Ringkasan Ujian Dk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppok

Citation preview

57

Abses Hepar

Etiologi Entamoeba Hystolitica (Abses Hepar Amoebik/AHA) Abses Hati Piogenik/AHP (bakteri dan jamur)

Subjektif: KeluhanSering pada laki-laki Nyeri spontan perut kanan atas, dan bila berjalan ditandai dengan jalan membungkuk sambil kedua tangan diletakkan di atas tempat sakit. Nyeri bila ditekan pada perut kanan atas, dan biasanya os miring ke sisi kanan untuk mengurangi sakit atau berhenti bernapas sejenak (Ludwig sign). Demam panas tinggi dan menggigil. Mual, muntah, nafsu makan dan BB , BAK warna gelap, BAB spt kapur,

RPPRiwayat diare dengan lendir dengan/tanpa darah. (riwayat dapat ada/tidak shg jika tidak ada riwayat disentri maka tidak menyingkirkan abses hepar)

Pemeriksaan FisikIkterik, Hepatomegali, Nyeri tekan, fluktuasi, asites.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Kultur dan Resistensi

Radiologi

HistopatologiSerologi Amoeba, Leukositosis (shift to the left), LED, Alkalaine fosfatase, SGOT, SGPT, dan bilirubin . Hemoglobin dan Albumin .

Kultur dan Resistensi (gold standard) untuk menemukan penyebab.

R thorak & Abdomen: Peninggian diafragma kanan, air fluid level di bawah diafragma. USG abdomen

Aspirasi hepar ditemukan pus warna merah tengguli

Tatalaksana Istirahat Diet TKTP Terapi awal dengan Antibiotika metronidazol 4 x 500 mg selama 5-10 hari sampai didapatkan hasil kultur dan resistensi aspirasi. Jika abses hepar > 7 cm diteruskan dengan terapi nivaquin 3 x 10 mg selama 3 minggu. Aspirasi cairan pus jika abses pecah atau kurang respon dengan pengobatan.

PrognosisBonam

Asma Bronkhial

DefinisiAsma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society)

Patogenesis dan etiologiSampai saat ini pathogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respons salauran napas berlebihan.Asma sebagai penyakit inflamasikalor, rubor, tumor, dolor, functio laesa dan infiltrasi sel radang. 2 jalur yang ditempuh untuk mencapai keadaan inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas yaitu jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom.Hiperaktivitas Saluran Napas (HSN)Pasien Asma sangat peka terhadap rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamine dan metakolin), dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik , selain peka terhadap rangsangan tersebut, pasien juga sangat peka terhapdap lergen spesifik.Inflamasi Saluran napasKerusakan Epitelsalah satu konsekuensi inflamasi dalah kerusakan epitel. Perubahan struktur karena kerusakan epitel ini meningkatakan penetrasi allergen, mediator serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf otonom mudah terangsang. Sel-sel bronkus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang bersifat bronkodilator. Kerusakan sel epitel bronkus akan mengakibatkan bronkokontriksi lenih mudah terjadi.Mekanisme neorologisterjadi peningkatan respons saraf parasimpatisGangguan Intriksikotot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada saluran napas diduga berperan pada HSN.Obstruksi Saluran NapasMeskipun bukan factor utama. Obstruksi saluran napas diduga ikut berperan pada HSN .

PatofisiologiObstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus, edema, dan inflamasi diniding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama fase ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas tetap lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan bantuan otot-otot bantu napas.Patofisiologi asma terbagi kedalam ketiga fase. Pertama, munculnya asma ditandai adanya peningkatan respon dinding bronkial. Kedua, reaksi asma fase ini, berupa bronkokonstriksi, dimana terjadi : (1) rangsangan antigen terhadap dinding bronkial; (2) terjadinya proses degranulasi sel mest yang melepaskan histamin, kemotaktik, proteolik serta heparin; dan (3) bronkokonstriksi otot polos. Ketiga, reaksi asma fase lanjut, berupa inflamasi alergi dimana terjadi : (1) sel-sel inflamasi melibatkan sel mast, eosinofil; (2) pelepasan sitokin, bahan-bahan vasoaktif dan asam arakhidonat; (3) inflamasi sel-sel epitelial dan endotelial; (4) pelepasan interleukin 3 (IL-3) dan IL-6, tumor necrotic factor (TNF), Interferon-gamma.

Keluhan Gejala klasik paling umum adalah batuk, sesak napas dan mengi yang timbul secara tiba-tiba (relative cepat) dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan pernapasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. pada beberapa orang biasa didahului gejala pendahuluan yang biasa disebut aura asmatik berupa sensasi atau perasaan abnormal, seperti rasa tidak enak didada, rasa gatal di dagu, dada depan atau didaerah antar belikat atau bersin-bersin sesudah terpapar oleh suatu pencetus. Sesudah itu timbullah gejala asma yang biasa dimulai dengan rasa tercekik pada seluruh dada, rasa dingin atau terbuka disternum. Kemudian timbul rasasesak napas yang berangsur menjdi semakin berat. batuk dimula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya semakin produktif kemudian semakin keras seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bias kekuningan atau kehijauan terutama bila ada infeksi sekunder.

Pemeriksaan fisikDalam keadaan serangan, tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat. Mengi (wheezing) sering dapat didengar tanpa stetoskop. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi memanjangdisertai ronhki kering sibilantis dan mengi (wheezing). Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan lebih. Jika tidak ditemukan kelainan paru, dapat dicoba pasien bernapas dalam dengan cepat 3-4x. Pada pasien asma hal ini dapat menginduksi serangan-serangan batuk bahkan mengi.Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: Pasien dalam keadaan capek dengan posisi duduk lemah, bahu terangkat, lengan di samping berpegangan pada meja atau sisi tempat tidur Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas, sehingga tampak retraksi supra sterna, supraklavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung. Takikardi makin hebat disertai dehidrasi. Timbul pulsus paradoksus dimana terjadiu penurunan tekanan sistolis >10 mmHg pada saat inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5mmHg, pada asma berat bias sampai 10 mmHg atau lebih. Penderita gelisah, banyak keringat, sukar tidur dan susah bicara.Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan Wheezing tidak terdengar (silent chest). Tekanan darah menurun, sianosis, gangguan irama jantung, kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati sampai koma. Pada pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema pupil.

Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan radiologyGambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.2. Pemeriksaan tes kulitDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.3. ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.4. Scanning paruDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.5. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Tatalaksanaan Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan menghindari faktor pencetus Pemberian cairan Fisiotherapy Beri O2 bila perlu Pengobatan Farmakologis Bronkodilator-Agonis B 2-Metilxantin-Antikolinergik Antiinflamasi-Antikolinergik-Natrium Kromolin

Prognosis Dubia ad Bonam

Komplikasi1. Pneumotoraks2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis3. Atelektasis4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik5. Gagal napas6. Bronchitis7. Fraktur iga

