68
i UNIVERSITAS INDONESIA INTENSITAS MEROKOK DAN KEPARAHAN KARIES GIGI PADA PRIA INDONESIA RINGKASAN DISERTASI Dipertahankan di hadapan Senat Akademik Universitas Indonesia pada hari Sabtu 25 Juli 2015 untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Universitas Indonesia dibawah pimpinan Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ir Muhammad Anis M.Met R. Wasis Sumartono NPM : 0806474262 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM DOKTOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 25 Juli 2015

RINGKASAN DISERTASI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RINGKASAN DISERTASI

i

UNIVERSITAS INDONESIA

INTENSITAS MEROKOK DAN KEPARAHAN

KARIES GIGI PADA PRIA INDONESIA

RINGKASAN DISERTASI

Dipertahankan di hadapan Senat Akademik Universitas Indonesia

pada hari Sabtu 25 Juli 2015 untuk memperoleh gelar Doktor dalam

bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Universitas Indonesia

dibawah pimpinan Rektor Universitas Indonesia

Prof. Dr. Ir Muhammad Anis M.Met

R. Wasis Sumartono NPM : 0806474262

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM DOKTOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

25 Juli 2015

Page 2: RINGKASAN DISERTASI

ii Universitas Indonesia

1) “Smoking is not an Islamic Culture” 2) “Smoking is against Islamic Teaching” 3) “Do what they (tobacco industries) oppose, not what they

agree to”

(Dikutip dari ceramah para pembicara International Seminar on Tobacco or Health, Bandar Seribegawan, Brunei Darussalam, 11-14 Juli 2002. Kutipan no. 1 &2 dari 2 pembicara perspektif Islam (ulama), dan no. 3 dari Prof. Prakit Vathesatogkit).

Page 3: RINGKASAN DISERTASI

iii Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Disertasi ini diajukan oleh : Nama : R. Wasis Sumartono NPM : 0806474262 Program studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul Disertasi : Intensitas Merokok dan Keparahan Karies Gigi pada Pria Indonesia Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI:

Promotor: Prof.dr. Hasbullah Thabrany, MPH.,Dr.PH. (………...)

Ko-Promotor: Dr.Drg. Ratna Meidiawaty SpKG (K) (…………)

Tim Penguji:

Prof. Dr. dr. Anhari Achadi SKM ScD Ketua (...…………) Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim MPH Anggota (…………..) Prof. dr. Sudiyanto Kamso SKM Anggota (…………..) Dr. Kodrat Pramudho SKM MKes Anggota (…………..) Dr. Dra. Rita Damayanti MSPH Anggota (…………..)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 25 Juli 2015

Page 4: RINGKASAN DISERTASI

iv Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR/ UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Ucapan dan rasa terimakasih yang tulus saya sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membimbing dan membantu penyelesaian disertasi ini, antara lain: 1. Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH., yang berkenan

menjadi Pembimbing dan Promotor, dimana beliau banyak meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing, mengarahkan dan memberi masukan yang berharga mulai dari proses penyusunan hingga penyelesaian disertasi ini.

2. Dr. Drg. Ratna Meidiawaty SpKG (K), selaku Ko-promotor yang telah banyak memberikan dorongan dan bimbingan, serta menjadi satu satunya ahli dibidang kedokteran gigi didalam tim penguji, sehingga penulis dapat masukan berharga dibidang ini untuk disertasi.

3. Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, Sc.D., yang telah bersedia menjadi Ketua Tim Penguji, dimana dengan pengalaman beliau dibidang penelitian kesehatan masyarakat dan di bidang pengendalian tembakau, dengan penuh kesabaran selalu membaca disertasi penulis dengan teliti, memberikan bimbingan dan masukan yang berharga, dari penyusunan hingga penyempurnaan disertasi.

4. Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim MPH., selaku penguji, dimana beliau selalu memberikan bantuan dan masukan yang berharga khususnya dari sudut pandang tata cara penulisan ilmiah dan epidemiologi demi kesempurnaan disertasi ini.

5. Prof. dr. Sudiyanto Kamso SKM, selaku penguji, yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang sangat berharga, baik dalam aspek biostatistik maupun dalam aspek penulisan ilmiah, demi kesempurnaan disertasi ini.

6. Dr. Kodrat Pramudho SKM. MKes, selaku penguji, yang telah selalu, meluangkan waktu untuk memberikan masukan

Universitas Indonesia

Page 5: RINGKASAN DISERTASI

v Universitas Indonesia

untuk kesempurnaan disertasi dan memberi semangat untuk menyelesaikan disertasi ini.

7. Dr. Dra. Rita Damayanti MSPH., selaku penguji, yang telah selalu mendukung, baik secara moral bahkan secara material sejak penulis melakukan studi untuk disertasi di Gorontalo. Terima kasih juga karena selalu memberi kritik yang membangun, yang sangat berguna untuk penyelesaian disertasi ini.

8. Para kepala Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo, Prof. Dr. Sarson Waliyatimas Pomalato Mpd dan Prof. Dr. Ishak Isa, M.Si.; Para Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Dr. Andang Ilato dan Dr. Nurinda Rahim, para staf Dinas Kesehatan Gorontalo, utamanya pak Yusri Utina SPd, para kepala sekolah dan guru SMP dan SMA kota Gorontalo yang pada tahun 2009-2011 membantu penelitian pencegahan merokok melalui sekolah (Studi Remaja Gorontalo). Walau penelitian itu tak dapat digunakan untuk disertasi, tapi telah memperkaya pengalaman penulis dan dapat digunakan untuk presentasi poster di World Conference on Tobacco or Health 2012 Singapura.

9. Dr. dr. Trihono, MSc., mantan Kepala Badan Litbang Kesehatan, yang telah memberi ijin dan dukungan memakai data Riskesdas 2007 untuk disertasi ini.

10. drg. Agus Suprapto, M.Kes Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, mantan atasan penulis, para peneliti Senior, Prof. Drs. Wasis Budiarto, Dr. Tety Rachmawati dan rekan rekan peneliti di Pusat Humaniora yang lebih muda, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas dorongan semangatnya.

11. Seluruh teman-teman program Doktor angkatan 2008 (seperti Dr. Dwi Hapsari, Dr. Felly Senewe, Dr dr Hartati SpKJ, Dr. Emma Rachmawati, Miko Hananto, Feri Achmadi, Ahi Muhajir,dll) maupun rekan rekan yang lebih muda seperti Dr. Firzawati Hamadah, Maria Holy, Satria Pratama dll yang telah menjalani kebersamaan dan berjuang bersama untuk menyelesaikan pendidikan.

Page 6: RINGKASAN DISERTASI

vi Universitas Indonesia

12. Ibunda tercinta Hj. R. Ngt. Kunsiyah (almarhumah) dan bapak tercinta H.R. Soetardjo Wirjopranoto (almarhum) yang berkat doa restunya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

13. Istri saya tercinta, Elly Miani, yang telah banyak berkorban, penuh kesabaran membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Anak-anak saya yang saya sayangi (Shinta, Teguh dan Anita), yang penuh pengertian dan selalu mendukung dan mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan disertasi ini.

1. Keluarga besar Soetardjo Wirjopranoto atas dukungan doa dan dorongan semangat untuk tetap kuat dalam menyelesaikan studi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang memberikan bantuan dan dukungan untuk dapat menyelesaikan studi ini. Mohon maaf jika ada kesalahan dan kekhilafan, selama penulis menjalani pendidikan S3. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah membantu penulis. Aamiin YRA

Depok, 25 Juli 2015

Penulis

Page 7: RINGKASAN DISERTASI

vii Universitas Indonesia

Nama : R. Wasis Sumartono Program Studi : Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul : Intensitas Merokok dan keparahan karies

gigi pada pria Indonesia

Abstrak

Latar belakang: Di Indonesia, prevalensi karies gigi berkisar antara 85% - 99% dan 67.4% pria umur 15 tahun atau lebih merokok. Tujuan: Tujuan penelitian ini mengkaji hubungan keparahan karies gigi dan intensitas merokok pada pria Indonesia umur 45 – 54 tahun (n = 34.534), responden Riskesdas 2007. Metode: Pengalaman karies gigi (DMFT) dicatat oleh enumerator yang sudah dilatih. Enumerator juga mencatat karakteristik sosiodemografik (umur, pekerjaan, status sosial ekonomi, pendidikan) perilaku kesehatan gigi (gosok gigi) dan merokok responden. 31.4 % responden DMFT-nya ≥ 8, cut off point karies gigi parah dalam penelitian ini. Uji Chi-square digunakan untuk mendeteksi kemaknaan perbedaan prevalensi karies gigi parah pada intensitas merokok yang berbeda. Regresi logistik digunakan untuk meng-estimasi besarnya peran merokok berat pada keparahan karies gigi. Hasil: Prevalensi karies gigi parah pada yang tidak pernah merokok (BI=0), perokok ringan (BI 1-399) dan perokok berat (BI≥400) berturut turut adalah, 24,9 %; 32,5 % dan 38,7% (P <0,005). Dibanding yang tidak pernah merokok, adjusted OR karies gigi parah pada perokok ringan dan perokok berat adalah 1,45 (95% CI 1,37-1,53) dan 1,70 (95% CI: 1,59 – 1,81). Kesimpulan: Merokok merupakan salah satu faktor risiko karies gigi parah pada pria Indonesia dan semakin berat intensitas merokoknya, semakin besar pula risikonya. Saran: Para dokter gigi Indonesia, baik secara perorangan, maupun secara kolektif, perlu ambil bagian secara lebih sungguh sungguh dalam pengendalian tembakau. Kata kunci: intensitas merokok, keparahan karies gigi, pria Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2007.

Page 8: RINGKASAN DISERTASI

viii Universitas Indonesia

Name : R. Wasis Sumartono Study Program : PhD in Public Health Title : Smoking intensity and dental caries

severity in Indonesian men

Abstract

Background: In Indonesia, dental caries the prevalence between 85% - 99% and 67.4% of males aged 15 years or older currently used tobacco. Objective: The aim of this study is to examine the association between dental caries severity and smoking intensity in 45 – 54 years old Indonesian males (n = 34.534), respondents of Basic Health Research 2007. Methods: The dental caries experience (DMFT) were recorded by well trained enumerators. In addition, the enumerators recorded sociodemographic characteristics (age, socio-economic status, education, job), tooth brushing and smoking behavior of respondents. 31.4 % of respondents have DMFT value ≥ 8, the cut off point of severe dental caries in this study. Chi-square test was used to detect significant difference on prevalence of severe dental caries between heavy among different smoking intensities. Logistic regression was used to estimate contribution of heavy smoking on dental caries severity. Result: The prevalence of severe dental caries on never smokers (BI=0), light smokers (BI 1-399) and heavy smokers (BI≥400) were 24,9 %; 32,5 % and 38,7% respectively (P <0,005). Compared to never smokers, the adjusted OR of light smokers and heavy smokers were 1,45 (95% CI 1,37-1,53) and 1,70 (95% CI: 1,59 – 1,81). Conclusion: Smoking is a risk factor of severe dental caries in Indonesian men and the hihger the intensity, the higher the risk. Recommendation: Indonesian dentists, individually and collectively have to take part more seriously in tobacco control. Key word: smoking intensity, dental caries severity, Indonesian men, Basic Health Research 2007

Page 9: RINGKASAN DISERTASI

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN …………………………. ………. ... ii

KATA PENGANTAR/ UCAPAN TERIMA KASIH …………... iii

ABSTRAK ………………………………………………………… vii

ABSTRACT ……………………………………………………….. viii

DAFTAR ISI ………………………………………………...……. ix

Tabel singkatan dan/ atau terjemahan ……………........................ xi

BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………….. 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 4

