Upload
putri-pratiwi
View
302
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas Mata Kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja
Bahaya Kerja Fisika
Disusun Oleh:
Amrina Rosyadah 04101003054
Anggun Makkyana 04101003033
Ayu Kurniati Sijabat 04101003061
Dewi Ayu Puspitasari 04101003012
Dian Kusuma Putri 04101003032
Elisa Br S Depari 04101003065
Fridon Pasaribu 04101003044
Harpri Br G Munthe 04101003050
Melisa Megayanti Turnip 04101003029
Nur Oktafiani 04101003042
Oktaria Susanti 04101003018
Riska Dwi Julianti 04101003024
Ronita Sitanggang 04101003030
Wida Veronika Sianturi 04101003063
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2014/2015Nama : Dewi Ayu Puspitasari
NIM : 04101003012
BAHAYA KERJA FISIKA SUHU/PANAS
LATAR BELAKANG
Keselematan kerja merupakan salah satu hal utama yang harus
diperhatikan di setiap lingkungan kerja, baik lingkungan kerja formal maupun
lingkungan kerja informal. Menurut Ridwan Harianto (2009:3) ilmu keselamatan
kerja adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara atau usaha
untuk memodifikasi peralatan atau proses kerja demi menghindari kecelakaan
yang mungkin terjadi di lokasi kerja.
Keselamatan di tempat kerja tentunya tidak akan terlapas dari bahaya
kerja. Bahaya kerja merupakan setiap kondisi di lingkungan kerja yang berpotensi
menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja (Harianto,
2009:20). Berdasarkan penyebab bahaya kerja terdiri dari bahaya kimiawi, bahaya
fisika, bahaya biologis, bahaya ergonomis, serta bahaya psikologis.
Para pekerja kontraktor jalan raya merupakan salah satu komunitas yang
rentan mengalami bahaya kerja terutama bahaya kerja fisika yang meliputi
kebisingan, vibrasi, suhu lingkungan yang ekstrem (terlalu panas/terlalu dingin),
radiasi, dan tekanan udara. Suhu lingkungan tempat kerja yang terlalu ekstrem,
terlalu panas atau terlalu dingin, berbahaya terhadap kesehatan indivudu pekerja.
Manusia seperti juga binatang berdarah panas mempunyai kemampuan yang
terbatas untuk memelihara suhu tubuh terhadap temperatur disekitarnya.
Termoregulasi dapat dicapai oleh adanya keseimbangan dua faktor utama yang
menentukan tingginya suhu tubuh yaitu, produksi panas dari hasil metabolisme
tubuh dan kecepatan pembuangan panas memalui proses fisiologi tubuh. Suhu
lingkungan yang ektrem panas akan menimbulkan rasa cepat lelah, mengantuk,
berkurangnya penampilan kerja, dan meningkatnya kemungkinan kesalahan kerja
(Harianto, 2009:157).
1
Salah satu alat yang digunakan oleh para pekerja konstruksi di lokasi jalan
raya yang dapat mengakibatkan bahaya kerja fisika suhu ekstrem/panas adalah
aspal distributor. Aspal distributor merupakan truk atau kendaraan lain yang
dilengkapi dengan tangki aspal, pompa dan batang penyemprot. Umumnya alat ini
juga dilengkapi dengan pemanas yang bertujuan menjaga temperatur aspal serta
dilengkapi juga dengan hand sprayer (penyemprot tangan) yang berfungsi untuk
menyeprot bagian-bagian yang sulit dijangkau oleh batang penyemprot. Aspal
distributor digunakan untuk pemasangan lapis resap pengikat (prime coast) dan
lapis perekat (tack coast) agar memperoleh lapisan yang rata (Manual Pekerjaan
Campuran Beraspal Panas Buku-I : Petunjuk Umum, hal. 147).
Agar memperoleh lapisan yang merata, aspal harus dipanaskan pada
temperatur yang sesuai. Adapun temperatus pemanasan aspal dijabarkan dalam
tabel berikut:
2
(dalam Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Buku-I : Petunjuk
Umum, hal. 148)
Dari tabel tersebut rata-rata temperatur pemanasan aspal antara 20-70° C dan >
30° C sedangkan menurut WGBT (wet bulb globe temperature) index Umumnya
di sektor industri telah ada konsensus bahwa suhu inti tubuh tidak boleh lebih dari
38°C. Kebanyakan individu akan merasa nyaman pada suhu udara 20-27° C, bila
lebih tinggi dari nilai ini maka tidak terasa nyaman, penampilan kerja akan
menurun, bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Harianto, 2009:160-
161).
Saat para pekerja konstruksi jalan raya mengoperasikan aspal distributor
mereka secara otomatis akan terpajan dengan suhu yang ektrem atau suhu yang
terlalu panas yang disebut heat stress. Heat stroke adalah gangguan yang paling
serius akibat heat stress. Biasanya heat stroke bermula dari heat exhaution yang
tidak ditanggulangi lebih lanjut. heat exhaution adalah ketiadakadekuatan atau
kolaps sirkulasi perifer (Batticaca, 2008), gangguan ini diakibatkan oleh
kegagalan tubuh untuk beradaptasi karena darah mengalir ke permukaan kulit
akibat vasodilatasi pembuluh darah kulit (Harianto, 2009). Heat stroke disebakan
oleh kegagalan mekanisme pengaturan panas tubuh dn merupakan gabungan dari
hiperpireksia (40,6°C) dan gejala-gejala neurologis. Gejalanya yaitu kulit
memerah, kering karena tubuh tidak mampu lagi menghasilkan keringat, lemah,
sakit kepala, rasa berputar, nadi cepat, kadang-kadang timbul kejang, kesadaran
menurun sampai koma. Selain itu, penyakit yang biasanya muncul akibat pajanan
terhadap lingkungan panas juga berupa kelainan kulit seperti heat edema,
erythema ag igne, intertrigo rash, dan heat rash, juga bisa berupa heat cramps,
heat exhaustion, heat syncope, serta hiperkapnia.
Risiko gangguan kesehatan bahaya kerja fisik di lingkungan panas sendiri
dapat dikendalikan dengan tiga cara, yaitu pengendalian administratif,
pengendalian teknik, serta penggunaan alat perlindungan diri. Pengendalian
administratif yang dapat dilakukan perawat berupa penyuluhan mengenai periode
aklimatisasi, yaitu suatu proses penyesuaian fisiologis terhadap lingkungan kerja
panas. Proses ini dimulai dengan pengurangan jam kerja pada hari pertama, dan
3
ditingkatkan pada hari-hari berikutnya sampai dapat bekerja penuh pada akhir
masa aklimatisasi. Kemudian anjurkan para pekerja untuk memenuhi kebutuhan
istirahat dengan jadwal pendek tetapi sering dan rotasi kerja yang memadai, serta
penyediaan air untuk rehidrasi yang memadai di lokasi kerja.
Pengendalian teknik merupakan usaha pengendalian panas dengan
mengurangi produksi panas metabolik tubuh, biasanya dilakukan dengan cara
mengurangi pertambahan panas secara seperti melapisi permukaan benda-benda
yang panas dengan bahan yang memiliki emisi rendah, misalnya alumunium atau
cat. Alat perlindungan diri yang bisa dianjurkan pada para pekerja yaitu dengan
memakai baju yang tipis dan berwarna terang agar pengeluaran panas tubuh
melalui proses evavorasi keringat lebih efisien. Selain itu, sarankan juga pekerja
untuk memakai kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dengan
benda-benda yang sangat panas seperti aspal distributor.
Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan penyuluhan
keselamatan kerja serta sebagai tenaga paramedis bagi pekerja dibidang
konstruksi jalan raya untuk memfasilitasi kenyamanan serta keselamatan kerja di
lingkungan kerja. Diharapkan dengan adanya perawat sebagai tenaga kesehatan di
lingkungan kontraktor jalan raya, bahaya kerja fisika akibat suhu lingkungan
ekstrem dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Harrianto, Ridwan.(2009). Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC.
Manual pekerjaan campuran beraspal panas buku-I : Petunjuk umum.Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.
Batticaca, F. B,.(2008). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
4
Nama : Dian Kusuma Putri
NIM : 04101003032
Bahaya Kebisingan Terhadap Keselamatan Kesehatan Kerja Pada
Kontraktor Proyek Pembangunan Jalan Raya
Latar Belakang
Sejalan dengan pertumbuhan industri sekarang ini jelas memerlukan
kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan yang mengelola bahan
baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan ditempat kerja,
gunamenghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat.Oleh karena
itu, tenaga kerja mempunyai peranan yang sangatpenting sebagai penggerak roda
pembangunan nasionalkhususnya yang berkaitan dengan sektor industri.
Disampingitu tenaga kerja adalah unsur yang langsung berhadapandengan
berbagai akibat dari kegiatan industri, sehinggasudah seharusnya kepada tenaga
kerja diberikan perlindungandan pemeliharaan kesehatan (A. M. Sugeng Budiono,
2003, dikutip oleh Sukmono, 2010).Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
hal yang penting bagi perusahaan, karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja
tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Perusahaan–perusahaan pada bidang konstruksi bangunan merupakan
salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung perkembangan
pembangunan di Indonesia. Dengan banyaknya perusahaan–perusahaan
konstruksi yang bersaing ketat untuk membuat suatu proyek akan adanya
persaingan, sehingga perusahaan harus mampu untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kinerjanya termasuk meningkatkan produktivitas dengan menggunakan
alat–alat produksi yang semakin komplek. Semakin kompleknya peralatan kerja
yang digunakan, maka semakin besar pula potensi bahaya kecelakaan kerja yang
ditimbulkan apabila tidak dilakukan penanganan dan pengendalian sebaik
mungkin. (Tjakra, Langi & Walangitan, 2013).Di samping itu, pekerjaan
konstruksi merupakan salah satu penyumbang kecelakaan kerja terbesar di
Indonesia (Stefiananto, 2013).
5
Bahaya kerja adalah setiap keadaan dimana dalam lingkungan kerja yang
berpotensi untuk terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Salah
satu bahaya kerja adalah bahaya fisik yang mencakup kebisingan, vibrasi, suhu
lingkungan kerja yang terlalu ekstrim, radiasi dan tekanan udara. (Harrianto,
2009).
Salah satu faktor fisik di tempat kerja, dalam hal ini proyek jalan raya,
adalah kebisingan. Kebisingan di lingkungan kerja dapat menyebabkan gangguan
yang bersifatauditoridanexraauditori. Tenaga kerjadapat mengalami gangguan
konsentrasi, gangguan komunikasi, gangguan berpikir, penurunan kemampuan
kerja, emosi meningkat, otot menjadi tegang dan metabolisme tubuh menjadi
meningkat.Saat kebisingan ini melebihi ambang batas, dampaknya dapat berupa
penurunan kemampuan mendengar, pergeseran ambang pendengaran, dan
sebagainya (Suma’mur, 2009, dikutip Saputro, 2011).
Kebisingan pada proyek pembuatan jalan raya ditimbulkan oleh alat-alat
yang dipakai selama proses pembuatan jalan raya(Suma’mur, 2009, dikutip
Saputro, 2011).Alat-alat yang dipakai dalam konstruksi jalan raya yaitu alat gali,
truk, dozer, grader, alat pemadat, jackhammer, loader, dan lain sebagainya. Alat-
alat tersebut memiliki desibel level yang besar dan bersifat kontinuitas yang
melebihi nilai ambang batas pendengaran manusia sehingga dapat menimbulkan
masalah pada pendengaran dan gangguan lainnya.
Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH) telah mendefinisikan status suara atau kondisi kerja dimana suara
berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu :
a. suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 104 dBA
b. kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat
kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam.
Tabel tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh alat-alat dalam kontruksi jalan raya
Alat Tingkat kebisingan (dBA)
Backhoe 80
Ballast Equalizer 82
Ballast Tamper 83
Compactor 82
6
Dozer 85
Grader 85
Jackhammer 88
Loader 85
Roller 74
Truck 88
Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankanadalah
85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diaturdalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :
KEP.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untukkebisingan di
tempat kerja (Kepmenaker, 1999).
Tabel batasan waktu dan pajanan kebisingan :
7
Untuk pencegahan gangguankesehatan akibat dari kebisingan, perawat
sebagai tenaga kesehatan di tingkat primer memiliki peranan dalam pemberian
penkes (pendidikan kesehatan) kepada para tenaga kerja proyek pembuatan jalan
raya tentang bahaya kebisingan akibat alat-alat yang dipakai dalam proses
pembuatan jalan dan pentingnya penggunaan alat pelindung diri (APD) selama
proses pengerjaan.
Ada dua jenis alat pelindung pendengaran (hearing protection) yang dapat
dipakai, yaitu : (healthsafetyprotection.com)
1. Ear Plug : dimasukkan untuk memblokir saluran telinga. Ear plug
berbentuk premolded (preformed) atau moldable (busa). Ear plug
umumnya dijual sebagai produk sekali pakai (disposable) atau dapat
digunakan kembali (reusable).
2. Ear muff : Penutup telinga yang terbuat dari bahan yang lembut yang
dapat menurunkan kebisingan dengan cara menutupi semua bagian telinga
dan ditahan/dipegang oleh head band.
REFERENSI
Anonim.2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26007/4/Chapter
%20II.pdfdiperoleh pada tanggal 7 Februari 2014).
Anonim. 2011. Alat pelindung pendengaran (hearing protection).
(http://healthsafetyprotection.com/alat-pelindung-pendengaran-hearing-
protection/diperoleh pada tanggal 7 Februari 2014).
Harrington, J.M. 2011. Buku sakuKesehatan kerja. Jakarta : EGC
Harrianto, Ridwan. 2009. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta : EGC.
Saputro, Prawida Galih. 2011. Pengaruh kebisingan terhadap kelelahan umum
pada tenaga kerja penggilingan padi di Desa Kagokan Sukoharjo.
Skripsi.Universitas Sebelas Maret : Fakultas Kedokteran.
(http: //eprints.uns.ac.id/7608/1/215950202201210251.pdfdiperoleh pada
tanggal 7 Februari 2014).
8
Stefiananto, Arfian. 2013. Kajian Dokumen Rencana Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Kontrak Kontraktor pada Proyek Jalan dan Evaluasi Penerapannya di
Lapangan (Studi Kasus pada Dua Proyek Konstruksi Jalan di DIY). Skripsi.
Universitas Gadjah Mada : Fakultas Teknik. http:// abstract.ft.ugm.ac.id/?
p=130 diperoleh pada tanggal 7 Februari 2014).
Sukmono, Daniel Haris.2010.Pengaruh kebisingan terhadap tingkat kelelahan
kerja di penggilingan padi desa Griyan Kelurahan Baturan Kecamatan
Colomadu Kab.Karanganyar. Skripsi. Universitas Sebelas Maret :Fakultas
Kedokteran.( http: //eprints.uns.ac.id/6551/1/139271108201008351.pdf
diperoleh pada tanggal 7 Februari 2014).
Tjakra,MariscaImaculataFiraniMentang J., J. E. Ch. Langi&D. R. O. Walangitan.
2013.
E
valuasipenerapansistemmanajemenkeselamatandankesehatankerjapadapenin
gkatanfasilitasPTTrakindoUtama Balikpapan. Jurnal Sipil Statik, 1(5) 318.
U.S Departement Of Transportation (Federal Highway Administration).
Contruction Noise Handbook.
(
https://www.fhwa.dot.gov/environment/noise/construction_noise/handbook/
handbook09.cfm diperoleh pada tanggal 7 Februari 2014).
9
Nama : Anggun Makkyana
NIM : 04101003033
Bahaya Fisika (Getaran) Terhadap Kesehatan Keselamatan Kerja pada
Operator Alat Jackhammer di Proyek Pembangunan Jalan
Latar Belakang
Bahaya kerja adalah setiap keadaan dalam lingkungan yang berpotensi
untuk terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Bahaya kerja ini
meliputi bahaya kerja kimiawi, fisik, biologis, ergonomis, dan psikologi
(Harianto, 2012). Bahaya ini bila tidak tidak ditanggulangi dengan baik akan
mengganggu kesehatan pekerja. Bahkan akan mengakibatkan kecelekaan kerja.