CHF ec. ASHD

Atherosklerotis: kelainan dimana arteri kehilangan kemampuan elastisitasnya. Atheroskerosis dapat terjadi pada arteri dengan rentang diameter dari aorta sampai kurang lebih 3 mm. Arteri yang paling sering terkait: aorta, koroner, karotis, serebral, dan femoral. Lesi yang paling awal: lapisan/plaque lemak pada tunika intima (terdiri dari foam cells (makrofag yang menelan lemak dan sel limfosit T) yang akan meluas ke tunika media (terdiri dari foam cells dan otot polos). Kemudian lesi ini akan diselubungi oleh fibrous cap. Plaque lalu akan akan mengalami vaskularisasi (dari vasa vasorum arteri), yang akan memberi akses kepada sel-sel inflamasi dan menyebabkan perdarahan intraplaque yang akan melemahkan plaque tersebut. Plaque yang robek dapat menyebabkan terjadinya perdarahan dan thrombosis. Pada fase awal pembentukan plaque, arteri masih dapat berkompensasi dengan meningkatkan diameternya, sehingga tidak ada gangguan aliran (koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran darah 5-6 kali di atas tingkat istirahat). Ketika plaque menutupi > 40% lumen, arteri tidak bisa berkompensasi lagi dan aliran darah ke organ akan terganggu menyebabkan iskemia (keadaan kekurangan oksigen, sementara dan reversibel) (gejala: stable angina). Iskemia > 30-45 menit dapat menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel. Jika terjadi erosi superfisial pada plaque (ditambah dengan trombosis yang terbatas), meskipun tidak ada hambatan pada aliran, dapat menyebabkan terjadinya unstable angina atau myocard infarction. Ruptur dalam dari plaque dengan penyumbatan total arteri koroner dapat menyebabkan myocard infaction. Atherosklerosis pada arteri yang telah lemah akibat proses penuaan menyebabkan aneurisma dan ruptur dapat terjadi. Faktor risiko:1. Usia: penyakit yang serius jarang sebelum usia 40 tahun.2. Jenis kelamin: wanita relatif terlindung sampai setelah menopause (akibat efek perlindungan estrogen)3. Riwayat keluarga: dapat akibat kelainan genetik (gangguan lipid familial) atau lingkungan (gaya hidup)4. Ras: Amerika-Afrika lebih rentan dibandingkan kulit putih.5. Peningkatan lipid serum6. Hipertensi: mempercepat atherogenesis dengan meningkatkan sheer stress (robekan), meningkatkan pembentukan hidogen peroksida dan radikal bebas, mengurangi pembentukan nitrit oksida oleh endotelium dan meningkatkan adhesi leukosit.7. Merokok: tergantung jumlah rokok yang diisap perhari (bukan pada lamanya), mereka yang merokok satu pak rokok 2x lebih rentan dibandingkan dengan yang tidak merokok. Asap rokok dapat menyebabkan pembentukan oxidatively modified LDL.8. Gangguan toleransi glukosa: penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi lebih tinggi, mekanismenya belum pasti tapi mungkin akibat kelainan metabolisme lemak atau predisposisi degenerasi vaskular berkaitan dengan gangguan toleransi glukosa. Hiperglisemia dapat memacu glukosilasi non enzimatik dari LDL yang menginisiasi terjadinya atherosklerosis dengan cara yang sama dengan oxidatively modified LDL.

Oxidation of low-density lipoprotein. The figure shows the mechanisms by which oxidized low-density lipoprotein contributes to atherosclerosis. (a) Oxidized low-density lipoprotein is chemotactic for circulating monocytes. (b) Oxidized low-density lipoprotein inhibits the movement of resident macrophages out of the arterial intima. (c) Resident macrophages generate free radicals and contribute to production of oxidized low-density lipoprotein, leading to the generation of foam cells. (d) Oxidized low-density lipoprotein is cytotoxic and this leads to endothelial cell damage and loss of integrity. 9. Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori10. Obesitas: meningkatkan beban kerja jantung dam kebutuhan akan oksigen11. Gaya hidup kurang bergerak12. Stres psikologik13. Tipe kepribadian: tipe A (mencerminkan persaingan kuat, agresif, merasa diburu waktu) mempercepat atherogenesis. Iskemia: terjadi bila kebutuhan oksigen melebihi supply yang ada. Fungsi ventrikel kiri dapat terganggu akibat: gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia akibat penurunan pembentukan fosfat berenergi, asidosis yang cepat akibat hasil akhir metabolisme anaerob (asam laktat). Pada EKG gambaran yang tampak: gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Angina pektoris: nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanismenya belum jelas, sepertinya karena reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat kontraksi miokardium yang abnormal. Gambaran khasnya: tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri (banyak penderita dengan nyeri yang tidak khas). Umumnya angina dipicu oleh aktivitas ayang meningkatkan kebutuhan akan oksigen dan akan menghilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin. Angina Prinzmetal lebih serig pada waktu istirahat akibat spasme setempat dari arteri epikardium (mekanisme penyebabnya belum jelas). Infark yang klasik meliputi trias berikut:1. Klinis khas: nyeri dada yang lama dan hebat, biasanya disertai mual, muntah, keringat dingin. Sekitar 20-60% dapat asimptomatik/tidak fatal.2. Meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel-sel miokardium yang nekrosis: kretinin fosfokinase (CK/CPK), glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT/GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH). Yang paling spesifik: isoenzim MB-CK.3. EKG: Q wave nyata, elevasi segmen ST,dan T wave terbalik. Komplikasi ASHD:1. CHF2. Syok kardiogenik3. Disfungsi otot papilaris4. VSD5. Ruptura jantung6. Aneurisma ventrikel7. Tromboembolisme8. Perikarditis9. Sindrom Dressler10. Aritmia: merupakan komplikasi paling sering (90%) pada miokard infark. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Gambaran aritimia bisa dilihat dari EKG. CHF (gagal jantung kiri dan kanan) akibat ASHD merupakan akibat disfungsi miokardium atau kontraktilitasnya (gagal jantung bisa disebabkan tiga hal: preload, afterload, dan contractility). Komplikasi yang paling sering setelah miokard infark ialah gagal jantung kiri yang menyebabkan kongesti vena pulmonalis. Adanya peningkatan tekanan vaskular paru-paru membebani ventrikel kanan yang berakibat pada kongesti vena sistemik. Klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association) menyatakan hubungan antara gejala dan derajat aktivitas fisik:1. NYHA I: gejala tidak muncul pada kegiatan sehari-hari2. NYHA II: gejala muncul pada kegiatan sehari-hari3. NYHA III: gejala muncul pada kegiatan lebih ringan dari kegiatan sehari-hari4. NYHA IV: gejala muncul ketika istirahat

