Author
others
View
64
Download
8
Embed Size (px)
i
AGUS HERMAWAN,S.Pd.I,M.A
RETORIKA DAKWAH
Buku ini mengkaji tentang Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Urgensi Retorika Dakwah,
Ayat-Ayat al-Qur‟an dan Hadits tentang Dakwah, Bentuk-bentuk, Syarat dan Etika
Dakwah, Metode dan Strategi Berdakwah, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh
Dakwah Klasik, Biografi dan Komitmen Tokoh-Tokoh Dakwah Kontemporer,
Langkah-Langkah Persiapan Berdakwah, Tata Cara Khutbah jum‟ah, Idul Fitri, Idul
Adha, Ceramah Biasa, dan Praktikum Ceramah baik dalam Acara PHBN atau PHBI.
2018
ii
RETORIKA DAKWAH
Penulis
Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A
Penerbit;
Yayasan Hj.Kartini Kudus
Editor;
Erlina Wijayanti,S.Pd
Risyad Hisyam Ash-Shiddieqi
Anas Dhiyaul Haq al-Qudsi
Desain Sampul
Qaisara Rania Asy-Syabiya
Dicetak;
AN-NUUR KUDUS
Cetakan I
2018
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Swt Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. Penulis bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah
memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga buku yang berjudul “
Retorika Dakwah” dapat terselesaikan.
Materi buku ini disesuaikan dengan kurikulum hasil revisi Tahun 2017 di lingkungan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Sehingga content (isi) buku ini sangat relevan
dan sama dengan materi Silabus di IAIN Salatiga.
Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan para mahasiswa lebih terbantu untuk
memahami Seputar Retorika Dakwah meskipun sepintas kilas atau pengantarnya saja. Namun
demikian, penulis berusaha untuk menyajikan materi seringkas mungkin dengan tidak
mengurangi subtansi materi yang penting sesuai urutan Tema yang ada di dalam Silabus.
Kepada Yayasan Hj. Kartini yang telah bersedia menerbitkan buku ini dan juga
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, kami ucapkan terima kasih.
Akhirnya penulis menyadari buku sederhana ini jauh dari sempurna, maka tegur sapa untuk
penyempurnaan buku ini sangat penulis harapkan demi kesempurnaan buku ini pada terbitan
selanjutnya. Semoga buku ini memberi kemanfaatan bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Kudus, 22 Agustus 2018
Penulis
Ttd
Agus Hermawan, S.Pd.I,M.A
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
BAB I : PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN DAN URGENSI RETORIKA
DAKWAH..........................................................................................................1
BAB II : AYAT-AYAT AL-QUR‟AN DAN HADITS TENTANG DAKWAH ............5
BAB III : ETIKA DAKWAH ..........................................................................................11
BAB IV : METODE DAN STRATEGI BERDAKWAH................................................16
BAB V : BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH-TOKOH DAKWAH KLASIK.......23
BAB VI : BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KONTEMPORER..... 33
BAB VII : LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN BERDAKWAH.............................. 41
BAB VIII: TATA CARA KHUTBAH JUM‟AH, KHUTBAH IDHUL FITRI/ADHA...45
1
BAB I
PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN DAN URGENSI RETORIKA DAKWAH
Dakwah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyebaran Islam di
dunia. Setiap muslim wajib untuk berdakwah, apalagi kita sebagai mahasiswa
Fakultas Dakwah yang mana kita harus mampu menyeru kepada kebajikan dan
mencegah dalam kemungkaran, sebagaimana firman Allah swt: “Dan hendaklah
diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung”. (Q.S Ali Imran: 104)
Sebagaimana dalam berdakwah itu sendiri dibutuhkan retorika-retorika yang
dapat membuat dakwah seseorang lebih mengena, efisien dan efektif. Terutama dalam
menyosialisasikan ajaran-ajaran Islam. Maka retorika jitu harus bias dikuasai oleh
seseorang yang hendak berdakwah. Dalam kaitan antara retorika dan dakwah, di sini
pemakalah akan mencoba membahas mengenai keduanya.
A. Pengertian Retorika Dakwah
Retorika berasal dari bahasa Yunani “Rhetor” atau dalam bahasa Inggrisnya
“orator” yang berarti kemahiran dalam berbicara dihadapan umum. I Gusti Ngurah
Oka memberikan definisi retorika sebagai Ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha
untuk persiapan, kerjasama, serta kedamaian ditengah masyarakat”.
Onong Uchjana Effendi (2007:53) dalam bukunya Komunikasi Teori dan
Praktek mengatakan bahwa “Retorika atau dalam bahasa inggris rhetoric bersumber
dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu berbicara.
Sedangkan kata dakwah secara etimologi merupakan bentuk masdar
dari kata yad‟u(fi‟il mudhari‟) dan da‟a (fi‟il madli) yang artinya adalah
memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong dan memohon (Omar,
1983: 1).
Selain kata “dakwah”, al-Qur‟an juga menyebutkan kata yang memiliki
pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang
berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan.
Sedangkan pengertian dakwah menurut terminologi, menurut dari beberapa
pendapat adalah sebagai berikut:
1. Definisi dakwah yang dikemukakan oleh Syaikh Ali Mahfudz, dakwah
adalah dorongan/anjuran manusia pada kebaikan dan petunjuk, menyuruh
kepada yang ma‟ruf (yang dikenal) dan mencegah dari yang munkar untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat.
2
2. Menurut Ahmad Ghalwusy, dakwah adalah menyampaikan pesan Islam
kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan
media-media yang sesuai situasi dan kondisi mad‟u.
3. Menurut Abu Bakar Zakaria, dakwah adalah tegaknya ulama dan orang-
orang yang disinari ilmu dengan memberi pengajaran terhadap orang
banyak apa yang dilihatnya tentang persoalan-persoalan terkini maupun di
kemudian hari sesuai kemampuan.
4. Menurut Abdul Karim Zaidan, dakwah adalah ajakan kepada Allah, yakni
agama Islam (Aripudin, 2011: 3).
5. Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya
mengajak umat dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
6. Menurut Prof. Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk
menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan
substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma‟ruf nahi
munkar (Saputra, 2011: 1-2).
Dengan demikian termasuk dalam cakupan pengertian Retorika adalah: Seni
berbicara, kemahiran dan kelancaran berbicara, kemampuan memproduksi gagasan,
kemampuan mensosialisasikan ide gagasan sehingga mampu mempengaruhi khalayak
umum (audience). Dakwah itu sendiri menurut penulis adalah kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk menyeru, mengajak, dan mempengaruhi yang dilakukan oleh
Da‟i kepada Mad‟u (orang atau kelompok orang) agar menjadi baik atau lebih baik
dengan mengamalkan syariat ajaran Islam.
Dari deskripsi di atas bisa kita simpulkan bahwa Retorika Dakwah adalah
sebuah ilmu dan seni berbicara di depan umum untuk menyampaikan pesan-pesan
dakwah yang dilakukan oleh Da‟i kepada Mad‟u.
B. Fungsi dan Tujuan Retorika Dakwah
Retorika dikatakan sebagai sebuah seni dikarenakan untuk berdakwah harus
dengan cara dan strategi yang baik, benar dan jitu sehingga dakwahnya terasa indah,
menarik serta mengena. Untuk itu kemampuan merangkai kata-kata dengan maksud
agar pendengar mudah memahami, menerima dan mengikuti apa yang didakwahkan
karena merasa tertarik, indah dan ikhlas inilah yang disebut sebagai sebuah seni
dakwah.
Sebagian besar da‟i yang memiliki kemampuan beretorika atau berbicara yang
baik, tentunya sudah memilki tujuan pembicaraan sebelum memulai berbicara di
depan umum. Berbicara tanpa adanya tujuan pembicaraan terlebih dahulu maka
pembicaraan akan susah untuk dibatasi sehingga terjadi deviasi pembiasan
pembicaraan, disinilah perlunya tujuan pembicaraan meski ada yakni untuk
menghindari kesan bertele-tele dalam berbicara. Pembicaraan akan menjadi tidak
menarik jika kesannya berlebihan dan keluar dari tujuan pembicaraan. Semua
3
manusia memiliki kemampuan untuk berbicara, terkecuali seorang yang cacat sejak
lahir (tuna wicara), namun tidak semua orang dapat berbicara dengan baik. Semua itu
di sebabkan oleh berbagai faktor. Kadang kita melihat ada seseeorang yang memiliki
kemampuan berbicara namun tidak dapat menempatkan pembicaraannya pada
tempatnya, ada lagi seorang yang menggunakan kemampuan berbicaranya namun
pembicaraannnya tidak memiliki manfaat juga sering terjadi di tengah-tengah
masyarakat.
Dalam berbicara tidak semua pembicaraan bermanfaat bagi diri sendiri maupaun
orag lain. Berbicara disini yakni berbicara yang menghasilkan pengetahuan baru atau
berbicara yang dimaksud adalah memiliki manfaat dan bukan hanya sekedar
mengeluarkan bunyi ujaran pada seseorang atau khalayak ramai tanpa melihat unsur
tujuan pembicaraannya.
Adapun beberapa contoh retorika yang baik diantaranya sebagai berikut:
1.Berbicara dalam forum diskusi untuk memecahkan suatau masalah. Yakni
berhubungan dengan pengetahuan atau bidang lain yang penting untuk
diselesaikan.
2. Berbicara dalam sebuah pidato dalam suasana resmi, memberi pengetahuan kepada
orang lain berbagi ilmu dengan menggunakan retorika yang baik.
