Upload
wasis-sumartono
View
306
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
i
UNIVERSITAS INDONESIA
INTENSITAS MEROKOK DAN KEPARAHAN
KARIES GIGI PADA PRIA INDONESIA
RINGKASAN DISERTASI
Dipertahankan di hadapan Senat Akademik Universitas Indonesia
pada hari Sabtu 25 Juli 2015 untuk memperoleh gelar Doktor dalam
bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Universitas Indonesia
dibawah pimpinan Rektor Universitas Indonesia
Prof. Dr. Ir Muhammad Anis M.Met
R. Wasis Sumartono NPM : 0806474262
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM DOKTOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK
25 Juli 2015
ii Universitas Indonesia
1) “Smoking is not an Islamic Culture” 2) “Smoking is against Islamic Teaching” 3) “Do what they (tobacco industries) oppose, not what they
agree to”
(Dikutip dari ceramah para pembicara International Seminar on Tobacco or Health, Bandar Seribegawan, Brunei Darussalam, 11-14 Juli 2002. Kutipan no. 1 &2 dari 2 pembicara perspektif Islam (ulama), dan no. 3 dari Prof. Prakit Vathesatogkit).
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Disertasi ini diajukan oleh : Nama : R. Wasis Sumartono NPM : 0806474262 Program studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul Disertasi : Intensitas Merokok dan Keparahan Karies Gigi pada Pria Indonesia Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI:
Promotor: Prof.dr. Hasbullah Thabrany, MPH.,Dr.PH. (………...)
Ko-Promotor: Dr.Drg. Ratna Meidiawaty SpKG (K) (…………)
Tim Penguji:
Prof. Dr. dr. Anhari Achadi SKM ScD Ketua (...…………) Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim MPH Anggota (…………..) Prof. dr. Sudiyanto Kamso SKM Anggota (…………..) Dr. Kodrat Pramudho SKM MKes Anggota (…………..) Dr. Dra. Rita Damayanti MSPH Anggota (…………..)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 25 Juli 2015
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR/ UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Ucapan dan rasa terimakasih yang tulus saya sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membimbing dan membantu penyelesaian disertasi ini, antara lain: 1. Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH., yang berkenan
menjadi Pembimbing dan Promotor, dimana beliau banyak meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing, mengarahkan dan memberi masukan yang berharga mulai dari proses penyusunan hingga penyelesaian disertasi ini.
2. Dr. Drg. Ratna Meidiawaty SpKG (K), selaku Ko-promotor yang telah banyak memberikan dorongan dan bimbingan, serta menjadi satu satunya ahli dibidang kedokteran gigi didalam tim penguji, sehingga penulis dapat masukan berharga dibidang ini untuk disertasi.
3. Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, Sc.D., yang telah bersedia menjadi Ketua Tim Penguji, dimana dengan pengalaman beliau dibidang penelitian kesehatan masyarakat dan di bidang pengendalian tembakau, dengan penuh kesabaran selalu membaca disertasi penulis dengan teliti, memberikan bimbingan dan masukan yang berharga, dari penyusunan hingga penyempurnaan disertasi.
4. Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim MPH., selaku penguji, dimana beliau selalu memberikan bantuan dan masukan yang berharga khususnya dari sudut pandang tata cara penulisan ilmiah dan epidemiologi demi kesempurnaan disertasi ini.
5. Prof. dr. Sudiyanto Kamso SKM, selaku penguji, yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang sangat berharga, baik dalam aspek biostatistik maupun dalam aspek penulisan ilmiah, demi kesempurnaan disertasi ini.
6. Dr. Kodrat Pramudho SKM. MKes, selaku penguji, yang telah selalu, meluangkan waktu untuk memberikan masukan
Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
untuk kesempurnaan disertasi dan memberi semangat untuk menyelesaikan disertasi ini.
7. Dr. Dra. Rita Damayanti MSPH., selaku penguji, yang telah selalu mendukung, baik secara moral bahkan secara material sejak penulis melakukan studi untuk disertasi di Gorontalo. Terima kasih juga karena selalu memberi kritik yang membangun, yang sangat berguna untuk penyelesaian disertasi ini.
8. Para kepala Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo, Prof. Dr. Sarson Waliyatimas Pomalato Mpd dan Prof. Dr. Ishak Isa, M.Si.; Para Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Dr. Andang Ilato dan Dr. Nurinda Rahim, para staf Dinas Kesehatan Gorontalo, utamanya pak Yusri Utina SPd, para kepala sekolah dan guru SMP dan SMA kota Gorontalo yang pada tahun 2009-2011 membantu penelitian pencegahan merokok melalui sekolah (Studi Remaja Gorontalo). Walau penelitian itu tak dapat digunakan untuk disertasi, tapi telah memperkaya pengalaman penulis dan dapat digunakan untuk presentasi poster di World Conference on Tobacco or Health 2012 Singapura.
9. Dr. dr. Trihono, MSc., mantan Kepala Badan Litbang Kesehatan, yang telah memberi ijin dan dukungan memakai data Riskesdas 2007 untuk disertasi ini.
10. drg. Agus Suprapto, M.Kes Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, mantan atasan penulis, para peneliti Senior, Prof. Drs. Wasis Budiarto, Dr. Tety Rachmawati dan rekan rekan peneliti di Pusat Humaniora yang lebih muda, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas dorongan semangatnya.
11. Seluruh teman-teman program Doktor angkatan 2008 (seperti Dr. Dwi Hapsari, Dr. Felly Senewe, Dr dr Hartati SpKJ, Dr. Emma Rachmawati, Miko Hananto, Feri Achmadi, Ahi Muhajir,dll) maupun rekan rekan yang lebih muda seperti Dr. Firzawati Hamadah, Maria Holy, Satria Pratama dll yang telah menjalani kebersamaan dan berjuang bersama untuk menyelesaikan pendidikan.
vi Universitas Indonesia
12. Ibunda tercinta Hj. R. Ngt. Kunsiyah (almarhumah) dan bapak tercinta H.R. Soetardjo Wirjopranoto (almarhum) yang berkat doa restunya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.
13. Istri saya tercinta, Elly Miani, yang telah banyak berkorban, penuh kesabaran membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Anak-anak saya yang saya sayangi (Shinta, Teguh dan Anita), yang penuh pengertian dan selalu mendukung dan mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan disertasi ini.
1. Keluarga besar Soetardjo Wirjopranoto atas dukungan doa dan dorongan semangat untuk tetap kuat dalam menyelesaikan studi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang memberikan bantuan dan dukungan untuk dapat menyelesaikan studi ini. Mohon maaf jika ada kesalahan dan kekhilafan, selama penulis menjalani pendidikan S3. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah membantu penulis. Aamiin YRA
Depok, 25 Juli 2015
Penulis
vii Universitas Indonesia
Nama : R. Wasis Sumartono Program Studi : Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul : Intensitas Merokok dan keparahan karies
gigi pada pria Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Di Indonesia, prevalensi karies gigi berkisar antara 85% - 99% dan 67.4% pria umur 15 tahun atau lebih merokok. Tujuan: Tujuan penelitian ini mengkaji hubungan keparahan karies gigi dan intensitas merokok pada pria Indonesia umur 45 – 54 tahun (n = 34.534), responden Riskesdas 2007. Metode: Pengalaman karies gigi (DMFT) dicatat oleh enumerator yang sudah dilatih. Enumerator juga mencatat karakteristik sosiodemografik (umur, pekerjaan, status sosial ekonomi, pendidikan) perilaku kesehatan gigi (gosok gigi) dan merokok responden. 31.4 % responden DMFT-nya ≥ 8, cut off point karies gigi parah dalam penelitian ini. Uji Chi-square digunakan untuk mendeteksi kemaknaan perbedaan prevalensi karies gigi parah pada intensitas merokok yang berbeda. Regresi logistik digunakan untuk meng-estimasi besarnya peran merokok berat pada keparahan karies gigi. Hasil: Prevalensi karies gigi parah pada yang tidak pernah merokok (BI=0), perokok ringan (BI 1-399) dan perokok berat (BI≥400) berturut turut adalah, 24,9 %; 32,5 % dan 38,7% (P <0,005). Dibanding yang tidak pernah merokok, adjusted OR karies gigi parah pada perokok ringan dan perokok berat adalah 1,45 (95% CI 1,37-1,53) dan 1,70 (95% CI: 1,59 – 1,81). Kesimpulan: Merokok merupakan salah satu faktor risiko karies gigi parah pada pria Indonesia dan semakin berat intensitas merokoknya, semakin besar pula risikonya. Saran: Para dokter gigi Indonesia, baik secara perorangan, maupun secara kolektif, perlu ambil bagian secara lebih sungguh sungguh dalam pengendalian tembakau. Kata kunci: intensitas merokok, keparahan karies gigi, pria Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2007.