Tanda gagal ke belakang pada gagal jantung kiri:1. Dispnea (perasaan sulit bernafas) bersifat progresif akibat kongesti vaskular paru (dari kongesti vena paru-edema interstitial-edema alveolar) sehingga mengurangi kelenturannya dan terjadilah peningkatan kerja pernapasan.2. Dispnea saat beraktivitas: gejala awal gagal jantung kiri.3. Orthopnea: akibat redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah sirkulasi sentral.4. Dispnea nokturnal paroksismal/mendadak terbangun karena dispnea: sifatnya lebih spesifik untuk gagal jantung kiri daripada dispnea dan dan orthopnea.5. Asma kardiale: mengi akibat bronkospasme, terjadi waktu malam atau aktivitas fisik.6. Batuk nonproduktif: sekunder akibat kongesti paru terutama pada posisi berbaring. 7. Ronkhi: akibat transudasi cairan paru-paru (ciri khas gagal jantung), awalnya di bagian bawah paru sesuai gravitasi. 8. Gallop ventrikel: S3, ciri khas gagal jantung kiri. Tanda ke depan pada gagal jantung kiri:1. Kelemahan dan keletihan (mudah capek): akibat berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot rangka, manifestasi paling dini.2. Pucat dan dingin: vasokonstriksi perifer.3. Sianosis: penurunan lebih lanjut curah jantung dan peningkatan kadar Hb tereduksi.4. Demam ringan atau keringat berlebih: vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh melepaskan panas.5. Insomnia, gelisah, bingung: akibat penurunan curah jantung lebih lanjut.6. Kehilangan berat badan progresif (kaheksia kardia): curah jantung rendah, anoreksia akibat kongesti viseral, keracunan obat, atau diet tidak mengundang selera.7. Takikardi: karena perangsangan sistem simpatik.8. Denyut nadi lemah: tekanan nadi rendah (perbedaan tekanan sistolik dan diatolik rendah).9. Pulsus alternans: gagal jantung kiri berat. Tanda gagal ke belakang pada gagal jantung kanan:1. Gejala saluran cerna: anoreksia, rasa penuh, mual, akibat bendungan hati dan usus.2. Peningkatan JVP3. Bendungan vena leher4. Uji refluks hepatojugular positif: peningkatan JVP pada kompresi manual kuadran kanan atas abdomen.5. Hepatomegali6. Nyeri tekan hati: peregangan kapsula hati.7. Edema perifer: sekunder terhadap penimbunan cairan di ruang interstitial, mula-mula di daerah yang tergantung terutama di malam hari.8. Edema anasarka: gagal jantung yang berlanjut.9. Peningkatan berat badan: retensi cairan, biasanya mendahului edema.10. Kuat angkat substernal: terangkatnya sternum pada sistolik, karena pembesaran ventrikel kanan. Rontgen1. Kongesti vena paru: berkembang jadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih berat2. Redistribusi vaskular pada lobus atas paru3. Kardiomegali Laboratorium 1. Hiponatremia pengenceran2. Kalium dapat normal atau menurun sekunder akibat terapi. Hiperkalemia dapat terjadi akibat tahap lanjut gagal jantung karena gangguan ginjal.3. BUN dan kreatinin dapat meningkat sekunder akibat perubahan laju filtrasi glomerulus.4. Urine: lebih pekat, berat jenis lebih tinggi, kadar natrium berkurang.5. Kelainan fungsi hati: pemanjangan masa protrombin ringan. 6. Peningkatan bilirubin dan enzim hati, aspartat aminotransaminase (AST) dan alkali fosfatase serum: terutama pada gagal jantung akut. Penanganan1. Bedrest untuk meringankan beban jantung2. Diet jantung 33. Oxygen 3 L/menit4. IVFD D 5% gtt VIII/minute (micro drip) bila BSS tidak tinggi5. Diuretik oral/parenteral sampai edema hilang: furosemid IV 1x 40 mg karena mempunyai onset kerja yang cepat dan masa kerja yang singkat sehingga sesuai untuk situasi yang akut6. ACE inhibitor: captopril 3 x 6.25 mg untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas karena paradigma baru menyatakan terdapat korelasi antara penghambat neurohormonal dalam mencegah progresitivitas gagal jantung7. Beta bloker dosis kecil dapat dimulai setelah diuretik dan ACEI diberikan8. Digitalis bila ada aritmia supravemtrikulaer (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau ketiga obat di atas belum memuaskan. Intoksikasi dapat dipermudah bila terjadi gangguan fungsi ginjal (ureum/kretinin meningkat) atau kadar kalium kurang ( baik dibandingkan umur tua dan laki-laki. Makin awal timbul komplikasi gagal ginjal dan hipertensi prognosis makin buruk. Pengobatan >6 bln sejak gejala klinis muncul prognosis buruk. SN lesi minimal prognosis lebih baik daripada SN lesi non minimal. Kematian umumnya terjadi akibat GGK dengan sindrom azotemia, infeksi sekunder (renal/ekstrarenal), kegagalan sirkulasi akut.

Komplikasi1. Malnutrisi akibat hipoalbuminemia berat2. Infeksi sekunder penurunan Ig3. Koagulopati peningkatan faktor pembekuan4. Aterosklerosis akibat hiperlipidemia yang berlangsung lama dan tidak terkontrol5. Syok hipovolemik akibat ekstravasasi cairan iv ke interstitiel6. Gagal ginjal kompresi tubulus akibat edema intrarenal.

TUMOR PARU

DefinisiSuatu proses keganasan yang dapat berasal dari saluran pernapasan, baik itu berasal dari sel-sel bronkus atau alveolus ataupun dari sel-sel yang memproduksi mukus yang mengalami degenerasi maligna, ataupun dari jaringan ikat diluar saluran pernapasan.

Masalah tumor paru Kejadiannya makin tinggi Diagnosis sering terlambat Prognosisnya (harapan) jelek Pengobatan mahal Efek samping akibat pengobatan cukup tinggi

Mengapa kejadiannya meningkat Usia harapan hidup meningkat Konsumsi rokok tinggi Negara industri, paparan bahan radiasi meningkat Kemampuan diagnosis penyakit lebih baik

Kejadian dan penyebab (etiologi) Kejadian tumor paru sangat berkaitan dengan kebiasaan merokok Kejadian meningkat pada mereka yang merokok Untuk Indonesia menduduki peringkat ketiga kanker terbanyak setelah kanker payudara dan kanker leher rahim Kejadian di dunia lk 0,5 juta kasus/th, diperkirakan 10 juta kasus tahun 2025

Di Negara maju merupakan penyebab utama kematian pada kanker Penyebab pasti tumor paru belum diketahui, diduga akibat paparan berkesinambungan dari bahan karsinogenik. Faktor lain yang terkait adalah kekebalan tubuh dan genetic Resiko tumor paru meningkat 13 kali lipat pada perokok aktif dan 1,5 kali pada perokok pasif Angka kematian tumor paru meningkat sampai 70 kali lipat pada laki laki yang merokok 2 pak/hari selama 20 tahun disbanding yang tidak merokok Pada perokok 1-10 batang, 20-40 batang dan lebih dari 40 batang maka resiko akan meningkat 15, 40-50 dan 70 kali lebih besar disbanding bukan perokok

Beberapa bahan karisnogen, al: Rokok Asbestos Bahan metal (nikel, perak, kromium, kadmium, berilium, kobal dsb) Radiasi (radon, arsen, hidrokarbon polisiklik, vinil klorida) Genetik terkait dengan tumor suppressor gene dan dan gene encoding enzyme

KlasifikasiHISTOLOGICAL TYPES OF LUNG CANCER- SMALL CELL LUNG CANCER (SCLC) : 20% (OAT CELL) - NON SMALL CELL LUNG CANCER (NSCLC) :1. Squamous cell carcinoma : 40%2. Adenocarcinoma : 20%3. Large cell carcinoma : 15%4. Bronchioalveolar carcinoma : 5%

KLASIFIKASI WHO CARCINOMA PARU :1. Ca epidermoid = Ca squamous cell = spindel cell2. Ca sel kecil = Ca small cell = Oat cell = intermediate cell3. Adeno carcinoma4. Ca sel besar = Ca giant cell =clear cell5. Bronchioalveolar Ca

I. Ca sel skuamosa=epidermoid Ca Asal : hiperplasi sel basal epithel bronkus metaplasi sel squamosa Lokasi : 75-90% : bronkus besar atau letaknya di sentral shg sering obstruksi bronkus Sitologi sputum sangat membantu di samping bronkoskopi

II. Adenokarsinoma Asal : epithel bronkus Lokasi : umumnya perifer, jarang obstruksi bronkus. Sering mrp nodule paru soliter, < 4cm

III. Ca sel kecil : Ukuran sel 6-8 mikron, banyak inti Disebut juga Oat sel, bila tidak ditemukan sitoplasma Letak : umumnya sentral, sputum sitologi 90% Penyebaran : sangat cepat. Saat ter diagnosa, penyebaran sudah jauh

IV. Ca cell besar : Asal : epithel bronkus, mikroskopis mirip dg gambaran Adeno Ca atau Ca epidermoid Letak : 40% sentral, 60% perifer, ukuran > 4 cm Penyebaran/pertumbuhan sangat ganas melalui pemb. darah/lymphe

Keluhan(Subjektif)Tergantung dari : Lokasi tumor Invasi ke organ sekitar Ada/tidaknya penyebaran :lymphogen, hematogen