BAB 3. KERANGKA KONSEP ………………………………… 10

3.1 Kerangka konsep ……………………………………………….. 7

3.2 Hipotesis ………………………………………………………. 12

BAB 4. METODE PENELITIAN …………………………………. 13

4.1 Sumber Data ……………………………………………………13

4.2 Kriteria inklusi dan eksklusi …………………………………. 13

4.3 Analisis Data ………………………………………………… 13

4.4 Cut off point karies gigi parah pada penelitian ini ……………. 14

BAB 5. HASIL ……………………………………………………. 17

5.1 Analisis univariat ………………………………………… 13

5.1.1 Karakteristik sosiodemografik …………………………… 13

5.1.2 Distribusi responden menurut kesehatan gigi dan

perilaku merokok …………………………………………. 14

5.2 Analisis bivariat ……………………………………………… 18

5.2.1 Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) menurut

provinsi ……………………… ……………………………. 18

5.2.2 Distribusi crude OR karies gigi parah menurut

…….. karakteristik sosiodemografk, perilaku kesehatan ……….. 20

Page 10: RINGKASAN DISERTASI

x Universitas Indonesia

5.3 Distribusi adjusted OR karies gigi parah menurut

karakteristik sosiodemografik, perilaku kesehatan ………….. 22

5.3.1 Hubungan variabel lain dan karies gigi parah (DMFT ≥ 8) … 24

5.3.2 Hubungan intensitas merokok dan karies gigi parah (DMFT

≥ 8) …………………………………………………………. 25

BAB 6. PEMBAHASAN ………………………………………….. 26

6.1 Keterbatasan penelitian ……………………………………… 27

6.2 Gambaran umum tentang sampel responden penelitian ……... 28

6.3 Hubungan antara faktor lain dan keparahan karies gigi ……… 28

6.3 Hubungan antara merokok berat dan keparahan karies gigi …. 30

6.4 Konsekwensi untuk sistim kesehatan dan asuransi kesehatan

Nasional ………………………………………………………. 32

6.6 Implikasi kebijakan …………………………………………… 35

6.6.1 Sumbangan untuk kebijakan ……………………………….. 35

6.6.2 Kebijakan Promosi Kesehatan ………………………………. 37

6.6.3 Kebijakan untuk profesi kesehatan gigi …………………….. 37

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………….. 39

7.1 Kesimpulan …………………………………………………... 39

7.2 Saran …………………………………………………………. 40

Kepustakaan …………………………………………………….. 42

Daftar riwayat hidup penulis ……………………………………. 54

Page 11: RINGKASAN DISERTASI

xi Universitas Indonesia

Tabel singkatan dan/ atau terjemahan Singkatan Arti Adjusted OR Adjusted Odds Ratio Riskesdas 2007 Riset Kesehatan Dasar 2007 BI Brinkman index BPJS Badan Pengelola Jaminan Sosial DMFT Decay Missing Filling Teeth CSC Cigarette Smoking Condensate CI Confidence Interval

FCTC Framework Convention on Tobacco Control

IKU Indikator Kesehatan Utama (Leading Health Indicators)

(+)LKKTT/KFR (Provinsi yang) Air Tanahnya di-laporkan memiliki Keasaman dan Kadar Timah Tingg/ Kadar Fluor Rendah

(-)LKKTT/KFR (Provinsi yang) Air Tanahnya tidak di-laporkan memiliki Keasaman dan Kadar Timah Tingg/ Kadar Fluor Rendah

MPOWER Monitor Protect Offer Warn Enforce and Raise

Non adjusted OR Non adjusted Odds Ratio OHS Oral Higiene Status OR Odds Ratio PAH polycyclic aromatic hydrocarbons RCI Root Caries Index SiC index Significant Caries index SFR Salifary Flow Rate SIDS Sudden Infant Death Syndrome SES Socio-Economic Status

Page 12: RINGKASAN DISERTASI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang,

Karies gigi adalah penyakit mulut yang paling tinggi

prevalensinya dan menjadi perhatian utama profesi

kesehatan gigi (Moses et al, 2011). Di Indonesia karies gigi

juga menjadi masalah terbesar diantara penyakit-penyakit

gigi dan mulut dengan prevalensi 85 % - 99 % di tahun 2007

(Agtini, 2009). Secara bersamaan, di Indonesia sebanyak

67,4 % pria umur 15 tahun keatas di tahun 2011

menkonsumsi rokok (Ministry of Health R.I., 2012).

Dari segi jumlah, Indonesia adalah konsumen rokok

terbesar ketiga dunia setelah Cina dan India (Djutaharta et

al, 2012). Tahun 2013, rata rata penduduk Indonesia umur

10 tahun keatas mengkonsumsi rokok 12,3 batang perhari

(Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes R.I.: Pokok pokok

hasil Riskesdas, 2013). Karena penduduk Indonesia umur 10

tahun keatas tahun 2013 berjumlah 201.892.000 jiwa

(Bappenas et al 2013), itu berarti konsumsi rokok penduduk

Indonesia tahun 2013 mencapai lebih dari 921 milyar

batang.

Page 13: RINGKASAN DISERTASI

2

Universitas Indonesia

Merokok menyebabkan sejumlah kondisi oral seperti

perubahan warna gigi (staining) dan bau mulut, gangguan

proses kesembuhan luka (Terrades et al, 2009), penyakit

periodontal, pra-kanker dan tumor rongga mulut (Lamster &

Eaves (2011). Di Italia, prevalensi karies gigi lebih tinggi

pada perokok berat dibanding pada yang tak pernah

merokok (Campus et al, 2011). Di Meksiko dan AS

keterpaparan yang lebih besar pada tembakau secara

bermakna berhubungan dengan karies gigi (DMFT) yang

lebih tinggi atau lebih parah (Zinser et al, 2008; Gordan et

al, 2011)

Seberapa kuat hubungan antara konsumsi rokok dan

karies di Indonesia belum diketahui. Yang baru diketahui

adalah tingginya prevalensi merokok dan karies di

Indonesia.

1.2 Masalah penelitian

Belum diketahui/ dipublikasinya hubungan antara

intensitas merokok dan keparahan karies gigi menyebabkan

berbagai program pencegahan karies gigi kurang optimal.

Jika hubungan tersebut diketahui, maka strategi

penghematan biaya perawatan gigi dalam Jaminan

Page 14: RINGKASAN DISERTASI

3

Universitas Indonesia

Kesehatan Nasional dapat disusun dengan efektif dan

efisien.

1.3 Pertanyaan penelitian

Apakah intensitas merokok yang tinggi atau

merokok berat merupakan faktor risiko karies gigi parah

pada pria Indonesia dan seberapa besar kontribusinya?

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk

mengukur hubungan intensitas merokok yang tinggi dengan

risiko karies gigi parah pada pria Indonesia berusia 45 - 54

tahun setelah dikontrol dengan faktor faktor lain yang

diperkirakan berpengaruh pada status kesehatan gigi

Page 15: RINGKASAN DISERTASI

4

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor risiko karies gigi

Karies gigi adalah penyakit banyak faktor mencakup faktor

fisik dan biologik, morpologi dan komposisi gigi, bakteri

kariogenik dan keterpaparan fluor, gaya hidup dan faktor-

faktor perilaku, praktek higiene oral dan kebiasaan makan

dan status sosial (Tanaka et al, 2012). Faktor risiko

didefinisikan sebagai suatu faktor yang meningkatkan

kemungkinan terjadinya dampak buruk. Rantai kejadian

yang menyebabkan karies gigi meliputi faktor proximal atau

sebab perilaku (faktor yang langsung menyebabkan karies

gigi) dan faktor distal atau sebab sosioekonomi yaitu faktor

yang melatar-belakangi perilaku (Petersen: Socio-behavioral

risk factors in dental caries, 2005) (Gambar 2.1).

Page 16: RINGKASAN DISERTASI

5

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Model faktor risiko karies gigi yang diterapkan WHO Sumber: Petersen: Socio-behavioral risk factors in dental caries, 2005.

2.2 Teori merokok dan karies gigi

Rongga mulut merupakan titik kontak pertama unsur

kimia dari konsumsi tembakau, baik dalam bentuk yang

berasap maupun tanpa asap. Sebagian dampak buruk

Page 17: RINGKASAN DISERTASI

6

Universitas Indonesia

pemakaian tembakau pada sejumlah kondisi mulut sudah

diakui (Do, 2009). Warnakulasuriya, et al 2010

menyebutkan adanya hubungan antara merokok dan karies

gigi, dimana dibandingkan dengan gabungan semua kategori

merokok, OR karies gigi untuk yang tidak pernah merokok

adalah 0,67 (95% CI 0,50 – 0,89). Sejumlah penulis

memiliki teori yang berbeda tentang proses hubungan rokok

atau tembakau dengan karies.

2.3.1 Merokok mengganggu fungsi saliva

Asap rokok merusak fungsi protektif saliva melawan

karies gigi. Perokok dan bukan perokok memiliki

kemampuan buffering (kemampuan menetralisir keasaman)

saliva yang berbeda. Kemampuan buffering saliva perokok

lebih rendah yang berdampak pada kerentanan terhadap

karies gigi (Warnakulasuriya, et al 2010). Merokok dalam

jangka panjang secara bermakna mengurangi Salivary Flow

Rate/ SFR (Laju Aliran Saliva) dan meningkatkan gangguan

oral dan dental berupa mulut kering, khususnya karies

servikal –selain dari gingivitis, kegoyangan gigi, kalkulus

dan halithosis (Rad et al, 2010).

Page 18: RINGKASAN DISERTASI

7

Universitas Indonesia

2.3.2 Asap rokok meningkatkan virulensi bakteri

kariogenik

Kondensat Asap Rokok/ KAR (Cigarette Smoke

Condensate/ CAR) secara signifikan meningkatkan

kelekatan yang tergantung sukrosa maupun yang tidak

tergantung sukrosa dari S. mutans. Sejumlah protein

permukaan bakteri termasuk glukosiltransferase (GTF),

glucan binding protein dan antigen I/ II, secara signifikan

meningkat pada S. mutans yang diberi perlakuan.

Lingkungan mulut dengan KAR menyuburkan suatu

komposisi (bakteri) yang didominasi oleh bakteri

kariogenik, yang lebih lanjut meningkatkan resiko perokok

mengalami karies (Zheng, 2010).

2.3.3 Perokok cenderung memiliki perilaku berisiko

Penelitian Vellapaly et al (2007) mendapatkan bahwa

perokok tidak hanya memiliki kebersihan mulut yang buruk,

tetapi juga memiliki kebiasaan makan yang berbeda, misal

mengkonsumsi produk seperti minuman ringan dan

makanan ringan yang tinggi kandungan gulanya. Merokok

sehari-hari berkaitan dengan peningkatan penggunaan gula

dalam teh atau kopi, dan alkohol lebih. Juga ditemukan

Page 19: RINGKASAN DISERTASI

8

Universitas Indonesia

bahwa perokok memiliki kebiasaan menyikat gigi yang

tidak efektif dibandingkan non-perokok.

2.3.4 Glukosa, fruktosa and sukrosa dalam rokok.

Berbagai gula dan pemanis acapkali sengaja

ditambahkan sebanyak 4% sampai 13% berat dalam proses

pengolahan tembakau. Gula yang digunakan sebagai zat

aditif rokok termasuk glukosa, fruktosa, gula invert

(campuran glukosa dan fruktosa) dan sukrosa.Selain itu,

banyak aditif tembakau lainnya juga mengandung gula

dalam jumlah yang tinggi.Misalnya, jus buah, madu, sirup

ekstrak dan sirup maple dan karamel. Semua zat di atas

dapat berkontribusi meningkatkan prevalensi karies gigi di

kalangan perokok (Vellapally et al, 2007).