viii Universitas Indonesia
Name : R. Wasis Sumartono Study Program : PhD in Public Health Title : Smoking intensity and dental caries
severity in Indonesian men
Abstract
Background: In Indonesia, dental caries the prevalence between 85% - 99% and 67.4% of males aged 15 years or older currently used tobacco. Objective: The aim of this study is to examine the association between dental caries severity and smoking intensity in 45 – 54 years old Indonesian males (n = 34.534), respondents of Basic Health Research 2007. Methods: The dental caries experience (DMFT) were recorded by well trained enumerators. In addition, the enumerators recorded sociodemographic characteristics (age, socio-economic status, education, job), tooth brushing and smoking behavior of respondents. 31.4 % of respondents have DMFT value ≥ 8, the cut off point of severe dental caries in this study. Chi-square test was used to detect significant difference on prevalence of severe dental caries between heavy among different smoking intensities. Logistic regression was used to estimate contribution of heavy smoking on dental caries severity. Result: The prevalence of severe dental caries on never smokers (BI=0), light smokers (BI 1-399) and heavy smokers (BI≥400) were 24,9 %; 32,5 % and 38,7% respectively (P <0,005). Compared to never smokers, the adjusted OR of light smokers and heavy smokers were 1,45 (95% CI 1,37-1,53) and 1,70 (95% CI: 1,59 – 1,81). Conclusion: Smoking is a risk factor of severe dental caries in Indonesian men and the hihger the intensity, the higher the risk. Recommendation: Indonesian dentists, individually and collectively have to take part more seriously in tobacco control. Key word: smoking intensity, dental caries severity, Indonesian men, Basic Health Research 2007
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN …………………………. ………. ... ii
KATA PENGANTAR/ UCAPAN TERIMA KASIH …………... iii
ABSTRAK ………………………………………………………… vii
ABSTRACT ……………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI ………………………………………………...……. ix
Tabel singkatan dan/ atau terjemahan ……………........................ xi
BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………….. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 4
BAB 3. KERANGKA KONSEP ………………………………… 10
3.1 Kerangka konsep ……………………………………………….. 7
3.2 Hipotesis ………………………………………………………. 12
BAB 4. METODE PENELITIAN …………………………………. 13
4.1 Sumber Data ……………………………………………………13
4.2 Kriteria inklusi dan eksklusi …………………………………. 13
4.3 Analisis Data ………………………………………………… 13
4.4 Cut off point karies gigi parah pada penelitian ini ……………. 14
BAB 5. HASIL ……………………………………………………. 17
5.1 Analisis univariat ………………………………………… 13
5.1.1 Karakteristik sosiodemografik …………………………… 13
5.1.2 Distribusi responden menurut kesehatan gigi dan
perilaku merokok …………………………………………. 14
5.2 Analisis bivariat ……………………………………………… 18
5.2.1 Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) menurut
provinsi ……………………… ……………………………. 18
5.2.2 Distribusi crude OR karies gigi parah menurut
…….. karakteristik sosiodemografk, perilaku kesehatan ……….. 20
x Universitas Indonesia
5.3 Distribusi adjusted OR karies gigi parah menurut
karakteristik sosiodemografik, perilaku kesehatan ………….. 22
5.3.1 Hubungan variabel lain dan karies gigi parah (DMFT ≥ 8) … 24
5.3.2 Hubungan intensitas merokok dan karies gigi parah (DMFT
≥ 8) …………………………………………………………. 25
BAB 6. PEMBAHASAN ………………………………………….. 26
6.1 Keterbatasan penelitian ……………………………………… 27
6.2 Gambaran umum tentang sampel responden penelitian ……... 28
6.3 Hubungan antara faktor lain dan keparahan karies gigi ……… 28
6.3 Hubungan antara merokok berat dan keparahan karies gigi …. 30
6.4 Konsekwensi untuk sistim kesehatan dan asuransi kesehatan
Nasional ………………………………………………………. 32
6.6 Implikasi kebijakan …………………………………………… 35
6.6.1 Sumbangan untuk kebijakan ……………………………….. 35
6.6.2 Kebijakan Promosi Kesehatan ………………………………. 37
6.6.3 Kebijakan untuk profesi kesehatan gigi …………………….. 37
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………….. 39
7.1 Kesimpulan …………………………………………………... 39
7.2 Saran …………………………………………………………. 40
Kepustakaan …………………………………………………….. 42
Daftar riwayat hidup penulis ……………………………………. 54
xi Universitas Indonesia
Tabel singkatan dan/ atau terjemahan Singkatan Arti Adjusted OR Adjusted Odds Ratio Riskesdas 2007 Riset Kesehatan Dasar 2007 BI Brinkman index BPJS Badan Pengelola Jaminan Sosial DMFT Decay Missing Filling Teeth CSC Cigarette Smoking Condensate CI Confidence Interval
FCTC Framework Convention on Tobacco Control
IKU Indikator Kesehatan Utama (Leading Health Indicators)
(+)LKKTT/KFR (Provinsi yang) Air Tanahnya di-laporkan memiliki Keasaman dan Kadar Timah Tingg/ Kadar Fluor Rendah
(-)LKKTT/KFR (Provinsi yang) Air Tanahnya tidak di-laporkan memiliki Keasaman dan Kadar Timah Tingg/ Kadar Fluor Rendah
MPOWER Monitor Protect Offer Warn Enforce and Raise
Non adjusted OR Non adjusted Odds Ratio OHS Oral Higiene Status OR Odds Ratio PAH polycyclic aromatic hydrocarbons RCI Root Caries Index SiC index Significant Caries index SFR Salifary Flow Rate SIDS Sudden Infant Death Syndrome SES Socio-Economic Status
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang,
Karies gigi adalah penyakit mulut yang paling tinggi
prevalensinya dan menjadi perhatian utama profesi
kesehatan gigi (Moses et al, 2011). Di Indonesia karies gigi
juga menjadi masalah terbesar diantara penyakit-penyakit
gigi dan mulut dengan prevalensi 85 % - 99 % di tahun 2007
(Agtini, 2009). Secara bersamaan, di Indonesia sebanyak
67,4 % pria umur 15 tahun keatas di tahun 2011
menkonsumsi rokok (Ministry of Health R.I., 2012).
Dari segi jumlah, Indonesia adalah konsumen rokok
terbesar ketiga dunia setelah Cina dan India (Djutaharta et
al, 2012). Tahun 2013, rata rata penduduk Indonesia umur
10 tahun keatas mengkonsumsi rokok 12,3 batang perhari
(Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes R.I.: Pokok pokok
hasil Riskesdas, 2013). Karena penduduk Indonesia umur 10
tahun keatas tahun 2013 berjumlah 201.892.000 jiwa
(Bappenas et al 2013), itu berarti konsumsi rokok penduduk
Indonesia tahun 2013 mencapai lebih dari 921 milyar
batang.
2
Universitas Indonesia
Merokok menyebabkan sejumlah kondisi oral seperti
perubahan warna gigi (staining) dan bau mulut, gangguan
proses kesembuhan luka (Terrades et al, 2009), penyakit
periodontal, pra-kanker dan tumor rongga mulut (Lamster &
Eaves (2011). Di Italia, prevalensi karies gigi lebih tinggi
pada perokok berat dibanding pada yang tak pernah
merokok (Campus et al, 2011). Di Meksiko dan AS
keterpaparan yang lebih besar pada tembakau secara
bermakna berhubungan dengan karies gigi (DMFT) yang
lebih tinggi atau lebih parah (Zinser et al, 2008; Gordan et
al, 2011)
Seberapa kuat hubungan antara konsumsi rokok dan
karies di Indonesia belum diketahui. Yang baru diketahui
adalah tingginya prevalensi merokok dan karies di
Indonesia.
1.2 Masalah penelitian
Belum diketahui/ dipublikasinya hubungan antara
intensitas merokok dan keparahan karies gigi menyebabkan
berbagai program pencegahan karies gigi kurang optimal.
Jika hubungan tersebut diketahui, maka strategi
penghematan biaya perawatan gigi dalam Jaminan
3
Universitas Indonesia
Kesehatan Nasional dapat disusun dengan efektif dan
efisien.
1.3 Pertanyaan penelitian
Apakah intensitas merokok yang tinggi atau
merokok berat merupakan faktor risiko karies gigi parah
pada pria Indonesia dan seberapa besar kontribusinya?
1.4 Tujuan penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengukur hubungan intensitas merokok yang tinggi dengan
risiko karies gigi parah pada pria Indonesia berusia 45 - 54
tahun setelah dikontrol dengan faktor faktor lain yang
diperkirakan berpengaruh pada status kesehatan gigi
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Faktor risiko karies gigi
Karies gigi adalah penyakit banyak faktor mencakup faktor
fisik dan biologik, morpologi dan komposisi gigi, bakteri
kariogenik dan keterpaparan fluor, gaya hidup dan faktor-
faktor perilaku, praktek higiene oral dan kebiasaan makan
dan status sosial (Tanaka et al, 2012). Faktor risiko
didefinisikan sebagai suatu faktor yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya dampak buruk. Rantai kejadian
yang menyebabkan karies gigi meliputi faktor proximal atau
sebab perilaku (faktor yang langsung menyebabkan karies
gigi) dan faktor distal atau sebab sosioekonomi yaitu faktor
yang melatar-belakangi perilaku (Petersen: Socio-behavioral
risk factors in dental caries, 2005) (Gambar 2.1).
5
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Model faktor risiko karies gigi yang diterapkan WHO Sumber: Petersen: Socio-behavioral risk factors in dental caries, 2005.
2.2 Teori merokok dan karies gigi
Rongga mulut merupakan titik kontak pertama unsur
kimia dari konsumsi tembakau, baik dalam bentuk yang
berasap maupun tanpa asap. Sebagian dampak buruk
6
Universitas Indonesia
pemakaian tembakau pada sejumlah kondisi mulut sudah
diakui (Do, 2009). Warnakulasuriya, et al 2010
menyebutkan adanya hubungan antara merokok dan karies
gigi, dimana dibandingkan dengan gabungan semua kategori
merokok, OR karies gigi untuk yang tidak pernah merokok
adalah 0,67 (95% CI 0,50 – 0,89). Sejumlah penulis
memiliki teori yang berbeda tentang proses hubungan rokok
atau tembakau dengan karies.
2.3.1 Merokok mengganggu fungsi saliva
Asap rokok merusak fungsi protektif saliva melawan
karies gigi. Perokok dan bukan perokok memiliki
kemampuan buffering (kemampuan menetralisir keasaman)
saliva yang berbeda. Kemampuan buffering saliva perokok
lebih rendah yang berdampak pada kerentanan terhadap
karies gigi (Warnakulasuriya, et al 2010). Merokok dalam
jangka panjang secara bermakna mengurangi Salivary Flow
Rate/ SFR (Laju Aliran Saliva) dan meningkatkan gangguan
oral dan dental berupa mulut kering, khususnya karies
servikal –selain dari gingivitis, kegoyangan gigi, kalkulus
dan halithosis (Rad et al, 2010).
7
Universitas Indonesia
2.3.2 Asap rokok meningkatkan virulensi bakteri
kariogenik
Kondensat Asap Rokok/ KAR (Cigarette Smoke
Condensate/ CAR) secara signifikan meningkatkan
kelekatan yang tergantung sukrosa maupun yang tidak
tergantung sukrosa dari S. mutans. Sejumlah protein
permukaan bakteri termasuk glukosiltransferase (GTF),
glucan binding protein dan antigen I/ II, secara signifikan
meningkat pada S. mutans yang diberi perlakuan.
Lingkungan mulut dengan KAR menyuburkan suatu
komposisi (bakteri) yang didominasi oleh bakteri
kariogenik, yang lebih lanjut meningkatkan resiko perokok
mengalami karies (Zheng, 2010).
2.3.3 Perokok cenderung memiliki perilaku berisiko
Penelitian Vellapaly et al (2007) mendapatkan bahwa
perokok tidak hanya memiliki kebersihan mulut yang buruk,
tetapi juga memiliki kebiasaan makan yang berbeda, misal
mengkonsumsi produk seperti minuman ringan dan
makanan ringan yang tinggi kandungan gulanya. Merokok
sehari-hari berkaitan dengan peningkatan penggunaan gula
dalam teh atau kopi, dan alkohol lebih. Juga ditemukan
8
Universitas Indonesia
bahwa perokok memiliki kebiasaan menyikat gigi yang
tidak efektif dibandingkan non-perokok.
2.3.4 Glukosa, fruktosa and sukrosa dalam rokok.
Berbagai gula dan pemanis acapkali sengaja
ditambahkan sebanyak 4% sampai 13% berat dalam proses
pengolahan tembakau. Gula yang digunakan sebagai zat
aditif rokok termasuk glukosa, fruktosa, gula invert
(campuran glukosa dan fruktosa) dan sukrosa.Selain itu,
banyak aditif tembakau lainnya juga mengandung gula
dalam jumlah yang tinggi.Misalnya, jus buah, madu, sirup
ekstrak dan sirup maple dan karamel. Semua zat di atas
dapat berkontribusi meningkatkan prevalensi karies gigi di
kalangan perokok (Vellapally et al, 2007).
2.3.5 Pengaruh cengkeh (eugenol) didalam rokok
Penelitian Sutiarto (The relationship between
habitual clove cigarette smoking and specific dental caries,
1999) tentang hubungan kebiasaan merokok kretek dengan
suatu bentuk karies yang spesifik menunjukkan 55,8 %
responden yang merokok kretek mempunyai karies gigi
yang spesifik dalam bentuk, lokasi, dan patologi.