3. Berbicara dalam hal menjadi tutor bagi mereka yang belum begitu paham terhadap
suatu hal atau tema tertentu.
4. Berbicara dengan unsur dakwah. Yakni memberi pengetahuan atau diskusi tentang
ajaran islam dan mengenai syiar islam.
Selain itu masih banyak lagi jenis berbicara yang bermanfaat, sebagai
mahasiswa tentunya sudah bisa menilai dan memilah mana hal yang baik untuk
dibicarakan dan mana hal yang buruk untuk dibicarakan.
Dari paparan di atas bisa kita simpulkan bahwa fungsi retorika dakwah adalah
sebagai ilmu dan seni serta ketrampilan untuk menyampaikan ajaran Islam secara
lisan guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum muslimin agar mereka
dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam sehingga pemahaman dan
prilakunya dapat berubah menjadi lebih Islami.
Adapun tujuan mempelajari Retorika Dakwah menurut Agus Hermawan
adalah sebagai berikut:
1. Agar mampu menguraikan berbagai macam konsep dakwah
2. Agar mampu merancang setrategi dan materi dakwah sesuai situasi dan kondisi
3. Agar mampu mempraktikkan berbicara di depan umum secara santun perkataannya,
sopan perilakunya, baik isinya, dan benar dalam penyampaiannya.
4
C. Urgensi Mempelajari Retorika Dakwah
Retorika dakwah sangat penting dipelajari, karena keluesan dalam berbicara
dakwah sangat penting jika memiliki retotika yang baik. Menjadi seorang pembicara
yang handal harus mampu atau pintar-pintar memahami situsi lawan bicara serta
mampu menyesuaikan dimana dan dalam situasai apa ketika kita sedang berbicara.
Ketika seseorang memiliki kemampuan untuk berbicara maka pembicaraan akan
terarahkan, biasanya seorang pembicara juga memiliki pengetahuan yang luas serta
luas dalam pergaulan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun di
masyarakat.
Pengetahuan dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi kelancaran dalam
berbicara. Biasanya seorang yang kemampuan berbicaranya baik memiliki wawasan
yang luas, karena kebanyakan jika si pembicara mendapat sanggahan dari lawan
bicara ia akan menggunakan berbagai alasan untuk memperkuat argumennya. Alasan
yang dikemukakan tentu berdasarkan pengalaman yang ia dapatkan, bukan hanya
sekedar mengelak dari sanggahan lawan bicara saja.
Jadi Retorika dakwah urgen dipelajari untuk membekali diri agar bisa
berbicara dihadapan umum dengan baik, benar, sopan, santun serta efektif dan efisien
perkataan kita sehingga orang yang kita ajak bicara merasa aman, nyaman, dan
tertarik menyimak pembicaraan kita nantinya saat berdakwah.
5
BAB II
AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG DAKWAH
Banyak ayat dalam al-Qur‟an dan hadits yang berkaitan dengan kegiatan dakwah.
Adanya beberapa ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan kewajiban umat Islam dalam
berdakwah, telah membuat beberapa ulama menyebut bahwa berdakwah itu hukumnya
adalah fardu 'ain (kewajibanin dividual), meskipun sebagian yang lain memandangnya
fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Meski begitu, Rasulullah saw selalu mengajarkan agar
seorang Muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. (Mujetoba
Mustofa, 2015:152-153)
Adapun sebagian dari beberapa ayat al-Qur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan
dakwah sebagaimana yang penulis sebutkan berikut ini:
A. Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Dakwah.
1. Q.S Ali Imran 104
َْْنشِ َُ ِِ اْى َُ َػ ْ٘ َْْٖ َٝ َٗ ْؼُشِٗف ََ َُ ثِبْى ُشٗ ٍَُٝؤْ َٗ ِْٞش َُ إِىَٚ اْىَخ ةٌ َْٝذُػ٘ ٍَّ ٌْ أُ ُْْن ٍِ ِْ ْىتَُن َٗ
َُ ْفيُِح٘ َُ ٌُ اْى أُٗىَئَِل ُٕ َٗ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung”.(QS. Ali Imran :104)
Untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang
bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana tampak
gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan
agar di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah yang
dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik)
dan mencegah dari yang mungkar (maksiat). Dengan demikian umat Islam akan
terpelihara dari perpecahan.(M. Quraish Shihab, 2012: 161)
2. Q.S Ali Imran 110
َُ ثِبللِ ُْ٘ ٍِ تُْؤ َٗ َْنِش َُ ِِ اْى َُ َػ ْ٘ َْْٖ تَ َٗ ْؼُشِٗف ََ َُ ثِبْى ُشٗ ٍٍُة أُْخِشَجْت ىِيَّْبِس تَؤْ ٍَّ َْٞش أُ ٌْ َخ ُمْتُ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(Q.S. Ali Imran :
110)
6
3. Q.S An-Nahl 125
َُّ َسثََّل ُٕ ُِ إِ َٜ أَْحَض ِٕ ٌْ ثِبىَّتِٜ َجبِدْىُٖ َٗ ِػظَِة اْىَحَضَِْة ْ٘ ََ اْى َٗ ِة ََ َ٘ اُْدُع إِىَٚ َصجِِٞو َسثَِّل ثِبْىِحْن
َِ ْٖتَِذٝ َُ ٌُ ثِبْى َ٘ أَْػيَ ُٕ َٗ ِٔ ِْ َصجِٞيِ ِْ َضوَّ َػ ََ ٌُ ثِ أَْػيَ
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk ” (QS. An-Nahl : 125).
Nabi Muhammad SAW yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim a.s
sebagaimana beradadalam ayat sebelumnya, kini di perintahkan lagi mengajak
siapapun agar mengikuti prinsip-prinsip ajaran Nabi Ibrahim a.s dan menyerukan
Tauhid yaitu ayat-ayat sebelumnya, kini: Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni
lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan
yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang
baik dan bantahlah mereka, yakni siapa pun yang menolak atau meragukan ajaran
Islam dengan cara yang terbaik.
Ayat ini dipahami oleh sementara ulama untuk sebagai menjelaskan tiga
macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengansasaran dakwah.terhadap
cendekiawan yang memiliki pengetahuan tiggi diperintahkan menyampaikan dakwah
dengan hikmah yakni berdialog dengan kata kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka, terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau‟izah
yakni memberikan nasihat dan berumpama yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf
pengetahuan mereka yang sederhana.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang muslim yang ingin menyerukan
agama ini kepada orang lain harus memperhatikan metode-metodenya, agar apa yang
diserukan kepadanya, disahuti dan mendapat perhatian dari orang-orang yang diseru.
Cara dan metode itu dipandang penting, karena objek dakwah itu sendiri sangat
beragam dan kompleks, baik dilihat dari sudut masa mau pun tempat. Manakala
seorang muslim yang menyadari tanggung jawab dakwahnya, tidak bisa tidak, kecuali
ia harus memperhatikan metode-metode yang baik dlam mendakwahkan agama
ini.(MujetobaMustofa, 2015:152)
Sedang terhadap Ahl al-kitab dan penganut agama-agama lain yang
diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara terbaik yaitu dengan logika dan
retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.
Kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik
pengetahuan serta perbuatan. Ia adalah pengetahuan yang bebas dari kesalahan atau
kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau
diperhatikan akan mendatangkan kemashlatan dan kemudahan yang besar atau lebih
7
besar, serta menghalangi terjadinya mudharat yang besar atau lebih besar. Maka ini
ditarik dari kata hikmah yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau
kendaraan kearah yang tidak di inginkan.
Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah,
dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan
dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain
dia yang hakim. Thahir Ibn 'Asyur menggaris bawahi bahwa hikmah adalah nama
himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan
dan kepercayaan manusia secara bersinambung. (Abuddin Nata. 2014)
B. Hadits Tentang Dakwah
1. Kewajiban Dakwah
ِٔ ٌْ َْٝضتَِطْؼفَجِقَْيجِ ُْ ىَ ِ ِٔ فَئ ٌْ َْٝضتَِطْغ فَجِيَِضبِّ ُْ ىَ ِ ِٓ فَئ َْْنًشا فَْيَُٞغِّْٞشُٓ ثَِِٞذ ٍُ ٌْ ُْْن ٍِ ِْ َسأَٙ ٍَ
ُِ ب ََ ٝ َرىَِل أَْضَؼُف اْْلِ ٗسآ صحٞح ٍضيٌ( ).َٗ
Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka
cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu,
apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan
hati adalah pertanda selemah-lemah iman” (H.R. Shahih Muslim)
Dari hadist ini kita dapat mengaitkanya dengan kehidupan sehari hari yang
mungkin akan kita temui sewaktu waktu kita di haruskan atau paling tidak melakukan
yang paling lemah di antaranya jika kita melihat sesuatu yang buruk atau sesuatu yang
merugikan kita harus bertindak dengan cara bisa dengan tenaga kita, tenaga yang di
maksud bukanlah kekerasan fisik maupun batin melainkan dengan mencegahnya
melalui tubuhmu, jika masih tidak bisa mencegah dengan tubuhmu maka kamu bisa
menncegah dengan mulutmu maksudnya adalah dengan mencegah dengan perkataan
mu bukan dengan cacian melainkan dengan nasehatmu, jika masih tidak bisa dengan
perkataan maka cegahlah dengan hatimu maksudnya adalah mendoakan dia di dalam
hati ataupun mencegahnya dengan mendoakan nya di dalam hati agar dia diberikan
hidayah dari Allah, hadist ini sangatlah bermanfaat karena mencakup semua aspek
dan bisa di jadikan rujukan jika terjadi sesuatu di luar sana yang mungkin saja terjadi.