2.3.5 Pengaruh cengkeh (eugenol) didalam rokok

Penelitian Sutiarto (The relationship between

habitual clove cigarette smoking and specific dental caries,

1999) tentang hubungan kebiasaan merokok kretek dengan

suatu bentuk karies yang spesifik menunjukkan 55,8 %

responden yang merokok kretek mempunyai karies gigi

yang spesifik dalam bentuk, lokasi, dan patologi.

Page 20: RINGKASAN DISERTASI

9

Universitas Indonesia

2.4 Pengertian karies gigi parah

Salah satu cara yang lazim digunakan untuk mengukur

tingkat kesehatan gigi adalah menghitung jumlah gigi yang

berlubang atau decay (D), yang dicabut karena karies atau

missing (M), dan yang ditambal atau filled (F). Indikator

tersebut dikenal dengan DMFT (Gordan et al, 2011).

Subjek dengan karies gigi parah dalam suatu populasi dapat

didefinisikan sebagai subyek yang pengalaman karies gigi

(nilai DMFT)-nya berada di 30% teratas dari nilai DMFT

populasi tsb (Ditmyer et al, 2010).

2.4 Brinkman index (BI)

Untuk mengukur tingkat konsumsi rokok, telah

dikembangkan Brinkman index (BI). BI ialah suatu indeks

intensitas merokokyangdihitung dengan mengalikan jumlah

rokok yang rata rata dihisap perhari dengan lama merokok

tiap hari (dalam tahun) (Hamabe et al, 2011). Merokok berat

didefinisikan sebagai BI ≥ 400 (Hu et al, 2007).

Page 21: RINGKASAN DISERTASI

10

Universitas Indonesia

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1Kerangka konsep

Berdasarkan teori hubungan rokok dengan karies,

penulis membuat kerangka konsep berikut:

Gambar 3.1.1Kerangka konsep penelitian ini

*Kondisi Air Minum berdasar laporan tentang Keasaman & Kadar Timah Tinggi (KTT) atau Kadar Fluor Rendah (faktor risiko ekologik karies gigi) .

Intensitas merokok - Tak pernah

merokok - Perokok

ringan - Perokok berat

Keparahan karies gigi: - Prevalensi karies gigi

parah (DMFT ≥ 8) -Odds Ratio karies gigi

parah (DMFT ≥ 8)

• Kondisi Air Minum* • Letak hunian • Umur • Status Sosial ekonomi • Pekerjaan • Pendidikan • Frekuensi gosok gigi

Page 22: RINGKASAN DISERTASI

11

Universitas Indonesia

Status kesehatan gigi pria Indonesia umur 45 - 54

tahun – diukur dengan prevalensi karies gigi parah dan Odds

ratio karies gigi parah- dipengaruhi oleh intensitas merokok.

Responden penelitian ini hanya pria karena di Indonesia

prevalensi merokok pria umur 15 tahun keatas (67,4 %)

sangat tinggi jika dibanding wanita yang hanya 4,5 % (Min.

of Health R.I., 2012). Usia 45-54 tahun dipilih karena

pengaruh rokok membutuhkan waktu relatif lama untuk

menghasilkan karies gigi dan pada responden penelitian ini

sebagian besar (90,5 %) perokok baru mulai merokok tiap

hari pada umur 25 tahun.

Intensitas merokok dikelompokan menjadi tidak

pernah merokok (BI = 0), merokok ringan (BI 1 – 399) dan

merokok berat (BI≥ 400). Faktor lain yang diperkirakan

berpengaruh pada status kesehatan gigi dan diteliti dalam

penelitian ini selengkapnya adalah:

(1) Kondisi Air Mimum Berdasar ada tidaknya laporan

tentang Keasaman dan Kadar Timah Tinggi atau Kadar

Fluor rendah (Faktor Risiko Ekologik karies gigi)

(2) Letak hunian (kota atau desa)

(3) Umur

(4) Status Sosial Ekonomi

(5) Pekerjaan

Page 23: RINGKASAN DISERTASI

12

Universitas Indonesia

(6) Pendidikan

(7) Frekuensi gosok gigi

(8) Intensitas merokok (Gambar 3.1).

3.2 Hipotesis

Semakin berat intensitas merokok semakin besar risiko pria Indonesia mengalami karies gigi parah.

Page 24: RINGKASAN DISERTASI

13

Universitas Indonesia

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Metoda dan Sumber data

Penelitian ini merupakan penelitian survei Nasional.

Sumber data penelitian ini ialah data Riset Kesehatan Dasar

tahun 2007 (Riskesdas 2007) yang dikumpulkan oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes R.I.

4.2 Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi penelitian ini ialah: pria Indonesia

berumur 45 - 54 tahun yang ada data DMFT-nya.

Responden dieksklusi dari penelitian ini bila intensitas

merokok (Brinkman index)-nya tidak dapat dihitung, yaitu

perokok kadang kadang, mantan perokok atau perokok tiap

hari yang tak ada data lama merokoknya (Gb. 4.1)

4.3 Analisis Data

Untuk mengkaji hubungan antara prevalensi karies

parah dengan intensitas merokok pertama-tama digunakan

uji Chi-square.Untuk mendapatkan besaran hubungan

intensitas merokok yang tinggi pada keparahan karies gigi

(diukur dengan odds ratio) digunakan regresi logistic.

Page 25: RINGKASAN DISERTASI

14

Universitas Indonesia

Jumlah observasi awal dan observasi yang dianalisis akhir

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Skema seleksi sampel penelitian

4.4 Cut off point karies gigi parah pada penelitian ini

Dalam rangka menentukan cut off point sepertiga

sampel responden penelitian dengan nilai DMFT tertinggi,

penulis menggunakan kombinasi metode penghitungan oleh

Populasi penelitian : Pria Indonesia umur 45 – 54

tahun yang menjadi responden Riskesdas 2007

= 53.942 orang

53.481 orang

Responden yang eligible 34.534 orang

Kriteria Inklusi : ada data pengalaman karies gigi (DMFT)-nya.

Kriteria eksklusi: Responden yang intensitas merokok (Brinkman Index)- nya tidak ada / tak dapat dihitung

Page 26: RINGKASAN DISERTASI

15

Universitas Indonesia

Malmo University (Oral health data base: Significant

Caries Index, n.d.) dan Leake et al (2008) sebagai berikut:

1. Orang orang yang ada di populasi penelitian diurut

menurut nilai DMFT –nya.

2. Sekitar sepertiga populasi penelitian dengan skor

DMFT tertinggi dipilih sebagai orang orang

dengan karies gigi parah

3. Dari perhitungan diperoleh nilai terrendah DMFT

pada orang orang yang memiliki ‘karies gigi parah’

adalah 8. Skor 8 dijadikan dasar definsi

operasional ‘karies gigi parah’ dalam penelitian

ini. Adapun distribusi skor DMFT secara

keseluruhan dapat dilihat pada (Gambar 4.2).

Page 27: RINGKASAN DISERTASI

16

Universitas Indonesia

gi

N = 34.534

Gambar 4.2 Ilustrasi grafik kumulatif DMFT pria Indonesia 45 -54 tahun responden Riskesdas 2007 yang jadi sampel penelitian ini

N = 34.534orang responden

31,4 % DMFT ≥ 8

DMFT

Kumulatif responden dalam %

Page 28: RINGKASAN DISERTASI

17

Universitas Indonesia

BAB 5

HASIL

5.1 Analisis univariat 5.1.1 Karakteristik sosiodemografik

Dari total 34.534 responden yang eligible sebagai sample

penelitian ini,44,9% responden tinggal di daerah perkotaan

sedangkan sisanya 55,1% tinggal di pedesaan. 54,8%

responden berumur45 - 49 tahun sisanya (45,2%) berumur

50- 54 tahun.Mayoritas (75,5%) responden berpendidikan

tidak lulus SLTA sedangkan sisanya 24,5% lulusSLTA atau

lebih tinggi.Proporsi pekerjaan terbesar responden adalah

petani/ nelayan (36%), disusul oleh pedagang/ penjual jasa

dan pekerja lainnya (26%), TNI/ POLRI/ PNS/ Swasta (18,0

%), buruh (16,8%) dan paling sedikit tidak bekerja (3,2%).

Secara sosial ekonomi, 60,7% responden masuk dalam

kategori yang mampu sedangkan sisanya 39,3% responden

adalahorang yang kurang/tidak mampu.

5.1.1 Distribusi responden menurut kesehatan gigi dan

perilaku merokok

Dari total 34.534 responden,yang memiliki karies gigi

parah (DMFT ≥ 8) adalah 31,4% dan sisanya,tidak parah

Page 29: RINGKASAN DISERTASI

18

Universitas Indonesia

(68,6%). Proporsi responden yang menggosok gigi tiap hari

adalah 93,1% dan yang tidak menggosok gigi tiap hari

adalah 6,9%. Proporsi yang tidak pernah merokok (BI= 0),

perokok ringan (BI 1-399) dan perokok berat (BI ≥ 400)

berturut-turut adalah 32,3%, 46,3%, dan 21,4%.

5.2 Analisis bivariat

5.2.1 Distribusi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) menurut

provinsi Prevalensi karies parah (DMFT ≥ 8) bervariasi

dengan prevalensi tertinggi di provinsi Bangka Belitung

(55,5%), disusul oleh Kalimantan Barat (52.8%) dan

Kalimantan Selatan masing-masing (45,9%). Prevalensi

karies gigi parah terrendah di Nusa Tenggara Barat (14%),

disusul oleh Sumatera Utara (16,5%) dan Banten (19,9%).

Selengkapnya distribusi prevalensi karies gigi parah dapat

dilihat dalam grafik di bawah ini.

Untuk memudahkan perbandingan prevalensi karies

gigi parah antar provinsi, diagram bar disajikan dengan 4

warna berbeda untuk yang prevalensinya dibawah 20% (biru), 20 – 29,9 % (hijau), 30-39,9% (kuning) dan ≥40%

(merah). (Gambar 5.1).

Page 30: RINGKASAN DISERTASI

19

Universitas Indonesia

Gambar25.1 Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada pria Indonesia 45 -54 tahun berdasarkan provinsi.

Page 31: RINGKASAN DISERTASI

20

Universitas Indonesia

5.2.2 Distribusi crude OR karies gigi parah menurut karakteristik sosiodemografik, perilaku kesehatan

Tabel 5.1 memperlihatkan prevalensi karies gigi

parah (DMFT ≥ 8) di daerah pedesaan (33,7%) lebih tinggi

dibandingkan prevalensi di daerah perkotaan (28,5%). Uji

Chi-Squaremenunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai

P <0,005. Non adjusted ORkaries gigi parah (DMFT ≥ 8) di

daerah pedesaan adalah 1,28 (95% CI : 1,22-1,34)

dibandingkan di daerah perkotaan.

Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada

kelompok umur45-49 tahun adalah 25,6% sedangkan pada

kelompok umur 50-54 tahun adalah38,4%. Uji Chi-

Squaremenunjukkan bahwa nilai P <0,005. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa prevalensi karies gigi

parah meningkat dengan bertambahnya umur. Dengan

kelompok umur45-49 tahun sebagai kelas rujukan, non

adjusted ORkaries gigi parah (DMFT ≥ 8) pada kelompok

umur50-54 tahun adalah 1,81 (95% CI: 1,72-1,89).