Dalam lingkungan kerja proyek jalan raya ada banyak dampak bahaya
yang ditimbulkan. Dalam hal ini saya akan menjelaskan tentang bahaya fisika.
Bahaya kerja fisika yang terjadi contohnya panas, kebisingan dan getararan.
Bahaya fisika ini bisa disebabkan oleh penggunaan alat-berat. Terutama pada
pekerja pembangunan jalan yang sering bersentuhan dengan alat ini. Salah satu
contoh alat berat yang digunakan adalah Jackhammer.
Jackhammer adalah alat yang digunakan untuk mengebor batuan keras
untuk kemudian diledakan seperti crawling drill, hanya saja jackhammer ini
dioperasikan oleh manusia langsung, maka tenaga manusianya harus kuat untuk
melawan tekanan jackhammer (Pranama, 2010). Pada proyek pembangunan
jalan, alat ini digunakan untuk mengebor jalanan yang rusak seperti berlobang
sebelum dilakukan pembangunan jalan kembali.
Jackhammer ini cukup berat yaitu 29 kg (Putra, 2011). Alat ini memiliki
kekuatan tiap pukulan sebesar 60 joule, dan kecepatan pukulan sebesar 1030/
menit menjadikan mesin bobok ini memiliki daya penghancur yang sangat baik
sebesar 2700Kg/ jam atau 21 ton/ hari. Kecepatan pukulan pada alat ini
menghasilkan getaran.
10
Efek getaran ini terhadap kesehatan menimbulkan kelaian dari
mikrosrkulasi perifer, cols-induced Raynaud phenomenon atau vobration white
finger, dan kelaian nerulogik pada sistem perifer. Efek ini terhadap kesehatan
secara kolektif disebut hand-arm vibration syndrome (HAVS) yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan cacat. Efek getaran yang dtimbulkan tergantung
dari besarnya getaran, lama penggunaan dan frekuensinya. Semakin lama pekerja
menggunakan alat-alat tersebut dan semakin cepat getarannya maka makin tinggi
risiko terkena HAVS. Makin pendek periode laten, makin berat HAVS yang
terjadi bila pajanan pada tangan dengan alat-alat yang bergetar tetap berlanjut.
Frekuensi yang berkisar antara 2-1500 Hz berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan jaringan meskipun frekuensinya relatif kecil berkisar antara 5-20 Hz
sudah berbahaya. Kerusakan seringkali dialami seperti tidak tahan terhadap dingin
(cold intolerance), sensibilitas berkurang, otot menjadi lemah, kehilangan
koordinasi dari tangan, ketrampilan berkurang, dan tangan menjadi kejang.
Akibatnya HAVS ini menyebabkan menurunnya kualitas hidup seseorang.
Sebagai seorang perawat kita bisa mengajarkan tentang pencegahan agar
pekerja terhindar dari HAVS. Meliputi i) modifikasi kerja untuk mengurangi
paparan getaran; ii) evaluasi kesehatan; iii) cara kerja sehari-hari; dan iv)
pendidikan bagi pekerja.
Modifikasi kerja untuk mengurangi paparan getaran dilakukan dengan
mengajarkan kepada pekerja yang bekerja dengan alat-alat tangan yang bergetar
perlu memakai sarung tangan hangat dengan multi lapisan dan sebaiknya
memakai sarung tangan anti getaran bila memungkinkan.
Perlu ditentukan lamanya terpapar getaran dan waktu istirahat untuk
menghindari pajanan getaran yang terus menurus. Pekerja yang menggunakan alat
bergetar terus menerus perlu mengambil waktu istirahat 10 menit tiap jam selama
penggunaan alat bergetar tersebut.
Perawat juga mengajarkan kepada pekerja sebaiknya tidak memegang alat
tersebut secara kuat. Memegangnya secara ringan, konsisten dengan sikap kerja
yang aman. Karena semakin kuat memegang, maka semakin banyak getaran yang
ditransmisikan ke jari-jari dan tangan. Bila memungkinkan selain memegang
dengan ringan pekerja bekerja dengan posisi tangan yang bervariasi.
11
Pekerja yang akan menggunakan alat-alat tangan bergetar perlu diberikan
pelatihan tentang bahaya getaran dan mereka perlu diajarkan bagaimana
meminimalisasikan efek getaran tersebut. Pekerja perlu diberitahukan gejala-
gejala awal HAVS sehingga mereka dengan segera mencari pengobatan dan
perawatan agar terhindar dari gejala yang semakin parah. Pekerja yang merokok
lebih rentan terkena HAVS daripada mereka yang tidak merokok. Hal ini
disebabkan karena tembakau dapat mempengaruhi aliran darah. Dan pekerja yang
terkena HAVS dengan merokok biasanya menderita lebih parah, itu sebabnya
mereka yang bekerja dengan alat-alat bergetar dilarang merokok. (Samara, 2006)
Daftar Pustaka
Harrianto, Ridwan. 2009. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta : EGC.
Harington, J.M. (2011). Buku saku kesehatan kerja. Jakarta : EGC.
Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor : KEP.51/MEN/I999 Tanggal : 16 April
1999
Pranama, Sangga. (2010). Jack hammer.
http://sanggapramana.wordpress.com/2010/07/23/jackhammer/ diakses
tanggal 7 Februari 2014.
Putra, Kiagus Rachmadi Eka. (2011). Alat bongkar jack hammer.
http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.com/2011/10/jack-hammer.html
diakses tanggal 7 Februari 2014.
Panitia Bulan K3. (2010). Getaran.
http://k3pelakan.blogspot.com/2010/10/getaran.html diakses tanggal 7
Februari 2014.
Samara, Diana. (2006). Diagnosis dan penatalaksanaan hand-arm vibration
syndrome pada pekerja pengguna alat yang bergetar. Universa Medicina,
25 (3), 134-137.
12
Nama : Harpri Br G Munthe
Nim : 04101003050
BAHAYA FISIKA
Dampak Radiasi Sinar Ultraviolet terhadap Petugas Polantas di Indralaya
Latar belakang:
Sinar matahari merupakan sumber energi terbesar dibumi. Sinar matahari
sangat berguna bagi kesehatan manusia, sebagai contoh matahari mengandung
vitamin D. sinar matahari mengubah provitamin D menjadi vitamin D sehingga
sangat bermanfaat untuk tulang (Bambang, 2007). Sinar matahari diterima oleh
tubuh dengan cara radiasi. Radiasi merupakan energy yang dihantarkan,
dipancarkan, dan diserap dalam bentuk partikel atau gelombang (Harrington dan
Gill, 2003).
Jenis-jenis sinar radiasi UV, yaitu:
1. Sinar UV-A
UV-A adalah sinar UV yang paling banyak menimbulkan radiasi, dengan
panjang gelombang 100-290 nm. Sinar UV-A meliputi 95% radiasi yang
mencapai permukaan bumi dan 30-50 kali lebih umum dari sinar UV-B
walaupun kurang intens. Radiasi UV-A menembus sampai dermis dan dapat
merusak serat-serat yang berada di dalamnya. Selain itu, UV-A dapat
menembus kaca. Intensitas radiasi UV-A lebih konstan daripada UV-B. Efek
yang ditimbulkan adalah pigmentasi kulit, kerusakan kulit dan kerutan.
2. Sinar UV-B
UV-B memiliki panjang gelombang 290-320 nm. Sinar ini biasanya hanya
merusak lapisan luar kulit (epidermis). Sinar UV-B memiliki intensitas
13
tertinggi saat sinar matahari terang (antara jam 10:00-14:00). Sebagian sinar
UV-B terblokir oleh lapisan ozon di atmosfer. UV-B tidak menembus kaca.
Dalam jumlah kecil, radiasi UV-B bermanfaat untuk sintesis vitamin D
dalam tubuh, tetapi paparan berlebihan dapat menimbulkan kulit kemerahan
atau terbakar dan efek berbahaya sintesis radikal bebas yang memicu eritema
dan katarak. Sinar ini juga menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel
sehingga memicu tumbuhnya kanker kulit.
3. Sinar UV-C
UV-C memiliki panjang gelombang 320-4 nm. UV-C menimbulkan
bahaya terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas
sinar ini terserap di lapisan atmosfer (ozon). Dengan meluasnya kerusakan
lapisan ozon karena pelepasan bahan kimia tertentu ke lingkungan, seperti
CFC (Freon) dan lainnya, akan banyak UV-C yang lolos ke bumi dan
menimbulkan berbagai dampak yang merugikan bagi manusia.
Namun disamping memiliki banyak manfaat terhadap manusia, radiasi
matahari bisa menyebabkan damapak negative terhadap kesehatan manusia.
Radiasi matahari dikenal dengan radiasi sinar UV. Radiasi UV dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan kulit terbakar, kanker kulit, dan penuaan dini. Selain
dampak umum diatas, efek yang ditimbulkan dapat berupa efek fisiologis yaitu
Efek yang mengakibatkan gangguan pada organ-organ tubuh manusia berupa,
kanker otak dan pendengaran, tumor, perubahan pada jaringan mata termasuk
retina dan lensa mata, gangguan pada reproduksi, hilang ingatan, kepala pening.
dan psikologi yaitu timbulnya stress dan ketidaknyamanan karena penyinaran
radiasi berulang-ulang.
Banyak orang yang beresiko terkena dampak negative dari radiasi UV.
Terutama orang-orang yang bekerja di tempat-tempat yang langsung terpapar
sinar matahari. Misalnya, salah satunya yang paling sering dilihat yaitu polisi lalu
lintas. Polisi lalu lintas (Polantas) adalah orang yang bekerja di jalan raya yang
bertugas untuk mengatur ketertiban dan kelancaran lalu lintas kendaraan.
14
Polantas biasanya bekerja mulai dari pagi hingga malam hari secara
bergantian.umumnya padapagi hari hingga siang hari. Dimana pada siang hari
Polantas harus siap berdiri dan bekerja dibawah paparan sinar matahari langsung.
Sesuai pembahasan sebelumnya dilihat dari dampak negative yang ditimbulkan,
polantas sangat beresiko terhadap penyakit-penyakit diatas. Salah satu yang
menjadi keluhan Polantas ialah luka bakar matahari (sunburn) namun masih
dalam tahap ringan.
Sunburn dikategorikan pada luka bakar stadium 1. Biasanya orang yang
berkulit putih lebih rentan terkena karena mengandung lebih sedikit melanosit
yaitu pigmen daripada orang yang berkulit hitam. Ciri-ciri sunburn ialah
permukaan kulit kemerahan, terasa panas, dan nyeri bila disentuh. Namun jika
secara terus-menerus terpajan sinar matahari dalam jangka panjang akan beresiko
kanker kulit.
Sehubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja hal-hal tersebut
diatas dapat diatasi. Untuk langkah pencegahan, biasanya setiap pekerja diberikan
penyuluhan dan anjuran dalam mengatasinya. Misalnya sebagai Polantas, mereka
dianjurkan memakai topi, pakaian dinas yang berlengan panjang, kacamata
pelindung dari sinar matahari, memakai krem atau pelembab, dan mengurangi
pajanan matahari yang terlalu sering.
Untuk pengobatan akan sunburn dapat dilakukan menggunakan obat-
obatan tradisional dan medik misalnya, gel lidah buaya dioleskan pada kulit yang
terkena sunburn, Krim cukur yang mengandung menthol dan bahan kimia lainnya
yang secara alami mampu mendinginkan dan membuat kulit terasa enak, Mandi
Air Dingin, Baking soda menciptakan lingkungan basa yang bisa menenangkan
kulit serta bersifat antiseptik dan dapat membantu mengatasi rasa gatal karenanya,
Madu yang bersifat antibakteri dan beberapa studi memang telah menunjukkan
bahwa madu dapat membantu menyembuhkan luka, vitamin E, saleb atau krim
resep dari dokter, dll.
Peran perawat:
Sebagai perawat hal yang dapat dilakukan ialah mulai dari pencegahan, perawatan
juga rehabilitasi. Seorang perawat memberikan penyuluhan bisa kolaborasi
15
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pemberian penyuluhan mengenai K3
(keselamatan dan kesehatan kerja). Melakukan pelatihan K3 kepada para pekerja
sehubungan dengan resiko pekerjaan mereka. Selain itu peran perawat lainnya
dapat berupa:
1. Care giver : pemberi asuhan keperawatan
2. Counselor : pemberian bimbingan/konseling klien
3. Educator : sebagai pemberi pendidikan
4. Consultan : sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah
klien.
5. Perawat juga bisa memberikan penyuluhan mengenai pemakaian obat-
obatan herbal (terapi komplementer) seperti, untuk menjaga kelembapan
kulit dapat menggunakan alpukat, minyak zaitun, lidah buaya, dll.
Daftar Pustaka
Harrington, dan Gill. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: ECG.
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: EGC.
Utoyo, bambang. 2007. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Sekolah X
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Bandung: PT. Setia Purna Inves.
16
Nama : Elisa Br S Depari NIM : 04101003065
Bahaya fisika_Panas pada Tempat Kerja POLANTAS
Latar belakangLingkungan pekerjaan yang memenuhi syarat kesehatan sangat
didambakan oleh setiap pekerja, untuk dapat merasakan kenyaman dalam
melakukan aktifitas kerja. Hal ini penting untuk meningkatkan gairah dan
semangat kerja, sehingga akhirnya dapat meningkatkan produktifitas kerja. Tetapi
kenyataannya yang kita jumpai di lapangan lebih banyak lingkungan kerja tidak
sesuai dengan apa yang didambakan oleh pekerja untuk memelihara kenyamanan
mereka selama bekerja.
Lingkungan kerja yang sehat meliputi; penerangan tempat bekerja yang
baik, ventilasi udara yang cukup, penataan dan disain tempat kerja yang baik,
pengaturan suhu udara ruangan memenuhi standar, kamar mandi dan tempat
pembuangan tinja yang memenuhi syarat, sumber air bersih yang memenuhi
syarat, pembuangan air limbah atau mempunyai alat untuk memperoses limbah
yang dibuang, tempat pembuangan sampah khusus untuk bahan2 yang berbahaya,
kantin pekerja yang memenuhi syarat, tersedia ruang istirahat khusus dan tempat
ibadah, tersedia ruang ganti pakaian, memiliki ruang isolasi untuk bahan-bahan
yang berbahaya atau mesin-mesin yang hiruk pikuk.
Lingkungan yang disebutkan diatas pada umumnya merupakan tempat
kerja dalam ruangan. Hal yang berbeda pada lingkungan kerja polisi lalu lintas.
Lingkungan kerjanya di jalan raya, sehingga sulit dimodifikasi untuk menciptakan
kondisi yang nyaman. Semuanya tergantung dari kondisi alam. Pada lingkungan
kerja polisi lalu lintas aspek lingkungan kerja ini penting untuk melihat kinerja
POLANTAS.
Penomena yang ada di jalan raya, mencerminkan lingkungan kerja polisi
lalu lintas jauh dari lingkungan kerja yang nyaman. Bila dilihat dari kerja Polantas
dalam mengatur lalu-lintas, maka tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar
waktu para Polantas berada di jalan raya dengan lingkungan fisik yang buruk
17
setiap harinya, seperti suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi disebabkan karena
paparan sinar matahari langsung. Dengan suhu lingkungan yang ekstrem
menyebabkan Polantas sewaktu bekerja akan mengalami keluhan. Keluhan
tersebut berkaitan dengan ketidaknyamanan sewaktu bekerja dan akan
mengurangi kualitas kerja Polantas.
Polantas yang bekerja di jalan raya setiap harinya akan mengalami
ketidaknyamanan tersebut terutama pada musin kemarau. Hal ini berkaitan
dengan suhu lingkungan di tempat kerja tersebut akan semakin tinggi. Tingginya
suhu di jalan raya tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti efek
rumah kaca yang meningkatkan suhu permukaan bumi, asap kendaraan bermotor,
pantulan dari panas dari jalan raya, tiang listrik, atap rumah dan kaca-kaca
gedung dan kurangnya jumlah pohon di pinggir jalan. Suhu tubuh dipelihara
dalam batas sempit oleh mekanisme homeostatic yang efisien, meskipun variasi
diurnal sekitar 0,5-1C. Aklitimasi terhadap panas dimungkinkan selama 10 hari
dan dimungkinkan dengan pengeluaran keringat yang berlipat.
