64

REVOLUSI NASIONAL INDONESIA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33591/1/... · menjadi penjelas suatu peristiwa yang ditandai dengan proses

  • Upload
    ledat

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

REVOLUSI NASIONAL

INDONESIAPERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

Merebut dan Mempertankan Kemerdekaan

Dr. Muhamad Arif, M.Pd

ii Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

REVOLUSI NASIONAL INDONESIA PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Penulis:Dr. Muhamad Arif, M.Pd

Desain Sampul dan Isi:Fatkhul Arifin

Penerbit:Para Cita Press

Cetakan Pertama: Desember 2016Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

ISBN : 978-602-96454-1-5

Ukuran : 16 cm x 24 cmxii dan 278 hal.

________________________________________________Hak Cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun

secara elektronik maupun mekanis tanpa izin tertulis dari Penerbit.(all rights reserved)

iiiRevolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

Beberapa peristiwa besar dunia menginspirasi kita untuk membuat definisi tentang revolusi. Sebut saja revolusi industri yang bermula di Inggris pada pertengahan abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19, revolusi sosial dan revolusi politik yang terjadi di Perancis selama penghujung abad ke-18, revolusi politik di Amerika yang terjadi selama seperempat terakhir abad ke-18, juga usaha bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Tentu masih banyak peristiwa-peristiwa lain dalam sejarah dunia yang membantu kita untuk memahami makna dari istilah revolusi.

Revolusi industri menggambarkan sebuah perubahan secara besar-besaran dalam bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi, yang terjadi selama satu abad lamanya, yakni pada kurun waktu 1750-1850, dimulai dari Inggris, untuk kemudian menyebar ke Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, Korea Selatan, hingga sekarang menyebar ke seluruh dunia. Revolusi industri tersebut memberikan dampak yang signifikan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Revolusi industri menandai terjadinya sebuah perubahan besar dalam sejarah dunia, yakni dari pola kehidupan tradisional yang lamban menuju pola kehidupan modern yang cepat dan dinamis.

Revolusi Perancis yang berlangsung antara tahun 1789–1799, merupakan sebuah pergolakan yang berlanjut pada pergolakan politik di Perancis yang menimbulkan perubahan mendasar dalam kehidupan sosial dan politik, bukan saja bagi bangsa Perancis, melainkan bagi kehidupan sosial dan politik bangsa Eropa dan bahkan belahan dunia lainnya.

Pada dasarnya revolusi Perancis merupakan sebuah revolusi masyarakat yang bersifat domestik, hal mana, sistem monarki absolut yang telah memerintah selama berabad-abad berhasilkan diruntuhkan oleh kekuatan rakyat banyak selama waktu tiga tahun. Dalam pergolakan tersebut berbagai elemen masyarakat Perancis, mulai dari kaum petani pedesaan, para pekerja kasar, yang didukung oleh kelompok politik radikan sayap kiri, bersatu padu

MENDEFINISIKAN REVOLUSI NASIONAL INDONESIA(SEBUAH PENGANTAR)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakteriv

untuk meruntuhkan sistem feodalisme, aristokrasi, dan monarki yang mulai berkarat. Tradisi-tradisi lama yang lamban dan membosankan, hierarki monarki memuakkan, aristokrat pongah, termasuk Gereja Katolik diruntuhkan untuk kemudian diganti dengan prinsip-prinsip baru, yakni kebebasan (liberty), persamaan (equality), dan persaudaraan (fraternity). Nyaris selama dua abad berikutnya kehidupan bangsa Perancis diwarnai dengan pertentangan antara pendukung dan penentang revolusi yang menimbulkan banyak korban.

Jika revolusi Perancis lebih bersifat domestik, maka berbeda halnya dengan revolusi Amerika yang berlangsung antara tahun 1775 hingga 1783. Pada dasarnya, revolusi Amerika atau perang kemerdekaan Amerika Serikat, merupakan perang antara dua negara, yakni Amerika Serikat yang baru berdiri berhadapan dengan Inggris. Namun dalam perkembangannya revolusi Amerika melibatkan beberapa negara yang bersimpati terhadap perjuangan bangsa Amerika, yakni Perancis, Belanda, dan Spanyol. Seperti yang sama-sama diketahui, revolusi Amerika menempatkan Amerika Serikat sebagai pemenang, terutama setelah memperoleh dukungan dari beberapa tersebut.

Revolusi Amerika dipicu oleh Undang-Undang Stempel 1765 yang dikeluarkan Inggris punya hak untuk memberlakukan pajak pada koloni-koloni di Amerika. Pada sisi-sisi yang lain, koloni-koloni berpendapat bahwa perpajakan tanpa perwakilan rakyat merupakan sebuah kebijakan yang ilegal. Itulah sebabnya koloni-koloni Amerika membentuk kongres kontinental yang bersatu dan sekaligus membentuk pemerintahan bayangan di setiap koloni. Mereka melakukan pemboikotan terhadap teh Inggris yang terkena pajak. Pemboikotan inilah yang memicu meletusnya peristiwa Pesta Teh Boston (Boston Tes Party) pada tahun 1773, yang merupakan penghancuran muatan teh kapal Britania. Pada tanggal 4 Juli 1776, koloni-koloni Amerika mendeklarasikan kemerdekaannya. Dengan demikian, revolusi Amerika lebih merupakan sebuah pemberontakan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional.

Memperhatikan beberapa peristiwa di atas, juga beberapa peristiwa serupa lainnya yang tak sempat disinggung pada kesempatan ini, bisa diperoleh beberapa pengertian revolusi sebagai berikut.

Pertama, revolusi merupakan sebuah perubahan yang terjadi dalam waktu yang cepat serta menyangkut prinsip-prinsip dasar atau pokok-pokok dalam kehidupan masyarakat, baik yang berhubungan dengan masalah sosial budaya, sosial ekonomi, maupun sosial politik.

Kedua, ukuran cepatnya suatu perubahan dalam revolusi tentu bersifat relatif karena ada revolusi yang membutuhkan waktu yang lama. Revolusi industri di Inggris, misalnya, berlangsung selama waktu puluhan tahun. Dengan demikian,

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter v

penekanan revolusi lebih pada perubahannya yang mendasar dan menyangkut prinsip-prinsip dasar atau pokok-pokok dalam kehidupan masyarakat, bukan pada persoalan berapa lama waktu yang diperlukan.

Ketiga, revolusi dapat terjadi tanpa kekerasan maupun dengan kekerasan. Revolusi industri di Inggris, misalnya, terjadi tanpa kekerasan. Sementara, revolusi Perancis, revolusi Amerika, termasuk revolusi Indonesia, diwarnai dengan kontak senjata yang banyak menimbulkan korban.

Keempat, revolusi terjadi karena adanya dua kutub yang saling berbeda, yakni kekuatan baru yang berhadapan dengan kekuatan lama. Kekuatan baru sebagaimana dimaksud disokong oleh gagasan-gagasan baru dan bergerak secara progresif untuk merobohkan kekuatan lama yang disokong oleh gagasan-gagasan yang dianggap telah usang. Oleh karena itu, revolusi selalu menjadi penjelas suatu peristiwa yang ditandai dengan proses peruntuhan kekuatan lama dengan sistem lamanya, untuk diganti dengan kekuatan baru lengkap dengan sistem barunya. Perihal konotasi ‘lama’ dan ‘baru’ tentu sangat bergantung pada sistem nilai dan sistem norma yang dianut oleh massa pendukung perubahan tersebut.

Beberapa pengertian revolusi di atas tentu dapat digunakan sebagai indikator untuk menganalisis perjalanan sejarah bangsa Indonesia, terutama yang menyangkut revolusi Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan revolusi Indonesia? Penjelasan seperti apa yang bisa kita berikan terkait dengan revolusi Indonesia?

Sejarah nasional Indonesia tidak kurang sebagai sebuah penjelasan rasional dan sekaligus faktual, bahwa bangsa Indonesia telah melewati sebuah proses yang amat panjang yang bermuara pada pembentukan entitas etnik, entitas budaya, dan entitas politik yang khas, yakni bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan negara Indonesia. Realitas sejarah telah menjelaskan bahwa proses terbentuknya ketiga entitas yang sangat subtansial, yakni bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan negara Indonesia, telah berlangsung dalam waktu yang lama, dalam sebuah peristiwa sejarah yang dinamis, dan melibatkan berbagai anasir budaya dunia yang kaya. Tidak berlebihan jika disebut sebagai sebuah proses yang revolusioner.

Mengacu pada definisi revolusi sebagaimana yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka setidaknya terdapat lima fase revolusi dalam sejarah nasional Indonesia.

Pertama, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa pengaruh kebudayaan Yunan dan Taiwan. Pada fase ini terjadi lompatan struktur bangsa dan budaya Indonesia, yakni dari bangsa dan budaya asli

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karaktervi

Indonesia setelah mendapat pengaruh dari budaya Yunan dan budaya Taiwan. Inilah fase penting bagi terbentuknya 10 (sepuluh) unsur budaya yang oleh J.L. Brandes diklaim sebagai unsur budaya asli Indonesia.

Kedua, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa Hindu-Budha. Seperti diketahui bahwa masuk dan berkembangnya agama Hindu-Budya ke Indonesia terjadi pada sebuah proses yang panjang. Dalam hubungan ini, penting kiranya untuk mengkaji beberapa teori, seperti Teori Brahmana, Teori Ksatria, Teori Waisya, dan Teori Arus Balik, yang menjelaskan proses masuk dan berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia. Faktanya, dalam rentang waktu antara abad ke-5 hingga abad ke-15 Masehi, agama Hindu-Budya telah menjadi salah satu faktor penting bagi proses pembentukan kebudayaan Indonesia, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun kebudayaan.

Ketiga, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa Islam. Beberapa teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, sebut saja misalnya Teori Arab, Teori India, dan Teori Cina, menjelaskan bahwa bangsa Indonesia memulai kontak dengan para penyebar agama Islam sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang. Agama Islam yang dibawa oleh para ulama yang ramah dengan teknik komunikasi akomodasionis, terlebih dengan media-media Islamisasi yang memanfaatkan potensi lokal yang akulturatif, telah memungkinkan bagi masyarakat Indonesia untuk secara massif mempelajari dan pada gilirannya memeluk agama Islam. Selanjutnya, agama Islam menjadi faktor penting bagi kesinambungan pembentukan manusia dan kebudayaan Indonesia.

Keempat, datangnya bangsa-bangsa Barat dengan semoyan-semboyannya yang populer, yakni glory (mencari kejayaan dengan penakhlukan-penakhlukan di dunia Timur, termasuk Indonesia), gold (mencari kekayaan, terutama rempah-rempah yang tumbuh subur di dunia Timur, terutama di Indonesia), dan gospel (menjalankan misi penyebaran agama Nasrani), betapapun telah menjadi tragedi dalam perjalanan sejarah manusia dan kebudayaan Indonesia. Selama ratusan tahun bangsa Indonesia mengalami pederitaan tiada tara akibat berbagai bentuk penghisapan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat. Namun bagaimanapun juga, penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun tentu memberikan bekas mendalam bagi pembentukan manusia dan kebudayaan Indonesia, terutama setelah pemerintah kolonial Belanda menerapkan Politik Etis pada akhir abad ke-19 Masehi dengan program-program edukasi, irigasi, dan transmigrasinya.

Kelima, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan titik kulminasi bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter vii

meruntuhkan sistem kolonial, untuk digantikan dengan sistem nasional. Titik kulminasi tersebut sekaligus mepakan kesempatan emas bagi bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita agung, yakni terbentuknya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, material dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Cita-cita yang agung tersebut sekaligus ditopang oleh dua pilar, yakni NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada fase kelima ini, bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencapai kemajuan-kemajuan yang tidak saja sebatas pada dimensi pembangunan fisik, melainkan juga pembangunan karakter kebangsaan (national character building).

Buku ini merupakan satu bentuk penjelasan dari salah satu fase dalam revolusi nasional Indonesia, tepatnya fase kelima sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Secara substantif, buku yang ada di tangan Anda ini berisi beberapa uraian sebagai berikut.

Bab I menguraikan tentang perjuangan bangsa Indonesia pada masa Pendudukan Jepang, tepatnya mengangkut: (1) sikap bangsa Indonesia terhadap kedatangan bangsa Jepang, dam (2) sikap tokoh-tokoh tasionalis terhadap Jepang, baik nasionalis sekoler maupun nasionalis Islam.

Bab II menguraikan tentang organisasi-organisasi pada masa Pendudukan Jepang. Dalam bab ini akan diuraikan tentang: (1) pengerahan pemuda oleh pemerintah Pendudukan Jepang, yakni dengan membentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat), organisasi-organisasi semi-militer, dan organisasi-organisasi militer, dan (2) pengerahan romusha oleh pemerintah Pendudukan Jepang.

Bab III menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa penting menjelang proklamasi kemerdekaan. Pokok-pokok penting yang disajikan dalam Bab III ini adalah; (1) cita-cita merdeka, (2) perumusan Dasar Negara dan UUD 1945, (3) aktivitas golongan pemuda menjelang proklamasi, dan (4) peristiwa Rengasdengklok.

Bab IV membahas tentang proklamasi kemerdekaan. Hal-hal penting yang dibahas dalam Bab IV adalah: (1) perumusan teks broklamasi, (2) proklamasi kemerdekaan , (3) sidang-sidang PPKI, dan (4) makna proklamasi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Bab V membahas tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dalam bab ini dibahas tentang: (1) perjuangan merebut kemerdekaan, dan (2) perjuangan bersenjata, yakni menyususn kekuatanpPertahanan dan keamanan, kedatangan sekutu dan NICA, pertempuran Surabaya, pertempuran Ambarawa, dan pertempuran Medan Area.

Bab VI membahas tentang revolusi sosial yang terjadi di beberapa daerah

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakterviii

pasca proklamasi kemerdekaan, yakni: (1) revolusi sosial di Sumatera Timur, (2) revolusi sosial di Simalungun, (3) revolusi sosial di Banten, dan (4) peristiwa tiga daerah.

Bab VII berisi tentang perjuangan melalui diplomasi yang mencakup kajian: (1) perjanjian Hooge Valuwe, (2) konferensi Malino, (3) persetujuan Linggarjati, (4) perjanjian Renville, dan (5) politik luar negeri bebas dan aktif.

Bab VIII mengurai tentang perjuangan menghadapi agresi militer Belanda, baik agresi militer Belanda I maupun II yang dilengkapi dengan uraian tentang: (1) peranan PBB dan kegagalan usaha arbitrase, (2) persiapan-persiapan dalam bidang pertahanan, dan (3) siasat gerilya.

