Upload
baharuddin-wahyu-usman
View
79
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rhinitis alergi
Citation preview
1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis dari saluran pernafasan
1.1. Anatomi makroskopis saluran pernafasan bagian atas
Sistem pernafasan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari Rongga hidung –Nasopharynx – Oropharynx Laryngopharynx. Sedangkan Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari Trakea dan Paru-paru (bronkus, bronkiolus, dan alveolus)
Anatomi sistem pernafasan atas terdiri dari :
1. Hidung
2. Tenggorokan (Nasofaring, Orofaring, Laringofaring )
Skema anatomi pernafasan bagian atas dalam proses respirasi :
1. Pertama-tama pada waktu inspirasi, uadara masuk melalui kedua nares
anterior verstibulum nasi cavum nasi yang dibatasi oleh septum
nasi
2. Lalu udara keluar dari cavum nasi nares posterior (choanae)
masuk ke nasofaring
3. Setelah itu masuk orofaring, ketika itu epiglotis membuka aditus
laringis (pintu laring) dan dilanjutkan ke laring ( saluran nafas bawah )
o Anatomi hidung
Terdiri dari tulang (os nasal), tulang rawan (cartilago) dan otot
Nares anterior atau apertura nasales anterior (lubang hidung)
Vestibulum nasi = tempat nares anterior, terdapat cilia yang kasar yang
berfungsi sebagai saringan udara yang masuk waktu inspirasi (saringan
udara)
Cavum nasi = rongga hidung
Septum nasi = sekat hidung. Yang berasal dari tulang dan cartílago
yaitu : Cartilago septi nasi – Os comer – Lamina parpendicularis os
ethmoidalis
Nares posterior atau apertura nasales posterior
Choanae = lubang keluar pada nares posterior dan dilanjutkan ke
nasofaring
Dinding superior rongga hidung sangat sempit yang dibentuk oleh
lamina cribroformis ethmoidalis, yang memisahkan rongga tengkorak
dengan rongga hidung dan dinding inferior rongga hidung dibentuk
oleh os maxilla dan os palatinum
Dalam cavum nasi terdapat conchae nasales ( tonjolan yang terbentuk
dari tulang tipis dan ditutupi oleh mucosa yang dapat mengeluarkan
lendir
Dalam cavum nasi terdapat 3 conchae nasales yaitu : conchae nasales
superior, media dan inferior
3 buah saluran keluaran cairan melalui yaitu : meatus nasales superior,
media dan inferior
Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan mata melalui “
ductus nasolacrimalis” tempat keluarnya air mata ke hidung melalui
meatus inferior
Pada nasofaring terdapat hubungan antara hidung dengan rongga
telinga melalui O.P.T.A ( Osteum Pharyngeum Tub Audtiva) yang
dikenal dengan Eustachii
Pada tulang neurocranium dan splanchnocranium terdapat rongga-
rongga yang disebut sinus. Sinus-sinus yang berhubungan dengan
cavum nasi dikenal dengan sinus-sinus paranasalis : sinus
sphenoidalis- sinus frontales – sinus maxillaris – sinus ethmoidalis
Persarafan hidung terdiri dari saraf sensorik dan sekremotorik hidung
Nervus opthalmicus(v1) = untuk bagian depan dan atas cavum nasi
saraf sensorik
Ganglion sfenopalatinum = untuk mukosa hidung
Ganglion pterygopalatinum = untuk daerah nasofaring dan konka
nasalis saraf sensorik
Nervus olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribosa
ethmoidalis
Untuk sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3 atas depan mukosa
hidung septum dan konka nasalis
Serabut-serabut N. Olfactorius hanya untuk fungsional penciuman
Vaskularisasi hidung berasal dari cabang-cabang A. Opthalmica dan
A.Maxillaris Interna yang mencabangkan :
1.) a. Ethmoidalis antrior dengan cabang-cabangnya a. Nasalis
externa dan lateralis, a. Septalis anterior
2.) a. Ethmoidalis postrior dengan cabang-cabangnya a. Nasalis
posterior lateralis dan septal, a. Palatinus majus
3.) a. Sphenopalatinum cabang a. Maxillaris interna
Ketiga pembuluh darah diatas pada mukosa hidung membentuk
anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan ” plexus
kisselbach”. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/ infeksi sehingga
sering menjadisumber epistaxis ( pendarahan hidung)
o Anatomi Nasofaring
Terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius
o Anatomi Orofaring
Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal
lidah
o Anatomi Laringofaring
Terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan
1.2. Anatomi mikroskopis saluran pernafasan bagian atas
o Hidung
Terdiri dari 2 rongga, kanan dan kiri yang dibatasi oleh sekat/septum
mediana. Bagian yang lebar disebut vestibulum dan bagian yang kecil di
bagian belakang disebut respirasi. Epitel vestibulum nasi : epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk, folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat rambut. Epitel respirasi berupa epitel bertingkat torak, bersilia,
bersel goblet.