Berdasarkan penjelasan diatas bahaya fisika dilingkungan kerja Polantas
terkait dengan panas sangat berisiko mengganggu kesehatan para Polantas.
Beratnya efek kesehatan karena panas lebih tinggi pada lingkungan kerja tersebut
tergantung pada suhu, kelembapan dan lamanya pemajanan. Efek panas tersebut
bagi kesehatan Polantas adalah kelesuan, mudah marah, tidak nyaman; kinerja
menurun dan kurang konsentrasi; kemerahan pada kulit; kekakuan pada otot;
kecapaian bahkan stroke panas.
Oleh karena itu perlu tindakan yang lebih serius untuk mengurangi
masalah kesehtan akibat bahaya fisika yang ada di lingkungan kerja Polantas.
Peran perawat untuk menanggulangi masalah tersebut yaitu dengan memberikan
pendidikan kepada para Polantas terkait efek panas (suhu ektrem) bagi kesehatan.
Memberikan informasi penanggulanagan masalah jika Polantas tersebut telah
mengalami masalah kesehatan. Semua efek kekakuan akibat panas diatasi dengan
pendinginan dan pemberian garam dan air. Kecapaian akibat panas dan stroke
panas menunjukkan kegagalan mekanisme pengaturan suhu dan memerlukan
tindakan cepat dengan pendinginan yang efektif dengan cairan dan elektrolit
secara intravena. Selain itu penting juga untuk menganjurkan para Polantas untuk
18
meningkatkan asupan cairan untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
serta penggunaan APD seperti pakaian lengan panjang,celana panjang, topi,
sepatu dan lain-lain.
APD yang disediakan harus memenuhi syarat :
1. Harus memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang
dihadapi tenaga kerja/sesuai dengan sumber bahaya yang ada.
2. Tidak mudah rusak
3. Tidak mengganggu aktifitas pemakai.
4. Mudah diperoleh dipemasaran.
5. Memenuhi syarat spesifik lain.
6. Nyaman dipakai.
Dalam program pengadaan APD untuk melindungi POLANTAS dalam
bekerja, maka penyimpanan, pemeliharaan APD sebaiknya dibilik yang sangat
sensitif terhadap perubahan tertentu, waktu kadaluarsanya dan tidak akan
menimbulkan alergi terhadap sipemakai serta tidak menularkan penyakit.
Daftar pustaka
Anonim. (2013). Suhu di Sini Sudah Mencapai 340 C, Hutan Lindung dan Hutan Kota Perlu di Lestarikan. Dari http://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/03/30/suhu-di-sini-sudah-mencapai-340-c-hutan-lindung-dan-hutan-kota-perlu-di-lestarikan-547011.html diperoleh 26 Februari 2014
Buchori (2007). Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri. USU Repository. ; http://www.library.usu.ac.id diperoleh 25 Februari 2014
Harrington, J.M.(2003). Buku Saku Kesehatan Kerja Edisi 3. Jakarta : EGC.
Nurmalia.(2010). Pengaruh Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi Lalu Lintas.Dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA-FPS.pdf diperoleh 25 Februari 2014
19
Nama : Ronita Sitanggang
NIM : 04101003030
Tugas K3 Pada POLANTAS Tentang Kebisingan Dengan Penyakit Noise
Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)
1. Latar Belakang
POLANTAS adalah Polisi Lalu Lintas yang bekerja untuk mengatur arus
kendaraan dijalan agar tidak terjadi kemacetan dan kendaraan berjalan dengan
tertib. Berdasarkan fungsi dan tugas POLANTAS tersebut berpotensi untuk
mengalami gangguan pendengaran dikarenakan suara-suara dari kendaraan yang
lalu lalang. Pengertian bising itu sendiri adalah suara yang sangat komplek, terdiri
dari frekuensi- frekuensi yang acak yang berhubungan satu sama lain. Sedangkan
kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau
membahayakan.Bising berpengaruh terhadap POLANTAS, sehingga dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan antara lain gangguan pendengaran.
Penyakit yang disebabkan kebisingan atau Nioce Induced Hearing Loss (NIHL)
miliki dua tipe yaitu:
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS) atau tuli sementara
adalah berkurangnya pendengaran sementara yang dapat pulih setelah pajanan
terhadap bising dihentikan. Waktu yang dibutuhkan untuk kembali pulih darti
TTS berfariasi. TTS muncul setelah 2 menit dari pajanan. Semakin tinggi
intensitas dan jangka waktu panjanan, semakin tinggi pula TTS. Pemulihan TTS
segera setelah pajanan dihentikan dan hampir
seluruh proses pemulihan terjadi pada waktu 16 jam.
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS) atau tuli permanen.
Adalah tuli tanpa penyembuhan walaupun pajanan dihentikan. Berkurangnya
pendengaran dimulai frekuensi 4000 Hz dan meluas ke frekuensi lain dengan
pajanan yang terus menerus. Tuli permanen dapat muncul tanpa adanyaTTS.
20
Pada POLANTAS berdasarkan kajadian yang kami tanyakan mereka
sering merasakan hilangnya pendengaran yang sementara sehabis kendaraan berat
lewat yang merupakan Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS) atau
tuli sementara yaitu terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara
perlahan-lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan.
Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi
4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang
pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya hingga dapat
mengakibatkan tuli permanen.
2. Peran Perawat
Peran perawat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan
telinga temporer dapat dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
POLANTAS mengenai dampak atau efek lanjut dari kebisingan yang
ditimbulkan oleh kendaraan dan melakukan demonstrasi serta penkes
untuk mengurangi paparan bising, seperti mengajarkan penggunaan alat
pelindung telinga. Alat yang dapat melindungi telinga dari paparan bising
ada 3 jenis yaitu :
1. Ear Plug dimasukkan untuk memblokir saluran telinga. Ear plug
berbentuk premolded (preformed) atau moldable (busa). Ear plug
umumnya dijual sebagai produk sekali pakai (disposable) atau dapat
digunakan kembali (reusable).
2. Semi-insert ear plugs terdiri dari dua ear plug yang dipasang diujung head
band.
3. Ear muff Penutup telinga yang terbuat dari bahan yang lembut yang dapat
menurunkan kebisingan dengan cara menutupi semua bagian telinga dan
ditahan/dipegang oleh head band.
21
Karena tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan tidak
terlalul kuat maka alat perlindungan telinga yang cocok untuk pekerja
POLANTAS adalah Earplugs selain itu earplug juga simple jadi tidak
menyusahkan POLANTAS dalam melaksanakan pekerjaannya .
DAPUS :
Jeyaratman, Koh David.2009.Buku Ajar Praktek Kedokteran Kerja. Jakarta :
EGC
Gabriel.1996.Fisika Kedokteran.Jakarta : EGC.
22
NAMA : OKTARIA SUSANTI
NIM : 04101003018
BAHAYA FISIK “SUHU/TEMPERATUR EKSTREM”
DI BENGKEL LAS SINAR JAYA
A. Latar Belakang
Keamanan dan keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus
menjadi perhatian utama semua pihak dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Kerberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya diukur dari selesainya
pekerjaan tersebut. Banyak hal yang dijadikan sebagai parameter penilaian
terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan dinilai berhasil apabila
keamanan dan keselamatan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat
diselesaikan tepat waktu atau bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang ditentukan,
memberikan keuntungan bagi perusahaan, memberikan kepuasan kepada semua
pihak.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan. Sedangkan pengertian keselamatan dan
kesehatan kerja secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (P2K3 Depnaker RI, 2000).
Salah satu masalah di bidang kesehatan keselamatan kerja adalah gangguan
kesehatan akibat lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan dari
seseorang yang sedang bekerja. Perkembangan zaman pembangunan yang
semakin maju ini berdampak pada berkembangnya industri las atau bengkel las.
Pesatnya perkembangan industri las mengakibatkan semakin tingginya resiko
yang dihadapi oleh para tenaga kerja di bengkel las.
Kondisi lingkungan kerja di bengkel las berpotensi menimbulkan dampak
terhadap pekerja. Bahaya fisik yang dapat ditimbulkan dari lingkungan sekitar
23
pekerja dapat berupa kebisingan, radiasi, suhu/temperature dan getaran. Salah satu
bahaya fisik yang terlihat di bengkel Sinar Jaya adalah temperature/suhu yang
ekstrem. Dari hasil pengamatan di lapangan, pekerja sering merasakan kondisi
panas ekstrim terutama saat tengah hari dan saat sedang mengelas. Pekerjaan
mengelas sendiri dapat menghasilkan panas hingga 1500C-2500C. Hal ini dapat
menimbulkan efek stress/heat stress, heat stroke, luka serius pada mata akibat
ampas panas, kepingan logam, dan percikan elektroda panas. Panas yang tinggi
dan percikan api dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan jika di sekitarnya
terdapat bahan-bahan yang mudah dibakar. Menurut pekerja tukang las Sinar Jaya
panas yang dihasilkan dari las terkadang menimbulkan luka kecil. Efek yang
paling sering dirasakan adalah ketika suhu udara sedang panas yang berlebihan,
pekerja sering merasakan kelelahan akibat panas yang ditimbulkan. Suhu
lingkungan yang ekstrem panas akan menimbulkan rasa cepat lelah, mengantuk,
berkurangnya penampilan kerja, dan meningkatnya kemungkinan kesalahan kerja
(Harianto, 2009:157).
Peran perawat dalam mengatasi bahaya fisik ini adalah sebagai edukator,
dimana perawat berperan dalam melakukan pendidikan kesehatan kepada para
pekerja “tukang las” agar sedini mungkin dapat menghindari bahaya yang
disebabkan dari alat kerja maupun lingkungan sekitar tempat kerja. Adapun hal-
hal yang perlu diberitahukan kepada para pekerja adalah menjauhkan material
yang mudah terbakar dan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti safety
glasses contohnya tameng, safety gloves/sarung tangan anti panas, dan safety
harness (Harrington, 2003:250). Diharapkan dengan adanya perawat sebagai
edukator dilingkungan bengkel las, bahaya fisik akibat suhu/temperature yang
ekstrem dapat dihindari.
Daftar Pustaka
Modul Umum Pembinaan Operasional P2K3. 2000. Pembinaan Operasional
P2K3 MODUL 1 Dasar-Dasar Keselamatan Kesehatan Kerja.
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Harianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta`: EGC
Harrington, J.M., Gill, F.S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC
24
Nama : Riska Dwi Julianti
NIM : 04101003024
LATAR BELAKANG BAHAYA FISIK DI BENGKEL LAS
“SINAR JAYA” PALEMBANG
Keselamatan kerja bagi seorang tenaga kerja sangat perlu diperhatikan
karena dapat mempengaruhi kesehatan dan produktivitas pekerja. Setiap tempat
kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.,
Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan
kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.
Bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar
kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan
kurang memadai, getaran, radiasi. Bengkel las termasuk salah satu tempat kerja
yang banyak mempunyai bahaya fisik bagi pekerja. Salah satu bahaya fisik yang
dapat dirasakan adalah kebisingan.
Bengkel las “Sinar Jaya” di Palembang juga mempunyai resiko bahaya
fisik “kebisingan”. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada
jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun
kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim.
Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan
konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan
akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan memiliki efek terhadap kesehatan. Efek kebisingan terhadap
keshatan terbagi 2, yaitu efek terhadap pendengaraan dan efek terhadap non
pendengaran. Masing-masing efek tersebut adalah: efek terhadap pendengaran
terdiri dari pergeseran nilai ambang batas sementara dan non patologis,dan
pergeseran nilai ambang batas menetap (Permanent threshold Shift) yang bersifat
patologis dan menetap, terjadi di tempat kerja karena trauma akustik dan
kebisingan dan terjadi bukan di tempat kerja. Berbagai hasil penelitian
25
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebsisingan dengan gangguan
kesehatan pendengaran berupa penurunan ketajaman pendengaran.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin
dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber
getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising.
Tingkat kebisingan yang dihasilkan dalam pekerjaan pengalasan adalah
sebagai berikut :
- Pengelasan dengan GTAW 50 – 60 dB
- Pengelasan dengan SMAW 62 – 82 dB
- Pengelasan dengan FCAW 50 – 86 dB
- Pengelasan dengan GMAW 70 – 82 dB
- Pengelasan dengan Oxyfuel < 70 dB
- Air carbon arc 96 – 116 dB
Guna mengurangi pengaruh bahaya terhadap juru las atau orang yang
bekerja di dekat pekerjaan pengelasan disarankan penggunaan pelindung telinga
dan juga memperhatikan lama paparan pendengaran . Sedangkan di bengkel las
“Sinar Jaya” kurang memperhatikan bahaya kebisingan ini. Dari hasil survey
lapangan para pekerja di bengke las tersebut tidak ada yang menggunakan
pelindung telinga. Setelah diwawancari mereka mengatakan bahwa mereka risih
menggunakan pelindung telinga seperti ada benda asing dan mereka juga sudah
terbiasa mendengar suara dari pengelasan yang mereka lakukan. Kurangnya
pengetahuan akan dampak kebisingan membuat mereka tidak terlalu
meperhatikan bahaya kebisingan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Susanti, A. dkk. 2008. Gangguan pendengaran pada karyawan bengkel.
Yogayakarta: Jurdik
Biologi FMIPA UNY.
Susanto, Arif. 2006. Kebisingan serta pengaruhnya terhadap kesehatan dan
lingkungan. (Online)
http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-
pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/. Diaskes: 8 Februari 2014
26
NAMA : NUR OKTAFIANI
NIM : 04101003042
Bahaya Radiasi di Bengkel Las ‘Sinar Jaya’
A. Latar Belakang
Secara umum ada lima factor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain :
faktor bahaya biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya
fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta faktor bahaya sosial-
psikologis.
Yang dimaksud dengan bahaya fisk.mekanik adalah potensi bahaya yang
dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja
yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu
ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,
radiasi, Ketinggian, Konstruksi (Infrastruktur),
Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat, Ruangan Terbatas (Terkurung),
Tekanan, dan Listrik.
Setiap pekerjaan memiliki resiko ataupun bahaya (hazard) masing-masing.
Kami memilih bengkel Las sebagai tempat yang memiliki factor resiko
bahaya fisik. Radiasi merupakan salah satu bahaya yang mengancam di
bengkel Las. Jenis bahaya radiasi yang terdapat di bengkel Las adalah
radiasi non ionisasi. Radiasi yang di timbulkan oleh busur las ini
mempunyai sifat dapat dilihat, ultraviolet dan infra merah. Oleh karena itu
setiap bengkel las yang memiliki alat ini(busr las) akan terancam bahaya
radiasi. Contohnya Bengkel Las ‘Sinar Jaya’ ini. Bahaya Radiasi non
ionisasi bagi ‘tukang las’ disini antara lain:
Kerusakan pada retina akibat cahaya dengan intensitas tinggi.
Kerusakan pada kornea dan katarak akibat radiasi Infra Merah.
“Arc eye” atau “welders’ flash” akibat radiasi UV. Efek tidak dapat
hilang dalam beberapa jam setelah terekspose, oleh sebab itu mata
harus dilindungi dengan kaca gelap yang sesuai. Kerato-konjungtivitis
(dikenal juga sebagai welder’s flash atau snow blindness) yaitu reaksi
27
radang akut kornea dan konjungtiva mata akibat reaksi fotokimia pada
kornea (fotokeratitis) dan konjungtiva (fotokonjungtivitis) yang timbul
beberapa jam setelah pajanan 200 – 400 nm dan umumnya
berlangsung hanya 24 – 48 jam. Gejala fotokeratitis berupa
memerahnya bola mata disertai rasa sakit yang parah dan pada
beberapa kasus terjadi blepharospasme; berlangsung selama satu atau
dua hari dan timbul kabut pada bagian kornea. Efek ini bersifat
sementara karena kerusakan yang terjadi sangat ringan (bagian
permukaannya saja) dan penggantian sel epitel permukaan kornea
berlangsung dengan cepat (satu siklus 48 jam).
Mata seperti berpasir, pandangan kabur, mata berair, mata seperti
terbakar dan sakit kepala.