Page 32: RINGKASAN DISERTASI

21

Universitas Indonesia

Tabel 5.1 Distribusi crude OR karies gigi parah (DMFT≥ 8) menurut faktor risiko- Riskesdas 2007

DMFT Crude OR

N < 8 (%)

≥ 8 (%)

P value

Kondisi air minum*

(-)LKKTT/KFR 33.816 69,0 31,0 1a <0,005 (+)LKKTT/KFR 718 51,5 48,5 2,09(1,80-2,42)b

Tipe pemukiman* Kota 15.490 71,5 28,5 1 <0,005 Desa 19.044 66,3 33,7 1,28(1,22-1,34)

Umur (tahun)* 45-49 18.922 74,4 25,6 1 50-54 15.612 61,6 38,4 1,81(1,72-1,89) <0,005

Pendidikan* Lulus SLTA 8.470 77,7 22,3 1 <0,005 Tidak lulus SLTA 26.065 65,6 34,4 1,83(1,73-1,94)

Pekerjaan utama* TNI/ POLRI/ PNS/ Swasta

6.232 78,0 22,0 1

Pedagang/ Jasa/ dll 8.962 69,5 30,5 1.56(1,45-1.68) Buruh 5.825 64,5 34,5 1,87(1,73-2,03) <0,005 Petani/ Nelayan 12.420 65,2 34,8 1,89(1,77-2,03) Tidak kerja 1.095 62,4 37,6 2,14(1,87-2,45) Status Sosial-Ekonomi*

Kaya 20.982 70,1 29,9 1 <0.005 Kurang mampu 13.552 66,2 33,8 1,20 (1,14-1,25)

Frek. gosok gigi* Tiap hari 32.138 70,1 29,9 1 <0,005 Tidak tiap hari 2.396 48,6 51,4 2,48 (2,28-2,70)

Intensitas merokok (BI)* Tak pernah (0) 11.148 75,1 24,9 1 <0,005 Ringan (1-399) 15.978 67,5 32,5 1,45(1,38-1,54) Berat (≥ 400) 7.408 61,3 38,7 1,90(1,78-2,03)

a Klas rujukan . b Angka didalam kurung adalah 95% confidence intervals (estimasi diperoleh

dari regresi logistik). *Berbeda bermakna dari kelas rujukan (reference class)-nya dengan P ˂ 0,005 (-)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya tidak dilaporkan memiliki

Kaasaman dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah (+)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya dilaporkan memiliki keasaman

dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah

Page 33: RINGKASAN DISERTASI

22

Universitas Indonesia

Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada yang

tidak pernah merokok (BI = 0), perokok ringan (BI 1-399)

dan perokok berat (BI ≥ 400) berturut turut adalah 24,9%;

32,5% dan 38,7%. Uji Chi-Squaremenunjukkan bahwa nilai

P <0,005. Perbedaan prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥

8) antara kelompok dengan intensitas merokok yang

berbeda, yang tidak pernah merokok (BI = 0), perokok

ringan (BI 1-399) dan perokok berat (BI ≥ 400) didukung

oleh bukti yang kuat. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi intensitas merokok (BI), semakin

tinggi risiko untuk menderita karies gigi parah.

5.3 Distribusi adjusted OR karies gigi parah menurut

karakteristik sosiodemografik, perilaku kesehatan

Walau pada saat seleksi kandidat letak hunian lolos

untuk ikut serta dalam analisis multivariat, pada analisis

multivariate tahap pertama ditemukan bahwa letak hunian

(kota atau desa) tidak memiliki kontribusi terhadap

keparahan karies gigi sehingga tidak diikutkan pada analisis

multivariate tahap kedua (akhir). Model akhir yang

menggambarkan adjusted odds ratio karies gigi parah

Page 34: RINGKASAN DISERTASI

23

Universitas Indonesia

menurut karakteristik sosiodemografik, perilaku menggosok

gigi dan intensitas merokok disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Model akhir hubungan intensitas merokok (BI) dengan

karies gigi parah (DMT≥8) menurut faktor risiko- Riskesdas 2007

B S.E. df Sig Adjusted OR Kondisi air minum* (-)LKKTT/KFR 1a (+)LKKTT/KFR 0,84 0,078 1 0,000 2,32(1,99-2,71)b

Umur (tahun)* 45-49 1 50-54 0,56 0,024 1 0,000 1,74(1,66-1,83)

Status Sosial Ekonomi Kaya Kurang mampu 0,05 0,025 1 0,039 1,05(1,00-1,11)

Pendidikan* Lulus SLTA 1 Tidak lulus SLTA 0,33 0,037 1 0,000 1,39(1,30-1,50)

Pekerjaan* TNI/POLRI/PNS/Swasta 4 1 Pedagang/ Jasa/ dll 0,21 0,043 1 0,000 1,24(1,15-1,35) Buruh 0,30 0,049 1 0,000 1,30(1,18-1,43) Petani/ Nelayan 0,25 0.042 1 0,000 1,26(1,15-1,37) Tidak kerja 0,42 0,071 1 0,000 1,56(1,35-1,80)

Frek. gosok gigi* Tiap hari 1 Tidak tiap hari 0,75 0,044 1 0,000 2,11(1,94-2,30)

Intensitas merokok (BI)* Tak pernah (0) 2 0,000 1 Ringan (1-399) 0,37 0,027 1 0,000 1,45(1,37-1,53) Berat (≥ 400) 0,53 0,033 1 0,000 1,70(1,59-1,81)

a Klas rujukan b Angka didalam kurung adalah 95% confidence intervals *Berbeda bermakna dari kelas rujukan (reference class)-nya dengan P ˂ 0,005 (-)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya tidak dilaporkan memiliki

Kaasaman dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah (+)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya dilaporkan memiliki keasaman

dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah

Page 35: RINGKASAN DISERTASI

24

Universitas Indonesia

5.3.1 Hubungan variabel lain dan karies gigi parah

(DMFT ≥ 8).

Hubungan variabel selain intensitas merokok dan

keparahan karies gigi terlihat pada model akhir hasil analisis

multivariat tahap kedua/ akhir (tabel 5.2) sbb:

1) Dengan provinsi yang air minumnya tidak diLaporkan

memiliki Keasaman dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar

Fluor Rendah [(-)LKKT/KFR] sebagai rujukan, adjusted

OR karies gigi parah (DMFT ≥ 8) di provinsi yang air

minumnya di-Laporkan memiliki Keasaman dan kadar

Timah Tinggi / Kadar Fluor Rendah (+)LKKTT/KFR

adalah 2,32 (95% CI: 1,99-2,71)

2) Dengan umur 45-54 tahun sebagai rujukan, adjusted OR

karies gigi parah pada umur 50–54 tahun adalah 1,74

(95% CI: 1,66-1,83).

3) Dengan yang kaya sebagai rujukan, adjusted ORkaries

gigi parah yang kurang mampu adalah 1,05(95% CI:

1,00-1,11).

4) Dengan yang lulus SLTA sebagai rujukan, adjusted OR

karies gigi parah responden yang tidak lulus SLTA

adalah 1, 39 (95% CI: 1,30-1,50).

5) Dengan TNI/ POLRI/ PNS/ Swasta sebagai rujukan,

adjusted OR karies gigi parah pada (i) pedagang/

Page 36: RINGKASAN DISERTASI

25

Universitas Indonesia

penjual jasa/ lain lain; (ii) buruh, (iii) petani/ nelayan

dan (iv) tidak bekerja; berturut turut adalah 1,24 (95%

CI: 1,15-1,35); 1,30 (95% CI: 1,18-1,43); 1,26 (95% CI:

1,15-1,37) dan 1,56 (95% CI: 1,35-1,80).

6) Dengan yang menggosok gigi tiap hari sebagai rujukan,

adjusted OR karies gigi parah pada yang tidak tiap hari

gosok gigi adalah 2,11(95% CI: 1,94-2,30) .

5.3.2 Hubungan intensitas merokok dan karies gigi

parah (DMFT ≥ 8)

Setelah di-adjusted dengan semua variabel

independen selain intensitas merokok (Brinkman index/ BI),

dengan menggunakan yang tidak pernah merokok (BI = 0)

sebagai rujukan, OR karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada

perokok ringan (BI 1-399) adalah 1,45 (95% CI: 1,37 -1,53)

dan pada perokok berat (BI ≥ 400) adalah 1,70 (95% CI:

1,59- 1,81). Artinya, pada pria Indonesia, merokok berat

memang merupakan salah satu faktor risiko karies gigi

parah dan semakin berat intensitas merokoknya, makin

besar pula risikonya.

Page 37: RINGKASAN DISERTASI

26

Universitas Indonesia

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan

Dasar 2007, sebuah studi berbasis masyarakat berskala

nasional yang menggunakan ukuran sampel yang relatif

besar. Seperti yang dinyatakan oleh Goncalves dkk, ukuran

sampel yang lebih besar dapat memberikan ketepatan yang

lebih besar pada estimasi (Gonçalves et al, 2012; Kelsey et

al, 1996 dan DSS Research, 2015). Responden Riskesdas

2007 dipilih oleh Biro Pusat Statistik sedemikian rupa

sehingga responden penelitian ini mewakili populasi

Indonesia sampai ke tingkat kabupaten.

Yang membuat penelitian ini berbeda dari penelitian

penelitian serupa sebelumnya adalah, variabel dependen

penelitian ini adalah keparahan karies gigi yang pada

penelitian ini didefinisi operasionalkan sebagai DMFT ≥ 8.

Variabel independen yang menjadi fokus perhatian ialah

intensitas merokok yang diukur dengan indeks Brinkman.

Pengukuran hubungan intensitas merokok dan keparahan

karies memberikan presisi pengukuran yang lebih akurat.

Efek merokok dilihat pada usia 45-54 tahun karena

diasumsikan perlu waktu yang panjang sampai terjadi efek.

Page 38: RINGKASAN DISERTASI

27

Universitas Indonesia

6.1 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan

penelitian disebabkan oleh pemakaian data sekunder. Tidak

seperti penelitian kohort -yang mampu untuk

membandingkan incidence rate dengan sangat presisi antara

yang terpapar dan tidak terpapar, penelitian ini menguji

hubungan longitudinal berbasis survei. Lama merokok

diukur berbasis pengakuan responden. Hal ini mengandung

bias ingatan. Namun demikian, hasil kajian konsisten

dengan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya. Tidak

seperti penelitian kohort yang mampu menghasilkan

pengukuran risiko (risiko relatif) dalam akurasi yang tinggi,

penelitian ini hanya mampu menghasilkan Odds Ratio atau

hanya sebagai perkiraan risiko relatif pada seberapa jauh

merokok berat menyebabkan karies gigi parah.

6.2 Gambaran umum tentang sampel responden

penelitian

Distribusi sampel penelitian 34.534 orang pria

Indonesia umur 45-54 tahun menurut tempat tinggal di kota

dan desa tidak berbeda dengan distribusi populasi dari

sensus. Begitu juga distribusi karakteristik lainnya. Hal itu

Page 39: RINGKASAN DISERTASI

28

Universitas Indonesia

menggambarkan bahwa sampel penelitian ini mewakili

penduduk secara nasional.

Mayoritas (75,5%) responden tidak lulus SLTA.

Proporsi terbesar (36%) responden adalah petani. Secara

sosial ekonomi sekitar 39,3% responden tergolong kurang

mampu. Sebanyak 31,4% responden memiliki DMFT ≥ 8

yang dijadikan cut off point karies gigi parah sedikit

dibawah rujukan literatur yang berpatokan pada sepertiga

(33%) teratas DMFT populasi penelitian (Malmo

University: Oral health data base- Significant Caries Index,

n.d.)

