69
186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN FORUM KONSTITUSI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Forum Konstitusi (dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI) Hari / Tanggal : Rabu, 2 Maret 2011 Pukul : 10.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 31 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI 18 orang Ijin Nama Anggota : Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. Ganjar Pranowo 3. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 4. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 5. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM 6. Rusminiati, SH 26. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim 27. Dr. AW. Thalib, M.Si

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

186

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN

FORUM KONSTITUSI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Forum Konstitusi (dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI) Hari / Tanggal : Rabu, 2 Maret 2011 Pukul : 10.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 31 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI

18 orang Ijin Nama Anggota :

Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. Ganjar Pranowo 3. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 4. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 5. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM 6. Rusminiati, SH

26. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim 27. Dr. AW. Thalib, M.Si

Page 2: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

187

7. Drs. H. Amrun Daulay, MM 8. Kasma Bouty, SE, MM 9. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc 10. Muslim, SH 11. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 12. Drs. Abdul Gafar Patappe

Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 13. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 14. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si 15. Drs. Murad U Nasir, M.Si 16. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd 17. Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus

28. Hj. Masitah, S.Ag, M.Pd.I 29. Dra. Hj. Ida Fauziyah

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 18. Dr. Yasonna H Laoly, SH, MH 19. Arif Wibowo 20. Vanda Sarundajang

30. Mestariany Habie, SH 31. Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 21. Hermanto, SE.,MM 22. Drs. Almuzzamil Yusuf

--

Fraksi Partai Amanat Nasional: 23. Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si 24. H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH 25. Drs. H. Fauzan Syai’e

Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 2. Drs. H. Djufri 3. Ignatius Moelyono 4. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd 5. Nurul Arifin, S.IP, M.Si 6. Drs. Taufiq Hidayat, M.Si 7. Dr. M. Idrus Marham 8. Drs. Soewarno 9. H. Rahadi Zakaria, S.IP, MH

10. Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Phill 11. Alexander Litaay 12. Agus Purnomo, S.IP 13. Aus Hidayat Nur 14. TB. Soenmandjaja.SD 15. H.M. Izzul Islam 16. Abdul Malik Haraman, M.Si 17. Miryam Haryani, SE, M.Si 18. Drs. Akbar Faizal, M.Si

Page 3: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

188

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT (H. CHAIRUMAN HARAHAP, SH., MH/F-PG)

Assalamu’alaikum Wr.Wb Salam sejahtera bagi kita semua Yang terhormat, Ketua Forum Konstitusi Bapak Harun Kamil beserta seluruh anggota Forum Kosntitusi Yang terhormat saudara-saudara anggota komite I DPR RI Yang terhormat rekan pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenanya kita dapat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI dengan Forum Konstitusi pada hari ini dalam keadaan sehat walafiat.

Rapat ini memang tidak memerlukan kuorum karena dalam rapat ini tidak mengambil keputusan sesuai dengan tata tertib. Hanya menampung aspirasi dan masukan pemikiran-pemikiran dan lain sebagainya dari Forum Konsititusi maka perkenankanlah kami membuka rapat ini, dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT: DI BUKA) Saudara-saudara sekalin sesuai dengan tata tertib maka saya ingin minta persetujuan tentang

acara rapat kita pada hari ini yaitu mendapatkan masukan terkait dengan RUU tentang keistimewaan DIY. Apakah acara ini disetujui?

(RAPAT: DI SETUJUI) Bapak dan ibu sekalian dalam rangka mencari masukan RUU tentang keistimewaan Provinsi

DIY komisi II DPR RI telah mengagendakan RPD dan RPDU untuk mendapatkan masukan dari berbagia pakar ahli, dalam hal ini pakar politik, pakar hukum tata negara, praktisi hukum serta element masyarakat DIY. Sebagaimana telah kami lakukan beberapa waktu yang lalu dengan Prof. Dr. Maswadi Rauf, Dr. Ismudoroini Dr. Ismudoroeini Suyanto,MA, Muhammad Fazrul Falah, SH., MH., Msi dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Sri Paku Alam IX.

Sebelumnya perlu kami sampaikan beberapa materi fokok di dalam RUU yang disampaikan pemerintah antara lain mengenai kewenangan Provinsi DIY sebagai daerah otonom selain mencakup kewenangan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang pemerintahan daerah juga wewenang tambahan tertentu yang dimiliki Provinsi DIY. Bentuk dan susunan pemerintahan Provinsi DIY yang bersifat istimewa yang terdiri atas pemerintah Provinsi DIY dan DPRD Provinsi. Dan dalam rangka penyelenggaraan keistimewaan di provinsi Yogyakarta dibentuk Gubernur dan Wakil Gubernur Utaman sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol, pelindung dan penjaga budaya serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY dan mempunya kewenangan dan hak khusus. Tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubenur, mekanisme pencalonan Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam, mekanisme pencalonan kerabat Kesultanan dan Pakualaman

Page 4: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

189

serta masyarakat umum serta pemilihan dan pengesahan Gubernur. Pengaturan keistimewaan diantaranya penetapan kelembagaan pemerintah daerah provinsi dan kewenangan kebudayaan serta penyelenggaraan pertanahan dan penataan ruang sebagai badan hukum, pengaturan pendanaan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus dianggarkan oleh APBN yang ditetapkan antara pemerintah dan DPR besrta usulan pemerintah Provinsi DIY yang mengalokasikannya melalui kementrian lembaga terkait, serta pada setiap akhir tahun anggaran Gubernur wajib melaporakan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggung jawaban keuangan yang terkait dengan keistimewaan kepada pemerintah. Untuk minta masukan kami telah meminta kepada Forum Konsititusi dan kami telah menyerahkan RUU dan naskah akademik yang untuk dipelajarai, untuk itu kami minta bagaimana pendapat Forum Konstitusi atau pandangan-pandangan pemikirannya dalam rangka pembahasan RUU Keistimewaan DIY.

Untuk mempersingkat waktu kami persilahkan Pak Harun Kamil HARUN KAMIL/KETUA FORUM KONSTITUSI: Assalamu’alaikum Wr.Wb Yang terhormat Ketua Pimpinan Komisi II, Bapak Chairuman Harahap Wakil Ketua Komisi II Bapak Ganjar Pranowo serta Bapak/ibu Anggota Komisi II sert Anggota Forum Konstitusi serta para undangan lainnya

Tentu pertama kali …Ketua Rapat: DPD. Rekan mulai berperan aktif mulai DPD sekarang, bagus kalau begitu. Kami berterima kasih atas kesempatan yang diberikan oleh Komisi II untuk menyampaikan masukan atau pendapat terhadap RUUK DIY. Mungkin untuk yang pernah mengetahui kami informasikan kembali, forum konstitusi itu adalah forum dimana anggota dulu para perancang ….. berkumpul antara tahun 1999 – 2002 dan mereka bergabung di sini, cuma bedanya kalau forum lain biasanya bertambah kalau kita berkurang tidak ada nambah lagi, karena ini sejarah. Dan kita sampai hari dan akan mendatang mencoba untuk mengikuti perkembangan pembuatan UU, terutama dari original inted atau maksud tujuan, latar belakang mengapa pasal itu dilahirkan supaya tetap sejalan dengan maksud itu jangan kemudian terjadi penyimpangan-penyimpangan, walaupun kami tahu bahwa DPR dan pemerintah mereka adalah yang berwenang membuat UU. Walaupun pemegang kekuasaan legislatif adalah DPR tapi untuk membuat UU itu lahir DPR dan Pemerintah, dua-duannya adalah lembaga politik, yang pasti kompromi-kompromi. Kompromi dalam politik adalah wajar tapi jangan sampai kemudian karena kompromi itu kemudian melanggar konstitusi. Itu yang kita harapkan dari kehadiran kita diberbagai kesempatan, baik di DPR maupun di pemerintah. Jadi intinya adalah itu bagaimana kemudian kita membaca, mempelajari dan akhirnya memberikan pendapat, hanya agar setiap UU itu mengacu pada konstitusi dan jangan sampai bertentangan apalagi kemudian mengingkarinya, kami tidak bermaksud untuk sebagai pengawas tapi maksudnya cuma menjelaskan menginformasikan, sebab kalau ini dilanggar juga terjadi pertentangan dengan konstitusi ada MK. Dari

Page 5: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

190

pada MK sibuk oleh yudicial review lebih baik kita yang kasih masukan dulu, dipertimbangakan sebagai bahan masukan yang tentu akan membuat UU sebagaimana mestinya yang diharapkan pada waktu membuat UU tersebut dilakukan. Dan untuk secara rinci saya perkenalkan dulu anggotanya, dari kiri Saudara A. Zaki Siraaj (Sekretaris MK), Seto Haryanto, Ari Hardi (Bendahara), Pak Zain PJPR (senior kita), Pak Lutfi (Wakil Ketua Konstitusi), staf kami Hambali dan saya sendiri Ketua.

Untuk mempersingkat waktu kami persilahkan Pak Zain untuk menguraikan lebih jauh tentang RUU keistimewaan DIY dari sudut pandang Forum Konstitusi yang berangkat dari UUD 1945. Kami persilahkan ZAIN BADJEBER/FORUM KONSTITUSI: Assalamu’alaikum Wr.Wb Selamat siang untuk kita semuanya

Kami langsung saja minta tolong untuk membuka transferannya. Kita ketahui bahwa pasal 18 dari UUD ini mulai kita bahas secara intensive pada perubahan ke dua. Pada perubahan pertama sudah disinggung sepintas lalu tetapi karena tidak memungkinkan waktu yang kurang lebih hanya 9 hari maka bahan-bahan yang pernah kita singgung ini diperintahkan ditugaskan oleh MPR kepada badan pekerja untuk melanjutkan sehingga termasuk pasal 18 UUD sebelum perubahan ini yang kita lanjutkan pembahasannya. Sehingga bagi kami Forum Konstitusi ini, perubahan pertama, kedua, ketiga, keempat itu kalau bicara amandemen baru satu kali amandemen dalam 4 tahapan. Karena seluruh materi sampai pada perubahan ke empat sudah kami bicarakan dalam perubahan pertama cuma tidak selesai sehingga tidak diadakan TAP MPR no 9/1999 yang kemudian juga tidak selesai pada perubahan kedua kita lanjutkan pada perubahan ketiga dengan perintah MPR melalui TAP MPR No. 11/2000, kemudian lagi TAP MPRNo. 11/2001 untuk mengakhiri perubahan pada perubahan keempat.

Sehingga kami menganggap perubahan pertama sampai keempat itu adalah perubahan dalam tahapan, dalam satu amandemen kalau kita bicara amandemen. Oleh karena itu jangan sampai kita mengatakan amandemen pertama, kedua, ketiga dalam pengertian umum itu seolah-olah yang kedua mengubah lagi yang pertama padahal tidak seperti pengertian amandemen pada umumnya. Oleh karena itu perubahan kedua mengenai pasal 18 ini, ini lanjutan daripada perubahan pertama yang tidak selesai kemudian dibahas pada tahun 2000. Keadaan pada tahun 2000 pada kita membahas pasal 18 ini, khususnya pada waktu mau merumuskan pasal 18b –tolong sebelum yang perubahan tadi mana? Jangan setelah perubahan- UU pemerintahan daerah yang berlaku selama ini.

Saya tidak lagi memulai dari keputusan panitia persiapan kemerdekaan indonesia pada tanggal 18 Agustus lalu kemudian disusul oleh UU no. 1 tahun 1945 yang mengatur mengenai Komite Nasional Daerah yang kemudian juga dianggap semacam UU menyangkut pemerintahan daerah, tapi saya mau memulai dengan UU No. 22/1948 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Kemudian diantara itu lahir UU No. 3/1950 tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sana disebutkan Gubernur itu Hamengkubuwono IX dengan Wakil Gubernur Paku Alam VIII sehingga menimbulkan penafsiran

Page 6: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

191

bahwa itu personal. Sehingga beliau meninggal seolah-olah terjadi kekosongan, tetapi sudah menjadi pengetahuan umum bahwa untuk Yogyakarta itu kita tidak melakukan pemilihan penetapan daripada Gubernur. Sehingga pada UU No. 5/1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok pemerintahan daerah, pasal 91 huruf b mengatakan pada saat berlakunya UU ini kepala daerah dan wakil kepala daerah Yogyakarta yang sekarang adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut UU ini. Dengan sebutan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya. Jadi UU NO. 5/1974 menegaskan bahwa untuk Daerah Istimewa Yogyakarta tidak tunduk pada UU NO. 5 mengenai masa jabatan 5 tahun kemudian tata cara pemilihannya melalui DPRD dan syarat-syarat tidak ditundukan kepada UU ini. Berarti dia mengacu pada UU No. 3/1950. Pada waktu terjadinya perubahan UUD 1945 yang berlaku UU No. 22/1999. Pada pasal 122 UU No. 22/1999 Keistimewaan untuk daerah istimewa Aceh dan Provinsi DIY sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5/1974 adalah tetap. Dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan provinsi daerah Istimewa Aceh dan Provinsi DIY didasarkan pada UU ini. Jadi hanya penyelenggaraan pemerintahan ditundukan pada UU No. 22, tetapi penyelenggara tidak, tetap mengacu pada 5/1974 dan UU No. 5/1974 berbicara penyelenggara tidak tunduk pada UU No. 5/1974. Jadi artinya jiwa UU No. 3/1950 itu diakui terus, apakah ini tidak merupakan satu konvensi di dalam ketata negaraan kita. Dan situasi ini juga kita ketahui pada 1999 itu kan kita membuat provinsi Daerah Istimewa Aceh, kita membuat Provinsi Irian Barat No. 45/1999 situasi ini yang kita anggap ada di dalam benak wakil-wakil rakyat yang sedang merancang perubahan UUD, jadi kita tidak melakukan yang baru. Di dalam pembahasan, pertama-tama yang kami bahas ini masalah 250 self best torrende yang ada di dalam penjelasan pasal 18 tentang desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minang, Palembang, Sumatera Selatan - Marga.

Jadi masalah-masalah tentang keistimewaan daerah-daerah kecil ini yang ada 250. Lalu ditengah pembahasan itu kami terhenti, ini kita perlu memberi wadah kepada daerah istimewa dan daerah khusus, maksudnya wadah hukum sebagai dasar hukum di dalam konstitusi terhadap 4 daerah yang ada sekarang ini, 2 daerah khusus dan 2 daerah istimewa. Itulah timbulnya rumusan pasal 18a ayat 1. Sedangkan yang sedang dibahas panjang lebar itu berada pada ayat 2 mengenai masyarakat hukum adat. Oleh karena itu kalau kita lihat setelah perubahan, di sana disebutkan pasal 18b ayat 1, satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus yang ini kesatuan masyarakat hukum. Penggunaan 2 istilah yang berbeda. Satuan pemerintahan daerah bersifat khusus istimewa dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dan seterusnya itu pada ayat 2 contohnya desa, nagari, dusun, marga dan sebagainya. Situasi ini atau keadaan ini yang ingin kita tampung dasar hukumnya di dalam pasal 18b ayat 1. Nah kita lihat pasal 18 tadi itu sebelum pindah sampai sekarang ini ada 29 provinsi di luar yang 4 tadi, 33. Tadinya mau 34 dengan Sulawesi Timur tapi tertunda terus karena perebutan ibu kota antara Luwuk dan Poso. Sehingga yang di luar khusus, istimewa ada 29 Provinsi. Di luar itu terbagi atas DKI Jakarta dan Papua kemudian DIA dan DIY,

Page 7: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

192

semua ini di dalam lingkup NKRI, tidak keluar dari pasal 1 ayat 1 NKRI dan pasal 18 ayat 1. Dan pasal 18 ayat 1 mengatakan bahwa NKRI dibagi atas, bukan memakai kata terdiri atas. Kalau terdiri atas menurut tata bahasa ahli bahasa itu negara serikat. Terdiri atas dengan dibagi atas berbeda. Jadi ada NKRI dibagi-bagi atas provinsi tapi kalau terdiri atas, dari bawah dulu baru terbentuk ke atas. Ini dan juga sering saya singgung di DPD bahwa penggunaan kata Provinsi bukan propinsi menurut tata bahasa yang benar. Saya lihat pengresmian rumah rakyat propinsi Sulawesi Utara Pasific, saya kira kita yang membuat UUD, semua kata-kata Bahasa Indonesia dalam UU itu yang kita pergunakan sebagai acuan bahasa Indonesia yang benar. Kemudian kita lihat apa perbedaan-perbedaan daripada daerah istimewa dan daerah khusus ini. Ini saya masih mengutip, setelah perubahan maka rumusan seperti ini, UU No. 32/2004 yang berlaku sekarang pada pasal 225 mengatakan daerah-daerah yang memiliki status daerah istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan UU ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam UU lain. Pada pasal 226 itu bukan 222b. Ketentuan dalam UU ini berlakuk bagi provinsi DKI Jakarta, Provinis Nangro Aceh Darussalam, Provinsi Papua, Provinsi DIY sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UU tersendiri. Jadi UU 32 ini hanya berlaku kalau tidak ada pengaturan khusus dalam UU tersendiri. Keistimewaan dalam provinsi DIY sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22/1999, jadi menuju lagi ke pasal 22, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DIY didasarkan pada UU ini, jadi hanya penyelenggaraannya tunduk pada UU No. 32 ini, selainnya dia menunjuk UU No. 22, 22 menunjuk 5/1974 nah ini saling menunjuk terus karena tidak mau merumuskan Yogyakarta itu bagaimana. Kita tidak mau jalan secara ini kita perdebatkan, lebih baik kita lempar pada masa lalu, itu rumusan-rumusan yang ada di dalam UU ini.