9
Universitas Indonesia
2.4 Pengertian karies gigi parah
Salah satu cara yang lazim digunakan untuk mengukur
tingkat kesehatan gigi adalah menghitung jumlah gigi yang
berlubang atau decay (D), yang dicabut karena karies atau
missing (M), dan yang ditambal atau filled (F). Indikator
tersebut dikenal dengan DMFT (Gordan et al, 2011).
Subjek dengan karies gigi parah dalam suatu populasi dapat
didefinisikan sebagai subyek yang pengalaman karies gigi
(nilai DMFT)-nya berada di 30% teratas dari nilai DMFT
populasi tsb (Ditmyer et al, 2010).
2.4 Brinkman index (BI)
Untuk mengukur tingkat konsumsi rokok, telah
dikembangkan Brinkman index (BI). BI ialah suatu indeks
intensitas merokokyangdihitung dengan mengalikan jumlah
rokok yang rata rata dihisap perhari dengan lama merokok
tiap hari (dalam tahun) (Hamabe et al, 2011). Merokok berat
didefinisikan sebagai BI ≥ 400 (Hu et al, 2007).
10
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1Kerangka konsep
Berdasarkan teori hubungan rokok dengan karies,
penulis membuat kerangka konsep berikut:
Gambar 3.1.1Kerangka konsep penelitian ini
*Kondisi Air Minum berdasar laporan tentang Keasaman & Kadar Timah Tinggi (KTT) atau Kadar Fluor Rendah (faktor risiko ekologik karies gigi) .
Intensitas merokok - Tak pernah
merokok - Perokok
ringan - Perokok berat
Keparahan karies gigi: - Prevalensi karies gigi
parah (DMFT ≥ 8) -Odds Ratio karies gigi
parah (DMFT ≥ 8)
• Kondisi Air Minum* • Letak hunian • Umur • Status Sosial ekonomi • Pekerjaan • Pendidikan • Frekuensi gosok gigi
11
Universitas Indonesia
Status kesehatan gigi pria Indonesia umur 45 - 54
tahun – diukur dengan prevalensi karies gigi parah dan Odds
ratio karies gigi parah- dipengaruhi oleh intensitas merokok.
Responden penelitian ini hanya pria karena di Indonesia
prevalensi merokok pria umur 15 tahun keatas (67,4 %)
sangat tinggi jika dibanding wanita yang hanya 4,5 % (Min.
of Health R.I., 2012). Usia 45-54 tahun dipilih karena
pengaruh rokok membutuhkan waktu relatif lama untuk
menghasilkan karies gigi dan pada responden penelitian ini
sebagian besar (90,5 %) perokok baru mulai merokok tiap
hari pada umur 25 tahun.
Intensitas merokok dikelompokan menjadi tidak
pernah merokok (BI = 0), merokok ringan (BI 1 – 399) dan
merokok berat (BI≥ 400). Faktor lain yang diperkirakan
berpengaruh pada status kesehatan gigi dan diteliti dalam
penelitian ini selengkapnya adalah:
(1) Kondisi Air Mimum Berdasar ada tidaknya laporan
tentang Keasaman dan Kadar Timah Tinggi atau Kadar
Fluor rendah (Faktor Risiko Ekologik karies gigi)
(2) Letak hunian (kota atau desa)
(3) Umur
(4) Status Sosial Ekonomi
(5) Pekerjaan
12
Universitas Indonesia
(6) Pendidikan
(7) Frekuensi gosok gigi
(8) Intensitas merokok (Gambar 3.1).
3.2 Hipotesis
Semakin berat intensitas merokok semakin besar risiko pria Indonesia mengalami karies gigi parah.
13
Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Metoda dan Sumber data
Penelitian ini merupakan penelitian survei Nasional.
Sumber data penelitian ini ialah data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 (Riskesdas 2007) yang dikumpulkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes R.I.
4.2 Kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi penelitian ini ialah: pria Indonesia
berumur 45 - 54 tahun yang ada data DMFT-nya.
Responden dieksklusi dari penelitian ini bila intensitas
merokok (Brinkman index)-nya tidak dapat dihitung, yaitu
perokok kadang kadang, mantan perokok atau perokok tiap
hari yang tak ada data lama merokoknya (Gb. 4.1)
4.3 Analisis Data
Untuk mengkaji hubungan antara prevalensi karies
parah dengan intensitas merokok pertama-tama digunakan
uji Chi-square.Untuk mendapatkan besaran hubungan
intensitas merokok yang tinggi pada keparahan karies gigi
(diukur dengan odds ratio) digunakan regresi logistic.
14
Universitas Indonesia
Jumlah observasi awal dan observasi yang dianalisis akhir
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Skema seleksi sampel penelitian
4.4 Cut off point karies gigi parah pada penelitian ini
Dalam rangka menentukan cut off point sepertiga
sampel responden penelitian dengan nilai DMFT tertinggi,
penulis menggunakan kombinasi metode penghitungan oleh
Populasi penelitian : Pria Indonesia umur 45 – 54
tahun yang menjadi responden Riskesdas 2007
= 53.942 orang
53.481 orang
Responden yang eligible 34.534 orang
Kriteria Inklusi : ada data pengalaman karies gigi (DMFT)-nya.
Kriteria eksklusi: Responden yang intensitas merokok (Brinkman Index)- nya tidak ada / tak dapat dihitung
15
Universitas Indonesia
Malmo University (Oral health data base: Significant
Caries Index, n.d.) dan Leake et al (2008) sebagai berikut:
1. Orang orang yang ada di populasi penelitian diurut
menurut nilai DMFT –nya.
2. Sekitar sepertiga populasi penelitian dengan skor
DMFT tertinggi dipilih sebagai orang orang
dengan karies gigi parah
3. Dari perhitungan diperoleh nilai terrendah DMFT
pada orang orang yang memiliki ‘karies gigi parah’
adalah 8. Skor 8 dijadikan dasar definsi
operasional ‘karies gigi parah’ dalam penelitian
ini. Adapun distribusi skor DMFT secara
keseluruhan dapat dilihat pada (Gambar 4.2).
16
Universitas Indonesia
gi
N = 34.534
Gambar 4.2 Ilustrasi grafik kumulatif DMFT pria Indonesia 45 -54 tahun responden Riskesdas 2007 yang jadi sampel penelitian ini
N = 34.534orang responden
31,4 % DMFT ≥ 8
DMFT
Kumulatif responden dalam %
17
Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL
5.1 Analisis univariat 5.1.1 Karakteristik sosiodemografik
Dari total 34.534 responden yang eligible sebagai sample
penelitian ini,44,9% responden tinggal di daerah perkotaan
sedangkan sisanya 55,1% tinggal di pedesaan. 54,8%
responden berumur45 - 49 tahun sisanya (45,2%) berumur
50- 54 tahun.Mayoritas (75,5%) responden berpendidikan
tidak lulus SLTA sedangkan sisanya 24,5% lulusSLTA atau
lebih tinggi.Proporsi pekerjaan terbesar responden adalah
petani/ nelayan (36%), disusul oleh pedagang/ penjual jasa
dan pekerja lainnya (26%), TNI/ POLRI/ PNS/ Swasta (18,0
%), buruh (16,8%) dan paling sedikit tidak bekerja (3,2%).
Secara sosial ekonomi, 60,7% responden masuk dalam
kategori yang mampu sedangkan sisanya 39,3% responden
adalahorang yang kurang/tidak mampu.
5.1.1 Distribusi responden menurut kesehatan gigi dan
perilaku merokok
Dari total 34.534 responden,yang memiliki karies gigi
parah (DMFT ≥ 8) adalah 31,4% dan sisanya,tidak parah
18
Universitas Indonesia
(68,6%). Proporsi responden yang menggosok gigi tiap hari
adalah 93,1% dan yang tidak menggosok gigi tiap hari
adalah 6,9%. Proporsi yang tidak pernah merokok (BI= 0),
perokok ringan (BI 1-399) dan perokok berat (BI ≥ 400)
berturut-turut adalah 32,3%, 46,3%, dan 21,4%.
5.2 Analisis bivariat
5.2.1 Distribusi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) menurut
provinsi Prevalensi karies parah (DMFT ≥ 8) bervariasi
dengan prevalensi tertinggi di provinsi Bangka Belitung
(55,5%), disusul oleh Kalimantan Barat (52.8%) dan
Kalimantan Selatan masing-masing (45,9%). Prevalensi
karies gigi parah terrendah di Nusa Tenggara Barat (14%),
disusul oleh Sumatera Utara (16,5%) dan Banten (19,9%).
Selengkapnya distribusi prevalensi karies gigi parah dapat
dilihat dalam grafik di bawah ini.
Untuk memudahkan perbandingan prevalensi karies
gigi parah antar provinsi, diagram bar disajikan dengan 4
warna berbeda untuk yang prevalensinya dibawah 20% (biru), 20 – 29,9 % (hijau), 30-39,9% (kuning) dan ≥40%
(merah). (Gambar 5.1).
19
Universitas Indonesia
Gambar25.1 Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada pria Indonesia 45 -54 tahun berdasarkan provinsi.
20
Universitas Indonesia
5.2.2 Distribusi crude OR karies gigi parah menurut karakteristik sosiodemografik, perilaku kesehatan
Tabel 5.1 memperlihatkan prevalensi karies gigi
parah (DMFT ≥ 8) di daerah pedesaan (33,7%) lebih tinggi
dibandingkan prevalensi di daerah perkotaan (28,5%). Uji
Chi-Squaremenunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai
P <0,005. Non adjusted ORkaries gigi parah (DMFT ≥ 8) di
daerah pedesaan adalah 1,28 (95% CI : 1,22-1,34)
dibandingkan di daerah perkotaan.
Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada
kelompok umur45-49 tahun adalah 25,6% sedangkan pada
kelompok umur 50-54 tahun adalah38,4%. Uji Chi-
Squaremenunjukkan bahwa nilai P <0,005. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa prevalensi karies gigi
parah meningkat dengan bertambahnya umur. Dengan
kelompok umur45-49 tahun sebagai kelas rujukan, non
adjusted ORkaries gigi parah (DMFT ≥ 8) pada kelompok
umur50-54 tahun adalah 1,81 (95% CI: 1,72-1,89).