Bab IX mengkaji tentang tindakan pemerintah Republik Indonesia dalam menumpas pemberontakan komunis Madiun tahun 1948. Uraian dalam bab ini mencakup: (1) munculnya sayap kiri dalam tubuh TNI, (2) pemberontakan komunis Madiun 1948, dan (3) penumpasan pemberontakan komunis Madiun 1948.

Bab X membahas tentang perjuangan memperoleh pengakuan kedaulatan dengan uraian yang mencakup: (1) pendekatan pemerintah RI terhadap negara-negara federal, (2) perjanjian Roem-Royen, (3) menuju konferensi meja bundar, dan (4) pembentukan RIS dan pengakuan kedaulatan.

Bab XI membahas tentang kehidupan bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan. Adapun uraian dalam bab ini mencakup: (1) kehidupan politik, (2) kehidupan ekonomi, (3) kehidupan pendidikan, dan (4) kehidupan sosial.

Bab XII membahas tentang perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dalam perspektif pendidikan karakter yang mencakup: (1) pendahuluan, (2) pengertian dan penerapan pendidikan karakter, (3) esensi nilai budaya dan karakter bangsa, dan (4) perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dalam perspektif pendidikan karakter.

Terbatasnya waktu penulisan, ditambah dengan kesibukan penulis yang relatif padat, membuka peluang bagi segala rupa kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis akan berterima kasih jika memperoleh kritik dan saran dari para pembaca. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 29 November 2015

Penulis,

Dr. Muhamad Arif, M.Pd.

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR __________ iii DAFTAR ISI __________ xi

BAB I PERJUANGAN BANGSA INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG __________ 1 A. Pendahuluan __________ 1 B. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kedatangan Bangsa Jepang __________ 7 C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang __________ 14

1. Perjuangan Kaum Nasionalis Sekuler __________ 20 2. Perjuangan Kaum Nasionalis Islam __________ 28

BAB II ORGANISASI-ORGANISASI PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG __________ 33 A. Pendahuluan __________ 33 B. Pengerahan Pemuda oleh Pemerintah Pendudukan Jepang _______ 40

1. Putera (Pusat Tenaga Rakyat) __________ 40 2. Organisasi-organisasi Semi-militer _________ 40 3. Organisasi-organisasi Militer __________ 49

C. Pengerahan Romusha oleh Pemerintah Pendudukan Jepang ______ 60

BAB III PERISTIWA-PERISTIWA PENTING MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN __________ 69

A. Pendahuluan __________ 69 1. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Politik _________ 69 2. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Ekonomi ______ 72 3. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Sosial __________ 75 4. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Pendidikan ______ 78 5. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Kebudayaan ____ 81 6. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Militer _________ 83

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakterx

B. Cita-cita Merdeka __________ 87 C. Perumusan Dasar Negara dan UUD 1945 __________ 90

1. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) __________ 93

2. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) __________ 97 D. Aktivitas Golongan Pemuda Menjelang Proklamasi __________ 100 E. Peristiwa Rengasdengklok __________ 102

1. Penyerahan Jepang terhadap Sekutu __________ 102 2. Peristiwa Rengasdengklok __________ 104

BAB IV PROKLAMASI KEMERDEKAAN __________ 109 A. Pendahuluan __________ 109 B. Perumusan Teks Proklamasi __________ 109 C. Proklamasi Kemerdekaan __________ 115 D. Sidang-sidang PPKI __________ 120

1. Sidang Pertama PPKI __________ 120 2. Sidang Kedua PPKI __________ 122 3. Sidang Ketiga PPKI __________ 123

E. Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia ________ 124 1. Pengertisn Proklamasi __________ 124 2. Makna Kemerdekaan __________ 127

BAB V PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN __________ 129 A. Pendahuluan __________ 129 B. Perjuangan Merebut Kemerdekaan __________ 131

1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta __________ 131 2. Perebutan Kekuasaan __________ 142

C. Perjuangan Bersenjata __________ 135 1. Menyususn Kekuatan Pertahanan dan Keamanan _________ 135 2. Kedatangan Sekutu dan NICA __________ 138 3. Pertempuran Surabaya __________ 140 4. Pertempuran Ambarawa __________ 144 5. Pertempuran Medan Area __________ 146

BAB VI REVOLUSI SOSIAL __________ 148 A. Pendahuluan __________ 148 B. Revolusi-revolusi Sosial di daerah __________ 149

1. Revolusi Sosial di Sumatera Timur _________149

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter xi

2. Revolusi Sosial di Simalungun __________ 153 3. Revolusi Sosial di Banten __________ 156 4. Peristiwa Tiga Daerah __________ 162

BAB VII PERJUANGAN MELALUI DIPLOMASI __________ 164 A. Pendahuluan __________ 164 B. Diplomasi sebagai Sarana Penyelesaian Pertikaian__________ 166

1. Perjanjian Hooge Valuwe __________ 166 2. Konferensi Malino __________ 169 3. Persetujuan Linggarjati __________ 170 4. Perjanjian Renville __________ 173

C. Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif __________ 179

BAB VIII PERJUANGAN MENGHADAPI AGRESI MILITER BELANDA __________ 181

A. Pendahuluan __________ 181 B. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda I __________ 181 C. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda II __________ 185

1. Peranan PBB dan Kegagalan Usaha Arbitrase __________ 187 2. Persiapan-persiapan dalam Bidang Pertahanan __________ 189 3. Siasat Gerilya __________ 191

BAB IX MENUMPAS PEMBERONTAKAN KOMUNIS _____ 197 A. Pendahuluan __________ 197 B. Munculnya Sayap Kiri dalam Tubuh TNI __________ 198 C. Pemberontakan Komunis 1948 __________ 200 D. Penumpasan Pemberontakan Komunis 1948 __________ 203

BAB X PERJUANGAN MEMPEROLEH PENGAKUAN KEDAULATAN _________ 208

A. Pendahuluan __________ 208 B. Pendekatan pemerintah RI terhadap Negara-negara Federal ______209 C. Perjanjian Roem-Royen __________ 211 D. Menuju Konferensi Meja Bundar __________ 218 E. Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan __________ 221

BAB XI KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN __________ 225

A. Pendahuluan __________ 225

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakterxii

B. Kehidupan Politik __________ 225 C. Kehidupan Ekonomi __________ 228 D. Kehidupan Pendidikan __________ 235 E. Kehidupan Sosial __________ 241 F. Kehidupan Bahasa dan Sastra __________ 241

BAB XII PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER __________ 244

A. Pendahuluan __________ 244 B. Pengertian dan Penerapan Pendidikan Karakter __________ 246C. Esensi Nilai Budaya dan Karakter Bangsa __________ 248D. Perjuangan Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan dalam

Perspektif Pendidikan Karakter __________ 2531. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Kedatangan Bangsa Jepang

dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 2532. Perumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka dalam Perspektif

Pendidikan Karakter __________ 2563. Peristiwa Rengasdengklok dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 2574. Proklamasi Kemerdekaan dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 2605. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan dalam

Perspektif Pendidikan Karakter __________ 262

DAFTAR PUSTAKA __________ 267 INDEX __________ 277

1

BAB I

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG

A. Pendahuluan

Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe

Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Setelah Amerika melancarkan

embargo minyak bumi, suatu komoditas yang sangat dibutuhkan, baik untuk

industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang, maka Jepang mulai berpikir

untuk menguasai daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk

minyak bumi. Dalam rangka menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara,

sejak pertengahan tahun 1941 para pemimpin Jepang mulai melihat bahwa

Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda harus dihadapi sekaligus.

Jendral Hideki Tojo1

1

Jendral Hideki Tojo, pada bulan Oktober 1941 menggantikan Konoe Fumimaro sebagai

Perdana Menteri Jepang. Jendral Hideki Tojo termasuk salah satu tokoh penting dalam Perang

Asia Pasifik, termasuk dalam hubungannya dengan invasi Jepang di Indonesia. (Sumber:

http://www.enemyinmirror.com/army/tojo-becomes-prime-minister-october-1941 (Tersedia: Rabu,

7-12-2016)

2

Terkait dengan pertimbangan seperti itu, Admiral Isoroku Yamamoto,

Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat

berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar.

Pada tanggal 7 Desember 1941, nyaris seluruh potensi Angkatan Laut Jepang

dikerahkan untuk menyerang secara mendadak pada basis Armada Pasifik

Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sementara sisa kekuatan

Angkatan Laut yang mereka miliki, dikerahkan untuk mendukung pergerakan

Angkatan Darat dalam melaksanakan Komando Operasi Selatan, yaitu

penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa.

Pengeboman Pearl Harbour, 7 Desember 19412

Maka, pada pagi hari tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang

terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur

diberangkatkan dalam dua gelombang dalam rangka melaksanakan tugas

pengeboman di Pearl Harbour. Pemboman Jepang tersebut berhasil

menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain,

2

Penyerangan Jepang ke Pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour pada

tanggal 7 Desember 1941 menjadi pemicu bagi meletusnya Perang Asia Pasifik. (Sumber:

http://galeri-bocah.blogspot.co.id/2012/02/alasan-jepang-menyerang-pearl-harbour.html

(Tersedia:

Rabu, 7-12-2016)

3

menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Sementara itu, lebih dari 2.330

serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Sehari setelah

pengeboman tersebut, yakni pada tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika

Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Tidak berlebihan jika Loebis3

menyatakan bahwa Perang Asia Timur Raya dipicu oleh serangan Jepang

terhadap Pangkalan Pearl Harbour di Kepulauan Hawaii pada tanggal 7 Desember

1941.

Terkait dengan invasi Jepang terhadap beberapa negara di kawasan Asia

Timur dan Asia Tengara, Library of Congress Country Studies (1992)

menjelaskan bahwa invasi Jepang tersebut didorong oleh keinginan untuk

menguasai sumber daya alam yang melimpah. Bahwa untuk mendukung mesin

perang, Jepang membutuhkan suplai bahan bakar minyak, bijih baja, dan beberapa

material lainnya yang harus diimpor dari negara lain. Sebagai misal, untuk

memenuhi kebutuhan minyak pelumas, 55 persen di antaranya harus diimpor oleh

Jepang dari Amerika. Dengan menguasai Indonesia, Jepang dapat memotong

sebanyak 25 persen dari keharusan impor minyak pelumas tersebut.4

Senada dengan uraian di atas, Library of Congress Country Studies (1992)

memberikan penjelasan sebagai berikut:

“From Tokyo’s perspective, the increasingly critical attitude of the “ABCD powers” (America, Britain, China, and the Dutch) toward

Japan’s invasion of China reflected their desire to throttle its legitimate aspirations in Asia. German occupation of the Netherlands in May 1940

led to Japan’s demand that the Netherlands Indies governments supply it with fixed quantities of vital natural resources, especially oil. Further demands were made for some from economic and financial integration of

the Indies with Japan. Negotiations continued through mid-1941. The indies government, realizing its extremely weak position, played for time.

But in summer 1941, it followed the United States in freezing Japanese assets and imposing an embargo on oil and other exports. Because Japan could not continue its China war without these resourches, the military-

dominated government in Tokyo gave assent to an “advance south” policy. French Indochina was already effectively under Japanese control.

3

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 22-23. 4

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

4

A nonaggression pact with the Soviet Union in April 1941 freed Japan to

wage war against the United States and the European colonial powers.”5

Gerakan militer Jepang yang spektakuler mengharuskan Belanda –yang

sedang berkuasa di Indonesia—bersiap-siap untuk menghadapi “bahaya kuning”.

Dalam pada itu, Gubernur Jendral Hindia Belanda, Mr. A.W.L. Tjarda Van

Starkenborgh Stachouwer, mengumumkan perang terhadap Jepang. Untuk

memperkuat posisinya Belanda terlibat dalam suatu komando gabungan yang

disebut dengan ABDACOM (American British Dutch Australian Command).

Markas besar ABDACOM terletak di Lembang (dekat Bandung), dengan Jendral

Sir Archibald Wavell sebagai panglimanya. Sementara itu, Letnan Jendral H. Ter

Poorten diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL).6

Pergerakan pasukan Jepang pada saat Perang Asia Pasifik

7

Sementara itu, dalam waktu yang relatif singkat Jepang berhasil merebut

daerah Asia Tenggara, seperti: Indochina, Muangthai (Thailand), Birma

5

Ibid. 6

Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia

VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 1. 7

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

5

(Myanmar), Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Keberhasilan tentara Jepang

tersebut sangat mengejutkan pihak Sekutu, terlebih-lebih setelah jatuhnya

Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, pertahanan Sekutu di

Asia sangat tergoncang.8 Pertempuran di Laut Jawa antara pasukan Jepang

menghadapi gabungan pasukan Inggris, Belanda, Australia, dan Amerika Serikat

tidak dapat dielakkan.9 Akhirnya pertahanan Hindia Belanda, yang merupakan

benteng utama Inggris di kawasan Asia Tenggara, dengan mudah dapat ditembus

oleh pasukan Jepang.10

Secara kronologis beberapa serangan Jepang terhadap kedudukan Belanda

di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Kronologi serangan Jepang terhadap kedudukan Belanda di Indonesia11

Waktu Keterangan

Tanggal 11 Januari 1942 Jepang menduduki Tarakan (Kalimantan Timur). Keesokan harinya, yakni tanggal 12 Januari 1942,

pasukan Belanda di daerah itu menyerah.

Tanggal 24 Januari 1942 Kota Balikpapan yang merupakan daerah sumber minyak, berhasil direbut oleh pasukan Jepang.

Tanggal 29 Januari 1942 Jepang menduduki Pontianak.

Tanggal 3 Pebruari 1942 Kota Samarinda berhasil direbut oleh pasukan Jepang dari tangan Belanda. Untuk selanjutnya, tanggal 5

Pebruari 1942, pasukan Jepang juga berhasil menguasai lapangan terbang Samarinda.

Tanggal 10 Pebruari 1942 Kota Banjarmasin dikuasai oleh pasukan Jepang.

Tanggal 14 Pebruari 1942 Jepang menurunkan pasukan payung di Palembang.

Dua hari kemudian, yakni tanggal 16 Pebruari 1942, kota Palembang berhasil direbut dari tangan Belanda.

Dengan jatuhnya kota Palembang, maka ambisi Jepang untuk menguasai pulau Jawa semakin terbuka. Untuk merebut pulau Jawa, Jepang

membentuk Komando Tentara Keenambelas yang dipimpin oleh Letnan Jendral Hitoshi Imamura.

8

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31-32. 9

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006). 10

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31-32. 11

Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia

VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 2-4.

6

Tanggal 15 Pebruari 1942 Jepang berhasil merebut Singapura dari tangan Sekutu.

Tanggal 1 Maret 1942 Pasukan Jepang berhasil mendarat di tiga tempat

sekaligus, yakni di Teluk Banten (Jabar), di Eretan Wetan (Jabar), dan di Kragan (Jawa Tengah). Pada

tanggal 1 Maret 1942 itu pula pasukan Jepang yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji berhasil menduduki Subang dan sekaligus merebut lapangan

terbang Kalijati.