Jadi ini pengetahuan kami yang merumuskan sehingga kami angkat ke dalam pasal 18b ayat 1 bahwa ini kalau dalam bahasa hukumnya yang 18 ini lecgeneralis, yang ini lex specialis, biasanya lex specialis derogat lex generalis yang khusus bisa dimengeyampingkan yang umum, itu juga di dalam hukum Islam ada. Sekarang mari kita berikutnya kita lihat bagaimana penyampingan daripada yang umum, DKI Jakarta yang kedua itu bukan DKI Jakarta tapi Papua. Ada Provinsi otonom di Jakarta tapi tidak ada Kabupaten-Kota menurut pasal 18. Dia mengatakan Kabupaten-Kotamadya yang tidak ada dalam UUD yang sifatnya administratif dan ini kekhususan dia, dia keluar dari ketentuan ini. Tidak ada DPRD di Kabupaten administratif Pulau Seribu dan Kota Madya Jakarta Selatan, Utara, barat dan Pusat tidak ada DPRD-nya, kan menyimpang dari pasal 18, karena tidak ada otonomi di situ. Ke empat Kota Madya dan Kabupaten administratif berarti bukan Kabupaten dan Kota otonom. Walikota Madya, dan Bupati Kabupaten diangkat oleh Gubernur. Ada Wakil Gubernur, ini artinya Wakil Gubernur itu tidak harus umum karena pasal 18 tidak mengenal Wakil Gubernur, Wakil Bupat, Wakil Walikota. Jadi sebenarnya kalau ada yang mau menguji ke MK bahwa UU No. 32/2004 yang memakai Wakil Gubernur dan Wakil Bupati, Wakil Walikota itu bertentangan dengan UUD, hanya dimungkinkan pada pasal 18b ayat 1, karena itu kami tonjolkan di sini di Jakarta ada Wakil Gubernur. Otonomi hanya di Provinsi. Di Papua yang di bawah ada Provinsi otonom, ada

Page 8: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

193

Kabupaten dan Kota otonom, ada DPRD, ada MRP bukan MPR, ada Wakil Gubernur, ada Perda ada Perdasus, ada perlakuan-perlakuan khusus yang tidak sama dengan DKI. Lalu kita lihat Aceh, sebelum saya masuk ke Aceh di dalam pembahasan kami di panitia Ad hoc 1 badan pekerja MPR itu ada yang nyeletuk yang tidak dibantah oleh pembicara lain bahwa sebaiknya nanti UU tentang daerah khusus dan daerah istimewa ini tidak menyebut nama istimewa atau khusus tapi isinya yang istimewa dan khusus bukan judulnya, supaya tidak menimbulkan iri dari lain daerah untuk semua meminta khusus dan istimewa nah kalau semua sudah istimewa dan khusus tidak ada lagi yang umum, sudah jadi umum semua. Bali masih tahan-tahan mau minta Daerah Istimewa. Aceh kita ketahui bahwa UU No. 11/2006 itu judulnya pemerintahan Aceh tidak memakai istimewa, karena pada waktu itu tuntutan dari sana ingin tergambarkan, tapi isinya pemerintahan daerah walaupun judulnya bukan pemerintahan daerah Aceh tapi isiny adalah pemerintahan daerah. Dan istimewanya Aceh ada Provinsi ada otonom sama dengan daerah yang lain, ada Kabupaten-Kota yang otonom, ada DPRD Provinsi ada DPRD Kabupaten dan Kota, ada Majlis Permusyawaratan Adat, ada DPRA tidak disebut daerah tapi DPRA. Lalu ada Wakil Bupati, ada Wakil Walikota, ada Wakil Gubernur, ada Perda ada Konun. Konun ini adalah di dalam melaksanakan unsur syariat yang tingkatannya sama dengan Perda. Ada Mahkamah Syariah, kalau diluar Aceh namanya Pengadilan Agama semua, tapi di Aceh tidak ada Pengadilan Agama, namanya Mahkamah Syariah. Kalau di luar Aceh itu hanya Perdata tapi di Aceh dibenarkan Pidana tertentu. ini keistimewaan yang ada, kalau kita mau catat ada Wali Nagroe, ada lembaga adat. Di Yogyakarta kalau kita lihat ada Provinsi yang otonom, ada Kabupaten-Kota Otonom, ada DPRD Provinsi ada DPRD Kabupaten-Kota, ada Wakil Gubernur, ada Wakil Bupati dan Walikota, ini kita anggap yang wakil saja yang kita sebut karena menyimpang dari pasal 18 ayat 4, Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis, ada Perda Provinsi, Kabupen dan Kota. Jadi kalau kita lihat dimana keistimewaannya? Semua yang umum di pasal 18 ada. Tentunya keistimewaannya kita lihat tadi rentetan UU yang mengatur Yogyakarta. Hanya kepada masalah Gubernur dan Wakil Gubernur. Dengan data-data ini kami ingin mempertentangkan dengan pasal 18, sebab ada yang mempertentangkan kalau nanti tidak dipilih di Yogyakarta itu bertentangan dengan pasal 18 ayat 4, padahal yang lain semua ayat, kalau DKI boleh dikatakan semua ayat bertentangan. Ayat 1 mengatakan ada Kabupaten-Kota dia tidak punya, ada DPRD dia tidak punya ditingkat Kabupaten-Kota. Jadi maslah Yogyakarta ini jangan kita pertentangkan dengan pasal 18 ayat 4 karena ini lex specialis, kita tarik pada sejarahnya. Apa yang terjadi sekarang? Yang berlaku sekarang UU NO. 32 merujuk ke UU NO. 22/1999, UU No. 22 merujuk kepada UU No. 5/1974, UU No. 5/1974 juga bilang hanya tunduk pada penyelenggaraan. Berarti dia masih melihat UU NO. 3/1950. Ini pemikiran yang ada pada kami.

Sekarang kalau kita bicara demokratsi, kalau Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta ditetapkan oleh Presiden dan Presiden yang menetapkan itu adalah Presiden pilihan rakyat secara demokratis, bukan raja atau sultan atau amir. Lalu yang membuat dasarnya itu MPR pada pasal 18b, lalu yang membuat UU yang mengistimewakan Yogyakarta itu adalah wakil-wakil rakyat, yang

Page 9: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

194

menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan. Apakah ini tidak dalam pengertian lingkup demokratis? Sama dengan misalnya pada waktu kami merumuskan pasal 1 ayat 3, negara hukum. Itu ada perbedaan, termasuk pakar yang mendampingi kami pecah dua. Pakar yang mengatakan negara hukum cukup dan negara hukum yang demokratis. Lalu berdalil tidak perlu kita pakai demokratis, bahwa UUD yang berisi ada parlemennya ada MPR-nya, ada ini ada ini itu sudah menunjukkan demokratisnya negara hukum ini tidak perlu lagi kita cantumkan namanya. Jadi ini kira-kira perbandingan-perbandingan apakah perlu nempel terus kata demokratis itu hanya karena kita melihat dalam satu arah, tidak melihat dalam lingkup NKRI. Yang membuat UUD-nya MPR, yang memberikan kewenangan membuat daerah khusus dan daerah istimewa, yang membuat UU adalah DPR dan Presiden yang memberikan hak istimewa itu, presiden yang menetapkan adalah presiden yang dipilih oleh rakyat. Apakah dengan menetapkan itu tidak bisa diartikan juga demokratis? Saya kira saya batasi sampai sekian dulu uraian dari Forum Konstitusi mengenai masalah ini agar barangkali ada waktu untuk memperdalam

Terima kasih Pak Ketua HARUN KAMIL/KETUA FORUM KONSTITUSI:

Terima kasih Pak Zain yang telah menguraikan pandangan Forum Kosntitusi atas RUUK DIY berdasarkan sejarah perundang-undangan yang mengacu kepada konstitusi di pasal 18. Dimana kemudian ditegaskan pasal 18b ayat 1 tentang Daerah Istimewa dan Daerah Khusus. Pak Zain ini kamus hidup kita nih pak soal masalah ini. Kitakan sekarang akhirnya gampang, oh ini rupanya enggak pernah berubah dari UU No. 3/1950. Mungkin sebelumnya enggak punya gambaran apakah penetapan, apa pemilihan.

Ada teman-teman lain yang ingin menambahkan? Baik Pak Lutfi akan menambahkah, silahkan. LUTFI/WAKIL KETUA FORUM KONSTITUSI: Terima kasih

Hanya penekanan. Saya selalu terganggu kalau disebutkan ada usulan untuk melakukan amandemen ke 5, jadi seolah-olah sebentar-sebentar amandemen, itukan menggambarkan negara yang tidak stabil, dan tidak benar juga. Jadi waktu Pak Zain mengemukakan bahwa kita ini baru satu kali melakukan amandemen di dalam empat tahap. Yang berikutnya nanti kita populerkan amandemen ke 2 kalau usul, jangan ke 5, ini pikiran saya Terima kasih LUTFI/WAKIL KETUA FORUM KONSTITUSI:

Kalau disetujui gitu kan yah? Jadi Pak Lutfi ini adalah perancang dan yang membangun Semanggi, kitakan paket setiap hari, yang merancangnya enggak tahu, ini orangnya Wakil Ketua Forum Konstitusi. Baik acara kami serahkan kepada Pimpinan atau melakukan tanya jawab agar bisa dilakukan pendalaman lebih jauh atas pikiran-pikiran yang ada dari Forum Konstitusi yang dikaitkan dengan RUU ini.

Page 10: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

195

Terima Kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb KETUA RAPAT: Waalaikum Salam

Pertama terima kasih sudah paparannya, dan demikian saya kira konkrit. Jadi ada satu gambaran yang jelas bagi kita semua bagaimana perubahan-perubahan yang dilakukan tetapi hakekatnya tetap sama di dalam sistemnya kecuali penyelenggaraannya tidak berubah. Barangkali di dalam RUU yang baru ini lebih diperjelas apa yang keistimewaannya itu. Ada perubahan barangkali di situ, yang tadinya tidak dipilih Gubernur langsung dan tidak ada jangka waktu jabatannya, saya juga masih, udahlah UU NO. 3 ini bagaimana sebetulnya itu. Sekarang seolah antara Pemerintahan itu dengan Sultan ada suatu pemisahan,. Sultan diberikan kewenangan-kewenangan khusus artinya disitu ada pengakuan kalau kemaren pembicaraannya, ada pengakuan monarkinya, ada pengakuan kerajaannya dan ada pemerintahan yang dilakukan. Ini hanya sekedar untuk mengantar di dalam kita berdiskusi ini. Saya persilahkan dari anggota DPR, Pak Abdul Gafar Patappe DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPPE/F-PD: Assalamu’alaikum Wr.Wb. Terima Kasih Bapak Pimpinan Komisi Bapak-Bapak para kelompok Forum Kosntitusi yang saya hormati

Terima kasih masukan bapak tentang RUUK DIY, kemaren Komisi II juga sudah melakukan dengar pendapat dengan Bapak Sri Sultan dan Sri Paku Alam. Saya kemaren mengatakan bahwa antara RUU keistimewaam Yogyakarta yang dibuat oleh pemerintah dan harapanSri Sultan itu sebenarnya ada titik temunya, ada persamaannya, karena kedua sumber ini mengaku bahwa landasan untuk mengatur atau menyusun RUU ini, itu landasannya adalah konstitusi, landasannya adalah republik, landasannya adalah NKRI, landasannya adalah kesejarahan dan juga adalah demokrasi. Baik Sri Sultan memberikan penjelasan tentang keinginan itu atau harapan itu dia tidak lepaskan unsur-unsur ini. Mungkin beliau tersinggung kalau dikatakan bahwa itu tidak demokratis, beliau tidak mau terima itu. Pemerintah juga seperti ini, jadi itu yang saya katakan kemaren ada pertemuan. Sekarang solusi dari pertemuan itu musyawarah mufakat. Tetapi musyawarah mufakat ini syaratnya ada kebesarn jiwa, ada ketulusan, ada keikhlasan, ada pengertian, tidak mau menang sendiri. Sedangkan perbedaannya tipis, karena pemerintah menghendaki bahkan memberikan pilihan dua. Pemerintah menyetujui Gubernur DIY itu dipilih sesuai konstitusi tapi tidak tertutup kemungkinan pemerintah memberi kesempatan Gubernur juga itu ditetapkan. Cuma memang yang berbeda satu, Gubernur Utama itu tidak memerintah, dia simbol. Sedangkan satu Gubernur itu yang memerintah, itu yang harus dipilih secara demokrasi sesuai konstitusi.

Perbedaan itu untuk Sri Sultan tidak. Pak Sri Sultan itu tidak mau cuma satu-satunya pilihan, kedengarannya itu seperti harga mati bahwa itu harus penetapan. Untuk itu Bapak Forum Konstitusi, ada saran saya kemaren bagaimana kalau seperti yang dianut oleh negara-negara Eropa yang

Page 11: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

196

kerajaan seperti Belanda, Inggris, Spanyol, kemudian Thailan, lantas Malaysia itu yang saya tawarkan kemaren. Tetapi rupanya jawaban Sultan kemaren itu pandangan saya itu dianggap keliru. Beliau mengatakan kalau mau samakan Yogyakarta dengan seperti itu, itu keliru, berarti saya ini keliru pendapat saya kemaren padahal hanya saran. Kalau mau terima ya diterima kalau tidak juga kan. Tapi saya tidak keliru karena negara-negara itu kerajaan tapi mengapa mau menerima, mau korban melepaskan kekuasaannya itu kepada pemerintah yang berkuasa sementara dia hanya menjadi simbol karena dijamin oleh pemerintah king can’t do not wrong raja tidak bisa dipersalah karena bukan dia yang memerintah. Tapi dia langgeng sampai kapan saja turun-temurun. Tapi kalau sistem seperti di Indonesia ini tidak bisa langgeng, sekarang mungkin masih bisa. Contoh, di Indonesia ini kita anut demokrasi sejak kita merdeka Cuma istilah waktu itu demokrasi terpimpin, kemudian setelah Bung Karno Jatuh, karena demokrasinya terpimpin ada yang kompori, ada yang mendorong supaya menjadi Presiden seumur hidup, Tuhan marah pola sperti ini, jatuh. Orde baru juga demokrasi pancasila tapi semuanya diatur, orang dipilih diapa semua itu sudah diatur, sudah diketahui bahwa eh kamu nanti yang jadi ini, udah pemilihan formalitas di DPR. Sekarang demokrasi juga pada orde reformasi tapi demokrasinya sudah murni, rakyat menghendaki itu bukan siapa-siapa. Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, bukan dari rakyat oleh rakyat untuk raja. Mungkin ke depan bisa lebih kencang lagi ini seperti ini