21
Universitas Indonesia
Tabel 5.1 Distribusi crude OR karies gigi parah (DMFT≥ 8) menurut faktor risiko- Riskesdas 2007
DMFT Crude OR
N < 8 (%)
≥ 8 (%)
P value
Kondisi air minum*
(-)LKKTT/KFR 33.816 69,0 31,0 1a <0,005 (+)LKKTT/KFR 718 51,5 48,5 2,09(1,80-2,42)b
Tipe pemukiman* Kota 15.490 71,5 28,5 1 <0,005 Desa 19.044 66,3 33,7 1,28(1,22-1,34)
Umur (tahun)* 45-49 18.922 74,4 25,6 1 50-54 15.612 61,6 38,4 1,81(1,72-1,89) <0,005
Pendidikan* Lulus SLTA 8.470 77,7 22,3 1 <0,005 Tidak lulus SLTA 26.065 65,6 34,4 1,83(1,73-1,94)
Pekerjaan utama* TNI/ POLRI/ PNS/ Swasta
6.232 78,0 22,0 1
Pedagang/ Jasa/ dll 8.962 69,5 30,5 1.56(1,45-1.68) Buruh 5.825 64,5 34,5 1,87(1,73-2,03) <0,005 Petani/ Nelayan 12.420 65,2 34,8 1,89(1,77-2,03) Tidak kerja 1.095 62,4 37,6 2,14(1,87-2,45) Status Sosial-Ekonomi*
Kaya 20.982 70,1 29,9 1 <0.005 Kurang mampu 13.552 66,2 33,8 1,20 (1,14-1,25)
Frek. gosok gigi* Tiap hari 32.138 70,1 29,9 1 <0,005 Tidak tiap hari 2.396 48,6 51,4 2,48 (2,28-2,70)
Intensitas merokok (BI)* Tak pernah (0) 11.148 75,1 24,9 1 <0,005 Ringan (1-399) 15.978 67,5 32,5 1,45(1,38-1,54) Berat (≥ 400) 7.408 61,3 38,7 1,90(1,78-2,03)
a Klas rujukan . b Angka didalam kurung adalah 95% confidence intervals (estimasi diperoleh
dari regresi logistik). *Berbeda bermakna dari kelas rujukan (reference class)-nya dengan P ˂ 0,005 (-)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya tidak dilaporkan memiliki
Kaasaman dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah (+)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya dilaporkan memiliki keasaman
dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah
22
Universitas Indonesia
Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada yang
tidak pernah merokok (BI = 0), perokok ringan (BI 1-399)
dan perokok berat (BI ≥ 400) berturut turut adalah 24,9%;
32,5% dan 38,7%. Uji Chi-Squaremenunjukkan bahwa nilai
P <0,005. Perbedaan prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥
8) antara kelompok dengan intensitas merokok yang
berbeda, yang tidak pernah merokok (BI = 0), perokok
ringan (BI 1-399) dan perokok berat (BI ≥ 400) didukung
oleh bukti yang kuat. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi intensitas merokok (BI), semakin
tinggi risiko untuk menderita karies gigi parah.
5.3 Distribusi adjusted OR karies gigi parah menurut
karakteristik sosiodemografik, perilaku kesehatan
Walau pada saat seleksi kandidat letak hunian lolos
untuk ikut serta dalam analisis multivariat, pada analisis
multivariate tahap pertama ditemukan bahwa letak hunian
(kota atau desa) tidak memiliki kontribusi terhadap
keparahan karies gigi sehingga tidak diikutkan pada analisis
multivariate tahap kedua (akhir). Model akhir yang
menggambarkan adjusted odds ratio karies gigi parah
23
Universitas Indonesia
menurut karakteristik sosiodemografik, perilaku menggosok
gigi dan intensitas merokok disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Model akhir hubungan intensitas merokok (BI) dengan
karies gigi parah (DMT≥8) menurut faktor risiko- Riskesdas 2007
B S.E. df Sig Adjusted OR Kondisi air minum* (-)LKKTT/KFR 1a (+)LKKTT/KFR 0,84 0,078 1 0,000 2,32(1,99-2,71)b
Umur (tahun)* 45-49 1 50-54 0,56 0,024 1 0,000 1,74(1,66-1,83)
Status Sosial Ekonomi Kaya Kurang mampu 0,05 0,025 1 0,039 1,05(1,00-1,11)
Pendidikan* Lulus SLTA 1 Tidak lulus SLTA 0,33 0,037 1 0,000 1,39(1,30-1,50)
Pekerjaan* TNI/POLRI/PNS/Swasta 4 1 Pedagang/ Jasa/ dll 0,21 0,043 1 0,000 1,24(1,15-1,35) Buruh 0,30 0,049 1 0,000 1,30(1,18-1,43) Petani/ Nelayan 0,25 0.042 1 0,000 1,26(1,15-1,37) Tidak kerja 0,42 0,071 1 0,000 1,56(1,35-1,80)
Frek. gosok gigi* Tiap hari 1 Tidak tiap hari 0,75 0,044 1 0,000 2,11(1,94-2,30)
Intensitas merokok (BI)* Tak pernah (0) 2 0,000 1 Ringan (1-399) 0,37 0,027 1 0,000 1,45(1,37-1,53) Berat (≥ 400) 0,53 0,033 1 0,000 1,70(1,59-1,81)
a Klas rujukan b Angka didalam kurung adalah 95% confidence intervals *Berbeda bermakna dari kelas rujukan (reference class)-nya dengan P ˂ 0,005 (-)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya tidak dilaporkan memiliki
Kaasaman dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah (+)LKKTT/KFR: Provinsi yang air minumnya dilaporkan memiliki keasaman
dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar Fluor Rendah
24
Universitas Indonesia
5.3.1 Hubungan variabel lain dan karies gigi parah
(DMFT ≥ 8).
Hubungan variabel selain intensitas merokok dan
keparahan karies gigi terlihat pada model akhir hasil analisis
multivariat tahap kedua/ akhir (tabel 5.2) sbb:
1) Dengan provinsi yang air minumnya tidak diLaporkan
memiliki Keasaman dan Kadar Timah Tinggi/ Kadar
Fluor Rendah [(-)LKKT/KFR] sebagai rujukan, adjusted
OR karies gigi parah (DMFT ≥ 8) di provinsi yang air
minumnya di-Laporkan memiliki Keasaman dan kadar
Timah Tinggi / Kadar Fluor Rendah (+)LKKTT/KFR
adalah 2,32 (95% CI: 1,99-2,71)
2) Dengan umur 45-54 tahun sebagai rujukan, adjusted OR
karies gigi parah pada umur 50–54 tahun adalah 1,74
(95% CI: 1,66-1,83).
3) Dengan yang kaya sebagai rujukan, adjusted ORkaries
gigi parah yang kurang mampu adalah 1,05(95% CI:
1,00-1,11).
4) Dengan yang lulus SLTA sebagai rujukan, adjusted OR
karies gigi parah responden yang tidak lulus SLTA
adalah 1, 39 (95% CI: 1,30-1,50).
5) Dengan TNI/ POLRI/ PNS/ Swasta sebagai rujukan,
adjusted OR karies gigi parah pada (i) pedagang/
25
Universitas Indonesia
penjual jasa/ lain lain; (ii) buruh, (iii) petani/ nelayan
dan (iv) tidak bekerja; berturut turut adalah 1,24 (95%
CI: 1,15-1,35); 1,30 (95% CI: 1,18-1,43); 1,26 (95% CI:
1,15-1,37) dan 1,56 (95% CI: 1,35-1,80).
6) Dengan yang menggosok gigi tiap hari sebagai rujukan,
adjusted OR karies gigi parah pada yang tidak tiap hari
gosok gigi adalah 2,11(95% CI: 1,94-2,30) .
5.3.2 Hubungan intensitas merokok dan karies gigi
parah (DMFT ≥ 8)
Setelah di-adjusted dengan semua variabel
independen selain intensitas merokok (Brinkman index/ BI),
dengan menggunakan yang tidak pernah merokok (BI = 0)
sebagai rujukan, OR karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada
perokok ringan (BI 1-399) adalah 1,45 (95% CI: 1,37 -1,53)
dan pada perokok berat (BI ≥ 400) adalah 1,70 (95% CI:
1,59- 1,81). Artinya, pada pria Indonesia, merokok berat
memang merupakan salah satu faktor risiko karies gigi
parah dan semakin berat intensitas merokoknya, makin
besar pula risikonya.
26
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan
Dasar 2007, sebuah studi berbasis masyarakat berskala
nasional yang menggunakan ukuran sampel yang relatif
besar. Seperti yang dinyatakan oleh Goncalves dkk, ukuran
sampel yang lebih besar dapat memberikan ketepatan yang
lebih besar pada estimasi (Gonçalves et al, 2012; Kelsey et
al, 1996 dan DSS Research, 2015). Responden Riskesdas
2007 dipilih oleh Biro Pusat Statistik sedemikian rupa
sehingga responden penelitian ini mewakili populasi
Indonesia sampai ke tingkat kabupaten.
Yang membuat penelitian ini berbeda dari penelitian
penelitian serupa sebelumnya adalah, variabel dependen
penelitian ini adalah keparahan karies gigi yang pada
penelitian ini didefinisi operasionalkan sebagai DMFT ≥ 8.
Variabel independen yang menjadi fokus perhatian ialah
intensitas merokok yang diukur dengan indeks Brinkman.
Pengukuran hubungan intensitas merokok dan keparahan
karies memberikan presisi pengukuran yang lebih akurat.
Efek merokok dilihat pada usia 45-54 tahun karena
diasumsikan perlu waktu yang panjang sampai terjadi efek.
27
Universitas Indonesia
6.1 Keterbatasan penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan
penelitian disebabkan oleh pemakaian data sekunder. Tidak
seperti penelitian kohort -yang mampu untuk
membandingkan incidence rate dengan sangat presisi antara
yang terpapar dan tidak terpapar, penelitian ini menguji
hubungan longitudinal berbasis survei. Lama merokok
diukur berbasis pengakuan responden. Hal ini mengandung
bias ingatan. Namun demikian, hasil kajian konsisten
dengan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya. Tidak
seperti penelitian kohort yang mampu menghasilkan
pengukuran risiko (risiko relatif) dalam akurasi yang tinggi,
penelitian ini hanya mampu menghasilkan Odds Ratio atau
hanya sebagai perkiraan risiko relatif pada seberapa jauh
merokok berat menyebabkan karies gigi parah.
6.2 Gambaran umum tentang sampel responden
penelitian
Distribusi sampel penelitian 34.534 orang pria
Indonesia umur 45-54 tahun menurut tempat tinggal di kota
dan desa tidak berbeda dengan distribusi populasi dari
sensus. Begitu juga distribusi karakteristik lainnya. Hal itu
28
Universitas Indonesia
menggambarkan bahwa sampel penelitian ini mewakili
penduduk secara nasional.
Mayoritas (75,5%) responden tidak lulus SLTA.
Proporsi terbesar (36%) responden adalah petani. Secara
sosial ekonomi sekitar 39,3% responden tergolong kurang
mampu. Sebanyak 31,4% responden memiliki DMFT ≥ 8
yang dijadikan cut off point karies gigi parah sedikit
dibawah rujukan literatur yang berpatokan pada sepertiga
(33%) teratas DMFT populasi penelitian (Malmo
University: Oral health data base- Significant Caries Index,
n.d.)
6.3 Hubungan antara faktor lain dan keparahan
karies gigi
Temuan bahwa Kalsel termasuk provinsi dengan prevalensi
karies gigi parah tertinggi konsisten dengan temuan oleh
Desai & Shaik (2013) yang mengatakan bahwa prevalensi
karies gigi lebih tinggi di daerah yang kadar fluor dalam air
minumnya dibawah kadar optimal (1 ppm). Temuan bahwa
umur lebih tinggi, lebih tinggi pula prevalensi karies gigi
parahnya juga selaras dengan laporan NICDR (2006) dan
29
Universitas Indonesia
Zubiene et al (2009), tetapi umur merupakan faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi.
Dalam penelitian ini, ditemukan perbedaan yang
signifikan antara prevalensi karies gigi parah pada individu
yang kurang mampu (33,8%) dan pada individu yang kaya
(29,8%). Temuan ini sejalan dengan temuan Perera &
Ekanayake (2008) yang menyatakan prevalensi karies gigi
menurun dengan meningkatnya status sosial ekonomi.