6.3 Hubungan antara faktor lain dan keparahan

karies gigi

Temuan bahwa Kalsel termasuk provinsi dengan prevalensi

karies gigi parah tertinggi konsisten dengan temuan oleh

Desai & Shaik (2013) yang mengatakan bahwa prevalensi

karies gigi lebih tinggi di daerah yang kadar fluor dalam air

minumnya dibawah kadar optimal (1 ppm). Temuan bahwa

umur lebih tinggi, lebih tinggi pula prevalensi karies gigi

parahnya juga selaras dengan laporan NICDR (2006) dan

Page 40: RINGKASAN DISERTASI

29

Universitas Indonesia

Zubiene et al (2009), tetapi umur merupakan faktor risiko

yang tidak dapat dimodifikasi.

Dalam penelitian ini, ditemukan perbedaan yang

signifikan antara prevalensi karies gigi parah pada individu

yang kurang mampu (33,8%) dan pada individu yang kaya

(29,8%). Temuan ini sejalan dengan temuan Perera &

Ekanayake (2008) yang menyatakan prevalensi karies gigi

menurun dengan meningkatnya status sosial ekonomi.

Temuan bahwa responden yang tidak lulus SLTA

memiliki prevalensi karies gigi parah (34,4 %) yang lebih

tinggi dibandingkan yang lulus SLTA (22,3%) juga

sejalan dengan temuan Zini (2012) yang mengatakan

pendidikan rendah merupakan salah satu social determinant

yang kuat atas karies gigi karena pendidikan yang rendah

berpengaruh pada perilaku kesehatan yang buruk,

selanjutnya hal itu berpengaruh terhadap status kesehatan

gigi yang rendah.

Dalam penelitian ini, prevalensi karies gigi parah

(DMFT ≥ 8) pada buruh (34,5%) dan petani/ nelayan (34,8

%) secara signifikan lebih tinggi dibanding TNI/ POLRI/

PNS/ Swasta yang prevalensinya hanya 22 %. Temuan ini

sejalan dengan temuan Duraiswamy et al (2008) yang

Page 41: RINGKASAN DISERTASI

30

Universitas Indonesia

menyatakan prevalensi karies gigi pekerja informal (buruh)

lebih tinggi dari prevalensi karies gigi populasi umum.

Dalam penelitian ini, prevalensi karies gigi parah

pada responden yang tidak tiap hari menggosok gigi

(51,4%) secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang

menggosok tiap hari (29,9%). Temuan ini sejalan dengan

temuan Zubiene et al (2009) yang menyatakan bahwa

pengalaman karies gigi individu yang menyikat gigi dua kali

sehari secara signifikan lebih rendah dibandingkan mereka

yang menyikat gigi hanya sekali sehari atau kurang dari

sekali sehari.

6.4 Hubungan antara merokok berat dan keparahan

karies gigi

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa prevalensi

karies gigi parah meningkat bersamaan dengan

meningkatnya intensitas merokok. Prevalensi karies gigi

parah pada yang tidak pernah merokok, perokok ringan dan

perokok berat berturut turut adalah 24,9%; 32,5% dan

38,7% (tabel 5.1). Temuan ini sejalan dengan temuan

Campus et al (2011), Gordan et al (2011) dan Du et al

(2009) bahwa prevalensi karies gigi pada perokok lebih

tinggi dibandingkan pada yang tidak pernah merokok.

Page 42: RINGKASAN DISERTASI

31

Universitas Indonesia

Penelitian ini juga menemukan bahwa adjusted OR

karies gigi parah pada perokok ringan dan berat adalah 1,45

(95% CI: 1,37-1,53) dan 1,70 (95% CI: 1,59-1,81)

dibanding yang tidak pernah merokok. Temuan ini

mengkonfirmasi bahwa merokok berat merupakan salah satu

faktor risiko karies gigi parah, dan makin berat intensitas

merokok, makin besar risiko mengalami karies gigi parah.

Besaran adjusted OR karies gigi parah perokok berat

hasil analisis penelitian ini lebih tinggi dari besaran

adjusted OR karies gigi perokok hasil analisis penelitian

Musadad & Irianto (2009) yang menemukan bahwa, jika

dibandingkan dengan bukan perokok, OR karies gigi untuk

perokok di Provinsi Bangka Belitung adalah 1,27 (95% CI:

1,12-1,44) dan di Nusa Tenggara Barat 1,13 (95% CI: 1,05-

1,21). Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain

penelitian ini hanya menggunakan responden pria, rentang

umur responden dibatasi 45-54 tahun, menggunakan

Brinkman index untuk ukuran intensitas merokok dan

dependen variabelnya adalah karies gigi parah (DMFT ≥ 8).

Sementara Musadad & Irianto (2009) selain menggunakan

responden pria juga mengikut sertakan responden wanita,

tidak memakai Brinkman index untuk ukuran intensitas

Page 43: RINGKASAN DISERTASI

32

Universitas Indonesia

merokok dan dependen variabelnya adalah karies gigi

(DMFT ≥ 1).

Walaupun fokus utama penelitian ini adalah

mengkaji hubungan intensitas merokok dengan keparahan

karies gigi tanpa menghiraukan jenis tembakau atau rokok

yang dihisap responden namun, mengingat jenis tembakau

atau rokok yang biasa dikonsumsi mayoritas perokok pria

Indonesia adalah rokok kretek, temuan yang ada pada

penelitian ini secara umum berlaku pula bagi penghisap

rokok kretek.

.

6.5 Konsekwensi untuk sistim kesehatan dan

asuransi kesehatan nasional

Secara ekonomi karies gigi parah juga bisa menguras

biaya perawatan yang sebenarnya tidak perlu. Prevalensi

karies gigi parah yang tinggi pada penduduk Indonesia pada

gilirannya dapat membebani Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS). Oleh sebab itu Indonesia perlu meneladani

Swedia yang berhasil mengendalikan prevalensi karies gigi

dengan cara institusi pelayanan kesehatan giginya lebih

mengutamakan tindakan pencegahan karies gigi dari pada

tindakan invasif (Packington, 2008).

Page 44: RINGKASAN DISERTASI

33

Universitas Indonesia

Indonesia juga perlu meneladani Belanda yang

meng-introduksi sistim re-imbursement baru dengan

memperkenalkan paket perawatan yang disebut pay-for-

performance (PFP). Dalam sistim PFP, remunerasi untuk

pemberi pelayanan kesehatan gigi dikaitkan dengan kualitas

pelayanan yang diberikan dokter gigi. Dokter gigi diberi

imbalan yang baik jika menerapkan pencegahan perorangan

(Dentistry IQ Editor, nd).

Merokok aktif maupun pasif juga berisiko sejumlah

penyakit tidak menular utama dan kematian dini yang

diakibatkannya. Secara kumulatif beban biaya perawatan

penyakit akibat merokok di Indonesia sangat besar, sehingga

sangat membebani BPJS jika upaya pengendalian tembakau

tidak dilakukan dengan komprehensif.

Untuk mengatasi beban kesehatan dan beban ekonomi

akibat penyakit yang berkaitan dengan merokok di

Indonesia, sistem kesehatan nasional perlu memperkuat

tindakan preventif. Dalam rangka memperkuat tindakan

preventif itulah, Indonesia perlu segera meratifikasi WHO

FCTC dan menerapkan strategi MPOWER (WHO, 2007;

WHO: MPOWER brochures and resources, 2009).

Layanan bantuan berhenti merokok perlu menjadi

bagian integral dalam sistim pelayanan kesehatan di

Page 45: RINGKASAN DISERTASI

34

Universitas Indonesia

Puskesmas dan Rumah Sakit Rumah Sakit Indonesia. Upaya

memperingatkan bahaya memakai merokok juga perlu lebih

digiatkan melalui lebih banyak saluran. Dan agar upaya

peringatan bahaya merokok itu efektif, iklan dan promosi

tembakau perlu dilarang total di Indonesia.

Menaikkan pajak tembakau sedemikian rupa agar harga

rokok nyata tak terjangkau oleh anak anak anak dan orang

miskin perlu dilakukan untuk mencegah kelompok rentan ini

menjadi pecandu rokok. Hal ini terutama penting mengingat

harga rokok di Indonesia relatif murah, dan anak anak serta

orang miskin dengan mudah membeli dengan cara ketengan.

Untuk mengendalikan wabah merokok, Indonesia juga

perlu mengendalikan pasokan tembakau. Pemerintah

Indonesia perlu melarang atau setidaknya membatasi dengan

ketat impor tembakau seperti yang dilakukan Thailand,

Brunei Darussalam, dan Amerika Serikat (Frankel, 1996;

Constitution of Brunei Darussalam, 2005; White House,

2009; Wuertenberg, 2009; HM Government: A radical new

approach for public health, 2011; U.S. FDA: Overview of

the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act,

2014;).

Setelah menerapkan kebijakan kebijakan diatas,

akhirnya Indonesia juga perlu menerapkan kebijakan lain

Page 46: RINGKASAN DISERTASI

35

Universitas Indonesia

untuk mengurangi atau men-stop pasokan tembakau, yaitu

mendorong dan memfasilitasi petani tembakau lokal untuk

beralih ke tanaman pangan bergizi atau tanaman lain yang

memiliki nilai komersiil tapi tidak merusak kesehatan

seperti yang dilakukan di Bangladesh, di Cina dan di

Pakistan, (Kuperstein, 2008; UBINIG: Policy Research for

Development Alternative, 2011; FCTC Org., 2013; WHO:

Study group on economically sustainable alternatives to

tobacco growing, 2008).

6.6 Implikasi kebijakan

6.6.1 Sumbangan untuk Kebijakan

Bukti temuan ini menjadi masukan penting dalam

penyusunan strategi kebijakan. Selain perlu meratifikasi

FCTC, Indonesia juga perlu meneladani Amerika Serikat

yang sejak tahun 2010 telah menjadikan pemakaian

tembakau sebagai salah satu Indikator Kesehatan Utama/

IKU (U.S. Dept. of Health and Human Services: Leading

health indicators, 2010).

Dengan meratifikasi FCTC dan menetapkan

pemakaian tembakau sebagai salah satu IKU, sebagai

konsekwensinya, Kementerian Kesehatan R.I. akan

Page 47: RINGKASAN DISERTASI

36

Universitas Indonesia

menetapkan target untuk meningkatkan peran SDM bidang

kesehatan dalam mengendalikan wabah tembakau di

Indonesia dengan cara meningkatkan cakupan (coverage)

penapisan (skrining) pemakaian tembakau dan konseling

berhenti merokok dalam berbagai setting perawatan

kesehatan- termasuk dokter gigi atau tim kesehatan giginya-

dalam setting perawatan kesehatan gigi.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlu

melakukan baseline survey, saat ini berapa persen dokter

dan dokter gigi atau tim kesehatannya di Indonesia yang

biasa atau selalu melakukan penapisan (skrining) merokok

dan konseling berhenti merokok. Kemudian, berdasarkan

temuan survey tsb, Kementerian Kesehatan perlu

menetapkan target peningkatan persentase dokter dan dokter

gigi atau tim kesehatan nya yang melakukan skrining dan

konseling berhenti merokok tersebut dalam waktu 5 tahun

kedepan.

Pencapaian target ini perlu ditinjau dan ditingkatkan

secara periodik sampai semua dokter dan dokter gigi atau

tim kesehatannya di Indonesia menjadikan skrining dan

konseling berhenti merokok sebagai sebuah prosedur yang

biasa atau selalu dilakukan ketika menangani pasien yang

datang ke rumah sakit, puskesmas atau praktek pribadi. Jika

Page 48: RINGKASAN DISERTASI

37

Universitas Indonesia

diperlukan Kementerian Kesehatan dan para pakar bidang

ini menyelenggarakan loka karya atau pelatihan untuk

meningkatkan keterampilan para dokter, dokter gigi atau tim

kesehatannya dalam melakukan penapisan merokok dan

konseling berhenti merokok.

