of 54 /54
i AGUS HERMAWAN,S.Pd.I,M.A RETORIKA DAKWAH Buku ini mengkaji tentang Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Urgensi Retorika Dakwah, Ayat-Ayat al-Qur‟an dan Hadits tentang Dakwah, Bentuk-bentuk, Syarat dan Etika Dakwah, Metode dan Strategi Berdakwah, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh Dakwah Klasik, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh Dakwah Kontemporer, Langkah-Langkah Persiapan Berdakwah, Tata Cara Khutbah jum‟ah, Idul Fitri, Idul Adha, Ceramah Biasa, dan Praktikum Ceramah baik dalam Acara PHBN atau PHBI. 2018

RETORIKA DAKWAH - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8882/1/BOOK OF RETORIKA DA… · A. Pengertian Retorika Dakwah Retorika berasal dari

  • Author
    others

  • View
    64

  • Download
    8

Embed Size (px)

Text of RETORIKA DAKWAH -...

  • i

    AGUS HERMAWAN,S.Pd.I,M.A

    RETORIKA DAKWAH

    Buku ini mengkaji tentang Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Urgensi Retorika Dakwah,

    Ayat-Ayat al-Qur‟an dan Hadits tentang Dakwah, Bentuk-bentuk, Syarat dan Etika

    Dakwah, Metode dan Strategi Berdakwah, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh

    Dakwah Klasik, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh Dakwah Kontemporer,

    Langkah-Langkah Persiapan Berdakwah, Tata Cara Khutbah jum‟ah, Idul Fitri, Idul

    Adha, Ceramah Biasa, dan Praktikum Ceramah baik dalam Acara PHBN atau PHBI.

    2018

  • ii

    RETORIKA DAKWAH

    Penulis

    Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A

    Penerbit;

    Yayasan Hj.Kartini Kudus

    Editor;

    Erlina Wijayanti,S.Pd

    Risyad Hisyam Ash-Shiddieqi

    Anas Dhiyaul Haq al-Qudsi

    Desain Sampul

    Qaisara Rania Asy-Syabiya

    Dicetak;

    AN-NUUR KUDUS

    Cetakan I

    2018

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum Wr.Wb

    Segala puji bagi Allah Swt Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga

    dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. Penulis bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah

    memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga buku yang berjudul “

    Retorika Dakwah” dapat terselesaikan.

    Materi buku ini disesuaikan dengan kurikulum hasil revisi Tahun 2017 di lingkungan

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Sehingga content (isi) buku ini sangat relevan

    dan sama dengan materi Silabus di IAIN Salatiga.

    Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan para mahasiswa lebih terbantu untuk

    memahami Seputar Retorika Dakwah meskipun sepintas kilas atau pengantarnya saja. Namun

    demikian, penulis berusaha untuk menyajikan materi seringkas mungkin dengan tidak

    mengurangi subtansi materi yang penting sesuai urutan Tema yang ada di dalam Silabus.

    Kepada Yayasan Hj. Kartini yang telah bersedia menerbitkan buku ini dan juga

    kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, kami ucapkan terima kasih.

    Akhirnya penulis menyadari buku sederhana ini jauh dari sempurna, maka tegur sapa untuk

    penyempurnaan buku ini sangat penulis harapkan demi kesempurnaan buku ini pada terbitan

    selanjutnya. Semoga buku ini memberi kemanfaatan bagi kita semua. Aamiin.

    Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

    Kudus, 22 Agustus 2018

    Penulis

    Ttd

    Agus Hermawan, S.Pd.I,M.A

  • iv

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR....................................................................................................iii

    DAFTAR ISI...................................................................................................................iv

    BAB I : PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN DAN URGENSI RETORIKA

    DAKWAH..........................................................................................................1

    BAB II : AYAT-AYAT AL-QUR‟AN DAN HADITS TENTANG DAKWAH ............5

    BAB III : ETIKA DAKWAH ..........................................................................................11

    BAB IV : METODE DAN STRATEGI BERDAKWAH................................................16

    BAB V : BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH-TOKOH DAKWAH KLASIK.......23

    BAB VI : BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KONTEMPORER..... 33

    BAB VII : LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN BERDAKWAH.............................. 41

    BAB VIII: TATA CARA KHUTBAH JUM‟AH, KHUTBAH IDHUL FITRI/ADHA...45

  • 1

    BAB I

    PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN DAN URGENSI RETORIKA DAKWAH

    Dakwah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyebaran Islam di

    dunia. Setiap muslim wajib untuk berdakwah, apalagi kita sebagai mahasiswa

    Fakultas Dakwah yang mana kita harus mampu menyeru kepada kebajikan dan

    mencegah dalam kemungkaran, sebagaimana firman Allah swt: “Dan hendaklah

    diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh

    (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-

    orang yang beruntung”. (Q.S Ali Imran: 104)

    Sebagaimana dalam berdakwah itu sendiri dibutuhkan retorika-retorika yang

    dapat membuat dakwah seseorang lebih mengena, efisien dan efektif. Terutama dalam

    menyosialisasikan ajaran-ajaran Islam. Maka retorika jitu harus bias dikuasai oleh

    seseorang yang hendak berdakwah. Dalam kaitan antara retorika dan dakwah, di sini

    pemakalah akan mencoba membahas mengenai keduanya.

    A. Pengertian Retorika Dakwah

    Retorika berasal dari bahasa Yunani “Rhetor” atau dalam bahasa Inggrisnya

    “orator” yang berarti kemahiran dalam berbicara dihadapan umum. I Gusti Ngurah

    Oka memberikan definisi retorika sebagai Ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha

    untuk persiapan, kerjasama, serta kedamaian ditengah masyarakat”.

    Onong Uchjana Effendi (2007:53) dalam bukunya Komunikasi Teori dan

    Praktek mengatakan bahwa “Retorika atau dalam bahasa inggris rhetoric bersumber

    dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu berbicara.

    Sedangkan kata dakwah secara etimologi merupakan bentuk masdar

    dari kata yad‟u(fi‟il mudhari‟) dan da‟a (fi‟il madli) yang artinya adalah

    memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong dan memohon (Omar,

    1983: 1).

    Selain kata “dakwah”, al-Qur‟an juga menyebutkan kata yang memiliki

    pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang

    berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan.

    Sedangkan pengertian dakwah menurut terminologi, menurut dari beberapa

    pendapat adalah sebagai berikut:

    1. Definisi dakwah yang dikemukakan oleh Syaikh Ali Mahfudz, dakwah

    adalah dorongan/anjuran manusia pada kebaikan dan petunjuk, menyuruh

    kepada yang ma‟ruf (yang dikenal) dan mencegah dari yang munkar untuk

    kebahagiaan dunia dan akhirat.

  • 2

    2. Menurut Ahmad Ghalwusy, dakwah adalah menyampaikan pesan Islam

    kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan

    media-media yang sesuai situasi dan kondisi mad‟u.

    3. Menurut Abu Bakar Zakaria, dakwah adalah tegaknya ulama dan orang-

    orang yang disinari ilmu dengan memberi pengajaran terhadap orang

    banyak apa yang dilihatnya tentang persoalan-persoalan terkini maupun di

    kemudian hari sesuai kemampuan.

    4. Menurut Abdul Karim Zaidan, dakwah adalah ajakan kepada Allah, yakni

    agama Islam (Aripudin, 2011: 3).

    5. Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya

    mengajak umat dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai

    dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.

    6. Menurut Prof. Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk

    menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan

    substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma‟ruf nahi

    munkar (Saputra, 2011: 1-2).

    Dengan demikian termasuk dalam cakupan pengertian Retorika adalah: Seni

    berbicara, kemahiran dan kelancaran berbicara, kemampuan memproduksi gagasan,

    kemampuan mensosialisasikan ide gagasan sehingga mampu mempengaruhi khalayak

    umum (audience). Dakwah itu sendiri menurut penulis adalah kegiatan seseorang atau

    kelompok orang untuk menyeru, mengajak, dan mempengaruhi yang dilakukan oleh

    Da‟i kepada Mad‟u (orang atau kelompok orang) agar menjadi baik atau lebih baik

    dengan mengamalkan syariat ajaran Islam.

    Dari deskripsi di atas bisa kita simpulkan bahwa Retorika Dakwah adalah

    sebuah ilmu dan seni berbicara di depan umum untuk menyampaikan pesan-pesan

    dakwah yang dilakukan oleh Da‟i kepada Mad‟u.

    B. Fungsi dan Tujuan Retorika Dakwah

    Retorika dikatakan sebagai sebuah seni dikarenakan untuk berdakwah harus

    dengan cara dan strategi yang baik, benar dan jitu sehingga dakwahnya terasa indah,

    menarik serta mengena. Untuk itu kemampuan merangkai kata-kata dengan maksud

    agar pendengar mudah memahami, menerima dan mengikuti apa yang didakwahkan

    karena merasa tertarik, indah dan ikhlas inilah yang disebut sebagai sebuah seni

    dakwah.

    Sebagian besar da‟i yang memiliki kemampuan beretorika atau berbicara yang

    baik, tentunya sudah memilki tujuan pembicaraan sebelum memulai berbicara di

    depan umum. Berbicara tanpa adanya tujuan pembicaraan terlebih dahulu maka

    pembicaraan akan susah untuk dibatasi sehingga terjadi deviasi pembiasan

    pembicaraan, disinilah perlunya tujuan pembicaraan meski ada yakni untuk

    menghindari kesan bertele-tele dalam berbicara. Pembicaraan akan menjadi tidak

    menarik jika kesannya berlebihan dan keluar dari tujuan pembicaraan. Semua

  • 3

    manusia memiliki kemampuan untuk berbicara, terkecuali seorang yang cacat sejak

    lahir (tuna wicara), namun tidak semua orang dapat berbicara dengan baik. Semua itu

    di sebabkan oleh berbagai faktor. Kadang kita melihat ada seseeorang yang memiliki

    kemampuan berbicara namun tidak dapat menempatkan pembicaraannya pada

    tempatnya, ada lagi seorang yang menggunakan kemampuan berbicaranya namun

    pembicaraannnya tidak memiliki manfaat juga sering terjadi di tengah-tengah

    masyarakat.