Ada 3 tonjolan di dalam hidung yaitu :
1. Konka Nasalis Superior.
2. Konka Nasalis Media.
3. Konka Nasalis Inferior terdapat pleksus pembuluh darah.
Alat penghidu :
Reseptor Mukosa Olfaktoria.
Epitel bertingkat torak tanpa sel goblet
Ada 3 sel :
sel penyokong.
sel basal.
sel olfaktorius.
Rongga hidung dihubungkan dengan rongga tengkorak melalui sinus
paranasal yang terdiri :
sinus maksilaris
sinus frontalis
sinus etmoidalis
sinus sphenoidalis
Vestibulum: bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung.
Di sekitar permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat. Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk
lagi dan beralih menjadi epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.
Fosa nasalis (Cavum Nasi): dari masing-masing dinding lateral terdapat
concha. Concha media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi
sedangkan concha superior ditutupi epitel olfaktorius khusus. Di dalam
lamina propria concha terdapat plexus vena besar yang dikenal sebagai
badan pengembang (swell bodies).
Mukosa Olfaktorius
Epitel respiratoris yang melapisi cavum nasi adalah epitel bertingkat
silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel olfaktoris dikhususkan sebagai
reseptor penghidu yang epitelnya bertingkat silindris tinggi tanpa sel
goblet. Epitel olfaktoris dijumpai pada atap setiap cavum nasi, pada
masing-masing sisi septum dan pada concha nasal superior.
Epitel Olfaktorius adalah epitel bertingkat silindris tinggi ,terdiri atas tiga
jenis sel berbeda :
Sel Penyokong :sel sustentakular (3) itu panjang dengan inti
lonjongnya yang terletak lenih ke apikalatau superficial pada
epitel.permukaan apeksnya yang lebar mengandung mikrivili halus
yang menonjol ke dalam lapisan mucus permukaan (2); bagian basal
sel-sel ini lebih langsing.
Sel Olfaktoris : adalah neuron bipolar sensoris (4).inti bulat atau
lonjongnya menempati daerah pada epitel yang terletak diantara inti sel
penyokong (3)dan sel basal (5). Apeks olfaktorius itu langsing selalu
mengarah ke permukaan epitel. Memancar dari apeks ini adalah silia
olfaktoris non-motil dan panjang yang terletakparalel tarhadap
permukaan epitel dalam mucus diata epitel (2); silia ini berfungsi
sebagai reseptor untuk bau.terjulur keluar dari basis selyang langsing
terhadap akson yang masuk ke dalam jaringan ikat lamina propria di
bawahnya (6),tempat mereka bergabung dalam berkas-berkas kecil
nervus olfaktorius tanpa myelin,yaitu fila olfaktoria (14).saraf ini
akhirnya keluar dari cavum nasidan berjalan ke dalam bulbus
olfaktorius otak.
Sel Basal (5) : sel kecil pendek terletak di basis epiteldan diantara basis
sel-sel penyokong dan sel olfaktoris.
o Faring
Faring merupakan suatu tempat diantara rongga mulut dan esofagus.