Jadi saya kira ini pandangan saya, kemudian saya ingin menyarankan kepada bapak, karena bapak itu adalah pakar, kemudian bapak adalah orang-orang tua kita, barangkali bisa berperan untuk memberikan satu pandangan yang lebih baik kepada Sri Sultan supaya untuk era sekarang ini harus sudah jauh-jauh kita tinggalkan pendekatan sejarah. Sejarah itu untuk kita kenang, untuk kita jadikan referensi tapi tidak bisa lagi dipertahankan karena sejarah itu sudah masa lampau. Tahun 1755 tahun kejadian itu, sekarang mau dipertahankan? Tidak mungkin pak. Begitu cepatnya reformasi sekarang, jangan bilang 1000 tahun, jangan dibilang 300 tahun, Mesir 30 tahun saja digilas. Di sana saja 40 tahun digilas, padahal dikita ini mau langgeng ini Kesultanan karena kesejarahan, budaya dan sebagainya

Terakhir, ada teman saya, kenalan saya sekarang menjadi Gubernur di Sumater Utara, dia Wakil Gubernur saya tanya waktu kita kunjungan kerja “pak kok bapak bisa jadi Gubernur di sini?” waktu itu Wakil Gubernur karena Gubernurnya bermasalah sekarang naik Guburnur. “kenapa bapak bisa dipilih orang Sumatera Utara, memang bapak orang di sini?” “tidak pak saya orang Yogyakarta” dia bilang begitu saya orang Yogyakarta. Tapi ada hikmahnya dia bilang, kenapa kok saya tinggalkan Yogyakarta bisa jadi Gubernur di sini, kalau di Yogyakarta sampai kiamat dunia saya tidak bisa jadi Gubernur karena itu haknya raja, itu ucapannya. Jadi mohon kiranya bapak memberikan pertimbangan-pertimbangan supaya pendekatan kesejarahannya itu berubah menjadi pendekatan kesejahteraan. Terima Kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Page 12: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

197

KETUA RAPAT: Waalaikum salam Wr.Wb Terima Kasih Pak Abdul Gafar Patappe. Silahkan Pak Nu’man Abdul Hakim Drs. H. NU’MAN ABDUL HAKIM/F-PPP: Assalamu’alaikum Wr.Wb Ketua, Wakil Ketua, para anggota Komisi II, anggota DPD dan Forum Konstitusi yang saya hormati

Memaknai demokrasi nampaknya bagian yang tidak pernah selesai, jangan-jangan ada benarnya Pak Ketua, demokrasi adalah baju pinjaman dan kita sebetulnya kita tidak punya baju itu, baju itu tidak pas untuk diri kita. Perdebatan hari ini sebetulnya bagian dari cara mengepas-paskan makna demokrasi yang kita pinjam dari Barat ke tempat kita. Baik Pak Ketua saya udah mendapatkan penjelasan yang luar biasa dari Forum Kosntitusi ini. Ternyata dari UU 32/2004, 22/1999, 5/1974 itu penyelenggara daerah istimewa itu tetap merujuk pada UU 3/1950. Penyelenggaranya berubah penyelenggaraannya tetap. Terus terang saja ini baru dapatkan informasi yang luar biasa. Saya mohon penjelasan mengapa kita tidak memulai dari dulu memaknai keistimewaan 2 daerah dan kekhususan yang baru ini tidak dilakukan sejak awal, katakanlah di eranya masa-masa kita melakukan perubahan ini. Sehingga makna istimewa ini kemudian menjadi bias, orang mengatakan keistimewaan Yogyakarta itu salah satunya penetapan Sultan menjadi Gubernur tapi orang mengatakan tidak itu istimewanya. Yang keduanya Pak Ketua, saya mohon juga masukan bukan saran karena beliau berhak memberikan masukan kepada kita. Sebetulnya makna istimewa bagi bapak-bapak untuk khusus Yogyakarta itu apa? Apa betul salah satunya makna keistimewaan itu adalah menempatkan Sultan sekaligus sebagai Kepala Daerah, apa itu betul keistimewaannya? Kalau itu menjadi ciri khas salah satu keistimewaan maka UU ini memang harus seperti itu isinya. Tapi kalau bukan itu maka tawaran Pak Gafar juga bisa dipertimbangkan. Artinya memang kita membuat monarki konstitusional seperti halnya di Malaysia tapi ini menjadi Raja benaran. Sekarang kalau Sultan itukan tidak mendapatkan previlige sebagai raja sebetulnya sekarang ini, keluarganya tidak digaji, tidak ada pengawalan, raja hanya sebutan saja budaya. Tapi kalau mau dibikin tawaran seperti Pak Gafar, Raja beneran. Jadi Raja seperti di Malaysia yang mendapat jaminan konstitusi dari UU, hak pengawalannya, hak kehormatannya, hak protokolnya, hak keuangannya dan sebagainya.

Yang kedua, saya mohon penjelasan mengenai pasal 18 ini, menurut Pak Zain sebagai kamus hidup ini ternyata pasal 18b ini itu sebetulnya isinya hanya 4 (empat). 2 daerah istimewa dan 2 daerah khusus. Kenapa maknanya cuma 4? Bukankah tadi bapak mengatakan diawal sebetulnya diawali dengan diasumsikan ada 250 self best torrende yang memungkinkan itu menjadi daerah khusus dan istimewa, kenapa dimaknai menjadi 4, hanya DKI, Yogyakarta, Papua dan khusus kenapa itu tidak diberi ruang? Khususnya itu mungkin juga khusus spesial misalnya daerah khusus parawisata, daerah khusus industri seperti Batam bisa saja sebetulnya. Ini mohon penjelasan saya kira waktu bapak merumuskan, mengapa pasal 18 ayat b ini hanya sekedar mewadahi 4 daerah itu.

Page 13: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

198

Saya kira demikian Pak Terima Kasih KETUA RAPAT:

Terima Kasih Pak Nu’man. Sekedar informasi bahwa kemarin kita sudah mendengar Sri Sultan dan beliau merasa tidak sebagai raja, tidak sebagai Sultan dalam pengertian monarki itu, oleh karena itu beliau sangat keberatan kalau disebut monarki. Beliau tidak mendapat gaji, beliau tidak mendapat tunjangan untuk kerjaannya, untuk istananya dan sebagainya. Ini memang formula apa yang sebetulnya kita, jadi saya kira yang perlu kita diskusikan lebih jauh lagi dalam pembahasan tapi tentu Forum Konstitusi kita harapkan itu ada masukan-masukannya nanti. Dan saya belum tahu juga, ini saya baca UU no. 3 juga tidak ada yang menyebutkan sebetulnya Sultan itu langsung menjadi Kepala Daerah di sini. Mohon bantuannya untuk nanti lebih memperjelas dimana sebetulnya itu. Kemudian UU No. 3 ini juga tentu ada memungkinkan perubahan-perubahan yang dilakukan bahwa tidak mungkin tidak ada perubahan karena disini pasal 6 peraturan-peraturan DIY sebelum pembentukan UU ini belum diganti dengan peraturan DIY berlaku terus peralihannya sepanjang belum berubah, berarti semuanya juga ada bisa perubahan. Barangkali ini sebagai satu latar belakang saja untuk Forum Konstitusi tentu sangat kita harapakan masukannya sangat konprehensip. Karena memang ini nanti akan pembahasan pembentukan UU lebih serius tapi ini masukan-masukan untuk para anggota yang terhormat untuk lebih melakukan pemikiran-pemikiran yang terbaik. Bagaimana kita membuat UU ini, perlu? Kalau perlu bagaimana pengaturannya? Agar lebih jelas, jangan selalu menjadi seolah-olah tidak tersentuh, seolah-olah sudah demikian adanya kita terima tapi juga tidak ada kejelasannya, harus ada suatu pengaturan yang lebih jelas. Silahkan Pak Basuki Tjahaja Purnama Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA, MM/F-PG: Terima Kasih Pak Pimpinan Yang saya Hormati Bapak-Bapak dari Forum Konstitusi

Ada beberapa pertanyaan Pak, saya langsung saja. Inikan ada usulan soal Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, ini apa dibenarkan secara konstitusi istilah ini? Kalau kita bilang tidak dibenarkan, apakah bisa kita katakan bahwa pemerintah memaksakan ini. Sebetulnya pemerintah itu telah melanggar UUD 1945? Itu pertanyaan dari saya. Kemudian yang kentia, ada lagi pakar yang kami undang, saya tidak enak menyebutkan namanya, beliau mengusulkan ada masa transisi 5 tahun tetap menggunakan penetapan kemudian baru dilakukan pemilihan sesuai dengan pasal 18 tadi, saya sudah ngerti pak UU 18 itu. Saya hanya ingin tahu tanggapan bapak terhadap pakar ini seperti apa yang punya ide seperti itu? Ngakunya ngerti tata negara, apa dia ngerti tata negara atau tidak? Karena saya tidak ngerti soal tata negara, saya hanya ingin tahu saja supaya lain kali mungkin kita tidak undang lagi dia. Terus kemarin Sultan juga berbicara kalau di RUU DIY ini kita membuat penetapan, ada juga yang membawa yudisial review ke MK dibatalkan, kalau dibuat pemilihan juga akan dibatalkan. Jadi usulan dari Forum Konstitusi ini bagaiman mekanisme secara konstitusi yang terbaik supaya nanti jangan ada pasal penetapan atau pemilihan yang dibatalkan, sultan juga berpikir

Page 14: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

199

akan ada kekhawatiran seperti itu. Yang terakhir, apakah Sultan dan Paku Alam boleh berpolitik praktis kalau menurut UU apakah dia boleh menjadi pengurus partai atau anggota kalau dengan sistem ditetapkan? terus bagaimana kalau melalui pemilihan di DPRD? Kalau di DPRD-kan biasanya kalau enggak menjadi anggota partaikan enggak mungkin diusulkan di dalam peraturan kita. Ini fikiran saya dan ingin mendapatkan jawabannya. Terima Kasih KETUA RAPAT: Terima Kasih Pak Basuki. Ini menarik, bagaimana berpolitiknya. Ini banyak usulan supaya sultan itu tidak berpolitik sedangkan dia nanti diusulkan untuk tetap menjadi kepala pemerintahan. Bagaimana seorang Kepala Pemerintahan tidak berpolitik? Rumusannya bagaimana kalau kita buat seperti itu, kan banyak usulan supaya tidak masuk partai politik atau tidak berpolitik sedangkan ada usulan beliau tetap sebagai kepala pemerintahan. Berbeda dengan fungsi sebagai Sultan, sebagai pengayom kebudayaan dan pemersatu masyarakat. Barangkali ada masukan seperti apa, atau kalau tidak sekarang barangkali boleh dipikirkan lagi utnuk bisa kita ketemu. Ini suatu hal yang memang, dan harus kita putuskan bagaimana caranya karena UU ini harus jangan lagi seperti Pak apa katakan, merubah pada UU yang lama sehingga tidak juga jelas, harus kita perjelas bagaimana sebenarnya penataan ketata negaraan kita. Silahkan lebih lanjut, kita ambil dulu dari DPD supaya jangan menunggu lama ini, Ibu Denti DENTY EKA WIDI PRATIWI, SE/KOMITE I DPD RI: Assalamu’alaikum Wr.Wb Yang terhormat Pimpinan Komisi II DPR Rekan-rekan anggota DPD Dan yang kami hormati Forum Konstitusi

Dalam penyusunan RUU tentang DIY ini bagaiman kita mengangkat daripada ruh yang bisa mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat ataupun aspirasi rakyat Yogyakarta terutama dalam sistem kepemerintahan di Yogyakarta itu sendiri. sehingga bisa mendudukan Sri Sultan Hamengkubuwono ataupun Paku Alam kepada kedudukannya yang ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur. dalam hal ini tentunya banyak yang perlu dipertimbangkan, kaitannya dengan hal itu pemerintah membuat suatu ruu versi pemerintah, dimana justru terdapat banyak keragu-raguan untuk dalam rangka menempatkan sri sultan ataupun paku alam sendir, sehingga ada penafsiran terjadinya dualisme kepemimpinan dalam pemerintahan diy, bisa mengakibatkan ketidak efektifan dari pada penyelenggaraan pemerintah. pada dasarnya seakan-akan kita itu harus menerapkan uu, dalam rangka penyusunan ruu itu bisa secara konprehensip dimana tidak hanya dalam pasal 18 ayat 4 saja seperti tadi dikatakan oleh Pak Zain Bajeber bahwasannya tidak bisa dibenturkan pada pasal 18a, tetapi bagaimana kita justru menyandingkan dengan pasal 18b ayat 1. Sebenarnya di dalam UUD 1945 memang sangat sudah mengakui kenyataan daripada historis makanya tadi saya tidak setuju dengan pernyataan Abdul Gafar Patappe dimana histori sebagai masa lalu saja. Kalau perkara

Page 15: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

200

perubahan daripada kehistorisan, kesejarahan menuju kesejahteraan itu merupakan proses saja yang perlu kita lalui, dimana kita harus menempatkan potensi ataupun komponen-komponen yang ada sehingga negara ini juga berdiri karena adanya sejarah, jadi naif sekali kalau kita tidak mengakui sejarah apalagi sejarah hanya ditutup saja sebagai lembaran yang lama yang tidak perlu kita kukuhkan, sehingga di dalam UUD sendiri memang sudah jelas dan terang-benderang sekali mengakui dan mengangkat niali historis ini dimana DIY adalah sebuah negara merdeka sebelum mengintegrasikan ke RI. Jadi justru senapas dengan semangat konstitusi kiranya apabila hal ini ataupun keistimewaan suatu daerah itu menjadi suatu perdebatan yang dianggap pelik. Yang ingin saya gali lebih dalam bagaimana pandangan secara konstitusi dimana pasal 18 ayat 4 dan 18b ayat 1 ini disandingkan dengan melihat prinsip-prinsip bahwasannya peristiwa daripada kekhususan itu sendiri jangan terlalu banyak dimasukan kedalam perdebatan ranah politik supaya tidak menambah pembendaharaan dari pada semacam labolatorium politk, boleh dikatakan seperti itu karena memang embrio-embrio politik yang dibangun ini perkembangannya semakin tidak sehat yang bisa mengancam daripada keutuhan NKRI itu sendiri. Mungkin itu saja yang perlu saya sampaikan Wassalamu’alaiku Wr.Wb. KETUA RAPAT: Waalaikum salam. Terima Kasih Ibu Denti. Lebih lanjut Pak Iwayan Sudirja I WAYAN SUDIRTA, SH/KOMITE I DPD RI: Saya langsung saja. Pimpinan Forum Konstitusi, Pimpinan Komisi II, anggota DPR, DPD yang saya hormati

Pertama sya teringat pada pesan Bung karno jangan lupakan sejarah. Lalu ada beberapa buku yang saya baca mengutip kalimat yang lain, kalau di dalam politik itu harus suka memafkan tapi tidak boleh melupakannya. Jadi kalau sejarah mau dilupakan ini bisa menggoyang sendi-sendi keberadaan NKRI, karena ada sejarahnya kenapa Bali juga menyatukan diri dengan NKRI ada sejarahanya. Jadi kemerdekaan ini dibangun bukan oleh sekelompok orang, oleh semua kelompok dan itu juga sejarah. Dan kalau ini mau dihilangkan ini agak merepotkan. Yogyakarta juga dimulai dengan sejarah yang jelas, mulai ada hubungan telephon antara Sukarno dengan Hamengkubuwono IX, ada kawat, ada maklumat 5 September, ada juga sejarah dimana Sukarno mengutus Mr. Sartono dan Maramis ke Yogyakarta tanggal 6 September ini kan sejarah yang tidak bisa diabaikan. Kalau ini diabaikan rakyat Yogyakarta pasti marah, kalau Yogyakarta saja dibeginikan jangan-jangan daerah lain juga was-was, dan ini membuat suasana tidak aman. Saya tidak bermaksud mempertentangkan karena disinikan forum bebas bicara sepanjang sesuai dengan aturan tapi kita boleh beda pendapat. Yang berikutnya tadi Pak Zain sudah dengan jelas mengatakan tidak ada perbedaan pasal 18 ayat 4 dengan pasal 18b. dalam berbagai pertemuan karena kebetulan saya dikomite I dengan Mendagri saya tidak mampu menyakinkan Mendagri itu. Karena Mendagri berpandangan ini bertentangan dengan pasal 18b ini bertentangan dengan pasal 18 ayat 4 juga bertentangan dengan pasal 27 ayat 1

Page 16: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

201

dan pasal 28d. karena 18 ayat 4 sudah dijelaskan saya minta penjelasan lebih lanjut karena sekali lagi saya sudah meyakinkan Mendagri dalam berbagai pertemuan tidak mampu meyakinkan beliau.

