 11

Tipe

Inkontinensia

Non medikamentosa Medikamentosa Operatif

• UUI • Bladder drill

• Biofeedback

• Behavioural

- Antikolinergik

(oksibutinin,

propantheline

bromide,

tolterodine

tartrate)

- Smooth muscle

relaxant

(dicyclomine,

flavoxate)

- Antidepresan

trisiklik

(imipramine)

- Anti

prostaglandin

- Ca2+ channel

blocker

- augmentasi vesika

- neuromodulasi

- rhizolisis

• SUI • Pelvic Floor

Exercise

(latihan Kegel)

- Agonis

adrenergik α

(oksibutinin,

propantheline

bromide,

tolterodine

tartrate)

- Antidepresan

trisiklik

(imipramine)

- Hormonal

(estrogen)

- Kolposuspensi

- TVT (Tension

Free Vaginal

Tape)

- Injeksi kolagen

periurethral

• OUI • Bladder

retraining

- Desobstruksi

- Kateterisasi

Page 19: RESUME Skenario 5 Blok 11

intermitten atau

menetap

• FUI • Behavioural

• Manipulasi

Lingkungan

• Pada

 

• Total - - • Pemasangan

sfingter artifisial

2. ENURESIS

A. ENURESIS NOCTURNAL

Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang

yang yang pada saat itu pengendalian kandung kemih diharapkan sudah tercapai.

Enuresis nocturnal (sleep wetting/bedwetting) adalah enuresis di malam hari.

Kriteria enuresis nocturnal enuresis pada malam hari menetap lebih dari dua kali

dalam sebulan pada anak yang berumur di atas 5 tahun. Lebih sering terjadi anak laki-

laki dan kejadiannya sekitar 80%. Menurut awal terjadinya enuresis dibagi menjadi:

a. Enuresis primer terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam

pengontrolan air kemih

b. Enuresis sekunder setelah 6 bulan dari periode setelah kontrol pengosongan air

kemih sudah normal.

Kemampuan mengendalkan kandung kemih biasanya tercapai pada umur 1-5

tahun. Seorang anak baru dapat dikatakan enuretik, bila enuresis menetap dan paling

sedikit satu kali perminggu pada umur diatas 5 tahun untuk anak perempuan dan

antara 6-10 tahun untuk anak laki-laki.

EPIDEMIOLOGI

15-20 % anak berumur 5 tahun

7% anak berumur 10 tahun

1-2 % anak berumur 15 tahun

Page 20: RESUME Skenario 5 Blok 11

Sampai umur 11 tahun, enuresis lebih sering terjadi pada anak laki-laki dengan

perbandingan 2:1 dan setelah umur tersebut, perbandingan antara peremouan hampir

sama atau lebih tinggi pada anak perempuan.

Enuresis lebih sering terjadi pada anak:

a. golongan sosio-ekonomi rendah

b. anak yang pernah menderita hambatan sosial atau psikologis dalam periode

perkembangan antara umur 2-4 tahun pertama kehidupan

c. latar pendidikan orang tua rendah

d. toilet taining tidak adekuat

e. anak pertama

ETIOLOGI

Enuresis nocturnal disebabkan oleh:

a. Keterlambatan dalam pematangan neurofisiologi

- berhubungan dengan faktor genetik

- pemeriksaan dengan EEG tampak adanya peningkatan disritmia serebral

b. Keterlambatan perkembangan kandung kemih

- disebabkan karena kurangnya latihan pola buang air kemih yang baik

- sering terjadi pada golongan masyarakat sosio-ekonomi yang buruk, jumlah

anggota keluarga yang besar, broken home, dan stres lingkungan.

c. Gangguan pola tidur

- enuresis sering terjadi pada tidur yang dalam atau saat transisi dari pola tidur

berikutnya

- penelitian lain: enuresis dapat terjadi pada setiap tingkat dari tidur

d. Psikologi

- enuresis primer disebabkan oleh adanya faktor stres selama periode

perkembangan antara umur 2-4 tahun.

- Presipitasi enuresis: pemisahan dari keluarga, kematian orang tua, kelahiran

saudara kandung, pindah rumah, pertengkaran orang tua, dan child abuse.

- Enuresis yang disebabkan oleh stres biasanya intermiten dan sementara,

sedangkan enuresis yang terus menerus biasanya toilet training yang kurang

adekuat.

- Enuresis preimer biasanya terjadi pada anak-anak yang berlatar belakang

psikoneurosis dan jarang terjadi pada anak yang normal. Kadang-kadang

Page 21: RESUME Skenario 5 Blok 11

enuresis dan enkopresis dapat menimbulkan kelainan emosional, sebaliknya

pada anak yang mempunyai gangguan emosional dapat timbul enuresis.

e. Gangguan urodinamik

- kapasitas kandung kemih kecil dan tidak ada penghambat kontraksi

- enuresis diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak

adanya koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter

f. Penyakit organik pada traktus urinarius

a) Saluran genitourinarius.

Berdasarkan penelitian ahli urologi dengan melakukan pemeriksaan MSU,

PIV, USG, 99% enuresis nokturnal tidak ditemukan kelainan anatomi, tetapi

gangguan urodinamik, seperti: kapasitas kandung kemih yang kurang dan

tidak sinergisnya kerja otot detrusor dengan otot sfingter.

b) Infeksi

- penelitian menunjukkan 45% perempuan dengan bakteriuria timbul

enuresis. Penelitian lain mengatakan bahwa 15% anak sekolah dengan

bakteriuri asimtomatis mengalami enuresis

- sering basahnya perineum merupakan predisposisi terjadinya infeksi

- suatu penelitian menunjukkan bahwa dengan mengobati infeksi saluran

kemih dapat menyembuhkan sekitar sepertiga kasus enuresis.

c) Faktor lain

Kelainan di daerah lumbosakral mielomeningokel dapat menyebabkan

enuresis. Selain itu alergi berbagai macam makanan mungkin dapat

menyebabkan enuresis.

g. Abnormalitas sekresi dari ritme cicardian dalam sekresi hormon antidiuretik

(ADH) yang meningkat pada malam hari. Volume urin yang tinggi pada malam

hari menyebabkan enuresis.

DIAGNOSIS

a. Anamnesis:

- tentukan tipe dan berat enuresis

- tanyakan sejak kapan mengompol dan waktu terjadinya mengompol (siang

atau malam)

- apakah sedang tidur atau dalam keadaan bangun

- ditanyakan riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya

Page 22: RESUME Skenario 5 Blok 11

- keadaan psikososial anak

- keadaan keluarga

- riwayat enuresis pada orang tua atau saudaranya

- apakah penderita pernah mengalami konstipasi atau enkopresis

b. Pemeriksaan Fisik

- Tidak ditemukan kelainan

- Pemeriksaan daerah abdomen dan genital harus lebih teliti

- Diperiksa refleks perifer, sensasi perineal (refleks kremaster dan refleks anal)

dan tonus anal, cara berjalan dan tulang belakang apakah terdapat kelainan

pada medula spinalis.

c. Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih, biakan urin, ureum,

kreatinin.

- Pada permiksaan anak dengan enuresis harus bisa dibedakan apakah hal ini

karena infeksi saluran kemih, ureter ektopik, gangguan fungsi kandung kemih

atau kelainan anatomi kandung kemih.

DIAGNOSIS BANDING

a. Infeksi Saluran Kemih

- Dapat menyebabkan enuresis terutam enuresis sekunder

- Biasanya terjadi urgensi enuresis, sering miksi dan disuria. Dengan melakukan

urinalisis dan biakan urin dapat ditegakkan ada atau tidaknya infeksi saluan

kemih

b. Kelainan Kongenital Saluran Kemih

- Ureter ektopik ureter yang bermuara di urethra, vagina, atau intraitus

vagina. Biasanya terjadi gejala air kemih yang menetes terus menerus dan

tidak pernah kering. Kadang-kadang tetesan air kemih berhenti pada waktu

tidur, hal ini mungkin karena penderita dalam posisi horisontal. Keadaan ini

ditegakkan dengan urogram

c. Nefropati Obstruktif

Akibat kerusakan katub uretra posterior. Kelainan ini menimbulkan gejala air

kemih yang menetes, urgensi enuresis, dan inkontinensia psikogenik. Gejala yang

timbul tergantung dari tingkat obstruksi, umur anak, dan adanya infeksi saluran

Page 23: RESUME Skenario 5 Blok 11

kemih. Pada pemeriksaan palpasi dapat teraba kandung kemih yang besar dan

kelainan ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sistografi.

d. Kandung Kemih Neurogenik

Keluhan yang timbul sama dengan yang diatas. Keadaan ini disertai adanya defek

pada tlang belakang, tapi kadang-kadang tanpa gejala neurologi lainnya. Kelainan

ini ditegakkan dengan sistografi.

e. Kandung Kemih Disinergik

Kelainan ini mengakibatkan daytime incontinence, miksi yang frekuen, dan

infeksi saluran kemih yang berulang. Kelainan neurofisiologi pola miksi dapat

ditunjukkan dengan pemeriksaan urodinamik.

Bagan Evaluasi Enuresis

PENATALAKSANAAN

Pengobatan dilihat secara individual dengan melihat beberapa hal, antara lain:

attitude (sikap) anak dan orang tua, keadaan sosial ekonomi, lingkungan rumah,

motivasi yang sesuai oleh anggota keluarga, dan pihak orang tua tidak

mempertimbangkan pengobatan dengan obat-obatan sebagai pilihan pertama dengan

program pengobatan enuresis anaknya.

Page 24: RESUME Skenario 5 Blok 11

Cara penatalaksanaan enuresis:

a. Nonfarmakologik

1) Latihan menahan miksi

Tujuan: untuk memperbesar kapasitas kandung kemih, agar waktu

antara miksi menjadi lebih lama sehingga dapat mengurangi enuresis.

Dengan menahan miksi secara sadar akan menghambat kontraksi

kandung kemih dan memperbesar kapasitas kandung kemih. Namun, latihan

ini memerlukan waktu yang lama.

2) Memberikan motivasi

Penjelasan mengenai penyebab dan prognosis enuresis serta

menerangkan bahwa keadaan ini bukan kesalahan anak dan dorongan

emosional dari orang tua akan menentramkan hati anak sehingga hubungan

dengan orang tuanya lebih erat diharapkan timbul tanggung jawab anak

terhadap usaha yang diberikan oleh dokter dan orang tuanya. Setelah orang tua

dan anaknya mengerti tentang masalah enuresis seperti: mengurangi minum

pada malam hari, membangunkan anak pada malam hari untuk miksi di kamar

mandi dan memberikan pujian atau penghargaan kalau anaknya tidak

mengompol. Ternyata dengan cara ini banyak yang berhasil mengurangi dan

menghentikan mengompol serta akan lebih efektif bila digabungkan dengan

bell and pad.