2. Hukum Berdakwah
ٌَّ ٌْ ثُ ِٖ ِْْزَه ثَِضبَحتِ ّْفِْز َػيَٚ َسُصيَِل َحتَّٚ تَ ٌْ اَ ٌْ اُْدُػُٖ ِٖ ْٞ ب َِٝجُت َػيَ ََ ٌْ ثـِ أَْخجِْشُٕ َٗ ًِ إِىَٚ اِْلْصالَ
ُش َْ َُ ىََل ُح ْ٘ ُْ َُٝن ِْ أَ ٍِ ٌْٞش ىََل اِحذاً َخ َٗ َٛ هللاُ ثَِل َسُجالً ِْٖذ َٝ ُْ هللاِ ِِلَ َ٘ ِٔ فَ ْٞ ِْ َحقِّ هللاِ فِ ٍِ
) ٌِ )سٗآ اىجخبسٙ( اىََّْؼ
“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas
mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk
8
kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau
memiliki unta merah” (H.R. Bukhori)
Dari hadist ini kita dapat mengetahui tentang ajakan memeluk agama islam
dan apa saja yang menjadi hak hak allah di dalamnya allah menggajarkan tentang
bagaimana agama islam itu benar benar baik dan allah memberikan petunjuk di dalam
kitab allah sendiri, dan disini juga di jelaskan petunjuk itu lebih baik dari pada
memiliki unta merah hal ini bisa di artikan bahwa petunjuk atau hidayah itu lebih
berharga daripada harta.
3. Metode Dakwah
ا، ْٗ ُش الَ تَُؼضِّ َٗ ٗا ٗقبه اىْجٜ صيٚ هللا ػيٞٔ ٗػيٚ آىٔ ٗصيٌ ٕٗ٘ ٝجؼث اىْبس: )َُٝضشُّ
الَ تَُْفِّ َٗ ا ْٗ ُش ثَشِّ َٗ) َِ ْٝ ِش َؼضِّ ٍَ ا ْ٘ ٌْ تُْجَؼثُ ىَ َٗ َِ ْٝ ِش َٞضِّ ٍُ ٌْ ب ثُِؼْثتُ ََ ا، فَئَِّّ ْٗ ُش
)سٗآ ٍضيٌ(
“Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan jangan menyulitkan. Hendaklah kalian
menyampaikan kabar gembira dan jangan membuat mereka lari, karena
sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan dan bukan untuk menyulitkan.” (H.R.
Muslim)
Hadist ini menjelaskan kita hauslah memudahkan sesuatu hal dan jangan
menyulitkan hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan kita yang harusnya saling
memudahkan dan jangan saling menyulitkan begitupula dengan sesuatu yang baru
misalnya saja berita maka kita haruslah menyampaikanya apa adanya apa itu baik
ataupun buruk dana pa itu berita gembira ataukah buruk, karena sesuatu hal yang di
mudahkan dan tidak menyulitkan maka itu akan menjadi sesuatu yang baik
Hadis tersebut memerintahkan kepada umat Islam agar dalam menjalankan
dakwahnya mengutamakan sikap lemah lembut, tutur kata yang baik, dengan
menerapkan metode yang baik, bahasa yang mudah diterima. Tujuannya agar orang
yang diseru tertarik, mengikuti ajakan, dan senang terhadap yang didakwahkan, agar
mampu menyentuh hati dan dapat mengenai sasaran. Dakwah tidak diperbolehkan
menggunakan cara yang kasar, menakut-nakuti, memaksa, atau mengancam. Cara
dakwah yang demikian tidak menyebabkan orang yang diseru senang dan mendekat
akan tetapi justru menjauhi, tidak mengikuti ajakan, bahkan memusuhi. Termasuk
mengungkit kesalahan yang pernah mereka perbuat.
Perintah Allah untuk berdakwah dengan lemah lembut bukan berarti umat
Islam boleh bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran dan kemaksiatan. Perintah
tersebut dimaksudkan agar dalam melaksanakan dakwah dijalankan dengan cara yang
terbaik sebagaimana dicontohkan Nabi saw. Dalam berdakwahnya, Rasulullah
bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mencaci maki, membenci,
memusuhi, dan menghinanya. Namun pada akhirnya Rasulullah saw. justru disegani,
dihormati, dan ditakuti lawan-lawannya.
9
Berdakwah diperbolehkan menggunakan cara-cara keras dan memaksa apabila
seorang dai telah mempunyai kekuatan, baik kekuatan pangkat, jabatan, maupun
harta. Akan tetapi hal tersebut jika ia yakin bahwa hanya dengan metode tersebut
kemungkaran dan kemaksiatan dapat terhenti. (Maulana, 2012)
4. Media Dakwah
ٍغ )سٗآ َّ ٍِ ِْ َصب ٍِ َػٚ ْٗ ْجيٍَغ أَ ٍَ َؼُٔ فَُشةَّ َِ ب َص ََ ْٞئًب فَجَيََّغُٔ َم َّْب َش ٍِ َغ َِ َشأً َص ٍْ َش هللاُ ا ضَّ
اىتشٍزٙ ػِ اثِ ٍضؼ٘د(
”Allah mengelokkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu
disampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Sebab, banyak yang menyampaikan
lebih menjadi lebih sadar daripada yang hanya mendengarkan” (H.R. At-Tirmidzi)
Hadist ini menjelaskan tentang pentingnya menyampaikan sesuatu hal karena
dengan menyampaikan sesuatu hal kita akan sedikit lebih banyak tahu dari pada
hanya mendengarkan, misalnya saja ilmu kita tahu ilmu dan menyebarkannya maka
ilmu itu seiring berjalannya waktu akan berkembang tidak mungkin akan semakin
menyusut.
5. Kesabaran dalam Berdakwah
َْٞش َراَك قبه سص٘ه هللا صيٚ هللا ػيٞٔ ٗ صيٌ: ىَ َٗ ٌْٞش ُ َخ َشُٓ ُمئَّ ٍَ ُْ أَ ِِ إِ ٍِ ْؤ َُ ِش اْى ٍْ َػَججًب ِِلَ
َُ اٌء َصجََش فَنبَ ُْ أََصبثَْتُٔ َضشَّ إِ َٗ ًْٞشا ىَُٔ َُ َخ اٌء َشَنَش فََنب ُْ أََصبثَْتُٔ َصشَّ ِِ إِ ٍِ ْؤ َُ ِِلََحٍذ إاِلَّ ىِْي
ًْٞشا ىَُٔ )سٗآ ٍض يٌ(َخ
“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin, semua urusannya itu baik baginya,
dan itu tidak lain hanya bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan dia
bersyukur, dan itu baik baginya, dan apabila mendapat kesulitan dia bersabar dan itu
baik baginya”(H.R. Muslim)
Di dalam hadist ini kita dapat mengetahui bahwa urusan orang mukmin itu
baik dan sebagai orang mukmin apabila mendapatkan sesuatu yang baik maka dia
bersyukur dan jika itu kurang baik baginya maka dia bersabar, dari hadist ini dapat
dikatakan bahwa belajar menerima dan bersyukur itu jauh lebih baik dari pada hanya
memberontak.
6. Hadits Lainnya tentang Kewajiban Berdakwah
Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi saw. bersabda: “Sampaikan dariku walaupun
satu ayat dan ceritakan tentang kaum Bani Israil karena yang demikian itu tiada
10
dosa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiaplah
tempatnya di neraka (HR.Bukhari no. 3202)
Hadis Bukhari di atas dapat dipahami sebagai perintah Nabi Saw untuk
mendorong kaum Muslimin bergiat dalam dakwah. Paling tidak untuk saling
mengajarkan apa yang kita pahami mengenai firman Allah kepada mereka yang
belum tahu. Tapi sesungguhnya penyampaian itu tidaklah boleh sembarangan. Ia
memerlukan pemahaman yang mendekati benar. Karena di ujung hadis tadi ada
ancaman Nabi, “Siapa yang mendustakan aku secara sengaja maka bersiap-siaplah
menduduki tempat kembalinya di neraka.” Oleh karena itu mengenai hadis Nabi saw.
tersebut ada yang berpendapat bahwa untuk memahami walau hanya satu ayat Al
Qur‟an haruslah sampai mendalam, sehingga dapat diketahui apa maksud yang
dikandungnya secara lebih tepat. (Maulana. 2012).
11
BABIII
ETIKA DAKWAH
A. Pengertian Etika Dakwah
Etika berasal ari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap. Etika
berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika adalah jiwa atau
semangat yang menyertai sutau tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh
seseorang untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang
lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.
Baik dan buruk berhubungan dengan kemanusiaan dan sering dikaitkan
dengan perasaan dan tujuan seseorang, tidak berlaku umum dan merata. Seseorang
yang menganggap suatu perbuatan itu baik, belum tentu dianggap baik pula oleh
orang lain, tergantung pada kebiasaan yang dipakai oleh tiap-tiap kelompok.
Meskipun demikian, etika berlainan dengan adat, arena adat hanya memandang lahir,
melihat tindakan yang dilakukan, sementara etika lebih memperhatikan hati dan jiwa
orang yang melakukan dengan maksud apa dilakukan. (Syamsul Munir Amin: 2009:
204).