Saya perlu argumen tambahan karena kami juga ada proses-proses berikutnya dimana kita akan menyatakan pendapat ini nanti. Mudah-mudahan ini bisa terbantu dengan baik. Teman-teman dan tokoh-tokoh Forum Konstitusi pasti juga sudah mengetahui adanya keputusan MK yang pada dasarnya mengayomi daerah-daerah DKI, Yogyakarta, Papua, Aceh, itu ada putusan. Saya juga tidak tahu apakah putusan ini disampaikan tidak oleh para ahli ke Depdagri sebab kalau putusan MK yang menggaris bawahi kehususan pasal 18b ini ada di Depdagri, saya tidak tahu bagaimana caranya Menteri Dalam Negeri melaporkan ke Presiden sehingga muncul RUU yang seperti sekarang ini, kita tidak habis fikir. Tapi kehadiran Forum Konstitusi ini pasti membawa suasana yang agak beda. Biasanya Pimpinan Sidang tidak banyak komentar, kali ini banyak komentar, banyak garis bawahi dan itu artinya memang ada suasana baru, barang baru. Tapi tentu para hadirin ini minta dinyakinkan secara sungguh-sungguh oleh Forum Konstitusi supaya besok ketika kita membuat ramuan yang baik benar-benar mendasar, rohnya kuat, sejarahnya kuat, ke depannya juga kuat. Jadi bagaimana caranya agar pemerintah, Menteri Dalam Negeri khususnya bisa mengatakan pasal 18b kalau dijadikan pijakan untuk penetapan Sultan sebagai Gubernur Yogyakarta itu tidak bertentangan dengan pasal-pasal yang saya sebutkan tadi. Juga bagaimana kami harus menjelaskan ini tidak bertentangan dengan NKRI, tidak bertentangan dengan demokrasi, tidak bertentangan dengan azas-azas kesamaan di depan hukum equality before the law ini yang paling sering diungkap oleh pemerintah khususnya Menteri Dalam Negeri, kami harus mampu menjelaskan ini, DPR juga harus mendapatkan penjelasan yang cukup agar UU ini bisa mendapatkan pijakan yang kuat UU yang akan dilahirkan. Yang berikutnya tadi Pak Zain sempat menyinggung Presiden dipilih secara demokratis, orang yang dipilih secara demokratis harusnya dia bersikap demokratis. Pertanyaannya kalau UUD dibuat oleh MPR yang dipilih secara demokratis apakah pasal 18b ini produk demokratis atau tidak? Yang berikutnya kalau masyarakat Yogyakarta menghendaki penetepan itu demokratis apa tidak? Apa sangat tidak demokratis kalau penetapan itu kita lakukan, apalagi pijakannya pasal 18b. lalu mohon maaf, betapa celakanya kalau DPRD mendukung penetapan dianggap tidak demokratis padahal DPRD Yogyakarta dilahirkan berdasarkan pemilihan yang sangat demokratis. Ditamabah lagi DPD sudah juga menajukan RUU dan itu paripurna menyetujuinya. Jadi secara resmi DPD itu diparipurna menyetujui, apakah ini tidak demokratis? Jadi kalau DPD tidak demokratis, rakyat Yogyakarta tidak demokratis, DPRD Yogyakarta tidak demokratis berarti yang paling demokratis Menteri Dalam Negeri kita seorang. SBY saja tidak berani ngomong begitu, Menteri Dalam Negeri ini memang paling hebat. KETUA RAPAT: Saya kira kematerinya saja

Page 17: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

202

I WAYAN SUDIRTA, SH/KOMITE I DPD RI: Oh gitu yah, boleh-boleh. Kalau gitu saya laju lagi. Pak kalau kita membuat sebuah UU untuk pemilihan Gubernur Yogyakarta, perlu enggak mendengar rakyat Yogyakarta? Ini konsep berpikirnya kalau kita membuat UU dari segi penyerapan aspirasi masyarakat. Perlu enggak mendengar rakyat Yogyakarta? Atau rakyat Yogyakarta yang paling utama harus didengar? Atau jangan saja kita dengar Rakyat Yogyakarta kita dengar rakyat Aceh. Karena rakyat Yogyakarta jelas menghendaki penetapan. Kalau tradisi ini, preseden buruk ini dimana membuat UU untuk kepentingan pemilihan Gubernur Yogyakarta, penetapan Gubernur Yogyakarta tidak mendengar rakyat Yogyakarta saya juga tidak juga tahu bagaimana nasib aspirasi daerah lain dalam bidang-bidang yang lain. Misalnya tentang masalah ekonomi, pertambangan, kehutanan, pariwisata dan lain sebagainya. Kelak UU ini akan dibuat dan akan direvisi terus menerus, saya tidak bisa membayangkan kalau kelak kita membuat UU pertambangkan yang didengar komponen pariwisata saja, komponen pertambangan tidak didengar. Oleh karena itu dari segi konsepsi pembuatan UU dalam rangka menyerap aspirasi dan uji shahih misalnya. Bukankah rakyat Yogyakarta dalam pengertian untuk penetepan atau pemilihan Gubernur Yogyakarta ini kelompok komponen yang harus didengar. Kemudian ada juga hambatan-hambatan yang dicoba dimunculkan, bagaimana suksesi nanti, bagaimana kalau Sultan udah uzur meninggal, atau Sultan terlalu muda. Kami mencoba menjelaskan juga karena Yogyakarta sudah punya tradisi suksesi sejak 1755 tapi kelihatannya pendapat ini juga belum terlalu kuat. Lalu bagaimana pendapat bapak-bapak, apakah kalau ada pertanyaan-pertanyaan ini, kalau dari segi konsep pembuatan UU hambatan-hambatan begini apakah boleh menjadikan kita tidak jadi membuat UU. Bukannya problem hambatan itu justru perlu dimunculkan karena kita perlu mencari aspirasi, perlu uji shahih, tapi lalu dibuat dan dipecahkan dalam UU itu sendiri. Suksesi bisa kita buat, masalah umur dan sebagainya apalagi di dalam konsep DPD itu ketika keadaan sangat tertentu dimana pemerintah boleh mengulurkan tangannya misalnya karena Sultan masih terlalu muda, pemerintah juga punya kewenangan di situ. Lalu bagaimana kekebalan-kekebalan ini tidak muncul karena Bang Buyung juga sempat menyampaikan satu informasi jangan-jangan nanti Gubernur Yogyakarta jadi kebal. Kalau Sultan kebal di Kratonnya tapi tidak boleh Sultan itu sebagai Gubernur menjadi kebal, padahal kami diberi informasi kecuali asal-usul Gubernur Yogyakarta berasal dari Kesultanan yang lainnya itu sama dengan daerah lain. Oleh karena itu saya ingin mendapat penjelasan yang agak panjang karena kami juga akan menyampaikan nanti konsep-konsep lebih lanjut kepada DPR Terima Kasih KETUA RAPAT:

Terima Kasih Pak Wayan. Memang kemaren barangkali bagus juga dihadiri Forum Konstitusi juga kemaren itu. Pak Sri Sultan sangat excellent untuk mengemukakan itu. Posisi beliau bagaiman, beliau tidak menghendaki, kebetulan monarki tidak ada juga beliau tidak menghendaki turun-temurun untuk jabatan itu menurunkan kepada anaknya tapi kerabat dari Kesultanan. Bagaimana bentuknya itu yang kita bisa rumuskan, itu keinginan beliau sebagai pemangku itu. Beliau mengatakan tidak kebal

Page 18: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

203

hukum, tidak ada imunitas untuk beliau. Jadi ini barangkali karena kita bicara dengan Forum Konstitusi ini bisa dimasukan untuk bisa nanti tentu kita harapkan ada lagi feedback yang bisa kita dapatkan dari Forum Konstitusi, dari masukan-masukan ini barangkali membantu pemikiran kita dalam pembahasan.

Silahkan lebih lanjut Pak Jhon Prof. JHON PIERES/KOMITE I DPD RI: Terima Kasih Pak Ketua Waktu Portugis masuk saya Peres Pak, Belanda masuk Peres, sebelumnya itu Patiwane. Jadi sejarah itu. Sebelumnya saya Muslim kemudian Katholik lalu Protestan karena sejarah juga. Jadi tidak boleh lupakan itu. Jas Merah.

Baik Pak Ketua, para Wakil Ketua, terutama Forum Konstitusi yang tidak asing lagi untuk DPD.

Ada 6 catatan saya, yang pertama Pak Ketua kita harus menyisir kembali norma-norma hukum yang pernah ada, UU 22/1948 tentang Pemda, 3/1950 tentang DIY, 5/1974 tentang Pemda, 22/1999, 32/2004 terutama mengenai keistimewaan beberapa daerah di Indonesia. Itu juga sejarah hukum yang tidak boleh kita lupakan dan norma-norma itu sudah dikaji cukup mendalam berdasarkan mazhab-mazhab, doktrin-doktri yang kita anut selama ini. Itu catatan yang pertama. Catatan yang kedua, harus ada sinergitas dan hirarki norma-norma hukum menurut saya harus tetap dijaga dari konstitusi sampai ke UU itu, satu dengan yang lain tidak boleh saling bertabrakan. Terutama juga kita harus memperhatikan doktrin-doktrin dan mazhab-mazhab hukum populer di dalam proses pembuatan UU itu. Jadi tidak parsial perspektifnya tapi harus dibangaun sebuah perspektif yang lebih konprehensip supaya UU itu mempunyai daya laku, terutama UUK DIY.

Yang ketiga, ini soal uji kejelian, bapak-bapak dari Forum Konstitusi sekiranya kalau pasal 18 itu kita uraikan dalam pasal-pasal di UU Pemda yang baru dengan meniadakan jabatan Wakil Gubernur apakah UU tentang KDIY juga harus meniadakan jabatan Wakil Gubernur, lalu bagaimana juga nasib dari Sri Paku Alam. Itu uji kejelian, saya tidak mengatakan uji kecerdasan tapi ini uji kejelian saja. Ini kita perlu belajar banyak dari Forum Konstitusi yang saya membaca banyak buku kajian dari forum itu, sedikitnya memperkaya saya dalam perspektif pembangunan hukum nasional.

Yang keempat, kita tahu bahwa konstitusi maupun UU itu mempunyai fungsi integratif artinya mengintegrasikan bangsa yang majemuk ini selain fungsi edukatif untuk kita belajar berdemokrasi. Bisa enggak diberikan kepada kita kalau Yogyakarta mendapat keistimewaa, Aceh mendapatkan kekhususan termasuk Papua, lalu daerah-daerah lain tidak mendapatkan apa-apa dalam pengertian keistimewaan dan kekhususan integrasi sedikit terganggu. Saya sependapat dengan Forum Konstitusi tapi saya cuma uji kejelian saja sama sekali tidak ada maksud apa-apa. Dan memang yang saya tahu, yang saya pelajari itu fungsi integratif itu penting bagi suatu bangsa yang majemuk baik konstitusi maupun UU itu.

Page 19: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

204

Yang kelima, ini perspektif historis. Saya sangat terganggu, logika dan syaraf saya sangat terganggu tadi, sungguh sangat terganggu. Negara ini tidak ada kalau tidak ada daerah-daerah, daerah-daerah itu lebih tua daripada nabi saya Nabi Isa, ekstrimnya di situ, lebih tua dari Nabi Muhammad. Jadi harus dihargai itu sejarah lahirnya daerah-daerah itu, baru kita tahu lahirnya negara ini.jadi kalau mau melupakan itu kita tercabut dari akar-akar sejarah itu berbahaya dari suatu bangsa yang beradab. Mudah-mudahan di diskusi-diskusi yang akan datang tidak ada lagi pemikiran-pemikiran seperti itu Pak Ketua. Saya kira saya sangat suka dengan Pak Ketua ini, bijak, arif, tenang sehingga bisa mempertemukan perspektif-perspektif yang berbeda, itu sangat menarik bagi saya.

Yang keenam, DIY berbeda dengan Negara-Negara Barat, sama sekali berbeda. Negara-negara Barat itu Totaliter, tirani, Yogyakarta tidak ada, Yogyakarta lahir lebih dahulu dari Indonesia misalnya. Jadi bisa saja membanding-bandingkan itu bisa saja tapi yang benar. Kita lihat di TV Libya bahkan sudah mengibarkan bendera Kerajaannya kembali ke sejarah lagi karena memusuhi totaliterisme, otoriterisme Khadafi itu. Jadi mereka menginkan kembali nilai-nilai lama itu. Alvin Thopler juga sudah mengatakan itu kok, Jhon Naismith dengan globalisasi itu orang kembali dengan lokal-lokal wisdom, jadi tidak boleh melupakan itu.

Membandingkan negara-negara Barat yang monarkis, totaliter, tirani itu dengan Yogyakarta saya kita tidak pada tempatnya. Yang terakhir yang ketujuh, ini sekaligus untuk mengkritisi hasil amandemen 1 supaya amandemen ke 2, saya ikuti saja logika Forum Konstitusi jangan terulang lagi ini. Kalau pasal 18 lama itu daerah Indonesia dibagi, pasal 18 baru NKRI dibagi, celaka besar. Itu paradigma federalime yang kita terjebak di dalamnya. Supaya amandemen yang kedua itu kita kembali kepada rumusan yang lama, rumusan the founding fathers kita yang cukup baik. Kalau NKRI dibagi itu berbahaya, integrasi ini hancur, jadi daerah Indonesia dibagi atas Provinsi, Kabupaten dan seterusnya bukan NKRI dibagi atau NKRI terdiri atas. Forum Konstitusi saya kira mempunyai konsen yang sangat kuat tentang NKRI itu, mohon dibantu kami-kami ini pak.

Terima Kasih Pak Jhon, ini pencerahan juga ini. Silahkan Pak Paulus DRS. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/KOMITE I DPD RI: Terima Kasih Pak Ketua Saya ada dua saja, saya mengapresiasi sama ketua, kalau ketua dalam setiap rapat saya melihat merefresh terhadap masukan-masukan yang sudah diberikan oleh para narasumber. Pikiran ketua sangat maju sekali. Tapi kadang-kadang saya heran, kadang-kadang saya kecewa bahwa diantara teman-teman ini enggak maju-maju, enggak belajar dari apa yang disajikan oleh para narasumber itu. Pertanyaan saya Pak Zain, tadi sebenarnya sudah didudukan dengan baik sekali posisi UUD 1945 pasal 18 ayat 4 dan pasal 18b, dimana sekian puluh Provinsi itu berdirinya dalam hal pemilihan kepala daerah pada pasal 18 ayat 4. Sedangkan segala macam keistimewaan yang mungkin dapat diberikan oleh NKRI kepada daerah yang kita sebut istimewa atau daerah khusus dengan berbagai variabel keistimewaan atau kehususan diwadahi dalam pasal 18b, saya pikir sudah sangat jelas. Aceh diberikan keistimewaan dalam hal Syariat Islam, ini sebenarnya keistimewaan yang

Page 20: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

205

diluar keistimewaan umum juga dalam negara Pancasila. Tetapi NKRI demi menjaga dia tidak keluar diberikan juga dengan segala macam putusan itu, dan itu luar biasa bahwa perubahan UUD 1945 seperti itu luar biasa sekali. Jadi memberikan tempat yang betul-betul memberikan keistimewaan terhadap wisdom lokal yang memang dibutuhkan, ke Papua juga diberikan keistimewaan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah orang asli Papua Ras Melanesia, jelas sekali ini. Saya 40 tahun di Papua, murid-murid saya juga sudah banyak jadi Bupati tapi saya tidak pernah bisa jadi Gubernur karena saya tidak Ras Melanesia dan itu kita terima sebagai keikhlasan demi menjaga wisdom local yang memang harus kita wadahi dalam negara bhineka tunggal ika. Kita di MPR sudah sepakat 4 pilar negara tetap bhineka tunggal ika. Widom local di Yogyakarta, rakyat Yogyakarta DPRD-nya mengambil keputusan untuk melanjutkan tradisi yang ada tentang suksesi kepemimpinannya Sultan dan Sri Paku Alam diangkat sebagai Gubernur untuk mendapat wadah dalam UU sebagaimana diamanatkan UUD. Saya pikir DPD sudah cerah pikirannya, tetapi hari ini berseri-seri karena kehadiran daripada teman-teman dari Forum Konstitusi. Jadi ini memberikan pencerahan dan kita membuat berseri-serinya. Memang saya juga ikut menyayangkan energi kita sebenarnya terbuang banyak karena Menteri Dalam Negeri membuat UU ini tidak lebih banyak mendengar dari berbagai sumber. Karena itu saya mohon Bapak Forum Konstitusi yang telah disampaikan di sini barangkali membutuhkan satu penegasan dan chart tadi saya ingin mohon dapat diberikan kepada DPD yang tadi dipresentasikan KETUA RAPAT: Kepada semua, barangkali sudah bapak, semua merata pak DRS. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/KOMITE I DPD RI:

Terima kasih, berarti pertanyaan saya, saya cabut karena yang saya minta itu tadi saja sebenarnya. Yang kedua adalah bapak-bapak dari Forum Konstitusi, apalagi Pak Zain sudah 10 tahun jadi ketua Baleg di DPR RI dalam menyusun UU karena meramalkan masa depan yang jauh saya ingin bertanya kalau saja di DPR RI dan Pemerintah yang mempunyai kewenangan mengesahkan UU Yogyakarta ini. Membuat keputusan yang bertentangan dengan keinginan rakyat Yogyakarta dan bertentangan dengan RUU yang sudah diajukan oleh DPD karena DPR RI dan Pemerintah mempunyai kewenangan akan untuk itu, apalagi dengan bersatunya partai-partai koalisi dan semakin erat saya meramalkan ini bisa terjadi keputusan akan bertentangan dengan kehendak rakyat bisa terjadi. Menurut pikiran bapak, saya tidak tanyakan sama Pak Ketua saya tanyakan pada Forum Konstitusi apa yang akan terjadi dengan nasib UU ini nanti kalau keputusan DPR RI menetapkan dipilih untuk Sultan sebagai Gubernur dan Sultan tidak mau jadi calon karena dia tahu apa yang terjadi pada Yogyakarta dan apa yang terjadi, DPD pasti juga tidak setuju pasti ke MK itu pasti. Tapi kira-kira apa yang terjadi dengan kehidupan bangsa kita ke depan? Kalau situasi seperti ini akan terjadi Terima Kasih Pak

Page 21: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

206

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Paulus, saya kira masih terus sehingga saya sempat makan dulu. Jadi

memang cara pandang kita kadang-kadang berbeda-beda itu biasa negara demokrasi. Dan kalau kita melihat Aceh bukan karena kita takut untuk dia berpisah tapi itu adalah kearifan bangsa untuk memberikan suatu daerah istimewa. Untuk Yogyakarta juga tentu kearifan bangsa yang harus bisa menyelesaikannya. Saya kira itu, dan kemarin Pak Sultan sangat arif, beliau mengatakan beliau tidak menghendaki sebenarnya suatu diskusi antara penetapan dan pemilihan, bukan itu. Kemaren Pak Sultan menyampaikan itu di sini. Jadi tidak sesimple itu masalahnya. Jadi supaya ini juga untuk pencerahan kita di DPR, merumuskan ini bukan berarti ada aspirasi daerah bukan juga berarti itu mutlak karena itu harus kita bicarakan sebagai bangsa, di sinilah forum DPR kita membicarakannya. Saya kira ini penting untuk kita sampaikan supaya jangan nanti dipertentangkan antara itu. Tentu segala aspek makanya kita undang juga nanti sekaligus Pak Wayan, karena saya lihat ragu-ragu, kita akan mengundang semua termasuk Sultan kemaren kita juga DPR akan berkunjung ke Yogyakarta, DPR akan berkunjung ke sana kita ajak juga DPD supaya ikut sama-sama walaupun sudah berkunjung terlebih dahulu, nah ini kadang-kadang hehehe mencuri stars sehingga bahan-bahan beliau lebih banyak. Saya kira begitu. Sekarang kita ke Pak Arif, mana Pak Arif? Oh merokok. Kita ke lompat dulu ke Ibu Mestariani Habie Hj. MESTARIANY HABIE, SH/F-P Gerindra Terima Kasih Pimpinan. Assalamu’alaikum Wr.Wb Pimpinan Komisi II yang saya hormati Rekan-rekan Komisi II DRP RI dan DPD Komite I serta Bapak-Bapak Pakar dari Forum Konstitusi yang sangat saya hormati Dalam rangka menghormati sejarah lahirnya DIY maka saya ingin bertanya tentang pada tanggal 5 September Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Dekrit Kerajaan yang dikenal dengan amanat 5 September 1945 yang berisi tentang integrasi monarki Yogyakarta ke dalam RI. Dekrit yang serupa dikeluarkan pula oleh Sri Paduka Paku Alam pada hari yang sama. Dalam konteks ketatanegaraan saya ingin mendapat analisis apa makna dikeluarkannya dekrit tersebut dan apakah ada unsur integrasi bersyarat dalam amanat tersebut? Mohon tanggapan Bapak. Dan yang kedua, DIY secara formal kita ketahui dibentuk dengan UU No. 3/1950 yang diubah dengan UU No. 19/1950 nah kedua UU tersebut diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP No. 31/1950. Dalam UU No. 3/1950 disebutkan secara tegas Yogyakarta adalah sebuah daerah istimewa setingkat Provinsi tapi bukan sebuah Provinsi. Ini juga kemarin dijelaskan oleh Sri Sultan. walaupun nomenklaturnya mirip tapi mengandung konsepsi hukum dan politik yang amat berbeda, terutama dalam hal Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerahnya, walau begitu kita juga ketahui DIY bukan pula sebuah monarki konstitusional. Dalam perjalanannya setelah berlakunya UU No. 18/1965 dan UU pemerintahan daerah selanjutnya keistimewaan Yogyakarta semakin hari semakin kabur. Analis dan tanggapan

Page 22: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

207

terhadap UU No. 3/1950 ini tadi sudah saya dapatkan penjelasannya dari bapak-bapak pakar yang secara umum kalau saya tidak salah menafsirkan bahwa jiwa dari UU No. 5/1950 ini masih diakui terus. Nah dalam konteks ini bagaimana tanggapan bapak terkait dengan memposisikan DIY sebagai daerah setingkat provinsi tapi bukan provinsi. Saya mohon penjelasannya Terima Kasih Pak Ketua. Wassalamu’alaikum Wr.Wb KETUA RAPAT: Terima Kasih Ibu Mestariany Habie, selanjutnya Pak Hermanto HERMANTO, SE, MM/F-PKS: Terima kasih Pimpinan. Assalamu’alaikum Wr.Wb Yang kami Hormati, Rekan-rekan anggota Komis II, DPD RI dan Forum Konstitusi Memang kemarin penjelasan dari Sri Sultan dia tidak mempermasalahkan apakah penetapan ataupun pemilihan. Tapi perlu kita tahu bahwa pangkal dan ujung dari persoalan dari pembahasan RUU ini yang paling sensitif adalah itu. Sehingganya kita perlu ada semacam seperti yang disebutkan oleh Pimpinan tadi perlu ada kearifan bangsa. Dan kita dalam hal ini sebenarnya sudah punya secara notmatif termuat di dalam UUD 1945 yang mengakomodir daerah khusus dan daerah istimewa. Hanya ketika kita mengimplementasikan UUD ini pada yang lebih bersifat lex specialis disinilah terjadi kerumitan-kerumitannya. Saya mencoba mencermati UU ke pasal-pasal UU yang dibuat oleh DPR ini sering kali di Yudisial Review ke MK dan beberapa dariapada yang di yudisial review itu dibatalkan. Tentu ini adalah suatu hal yang harus kita perhatikan dalam hal merumuskan ini. Karena kalau kita melihat konstalasi perkembangan isu RUU DIY ini ada tarik menarik dan bisa jadi diantara masing-masing kelompok yang berpihak kepada pemilihan atau berpihak kepada penetapan sudah merancang satu yudisial review jika salah satu diantara pemilihan dan penetepan itu rumuskan. Oleh karena itu dalam kerangka seperti inilah Komisi II telah mengundang banyak masukan-masukan. Pada kesempatan hari ini saya merasa mendapatkan suatu pencerahan sangat luar biasa, penjelasan dari bapak Zain ini merupakan suatu penjelasan yang bersifat normatif dan yuridis. Dan juga sebagai pelaku dalam hal amandemen. Oleh karena itu kami ingin meminta kepada Forum Konstitusi untuk satu rumusan, rumusan itu nantinya tidak dipermasalahkan ke MK. Oleh karena itu rumusan ini tentunya sudah mencakup semua aspek yang dikandung dalam hal formula normanya, yaitu apakah dia juga sudah mengandung aspek filosofinya, aspek historisnya, aspek sosiologisnya, aspek hukumnya. Sehingga memamng formula yang akan kita rumuskan di Komisi II ini betul-betul menjadi suatu rumusan yang bisa memenuhi kepentingan lokal dan juga kepentingan bangsa. Sehingga ke depannyya UU ini kita harapkan menjadi yang relatif permanen, karena kalau kita mengingat sejarahnya, saya orang yang senang dengan sejarah yang seharusnya itu tidak kita lupakan karena sejarah itu adalah bagian daripada masa hari ini dan sejarah juga mengarahkan kita

Page 23: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

208

kepada masa depan, seperti apa bentuknya kita ke depan itu adalah sejarah. Oleh karena itu sejarah masa lalu itu kita anggap sebagai satu values, suatu nilai yang sebenarnya bisa menjadi inhern di dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu kepada Forum Konstitusi bahwa di dalam pasal 18b itu mensyaratkan adanya hak-hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Artinya pasal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa ada suatu terjadi perubahan-perubahan ke depannya. Sebagaimana juga kalau kita lihat di UU No. 3/1950 ini ada hubungannya dengan Hamengkubuwono IX, dan itu yang seperti dinyatakan oleh Sri Sultan, dia tidak terikat dengan hal itu. Oleh karena itu ini akan menjadi perubahan, siapa tahu juga nanti ketika ini kita rumuskan lalu nanti lahir lagi, ya kita tidak tahulah masa hidup orang ini terbatas. Lalu terjadi suksesi, nanti ketika suksesi lagi nanti dia mengatakan bahwa ini adalah itu bukan dari bagian saya sehingga bisa diprediksi bahwa UU yang kita buat ini menjadi tidak begitu permanen. Saya minta supaya formula yang bisa memenuhi semua aspek ini, saya ingin minta penjelasan dari Forum Konstitusi Demikian Pimpinan KETUA RAPAT: Terima Kasih Pak Hermanto. Kemarin juga Pak Sultan mengatakan beliau tidak kebal hukum, dan beliau juga tidak takut sebenarnya. Kalau memang ada yang bersalah silahkan dibawa ke Pengadilan, tapi dia tidak pernah akan merasa bersalah karena dia tidak pernah melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Jadi ada suatu keyakinan diri. Kita juga membuat UU ini tidak perlu takut sama MK sepanjang pembuatan UU kita ini sesuai dengan aturan konstitusi kita. Dan sebagai referensi barangkali ini tadi saya mengemukakan bahwa UU NO. 3 sebetulnya tidak ada menyebutkan Sri Sultan langsung menjadi Kepala Daerah, tapi sebetulnya itu dalam piagam kedudukan yang dibuat oleh presiden kita waktu itu Presiden Sukarno yang menetapkan kedudukan Sultan tetap pada kedudukannya. Kemudian juga soal ingkang sinuhun kanjeng Sultan Hamengkubuwono senopati ing

ngalogo adurrahman sadin panotogowo khalifatullah ingkang kaping songo ing ngayogyakarto

hadiningrat pada kedudukannya dan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga untuk keselamatan daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik Indonesia. Dasar itulah Sultan memberikan amanat bahwa beliau memegang kekuasaan itu. Kemudian yang paling menarik barangkali adalah pidato beliau pada amanat Sri Paduka ingkang sinuhun kanjeng Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Kanjeng

Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII kepala daerah istimewa negara Republik Indonesia mengingat dasar-dasar yang diletakan dalam UUD negara RI ialah kedaulatan rakyat dan keadilan sosial kata beliau. Mengingat lagi amanat kami berdua pada tanggal 5 September Tahun 1945. Yang ketiga, ini yang penting, bahwa kekuasaan-kekuasaan yang dahulu dipegang oleh pemerintah jajahan, dalam zaman Belanda dijalankan oleh Gubernur dengan kantornya dalam jabatan zaman Jepang oleh Odi Jemo Koko Toyokan dengan kantornya telah direbut oleh rakyat dan diserahkan kembali kepada kami berdua. Jadi ini sebenarnya dulu dijajah Belanda kekuasaan itu ada pada Belanda kemudian Jepang dan direbut rakyat dikembalikan kepada Sultan, ini inti yang ingin saya gambarkan. Ini

Page 24: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

209

sekedar kepada Forum Konstitusi bagaimana kita karena ini forum memang agak istimewa bagi kita karena dengan forum ini juga kita membicarakan UU penyelenggaraan pemilu yang mana dimaksud independen dulu apa yang dimaksud independent, sebagai suatu lembaga mandiri KPU itu, ini juga kita harapkan masukan-masukannya yang sangat berharga di dalam merumuskan bagaimana UU ini nanti kita bentuk. Saya persilahkan Pak untuk barangkali direspon apa hal-hal yang bisa atau kalau tidak juga nanti barangkali perlu kajian-kajian baru kami mohon juga untuk bisa masukan tertulis, bagamana kami persilahkan. HARUN KAMIL/KETUA FORUM KONSTITUSI: Terima kasih Pak Ketua Terima Kasih para penanya serta Hadirin yang kami mulyakan Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Yang pertama pada waktu pembahasan mengenai pasal 18 ini khusus mengenai masalah DIY ataukah daerah istimewa atau daerah khusus. Khususnya DIY menjadi bahan cerita, itu tidak memerlukan waktu yang lama dan tidak perlu berdebat panjang. Panjang karena kita paham tentang kesejarahan mengapa DIY itu bergabung dengan NKRI yang kalau dia mau boleh aja dia bebas jadi negara sendiri, udah punya persyaratan sendiri kok. Cuma karena Sri Sultan yang punya pendidikan dan punya berpandangan nasionalis mau bergabung dengan NKRI seperti halnya Aceh mengapa dia mau bergabung, mengapa dikasih kesempatan istimewa juga Papua karena punya Majlis Rakyat Papua, ini namanya khusair istimewa itu satu. Jadi terus terang kalau kita baca naskah risalah rapat itu tidak banyak.

Yang kedua, yang cukup lama sebetulnya tentang masalah pemilihan secara demokratis itu pasal 18 ayat 4 dengan pasal 18b ayat 1 tapi yang lama tentang pasal 18 ayat 4 karena pada waktu itu dua pikiran bertemu untuk mendiskusikan pemilihan itu langsung tidak langsungnya, itu diskusi yang cukup panjang sehingga akhirnya pemilihan yang kita lakukan langsung selangsung-langsungnya, Amerika aja enggak pake langsung begini, cuma Indonesia yang begini. Kita memahami ada yang tidak langsung bisa dalam bentuk karena ini keistimewaan dan kekhususan menjadi ada melalui perwakilan, juga penetapan RW nanti bisa dijelaskan oleh Pak Zain. Dan pada waktu pasal 18 kita juga mengundang berbagai pakar untuk memberikan masukan-masukan termasuk Bagir Manan kalau tidak salah.

Yang ketiga, tentunya pandangan kami tidak lepas dari original intens yang kita pegang supaya UU ini berjalan sesuai dengan konstitusi itu yang kita kehendaki. Sehingga mungkin kalau ada istilah Gubernur Utama pasti kita tidak setuju itu, itu tidak ada Gubernur Utama, yang ada Gubernur, yang punya Wakil Gubernur ya empat daerah istimewa dan khusus itu yang lain tidak punya. Mungkin kadang-kadang Forum Konstitusi ini dianggap aneh bersikap terus terang, tegas. Biasanya pemilihan umum, kita tidak setuju dengan yang sekarang ini. Kalau misalnya dalam satu paket kita simulasi, 5 yang musti dipilih dalam satu paket itulah.