    Dalam berbicara tidak semua pembicaraan bermanfaat bagi diri sendiri maupaun

    orag lain. Berbicara disini yakni berbicara yang menghasilkan pengetahuan baru atau

    berbicara yang dimaksud adalah memiliki manfaat dan bukan hanya sekedar

    mengeluarkan bunyi ujaran pada seseorang atau khalayak ramai tanpa melihat unsur

    tujuan pembicaraannya.

    Adapun beberapa contoh retorika yang baik diantaranya sebagai berikut:

    1.Berbicara dalam forum diskusi untuk memecahkan suatau masalah. Yakni

    berhubungan dengan pengetahuan atau bidang lain yang penting untuk

    diselesaikan.

    2. Berbicara dalam sebuah pidato dalam suasana resmi, memberi pengetahuan kepada

    orang lain berbagi ilmu dengan menggunakan retorika yang baik.

    3. Berbicara dalam hal menjadi tutor bagi mereka yang belum begitu paham terhadap

    suatu hal atau tema tertentu.

    4. Berbicara dengan unsur dakwah. Yakni memberi pengetahuan atau diskusi tentang

    ajaran islam dan mengenai syiar islam.

    Selain itu masih banyak lagi jenis berbicara yang bermanfaat, sebagai

    mahasiswa tentunya sudah bisa menilai dan memilah mana hal yang baik untuk

    dibicarakan dan mana hal yang buruk untuk dibicarakan.

    Dari paparan di atas bisa kita simpulkan bahwa fungsi retorika dakwah adalah

    sebagai ilmu dan seni serta ketrampilan untuk menyampaikan ajaran Islam secara

    lisan guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum muslimin agar mereka

    dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam sehingga pemahaman dan

    prilakunya dapat berubah menjadi lebih Islami.

    Adapun tujuan mempelajari Retorika Dakwah menurut Agus Hermawan

    adalah sebagai berikut:

    1. Agar mampu menguraikan berbagai macam konsep dakwah

    2. Agar mampu merancang setrategi dan materi dakwah sesuai situasi dan kondisi

    3. Agar mampu mempraktikkan berbicara di depan umum secara santun perkataannya,

    sopan perilakunya, baik isinya, dan benar dalam penyampaiannya.

  • 4

    C. Urgensi Mempelajari Retorika Dakwah

    Retorika dakwah sangat penting dipelajari, karena keluesan dalam berbicara

    dakwah sangat penting jika memiliki retotika yang baik. Menjadi seorang pembicara

    yang handal harus mampu atau pintar-pintar memahami situsi lawan bicara serta

    mampu menyesuaikan dimana dan dalam situasai apa ketika kita sedang berbicara.

    Ketika seseorang memiliki kemampuan untuk berbicara maka pembicaraan akan

    terarahkan, biasanya seorang pembicara juga memiliki pengetahuan yang luas serta

    luas dalam pergaulan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun di

    masyarakat.

    Pengetahuan dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi kelancaran dalam

    berbicara. Biasanya seorang yang kemampuan berbicaranya baik memiliki wawasan

    yang luas, karena kebanyakan jika si pembicara mendapat sanggahan dari lawan

    bicara ia akan menggunakan berbagai alasan untuk memperkuat argumennya. Alasan

    yang dikemukakan tentu berdasarkan pengalaman yang ia dapatkan, bukan hanya

    sekedar mengelak dari sanggahan lawan bicara saja.

    Jadi Retorika dakwah urgen dipelajari untuk membekali diri agar bisa

    berbicara dihadapan umum dengan baik, benar, sopan, santun serta efektif dan efisien

    perkataan kita sehingga orang yang kita ajak bicara merasa aman, nyaman, dan

    tertarik menyimak pembicaraan kita nantinya saat berdakwah.

  • 5

    BAB II

    AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG DAKWAH

    Banyak ayat dalam al-Qur‟an dan hadits yang berkaitan dengan kegiatan dakwah.

    Adanya beberapa ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan kewajiban umat Islam dalam

    berdakwah, telah membuat beberapa ulama menyebut bahwa berdakwah itu hukumnya

    adalah fardu 'ain (kewajibanin dividual), meskipun sebagian yang lain memandangnya

    fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Meski begitu, Rasulullah saw selalu mengajarkan agar

    seorang Muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. (Mujetoba

    Mustofa, 2015:152-153)

    Adapun sebagian dari beberapa ayat al-Qur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan

    dakwah sebagaimana yang penulis sebutkan berikut ini:

    A. Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Dakwah.

    1. Q.S Ali Imran 104

    َْْنشِ َُ ِِ اْى َُ َػ ْ٘ َْْٖ َٝ َٗ ْؼُشِٗف ََ َُ ثِبْى ُشٗ ٍَُٝؤْ َٗ ِْٞش َُ إِىَٚ اْىَخ ةٌ َْٝذُػ٘ ٍَّ ٌْ أُ ُْْن ٍِ ِْ ْىتَُن َٗ

    َُ ْفيُِح٘ َُ ٌُ اْى أُٗىَئَِل ُٕ َٗ

    “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

    kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;

    merekalah orang-orang yang beruntung”.(QS. Ali Imran :104)

    Untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang

    bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana tampak

    gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan

    agar di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah yang

    dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik)

    dan mencegah dari yang mungkar (maksiat). Dengan demikian umat Islam akan

    terpelihara dari perpecahan.(M. Quraish Shihab, 2012: 161)

    2. Q.S Ali Imran 110

    َُ ثِبللِ ُْ٘ ٍِ تُْؤ َٗ َْنِش َُ ِِ اْى َُ َػ ْ٘ َْْٖ تَ َٗ ْؼُشِٗف ََ َُ ثِبْى ُشٗ ٍٍُة أُْخِشَجْت ىِيَّْبِس تَؤْ ٍَّ َْٞش أُ ٌْ َخ ُمْتُ

    “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada

    yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya

    Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang

    beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(Q.S. Ali Imran :

    110)

  • 6

    3. Q.S An-Nahl 125

    َُّ َسثََّل ُٕ ُِ إِ َٜ أَْحَض ِٕ ٌْ ثِبىَّتِٜ َجبِدْىُٖ َٗ ِػظَِة اْىَحَضَِْة ْ٘ ََ اْى َٗ ِة ََ َ٘ اُْدُع إِىَٚ َصجِِٞو َسثَِّل ثِبْىِحْن

    َِ ْٖتَِذٝ َُ ٌُ ثِبْى َ٘ أَْػيَ ُٕ َٗ ِٔ ِْ َصجِٞيِ ِْ َضوَّ َػ ََ ٌُ ثِ أَْػيَ

    ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik

    dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang

    lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih

    mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk ” (QS. An-Nahl : 125).

    Nabi Muhammad SAW yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim a.s

    sebagaimana beradadalam ayat sebelumnya, kini di perintahkan lagi mengajak

    siapapun agar mengikuti prinsip-prinsip ajaran Nabi Ibrahim a.s dan menyerukan

    Tauhid yaitu ayat-ayat sebelumnya, kini: Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni

    lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan

    yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang

    baik dan bantahlah mereka, yakni siapa pun yang menolak atau meragukan ajaran

    Islam dengan cara yang terbaik.

    Ayat ini dipahami oleh sementara ulama untuk sebagai menjelaskan tiga

    macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengansasaran dakwah.terhadap

    cendekiawan yang memiliki pengetahuan tiggi diperintahkan menyampaikan dakwah

    dengan hikmah yakni berdialog dengan kata kata bijak sesuai dengan tingkat

    kepandaian mereka, terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau‟izah

    yakni memberikan nasihat dan berumpama yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf

    pengetahuan mereka yang sederhana.

    Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang muslim yang ingin menyerukan

    agama ini kepada orang lain harus memperhatikan metode-metodenya, agar apa yang

    diserukan kepadanya, disahuti dan mendapat perhatian dari orang-orang yang diseru.

    Cara dan metode itu dipandang penting, karena objek dakwah itu sendiri sangat

    beragam dan kompleks, baik dilihat dari sudut masa mau pun tempat. Manakala

    seorang muslim yang menyadari tanggung jawab dakwahnya, tidak bisa tidak, kecuali

    ia harus memperhatikan metode-metode yang baik dlam mendakwahkan agama

    ini.(MujetobaMustofa, 2015:152)

    Sedang terhadap Ahl al-kitab dan penganut agama-agama lain yang

    diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara terbaik yaitu dengan logika dan

    retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.

    Kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik

    pengetahuan serta perbuatan. Ia adalah pengetahuan yang bebas dari kesalahan atau

    kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau

    diperhatikan akan mendatangkan kemashlatan dan kemudahan yang besar atau lebih

  • 7

    besar, serta menghalangi terjadinya mudharat yang besar atau lebih besar. Maka ini

    ditarik dari kata hikmah yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau

    kendaraan kearah yang tidak di inginkan.

    Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah,

    dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan

    dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain

    dia yang hakim. Thahir Ibn 'Asyur menggaris bawahi bahwa hikmah adalah nama

    himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan

    dan kepercayaan manusia secara bersinambung. (Abuddin Nata. 2014)

    B. Hadits Tentang Dakwah

    1. Kewajiban Dakwah

    ِٔ ٌْ َْٝضتَِطْؼفَجِقَْيجِ ُْ ىَ ِ ِٔ فَئ ٌْ َْٝضتَِطْغ فَجِيَِضبِّ ُْ ىَ ِ ِٓ فَئ َْْنًشا فَْيَُٞغِّْٞشُٓ ثَِِٞذ ٍُ ٌْ ُْْن ٍِ ِْ َسأَٙ ٍَ

    ُِ ب ََ ٝ َرىَِل أَْضَؼُف اْْلِ ٗسآ صحٞح ٍضيٌ( ).َٗ

    Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka

    cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu,

    apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan

    hati adalah pertanda selemah-lemah iman” (H.R. Shahih Muslim)

    Dari hadist ini kita dapat mengaitkanya dengan kehidupan sehari hari yang

    mungkin akan kita temui sewaktu waktu kita di haruskan atau paling tidak melakukan

    yang paling lemah di antaranya jika kita melihat sesuatu yang buruk atau sesuatu yang

    merugikan kita harus bertindak dengan cara bisa dengan tenaga kita, tenaga yang di

    maksud bukanlah kekerasan fisik maupun batin melainkan dengan mencegahnya

    melalui tubuhmu, jika masih tidak bisa mencegah dengan tubuhmu maka kamu bisa

    menncegah dengan mulutmu maksudnya adalah dengan mencegah dengan perkataan

    mu bukan dengan cacian melainkan dengan nasehatmu, jika masih tidak bisa dengan

    perkataan maka cegahlah dengan hatimu maksudnya adalah mendoakan dia di dalam

    hati ataupun mencegahnya dengan mendoakan nya di dalam hati agar dia diberikan

    hidayah dari Allah, hadist ini sangatlah bermanfaat karena mencakup semua aspek

    dan bisa di jadikan rujukan jika terjadi sesuatu di luar sana yang mungkin saja terjadi.