Tanggal 5 Maret 1942 Pasukan Jepang menguasai pusat kekuasaan Belanda di Batavia, untuk kemudian juga berhasil menduduki

Bogor.

Tanggal 7 Maret 1942 Kota Bandung berhasil dikuasai oleh pasukan Jepang.

Operasi kilat yang dilakukan oleh Pasukan Shoji telah menyebabkan

kritisnya posisi tentara KNIL (Belanda). Pada tanggal 6 Maret 1942, panglima

KNIL Letnan Jendral Ter Poorten mengeluarkan perintah kepada panglima KNIL

wilayah Jawa Barat, Mayor Jendral J.J. Pesman, agar tidak melakukan perlawanan

di wilayah Bandung. Letnan Jendral Ter Poorten sependapat dengan Gubernur

Jendral Tjarda van Starkenborgh, bahwa Bandung perlu dihindarkan dari

peperangan karena pada saat itu telah penuh sesak dengan penduduk sipil, wanita,

dan anak-anak.12

Dalam keadaan yang kritis seperti itu, pihak Belanda meminta penyerahan

lokal atas wilayah Bandung. Tetapi permintaan Belanda tersebut dijawab dengan

sebuah ultimatum dari pihak Jepang (dalam hal ini dilakukan oleh Jendral

Imamura), yakni: (1) agar Belanda menyerah secara total kepada Jepang, dan (2)

agar Gubernur Jendral Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang

dilaksanakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Jika Belanda tidak

mengindahkan ultimatum tersebut, maka Jepang akan mengebom kota Bandung

dari udara. Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda benar-benar tidak berkutik.

Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh beserta para Panglima Tentara Belanda

berhadapan dengan Letnan Jendral Imamura mengadakan pertemuan. Hasil

pertemuan tersebut adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia

12

Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia

VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 4.

7

Belanda kepada Jepang. Dengan demikian, wilayah Indonesia beralih kekuasaan,

dari penjajahan Belanda kepada pemerintah pendudukan Jepang.13

Kapitulasi tanpa syarat Belanda kepada Jepang14

Keberhasilan Jepang dalam yang spektakuler dalam mengalahkan dan

merebut kekuasaan Hindia Belanda sangat menarik untuk dikaji. Sebagaimana

yang diketahui, bahwa sejak ratusan tahun yang lalu bangsa Belanda berhasil

menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Selama itu pula perlawanan yang

dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mengusirnya, dan sekaligus perjuangan

untuk merebut kemerdekaan, belum nenunjukkan hasil yang memuaskan. Akan

tetapi, beberapa saat setelah tentara Jepang datang, pemerintah Hindia Belanda

segera bertekuk lutut, menyerah tanpa syarat. Kenyataan seperti ini tentu sangat

menarik untuk diskusikan.

B. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kedatangan Bangsa Jepang

Sejak pecah Perang Asia-Pasifik, terjadi perbincangan hangat di kalangan

bangsa Indonesia tentang berbagai kemungkinan yang berhubungan dengan kalah

atau menangnya Belanda dalam perang. Pada umumnya kalangan pegawai

pemerintah berharap agar Belanda muncul sebagai pemenang karena didorong

13

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. Lihat juga: Marwah Daoed Poesponegoro dan

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 5. 14

Kapitulasi tanpa syarat oleh Belanda kepada Jepang di Kalijati, tanggal 8 Maret 1942,

menjadi penegas dimulainya Pendudukan Jepang atas Indonesia (Sumber: http://arif-ips-

sd.blogspot.co.id/2013/02/kedatangan-jepang-di-indonesia.html (Tersedia: Rabu, 7-12-2016)

8

oleh kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan mereka jika Jepang berkuasa

kelak. Sementara itu, sebagian besar kalangan nasionalis justru berharap agar

Jepang yang memperoleh kemenangan. Kaum nasionalis berasumsi bahwa dengan

terusirnya Belanda oleh Jepang, maka akan mempercepat pencapaian

kemerdekaan.

Sikap kaum nasionalis seperti di atas mencerminkan ketidaksukaannya

terhadap pemerintah Hindia Belanda karena didorong oleh beberapa faktor

sebagai berikut. Pertama, tuntutan untuk mendapatkan pemerintahan sendiri yang

diajukan melalui Volksraad pada bulan Pebruari 1940 ditolak oleh Belanda,

bahkan ketika pemimpin Indonesia mengingatkan Belanda akan kandungan

Atlantic Charter dijawab oleh Belanda bahwa Atlantic Charter tidak dapat

diterapkan di Indonesia. Kedua, adanya kepercayaan terhadap ramalan Joyoboyo

yang mengatakan bahwa bangsa kulit putih akan dienyahkan oleh bangsa kulit

kuning, yang akan berkuasa selama seumur jagung dan sesudah itu akan muncul

zaman keemasan di Indonesia.15

Propaganda billboard celebrating the victories of Japanese troops, including Pearl Harbor in

the upper right inset, Jakarta, 1942.16

15

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 24-25. 16

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

9

Kenyataan-kenyataan seperti tersebut tentu sangat menguntungkan posisi

Jepang karena mendapat dukungan, baik secara moral maupun material.

Sebaliknya, kedudukan Belanda semakin terdesak.

Sebelum kedatangan pasukan Jepang sebenarnya Belanda sudah berusaha

melakukan antisipasi, di antaranya dengan melakukan mobilisasi para pemuda

Indonesia dalam bentuk milisi-milisi. Namun gagasan Belanda tersebut disambut

dingin oleh bangsa Indonesia, seperti yang tampak pada perbincangan Kyai

Hisyam, Kyai Raden Iskandar, dan William H. Frederick yang berlangsung di

Pondok Pesantren Kalijaran berikut ini:

Kami saling menanyakan kabar keselamatan masing-masing dan kabar tentang sahabat-sahabat yang jauh. Suasana jadi amat menyenangkan dalam ikatan persaudaraan yang akrab.

“Jadi besok malam saudara ada di Kertanegara? Aku pun akan datang juga ke sana, insyaAllah,” Kyai Iskandar menyambung

pembicaraan yang terputus karena instruksi Kyai Hisyam kepada khadamnya untuk membuatkan kopi kental untukku.

“Memang, insyaAllah aku besok ke Kertanegara. Aku telah

menghubungi saudara Hadimiharja, ketua Ansor di sana. Aku ingin memberi penjelasan kepada kawan-kawan mengenai maksud

pemerintah Hindia Belanda mengadakan mobilisasi di kalangan

pemuda-pemuda kita, dan bagaimana sikap kita,” jawabku. “Aku membaca di koran, bahwa Ratu Wilhelmina kini berada di

London, bagaimana ceritanya ini?” tanya Kyai Hisyam sambil menuangkan air putih panas ke dalam kopi kentalku yang tinggal separuh

cangkir. Kebiasaan orang Banyumas kalau minum kopi dituangi air putih yang panas agar kopi menjadi penuh lagi dalam cangkir. Dijogi, istilahnya.

“Negeri Belanda telah diduduki oleh Jerman. Hitler telah menunjuk seorang kaki tangannya membentuk pemerintah Belanda yang

pro-Nazi. Karena itu ratu Belanda mengungsi ke Inggris dan meneruskan pemerintahan pelarian Belanda di sana,” jawabku menjelaskan.

“Pemerintah Hindia-Belanda di sini ikut Wilhelmina atau Hitler?”

Kyai Iskandar menanyakan kepadaku. “Tentu ikut Wilhelmina, tetap setia kepada Ratu yang mengungsi

ke London,” jawabku, “tetapi jadi serba susah mereka. Ikut Wilhelmina telah putus hubungan, sedang Hindia-Belanda diancam oleh Jepang, sekutu Hitler. Orang banyak meramalkan bahwa tak lama lagi Jepang

akan memaklumkan perang kepada Hindia-Belanda. Situasi jadi genting sekali bagi Belanda,” demikian kataku.

“Dalam majalah Berita Nahdlatul Ulama bulan yang lalu aku baca,” demikian Kyai Iskandar, “bahwa Hoofdbestuur Nahdlatul Ulama mendesak MIAI untuk bersama-sama GAPPI meningkatkan tuntutan

10

Indonesia berparlemen kepada pemerintah Hindia-Belanda dan

pemerintah Belanda di Den Haag. Bagaimana hasilnya?” “Lima hari yang lalu aku terima surat dari KHA Wahid Hasyim,

ketua MIAI. Sebagaimana kita tahu, MIAI ini sebuah badan gabungan

federasi dari semua partai politik dan organisasi Islam seluruh Indonesia. MIAI telah mengadakan kerja sama dengan GAPPI sebagai gabungan

dari partai-partai politik non-Islam dalam aksi menuntut Indonesia berparlemen. Kini telah terbentuk suatu kerja sama antara MIAI dan GAPPI salam suatu kongres rakyat yang diberi nama KORINDO.

Kongres Rakyat Indonesia menuntut kepada pemerintah Belanda di Den Haag agar kepada Indonesia diberi hak memerintah sendiri dengan suatu

badan perwakilan rakyat yang bernama Parlemen Indonesia. Menurut bunyi surat KHA Wahid Hasyim tadi, jawaban pemerintah Belanda sangat mengecewakan,” demikian aku menjelaskan. .....

“Beberapa hari yang lalu regent (bupati Hindia-Belanda) mengumpulkan para Kyai. Katanya atas perintah dari atasan, bahwa

pemuda-pemuda kita akan diwajibkan menjadi serdadu. Kami para Kyai diam saja tidak memberikan reaksi apa-apa. Anak-anak santri sudah mulai gelisah. Bagaimana jelasnya dengan persoalan ini?” tanya Kyai

Hisyam. “Itu betul!” sela Kyai Iskandar, “bahkan saya sudah dihubungi

salah seorang pejabat pemerintah menanyakan sikap saya tentang hal itu. Saya cuma katakan, minta waktu, karena saya akan tanyakan kepada pimpinan atasan saya. Jadi bagaimana sikap kita?” Kyai Iskandar

mendesak. ”Inilah yang musykil,” jawabku, ”pemerintah Hindia-Belanda

sudah merasa bahwa pada akhirnya Jepang memaklumkan perang kepada Belanda dan menduduki kepulauan kita Indonesia. Kalau ini terjadi, maka dalam tempo yang singkat saja bala tentara Jepang dengan

mudahnya dapat memukul habis seluruh kekuatan perang Hindia-Belanda. Beberapa pemimpin dan orang-orang yang dianggap pro-Jepang

telah ditangkapi.” ”Jadi, untuk itu semua pemuda-pemuda kita mau dijadikan

serdadu?” tanya Kyai Hisyam.

”Itulah soalnya!” jawabku, ”pemuda-pemuda kita mau dipaksa menjadi serdadu, namanya milisi. Padahal mereka belum terlatih benar

sebagai tenaga perang, menghadapi tentara Jepang yang sudah bertahun-tahun bertempur di daratan Tiongkok, Mancuria, dan terus ke selatan.”

”Itu berarti menjadikan anak-anak kita umpan peluru Jepang!”

sela Kyai Hisyam. ”Bukan itu saja yang penting,” jawab Kyai Iskandar, ”Jika

pemuda-pemuda kita harus berperang, apa tujuan mereka?

Berperang untuk siapa dan membela siapa? Bagaimana kalau mati?

Apa hukumnya mati mereka itu?”

11

”Begini.” Aku mencari kata untuk menurunkan temperamen Kyai

Iskandar yang sudah mulai semangat. Sementara Kyai Hisyam menyuruh khadamnya membuat lagi kopi yang panas. Kopi tubruk.

”Dalam surat KHA Wahid Hasyim yang baru aku terima, beliau

ceritakan bahwa Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari telah memanggil KHA Wahab Chasbullah, KH Mahfush Shiddiq, KH Bisri Shamsuri, KHA

Wahid Hasyim, dan beberapa pimpinan teras Nahdlatul Ulama untuk membicarakan masalah tersebut bertempat di Tebuireng...”

”Nah, lalu bagaimana?” serentak berbareng kedua Kyai ini seperti

tidak sabar menanti akhir ceritaku. ”Telah diputuskan dalam musyawarah tersebut. Kita tidak

membahasnya dari segi politiknya, tetapi semata-mata dari segi hukum agama Islam. Tentang hukum mati dapam suatu peperangan. Orang bisa

dihukumi mati syahid apabila mati karena membela agama,

membela harta benda, membela kemerdekaan, membela

kehormatan, dan sebagainya. Sekarang kita nilai. Perang sekarang ini

perang antara siapa dengan siapa? Bukankah perang Jepang melawan Belanda dan Hindia Belanda? Kecuali kalau Jepang memaklumkan perang dengan bangsa Indonesia, bahkan Jepang sangat berkepentingan

terhadap simpati bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, maka tentunya Jepang hanya akan memaklumkan perang melawan Belanda dan Hindia

Belanda,” demikian aku menjelaskan. ”Itu bijaksana sekali ulama-ulama kita!” sela Kyai Hisyam, ”kita

’kan bukan Belanda dan Hindia-Belanda!”

”Kalau begitu, artinya kita menolak secara halus!” Kyai Iskandar menyambung.17

Kyai Hisyam18

17

W.H. Frederick & S. Soeroto, (ed), Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan

Sesudah Revolusi, Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES, 2005, h. 265-270.

12

Percakapan di atas sekaligus mempertegas, betapa pemerintah Hindia-

Belanda telah gagal memperoleh simpati dari rakyat Indonesia, terutama dari

masyarakat Islam Indonesia pada saat itu. Kenyataan seperti itu pulalah yang

mempercepat kekalahan tentara Hindia Belanda terhadap tentara Jepang.

Setelah memperoleh kemenangan, pemerintah Jepang segera melakukan

upaya propaganda untuk menunjukkan bahwa telah muncul era baru, yakni era

Asia. Pada saat seperti itulah pemerintah Jepang mendengung-dengungkan

semboyan: ”Asia Timur Raya”, ”Kemakmuran Bersama di Asia” dan sebagainya.

Dalam hubungan ini, Library of Congress Country Studies (1992) memberikan

catatan sebagai berikut:

Although their motives were largely acquisitive, the Japanese justified

their occupation in terms of Japan’s role as, in the world of an a 1942 slogan, “The leader of Asia, the protector of Asia, the light of Asia”. Tokyo’s greater East Asia Co-Porsperity Sphere, encompassing both

Northeast and Southeast Asia, with Japan as the focal point, was to be a nonexploitative economic and cultural community of Asians. Given

Indonesian resentment of Dutch rule, this approach was appealing and harmonized remarkably well with local legends that a two-century-long non-Javanese rule would be followed by era of peace and prosperity.19

Secara umum bangsa Indonesia meyakini bahwa kedatangan bangsa

Jepang akan segera membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan.