Page 25: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

210

Pertama untuk efisiensi, yang kedua untuk supaya ketegangan politik tidak berkepanjangan. Juga yang namanya koalisi itu bukan kayak sekarang ini, dari awal mereka sudah melakukan dicalonkan partai atau gabungan partai karena koalisinya dari awal bukan ditengah jalan baru dagang sapi setelah tahu suara masing-masing, juga kita bermaksud untuk melakukan penyederhanaan partai dari pasal tersebut. Ini yang kita terus terang bulak-balik ngomong ini, kalau kita iseng aja ngadain yudisial review ke MK bisa batal, tapi sudahlah kita coba meyakinkan wakil-wakil rakyat itu supaya bisa menerima waktu konstitusi dirubah ya begitu kehendaknya. Supaya ketegangan politik tidak berkepanjangan, efisien, juga yang namanya usaha menyederhanakan partai juga bisa berlaku, juga pemilihan presiden itu juga sebagai awal sebagai awal untuk melakukan orang gabungan partai.

Jadi dari awal mereka sudah tahu mana kawan mana yang bukan kelompok dia, mungkin bisa kesamaan aspirasi, idiologi atau program dan lain-lain. Kembali kepada masalah DIY, tadi yang pertama sudah kesejarahannya, yang kedua kita hanya mengacu kepada apa yang diatur di dalam konstitusi. Tadi juga ada yang bertanya kenapa suka sering UU di yudisial review ke MK karena tidak mengikuti konstitusi yang ada sehingga kita memberanikan diri mau datang ke DPR, mau kita datang ke Pemerintah tolong sampaikan bahwa naskah ini kita pelajari nanti. Kewenangan kami adalah hanya memberikan saran dan pendapat. Tapi kalau ternyata kompromi-kompromi oleh … baik di DPR maupun di pemerintah, bersalahan dengan konstitusi ada MK yang melakukan koreksi. Itu sistem check and balancing kita yang berjalan, cuma MK siapa yang ngawasih ini belum ketemu. Silahkan Pak Zain ZAIN BADJEBER/FORUM KONSTITUSI: Terima Kasih Saya kira perlu kita dudukan dulu Forum Konstitusi ini kami sepakat dimana kami berbicara tentang konstitusi yang kami sepakati bersama sehingga kalau sudah menyangkut pendapat di luar dari pada itu, itu kami tidak berbicara atas nama Forum Konstitusi karena berbagai pikiran yang ada pada waktu itu kemudian terjadi rumusan, nah itu yang saya ceritakan tadi bahwa ketika selesai kami merumuskan perdebatan pasal 18 kami beralih kepada penjelasan dari pada pasal 18, karena di dalam kesepakatan kami yang merupakan satu pram work dari MPR yaitu kami akan tidak mengubah pembukaan, mempertahankan NKRI dan presidensial kemudian hal-hal yang bersifat substanstif akan diangkat ke dalam pasal-pasal atau batang tubuh, dengan sendirinya penjelasan akan hilang. Cara menghilangkan penjelasan pun kami bertele-tele, berdebat dengan para pakar bagaimana cara menghilangkan penjelasan menurut hukum sementara penjelasan itu tidak pernah diputuskan hanya dimuat di dalam berita Republik tidak diputuskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan yang kemudian di dalam Dekrit 5 Juli ikut dimuat di dalam lembaran negara tahun 1959 No. 75. Ini akhirnya dibijaksanai misalnya dengan pada pasal aturan tambahan, dengan ditetapkannya UUD ini, UUD Negara RI tahun 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal. Dengan begitu tidak ada penjelasan, itu cara kami menghilangkan kata penjelasan UUD.

Page 26: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

211

Jadi kalau berbicara UUD sekarang yaitu terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal, karena itu pula ketika kami merumuskan pasal 37 itu ada perubahan dari pasal 37 sebelumnya, yang diubah pasal-pasal. Jadi mekanisme pasal pasal 37 itu hanya bisa mengubah pasal-pasal tidak mengubah pembukaan. Kalau pun yang lama itu kami anggap bisa mengubah pembukaan. Begitu juga NKRI, boleh mengubah pasal-pasal tapi pasal tentang NKRI tidak bisa dirubah. Masuk kepada NKRI, kita bicara pemerintahan daerah bukan bicara tentang negara bagian dalam satu negara serikat. Memang dalam sejarah kita, kita terpisah-pisah sebelum tahun 1945, itulah yang dijelaskan ada 250 self bester, pemerintahan sendiri yang ada kerajaan, ini pokoknya mempunyai pemerintahan sendiri tetapi pada akhirnya yang disebutkan di dalam penjelasan itu lebih tertuju kepada masalah yang lebih kecil, desa, nagari dan tidak berbicara self bester di dalam arti kerajaan. Sehingga pada waktu kami membahas penjelasan ini untuk diangkat dalam pasal, pembahasannya hanya menyangkut masalah desa, nagari dan sebagainya ini, kesatuan masyarakat hukum adat. Ditengah pembahasan itu kita tersentak ada yang mengingatkan kita juga harus memberikan wadah hukum, dasar hukum bagi daerah khusus dan daerah istimewa yang ada. Dan pada tahun 2000 itu hanya empat itu yang ada. Ini yang kita wadahi di 18a ayat 1, beda dengan ayat 2 tidak ada kaitan dengan ayat 2. Ayat 2 ini bisa terdapat di provinsi atau Kabupaten yang bukan daerah khusus atau istimewa. Katakanlah di Sumatera Barat ada pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Nagari, asalkan memenuhi syarat-syarat konstitusi ini. Ini yang mustinya dibuat di dalam UU pemerintahan daerah. Yang di UU 32/2004 tidak sempat dirumumuskan dan dilemparkan ke PP karena membutuhkan penelitian. MK di dalam beberapa putusannya sudah memberikan beberpa kriteria tentang Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, ini nantinya kami haraokan di dalam pembuatan UU pemerintahan daerah yang baru, pemikiran yang ada pada waktu itu di dalam Badan Pekerja supaya jangan ada Masyarakat Hukum Adat yang dihidup-hidupkan hanya karena mau menuntut ganti rugi tanah. Dan yang ada bayangan pada waktu kami membahas, kriterianya ini perlu diatur dalam UU supaya jelas. Sehingga nantinya misalnya Perda Provinsi tinggal menetapkan di daerah dia itu Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dimaksud terdapat dimana. Karena kemungkinan dia bukan hanya berada disatu desa menurut desa yang sekarang, dia sudah berada diantara dua kabupaten atau provinsi karena diperbatasan lalu masyarakat hukum adat itu ada di Sumatera Barat tapi ada yang sudah masuk ke Sumatera Utara. Karena pembagian administrasi pemerintahan kita, sehingga hal ini perlu diteliti benar kalau sampai persyaratan begini lalu kalau dia sampai dua provinsi, siapa yang menetapkan. Ini problem dan sekaligus menjelaskan bahwa ayat 1 dengan ayat 2 tidak ada akaitan. Ayat 2 bisa terdapat di 33 provinsi tetapi ayat 1 hanya ada 4 dan itulah yang kita beri dasar hukum. Artinya kita tidak memikirkan dengan itu akan timbul lagi daerah istimewwa dan daerah khusus yang lain. Kita sekedar memberikan dasar hukum terhadap apa yang sudah ada. Nantinya misalnya dia melanggar pasal 18 dimana dasarnya, oleh karena itu diadakanlah pasal 18b ayat 1 ini. Tadi dihalaman 4 daripada transfaran yang kami.., di situkan masing-masing isi daripada otonomi daerah khusus dan daerah istimewa. Kalau Yogyakarta kita catat tidak ada yang istimewa,

Page 27: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

212

jadi kecuali yang mana. Di Yogyakarta ada Kabupaten ada Provinsi, ada DPRD Provinsi ada DPRD Kabupaten. Yang istimewanya barangkali ada Wakil Gubernur kalau kita pertentangkan dengan pasal 18 ayat 4. Tetapi Wakil Gubernur tidak menjadi istimewa lagi karena UU No. 32 menyatakan berlaku disemua daerah. Lalu kita bicara kesejarahan, yang kami adakan kesejarahan di dalam peraturan perundang-undangan bukan sejarah budaya. Jadi UU yang dibikin tentang pemerintahan daerah selalu mengenai Yogyakarta itu menolak ke belakang. Itu artinya wakil-wakil rakyat selama ini dengan pemerintah yang membuat UU tidak ingin menutak atik apa yang sudah terjadi. Dan pasal 18b ayat 1 ini juga tidak ingin mengutak-atik untuk mengubah. Jadi kalau bapak minta rumusan lain kepada kami forum konstitusi secara oraganisasi forum tidak bisa membuat rumusan. Saya di dalam forum melemparkan gagasan secara pribadi, saya katakan kalau saya untuk menambah keistimewaan Yogyakarta, rakyat yang di luar Sultan ikut memerintah mengapa kita tidak adakan Badan Pemerintahan Harian (BPH) kayak dulu yang kita kenal dalam Pelpenpres 6, 59 dan UU No. 18/1965 ada BPH. Bedanya BPH dengan Gubernur dan Bupati yaitu mereka mengurus bidang-bidang otonomi. Ada 5 bidang pemerintahan, bidang ekonomi, pembangunan, kesejahteraan, disanalah mereka dipilih di DPRD secara tidak langsung. Di situlah tempat partai-partai atau rakyat yang menyalurkan aspirasi melalui partai ikut berpartisipasi. Dengan demikian kewenangan Gubernur paling tidak sudah terwakili dipecah kepada wakil-wakil rakyat yang ada, dan itu keistimewaan Yogyakarta. Kita pernah kenal dalam sejarah dan kita juga pernah terkenal dalam sejarah saya kira, tidak ada pemilihan Gubernur dan Bupati, ditunjuk dulu. Pemilihan-pemilihan melalui DPRD ini nanti belakang, dan itu kita kenal dari 3 UUD kita, UUD 45. Malah UUD 45 mengenal ada perdana menteri padahal perdana menteri tidak ada di dalam pasa UUD 45. Dari satu kebutuhan dan satu kepentingan politik tertentu dilakukan terobosan-terobosan, tapi kalau mengenai Yogyakarta kami tidak bicara terobosan, kami bicara bahwa yang ada pada waktu kami membahas itulah yang kami wadahi di pasal 18b ayat 1. Kami tidak membuat terobosan. Jadi saya kira bahwa kita ini membuat UU paling tidak dua macam, UU yang berlaku umum diseluruh Indonesia dan UU yang berlaku khusus disuatu daerah. Mengapa kita memperhatikan begitu Papua, mengapa kita memperhatikan begitu Aceh? Banyak faktor tentunya yang kita pertimbangkan. Jangan terlalu mahal kita membayar kesalahan kita di dalam. Oleh karena itu kalau dikatakan mendengar rakyat, saya kira mendengar rakyat Indonesia sepanjang sesuai dengan konstitusi. Tapi mendengar rakyat Yogyakarta karena ini menyangkut pengaturan di daerah mereka, sepanjang tidak melanggar konstitusi apa salahnya mendengar, sepanjang Aceh tidak melanggar konstitusi kita dengar apa maunya Aceh, dia mau judulnya jangan pakai pemerintahan daerah, ok. Bapak-bapak kalau ikut diperdebatan mengenai pembuatan UU Aceh itu sampai sekarang judulnya UU Pemerintahan Aceh tidak berbicara lagi Nangro Aceh Darussalam, tapi isinya masih tetap di dalam bingkai NKRI dia bukan pemerintahan sendiri. Demikian juga konstitusi hanya membagi Indonesia ini atas Provinsi dan Kabupaten, Kota. Jadi tidak ada di luar nama Kabupaten maupun provinsi, ini sekaligus mengenai

Page 28: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

213

Yogyakarta. Jadi yang setingkat itu yang lama, kita tidak memakai kata setingkat, pokoknya yang ada Tingkat Provinsi, dan Tingkat Kabupaten Kota. Kalau UU yang lama mengenal tingkat-tingkat Kabupaten, tingkat I, tingkat II begitu juga mengenai otonomi ada yang dipusatkan di provinsi kemudian ada yang dipusatkan di kabupaten ini semua sudah pernah kita kenal. Kalau perlu otonomi Yogyakarta diatur tersendiri bahwa lebih banyak di Kabupaten. Karena Gubernur lebih pada dekonsentrasi untuk pemerintahan pusat, tetap diberikan kepada rakyat Yogyakarta bukan kepada rakyat lain. Kalau perlu otonomi Yogyakarta diatur lebih berat kepada Kabupaten, diperinci misalnya apa yang, kalau Kabupaten udah diberikan kewenangan yang banyak seperti itu siapa lagi yang keberatan dari Yogyakarta, rakyatnya kan ada di Kabupaten. Jadi saya kira dengan membijaksanai tanpa kita menciderai rakyat yang akan menggunakan UU itu kita merumuskan. Aceh misalnya kita tidak katakan Gubernur Utama untuk memberikan tempat kepada orang yang dihormati di Aceh ada Wali Nangroe tidak disebut Gubernur Utama karena Aceh tidak punya sejarah seperti Yogyakarta dalam rangka pemerintahan. Jadi saya kira kita mengatur Yogyakarta jangan kita membayangkan sedang mengatur suatu negara tersendiri. Kalau tadi dikritik misalnya NKRI dibagi, NKRI itu bentuk negara ia tetap negara, dan salah satu syaratnya wilayah, wilayahnya itu yang dibagi-bagi. Jadi ini saya menjelaskan tentang usul tadi, mengapa bukan daerah Indonesia yang dibagi tapi NKRI. Saya kira NKRI itukan bentuk negara, sumbernya negara dan negara itu salah satu unsurnya kan wilayah. Jadi tidak membela diri tetapi itulah yang kita rumuskan untuk menjelaskan kita ini adalah negara kesatuan walaupun ada provinsi ada kabupaten. Karena itu untuk memakai kata dibagi atasn dan terdiri atas itu, pusat ahli bahasa kita undang mana yang terbaik memakai ini karena yang ingin kita tonjolkan ia tetap dalam kerangka NKRI. Sekali lagi saya kira untuk Yogyakarta kita tidak perlu keluar bahwa mengatakan daerah Yogyakarta sama dengan provinsi pokoknya kita hanya mengenal di Yogyakarta ada provinsi ada kabupaten, kota. Bagaimana kita mengatur otonominya karena UUD tidak mengarahkan bahwa otonomi harus berat ke atas atau berat ke bawah, malah jiwa yang ada lebih berat ke Kabupaten-Kota sebenarnya. Dimana provinsi itu lebih pada kordinasi dan lebih pada wakil pemerintah pusat untuk mengawasi jalannya urusan pemerintahan, karena yang dibagi di Indonesia ini ialah urusan pemerintahan yang didesentralisasi itu urusan pemerintahan. Jadi pemerintahan negara inikan ada di tangan Presiden, pasal 4 itu. Yang memakai judul kekuasaaan di dalam UUD itu hanya 2, kekuasaan pemerintahan negara dan kekuasaan kehakiman, Bab 9 dan Bab 4. Kita tidak mengubah judul, mestinya kekuasaan legislatif sudah berada di DPR setelah diubah, sebelum diubah ada pasal 5 ayat 1, pasal 5 ayat 1 digeser menjadi pasal 20 ayat 1 tetapi kami masih memelihara sejarah karena itu tidak menghilangkan kata UUD 45 walaupun 37 pasal menjadi 36 pasal. Tapi tetap nama itu kami tidak ingin ada keguncangan, orang menganggap kita sudah membuat satu UUD yang baru, dengan mengingati karena pada waktu itu tidak semua yang setuju perubahan dan tidak semua yang setuju perubahan besar-besaran, tapi begitu diambil secara bertahap nanti pada akhirnya orang itu mboh dari 37 jadi 36 masih perubahan belum penggantian, demikian bapak-bapak