3) Mengubah kebiasaan

Bell and pad beberapa tetes pertama air kemih akan menyebabkan

alarm berbunyi dan anak terbangun dari tidurnya dan menyelesaikan miksinya

di kamar mandi. Percobaan klinik menunjukkan bahwa pengobatan ini

mungkin lebih efektif bila anak mengubah pola tidurnya dan dapat memasang

kembali alarmnya sendiri. Dengan bangun tidur berulang-ulang selama

beberapa hari atau beberapa minggu anak dilatih untuk bangun tidur sebelum

kencing dimulai.

Selanjutnya alarm distel dalam waktu yang lebih lama dan akhirnya

rangsangan alarm dihentikan. Pengobatan dengan cara ini membutuhkan

waktu yang lebih lama. Keberhasilan dengan alarm ini mencapai 75% dari

semua penderita. Bila dalam 2-3 tahap tidak memberikan hasil, pengobatan

dapat digabung dengan pemberian imipramin dan biasanya memberikan hasi

yang baik.

Page 25: RESUME Skenario 5 Blok 11

b. Farmakologik

1) Anti Depresan

Misalnya, imipramin (Tofranil) memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan plasebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-60% dari anak

yang menggunakan imipramin berhenti enuresis maupun frekuensi

mengompolnya berkurang

Efek: diduga sebagai anti depresan, anti kolinergik dan mengubah

mekanisme tidur. Yang berperan dalam pengobatan enuresis adalah efek anti

kolinergik dan antispasmodik yang menyerupai simpatomimetik terhadap

kandung kemih

Efek samping: insomnia, kecemasan, perubahan kepribadian. Jika

dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan keracunan dan biasanya berakibat

fatal, seperti: gangguan irama jantung, gangguan hantaran jantung, hipotensi

dan kejang.

2) Desmopresin

Desmopresin merupakan vasopresin sintesis, sehingga sering disebut

sebagai DDAVP (1-desamino-8-D-arginine vasopresin) dan analog dengan

arginine vasopresin (AVP). Obat ini diberikan intranasal waktu tidur dan

hasilnya cukup efektif untuk menghentikan mengompol secara lengkap atau

mengurangi mengompol.

Mekanisme kerja: mengurangi produksi air kemih. Efek samping:

hiponatremia akibat retensi air. Oleh karena itu, obat ini hanya dipakai untuk

anak-anak yang mengalami stress dan gagal dengan cara pengobatan lainnya.

3) Anti Kolinergik

Oxybutinin (Ditropan) dan obat antikolinergik untuk menurunkan

dan menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan

dengan enuresis yang diakibatkan adanya proses aninhibisi kontraksi dari

kandung kemih.

Efek samping: kering pada mulut, merah pada muka, jarang terjadi

hiperpireksi. Bila melebihi dosis yang dianjurkan sering menimbulkan

gangguan penglihatan

Pilihan penanganan enuresis di tiap negara dan institusi beragam dan hasil

pengobatannya bervariasi, namun semua sepakat bahwa enuresis perlu ditangani

dengan seksama dan dokter diharapkan memiliki peranan dominan disamping

Page 26: RESUME Skenario 5 Blok 11

orang tua dan guru sekolah. Bila diyakini bahwa tidak ada kelainan fisik yang

mendasari timbulnya enuresis, anak perlu diyakinkan bahwa tidak ada masalah

pelik, semua dapat ditangani. Ada petunjuk yang dapat dipakai secara umum,

antara lain:

a. Jangan menghukum anak

b. Beri pujian/penghargaan pada setiap keberhasilan bebas mengompol

c. Jangan melarang anak minum sehabis makan malam

d. Berikan lampu/penerangan yang cukup agar anak dapat pergi sendiri untuk

berkemih pada malam hari

e. Kadang-kadang anak perlu diberi popok atau diaper pada malam hari

f. Pastikan anak sudah bersih/mandi sebelum berangkat ke sekolah

PROGNOSIS

Enuresis yang tidak diobati akan sembuh spontan antara 10-20% pertahun.

Penyembuhan spontan pada umumnya terjadi bila orang tua dan anaknya mau

menunggu. Penelitian pada anak dengan enuresis nokturnal yang tidak diobati,

menunjukkan penyembuhan spontan dengan bertambahnya umur yaitu 14% sembuh

spontan pertahun pada umur 5-9 tahun dan 16% pada umur 10-19 tahun. Lima puluh

persen penderita enuresis sembuh tanpa pengobatan spesifik dalam 4 tahun.

B. ENURESIS DIURNAL

DEFINISI

Enuresis diurnal adalah kelurnya kencing yang tak disadari yang biasa terjadi

pada siang hari.

ETIOLOGI

a. Keterlambatan pematangan neurofisiologi

Dapat berhubungan dengan fac.genetic

Tetapi bila tidak ada riwayat keluarga 15% anak yang mengalami enuresis.

b. Keterlambatan perkembangan.

Page 27: RESUME Skenario 5 Blok 11

Menyebabkan anak menjadi enuresis bukan disebabkan gangguan

pematangan system neurologis tapi kurangnnya latihan pola buang air kemih

yang baik.

Biasa terjadi pada golongan sosio ekonomi buruk, broken home, stress

lingkungan.

c. Hormone antidiuretik.

Hubungan antara variasi normal dari circardian dalam sekresi hormone ADH

yang meningkat pada malam hari.

d. Factor urodinamik.

Kapasitas kandung kemih yang kecil dan tidak adanya penghambatan

kontraksi.

Diduga akibat inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak adanya

koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter.

e. Factor psikologis

Adannya factor stress slama periode perkembangan antara umur 2-3 tahun

Biasanaya intermiten.

Enuresis primer biasanya pada anak anak yang mempunyai latar belakang

psikoneurosis.

f. Factor organic

Saluran genitourinarius

- 1% tidak ditemukan kelainan anatomi

- Enuresiss diurnal biasanya karena gangguan urodinamik, sama halnya

pada nocturnal. Misalnya seperti : kapasitas kandung kemih.

Infeksi

- Dicurigai adanay infeksi saluran kemih.

- 455 perempuan dengan adanya bakteriuria, akan timbul enuresis.

Factor lain

- Kelainan daerah lumbosavral mielomenigekel menyebabkan enuresis.

Alergi juga dapat menyebabkan enuresis.

DIAGNOSA

Page 28: RESUME Skenario 5 Blok 11

Lakukan anamnesis menentukan tipe dan beratnya terjadinya mengompol,

waktu terjadinya (siang atau malam) dan mengompolnya sedang tidur atau sedang

makan. Pada penderita urgensi enuresis ditanyakan pancaran dari kencing, apakah

intermiten atau terus menerus, kemudian tanyakan riwayat infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen dan alat genital. Selain itu dilihat

reflek perifer, sensasi perinel, dan tonus anal.

Pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi enuresis seperti pemeriksaan

analisis air kemih, berat jenis air kemih.

TERAPI

a. Non-farmakologis

1) Latihan menahan miksi agar kapasitar kandung kemih besar, sehingga

waktu anatar miksi menjadi lama dan dapat mengurangi enuresis.

2) Memberikan motivasi berikan dorongan emosional dari orangtua,akan

menentramkan hati sianak. Penelitian, lebih efektif bila digabungkan dengan

bell pad.

b. Farmakologis

1) Anti depresan

-Untuk mengobati enuresis, misalnya imipramin (tofranil).

-Efeknya sebagai anti depresan, anti kolinergik, dan mengubah mekanisme

tidur.

-Yang lebih berperan adalah efek antikolinergik dan anti spasmodic yang

menyerupai efek simpatomimetik terhadap vesica urinary.

2) Desmopresis

-merupakan vasopressin sintesis, sehingga disebut sebagai DDAVP yang

analog dengan arginin vasopressin

-obat ini diberikan intranasal, untuk mengehtikan mengompol atau

mengurangi mengompol.

-mekanisme kerjanya mengurangi kerja vesica urinary sehingga efek

samping pemakaiannya adalah hiponatremi akibat retensi air

-biasa dipakai untuk anak stress dan gagal dengan pengobatan lainnya

3) Antikolinergik.

Page 29: RESUME Skenario 5 Blok 11

-oxybutinin (ditropan) dan anti kolinergik untuk menurunkan atau

menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan dengan

enuresis yang diakibatkan adanya proses inhibisi kontraksi dari vesica

urinaria.

PENYAKIT

1. BPH (BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA)

DEFINISI

Prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior

buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini

membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari

buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20

gram. Pada umunya hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional. Pada usia lanjut

banyak pria yang terkena hyperplasia kelenjar prostat. Keadaan ini dialami 50% pria

berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat

erat kaitannta dengan peningkatan kadar DHT dan proses aging. Beberapa hipotesis yang

diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah

1. Teori dehidrotestoteron

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting dalamn pertumbuhan

sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testoteron di dalam sel prostat oleh enzim

5αresuktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan

dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel. Selanjutnya

terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuah sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jaug berbeda

dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saka pada BPH aktivitas enzim 5α

reduktasi dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH.

2. Ketidak seimbangan antara estrogen-testoteron

Page 30: RESUME Skenario 5 Blok 11

Pada usia yang semakin tua, kadar testoteron menurun, sedangkan kadar

estrogen relative tetap. Sehingga perbandingan antara estrogen : testoteron relative

meningkat. Telah diketahuo bahwa estrogen dalam prostat bereperan dalam

terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas

sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen. Meningkatkan jumlah

reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kemarian sel-sel prostat.

3. Interaksi stroma – epitel

Cunha membbuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth

factor) tertentu. Setalah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan

estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin and autokrin, serta

mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.

PATOFISIOLOGI

Pada BPH biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala

hipertensi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi

miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrussor

gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga

kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna

pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih

sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini di beri

skor untuk menentukan berat keluhan klinis.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada

akhir miksi masih diteumukan sisa urine di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak

tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi

kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine terus

terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan

intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada

tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik

menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses

kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu

mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.

Page 31: RESUME Skenario 5 Blok 11

Karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung

kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu

tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi

pielonefritis.

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,

jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran

uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan

intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor

dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang

terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan

struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian

bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus

destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak

berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan

kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,

kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat

sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat

Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra

abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid

puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine

dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia

Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam

beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan

mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi

oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan

kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi

urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.