Keyakinan serupa itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia menyambut

kedatangan tentara Jepang secara antusias seperti yang dilaporkan oleh Kahin

sebagai berikut:

When, Japanese arrived, they were generally enthusiastically received.

The popular feeling that they came as liberators was reinforced by their immediately allowing the display of the red and white Indonesian

national flag and the singing of Indonesia Raya, the national anthem,

both of which had been forbidden by the Dutch.20

18

Kyai Hisyam, salah seorang ulama yang menolak gagasan Belanda untuk mobilisasi

para pemuda Indonesia dalam bentuk milisi-milisi guna melawan kedatangan Jepang di Indonesia.

(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kyai_Haji_Hisyam (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016). 19

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. 20

G.Mc.Tn. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca and London: Cornell

University Press, 1970, h. 102.

13

Chairul Saleh21

Berdasarkan keyakinan seperti di atas, tokoh-tokoh pemuda seperti

Chairul Saleh menyongsong kedatangan pasukan Jepang di Tangerang. Di

Jakarta pemuda nasionalis membentuk Barisan Banteng dan menyelenggarakan

pawai rakyat secara besar-besaran, mendatangi Lapangan Gambir sambil

melambaikan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia

Raya. Para pemimpin nasionalis memang mempunyai harapan yang besar tentang

kemungkinan terjadinya gerakan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Abikoesno

Tjokrosoejoso, seorang pemimpin Partai Serikat Islam Indonesia, telah menyusun

daftar kabinet yang akan memerintah Indonesia di bawah naungan Jepang, dengan

dirinya sendiri sebagai perdana menteri. Tetapi semua itu ditolak oleh Jepang.

Bahkan, pada tanggal 20 Maret 1942, pemerintah pendudukan Jepang

21

Chairul Saleh, salah satu tokoh pemuda yang menyongsong kedatangan pasukan

Jepang di Tangerang. Pada saat itu, pada umumnya kelompok pemuda nasionalis menyambut

gembira kedatangan pasukan Jepang dengan menyelenggarakan pawai rakyat secara besar-besaran

sambil melambaikan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Para pemimpin nasionalis memang mempunyai harapan yang besar untuk memperoleh kemerdekaan. Bahkan, Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang pemimpin Partai Serikat Islam

Indonesia, telah menyusun daftar kabinet yang akan memerintah Indonesia. (Sumber:

http://baralekdi.blogspot.co.id/2012/05/orang-minang-terkemuka-di-pentas.html (Tersedia: Rabu,

7 Desember 2016).

14

mengeluarkan pengumuman bahwa semua organisasi politik, termasuk organisasi

mahasiswa, dibubarkan. Semua kegiatan politik dilarang. Bendera Merah Putih

tidak boleh dikibarkan. Lagu kebangsaan Indonesia Raya tidak boleh

dinyanyikan.22 Tindakan Jepang seperti ini tentu sangat mengecewakan para

pemimpin bangsa Indonesia. Di antara mereka banyak yang merasa tertipu oleh

Jepang.

C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang

Dalam membahas kekuatan-kekuatan sosial politik dan perjuangan bangsa

di tanah air, seseorang perlu mencermati periode akhir zaman penjajahan Kolonial

Belanda di Indonesia. Pada masa itu, pertumbuhan kesadaran diri secara politik

untuk sebuah kebebasan dan kemerdekaan dari tangan asing berkembang secara

cepat. Hasil politik etis, pengaruh ide-ide pembaruan Islam dari luar, dampak

pendidikan barat, serta perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi menjadi

pemicu utama tumbuhnya gagasan-gagasan kemerdekaan tersebut.

Itulah zaman masuknya dan diterimanya gagasan-gagasan baru, sementara

tradisi-tradisi asli sedang berubah atau mempertahankan diri dengan cara baru,

dan penyebaran gaya-gaya pikiran baru yang dirangsang oleh pertumbuhan media

massa pribumi.23 Masa ini dikenal dengan masa kebangkitan nasional yang

ditandai dengan berdirinya beberapa perkumpulan dan organisasi yang

berorientasi pada sisi budaya, kedaerahan, dan agama.

Perkembangan kekuatan perkumpulan-perkumpulan organisasi itu

melahirkan tokoh-tokoh terkemuka yang banyak dikenal oleh masyarakat seperti

dr. Tjipto Mangunkusumo, H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Moh. Natsir,

K.H. Wahid Hasjim, Semaun, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantoro,

E.F.E. Douwes Dekker, Ir. Soekarno, Drs. Moehammad Hatta, dan sebagainya.

22

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 30-31. 23

Z. Muchtarom, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan , Jakarta: Penerbit

Salemba Diniyah, 2002, h. 74.

15

H.O.S Tjokro Aminoto24

Di tengah kuatnya geliat kebangkitan nasional, divergensi (pemisahan)

politik antar golongan terjadi. Perbedaan pandangan falsafah dan ideologi

merupakan penyebab utama para tokoh dan organisasinya terdikotomikan

(terbagikan) dalam kelompok-kelompok tertentu.

Pada tahun 1920-an antagonisme politik utama terjadi antara Islam dan

Komunisme, dan pada tahun 1930-an polemik berjalan antara Islam dan

nasionalisme sekuler.25 Golongan Islam yang berorientasi pada agama memiliki

pandangan yang berbeda mengenai dasar falsafah kebangsaan dengan golongan

Komunis yang cenderung berisfat Sosialis dan berhaluan Marxis serta golongan

Sekuler yang berpendidikan Barat dan banyak dipengaruhi oleh sekularisme

Turki.

24

Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Sumber: https://islaminindonesia.com/2014/03/22/

hos-tjokroaminoto-sukarnos-political-mentor-screened-by-garin-nugroho-christine-hakim/

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016). 25

R.R. Jay, Santri and Abangan; Religious Schism in Rural Central Java , Disertasi

Doktor yang tidak diterbitkan, Massachusetts: Harvard University, 1957, h. 194.

16

H. Agus Salim26

Di antara ketiganya, golongan Islam dan Sekulerlah yang paling sengit

bersaing dalam perkembangan negeri ini. Komunisme yang tumbang karena

pemberontakan gagalnya di tahun 1926 dan kemudian hancur sampai akar-

akarnya karena sebuah konspirasi tingkat tinggi di tahun 1965, semakin

menguatkan posisi golongan Islam dan Sekuler di panggung kekuasaan Indonesia.

Pertentangan antar ideologi dasar ini terus menerus menjadi dilema kebangsaan

dari zaman ke zaman dan belum terselesaikan sampai kini.

K.H. Wahid Hasyim27

26

Haji Agus Salim (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/File:Agus_salim_headshot.jpg

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

17

Pada saat peralihan kekuasaan dari penjajah Kolonial Belanda ke

Pemerintah Pendudukan Jepang terjadi, perkembangan politik dan perjuangan

bangsa Indonesia pun terus bergerak secara dinamis. Di tahun 1942, Invasi Jepang

mengakhiri kekuasaan Kerajaan Kolonial Belanda di Indonesia hanya dalam

beberapa minggu saja. Pendudukan Jepang atas Sumatera pun membuat Soekarno

menjadi bebas dari tahanan Belanda.28 Para tokoh nasionalis Indonesia

mendapatkan kebebasannya, setelah di masa Kolonial Belanda mereka

mendapatkan perlakuan diskriminatif dan diawasi secara ketat pergerakannya.

Dalam masa kekuasaan Jepang ini, perjuangan bangsa Indonesia (entah itu

golongan Islam maupun sekular) semakin gencar.

Selama pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), kelompok Islam

lebih dianak-emaskan daripada kelompok nasionalis sekuler. Deliar Noer

menguraikan perlakuan istimewa Jepang kepada golongan Nasionalis Islam,

“Untuk pertama kali dalam sejarah modern, pemerintahan di Indonesia memberi

tempat yang penting kepada kalangan Islam.”29 Jepang menganggap Islam sebagai

salah satu sarana yang paling efektif dalam mempengaruhi kehidupan

bermasyarakat rakyat Indonesia. Islam dianggap berpengaruh pada sisi pandangan

dan politik masyarakat terutama di dalam pulau terpadat Indonesia, Van Leur

beralasan, “Bukti-bukti sejarah telah menunjukkan bahwa Islam dan politik telah

terjalin satu sama lain selama proses pengislaman di Pulau Jawa.30

Keberpihakan Jepang tersebut mengakibatkan persaingan antara kelompok

Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekuler semakin mencolok dan jelas terjadi. Para

tokoh Islam dan para tokoh Sekuler secara jelas bertentangan satu sama lain

dalam banyak hal, terutama dalam masalah dasar negara atau kebangsaan. Akan

tetapi kedua golongan ini menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang

plural atau majemuk dengan keragaman suku, agama, dan budaya. Sebagai

27

K.H. Wahid Hasyim (Sumber: https://ipulbahri.wordpress.com/2011/06/24/kh-wahid-

hasyim/ (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016). 28

B. Hering, Soekarno: Architect van een natie/Architect of a nation: 1901 -1970,

Amsterdam: KIT Publishers/Leiden: KITLV Press, 2001, h.25. 29

D. Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Penerbit Pustaka Utama

Grafiti, 1987, h. 23. 30

J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society, The Hague-Bandung: W. Van Hoeve Ltd,

1955, h. 113.

18

bangsa yang majemuk dibutuhkan sikap akomodatif untuk merangkul semua

golongan. Satu golongan dengan golongan yang lain harus saling menghormati

serta hidup saling berdampingan (koeksistensi) secara damai. Dengan kata lain,

masing-masing golongan, entah itu Nasionalis Islam atau pun Nasionalis Sekuler,

bersaing secara sehat. Keduanya tetap menunjukkan sikap toleransi yang tinggi

dan tidak memaksakan kehendaknya ataupun ideologi kepada golongan yang lain.

Dua golongan utama dalam pergerakan perjuangan bangsa tersebut sangat

menonjol kiprahnya dan selalu berperan aktif memperjuangkan rakyat Indonesia

pada masa penjajahan Jepang. Kekhasan setiap golongan memang memberi warna

tersendiri dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa. Akan tetapi masing-masing

golongan berjuang secara intensif dengan tujuan yang sama, yakni kemerdekaan

Indonesia.

Pada awal kedatangan bangsa Jepang mendapat sambutan yang hangat dari

rakyat Indonesia. Bahkan tokoh-tokoh nasional, seperti Ir. Soekarno dan Drs.

Mohammad Hatta, menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan pihak

Jepang. Dalam hal ini, Library of Congress Country Studies (1992) memberikan

penjelasan sebagai berikut:

Soekarno and Hatta agreed in 1942 to cooperate with Japanese, as this

seemed to be the best opportunity to secure independence. The occupiers were particularly impressed by Soekarno’s mass following, and the

became increasingly valuable to them as the need to mobilize the population for the war effort grew between 1943 and 1945. His reputation, however, was tarnished by his role in recruiting romusha.31

Tentu sikap kedua tokoh tersebut cukup menarik untuk dikaji mengingat

sebelumnya keduanya bersikap non-kooperatif terhadap pemerintah Hindia

Belanda.32 Mengapa tokoh yang dikenal anti-imperialis dan anti-kolonialis

tersebut bersedia bekerjasama dengan pemerintah penduduan Jepang?

31

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. 32

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31. Baca juga: Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho

Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 14.

19

Terdapat beberapa faktor yang mendorong bangsa Indonesia bersikap

kooperatif terhadap kedatangan bangsa Jepang antara lain sebagai berikut.

Pertama, kebangkitan bangsa-bangsa timur yang ditandai dengan kemenangan

Jepang atas Rusia dalam pertempuran pada tahun 1905, orang Asia menganggap

bahwa kemenangan Jepang tersebut sebagai kemenangan bangsa Asia atas bangsa

Eropa. Kedua, keyakinan rakyat Indonesia seperti yang diramalkan oleh Joyoboyo

bahwa akan datang orang-orang kate yang akan menguasai Indonesia selama

umur jagung dan sesudahnya kemerdekaan Indonesia akan tercapai. Ketiga,

munculnya kaum terpelajar di kalangan bangsa Indonesia sehingga

memungkinkan untuk memilih siasat yang dianggap efektif guna mencapai

kemerdekaan. Keempat, telah terjalinnya hubungan antara tokoh-tokoh nasionalis

Indonesia sejak sebelum berlangsungnya Perang Dunia II. Seperti yang diketahui

bahwa pada akhir tahun 1933, Gatot Mangkupraja dan Drs. Mohammad Hatta

melakukan kunjungan ke Jepang. Kunjungan tersebut memberikan keyakinan

kepada Gatot Mangkupraja bahwa Jepang dengan gerakan Pan-Asianya akan

mendukung Pergerakan Nasional Indonesia. Kelima, sikap keras kepala

pemerintah Hindia Belanda pada detik-detik terakhir kekuasaannya di Indonesia.

Sikap keras kepala tersebut di antaranya adalah: ditolaknya Petisi Soetardjo pada

tahun 1938 tentang usulan Pemerintahan Sendiri, ditolaknya usulan GAPI tentang

Indonesia Berparlemen. Sikap keras kepala seperti ini menegaskan bahwa

Belanda sama sekali tidak mendukung terhadap kemerdekaan Indonesia.33

Sementara itu, Jepang juga memperoleh informasi bahwa kaum nasionalis

Indonesia sangat berpengaruh kepada masyarakatnya. Dengan demikian Jepang

sangat tertarik untuk memanfaatkan kaum nasionalis Indonesia untuk mendukung

propaganda Jepang terhadap bangsa Indonesia secara keseluruhan. Itulah

sebabnya pemerintah pendudukan Jepang secara berangsur-angsur membebaskan

para pemimpin bangsa Indonesia, seperti Ir. Soekarno di Padang, Drs. Mohammad

33

A.B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 24-25. Baca juga: M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto,

Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 14-15.