Ada yang mengatakan bahwa etika itu digerakkan dari luar, dari lingkungan
manusia. Perundang-undangan, adat dan tekanan-tekanan dari luar membuat manusia
itu bertindak dan berbuat sesuai dengan tekanan-tekanan itu dan dengan demikian
terbentuklah “etika heteornom” (dari “heteros” yang berarti “bergantung” dan
“nomos” berarti “undang-undang”). Tetapi segala tindakan itu masih karena tekanan
dari luar, orang tidak mencuri hanya karena takut dihukum undang-undang,
sebenarnya orang itu masih belum bernama etis. Sebab itu ada yang berpendapat
“etika otonom” (“autos” berarti “sendiri”), harus berpangkal dari diri sndiri, tidak mau
mencuri karena memang mencuri itu buruk dan dirasakan tidak pantas.
Kemudian menjadi persoalan pula apakah bisikan jiwa yang
membawatindakan etis itu (conscientia) sekaligus diberikan kepada manusia dalam
keadaan sempurna atau berangsur-angsur berkembang atas dasar pengalaman.
Descrates Spinoza dan lain-lain berpendapat bahwa semua itu didatangkan sekaligus.
Descrates mengeluarkan dalil:”Cogito Ergo Sum”, (saya berpikir jadi saya ada)
semua disangsikannya kecuali ada dirinya karena diri itu berpikir. Dengan pikiran-
pikiran timbul perasaan-perasaan yang membawa etiket. Karena oikiran itu datangnya
sekaligus setelah manusia dewasa tentu etika timbul dari pikiran itu datangnya juga
sekaligus, segera setelah ada pikiran. Manusia menentukan tindakannya dengan
kekuatan akal dirinya sendiri sejak diketahuinya apa yang baik dan yang jahat tanpa
membutuhkan pengalaman lebih dahulu. Pendapat demikian disebut pendapat “etika
priorisme”, atau boleh juga disebut “rationalisme”, (ratio: otak) atau “navisme”
(natus: lahir).
Spinoza membentangkan etikanya dengen enurunkan kodrat alam semesta.
Manusia hidup bersusila, kalau ia hidup sesuai dengan alam dipimpin oleh hukum-
hukum alam yng telah ada dalam “aku”nya. Semakin sempurna suatu benda semakin
nyatalah dia dan orang lalu bertindak lebih banyak (sibuk) dan dengan demikian lalu
ia sedikit menderita (kalau orang mau sempurna bertindaklah dengan sibuk, karena
sibuk tidak akan menderita). Selanjutnya menjelaskan:
“kita seibuk bila kita menjadi sebab dari apa yang terjadi diluar kita,
sebaliknya kita menderita bila kita menjadi sebab atau hanya sebagian menjadi sebab.
12
Roh manusia itu sibuk, jadi gembira, bila mempunyai tanggapan yang benar dan
sempurna, segala penderitaan sebenarnya disebabkan tanggapan yang kacau dan tidak
sempurna, tanggapan-tanggapan yang kacau inilah yang menimbulkan hawa nafsu
dalam “aku” kita. Manusia demikian bukan lagi”Tuan” dari dirinya sedniri, tetapi
telah takluk dan diperbudak oleh keadaan dan demikian terikat kepadanya sehingga ia
“terpaksa” menempuh jalan yang salah. Yang “baik” ialah kita ketahui secara pasti
sesuatu itu “berguna” kepada kita. Yang “jahat” yang kita ketahui secraa pasti
“merintangi” kita memperoleh sesuatu yang baik. ( Toha Yahya Umar,2004: 93-95).
B. Dakwah Dilakukan Dengan Bijaksana Adapun yang dimaksud dengan cara bijaksana adalah menyampaikan pesan-
pesan dakwah sesuai dengan situasi dan kondisi yang menyenangkan serta tidak
menimbulkan sesutau yang meresahkan.
Pengertian bijasana ini meliputi:
1. Tidak menggunakan kekerasan
ىِلَ ْ٘ ِْ َح ٍِ ٘ا ّْفَضُّ ْٞظَ اْىقَْيِت اَل َْْت فَظًّب َغيِ ُم ْ٘ ىَ َٗ
Dan jika engkau keras dan kejam, maka mereka berlari menjauhi. (QS.Ali Imran
159)
2. Tidak dengan cara membuka aib seseorang di depan umum.
ٌْ ثَْؼًضب اَلََٝغتْت ثَّْؼُضُن َٗ
Dan janganlah sebagian kamu membeberkan aib (menggunjing) sebagian yang
lain. (QS. Al-Hujarat 12)
3. Tidak bersifat memaksa.
ِِ ْٝ اِْمَشآَ فِٚ اىذِّ َٟ
Tidak ada paksaan dalam agama. (QS. Al-Baqarah 256)
4. Tidak mengandung perpecahan.
اَلتَ َٗ ًْٞؼب َِ ا ثَِحْجِو هللاِ َج ْ٘ َُ اْػتَِص اَٗ ْ٘ قُ فَشَّ
Hendaklah kamu berpegang teguh dengan agama Allah, dan janganlah kamu
berpecah belah. (QS.Ali imran 103)
5. Tidak menimbulkan keresahan. Dakwah merupakan peyejuk hati, penawar duka, membawa ketenangan, dan
kedamaian.
ا اِىَٚ َداِسا ْ٘ هللاُ َْٝذُػ َٗ ٌِ يَ ىضَّ
Dan Allah menyeru ke jalan kedamaian. (QS. Yunus 25)
6. Tidak bersifat konfrontatif. Sebab pengalaman mengajarkan keberhasilan dakwah lebih banyak ditentukan
oleh sikap persahabatan dari pada konfrontatif.
7. Menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Sebab hal ini sudah dicontohkan oleh Rosulullah ketika di Madinah. Dimana
orang-orang kafir dzimmi yang terdiri dari Yahudi, Nasrani, hidup dengan tenang
dan damai di bawah pemerintahan Islam.
ِِ ْٝ َٚ ِد ىِ َٗ ٌْ ُُْْٝن ٌْ ِد ىَُن
Bagi kamu agama kamu, dan bagiku agamaku. (QS. Yunus 25)
8. Tidak berdifat menghina. Berdakwah tidak diperbolehkan saling menghina, sebab yang dihina itu belum
tentu lebih jelek dari yang menghina. Sebagaimana Firman Allah:
ًٍ ْ٘ ِْ قَ ٍِ ًٌ ْ٘ أاَلَْٝضَخْشقَ ْ٘ ُْ ٍَ َِ َءا ْٝ َباىَِّز َٝآُُّٖٝ
13
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum (golongan) menghina
kaum yang lain. (QS. Al-Hujurat 11)
9. Tidak menggunakan kata-kata yang kotor. Berdakwah atau memberikan ceramah hendaklah menghindari kalimat atau kata-
kata yang kotor yang akan mengundang jamaah untuk tidak simpatik, sebab yng
demikian itu akan mengurangi kharisma dan wibawa.
C. Juru Dakwah Harus Saling Menghormati Realitas dilapangan sering terjadinya benturan sesama juru dakwah terutama
sekali mengenai isi ceramah dan fatwa. Perbedaan pendapat memng sulit untuk
dihilangkan, tetapi minimal volumenya dapat diperkecil. Dalam hal ini ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
a. Seorang da‟i yang keliru dalam memberikan fatwa, maka janganlah dibeberkan di depan jamaah. Terlebih lagi da‟i yang bersangkutan ada ditempat tersebut. Sebab
dengan cara yang demikian itu sama dengan membuka kesalahan orang lain.
Tetapi sampaikanlah kepada yang bersangkutan dengan cara bijaksana.
b. Dalam suatu forum pengajian da‟inya terdiri dari beberapa orang, hendaklah satu dengan yang lain saling menghormati atau menjunjung tinggi. Dengan kata lain,
jangan sampai menimbulkan kesan kepada jamaah semacam kompetisi, sehingga
satu dengan yang lain saling menjatuhkan.
c. Sesama da‟i hendaklah saling menjaga nama baik teman seprofesinya. Setidaknya, jangan sampai ikut menimpali ketika orang lain membicarakan kejelekan. (Samsul
Munir Amin,2009: 236-239).
D. Bentuk-Bentuk Etika Dakwah Beberapa etika dakwah yang hendaknya dilakukan oleh para juru dakwah
dalam melakukan dakwahnya antara lain sebagai berikut:
1. Sopan Sopan berhubungan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku secara umum
dalam tiap kelompok. Suatu pekerjaan dianggap tidak sopan, tatkala dengan
norma-norma yang berlaku disuatu komunitas.
Standar atau ukuran suatu kesopanan bagi masing-masing komunitas tidak
sama. Masing-masing memiliki standar sendiri, akan tetapi aturan yang berlaku
umum dapat dijadikan rujukan dalam menentukan suatu standar kesopanan.
Kesopanan harus kita pelihara dalam perbuatan dan pembicaraan. Sesuatu
yang kita lahirkan di dalam dan di luar pembicaraan, cara mengenakan pakaiaan,
dan bentuk serta model pakaian, haru dijaga serapi mungkin, sehingga tidak
melanggar norma-norma tertentu dan tidak membosankan. Gerak-gerak yang tetap
dan berulang-ulang akan membosankan bagi penerima dakwah. Sekali-kali seorang
da‟i harus berlainan dalam melakukan gerak-gerik, seperti memandang ke dapan,
ke kiri, ke kanan atau ke belakang dalam batas-batas kesopanan dengan tetap
memperhatikan respons dari pembicaraan yang diucapkan. Cara berpakaian dan
bentuk pakaian yang dikenakan harus dijaga sebaik mungkin, tidak mencolok, dan
tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Yang perlu diingat
oleh da‟i adalah ia bertindak sebagai mubaligh yaitu penyampaian ajaran
kebenaran islam atau, bukan sebagai peragawan atau peragawati ataupun model.