Umumnya gejala dibagi :Intra thorakal : - intra pulmoner - ekstrapulmonarEkstra thorakal : - non metastasis - metastasis

I. Intra thorakal intra pulmoner :1. Batuk kering dan lama2. Batuk darah ringan (bercak)3. Sesak nafas4. Mengi/ wheezing terlokalisir5. Nyeri dada karena invasi ke pleura

II. Intra thorakal extra pulmonal :Desakan tumor ke rongga mediastinum, sehingga menekan/merusak syaraf & organ yg ada di dalamnya

III. Ekstra torakal non metastasis :1. Manifestasi neuromuskuler2. Manifestasi endokrin metabolik3. Manifestasi jaringan ikat / tulang Kadang2 migratori thrombophlebitis, purpura & anemia

IV. Ekstra Thorakal metastasis : Melalui sirkulasi arterial ke: - hati, - tulang, - otak, - supra renal

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis

Umum: Nadi :normal/bisa AF, irregular RR : normal/ Organ:Mata: conjungtiva palpebra pucat +/+ Sklera ikterik -/-Leher: JVP meningkat tek RVPulmo: Inspeksi : Statis, dinamis bagian paru yang terdapat tumor akan tertinggal saat bernafasPalpasi : Stemfremitus melemah pada sisi paru yang ada tumor Perkusi : Pekak pada sisi paru yang ada tumor (stadium lanjut) dan sonor pada sisi paru yang sehat. Batas paru-hepar sulit ditentukan.Auskultasi : Bising napas pokok : Bronkheal/trakheal yang timbul karena penyaluran getaran suara dari bronkus ke dinding toraks menjadi lebih mudah akibat konsistensi paru sekitar bronkus makin padat, sedang bronkus tetap terbuka dengan lumen yang normal. Bising napas tambahan : Kadang-kadang wheezing (pada tempat tertentu akibat penekanan oleh tumor).Abdomen: cembung jika terjadi asites, hepatomegali akibat bendungan jantung kanan.Ekstremitas: edema tungkai akibat bendungan perifer1. Sitologi sputum: 82,8%2. Bronkhoskopi - Washing : 76% - Brushing : 74% - Biopsi : 82% - Kombinasi : 94%3. Aspirasi transbronkhial : 71%4. Aspirasi transthorakal : 53%

Lain-lain : - pungsi & biopsi pleura - fluoroskopi, - tomografi, - mediastinoskopi, - CT scan, MRI, - torakoskopi

Staging

STAGING SYSTEM OF LUNG CANCER :

T : PRIMARY TUMOR T1 : Tumor 3 cm or less T2 : Tumor > 3,0 cm T3 : Tumor any size, location 2 cm distal carina, no pleural effusion T4 : Tumor any size, extension into : - chest wall, - mediastinum, - diafragma, - pleura, pleural effusion

N : NODAL INVOLVEMENT N0 : No metastasis to regional limfonodi N1 : Metastasis Limfonudi : - peribronchial, - ipsilateral hilar region, - both N2 : Metastasis Limfonudi : - ipsilateral mediastinal - subcarinal N3 : Metastasis Limfonudi : - contralateral mediastinal, - contralateral hilar, - ipsilateral or contralateral scalene or supraclavicular

M : DISTANT METASTASIS M0 : No distant metastasis M1 : Distant metastasis present liver, bone, brain, etc

STAGE = STADIUM : I : T1 N0 M0 or T2 N0 M0 II : T1 N1 M0 or T2 N1 M0 III a : T 1,2,3 N2 M0 III b : T4 any N M0, or any T N3 M0 IV : any T any N M1

TatalaksanaTerdiri dari : - Operasi - Radioterapi - KemoterapiOperasi Ca epidermoid (NSCLC) Stad. I, II, IIIA Adenocarcinoma Ca Sel besar Ca Sel kecil : - ganas, metastasis > - jarang operasi - sensitif : sitostatika, radioterapiRadiotherapy Definitif/kuratif PaliatifUmumnya Ca yang terdiagnose sudah stadium lanjut > 75% perlu radioterapi Indikasi Radioterapi: I. Berdasarkan sifat radioterapi I.a Definitif: Ca operable, tapi toleransi operasi sangat rendah Tumor primer, KGB hilus, KGB mediastinum I.b Paliatif: Meningkatkan kualitas hidup Tumor primer saja II. Berdasarkan Histologi Tumor II.a : Karsinoma paru sel kecil (SCLC) : -Yang belum metastasis :definitif, yaitu pada area tumor primer, kgb peribronkhial, kgb hilus, kgb mediastinum, kgb supraklavikula -Yang sudah metastasis : radiasi seluruh tubuhII.b : Karsinoma paru bukan sel kecil : - Yang belum metastasis: Dilakukan prabedah dan pascabedah Pada tumor primer dan kgb - Yang sudah metastasis:Paliatif : ketempat yang alami metastasis untuk hilangkan/kurangi gejala

Kemoterapi Pilihan pada yang sudah alami metastasis Bukan sel kecil : Stadium III lanjut atau menyebar Segera/bersama-sama dengan radioterapi atau operasi Ca sel kecil : terapi utama selain radioterapi

Performance Status berdasarkan Skala Karnofsky Skala 90-100% : Aktivitas normal Skala 70-80% : Ada keluhan umum, tapi cukup aktif mengurus diri sendiri Skala 50-60% : Umumnya aktif, hanya sesekali butuh bantuan Skala 30-40% : Tidak aktif, perlu banyak bantuan Skala 10-20% : Sangat lemah, tidak dapat meninggalkan tempat tidur, total perlu bantuan orang.

NSCLC Stage I : Surgical resection Stage II Stage IIIa : Radioterapi Stage IIIb : Radioterapi dan Stage IV kemoterapi

PrognosisTergantung dari : 1. Derajat / staging = stadium 2. Tampilan umum /performance status

Pada umumnya jelek Sebagian besar pasien meninggal dalam waktu satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.

Survival times NSCLCThe five years survival by the stagingSquamous cell Adenocarcinoma Stage I : 55% - Stage I : 45% Stage II : 35% - Stage II : 23% Stage IIIa : 15% - Stage IIIa : 8% Stage IIIb : 0% - Stage IIIb : 0% Stage IV : 0% - Stage IV : 0%

Survival times SCLC Limited disease 15 months Extensive disease 8 months More than 2 years 13% Mayor causes of deaths 2-5 years

TuberkulosisI.1 DefinisiTuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Penyakit ini biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, ingesti susu tercermar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit. Sebagian besar kuman (>80%) Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil mengenai organ tubuh lain (Braunwald et. al., 2002, Depkes RI, 2002). Tuberkulosis paru dapat memberikan gejala berupa gejala respiratorik yaitu batuk kering, batuk berdahak, bahkan batuk berdarah, dapat juga ditemukan gejala sesak napas dan nyeri dada. Selain gejala pernapasan pada tuberkulosis paru ditemukan pula gejala sistemik yaitu demam menjelang malam hari, keringat malam, nafsu makan menurun diikuti penurunan berat badan. Di bidang penyakit paru dikenal beberapa keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan yang segera dan atau intensif. Hemoptisis terutama yang masif merupakankegawatan yang cukup sering dijumpai sealin asma atau pneumotoraks. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai batuk darah. Batuk darah atau hemoptysis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang bercampur darah yang berasal dari saluran napas di bawah glotis. Batuk darah harus dipastikan apakah benar-benar merupakan batuk darah. Hal ini penting dibedakan terutama menyangkut penatalaksanaannnya. Hemoptisis bisa dalam jumlah banyak atau hanya berupa garis merah cerah pada dahak. Batuk darah masif merupakan keadaan gawat dalam bidang kedokteran, dan tidak ada kegawatan penyakit paru yang lebih menakutkan dibandingkan hemoptysis. Kriteria batuk darah masif sendiri adalah: Bila batuk darah kurang lebih 600 cc dalam 24 jam, dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti. Bila penderita batuk darah kurang lebih 600 cc per 24 jam tetapi lebih dari250 cc per 24 jam. Kadar HB kurang dari 10 gr%, sedngkan batuk darah berlangung terus. Batuk darah kurang dari 600 cc tetapi lebih dari 250 cc per 2 jam pad pemeriksaan HB lebih dari 10 gr%, dari pengamatan selama 48 jam ternyata batuk darah tidak berhenti.Ada tiga mekanise bagamana batuk darah dapat menyebabkan kematian seketika, yaitu: Asfiksia Kehilangan darah banyak dalam waktu singkat. Penyebaran penyakit kebagian-bagian paru yang sehat.