20

Hatta dan Sjahrir di Sukabumi, Iwa Kusumasumantri di Makasar, Chatib

Soelaiman di Kotaraja, dan sebagainya.34

Sutan Syahrir, Soekarno, dan Moeh. Hatta35

Mengenai alasan mengapa Drs. Mohammad Hatta yang bersedia bekerja

sama dengan Jepang –padahal Jepang merupakan negara fasis—Nugroho

Notosusanto menjelaskan bahwa Drs. Mohammad Hatta merasa yakin atas

ketulusan Jepang –seperti yang dikatakan oleh Jendral Harada Yoshikazu—bahwa

Jepang tidak akan menjajah bangsa Indonesia dan Jepang akan memberikan

kemerdekaan kepada bangsa Indonesia di kemudian hari. Sedangkan alasan

mengapa Ir. Soekarno bersedia bekerja sama dengan pemerintah pendudukan

Jepang –seperti yang diceritakan oleh Cindy Adams—bahwa Jepang telah

berkembang sebagai negara imperialisme baru di Asia. Kenyataan ini akan

memunculkan persaingan yang hebat antara sesama negara imperialis, terutama

Amerika dan Inggris, di kawasan Pasifik. Peperangan yang terjadi antara negara-

negara imperialis tersebut tidak akan menyebabkan bangsa Indonesia serta merta

menjadi merdeka, akan tetapi akan melancarkan perjuangan dalam mencapai

kemerdekaan. Kekaguman terhadap kemenangan Jepang dalam perang Asia

34

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31. 35

Sutan Syahrir, Soekarno, dan Moeh. Hatta (Sumber: https://islaminindonesia.com/

2014/01/11/hanung-bramantyos-soekarno-critized-discrediting-islam-and-twisting-history/

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

21

Pasifik memperteguh pendirian Ir. Soekarno untuk mengambil sikap kooperatif

terhadap Jepang.36

Sukarno poses with a "romusha" work gang

37

Dalam wawancaranya dengan Ir. Soekarno, Cindy Adams juga berhasil

mengungkap kenyataan tentang adanya kesepakatan antara Ir. Soekarno, Drs.

Mohammad Hatta, dan SJahrir, untuk berjuang melalui dua jalur. Ir. Soekarno dan

Drs. Mohammad Hatta berjuang melalui jalur kooperatif, sedangkan Sjahrir

berjuang melalui jalur non-kooperatif.38 Pernyataan ini dipertegas oleh Sjahrir

dalam bukunya yang berjudul Out of Exile.39 Sehubungan dengan adanya

kesepakatan tentang jalur perjuangan ini Kahin memberikan penjelasan sebagai

berikut:

Shortly after their arrival, the Japanese released Soekarno from his place

of detention in Benculen and allowed him to proceed to Java. Here he quickly contacted Hatta and Sjahrir, both of whom had already beem in touch with the underground being organized by Sjarifuddin and

Darmawan Mangonekoesoemo. It was mutually decided that the

36

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 36-37. 37

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. 38

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 38. 39

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 38.

22

nationalist stuggle could best be prosecuted at two levels –legally above

ground and underground. Soekarno and Hatta were to work above ground through the Japanese, and Sjahrir, while maintaining contact with them, was to organize an underground resistance.40

Kiprah perjuangan seperti itulah yang dijadikan alasan oleh Belanda untuk

mengatakan bahwa Soekarno tidak memiliki prinsip, atau Soekarno merupakan

seorang kolaborator yang pro Jepang.41

1. Perjuangan Kaum Nasionalis Sekuler

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Chaniago mengartikan

nasionalis sebagai orang yang sangat menyintai tanah air kelahirannya.42 Secara

lebih spesifik, sebuah bangsa bisa diartikan sebagai sekelompok manusia yang

diam di wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemauan untuk bersatu karena

adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan. Semakin banyak kesamaan,

semakin kuat persatuan dan semangat kebangsaan. Sekuler adalah suatu keadaan

yang bersifat duniawi atau kebendaan dan bukan bersifat keagamaan atau

kerohanian.43 Dalam pemahamannya, sekuler mengedepankan keterpisahan suatu

hal yang bersifat duniawi dari sebuah agama ataupun kepercayaan.

Penggabungan dua kata ini, nasionalis dan sekuler memiliki arti, orang

yang mempunyai visi bagi kepentingan bangsanya dengan misi yang lebih

ditekankan kepada semangat kebersamaan dengan metoda yang tidak bersifat

keagamaan.

Pada bulan Maret 1942, Jepang membentuk Gerakan Tiga A, yang berisi

propaganda Jepang pada saat itu, yakni: Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung

Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Sebagai bentuk kerjasama dengan kaum

nasionalis Indonesia, Jepang mengangkat tokoh-tokoh Parindra, seperti Mr.

Sjamsuddin (ketua), dan dibantu oleh K. Sutan Pamuntjak dan Mohammad Saleh.

40

G.Mc.Tn. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca and London: Cornell

University Press , 1970, h. 104. 41

G.Mc.Tn. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca and London: Cornell

University Press , 1970, h. 104. 42

Amran Y.S. Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia , Bandung: CV Pustaka Setia,

2002, h. 416. 43

KBBI Offline Versi 1.3, Freeware by Ebta Setiawan, 2011.

23

Tetapi hanya dalam waktu beberapa bulan saja Jepang membubarkan Gerakan

Tiga A ini karena Jepang menganggap bahwa organisasi ini tidak efektif untuk

mengerahkan rakyat Indonesia.44

Pada Juli 1942, infiltrasi kultural mulai dilancarkan. Seratus orang guru

dari Jawa-Madura dididik bahasa Jepang, adat istiadat Jepang, dan semangat

Samurai Jepang. Setelah selesai kursus, mereka diharuskan meneruskan ajaran-

ajaran yang diterima kepada rakyat di daerah masing-masing.45 Hal tersebut

dilakukan guna menyebar luaskan pengaruh Jepang. Untuk mengembangkan

Gerakan Tiga A, Mr. Samsudin terus berusaha mempropogandakan perhimpunan

ini ke seluruh Jawa. Sebagai sebuah gerakan yang dibentuk secara resmi,

perhimpunan ini berhak membentuk komite-komite, ada yang bernama komite

nasional, komite rakyat, dan ada yang bernama lain yang bersifat lokal. Kemudian

secara bertahap gerakan yang diciptakan oleh Jepang itu mulai bulan Mei 1942

diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa.

Namun dalam perkembangannya, gerakan ini tidak bertahan lama dan

hanya berumur beberapa bulan saja. Komite-komite yang dibentuk secara lokal

belum berjalan baik sebab situasi sesungguhnya belum cukup mantap untuk

pembentukan sebuah organisasi. Pemerintah Pendudukan Jepang menganggap

bahwa Gerakan Tiga A tidak mendapat sambutan baik dari rakyat dan tidak begitu

efektif di dalam usahanya untuk menarik simpati bangsa Indonesia karena

memang gerakan ini hanya dipimpin oleh para figur lokal yang kurang dikenal

rakyat banyak. Di beberapa pulau selain Jawa, seperti Sumatra, Gerakan Tiga A

yang mendukung kepentingan Jepang dilarang. Pemerintah Militer Tentara Ke-25

di pulau tersebut membentuk sendiri organisasi-organisasi lokal yang mendukung

mereka.

44

Lihat: Library of Congress Country Studies, Indonesia: The National Revolutions,

1945-50, U.S. Library of Congress, 1992, (Tersedia: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tanggal 4 Mei 2006). Lihat juga: A.B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan,

Pelaku, dan Saksi, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press , 1992, h. 31-32. Dalam hubungan

ini perlu juga dibaca: M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI,

Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 18. 45

S. Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka versi Para Pendiri Negara , Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2001, h. 34.

24

Setelah Gerakan Tiga A dibubarkan pada bulan Desember 1942,

Pemerintah Jepang telah mempersiapkan pembentukan sebuah organisasi baru.

Pihak Jepang mulai menyadari bahwa apabila mereka hendak memobilisasi rakyat

Jawa, mereka harus memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis

sebelum perang.46 Sehingga Jepang beranggapan bahwa organisasi baru ini harus

dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lebih dikenal oleh rakyat.

Sikap antifasisme Jepang yang sudah diambil oleh beberapa pemimpin

Pergerakan Nasional sebelum Perang Pasifik dimulai, tidak terlalu

dipermasalahkan oleh pihak Jepang. Figur-figur seperti Moh. Hatta dan Sutan

Sjahrir, yang dikenal secara jelas menentang Jepang masih bisa leluasa bergerak,

walaupun dalam banyak hal tetap diawasi oleh mata-mata Jepang. Pemerintahan

Dai Nippon ingin menggunakan tokoh-tokoh Pergerakan Nasional Indonesia ini

sebagai media mereka dalam menggerakan dan memobilisasi massa untuk

kepentingan Jepang. Dengan bantuan para tokoh nasional ini, Jepang berharap

agar rakyat Indonesia turut bersikap simpatik kepada Perang Asia Pasifik dan

bersedia secara sukarela membantu mereka dalam melawan pihak Sekutu. Untuk

itu, Jepang berusaha membangkitkan perasaan anti-Barat dan antibangsa kulit

putih dalam diri masyarakat Indonesia. Propoganda-propoganda yang bersikap

diskrimantif dan memojokkan ras kulit putih terus dilancarkan. Sentimen rasial

dalam propoganda Jepang ini sangat menonjol dan merupakan hal biasa yang

didengarkan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat pada saat itu.

Ir. Soekarno adalah tokoh utama yang amat diharapkan kerja samanya oleh

Jepang, ia adalah seorang tokoh nasionalis yang cenderung sekuler dan telah

dikenal namanya sejak zaman Hindia Belanda. Namanya dikenal semenjak

memimpin sebuah perkumpulan cendekiawan muda di Bandung yang dikenal

dengan Studie Club. Perkumpulan ini kemudian berubah menjadi sebuah

organisasi politik bernama Partai Nasional Indonesia (PNI), yang juga

melambungkan nama Soekarno sebagai pemimpinnya menjadi sangat terkenal di

kalangan masyarakat. Melihat segala potensi Soekarno ini, Jepang bergerak cukup

46

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern; 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta, 2009, h. 428.

25

cepat. Dia segera digandeng Jepang untuk mengurus sebuah organisasi bentukan

Jepang.

Pada bulan 1 Maret 1943, Jepang membentuk organisasi baru yang

dinamakan Poesat Tenaga Rakyat (Poetera). Pimpinan organisasi ini diserahkan

kepada Empat Serangkai, yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar

Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur. Keempat tokoh tersebut dianggap sebagai

wakil dari seluruh aliran Pergerakan Nasional yang ada di Indonesia. Jepang

memang sengaja menggunakan tokoh-tokoh nasionalis Indonesia sehubungan

dengan ambisinya untuk memanfaatkan tokoh-tokoh tersebut guna

membangkitkan semangat anti-Barat dan anti bangsa kulit-putih.47 Dalam

paparannya, Ir. Soekarno mengemukakan bahwa Poetera ini bertujuan untuk

membangun dan menghidupkan segala apa yang dirobohkan oleh imperialisme

Belanda. Dalam agenda khususnya, Soekarno berharap agar Poetera ini bisa lebih

mendekatkan dirinya dengan rakyat, untuk lebih leluasa memberi pemahaman dan

pengertian dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Bagi Jepang, pembentukan Poetera dimaksudkan untuk memusatkan

segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perang

Jepang menghadapi Sekutu. Untuk itu Jepang menggariskan beberapa kegiatan

yang harus dilakukan, di antaranya adalah: (1) memimpin rakyat untuk

menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda, (2) mengambil bagian

dalam mempertahankan Asia Raya, (3) memperkuat persaudaraan antara

Indonesia-Jepang, (4) mengintensifkan pelajaran bahasa Jepang, dan (5) membina

masyarakat dan memusatkan potensi untuk kepentingan perang Jepang.48

Selain tugas di bidang penggalangan massa, Poetera juga mempunyai

tugas di bidang-bidang lainnya seperti dalam bidang ekonomi pendanaan

organisasi dan dalam bidang sosial pembinaan masyarakat. Oleh Jepang, segala

potensi yang dimiliki Poetera ini dipusatkan untuk kepentingan perang Jepang.

Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai pemimpin tertinggi Poetera pada bulan

April 1943 merupakan rangkaian usaha pengembangan organisasi yang dilakukan

47

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 19. 48

Ibid. h. 19-20.

26

oleh pihak Jepang. Agar popularitas Poetera semakin meningkat, Jepang

mengangkat Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur

sebagai pendamping Soekarno dalam memimpin Poetera. Keempatnya bergerak

secara kolektif, berintegrasi satu sama lain dalam mengembangkan organisasi,

sehingga kemudian tokoh-tokoh ini dikenal dengan Empat Serangkai. Para

pimpinan Poetera ini dianggap sebagai lambang dari segala aliran di dalam

Pergerakan Nasional dan karena itulah kemudian Poetera berkembang sangat

pesat dan memiliki massa dan simpatisan yang banyak. Dalam memilih dewan

penasihat Poetera, Jepang tidak merangkul tokoh pribumi untuk menempatinya,

melainkan merekrut beberapa orang Jepang yang pernah tinggal di Indonesia

sebelum pecahnya Perang Asia Timur Raya. Mereka adalah S. Miyoshi, bekas

konsul Jepang di Jakarta, G. Taniguci pemimpin surat kabar Toindo Nippo, Ichiro

Yamasaki, seorang pemimpim bbadan perdagangan, dan Akiyama dari Bank

Yokohama.

Pada awal berdirinya, Poetera mendapat sambutan yang baik dari rakyat

Indonesia. Beberapa organisasi sosial, seperti Persatuan Guru Indonesia,

Perkumpulan Pegawai Pos Menengah, PTTR (Pegawai Pos, Telegraf, Telepon,

dan Radio), Istri Indonesia, Barisan Benteng, ISI (Ikatan Sport Indonesia), dan

Baperpi (Badan Perantaraan Pelajar-pelajar Indonesia), berturut-turut

bergabung dengan Poetera. Di tingkat syu (propinsi) dan daerah, Putera tidak

berkembang dengan baik mengingat Poetera harus memungut iuran dari para

anggotanya untuk menghidupi dirinya. Namun, dibalik keterbatasan tersebut, para

pemimpin Poetera berhasil memanfaatkannya mempersiapkan mental rakyat

Indonesia bagi kemerdekaan yang akan datang. Karena Jepang melihat bahwa

Poetera lebih berfungsi untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dari pada

membantu usaha perang Jepang, maka Jepang berencana membentuk organisasi

baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan

Arab.49

Walaupun terkesan berkembang dengan pesat pada pentas nasional,

nyatanya Poetera tingkat syu (karesidenan) dan daerah yang bertingkat lebih

49

Ibid. h. 20-21.

27

rendah tidak dapat berkembang secara baik. Tidak pesatnya perkembangan

organisasi ini karena kondisi sosial-ekonomi, khususnya dalam masalah

pendanaan kegiatan. Setiap kegiatan yang dilakukan berasal dari dana iuran

anggota, jika pada tingkatan pusat/kota setiap anggota bisa membayar iuran yang

ditentukan, maka tidak begitu yang terjadi pada tingkatan syu dan daerah yang

setiap anggotanya masih berada di bawah garis kemiskinan. Bantuan pemerintah

Jepang tidak dapat dirasakan oleh Poetera sebagai organisasi, sekalipun Poetera

merupakan organisasi resmi pemerintah. Untuk menghidupi dirinya, Poetera harus

memungut iuran dari anggotanya serta meminta sebagian keuntungan badan-

badan perdagangan yang didirikan. Pihak Jepang juga tidak bersedia memberi

kebebasan kepada kekuatan-kekuatan rakyat yang begitu potensial. Misalnya,

pihak Jepang tidak memberi Poetera kekuasaan apapun atas gerakan-gerakan

pemuda.50

Namun, dengan segala kekurangannya, Poetera berhasil untuk

mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan yang akan datang.