Page 32: RESUME Skenario 5 Blok 11

GAMBARAN KLINIS

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan diluar saluran kemih.

1. Obstruksi : karena musculus detrussor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan

tidak cukup kuat, sehingga kontraksinya terputus-putus dan sangat berpengaruh pada

sulitnya permulan miksi.

Hesitancy : memulai miksi lama, disertai mengejan, karena M. Detrussor butuh

waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan intravesical untuk mengatasi

adanya tekanan dalam urethra prostatica.

Intermitency : aliran kencing terputus-putus karena M. Detrussor lemah dan

tidak mampu berkontraksi, sehingga tidak mampu mempertahankan tekanan

intravesica sampai proses miksi berakhir.

Post Voiding / Terminal Dribbling : perasaan kurang puas setelah miksi, urin

menetes.

Page 33: RESUME Skenario 5 Blok 11

Straining : mengejan, bila dilakukan terus-menerus bisa mengakibatkan

hemorrhoid dan hernia inguinalis.

Pancaran urine lemah.

2. Iritasi : karena pengosongan urine yang tidak sempurna / pembesaran prostat

sehingga merangsang vesica urinaria untuk segera berkontraksi sebelum penuh

(Hipersensitivitas M. Detrussorr)

Urgency : miksi sulit ditahan karena telah terjadi hipersensitivitas vesica

urinaria..

Frequency : sering miksi.

Nokturia : sering miksi pada malam hari.

Disuria : nyeri saat miksi.

3. Pada saluran kemih pada bagian atas adalah berupa gejala obstruksi antara lain nyeri

pinggang, benjolan di pinggang( yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau

demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

4. Gejala diluar saluran kemih biasanya pasien datang ke dokter karena mengeluh

adanya hernis inguinalis atau hemoroid

PEMERIKSAAN FISIK

Didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra

simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine Yang selalu menetes tanpa

disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok

dubur diperhatikan

1. Tonus sfingter ani (reflek bulbo-kevernosus untuk menyingkirkan kelainan buli-buli

neurogenik,

2. Mukosa rectum

3. Keadaan prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konstitensi

prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaaan kultur urine berguna dalam mencari jenis

kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap

beberapa antimikroba yang diujikan.

Page 34: RESUME Skenario 5 Blok 11

Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai

saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah diperiksa untuk mencari adanya

diabetes mellitus

Pencitraan

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,

adanya batu prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli penuh.

PENGOBATAN

Tidak semua pasien BPH perlu mendapatkan terapi. Apabila gejala LUTS nya

ringan, walaupun tanpa diobati dapat sembuh dengan sendirinya, hanya diperlukan

nasehat dan konsultasi saja. Tetapi apabila penyakit ini semakin berat dan mengganggu

kualitas hidup penderita, maka penderita perlu untuk mendapatkan terapi

Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat, adalah :

Memperbaiki keluhan miksi

Meningkatkan kualitas hidup

Mengurangi gejala obstruksi

Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal

Mengurangi volume residu urin

Mencegah progresifitas penyakit

Ada beberapa cara pengobatan pasien hiperplasi prostat :

a. Watchfull Waiting

Diindikasikan untuk pasien BPH yang mempunyai skor di bawah 7

keluhan ringan dan tidak menganggu aktivitas sehari-hari

Pasien hanya diberi nasehat dan penjelasan mengenai sesuatu hal yang

memperburuk keluhan, tanpa diberikan terapi, misalnya :

- Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol sebelum makan malam

- Kurangi konsumsi makanan yang mengiritasi buli-buli (kopi, cokelat)

- Kurangi makanan pedas dan asin

- Jangan menahan kencing terlalu lama

- Kurangi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung

fenilpropanolamin

Page 35: RESUME Skenario 5 Blok 11

Secara periodic, pasien diminta untuk control dan menanyakan tentang

keluhan apakah semakin ringan atau tidak. Jika makin jelek pilihan

terapi yang lain

Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin dan

uroflometri

b. Medikamentosa

Tujuan terapi :

- Mengurangi resistansi otot polos prostat dengan obat-obatan

penghambat adrenergic alfa

- Mengurangi volume prostat dengan mengurangi kadar DHT dengan

penghambat enzim 5α-reduktase

Adapun obat-obatan yang dipakai :

1) Penghambat reseptor adrenergic-α

Fenoksibenzamin

Penghambat reseptor adrenergic-α yang ditemukan oleh Caine.

Obat ini merupakan penghambat alfa yang tidak selektif untuk

memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan

miksi. Tetapi efek sampingnya adalah komplikasi sistemik,

yaitu hipotensi postural dan kelainan kardiovascular

Penghambat adrenergic-α1

Obat ini merupakan obat yang dapat mengurangi penyulit

sistemik yang dipunyai oleh fenoksibenzamin dengan cara

menghambat α2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan

obatnya : prozasin yang diberikan 2x sehari, terazosin,

afluzosin, dan doksazosin 1x sehari.

Penghambat adrenergic-α1A

Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat.

Dilaporkan dapat memperbaiki pancaran miksi tanpa

mempengaruhi system kardiovaskular

2) Penghambat 5α-reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT

dari testosterone yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel-

sel prostat. Menurunya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan

Page 36: RESUME Skenario 5 Blok 11

replikasi sel-sel prostat menurun. Obat yang sering dipakai adalah

finasteride 5 mg sehari yang digunakan sehari sekali selama 6 bulan

3) Fito farmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala obstruksi prostat. Diduga fitoterapi ini bekerja

sebagai anti androgen, menurunkan kadar sex hormone binding

globulin (SBHG), inhibisi fibroblast growth factor dan epidermal

growth factor, mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti

inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume

prostat. Yang banyak di pasaran, pygeum africanum, serenoa repens,

hypoxis rooperi, radix urticaria.

c. Operasi

Pembedahan

Merupakan penyelesaian masalah jangka panjang dari penderita

hiperplasi prostat. Dapat dikerjakan dengan operasi terbuka, reseksi

prostat transuretra (TURP), insisi prostat transuretra (TIUP atau BNI).

Pembedahan direkomendasikan untuk :

- Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

- Mengalami retensi urin

- Infeksi saluran kemih berulang

- Hematuria

- Gagal ginjal

- Timbulknya batu saluran kemih atau penyulit yang lain

Pembedahan Terbuka

Bebarapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah :

- Metode dari Millin melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui

pendekatan retropubik infravesika

- Freyer pendekatan suprapubik transvesika atau transperineal

Prostatektomi Merupakan tindakan paling invasive dan paling tua,

tetapi sangat efisien untuk hyperplasia prostat. Diindikasikan untuk

prostat >100gr. Penyulitnya berupa inkontinensia urin, impotensia,

ejakulasi retrogad dan kontraktur leher buli-buli. Dibandingkan dengan

Page 37: RESUME Skenario 5 Blok 11

TURP dan BNI, striktura uretra dan ejakulasi retrogad lebih sering

terjadi.

Pembedahan Endourologi

Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan

memakai tenaga TURP (transurethral Resection of the Prostate) atau

dengan memakai energy laser. Operasi ini berupa reseksi (TURP), insisi

(TIUP), atau evaporasi.

1) TURP

Merupakan operasi terbanyak yang dikerjakan di seluruh dunia.

Operasi ini lebih disenangi dikarenakan tidak perlu insisi pada kulit

perut, masa rawat inap lebih cepat, dan memebrikan hasil yang tidak

juah berbeda dengan operasi terbuka.

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan

mempergunakan cairan irigan(pembilas) agar daerah yang direseksi

tetap terang dan tidak ditutupi oleh darah. Cairan yang dipergunakan

adalah larutan Non ionic, agar tidak terjadi hantaran listrik saat operasi.

Sedangakan cairan yang cukup mudah dan murah yaitu H2O steril

(aquades), tetapi kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik

sehingga dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah

vena yang terbuka pada saat reseksi. Sedangkan penggunaan aqudes

yang berlebihan dapat menyebabkan sindrom TURP atau intoksikasi

air. Ditandai dengan pasien mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah menigkat, bradikardi. Jika tidak teratasi dapat

mengakibatkan edema otak. Untuk menghindari operator harus

membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi >1 jam.

Selain sindroma TURP beberapa penyulit yang biasa terjadi

adalah:

Selama Operasi Pasca Bedah DIni Pasca BEdah Lanjut

Perdarahan

Sindrom TURP

Perforasi

Perdarahan

Infeksi local atau

sistemik

Inkontinensia

Disfungsi ereksi

Ejakulasi retrogad

Striktura uretra

Page 38: RESUME Skenario 5 Blok 11

Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada

pembesaran lobus medius dan pasien yang beumur muda, hanya

diperlukan insisi kelenjar prostat atau TIUP (Transuretrhral incision of

prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (bladder neck incision).

Sebelumnya harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma

prostat.

2) Elektrovaparisasi Prostat

Cara elektrovoparisasi prostat adalah sama dengan TURP,

hanya saja tehnik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan

mesin diatermi yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisisai

kelenjar prostat. Cara ini cukup aman, tidak banyak

menimbulkanperdarahan saat opaerasi, dan masa inap di rumah sakit

lebih singkat. Diindikasikan untuk prostat <50gr

3) Laser Prostatektomi

Terdapat 4 jenis energy yang dipakai yaitu Nd: YAG,

Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan

melalui bare fibre, right angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar

prostat pada suhu 60-65° akan mengalami koagulasi dan pada suhu

yang lebih dari 100° C mengalami vaporisasi.

Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser

ternyata lebih sedikit mengalami komplikasi, dapat dikerjakan secara

poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang

lebih sama. Sayangya butuh terapi ulang 2% tiap tahun.

Kekuranganya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk

pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak

menimbulkan disuria bedah, tidak bias miksi spontan setelah operasi.

Diindikasikan untuk pasien yang mengalami terapi koagulan dalam

jangka waktu lama atau tidak dapat melakukan tindakan TURP

karena kesehatanya.

Tindakan Ivasif Minimal

1) Termoterapi

Adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada

frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antenna yang

diletakkan dalam uretra. Dengan pemanasan >44° C menyebabkan

Page 39: RESUME Skenario 5 Blok 11

destruksi jaringan pada zona trasnsisional prostat karena nekrosis

koagulasi. Bias dikerjakan tanpa pembiusan.