Pengelasan juga merupakan sumber bahaya bagi pekerja lain yang berada
di dekat pekerjaan las sebagaimana juru las itu sendiri. Pekerja tersebut
dapat juga terpapar sinar yang dipantulkan dari dinding atau permukaan
lain.
Pantulan atau radiasi sinar ultra violet yang besar ini biasanya dari
pengelasan dengan proses gas tungsten atau gas metal arc welding yang
dipergunakan untuk pengelasan aluminium atau baja stainless. Agar tidak
membahayakan lingkungan setiap aktivitas pengelasan yang berada di
dekat lokasi kerja yang lain agar mempergunakan partisi yang dibuat dari
bahan tahan api dan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi pantulan atau refleksi ataupun melindungi spatter keluar dari
ruangan. Untuk menghindari bahaya radiasi ini, terdapat alat yang disebut
dengan google glass.
Oleh karena itu, di tempat las yang kecil sekali pun diperlukan alat
perlindungan yang lengkap untuk para pekerjanya agar terhindar dari
bahaya kerja yang mengancam.
28
Daftar pustaka
Wahyuni, Tri.(2013). Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian konjungtivitis pada pekerja pengelasan dikecamatan Cilacap.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2 (1) .
Bahaya pengelasan secara umum dan pengendaliannya oleh club
engineering, (2012, http://engineering-display.blogspot.com), diperoleh 7
februari 2014.
Kesimpulan bahaya tukang las oleh sankerenti. (2009,
http://sankerenti.wordpress.com), diperoleh 7 februari 2014)
29
Nama : Ayu Kurniati SijabatNim : 04101003061
Bahaya fisika_Kebisingan pada petugas Parkir
Latar BelakangPengendalian parkir dilakukan untuk mendorong penggunaan sumber daya
parkir secara lebih efisien serta digunakan juga sebagai alat untuk membatasi arus
kendaraan ke suatu kawasan yang perlu dibatasi lalu lintasnya. Pengendalian
parkir merupakan alat manajemen kebutuhan lalu lintas yang biasa digunakan
untuk mengendalikan kendaraan yang akan menuju suatu kawasan ataupun
perkantoran tertentu sehingga dapat diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja
lalu lintas di kawasan tersebut.
Menurut kamus besar, defenisi petugas parkir adalah orang yang
pekerjaanya mengatur mobil yang parkir. Profesi tukang parkir atau petugas
parkir adalah profesi yang beresiko tinggi (misalnya ketabrak mobil yang di
parkirin) dan penuh tantangan. Salah satu faktor fisik yang sering dialalami oleh
petugas parkir adalah kebisingan. Kebisingan (Noes) adalah suara yang tidak
dikehendaki. Menurut Wall (1979) , kebisingan adalah suara yang mengganggu.
Sedangkan menurut Kep-Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi
yang tidak dinginkan suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu
yang menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,
termasuk ternak, satwa, dan sitem alam.
Petugas parkir yang sehari-harinya terpapar dengan kebisingan yaitu
bising lalu lintas dan bunyi peluit. Bising lalu lintas disini maksudnya adalah yaitu
yang ditimbulkan kendaran yang berlalu lalang untuk diparkirkan. Tingkat
gangguan bising yang berasal dari bunyi lalu lintas dipengaruhi oleh intensitas
bunyinya dan seberapa sering terjadi dalam satuan waktu serta frekuensi bunyi
yang yang dihasilkan. Peluit adalah alat kerja yang digunakan oleh petugas parkir,
selain komando dari petugas parkir untuk mengarahkan kendaraan dan gerakan
tangan untuk menunjuk arah yang dimaksud. Peluit juga memiliki fungsi
tersendiri, tergantung dari bagaimana petugas parkir menggunakan peluit tersebut.
ada yang menggunakannya untuk memberitahu pengendara supaya berhenti atau
30
sebagai pengganti suara mereka. Pengendara umumnya langsung mengerti pesan
apa yang ingin disampaikan petugas parkir.
Menurut penelitian intensitas bising kendaraan yang keluar masuk ke
tempat parkir adalah 85 Db serta bunyi peluit yang digunakan petugas parkir
berkisar 99,8-101 dB. Bunyi atau kebisingan tersebut terpapar setiap hari pada
pekerja parkir selama waktu jam kerja (9-10 jam/hari). Dengan lingkungan kerja
yang terpapar dengan kebisingan tersebut dapat menyebabkan petugas parkir
mengalami penurunan fungsi pendengaran.
Dari hasil survey didapatkan petugas parkir mengalami keluhan gangguan
pendengaran yaitu pendengarannya semakin berkurang sejak dia berkerja sebagai
petugas parkir akibat kebisingan di lingkungan kerja. Oleh karena itu perlu
tindakan yang lebih serius pada petugas parkir untuk mengatasi berbagai masalah
kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang dominan
disebabkan oleh kebisingan yang didengar oleh petugas parkir setiap hari kerja,
karena setiap hari petugas parkir yang bekerja mengatur kendaraan agar tersusun
rapi disuatu lingkungan tempat bekerja akan berisiko mengalami gangguan
kesehatan yang lebih serius.
Perawat memiliki peran penting dalam menanggulangi masalah kesehatan
yang diakibatkan oleh kebisingan di lingkungan kerja khususnya bagi petugas
parkir yang berisiko lebih besar mengalami masalah kesehatan. Perawat dapat
berperan sebagai pendidik sekaligus care giver bagi petugas parkir. Pendidikan
kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan mengenai kebisingan kendaraan
dan peluit yang didengar petugas parkir setiap harinya berisiko besar menggangu
kesehatan mereka. Cara mengatasi risiko gangguan kesehatan juga sangat penting
di berikan oleh perawat kepada petugas parkir yaitu memberikan motivasi kepada
para petugas parkir untuk meningkatkan kepedulian mereka terhadap kesehatan
melalui meningkatkan kesadaran petugas parkir akan penggunaan alat pelindung
diri. Pengenalan dan penggunaan alat pelindung diri seperti seragam kerja yang
dipakai untuk menutupi seluruh tubuh serta rompi yang harus disimpan rapi dan
dicuci serta ear plug dan masker yang harus digunakan setiap hari kerja. Dengan
adanya kesadaran yang tinggi akan penggunaan alat pelindung diri yang dimiliki
petugas parkir maka kebisingan yang ditimbulkan dari kendaraan dan peluit dapat
31
diminimalisir sehingga resiko terkena penurunan fungsi pendengaran akan
berkurang ataupun terhindar dari resiko tersebut.
Referensi :
Bashiruddin, Jenny. (2009). Program Konservasi Pendengaran pada Pekerja yang
Terpajan Bising Industri. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1. (online),
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/
618/609. diakses pada tanggal 15 Februari 2014 Pukul 17.10 Wib.
http://www.artikelkedokteran.com/1463/aspek-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-
petugas-tiket-parkir.html (online), diakses pada tanggal 15 Februari 2014
pukul 17.20 wib.
32
Nama : Peronika Sinurat
NIM : 04101003058
Bahaya fisik Fibrasi (Getaran Mekanik) pada tukang parkir
Latar belakang
Manusia memiliki beragam profesi yang merupakan aktivitas rutin setiap
harinya. Setiap profesi mempunyai efek atau resiko yang berbeda-beda, yang
dapat menimbulkan bahaya pada seseorang yang memiliki peran perofesi tersebut.
Resiko bahaya paling tinggi terjadi pada pekerja yang bekerja diluar ruangan
karena banyak faktor yang bisa menimbulkan bahaya. Beragam profesi yang
dilakukan diluar ruangan, misalnya tukang parkir. Tukang parkir merupakan
sebuah profesi yang paling banyak kita jumpai dan jenis pekerjaannya berada
diluar ruangan. Menjadi tukang parkir, mungkin tidak ada dalam benak kita.
Mungkin kita akan berpikir jika profesi tersebut bukan termasuk profesi yang
begitu penting, tapi kenyataannya berbeda, bayangkan bila tidak ada tukang parkir
pasti dijalan akan macet, dan tidak jelas, seperti apa yang kita lihat sekarang ini.
Kita ketahui bahwa profesi ini tidak boleh dianggap sepele karena apabila kita
teliti secara rinci dari segi medisnya, banyak resiko bahaya fisik yang bisa
menyebabkan berbagai jenis penyakit pada tukang parkir tersebut.
Upaya perlindungan tenaga kerja merupakan upaya untuk mencapai suatu
tingkat produktifitas yang tinggi dimana salah satu aspek adalah upaya
keselamatan kerja termasuk lingkungan kerja. Potensi bahaya yang berasal dari
lingkungan kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
adalah faktor fisik, kimia, biologi, psikologi dan fisiologi. Namun disini kita
hanya membahas faktor bahaya fisik saja.
Salah satu faktor resiko bahaya fisik yang ditimbulkan dari pekerjaan ini
yaitu: Fibrasi (Getaran Mekanik) Terdapat beberapa peralatan yang waktu
digunakan menimbulkan getaran. Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan
timbulnya resonansi pada alat-alat tubuh sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.
Biasanya disalurkan melalui lantai, tempat duduk atau melalui alat tangan yang
digunakan. Misalnya pada saat mengendarai mobil, traktor dan forklif. Efek
33
getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh,
misalnya: 3,9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
Pengaruh getaran terhadap tubuh tukang parkir:
1) Menimbulkan gangguan kenyamanan sehingga saat bekerja merasa
tidak nyaman karena penggunaan alat yang menghasilkan getaran
2) Menimbulkan kelelahan
3) Menimbulkan bahaya kesehatan
Oleh karena itu perlu tindakan yang lebih serius pada tukang parkir untuk
mengatasi berbagai masalah kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan
kerjanya. Peran perawat Untuk mengurangi resiko ataupun potensi bahaya dari
lingkungan kerja perlu adanya pengendalian lingkungan kerja yang sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Pekerja tukang parkir tersebut sebaiknya
menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap. Dan sebaiknya tukang
parkir tidak terlalu dekat dengan kendaraan pada saat masuk atau keluar parkir.
Daftar pustaka
Yazmir.(2013).aspek keselamatan dan kesehatan kerja petugas parkir. http://www.
artikelkedokteran.com/1463/aspek-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-
petugas-parkir.html. diakses 25 februari 2014
Primasiwi.(2013).penyakit akibat kerja. http://primasiwisekar.blogspot.com/
2013/05/pak-getaran.html. diakses 25 februari 2014
34
Nama : Wida Veronika Sianturi
Nim : 04101003063
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
PADA PETUGAS PARKIR MOBIL DARI SEGI BAHAYA FISIKA
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat perlu untuk peningkatan
produktivitas dalam bekerja atau beraktivitas. Kondisi kesehatan
tenaga kerja yang baik merupakan potensi untuk meraih
produktivitas kerja yang baikpula dalam meningkatkan
sumberdaya manusiayang berkualitas.Pekerjaan yang
menuntut produktivitas kerjatinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kerja dengan kondisi kesehatan prima.
Kesehatan kerja adalah ilmu dan profesi yang mempelajari keterkaitan
antara kesehatan dan pekerjaan. Kesehatan yang kurang baik akan dapat
mengganggu produktivitas pekerjaan, dan pekerjaan dapat pula menimbulkan
terganggunya kesehatan. Permasalahan ini tidak dapat ditangani oleh satu
pihak saja.Bidang ini harus ditangani oleh berbagai disiplin ilmu, seperti :
higiene industri, kedokteran, ergonomi, sosial, hukum, psikologi dan lain-
lain.
Gangguan kesehatan dan daya kerja dikarenakan oleh berbagai
faktor yang bersifat fisik,kimiawi,biologis,fisiologis,dan atau
mental psikologis yang terdapat dalam lingkungan
kerja.Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang
sangat perlu diperhatikan untuk melindungi
pekerja,perusahaan,lingkungan hidup,dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja.Perlindungan tersebut merupakan hak
asasi yang wajib dipenuhi sebagai bentuk investasi jangka panjang yang
memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.Menurut
kamus besar ,definisi parkir adalah orang yang pekerjaannya mengatur mobil
parkir.Profesi petugas parkir adalah mengatur mobil yang parkir dan itu
sangat berisiko tertabarak mobil.
35
Pengendalian parkir dilakukan untuk mendorong penggunaan sumber daya
parkir secara lebih efisien serta digunakan juga sebagai alat untuk membatasi
arus kendaraan ke suatu kawasan yang perlu dibatasi lalu lintasnya.
Pengendalian parkir merupakan alat manajemen kebutuhan lalu lintas yang
biasa digunakan untuk mengendalikan kendaraan yang akan menuju suatu
kawasan ataupun perkantoran tertentu sehingga dapat diharapkan akan terjadi
peningkatan kinerja lalu lintas di kawasan tersebut.Pengendalian parkir harus
diatur dalam Peraturan Daerah tentang Parkir agar mempunyai kekuatan
hukum dan diwujudkan rambu larangan, rambu petunjuk dan informasi.
Untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang
diterapkan dalam pengendalian parkir perlu diambil langkah yang tegas
dalam menindak para pelanggar kebijakan parkir.
Tarip parkir merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk mengendalikan
jumlah kendaraan yang parkir. Beberapa kota besar didunia bahkan
menerapkan tarip yang sangat tinggi. Dengan mengikuti dasar hukum
permintaan dalam teori ekonomi dapat diterapkan kebijakan tarip, dengan
semakin tingginya tarip maka diharapkan jumlah pengguna ruang parkir
berkurang. Dasar penetapan retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
adalah Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, dimana juga diatur tentang pengenaan pajak atas
penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor . Besarnya pajak
terhadap penyelenggara parkir diluar jalan paling tinggi 30 persen yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Besarnya pungutan tarif parkir selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan
Daerah yang harus direvisi secara reguler untuk menyesuaikan dengan
kebijakan parkir setempat serta untuk menyesuaikan tarif parkir dengan laju
inflasi yang terjadi. Idealnya revisi peraturan daerah yang berkaitan dengan
tarif parkir perlu dilakukan sekali dalam 2 tahun, seperti halnya dilakukan
pada jalan tol. Pelaksanaan pengawasan yang disertai dengan penegakan
hukum yang tegas merupakan langkah yang penting dalam pengendalian
36
parkir untuk mempertahankan kinerja lalu lintas. Langkah yang penting
dalam pengawasan parkir antara lain meliputi penilangan pelanggaran parkir
oleh Polisi Lalu Lintas, pemasangan gembok roda sehingga dapat
menimbulkan efek jera bagi pelanggar terhadap larangan parkir ataupun
penderekan terhadap kendaraan yang mogok atau melanggar larangan
parkir. Untuk keamanan parkir ini diperlukan tenaga kerja yang sehat dan
perlu diperhatikan kesehatannya dan keselamatan kerjanya karena sangat
berisiko terhadap berbagai pajanan bahaya fisik seperti kebisingan, cuaca,
cahaya/ paparan sinar UV, suhu yang terlalu panas.
B. Bahaya Fisika Paparan Sinar Matahari terhadap Petugas Parkir
Faktor fisik paparan sinar matahari di lingkungan kerja petugas
parkir berbahaya terhadap tubuh petugas terutama kulit.Kendaraan itu sendiri
di parker di luar,jadi berdasarkan hasil survei didapatkan oleh Mohd
Najmi,dkk,mahasiswa fakultas kedokteran UNHAS,Makasar tahun 2013
bahwa petugas parkir mobil tidak aman dari bahaya fisik paparan sinar
matahari karena waktu jam kerja pagi sampai sore hari terpapar
sinar matahari terik pada waktu siang hingga sore.
S e r i n g b e r a k t i v i t a s d i b a w a h s i n a r m a t a h a r i t a n p a
p e l i n d u n g k u l i t , m a k a paparan sinar ultraviolet dari matahari akan
dapat menyebabkan kulit menjadi cepat berkerut, dan timbul bercak-
bercak hitam yang kita kenal sebagai flek hitam. Kulit jadi tidak
mulus, dan kadang-kadang mun#ul benjolan atau bintik-bintik kecil yang
ukurannya bervariasi, serta pori-pori kulit menjadi semakin membesar dalam
jangka panjang, benjolan atau flek pada kulit bisa berkembang menjadi tumor
jinak atau bahkan kanker kulit.Bintik awal kanker kulit timbul di bagian
tubuh yang terbuka seperti wajah, kepala, tangan, dan bagian yang
sering terpapar sinar matahari.Karena itulah, sinar ultraviolet berbahaya bagi
tubuh manusia.