    2. Hukum Berdakwah

    ٌَّ ٌْ ثُ ِٖ ِْْزَه ثَِضبَحتِ ّْفِْز َػيَٚ َسُصيَِل َحتَّٚ تَ ٌْ اَ ٌْ اُْدُػُٖ ِٖ ْٞ ب َِٝجُت َػيَ ََ ٌْ ثـِ أَْخجِْشُٕ َٗ ًِ إِىَٚ اِْلْصالَ

    ُش َْ َُ ىََل ُح ْ٘ ُْ َُٝن ِْ أَ ٍِ ٌْٞش ىََل اِحذاً َخ َٗ َٛ هللاُ ثَِل َسُجالً ِْٖذ َٝ ُْ هللاِ ِِلَ َ٘ ِٔ فَ ْٞ ِْ َحقِّ هللاِ فِ ٍِ

    ) ٌِ )سٗآ اىجخبسٙ( اىََّْؼ

    “Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas

    mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk

  • 8

    kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau

    memiliki unta merah” (H.R. Bukhori)

    Dari hadist ini kita dapat mengetahui tentang ajakan memeluk agama islam

    dan apa saja yang menjadi hak hak allah di dalamnya allah menggajarkan tentang

    bagaimana agama islam itu benar benar baik dan allah memberikan petunjuk di dalam

    kitab allah sendiri, dan disini juga di jelaskan petunjuk itu lebih baik dari pada

    memiliki unta merah hal ini bisa di artikan bahwa petunjuk atau hidayah itu lebih

    berharga daripada harta.

    3. Metode Dakwah

    ا، ْٗ ُش الَ تَُؼضِّ َٗ ٗا ٗقبه اىْجٜ صيٚ هللا ػيٞٔ ٗػيٚ آىٔ ٗصيٌ ٕٗ٘ ٝجؼث اىْبس: )َُٝضشُّ

    الَ تَُْفِّ َٗ ا ْٗ ُش ثَشِّ َٗ) َِ ْٝ ِش َؼضِّ ٍَ ا ْ٘ ٌْ تُْجَؼثُ ىَ َٗ َِ ْٝ ِش َٞضِّ ٍُ ٌْ ب ثُِؼْثتُ ََ ا، فَئَِّّ ْٗ ُش

    )سٗآ ٍضيٌ(

    “Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan jangan menyulitkan. Hendaklah kalian

    menyampaikan kabar gembira dan jangan membuat mereka lari, karena

    sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan dan bukan untuk menyulitkan.” (H.R.

    Muslim)

    Hadist ini menjelaskan kita hauslah memudahkan sesuatu hal dan jangan

    menyulitkan hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan kita yang harusnya saling

    memudahkan dan jangan saling menyulitkan begitupula dengan sesuatu yang baru

    misalnya saja berita maka kita haruslah menyampaikanya apa adanya apa itu baik

    ataupun buruk dana pa itu berita gembira ataukah buruk, karena sesuatu hal yang di

    mudahkan dan tidak menyulitkan maka itu akan menjadi sesuatu yang baik

    Hadis tersebut memerintahkan kepada umat Islam agar dalam menjalankan

    dakwahnya mengutamakan sikap lemah lembut, tutur kata yang baik, dengan

    menerapkan metode yang baik, bahasa yang mudah diterima. Tujuannya agar orang

    yang diseru tertarik, mengikuti ajakan, dan senang terhadap yang didakwahkan, agar

    mampu menyentuh hati dan dapat mengenai sasaran. Dakwah tidak diperbolehkan

    menggunakan cara yang kasar, menakut-nakuti, memaksa, atau mengancam. Cara

    dakwah yang demikian tidak menyebabkan orang yang diseru senang dan mendekat

    akan tetapi justru menjauhi, tidak mengikuti ajakan, bahkan memusuhi. Termasuk

    mengungkit kesalahan yang pernah mereka perbuat.

    Perintah Allah untuk berdakwah dengan lemah lembut bukan berarti umat

    Islam boleh bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran dan kemaksiatan. Perintah

    tersebut dimaksudkan agar dalam melaksanakan dakwah dijalankan dengan cara yang

    terbaik sebagaimana dicontohkan Nabi saw. Dalam berdakwahnya, Rasulullah

    bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mencaci maki, membenci,

    memusuhi, dan menghinanya. Namun pada akhirnya Rasulullah saw. justru disegani,

    dihormati, dan ditakuti lawan-lawannya.

  • 9

    Berdakwah diperbolehkan menggunakan cara-cara keras dan memaksa apabila

    seorang dai telah mempunyai kekuatan, baik kekuatan pangkat, jabatan, maupun

    harta. Akan tetapi hal tersebut jika ia yakin bahwa hanya dengan metode tersebut

    kemungkaran dan kemaksiatan dapat terhenti. (Maulana, 2012)

    4. Media Dakwah

    ٍغ )سٗآ َّ ٍِ ِْ َصب ٍِ َػٚ ْٗ ْجيٍَغ أَ ٍَ َؼُٔ فَُشةَّ َِ ب َص ََ ْٞئًب فَجَيََّغُٔ َم َّْب َش ٍِ َغ َِ َشأً َص ٍْ َش هللاُ ا ضَّ

    اىتشٍزٙ ػِ اثِ ٍضؼ٘د(

    ”Allah mengelokkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu

    disampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Sebab, banyak yang menyampaikan

    lebih menjadi lebih sadar daripada yang hanya mendengarkan” (H.R. At-Tirmidzi)

    Hadist ini menjelaskan tentang pentingnya menyampaikan sesuatu hal karena

    dengan menyampaikan sesuatu hal kita akan sedikit lebih banyak tahu dari pada

    hanya mendengarkan, misalnya saja ilmu kita tahu ilmu dan menyebarkannya maka

    ilmu itu seiring berjalannya waktu akan berkembang tidak mungkin akan semakin

    menyusut.

    5. Kesabaran dalam Berdakwah

    َْٞش َراَك قبه سص٘ه هللا صيٚ هللا ػيٞٔ ٗ صيٌ: ىَ َٗ ٌْٞش ُ َخ َشُٓ ُمئَّ ٍَ ُْ أَ ِِ إِ ٍِ ْؤ َُ ِش اْى ٍْ َػَججًب ِِلَ

    َُ اٌء َصجََش فَنبَ ُْ أََصبثَْتُٔ َضشَّ إِ َٗ ًْٞشا ىَُٔ َُ َخ اٌء َشَنَش فََنب ُْ أََصبثَْتُٔ َصشَّ ِِ إِ ٍِ ْؤ َُ ِِلََحٍذ إاِلَّ ىِْي

    ًْٞشا ىَُٔ )سٗآ ٍض يٌ(َخ

    “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin, semua urusannya itu baik baginya,

    dan itu tidak lain hanya bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan dia

    bersyukur, dan itu baik baginya, dan apabila mendapat kesulitan dia bersabar dan itu

    baik baginya”(H.R. Muslim)

    Di dalam hadist ini kita dapat mengetahui bahwa urusan orang mukmin itu

    baik dan sebagai orang mukmin apabila mendapatkan sesuatu yang baik maka dia

    bersyukur dan jika itu kurang baik baginya maka dia bersabar, dari hadist ini dapat

    dikatakan bahwa belajar menerima dan bersyukur itu jauh lebih baik dari pada hanya

    memberontak.

    6. Hadits Lainnya tentang Kewajiban Berdakwah

    Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi saw. bersabda: “Sampaikan dariku walaupun

    satu ayat dan ceritakan tentang kaum Bani Israil karena yang demikian itu tiada

  • 10

    dosa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiaplah

    tempatnya di neraka (HR.Bukhari no. 3202)

    Hadis Bukhari di atas dapat dipahami sebagai perintah Nabi Saw untuk

    mendorong kaum Muslimin bergiat dalam dakwah. Paling tidak untuk saling

    mengajarkan apa yang kita pahami mengenai firman Allah kepada mereka yang

    belum tahu. Tapi sesungguhnya penyampaian itu tidaklah boleh sembarangan. Ia

    memerlukan pemahaman yang mendekati benar. Karena di ujung hadis tadi ada

    ancaman Nabi, “Siapa yang mendustakan aku secara sengaja maka bersiap-siaplah

    menduduki tempat kembalinya di neraka.” Oleh karena itu mengenai hadis Nabi saw.

    tersebut ada yang berpendapat bahwa untuk memahami walau hanya satu ayat Al

    Qur‟an haruslah sampai mendalam, sehingga dapat diketahui apa maksud yang

    dikandungnya secara lebih tepat. (Maulana. 2012).

  • 11

    BABIII

    ETIKA DAKWAH

    A. Pengertian Etika Dakwah

    Etika berasal ari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika

    berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika adalah jiwa atau

    semangat yang menyertai sutau tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh

    seseorang untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang

    lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.

    Baik dan buruk berhubungan dengan kemanusiaan dan sering dikaitkan

    dengan perasaan dan tujuan seseorang, tidak berlaku umum dan merata. Seseorang

    yang menganggap suatu perbuatan itu baik, belum tentu dianggap baik pula oleh

    orang lain, tergantung pada kebiasaan yang dipakai oleh tiap-tiap kelompok.