Temuan bahwa responden yang tidak lulus SLTA
memiliki prevalensi karies gigi parah (34,4 %) yang lebih
tinggi dibandingkan yang lulus SLTA (22,3%) juga
sejalan dengan temuan Zini (2012) yang mengatakan
pendidikan rendah merupakan salah satu social determinant
yang kuat atas karies gigi karena pendidikan yang rendah
berpengaruh pada perilaku kesehatan yang buruk,
selanjutnya hal itu berpengaruh terhadap status kesehatan
gigi yang rendah.
Dalam penelitian ini, prevalensi karies gigi parah
(DMFT ≥ 8) pada buruh (34,5%) dan petani/ nelayan (34,8
%) secara signifikan lebih tinggi dibanding TNI/ POLRI/
PNS/ Swasta yang prevalensinya hanya 22 %. Temuan ini
sejalan dengan temuan Duraiswamy et al (2008) yang
30
Universitas Indonesia
menyatakan prevalensi karies gigi pekerja informal (buruh)
lebih tinggi dari prevalensi karies gigi populasi umum.
Dalam penelitian ini, prevalensi karies gigi parah
pada responden yang tidak tiap hari menggosok gigi
(51,4%) secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang
menggosok tiap hari (29,9%). Temuan ini sejalan dengan
temuan Zubiene et al (2009) yang menyatakan bahwa
pengalaman karies gigi individu yang menyikat gigi dua kali
sehari secara signifikan lebih rendah dibandingkan mereka
yang menyikat gigi hanya sekali sehari atau kurang dari
sekali sehari.
6.4 Hubungan antara merokok berat dan keparahan
karies gigi
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa prevalensi
karies gigi parah meningkat bersamaan dengan
meningkatnya intensitas merokok. Prevalensi karies gigi
parah pada yang tidak pernah merokok, perokok ringan dan
perokok berat berturut turut adalah 24,9%; 32,5% dan
38,7% (tabel 5.1). Temuan ini sejalan dengan temuan
Campus et al (2011), Gordan et al (2011) dan Du et al
(2009) bahwa prevalensi karies gigi pada perokok lebih
tinggi dibandingkan pada yang tidak pernah merokok.
31
Universitas Indonesia
Penelitian ini juga menemukan bahwa adjusted OR
karies gigi parah pada perokok ringan dan berat adalah 1,45
(95% CI: 1,37-1,53) dan 1,70 (95% CI: 1,59-1,81)
dibanding yang tidak pernah merokok. Temuan ini
mengkonfirmasi bahwa merokok berat merupakan salah satu
faktor risiko karies gigi parah, dan makin berat intensitas
merokok, makin besar risiko mengalami karies gigi parah.
Besaran adjusted OR karies gigi parah perokok berat
hasil analisis penelitian ini lebih tinggi dari besaran
adjusted OR karies gigi perokok hasil analisis penelitian
Musadad & Irianto (2009) yang menemukan bahwa, jika
dibandingkan dengan bukan perokok, OR karies gigi untuk
perokok di Provinsi Bangka Belitung adalah 1,27 (95% CI:
1,12-1,44) dan di Nusa Tenggara Barat 1,13 (95% CI: 1,05-
1,21). Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain
penelitian ini hanya menggunakan responden pria, rentang
umur responden dibatasi 45-54 tahun, menggunakan
Brinkman index untuk ukuran intensitas merokok dan
dependen variabelnya adalah karies gigi parah (DMFT ≥ 8).
Sementara Musadad & Irianto (2009) selain menggunakan
responden pria juga mengikut sertakan responden wanita,
tidak memakai Brinkman index untuk ukuran intensitas
32
Universitas Indonesia
merokok dan dependen variabelnya adalah karies gigi
(DMFT ≥ 1).
Walaupun fokus utama penelitian ini adalah
mengkaji hubungan intensitas merokok dengan keparahan
karies gigi tanpa menghiraukan jenis tembakau atau rokok
yang dihisap responden namun, mengingat jenis tembakau
atau rokok yang biasa dikonsumsi mayoritas perokok pria
Indonesia adalah rokok kretek, temuan yang ada pada
penelitian ini secara umum berlaku pula bagi penghisap
rokok kretek.
.
6.5 Konsekwensi untuk sistim kesehatan dan
asuransi kesehatan nasional
Secara ekonomi karies gigi parah juga bisa menguras
biaya perawatan yang sebenarnya tidak perlu. Prevalensi
karies gigi parah yang tinggi pada penduduk Indonesia pada
gilirannya dapat membebani Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Oleh sebab itu Indonesia perlu meneladani
Swedia yang berhasil mengendalikan prevalensi karies gigi
dengan cara institusi pelayanan kesehatan giginya lebih
mengutamakan tindakan pencegahan karies gigi dari pada
tindakan invasif (Packington, 2008).
33
Universitas Indonesia
Indonesia juga perlu meneladani Belanda yang
meng-introduksi sistim re-imbursement baru dengan
memperkenalkan paket perawatan yang disebut pay-for-
performance (PFP). Dalam sistim PFP, remunerasi untuk
pemberi pelayanan kesehatan gigi dikaitkan dengan kualitas
pelayanan yang diberikan dokter gigi. Dokter gigi diberi
imbalan yang baik jika menerapkan pencegahan perorangan
(Dentistry IQ Editor, nd).
Merokok aktif maupun pasif juga berisiko sejumlah
penyakit tidak menular utama dan kematian dini yang
diakibatkannya. Secara kumulatif beban biaya perawatan
penyakit akibat merokok di Indonesia sangat besar, sehingga
sangat membebani BPJS jika upaya pengendalian tembakau
tidak dilakukan dengan komprehensif.
Untuk mengatasi beban kesehatan dan beban ekonomi
akibat penyakit yang berkaitan dengan merokok di
Indonesia, sistem kesehatan nasional perlu memperkuat
tindakan preventif. Dalam rangka memperkuat tindakan
preventif itulah, Indonesia perlu segera meratifikasi WHO
FCTC dan menerapkan strategi MPOWER (WHO, 2007;
WHO: MPOWER brochures and resources, 2009).
Layanan bantuan berhenti merokok perlu menjadi
bagian integral dalam sistim pelayanan kesehatan di
34
Universitas Indonesia
Puskesmas dan Rumah Sakit Rumah Sakit Indonesia. Upaya
memperingatkan bahaya memakai merokok juga perlu lebih
digiatkan melalui lebih banyak saluran. Dan agar upaya
peringatan bahaya merokok itu efektif, iklan dan promosi
tembakau perlu dilarang total di Indonesia.
Menaikkan pajak tembakau sedemikian rupa agar harga
rokok nyata tak terjangkau oleh anak anak anak dan orang
miskin perlu dilakukan untuk mencegah kelompok rentan ini
menjadi pecandu rokok. Hal ini terutama penting mengingat
harga rokok di Indonesia relatif murah, dan anak anak serta
orang miskin dengan mudah membeli dengan cara ketengan.
Untuk mengendalikan wabah merokok, Indonesia juga
perlu mengendalikan pasokan tembakau. Pemerintah
Indonesia perlu melarang atau setidaknya membatasi dengan
ketat impor tembakau seperti yang dilakukan Thailand,
Brunei Darussalam, dan Amerika Serikat (Frankel, 1996;
Constitution of Brunei Darussalam, 2005; White House,
2009; Wuertenberg, 2009; HM Government: A radical new
approach for public health, 2011; U.S. FDA: Overview of
the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act,
2014;).
Setelah menerapkan kebijakan kebijakan diatas,
akhirnya Indonesia juga perlu menerapkan kebijakan lain
35
Universitas Indonesia
untuk mengurangi atau men-stop pasokan tembakau, yaitu
mendorong dan memfasilitasi petani tembakau lokal untuk
beralih ke tanaman pangan bergizi atau tanaman lain yang
memiliki nilai komersiil tapi tidak merusak kesehatan
seperti yang dilakukan di Bangladesh, di Cina dan di
Pakistan, (Kuperstein, 2008; UBINIG: Policy Research for
Development Alternative, 2011; FCTC Org., 2013; WHO:
Study group on economically sustainable alternatives to
tobacco growing, 2008).
6.6 Implikasi kebijakan
6.6.1 Sumbangan untuk Kebijakan
Bukti temuan ini menjadi masukan penting dalam
penyusunan strategi kebijakan. Selain perlu meratifikasi
FCTC, Indonesia juga perlu meneladani Amerika Serikat
yang sejak tahun 2010 telah menjadikan pemakaian
tembakau sebagai salah satu Indikator Kesehatan Utama/
IKU (U.S. Dept. of Health and Human Services: Leading
health indicators, 2010).
Dengan meratifikasi FCTC dan menetapkan
pemakaian tembakau sebagai salah satu IKU, sebagai
konsekwensinya, Kementerian Kesehatan R.I. akan
36
Universitas Indonesia
menetapkan target untuk meningkatkan peran SDM bidang
kesehatan dalam mengendalikan wabah tembakau di
Indonesia dengan cara meningkatkan cakupan (coverage)
penapisan (skrining) pemakaian tembakau dan konseling
berhenti merokok dalam berbagai setting perawatan
kesehatan- termasuk dokter gigi atau tim kesehatan giginya-
dalam setting perawatan kesehatan gigi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlu
melakukan baseline survey, saat ini berapa persen dokter
dan dokter gigi atau tim kesehatannya di Indonesia yang
biasa atau selalu melakukan penapisan (skrining) merokok
dan konseling berhenti merokok. Kemudian, berdasarkan
temuan survey tsb, Kementerian Kesehatan perlu
menetapkan target peningkatan persentase dokter dan dokter
gigi atau tim kesehatan nya yang melakukan skrining dan
konseling berhenti merokok tersebut dalam waktu 5 tahun
kedepan.
Pencapaian target ini perlu ditinjau dan ditingkatkan
secara periodik sampai semua dokter dan dokter gigi atau
tim kesehatannya di Indonesia menjadikan skrining dan
konseling berhenti merokok sebagai sebuah prosedur yang
biasa atau selalu dilakukan ketika menangani pasien yang
datang ke rumah sakit, puskesmas atau praktek pribadi. Jika
37
Universitas Indonesia
diperlukan Kementerian Kesehatan dan para pakar bidang
ini menyelenggarakan loka karya atau pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan para dokter, dokter gigi atau tim
kesehatannya dalam melakukan penapisan merokok dan
konseling berhenti merokok.
6.6.2 Kebijakan Promosi Kesehatan
Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan,
Republik Indonesia, Bidang Promosi Kesehatan Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, dan LSM-LSM yang
mempromosikan kesehatan dan concern di bidang
pengendalian tembakau, didalam membuat bahan bahan
edukasi masyarakat tentang bahaya merokok, perlu
menambahkan informasi bahwa merokok merupakan salah
satu faktor risiko karies gigi, dan semakin berat intensitas
merokoknya makin besar risiko menderita karies gigi parah.
Demikian pula para professional kesehatan lain, dokter
umum, perawat umum, petugas Puskesmas dan Rumah sakit
dengan menambahkan informasi mengenai hal tersebut.