I.2 EtiologiMycobacterium tuberculosis, kuman penyebab penyakit TB, termasuk ke dalam famili Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Mycobacterium tuberculosis adalah parasit intraseluler fakultatif yang menimbulkan penyakit dengan pertumbuhan dalam makrofag, tetapi dapat juga berproliferasi dalam ruangan ekstraseluler dari jaringan yang terinfeksi, dan mampu in vitro dalam sistem biakan bebas sel.

I.3 PatogenesisTuberkulosis PrimerPenularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5m. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau focus Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal+limfadenitis regional= kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi : 1. sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (ini yang banyak terjadi).2. sembuh dengan meningggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan kurang lebih 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.3. berkomplikasi dan menyebar secara :a. perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,b. secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus,c. secara limfogen, ke organ tubuh lainnya,d. secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Post-primer (Tuberkulosis Sekunder)Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. Berdasarkan jumlah kuman, virulensi, dan imunitas pasien sarang dini ini dapat menjadi:1. Direabsorpsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.2. Sarang yang mula-mula meluas tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar, akan terjadilah kavitas. Hemoptysis dapat disebabkan oleh kavitas aktif atau proses inflamasi tuberkulosis di jaringan paru. Pada kelainan fibrokavitas arteri bronkialis dapat membesar dan terjadi anastomosis bronkopulmoner yang mudah tererosi dan berdarah. Apabila tuberkulosis berkembang menjadi fibrosis dan perkijuan, dapat terjadi aneurisma arteri pulmonalis dan bronkiektasis yang juga dapat mengakibatkan hemoptysis. Hemoptysis dapat juga merupakan bagian dari sndrome lobus tengah kanan (right middle lobe sndrome), yaitu obstruksi bronkus lobus tengah kanan paru yang mengakibatkan atelektasis dan/atau pneumonitis. Obstruksi tersebut dapat disebabkan oleh parut dan/atau peradangan karena infeksi, termasuk tuberkulosis, maupun penekanan kelenjar getah bening yang juga dapat disebabkan oleh tuberculosis. I.4 TerminologiTerminologi yang dipakai pada penulisan ini mengacu pada terminologi standar yang dikeluarkan oleh WHO dan Depkes RI. Secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu: terminologi yang berkaitan dengan tipe penderita, terminologi yang berkaitan dengan diagnosis, dan terminologi yang berkaitan dengan pengobatan. I.4.1 Terminologi yang berkaitan dengan tipe penderitaKasus baruPenderita TB paru yang sebelumnya tidak pernah mendapat OAT atau yang pernah mendapat OAT kurang dari satu bulan.Kasus kambuhPenderita TB paru BTA positif yang sebelumnya sudah dinyatakan sembuh, tetapi kini datang lagi dan pada pemeriksaan BTA memberikan hasil positif.Kasus gagalPenderita TB paru BTA positif yang sudah mendapat OAT, tetapi sputum BTA tetap positif pada akhir pengobatan fase awal setelah mendapat terapi sisipan, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan. Batasan ini juga berlaku untuk penderita TB paru BTA negatif yang sudah mendapat OAT, tetapi sputum BTA justru menjadi positif pada akhir pengobatan fase awal.Kasus pindahan (Transfer in)Penderita TB paru di Kabupaten / Kotamadya lain yang sekarang menetap di Kabupaten / Kotamadya ini.Kasus berobat setelah lalaiPenderita TB paru yang menghentikan pengobatan (2 bulan atau lebih) dalam keadaan belum dinyatakan sembuh dan kini datang lagi untuk berobat dengan BTA positif.Kasus kronikPenderita TB paru dengan BTA yang tetap positif, walaupun sudah mendapatkan pengobatan ulang yang adekuat dengan pengawasan yang baik.

I.4.2 Terminologi yang berkaitan dengan diagnosisTB paru BTA positifPenderita TB paru dengan salah satu kriteria sebagai berikut : Sputum BTA positif paling sedikit 2 kali berturut-turut Sputum BTA positif paling sedikit 1 kali dengan kultur M. tuberculosis positif Sputum BTA positif paling sedikit 1 kali, klinis/radiologis sesuai dengan TB paru.Pada program penanggulangan tuberkulosis Nasional, kriteria yang dipakai hanya kriteria pertama. Dalam beberapa kepustakaan dipakai istilah TB aktif.TB paru BTA negatifPenderita TB paru dengan kriteria sebagai berikut : Klinis dan radiologis sesuai dengan TB paru Sputum BTA negatif Kultur negatif atau positifIstilah lain yang sering dipakai adalah TB paru tersangka dan TB tak aktif.Bekas TB paruPenderita TB paru dengan kriteria sebagai berikut : Bakteriologis (sputum BTA dan kultur) negatif Gejala klinis tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang ditinggalkan Radiologis menunjukkan gambaran lesi TB yang aktif, terlebih bila gambaran serial foto toraks tidak mengalami perubahan.

I.4.3 Terminologi yang berkaitan dengan hasil pengobatanSembuhPenderita TB paru BTA positif yang telah mendapatkan pengobatan lengkap dan pada pemeriksaan dahak ulang (1 bulan sebelum AP dan pada AP BTA menjadi negatif).Pengobatan lengkapPenderita TB paru yang telah selesai pengobatannya, tetapi status kesembuhan (perubahan BTA positif menjadi negatif) tidak dapat ditentukan.Penderita BTA positif, akibat tidak dilakukan pemeriksaan dahak ulang atau dilakukan satu kali dengan hasil BTA negatif, sedangkan pada penderita BTA negatif, akibat konversinya tak dapat ditentukan.GagalPenderita TB paru yang BTA nya tetap positif / menjadi positif pada akhir fase awal pengobatan dengan sisipan , satu bulan sebelum AP atau pada AP (lihat atas).MeninggalPenderita TB paru yang meninggal karena sebab apapun selama pengobatan.Lalai (default)Penderita TB paru yang pindah ke Kabupaten / Kotamadya lain dengan hasil pengobatan yang tidak diketahui.

I.5 DiagnosisDiagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, gambaran foto toraks, pemeriksaan basil tahan asam dan pemeriksaan laboratorium penunjang.I.5.1 Gejala klinisGejala klinis sangat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali sampai gejala yang sangat berat seperti gangguan pernapasan dan gangguan mental. Secara garis besar gejala dibagi atas gejala sistemik (umum) dan gejala respiratorik (paru).1. Gejala sistemikGejala ini mencakup demam lama pada malam hari, keringat malam, badan terasa lemah, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.

2. Gejala respiratorikGejalanya antara lain : batuk, sesak napas dan rasa nyeri pada dada. Batuk biasanya lebih dari 3 minggu, kering sampai produktif dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen, batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek, sesak napas biasanya terjadi pada penyakit yang sudah lanjut.