    Meskipun demikian, etika berlainan dengan adat, arena adat hanya memandang lahir,

    melihat tindakan yang dilakukan, sementara etika lebih memperhatikan hati dan jiwa

    orang yang melakukan dengan maksud apa dilakukan. (Syamsul Munir Amin: 2009:

    204).

    Ada yang mengatakan bahwa etika itu digerakkan dari luar, dari lingkungan

    manusia. Perundang-undangan, adat dan tekanan-tekanan dari luar membuat manusia

    itu bertindak dan berbuat sesuai dengan tekanan-tekanan itu dan dengan demikian

    terbentuklah “etika heteornom” (dari “heteros” yang berarti “bergantung” dan

    “nomos” berarti “undang-undang”). Tetapi segala tindakan itu masih karena tekanan

    dari luar, orang tidak mencuri hanya karena takut dihukum undang-undang,

    sebenarnya orang itu masih belum bernama etis. Sebab itu ada yang berpendapat

    “etika otonom” (“autos” berarti “sendiri”), harus berpangkal dari diri sndiri, tidak mau

    mencuri karena memang mencuri itu buruk dan dirasakan tidak pantas.

    Kemudian menjadi persoalan pula apakah bisikan jiwa yang

    membawatindakan etis itu (conscientia) sekaligus diberikan kepada manusia dalam

    keadaan sempurna atau berangsur-angsur berkembang atas dasar pengalaman.

    Descrates Spinoza dan lain-lain berpendapat bahwa semua itu didatangkan sekaligus.

    Descrates mengeluarkan dalil:”Cogito Ergo Sum”, (saya berpikir jadi saya ada)

    semua disangsikannya kecuali ada dirinya karena diri itu berpikir. Dengan pikiran-

    pikiran timbul perasaan-perasaan yang membawa etiket. Karena oikiran itu datangnya

    sekaligus setelah manusia dewasa tentu etika timbul dari pikiran itu datangnya juga

    sekaligus, segera setelah ada pikiran. Manusia menentukan tindakannya dengan

    kekuatan akal dirinya sendiri sejak diketahuinya apa yang baik dan yang jahat tanpa

    membutuhkan pengalaman lebih dahulu. Pendapat demikian disebut pendapat “etika

    priorisme”, atau boleh juga disebut “rationalisme”, (ratio: otak) atau “navisme”

    (natus: lahir).

    Spinoza membentangkan etikanya dengen enurunkan kodrat alam semesta.

    Manusia hidup bersusila, kalau ia hidup sesuai dengan alam dipimpin oleh hukum-

    hukum alam yng telah ada dalam “aku”nya. Semakin sempurna suatu benda semakin

    nyatalah dia dan orang lalu bertindak lebih banyak (sibuk) dan dengan demikian lalu

    ia sedikit menderita (kalau orang mau sempurna bertindaklah dengan sibuk, karena

    sibuk tidak akan menderita). Selanjutnya menjelaskan:

    “kita seibuk bila kita menjadi sebab dari apa yang terjadi diluar kita,

    sebaliknya kita menderita bila kita menjadi sebab atau hanya sebagian menjadi sebab.

  • 12

    Roh manusia itu sibuk, jadi gembira, bila mempunyai tanggapan yang benar dan

    sempurna, segala penderitaan sebenarnya disebabkan tanggapan yang kacau dan tidak

    sempurna, tanggapan-tanggapan yang kacau inilah yang menimbulkan hawa nafsu

    dalam “aku” kita. Manusia demikian bukan lagi”Tuan” dari dirinya sedniri, tetapi

    telah takluk dan diperbudak oleh keadaan dan demikian terikat kepadanya sehingga ia

    “terpaksa” menempuh jalan yang salah. Yang “baik” ialah kita ketahui secara pasti

    sesuatu itu “berguna” kepada kita. Yang “jahat” yang kita ketahui secraa pasti

    “merintangi” kita memperoleh sesuatu yang baik. ( Toha Yahya Umar,2004: 93-95).

    B. Dakwah Dilakukan Dengan Bijaksana Adapun yang dimaksud dengan cara bijaksana adalah menyampaikan pesan-

    pesan dakwah sesuai dengan situasi dan kondisi yang menyenangkan serta tidak

    menimbulkan sesutau yang meresahkan.

    Pengertian bijasana ini meliputi:

    1. Tidak menggunakan kekerasan

    ىِلَ ْ٘ ِْ َح ٍِ ٘ا ّْفَضُّ ْٞظَ اْىقَْيِت اَل َْْت فَظًّب َغيِ ُم ْ٘ ىَ َٗ

    Dan jika engkau keras dan kejam, maka mereka berlari menjauhi. (QS.Ali Imran

    159)

    2. Tidak dengan cara membuka aib seseorang di depan umum.

    ٌْ ثَْؼًضب اَلََٝغتْت ثَّْؼُضُن َٗ

    Dan janganlah sebagian kamu membeberkan aib (menggunjing) sebagian yang

    lain. (QS. Al-Hujarat 12)

    3. Tidak bersifat memaksa.

    ِِ ْٝ اِْمَشآَ فِٚ اىذِّ َٟ

    Tidak ada paksaan dalam agama. (QS. Al-Baqarah 256)

    4. Tidak mengandung perpecahan.

    اَلتَ َٗ ًْٞؼب َِ ا ثَِحْجِو هللاِ َج ْ٘ َُ اْػتَِص اَٗ ْ٘ قُ فَشَّ

    Hendaklah kamu berpegang teguh dengan agama Allah, dan janganlah kamu

    berpecah belah. (QS.Ali imran 103)

    5. Tidak menimbulkan keresahan. Dakwah merupakan peyejuk hati, penawar duka, membawa ketenangan, dan

    kedamaian.

    ا اِىَٚ َداِسا ْ٘ هللاُ َْٝذُػ َٗ ٌِ يَ ىضَّ

    Dan Allah menyeru ke jalan kedamaian. (QS. Yunus 25)

    6. Tidak bersifat konfrontatif. Sebab pengalaman mengajarkan keberhasilan dakwah lebih banyak ditentukan

    oleh sikap persahabatan dari pada konfrontatif.

    7. Menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Sebab hal ini sudah dicontohkan oleh Rosulullah ketika di Madinah. Dimana

    orang-orang kafir dzimmi yang terdiri dari Yahudi, Nasrani, hidup dengan tenang

    dan damai di bawah pemerintahan Islam.

    ِِ ْٝ َٚ ِد ىِ َٗ ٌْ ُُْْٝن ٌْ ِد ىَُن

    Bagi kamu agama kamu, dan bagiku agamaku. (QS. Yunus 25)

    8. Tidak berdifat menghina. Berdakwah tidak diperbolehkan saling menghina, sebab yang dihina itu belum

    tentu lebih jelek dari yang menghina. Sebagaimana Firman Allah:

    ًٍ ْ٘ ِْ قَ ٍِ ًٌ ْ٘ أاَلَْٝضَخْشقَ ْ٘ ُْ ٍَ َِ َءا ْٝ َباىَِّز َٝآُُّٖٝ

  • 13

    Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum (golongan) menghina

    kaum yang lain. (QS. Al-Hujurat 11)

    9. Tidak menggunakan kata-kata yang kotor. Berdakwah atau memberikan ceramah hendaklah menghindari kalimat atau kata-

    kata yang kotor yang akan mengundang jamaah untuk tidak simpatik, sebab yng

    demikian itu akan mengurangi kharisma dan wibawa.

    C. Juru Dakwah Harus Saling Menghormati Realitas dilapangan sering terjadinya benturan sesama juru dakwah terutama

    sekali mengenai isi ceramah dan fatwa. Perbedaan pendapat memng sulit untuk

    dihilangkan, tetapi minimal volumenya dapat diperkecil. Dalam hal ini ada beberapa

    hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.

    a. Seorang da‟i yang keliru dalam memberikan fatwa, maka janganlah dibeberkan di depan jamaah. Terlebih lagi da‟i yang bersangkutan ada ditempat tersebut. Sebab

    dengan cara yang demikian itu sama dengan membuka kesalahan orang lain.

    Tetapi sampaikanlah kepada yang bersangkutan dengan cara bijaksana.

    b. Dalam suatu forum pengajian da‟inya terdiri dari beberapa orang, hendaklah satu dengan yang lain saling menghormati atau menjunjung tinggi. Dengan kata lain,

    jangan sampai menimbulkan kesan kepada jamaah semacam kompetisi, sehingga

    satu dengan yang lain saling menjatuhkan.

    c. Sesama da‟i hendaklah saling menjaga nama baik teman seprofesinya. Setidaknya, jangan sampai ikut menimpali ketika orang lain membicarakan kejelekan. (Samsul

    Munir Amin,2009: 236-239).

    D. Bentuk-Bentuk Etika Dakwah Beberapa etika dakwah yang hendaknya dilakukan oleh para juru dakwah

    dalam melakukan dakwahnya antara lain sebagai berikut:

    1. Sopan Sopan berhubungan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku secara umum

    dalam tiap kelompok. Suatu pekerjaan dianggap tidak sopan, tatkala dengan

    norma-norma yang berlaku disuatu komunitas.

    Standar atau ukuran suatu kesopanan bagi masing-masing komunitas tidak

    sama. Masing-masing memiliki standar sendiri, akan tetapi aturan yang berlaku

    umum dapat dijadikan rujukan dalam menentukan suatu standar kesopanan.

    Kesopanan harus kita pelihara dalam perbuatan dan pembicaraan. Sesuatu

    yang kita lahirkan di dalam dan di luar pembicaraan, cara mengenakan pakaiaan,

    dan bentuk serta model pakaian, haru dijaga serapi mungkin, sehingga tidak

    melanggar norma-norma tertentu dan tidak membosankan. Gerak-gerak yang tetap

    dan berulang-ulang akan membosankan bagi penerima dakwah. Sekali-kali seorang

    da‟i harus berlainan dalam melakukan gerak-gerik, seperti memandang ke dapan,

    ke kiri, ke kanan atau ke belakang dalam batas-batas kesopanan dengan tetap

    memperhatikan respons dari pembicaraan yang diucapkan. Cara berpakaian dan

    bentuk pakaian yang dikenakan harus dijaga sebaik mungkin, tidak mencolok, dan

    tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Yang perlu diingat

    oleh da‟i adalah ia bertindak sebagai mubaligh yaitu penyampaian ajaran

    kebenaran islam atau, bukan sebagai peragawan atau peragawati ataupun model.