6.6.3 Kebijakan untuk profesi kesehatan gigi
Dalam konteks mencegah merokok untuk mencegah
penyakit penyakit yang diakibatkannya, mahasiswa Fakultas
38
Universitas Indonesia
Kedokteran Gigi di Indonesia perlu dididik mempraktekkan
Common Risk Factor Approach/ CRFA (Oswal, 2010;
Sheiham: Oral health, general health and quality of life,
2005, Watt: Strategies and approaches in oral disease
prevention and health promotion, 2005). Mereka perlu
dididik untuk terbiasa atau selalu melakukan penapisan
(skrining) untuk mengetahui apakah pasiennya merokok
atau tidak, dan dididik untuk selalu melakukan konseling
berhenti merokok bila pasiennya merokok.
Para dokter gigi Indonesia perlu menjadi panutan
(role model) tidak merokok yang baik untuk masyarakat
Indonesia agar pesan pesan tentang bahaya merokok bagi
kesehatan lebih efektif dalam upaya merubah bangsa
Indonesia dari bangsa perokok menjadi bangsa bukan
perokok lebih mudah tercapai.
Persatuan Dokter Gigi Indonesia perlu berkerja sama
dengan Organisasi Profesi Kesehatan lain untuk terus
menekan DPR R.I. agar meratifikasi FCTC kedalam hukum
nasional Indonesia dan meminta Permerintah R.I.
menerapkan strategi yang terbukti efektif untuk
mengendalikan permintaan dan pasokan tembakau.
39
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam penelitian ini penulis telah menganalisis
hubungan antara intensitas (berat ringannya) merokok pada
pria Indonesia umur 45 – 54 tahun dengan keparahan karies
gigi setelah faktor faktor risiko yang lain dikendalikan dan
kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
7.1 Kesimpulan
Pada pria Indonesia, prevalensi karies gigi parah
(DMFT ≥ 8) berbeda antara yang tidak pernah merokok,
perokok ringan dan perokok berat. Semakin tinggi intensitas
merokok, makin tinggi pula prevalensi karies gigi parahnya.
Prevalensi karies gigi parah (DMFT ≥ 8) pada yang tidak
pernah merokok (BI = 0), perokok ringan (BI 1-399) dan
perokok berat (BI ≥ 400) berturut turut adalah 24,9%;
32,5% dan 38,7%. Dibandingkan dengan yang tidak pernah
merokok, OR karies gigi parah pada perokok ringan 1,45
(95% CI: 1,37-1,53) dan pada perokok berat adalah dan 1,70
(95% CI:1,59-1,81). Temuan ini mengkonfirmasi hipotesis
bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko karies
40
Universitas Indonesia
gigi parah pada pria Indonesia dan semakin berat intensitas
merokoknya, semakin besar pula risikonya,
7.2 Saran
1. Dalam rangka mengurangi beban kesehatan maupun
beban ekonomi yang disebabkan penyakit penyakit
yang berkaitan dengan merokok, termasuk karies
gigi parah akibat merokok berat, Indonesia perlu
memperkuat tindakan preventif.
2. Tindakan preventif tersebut mencakup ratifikasi
FCTC, implementasi strategi kebijakan MPOWER
dan pengendalian pasokan tembakau
3. Sistim pelayanan kesehatan gigi yang lebih
berorientasi ke pencegahan daripada tindakan invasif
yang telah terbukti dapat menurunkan prevalensi
karies gigi perlu diteladani Indonesia.
4. Indonesia juga perlu meneladani Belanda yang meng-
introduksi sistim re-imbursement dimana dokter gigi
diberi imbalan yang baik jika menerapkan
pencegahan perorangan guna mendorong mereka
lebih berorientasi ke pencegahan karies gigi dari
pada tindakan invasif.
41
Universitas Indonesia
5. Indonesia perlu menjadikan pemakaian tembakau
sebagai salah satu Indikator Kesehatan Utama agar
Kementerian Kesehatan R.I. memiliki dasar kuat
untuk menetapkan target peningkatan peran SDM
bidang kesehatan dalam mengendalikan wabah
tembakau di Indonesia dengan cara meningkatkan
cakupan (coverage) penapisan (skrining) pemakaian
tembakau dan konseling berhenti merokok dalam
berbagai setting perawatan kesehatan- termasuk
dokter gigi atau tim kesehatan giginya- dalam setting
perawatan kesehatan gigi.
6. Secara individual, skrining untuk menyelidiki apakah
pasien giginya adalah perokok, dan konseling
berhenti merokok jika pasiennya perokok perlu
menjadi suatu prosedur standar yang biasa atau
selalu dilakukan oleh dokter gigi Indonesia didalam
merawat pasiennya.
7. Secara kolektif, PDGIperlu bekerja sama dengan
profesional kesehatan lain, mendorong DPR RI
meratifikasi WHO FCTC dan mendorong
Pemerintah Republik Indonesia untuk menerapkan
strategi MPOWER di Indonesia.
42
Universitas Indonesia
Kepustakaan Aggarwal, P., Varshney, S., Kandpal, S., & Gupta, D. (2014 Jul-
Sep). Tobacco Smoking Status as Assessed by Oral Questionnaire Results 30% Under-reporting by Adult Males in Rural India: A Confirmatory Comparison by Exhaled Breath Carbon Monoxide Analysis. J Family Med Prim Care. 3 (3) , 199–203.
Agtini, M. (2009, Sept). Pola Status Kesehatan Gigi dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Tahun 1990-2007. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 19 (3) , 144-53.
Ahsan, A. e. (2009 ). Fakta Tembakau: Permasalahannya di Indonesia. Jakarta : Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Pp. 1,47.
Al-Darwish, M., El-Ansarib, W., & Bener, A. (July 2014). Prevalence of dental caries among 12–14 year old children in Qatar. The Saudi Dental Journal , 26 (3),115–25.
Al-Habashneh, R., Al-Omari, M., & Taani, D. (2009, Feb). Smoking and caries experience in subjects with various form of periodontal diseases from a teaching hospital clinic. Int J Dent Hyg. 7 (1) , 55-61.
Amarasena, N., & Ha, D. (2012, Sep 12). Fissure sealant use among children attending school dental services: Child Dental Health Survey Australia 2008. Retrieved Jul 6, 2014, from http://www.aihw.gov.au: http://www.aihw.gov.au/publication-detail/?id=10737422883
American Academy of Pediatric. (n.d.). Dental Caries Etiology and Pathophysiology. Retrieved Mar 20, 2013, from http://www2.aap.org: http://www2.aap.org/ORALHEALTH/pact/ch4_sect1.cfm
Ariningrum, R. (2012, Apr). Profil Kesehatan gigi penduduk usia 12 tahun keatas di Indonesia tahun 2007. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 15 (2) , 126–32.
Ariningrum, R., & Indriasih, E. (2006, Oct). Hubungan, pengetahuan, sikap dan perilaku karies gigi terhadap indeks DMF-T pada siswa SD di daerah kumuh dan tidak kumu
43
Universitas Indonesia
kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 9 (4) , 198-202.
Armfield, J. M., Spencer, A., Roberts-Thomson, K., & Plastow, K. (2013, Mar). Water Fluoridation and the Association of Sugar-Sweetened Beverage Consumption and Dental Caries in Australian Children. Am J Pub Health. 103 (3) , 494-500.
Arora, M., Schwarz, E., Sivaneswaran, S., & Banks, E. (2010, Oct). Cigarette Smoking and Tooth Loss in a Cohort of Older Australians : The 45 and Up Study. JADA .141 (10) , 1242-9.
Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes R.I. (2013). Pokok pokok Hasil Riskesdas Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes R.I. Pp 11.
Badan Pusat Statistik. (2010). Jumlah dan Distribusi Penduduk Indonesia - 2010. Retrieved May 21, 2015, from http://sp2010.bps.go.id/: http://sp2010.bps.go.id/
Bappenas; BPS; UNFPA. (2013). Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Pp. 55.
Becker, T., Levin, L., Shochat, T., & Einy, S. (2007, May). How much does the DMFT index underestimate the need forrestorative care? J Dent Edu. 71 (5) , 667-81.
BUGAUP.ORG. (2014, November (updated)). NOT A GROUP - A MOVEMENT. Retrieved Feb 14, 2015, from http://bugaup.org/: http://bugaup.org/
Campus, G., Cagetti, M. G., Senna, A., Blasi, G., Mascolo, A., Demarchi, P., et al. ((2011, Apr)). Does smoking increase risk for caries? A cross-sectional study in an Italian military academy . Caries Res. 45 (1) , 40-6.
Canadian Lung Association. (n.d.). Facts about smoking - How people get addicted. Retrieved Aug 23, 2013, from http://www.lung.ca: http://www.lung.ca/protect-protegez/tobacco-tabagisme/facts-faits/addicted-dependant_e.php
Chandra, A. (2012, Aug 1). How Smoking Affects the Mouth. (Dentist, Whitfords Dental Centre and Editorial Advisory Board Member of the Virtual Dental Centre) Retrieved Sept 20, 2014, from http://www.myvmc.com:
44
Universitas Indonesia
http://www.myvmc.com/lifestyles/how-smoking-affects-the-mouth/
Chapman, S. (1996). Civil Disobedience: The Case of BUGA UP. Tobacco Control (5) , 179-85.
Constitution of Brunei Darussalam. (2005, Jun 28). Tobacco Order. Retrieved Feb 12, 2015, from http://www.wipo.int: http://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/bn/bn028en.pdf
Costa, S., Vasconcelos, M., A Haddad, J., & NG Abreu, M. (2012). The severity of dental caries in adults aged 35 to 44 years residing in the metropolitan area of a large city in Brazil: a cross-sectional study. BMC Oral Health. (12) , 25 .
Cypriano, S., Hoffmann, R. H., de Sousa, M. L., & Wada, R. S. (Jul/Aug 2008). Dental caries experience in 12 year old schoolchildren in Southeastern Brazil. J. Appl. Oral Sci. (16) : 4 .
De Clerck, D., Leroy, R., Martens, L., Lesaffre, E., Garcia-Zattera, M., Vanden Broucke, S., et al. (2008). Factors associated with prevalence and severity of caries experience in preschool children. Community Dent Oral Epidemiol. 36 (2) , 168-78.
De Soet, J., Van Gemert-schriks, M., Laine, M. L., Van Amerongen, W., Morré, S., & Van Winkelhoff, A. (2008). Host and microbiological factors related to dental caries development. Caries Res. 42 (5) , 340-7.
Dentistry IQ Editors. (n.d.). Seventy percent fewer cavities in children is feasible. Retrieved Jul 7, 2014, from http://www.dentistryiq.com: http://www.dentistryiq.com/articles/2013/06/seventy-percent-fewer-cavities-in-children-is-feasible.html
Desai, V. C., & Shaik, H. S. (2013). Prevalence of dental caries at different levels of fluoride ion concentrations among the school children in Nalgonda district. International Journal of Current Research and Review , 5 (5): 135.
Difranza, J. R., Wellman, R. J., & Savageau, J. A. (2012 ). Does progression through the stages of physical addiction indicate increasing overall addiction to tobacco? . Psychopharmacology , 219 (3), 815-22. .