Bagian bawah faring berfungsi sebagai saluran udara dan makanan. Faring
terbagi menjadi 3 yaitu :
Nasofaring
Orofaring
Laringofaring
Epitel yang membatasi nasofaring merupakan epitel bertingkat silindris
bersilia atau epitel berlapis gepeng yang mengalami pergesekan yaitu tepi
belakang pallatum molle dan dinding belakang faring tempat kedua
permukaan tersebut mengalami kontak langsung sewaktu menelan.
o Laring
Laring merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan trakea.
Peranan dalam pembentukan suara.terdiri dari tulang rawan hialin dan
tulang rawan elastin. Terdapat pita suara.epitel berlapis gepeng tanpa zat
tanduk,bila berhadapan dengan organ lidah. Epitel respirasi bila
berhadapan dengan faring. Didalam lamina propria juga terdapat tulang
rawan laring.tulang rawan lebih besar (thyroid, krikoid, dan kebanyakan
arytenoid) merupakan tulang rawan hialin. Tulang rawan lebih kecil
(epiglotis, kuneiform, kornikulatum, ujung aritenoid) merupakan tulang
rawan elastin.
2. Memahami dan menjelaskan secara fisiologis mekanisme saluran pernafasan
Sistem Respirasi Manusia
Respirasi dibedakan menjadi 2, yaitu :
A. Respirasi Eksternal
Mencakup langkah-langkah yang terlinat dalam pertukaran O2 dan CO2 antara
lingkungan eksternal dan jaringan.
Ventilasi : pertukaran gas antara atmosfer dan alveolus di paru
Difusi : pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan
darah dalam kapiler paru
Perfusi : transportasi O2 dan CO2 antara paru dan jaringan oleh
sistem pembuluh darah
Pertukaran O2 dan CO2 antara darah kapiler jaringan dengan sel
jaringan melalui proses difusi
B. Respirasi Internal
Mengacu kepada reaksi-reaksi metabolik intrasel yang terjadi di dalam
mitokondria, yang melibatkan pemakaian O2 untuk menarik energi (ATP) dari
makanan dan menghasilkan CO2.
2.1. Penghiduan
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapatmencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
selaput lendir atau bila menarik nafasdengan kuat
2.2. Tahanan jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke
atassetinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring,sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada
ekspirasi,udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang
samaseperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara
memecah,sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan
bergabungdengan aliran dari nasofaring.
2.3. Penyesuaian udara
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk
mempersiapkanudara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini
dilakukan dengan cara :
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut
lendir.Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan
darilapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi
sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknyapembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka danseptum yang
luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.Dengan
demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih37oC.
2.4. Fungsi mukosilia
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
danbakteri dan dilakukan oleh :
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasib.
b. Silia
c. Selaput lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada
selaput lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan
refleks bersin. Selaput lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh
gerakan silia.
d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut
lysozime
2.5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau.
2.6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molleturun
untuk aliran udara.
2.7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
Mekanisme Pernafasan
Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan
usaha keras pernafasan yang tergantung pada:
1. Tekanan intar-pleural
Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi
paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini
disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekananatmosfir ( 760
mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu
inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat,
tekanan intarpleural dan intaralveolar turun dibawah Tekanan
atmosfirc sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga
dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar
meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
2. Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan
aliran dikenal sebagai copliance.
Ada dua bentuk compliance:
a. Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan
saluran nafas ( airway pressure)sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang
dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O
b. Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure)selama fase
pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O
Compliance dapat menurun karena:
Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edemaparu, fibrosis paru
Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
Penurunan compliance akan mengakibatkan meningkatnya usaha/kerja nafas.
3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)
Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas
Atmosfer
O2 CO2
↓ ↓ ( ventilasi atau pertukaran gas antar atmosfer dan alveolus paru)
Alveolus paru
↓ ↓ ( pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan darah)
O2 CO2 Sirkulasi paru
↑ ↓
Jantung (transportasi O2 dan CO2 antara paru dan jaringan)
↑ ↓
O2 CO2 Sirkulasi sitemik
↓ ↑ ( pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan jaringan)
O2 + makanan → CO2 + H2O + ATP
Sel jaringan
Sebelum inspirasi dimulai otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang
mengalir, dan tekanan intra alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awal
inspirasi, otot-otot inspirasi-diafragma dan otot antariga eksternal terangsang untuk
berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Pada akhir inspirasi, otot-
otot inspirasi melemas; sewaktu melemas diafragma kembali ke bentuknya seperti
kubah.
Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena terjadi
akibat penciutan elastic paru saat oyot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan
kontraksi otot atau pengeluaran energy. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena hanya
ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot inspirasi dan menggunakan energi. Untuk
mengosongkan paru secara lebih sempurna dan lebih cepat daripada yang terjadi
selama bernapas tenang, ekspirasi bisa menjadi aktif. Tekanan intra alveolus harus
semakin ditingkatkan di atas tekanan atmosfer dibandingkan dengan yang
ditimbulkan oleh relaksasi otot inspirasi dan penciutan paru. Untuk melakukan
ekspirasi aktif atau paksa, otot ekspirasi harus berkontraksi untuk semakin
mengurangi volume rongga toraks dan paru.
Otot Hasil Kontraksi Otot Waktu Stimulasi untuk Berkontraksi
Otot-otot Inspirasi
Diafragma
Otot-otot antariga eksternal
Otot-otot leher (skalenus, sternokleidomastoideus)
Bergerak turun, meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks
Mengangkat iga kea rah depan dan ke arah luar, memperbesar rongga toraks dalam dimensi depan ke belakang dan sisi ke sisi
Mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga toraks
Setiap inspirasi; otot primer inspirasi
Setiap inspirasi;berperan komplementer sekunder terhadap aksi primer diafragma
Hanya pada saat inspirasi paksa; otot inspirasi tambahan
Otot-otot Ekspirasi
Otot-otot abdomen
Otot-otot antariga internal
Meningkatkan tekanan intra abdomen, yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma untuk mengurangi dimensi vertikal rongga toraks
Mendatarkan toraks dengan menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam, menurunkan ukuran depan-belakang dan samping rongga toraks
Hanya pada saat ekspirasi aktif (paksa)
Hanya sewaktu ekspirasi aktif (paksa)
Mekanisme batuk
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang
ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Pada dasarnya
mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase
kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah
udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan
meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan
ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari
sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara reflex sudah terbuka. Setelah
udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup
selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat
sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan
menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis
tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang
lain.
Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.
Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang
ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi
yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka,
yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap' Kecepatan udara yang
dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase
ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%
3. Memahami dan menjelaskan Rhinitis Alergi
3.1. Definisi
Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi
hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang
diperantarai IgE pada mukosa hidung.
3.2. Etiologi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan
predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan
herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi.
Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa
dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain,
seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat
berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap
beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya
berupa serbuk sari atau jamur.
Rinitis alergi perenial (sepanjangtahun) diantaranya debu tungau,
terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae
dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti
kecoa dan binatang pengerat.
Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta
sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.
Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk tumbuhnya jamur.
Riwayat hobi berkebun/rekreasi ke pegunungan membantu identifikasi untuk
terpaparnya serbuk sari.
Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah
beberapa faktornonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma
yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.
3.3. Insidens dan Epidemiologi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari
pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan.
Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi
dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi,
maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.Peran
lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh
lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang
masuk bersama udarapernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga,
kutu binatang, jamur, serbuk sari,dan lain-lain.