    Karena itu kesopanan dan kepantasan menjadi hal yang harus dipertimbangkan

    oleh da‟i dalam melakukan aktivitas dakwahnya.

    Cara berpakaian dan cara berbuat yang meskipun bertentangan dengan

    kebiasaan masyarakat, tetapi masih dapat diterima kehadirannya, dalam unsur

  • 14

    propaganda yang disebut “Flain fleks device”, yaitu berbuat yang sebagai biasa

    dilakukakan oleh rakyat biasa. Umpamanya seorang da‟i mengenakan sarung dan

    berpeci dalam suatu acara umum. Akan tetapi, hal-hal itu dilakukan dalam batas-

    batas tertentu, sehingga berpakaian kepada pakaiaan tidak boleh lebih besar dari

    pada perhatian terhadap isi ceramah da‟i atau mubaligh tersebut.

    Tindakan dan sikap yang dilakukan oleh da‟i juga harus sejalan dengan

    pembicaraan yang disampaikan. Pembicaraan yang disampaikan haruslah benar,

    tidak menyampaikan berita bohong dan memutarbalikkan keadaan yang

    sebenarnya. Dalam istilah propaganda disebut “card stancking device”, yaitu

    tindakan dan sikap yang dilakukan sejalan dengan pembicaraan yang disampaikan,

    tidak mengada-ada bahkan menyampaikan berita bohong ataupun

    memutarbalikkan kenyataan.

    2. Jujur Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da‟i menyampaikan

    sesuatu informasi dengan jujur. Terutama dalam mengemukakan dalil-dalil

    pembuktian. Kemahiran dalam menggunakan kata-kata mungkin dapat

    memutarbalikkan persoalan yang sebenarnya, jadi da‟i harus menyampaikan

    sesuatu yang keluar dari lisannya dengan landasan kejujuran dan faktual. Seorang

    da‟i tidak boleh berbohong apalagi sengaja berbohong dalam suatu tema atau topik

    pembicaraan. Akibat berbohong akan fatal akibatnya dan dapat merendahkan

    reputasi dari da‟i sendiri, apalagi yang disampaikan adalah ajaran-ajaran

    kegamaan.

    Dalam menyampaikan berita, umpamannya dimedia massa atau surat kabar,

    dapat terjadi hal-hal yang melanggar etika kejujuran ini, misalnya dalam:

    a. Pencorakan media (colorization of news). Untuk menceritakan sesutau kejadia pencurian misalnya, dapat saja diberikan dalam kalimat yang bermacam-

    macam, dari membenci pencurian itu sampai pada menyukai pencurian

    tersebut. Dapat pula diselipkan di dalamnya pujian, kritik, atau cacian kepada

    pihak yang berwajib, tergantung pada kalimat yang dipergunakan. Bahkan

    berita dalam kalimat yang sama dapat pula mempunyai kesan yang berlainan

    bagi pembacanya, hanya karena berlainan tempatnya, di lembar tertentu,

    berdekatan dengan berita lain, dicetak dengan huruf tebal, di antara tanda petik

    dan sebagainya. Smua hal itu dapat menimbulkan kesan yang “lain” itu

    disebutkan dengan colorizaton of news.

    b. Spekulasi (speculation), yaitu tidak menceritakan semua berita, hanya memilih berita yang menguntungkan kelompok saja, sedang berita yang dapat

    merugikan tidak dimuat. Sebenarnya idak pernah semua kejadian dimuat di

    surat kabar, dan surat kabar tidak selalu menggambarkan kejadian yang

    sebenarnya dalam arti sedetail-detailnya. Surat kabar hanya selalu meuat

    kejadian-kejadian yang dianggap aktual, hangat, yang menarik perhatian

    karena jarang atau tidak pernah terjadi. Tetapi tetapi titik berat pemilihan

    berita ditentukanoleh manfaatnya untuk kepentingan umum, bukan untuk

    kepentingan sendiri. Tidak menyiarkan berita yang dianggap dapat membuat

    keresahan umum atau melanggar kepentingan dan ketentraman umum, masih

    dianggap dalam batas-batas kejujuran dan kesopanan jurnalistik. (Toha Yahya

    Omar,2004: 97-98).

  • 15

    3. Tidak Menghasut Seorang da‟i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, ia tidak boleh menghasut

    apalagi memefitnah, baik kepda pribdi lain maupun kepada kelompok lain yang

    berselisih faham. Karena jika itu dilakukan, yang bigung dan resah adalah

    masyarakat pendengar sebagai objek dakwah.masyarakat akanmerasa bingung

    penapat da‟i yang mana yan benar dan harus diikuti. Jika memang ada pendapat

    yang bertentangan antara da‟i yang satu dengan da‟i yang lain seharusnya

    disampaikan dengan cara-cara bijaksana dan muluruskan pendapat yang keliru

    tersebut. Sehingga dengan cara-cara bijaksana tersebut, pelurusan terhadap suatu

    tema akan terasa mendamaikan masalah, bukan malah sebaliknya mnenimbulkan

    masalah.

    Adapun yang perlu diingat oleh da‟i adalah bahwa dalam melakukan tugas

    dakwahnya itu, ia harus menyampaikan kebenaran bukan harus menghasut.

    Menyampakan kebenaran tidak harus disampaikan dengan mengahasut

    ataubahkan melakukan provokasi. Tindakan ini sebenarnya tidak cocok dilakukan

    oleh seorang da‟i. Apalagi ikaperselisihan pendapat itu masih dalam tema

    khilafiyah (perselisihan faham) yang buka prinsip dalam agama.

    Akan tetapi, jika yang disampaikan adalah masalah penegakaan kebenaran

    secara hak, maka hendaklah da‟i menyampaikan kebenaran tersebut walau pahit

    sekalipun. Sebagaimana disamapaikan oleh Nabi SAW, bahwa, ”Sampaikanlah

    kebenaran walau pahit sekalipun.” (Al-Hadis).

  • 16

    BAB IV

    METODE DAN STRATEGI DAKWAH

    Dalam tugas penyampaian dakwah Islamiyah, seorang da‟I sebagai subjek dakwah

    memerlukan seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam bidang metode dan strategi

    dakwah. Dengan mengetahui metode dakwah, penyampaian dakwah dapat mengena

    sasaran, dan dakwah dapat diterima oleh mad‟u (objek) dengan mudah karena

    penggunaan metode yang tepat sasaran. Sementara, dengan mengetahui strategi dakwah

    maka akan mempermudah kita untuk menyampaikan dakwah kepada mad‟u dengan

    tehnik yang sesuai dengan sasaran.

    A. Metode Dakwah

    1. Pengertian Metode Dakwah

    Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan

    “hodos” (jalan,cara). Ada juga yang mengatakan bahwa, metode berasal dari bahasa

    Yunani metodos yang artinya cara atau jalan. Jadi, metode dakwah adalah jalan atau

    cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.

    Metode dakwah adalah cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i kepada

    mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.(2011: 243)

    Seorang da‟i harus jeli dan bijak dalam memilih metode, karena metode sangat

    mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah. Metode yang tidak benar,

    meskipun materi yang disampaikan baik, maka pesan baik tersebut bisa saja ditolak

    oleh mad‟u.

    2. Metode Dakwah dalam al-Qur’an

    Landasan umum mengenai metode dakwah adalah Q.S. An-Nahl 125:

    َُّ َسثََّل ُِ إِ َٜ أَْحَض ِٕ َجبِدْىٌُٖ ثِبىَّتِٜ َٗ ِػظَِة اْىَحَضَِْة ْ٘ ََ اْى َٗ ِة ََ اْدُع إِىِٚ َصجِِٞو َسثَِّل ثِبْىِحْن

    َِ ْٖتَِذٝ َُ ٌُ ثِبْى َ٘ أَْػيَ ُٕ َٗ ِٔ ِ َضوَّ َػِ َصجِٞيِ ََ ٌُ ثِ أَْػيَ َ٘ ُٕ

    “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan

    bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

    mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

    orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)

    Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat. Kerangka dasar tentang

    metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut adalah:

    a. Bil hikmah

    Kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu

    pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan

  • 17

    apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan,

    konflik, maupun rasa tertekan. Dalam bahasa komunikasi disebut sebagai frame

    of reference, field of reference, dan field of experience, yaitu situasi total yang

    mempengaruhi sikap pihak komunikan (objek dakwah).

    Menurut syekh nawawi al bantani, dalam tafsir al-munir bahwa al-hikmah

    adalah “dalil-dalil (argumentasi) yang qath‟i dan berfaedah bagi kaidah-kaidah

    keyakinan.

    Metode hikmah dalam kegiatan dakwah muncul berbagai bentuk, seperti

    mengenal strata mad‟u, kapan harus bicara dan kapan harus diam, mencari titik

    temu, toleran tanpa kehilangan sibghah, memilih kata yang tepat, cara berpisah,

    uswatun hasanah, dan lisan al-hal, atau komunikasi yang benar dan menyentuh

    jiwa. Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da‟i dalam memilih dan

    menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad‟u.

    Dakwah dengan metode ini adalah dakwah melalui ilmu pengetahuan,

    kecakapan memilih materi dakwah yang sesuai dengan kemampuan mad‟u,

    pandai memilih bahasa sehingga mad‟u tidak merasa berat dalam menerima

    Islam. (2011: 9)

    Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleg seorang da‟i dalam

    berdakwah. Karena dengan hikmah ini akan berakhir kebijaksanaan dalam

    menerapkan langkah dakwah, baik secara metodologis maupun praktis. oleh

    karena itu, hikmah memiliki multidefinisi tergantung dari sisi mana melihatnya.