6.6.2 Kebijakan Promosi Kesehatan

Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan,

Republik Indonesia, Bidang Promosi Kesehatan Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, dan LSM-LSM yang

mempromosikan kesehatan dan concern di bidang

pengendalian tembakau, didalam membuat bahan bahan

edukasi masyarakat tentang bahaya merokok, perlu

menambahkan informasi bahwa merokok merupakan salah

satu faktor risiko karies gigi, dan semakin berat intensitas

merokoknya makin besar risiko menderita karies gigi parah.

Demikian pula para professional kesehatan lain, dokter

umum, perawat umum, petugas Puskesmas dan Rumah sakit

dengan menambahkan informasi mengenai hal tersebut.

6.6.3 Kebijakan untuk profesi kesehatan gigi

Dalam konteks mencegah merokok untuk mencegah

penyakit penyakit yang diakibatkannya, mahasiswa Fakultas

Page 49: RINGKASAN DISERTASI

38

Universitas Indonesia

Kedokteran Gigi di Indonesia perlu dididik mempraktekkan

Common Risk Factor Approach/ CRFA (Oswal, 2010;

Sheiham: Oral health, general health and quality of life,

2005, Watt: Strategies and approaches in oral disease

prevention and health promotion, 2005). Mereka perlu

dididik untuk terbiasa atau selalu melakukan penapisan

(skrining) untuk mengetahui apakah pasiennya merokok

atau tidak, dan dididik untuk selalu melakukan konseling

berhenti merokok bila pasiennya merokok.

Para dokter gigi Indonesia perlu menjadi panutan

(role model) tidak merokok yang baik untuk masyarakat

Indonesia agar pesan pesan tentang bahaya merokok bagi

kesehatan lebih efektif dalam upaya merubah bangsa

Indonesia dari bangsa perokok menjadi bangsa bukan

perokok lebih mudah tercapai.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia perlu berkerja sama

dengan Organisasi Profesi Kesehatan lain untuk terus

menekan DPR R.I. agar meratifikasi FCTC kedalam hukum

nasional Indonesia dan meminta Permerintah R.I.

menerapkan strategi yang terbukti efektif untuk

mengendalikan permintaan dan pasokan tembakau.

Page 50: RINGKASAN DISERTASI

39

Universitas Indonesia

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam penelitian ini penulis telah menganalisis

hubungan antara intensitas (berat ringannya) merokok pada

pria Indonesia umur 45 – 54 tahun dengan keparahan karies

gigi setelah faktor faktor risiko yang lain dikendalikan dan

kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

7.1 Kesimpulan

Pada pria Indonesia, prevalensi karies gigi parah

(DMFT ≥ 8) berbeda antara yang tidak pernah merokok,

perokok ringan dan perokok berat. Semakin tinggi intensitas

merokok, makin tinggi pula prevalensi karies gigi parahnya.

Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada yang tidak

pernah merokok (BI = 0), perokok ringan (BI 1-399) dan

perokok berat (BI ≥ 400) berturut turut adalah 24,9%;

32,5% dan 38,7%. Dibandingkan dengan yang tidak pernah

merokok, OR karies gigi parah pada perokok ringan 1,45

(95% CI: 1,37-1,53) dan pada perokok berat adalah dan 1,70

(95% CI:1,59-1,81). Temuan ini mengkonfirmasi hipotesis

bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko karies

Page 51: RINGKASAN DISERTASI

40

Universitas Indonesia

gigi parah pada pria Indonesia dan semakin berat intensitas

merokoknya, semakin besar pula risikonya,

7.2 Saran

1. Dalam rangka mengurangi beban kesehatan maupun

beban ekonomi yang disebabkan penyakit penyakit

yang berkaitan dengan merokok, termasuk karies

gigi parah akibat merokok berat, Indonesia perlu

memperkuat tindakan preventif.

2. Tindakan preventif tersebut mencakup ratifikasi

FCTC, implementasi strategi kebijakan MPOWER

dan pengendalian pasokan tembakau

3. Sistim pelayanan kesehatan gigi yang lebih

berorientasi ke pencegahan daripada tindakan invasif

yang telah terbukti dapat menurunkan prevalensi

karies gigi perlu diteladani Indonesia.

4. Indonesia juga perlu meneladani Belanda yang meng-

introduksi sistim re-imbursement dimana dokter gigi

diberi imbalan yang baik jika menerapkan

pencegahan perorangan guna mendorong mereka

lebih berorientasi ke pencegahan karies gigi dari

pada tindakan invasif.

Page 52: RINGKASAN DISERTASI

41

Universitas Indonesia

5. Indonesia perlu menjadikan pemakaian tembakau

sebagai salah satu Indikator Kesehatan Utama agar

Kementerian Kesehatan R.I. memiliki dasar kuat

untuk menetapkan target peningkatan peran SDM

bidang kesehatan dalam mengendalikan wabah

tembakau di Indonesia dengan cara meningkatkan

cakupan (coverage) penapisan (skrining) pemakaian

tembakau dan konseling berhenti merokok dalam

berbagai setting perawatan kesehatan- termasuk

dokter gigi atau tim kesehatan giginya- dalam setting

perawatan kesehatan gigi.

6. Secara individual, skrining untuk menyelidiki apakah

pasien giginya adalah perokok, dan konseling

berhenti merokok jika pasiennya perokok perlu

menjadi suatu prosedur standar yang biasa atau

selalu dilakukan oleh dokter gigi Indonesia didalam

merawat pasiennya.

7. Secara kolektif, PDGIperlu bekerja sama dengan

profesional kesehatan lain, mendorong DPR RI

meratifikasi WHO FCTC dan mendorong

Pemerintah Republik Indonesia untuk menerapkan

strategi MPOWER di Indonesia.

Page 53: RINGKASAN DISERTASI

42

Universitas Indonesia

Kepustakaan Aggarwal, P., Varshney, S., Kandpal, S., & Gupta, D. (2014 Jul-

Sep). Tobacco Smoking Status as Assessed by Oral Questionnaire Results 30% Under-reporting by Adult Males in Rural India: A Confirmatory Comparison by Exhaled Breath Carbon Monoxide Analysis. J Family Med Prim Care. 3 (3) , 199–203.

Agtini, M. (2009, Sept). Pola Status Kesehatan Gigi dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Tahun 1990-2007. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 19 (3) , 144-53.

Ahsan, A. e. (2009 ). Fakta Tembakau: Permasalahannya di Indonesia. Jakarta : Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Pp. 1,47.

Al-Darwish, M., El-Ansarib, W., & Bener, A. (July 2014). Prevalence of dental caries among 12–14 year old children in Qatar. The Saudi Dental Journal , 26 (3),115–25.

Al-Habashneh, R., Al-Omari, M., & Taani, D. (2009, Feb). Smoking and caries experience in subjects with various form of periodontal diseases from a teaching hospital clinic. Int J Dent Hyg. 7 (1) , 55-61.

Amarasena, N., & Ha, D. (2012, Sep 12). Fissure sealant use among children attending school dental services: Child Dental Health Survey Australia 2008. Retrieved Jul 6, 2014, from http://www.aihw.gov.au: http://www.aihw.gov.au/publication-detail/?id=10737422883

American Academy of Pediatric. (n.d.). Dental Caries Etiology and Pathophysiology. Retrieved Mar 20, 2013, from http://www2.aap.org: http://www2.aap.org/ORALHEALTH/pact/ch4_sect1.cfm

Ariningrum, R. (2012, Apr). Profil Kesehatan gigi penduduk usia 12 tahun keatas di Indonesia tahun 2007. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 15 (2) , 126–32.

Ariningrum, R., & Indriasih, E. (2006, Oct). Hubungan, pengetahuan, sikap dan perilaku karies gigi terhadap indeks DMF-T pada siswa SD di daerah kumuh dan tidak kumu

Page 54: RINGKASAN DISERTASI

43

Universitas Indonesia

kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 9 (4) , 198-202.

Armfield, J. M., Spencer, A., Roberts-Thomson, K., & Plastow, K. (2013, Mar). Water Fluoridation and the Association of Sugar-Sweetened Beverage Consumption and Dental Caries in Australian Children. Am J Pub Health. 103 (3) , 494-500.

Arora, M., Schwarz, E., Sivaneswaran, S., & Banks, E. (2010, Oct). Cigarette Smoking and Tooth Loss in a Cohort of Older Australians : The 45 and Up Study. JADA .141 (10) , 1242-9.

Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes R.I. (2013). Pokok pokok Hasil Riskesdas Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes R.I. Pp 11.

Badan Pusat Statistik. (2010). Jumlah dan Distribusi Penduduk Indonesia - 2010. Retrieved May 21, 2015, from http://sp2010.bps.go.id/: http://sp2010.bps.go.id/

Bappenas; BPS; UNFPA. (2013). Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Pp. 55.

Becker, T., Levin, L., Shochat, T., & Einy, S. (2007, May). How much does the DMFT index underestimate the need forrestorative care? J Dent Edu. 71 (5) , 667-81.

BUGAUP.ORG. (2014, November (updated)). NOT A GROUP - A MOVEMENT. Retrieved Feb 14, 2015, from http://bugaup.org/: http://bugaup.org/

Campus, G., Cagetti, M. G., Senna, A., Blasi, G., Mascolo, A., Demarchi, P., et al. ((2011, Apr)). Does smoking increase risk for caries? A cross-sectional study in an Italian military academy . Caries Res. 45 (1) , 40-6.

Canadian Lung Association. (n.d.). Facts about smoking - How people get addicted. Retrieved Aug 23, 2013, from http://www.lung.ca: http://www.lung.ca/protect-protegez/tobacco-tabagisme/facts-faits/addicted-dependant_e.php

Chandra, A. (2012, Aug 1). How Smoking Affects the Mouth. (Dentist, Whitfords Dental Centre and Editorial Advisory Board Member of the Virtual Dental Centre) Retrieved Sept 20, 2014, from http://www.myvmc.com:

Page 55: RINGKASAN DISERTASI

44

Universitas Indonesia

http://www.myvmc.com/lifestyles/how-smoking-affects-the-mouth/

Chapman, S. (1996). Civil Disobedience: The Case of BUGA UP. Tobacco Control (5) , 179-85.

Constitution of Brunei Darussalam. (2005, Jun 28). Tobacco Order. Retrieved Feb 12, 2015, from http://www.wipo.int: http://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/bn/bn028en.pdf

Costa, S., Vasconcelos, M., A Haddad, J., & NG Abreu, M. (2012). The severity of dental caries in adults aged 35 to 44 years residing in the metropolitan area of a large city in Brazil: a cross-sectional study. BMC Oral Health. (12) , 25 .

Cypriano, S., Hoffmann, R. H., de Sousa, M. L., & Wada, R. S. (Jul/Aug 2008). Dental caries experience in 12 year old schoolchildren in Southeastern Brazil. J. Appl. Oral Sci. (16) : 4 .

De Clerck, D., Leroy, R., Martens, L., Lesaffre, E., Garcia-Zattera, M., Vanden Broucke, S., et al. (2008). Factors associated with prevalence and severity of caries experience in preschool children. Community Dent Oral Epidemiol. 36 (2) , 168-78.

De Soet, J., Van Gemert-schriks, M., Laine, M. L., Van Amerongen, W., Morré, S., & Van Winkelhoff, A. (2008). Host and microbiological factors related to dental caries development. Caries Res. 42 (5) , 340-7.

Dentistry IQ Editors. (n.d.). Seventy percent fewer cavities in children is feasible. Retrieved Jul 7, 2014, from http://www.dentistryiq.com: http://www.dentistryiq.com/articles/2013/06/seventy-percent-fewer-cavities-in-children-is-feasible.html

Desai, V. C., & Shaik, H. S. (2013). Prevalence of dental caries at different levels of fluoride ion concentrations among the school children in Nalgonda district. International Journal of Current Research and Review , 5 (5): 135.