3.4. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali
dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri
dari 2 fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar
dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore
karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan
dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-
48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa
pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel
peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada
tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti
dan sekret kental
Mekanisme Terjadinya Alergi :
Kontak pertama dengan alergen atau sensitisasi dengan cara masuk :
1. Alergan inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan (debu, tungau, jamur, dan lain-lain)
2. Alergen ingestan : masuk ke saluran cerna (susu, telur, cokelat dan lain-lain)
3. Alergan injektan : masuk melalui suntikkan atau tusukan (penisilin dan sengatan lebah )
4. Alergen kontaktan : masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa (kosmetik, perhiasan dan lain-lain)
Alergan inhalan, Alergen ingestan, alergan injektan, Alergen kontaktan
Makrofag dan monosit
Tangkap alergen yang menempel di mukosa hidung
PROSES
Antigen membentuk fragmen pendek peptida bergabung dengan HLA kelas 2
Peptida MHC kelas 2
Presentasi ke T helper
Sel penyaji atau APC
Lepas sitokin (IL 1 aktifin Tho jadi Th1 dan Th2)
Th2 menghasilkan sitokin (IL 3,IL 4,IL 5,IL 13)
IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptor di permukaan limfosit B
Sel B aktif
Produksi IGE
Sirkulasi di darah masuk jaringan
Diikat reseptor IgE di basofil (aktif sehingga menghasilkan mediator tersensitisasi)
Terpapar kembali dengan alergen
Mastosit dan basofil pecah
Histamin dan newly formed mediators
(prostaglandin D2 ,leukotrien C4, Bradikinin, platelet activating factor dan berbagai sitokin)
Keluar
3.5. Manifestasi Klinis
Gejala rinitis alergi adalah :
1. Bersin berulang ( > 5 kali ) : Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process)
2. Beringus (Rinore) : cairan encer, banyak dan hidung tersumbat
3. Hidung dan mata gatal
4. Kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi)
Vasodilatasi sinusoid : TERSUMBAT
Kelenjar mukosa sel goblet hipereksresi dan permeabilitas kapiler ↑ : RINORE
Merangsang reseptor H1 di ujung saraf vidianus : GATAL PADA HIDUNG
Merangsang mukosa : ICAM 1
Pada anak :
1. Hidung tersumbat2. Bayangan mata gelap di bawah mata :dikarenakan stasis vena
sekunder karna obstruksi hidung3. Lingkar hitam dibawah mata (Alergic shiner)4. Anak biasanya menggosok hidung keatas dikarenakan gatal dan
lama kelamaan akan terdapat ALERGIC CREASE (lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung )
5. Hidung pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan
6. Lubang hidung bengkak7. Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis
media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii8. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia
submukosa jaringan limfoid9. Bernafas melaui mulut yang lama yang terlihat sebagai hiperplasia
adenoid10. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: Batuk, sakit kepala,
masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah,
post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu,
mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur
3.6 Klasifikasi Rhinitis alergy
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat
berlangsungnya, yaitu :
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang
dari 4 minggu
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4
minggu
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
3.7 Diagnosis Rhinitis alergi
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis dengan adanya trias gejala yaitu beringus (rinorea), bersin dan sumbatan hidung, ditambah gatal hidung. Perlu diperhatikan juga gejala alergi di luar hidung (asma, dermatitis atopi, injeksikonjungtiva, dan lain sebagainya).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting
a. Wajah
o Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan
berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung
o Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease)
yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
b. Hidung
o Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau
bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi
o Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah,
berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.
o Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada
rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
o Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau
perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.
o Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti
polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.
c. Telinga, mata dan orofaring
o Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran
timpani, air - Fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.
o Pada pemeriksaan mata Akan ditemukan injeksi dan
pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.
d. Leher. Perhatikan adanya limfadenopati
e. Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma
f. Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.
3. Pemeriksaan sitologi hidung.
Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.
4. Hitung eosinofil dalam darah tepi.
Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal. Kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.
5. Uji kulit.
Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara, yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), uji cukit (Prick Test), dan uji gores (Scratch Test). Kedalaman kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama. SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.
6. Tes penunjang lainnya
Yang lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen –alergen dengan tingkat skor 1+ s/d 4+
3.7. Diagnosis banding
Rinitis alergika harus dibedakan dengan:
1. Rinitis vasomotor
2. Rhinitis bacterial
3. Rinitis virus
4. Influenza (Flu)
3.8. Penatalaksanaan
Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:
o Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa
hidung. Tahapan ini diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.
o Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa
menuju IgE pada permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan imunoterapi.
o Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai
akibat lebih lanjut reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir dengan obat – obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor H1 dengan histamin.
o Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai
dengan timbulnya gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau lokal.
Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:
Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi,
farmakoterapi, dan imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang
diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan
dini terhadap alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi
yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi
(tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama
menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain
itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap
alergen dan polutan.