Energy panas yang bersamaan dengan gelombang mikro

dipancarkan melalui kateter yang terpasang dalam uretra. Besar

dan arah pancaran energy diatur melalui sebuah computer

sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang membentu

uretra. Morbiditasnya relative rendah, dapat dilakukan tanpa

anestesi, dan dapat dijalani dengan pasien yang kondisinya kurang

baik jika dilakukan pembedahan. Direkomendasikan untuk prostat

yang berukuran kecil.

2) TUNA (Transurethral needle ablation of prostate)

Memakai energy dari frekuensi radip yang menimbulkan

panas sampai 100° C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan

prostat. System ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan

dengan generator yang dapat membengkitkan energy pada

frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan dalam uretra melaui

sitoskopi dengan pemberian anastesi topical xylocaine sehingga

jarum yang terletak pad ujung kateter terletak pada kelenjar

prostat. Pasien sering kali mengeluh hematuria, disiuria, retensi

urine

3) Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk

mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang

intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal

verumontarum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra

prostatika. Dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang

temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang

dapat diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan

sekitar.alat ini dipasang atau dilepas dengan endoskopi.

Diindikasikan untuk pasien yang tidak mungkin menjalani

operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Sayangnya

setelah pemasangan kateter ini pasien mengeluh keluhan iritatif

miksi, perdarahan uretra, atau rasa tidak enak di daerah penis.

4) HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)

Page 40: RESUME Skenario 5 Blok 11

Energy panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis

pada prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser

piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10Mhz.energi

dipancarkan melaui alat yang diletakkan tranrektal dan difokuskan

ke kelenjar prostat. Tehnik ini memakai anastesi umum.

KONTROL BERKALA

Pasien yang mendapatkan pengawasan (watchfull waiting) dianjurkan control

setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis.

Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPPS, uroflometri, dan residu urin pasca

miksi.

Pasien yang mendapat pengobatan penghambat 5α-reduktase harus dikontrol

pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terapi. Kemudian setiap tahun

untuk melihat perubahan gejala miksi. Penilaianya melalui IPPS, uroflometri, dan residu

urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa penyulit dilanjutkan pengobatanya.

Selanjutnya controlsetelah 6 bulan tiap tahun.

Setelah pembedahan. Pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu

pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Control selanjutnya setelah 3

bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.

Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal harus menjalani control secara

teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan

setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal selain dilakukan

pemeriksaan kultur.

2. DISFUNGSI EREKSI

DEFINISI

Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap seorang pria untuk

mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup guna melakukan aktifitas seksual

yang memuaskan. Disfungsi ereksi ini di derita oleh separuh pria yang berusia lebih dari

40 tahun.

ETIOLOGI

Page 41: RESUME Skenario 5 Blok 11

1. Psikogenik : Ansietas, depresi, konflik rumah tangga, perasaan bersalah, dan norma

agama.

2. Neurogenik : kelainan pada otak (tumor, cidera otak, epilepsy),

kelainan pada medulla spinalis (tumor,cedera,Tabes dorsalis), dan kelainan pada

saraf perifer (diabetes mellitus).

3. Hormonal : diabetes mellitus, Hipogonadisme, Hiperprolaktinemia, dan

Hiperparatiroidisme.

4. Kavernosa : Penyakit Peyroni, Adanya fibrosis atau disfungsi otot kavernosa,

Neurotransmitter yang dilepaskan untuk memulai ereksi tidak adekuat, dan Pasca

operasi shunting.

5. Obat – obatan :

a. Antihipertensi : metildopa, alfa bloker, beta bloker

b. Antidepresan : trisiklik, penghambat NAO

c. Antiandrogen : esterogen, flutamid, LHRH analog.

6. Penyakit sistemik :

a. Diabetes mellitus

b. Gagal ginjal

c. Gagal hepar

DIAGNOSIS

Evaluasi terhadap pasien yang mengeluh disfungsi ereksi meliputi evaluasi

riwayat seksual, evaluasi medic, dan evaluasi psikologik. Tujuan evaluasi ini adalah

menentukan apakah pasien memang menderita disfungsi ereksi atau disfungsi seksual

lain. Kadang-kadang pasien mengeluh disfungsi ereksi ternyata bukan menderita

disfungsi ereksi, tetapi menderita penurunan libido, ejakulasi dini, ejakulasi retrogard,

tidak data menikmati orgasmus (anorgasmus), atau kelainan lain.

Untuk membantu identifikasi dapat digunakan indeks fungsi ereksi, adalah Indeks

Internasional untuk Fungsi Ereksi ke-5 atau International Index of Erectile Function -5

(IIEF-5). Terdapat 5 pertanyaan, tiap-tiap pertanyaan diberi nilai 0-5. Jika penjumlahan

kurang dari atau sama dengan 21 menunjukkan adanya gejala disfungsi ereksi.

Pertanyaan Jawaban Skor

Selama 6 bulan terakhir ini:

1. Bagaimana derajat 1. Sangat rendah

Page 42: RESUME Skenario 5 Blok 11

keyakinan anda bahwa anda

dapat ereksi serta terus

bertahan untuk

bersenggama?

2. Rendah

3. Cukup

4. Tinggi

5. Sangat tinggi

2. Pada saat anda ereksi setelah

mendapatkan rangsangan

seksual seberapa sering penis

anda cukup untuk dapat

masuk dalam vagina?

0. Tidak bersenggama

1. Tidak/hampir tidak pernah

2. Sesekali (<50%)

3. Kadang-kadang (±50%)

4. Sering (>50%)

5. Selalu/hampir selalu

3. Setelah penis masuk ke

dalam vagina pasangan anda,

seberapa seringkah anda

mampu mempertahankan

penis tetap keras?

0. Tidak mencoba senggama

1. Tidak/hampir tidak pernah

2. Sesekali (<50%)

3. Kadang-kadang (±50%)

4. Sering (>50%)

5. Selalu/hampir selalu

4. Ketika bersenggama

seberapa sulitkah anda

mempertahankan ereksi

sampai ejakulasi?

0. Tidak mencoba senggama

1. Sangat sulit sekali

2. Sangat sulit

3. Sulit

4. Sedikit sulit

5. Tidak sulit

6. Ketika anda bersenggama

seberapa sering anda merasa

puas?

0. Tidak mencoba senggama

1. Tidak/hampir tidak pernah

2. Sesekali (<50%)

3. Kadang-kadang (±50%)

4. Sering (>50%)

5. Selalu/hampir selalu

Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh factor psikogen:

Page 43: RESUME Skenario 5 Blok 11

1. Timbulnya mendadak dan didahului oleh peristiwa tertentu, misalnya sehabis

cerai/ditinggal isteri atau pasangannya, keluar dari pekerjaan, atau oleh tekanan

kejiwaan.

2. Situasional yaitu disfungsi timbul bila hendak melakukan aktivitas seksual dengan

wanita tertentu, tetapi ereksi timbul kembali jika dengan wanita lain

3. Ereksi nocturnal atau ereksi yang timbul pada saat bangun pagimasih cukup kuat,

akan tetapi pada siang hari ereksi menurun atau bahkan sama sekali tidak dapat ereksi.

Diagnosis Khusus NPT (nocturnal penile tumescence).

Uji ini sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melakukannya. Modalnya

hanya beberapa lembar perangko yang masih bersambung. Pertama-tama, menjelang tidur

malam, perangko-perangko tersebut dilingkarkan pada batang penis sedemikian hingga

kedua ujung perangko bertemu. Ujung-ujung hendaknya tumpang tindih dan direkatkan

satu sama lain. Perlu diperhatikan bahwa lingkaran yang dibentuk oleh perangko-

perangko tersebut setidaknya seukuran dengan lingkaran penis yang enggan berereksi

tersebut.

Setelah lingkaran perangko terpasang dengan benar, silakan tidur seperti biasa.

Celana dalam boleh dipakai, asal tidak terlalu ketat, sehingga masih memberi ruang bagi

penis jika seandainya ereksi terjadi.

Pada pagi harinya, segera cek apakah perangko mengalami robekan. Jika ada

bagian perangko yang terpisah, berarti semalam terjadi ereksi. Sebaliknya, jika perangko

masih utuh berbentuk lingkaran artinya tidak timbul ereksi. Uji ini sebaiknya dilakukan

tiga malam berturut-turut.

Pada orang normal, akan terjadi ereksi penuh 3 sampai 5 kali saat tidur dalam

(REM, random eye movement). Demikian pula halnya mereka yang mengalami impotensi

akibat gangguan psikologis. Ereksi penuh masih dapat timbul saat mereka tidur malam.

Lain halnya jika impotensi disebabkan oleh faktor fisik. Tidak akan timbul ereksi, baik

pada siang hari maupun pada malam hari ketika orang tersebut tidur.

Jadi, jika perangko robek maka disfungsi ereksi terjadi akibat faktor psikologis.

Sebaliknya, jika perangko tetap utuh berarti penyebab impotensinya adalah faktor fisik.

TERAPI

Page 44: RESUME Skenario 5 Blok 11

1. Lini pertama

Terapi lini pertama terdiri atas pemberian obat peroral, pemakaian alat vakum

penis dan terapi psikoseksual. Pemakain obat peroral ini yang banyak di gunakan

adalah sildenafit sitrat. Obat ini merupakan vasodilator yang menyebabkan

vasodilatasi arteri atau arteriol pada korpus kavernosum.

Pemakaian alat vakum penis ini mmulai banyak di gemari. Alat ini berfungsi

memberikan tekanan negatif pada penis yang memungkinkan pengaliran darah ke

dalam sinusoid sehingga terjadi ereksi.

2. Lini kedua

Yang termasuk lini kedua adalah injeksi obat-obatan vasoaktif secara intra

kavernosa. Jenis obat yang di berikan adalah: papaverin, fentolamin, prostaglandin E1

atau kombinasi dari beberapa obat-obatan.

3. Lini ketiga.

Jika dengan cara kedua di atas belum membuktikan hasil ,maka pilihan terahir

adalah tindakan invasif berupa operasi, di antaranya pemasangan prostesis penis.

Hingga saat ini pemasangan prostesis penis ini merupakan terapi yang paling efektif

di abndingkan dengan cara yang lain, akan tetapi harganya sangat mahal.

3. EJAKULASI DINI

DEFINISI

Ejakulasi dini merupakan disfungsi seksual yang paling sering terjadi pada pria

dengan usia dibawah 40 tahun. Kebanyakan dokter yang menangani ejakulasi dini

mendefinisikan keadaan ini sebagai ejakulasi sebelum tercapainya kepuasan sexual yang

diharapkan dari kedua pasangan.