1.5.2 Pemeriksaan1. Pemeriksaan FisikPemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subferis), badan kurus atau berat badan menurun.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain) penarikan paru, diafragma, dan mediastinum sekret di saluran napas suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.2. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan pada paru ialah foto toraks PA dan lateral. Kelainan yang didapat harus dinilai secara arif dan cermat, penilaian aktif atau tidaknya suatu lesi sebaiknya berdasarkan foto serial, bukan berdasarkan pada pembacaan foto tunggal. Gambaran lesi yang menyokong kearah TB paru aktif biasanya berupa infiltrat nodular berbagai ukuran di lobus atas paru, kavitas (terutama lebih dari satu), bercak milier ataupun adanya efusi pleura unilateral. Gambaran lesi tidak aktif biasanya berupa fibrotik, atelektasis, kalsifikasi, penebalan pleura, penarikan hilus dan deviasi trakea.Berdasarkan luas lesi pada paru, ATS (American Thorasic Society) membagi kelainan radiologik paru atas 3 kelompok :1. Lesi minimalLesi dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas, pada satu atau dua paru dengan luas total tidak melebihi volume satu paru yang terletak diatas sendi kondrosternal kedua atau korpus vertebra torakalis V (kurang dari 2 sela iga)

2. Lesi sedangLesi terdapat pada 1 atau 2 paru dengan luas total tak melebihi batas sebagai berikut : Lesi dengan densitas sedang, luas seluruh lesi tidak melebihi satu volume paru. Lesi dengan densitas tinggi / konfluen, luas seluruh lesi tidak melebihi luas 1/3 paru. Bila ada kavitas ukurannya tak melebihi 4 cm.3. Lesi luasLuas melebihi lesi derajat sedang3. Pemeriksaan laboratorium1. Pemeriksaan BTAPemeriksaan sputum BTA mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis TB paru. Dahak yang terbaik adalah dahak yang diambil pada pagi sebelum makan, kental, purulen dengan jumlah minimal 3 5 ml. Dahak tersebut diperiksa tiga hari berturut-turut dengan pewarnaan Ziel Neellsen atau Kinyoun Gabbet. Untuk lebih efisien, Depkes RI menganjurkan pengambilan dahak sewaktu, dahak pagi dan dahak sewaktu yang dikumpulkan hanya dalam 2 hari.Kesulitan mendapatkan dahak dapat diatasi dengan minum satu gelas teh manis atau tablet GG 200 mg pada malam hari sebelum tidur. Esok harinya penderita disuruh melakukan aktifitas ringan dan menarik napas dalam beberapa kali, bila merasa akan batuk, napas ditahan selama mungkin baru dibatukkan. Pengeluaran dahak dapat juga di induksi dengan inhalasi larutan garam hipertonik atau dengan bronchial washing, memperlihatkan peningkatan jumlah kuman yang bermakna setelah pemberian 1 tablet GG (200 mg) pada 75 penderita (55,1%) TB paru yang diperiksanya.BTA dinyatakan positif bila BTA dijumpai setidaknya pada dua dari tiga pemeriksaan BTA yang dilakukan. Pemeriksaan ulang BTA harus dilakukan bila BTA hanya dijumpai pada 1 kali pemeriksaan, adanya BTA pada pemeriksaan ulang (walaupun satu kali) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis BTA positif. Pembacaan BTA berdasarkan skala IUALTD (tabel 1)Tabel 1. Pembacaan hasil BTA berdasarkan skala IUALTDHasil Jumlah BTA per lap. pandang

NegatifRagu- ragu++++++BTA (-) per 100 lapangan pandangBTA 1 - 9 per 100 lapangan pandangBTA 10 - 99 per 100 lapangan pandangBTA 1 10 per 1 lapangan pandangBTA > 10 per 1 lapangan pandang

Sensitifitas sputum BTA cukup rendah, bervariasi antara 9,6 24,4, sensitifitas ini akan meningkat antara 50 80% bila sarana dan kemampuan petugas laboratoriumnya baik.

2. KulturPemeriksaan kultur mempunyai sensitifitas sekitar 20 30%, superior dibanding pemeriksaan BTA langsung, namun membutuhkan waktu yang lebih lama ( 8 minggu). Metoda yang paling sering dipakai adalah metoda konvensional seperti Lowenstein Jensen, Ogawa, dan Kudoh, pembacaan jumlah kuman yang tumbuh didalam kultur dinyatakan dengan negatif sampai 4+, semakin tinggi nilai positifnya mencerminkan semakin banyak kuman yang tumbuh. Teknik lain yang banyak dipakai belakangan ini adalah teknik radiometric (BACTEC), dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk identifikasi kuman menjadi lebih cepat, sekitar 12 20 hari.Pemeriksaan kultur dan uji resistensi tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan ini diutamakan pada kasus dengan riwayat OAT sebelumnya (kasus kambuh dan kasus gagal) dan pada daerah dengan kasus resistensi OAT yang tinggi.3. Darah rutinHasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Kelainan yang dapat dijumpai adalah anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan leukosit dan limfositosis.

I.6 PengobatanPenatalaksanaan batuk darahKecepatan perdarahan dan efek terhadap pertukaran gas menentukan penatalaksanaan hemoptysis. Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak di dahak dan umumnya pertukaran gas tidak teganggu, maka penegakan diagnosis menjadi prioritas. Namun bila terjadi perdarahan masif, maka usaha untuk mempertahankan jalan napas dan pertukaran gas harus didahulukan. Dasar-dasar pengobatan yang diberikan dalam penatalaksanaan batuk darah masif adalah sebagai berikut: mencegah penyumbatan jalan napas memperbaiki keadaan umum penderita menghentikan perdarahan mengobati penyakit yang mendasarinya.