2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada
anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan
gejala alergi tahap awal berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan
yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan
dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.
3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya
penyakit alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan
Menurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi :
a. Penghindaran alergen.
Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan
untuk mencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari
sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat
dihindari.Namun,dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak
dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk
mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.
b. Pengobatan medikamentosa
Cara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau
menetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi
alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat
dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan
intranasal atau oral.
o Antihistamin-H1 oral
Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga
mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan
takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan
kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin,
sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan
loratadin/desloratadin.
Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena
mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik,
dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam)
dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi
terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.
Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek
antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian
besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek
antikolinergik atau kardiotoksisitas.
o Antihistamin-H1 lokal
Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga
bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa
aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat
(kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek
samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada
sebagian pasien.
o Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid,
flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi
hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi
medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif
terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan
efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak
dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal
obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah
pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid
topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan
dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada
kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
o Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,
metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan
betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas
nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika
memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk
menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM.
Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik
mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak
dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu
dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.
o Kromon lokal (‘local chromones’)
Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil,
mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular
sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa
kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat
keamanannya baik.
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast
dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan
4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.
o Dekongestan oral
Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,
merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala
kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit
jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi,
berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,
kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma
atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian
terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral
efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.
o Dekongestan intranasal
Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin,
dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat
mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan
efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi
kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa.
Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan.
Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis
alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi
dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi
gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
o Antikolinergik intranasal
Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan
gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non
alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek
antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis
alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.
o Anti-leukotrien
Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan
memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik
dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral,
namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek
sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.
Jenis obat yang sering digunakan :
Jenis Obat Umur Dosis KeteranganKromolin - 5,2 mg/dosis obat semprot mengandung kromolin
diberikan 3-4 kali/hari
Setirizin 2-5 tahun
> 6 tahun
2.5 mg/dosis
5-10 mg/dosis
1 kali/hari
1 kali/hari
Loratadin 2–5 tahun
> 6 tahun
2.5 mg/dosis
10 mg/dosis
1 kali/hari
1 kali/hari.
Feksofenadin 6-11 tahun
> 12 tahun
30 mg/hari,
60 mg/hari
180mg/hari
2 kali/hari,
2 kali/hari atau
4 kali/hari.
Pseudoephedrine 5–11 tahun
> 12 tahun
1 semprotan
2 semprotan
2 kali/hari.
2 kali/hari
Azelastine 2-6 tahun
6-12 tahun
15 mg/hari
30mg/hari
4 kali/hari
4 kali/hari
Kortikosteroid intranasal
Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.
Jenis Obat Umur Dosis KeteranganFluticasone intranasal
> 4 tahun 1-2 semprotan /
dosis
1 kali/hari
Mometasone intranasal
3-11 tahun
> 11 tahun
1 semprotan / dosis
2 semprotan / dosis
1 kali/hari
1 kali/hari
Budesonide intranasal
> 6 tahun 1-2 semprotan /
dosis
1 kali/hari
Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan
keamanannya lebih baik.
Leukotrien antagonis
Jenis obat Umur Dosis Keterangan
Zafirlukast Anak-anak 20 mg/dosis 2 kali/24jam
c. Imunoterapi spesifik
Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi
subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan.
Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label
dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal
untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20µ g. Imunoterapi
subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau
selama 20 menit setelah pemberian subkutan.
Indikasi imunoterapi spesifik subkutan
o Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional
o Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan
antihistamin H1 dan farmakoterapi
o Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi
o Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan.
o Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.
o Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifik
oral
o Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar
dari pada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.
o Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi
subkutan.
o Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subsukatan.
3.9. Komplikasi
Komplikasi Rhinitis Alergi adalah :
1. Sinusitis kronis : radang pada hidung. Perlu diobati dulu factor
pemicunya
2. Poliposis nasal : adanya massa di hidung
3. Trias asma : gabungan dari Sinusitis kronis, Asma, dan
sensitive terhadap aspirine
4. Obstruksi tuba eustachii
5. Hipertrofi tonsil dan adenoid
6. Gangguan kognitif
3.10. Prognosis
Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.