Respon seksual pada manusia dapat dibagi atas 3 fase : hasrat (libido), terangsang

(arousal), dan orgasme. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

Edition (DSM-IV) mengklasifikasi gangguan seks dalam 4 kategori, yaitu : (1) primer,

(2) akibat kondisi medis umum, (3) akibat zat tertentu, (4) yang tidak tergolongkan.

Masing-masing 4 kategori ini memiliki gangguan pada semua 3 fase seksual tersebut.

Ejakulasi dini dapat berupa gangguan primer atau sekunder. Primer terjadi jika

seseorang mengalami gangguan ini sejak fungsi seksual mereka mulai aktif (pubertas).

ED sekunder mengindikasikan kondisi ini terjadi pada seseorang yang sebelumnya dapat

mengendalikan ejakulasinya dan karena alas an yang tidak diketahui, ia mengalami

Page 45: RESUME Skenario 5 Blok 11

ejakulasi dini dimasa depan. Pada ED sekunder, masalahnya tidak berkaitan dengan

gangguan kesehatan secara umum, dan biasanya tidak berkaitan dengan suatu zat

pemicu, walaupun, hyperexcitabilitas mungkin berkaitan dengan pemakaian obat

psikoterapi dan gejala menghilang dengan dihentikannya obat. Ejakulasi dini cocok

dengan kategori yang tidak tergolongkan karena belum ada seorang pun yang

mengetahui dengan pasti penyebabnya, walaupun diduga faktor psikologis pada

kebanyakan kasus.

PATOFISIOLOGI

Ejakulasi dini diyakini merupakan suatu permasalah psikologis dan tidak

mewakili adanya penyakit organik yang melibatkan sistem reproduksi pria dan lesi pada

otak atau sistem saraf. Sistem organ yang secara langsung dipengaruhi oleh ejakulasi dini

adalah saluran reproduksi pria (penis, prostate, vesika seminalis, testis, dan bagian

lainnya), bagian sistem saraf pusat dan perifer yang mengendalikan sistem reproduksi

pria dan sistem organ reproduksi pasangan pasien (untuk tujuan artikel ini, pasangan

adalah seorang wanita) yang kemungkinan tidak dirangsang dengan cukup untuk

mencapai orgasme.

Jika ejakulasi dini terjadi sebegitu dini hingga terjadi bahkan sebelum penetrasi

dilakukan dan pasangan ini sedang menginginkan kehamilan, sehingga kehamilan tidak

dapat terjadi kecuali inseminasi buatan dilakukan. Kemungkinan sistem organ yang

paling terpengaruhi adalah perasaan dari pasangan. Kedua anggota pasangan sepertinya

secara emosional dan fisik tidak puas akibat masalah ini.

Ejakulasi dini secara historis dianggap sebagai gangguan psikologis. Suatu teori

mengatakan pria dianggap mengalami tekanan social untuk mencapai klimaks dalam

waktu yang pendek karena rasa takut ketahuan sedang melakukan masturbasi pada waktu

remaja atau selama masa pengalaman seks dini “di jok belakang mobil” atau dengan

pekerja seks. Pola dari pelepasan nafsu seks ini sulit dirubah hingga masa pernikahan.

Fakta bahwa perempuan terangsang dan orgasme membutuhkan waktu yang lebih lama

daripada pria semakin diketahui dan menyebabkan ejakulasi dini dianggap dan diyakini

sebagai suatu masalah.

Banyak yang mempertanyakan apakah ejakulasi dini murni psikologis. Beberapa

penelitian telah menemukan perbedaan antara konduksi saraf/waktu laten dan perbedaan

hormonal antara pria yang mengalami ejakulasi dini dibandingkan dengan yang tidak

mengalaminya. Teorinya yaitu bahwa beberapa pria mengalami hyperexcitabilitas atau

Page 46: RESUME Skenario 5 Blok 11

sensitivitas berlebihan pada genital mereka, sehingga tidak terjadi efek down-regulation

(regulasi penurunan) aktivitas simpatis dan penundaan orgasme.

Terdapat pula pemikiran bahwa seseorang yang dapat ejakulasi dengan cepat lebih

sukses dalam hubungan seks daripada pria yang membutuhkan waktu yang lama untuk

mencapai ejakulasi. Pemikiran seperti demikian terjadi pada zaman purba; paling tidak,

jika benar terjadi, evolusi manusia terjadi sejak 5000 tahun yang lalu. Seorang pria yang

terlalu lama ejakulasi akan diusir atau dibunuh oleh pria lain yang berkompetisi dalam

suatu hubungan seks dengan perempuan pada zaman tersebut. Terpikirkan bahwa “gen

purba” ini diturunkan melalui evolusi manusia.

MANIFESTASI KLINIS

Menemukan riwayat ejakulasi dini pada pasien sangat berguna karena memandu

terapi yang cocok untuk pasien (dan partnernya). Perlu difokuskan apakah ejakulasi dini

terjadi primer atau sekunder dan menilai tingkt keparahan dari masalah ini.

Riwayat medis umum mengenai keadaan medis yang kemungkinan

mempengaruhi perlu ditemukan. Sebagai contoh, jika pasien memiliki angina dan ini

menyebabkan ketakuran akan infark miokard selama berhubungan badan, ia mungkin

datang dengan ejakulasi dini disertai dengan adanya penyakit jantung dan perasaan

insekuritas (tidak aman) akibat penyakit jantungnya. Menyembuhnya penyakit jantung

biasanya mengembalikan kemampuan ejakulasi, tanpa terapi spesifik untuk ejakulasi

dini. Untuk tujuan diskusi ini, pasien diasumsikan sehat secara fisik, dan disfungsi

seksual sebagai satu-satunya masalah bermakna.

Jika pasien selalu mengalami ejakulasi dini pada saat pertama kali ia melakukan

hubungan seks, maka ia dianggap mengalami ejakulasi dini primer. Jika ia pernah sukses

dalam hubungan seks sebelumnya, maka ia mengalami ejakulasi dini sekunder. Pada

kebanyakan kasus, ejakulasi sekunder lebih mudah diatasi dan memiliki prognosis yang

lebih baik.

1. Ejakulasi dini primer

a. Menambahkan riwayat medis umum, tanyakan mengenai adanya permasalah

psikologis sebelumnya karena pria dengan ejakulasi dini memiliki insiden

gangguan psikiatrik yang lebih tinggi yang didapatkan dari populasi umum.

b. Riwayat sebaiknya mencakup pertanyaan tentang pengalaman seksual yang

dini. Apakah ia pernah mengalami trauma psikis seksual pada masa kecil atau

remaja? Contohnya kemungkinan yaitu ketahuan masturbasi oleh orang tua,

Page 47: RESUME Skenario 5 Blok 11

dengan perasaan bersalah yang mengikutinya. Atau pasien pernah dihukum

karena ketahuan bermasturbasi.

c. Tanyakan mengenai hubungan keluarga pasien pada saat ia tumbuh.

Bagaimana ia berhubungan dengan ayahnya, ibunya, atau saudaranya? Apakah

keluarganya memiliki riwayat inses atau pelecehan seksual? Pria biasanya

dilecehkan oleh pria lain dan jarang terjadi oleh perempuan.

d. Bagaimana hubungan dengan teman-temannya ? Apakah pasien memiliki

teman pria atau wanita? Bagaimana ia menghargai dirinya sendiri terhadap

lingkungannya (inferior, superior, atletik, lebih atau kurang pintar)?

e. Apakah pasien memiliki masalah dengan pekerjaan ?

f. Bagaimana sikap umum pasien terhadap sex (misalnya apakah ia menganggap

sex sebagai tabu dan jorok), dan bagaimana pola preferensi, fantasi, dan

rangsangan sex pasien?

g. Apakah pasien memiliki keterikatan yang kuat dengan suatu ajaran agama?

Jika iya, cari tau bagaimana agama tersebut memandang sex.

h. Jika ejakulasi dini bermula setelah awal hubungan di luar nikah, apakah pasien

merasa bersalah tentang hal ini?

i. Jika ejakulasi dini pada pengalaman pertama hubungan sex dalam suatu

perkawinan terjadi, carilah informasi mengenai bagaimana kehidupan sex

noncoitus pasangan ini.

j. Tanyakan mengenai perilaku sex dan respon dari pasangan wanita; jika ia

memiliki masalah seperti dyspareunia, apakah berhubungan dengan masalah

pada pria ?

k. Bagaimana hubungan nonsexual pada pasangan ? Apakah terjadi pertengkaran

atau mereka sedang dalam masa sulit?

l. Keterangan dari ini dan pertanyaan yang serupa biasanya secara langsung

menuju ke faktor yang dapat diterapi secara spesifik.

2. Ejakulasi Dini Sekunder

a. Sebagai tambahan dari riwayat medis umum, sebaiknya ditelusuri hubungan

sebelumnya dimana ejakulasi dini belum menjadi masalah bagi pasien dan

hubungan sebelumnya dimana tejadi ejakulasi dini transient.

b. Pada hubungan sekarang, apakah ejakulasi dini selalu menjadi masalah atau

apakah hal ini bermulai setelah jangka waktu hubungan sex sebelumnya dapat

memuaskan kedua pasangan ?

Page 48: RESUME Skenario 5 Blok 11

c. Telusuri secara spesifik kualitas hubungan yang terkait dengan faktor diluar

hubungan sex ? Apakah pasangan bekerja sama dengan baik pada suatu

masalah, atau apakah terdapat konflik? Siapa yang dominant dalam hubungan

ini atau apakah secara umum setara (tidak ada yang dominant) ?

d. Jika pasangan wanita tidak bersama dengan pasien ? Jika tidak, tanyakan

mengapa. Kemungkinan, wanita menganggap masalah ini hanya masalah

pasangan prianya dan tidak menganggap sebagai masalah hubungan mereka,

dimana dapat menjadi petunjuk yang penting.

e. Apakah ia memiliki masalah impotensi ? Apakah Disfungsi Ereksi (DE) juga

ada? Jika DE tidak ada, seberapa lama waktu untuk pria mulai dari penetrasi

hingga klimax?

f. Dapatkah penetrasi terjadi, atau apakah ejakulasi dini terjadi sebelumnya

sehingga penetrasi tidak terjadi?

g. Apakah pasien mengalami ejakulasi dini dengan masturbasi, atau rangsangan

dari pasangan, atau terjadi setelah penetrasi?

h. Berapa lama waktu yang dibutuhkan pasangan wanita untuk mencapai klimaks

? Dapatkah ia mencapai klimax dengan penetrasi, atau apakah ia

membutuhkan stimulasi klitoral langsung sebelumnya untuk mencapai

klimax?

i. Jika DE ditemukan namun terjadi setelah ejakulasi dini, maka terapi untuk

kedua keadaan mungkin dibutuhkan; biasanya DE sembuh ketika pasien

mendapatkan kepercayaan diri dalam mengendalikan ejakulasinya. Jika DE

terjadi sebelumnya, maka ejakulasi dini kemungkinan merupakan disfungsi

seksual sekunder, dimana akan sembuh jika pasien percaya diri bahwa ia

mampu menjaga ereksinya.

j. Penjelasan mengenai hal-hal ini dan faktor lain yang berkaitan biasanya

terbukti sangat membantu untuk membuat perencanaan terapi.