Page 29: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

214

Terima Kasih KETUA RAPAT: Terima Kasih Pak Zain Badjeber, masih ada pak? HARUN KAMIL/KETUA FORUM KONSTITUSI: Terima Kasih Jadi barangkali memang ketika kami dulu diberi kepercayaan untuk merencanakan perubahan UUD ini memang apa yang hidup di dalam kehidupan republik ini yang kita bubuhkan di dalam UUD. Jadi pakai teori awal apel dorent tentang kelakuan masyarakat. Oleh karena itu maka misalnya kalai kita lihat presiden tidak bisa, dulukan presiden tidak bisa, dulukan Presiden tidak bisa membubarkan DPR karena pada waktu itu suasana DPR mau dibekukan waktu zaman Gusdur maka kita tambah, presiden tidak dapat membubarkan dan atau membekukan DPR. Itu yang berkembang, itu yang kita rumuskan. Jadi demikian juga dengan DIY itu, karena memang yang empat itu yang ada di Indonesia ketika kita membahas UUD ini. Lalu kemudian ketika sekarang muncul persoalan Icode

for the law, ya itu semua terhadap UU dalam perangkat hukum dan kalau hukumnya bicara begitu ya kita sama terhadap hukum itu. Kalau kita sepakat apa yang menjadi sekarang diangkat oleh kita bahwa penetapan di Yogyakarta itu seuah demokratis dalam pengertian yang luas dalam kerangka semua itu, itu juga sebuah ketaatan kepada peraturan UU. Lalu kemudian barangkali kalau bicara soal sejarah, saya khawatir bicara sejarah sebab kami berangkatnya dari sejarah, kalau tidak sejarah pembukaan UUD 45 bisa hapus, pancasila bisa jadi masalah kalau kita tinggalkan sejarah, tidak dapat dibicarakan sebuah konsepsi ideal untuk negara sekarang, jadi rusak nanti kita. Kalau kita pada pemikiran Forum Konstitusi seperti tadi, apa yang menjadi latar belakang kami merumuskan di dalam pasal 18b yang menjadikan perubahan tentu kita berpikir ke depan bagaimana nanti kalau Komisi II ingin menjabarkannya, karena selam ini kita dari waktu ke waktu tidak berani menyentuh persoalan keistimewaan Yogyakarta yang penyelenggaranya. Dan ketika sekarang kita sudah menyentuh itu tentu ketika kita menghargai itu semua perlu dipikirkan supaya konvensi-konvensi yang ada di Yogyakarta itu dirumuskan di dalam perundang-undangan. Yang kata Pak Obran itu misalnya problem-problem yang timbul sekarang ini, misalnya kalau Sultannya masih terlalu muda, atau Sultannya sudah udzur, itu lalu dipecahkan di dalam UU ini dengan mengambil dari konvensin yang berlaku, sebab saya dengar dari Joyokusumo konvensi itu ada di sana, kalau Sultan berhalangan. Demikian juga barangkali kami memberikan himbauan istilah monarki itu kalau boleh jangan digunakan sebab kalau kita bicara monarki akan menimbulkan penafsiran yang macam-macam karena para ilmuan kita berbeda pandangan tentang istilah monarki itu. Saya kira yang terakhir yang tadi dipersoalkan mengenai berparpol itu saya kira bukan berparpol tapi anggota parpol. Kalau berparpol semua warga negara ketika dia bicara soal negara itu namanya berpolitik, dalam kapasitas apa saja ketika dia berbicara soal negara itu namanya berpolitik. Tapi anggota parpol itu yang menjadi problem barangkali Terima Kasih

Page 30: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

215

KETUA RAPAT: Terima Kasih Pak Harun Kamil, Pak Zain Badjeber, Pak Lutfi, Pak Zaki dan Pak Ali Hardi

Kademak yang telah datang memenuhi undangan kami untuk memberikan berbagai masukan di dalam pembahasan ini. Tentu ada saja yang namanya masukan yang perlu kita bahas kembali, termasuk juga keistimewaan Yogyakarta itu apa, ini memang yang paling penting. Tapi juga barangkali Gubernur Utama juga bisa itulah istimewanya. Karena memang kayak Wali Nangro di konstitusi tidak ada tapi istimewanya ada, ini sekadar untuk apa yang harus kita rumuskan keistimewaan itu.

Saya kira masukan-masukan sudah cukup kita dengar. Terima kasih banyak atas kehadirannya dan mohon maaf apabila biasalah di dalam diskusi-diskusi kita. Terima kasih sekali lagi kita tutup rapat kita pada jam 12.45 dengan mengucaokan alhamdulillahirrobbil’alamiin saya tutup rapat kita

(RAPAT DI TUTUP PUKUL 12.40 WIB) Jakarta, 2 Maret 2011

a.n. Ketua Rapat SekretarisRapat,

Ttd. ARINI WIJAYANTI, SH.,MH.

19710518 199803 2 010

Page 31: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

216

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN Prof. Dr. DJOKO SURYO DAN Prof. Dr. THAMRIN A. TOMAGOLA

DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr. Djoko Suryo (Pakar Sejarah) dan Prof. Dr. Thamrin A.

Tomagola (Pakar Sosiologi) serta dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI)

Hari / Tanggal : Rabu, 2 Maret 2011 Pukul : 14.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : Ganjar Pranowo/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 30 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI

19 orang Ijin Nama Anggota :

Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. Ganjar Pranowo 3. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 4. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 5. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM

26. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim 27. Dr. AW. Thalib, M.Si

Page 32: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

217

6. Rusminiati, SH 7. Drs. H. Amrun Daulay, MM 8. Kasma Bouty, SE, MM 9. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc 10. Muslim, SH 11. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 12. Drs. Abdul Gafar Patappe

Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 13. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 14. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si 15. Drs. Murad U Nasir, M.Si 16. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd 17. Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus

28. Hj. Masitah, S.Ag, M.Pd.I 29. Dra. Hj. Ida Fauziyah

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 18. Dr. Yasonna H Laoly, SH, MH 19. Vanda Sarundajang

30. Mestariany Habie, SH 31. Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 20. Hermanto, SE.,MM 21. Drs. Almuzzamil Yusuf

--

Fraksi Partai Amanat Nasional: 22. Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si 23. H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH 24. Drs. H. Fauzan Syai’e

Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 2. Drs. H. Djufri 3. Ignatius Moelyono 4. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd 5. Nurul Arifin, S.IP, M.Si 6. Drs. Taufiq Hidayat, M.Si 7. Dr. M. Idrus Marham 8. Drs. Soewarno 9. Arif Wibowo 10. H. Rahadi Zakaria, S.IP, MH

11. Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Phill 12. Alexander Litaay 13. Agus Purnomo, S.IP 14. Aus Hidayat Nur 15. TB. Soenmandjaja.SD 16. H.M. Izzul Islam 17. Abdul Malik Haraman, M.Si 18. Miryam Haryani, SE, M.Si 19. Drs. Akbar Faizal, M.Si

Page 33: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

218

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT/GANJAR PRANOWO/F-PDI PERJUANGAN:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat saudara Prof.Dr. Joko Suryo yang sudah

hadir, yang terhormat saudara Prof.Dr. Thamrin Tamagola, yang sudah hadir. Yang terhormat saudara anggota komite 1 DPD-RI yang terhormat saudara dan teman-teman anggota komisi 2 yang hari ini sudah hadir.

Pertama mari kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa kita masih bisa melanjutkan acara rapat pendapat umum pada sore hari ini antara komisi 2 dengan pakar sejarah dan ahli sosiologi dalam keadaan sehat wal’afiat, rapat ini tidak memerlukan kourum dan kepada ke 2 narasumber kami sampaikan hari ini ada 3 rapat Pak, yang kebetulan anggotanya lebih banyak daripada komisi 2. Pertama pansus tanah / pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dan yang ke 2 pansus untuk revisi UU tentang tata cara pembuatan poter perundang-undangan, bahkan ini ada beberapa yang yang harus terbagi-bagi bersama kemari, apapun kita tidak bisa menawar, karena waktu yang kita miliki cukup terbatas sehingga kita bagi semuanya. Rapat ini akan mendengarkan masukan dari ke 2 pakar, Prof.Dr. Joko Suryo dan Prof.Dr.Thamrin Tomagola. Maka perkenankan kami membuka rapat ini, dan rapat dinyatakan di buka dan terbuka untuk umum. Kemudian kami akan menawarkan sekaligus meminta persetujuan acara Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada hari ini untuk menadapatkan masukan yang terkait dengan RUU tentang judulnya ke Istimewaan propinsi DIY, jadi acaranya tunggal, setuju ya?

Bapak Ibu yang saya hormati waktu kita jam setengah 3, saya menawarkan dulu kita selesai jam berapa? Setengah 5 paling ujung, nanti kalau saya minta setengah 4 jadinya malah setengah 6, he..he..(suara tawa peserta), ini saya kasih yang agak panjang dulu ya. Setengah 5 mudah-mudahan beberapa pertanyaan bisa lebih efektif dan kita akan lebih banyak mendengarkan suara. Kira-kira setengah 5 ya.

Bapak Ibu yang saya hormati dalam rangka mencari masukan RUU tentang keistimewaan Profinsi DIY, komisi 2 DPR-RI telah mengagendakan RDPU, untuk mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pakar atau ahli. Sudah hadir diantara kita beberapa waktu lalu, ahli politik, ahli tatanegara, termasuk praktisi hukum. Beberapa element masyarakat yang sudah hadir dan kali ini kita akan mendengarkan apa kata sejarah dan apa kata kondisi kemasyarakatan secara sosioligisnya seperti apa nanti akan kita dengarkan.

Sebelumnya perlu kami meyampaikan beberapa materi pokok yang ada dalam RUU dan yang di sampaikan pemerintah, yang paling seksi adalah soal apakah Gubernur itu dipilih atau ditetapkan untuk Yogya, nah seperti apa prespektifnya dalam konteks sosiologi dan sejarah, ini kita harapkan kedua pakar ini bisa menjelaskan. Di dalamnya juga ada bentuk dan pemerintahannya, lalu ada cara pengisiannya seperti apa? Lalu pengaturan urusan ke Istimewaan di dalamnya ada soal pertanahan ada soal tata ruang da soal budaya yang relatif diantara ke duanya ini. Isu yang paling membikin publk

Page 34: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

219

serius mempehatikan adalah soal penetapan atau pimilihan itu, untuk menyingkat waktu saya persilahakan, Prof.Dr.Joko Suryo dulu setelah itu di sambung oleh Pak Prof.Dr.Thamrin saya persilahkan. Prof. Dr. DJOKO SURYO:

Yang kami mulyakan bapak ketua komisi2 DPR-RI. Yang kami mulyakan Bapak Ibu Anggota Dewan dan para hadirin yang kami hormati, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami dapat kehormatan pada hari ini untuk memenuhi undangan dari komisi 2, untuk menyampaikan pendapat mengenai Rancangan UU Propinsi DIY. Ijinkanlah saya menyampaikan beberapa pandangan mengenai apa yang menajadi bagian penting dari RDPU hari ini. Sebagaimana telah kami terima tentang draft rancangan UU Republik Indonesia tentang keistimewaan DIY dan naskah akademiknya maka dengan menyimak draft rancangan UU Republik Indonesia tentang ke istimewaan Republik Indonesia tentang keistimewaan DIY beserta naskah RUU nya dari kementrian dalam negeri tahun 2010.

Maka ijinkan saya ingin menyampaikan beberapa pendapat atau pandangan yang kami lihat dari prespektif sejarah dan budaya sesuai dengan bidang yang kami geluti. Jadi dengan demikian memang pendapat kami adalah pendapat tentang rancangan keistimewaan propinsi DIY, kami lihat dari prespektif sejarah dan budaya, apa itu prespektis sejarah dan budaya dalam pengertian kami ingin meninjau dari apa yang telah di rancang, disusun, dan di agendakan itu kami mendasarkan bagaimana persoalan-persoalan yang dikaji atau yang dirumuskan itu dari prespektif apa yang telah terjadi dan apa hak konteksnya pada waktu ini dan bagaimana itu kedepan dari apa yang telah terjadi itu. Disusun sebagai perundangan dengan kata lain prespektif ini melihat dari prespektif historis yang sesungguhnya saya menyaksikan ada 4 hal yaitu mencari titik persamaan pemahaman tentang konsep keistimewaan, yaitu saya membagi 4 hal atau bagian, yaitu yang pertama yang ingin kami sampaikan yaitu persamaan untuk menyusun atau dalam prespektif yaitu dalam konsep yaitu apa yang saya sebut disini landasan konseptual yuridis, legal formal dari keistimewaan DIY.

Yang kedua landasan, konseptual keistimewaan yang bersifat historis fatwat, dan yang ketiga landasan konseptual keistimewaan historis sosio kultural, dan yang terakhir (ke empat) landasan konseptual ke istimewaan kepemimpinan atau filosofis kepemimpinan legal sasunal kultural, mungkin iitu yang terakhir itu.

Jadi apa yang kami sampaikan tersebut maka yang pertama yang kami maksud dengan landasan konseptual keistimewaan yang bersifat yuridis formal itu yang dimaksud bagaimana kita memegang tadi landasan historis dengan berdasarkan prespektif yuridis formal secara historis. Yang berdasarkan adanya sebuah pengakuan yuridis, pengakuan legal atau pengakuan secara hukum mengenai keistimewaan DIY itu sudah diakui oleh negara sesuai dengan UUD dasar 45, kemudian diikuti dengan UU selanjutnya seperti pasal 18 dari UUD 45, Uuno.2 tahun 48, UU no.3 tahun 50, UU

Page 35: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

220

no 9 tahun 55, dan seterusnya sampai UU no.1 tahun 57, UU 18 tahun 65, dan UU no.55 tahun 74, yang semuanya itu secara historis sudah terjadi dan sudah dirumuskan yang semuanya menegaskan bahwa negara mengakui keistimewaan DIY yang telah berlangsung dari sejak awal tahun 1945 dan berlangsung sampai masa kini.

Dengan pengertian bahwa artinya secara yuridis bahwa keistimewaan DIY itu sudah diakui dan sudah berjalan sesuai dengan perundangan yang ada, pada waktu itu dan secara faktual dan empiris sudah berlangsung dan berjalan tanpa halangan satu apapun. Ini yang perlu kita sepakati bahwa itu pembahsan sekarang adalah tentu saja secara formal realugis dengan semdiri itu memeliki dasar.

Yang kedua, Yaitu landasan konseptual keistimewaan historis faktual yang saya maksud adalah bahwa dalam membahas DIY dalam rancangan ini kita perlu medasarkan atau landasan-landasan konsep mengenai kistimewaan yang sesungguhnya mempertegas dari apa yang telah dirumuskan dalam konsep legal formal, yaitu sah bahwa negara mengakui keistimewaan DIY itu di dasarkan atas fakta-fakta historis. Justru landasan legal formal itu tersusun atas dasar fakta-fakta historis. Yang fakta-fakta kasus lama yang sesunguhnya yang perlu kita lihat, apa yang terjadi, bagaimana konteks yang terjadi pada waktu itu dan bagaimana konteks pada masyarakat sekarang dan selajutnya secara visioner kedepan itu harus di susun seperti apa?

Yaitu berdasarkan yaitu fakta-fakta historis seperti yang kita pahami dan saya kira sudah menjadi pengetahuan bahwa secara historis terdapat peristiwa-peristiwa yang historical, yang secara faktual yaitu mengapa DIY menjadi daerah istimewa? Yaitu pertama peristiwa bergabungnya negeri ngahigosato hadiningrat di bawah sultan hamangkubuwono 9 dan buro kadipaten paku alaman di bawah Sri Paduka itu bergabung ke republik Indonesia. Didasarkan pada fakta-fakta historisitu dengan amanat 5 September tahun 1945 dan selanjutnya dengan perundangan-perundangan itu mendasarkan sebagai what is set havend? Apa yang telah terjadi dan itu sudah terjadi. Tentu dengan rentetan-rentetan mengapa itu terjadi? Itu terjadi karena satu-satunya salah satu raja di Nusantara ini yang secara dini menyatakan ucapan selamat bergabung ke Republik Indonesia, dalam hal ini adalah Sultan Hamengkubuwono ke 9 sebagai kepala negeri Yogyakarta Hadiningrat.