Difranza, J. R., Wellman, R. J., & Savageau, J. A. (2012 ). Does progression through the stages of physical addiction indicate increasing overall addiction to tobacco? . Psychopharmacology , 219 (3), 815-22. .

Page 56: RINGKASAN DISERTASI

45

Universitas Indonesia

Ditmyer, M., Dounis, G., Mobley, C., & Schwarz, E. (2010). A case-control study of determinants for high and low dental caries prevalence in Nevada youth. BMC Oral Health. 10 (24) .

Djutaharta, T., Thabrany, H., Sung, H. Y., Ong, M. K., & Hu, T. W. (2012). Health-care Cost of Tobacco Related Diseases in Indonesia. In H. Thabrany, & P. Sarnantio, Indonesia The Heaven for Cigarette Companies The Hell for the People (pp. 61-86). Depok: Faculty of Public Health Universitas Indonesia.

Do, L. (2009). Smoking and Oral Health - Working paper No. 14 to the Oral Health Promotion Clearinghouse Workshop on Oral Health Messages for Australia 30 November - 1 December 2009. Adelaide: Australian Research Centre for Population Oral Health, The University of Adelaide.

DSS Research. (2015). Statistical Power Calculator : Percentage, Two Sample. Retrieved Mar 1, 2015, from https://www.dssresearch.com: https://www.dssresearch.com/KnowledgeCenter/toolkitcalculators/statisticalpowercalculators.aspx

Du, M. Q., Jiang, H., Tai, B. J., Wu, B., & Bian, Z. (2009). Root Caries Patterns and Risk Factors of Middle-aged and Elderly People in P.R. China. Com Dent and Oral Epid. 37 (3) , 260-266.

Duraiswamy, P., Kumar, T., Dagli, R., Chandrakant, & Kulkarni, S. (2008). Dental caries experience and treatment needs of green marble mine laborers in Udaipur district, Rajasthan, India. Indian J Dent Res , 331-4.

Dye, B., Li, X., & Beltrán-Aguilar, E. (2012, May). Selected Oral Health Indicators in the United States, 2005–2008. (NCHS Data Brief. Number 96) Retrieved Oct 25, 2012, from http://www.cdc.gov: http://www.cdc.gov/nchs/data/databriefs/db96.htm

Emhary. (2010, Oct 22). SP3 Penghilangan Ayat Tembakau Dinilai Janggal. Retrieved Jun 21, 2014, from http://www.advokatmuhammadjoni.com:

Page 57: RINGKASAN DISERTASI

46

Universitas Indonesia

http://www.advokatmuhammadjoni.com/berita/berita-baru/2-sp3-penghilangan-ayat-tembakau-dinilai-janggal.html

FCTC Org. (2013, Feb 13). Tobacco farmers switching to alternatives. Retrieved Feb 11, 2015, from http://www.fctc.org : http://www.fctc.org/fca-news/alternative-livelihoods-and-environments/1008-tobacco-farmers-switching-to-alternatives

Fisher, J., & Glick, M. (June, 2012). Editorial - A new model for caries classification and management - The FDI World Dental Federation Caries Matrix. JADA , 143 (6) : 546 - 51.

Frankel, G. (1996, Nov 18). Thailand Resists U.S. Brand Assault. Washington Post , p. A01.

Fujinami, Y., Nakano, K., Ueda, O., Ara, T., Hattori, T., Kawakami, T., et al. (2011). Dental Caries Area of Rat Molar Expanded by Cigarette Smoke Exposure. Caries Research. 45 , (6), 561-7.

García-Cortés, J., Medina-Solís, C., Loyola-Rodriguez, J., Mejía-Cruz, J., Medina-Cerda, E., Patiño-Marín, N., et al. (2009). Dental caries' experience, prevalence and severity in Mexican adolescents and young adults. Rev. salud pública. 11 (1) , 82-91.

García-Godoy, F., & Hicks, M. (2008, May). The role of dental biofilm, saliva and preventive agents in enamel demineralization and remineralization. JADA. 139 suppl 2 , 25S-34S.

Gonçalves, J., Paula, J., Ambrosano, G., Mialhe, F., & Pereira, A. (2012). Cost Assessment of Epidemiologic Surveys in Dentistry. International Journal of Statistics in Medical Research. 1 , 55 - 9.

Gordan, V. V., Mc Edward, D. L., Garvan, C. W., Ottenga, M. E., & Harris, P. A. (2011, Mar 14 - 19). Association between patients' caries experience (DMFT) and demographic variables. Poster Session in International Association of Dental Research, 89th General Session and Exhibition, San Diego, California, USA.

Hamabe, A., Uto, H., Imamura, Y., Kusano, K., Mawatari, S., Kumagai, K., et al. (2011). Impact of cigarette smoking on

Page 58: RINGKASAN DISERTASI

47

Universitas Indonesia

onset of nonalcoholic fatty liver disease over a 10-year period. J Gastroenterol. 46 (6) , 769 - 78.

Higham, S. (2009). Caries Process and Prevention Strategies: The Agent. A Multi factorial disease. Retrieved Sep 24, 2014, from http://www.dentalcare.com: http://www.dentalcare.com/en-US/dental-education/continuing-education/ce369/ce369.aspx?ModuleName=coursecontent&PartID=2&SectionID=-1

HM Government. (2011). A radical new approach for public health. In DH, Healthy Lives Healthy People: Our Strategy for Public Health in England (p. 9). London: HM Government.

Hodbell, M., Petersen, P. E., Clarkson, J., & Johnson, N. (2003). Global goals for oral health 2020. International Dental Journal.53 , 285–8.

Hu, L., Sekine, M., Gaina, A., Wang, H., & Kagamimori, S. (2007). Nested case-control study on associations between lung function, smoking and mortality in Japanese population. Environ Health Prev Med. 12 (6) , 265-71.

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. (2009). Tobacco and Tuberculosis, Fact Sheet 07. Retrieved Jan 2, 2012, from http://www.theunion.org. http://www.tobaccofreeunion.org.: http://www.tobaccofreeunion.org/content/en/8/

Kallischnigg, G., Weitkunat, R., & Lee, P. (2008, May 1). Systematic review of the relation between smokeless tobacco and non-neoplastic oral diseases in Europe and the United States. Retrieved Jul 6, 2014, from http://www.biomedcentral.com: http://www.biomedcentral.com/1472-6831/8/13

Kelsey, J., Whittemore, A., Evans, A., & Thompson, W. (1996). Methods in observasional epidemiology. Chapter 12: Methods of sampling and estimation of sample size. New York: Oxford University Press. Pp. 311, 327 - 333.

Kemenkes R.I. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang

Page 59: RINGKASAN DISERTASI

48

Universitas Indonesia

Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Retrieved May 2014, 1, from http://www.depkes.go.id: http://www.depkes.go.id/downloads/InfoTerkini_PP109_2012_Tentang_Tembakau.pdf

Krikken, J. B., Zijp, J. R., & Huysmans, M. C. (2008, Sept). Monitoring dental erosion by colour measurement: An in vitro study. J Dent. 36 (9) , 731-5.

Kuperstein, A. (2008). Tobacco’s weakest link: Why Tobacco farmers are essentials in the fight against tobacco. Journal of Health Care Law & Policy, 11 , 103-24.

Lee, H., Choi, Y., Park, H., & Lee, S. (2012, Jul 28). Changing patterns in the association between regional socio-economic context and dental caries experience according to gender and age: A multilevel study in Korean adults. (International Journal of Health Geographics 2012, 11: 30) Retrieved Oct 27, 2012, from http://www.ij-healthgeographics.com: http://www.ij-healthgeographics.com/content/11/1/30

Lo, E. (2010, Dec 9). Caries Process and Prevention Strategies: Epidemiology. Pp 4. Retrieved Sept 24, 2014, from http://www.dentalcare.com: http://www.dentalcare.com/en-US/dental-education/continuing-education/ce368/ce368.aspx?ModuleName=introduction&PartID=-1&SectionID=-1

Lussi, A., Schlueter, N., Rakhmatullina, E., & Ganss, C. (2011, May). Dental Erosion - An Overview with Emphasis on Chemical and Histopathological Aspects. Caries Res. Suppl. S1 45 , 2-12.

Malmo University. (n.d.). Oral Health Data Base - Significant Caries Index (SiC Index). Retrieved Sept 24, 2014, from http://www.mah.se : http://www.mah.se/CAPP/Methods-and-Indices/for-Caries-prevalence/Significant-Caries-Index/

Mayo Clinic. (nd). Cavities or tooth decay : Symptoms. Retrieved Jul 1, 2014, from http://www.mayoclinic.org: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cavities/basics/symptoms/con-20030076

Page 60: RINGKASAN DISERTASI

49

Universitas Indonesia

Ministry of Health R.I. (2012). Global Adult Tobacco Survey (GATS): Indonesia Report 2011 - Excecutive Summary. Jakarta: MOH RI in collaboration with BPS Statistics Indonesia, WHO SEARO and CDC Foundation.

Moses, J. M., Rangeeth, B. N., & Gurunathan, D. (2011). Prevalence Of Dental Caries, Socio-Economic Status And Treatment needs of 15 years Old School Going Children Of Chidambaram. J Clin and Diag Res. 5 (1) , 146-51.

Musadad, A., & Irianto, J. (Sept, 2009). Pengaruh penyediaan air minum terhadap kejadian karies gigi usia 12 - 65 tahun di provinsi Kep. Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat (Analisis Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi Kesehatan. 8 (3) , 1032-46.

National Institute of Dental and Craniofacial Research (NIDCR), National Intitute of Health (NIH). (2005). Dental Caries (Tooth Decay) in Adults (Age 20 to 64). Retrieved Aug 20, 2014, from http://www.nidcr.nih.gov: http://www.nidcr.nih.gov/DataStatistics/FindDataByTopic/DentalCaries/DentalCariesAdults20to64.htm

Nelson, D., Mowery, P., Asman, K., Pederson, L., & O'Malley, P. (2008). Long-term trends in adolescent and young adult smoking in the united states: Metapatterns and implications. American Journal of Public Health , 98 (5), 905-15.

Nguyen, T., Witter, D., Bronkhorst, E., Truong, N., & Creugers, N. (2010, Mar 13). Oral health status of adults in Southern Vietnam - a cross-sectional epidemiological study. BMC Oral Health.10 (2) .

Notohartojo, I. T., Sulastri, M. A., Riyadina, W., & Nainggolan, O. (2011, Des). Nilai karies gigi pada karyawan kawasan Industri di Pulogadung Jakarta. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 21 (4) , 166-75.

Oswal, K. (2010). A common risk approach for oral health promotion and prevention . Indian J Dent Res. 21 , 157.

Packington, I. (2008, Nov 2). Successful Control of Dental Caries in Sweden Without Fluoridation. Retrieved Jul 7, 2014, from http://www.npwa.org.uk : http://www.npwa.org.uk/wp-content/uploads/2008/06/varmland_general_fin.pdf

Page 61: RINGKASAN DISERTASI

50

Universitas Indonesia

Perera, I., & Ekanayake, L. (2008). Social gradient in dental caries among adolescents in Sri Lanka. Caries Res. 42 (2) , 105-11.

Petersen, P. (2005). Sociobehavioural risk factors in dental caries – international perspectives. Community Dent Oral Epidemiol. 33 , 274–9.

Rad, M., Kakoie, S., Niliye-Brojeni, F., & Pourdamghan, N. (2010, Fall). Effect of Long-term Smoking on Whole-mouth Salivary Flow Rate and Oral Health. J Dent Res Dent Clin Dent Prospects. 4 (4) , 110-4.

Sheiham, A. (2005, Sept). Oral health, general health and quality of life. Bulletin of the World Health Organization. 83 (9) , 641 - 720.