PEMERIKSAAN FISIS

Page 49: RESUME Skenario 5 Blok 11

Temuan pemeriksaan fisis biasanya normal pada pria dengan ejakulasi dini

sebagai satu-satunya gangguan. Penyebab ejakulasi dini dianggap sebagai faktor

psikologis, walaupun tidak seorang pun tahu penyebab sesungguhnya.

1. Ejakulasi Dini Primer

a. Pada ejakulasi dini primer, dimana pria tidak pernah mengalami hubungan

seksual sebelumnya juga tidak pernah mengalami ejakulasi dini, gangguan

emosional yang sangat kuat kemungkinan terjadi dan penyebabnya dapat

beragam.

b. Terkadang, perilaku ini merupakan respon terkondisi akibat masturbasi

pada masa remaja, namun, seringkali pasien mengalami kecemasan yang

mendalam mengenai sex atau pengalaman traumatic yang dialami pada

masa perkembangan. Contoh dapat berupa inses, pelecehan sexual, konflik

dengan orang tua, atau gangguan serius lainnya.

c. Pada kebanyakan kasus, seorang dokter atau urologist perlu berkonsultasi

dengan psikiater, psikolog, atau profesi lain yang terkait dengan penyakit

ini.

2. Ejakulasi dini sekunder

a. Beberapa tipe kecemasan merupakan faktor utama terjadinya ejakulasi dini

sekunder.

b. Tekanan performa (misal, ketakutan akan kegagalan memuaskan pasangan

) dapat timbul dengan beragam kejadian pemicu. DE merupakan keadaan

paling sering memicu. Jika pasien takut ereksinya tidak bertahan, karena

adanya DE atau membayangkan kegagalan tersebut, hal demikian dapat

memicu ejakulasi dini.

c. Namun penelusuran riwayat secara seksama diperlukan karena situasinya

kemungkinan kompleks

d. Karena kebanyakan dokter bukan merupakan seorang sex therapist yang

terlatih, menemukan konflik pada pasangan kemudian merujuk pasangan

ini kepada seorang dokter yang professional dengan pengalaman pada

bidang ini. Jika dokter memiliki sedikit pengalaman atau pernah menjalani

pelatihan dibidang ini atau merasa percaya diri untuk menangani hal ini,

maka dokter dapat memulai penatalaksanaan.

Page 50: RESUME Skenario 5 Blok 11

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Pertimbangkan mengenai anorgasmia atau Orgasme sangat tertunda pada

pasangan wanita, dimana kata tertunda merupakan relative karena rata-rata waktu bagi

wanita untuk mencapai klimaks beragam namun dari penelitian rata-rata dalam 12-25

menit. Jika seorang wanita membutuhkan waktu 3 jam untuk mencapai klimaks, maka ini

sangat diluar normal. Pada kasus orgasme tertunda atau kesulitan orgasme pada wanita,

hampir semua pria dianggap memiliki ejakulasi dini.

Pertimbangkan mengenai efek samping dari obat psikoterapi. Jika masalah

ejakulasi dini bermula dengan pemberian awal suatu obat dan ejakulasi dini berhenti

setelah obat dihentikan, dokter perlu mencurigai bahwa kedua hal ini saling berkaitan.

Beberapa pria mungkin dibingungkan dengan cairan yang keluar pada saat

perangsangan, yaitu cairan pelumas yang disekresi oleh kelenjar Cowper dan kelenjar

lainnya selama fase perangsangan. Riwayat sexual secara teliti dapat mengklarifikasi

masalah ini dan dapat memberikan keyakinan terhadap pasien mengenai apa yang

sebenarnya terjadi.

Disfungsi ereksi dapat menjadi gejala klinis dari beberapa pria yang mengalami

ejakulasi dini. Membedakan kedua permasalahan ini penting dilakukan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pria dengan ejakulasi dini dan tanpa permasalahan medis umum lainnya,

tidak ada pemeriksaan lab konvensional yang dapat membantu atau mempengaruji

pemilihan jenis terapi.

Pemeriksan kadar testosterone dan prolactin serum cocok dilakukan jika ejakulasi

dini disertai dengan permasalahan impotensi.

PENATALAKSANAAN

Terdapat beberapa pilihan terapi medis untuk ejakulasi dini. Kondisi medis

umum yang berat (seperti angina) sebaiknya diatasi terlebih dahulu; untuk tujuan diskusi

ini, pria dianggap tidak memiliki penyakit medis umum dan ejakulasi dini merupakan

satu-satunya permasalahnnya. Sebagai tambahan, permasalahan ereksi lainnya yang

menyertai dapat ditangani dengan beragam metode dengan keberhasilan yang sempurna

1. Melibatkan pasangan wanita sebisa mungkin dalam terapi dan sesi konseling penting

untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Page 51: RESUME Skenario 5 Blok 11

2. Langkah pertama penanganan ejakulasi dini adalah untuk melenyapkan adanya

tekanan batin (berupa pikiran takut tidak dapat memuaskan pasangan) pada pria.

a. Jika ejakulasi dini terjadi pada saat penetrasi telah berlangsung, minta kepada

pasangan tidak melakukan penetrasi hingga ejakulasi dini telah dapat

ditangani. Pria dapat melakukan stimulasi lain tanpa melakukan penetrasi.

b. Jika pria selalu mengalami ejakulasi pada rangsangan awal atau pada

permulaan foreplay, ini merupakan masalah serius dan kemungkinan

mengindikasikan adanya ejakulasi dini primer, dimana kebanyakan

membutuhkan penanganan spesialis jiwa.

3. Pasangan diminta untuk melakukan terapi seksual, seperti teknik stop-mulai atau

tekan-henti yang dipopulerkan oleh Masters dan Johnson. Kebanyakan pasangan

merasa teknik ini berhasil. Ini juga dapat membantu pasangan wanita lebih

terangsang dan dapat memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

klimaks.

a. Modalitas terapi lainnya yaitu dengan krim desensitasi digunakan oleh pria.

Seperti namanya krim ini dapat mengurangi stimulasi pada penis sehingga

dapat memperpanjang waktu untuk ejakulasi. Namun krim ini belum diakui

oleh FDA.

4. Jika pria relative muda dan dapat mencapai ereksi kembali setelah beberapa menit

terjadinya ejakulasi dini, biasanya ia memiliki pengendalian waktu yang lebih baik

pada hubungan sex berikutnya.

a. Beberapa ahli menyarankan pria muda untuk melakukan masturbasi 1-2 jam

sebelum hubungan seksual direncanakan.

b. Interval waktu untuk mencapai klimaks kedua biasanya memiliki masa laten

lebih panjang dan pria kebanyakan dapat mengendalikan lebih baik

ejakulasinya pada keadaan seperti ini.

c. Pada orang yang lebih tua, strategi ini mungkin kurang efektif karena mereka

sulit untuk mendapatkan ereksi kedua setelah ejakulasi dini. Jika ini terjadi

maka hal tersebut dapat merusak rasa percaya diri dan mengakibatkan

impotensi sekunder.

5. Modalitas farmakologik yang dapat membantu pria dengan ejakulasi dini adalah obat

dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) class, obat yang

biasanya digunakan di klinik sebagai antidepressant.

Page 52: RESUME Skenario 5 Blok 11

a. Beberapa antidepressant tricyclic yang mempunyai aktivitas seperti SSRI

dapat mencapai hasil yang sama.

b. Kebanyakan obat ini memiliki efek samping yang menyebabkan kedua

pasangan wanita dan pria mengalami penundaan bermakna dalam mencapai

orgasme.

c. Untuk alasan ini, pengobatan dengan efek samping SSRI ini telah digunakan

untuk pria yang mengalami ejakulasi dini.

FARMAKOTERAPI

Tidak ada obat yang diakui oleh FDA sebagai terapi ejakulasi dini. Namun beberapa

penelitian menunjukkan bahwa, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan obat

dengan efek samping serupa dengan SSRI, aman dan efektif digunakan untuk tujuan ini.

SSRIs merupakan obat yang paling berhasil menunda respon yang terlalu cepat pada pria

dengan ejakulasi dini. Krim desensitasi yang mengandung agen anastesi lokal dapat berguna

pada beberapa pria, namun diyakini tidak memiliki efektifitas yang baik.

Ejakulasi dini yang berkaitan dengan disfunsi ereksi (DE) dapat sembuh setelah DE

dapat berhasil ditangani. Obat untuk penanganan DE termasuk sildenafil (Viagra), vardenafil

(Levitra), tadalafil (Cialis), alprostadil (Caverject, Muse), dan, kemungkinan juga SSRI (jika

DE disebabkan oleh depresi).

Selective serotonin reuptake inhibitors

Mekanisme kerjanya dihubungkan dengan hambatan terhadap uptake neuronal dari

serotonin pada sistem saraf pusat. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa SSRI

memiliki efek pada reuptake neuronal dopamine dan norepinephrine.

SSRIs telah diteliti memiliki efek samping sexual, yang paling sering adalah

penundaan klimaks pada pria dan wanita. Sertraline (Zoloft), paroxetine (Paxil), dan

fluoxetine (Prozac) merupakan contoh SSRI yang berhasil menangani ejakulasi dini.

Terapi optimal untuk ejakulasi dini belum diketahui, namun dari pengalaman peneliti,

dosis tunggal sebelum hubungan intim dilakukan dapat bekerja dengan baik pada beberapa

pria. Jika dosis tunggal berhasil maka terapi jelas lebih mudah dilakukan dan memiliki efek

samping lebih kecil. Pada dosis multiple, dosis ditingkatkan secara bertahap hingga efek

terapeutik atau dosis maksmial harian telah tercapai.

Page 53: RESUME Skenario 5 Blok 11

KOMPLIKASI

1. Ejakulasi dini yang berat dapat menyebabkan stress dalam perkawinan, dimana dapat

berperan dalam suatu pertengkaran rumah tangga bahkan dapat berujung perceraian pada

beberapa kasus..