I.6.1. Mencegah penyumbatan jalan napasMengistirahatkan pasien umumnya dapat mengurangi perdarahan. Penderita yang masih memiliki reflek batuk yang baik dapat diletakkan dalam posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang masih terasa menyumbat saluran napas. Pasien dapat di bantu dengan penghisapan darah dari jalan napas dengan alat penghisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk. Penderita yang tidak mempunyai reflek batuk yang baik , diletakkan dalam posisi tidur miring kesebelah yang diduga menjadi sumber perdarahan dan sedikit trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat karena dapat mengakibatkan penyumbatan dan asfiksia. Kematian akibat hemoptysis sendiri lebih sering diakibatkan oleh asfiksia daripada oleh karena perdarahan. Pada perdarahan masif terkadang dibutuhkan intubasi dan bahkan ventilator mekanik untuk menjaga jalan napas dan pertukaran udara. 0bat-obat antitusif tidak dianjurkan untuk digunakan dengan alasan batuk yang adekuat mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan darah dari jalan napas dan mencegah asfiksia. Obat antitusif mungkin dibutuhkan pada kasus batuk darah dengan bercak minimal tetapi batuk sangat kuat. Batuk-batuk yang terlalau banayk malah akan merangsang terjadinya perdarahan. I.6.2. Memperbaiki keadaan umum penderitaPada keadaan batuk darah masif bila perlu dapat dilakukan:pemberian oksigen jika ada tanda-tanda kegagalan sirkulasipemberian cairan untuk hidrasitranfusi darah memperbaiki keseimbangan asam dan basaI.6.3. Menghentikan perdarahanPada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam kepustakaan disebutkan hemoptisis berhenti dalam 7 hari. Pemberian kantongan es diatas dada, hemostatik, vasopresin (pitrissin), ascorbic acid belum diketahui khasiatnya secara jelas. Apabila ada kelainan di dalam faktor-faktor pembekuan darah, lebih baik meberikan faktor tersebut dengan infus. Obat-obat antitrombosit hendaknya dihentikan.Di biro pulmonologi RSAL Mintohardjo masih memberikan hemostatika (Adona Decynone) intravena 3-4 x 100 mg/ hari atau peroral. Walaupun khasiatnya belum jelas, diharapkan paling tidak dapat memnerikan ketenangan bagi pasien maupun dokter sendiri.I.6.4. Mengobati penyakit yang mendasariBila sebabnya infeksi (misalnya bronkiektasis, bronkitis kronik dan fibrosis kistik yang terinfeksi) antibiotik harus di berikan disertai teofilin atau agonis beta adrenergik (sebagai peangsang gerakan mukosiliar). Pada tuberkulosis paru yang terinfeksi selain obat antituberculosis antibiotik non spesifik juga harus diberikan. Pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), antibiotik belum pernah diteliti betul namun tampaknaya antibiotika spektrun luas membantu mempercepat penghentian hemoptysis. Bila penyebabnya gagal jantung maka terapi gagal jantung harus diberikan. Keganasan di bronkus harus diupayakan untuk direseksi.Terapi lain yang di gunakan di dunia kedokteran saat ini mencakup terapi foto laser, terapi emboli, dan reseksi bedah dari paru atau lobus yang berdarah. Terapi foto laser sulit digunakan untuk g\hemoptysis yang sangat masif. Reseksi bedah tampaknya berguna pada kasus-kasus yang berindikasi bedah misalnya keganasan, trauma serta fistula arteri trakealis. Namun untuk tuberkulosis, bronkiektasis terinfeksi, bronkitis maupun kelainan koagulasi, tindakan bedah masih kontroversial. Tidak ada kematian pada kasus-kasus tersebut pada perdarahan kuarang dari 200 ml/hari. Di indonesia dimana terapi embolisasi dan laser umumnya belum tersedia, terapi bedah harus dipertimbangkan pada perdarahan lebih dari 250 ml/hari. Namun pada sentra dengan kemapuan embolisasi dan terapi laser, tindakan bedah hanya dibatasi pada kasus yang dapat dioperasi pada perdarahan 1 liter/ hari atau lebih.

Penatalaksanaan tuberkulosis paruSebelum ditemukannya OAT, prinsip pengobatan TB paru terdiri dari : isolasi penderita di sanatorium, tirah baring, sinar matahari sebanyak mungkin, diet tinggi kalori tinggi protein, terapi simptomatis dan tindakan bedah. Cara ini tidak memeberikan hasil yang memuaskan, angka kesembuhan hanya 25%, 60% kasus meninggal dan sisanya menjadi kronik.Perubahan mendasar pengobatan TB paru dimulai sejak 1943 dengan ditemukannya streptomisin oleh Schatz, Bugie dan Waksman, diikuti dengan penemuan OAT lainnya seperti PAS (1946), isoniazid (1951), pirazinamid (1954), rifampisin (1963) dan etambutol (1967). Sejalan dengan penemuan tersebut, paduan OAT dan lama pengobatan mengalami perkembangan (tabel 2). Era sebelum tahun 1970 umunya OAT diberikan selama 1 sampai 2 tahun dengan paduan yang tidak mengandung rifampisin, pengobatan ini dikenal dengan pengobatan jangka panjang. Sejak 1970 sampai sekarang, WHO merekomendasikan pemakaian OAT jangka pendek yaitu pengobatan yang diberikan dalam jangka waktu 6 sampai 9 bulan dengan paduan OAT yang mengandung rifampisin.Tabel 2.Perkembangan pemakaian OatPriode Kebijakan OAT Lama terapi (bulan)Keberhasilan

< 1940

Sanatorium-25%

1940-S + PAS2450%

1950-H + S + PAS18 24

1960-H + S + E18

1970-Rawat jalan, SupervisiR + H + E/S6 950 90%

1980-R + H + Z + E/S6

1990-Rawat jalan + DOTSR + H + Z +E/S6> 95%

Prinsip pengobatan tuberculosisPengobatan TB paru bertujuan untuk meningkatkan angka kesembuhan, menurunkan kematian, mencegah komplikasi, mencegah kekambuhan, mencegah resistensi serta memutuskan rantai penularan, untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan :1. Pengobatan sekurang-kurangnya menggunakan 2 macam OAT efektifBasil tuberkulosis mempunyai sensitifitas yang berbeda terhadap OAT. Basil yang hidup di luar sel sensitif terhadap OAT tertentu, sedangkan basil yang berada didalam sel sensitif terhadap OAT lainnya, oleh karena itu dianjurkan pemberian 2 macam OAT efektif atau lebih untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan resistensi. Berdasarkan sensitifitas tersebut, Mitchison mengelompokkan kuman tuberkulosis dalam 4 populasi :Populasi A : adalah populasi basil diluar sel yang menunjukkan metabolisme aktif. Populasi ini sensitif dengan INH, rifampisin, streptomisin dan atambutol.Populasi B : adalah populasi basil di luar sel yang semi-dormant, metabolisme aktif hanya sekali terjadi, itupun dalam waktu yang singkat. Populasi ini hanya sensitif terhadap rifampisin.Populasi C : adalah populasi basil didalam sel yang semi dormant, hidup dalam lingkungan asam dengan pertumbuhan yang sangat lambat. Populasi ini sensitif terhadap pirazinamid, rifampisin dan INH.Populasi D : adalah populasi basil didalam sel yang sepenuhnya bersifat dormant. Populasi ini sukar dibunuh oleh OAT apapun.Mangunnegoro dan Block menganjurkan pemakaian 4 OAT pada kasus baru BTA positif. Paduan ini dianggap efektif untuk mencegah resistensi sekunder, menjamin pengobatan tetap adekuat (dalam hal terdapatnya resistensi primer terhadap salah satu OAT) dan memperkecil resiko kambuh.

2. Pengobatan dibagi atas 2 fase, yaitu :a. Fase awalEfek yang ingin dicapai pada fase awal adalah efek bakterisidal, yaitu kemampuan obat untuk memusnahkan bakteri yang sedang bermetabolisme aktif. Efek diperoleh dengan memberikan kombinasi OAT yang bersifat bakterisidal kuat seperti rifampisin dan INH, yang diberikan setiap hari selama 1 sampai 3 bulan.b. Fase lanjutanEfek yang ingin dicapai pada fase lanjutan adalah efek sterilisasi, yaitu efek obat untuk memusnahkan populasi kuman yang semi-dormant. Untuk mendapatkan efek tersebut, paling sedikit kita harus memberikan 2 OAT selama 4 sampai 11 bulan, dapat dosis harian ataupun dosis berkala.

3. Paduan yang diberikan sebaiknya paduan jangka pendekPaduan jangka pendek mempunyai efektifitas yang setara dengan paduan jangka panjang. Cohn memperlihatkan konversi yang cepat (rata-rata 4,6 minggu), kesembuhan yang tinggi (100%), efek samping dan kekambuhan yang rendah (1,6%), pada 125 penderita yang menggunakan paduan RHZS/1 R2H2Z2S2/4R2H2. Paduan jangka pendek mempunyai beberapa keuntungan. Paduan ini selalu mengandung rifampisin, yang kita ketahui efektif terhadap seluruh populasi basil tuberkulosis baik yang didalam maupun diluar sel, disamping itu kelengkapan dan ketaatan berobat akan lebih baik, karena waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat.

4. Lakukan uji resistensi pada kasus gagal dan kambuhUji resistensi sangat bermanfaat pada kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya, baik kasus kambuh maupun kasus gagal pengobatan. Pada kasus tersebut dianjurkan paduan 4-5 macam OAT atau lebih dengan paling sedikit 2 OAT baru yang masih sensitif.