4. Memahami dan menjelaskan anatomi pernafasan menurut agama islam
Dr. Bahar Azwar, SpB-Onk, seorang dokter spesialis bedah-onkologi ( bedah
tumor ) dalam bukunya “ Ketika Dokter Memaknai Sholat “ mampu menjabarkan
makna gerakan sholat
1. Manfaat Wudlu
Kulit merupakan organ yang terbesar tubuh kita yang fungsi utamanya
membungkus tubuh serta melindungi tubuh dari berbagai ancaman kuman, racun,
radiasi juga mengatur suhu tubuh, fungsi ekskresi ( tempat pembuangan zat-zat yang
tak berguna melalui pori-pori ) dan media komunikasi antar sel syaraf untuk rangsang
nyeri, panas, sentuhan secara tekanan. Begitu besar fungsi kulit maka kestabilannya
ditentukan oleh pH (derajat keasaman) dan kelembaban. Bersuci merupakan salah
satu metode menjaga kestabilan tersebut khususnya kelembaban kulit. Kalu kulit
sering kering akan sangat berbahaya bagi kesehatan kulit terutama mudah terinfeksi
kuman. Dengan bersuci berarti terjadinya proses peremajaan dan pencucian kulit,
selaput lendir, dan juga lubang-lubang tubuh yang berhubungan dengan dunia luar
(pori kulit, rongga mulut, hidung, telinga). Seperti kita ketahui kulit merupakan
tempat berkembangnya banya kuman dan flora normal, diantaranya Staphylococcus
epidermis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Mycobacterium sp
(penyakit TBC kulit). Begitu juga dengan rongga hidung terdapat kuman
Streptococcus pneumonia (penyakit pneumoni paru), Neisseria sp, Hemophilus sp.
Seorang ahli bedah diwajibkan membasuh kedua belah tangan setiap kali melakukan
operasi sebagai proses sterilisasi dari kuman. Cara ini baru dikenal abad ke-20,
padahal umat Islam sudah membudayakan sejak abad ke-14 yang lalu. Luar Biasa!!
2. Keutamaan Berkumur Berkumur-kumur
Dalam bersuci berarti membersihkan rongga mulut dari penularan penyakit.
Sisa makanan sering mengendap atau tersangkut di antara sela gigi yang jika tidak
dibersihkan ( dengan berkumur-kumur atau menggosok gigi) akhirnya akan menjadi
mediasi pertumbuhan kuman. Dengan berkumur-kumur secara benar dan dilakukan
lima kali sehari berarti tanpa kita sadari dapat mencegah dari infeksi gigi dan mulut
melalui rongga hidung sampai ke tenggorokan bagian hidung (nasofaring). Fungsinya
untuk mensucikan selaput dan lendir hidung yang tercemar oleh udara kotor dan juga
kuman.Selama ini kita ketahui selaput dan lendir hidung merupakan basis pertahanan
pertama pernapasan. Dengan istinsyaq mudah-mudahan kuman infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) dapat dicegah.
4. Pembersihan telinga sampai dengan pensucian kaki beserta telapak kaki
Untuk mencegah berbagai infeksi cacing yang masih menjadi masalah terbesar
di negara kita.
5. Manfaat Kesehatan Sholat Berdiri lurus
Pelurusan tulang belakang dan menjadi awal dari sebuah latihan pernapasan,
pencernaan dan tulang.
6. Takbir merupakan latihan awal pernapasan.
Paru-paru adalah alat pernapasan Paru kita terlindung dalam rongga dada yang
tersusun dari tulang iga yang melengkung dan tulang belakang yang mencembung.
Susunan ini didukung oleh dua jenis otot yaitu yang menjauhkan lengan dari dada
(abductor) dan mendekatkannya (adductor). Takbir berarti kegiatan mengangkat
lengan dan merenggangkannya, hingga rongga dada mengembang seperti halnya
paru-paru.
7. Dan mengangkat tangan
Berarti meregangnya otot-otot bahu hingga aliran darah yang membawa
oksigen menjadi lancar.