2. Konsepsi juga sulit terjadi pada kasus ejakulasi dini sebelum penetrasi terjadi.

PENCEGAHAN

Penelitian di masa depan mungkin menilai apakah insiden ejakulasi dini pada pria

muda dapat menurun dengan edukasi seks yang lebih baik selama masa remaja. Terapi dini

disfungsi ereksi kemungkinan dapat mencegah ejakulasi dini sekunder pada pria lebih tua.

PROGNOSIS

Dengan kombinasi beberapa metode, termasuk pengobatan SSRI, memperoleh tingkat

perbaikan atau penyembuhan paling baik pada kebanyakan kasus, ketika pasangan

berkomitmen untuk bekerjasama menangani masalah ini.

Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan juga mengindikaskan bahwa konseling

dan terapi medikamentosa dapat mencapai keberhasilan hingga 85%.

Masalah dari terapi yaitu bahwa angka relaps mencapai 20-50%. Beberapa pria

memerlukan komitmen jangka panjang dalam menjalani teknik terapi behavioral (kebiasan

jangka panjang mungkin sulit dimodifikasi). Pasien yang berhasil dengan terapi

medikamentosa (misal SSRIs) mungkin membutuhkan pengobatan seumur hidupnya, sama

seperti pasien depresi yang memerlukan obat ini seumur hidupnya untuk menghindari depresi

rekuren. Angka kegagalan jangka panjang yang tepat belum didapatkan dan tergantung durasi

dari tindak lanjut untuk pasien tertentu.

4. INFERTILITAS PRIA

DEFINISI

Infertilitas adalah suatu keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari satu

setengah tahun tanpa kontrasepsi, tidak punya anak. Angka satu setengah tahun

ditetapkan, karena biasanya 85 persen pasangan dalam satu setengah tahun sudah

memiliki keturunan. Ini berarti, 15 persen pasangan usia subur punya masalah ini.

Kenyataan menunjukkan, 40 persen masalah yang membuat sulit punya anak

terdapat pada wanita, 40 persen pada pria, dan 30 persen pada keduanya. Jadi, tidak benar

Page 54: RESUME Skenario 5 Blok 11

anggapan bahwa kaum wanita lebih bertanggung jawab terhadap kesulitan mendapatkan

anak. Walaupun masalah infertilitas tidak berpengaruh terhadap aktivitas fisik sehari-hari

dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar terhadap

kehidupan berkeluarga. Sudah tentu faktor psikokultural mempengaruhi sikap pasangan

terhadap masalah ini, termasuk upaya-upaya irasional untuk punya anak. Memang apa

yang dilakukan penderita tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena ilmu kedokteran

yang mutakhir sekalipun belum dapat menjawab seluruh masalah infertilitas secara

memuaskan.

Pemeriksaan dokter terhadap pria penderita infertilitas dilakukan seperti layaknya

pada penderita pada penyakit lain, namun disertai dengan pemeriksaan sperma. Pemerik-

saan ini untuk melihat potensi pria untuk membuahi. Bila ada masalah, barulah dilakukan

pemeriksaan lain yang lebih mendalam.

PENYEBAB

Seperti halnya penanggulangan penyakit pada umumnya, usaha pertama yang

selalu harus diusahakan adalah mencari penyebab infertilitas.

Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik infertilitas

bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 20-25 persen penderita

tidak diketahui penyebabnya. Besar kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik

karena penelitian mutakhir mengarah pada adanya kelainan di kromosom. Penyebab

terbanyak infertilitas pria adalah pelebaran pembuluh darah balik/vena di sekitar buah

zakar yang disebut varikokel. Pada pemeriksaan fisik, hal ini ditemukan dalam bentuk

benjolan di bagian atas buah zakar yang akan bertambah besar dan nyata bila mengejan.

Yang lebih sering kena adalah buah zakar kiri.

Sebagian besar varikokel tidak disertai rasa sakit walaupun ada juga yang

mengeluh pegal-pegal di daerah tersebut. Varikokel ditemukan pada 40 persen penderita.

Temuan ini tidak jauh berbeda dengan temuan salah satu pusat penanggulangan

infertilitas terkenal di Baylor College of Medicine, Amerika Serikat, yaitu 42 persen.

Penyebab lain dari infertilitas pada pria adalah sumbatan/obstruksi pada saluran sperma.

Jadi walaupun spermatozoa diproduksi dengan baik, tetap tidak dapat disalurkan.

Biasanya hal ini diakibatkan oleh terjadinya infeksi maupun bawaan dari lahir karena

tidak terbentuknya sebagian saluran sperma. Hal ini terjadi pada 15 persen penderita.

Pada 20 persen sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya

gangguan hormon, kelainan bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi atau ejakulasi,

Page 55: RESUME Skenario 5 Blok 11

radiasi, keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul, dan lain-

lain.

Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab itu, beberapa hal dapat dilakukan

untuk mencegah maupun menanggulangi infertilitas.

PENCEGAHAN INFERTILITAS

Berbagai macam infeksi diketahui menyebabkan infertilitas terutama infeksi

prostat, buah zakar, maupun saluran sperma. Karena itu, setiap infeksi di daerah ini

haruslah ditangani secara serius. Beberapa zat dapat meracuni pertumbuhan sperma.

Banyak penelitian menunjukkan pengaruh buruk merokok terhadap jumlah dan kualitas

sperma. Walaupun tiap penelitian berbeda dalam menentukan jumlah batang rokok yang

berpengaruh, sudah cukup alasan bagi pria dengan jumlah dan kualitas sperma kurang

untuk berhenti merokok. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya

kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan sperma. Mariyuana

juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan pertumbuhan sperma, sehingga

penghentian penggunaan mariyuana dan alkohol merupakan usaha preventif untuk

infertilitas.

Cukup banyak obat-obatan yang mempengaruhi sperma. Oleh karena itu, beri

tahukan selengkapnya obat yang pernah dan sedang dipakai kepada dokter yang

menolong Anda.

PENANGGULANGAN

Penanggulangan terbaik adalah dengan menangani penyebabnya. Sayang, tidak

semua penyebab diketahui dan sebaliknya cukup banyak penderita yang diketahui

penyebabnya, namun tidak dapat tuntas ditanggulangi.

Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya merupakan masalah bermakna

karena meliputi 20 persen penderita. Penanggulangannya berupa pemberian beberapa

macam obat, yang dari pengalaman berhasil menaikkan jumlah dan kualitas sperma.

Namun sebagian besar penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pembanding,

tidak menunjukkan perbaikan bermakna. Usaha menemukan penyebab di tingkat

kromosom dan keberhasilan manipulasi genetik tampaknya menjadi titik harapan di masa

datang.

Adanya penyumbatan di saluran sperma hanya dapat dipastikan dengan operasi.

Bila sumbatan tidak begitu parah, dengan bantuan mikroskop dapat diusahakan

Page 56: RESUME Skenario 5 Blok 11

koreksinya. Pada operasi yang sama, dapat juga dipastikan ada atau tidaknya produksi

sperma di buah zakar.

Sesuai dengan kelainan yang ditemukan, maka penyebab lain bisa diatasi dengan

koreksi hormonal dan penghentian obat-obatan yang diduga menyebabkan gangguan

sperma.

Namun, usaha-usaha di atas ada kalanya belum berhasil untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitas sperma, sehingga diperlukan teknik reproduksi bantuan. Termasuk

dalam hal ini adalah inseminasi bantuan dan inseminasi in-vitro (IVF/bayi tabung), yang

sangat membantu mengatasi masalah infertilitas pria.

Misalnya, pria dengan jumlah sperma hanya 5-10 juta/cc (dari normal 20 juta)

dapat mencoba inseminasi buatan. IVF hanya membutuhkan sperma 500.000 dengan

angka kehamilan 30-35 persen.

Kemajuan yang paling menakjubkan dalam 7-8 tahun terakhir adalah IVF dengan

teknik ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection) yang hanya membutuhkan beberapa

spermatozoa untuk disuntikkan ke dalam sel telur ibu. Tingkat keberhasilannya hampir

sama.

GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL

1. PRIAPISMUS

DEFINISI

Priapismus Adalah ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti dengan hasrat

seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri. Istilah priapismus berasal dari kata Yunani

priapus yaitu nama dewa kejantanan pada Yunani kuno. Priapismus merupakan salah

satu kedaruratan di bidang urologi karena jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat

dapat menimbulkan kecacatan yang menetap berupa disfungsi ereksi.

ETIOLOGI

Menurut etiologinya priapismus dibedakan dalam 2 macam, yaitu : priapismus

primer atau idiopatik yang belum jelas penyebabnya sebanyak 60% dan priapismus

sekunder.

Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh : (1) kelainan pembekuan darah

(anemi bulan sabit, leukemia, dan emboli lemak), (2) trauma para perineum atau

Page 57: RESUME Skenario 5 Blok 11

genitalia, (3) gangguan neurogen (pada saat menjalani anestesi regional atau pada

penderita paraplegia), (4) penyakit keganasan, (5) pemakaian obat-obatan tertentu

(alkohol, psikotropika, dan antihipertensi), dan (6) pasca injeksi intrakavernosa dengan

zat vasoaktif.

KLASIFIKASI

Ereksi penis yang berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi karena (1)

gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi) sehingga darah tidak dapat keluar dari

jaringan erektil, atau (2) adanya peningkatan inflow aliran darah arterial yang masuk ke

jaringan erektil. Oleh karena itu secara hemodinamik, priapismus dibedakan menjadi (1)

priapismus tipe veno oklusi atau low-flow dan (2) priapismus tipe arterial atau high flow.

Kedua jenis itu dapat dibedakan dengan memperhatikan gambaran klinis, laboratorium,

dan pemeriksaan pencitraan ultrasonografi color doppler dan arteriografi.

Priapismus jenis iskemik ditandai dengan adanya iskemia atau anoksia pada otot

polos kavernosa. Semakin lama ereksi, iskemia semakin berat, dan setelah 3-4 jam,

ereksi dirasakan sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema interstitial dan kerusakan

endotelium sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa terjadi setelah 24-48 jam. Setelah

lebih dari 48 jam terjadi pembekuan darah dalam kavernosa dan terjadi destruksi endotel

sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya.

Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan otot polos yang

mengalami nekrosis diganti oleh jaringan fibrosa sehingga kehilangan kemampuan untuk

mempertahankan ereksi maksimal.

Priapismus jenis non-iskemia banyak terjadi setelah mengalami suatu trauma

pada daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi.

Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat kembali seperti

sediakala.