Dengan rapat-rapat raksasa dan dengan memakai media massa pihak Jepang,

pemimpin-pemimpin Indonesia dapat mencapai rakyat secara lebih luas daripada

yang pernah dialami dalam zaman Hindia Belanda.51 Namun, seakan mulai terjaga

dari tidurnya, pihak Jepang mulai menyadari bahwa Poetera lebih menguntungkan

bagi pihak pribumi daripada bagi pihaknya sendiri. Poetera lebih mengarahkan

perhatian rakyat kepada kemerdekaan daripada usaha perang pihak Jepang. Selain

itu, Poetera cenderung hanya merangkul kaum pribumi saja dan ini tidak

menyenangkan pihak Jepang. Karenanya Pemerintah Pendudukan Jepang

merancang sebuah organisasi baru yang bersifat universal dan bisa mencangkup

semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina, Arab, dan lain-lainnya.

Pada awal tahun 1944, Jendral Kumakici Harada (Panglima Tentara

Keenambelas) membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa).

Pembentukan Jawa Hokokai didorong oleh semakin menghebatnya perang

50

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern; 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta, 2009, h. 432. 51

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 35.

28

sehingga perlu digiatkan persatuan rakyat secara lahir batin. Dasar pengertiannya

berasal dari hoko seishin (semangat kebaktian). Kebaktian yang dimaksud

memiliki tiga dasar, yakni: (a) mengorbankan diri, (b) mempertebal persaudaraan,

dan (c) melaksanakan sesuatu dengan bukti.

Salah satu bentuk kegiatan dalam Jawa Hokokai52

Dengan tiga dasar ini, Jepang bermaksud untuk menggabungkan semua

kekuatan sosial, ekonomi, dan kultural yang ada di Indonesia untuk memenangkan

perang. Berbeda dengan Gerakan Tiga A dan Poetera, pimpinan Jawa Hokokai

dipegang oleh orang-orang Jepang. Keanggotaan Jawa Hokokai ditentukan

berdasarkan beberapa syarat. Bagi bangsa Indonesia dan bangsa Jepang minimal

harus berumur 14 tahun, pegawai negeri, atau angota organisasi profesi. Bagi

bangsa Jepang yang bukan pegawai negeri harus mengajukan permohonan

kepada Shucokan. Sedangkan bagi orang Cina, Arab, dan Eropa harus diteliti

terlebih dahulu.53

Secara jelas dan tegas, Jawa Hokokai dinyatakan oleh pihak Jepang

sebagai organisasi resmi pemerintah. Berbeda dengan Poetera yang pucuk

pimpinannya diserahkan kepada tokoh-tokoh nasionalis Indonesia, pucuk

pimpinan Jawa Hokokai langsung dipegang oleh Gunseikan, sedangkan di daerah

dipegang oleh syucokan sampai ke syico untuk tiap-tiap tingkatan. Soekarno dan

52

Eksploitasi terhadap tenaga rakyat Indonesia dengan spirit kebaktian (hoko seishin),

yang dilandasi oleh tiga semangat, yaitu: (a) mengorbankan diri, (b) mempertebal persaudaraan,

dan (c) melaksanakan sesuatu dengan bukti. (Sumber: http://www.tugassekolah.com/2016/02/

pengeksploitasian-sumber-daya-alam-dan-tenaga-kerja-indonesia-oleh-jepang.html (Tersedia:

Rabu, 7 Desember 2016). 53

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 21-22.

29

Hasjim Asj’ari dijadikan penasihat utama perhimpunan ini, sementara untuk

pengelolaannya diserahkan kepada Drs. Moeh. Hatta dan K.H. Mas Mansyur.54

Pengurus Pusat Jawa Hokokai yang terdiri dari tiga bagian, yakni: bagian

pendidikan, bagian usaha, dan bagian umum. Adapun kegiatan Jawa Hokokai

meliputi: (1) melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ihlas untuk

menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang, (2) memimpin rakyat

untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antara

segala bangsa, dan (3) memperkokoh pembelaan tanah air.55

Menurut peraturan dalam penerimaan keanggotaan, syarat untuk diterima

menjadi anggota Jawa Hokokai adalah minimal berusia 14 tahun, bangsa

Indonesia atau Jepang, dan pegawai negeri, atau anggota organisai kelompook

profesi. Bagi bangsa Jepang yang bukan pegawai negeri, jika ingin menjadi

anggota harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada syucokan

setempat. Bagi orang Cina dan Eropa identitas mereka terlebih dahulu diteliti.

Pengawasan dilakukan cukup ketat dalam perekrutan anggota. Persyaratan untuk

menjadi anggota Jawa Hokokai tidaklah mudah, karena organisasi ini mempunyai

peraturan keanggotaan yang khusus. Hal ini dilakukan untuk menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan di tengah perang dengan pihak sekutu, pada perang Pasifik

Raya ini setiap pihak melakukan berbagai macam cara spionase untuk

menggulingkan masing-masing lawan.

Pengaturan dalam kinerja Jawa Hokokai dipermudah dengan pembagian

yang dilakukan. Pengurus Pusat Jawa Hokokai mempunyai tiga bagian, yaitu

bagian pendidikan, bagian usaha, dan bagian umum, sedangkan pada tingkat

daerah hanya memiliki dua bagian. Jawa Hokokai adalah organisasi sentral yang

anggota-anggotanya terdiri atas bermacam-macam hokokai sesuai dengan bidang

profesinya. Perhimpunan para guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai

(kebaktian para pendidik). Perhimpunan para dokter bergabung dalam Izi Hokokai

(wadah kebaktian untuk para dokter). Kecuali itu, Jawa Hokokai mempunyai

54

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern; 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta, 2009, h. 436. 55

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 22-23.

30

anggota istimewa (tokubetsu hokokai) yang terdiri atas Fujinkai (organisasi

perempuan). Fujinkai adalah satu-satunya organisasi perempuan yang merupakan

peleburan dari seluruh organisasi perempuan Indonesia. Jepang menginginkan

organisasi ini sebagai tenaga bantuan untuk mengatasi masalah sosial-ekonomi

yang buruk pada masa itu.

Salah satu bentuk kegiatan Fujinkai56

Fujinkai dibentuk di pusat, dipimpin oleh Ny. Sunarjo Mangunpuspito

maupun di daerah-daerah. Anggotanya umumnya terdiri atas istri-istri pegawai

yang bekerja pada pemerintah Jepang. Melalui Fujinkai diadakan kegiatan sosial

di kampung-kampung di dalam kota, antara lain, penyuluhan-penyuluhan tentang

kesehatan dengan membawa obat-obatan untuk penduduk yang terjangkit malaria

seperti yang terjadi di Cilincing, Tanjung Priok. Karena penduduk di daerah

Tanjung Priok sudah berpakaian goni, ibu-ibu yang tergabung dalam Fujinkai

bertanam kapas, memintal benang dan akhirnya menenun secara sukareka.

Kegiatan Fujinkai pada dasarnya membantu meringankan penderitaan rakyat

banyak.

Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei Engokai (tata usaha

pembantu prajurit Peta dan Heiho), serta beberapa Hokokai perusahaan

56 Salah satu bentuk kegiatan Fujinkai. Fujinkai memang difokuskan pada kegiatan social, antara

lain penyuluhan kesehatan (Sumber: http://primeirofotografodeparanavai.blogspot.co.id/2013_03_01 archive.html (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

31

merupakan beberapa wadah kebaktian lainnya yang sengaja dibentuk oleh Jepang.

Perkembangan organisasi Jawa Hokokai tidak berbeda dengan Poetera. Akan

tetapi, di dalam usaha pengerahan barang-barang atau padi, Jawa Hokokai

merupakan pelaksana utamanya.57 Bahkan pada pertengahan tahun 1945 semua

kegiatan pemerintah dalam bidang pengerahan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai.

Dalam rangka memenangkan Perang Asia Timur Raya, segala potensi sosial-

ekonomi masyarakat yang ada terus dimobilisasi melalui Jawa Hokokai untuk

mencapai jumlah tertentu yang telah ditentukan oleh pihak Jepang. Namun di sisi

lain, para pemimpin Indonesia bisa mengambil keuntungan dari adanya kebaktian

ini. Soekarno sangat berhasil dalam memanfaatkan tamasya propoganda bagi

Hokokai untuk memperkokoh posisinya sendiri sebagai pemimpin utama kekuatan

rakyat. Organisasi ini juga mengikat secara langsung para pejabat priyayi sebagai

pemimpin di setiap tingkat pemerintahan untuk menjadi ketua kebaktiannya.

Satu hal yang cukup menarik untuk dikaji adalah bahwa di luar pulau Jawa

tampaknya golongan nasionalis kurang mendapatkan tempat dalam sistem

pemerintahan lokal. Di Sumatera, kebijakan penguasa lokal tidak memungkinkan

terbentuknya organisasi sebagai wadah golongan nasionalis, dengan alasan

Sumatera tidak menggambarkan homogenitas sehubungan dengan adanya

berbagai suku, adat istiadat, dan bahasa. Baru pada bulan Maret 1945 Jepang

membentuk Cuo Sangi In di Sumatera. Sedangkan perkembangan di daerah yang

dikuasai oleh Angkatan Laut (Kaigun) tidak banyak diketahui. Penguasa-penguasa

Jepang setempat sengaja menutup-nutupi berita tentang peristiwa yang dianggap

berlawanan dengan kebijaksanaannya. 58

Kegiatan yang terjadi di Jawa juga tidak banyak diketahui oleh para tokoh

pergerakan di daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut (Kaigun). Penguasa-

penguasa setempat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sengaja

menutupi berita-berita mengenai peristiwa-peristiwa yang dianggapnya

57

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 36-37. 58

Lihat: M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 23. Lihat juga: M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern; 1200-

2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009, h.438.

32

berlawanan dengan kebijakannya. Begitu pula mengenai pembentukan Poetera,

pada umumnya golongan nasionalis di daerah-daerah tidak mengetahuinya. Di

Makassar misalnya, berita tentang pembentukan Poetera ditutupi. Walaupun

begitu, pihak angkatan laut tetap bersikap seakan baik kepada rakyat Indonesia

bagian timur. Sejak bulan Maret 1944, angkatan laut telah membentuk beberapa

komite penasihat di daerah kekuasaannya, tetapi komite-komite itu tidak

mempunyai kekuasaan, hanya beranggotakan para pejabat serta bangsawan

pribumi, dan hanya mengadakan pertemuan beberapa kali sebelum menyerahnya

Jepang.59

2. Perjuangan Kaum Nasionalis Islam

Sejak awal pendudukannya, pihak Jepang terus mengadaptasikan diri

dengan kondisi masyarakat dalam berbagai bidang. Sisi agama pun menjadi salah

satu bidang yang diperhatikan pihak Jepang. Melihat potensi mobilisasi massa

yang sangat besar dari segi agama, Jepang pun memulai pergerakannya. Langkah

pertama yang dilakukan adalah membentuk Kantor Urusan Agama atau dalam

bahasa Jepang disebut Shumubu. Meskipun pranata ini sedikit banyak

menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman penjajahan Belanda,60 kantor ini

semakin berkembang dan meluas cakupannya sampai kemudian harus mengurus

segala macam hal yang dahulu terbagi antara Departemen Dalam Negeri,

Kehakiman, dan Pengajaran.

Jepang memang memiliki pandangan yang khas –dan cukup menarik

untuk dikaji--terhadap kelompok muslim, khususnya di Indonesia. Hal ini

diperhatikan dari penjelasan Library of Congress Country Studies (1992) sebagai

berikut:

Japanese attempts to coopt Muslims met with limited success. Muslim

leader opposed the practice of bowing toward the emperor (a divine ruler in Japanese official mythology) in Tokyo as a form of idolatry and refused

59

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern; 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta, 2009, h. 438. 60

D. SS. Lev, Islamic Courts in Indonesia. A Study in the Political Bases of Legal

Institution, Brekeley: University of California Press , 1972, h. 44.

33

to declare Japan’s war against the Allies a “holy war” because both sides

were nonbelievers.61

Sejalan dengan itu, golongan nasionalis Islam mendapatkan perhatian yang

istimewa dari Jepang. Golongan nasionalis Islam memperoleh kelonggaran

dibandingkan dengan golongan nasionalis sekuler. Sikap Jepang seperti ini

didasari oleh penilaian Jepang bahwa golongan nasionalis Islam pada dasarnya

bersikap anti-Barat sehingga lebih bisa diandalkan oleh pemerintah Jepang. Itulah

sebabnya Jepang tetap mengijinkan berdirinya organisasi Islam yang sudah ada

sejak zaman Belanda, yakni Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Organisasi ini

didirikan oleh K.H. Mas Mansur di Surabaya pada tahun 1937. 62

Pada awal pemerintahannya, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan

Agama di bawah Kolonel Horie Choso. Pada bulan Mei 1942 dia mengadakan

pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Jawa Timur. Ia meminta kepada

tokoh-tokoh Islam agar tidak melakukan kegiatan politik. Selanjutnya pada bulan

Desember 1942, sejumlah 32 Kyai (Ulama) dari Jawa diundang menghadap

Panglima Tentara Keenambelas, Letnan Jendral Imamura. Jepang bermaksud

ingin menghargai Islam dan mengikutsertakan golongan Islam dalam

pemerintahan. Sikap Jepang tersebut disambut secara positif oleh tokoh Islam,

seperti yang diwakili oleh K.H. Mas Mansur.63

Golongan nasionalis Islam mendapatkan sorotan khusus karena telah

mendapatkan perlakuan istimewa dari pihak Jepang dibandingkan dengan

golongan nasionalis Sekuler. Golongan ini memperoleh banyak kelonggaran,

terutama dalam hal berserikat dan berkumpul. Dengan diumumkannya dekret

Panglima Militer Jawa (Maklumat No. 3) pada 20 Maret yang melarang

membicarakan – dalam bentuk apa pun – struktur politik Indonesia.64 Pengawasan

ketat pun dilakukan oleh Jepang kepada berbagai macam kegiatan organisasi dan

61

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. 62

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 24. 63

Ibid. 64

C. van Dijk, Darul Islam, Jakarta: Penerbit Grafiti Pers , 1983, h. 32.

34

musyawarah kelompok yang dilakukan rakyat Indonesia. Namun kebijakan ini

tidak terlalu berpengaruh kepada kegiatan perkumpulan-perkumpulan Islam.