37
Radiasi adalah salah satu bahaya kesehatan di lingkungan tempat kerja
dan dibagi menjadi 2 golongan yaitu radiasi mengion dan radiasi tidak
mengion
1. Radiasi Mengion
Umumnya dapat ditemui di tempat kerja karena penggunaan alat yang
menggunakan bahan radiasi. Atau mempunyai inti yang tersusun dari proton
dan neutron. Proton mempunyai muatan positif dan neutron bermuatan
negatif.Radiasi mengion dibagi menjadi 5 jenis yaitu: radiasi sinar alfa, beta,
gamma, sinar X dan neutron
2. Radiasi Tidak Mengion
Sinar adalah murni energi disebut sebagai energi elektromagnetik dan
karakternya barbagai jenis sinar mengacu pada karasteristik gelombang.
Energi sinar berkaitan dengan panjang gelombang. Panjang gelombang yang
lebih pendek energinya lebih tinggi. Yang termasuk radiasi tidak mengion
adalah gelombang mikro (microwave), sinar laser, sinar inframerah dan sinar
ultraviolet.
C. Peran Perawat terhadap Bahaya Fisika Paparan Sinar Matahari
Perawat dapat berperan dalam memberi penyuluhan tentang bahaya
paparan sinar matahari yang dapat membuat bintik/flek hitam pada kulit dan
berisiko menyebabkan kanker kulit. Hal itu dapat dicegah dengan memakai
seragam lengkap yang menutupi kulit dari paparan langsung sinar matahari
seperti lengan panjang,topi, rompi petugas parker dan masker.Selain itu,
perawat berperan member informasi pemakaian krim tabir surya kepada
petugas parkir.
Daftar pustaka
Ridley J.2008Kesehatan dan keselamatan kerja.Jakarta: penerbit erlangga
artikel kedokteran, Home > Artikel Kedokteran > ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PETUGAS TIKET PARKIR ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PETUGAS TIKET PARKIR diakses tgl 9/2/2014 jam 17:29 oleh Yazmir,dkk tahun2013
38
Nama : Amrina Rasyada
NIM : 04101003054
Bahaya Fisik Kelelahan Mata pada Pekerja Bangunan Ruko
Salah satu kelompok dari potensi bahaya di tempat kerja yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan adalah potensi bahaya fisik, misalnya
penerangan atau pencahayaan. Pencahayaan penting untuk efisiensi kerja.
Pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan menyebabkan
kelelahan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini
berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya.
Tujuan pencahayaan :
1. Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
2. Memberi lingkungan kerja yang aman
Efek pencahayaan yang buruk, akan menyebabkan mata tidak nyaman,
mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan
kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,
produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan
lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah
beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan
kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup
untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan
memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan
orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur
pekerja juga mempengaruhi. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan
kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau
pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-
pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan
kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk
mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini
39
akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau
kabur.
Pekerja bangunan ruko tidak hanya bekerja di siang hari dalam keadaan
terang saja namun terkadang juga bekerja di malam hari. Hal ini menyebabkan
pekerja bekerja dalam keadaan pencahayaan yang seadaanya karena pada malam
hari lebih gelap. Bahkan ketika siang hari pun cahaya silau. Pencahayaan yang
buruk akan menimbulkan kelelahan mata yang menyebabkan :
a)Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjunctivitis)
b)Penglihatan rangkap dan sakit kepala
c)Ketajaman penglihatan merosot, demikian pula kepekaan terhadap perbedaan
(contras sensitifity) dan kecepatan pandangan
d)Kekuatan dan konvergensi menurun.
e) mata silau
Sebagai perawat kita dapat melakukan kita sebagai edukator dengan
melakukan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya penerangan yang cukup
ketika bekerja. Kemudian kita bisa bekerja sama dengan pimpinan bangunan ruko
dengan menyarankan untuk:
1. Jarak antara gedung dan bangunan-bangunan lain tidak mengganggu
masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus
cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.
3. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus
diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
4. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius).
5. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang
yang mengganggu kerja.
6. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan
menyebar serta tidak berkedip-kedip.
Selain itu beberapa cara mudah juga dapat dilakukan yaitu mengalihkan
pandangan mata ke arah jauh dan atau dedaunan yang bewarna hijau agar mata
kembali segar kembali. Dan konsumsi wortel untuk menjaga kesehatan mata.
40
Sumber :
Soekidjo Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
Harrington, J.M.,Gill, F.S.2013. Buku Saku Kesehatan kerja . Jakarta: EGC
41
Nama : Melisa Megayanti Turnip
NIM : 04101003029
Bahaya Fisik Kelelahan Mata pada Pekerja Bangunan
Latar Belakang
Konstruksi adalah salah satu pekerjaan yang paling berbahaya di dunia,
menghasilkan tingkat kematian yang paling banyak di antara sektor lainnya.
Risiko jatuh adalah penyebab kecelakaan tertinggi. Penggunaan peralatan
keselamatan yang memadai seperti guardrail dan helm, serta pelaksaan prosedur
pengamanan seperti pemeriksaan tangga non-permanen dan scaffolding mampu
mengurangi risiko kecelakaan. Tahun 2010, National Health Interview Survey
mengidentifikasi faktor organisasi kerja dan psikososial dan paparan kimiawi/fisik
pekerjaan yang mampu meningkatkan beberapa risiko dalam K3. Di antara semua
pekerja kontruksi di Amerika Serikat, 44% tidak memiliki standar pengaturan
kerja, sementara pekerja di sektor lainnya hanya 19%. Selain itu 55% pekerja
konstruksi memiliki pengalaman ketidak-amanan dalam bekerja, dibandingkan
32% pekerja di sektor lainnya. 24% pekerja konstruksi terpapar asap yang bukan
pekerjaannya, dibandingkan 10% pekerja di sektor lainnya.
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya:
terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas
penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki
yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan
seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara
lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan
dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Batas frekuensi
bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20
kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya.
Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu
42
dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli sementara
ini dapat disebabkan oleh banyak alat-alat dan mesin pada pembangunan kontuksi
yang mengeluarkan suara yang mengganggu dengan frekuensi >85dBA.
Contoh:
Gergaji mesin-110 dBA
mesin bor -100 dBA
truk- 100 dBA
peran perawat dalam mencegah terjadinya tuli sementara adalah dengan
melakukan penyuluhan terhadap penggunaan APD (Alat Pelinndung Diri).
Penggunaan alat pelindung diri harus mampu mengurangi kebisingan hingga level
kurang dari 85 DBA. Ada 3 jenis alat pelindung pendengaran, yaitu:
1. Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan 8-30 DBA.
Alatnya antara lain formable type, costum-molded type, premolded type.
2. Tutup telinga (earmuff) dapat menurunkan kebisingan 25-40 DBA.
3. Helmet mengurangi kebisingan 40-50 DBA.
Pendidikan dan motivasi juga harus diberikan kepada pekerja kuli bangunan agar
selalu menggunakan APD untuk mencegah tuli sementara.
Sedangkan untuk pengobatan pada pekerja bangunan yang telah terkena
tuli sementara dapat diberikan terapi, salah satunya adalah terapi hiperbarik,yaitu
menggunakan oksigen 100 persen pada ruang udara bertekanan lebih dari 1
atmosfer. Tekanan 1 atmosfer setara dengan penyelaman pada kedalaman 10
meter. Tekanan tinggi membuat oksigen mudah terserap dalam peredaran darah.
Terlebih, molekul oksigen yang termampatkan juga mudah tersirkulasi dan
menggapai pembuluh darah terkecil.
Daftar Pustaka
buchari. 2007. Kebisingan industri dan hearing conservasion program. Sumatera
utara: repository USU
43
Nama : Fridon Pasaribu
NIM : 04101003044
BAHAYA FISIK YANG TERDAPAT PADA PEKERJA BANGUNAN
1. ALERGEN
Pada kelompok kerja bangunan yang selalu bersentuhan dengan berbagai
macam alergen. Oleh karena itu tidak jarang pekerja bangunan terkena penyakit
dermatitis. Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan dermis) yang
bersifat akut, subakut, atau kronis, dan dipengaruhi oleh faktor eksogen dan
endogen. Salah satu jenis dari dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis
kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan spongiosis atau edema
interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen
eksternal dengan kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis
kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak akibat kerja
(DKAK) didefinisikan sebagai peradangan pada kulit karena terpapar bahan iritan
maupun alergen di lingkungan kerja. Beberapa bangunan biasanya berhubungan
dengan dermatitis kontak. Pada sebagian besar daerah industri di negara barat,
dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu kejadian yang sering
dilaporkan dan insidennya diperkirakan bervariasi diantara 50-190 kasus per
100.000 pekerja per tahun. Salah satu pekerjaan yang memiliki resiko tinggi
terhadap penyakit ini adalah pekerja bangunan. Dermatitis kontak akibat kerja
merupakan bagian terbesar, 90-95%, dari penyakit kulit akibat kerja. Di Amerika
Serikat, industri bangunan merupakan salah satu dari tiga besar industri yang
memiliki angka tertinggi terhadap penyakit kulit akibat kerja. Walaupun penyakit
ini jarang membahayakan jiwa namun dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi
dan penderitaan bagi pekerja, sehingga dapat mempengaruhi kebutuhan ekonomi
dan kualitas hidup penderita.
Tinajaun pustaka
Berdasarkan etiologinya dermatitis kontak dibagi menjadi dua yaitu
dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA). Dermatitis
44
kontak iritan adalah reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non
imunologik setelah terjadi pajanan bahan fisika. Reaksi DKI ini bersifat
nonspesifik yang bisa terjadi pada semua populasi manusia dan tidak
membutuhkan sensitisasi. Secara umum DKI merupakan penyakit kulit akibat
kerja yang paling banyak, persentasenya mencapai 80% dari kasus-kasus penyakit
kulit akibat kerja. Sedangkan dermatitis kontak alergik terjadi berdasarkan reaksi
imunologis berupa reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) dengan perantara
sel limfosit T. Reaksi alergik ini bersifat spesifik yang hanya terjadi pada individu
yang telah mengalami sensitisasi terhadap antigen tertentu. Secara umum
persentasenya juga sedikit sekitar 20% dari kasus-kasus penyaki kulit akibat kerja.
Banyak bahan iritan dan alergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak pada
pekerja bangunan, misalnya pada tukang tembok dan tukang semen yang
mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis kontak alergi akibat terpapar
hexavalent chromate yang larut dalam air pada semen basah. Pada penelitian di
Jerman belakangan ini menunjukkan bahwa chromate menjadi alergen utama pada
para pekerja bangunan di tempat kerjanya. Terhitung sekitar 44% uji tempel
positif pada laki-laki pekerja bangunan dibandingkan dengan 4% pada populasi
laki-laki tanpa mempunyai latar belakanag tukang bangunan. Semen basah juga
merupakan iritan yang dapat menyebabkan luka bakar derajat tiga jika dibiarkan
terus terpajan dengan kulit. Pada tukang cat, epoxy resin merupakan alergen yang
paling sering menyebabkan DKA. Epoxy resin terdapat pada cat yang berisi
materi perekat seperti resin/damar sintetik. Turpentin yang digunakan sebagai
pelarut dalam cat juga merupakan alergen pada DKA . Tukang kayu sering
terpapar oleh pengawet kayu yang mengandung potasium dichromate. Sedangkan
pada tukang ledeng/pipa yang memotong, mengukur, dan memasang pipa plastik
atau besi untuk mengalirkan cairan dan gas sering terpapar oleh bahan iritan
seperti bahan pembersih, bahan perekat, dan soldering fluxes yang mengandung
colophony.
45
PATOGENESIS
Dermatitis kontak akibat kerja tipe iritan
Kelainan timbul akibat kerusakan sel pada kulit yang disebabkan oleh
bahan iritan atau toksin melalui kerja fisis. Kebanyakan bahan iritan merusak
membrane lemak keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membrane sel dan
merusak lisosum, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membrane
mengaktifkan fosfolipase, yang melepaskan arachidonic acid (AA),
diacylglyceride (DAG), platelet activating factor (PAF), inositides (IP3). AA
diubah menjadi prostaglandins (PGs) dan leukotriens (LTs). DAG dan second
messengers lainnya menstimulasi ekspresi gen dan dihasilkannya sintesis protein
(sitokin). Sitokin-sitokin tersebut meliputi interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor (GMCSF). PGs dan LTs menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan transudasi faktor sirkulasi dari komplemen dan
sistem kinin. PGs dan LTs juga berperan sebagai kemoatraktan terhadap neutrofil
dan limfosit. Selain itu, PGs dan LTs juga mengaktifkan sel mast untuk
melepaskan histamin, PAF, dan LTs, PGs lainnya sehingga dapat menambah
perubahan vaskular. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan gejala klinis pada
dermatitis kontak iritan.
GEJALA KLINIS
Sebagian besar lokasi dermatitis kontak akibat kerja terdapat pada tangan,
yaitu sekitar 80%-90% dari semua kasus DKAK, karena tangan merupakan organ
tubuh yang paling sering digunakan untuk pekerjaan sehari-hari. Dermatitis juga
dapat terjadi pada wajah (12%) dan kaki (14%) dan tukang kayu merupakan
pasien terbanyak untuk dermatitis pada wajah. Lokasi DKA pada tangan biasanya
pada telapak tangan, dorsal tangan, jari-jari tangan, dan seluruh tangan.
Sedangkan pada DKI jarang pada telapak tangan dan biasanya pada dorsal tangan,
ujung jari tangan, dan sela-sela jari tangan. Pada DKI, lesi klinisnya dibagi
menjadi lesi akut dan lesi komulatif (kronis). Pada lesi akut, kulit akan mengalami
eritema, edema, dan dapat berkembang menjadi bula yang bila pecah akan
mengeluarkan cairan. Rasa perih dan terbakar akan terasa pada lesi tersebut.
46
Nekrosis juga bisa terjadi bila tangan bagian dorsal terkena iritan kuat. Sedangkan
DKI komulatif (kronik) lebih sering terjadi pada kulit yang terpapar oleh iritan
lemah secara berulang-ulang. Pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit
tersebut bisa mengalami eritema, pengelupasan, berkilat, berskuama, timbul
retakan dan bahkan ada yang mengalami penebalan (likenifikasi).
Sedangkan pada DKA lesi klinisnya dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu akut,
subakut, dan kronis. Pada tipe akut, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi
ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa
eritema dan edema, sedangkan pada yang berat selain eritema dan edema yang
lebih berat disertai pula vesikel yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi.
Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa
gatal. Pada tipe subakut akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta, dan
pembentukan papul-papulsedangkan pada tipe kronis akan terlihat likenifikasi,
papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta
serta eritema ringan. Perbedaan klinis pada DKI dan DKA terdapat pada gejala
awal dari dermatitis, pada DKI lebih sering menimbulkan rasa terbakar atau perih,
sedangkan pada DKA, rasa gatal-gatal terasa lebih dominan. Vesikel lebih sering
terdapat pada DKA dari pada DKI, sedangkan bula lebih sering terjadi pada DKI.
DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis kontak akibat kerja terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Pada kasus dermatitis
kontak akibat kerja, anamnesis yang bisa digali pada pasien adalah sebagai
berikut. Waktu pertama kali munculnya gejala klinis. Biasanya orang cenderung
mengingat fase eksaserbasi yang menyebabkan orang-orang pergi ke pelayanan
medis daripada awal munculnya gejala. Lokasi pertama munculnya gejala klinis.