Perbedaan Priapismus Iskemik dan Non Iskemik

Low flow (statik/iskemik) High flow (non iskemik)

Onset Pada saat tidur Setelah trauma

Nyeri Mula-mula ringan menjadi

sangat nyeri

Rinagn sampai sedang

Ketegangan Penis Sangat tegang Tidak terlalu tegang

Darah Kavernosa

Page 58: RESUME Skenario 5 Blok 11

Warna Hitam Merah

pO2 < 30 mm Hg > 50 mm Hg

pCO2 > 80 mm Hg < 50 mm Hg

Ph < 7,25 > 7,5

Color Doppler Tidak ada aliran Ada aliran, dan fistula

Arteriografi Pembuluh darah utuh Malformasi arterio-vena

DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti diharapkan dapat mengungkapkan

etiologi priapismus. Pada pemeriksaan lokat didapatkan batang penis yang tegang tanpa

diikuti oleh ketegangan pada glans penis. USG Doppler yang dapat mendeteksi adanya

pulsasi arteri kavernosa dan analisis gas darah yang diambil intrakavernosa dapat

membedakan priapismus jenis ischemic atau non-ischemic.

TERAPI

Pada prinsipnya terapi priapismus adalah secepatnya mengembalikan aliran darah

pada korpora kavernosa yang dicapai dengan cara medikamentosa maupun operatif.

Sebelum tindakan yang agresif, pasien diminta untuk melakukan latihan dengan

melompat-lompat dengan harapan terjadi diversi aliran darah yang dari kavernosa ke otot

gluteus. Pemberian kompres simpatik sehingga memperbaiki aliran darah kavernosa.

Selain itu pemberian hidrasi yang baik dan anestesi regional pada beberapa kasus dapat

menolong. Jika tindakan di atas tidak berhasil mungkin membutuhkan aspirasi, irigasi,

atau operasi.

1. Aspirasi, dan Irigasi Intrakavernosa.

Aspirasi darah kavernosa diindikasikan pada priapismus non iskemik atau

priapismus iskemik yang masih baru saja terjadi. Priapismus iskemik derajat berat

yang sudah terjadi beberapa hari tidak memberikan respon terhadap aspirasi dan

irigasi obat ke dalam intrakavernosa; untuk itu perlu tindakan operasi.

Aspirasi dikerjakan dengan memakai jarum scalp vein no 21. Aspirasi sebanyak 10-20

ml darah intrakavernosa, kemudian dilakukan instilasi 10-20 µg epinefrin atau 100-

200 µg fenilefrin yang dilarutkan dalam 1 ml larutan garam fisiologis setiap 5 menit

hingga perlu mengalami detumensensi. Jika dilakukan sebelum 24 jam setelah

serangan, hampir semua kasus dapat sembuh dengan cara ini. Selain obat-obatan

Page 59: RESUME Skenario 5 Blok 11

tersebut, dapat pula dipakai instilasi streptokinase pada priapismus yang telah

berlangsung 14 hari yang sebelumnya telah gagal dengan instilasi α adrenergik.

2. Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa.

Tindakan ini harus difikirkan terutama pada priapismus veno-oklusi atau yang

gagal setelah terapi medikamentosa. Hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma

kompartemen yang dapat menekan arteria kavernosa dan berakibat iskemia korpora

kavernosa.

Beberapa tindakan pintas itu adalah : (1) shunting korpora-glanular, (2)

shunting korpora-spongiosum, yaitu dengan membuat jendela yang menghubungkan

korpus spongiosum dengan korpus kavernosum penis, dan (3) shunting safeno-

kavernosum dengan membuat anastomosis antara korpus kavernosum dengan vena

safena.

2. PEYRONI

DEFINISI

Penyakit Peyronie adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terbentuknya plak

atau benjolan keras pada penis. Plak bisa terbentuk di bagian atas maupun di bagian

bawah penis serta di dalam lapisan yang mengandung jaringan erektil. Penyakit ini

bermula sebagai peradangan lokal dan bisa berkembang menjadi jaringan parut yang

keras.

PENYEBAB

Banyak ahli yang merasa yakin bahwa plak pada penyakit ini terbentuk setelah

terjadinya trauma (misalnya pemukulan) yang menyebabkan perdarahan lokal di dalam

penis. Daerah yang mengalami kerusakan mengalami penyembuhan yang lambat atau

abnormal akibat trauma yang berulang dan sedikitnya jumlah darah yang sampai ke

daerah tersebut. Jika keadaan ini terus berlangsung selama bertahun-tahun, maka plak

bisa berkembang menjadi jaringan fibrosa yang keras, bahkan terjadi perkapuran atau

pengendapan kalsium.

Beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit ini merupakan penyakit autoimun.

Sejumlah obat telah menyebutkan penyakit Peyronie sebagai efek sampingnya:

Obat anti hipertensi dan obat jantung (beta bloker) - Obat anti kejang (fenitoin)

Obat untuk sklerosis multipel (interferon).

Page 60: RESUME Skenario 5 Blok 11

Tetapi kemungkinan terjadinya penyakit Peyronie akibat mengkonsumsi obat-

obat tersebut sangat kecil. Penyakit ini terjadi pada 1% pria. Paling sering menyerang

pria setengah baya, tetapi bisa juga ditemukan pada pria yang lebih muda dan pria yang

lebih tua. Sekitar 30% penderita mengalami pembentukan fibrosa di bagian tubuh

lainnya (misalnya kaki atau tangan).

GEJALA

Gejalanya timbul secara perlahan. Pada kasus yang berat, plak yang mengeras

menyebabkan berkurangnya kelenturan penis, sehingga timbul nyeri dan ketika ereksi

penis menjadi melengkung. Lama-lama nyeri akan berkurang tetapi karena penis

melengkung, penderita mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan seksual. Pada

kasus yang lebih ringan, peradangan akan membaik tanpa disertai nyeri yang berarti

maupun melengkungnya penis.

Plak pada puncak batang penis menyebabkan penis melengkung ke atas, plak

pada bagian bawah menyebabkan penis melengkung ke bawah. Beberapa penderita

memiliki plak di bawah dan di atas sehingga terbentuk lekukan dan penis menjadi lebih

pendek.

Nyeri, penis yang melengkung dan stres emosional menyebabkan penderita tidak

dapat melakukan hubungan seksual. Jaringan fibrosa juga bisa menyebar ke jaringan

erektil (korpus kavernosus) sehingga tidak terjadi ereksi.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

PENGOBATAN

Penyakit Peyronie bisa menghilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan.

Bisa juga diberikan suntikan steroid pada daerah yang terkena. Yang lebih sering terjadi

adalah bahwa jaringan fibrosa harus dibuang melalui pembedahan. Pembedahan bisa

menyembuhkan penyakit ini tetapi kadang menyebabkan pembentukan jaringan parut

dan memperburuk keadaan. Pembedahan juga bisa menyebabkan impotensi.

Pembedahan hanya dilakukan jika penis sangat melengkung sehingga penderita tidak

dapat melakukan hubungan seksual.

Page 61: RESUME Skenario 5 Blok 11

3. ANDROPAUSE

Penurunan kadar testosteron pada pria usia lanjut dapat menyebabkan

andropause. Hal itu menyebabkan pelbagai perubahan seperti mudah letih, lesu, lemah,

kaku pada otot, sendi dan tulang, mengalami osteoporosis, rambut rontok, kulit kering,

gairah seksual menurun, penis mengecil, bahkan bisa terjadi impotensi dan masalah

sirkulasi darah. Akibatnya timbul rasa cemas, kurang percaya diri, sulit tidur, mudah

marah, yang berlanjut dengan depresi.

Testosteron, hormon yang diproduksi di testis dan kelenjar adrenal berfungsi

dalam pembentukan sperma dan bersama hormon pria lain merangsang pematangan

organ seksual, menyebabkan pembesaan laring dan penebalan pita suara sehingga suara

menjadi rendah. Testosteron juga mempengaruhi aktivitas metabolisme dalam tubuh

seperti produksi sel darah, pembentukan massa tulang dan otot, metabolisme lipid,

metabolisme karbohidrat, fungsi hati, perkembangan kelenjar prostat, dan pertumbuhan

rambut. Tak heran, berkurangnya hormon seiring pertambahan usia menyebabkan

kondisi fisik merosot. Untungnya andropause terjadi perlahan-lahan dan mulainya sangat

bervariasi. Ada yang mulai di usia 40-an, 50-an, 60-an, bahkan setelah 65 tahun.

Istilah lain dari andropause adalah partial androgen deficiency in ageing

male(PADAM) atau male menopause.

Konsentrasi testosteron pada sekitar umur 20 tahun pria dalam darah berada pada

nilai tertinggi, antara 800-1200 nanogram/desiliter. Konsentrasi ini dipertahankan sekitar

10-20 tahun. Setelah itu menurun sekitar satu persen per tahun, dan pada testosteron

bebas terjadi penurunan 1,2 persen per tahun. Namun, hal ini bervariasi antara individu,

tergantung dari pelbagai faktor.

Kebanyakan testosteron dalam darah diikat oleh protein, hanya dua persen yang

berasimilasi dengan sel tubuh. Protein yang banyak mengikat testosteron adalah sex

hormone binding globin (SHBG). Jumlah protein ini meningkat sesuai pertambahan usia.

Menurunnya konsentrasi testosteron atau meningkatnya SHBG berakibat sama, yaitu

berkurangnya keperkasaan pria.

Pada pria usia lanjut dengan hipogonadisme (penurunan konsentrasi testosteron

dalam darah) dan kekurangan hormon pertumbuhan, terapi pemberian hormon

testosteron dan hormon pertumbuhan akan memperbaiki komposisi tubuh, meningkatkan

kekuatan otot serta kualitas hidup. Pada gilirannya mengurangi angka kesakitan dan

angka kematian.

Page 62: RESUME Skenario 5 Blok 11

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E; Kliegman, Robert M dan Jenson, Hal B. 2004. Nelson Textbook of

Pediatric 17th edition. Philadelphia: SAUNDERS

Despopoulos, Agamemnon dan Silbernagl, Stefan. 2003. Color Atlas of Physiology. New

York: Thieme

Guyton, Arthur C. 1987. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta: EGC

Junqueira, L. Carlos, dkk. 1997. Histologi Dasar.Jakarta: EGC

Robbins, Stanley L, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3.

Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Sadler,T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman : Edisi ke-7. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tanagho, Emil A dan McAninch, Jack W. 2008. Smith’s General Urology 17 edition. San

Francisco: Mc Graw Hill

http://www.gizi.net/cgi-bin

http://majalahkesehatan.com/tes-kesuburan-pria-dengan-analisis-semen/

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/

11/1de9b4c3e80e5f9ba1503091cb62d93763901616.pdf