45
Universitas Indonesia
Ditmyer, M., Dounis, G., Mobley, C., & Schwarz, E. (2010). A case-control study of determinants for high and low dental caries prevalence in Nevada youth. BMC Oral Health. 10 (24) .
Djutaharta, T., Thabrany, H., Sung, H. Y., Ong, M. K., & Hu, T. W. (2012). Health-care Cost of Tobacco Related Diseases in Indonesia. In H. Thabrany, & P. Sarnantio, Indonesia The Heaven for Cigarette Companies The Hell for the People (pp. 61-86). Depok: Faculty of Public Health Universitas Indonesia.
Do, L. (2009). Smoking and Oral Health - Working paper No. 14 to the Oral Health Promotion Clearinghouse Workshop on Oral Health Messages for Australia 30 November - 1 December 2009. Adelaide: Australian Research Centre for Population Oral Health, The University of Adelaide.
DSS Research. (2015). Statistical Power Calculator : Percentage, Two Sample. Retrieved Mar 1, 2015, from https://www.dssresearch.com: https://www.dssresearch.com/KnowledgeCenter/toolkitcalculators/statisticalpowercalculators.aspx
Du, M. Q., Jiang, H., Tai, B. J., Wu, B., & Bian, Z. (2009). Root Caries Patterns and Risk Factors of Middle-aged and Elderly People in P.R. China. Com Dent and Oral Epid. 37 (3) , 260-266.
Duraiswamy, P., Kumar, T., Dagli, R., Chandrakant, & Kulkarni, S. (2008). Dental caries experience and treatment needs of green marble mine laborers in Udaipur district, Rajasthan, India. Indian J Dent Res , 331-4.
Dye, B., Li, X., & Beltrán-Aguilar, E. (2012, May). Selected Oral Health Indicators in the United States, 2005–2008. (NCHS Data Brief. Number 96) Retrieved Oct 25, 2012, from http://www.cdc.gov: http://www.cdc.gov/nchs/data/databriefs/db96.htm
Emhary. (2010, Oct 22). SP3 Penghilangan Ayat Tembakau Dinilai Janggal. Retrieved Jun 21, 2014, from http://www.advokatmuhammadjoni.com:
46
Universitas Indonesia
http://www.advokatmuhammadjoni.com/berita/berita-baru/2-sp3-penghilangan-ayat-tembakau-dinilai-janggal.html
FCTC Org. (2013, Feb 13). Tobacco farmers switching to alternatives. Retrieved Feb 11, 2015, from http://www.fctc.org : http://www.fctc.org/fca-news/alternative-livelihoods-and-environments/1008-tobacco-farmers-switching-to-alternatives
Fisher, J., & Glick, M. (June, 2012). Editorial - A new model for caries classification and management - The FDI World Dental Federation Caries Matrix. JADA , 143 (6) : 546 - 51.
Frankel, G. (1996, Nov 18). Thailand Resists U.S. Brand Assault. Washington Post , p. A01.
Fujinami, Y., Nakano, K., Ueda, O., Ara, T., Hattori, T., Kawakami, T., et al. (2011). Dental Caries Area of Rat Molar Expanded by Cigarette Smoke Exposure. Caries Research. 45 , (6), 561-7.
García-Cortés, J., Medina-Solís, C., Loyola-Rodriguez, J., Mejía-Cruz, J., Medina-Cerda, E., Patiño-Marín, N., et al. (2009). Dental caries' experience, prevalence and severity in Mexican adolescents and young adults. Rev. salud pública. 11 (1) , 82-91.
García-Godoy, F., & Hicks, M. (2008, May). The role of dental biofilm, saliva and preventive agents in enamel demineralization and remineralization. JADA. 139 suppl 2 , 25S-34S.
Gonçalves, J., Paula, J., Ambrosano, G., Mialhe, F., & Pereira, A. (2012). Cost Assessment of Epidemiologic Surveys in Dentistry. International Journal of Statistics in Medical Research. 1 , 55 - 9.
Gordan, V. V., Mc Edward, D. L., Garvan, C. W., Ottenga, M. E., & Harris, P. A. (2011, Mar 14 - 19). Association between patients' caries experience (DMFT) and demographic variables. Poster Session in International Association of Dental Research, 89th General Session and Exhibition, San Diego, California, USA.
Hamabe, A., Uto, H., Imamura, Y., Kusano, K., Mawatari, S., Kumagai, K., et al. (2011). Impact of cigarette smoking on
47
Universitas Indonesia
onset of nonalcoholic fatty liver disease over a 10-year period. J Gastroenterol. 46 (6) , 769 - 78.
Higham, S. (2009). Caries Process and Prevention Strategies: The Agent. A Multi factorial disease. Retrieved Sep 24, 2014, from http://www.dentalcare.com: http://www.dentalcare.com/en-US/dental-education/continuing-education/ce369/ce369.aspx?ModuleName=coursecontent&PartID=2&SectionID=-1
HM Government. (2011). A radical new approach for public health. In DH, Healthy Lives Healthy People: Our Strategy for Public Health in England (p. 9). London: HM Government.
Hodbell, M., Petersen, P. E., Clarkson, J., & Johnson, N. (2003). Global goals for oral health 2020. International Dental Journal.53 , 285–8.
Hu, L., Sekine, M., Gaina, A., Wang, H., & Kagamimori, S. (2007). Nested case-control study on associations between lung function, smoking and mortality in Japanese population. Environ Health Prev Med. 12 (6) , 265-71.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. (2009). Tobacco and Tuberculosis, Fact Sheet 07. Retrieved Jan 2, 2012, from http://www.theunion.org. http://www.tobaccofreeunion.org.: http://www.tobaccofreeunion.org/content/en/8/
Kallischnigg, G., Weitkunat, R., & Lee, P. (2008, May 1). Systematic review of the relation between smokeless tobacco and non-neoplastic oral diseases in Europe and the United States. Retrieved Jul 6, 2014, from http://www.biomedcentral.com: http://www.biomedcentral.com/1472-6831/8/13
Kelsey, J., Whittemore, A., Evans, A., & Thompson, W. (1996). Methods in observasional epidemiology. Chapter 12: Methods of sampling and estimation of sample size. New York: Oxford University Press. Pp. 311, 327 - 333.
Kemenkes R.I. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang
48
Universitas Indonesia
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Retrieved May 2014, 1, from http://www.depkes.go.id: http://www.depkes.go.id/downloads/InfoTerkini_PP109_2012_Tentang_Tembakau.pdf
Krikken, J. B., Zijp, J. R., & Huysmans, M. C. (2008, Sept). Monitoring dental erosion by colour measurement: An in vitro study. J Dent. 36 (9) , 731-5.
Kuperstein, A. (2008). Tobacco’s weakest link: Why Tobacco farmers are essentials in the fight against tobacco. Journal of Health Care Law & Policy, 11 , 103-24.
Lee, H., Choi, Y., Park, H., & Lee, S. (2012, Jul 28). Changing patterns in the association between regional socio-economic context and dental caries experience according to gender and age: A multilevel study in Korean adults. (International Journal of Health Geographics 2012, 11: 30) Retrieved Oct 27, 2012, from http://www.ij-healthgeographics.com: http://www.ij-healthgeographics.com/content/11/1/30
Lo, E. (2010, Dec 9). Caries Process and Prevention Strategies: Epidemiology. Pp 4. Retrieved Sept 24, 2014, from http://www.dentalcare.com: http://www.dentalcare.com/en-US/dental-education/continuing-education/ce368/ce368.aspx?ModuleName=introduction&PartID=-1&SectionID=-1
Lussi, A., Schlueter, N., Rakhmatullina, E., & Ganss, C. (2011, May). Dental Erosion - An Overview with Emphasis on Chemical and Histopathological Aspects. Caries Res. Suppl. S1 45 , 2-12.
Malmo University. (n.d.). Oral Health Data Base - Significant Caries Index (SiC Index). Retrieved Sept 24, 2014, from http://www.mah.se : http://www.mah.se/CAPP/Methods-and-Indices/for-Caries-prevalence/Significant-Caries-Index/
Mayo Clinic. (nd). Cavities or tooth decay : Symptoms. Retrieved Jul 1, 2014, from http://www.mayoclinic.org: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cavities/basics/symptoms/con-20030076
49
Universitas Indonesia
Ministry of Health R.I. (2012). Global Adult Tobacco Survey (GATS): Indonesia Report 2011 - Excecutive Summary. Jakarta: MOH RI in collaboration with BPS Statistics Indonesia, WHO SEARO and CDC Foundation.
Moses, J. M., Rangeeth, B. N., & Gurunathan, D. (2011). Prevalence Of Dental Caries, Socio-Economic Status And Treatment needs of 15 years Old School Going Children Of Chidambaram. J Clin and Diag Res. 5 (1) , 146-51.
Musadad, A., & Irianto, J. (Sept, 2009). Pengaruh penyediaan air minum terhadap kejadian karies gigi usia 12 - 65 tahun di provinsi Kep. Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat (Analisis Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi Kesehatan. 8 (3) , 1032-46.
National Institute of Dental and Craniofacial Research (NIDCR), National Intitute of Health (NIH). (2005). Dental Caries (Tooth Decay) in Adults (Age 20 to 64). Retrieved Aug 20, 2014, from http://www.nidcr.nih.gov: http://www.nidcr.nih.gov/DataStatistics/FindDataByTopic/DentalCaries/DentalCariesAdults20to64.htm
Nelson, D., Mowery, P., Asman, K., Pederson, L., & O'Malley, P. (2008). Long-term trends in adolescent and young adult smoking in the united states: Metapatterns and implications. American Journal of Public Health , 98 (5), 905-15.
Nguyen, T., Witter, D., Bronkhorst, E., Truong, N., & Creugers, N. (2010, Mar 13). Oral health status of adults in Southern Vietnam - a cross-sectional epidemiological study. BMC Oral Health.10 (2) .
Notohartojo, I. T., Sulastri, M. A., Riyadina, W., & Nainggolan, O. (2011, Des). Nilai karies gigi pada karyawan kawasan Industri di Pulogadung Jakarta. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 21 (4) , 166-75.
Oswal, K. (2010). A common risk approach for oral health promotion and prevention . Indian J Dent Res. 21 , 157.
Packington, I. (2008, Nov 2). Successful Control of Dental Caries in Sweden Without Fluoridation. Retrieved Jul 7, 2014, from http://www.npwa.org.uk : http://www.npwa.org.uk/wp-content/uploads/2008/06/varmland_general_fin.pdf
50
Universitas Indonesia
Perera, I., & Ekanayake, L. (2008). Social gradient in dental caries among adolescents in Sri Lanka. Caries Res. 42 (2) , 105-11.
Petersen, P. (2005). Sociobehavioural risk factors in dental caries – international perspectives. Community Dent Oral Epidemiol. 33 , 274–9.
Rad, M., Kakoie, S., Niliye-Brojeni, F., & Pourdamghan, N. (2010, Fall). Effect of Long-term Smoking on Whole-mouth Salivary Flow Rate and Oral Health. J Dent Res Dent Clin Dent Prospects. 4 (4) , 110-4.
Sheiham, A. (2005, Sept). Oral health, general health and quality of life. Bulletin of the World Health Organization. 83 (9) , 641 - 720.