Pada dermatitis kontak akibat kerja terutama pada pekerja bangunan biasanya
muncul pertama kali pada tangan. Pada kasus yang jarang bisa muncul pada
pergelangan tangan, lengan bawah, kaki bagian bawah, dan wajah. Penyebaran
gejala klinis. Penyebaran dari tangan sampai ke kaki atau ke muka biasanya
terjadi pada dermatitis kontak alergik, tapi kadang-kadang bisa terjadi pada
dermatitis kontak iritan yang berat. Riwayat penyakit kulit sebelumnya dan status
47
kesehatan pasien perlu ditanyakan. Adanya riwayat dermatitis atopik
mempermudah pekerja terkena dermatitis kontak iritan pada pekerjaannya yang
sering dan berulang-ulang kontak dengan bahan iritan. Selain itu, kebiasaan
kebersihan diri, terutama dalam mencuci tangan, juga patut ditanyakan. Pekerja
sering mencuci dengan menggunakan bahan pelarut atau iritan kuat untuk
menghilangkan material yang susah dibersihkan. Riwayat pekerjaan. Pertanyaan
penting yang perlu ditanyakan tentang pekerjannya, seperti apa jenis pekerjannya,
lama bekerja, bagaimana proses kerjanya, bahan apa saja dan seberapa seringkah
bahan tersebut terpajan dengan kulitnya, apakah pekerja menggunakan pelindung
dan bagaimana cara pembersihan kulit disana. Pertanyaan berguna lainnya, seperti
“apakah dermatitis membaik setelah selesai bekerja atau bertambah buruk saat
kembali bekerja?”. Pertanyaan ini berguna untuk menentukan seberapa sering
perbaikan dan perburukan gejala terjadi, dan seberapa cepatkah. Dermatitis kontak
akibat kerja biasanya lebih bagus dan lebih konsisten perbaikannya pada saat hari
libur dan memburuk saat kembali bekerja dibandingkan dengan eksema yang
bukan akibat kerja. Pertanyaan seperti “apakah pekerja yang lainnya ada yang
menderita gejala yang sama?” juga penting untuk ditanyakan. Jika ada atau
sebagian besar rekan kerjanya menderita gejala yang sama, kemungkinan hal
tersebut merupakan indikasi adanya dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya meliputi pemeriksaan seluruh permukaan
kulit.15 Pemeriksaannya harus fokus pada lokalisasi, dan morfologinya, seperti
adanya eritema, vesikel, bula, nekrosis, papul, skuama, fisura atau eksema. Selain
lesi pada tangan, bagian kulit yang lainnya juga harus diperiksa terutama pada
bagian wajah dan leher karena banyak dermatosa akibat kerja yang terjadi pada
tangan dan wajah.
PENANGANAN
Dermatitis kontak akibat kerja iritan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari bahan yang
dapat menyebabkan respon iritasi pada kulit baik yang bersifat kimiawi, mekanik
48
maupun fisis. Untuk menghindari bahan iritan dapat dilakukan dengan cara
mengganti material pada tempat kerja dengan material lain yang kurang
berbahaya. Selain itu, jika memungkinkan, pekerja disarankan untuk mengganti
pekerjaannya. Namun jika sudah terpapar dapat dilakukan pencucian sesegera
mungkin pada area yang terpapar iritan akan mengurangi waktu kontak agen iritan
dengan kulit. Penggunaan baju pelindung, sarung tangan, dan alat proteksi lainnya
akan mengurangi pemaparan iritan dan sebaiknya penggunaan alat proteksi
diganti secara periodik. Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat
diberikan terapi farmakologi. Terapi farmakologi pada DKAK iritan meliputi
terapi untuk lesi akut dan kronik. Pada lesi akut, bila lesinya basah diberi terapi
basah yaitu dengan kompres basah menggunakan salin yang dikompres selama 15
menit dua kali sehari. Sedangkan bila lesinya kering dapat diberikan hidrokortison
topikal ringan seperti hidrokortison 1-2,5%. Pada lesi kronik dibutuhkan
kortikosteroid topikal yang lebih kuat, seperti krim betamethasone valerat 0,01%
dengan oklusi selama 1 sampai 3 minggu atau kelompok kortikosteroid topikal
yang sangat kuat seperti salep betametason dipropionat 0,05% tanpa oklusi.
Dermatitis kontak akibat kerja alergik
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan DKA adalah mencegah
pajanan alergen. Mencegah pajanan agen alergen dapat dilakukan dengan
menghindari bahan alergen, yaitu dengan mengganti bahan alergen dengan bahan
yang kurang berbahaya atau mengganti pekerjaannya, mencuci bagian yang
terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air, dan
gunakan perlengkapan pelindung (sarung tangan) saat melakukan aktifitas yang
berisiko terhadap paparan alergen. Pencucian dapat dilakukan dengan
menggunakan sabun hipoalergenik dan jangan menggosok bagian yang ruam.
Lalu dapat dilakukan pembersihkan bagian yang terpapar, dengan cara
mengompres kulit yang teriritasi dengan air hangat (32,20C) atau lebih dingin.
Terapi farmakologi pada DKAK alergik hampir sama dengan terapi farmakologik
pada DKAK iritan. Pada lesi akut dengan lesi basah diberikan kompres basah
dengan menggunakan salin atau alumunium asetat untuk mempercepat
pengeringan lesi, sedangkan bila lesi kering dapat diberikan hidrokortison topikal
49
potensi ringan (hidrokortison 1-2,5% atau dexametason, krim 0,1% ). Pada lesi
kronis dibutuhkan kortikosteroid topikal potensi kuat, seperti krim betamethasone
valerat 0,01% dengan oklusi selama 1 sampai 3 minggu sampai peradangannya
hilang atau menggunakan salep betametason dipropionat 0,05% tanpa oklusi.
Selain pengobatan topikal, pengobatan sistemik juga diperlukan untuk mengontrol
rasa gatal dan pada kasus-kasus yang sedang atau berat baik akut maupun kronik.
Pengobatan sistemik dapat berupa pemberian antihistamin oral, seperti
diphenhydramine 25-50 mg atau hydroxyzine 10-25 mg 4 kali sehari untuk
menghilangkan rasa gatal dan kortikosteroid sistemik seperti prednison atau
prednisolon diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena.
PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan strategi yang optimal dalam menangani masalah
penyakit kulit akibat kerja. Hal ini merupakan usaha multidisiplin yang
membutuhkan perencanaan oleh pemilik industri, pekerja, pemerintah, dan
petugas kesehatan untuk mengembangkan usaha pencegahan. Beberapa tindakan
yang dapat mencegah penyakit kulit akibat kerja antara lain adalah identifikasi
bahan-bahan berbahaya terlebih dahulu sebelum digunakan di tempat kerja
sehingga bahan-bahan tersebut dapat digantikan dengan bahan-bahan kimia
lainnya yang tidak berbahaya, penyaringan sebelum bekerja untuk
mengidentifikasi populasi yang berisiko tinggi, dan hazard control yang
mencakup pemilik perusahaan, pekerja, pemerintah, serta petugas kesehatan.
Sumber:
Sari, dkk. (2010). Dermatitis kontak pada pekerja bangunan. Student of Medical
School Udayana University Journal,10(1),2-6
Lestari Fatma, Utomo HS. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis
kontak pada pekerja di PT Inti Pantja Press industri. Makara, kesehatan.
2007;11:61-8.
50
DISKUSI KELOMPOK BAHAYA FISIKA
(Oponen Kelompok Penyakit Kerja)
Bahaya Fisika pada Proyek Pembangunan Jalan1. Oponen : Mifta Hussaadah
Penjawab : Dewi Ayu Puspitasari
Berapa minimal hari yang dibutuhkan dalam proses aklimatisasi
dan apakah ada faktor lain yang mempengaruhi aklimatisasi?
Jawaban
Aklimatisasi merupakan suatu proses penyesuaian fisiologis
terhadap lingkungan kerja panas. Proses ini dimulai dengan pengurangan
jam kerja pada hari pertama, dan ditingkatkan pada hari-hari berikutnya
sampai dapat bekerja penuh pada akhir masa aklimatisasi. Pada pekerja
baru dibutuhkan paling sedikit 5 hari kerja untuk aklimatisasi, dimulai
dengan bekerja 20% dari total jam kerja sehari, dan di tingkatkan 20%
setiap hari sampai akhir masa aklimatisasi. Alkohol dan beberapa obat
yang dikonsumsi dapat memengaruhi aklimatisasi karena mengurangi
kemampuan tubuh untuk bekerja di lingkungan panas. Obat-obatan
tersebut adalah; antihipotensi, diuretik, antispasmodik, sedatif,
tranquilizer, antidepresan, dan amfetamin (Harianto, 2009:160).
2. Oponen : Susana
Penjawab : Dian Kusuma
Dalam makalah anda dijelaskan bahwa akibat dari kebisingan ini
berupagangguan yang bersifat auditori dan extra auditori. Yang dijelaskan
pada auditori yaitu gangguan pendengaran tuli sementara yang dapat
progresif menjadi tuli yang menetap. Jadi dapat dikatakan efek jangka
pendeknya berupa tuli sementara dan efek jangka panjangnya yaitu tuli
menetap. Tolong jelaskan efek dari jangka pendek dan jangka panjang
pada yang non auditori !
Jawaban :
51
Menurut Arifiani (2004, dikutip Leksono, 2009). Efek fisiologis
kebisingan terhadap tubuh manusia yaitu :
1. Efek jangka pendek
Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa reflek pernapasan
berupa takipneu, dan respon system kardiovaskular berupa takikardi,
meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula
terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang
dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan
dyspepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain
gendang telinga (yang paling rentana dalah paru-paru).
2. Efek jangka panjang
Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal.
Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya
keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat
berupa keluhan psikomatik akibat gangguan saraf otonom, serta
aktivasi hormone kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung,
dan sebagainya.
Sumber :Leksono, RanggaAdi. 2009. Gambaran kebisingan di area kerjashop C-D
unit pusat jembatan usaha PT bukaka teknik utama tahun 2009. Universitas
Indonesia : Fakultas Kesehatan Masyarakat.
(lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125420-S...Gambaran%20kebisingan...diperoleh
pada tanggal 26 februari 2014).
3. Oponen : Wahyuliani
Penjawab : Anggun
Sebutkan dampak kesehatan pada efek getaran yang ditransmisikan
keseeluruh tubuh?
Jawab
Efek klinis pada pajanan jangka pendek sebagai berikut :
1. Nyeri dada dan sakit perut akibat goyangan di dalam organ dada
dan perut.
52
2. Sakit kepala, mual, dan gangguan keseimbangan akibat goyangan
kepala.
3. Penglihatan kabur, otot berkontraksi spontan, sehingga tidak dapat
mengerjakan pekerjaan yang memerlukan ketelitian.
4. Napas pendek.
5. Gangguan bicara (Harrianto, 2009)
Sedangkan efek klinis pada pajanan jangka panjang adalah :
1. Gesekan tulang dan sendi, dapat mengakibatkan fraktur dan
inflamasi sendi.
2. Pada pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk, efek dorongan
langsung pada sumbu tegak lurus vibrasi, yaitu pada cakram
antarruas tulang belakang, dapat mengakibatkan timbulnya
spondilolistosis, perubahan generatif medula spinalis, skoliosis
lumbalis, cedera diskus intervetebralis, dan hernia nukleus
pulposus.
3. Gangguan pada jantung, varises, varikokel, dan trombus akibat
terhambatnya darah kembali ke jantung. (Sumber :Harrianto,
Ridwan. 2009. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta : EGC)
Bahaya Fisika Pada Bengkel Las1. Oponen : Harnanda Ginting
Penjawab : Nur Oktaviani
Apa itu google glass? Mengapa harus menggunakan alat tersebut saat
pengelasan?
Jawab
Google glass adalah kacamata khusus yang digunakan untuk mengelas.
Kacamata ini melindungi pengelas dan orang-orang disekitarnya dari
bahaya radiasi non ionisasi (inframerah dan ultraviolet) yang ditimbulkan
oleh alat busur las.
Kaca mata las (google glass) harus mempunyai warna transmisi
tertentu, misalnya abu-abu, coklat, atau hijau. Lensa kacamata tidak boleh
53
terlalu gelap, karena tidak dapat melihat benda kerja dengan jelas, tetapi
juga tidak boleh terlalu terang sebab akan menyilaukan.
Bahan dari google glass dapat terbuat dari plastic dan transparan
dengan lensa yang dilapisi kobalt untuk melindungi bahaya radiasi
gelombang elektromagnetik non ionisasi dan kesilauan atau lensa yang
terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk melindungi dari radiasi
gelombang elektromagnetik dan mengion. Lensa pada kacamata ini terbuat
dari bahan yang tidak menghantarkan panas sehingga tidak menimbulkan
buram saat pengelasan.
2. Oponen : Ulfa Novita Sari
Penjawab : Oktaria Susanti
Tolong jelaskan kembali tentang heat stroke? Dan bagaimana cara
mengatasi dan cara mencegahnya?
Jawab:
Heat stroke adalah gangguan kesehatan yang paling serius akibat heat
stress. Heatstroke adalah kondisi dimana suhu tubuh dapat mencapai lebih
dari 40°C atau lebih. Heatstroke dapat disebabkan oleh karena kenaikan
suhu lingkungan, atau aktivitas tinggi yang dapat meningkatkan suhu
tubuh.
Gejala umum yang menandai serangan heatstroke termasuk mual,
kejang, kebingungan, disorientasi, dan kadang-kadang kehilangan
kesadaran atau koma. Sengatan panas ini dapat memicu komplikasi
mematikan atau menyebabkan kerusakan pada otak dan organ internal
lainnya.
Efek kekakuan akibat panas dapat diatasi dengan pemberian garam
dan air. Kecapaian akibat panas dan stroke panas menunjukkan kegagalan
mekanisme pengaturan suhu dan memerlukan tindakan cepat dengan
pendinginan yang efektif dengan cairan dan elektrolit secara intravena.
Pemulihan hemostatis secara sempurna memerlukan waktu selama satu
minggu.
54
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah heatstroke
menurut Mikail (2012) adalah sebagai berikut:
1. Kenali tanda-tanda heatstroke
Heatstroke memiliki beberapa gejala seperti, kelelahan berlebihan,
sesak napas diikuti dengan sakit perut, gelisah, detak jantung cepat,
pingsan dan mungkin muntah parah. Apabila gagal mengatasi gejala-gejala
tersebut, kondisi ini dapat menyebabkan pingsan dan masalah kesehatan
serius.
2. Minum air putih
Bila tubuh mengalami reaksi panas mendadak, minumlah air tetapi
pastikan tidak meminum air yang terlalu dingin, karena hal ini akan
memicu reaksi negatif dari tubuh. dan sebagai upaya pencegahan
minumlah banyak air sepanjang hari.
3. Mencari tempat yang dingin
Ketika seseorang menunjukkan tanda-tanda gangguan yang
berhubungan dengan panas, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
harus bergerak ke tempat yang jauh lebih dingin dan menghindari paparan
sinar matahari langsung. Lepaskan semua atribut pakaian yang tidak perlu.
Jika situasi tidak membaik, minta bantuan dokter segera, sambil terus
mengusap keringat pada leher, ketiak dan daerah selangkangan.
4. Hindari konsumsi aspirin atau obat-obatan penghilang nyeri
Obat-obatan seperti aspirin tidak akan membantu mengurangi suhu
tubuh yang tinggi, melainkan akan menciptakan komplikasi.
5. Waspadai penyakit tertentu
Orang yang mengalami gangguan kesehatan seperti penyakit jantung,
diabetes dan obesitas harus ekstra hati-hati karena mereka sangat rentan
terhadap heatstroke. Orang dengan diabetes dapat dengan mudah
mengalami dehidrasi jika kadar gula darahnya tidak terkendali. Sementara
pada orang obesitas, dengan menggunakan logika sederhana, semakin
besar orang tersebut, maka semakin sulit untuk menghilangkan rasa panas
yang berlebih di dalam tubuhnya.
Sumber:
55
Harianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta`: EGC
Mikali, Bramirus. 2012. "Heatstroke" atau Sengatan Panas, Ini Cara
Mencegahnya; ed: Candra, A., http://health.kompas.com/, diperoleh 25
Februari 2014 20:25 Wib
3. Oponen : Indah Septiarani
Penjawab : Riska Dwi Julianti
Berapa tingkat kebisingan di bengkel las yang membahayakan?
Dan apakah gangguan pendengaran sementara itu hanya pada saat
pengelasan dan beberapa jam setelah pengelasan atau berlangsung beberap
hari/minggu?
Jawaban
tingkat kebisingan di bengkel las yang membahayakan >85 dB.