    (2011: 250)

    b. Mauidhah hasanah

    Mau‟izah hasanah atau nasihat yang baik, maksudnya adalah memberikan

    nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu petunjuk-petunjuk ke arah

    kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan di hati, menyentuh

    perasaan, lurus di pikiran, menghindari sikap kasar, dan tidak mencari atau

    menyebut kesalahan audiens sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan

    atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek

    dakwah. Jadi, dakwah itu bukan propaganda.

    Menurut A. Karni, metode ini dapat dikelompokkan menjadi, pertama,

    mau‟idzah itu lebih dekat sebagai dalil, kedua, berkaitan dengan kepuasan hati

    dan jiwa. Maka mau‟idzoh adalah pelajaran yang disampaikan dengan dalil-dalil

    atau argumentasi-argumentasi yang tepat dan dapat memuaskan sasaran dakwah

    yang dihadapi, sehingga jiwanya menjadi tenang. (2011: 10)

    Mau‟idzah hasanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:

    1) Nasihat atau petuah

    2) Bimbingan, pengajaran. (pendidikan)

    3) Kisah-kisah

    4) Kabar gembira dan peringatan.

    5) Wasiat (pesan positif) (2011: 252)

  • 18

    Seorang da‟i sebagai subjek dakwah harus mampu menyesuaikan dan

    mengarahkan pesan dakwahnya sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup

    pengalaman dari objek dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk

    mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran islam ke dalam kehidupan pribadi atau

    masyarakat dapat terwujud.

    c. Mujadalah

    Mujadalah adalah berdiskusi dengan cara yang baik dari cara-cara berdiskusi

    yang ada. Dakwah dengan metode ini adalah dakwah dengan cara debat terbuka,

    argumentative dan jawaban dapat memuaskan masyrakat luas.

    Menurut M. Quraish Shihab mujadalahterdiri dari tiga macam. Pertama, jidal

    buruk yakni “yang disampaikan dengan kasar, yang mengundang kemarahan

    lawan, serta yang menggunakan dalih-dalih yang tidak benar.” Kedua, jidal baik

    yakni “yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau dalih

    walau hanya yang diakui oleh lawan.” Ketiga, jidal terbaik yakni “yang

    disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar lagi membungkam

    lawan.”

    3. Macam-Macam Metode Dakwah

    Di dalam berdakwah ada beberapa metode dakwah yang biasa digunakan yaitu

    diantaranya sebagai berikut:

    a. Metode ceramah

    Metode ini adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan

    keterangan, petunjuk, pengertian dan penjelasan tentang sesuatu kepada mad‟u

    dengan menggunakan lisan. Metode ini harus diimbangi dengan kepandaian

    khusus tentang retorika, diskusi, dan faktor-faktor lain yang membuat mad‟u

    merasa simpatik dengan ceramahnya.

    b. Metode tanya jawab

    Adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya jawab untuk

    mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami

    atau menguasai matei dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian

    mad‟u. Tanya jawab sebagai salah satu metode cukup dipandang efektif apabila

    ditempatkan dalam usaha dakwah, karena objek dakwah dapat mengajukan

    pertanyaan-pertanyaan yang belum dikuasai oleh mad‟u sehingga akan terjadi

    hubungan timbal balik antara subjek dan objek dakwah.

    c. Metode diskusi

    Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran fikiran (gagasan, pendapat, dan

    sebagainya)antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu

    yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran.

    Dakwah dengan metode ini dapat memberikan peluang peserta diskusi untuk ikut

    memberi sumbangan pemikiran terhadap suatu masalah dalam materi dakwah.

  • 19

    Melalui metode ini juga, da‟i dapat mengembangkan kualitas mental dan

    pengetahuan agama para peserta dan dapat memperluas pandangan tentang materi

    dakwah yang didiskusikan. Metode ini juga dapat menjadikan peserta terlatih

    menggunakan pendapat secara tepat dan benar tentang materi dakwah yang

    didiskusikan, dan mereka akan terlatih berfikir secara kreatif dan logis (analisis)

    dan objektif.

    d. Metode propaganda.

    Suatu upaya untuk menyiarkan islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk

    massa secara masal, persuasive, dan bersifat otoritatif (paksaan).

    Pelaksanaan dakwah dengan metode ini, dapat digunakan melalui berbagai

    media, baik auditif, visual, maupun audio visual. Kegiatannya dapat disalurkan

    melalui pengajian akbar, pertunjukan seni hiburan, pamphlet, dan lain-lain.

    Dakwah dengan menggunakan metode ini akan dapat menyadarkan orang dengan

    cara bujukan (persuasive), beramai-ramai (massal), luwes (fleksibel), cepat

    (agresif), dan retorik. Usaha tersebut dalam rangka menggerakkan emosi orang

    agar mereka mencintai, memeluk, membela, dan memperjuangkan agama islam

    dalam masyarakat.

    e. Metode keteladanan

    Dakwah menggunakan metode keteladanan atau demonstrasi berarti suatu cara

    penyajian dakwah dengan memberikan keteladanan langsung sehingga mad‟u

    akan tertarik untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkan.

    Metode ini dapat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, cara

    bergaul, cara beribadah, berumah tangga, dan segala aspek kehidupan manusia.

    f. Metode drama

    Suatu cara menjajakan materi dakwah dengan mempertunjukkan dan

    mempertontonkan kepada mad‟u agar dakwah dapat tercapai sesuai dengan

    target. Dalam metode ini, materi dakwah disuguhkan dalam bentuk drama yang

    dimainkan oleh para seniman yang berprofesi sebagai da‟i atau da‟i yang

    berprofesi sebagai seniman. Dakwah dengan metode ini terkenal sebagai

    pertunjukan khusus untuk kepentingan dakwah.

    g. Metode silaturrahim

    Dakwah menggunakan metode home visit yaitu dakwah yang dilakukan dengan

    mengadakan kunjungan kepada objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi

    dakwah kepada penerima dakwah.

    Dakwah dengan metode ini dapat dilakukan melalui silaturahim, menengok orang

    sakit, ta‟ziyah, dan lain-lain. Dengan cara seperti ini, manfaatnya cukup besar

    dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Metode home visit dimaksudkan agar

    da‟i dapat memahami dan membantu meringankan beban moral yang menekan

    jiwa mad‟u. da‟i juga dapat mengetahui secara dekat kondisi mad‟u dan dapat

    meringankan kesulitan mad‟u. Dari uraian metode dakwah di atas, maka metode

    itu sendiri dapat bersumber dari: Al-Qur‟an, Sunnah Rasul,Sejarah hidup sahabat

    dan pengalaman (2011: 255).

  • 20

    C. Strategi Dakwah Islam

    1. Asas dalam Strategi Dakwah Islam

    Strategi dakwah artinya metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam

    aktivitas (kegiatan) dakwah. Untuk mencapai keberhasilan dakwah Islam secara

    maksimal, maka diperlukan berbagai faktor penunjang, diantaranya adalah strategi

    dakwah yang tepat sehingga dakwah Islam mengena sasaran.

    Strategi yang digunakan dalam usaha dakwah haruslah memperhatikan beberapa asas

    dakwah, diantaranya adalah:

    1. Asas filosofi: Asas ini membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan

    tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah.

    2. Asas kemampuan dan keahlian da‟I (Achievement and professionalis): Asas ini

    mentangkut pembahasan mengenai kemampuan dan profesionalisme da‟I sebagai

    subjek dakwah.

    3. Asas sosiologis: Asas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan

    situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat,

    mayoritas agama di suatu daerah, filosofi sasaran dakwah, sosiokultural sasaran

    dakwah dan sebagainya.

    4. Asas psikologis: asas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan

    kejiwaan manusia. Seorang da‟I adalah manusia, begitu pula sasaran dakwahnya

    yang memiliki karakter unik dan berbeda satu sama lain. Pertimbangan-

    pertimbangan masalah psikologis harus diperhatikan dalam proses pelaksanaan

    dakwah.

    5. Asas efektivitas dan efisiensi: Maksud asas ini adalah di dalam aktivitas dakwah

    harus diusahakan keseimbangan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang

    dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya. Sehingga hasilnya dapat maksimal.

    Dengan mempertimbangkan asas-asas di atas, seorang da‟I hanya butuh

    memformulasikan dan menerapkan strategi dakwah yang sesuai dengan kondisi mad‟u

    sebagai objek dakwah.

    2. Strategi Pendekatan Dakwah

    Agar dalam berdakwah bisa diterima dengan baik maka diperlukan strategi

    pendekatan dakwah yang secara global disebutkan dalam al-Qur‟an dalam Q.S. An-Nahl

    (16): 125.

    “Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan jalan hikmah (bijaksana) dan ajaran-ajaran

    (nasihat-nasihat) yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan cara yang baik.

    Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya,

    dan lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk”

    Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat diatas, jelas ada tiga strategi yang biasa

    dilakukan untuk melaksanakan dakwah, yaitu:

  • 21

    a. Hikmah (dengan kebijaksanaan);

    b. Mau‟izhah Hasanah (Nasihat-nasihat yang baik);

    c. Mujadalah bil latii hiya ahsan (Diskusi dengan cara yang baik).

    Menurut Ali Mustafa Yakub, strategi pendekatan dakwah yang dilakukan oleh Nabi

    Muhammad SAW setidak-tidaknya ada enam, yaitu

    1. Pendekatan personal (Manhaj As-Sirri)

    2. Pendidikan pendidikan (Manhaj At-Ta‟lim)

    3. Pendekatan penawaran (Manhaj Al-„ardh)

    4. Pendekatan misi (Manhaj Al-Bi‟tsah)

    5. Pendekatan korespondesi (Manhaj Al-Mukatabah)

    6. Pendekatn diskusi (Manhaj Al-Mujadalah)

    Selain beberapa strategi pendekatan di atas, secara umum ada dua strategi pendekatan

    dakwah lain yang dapat dilakukan, yaitu:

    1. Pendekatan Struktural

    Yaitu pengembangan dakwah dapat melalui jalur structural formal misalnya

    melalui pemerintahan. Hal ini yang pernah ditempuh oleh Prof. Dr. H. Amien

    Rais, dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

    2. Pendekatan Kultural

    Yaitu pengembangan dakwah melalui jalur kultural nonformal, misalnya

    melalui pengembangan masyarakat, kebudayaan, sosial, dan bentuk nonformal

    lainnya. Hal ini pernah dikembangkan oleh KH.Abdurrahman Wahid dengan

    Nhdlatul Ulama (NU).