Karena itu kesopanan dan kepantasan menjadi hal yang harus dipertimbangkan
oleh da‟i dalam melakukan aktivitas dakwahnya.
Cara berpakaian dan cara berbuat yang meskipun bertentangan dengan
kebiasaan masyarakat, tetapi masih dapat diterima kehadirannya, dalam unsur
14
propaganda yang disebut “Flain fleks device”, yaitu berbuat yang sebagai biasa
dilakukakan oleh rakyat biasa. Umpamanya seorang da‟i mengenakan sarung dan
berpeci dalam suatu acara umum. Akan tetapi, hal-hal itu dilakukan dalam batas-
batas tertentu, sehingga berpakaian kepada pakaiaan tidak boleh lebih besar dari
pada perhatian terhadap isi ceramah da‟i atau mubaligh tersebut.
Tindakan dan sikap yang dilakukan oleh da‟i juga harus sejalan dengan
pembicaraan yang disampaikan. Pembicaraan yang disampaikan haruslah benar,
tidak menyampaikan berita bohong dan memutarbalikkan keadaan yang
sebenarnya. Dalam istilah propaganda disebut “card stancking device”, yaitu
tindakan dan sikap yang dilakukan sejalan dengan pembicaraan yang disampaikan,
tidak mengada-ada bahkan menyampaikan berita bohong ataupun
memutarbalikkan kenyataan.
2. Jujur Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da‟i menyampaikan
sesuatu informasi dengan jujur. Terutama dalam mengemukakan dalil-dalil
pembuktian. Kemahiran dalam menggunakan kata-kata mungkin dapat
memutarbalikkan persoalan yang sebenarnya, jadi da‟i harus menyampaikan
sesuatu yang keluar dari lisannya dengan landasan kejujuran dan faktual. Seorang
da‟i tidak boleh berbohong apalagi sengaja berbohong dalam suatu tema atau topik
pembicaraan. Akibat berbohong akan fatal akibatnya dan dapat merendahkan
reputasi dari da‟i sendiri, apalagi yang disampaikan adalah ajaran-ajaran
kegamaan.
Dalam menyampaikan berita, umpamannya dimedia massa atau surat kabar,
dapat terjadi hal-hal yang melanggar etika kejujuran ini, misalnya dalam:
a. Pencorakan media (colorization of news). Untuk menceritakan sesutau kejadia pencurian misalnya, dapat saja diberikan dalam kalimat yang bermacam-
macam, dari membenci pencurian itu sampai pada menyukai pencurian
tersebut. Dapat pula diselipkan di dalamnya pujian, kritik, atau cacian kepada
pihak yang berwajib, tergantung pada kalimat yang dipergunakan. Bahkan
berita dalam kalimat yang sama dapat pula mempunyai kesan yang berlainan
bagi pembacanya, hanya karena berlainan tempatnya, di lembar tertentu,
berdekatan dengan berita lain, dicetak dengan huruf tebal, di antara tanda petik
dan sebagainya. Smua hal itu dapat menimbulkan kesan yang “lain” itu
disebutkan dengan colorizaton of news.
b. Spekulasi (speculation), yaitu tidak menceritakan semua berita, hanya memilih berita yang menguntungkan kelompok saja, sedang berita yang dapat
merugikan tidak dimuat. Sebenarnya idak pernah semua kejadian dimuat di
surat kabar, dan surat kabar tidak selalu menggambarkan kejadian yang
sebenarnya dalam arti sedetail-detailnya. Surat kabar hanya selalu meuat
kejadian-kejadian yang dianggap aktual, hangat, yang menarik perhatian
karena jarang atau tidak pernah terjadi. Tetapi tetapi titik berat pemilihan
berita ditentukanoleh manfaatnya untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan sendiri. Tidak menyiarkan berita yang dianggap dapat membuat
keresahan umum atau melanggar kepentingan dan ketentraman umum, masih
dianggap dalam batas-batas kejujuran dan kesopanan jurnalistik. (Toha Yahya
Omar,2004: 97-98).
15
3. Tidak Menghasut Seorang da‟i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, ia tidak boleh menghasut
apalagi memefitnah, baik kepda pribdi lain maupun kepada kelompok lain yang
berselisih faham. Karena jika itu dilakukan, yang bigung dan resah adalah
masyarakat pendengar sebagai objek dakwah.masyarakat akanmerasa bingung
penapat da‟i yang mana yan benar dan harus diikuti. Jika memang ada pendapat
yang bertentangan antara da‟i yang satu dengan da‟i yang lain seharusnya
disampaikan dengan cara-cara bijaksana dan muluruskan pendapat yang keliru
tersebut. Sehingga dengan cara-cara bijaksana tersebut, pelurusan terhadap suatu
tema akan terasa mendamaikan masalah, bukan malah sebaliknya mnenimbulkan
masalah.
Adapun yang perlu diingat oleh da‟i adalah bahwa dalam melakukan tugas
dakwahnya itu, ia harus menyampaikan kebenaran bukan harus menghasut.
Menyampakan kebenaran tidak harus disampaikan dengan mengahasut
ataubahkan melakukan provokasi. Tindakan ini sebenarnya tidak cocok dilakukan
oleh seorang da‟i. Apalagi ikaperselisihan pendapat itu masih dalam tema
khilafiyah (perselisihan faham) yang buka prinsip dalam agama.
Akan tetapi, jika yang disampaikan adalah masalah penegakaan kebenaran
secara hak, maka hendaklah da‟i menyampaikan kebenaran tersebut walau pahit
sekalipun. Sebagaimana disamapaikan oleh Nabi SAW, bahwa, ”Sampaikanlah
kebenaran walau pahit sekalipun.” (Al-Hadis).
16
BAB IV
METODE DAN STRATEGI DAKWAH
Dalam tugas penyampaian dakwah Islamiyah, seorang da‟I sebagai subjek dakwah
memerlukan seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam bidang metode dan strategi
dakwah. Dengan mengetahui metode dakwah, penyampaian dakwah dapat mengena
sasaran, dan dakwah dapat diterima oleh mad‟u (objek) dengan mudah karena
penggunaan metode yang tepat sasaran. Sementara, dengan mengetahui strategi dakwah
maka akan mempermudah kita untuk menyampaikan dakwah kepada mad‟u dengan
tehnik yang sesuai dengan sasaran.
A. Metode Dakwah
1. Pengertian Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan
“hodos” (jalan,cara). Ada juga yang mengatakan bahwa, metode berasal dari bahasa
Yunani metodos yang artinya cara atau jalan. Jadi, metode dakwah adalah jalan atau
cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Metode dakwah adalah cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i kepada
mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.(2011: 243)
Seorang da‟i harus jeli dan bijak dalam memilih metode, karena metode sangat
mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah. Metode yang tidak benar,
meskipun materi yang disampaikan baik, maka pesan baik tersebut bisa saja ditolak
oleh mad‟u.
2. Metode Dakwah dalam al-Qur’an
Landasan umum mengenai metode dakwah adalah Q.S. An-Nahl 125:
َُّ َسثََّل ُِ إِ َٜ أَْحَض ِٕ َجبِدْىٌُٖ ثِبىَّتِٜ َٗ ِػظَِة اْىَحَضَِْة ْ٘ ََ اْى َٗ ِة ََ اْدُع إِىِٚ َصجِِٞو َسثَِّل ثِبْىِحْن
َِ ْٖتَِذٝ َُ ٌُ ثِبْى َ٘ أَْػيَ ُٕ َٗ ِٔ ِ َضوَّ َػِ َصجِٞيِ ََ ٌُ ثِ أَْػيَ َ٘ ُٕ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)
Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat. Kerangka dasar tentang
metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut adalah:
a. Bil hikmah
Kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu
pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan
17
apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan,
konflik, maupun rasa tertekan. Dalam bahasa komunikasi disebut sebagai frame
of reference, field of reference, dan field of experience, yaitu situasi total yang
mempengaruhi sikap pihak komunikan (objek dakwah).
Menurut syekh nawawi al bantani, dalam tafsir al-munir bahwa al-hikmah
adalah “dalil-dalil (argumentasi) yang qath‟i dan berfaedah bagi kaidah-kaidah
keyakinan.
Metode hikmah dalam kegiatan dakwah muncul berbagai bentuk, seperti
mengenal strata mad‟u, kapan harus bicara dan kapan harus diam, mencari titik
temu, toleran tanpa kehilangan sibghah, memilih kata yang tepat, cara berpisah,
uswatun hasanah, dan lisan al-hal, atau komunikasi yang benar dan menyentuh
jiwa. Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da‟i dalam memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad‟u.
Dakwah dengan metode ini adalah dakwah melalui ilmu pengetahuan,
kecakapan memilih materi dakwah yang sesuai dengan kemampuan mad‟u,
pandai memilih bahasa sehingga mad‟u tidak merasa berat dalam menerima
Islam. (2011: 9)
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleg seorang da‟i dalam
berdakwah. Karena dengan hikmah ini akan berakhir kebijaksanaan dalam
menerapkan langkah dakwah, baik secara metodologis maupun praktis. oleh
karena itu, hikmah memiliki multidefinisi tergantung dari sisi mana melihatnya.