5. Pemberian dosis berdasarkan berat badanIdealnya dosis OAT diberikan berdasarkan berat badan penderita (tabel 3), namun untuk memudahkan pemberian beberapa pusat rujukan memberikan dosis OAT berdasarkan pengelompokkan berat badan. Tabel 3.Dosis OAT menurut WHOOATCARA KERJADOSIS REKOMENDASI

HARIANINTERMITENT

3x/Mg2x/Mg

HRZSEBakterisidalBakterisidalBakterisidalBakterisidalBakteriostatik3 (4 6)10 (8 12)25 (20 30)15 (12 18)15 (15 20)10 (8 12)10 (8 12)35 (30 40)15 (12 18)30 (25 35)15 (13 17)10 (8 12)50 (40 60)15 (12 18)45 (40 50)

Pengobatan TB paru menurut program Depkes/WHOProgram pemberantasan TB di Indonesia menggunakan paduan OAT jangka pendek. OAT program ini dikemas dalam bentuk blister dosis harian (kombipak) dan disediakan satu paket untuk satu orang penderita. Penyediaan OAT dalam bentuk paket satu orang satu paket akan menjamin tidak terjadinya penderita putus berobat akibat tidak tersedianya obat, sedangkan kemasan dalam bentuk kombipak adalah untuk menjamin penderita menelan obat dengan tepat sesuai dengan jenis dan jumlahnya. Satu-satunya kelemahan OAT program ini adalah dosisnya yang sudah tetap, sehingga penyesuaian dosis untuk kasus-kasus dengan penyulit dan penyesuaian dosis berdasarkan berat badan tidak dapat dilakukan. Alur pengobatan dapat dilihat pada gambar 1

Kategori IKategori ini diindikasikan untuk penderita baru BTA positif, penderita baru BTA negatif dengan kelainan radiologis yang luas dan penderita TB ekstra paru yang berat. Contoh TB ekstra paru berat, antara lain TB ginjal, TB miliar, meningitis TB, peritonits TB, perikarditis TB, pleural efusi bilateral dan osteomielitis / spondilitis.Pengobatan dibagi atas fase awal dan fase lanjutan. Pada fase awal diberikan RHZE setiap hari selama 2 bulan (2RHZE), sedangkan pada fase lanjutan diberikan RH tiga kali seminggu selama 4 bulan (4R3H3). Alternatif lain yang diperbolehkan WHO dapat dilihat pada tabel 6.

Kategori-2Kategori-2 diindikasikan untuk kasus gagal, kambuh dan pengobatan setelah lalai. Kategori ini terdiri atas 3 bulan fase awal dan 5 bulan fase lanjutan, pada fase awal diberikan suntikan streptomisin setiap hari selama 2 bulan pertama dan paduan RHZE setiap hari (2RHZES/1RHZE), pada fase lanjutan diberikan RHE tiga kali seminggu (5R3H3E3).Dosis dan alternatif OAT menurut WHO dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.

Kategori-3Kategori ini diindikasikan untuk kasus baru TB paru dengan BTA negatif dan TB ekstra paru ringan. Contoh TB ekstra paru ringan adalah TB kelenjar, TB kulit, TB tulang (selain tulang belakang), TB sendi dan pleural efusi unilateral. Pengobatan terbagi atas 2 bulan fase awal dan 4 bulan fase lanjutan, pada fase awal diberikan paduan RHZ setiap hari (2RHZ), pada fase lanjutan diberikan paduan RH tiga kali seminggu (4R3H3). Dosis dan alternatif OAT menurut WHO dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.Tabel 6.Regimen pengobatan berdasarkan kategori (WHO)I.2 KategoriKriteria PenderitaI.3 Pilihan Regimen Pengobatan

Fase awalFase lanjutan

I Kasus baru BTA (+) Kasus baru BTA (-) Ro (+) yang sakit berat Kasus baru TB ekstra paru yang berat2 RHZE (RHZS)2 RHZE (RHZS)2 RHZE (RHZS)*6 EH4 RH4 R3H3*

II BTA (+) Kambuh GagalPutus berobat2 RHZES / 1 RHZE*2 RHZES / 1 RHZE5 R3H3E*

III Kasus baru BTA (-) TB ekstraparu ringan2 RHZ2 RHZ2 RHZ*6 EH4 RH4 R3H3*

IV Kasus kronikRujukan ke spesialis untuk memakai obat sekunder

* Yang diterapkan di Indonesia

I.8 Epidemiologi TuberkulosisDistribusi dan PrevalensiTuberkulosis ditemukan di seluruh dunia. Dahulu, sewaktu hubungan antarnegara masih sulit, masih ada beberapa rumpun suku bangsa yang bebas TB (misalnya suku eskimo sebelum kedatangan orang-orang Denmark dan beberapa suku penghuni pulau-pulau terpencil di Samudera Pasifik). Tetapi dengan makin mudahnya hubungan antarnegara sejak abad XVI, sekarang TB menjadi salah satu penyakit mancanegara yang mematikan. Berbagai faktor memang berperan di sini, termasuk kemiskinan, program penanggulangan yang tidak baik, dan timbulnya infeksi HIV/AIDS.I.9 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan TB ParuTB paru masih merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia, bahkan TB paru ditetapkan sebagai global emergency oleh WHO. Untuk menurunkan angka mortalitas akibat TB paru, WHO telah menetapkan berbagai kebijakan diantaranya DOTS (directly observed treatment short-course).

Kebijakan, program, dan strategi pemerintah dalam penanggulangan TB paru diantaranya :1. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) DOTS merupakan strategi pemerintah yang mulai diterapkan pada 1999. Strategi DOTS untuk menghentikan penyebaran tuberkulosis terdiri dari lima komponen, yaitu komitmen politis, diagnosis akurat dengan pemeriksaan mikroskopis, pengobatan dengan OAT dan ketaatan berobat, ketersediaan OAT yang tidak terputus, dan pencatatan serta pelaporan.Program TB nasional merencanakan untuk meningkatkan peran masyarakat melalui inisiatif berbasis masyarakat (Community Based Initiative atau COMRI) pada 2004, dan juga akan melakukan beberapa riset operasional tentang anggota keluarga yang menjadi PMO. Salah satu strategi DOTS yang sangat efektif dalam menurunkan prevalensi kematian akibat TB paru adalah PMO (pengawas menelan obat). PMO umumnya masih anggota keluarga.2. Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis)Pada 1999 pemerintah Indonesia menetapkan TBC sebagai prioritas kesehatan nasional. Gerdunas TB adalah satu gerakan multisektor dan multikomponen dalam masyarakat yang terkait dalam P2TB (Depkes RI, 2000) yang berupaya untuk mempromosikan percepatan pemberantasan tuberkulosis. Gedurnas merupakan pendekatan terpadu yang mencakup rumah sakit dan sektor swasta dan semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyarakat. Tujuan Gedurnas TB secara internal organisasi Depkes adalah untuk mengkoordinasikan manajemen P2TB secara lintas bidang dan secara ekstrernal adalah untuk melibatkan sektor lain yang bersedia secara aktif dalam P2TB.3. Penyuluhan TBSalah satu bentuk perhatian pemerintah dalam usahanya untuk menurunkan jumlah penderita TB paru adalah dengan penyuluhan TB. Penyuluhan TB sangat perlu dilakukan karena masalah TB berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB.4. Komitmen InternasionalPemerintah Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis, dan telah menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obat-obatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini mencakup 54% dari kebutuhan seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta. Hal ini merupakan bukti dari komitmen politis untuk menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberkulosis pada 2015. Komitmen internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun 2000, dimana Menteri Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70% angka deteksi kasus pada 2005 dan keberhasilan pengobatan sebesar 85%.