Contoh lainnya, Jepang memberikan kelonggaran kepada golongan Islam di Pulau

Jawa, pemerintah militer masih mengizinkan tetap berdirinya Majelis Islam A’la

Indonesia (MIAI) yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937 oleh K.H. Hasjim

Asj’ari, K.H. Mas Mansur dan kawan-kawan.

Abdul Muniam Inada65

Mula-mula Jepang memilih MIAI sebagai wadah golongan Islam yang

merupakan satu-satunya organisasi gabungan yang memiliki umat Islam. Akan

tetapi MIAI baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasar (asas dan

tujuannya), yakni ditambahkan dengan pernyataan: ”Turut bekerja dengan sekuat

tenaga dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai

kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.”

Pengurus MIAI pada saat itu adalah Wondoamiseno (Ketua) dan dibantu oleh

beberapa tokoh terkenal seperti K.H. Mas Mansur (Ketua Muda), K.H.

Taufiqurrachman (Penasehat). Kegiatan MIAI yang menonjol adalah membentuk

baitul mal. Pada bulan Januari 1943, Kolonel Horie melakukan pendekatan

dengan tokoh Islam di Jawa Barat. Untuk itu Kolonel Horie mengerahkan orang

Jepang yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada dan Mohamad Sayido

65

Abdul Muniam Inada, salah satu tokoh muslim Jepang yang berperan dalam

pendekatan terhadap tokh-tokoh Islam di Jawa Barat (Sumber: http://www.vebidoo.com/

munim/abdul+riad/info (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

35

Wakas. Kedua tokoh Jepang tersebut secara bergilir mengunjungi masjid besar

yang ada di Jakarta untuk memberikan khotbah Jum’at.66

Sebagai organisasi Islam tunggal di Indonesia, MIAI memperoleh

sambutan yang antusias dari rakyat. Lama kelamaan Jepang curiga terhadap

kemajuan MIAI yang sangat pesat, sehingga Jepang melakukan pengawasan

terhadap para tokoh MIAI. Untuk maksud pengawasan tersebut Jepang melakukan

pelatihan terhadap para tokoh muda Islam untuk meyakinkan bahwa tokoh-tokoh

Islam di Indonesia tidak berbahaya terhadap pemerintahan pendudukan Jepang.

Pada bulan Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI dan menggantinya dengan

Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi). Adapun pengurus Masjoemi

antara lain adalah K.H. Hasjim Asj’ari (Ketua Pengurus Besar), K.H. Mas Mansur

(Wakil), K.H. Farid Ma’ruf (Anggota), K.H. Mukti (Anggota), K.H. Hasjim

(Anggota), Kartosudarmo (Anggota), K.H. Nachrowi (Anggota), Zainul Arifin

(Anggota), dan K.H. Mochtar (Anggota).67 Dalam hubungan ini, Library of

Congress Country Sudies (1992) menjelaskan sebagai berikut:

In October 1943, however, the Japanese organized the Consultative

Council of Indonesian Muslims (Masyumi), designed to create a united front of orthodox and modernist believers. Nahdlatul Ulama was given a prominent role in Masyumi, as were a large number of Kyai (religious

leaders), whom the Dutch had largerly ignored, who were brought to Jakarta for training and indoctrination.68

Pada bulan September 1943, Jepang juga mengijinkan berdirinya kembali

dua organisasi Islam, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua

organisasi tersebut bergerak dalam bidang keagamaan, sosial, dan pendidikan.

Dengan demikian jelaslah bahwa pada zaman Jepang, Islam lebih leluasa bergerak

dibandingkan dengan pada zaman Belanda. Tetapi bukan berarti para tokoh Islam

tersebut mengekor pada pemerintah Jepang. Tidak segan para tokoh Islam tersebut

menarik diri dari hubungan kerjasama dengan Jepang jika terdapat praktik-praktik

66

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 24-25. 67

Ibid. h. 25-26. 68

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-

study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

36

pemerintahan Jepang yang berlawanan dengan prinsip Islam. Bahkan tidak sedikit

tokoh-tokoh Islam yang bangkit melakukan perlawanan, seperti yang dilakukan

oleh para ulama di daerah Singaparna (Tasikmalaya), Indramayu, dan Aceh.69

Pada bulan Oktober 1943, secara resmi MIAI dibubarkan dan diganti

dengan organisasi baru yang bernama Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia

(Masjoemi) yang disahkan Gunseikan pada 22 November 1943 dengan pimpinan

Ketua Pengurus Besar K.H. Hasjim Asj’ari, dengan wakil dari Muhammadiyah

K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma’ruf, K.H. Mukti, K.H. Wahid Hasjim,

Kartosudarmo, dan dari NU K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Muchtar.

Masjoemi, meskipun membawa nama perkumpulan politik yang didirikan

selama pendudukan Jepang, merupakan organisasi baru yang khas sejak

kemerdekaan Indonesia.70 Perhimpunan ini mewakili Islam dalam panggung

politik Indonesia. Sebagai penguasa pada saat itu, Jepang pun secara resmi

menghormatinya. Masjoemi, diakui sebagai sebuah partai politik Islam di zaman

Indonesia merdeka.71 Peranannya dalam pentas nasional pun tidak sedikit dan

tidak mungkin bisa dilupakan.

Selanjutnya Ketua Masyumi, K.H. Hasjim Asj’ari diangkat menjadi

penasihat Gunseikan. Di dalam badan-badan seperti Chuo Sangi In maupun Syu

Sangikai banyak tokoh Islam yang duduk sebagai anggota. Jika dalam masa

pemerintah Belanda, dalam badan legislatif yang terdiri dari 60 anggota, golongan

Islam hanya diwakili oleh seorang wakil, pada zaman Jepang dalam Chuo Sangi

In yang beranggotakan 43 orang, golongan Islam diwakili oleh 6 orang tokoh

Islam, di antaranya K.H. A.Halim, ulama dari Cirebon, K.H. Wahid Hasjim,

Ketua Nahdlatul Ulama, dan K.H. Fathurrachman, pimpinan Muhammadiyah

Jawa Timur.

Dengan demikian, secara relatif golongan Islam memang lebih leluasa

bergerak daripada pada zaman Hindia Belanda. Beberapa keistimewaan sengaja

69

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 26. 70

Z. Muchtarom, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan, Jakarta: Penerbit

Salemba Diniyah, 2002, h. 89. 71

B.J. Boland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia , The Haque: Martinus Nijhoff,

1971, h. 12.

37

diberikan oleh pihak Jepang agar bisa menggandeng kaum muslimin di Indonesia.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa Islam selalu mengekor kepada pemerintah

Jepang. Bagaimanapun juga, hubungan antara keduanya bersifat simbiosis

mutualisme, saling membutuhkan. Bahkan, pihak Islam berani menentang dengan

jelas kebijakan-kebijakan Jepang jika itu berhubungan dengan penodaan ataupun

penistaan akidah dan agama mereka. Beberapa praktik Jepang yang berlawanan

dengan prinsip-prinsip agama Islam dengan tegas mereka tentang. Hal ini

menyebabkan sebagian tokoh Islam menarik diri dari kerja sama dengan Jepang,

bahkan jika hal-hal yang dilakukan Jepang itu di luar batas maka perlawanan pun

pasti dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama dan pemuka agama

di Singaparna, Indramayu, dan Aceh.

i

INDEKS

ABDACOM

Agresi Militer Belanda I Agresi Militer Belanda II

Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) Angkatan Comoenis Moeda (Acoma) Angkatan Muda Indonesia (AMI)

Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) Angkatan Pemuda Indonesia (API)

anti-kolonialis Artillerie Constructie Winkel (ACW) Asia Timur Raya

Atlantic Charter Badan Keamanan Rakyat (BKR)

Badan Pendidikan Tentara bahaya kuning bangsa kulit kuning

Barisan Banteng Barisan Berani Mati

Barisan Buruh Indonesia (BBI) Barisan Harimau Liar Barisan Merah

Barisan Pelopor Barisan Pemuda Indonesia (BPI)

Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) Barisan Rakyat Indonesia (BARA) Benteng Republik Indonesia

berkuasa selama seumur jagung Bersahabat (komunikatif)

Bijeenkomst Foor Federal Overlaag Biro Perjuangan Boei Engokai

Bogodan Borneo Konan Hokokudan

bushido Comite van Actie Comite van Onvangst

Cuo Sangi In Declaration of Independence

Dewan Penasehat Pimpinan Tentara Dewan Poesat Kongres Pemoeda doing by learning

Empat Serangkai Extraterritorialiteit Commisie

ii

Front Demokrasi Rakyat (FDR)

Fujinkai Fuku Syucokan Gakkutotai

genjatan senjata (cease fire) Gerakan Operasi Militer (GOM) I

Gerakan Tiga A gerilya Giyugun

Giyugun Konsetsu Honbu Gubernur Jendral Hindia Belanda

Gunseikan hard skill Hari Raya Tencosetsu

Heiho Hindia-Belanda

Hizbullah hoko seishin immediate standfast and cease-fire

jalur non-kooperatif Jawa Boei Giyugun Kanbu Kyoikutai

Jawa Boei Giyugun Kanbu Renseitai Jawa Hokokai Jibakutai

joint gendarmerie Josyi Seinendan

jugun ianfu Kaikiyo Seinen Taishintai Kakyo Keibotai

Kaum nasionalis Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS)

Keibodan Keimin Bunka Shidosho Kemakmuran Bersama di Asia

Kempeiho Kempeitai

Kenkoku Teisintai KNIL Komando Distrik Militer (KDM)

Komando Onder Distrik Militer (KODM) Komando Operasi Selatan

Komando Tentara Keenambelas Komisi Tiga Negara (KTN) komite nasional

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) komite rakyat

iii

Komunisme

Konferensi Antar-Indonesia Konferensi Meja Bundar (KMB) Konferensi Malino

Konoe Fumimaro Kongres Amerika Serikat

kyoreng kumiai Laskar Gulkut

Laskar Rakyat Jawa Barat learning by doing

learning to be learning to do learning to know

learning to learn learning to live together

life long education Majelis Islam A’la Indonesia Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia

Marxis media massa pribumi

military stalemate moral action moral awareness

moral behavior moral feeling

moral knowing moral reasoning Napindo

Nasionalis Islam Nasionalis Sekuler

Nasional Pelopor Indonesia (Napindo) negara fasis negara imperialis

Negara Indonesia Timur Negara Islam Indonesia (Darul Islam)

Negara Jawa Barat Negara Kalimantan Selatan Negara Kalimantan Timur

Negara Madura Negara Sumatera Timur

Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat network society NICA (Netherland Indies Civil Administration)

Nippon Seisin non-kooperatif

iv

Oeang Kertas Republik Indonesia (ORI)

Osamu Seirei Otsuka Butai Out of Exile

Panglima Besar Angkatan Perang Panglima Divisi

Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Panglima Teritorium Parindra

Partai Buruh Partai Katolik

Partai Komunis Indonesia (PKI) Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Partai Nasional Indonesia (PNI)

Partai Rakyat Indonesia Partai Rakyat Jelata

Partai Serikat Islam Indonesia Partai Wanita pasukan Siliwangi

Pejuang Republik Indonesia (PRI) pemerintah pendudukan Jepang

Pemerintahan Sendiri Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Pemerintah Militer Tentara Ke-25

Pemuda Indonesia Maluku (PIM) Pemuda Merah Putih

Pemuda Parkindo Pemuda Republik Andalas Pemuda Republik Indonesia (PRI)

Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Pendidikan Politik Tentara (Pepolit)

Penyerahan Kedauatan Perang Asia-Pasifik Perang Asia Timur Raya

Perang Dunia II perang rakyat

Perintah Siasat No.1 Perjanjian Hooge Veluwe Perjanjian Roem-Royen

Perjanjian Renville Persatoean Perdjoeangan (PP)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Persetujuan Linggarjati Pertahanan Rakyat Semesta (total people’s defence)

Pertempuran Ambarawa Pertempuran Medan Area

v

Pertempuran Surabaya

Peta Petisi Soetardjo Piagam Jakarta

Poesat Tenaga Rakyat (Poetera) Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif

politionele actie Pondok Pesantren Kalijaran PPKI

proklamasi kemerdekaan propaganda

Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI) ramalan Joyoboyo Rasionalisasi

Rencana Beel Republik Indonesia Serikat (RIS)

revolusi sosial revolutionary prodrome romukyoku

romusha Sabilillah

San A Seinen Kunresho Sayap Kiri Seinendan

sekularisme Turki Sekutu

Semangat kebangsaan Serikat Tani Islam Indonesia (STII) soft skill

Sosialis South East Asia Command (SEAC)

Shumubu Shu Sangi Kai sistem tonarigumi

Sub Teritorial Commando (STC) Sub Teritorium Militer (STM)

Suishintai Surat Perintah Perang Gerilya Syucokan

Taiso tarih Sumera

Tentara Genie Pelajar (TGP) Tentara Islam Indonesia (TII) Tentara Keamanan Rakyat (TKR)

Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tentara Pelajar (TP)

vi

Tentara Rakyat

Tentara Republik Indonesia (TRI) Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Tentara Revolusi

Toindo Nippo Ultimatum

United Nation Commission for Indonesia (UNCI) Volksfront Volksraad

wehrkreis (lingkungan pertahanan) zaman keemasan di Indonesia

268

DAFTAR PUSTAKA

Adams, C. (2011). Bung Karno Penyambung Lidah Rakjat Indonesia (terjemahan). Jakarta: Penerbit Media Pressindo.

Agustian, Ari Gunanjar, (2006), Rahasia Membangkitkan Emosional Spiritual Quetiont Power, Jakarta: Arga.

Aswati, M. (2007). Mobilisasi Romusha pada Masa Pendudukan Jepang dan Dampaknya terhadap Kehidupan Masyarakat Lasolo 1942-1945. SELAMI

IPS Edisi Nomor 22 Volume II Tahun XII Desember 2007.

Biro Sejarah Prima. (1976). Medan Area Mengisi Proklamasi, volume 1 (Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area.

Boland, B.J. (1971). The Struggle of Islam in Modern Indonesia. The Haque:

Martinus Nijhoff. Burhanuddin & Syamsudin, H. (1975). Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme

dan Kolonialisme di Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Tradisional Depdikbud.

Chaniago, Amran Y.S. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: CV

Pustaka Setia. Cribb, R.B. (1990). Penerjemah: Hasan Basari. Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-

1949: Pergulatan Antara Otonomi dan Hegemoni. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Fattah, A. (2005). Demiliterisasi Tentara. Yogyakarta: Penerbit LKIS.

Frederick, W.H. & Soeroto, S. (ed). (2005). Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES.

Friend, T. (1988). The Blue Eyed Enemy Japan Against the West in Java and Luzon, 1942-1945. Princeton: Princeton University Press.

Goleman, Daniel, (2005), Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi

(Terjemahan: T. Hermawan), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Harjono, A. (1997). Perjalanan Politik Bangsa: Menoleh ke Belakang Menatap Masa

Depan. Jakarta: Penerbit Gema Insani Press. Hatta, M. (1992). Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan. Jakarta:

UI Press.