Shelbourne Cliniic. (n.d.). Tooth Decay. Retrieved Jul 13, 2014, from http://shelbourneclinic.ie: http://shelbourneclinic.ie/advice/tooth-decay/

Sintawati, F. (2005). Studi Evaluasi Akhir Fluoridasi Air Minum di Kodya Banjarmasin - Abstrak. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I.

Surgeon General; Centers for Disease Control and Prevention (US); National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (US); Office on Smoking and Health (US). (2010). Chapter 3. Chemistry and Toxicology of Cigarette Smoke and Biomarkers of Exposure and Harm. In How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-Attributable Disease: A Report of the Surgeon General. Retrieved Aug 21, 2013, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK53014/

Sutiarto, F. (1999, June). The relationship between habitual clove cigarette smoking and a specific pattern of dental decay in male bus drivers in Jakarta, Indonesia. J Caries Res. 33 (3) , 248-50.

Tanaka, K., Miyake, Y., Sasaki, S., & Hirota, Y. (2012). Dairy products and calcium intake during pregnancy and dental caries in children. Retrieved Apr 17, 2013, from

Page 62: RINGKASAN DISERTASI

51

Universitas Indonesia

http://www.nutritionj.com: http://www.nutritionj.com/content/11/1/33

Terrades, M. C., Clarke, H., Mullally, B. H., & Stevenson, M. (2009). Patients' knowledge and views about the effects of smoking on their mouths and the involvement of their dentists in smoking cessation activities, British Dent J. 207 (E22). Retrieved Nov 1, 2013, from http://www.nature.com : http://www.nature.com/bdj/journal/v207/n11/full/sj.bdj.2009.1135.html

U.S. CDC. (2013). Preventing Dental Caries with Community Programs. Retrieved Sept 23, 2014, from http://www.cdc.gov: http://www.cdc.gov/oralhealth/publications/factsheets/dental_caries.htm

U.S. Departement of Health and Human Services. (2010). A Report of the Surgeon General: How Tobacco Smoke Causes Disease; What It Means to You. U.S. Departement of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health. Pp. 2-3.

U.S. Department of Health and Human Services. (2010). Leading Health Indicators and Objectives - Tobacco Use. Retrieved Mar 3, 2014, from http://www.healthypeople.gov: http://www.healthypeople.gov/2020/LHI/tobacco.aspx

U.S. FDA. (2013, Mar 21 (last updated)). Flavored tobacco. Retrieved Feb 15, 2015, from http://www.fda.gov: http://www.fda.gov/TobaccoProducts/ProtectingKidsfromTobacco/FlavoredTobacco/default.htm

U.S. FDA. (2014, Sept 9 (last updated)). Overview of the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act: Consumer Fact Sheet. Retrieved Feb 15, 2015, from http://www.fda.gov: http://www.fda.gov/tobaccoproducts/guidancecomplianceregulatoryinformation/ucm246129.htm

UBINIG - Policy Research for Development Alternative . (2011, Aug 8). International Conference on Shifting out of Tobacco. Retrieved Feb 11, 2015, from http://www.ubinig.org:

Page 63: RINGKASAN DISERTASI

52

Universitas Indonesia

http://www.ubinig.org/index.php/home/showAerticle/30/english

Vellappally, S., Fiala, Z., Smejkalová, J., Jacob, V., & Shriharsha, P. (2007, Sep). Influence of tobacco use in dental caries development. Cent Eur J Public Health. 5 , 116-21.

Warnakulasuriya, S., Dietrich, T., Bornstein, M., Peidró, E., Preshaw, P., Walter, C., et al. (2010). Oral health risks of tobacco use and effects of cessation. Inter Dent J. 60 , 7-30.

Watt, R. (2005). Strategies and approaches in oral disease prevention and health promotion. Bulletin of World Health Organization. 83 (9) , 711-8.

White House. (2009, Jun 22). President Obama Signs Kids Tobacco Legislation. Retrieved Feb 15, 2015, from http://www.whitehouse.gov : http://www.whitehouse.gov/video/President-Obama-Signs-Kids-Tobacco-Legislation/

WHO. (2007). About the WHO Framework Convention on Tobacco Control. Retrieved Aug 23, 2012, from http://www.who.int: http://www.who.int/fctc/about/en/index.html

WHO Int. . (2009). MPOWER brochures and other resources . Retrieved Aug 23, 2013, from http://www.who.int: http://www.who.int/tobacco/mpower/en/

WHO. (n.d.). Oral health information systems - Oral health surveillance. Retrieved Sept 26, 2014, from http://www.who.int : http://www.who.int/oral_health/action/information/surveillance/en/

WHO. (2012, April). Oral health, Fact Sheet No. 318. (World Health Organization) Retrieved Nov 22, 2012, from http://www.who.int: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs318/en/index.html

WHO. (2014). Risks to oral health and intervention. Retrieved Sep 24, 2014, from http://www.who.int: http://www.who.int/oral_health/action/risks/en/index1.html

Page 64: RINGKASAN DISERTASI

53

Universitas Indonesia

WHO. (2008). Study group on economically sustainable alternatives to tobacco growing (in relation to Articles 17 and 18 of the Convention). Retrieved Feb 11, 2015, from http://apps.who.int : http://apps.who.int/gb/fctc/PDF/cop3/FCTC_COP3_11-en.pdf

World Conference on Tobacco Or Health (WCTOH). (2015, Mar 21). Youth Resolution calls for No More Tobacco in 21st Century. Retrieved Jul 15, 2015, from http://www.wctoh.org: http://www.wctoh.org/updates/youth-resolution

Wuertenberg, B. (2009, Oktober 7). Government / FDA banned Clove cigarettes. Retrieved April 17, 2011, from http://food-and-drug-administration.pissedconsumer.com: http://food-and-drug-administration.pissedconsumer.com/government-fda-banned-clove-cigarettes-20091117162145.html.

Zheng, C. (2010, Dec.). The effect of cigarette smoking on the virulence of Streptococcus mutans caries and cardiovascular diseases. Doctor of Philosophy's thesis in the School of Dentistry - Indiana University. P. v (abstract). Indianapolis: School of Dentistry - Indiana University.

Zini, A., Sgan-cohen, H., & Marcenes, W. (2012). The social and behavioural pathway of dental caries experience among jewish adults in Jerusalem. Caries Res. 46 (1) , 47-54.

Zinser, V., Irigoyen, M., Rivera, G., Maupomé, G., Pérez, L., & Velázquez, C. (2008, Aug ). Cigarette smoking and dental caries among professional truck drivers in Mexico . Caries Res. 42 (4) , 255-62.

Zubiene, J., Milciuviene, S., & Klumbiene, J. (2009). Evaluation of dental care and the prevalence of tooth decay among middle-aged and elderly population of Kaunas city. Stomatologija. 11 (2) , 32-7.

Page 65: RINGKASAN DISERTASI

54 Universitas Indonesia

DAFTAR RIWAWAT HIDUP

drg. R. Wasis Sumartono SpKG

Informasi kontak

Email : [email protected] atau [email protected] HP: +62.81310673457 Tel Rmh: +6221.82422714 Alamat rmh: Blok AA5 No. 5 A Pondok Pekayon Indah Bekasi, Jawa Barat Indonesia Kode pos 17148 Website: https://www.facebook.com/wasis.sumartono

Informasi pribadi

Tempat lahir: Magelang – Jawa Tengah Tanggal lahir: 12 Februari 1957 (58 tahun) Gender: Pria Istri: Elly Miani Anak-anak:

1) R.R. Shinta Felisia SS. MHum. 2) R.B. Teguh Sulistiadi 3) R.R. Anita Septiani

Page 66: RINGKASAN DISERTASI

55 Universitas Indonesia

Pendidikan:

1) Dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran gigi, Universitas Indonesia. Masuk: 1978 Lulus : Januari 1984 . IPK: 2,3 .

2) Spesialis Konservasi Gigi (Endodontik) di Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Masuk: Juli 1987. Lulus : September 1989 . IPK: 2,7

Pengalaman kerja:

1) Dokter gigi Puskesmas di Jayapura – Papua (dulu Irian Jaya) Juni 1984 – Januari 1985 dan di Puskesmas Biak, Papua, Januari 1985 – April 1987.

2) Spesialis Konservasi Gigi (Endodontist) di RSU Dr. M. Djamil, Padang, Sumatera Barat, dari September 1989 sampai Juni 1994.

3) Peneliti Kesehatan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes R.I. Masuk Juni 1994 Pensiun: Maret 2013. (gol IV B)

Minat penelitian:

Setelah menjadi peneliti kesehatan, mengetahui bahwa

Penyakit Jantung telah jadi sebab kematian utama penduduk Indonesia dan merokok merupakan salah satu faktor risiko utama-nya, serta melihat prevalensi merokok pria Indonesia sangat tinggi, sejak tahun 1995 penulis memutuskan untuk memusatkan perhatian pada penelitian pengendalian tembakau (tobacco control research). Selain itu, penulis juga belajar membuat sejumlah video kampanye berhenti merokok yang penulis upload ke Youtube misalnya:

Page 67: RINGKASAN DISERTASI

56 Universitas Indonesia

1.Mengapa iklan dan promosi tembakau perlu dilarang total di Indonesia. http://www.youtube.com/watch?v=4LQfgw1sulc

2.Cara industri tembakau mencari untung. http://www.youtube.com/watch?v=QcX7fOcxbZw

3.Pesan dari Dobo.

http://www.youtube.com/watch?v=0Ibs-5PFdJg.

4.Kesaksian pasien kanker karena merokok http://www.youtube.com/watch?v=9MaDv-x8QSk

5.Wanita, Tembakau dan Kanker Paru.

http://www.youtube.com/watch?v=smVzy_IF7vg

6.Karies gigi yang berkaitan dengan merokok. http://www.youtube.com/watch?v=R_B-uvMPpho.

7.Funny Indonesian Quit Smoking Video by MUSA UP.

http://www.youtube.com/watch?v=Tx392xOcrdk.

8. Mengapa ummat Islam seharusnya tidak merokok. http://www.youtube.com/watch?v=ujsEJ4QRoWQ,

9.Merokok bukan budaya Islam.

http://www.youtube.com/watch?v=quN4kwdh8J8.

Page 68: RINGKASAN DISERTASI

57 Universitas Indonesia

Publikasi profesional

1) Sumartono, W. ; Sirait, A.M.; Holy, M and Thabrany, H; Smoking and Socio-Demographic Determinant of Cardiovascular Diseases among Males 45+ Years in Indonesia. Int. J. Environ. Res. Public Health 2011, 8(2), 528-539; http://www.mdpi.com/1660-4601/8/2/528

2) Estimation of total number of poor Indonesian males aged 45 years who suffered smoking related diseases, https://www.academia.edu/4368042/Estimation_of_total_number_of_poor_Indonesian_males_aged_45_years_290813

3) Sumartono, W.; Sirait, A.M.; Notosiswoyo, M. &

Oemijati, R. Effectiveness of a Health Education Intervention to Reduce High School Students who have intention to Smoke at the Age of 20 Years in Thabrany, H & Sarnantio, P (Ed): Indonesia : heaven for tobacco company, the hell for the people. http://tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2012/11/Indonesia-The-Heaven-for-Cigarette-Companies-amp-The.pdf Page 111-26.

4) Tobacco Epidemic and Child Abuse In Indonesia:

Ministry of Social Welfare Role and Responsibility, an oral presentation in The International Conference on Public Health Priorities in the 21st Century: The Endgame for Tobacco New Delhi, India 10-12 Sept. 2013. Respiratory Medicine Vol. 107 Supplement 1, Page S4. http://www.resmedjournal.com/search/quick