Shelbourne Cliniic. (n.d.). Tooth Decay. Retrieved Jul 13, 2014, from http://shelbourneclinic.ie: http://shelbourneclinic.ie/advice/tooth-decay/
Sintawati, F. (2005). Studi Evaluasi Akhir Fluoridasi Air Minum di Kodya Banjarmasin - Abstrak. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I.
Surgeon General; Centers for Disease Control and Prevention (US); National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (US); Office on Smoking and Health (US). (2010). Chapter 3. Chemistry and Toxicology of Cigarette Smoke and Biomarkers of Exposure and Harm. In How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-Attributable Disease: A Report of the Surgeon General. Retrieved Aug 21, 2013, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK53014/
Sutiarto, F. (1999, June). The relationship between habitual clove cigarette smoking and a specific pattern of dental decay in male bus drivers in Jakarta, Indonesia. J Caries Res. 33 (3) , 248-50.
Tanaka, K., Miyake, Y., Sasaki, S., & Hirota, Y. (2012). Dairy products and calcium intake during pregnancy and dental caries in children. Retrieved Apr 17, 2013, from
51
Universitas Indonesia
http://www.nutritionj.com: http://www.nutritionj.com/content/11/1/33
Terrades, M. C., Clarke, H., Mullally, B. H., & Stevenson, M. (2009). Patients' knowledge and views about the effects of smoking on their mouths and the involvement of their dentists in smoking cessation activities, British Dent J. 207 (E22). Retrieved Nov 1, 2013, from http://www.nature.com : http://www.nature.com/bdj/journal/v207/n11/full/sj.bdj.2009.1135.html
U.S. CDC. (2013). Preventing Dental Caries with Community Programs. Retrieved Sept 23, 2014, from http://www.cdc.gov: http://www.cdc.gov/oralhealth/publications/factsheets/dental_caries.htm
U.S. Departement of Health and Human Services. (2010). A Report of the Surgeon General: How Tobacco Smoke Causes Disease; What It Means to You. U.S. Departement of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health. Pp. 2-3.
U.S. Department of Health and Human Services. (2010). Leading Health Indicators and Objectives - Tobacco Use. Retrieved Mar 3, 2014, from http://www.healthypeople.gov: http://www.healthypeople.gov/2020/LHI/tobacco.aspx
U.S. FDA. (2013, Mar 21 (last updated)). Flavored tobacco. Retrieved Feb 15, 2015, from http://www.fda.gov: http://www.fda.gov/TobaccoProducts/ProtectingKidsfromTobacco/FlavoredTobacco/default.htm
U.S. FDA. (2014, Sept 9 (last updated)). Overview of the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act: Consumer Fact Sheet. Retrieved Feb 15, 2015, from http://www.fda.gov: http://www.fda.gov/tobaccoproducts/guidancecomplianceregulatoryinformation/ucm246129.htm
UBINIG - Policy Research for Development Alternative . (2011, Aug 8). International Conference on Shifting out of Tobacco. Retrieved Feb 11, 2015, from http://www.ubinig.org:
52
Universitas Indonesia
http://www.ubinig.org/index.php/home/showAerticle/30/english
Vellappally, S., Fiala, Z., Smejkalová, J., Jacob, V., & Shriharsha, P. (2007, Sep). Influence of tobacco use in dental caries development. Cent Eur J Public Health. 5 , 116-21.
Warnakulasuriya, S., Dietrich, T., Bornstein, M., Peidró, E., Preshaw, P., Walter, C., et al. (2010). Oral health risks of tobacco use and effects of cessation. Inter Dent J. 60 , 7-30.
Watt, R. (2005). Strategies and approaches in oral disease prevention and health promotion. Bulletin of World Health Organization. 83 (9) , 711-8.
White House. (2009, Jun 22). President Obama Signs Kids Tobacco Legislation. Retrieved Feb 15, 2015, from http://www.whitehouse.gov : http://www.whitehouse.gov/video/President-Obama-Signs-Kids-Tobacco-Legislation/
WHO. (2007). About the WHO Framework Convention on Tobacco Control. Retrieved Aug 23, 2012, from http://www.who.int: http://www.who.int/fctc/about/en/index.html
WHO Int. . (2009). MPOWER brochures and other resources . Retrieved Aug 23, 2013, from http://www.who.int: http://www.who.int/tobacco/mpower/en/
WHO. (n.d.). Oral health information systems - Oral health surveillance. Retrieved Sept 26, 2014, from http://www.who.int : http://www.who.int/oral_health/action/information/surveillance/en/
WHO. (2012, April). Oral health, Fact Sheet No. 318. (World Health Organization) Retrieved Nov 22, 2012, from http://www.who.int: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs318/en/index.html
WHO. (2014). Risks to oral health and intervention. Retrieved Sep 24, 2014, from http://www.who.int: http://www.who.int/oral_health/action/risks/en/index1.html
53
Universitas Indonesia
WHO. (2008). Study group on economically sustainable alternatives to tobacco growing (in relation to Articles 17 and 18 of the Convention). Retrieved Feb 11, 2015, from http://apps.who.int : http://apps.who.int/gb/fctc/PDF/cop3/FCTC_COP3_11-en.pdf
World Conference on Tobacco Or Health (WCTOH). (2015, Mar 21). Youth Resolution calls for No More Tobacco in 21st Century. Retrieved Jul 15, 2015, from http://www.wctoh.org: http://www.wctoh.org/updates/youth-resolution
Wuertenberg, B. (2009, Oktober 7). Government / FDA banned Clove cigarettes. Retrieved April 17, 2011, from http://food-and-drug-administration.pissedconsumer.com: http://food-and-drug-administration.pissedconsumer.com/government-fda-banned-clove-cigarettes-20091117162145.html.
Zheng, C. (2010, Dec.). The effect of cigarette smoking on the virulence of Streptococcus mutans caries and cardiovascular diseases. Doctor of Philosophy's thesis in the School of Dentistry - Indiana University. P. v (abstract). Indianapolis: School of Dentistry - Indiana University.
Zini, A., Sgan-cohen, H., & Marcenes, W. (2012). The social and behavioural pathway of dental caries experience among jewish adults in Jerusalem. Caries Res. 46 (1) , 47-54.
Zinser, V., Irigoyen, M., Rivera, G., Maupomé, G., Pérez, L., & Velázquez, C. (2008, Aug ). Cigarette smoking and dental caries among professional truck drivers in Mexico . Caries Res. 42 (4) , 255-62.
Zubiene, J., Milciuviene, S., & Klumbiene, J. (2009). Evaluation of dental care and the prevalence of tooth decay among middle-aged and elderly population of Kaunas city. Stomatologija. 11 (2) , 32-7.
54 Universitas Indonesia
DAFTAR RIWAWAT HIDUP
drg. R. Wasis Sumartono SpKG
Informasi kontak
Email : [email protected] atau [email protected] HP: +62.81310673457 Tel Rmh: +6221.82422714 Alamat rmh: Blok AA5 No. 5 A Pondok Pekayon Indah Bekasi, Jawa Barat Indonesia Kode pos 17148 Website: https://www.facebook.com/wasis.sumartono
Informasi pribadi
Tempat lahir: Magelang – Jawa Tengah Tanggal lahir: 12 Februari 1957 (58 tahun) Gender: Pria Istri: Elly Miani Anak-anak:
1) R.R. Shinta Felisia SS. MHum. 2) R.B. Teguh Sulistiadi 3) R.R. Anita Septiani
55 Universitas Indonesia
Pendidikan:
1) Dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran gigi, Universitas Indonesia. Masuk: 1978 Lulus : Januari 1984 . IPK: 2,3 .
2) Spesialis Konservasi Gigi (Endodontik) di Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Masuk: Juli 1987. Lulus : September 1989 . IPK: 2,7
Pengalaman kerja:
1) Dokter gigi Puskesmas di Jayapura – Papua (dulu Irian Jaya) Juni 1984 – Januari 1985 dan di Puskesmas Biak, Papua, Januari 1985 – April 1987.
2) Spesialis Konservasi Gigi (Endodontist) di RSU Dr. M. Djamil, Padang, Sumatera Barat, dari September 1989 sampai Juni 1994.
3) Peneliti Kesehatan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes R.I. Masuk Juni 1994 Pensiun: Maret 2013. (gol IV B)
Minat penelitian:
Setelah menjadi peneliti kesehatan, mengetahui bahwa
Penyakit Jantung telah jadi sebab kematian utama penduduk Indonesia dan merokok merupakan salah satu faktor risiko utama-nya, serta melihat prevalensi merokok pria Indonesia sangat tinggi, sejak tahun 1995 penulis memutuskan untuk memusatkan perhatian pada penelitian pengendalian tembakau (tobacco control research). Selain itu, penulis juga belajar membuat sejumlah video kampanye berhenti merokok yang penulis upload ke Youtube misalnya:
56 Universitas Indonesia
1.Mengapa iklan dan promosi tembakau perlu dilarang total di Indonesia. http://www.youtube.com/watch?v=4LQfgw1sulc
2.Cara industri tembakau mencari untung. http://www.youtube.com/watch?v=QcX7fOcxbZw
3.Pesan dari Dobo.
http://www.youtube.com/watch?v=0Ibs-5PFdJg.
4.Kesaksian pasien kanker karena merokok http://www.youtube.com/watch?v=9MaDv-x8QSk
5.Wanita, Tembakau dan Kanker Paru.
http://www.youtube.com/watch?v=smVzy_IF7vg
6.Karies gigi yang berkaitan dengan merokok. http://www.youtube.com/watch?v=R_B-uvMPpho.
7.Funny Indonesian Quit Smoking Video by MUSA UP.
http://www.youtube.com/watch?v=Tx392xOcrdk.
8. Mengapa ummat Islam seharusnya tidak merokok. http://www.youtube.com/watch?v=ujsEJ4QRoWQ,
9.Merokok bukan budaya Islam.
http://www.youtube.com/watch?v=quN4kwdh8J8.
57 Universitas Indonesia
Publikasi profesional
1) Sumartono, W. ; Sirait, A.M.; Holy, M and Thabrany, H; Smoking and Socio-Demographic Determinant of Cardiovascular Diseases among Males 45+ Years in Indonesia. Int. J. Environ. Res. Public Health 2011, 8(2), 528-539; http://www.mdpi.com/1660-4601/8/2/528
2) Estimation of total number of poor Indonesian males aged 45 years who suffered smoking related diseases, https://www.academia.edu/4368042/Estimation_of_total_number_of_poor_Indonesian_males_aged_45_years_290813
3) Sumartono, W.; Sirait, A.M.; Notosiswoyo, M. &
Oemijati, R. Effectiveness of a Health Education Intervention to Reduce High School Students who have intention to Smoke at the Age of 20 Years in Thabrany, H & Sarnantio, P (Ed): Indonesia : heaven for tobacco company, the hell for the people. http://tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2012/11/Indonesia-The-Heaven-for-Cigarette-Companies-amp-The.pdf Page 111-26.
4) Tobacco Epidemic and Child Abuse In Indonesia:
Ministry of Social Welfare Role and Responsibility, an oral presentation in The International Conference on Public Health Priorities in the 21st Century: The Endgame for Tobacco New Delhi, India 10-12 Sept. 2013. Respiratory Medicine Vol. 107 Supplement 1, Page S4. http://www.resmedjournal.com/search/quick