Gangguan pendengaran tergantung tingkat kebisingan alat yang digunakan
di bengkel las. Untuk tingkat kebisingan dibawah 85dB dan terpapar
cukup lama biasanya gangguan pendengaran hanya berlangsung sesaat
hingga beberap menit/jam pasca pengelasan, tetapi jika mesin yang
digunakan >85dB dan pekerja terpapar suara bising mesin dalam waktu
lama dan tidak emnggunakan pelindung telinga, gangguan pendengaran
bisa berlangsung hingga beberapa hari.
Bahaya Fisika Pada POLANTAS1. Oponen :
Penjawab : Harpri
1) Bagaimana radiasi sinar UV membakar kulit kita?
Jawaban
Ketika kita terpapar sinar UV secara langsung, sinar ultraviolet dari
matahari yang menyerang langsung ke kulit akan membunuh sel-sel
yang biasanya bekerja membuat sel kulit baru. Sinar ultraviolet A
(UVA) sendiri dapat menembus kulit ke lapisan lebih dalam, tetapi
kombinasi sinar UVA dan UVB justru membakar lapisan kulit luar
karena energi per photon yang dikeluarkan lebih besar, yakni 8,37 eV.
56
2) Mengapa kulit yang terbakar memerah?
Jawaban
Untuk memperbaiki sel-sel yang rusak dan menyingkirkan sel-sel
mati, pembuluh darah otomatis bekerja ekstra untuk menyalurkan
darah lebih besar ke daerah yang terbakar. Aliran darah ini yang
membuat kulit kita berubah menjadi merah dan lebih hangat.
2. Oponen : Rizka Amilia
Penjawab : Elisa
Apa yang dimaksud dengan panas stroke (heat stroke) dan bagaimana
tindakan pencegahan panas stroke pada Polantas?
Jawab
Panas stroke adalah kondisi mengancam jiwa dimana suhu tubuh
mencapai lebih dari 40°C atau lebih. Panas stroke dapat disebabkan karena
kenaikan suhu lingkungan, atau aktivitas yang dapat meningkatkan suhu tubuh.
Panas stroke merupakan gabungan dari 2 kondisi serius yang berhubungan
dengan suhu. Kondisi pertama adalah heat cramp/ kram akibat kenaikan
suhu tubuh, dimana terjadi karena paparan suhu yang sangat tinggi.
Biasanya ditandai dengan keringat berlebihan, kelelahan, haus, kram otot.
Kondisi yang lain adalah heat exhaustion/ kelelahan akibat kenaikan suhu
tubuh. Heat exhaustion muncul jika anda tidak mempedulikan gejala dari
‘heat cramp’ yang muncul gejalanya termasuk sakit kepala, pusing, kepala
terasa ringan, mual, kulit dingin dan terasa lembab, kram otot.
Tindakan pencegahan terjadinya panas stroke pada Polantas yaitu
membiasakan minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari terutama
ketika akan bertugas, tidak mengkonsumsi minuman seperti teh, kopi dan
yang minuman beralkohol, menggunakan pakaian yang ringan, longgar,
berwarna cerah dan menyerap keringat, membiasakan menggunakan topi
serta membiasakan sering minum setiap 15 sampai 20 menit.
57
3. Oponen : Adis Ferosandi
Penjawab : Ronita
1. Apakah ada jenis-jenis kebisingan? Bila ada, kebisingan pada lalu
lintas jenis apa?
Jawab :
Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat
dibagi sebagai berikut:
- Bising yang kontinyu: bising dimana fluktuasi dari intensitasnya
tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu:
Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi
yang luas. bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5
dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara
kipas angin, suara mesin tenun.
Norrow Spectrumadalah bising ini juga relatif tetap, akan
tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi
500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas.
- Bising terputus-putus: bising jenis ini sering disebut juga
intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secara tidak terus-
menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas,
kendaraan, kapal terbang, kereta api.
- Bising impulsif: bising jenis ini memiliki perubahan intensitas
suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya
mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan, suara ledakan
mercon, meriam.
2. Adakah cara mengurangi kebisingan selain menggunakan APD ?
Jawab :
Kebisingan pada lalu lintas tidak lepas dari banyaknya jumlah
kenadaraan yang berlalu lalang dijalanan. Pemerintah sendiri berusaha
untuk mengatasi berbagai kemacetan dijalan, secara tidak langsung apa
bila arus kendaraan berkurang maka kebisingan juga berkurang. Jika di
58
Jakarta sendiri pemerintah sudah mengadakan car free day untuk
mengurangi polusi udara.
Cara lain yang dapat dilakukan sebagai penanggulangan dengan
menanam pohon atau penghijauan. Tanaman diyakini dapat
mengurangi suara bising, rimbunnya dedaunan pepohonan dapat
memerangkap gelombang suara sehingga mengurangi tingkat
kebisingan.
Bahaya Fisika Pada Kontraktor Bangunan1. Oponen : Liza
Penjawab : Melisa
1) Bagaimana cara mengukuran Kebisingan?
Jawaban
Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi
kerja.
a. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi
ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja.
Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai
kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana,
misalnya Kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber
harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain
itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang
digunakan.
b. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat
bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat
menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan
area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet
pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat.
Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan
kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas
59
dibawah 85 dBA warna orangeuntuk tingkat kebisingan yang
tinggi diatas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan
intensitas antara 85 – 90 dBA.
c. Pengukuran dengan Grid
Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat
contoh data kebisingan pada lokasi yang di inginkan. Titik–titik
sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh
lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak
yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak
tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan
identitas.
2. Oponen : Nur Indah Permata Rani
Penjawab : Fridon Pasaribu
Bagaimana fase-fase pada dermatitis kontak akibat kerja tipe
alergik yang diperantarai oleh limfosit T?
Jawab:
Dermatitis kontak akibat kerja tipe alergik
Dermatitis kontak akibat kerja tipe alergik terjadi berdasarkan
reaksi imunologis berupa reaksi hipersensitivitas tipe IV, suatu reaksi
hipersensitivitas tipe lambat dengan perantara sel limfosit T. Reaksi ini
terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
1. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi dimulai dengan masuknya hapten melalui
epidermis kulit melewati stratum korneum kemudian berikatan
dengan protein menjadi alergen. Setelah itu, sel Langerhans yang
terdapat di epidermis menangkap alergen tersebut melalui proses
pinositosis selanjunya akan diproses dan diikat pada human
leukocyte antigen DR (HLA-DR). Ikatan antigen dengan HLA-DR
ini diperlihatkan pada permukaan sel Langerhans. Kemudian sel
Langerhans tersebut menuju kelenjar limfa regional melalui
pembuluh limpatik. Sel Langerhans akan menyampaikan ikatan
60
antigen-HLA-DR tadi pada sel T cluster of differentiation 4 (CD4)-
positif (sel helper). Kemudian komplek antigen-HLA-DR
berinteraksi dengan T-cell reseptor (TCR) spesifik dan cluster of
differentiation 3 (CD3) komplek. Saat terjadi pengenalan antigen,
kedua sel teraktivasi. Serangkaian sitokin di sintesis oleh kedua sel
Langerhan dan sel T. Di dalam sel T pesan ini disampaikan melalui
molekul CD3. Sel Langerhans juga mensekresikan IL-1, yang
menstimulasi sel T untuk menghasilkan IL-2 dan merangsang
reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini menyebabkan stimulasi
autokrin dan proliferasi koloni sel T spesifik terhadap antigen
tertentu (sel T memori) yang mengalami sirkulasi ke seluruh tubuh
dan kembali ke kulit. Pada tahap ini individu telah tersensitisasi
dan akan merespon saat sel T yang tersensitisasi tersebut terpapar
oleh antigen yang sama.
2. Fase Elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang alergen
(hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh
sel Langerhans, diproses secara kimia menjadi antigen lalu diikat
pada HLA-DR, dan ikatan tersebut diekspresikan pada permukaan
sel Langerhans. Ikatan antigen-HLA-DR itu disampaikan pada sel
T4 spesifik di dalam kulit atau kelenjar limfa (atau keduanya) dan
tahap elisitasi dimulai. Kompleks antigen-HLA-DR berinteraksi
dengan kompleks CD3-TCR spesifik untuk mengaktifkan sel
Langerhans dan sel T. Hal ini menyebabkan sekresi IL-1 oleh sel
Langerhans, yang menstimulasi sel T untuk memproduksi IL-2 dan
merangsang reseptor IL-2. Hal ini memacu proliferasi sel T. Sel T
yang teraktivasi mensekresikan IL-2, interferon-γ (INF- γ), dan
GMCSF. Sitokin-sitokin tersebut kembali mengaktifkan sel
Langerhans dan keratinosit. Keratinosit yang teraktifasi
mengeluarkan IL-1. Kemudian IL-1 mengaktifkan fosfolipase yang
akan melepaskan AA untuk pembentukan prostaglandin (PG) dan
leukotrien (LT). Keratinosit yang teraktivasi juga mengeluarkan
61
sejumlah sitokin, meliputi IL-1, IL-6, dan GMCSF, yang semuanya
itu dapat memperluas lagi keterlibatan dan pengaktifan sel T.
Kombinasi sitokin-sitokin dengan PG dan LT ini menyebabkan
aktivasi sel mast dan makrofag. Histamin dari sel mast dan PG/LT
dari sel mast, keratinosit, dan infiltrasi leukosit menyebabkan
dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas terhadap sel-sel
dan faktor-faktor proinflamasi yang larut dalam sirkulasi. Hal ini
selanjutnya menimbulkan gejala klinik DKA sebagai respon
peradangan, kerusakan seluler, dan proses perbaikan.
Sumber:
Sari, dkk. (2010). Dermatitis kontak pada pekerja bangunan. Student of Medical
School Udayana University Journal,10(1),2-6
3. Oponen : Endang Setiawati
Penjawab : Amrina Rosyada
Apakah ada standar pencahayaannya?
Jawab :
1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
JENIS KEGIATAN
TINGKAT PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX)
Keterangan
Pekerjaan kasar dantidak terus-menerus
100 Ruang penyimpanan dan ruangperalatan/instalasi yang memerlukanpekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar danterus-menerus
200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar.
Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/ penyusun.
Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau berkerja dengan mesin kantor
62
halus pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,pekerjaan mesin halus & perakitanhalus.
Pekerjaan amathalus
1500 tidak menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaanpekerjaan mesin dan perakitan yangsangat halus.
Pekerjaan terinci 3000 tidak menimbulkan bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitansangat halus.
Sumber : Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
2) Bagaimana peran perawat dalam melindungi pekerja bangunan?
Peran perawat dapat melakukan penkes tentang pentingnya
menjaga kesehatan mata, kemudian mengusulkan kepada pimpinan
yang memperkerjakan mereka agar memberi pencahayaan yang cukup
dan tidak silau kemudian ketika waktu istirahat bekerja, pekerja
bangunan bisa mengalihkan pandangan mata yang jauh atau ke
dedaunan yang hijau agar mata kembali segar dan mengkonsumsi
wortel.
Bahaya Fisika Pada Petugas Parkir1. Oponen : Rani
Penjawab : Peronika Sinurat
Coba anda jelaskan, bagaimana pengaruh getaran dapat menimbulkan
bahaya kesehatan? dan bahaya kesehatan yg ditimbulkan seperti apa?
Jawaban
Seperti kita ketahui, getaran itu ada dua yaitu getaran umum dan
getaran setempat. Getaran umum merupakan getaran yang terjadi pada
seluruh tubuh misalnya saat duduk, berdiri dan bersandar. Sedangkan
getaran setempat yaitu getaran yang merambat pada bagian tertentu tubuh
(bersentuhan langsung dengan sumber getaran) misalnya tangan, lengan
63
atau kaki. Getaran yang di alami tukang parkir biasanya getaran umum,
jadi ini dapat menimbulkan bahaya kesehatan jika dialami secara terus
menerus. Efek getaran pada seluruh tubuh dapat mengganggu saat
melakukan pekerjaan yaitu akibat gangguan menggerakan tangan dan
menurunnya ketajaman penglihatan. Getaran-getaran yang terdiri dari
campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus
otot secara serta merta, kedua efek ini melelahkan maka diperlukan
peredam. Bahaya kesehatan yang ditimbulkan seperti :
Gangguan aliran darah Gangguan syaraf pusat menyebabkan
kelemahan degeneratif syaraf.
Gangguan metabolisme/ pencernaan / pertukaran oxygen dalam
paru-paru Gangguan pada otot atau persendian
2. Oponen : Dini Mutmainnah (04101003053)
Penjawab : Ayu Kurniati Sijabat (04101003061)
Bagaimana cara agar petugas parkir yang terpapar kebisingan
setiap hari tidak mengalami penurunan fungsi pendengaran yang semakin
parah ??
Jawab :
Dengan cara para petugas parkir taat menggunakan alat pelindung
pendengaran yaitu ear plug dan ear muffs yang kita lihat sangat jarang
digunakan oleh petugas parkir. Karena ear plug dan ear muffs ini dapat
mengurangi intensitas bunyi yang akan didengar oleh petugas parkir.
Serta perlu di ketahui alat pelindung pendengaran ini harus dipakai,
jika:
Terdapat pajanan kondisi bising terus menerus lebih dari 85 desibel;
Mengalami sensasi mendengung (ringing) di telinga setelah berada di
area yang bising;
Terganggu, cemas, gelisah, setelah berada di area yang bising;
Ingin meningkatkan kenyamanan terhindar dari suara bising;
Tidak biasanya merasa lelah setelah bekerja di area yang bising; atau
Di tempat dimana bekerja diwajibkan menggunakan alat pelindung
pendengaran.
64
Tinjauan Pustaka
BAHAYA FISIK DILINGKUMGAN TEMPAT KERJA DAN DAMPAKNYA
BAGI KESEHATAN
I. Pengertian Tempat Kerja
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada
Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut
II. Potensi Bahaya Di Tempat Kerja
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat kerja., Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang
berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit,
kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan
dengan proses dan sistem kerja.
a. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan
dan kerugian kepada:
1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap
pekerjaan,
2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin.
3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar
perusahaan,
4) kualitas produk barang dan jasa.
5) nama baik perusahaan.
b. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat
dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam
65
rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara
umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber
dari berbagai faktor, antara lain :
1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada
peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.
2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau
berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses
produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil
akhir.
3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar
terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak
berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun
psikis.
c. Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut
1) Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat
menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja
yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu
ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai,
getaran, radiasi.
2) Potensi bahaya kimia, yaitu potesni bahaya yang berasal dari
bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi
bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja
melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut
ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya
pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat
tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi
bahaya debu, gas, uap.asap; daya acun bahan (toksisitas); cara
masuk ke dalam tubuh.
3) Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara
yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita
66
penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B,
Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan
dalam proses produksi.
4) Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau
tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan
cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat,
beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun
ketidakserasian antara manusia dan mesin.
5) Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan
yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti :
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem
seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya
keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan
antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam
organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan
terjadinya stress akibat kerja.
6) Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan
dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan
peralatan yang dipakai, kegiatan serta
III. Sifat Bahaya Dilingkungan Kerja
a. Bahaya yang Bersifat Fisik
Bahaya ini seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin bising
kurang penerangan getaranyang berlebihanradiasi dan sebagainya,
Keadaan tempat kerja yang terlalu panas mengakibatkan karyawna
cepat lelahm karena kehilangan cairan dan gamram, Bila panas dai
lingkngan ini berlebihan suhu tubuh akan meningkat yang
67
menimbulkan gangguan keseatan, pada keadaan berat sudu tubuh
sangat tinggi yang mengakibatkan pingsan sampai kematian, keadaaan
yang terlalu dingin juga akan menyebabkan karyawan sering sakit
sehingga akan menurunkan daya tahan tubuhnya.
Kebisingan mengganggu kosentrasi, komunikasi dan kemampuan
berfikir, Kebisingan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
penuruanan sifat pernmanen, niali ambang bataks kebisingan adalah 85
dB untuk karyawan yang bekerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
Pencahayaan penting untuk efisiensi kerja. Pencahayaan yang
kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata, kelelahan
mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila
karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat
menyenabaan keseakaan, untuk pengatuarn intesitas pencahaan telah
diatur dalam peraturan mendteri perburuan no 7 tahun 1964.