8. Dengan ruku’
Memperlancar aliran darah dan getah bening ke leher oleh karena sejajarnya
letak bahu dengan leher. Aliran akan semakin lancar bila ruku’ dilakukan dengan
benar yaitu meletakkan perut dan dada lebih tinggi daripada leher. Ruku’ juga
mengempiskan pernapasan. Pelurusan tulang belakang pada saat ruku’ berarti
mencegah terjadinya pengapuran. Selain itu, ruku’ adalah latihan kemih (buang air
kecil) untuk mencegah keluhan prostat. Pelurusan tulang belakang akan
mengempiskan ginjal. Sedangkan penekanan kandung kemih oleh tulang belakang
dan tulang kemaluan akan melancarkan kemih. Getah bening (limfe) fungsi utamanya
adalah menyaring dan menumpas kuman penyakit yang berkeliaran di dalam darah.
9. Sujud Mencegah Wasir
Sujud mengalirkan getah bening dari tungkai perut dan dada ke leher karena
lebih tinggi. Dan meletakkan tangan sejajar dengan bahu ataupun telinga, memompa
getah bening ketiak ke leher. Selain itu, sujud melancarkan peredaran darah hingga
dapat mencegah wasir. Sujud dengan cepat tidak bermanfaat. Ia tidak mengalirkan
getah bening dan tidak melatih tulang belakang dan otot. Tak heran kalau ada di
sebagian sahabat Rasul menceritakan bahwa Rasulullah sering lama dalam bersujud.
10. Duduk di antara dua sujud
Dapat mengaktifkan kelenjar keringat karena bertemunya lipatan paha dan
betis sehingga dapat mencegah terjadinya pengapuran. Pembuluh darah balik di atas
pangkal kaki jadi tertekan sehingga darah akan memenuhi seluruh telapak kaki mulai
dari mata kaki sehingga pembuluh darah di pangkal kaki mengembang. Gerakan ini
menjaga supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita.
11. Gerakan salam yang merupakan penutup sholat,
Dengan memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri bermanfaat untuk menjaga
kelenturan urat leher. Gerakan ini juga akan mempercepat aliran getah bening di leher
ke jantung.
12. Manfaat Sholat Malam Malam
Hari biasanya dingin dan lembab. Kalau ditanya, paling enak tidur di waktu
tersebut. Banyak lemak jenuh yang melapisi saraf kita hingga menjadi beku. Kalau
tidak segera digerakkan, sistem pemanas tubuh tidak aktif, saraf menjadi kaku,
bahkan kolesterol dan asam urat merubah menjadi pengapuran. Tidur di kasur yang
empuk akan menyebabkan urat syaraf yang mengatur tekanan ke bola mata tidak
mendapat tekanan yang cukup untuk memulihkan posisi saraf mata kita. Jadi sholat
malam itu lebih baik daripada tidur. Kebanyakan tidur malah menjadi penyakit.
Bukan lamanya masa tidur yang diperlukan oleh tubuh kita melainkan kualitas tidur.
Dengan sholat malam, kita akan mengendalikan urat tidur kita.
Sholat Lebih Canggih dari Yoga “Apakah pendapatmu sekiranya terdapat
sebuah sungai di hadapan pintu rumah salah seorang di antara kamu dan dia mandi di
dalamnya setiap hari lima kali. Apakah masih terdapat kotoran pada badannya?”. Para
sahabat menjawab : “Sudah pasti tidak terdapat sedikit pun kotoran pada badannya”.
Lalu beliau bersabda : “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu. Allah menghapus
segala keselahan mereka”. (H.R Abu Hurairah r.a).
Daftar Pustaka
Ganong, W.F . 2008 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC. Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2. EGC.Jakarta.
Adams, George L.; Lawrence R. Boies; Peter H. Higlier. 1997. Boies: Buku Ajar Penyakit
THT Edisi 6. EGC. Jakarta.
Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed.
4, Interna Publishing: Jakarta.
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/rinitis-alergika/
http://www.infospesial.com/article/kesehatan/manfaat-gerakan-shalat-dan-wudhu.htm
http://blog.ilmukeperawatan.com/anatomi-sistem-pernafasan.html