    C. Langkah Strategi Dakwah di Masa Depan

    Masa depan dakwah tergantung pada para penganjur dakwah itu sendiri dalam

    menerapkan strategi bagaimana melakukan aktivitas dakwah kepada masyarakat.

    Adapun untuk menghadapi era dakwah ke depan, ada tiga hal utama yang harus

    dilakukan.

    Pertama, pembinaan kader harus dilakukan dengan baik, harus ditanamkan keimanan

    yang mendalam, pemahaman yang juga baik dan cermat tentang keislaman, lingkungan,

    konsep-konsep apa saja yang perlu diketahui dan sebagainya. Kemudian mempunyai

    amal yang berkesinambungan serta keterikatan dalam tim kerja yang baik. Pembinaan

    kader ini tidak dapat ditawar-tawar, karena mereka para da‟I mempunyai tugas qiyadah

    al-ummah (memimpin umat), menerapi dan mengobati penyakit masyarakat.

    Kedua, pemerataan dakwah ke masyarakat dan penumbuh basis-basis social. Apa saja

    yang dapat menyentuh masyrakat akan berhadapan dengan kekuatan masyrakat itu.

    Terbentuknya basis social, akan menjadi teman utama bagi para kader dakwah nantinya.

    Sebab kader-kader itu sendiri dibesarkan dari mereka dan harus kembali kepada mereka.

  • 22

    Basis sosial tadi akan menopang para da‟I dengan simpati, dukungan, dan

    pengorbanannya. Minimal mereka memahami secara umum garis perjalanan dakwah dan

    arahnya. Mereka tau para kader dakwah ini mempunyai cita-cita dan tujuan yang baik.

    Tidak adanya basis sosial ini menyebabkan masalah besar, yaitu banyak gagasan-

    gagasan kader yang tidak dipahami masyrakat, dan sebaliknya banyak masyrakat yang

    justru banyak mendukung sesuatu yang tidak patut didukung hanya karena symbol-

    simbol, pengaruh-pengaruh, dan opini-opini yang berhasil di buat oleh kelompok yang

    ingin memanipulasi, memanfaatkan, dan mengeksploitasi suara mayoritas.

    Ketiga, berjalannya proses pencetakan dan penyebaran opini umum, apa yang disebut

    siyarah ila al-amal al-Islami. Suatu pembentukan opini umum yang Islami diarahkan

    tepat kepada penerimaan dengan sadar akan institusi umat sebab umat ini baru menjadi

    wacana „kata‟ belum menjadi sense bagi masyarakat.dakwah harus diarahkan pada

    bagaimana mengenal dan dakwah memahami umat, kemauan untuk saling memahami

    (Tafahum Al-Ummat Al-Iskamiyah). Bahkan tidak hanya memahami, tetapi juga taqabbul

    (menerima) institusinya. Walaupun institusinya belum terbangun, tetapi keberadaan apa

    yang disebut umat itu mereka pahami.

    Penerapan stratedi dakwah yang sesuai dengan kondisi mad‟u sebagai objek dakwah,

    akan menghasilkan dakwah yang tepat. Dimana nantinya akan dengan mudah diterima

    oleh masyrakat sebagai objek dakwah. Para walisongo di Jawa misalnya. Karena dakwah

    sifatnya kompleks dan multidimensi maka diperlukan pengamatan yang jeli oleh pelaku

    dakwah untuk dapat menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi mad‟u. dengan

    demikian, aktualisasi dan elaborasi nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat akan berhasil

    dengan baik.

    Tugas kewajiban dakwah Islam dalam Sejarah Islam, bukan suatu yang dipikirkan

    sambil lalu saja, melainkan sesuatu yang sejak semula diwajibkan bagi pengikut-

    pengikut Islam. Kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim sesuai dengan kadar

    kemampuannya.

    Di samping itu, para pejuang Islam telah mengembangkan dakwah Islam kepada

    masyarakat dengan bijaksana dan dengan ketekunan yang tinggi. Buckle dalam

    Miscellaneous and Posthumous menilai bahwa “The Mohammedan missionaries are

    very judicious” (Para muballigh Islam itu sangat bijaksana). Oleh karena itu, jejak para

    juru dakwah yang telah menerapkan strategi dakwah dengan tepat itu, patut ditiru oleh

    para pengemban dakwah Islam sehingga tugas dakwah harus dikembangkan melalui

    berbagai strategi pendekatan.

    Bahwa tugas dakwah adalah tugas suci yang terpuji dan ini harus dikembangkan oleh

    setiap yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim. (Q.S Fushshilat (41):33)

  • 23

    BAB V

    BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KLASIK

    A. Biografi dan Penyebaran Islam Pada Zaman Nabi Muhammad SAW.

    1. Biografi

    Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam cabang keluarga Hasyim dari

    keluarga besar suku Quraisy, yang berkuasa pada awal abad ke 7 di mekkah, yaitu

    pusat perdagangan besar di Arabia.( Annemarie sehimmel.1985. Diterjemahan

    Rahmani Astuti Dan Elyas Hasan.1991. Dan Muhammad Adalah Utusan Allah. Hal

    21-22 ).

    Sejak kelahirannya, Muhammad diserahkan dalam perlindungan kakeknya, „

    Abdul Muthalib‟, yang meninggal kira-kira dua tahun setelah wafat ibunya, Aminah.

    Anak yatim yang masih kecil itu selanjutnya dipercayakan kepada pamannya, Abu

    Thalib. Ketika Muhammad telah mencapai umur kira-kira 25 tahun, wanita yang

    menjadi pemodalnya Khatijah menjadi istrinya karena terkesan akan kejujuran dan

    ketulusan Muhammad. ( Annemarie sehimmel.1985. Diterjemahan Rahmani Astuti

    Dan Elyas Hasan. Hal 23-24 ).

    Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi Nabi oleh Allah SWT. Ia

    mewahyukan kepada Muhammad berupa al-Quran yang seluruh manusia dan jin

    tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para

    nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya.

    Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut pendapat

    masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah.

    Bukti Kenabian Rasulullah saw. Secara global, kenabian seorang nabi dapat

    diketahui melalui tiga jalan:

    a. Pengakuan sebagai Nabi.

    Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengakui dirinya

    sebagai Nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan

    berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu

    mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali

    di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu.

    b. Kelayakan menjadi nabi.

    Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku dirinya menjadi nabi harus

    memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus

    orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala

  • 24

    karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw.

    Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat

    sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap

    karakterisitik yang buruk.

    c. Mukjizat.

    Sebagai seorang Nabi, beliau dikaruniai banyak mukjizat diantarany yang

    terbesar adalah al-Quranul Kariim.

    2. Dakwah pada Masa Rasulullah SAW

    Setelah Muhammad SAW menerima wahyu pertama ( 16 Agustus 610

    M ). Sebagai lambang hari pelantikannya menjadi rasul, yang sekaligus

    menjadi kepala Negara, maka beliau menjalankan dakwah islamiah secara

    diam-diam sebagai langkah pertama mempersiapkan suatu umat Islam.

    Untuk menghadapi perjuangan yang berat maka pada taraf pertama

    rasull melakukan persiapan dalam bidang mental dan moral ( rohani dan

    akhlak ), dimana beliau mengajak manusia untuk mengesakan Allah,

    mensucikan, membersikan jiwa dan hati. (Agus Hermawan, 2015:24)

    B. Biografi dan Dakwah pada Masa Khulafaurrsyidiin

    1. Abu Bakar As-Sidiq

    Abu Bakar As-Shiddiq adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam

    (assabiqunal awwalun), sahabat Rasullullah Saw., dan juga khalifah pertama yang

    dibaiat (ditunjuk) oleh umat Islam. Beliau lahir bersamaan dengan tahun kelahiran

    Nabi Muhammad Saw.pada 572 Masehi di Mekah, berasal dari keturunan Bani Taim,

    suku Quraisy. Nama aslinya adalah Abdullah ibni Abi Quhaafah.

    Berdasarkan keterangan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang

    pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai

    sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana

    kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat

    anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit dipercaya bahwa

    Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal

    dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraisy lain pada

    mengikutinya (memeluk Islam).

    Abu Bakar berarti „ayah si gadis‟, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi

    Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka‟bah (artinya „hamba

    Ka‟bah‟), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya „hamba

    Allah‟). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu

    Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar Ash-Siddiq (yang

  • 25

    dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW pada saat Abu Bakar mempercayai

    peristiwa Isra‟ dan Mi‟raj sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar Ash-

    Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita

    Abu Bakar As-Sidiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi

    dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke Madinah pada 622 Masehi.

    Menjelang wafatnya Rasullullah, Abu Bakar ditunjuk sebagai imam shalat

    menggantikannya. Hal ini diindikasikan bahwa Abu Bakar kelak akan menggantikan

    posisi Nabi memimpin umat. Setelah wafatnya Rasullullah, maka melalui

    musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar memilih Abu Bakar sebagai khalifah

    pertama, memulai era Khulafaur Rasyidin. Meski ditentang oleh sebagian muslim

    Syiah karena menurut mereka Nabi pernah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai

    penggantinya, namun Ali bin Abi Thalib menyatakan setia dan mendukung Abu

    Bakar sebagai khalifah.

    Segera setelah menjadi khalifah, urusan Abu Bakar banyak disibukkan oleh

    pemadaman pemberontakan dan pelurusan akidah masyarakat yang melenceng setelah

    meninggalnya Nabi. Beliau memerangi Musailamah Al-Kazab (Musailamah si

    pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi

    Muhammad Saw, dan juga memungut zakat kepada suku-suku yang tidak mau

    membayarnya setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw. Mereka beranggapan

    bahwa zakat adalah suatu bentuk upeti terhadap Rasullullah. Setelah usainya

    pemberontakan dan berbagai masalah internal, beliau melanjutkan misi Nabi

    Muhammad menyiarkan syiar Islam ke seluruh dunia. Abu Bakar mengutus orang-

    orang kepercayaannya ke Bizantium dan Sassanid sebagai misi menyebarkan agama

    Islam. Khalid bin Walid yang ditunjukknya sebagai panglima perang juga sukses

    menaklukkan Irak dan Suriah dengan mudah.