(2011: 250)
b. Mauidhah hasanah
Mau‟izah hasanah atau nasihat yang baik, maksudnya adalah memberikan
nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu petunjuk-petunjuk ke arah
kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan di hati, menyentuh
perasaan, lurus di pikiran, menghindari sikap kasar, dan tidak mencari atau
menyebut kesalahan audiens sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan
atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek
dakwah. Jadi, dakwah itu bukan propaganda.
Menurut A. Karni, metode ini dapat dikelompokkan menjadi, pertama,
mau‟idzah itu lebih dekat sebagai dalil, kedua, berkaitan dengan kepuasan hati
dan jiwa. Maka mau‟idzoh adalah pelajaran yang disampaikan dengan dalil-dalil
atau argumentasi-argumentasi yang tepat dan dapat memuaskan sasaran dakwah
yang dihadapi, sehingga jiwanya menjadi tenang. (2011: 10)
Mau‟idzah hasanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:
1) Nasihat atau petuah
2) Bimbingan, pengajaran. (pendidikan)
3) Kisah-kisah
4) Kabar gembira dan peringatan.
5) Wasiat (pesan positif) (2011: 252)
18
Seorang da‟i sebagai subjek dakwah harus mampu menyesuaikan dan
mengarahkan pesan dakwahnya sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup
pengalaman dari objek dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran islam ke dalam kehidupan pribadi atau
masyarakat dapat terwujud.
c. Mujadalah
Mujadalah adalah berdiskusi dengan cara yang baik dari cara-cara berdiskusi
yang ada. Dakwah dengan metode ini adalah dakwah dengan cara debat terbuka,
argumentative dan jawaban dapat memuaskan masyrakat luas.
Menurut M. Quraish Shihab mujadalahterdiri dari tiga macam. Pertama, jidal
buruk yakni “yang disampaikan dengan kasar, yang mengundang kemarahan
lawan, serta yang menggunakan dalih-dalih yang tidak benar.” Kedua, jidal baik
yakni “yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau dalih
walau hanya yang diakui oleh lawan.” Ketiga, jidal terbaik yakni “yang
disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar lagi membungkam
lawan.”
3. Macam-Macam Metode Dakwah
Di dalam berdakwah ada beberapa metode dakwah yang biasa digunakan yaitu
diantaranya sebagai berikut:
a. Metode ceramah
Metode ini adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan
keterangan, petunjuk, pengertian dan penjelasan tentang sesuatu kepada mad‟u
dengan menggunakan lisan. Metode ini harus diimbangi dengan kepandaian
khusus tentang retorika, diskusi, dan faktor-faktor lain yang membuat mad‟u
merasa simpatik dengan ceramahnya.
b. Metode tanya jawab
Adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya jawab untuk
mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami
atau menguasai matei dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian
mad‟u. Tanya jawab sebagai salah satu metode cukup dipandang efektif apabila
ditempatkan dalam usaha dakwah, karena objek dakwah dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang belum dikuasai oleh mad‟u sehingga akan terjadi
hubungan timbal balik antara subjek dan objek dakwah.
c. Metode diskusi
Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran fikiran (gagasan, pendapat, dan
sebagainya)antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu
yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran.
Dakwah dengan metode ini dapat memberikan peluang peserta diskusi untuk ikut
memberi sumbangan pemikiran terhadap suatu masalah dalam materi dakwah.
19
Melalui metode ini juga, da‟i dapat mengembangkan kualitas mental dan
pengetahuan agama para peserta dan dapat memperluas pandangan tentang materi
dakwah yang didiskusikan. Metode ini juga dapat menjadikan peserta terlatih
menggunakan pendapat secara tepat dan benar tentang materi dakwah yang
didiskusikan, dan mereka akan terlatih berfikir secara kreatif dan logis (analisis)
dan objektif.
d. Metode propaganda.
Suatu upaya untuk menyiarkan islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk
massa secara masal, persuasive, dan bersifat otoritatif (paksaan).
Pelaksanaan dakwah dengan metode ini, dapat digunakan melalui berbagai
media, baik auditif, visual, maupun audio visual. Kegiatannya dapat disalurkan
melalui pengajian akbar, pertunjukan seni hiburan, pamphlet, dan lain-lain.
Dakwah dengan menggunakan metode ini akan dapat menyadarkan orang dengan
cara bujukan (persuasive), beramai-ramai (massal), luwes (fleksibel), cepat
(agresif), dan retorik. Usaha tersebut dalam rangka menggerakkan emosi orang
agar mereka mencintai, memeluk, membela, dan memperjuangkan agama islam
dalam masyarakat.
e. Metode keteladanan
Dakwah menggunakan metode keteladanan atau demonstrasi berarti suatu cara
penyajian dakwah dengan memberikan keteladanan langsung sehingga mad‟u
akan tertarik untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkan.
Metode ini dapat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, cara
bergaul, cara beribadah, berumah tangga, dan segala aspek kehidupan manusia.
f. Metode drama
Suatu cara menjajakan materi dakwah dengan mempertunjukkan dan
mempertontonkan kepada mad‟u agar dakwah dapat tercapai sesuai dengan
target. Dalam metode ini, materi dakwah disuguhkan dalam bentuk drama yang
dimainkan oleh para seniman yang berprofesi sebagai da‟i atau da‟i yang
berprofesi sebagai seniman. Dakwah dengan metode ini terkenal sebagai
pertunjukan khusus untuk kepentingan dakwah.
g. Metode silaturrahim
Dakwah menggunakan metode home visit yaitu dakwah yang dilakukan dengan
mengadakan kunjungan kepada objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi
dakwah kepada penerima dakwah.
Dakwah dengan metode ini dapat dilakukan melalui silaturahim, menengok orang
sakit, ta‟ziyah, dan lain-lain. Dengan cara seperti ini, manfaatnya cukup besar
dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Metode home visit dimaksudkan agar
da‟i dapat memahami dan membantu meringankan beban moral yang menekan
jiwa mad‟u. da‟i juga dapat mengetahui secara dekat kondisi mad‟u dan dapat
meringankan kesulitan mad‟u. Dari uraian metode dakwah di atas, maka metode
itu sendiri dapat bersumber dari: Al-Qur‟an, Sunnah Rasul,Sejarah hidup sahabat
dan pengalaman (2011: 255).
20
C. Strategi Dakwah Islam
1. Asas dalam Strategi Dakwah Islam
Strategi dakwah artinya metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam
aktivitas (kegiatan) dakwah. Untuk mencapai keberhasilan dakwah Islam secara
maksimal, maka diperlukan berbagai faktor penunjang, diantaranya adalah strategi
dakwah yang tepat sehingga dakwah Islam mengena sasaran.
Strategi yang digunakan dalam usaha dakwah haruslah memperhatikan beberapa asas
dakwah, diantaranya adalah:
1. Asas filosofi: Asas ini membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah.
2. Asas kemampuan dan keahlian da‟I (Achievement and professionalis): Asas ini
mentangkut pembahasan mengenai kemampuan dan profesionalisme da‟I sebagai
subjek dakwah.
3. Asas sosiologis: Asas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat,
mayoritas agama di suatu daerah, filosofi sasaran dakwah, sosiokultural sasaran
dakwah dan sebagainya.
4. Asas psikologis: asas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan
kejiwaan manusia. Seorang da‟I adalah manusia, begitu pula sasaran dakwahnya
yang memiliki karakter unik dan berbeda satu sama lain. Pertimbangan-
pertimbangan masalah psikologis harus diperhatikan dalam proses pelaksanaan
dakwah.
5. Asas efektivitas dan efisiensi: Maksud asas ini adalah di dalam aktivitas dakwah
harus diusahakan keseimbangan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang
dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya. Sehingga hasilnya dapat maksimal.
Dengan mempertimbangkan asas-asas di atas, seorang da‟I hanya butuh
memformulasikan dan menerapkan strategi dakwah yang sesuai dengan kondisi mad‟u
sebagai objek dakwah.
2. Strategi Pendekatan Dakwah
Agar dalam berdakwah bisa diterima dengan baik maka diperlukan strategi
pendekatan dakwah yang secara global disebutkan dalam al-Qur‟an dalam Q.S. An-Nahl
(16): 125.
“Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan jalan hikmah (bijaksana) dan ajaran-ajaran
(nasihat-nasihat) yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya,
dan lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk”
Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat diatas, jelas ada tiga strategi yang biasa
dilakukan untuk melaksanakan dakwah, yaitu:
21
a. Hikmah (dengan kebijaksanaan);
b. Mau‟izhah Hasanah (Nasihat-nasihat yang baik);
c. Mujadalah bil latii hiya ahsan (Diskusi dengan cara yang baik).
Menurut Ali Mustafa Yakub, strategi pendekatan dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW setidak-tidaknya ada enam, yaitu
1. Pendekatan personal (Manhaj As-Sirri)
2. Pendidikan pendidikan (Manhaj At-Ta‟lim)
3. Pendekatan penawaran (Manhaj Al-„ardh)
4. Pendekatan misi (Manhaj Al-Bi‟tsah)
5. Pendekatan korespondesi (Manhaj Al-Mukatabah)
6. Pendekatn diskusi (Manhaj Al-Mujadalah)
Selain beberapa strategi pendekatan di atas, secara umum ada dua strategi pendekatan
dakwah lain yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pendekatan Struktural
Yaitu pengembangan dakwah dapat melalui jalur structural formal misalnya
melalui pemerintahan. Hal ini yang pernah ditempuh oleh Prof. Dr. H. Amien
Rais, dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
2. Pendekatan Kultural
Yaitu pengembangan dakwah melalui jalur kultural nonformal, misalnya
melalui pengembangan masyarakat, kebudayaan, sosial, dan bentuk nonformal
lainnya. Hal ini pernah dikembangkan oleh KH.Abdurrahman Wahid dengan
Nhdlatul Ulama (NU).