Getaran yang berlebihan menyebabka berbahai penyakit pada
pembuluh daram syarafm sendir dan tulang punggung, Sedang radiasi
panas akan menyebabkan suhu tuuh meningkat dan akibatnya sama
dengan ruang kerja yang panas, selain itu terdapat berbagai radiasi
seperti radiasi dari bahan radiokatf, radiasi sinar dan riasi gelombang
mikro yang dapat menimbulkan berbagai penyakit pada karyawan.
IV. Macam-Macam Bahaya Fisik
A. Kebisingan
- Paparan Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan
kerja yang dapat menimbulkan dampak pada gangguan
pendengaran (audiotory) dan extra audiotory seperti stress
kerja/psikologik, hipertensi, kelelahan kerja dan perasaan tidak
senang (annoyance).(Tana, 2002, dikutip Sukmono, 2010).
Kebisingan dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara
yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif
(peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif
(penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor
68
intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki
dn dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat
menimbulkan ketulian (Depkes, 2003, dikutip Saputro, 2011).
- Teori Bising
Menurut Harrianto (2009) : Bising (noise) adalah bunyi
yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan
frekuensi yang tidak menentu. Disektor industri, bising berarti
bunyi yang sangat mengganggu dan menjengkelkan serta sangat
membuang energi.
Tiga aspek gelombang bising yang perlu diperhatikan untuk
terjadinya gangguan pendengaran, yaitu frekuensi, intensitas dan
waktu.
Frekuensi bunyi menentukan pola nada, dinyatakan dalam
beberapa getaran/detik atau siklus/detik, yang satuanya disebut
Hertz (Hz). Artinya bunyi dengan satu siklus/detik mempunyai
frekuensi 1 Hz. Rentang frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh
telinga dewasa muda yang sehat berkisar 20-20.000 Hz. Meskipun
demikian porsi rentang frekuensi bunyi yang umum diterima
manusia hanya berkisar 500-3000 Hz. Gangguan pendengaran
yang terjadi pada area rentang frekuensi ini menjadi sangat penting
karena akan menjadi hambatan aktifitas sehari-hari seseorang,
terutama untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Pada kegiatan sehari-hari di industri, kebanyakan bising
yang terbentuk berasal dari campuran berbagai spectrum frekuensi
yang dihasilkan dari bermacam-macam sumber suara, seperti
mesin, kendaran bermotor, cerobong asap, teriakan suara manusia,
dan lain-lain. Untuk jenis bising ini diklasifikasikan sebagai bising
nada lebar (wide band noise). Untuk bising yang berasal dari
frekuensi yang hampir senada disebut bising nada sempit lebih
mengganggu pendengaran dibanding dengan frekuensi bising yang
rendah dan bising lebar.
69
Intensitas bunyi atau amplitude atau derajat kekerasan
bunyi atau sound pressure level (SPL) adalah besarnya daya atau
tinggi gelombang suara, yang merupakan ukuran derajat intensitas
bunyi. Pada frekuensi 1.000 Hz intensitas bunyi terlemah yang
masih dapat didengar manusia adalah 0.00002 N/m2 , sedang
intensitas bunyi terkeras sebesar 20 N/m2. Karena rentang
intensitas bunyi yang dapat didengar manusia sangatlah lebar, yaitu
0.00002- 20 N/m2, biasanya besarnya intensitas bunyi dipadatkan
dalam satuan desibel (dB).
Desibel (dB) yaitu logaritma dari perbandingan derajat
intensitas bunyi yang diukur dengan referensi intensitas bunyi
terlemah yang masih dapat didengar manusia (0.00002 N/m2).
Dengan menggunakan skala desibel, maka rentang intensitas bunyi
yang dapat didengar manusia menjadi lebih sempit, yaitu 0-140
dB. Namun , dengan skala desibel mempunyai suatu kelemahan,
yaitu bila dalam suatu ruangan terdapat beberapa sumber bising,
maka besarnya intersitas bising tidak langsung merupakan suatu
bentuk penambahan (additif), misal dua macam bising dengan 70
dB, totalnya tidak menjadi 140 dB, tetapi hanya menjadi 73 dB.
Selain intensitas bunyi, derajat gangguan bising bergantung pada
lamanya pajanan.
- Sumber - Sumber Kebisingan
Pada http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2600
7/4/Chapter%20II.pdf dijelaskan bahwa : Ditempat kerja disadari
atau tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa
perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan
menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya:
a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah
cukup tua
b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada
kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup
panjang.
70
c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala
kadarnya, misalnya mesin diperbaiki pada saat mesin
mengalami kerusakan parah
d. Melakukan modifikasi atau perubahan secara parsial pada
komponen-komponen mesin tanpa mengindahkan kaidah-
kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan
komponen-komponen mesin tiruan
e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin
secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar),
terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad
connection)
f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya,
misalnya penggunaan palu (hammer) alat pemukul sebagai
alat pembengkok benda-benda metal atau bantu pembuka
baut.
- Jenis Kebisingan
Ditempat kerja, kebisingan diklasifikasikan menjadi dua
yaitu:
1) Kebisingan Tetap
Kebisingan tetap dibagi lagi menjadi:
a. kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete
frequency noise)
kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang
beragam, contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
b. Broad Band Noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band
noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady
noise). Perbedaanya adalah broad band noise terjadi pada
frekuensi yang lebih bervariasi (bukan ”nada” murni).
2) Kebisingan Tidak Tetap
Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi:
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
71
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama selang waktu
tertentu.
b. Intermitten Noise
Sesuai dengan terjemahannya, itermitten noise adalah
kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-
ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive noise
Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara
berintensitas tinggi (memekakan telinga) dalam waktu relatif
singkat, misalnya suara senjata dan alat-alat sejenisnya.
- Tingkat Kebisingan
Karena ada kisaran sensitifitas, telinga dapat mentoleransikan
bunyi-bunyi yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah
dibandingkan pada frekuensi tinggi (Harrington, 2011).
Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara atau kondisi kerja
dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu :
a. suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 104 dBA
b. kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus
menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama
lebih dari 8 jam.
Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan
adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diatur
dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :
KEP.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk
kebisingan di tempat kerja (Kepmenaker, 1999).
72
Tabel batasan waktu dan pajanan kebisingan :
- Pengaruh Kebisingan
Pengaruh kebisingan seperti tidur terganggu, beberapa ketegangan
mental yang disebabkan oleh kebisingan, akan menyebabkan
bertambah cepatnya denyut nadi serta hipertensi, yang dapat mengarah
kepada suatu bahaya lain di mana si penderita tidak dapat mendengar
teriakan atau suara peringatan sehingga memungkinkan dapat
mengakibatkan kecelakaan. Secara terus-menerus berada ditengah-
tengah kebisingan ditempat kerja dan lalu lintas dapat berakibat
hilangnya kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian.
Lebih rinci lagi gangguan akibat kebisingan dapat berupa :
73
a. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi
bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat
berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi,
konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta
dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
b. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam
waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa stres,
kelelahan, dan lain-lain.
c. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi
yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.
Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau
tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan tenaga kerja.
- Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat
menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya
bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari
sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat bising,
daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
B. Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan
arah bolak- balik dari kedudukan keseimbangannya
(KEP–51/MEN/I999) . Getaran terjadi bila energi mekanis yang
berasal dari getaran suatu benda ditransmisikan pada suatu objek yang
74
tetap. Dalam kesehatan kerja pekerja dapat terpajan pada dua jenis
getaran yaitu getaran seluruh tubuh dan getaran tangan-lengan.
1) Getaran seluruh tubuh
Getaran ini berpengaruh terhadap seluruh tubuh, dihantarkan
melalui bagian tubuh tenaga kerja yang menopang seluruh tubuh.
Misalnya : kaki saat berdiri, pantat pada saat duduk, punggung saat
bersandar, lengan saat bersandar. Getaran seperti ini biasanya dialami
pengemudi kendaraan seperti traktor, bus, helikopter, atau bahkan
kapal. Efek organ tertentu bergantung pada resonansi alamiah organ
tersebut pada dada 3-6 Hz, kepala 20-3- Hz, rahang 100-150 Hz dan
seterusnya. Di samping rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh
‘goyangan’ organ seperti ini, menurut beberapa peneliti, telah
dilaporkan efek jangka lama yang ditimbulkan ialah ortheoartritis
tulang belakang (Harington 2011).
Efek klinis pada pajanan jangka pendek sebagai berikut :
6. Nyeri dada dan sakit perut akibat goyangan di dalam organ
dada dan perut.
7. Sakit kepala, mual, dan gangguan keseimbangan akibat
goyangan kepala.
8. Penglihatan kabur, otot berkontraksi spontan, sehingga tidak
dapat mengerjakan pekerjaan yang memerlukan ketelitian.
9. Napas pendek.
10. Gangguan bicara (Harrianto, 2009)
Sedangkan efek klinis pada pajanan jangka panjang adalah :
4. Gesekan tulang dan sendi, dapat mengakibatkan fraktur dan
inflamasi sendi.
5. Pada pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk, efek
dorongan langsung pada sumbu tegak lurus vibrasi, yaitu pada
cakram antarruas tulang belakang, dapat mengakibatkan
timbulnya spondilolistosis, perubahan generatif medula
spinalis, skoliosis lumbalis, cedera diskus intervetebralis, dan
hernia nukleus pulposus.
75
6. Gangguan pada jantung, varises, varikokel, dan trombus akibat
terhambatnya darah kembali ke jantung. (Harrianto, 2009)
Nilai ambang batas panjanan getaran yang ditransmisikan
keseluruh tubuh yaitu dengan rentang frekuensi 1-80 Hz. (Harrianto,
2009)
2) Getaran tangan-lengan
Getaran tangan-lengan atau segmental, bila getaran ditransmisikan
terlokalisir pada 1 segmen tubh, biasanya pada lengan dan tangan
pada saat menggunakan peralatan bergetar (Harrianto, 2009). Getaran
ini merupakan bahaya pekerjaan pada operator gergaji rantai, tukang
semprot, potong rimput, gerinada, penempa palu, dan lain-lain
(Harington, 2011).
Efek geteran lengan ini terhadap kesehatan dapat menyebabkan
hand-arm vibration syndrome (HAVS) terdiri dari efek vaskuler dan
efek neurologik.
Efek vakuler yaitu terjadi pemucatan episodik pada buku jari ujung
yang bertambah parah pada suhu dingin disebut juga fenomena
Raynaud (Harington, 2011). Gejala-gejala khas fenomena Raynaud
adalah: i) awalnya jari-jari memutih dan menjadi dingin; ii) jari-jari
tersebut kemudian berwarna kebiruan akibat berkurangnya suplai
oksigen; iii) kemudian jari-jari memerah oleh karena terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah kembali lancar. Keadaan
ini dapat menimbulkan kesemutan, kram, dan nyeri. Perubahan warna
tersebut tidak selalu dijumpai pada penderita. Namun keluhan tidak
nyaman, pucat, dan jari dingin tetap muncul. Lamanya gejala yang
timbul dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam.
Tingkat nyeri dan ketidaknyamanan bervariasi pada setiap orang.
(Samara, 2006)
Efek neurologik atau efek sensorineural terjadi kesemutan dan baal
pada buku jari ujung. (Harington, 2011). Gejala sensorineural yang
dapat ditemukan pada penderita HAVS adalah rasa baal dan/atau
kesemutan pada satu atau lebih jari. Gejala mulai dari ringan dan
76
hanya berefek pada ujung jari yang sifatnya hilang timbul. Baal atau
kesemutan yang berlangsung lebih dari satu jam perlu
dipertimbangkan mulai awalnya HAVS.Pada kasus yang berat, baal
dapat mengenai sepanjang seluruh jari. Keadaan ini dapat
mengganggu aktivitas pekerjaan sehari-hari. Misal, penderita tidak
dapat merasakan tekanan kancing, memegang koin atau mur, dan
sebagainya. Tidak selalu semua jari bersamaan menjadi kasus ringan
atau berat. Kadang-kadang ada bagian jari yang gejalanya ringan,
bagian jari yang lain berat. (Samara, 2006)
Menurut KEP–51/MEN/I999 pasal 4 ayat 1, NAB getaran alat
kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan
tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat
(m/det2). Berikut tabel nilai ambang batas getaran untuk pemajanan
lengan dan tangan :
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan
dan Tangan
Jumlah waktu pemajanan per
hari kerja
Nilai percepatan pada frekuensi dominan
Meter per detik kuadrat
(m/det²)Gram
4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam 12 1,22
Sumber : KEP–51/MEN/I999Berat ringannya HAVS bergantung pada faktor-faktor lain, seperti
karakteristik paparan getaran, pekerjaan sehari-hari, kebiasaan sehari-
hari, dan riwayat kehidupan sebelumnya.
Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek getaran pada tangan
Faktor Fisik Faktor Biodinamika Faktor Individual
Akselerasi getaran Kekuatan menggenggam
bagaimana kuatnya pekerja
menggenggam alat bergerak
Pengontrolan operator
terhadap alat tersebut
77
tersebut
Frekuensi getaran Area permukaan, lokasi dan
bagian dari tangan yang
kontak dengan sumber
getaran
Frekuensi kerja mesin
Lamanya pekerja terpapar
getaran (lama kerja)
Posisi tangan dan lengan
terhadap tubuh
Susptibilitas individu
terhadap getaran
Melakukan perlindungan
secara praktis seperti waktu
istirahat atau dengan alat
perlindungan diri (APD)
seperti sarung tangan dan
sepatu boot
Riwayat luka pada jari dan
tangan, terutama karena
membeku / dingin
Penyakit atau lesi terutama
pada jari atau tangan
Sumber : Samara 2006
3) Radiasi Non Mengion
Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible
radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan
frekuensi radio) .
1) Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
2) Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
3) Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan
kanker.
Contoh :
- Radiasi ultraviolet : pengelasan.
- Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
- Laser : komunikasi, pembedahan
4) Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi
Tujuan pencahayaan :
1) Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan
pekerjaan
2) Memberi lingkungan kerja yang aman
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah,
sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan
78
kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan
semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan
housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan
kerja.
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan
menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan
tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan
dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang
higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan
pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan
penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-
kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.Pekerja di suatu
pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka
intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan
intensitas penerangan di pabrik mobil.Demikian juga umur pekerja
dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin
berkurang.Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang
dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang
yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan
kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para
karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara
lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan
intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk
mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal
ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi
penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak
cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan
hal-hal sebagai berikut :
79
o Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras
dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di
sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna
objek yang dikerjakan.
o Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan
diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja
perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
o Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-
masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur
diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.Disamping
akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas,
penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-
kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang
baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja
maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
o Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon
kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
o Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian
rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
o Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di
muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahar
o Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
o Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh
bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak
terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan
kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
o Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan
efisiensi kerja.
o Kelemahan mental
o Kerusakan alat penglihatan (mata).
80
o Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan
bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya)
sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai
berikut :
o Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak
mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
o Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya
matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6
daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi
ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu
yang cukup.
o Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas
(tidak melebihi 32 derajat celsius).
o Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-
bayang yang mengganggu kerja.
o Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap
dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.
5) Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan
kerja Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan
kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan
mengganggu kenyamanan kerja. Selanjutnya bau-bauan ini dapat
mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja.Bau-bauan sebenarnya
merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu
penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat
gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih
bersifat objektif.Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium
bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah
lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi
terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang
81
bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula
merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan
bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal
ini disebut penyesuaian penciuman.Dalam kaitannya dengan kesehatan
kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian
penciuman dan kelelahan penciuman.Dikatakan penyesuaian
penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka setelah
dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh
pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak
mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau
yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah
mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.Ketajaman penciuman
seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya
emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang
mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium
bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam
keadaan tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban
udara.Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi
penciuman tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat
mempengaruhi penciuman. Pengendalian bau-bauan di lingkungan
kerja dapat dilakukan antara lain :
1) Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran
butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
2) Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara
zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau
masing-masing. Misalnya bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan
dengan paraffin.
3) Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap
bau-bauan yang tidak enak.
82
4) Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk
mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya
menggunakan pengharum ruangan.
5) Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk
menyejukkan ruangan juga sebagai cara deodorisasi
(menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat kerja.
83