    Beliau menjadi khalifah dalam jangka waktu 2 tahun. Abu Bakar meninggal

    pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah. Beliau dimakamkan di samping makam

    Rasullullah Saw. Selanjutnya posisi khalifah digantikan oleh Umar bin Khatab.

    Selama berdakwah beberapa langkah strategis yang dilakukan Abu Bakar dalam

    upaya mengembangkan dakwah islam, diantaranya adalah :

    a) Menciptakan stabilitas melalui pembinaan, pembenahan, dan penyelesaian persoalan

    intern dikalangan kaum muslimin, yakni menumpas dan meluruskan situasi anarkis

    dalam negeri yang timbul akibat pemberontakan kaum munafik dan gerakan

    penentang kewajiban zakat yang lahir dari fanatisme kesukuan, dan munculnya

    pengakuan nabi palsu.

    b) Mengalihkan perhatian pada upaya melakukan futuhat, ekspedisi ke Syiria demi

    pengembangan wilayah Islam.

    c) Merintis majelis Syura.

  • 26

    d) Upaya memelihara dan mengumpulkan ayat-ayat Al-qur‟an sebagai rujukan dasar

    dakwah

    2. Umar bin Khattab

    Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat nabi dan khalifah kedua

    setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran

    Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling

    berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.

    Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan

    nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong

    keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu

    merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana

    ia menjadi juara gulat di Mekkah.

    Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa

    itu.Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia

    juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah

    berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup

    demi menjaga kehormatan Umar.

    Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh

    Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu‟aim

    bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah

    memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.

    Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al-

    Qur‟an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya.

    Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian

    meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang

    oleh isi Al Qur‟an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

    Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering

    mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasullullah Saw.

    Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syiria.

    Setelah wafatnya Rasullullah Saw., beliau merupakan salah satu sahabat yang

    sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah

    dimakamkannya Rasullullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan

    hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.

  • 27

    Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut

    memakamkan Rasullullah.

    Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu

    penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634,

    atas wasiat Abu Bakar, Umarpun ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh

    seluruh perwakilan muslim saat itu.

    Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-

    negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian

    Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran

    sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syiria, Afrika Utara dan Armenia

    dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

    Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya

    hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat

    para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,

    tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan

    Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

    Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang

    dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang

    mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya

    digantikan oleh Utsman bin Affan.

    Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan Umar ibn Al-khattab

    diantaranya;

    a) Pembenahan manajemen dan admimistrasi kepemerintahan

    b) Pembenahan dan pembentukan pranata hukum dan sistem pengadilan

    c) Penetapan sistem kalender hijriah

    d) Memperkokoh majelis syura dan sistem konstitusi negara berdasarkan sistem teo

    demokratis

    e) Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan dibangunnya beberapa

    sarana umum, seperti irigasi pertanian, sistem keuangan negara, bait al-maal dan

    sebagainya

    f) Pembinaan masyarakat dan upaya futuhat keberbagai wilayah strategis bagi

    pengembangan dakwah

    3. Utsman bin Affan

    Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi dan juga khalifah ketiga dalam

    Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan seorang ekonom

  • 28

    yang handal serta sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya

    kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang

    berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi

    puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

    Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama

    ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu

    Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama

    masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai

    pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh

    Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, „Abu Bakar masuk

    tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau

    pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk

    engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa? Rasullullah menjawab,

    “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”

    Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena

    meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan

    kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga

    tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi

    Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman

    dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan

    Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di

    Ka‟bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

    Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana

    Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah.

    Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda,

    ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan

    sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan

    kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi

    seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada

    waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa

    pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut

    dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

    Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah

    musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah

    yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf,

    Sa‟ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya

    Abdurrahman bin Auff, Sa‟ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin

    Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara

  • 29

    masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga.Maka

    diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua,

    serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan

    Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul

    mapan dan terstruktur.

    Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-

    Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam

    yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan

    bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara

    yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria,

    Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk

    angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan

    kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.

    Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang

    tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih

    kredibel.Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga

    mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian

    dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga

    Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak,

    namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya

    wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para

    pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang

    membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal

    kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di

    Madinah.

    Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah

    Usman ibn Affan diantaranya;

    a) Mengadakan pembenahan dan menyelesaikan gerakan pembangkang, berupaya

    memelihara stabilitas wilayah yang semakin luas.

    b) Menyebarkan para cendekiawan ke wilayah-wilayah kekuasan Islam.

    c) Upaya menyeragamkan naskah mushaf Al-Qur‟an, semi keutuhan dan

    kepentingan dakwah.

    d) Mempertahankan dan memelihara sistem pemerintahan dengan memelihara

    majelis syura‟

    e) Mengadakan pembinaan dan futuhat ke wilayah Timur dan Barat.

    4. Ali bin Abi Thalib

    Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam

  • 30

    (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam

    kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah,

    Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.

    Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.

    Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian

    Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib.

    Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti

    memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.

    Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10

    tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama

    masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk

    belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan

    bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk

    membuka gudang tersebut.

    Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat

    tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya.

    Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri

    kesayangannya Fatimah az-Zahra.

    Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam

    medan perang. Bersama Dzulfikar sebutan pedangnya Ali, Ali banyak berjasa

    membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang

    Khandaq, dan Perang Khaibar.

    Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan

    diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah

    mempersiapkan Ali sebagai khalifah.Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat

    sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama.

    Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau.

    Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali

    segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya

    khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali

    harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.

    Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan

    merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai

    khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh

    Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij

    (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19

  • 31

    Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan

    tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa

    riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.

    Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga

    Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah

    kekhalifahan Kulafaur Rasyidin

    Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah Ali

    ibn Abi Thalib diantaranya;

    a) Berupaya menyelesaikan persoalan intern diantara kaum muslimin

    b) Mengadakan kompromi politis dengan elit politisi

    c) Berusaha menjadikan mesjid sebagai tempat menyelesaikan persoalan (sentral

    kegiatan)

    d) Menampilkan sosok kepemimpinan yang tidak ambisius.

    D. Dakwah Klasik pada Masa Walisanga

    1. Dakwah Memperbaiki Akhlak dengan Pendekatan Budaya

    Dewasa ini berbagai persoalan muncul karena arus modernitas dan globalisasi yang

    membuat perkembangan dunia seperti tanpa batas yang berakibat pada sisi negatifnya

    yakni terjadi penyimpangan moral dan perilaku masyarakat. Budaya semacam ini ternyata

    menjadikan proses pendangkalan kehidupan spiritual dan sosial umat manusia. Generasi

    mudanya pun sudah banyak yang terjerumus ke dalam perilaku-perilaku amoral dari

    akibat hilangnya nilai-nilai karakter, yang seharusnya menjadi pegangan dalam

    berperilaku yang sesuai dengan budi pekerti luhur. Sebagai contoh, sekarang banyak

    siswa-siswa yang berani membolos hanya karena ingin bermain game online, play

    station, atau pergi ke tempat wisata disaat jam sekolah. Selain itu sering terjadi tawuran

    antar pelajar, balapan liar sepeda motor, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi

    saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil, dan masih banyak lagi

    permasalahan yang timbul pada siswa di zaman globalisasi dan modern seperti sekarang

    ini. Dalam hal ini, pendidikan karakter mempunyai posisi penting, dengan harapan

    menjadi sebuah solusi dalam memberi pengarahan dan pengaruh positif untuk

    menanamkan dan membangun karakter mulia khususnya pada generasi muda agar lebih

    baik perilakunya di masyarakat.

    Salah satu upaya menanamkan pendidikan karakter yakni dengan media budaya.

    Karena nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai luhur yang bersumber dari budaya

    bangsa Indonesia sejak dahulu. Dalam kebudayaan itulah terdapat beragam nilai-nilai

    luhur yang akan membentuk suatu karakter yang kuat serta baik untuk dijadikan teladan.

    Kebudayaan sendiri menyangkut adanya karya sastra dan seni yang bisa dijadikan

    sebagai sumber pendidikan karakter. Secara langsung maupun tidak, dalam sebuah karya

  • 32

    banyak terkandung berbagai narasi yang berisi teladan, hikmah, nasihat, ganjaran dan

    hukuman yang berkaitan dengan pembentukan karakter (Indianto, 2015:4). Melalui karya

    sastra dan seni seseorang dapat menangkap makna dan maksud dari setiap pernyataan

    atau pementasan, yaitu berupa nilai. Sebagaimana cerita yang biasanya sarat akan nilai

    dapat menjadi sumber nilai edukatif dalam membangun karakter diri manusia.

    Di Indonesia, khususnya di Jawa, penanaman pendidikan karakter melalui karya seni

    sastra dan budaya diperkenalkan oleh walisanga, yakni sembilan wali yang berdakwah

    menyebarkan agama Islam. Salah satu wali yang paling populer bagi masyarakat Jawa

    adalah Sunan Kalijaga. Beliau banyak berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa

    khususnya daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan media kesenian. Sunan Kalijaga

    lebih populer dicitrakan sebagai “Sunannya rakyat” karena dalam berbagai cerita Sunan

    Kalijaga dikisahkan selalu dekat dengan rakyat, salah satunya memilih untuk berpakaian

    sama dengan orang awam meski ia sebenarnya berasal dari keluarga pejabat pada masa

    itu.

    Wali Sembilan atau yang lebih terkenal dengan sebutan Wali Songo adalah dewan

    wali yang beranggotakan para ulama dari berbagai disiplin ilmu yang diyakini masyarakat

    sebagai orang yang alim, abid, shaleh, wara‟ dan tentunya memiliki berbagai macam

    kelebihan spiritual atau karamah, serta berjasa di dalam menyebarkan a