C. Langkah Strategi Dakwah di Masa Depan
Masa depan dakwah tergantung pada para penganjur dakwah itu sendiri dalam
menerapkan strategi bagaimana melakukan aktivitas dakwah kepada masyarakat.
Adapun untuk menghadapi era dakwah ke depan, ada tiga hal utama yang harus
dilakukan.
Pertama, pembinaan kader harus dilakukan dengan baik, harus ditanamkan keimanan
yang mendalam, pemahaman yang juga baik dan cermat tentang keislaman, lingkungan,
konsep-konsep apa saja yang perlu diketahui dan sebagainya. Kemudian mempunyai
amal yang berkesinambungan serta keterikatan dalam tim kerja yang baik. Pembinaan
kader ini tidak dapat ditawar-tawar, karena mereka para da‟I mempunyai tugas qiyadah
al-ummah (memimpin umat), menerapi dan mengobati penyakit masyarakat.
Kedua, pemerataan dakwah ke masyarakat dan penumbuh basis-basis social. Apa saja
yang dapat menyentuh masyrakat akan berhadapan dengan kekuatan masyrakat itu.
Terbentuknya basis social, akan menjadi teman utama bagi para kader dakwah nantinya.
Sebab kader-kader itu sendiri dibesarkan dari mereka dan harus kembali kepada mereka.
22
Basis sosial tadi akan menopang para da‟I dengan simpati, dukungan, dan
pengorbanannya. Minimal mereka memahami secara umum garis perjalanan dakwah dan
arahnya. Mereka tau para kader dakwah ini mempunyai cita-cita dan tujuan yang baik.
Tidak adanya basis sosial ini menyebabkan masalah besar, yaitu banyak gagasan-
gagasan kader yang tidak dipahami masyrakat, dan sebaliknya banyak masyrakat yang
justru banyak mendukung sesuatu yang tidak patut didukung hanya karena symbol-
simbol, pengaruh-pengaruh, dan opini-opini yang berhasil di buat oleh kelompok yang
ingin memanipulasi, memanfaatkan, dan mengeksploitasi suara mayoritas.
Ketiga, berjalannya proses pencetakan dan penyebaran opini umum, apa yang disebut
siyarah ila al-amal al-Islami. Suatu pembentukan opini umum yang Islami diarahkan
tepat kepada penerimaan dengan sadar akan institusi umat sebab umat ini baru menjadi
wacana „kata‟ belum menjadi sense bagi masyarakat.dakwah harus diarahkan pada
bagaimana mengenal dan dakwah memahami umat, kemauan untuk saling memahami
(Tafahum Al-Ummat Al-Iskamiyah). Bahkan tidak hanya memahami, tetapi juga taqabbul
(menerima) institusinya. Walaupun institusinya belum terbangun, tetapi keberadaan apa
yang disebut umat itu mereka pahami.
Penerapan stratedi dakwah yang sesuai dengan kondisi mad‟u sebagai objek dakwah,
akan menghasilkan dakwah yang tepat. Dimana nantinya akan dengan mudah diterima
oleh masyrakat sebagai objek dakwah. Para walisongo di Jawa misalnya. Karena dakwah
sifatnya kompleks dan multidimensi maka diperlukan pengamatan yang jeli oleh pelaku
dakwah untuk dapat menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi mad‟u. dengan
demikian, aktualisasi dan elaborasi nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat akan berhasil
dengan baik.
Tugas kewajiban dakwah Islam dalam Sejarah Islam, bukan suatu yang dipikirkan
sambil lalu saja, melainkan sesuatu yang sejak semula diwajibkan bagi pengikut-
pengikut Islam. Kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim sesuai dengan kadar
kemampuannya.
Di samping itu, para pejuang Islam telah mengembangkan dakwah Islam kepada
masyarakat dengan bijaksana dan dengan ketekunan yang tinggi. Buckle dalam
Miscellaneous and Posthumous menilai bahwa “The Mohammedan missionaries are
very judicious” (Para muballigh Islam itu sangat bijaksana). Oleh karena itu, jejak para
juru dakwah yang telah menerapkan strategi dakwah dengan tepat itu, patut ditiru oleh
para pengemban dakwah Islam sehingga tugas dakwah harus dikembangkan melalui
berbagai strategi pendekatan.
Bahwa tugas dakwah adalah tugas suci yang terpuji dan ini harus dikembangkan oleh
setiap yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim. (Q.S Fushshilat (41):33)
23
BAB V
BIOGRAFI DAN KOMITMEN TOKOH DAKWAH KLASIK
A. Biografi dan Penyebaran Islam Pada Zaman Nabi Muhammad SAW.
1. Biografi
Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam cabang keluarga Hasyim dari
keluarga besar suku Quraisy, yang berkuasa pada awal abad ke 7 di mekkah, yaitu
pusat perdagangan besar di Arabia.( Annemarie sehimmel.1985. Diterjemahan
Rahmani Astuti Dan Elyas Hasan.1991. Dan Muhammad Adalah Utusan Allah. Hal
21-22 ).
Sejak kelahirannya, Muhammad diserahkan dalam perlindungan kakeknya, „
Abdul Muthalib‟, yang meninggal kira-kira dua tahun setelah wafat ibunya, Aminah.
Anak yatim yang masih kecil itu selanjutnya dipercayakan kepada pamannya, Abu
Thalib. Ketika Muhammad telah mencapai umur kira-kira 25 tahun, wanita yang
menjadi pemodalnya Khatijah menjadi istrinya karena terkesan akan kejujuran dan
ketulusan Muhammad. ( Annemarie sehimmel.1985. Diterjemahan Rahmani Astuti
Dan Elyas Hasan. Hal 23-24 ).
Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi Nabi oleh Allah SWT. Ia
mewahyukan kepada Muhammad berupa al-Quran yang seluruh manusia dan jin
tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para
nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya.
Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut pendapat
masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah.
Bukti Kenabian Rasulullah saw. Secara global, kenabian seorang nabi dapat
diketahui melalui tiga jalan:
a. Pengakuan sebagai Nabi.
Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengakui dirinya
sebagai Nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan
berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu
mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali
di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu.
b. Kelayakan menjadi nabi.
Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku dirinya menjadi nabi harus
memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus
orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala
24
karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw.
Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat
sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap
karakterisitik yang buruk.
c. Mukjizat.
Sebagai seorang Nabi, beliau dikaruniai banyak mukjizat diantarany yang
terbesar adalah al-Quranul Kariim.
2. Dakwah pada Masa Rasulullah SAW
Setelah Muhammad SAW menerima wahyu pertama ( 16 Agustus 610
M ). Sebagai lambang hari pelantikannya menjadi rasul, yang sekaligus
menjadi kepala Negara, maka beliau menjalankan dakwah islamiah secara
diam-diam sebagai langkah pertama mempersiapkan suatu umat Islam.
Untuk menghadapi perjuangan yang berat maka pada taraf pertama
rasull melakukan persiapan dalam bidang mental dan moral ( rohani dan
akhlak ), dimana beliau mengajak manusia untuk mengesakan Allah,
mensucikan, membersikan jiwa dan hati. (Agus Hermawan, 2015:24)
B. Biografi dan Dakwah pada Masa Khulafaurrsyidiin
1. Abu Bakar As-Sidiq
Abu Bakar As-Shiddiq adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam
(assabiqunal awwalun), sahabat Rasullullah Saw., dan juga khalifah pertama yang
dibaiat (ditunjuk) oleh umat Islam. Beliau lahir bersamaan dengan tahun kelahiran
Nabi Muhammad Saw.pada 572 Masehi di Mekah, berasal dari keturunan Bani Taim,
suku Quraisy. Nama aslinya adalah Abdullah ibni Abi Quhaafah.
Berdasarkan keterangan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang
pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai
sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana
kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat
anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit dipercaya bahwa
Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal
dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraisy lain pada
mengikutinya (memeluk Islam).
Abu Bakar berarti „ayah si gadis‟, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi
Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka‟bah (artinya „hamba
Ka‟bah‟), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya „hamba
Allah‟). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu
Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar Ash-Siddiq (yang
25
dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW pada saat Abu Bakar mempercayai
peristiwa Isra‟ dan Mi‟raj sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar Ash-
Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita
Abu Bakar As-Sidiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi
dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke Madinah pada 622 Masehi.
Menjelang wafatnya Rasullullah, Abu Bakar ditunjuk sebagai imam shalat
menggantikannya. Hal ini diindikasikan bahwa Abu Bakar kelak akan menggantikan
posisi Nabi memimpin umat. Setelah wafatnya Rasullullah, maka melalui
musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar memilih Abu Bakar sebagai khalifah
pertama, memulai era Khulafaur Rasyidin. Meski ditentang oleh sebagian muslim
Syiah karena menurut mereka Nabi pernah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai
penggantinya, namun Ali bin Abi Thalib menyatakan setia dan mendukung Abu
Bakar sebagai khalifah.