Hering, B. (2001). Soekarno: Architect van een natie/Architect of a nation: 1901-1970. Amsterdam: KIT Publishers/Leiden: KITLV Press.

Hutasoit, M. (1986). Percikan Revolusi di Sumatera. Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia.

Ibrahim, M. et al. (1991). Sejarah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta:

Depdikbud, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

269

Isa, T.M. (ed.) (1999). Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Aceh ke Pemersatu

Bangsa. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jay, R.R. (1957). Santri and Abangan; Religious Schism in Rural Central Java.

Disertasi Doktor yang tidak diterbitkan. Massachusetts: Harvard University.

Kahin, G.Mc.Tn. (1995). Nasionalisme dan Revolusi di indonesia. Solo: Penerbit Pustaka Sinar Harapan.

Kahin, G.Mc.Tn. (1970). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca and London: Cornell University Press.

Lane, M.. (2007). Bangsa yang Belum Selesai. Jakarta: Penerbit Reform Institute.

Lev, D. SS. (1972). Islamic Courts in Indonesia. A Study in the Political Bases of Legal Institution. Brekeley: University of California Press.

Lickona, Thomas, (1991), (Terjemahan: Education of carakter), Bandung: Alfabeta. Loebis, A.B. (1992). Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia Press.

Lucas, A.E. (2004). One Soul One Struggle: Peristiwa tiga daerah dalam revolusi Indonesia. Jakarta: Penerbit Ressist Book.

Malaka, T. (2005). Merdeka 100%: Tiga Percakapan Ekonomi Politik. Tangerang: Penerbit Marjin Kiri.

Muchtarom, Z. (2002) Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan. Jakarta:

Penerbit Salemba Diniyah. Muljana, S. (2008). Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan

Jilid II. Yogyakarta: Penerbit LkiS. Munir, Abdullah, (2010), Pendidikan Karakter, Yoggyakarta: Pedagogia. Musfidah, Tadkirotun, (2008), Pembinaan karakter di SMP, Jakarta: Direktorat

PSMP. Noer, D. (1987). Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Penerbit

Pustaka Utama Grafiti. Notosusanto, N. (2005). Soedirman: Panglima yang Menepati Janjinya. Bashri, Yanto

dan Suffatni, Retno. (2005). Sejarah Tokoh Bangsa. Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Tokoh Bangsa. Notosusanto, N. (1979). Tentara Peta pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia.

Jakarta: Penerbit Gramedia. Pour, J. (1995). Pengalaman dan kesaksian Sejak Proklamasi sampai Orde Baru.

Jakarta: Penerbit Grasindo.

Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. (1993). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia, ± 1942-1998. Jakarta:

Penerbit Balai Pustaka. Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia VI.

Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.

Purba, D.K. (1995). Sejarah Simalungun. Jakarta: Penerbit Bina Budaya Simalungun. Reid, A. (2004). Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: Penerbit LP3ES.

Reid, A. (1987). Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

270

Ricklefs, M. C. (2009). Sejarah Indonesia Modern; 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi

Ilmu Semesta. Ricklef, M.C. (2005). Sejarah Indonesia Modern (terjemahan) cetakan ke-8.

Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Pers.

Ricklefs, M.C. (1994). Sejarah Indonesia Modern (Cetakan keempat). Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.

Ricklefs, M.C. (2001). A History of Modern Indonesia Since c.1200 (Third Edition). Hampshire: PALGRAVE.

Roem, M. (1972). Bunga Rampai dari Sedjarah. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Said, M. (1973). “What was The “Social Revolution of 1946” in East Sumatra?” Transl. by Benedict Anderson and Toenggoel Siagian. Indonesia No. 15,

1973, Cornel South East Asia Program. Sihombing, O.D.P. (1962). Pemuda Indonesia Menentang Fasisme Djepang.

Djakarta: Penerbit Sinar Djaja.

Silalahi, S. (2001). Dasar-Dasar Indonesia Merdeka versi Para Pendiri Negara. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sinar, T.L. (2008). Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan.

Shofan, Moh, (2007), The Realistic Education, Jogjakarta: Ircisod.

Shiraishi, A. (1977). Lahirnya Tentara Pembela Tanah Air (Peta). Jakarta: LIPI. Sindhunata, (2001 ) , Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Demokartisasi,

Otonomi, Civil Society.

Simbolon, T. Parakitri. 1995. Menjadi Indonesia I: Akar-akar Kebangsaan

Indonesia. Jakarta: Kompas-Grasindo. Soekanto, S.A. (1981). Perjalanan Bersahaja Jendral Soedirman. Jakarta: Penerbit

Pustaka Jaya. Suhartono. (2011). Kaigun, Penentu Krisis Proklamasi. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius. Supriatna, N. (2004). Terbentuknya Identitas Kebangsaan pada Masa Sebelum dan

Sesudah Kemerdekaan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah,

Departemen Pendidikan Nasional. Suryanegara, A.M. (2010). Api Sejarah 2. Bandung: Penerbit Salamadani Pustaka

Semesta. Suwarno, B. (1999). Hubungan Indonesia - Belanda Periode 1945 – 1950. Jakarta:

PAN Percetakan UPAKARA.

Sztompka, P. (2005). Sosiologi Perubahan Sosial. (diterjemahkan Alimandan). Jakarta: Penerbit Prenada Media.

Tempo. (2010). “Amuk Massal: Dari Awal sampai Akhir Abad ke-20”. www.tempo.co.id/ang/min/01/50/nas.3.htm, diakses 6/8/2010 pukul 1:47 AM.

Tim Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, (2010), 18 Nilai

Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

271

Tim Departemen Agama, (2001), Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, Jakarta:

Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Tim Penulis. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

(Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas.

Tim ANRI. (1988). Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalaminya. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.

Usman MHD, S. & Din, I. (2009). Peristiwa Mandor Berdarah. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.

van Dijk, C. (1983). Darul Islam. Jakarta: Penerbit Grafiti Pers.

van Langenberg, M. (1982). Class and Ethnic Conflict in Indonesia’s Decolonization Process: A Study of East Sumatra. Indonesia nomor 33/1982, Cornel South

East Asia Program. van Leur, J.C. (1955). Indonesian Trade and Society. The Hague-Bandung: W. Van

Hoeve Ltd.

Wilardjito, S. (2008). Mereka Menodong Bung karno; Kesaksian Seorang Pengawal Presiden. Yogyakarta: Penerbit Galangpress.

Sumber internet:

Anderson, B. (T.Th). The Current Crisis in Indonesia. (Interview with Benedict

Anderson by William Seaman). Tersedia: http://www.zmag.org/ zmag/articles/dec96.htm [tersedia tanggal 4 Mei 2006].

David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. 2004. How to do character education. (http://www.goodcharacter.com/Article_4.html) (Diunduh 20 September 2016).

Library of Congress Country Studies. (1992). Indonesia: The National Revolutions, 1945-50. U.S. Library of Congress. Tersedia: http://reference.

allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia [tersedia tanggal 4 Mei 2006]. Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(KBBI Offline Versi 1.3, Freeware by Ebta Setiawan, 2011), diakses dari

http://ebsoft.web.id. Zakaria, Teuku Ramli, (2001), Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Nilai dan

Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. (http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026). (Diunduh 20 September 2016).

Sumber gambar:

http://www.mikirbae.com/2015/11/organisasi-militer-dan-semimiliter-masa.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

https://aryanarendra.files.wordpress.com/2008/10/voc_8.jpg (Tersedia: Kamis, 8

Desember 2016). http://www.rafu.com/2009/09/ (Tersedia: kamis, 8 Desember 2016).

http://jualbukulama.blogspot.co.id/2010/12/dibawah-bendera-revolusi-jilid-2.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

272

https://satuislam.org/nasional/resolusi-jihad-nu-tak-tercatat-dalam-perjuangan-

bangsa/ (Tersedia, Kamis, 8 Desember 2016). http://www.iniaku.net/category/pasukan-bentukan-jepang/ (Tersedia: kamis, 8

Desember 2016).

http://kotabelinyu.blogspot.co.id/2008_09_02_archive.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

https://reddevilsmhdalleswp.wordpress.com/2012/03/29/foto-rakyat-indonesia-ketika-kerja-paksa-jaman-penjajahan-romusha/ (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/romusha-neraka-ala-soekarno_55006092813311c91afa765d (Tersedia: kamis, 8 Desember 2016).

http://ladang-hijau.blogspot.co.id/2012/01/rakyat-indonesia-ketika-kerja-paksa.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://ladang-hijau.blogspot.co.id/2012/01/rakyat-indonesia-ketika-kerja-paksa.html.

(Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016). http://uuzi21.blogspot.co.id/2013/08/apakah-soekarno-hatta-benar-benar.html.

(Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016). http://popcorntimeforandroid.com/paraguaypost/zaman-pendudukan-jepang-di-

indonesia.html. Tersedia: kamis, 8 Desember 2016).

http://popcorntimeforandroid.com/manual/perubahan-sosial-dan-budaya-pada-masyarakat. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://pak-boedi.blogspot.co.id/2013/02/sejarah-pendidikan-islam-indonesia-masa.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://www.blitarian.com/wp/2011/soekarni/Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

https://earthofpeople.wordpress.com/portraits/tan-malaka/tan-malaka-01/ (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

https://en.wikipedia.org/wiki/Sayuti_melik. Tersedia: kamis, 8 Desember 2016). http://hoganagisa21.blogspot.co.id/2013/01/proses-berakhirnya-kekuasaan-jepang-

di.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

https://en.wikipedia.org/wiki/Tadashi_Maeda_(admiral). Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://holidaysoo.com/foto/foto-foto-korban-bom-atom-hiroshima-dan-nagasaki-.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/08/06/nsncuu366-hari-ini-

70-tahun-lalu-little-boy-hantam-hiroshima. (Tersedia: kamis, 8 Desember 2016).

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Peristiwa%2BRengasdengklok.jpg. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://pixgood.com/ahmad-subarjo.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://jakartakita.com/2012/02/20/jakarta-heritage-trails-menjelajah-kota-taman-pertama-di-indonesia/. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://inperri.blogspot.co.id/2014/04/beberapa-tokoh-yang-berperan-dalam.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

273

https://semestanews.wordpress.com/2013/01/18/panglima-besar-jenderal-soedirman/

(Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016). http://jakartagreater.com/mengenang-sejarah-pertempuran-surabaya-10-november-

1945/ (Tersedia: kamis, 8 Desember 2016).

https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-kisah-heroik-di-balik-pertempuran-surabaya.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://garudamiliter.blogspot.co.id/2012/12/palagan-ambarawa.html. (Tersedia: kamis, 8 Desember 2016).

http://bioarabasta.blogspot.co.id/2013/06/revolusi-sosial-di-sumatera-timur-1.html.

(Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016). https://id.m.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Sosial_Sumatera_Timur. (Tersedia: kamis,

8 Desember 2016). http://www.berdikarionline.com/revolusi-ala-soviet-di-banten/. (Tersedia: Kamis, 8

Desember 2016).

http://imperialhazel223.blogspot.co.id/2012_10_01_archive.html#! (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://www.antarafoto.com/koleksi/v1173753129/perundingan-renville. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://pelajaran-bumi.blogspot.co.id/2012/08/peranan-dunia-internasional-dan.html).

(Tersedia: kamis, 8 Desember 2016). http://pertempurandijawabarat.blogspot.co.id/. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/photo/ (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://seniman-kehidupan.blogspot.co.id/2010/12/musso.html. (Tersedia: Kamis, 8

Desember 2016). https://en.wikipedia.org/wiki/Amir_syarifuddin. (Tersedia: Kamis, 8 Desember

2016). https://kiranadayu.wordpress.com/2012/12/20/19-desember-hari-bersejarah-yang-

terlupakan/ (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://dhitakdewi.blogspot.co.id/2010/10/perundingan-roem-royen.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

https://soeloehmelajoe.wordpress.com/2012/02/11/pemberontakan-orang-minang-iv/ (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016).

http://batamtoday.com/berita32378-23-agustus-1949,-konferensi-meja-bundar-

digelar-di-den-haag.html. (Tersedia: Kamis, 8 Desember 2016). http://www.enemyinmirror.com/army/tojo-becomes-prime-minister-october-1941

(Tersedia: Rabu, 7-12-2016). http://galeri-bocah.blogspot.co.id/2012/02/alasan-jepang-menyerang-pearl-

harbour.html (Tersedia: Rabu, 7-12-2016).

http://arif-ips-sd.blogspot.co.id/2013/02/kedatangan-jepang-di-indonesia.html

(Tersedia: Rabu, 7-12-2016).

https://id.wikipedia.org/wiki/Kyai_Haji_Hisyam (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

274

https://islaminindonesia.com/2014/03/22/hos-tjokroaminoto-sukarnos-political-

mentor-screened-by-garin-nugroho-christine-hakim/ (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Agus_salim_headshot.jpg (Tersedia: Rabu, 7

Desember 2016). https://ipulbahri.wordpress.com/2011/06/24/kh-wahid-hasyim/ (Tersedia: Rabu, 7

Desember 2016). https://islaminindonesia.com/2014/01/11/hanung-bramantyos-soekarno-critized-

discrediting-islam-and-twisting-history/ (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://ewip94.blogspot.co.id/2016/01/pusat-tenaga-rakyat-putera.html (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://www.tugassekolah.com/2016/02/pengeksploitasian-sumber-daya-alam-dan-tenaga-kerja-indonesia-oleh-jepang.html (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://primeirofotografodeparanavai.blogspot.co.id/2013_03_01_archive.html

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016). http://www.vebidoo.com/munim/abdul+riad/info (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://biographycolllection.blogspot.co.id/2011/12/biography-of-emperor-hirohito.html (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://farahdewi1114.blogspot.co.id/2015/02/organisasi-organisasi-yang-dibuat.html

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016). http://www.kompasiana.com/drahendra.tispetis/romusha_5528ee7c6ea8340d388b460

d (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016). http://hellfire-pass.commemoration.gov.au/the-workers/romusha-on-the-railway.php

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://tengaranindah.blogspot.co.id/2011/05/ki-hajar-dewantara.html (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

http://waridjan.multiply.com/journal/item/48/Siapakah_pribumi_asli_Nusantara. Tersedia: Jum’at, 24 Januari 2014).

http://kadri-blog.blogspot.com/2011/03/proses-kedatangan-nenek-moyang-

bangsa.html. Tersedia: Senin, 27 Januari 2014. http://haristepanus.wordpress.com/2010/09/16/kedatangan-nenek-moyang-bangsa-

indonesia/. Tersedia: Senin, 27 Januari 2014. https://www.scribd.com/07/ringkasan+buku+karakter+lickona/htm dikunjungi 15

September 2016.