Segera setelah menjadi khalifah, urusan Abu Bakar banyak disibukkan oleh
pemadaman pemberontakan dan pelurusan akidah masyarakat yang melenceng setelah
meninggalnya Nabi. Beliau memerangi Musailamah Al-Kazab (Musailamah si
pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi
Muhammad Saw, dan juga memungut zakat kepada suku-suku yang tidak mau
membayarnya setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw. Mereka beranggapan
bahwa zakat adalah suatu bentuk upeti terhadap Rasullullah. Setelah usainya
pemberontakan dan berbagai masalah internal, beliau melanjutkan misi Nabi
Muhammad menyiarkan syiar Islam ke seluruh dunia. Abu Bakar mengutus orang-
orang kepercayaannya ke Bizantium dan Sassanid sebagai misi menyebarkan agama
Islam. Khalid bin Walid yang ditunjukknya sebagai panglima perang juga sukses
menaklukkan Irak dan Suriah dengan mudah.
Beliau menjadi khalifah dalam jangka waktu 2 tahun. Abu Bakar meninggal
pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah. Beliau dimakamkan di samping makam
Rasullullah Saw. Selanjutnya posisi khalifah digantikan oleh Umar bin Khatab.
Selama berdakwah beberapa langkah strategis yang dilakukan Abu Bakar dalam
upaya mengembangkan dakwah islam, diantaranya adalah :
a) Menciptakan stabilitas melalui pembinaan, pembenahan, dan penyelesaian persoalan
intern dikalangan kaum muslimin, yakni menumpas dan meluruskan situasi anarkis
dalam negeri yang timbul akibat pemberontakan kaum munafik dan gerakan
penentang kewajiban zakat yang lahir dari fanatisme kesukuan, dan munculnya
pengakuan nabi palsu.
b) Mengalihkan perhatian pada upaya melakukan futuhat, ekspedisi ke Syiria demi
pengembangan wilayah Islam.
c) Merintis majelis Syura.
26
d) Upaya memelihara dan mengumpulkan ayat-ayat Al-qur‟an sebagai rujukan dasar
dakwah
2. Umar bin Khattab
Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat nabi dan khalifah kedua
setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran
Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling
berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.
Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan
nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong
keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu
merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana
ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa
itu.Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia
juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah
berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup
demi menjaga kehormatan Umar.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh
Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu‟aim
bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah
memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al-
Qur‟an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya.
Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian
meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang
oleh isi Al Qur‟an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering
mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasullullah Saw.
Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syiria.
Setelah wafatnya Rasullullah Saw., beliau merupakan salah satu sahabat yang
sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah
dimakamkannya Rasullullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan
hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.
27
Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut
memakamkan Rasullullah.
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu
penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634,
atas wasiat Abu Bakar, Umarpun ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh
seluruh perwakilan muslim saat itu.
Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-
negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran
sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syiria, Afrika Utara dan Armenia
dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya
hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat
para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,
tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan
Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang
dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang
mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya
digantikan oleh Utsman bin Affan.
Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan Umar ibn Al-khattab
diantaranya;
a) Pembenahan manajemen dan admimistrasi kepemerintahan
b) Pembenahan dan pembentukan pranata hukum dan sistem pengadilan
c) Penetapan sistem kalender hijriah
d) Memperkokoh majelis syura dan sistem konstitusi negara berdasarkan sistem teo
demokratis
e) Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan dibangunnya beberapa
sarana umum, seperti irigasi pertanian, sistem keuangan negara, bait al-maal dan
sebagainya
f) Pembinaan masyarakat dan upaya futuhat keberbagai wilayah strategis bagi
pengembangan dakwah
3. Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi dan juga khalifah ketiga dalam
Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan seorang ekonom
28
yang handal serta sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya
kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang
berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi
puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama
ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu
Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama
masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai
pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh
Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, „Abu Bakar masuk
tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau
pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk
engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa? Rasullullah menjawab,
“Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena
meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan
kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga
tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi
Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman
dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan
Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di
Ka‟bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana
Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah.
Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda,
ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan
sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan
kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi
seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada
waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah
musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah
yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf,
Sa‟ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya
Abdurrahman bin Auff, Sa‟ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin
Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara
29
masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga.Maka
diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua,
serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan
Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul
mapan dan terstruktur.
Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-
Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam
yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan
bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara
yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria,
Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk
angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan
kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang
tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih
kredibel.Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga
mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian
dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga
Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak,
namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya
wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para
pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang
membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal
kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di
Madinah.
Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah
Usman ibn Affan diantaranya;
a) Mengadakan pembenahan dan menyelesaikan gerakan pembangkang, berupaya
memelihara stabilitas wilayah yang semakin luas.
b) Menyebarkan para cendekiawan ke wilayah-wilayah kekuasan Islam.
c) Upaya menyeragamkan naskah mushaf Al-Qur‟an, semi keutuhan dan
kepentingan dakwah.
d) Mempertahankan dan memelihara sistem pemerintahan dengan memelihara
majelis syura‟
e) Mengadakan pembinaan dan futuhat ke wilayah Timur dan Barat.
4. Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam
30
(assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam
kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah,
Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib.
Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti
memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10
tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama
masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk
belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan
bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk
membuka gudang tersebut.
Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat
tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra.
Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam
medan perang. Bersama Dzulfikar sebutan pedangnya Ali, Ali banyak berjasa
membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang
Khandaq, dan Perang Khaibar.
Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan
diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah
mempersiapkan Ali sebagai khalifah.Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat
sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama.
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau.
Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali
segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya
khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali
harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.
Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan
merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai
khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh
Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19
31
Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan
tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa
riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga
Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah
kekhalifahan Kulafaur Rasyidin
Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah Ali
ibn Abi Thalib diantaranya;
a) Berupaya menyelesaikan persoalan intern diantara kaum muslimin
b) Mengadakan kompromi politis dengan elit politisi
c) Berusaha menjadikan mesjid sebagai tempat menyelesaikan persoalan (sentral
kegiatan)
d) Menampilkan sosok kepemimpinan yang tidak ambisius.
D. Dakwah Klasik pada Masa Walisanga
1. Dakwah Memperbaiki Akhlak dengan Pendekatan Budaya
Dewasa ini berbagai persoalan muncul karena arus modernitas dan globalisasi yang
membuat perkembangan dunia seperti tanpa batas yang berakibat pada sisi negatifnya
yakni terjadi penyimpangan moral dan perilaku masyarakat. Budaya semacam ini ternyata
menjadikan proses pendangkalan kehidupan spiritual dan sosial umat manusia. Generasi
mudanya pun sudah banyak yang terjerumus ke dalam perilaku-perilaku amoral dari
akibat hilangnya nilai-nilai karakter, yang seharusnya menjadi pegangan dalam
berperilaku yang sesuai dengan budi pekerti luhur. Sebagai contoh, sekarang banyak
siswa-siswa yang berani membolos hanya karena ingin bermain game online, play
station, atau pergi ke tempat wisata disaat jam sekolah. Selain itu sering terjadi tawuran
antar pelajar, balapan liar sepeda motor, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi
saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil, dan masih banyak lagi
permasalahan yang timbul pada siswa di zaman globalisasi dan modern seperti sekarang
ini. Dalam hal ini, pendidikan karakter mempunyai posisi penting, dengan harapan
menjadi sebuah solusi dalam memberi pengarahan dan pengaruh positif untuk
menanamkan dan membangun karakter mulia khususnya pada generasi muda agar lebih
baik perilakunya di masyarakat.
Salah satu upaya menanamkan pendidikan karakter yakni dengan media budaya.
Karena nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sejak dahulu. Dalam kebudayaan itulah terdapat beragam nilai-nilai
luhur yang akan membentuk suatu karakter yang kuat serta baik untuk dijadikan teladan.
Kebudayaan sendiri menyangkut adanya karya sastra dan seni yang bisa dijadikan
sebagai sumber pendidikan karakter. Secara langsung maupun tidak, dalam sebuah karya
32
banyak terkandung berbagai narasi yang berisi teladan, hikmah, nasihat, ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan pembentukan karakter (Indianto, 2015:4). Melalui karya
sastra dan seni seseorang dapat menangkap makna dan maksud dari setiap pernyataan
atau pementasan, yaitu berupa nilai. Sebagaimana cerita yang biasanya sarat akan nilai
dapat menjadi sumber nilai edukatif dalam membangun karakter diri manusia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa, penanaman pendidikan karakter melalui karya seni
sastra dan budaya diperkenalkan oleh walisanga, yakni sembilan wali yang berdakwah
menyebarkan agama Islam. Salah satu wali yang paling populer bagi masyarakat Jawa
adalah Sunan Kalijaga. Beliau banyak berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa
khususnya daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan media kesenian. Sunan Kalijaga
lebih populer dicitrakan sebagai “Sunannya rakyat” karena dalam berbagai cerita Sunan
Kalijaga dikisahkan selalu dekat dengan rakyat, salah satunya memilih untuk berpakaian
sama dengan orang awam meski ia sebenarnya berasal dari keluarga pejabat pada masa
itu.
Wali Sembilan atau yang lebih terkenal dengan sebutan Wali Songo adalah dewan
wali yang beranggotakan para ulama dari berbagai disiplin ilmu yang diyakini masyarakat
sebagai orang yang alim, abid, shaleh, wara‟ dan tentunya memiliki berbagai macam
kelebihan spiritual atau karamah, serta berjasa di dalam menyebarkan a