Ini adalah peristiwa historis yang kami maksudkan yang itu menjadi dasar kita mendasarakan tradisi historisitas. Tentang bagaimana peristiwa itu kemudian berlanjut dan di ttegaskan tentu saja dengan isi dari amanah 5 September itu, pada pokoknya bahwa Yogyakarta Hadiningrat berbentuk kerajaan yang merupakan daerah istimewa ini sudah lebih awal dinyatakan sebagai bagian dari RI. Dan segala kekuasaan dalam negeri dan urusan pemerintahan berada di tangan Hamengkubuwono 9. Hubungan antara Yogyakarta dengan pemerintah negara RI bersifat langsung dan Sultan Hamengkubowono 9 bertanggung jawab langsung, kepada Presiden. Sebuah rumusan, rekaman dari peristiwa yang terjadi pada awal tahun 1945. Dan kemudian bahwa Pemerintah itu mengakui dengan tentu saja secara ibidensi, yaitu ibidensinya tentang piagam penetapan yang kita semua sudah tau atau disebut piagam penetapan kedudukan dengan tanggal 19

Page 36: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

221

Desember 1945. Tentu kita sudah paham dan anggota dewan yang mulya sudah memahami tentang bagaimana Presiden menyatakan bahwa “Kami Presiden Republik Indonesiamenetapkan Engkang sinuwun kangjeng sultan Hamengkubuwono senopati karoko abdurrahman sayidin parotoko halimatullah ingkang kaping songo ingkang kaping songo inga yogyakorto hadiningrat pada kedudukannya dengan kepercaayaan bahwa sribaduga kanjeng sultan akan mencurahakn segala pikiran jiwa dan raga untuk keselamatan daerah Yogyakarta sebagai bagian Republik Indonesia” ini diterapkan oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno.Ini merupakan idebensi dari pengakuan negara Republik Indonesia pada DIY.

Fakta yang kedua yang sangat historical dan penting untuk kita jadikan pegangan konseptual yaitu yogyakarta menjadi kota republik Indonesia dan sebagai rentetan historis pada awal revolusi dari tahun 1946 sampai tahun 1949. Dan pada waktu itulah kemudian Yogyakarta juga sekaligus menjadi kota perjuangan kota revolusi.

Peristiwa yang historis ini secara faktual menjadi bagian dari sejarah Indonesia dan sejarah masyarakat Indonesia satu peristiwa yang heroik yang mewakili dari masyarakat tentu saja perjuangan ini tidak hanya di Yogya tapi juga di daerah lain tapi Yogyakarta menjadi satu center.

Selanjutnya yang ketiga yaitu Yogyakarta dalam proses yang panjang selama tahun 1945 sampai 1950 juga secara historis bisa kita pahami hakekatnya yaitu selama perjuangan sebagai ibukota Republik Indonesia pada waktu itu menjadi penyelamat sekaligus menjadi jembatan emas dalam perjuangan republik Indonesia yaitu mempertahankan kemerdekaan memberikan republik proklamasi sampai berakhirnya perjuangan Republik Indonesia di akui Dunia Internasional, termasuk yang poko disitu di akui oleh oleh negeri Belanda yang pada konferensi meja bundar bisa memaksakan belanda mengakui dan menyerahkan kedaulatan pada republik Indonesia. Dan sejak itu berarti sudah berakhir perjuangan republik Indonesia dan kemudian republik Indonesia bisa meneruskan dengan membentuk apa yang disebut dengan NKRI Ibukota pindh ke Jakarta.

Ini historis artinya makna dari peistiwa terjadi periode itu memiliki konteksdengan kehidupan berikutnya dan juga yang berlaku pada masa sekarang, bagaimana kita bisa memaknai kemudian kita bisa menyusun sebuah rumusan perundangannya itu, dengan kata lain bahwa landasan konseptual tersebut dapat menegaskan kepada kita tentang pemahaman keistimewaan yang di miliki DIY itu benar-benarberladaskan fakta historis yang dapat di pertanggung jawabkan, kebenarannya dengan segala indevedensinya.

Yang berikutnya landasan konseptual apa yang saya sebut yaitu historis sosial kultural. Yang kedua yaitu bahwa kita perlu juga memahami melalui landasan koseptual apa keistimewaan yang sosio kultural dari kemasyarakatan dan kultural dalam hal ini Prof. Thamrin dari aspek masyarakat tapi sekaligus ini kami kemasyarakat kultural dan kultural. Yang dimaksud bahwa Ke istimewaan Yogyakarta perlu dilihat dari landasan kekhususan dan kekhasan dari latar belakang sosial budaya dari masyarakat Yogyakarta terutama dari keraton jawa yang di latar belakangi dari budaya / tradisi besarnya yaitu jawa Islam jadi negeri Ngayogyakarto hadiningrat yang itu menjadi pusat budaya pusat

Page 37: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

222

center of culture dari kemudian pada konteks pada masa kini sebagai DIY dan telah berlangsung sejak abad ke-18, hingga masa sekarang artinya abad ke 21 masih berlangsung dalam latar belakang budaya yang khas yang menjadi sebetulnya nanti akan saya sebut sebagai sosial kapital dan social culture capital.

Dengan latar belakang filosofi sosial kulturalnya masyarakat DIY sebetulnya memiliki latar budaya yang menjadi sumber nilai-nilai kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan masyarakat Yogyakarta dalam sepanjang perjalanan sejarah artinya dari masa abad 18 sampai masa kini karena adanya korwil isyat dimiliki oleh Yogyakarta yang menjadikan masyarakat Yogyakarta memiliki kemampuan yang saya sebut adaptasi akulturasi, inovasi dan kreativitas masyarakat di daerah Yogyakarta. Yaitu di dalam menghadapi tantangan-tantangan perubahan jaman belanda jaman kolonial, perubahan pada jaman Jepang, purabahan pada jaman revolusi bahkan perubahan pada masa kini.

Artinya masyarakat secara adaptif tapi inovatif luwes kenyal , kenyal ini dinamis dia tetap tegar. Kenyal itu kalau di catat itu bagaimana gitu ya? He..he..he..ibaratnya gitu ya nah ini kekenyalan atau sosial budaya inilah yang sebenarnya menarik, nanti bisa dikembangkan untuk dikembangkan didalam menyusun sebuah strategi, Maksud saya ini sebenarnya ada studi-studi mengenai kebijakan pelayanan publik, nah ini dibutuhkan, jadi aspek kekenyalan budaya dari kearifan lokal itu yang di yogyakarta sudah berlaku dan memiliki pengalaman bagaimana menghadapi kesulitan, bagaimana menghadapi peperangan bagaimana menghadapi tindakan Belanda dan bagaimana kalau keadaan revolusi dan bagaimana juga dalam globalisasi? Yang penting satu aspek itu adaptasi. Itu satu kekuatan yang saya kira perlu kita bina dalam masyarakat nusantara kita. Malah bisa menyesuaikan diri, nah saya itu menganggap itu salah satu keistimewaan.

Di dallam keistimewaan kekenyalan tadi dalam moralitas spiritual itu yogyakarta mampu menyimpandan menyimak dari karya intelektualnya karya-karya filsafat dan sastraseni estetika dan sampai tadi membuat apaugrand dan angger-angger nya yang semua berpusat dalam keraton itu yang menjadi sumber, saya anggap sebagai semangat yang istimewa di mana konsep-konsep ungkapan-ungkapan aspek kearifan lokal dengan konsep guyub rukun, gotong royong, kebudayaan, saiyek saiko kojo podo-podo yang podo-podo memiliki yaitu rasa memiliki rasa kebersamaan sense of the gadernes dan sense of bilonging yaitu tadi kenyal artinya terus di kembangkan walaupun disana-sini ada kemorosotan tapi tetap digunakan dalam beberapa sekarang toh pasih sebagai contoh yaitu gtong royong dan sambahtan yang di sebagian wilayah sudah hilang. Tapi kalau di lihat di daerah Yogyakarta masih ada. Yang sambatan pembuar rumah inikan satu hal yang penting untuk kita apa perhatian itu diangkat semeentara di tempat lain sudah hilang.

Dan ini ini nilai-nilai kearifan yang sangat penting bagi terbbentuknya komonitas ketahanan yaitu ketahanan wilayah, ketahanan lokal. Itu yang saya anggap sebagai sosial kapital dari masyarakat yang istimewa artinya mampu memelihara dan mengembangkan walaupun di tengah

Page 38: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

223

erosi-erosi sampai sekarang, nah ini maksud saya secara faktual sekarang itu masih berjalan walaupun telah kurang. Jadi inilah dinamis dan inovatif dan tadi yang saya sebut kenyal tadi.

Yang berikutnya yaitu landasan konseptual keistimewaan filosofis kepemimpinan legal rasional kutural nah ini istilah saya. Untuk menjelaskan dari rancangan RUU ini menyangkut masalah sebetulnya bagaimana kepemimpinan yang perlu diisi di dalam daerah istimewa Yogyakarta yang telah berjalan panjang ini kemudian di undangkan dengan melihat aspek kepemimpinan sebagai salah satu rohnya, saya menganggap bahwa roh keistimewaan yogyakarta untuk membedakan yang lain ke iastimewaannya yaitu terletak pada aspek kepemimpinan pemerintahan daerahnya.

Yang saya maksudkan disini secara historis pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY juga sudah berlangsung lama dan satu hal yang menarik bahwa lamanya itu di tandai melekatnya kedudukan sultan dengan paku alam sebagai pemimpin kultural, melekatnya pemimpin kultural kepemimpinan yang legal nasional yang saya sebut disini yang itu unik berlangsungkan, ini berlangsung antara kepemimpinan kultural yang saya sebut disini dengan kepemimpinan modern yang saya sebut dengan legal rasional menurut Mark Weber ini berlaku.

Artinya jabatan guberbur sebagai jabatan birokrasi modern yang memiliki prinsip legal rasional berdasarkan aspek yang legal dan rasional dan prinsip-prinsip birokrasinya tetapi di situ dilekati oleh kepemimpinan kultural yang berasal dari Sultan dan Paku Alam sebagai raja kultural mengapa disebut raja kultural karena sejak tahun 1945, ketika daerah negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan kadipaten pere paku alam bergabung pada republik maka kedudukan sultan dan sri paduka paku alam itu bergeser dari kedudukan sebagai seorang monar sebagai seorang raja yang memiliki kekuasaan penuh katakanlah dulu efrutia memperhitungkan kekuasaan politik yang ada pada tangannya itu bergeser menjadi raja yang konstitusionla yang kultural dia sedah kehillangan hak-hak sebagai pemilik kekuasaan politik, kekuasaan politik sudah bergeser ke republik sudah ke DIY jadi Gubernur itu yang mempunyai hak dan kekuasaan yang politik itu, tapi reaksi hak Sultan HB dan Paku Alam itu hanya sebagai simbol kepemimpinan dan budaya dan kepemimpinannya sebagai raja kulturalnya pun hanya berlaku ada di dalam keraton dalam batas cepuri, cepuri itu ya keraton itu dia harus pake blankon di sembah ya disitu, tapi diluar dia sudah bukan raja dalam pengertian yang monarki, kalau gubernur ya seperti gubernur yang lain. Bahkan secara legal nasional dia di sumpah sesuai sumpahnya sama dengan gubernur lain.

Tetapi uniknya di Yogyakarta masyarakat Yyogyakarta masih mengakui kepemimpinan kulturalnya itu, sebagai kepemimpinan yang tadi dengan lambang hamengku, hamengkoni itu sebagai……..pelindung, sebagai pengayom dan sebagai pengarah secara kulturaal moral, kultural dan speritual. Nah ini yang saya maksud secara filosofis ini unik berlaku dalam masyarakat lokal yogya dan di terima. Nah maksud saya diterima masyarakatnya menerima ko masyarakatnya masih memegang tadi penghormatan kesetiaan lah ini berlaku di yogyakarta tanpa ada hambatan tanpa ada benturan. Jadi oleh karena itu disitu tidak ada benturan antara kedudukan sultan dan gubernur karena

Page 39: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

224

kedudukan sultannya sultan kultural, dia bukan sultan ………dulu yang mempunyai hak politik dan sebagainya dia hanya sebagi kultural di akui itu given saya.

Justru yang menarik bahwa didalam gabungan perpaduan antara sultan dan gubernur itu terjadi sinergi tidak ada konflik / benturan tidak ada class kalau menurut Pak Hutington “class of

civilizition”, tidak ada class of psition di situ, dia sebaliknya sinergis, sinergisnya apa? Nilai-nilai kesultanan yang dianggap, payung pelindung dan panutan dari rakyat itu membantu dan mendukung proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam penyelenggaraan pelayan publik. Justru untuk melancarkan, oleh karena itu saya berpendapat justru sinergi melekatnya jabatan itu telah membawa dampak yaitu melahirkan pelayanan Yogya menjadi efektif, efesien dan produktif, karena rakyat yang menjalankan tugas pemerintah untuk diajak yaitu menjalankan proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan dan sebaagainya, itu akan menjaadi lancar ketika Sultan memiliki kharisma memiliki pengaruh. Sebagai contoh kalau ritual memperkenalkan sapi yang harus dipelihara. Bahkan dalam kasus Mbah Marijan itu nyata satu contoh bagaimana Mbah Marijan memegang teguh radidawuh artinya dari sultan ke sembilan menjadi juru kunci di merapi, kalaupun itu kebablasan, tapi itu feelingnya bahwa dia pegang teguh.

Ini dalam konsep pelayanan publik pemerintahan era otonomi jjustru ini sangat mendukung ingin saya maksudkan yaitu prinsip-prinsip rasional legal nasional dengan prinsip kultural ini tidak perlu berbenturan justru iitu sinergis. Modal inilah yang perlu di berlakukan artinya di kembangkan di era otda yang perlu di lakukan.

Maaf karena saya ini banyak membimbing S3 yang banyak mempelajari masalah pelayanan publik di berbagai kabupaten atau pemerintahan daerah baik itu yang sudah selesai mencoba mengangkat nilai-nilai kearifan lokal untuk digunakan sebagai syarat strategi dalam menyusun kebijakan lokal yang tadi yang di persoalkan good govermant, efektif dan produktif itu. Seperti dilampung itu mahasiswa sudah selesai itu mengenai kebijakan publik mengangkat misalnya pisang giri, mungkin dari lakbok ada filosofi pilansi pisang giri lampung itu kan untuk diangkat supaya efektif dalam birokrasi pemerintahan daerah kabupaten itu untuk bisa cepat pelayanannya karena apa? Dari penelitiannya itu menunjukan bahwa harus banyak hambatan da ternyata ini hambatannya kkarena tidak ada felyus dari kearifan lokal yang harus ada disitu. Juga ini yang di batak ada saudara simorangkir melihat mau mengangkat tentang nilai-nilai budaya batak toba untuk tadi untuk kebijakan pemerintah di daerah kabupaten tapanuli yang apa karena kegelisahannya banyak nilai-nilai budaya batak yang merosot justru dalam era pemerintahan lokal ini banyak yang terhambat atau hilang. Nah karena apa? Yaitu nilai-nilai apa yang di sebut habataon, dalinatolu, bisaw itu ada 3 pilar itu yang sudah hilang dan ini ingin di kembangkan untuk diangkat menjadi nilai-nilai budaya birokrasi. Dan mahasiswa saya dari Papua ini seorang Bupati dia mengambil S3 untuk tadi dia gelisah karena sebagai Bupati tidak efektif menjalankan pembangunan rakyatnya tidur atau bergadang bersama dan sebagainya itu apa? Dia ingin mengembangkan nilai-nilai ke Papuan dengan nilai-nilai

Page 40: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

225

kearifan lokal untuk dijadikan sebuah budaya korwilyus, semacam coorporite bisnis, kalau itu di perusahaan itu untuk menggerakan pembangunan lokal itu. Ini saya senang sekali dan jadi apa yang terjadi di DIY ini juga saya kira pemerintah perlu, lah justru ini menjadi modal, dan itu sekaligus supayasemua tidak seragam justru kebhinekaan itu perlu dikembangkan supaya straetegis.

Sekaligus Bapak-Ibu yang mulia di Dewan, ini yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda dulu itu biar efektif justru karena mengembangkan tadi kebijakan menggunakan adat dan yang bersifat tadi pariatif itu seperti jadi unsur kebijakan pelayanan publiknya, yang secara efektif dilakukan Ini saya kira kita terlalu lepas karena kebijakana kita lebih banyak bersifat blesten oriented tapi tanpa mengindahkan nilai-bilai lokal seperti di Bali seperti di maluku itu semua mempunyai nilai-nilai budaya lokal yang kuat ya, yang sudah teruji mengapa itu tidak diangkat kembali untuk pelayanan publik yang efektif dalam era otda itu. Itu yang saya anggap penting dalam arti kepemimpinan tradisionil ini dan satu masalah. Jadi oleh karena itu memang saya kira dengan usulan tadi Gubernur Utama dan Wakil Gubenur Utama, menjadi kurang tepat, karena sesungguhnya di Yogyakarta tidak di perlukan itu, karena sederhana sekali rakyatnya sendiri sudah bisa membedak antara Sultan sebagai Sultan, gubernur sebagai gubernur artinya tidak ada benturan atau tidak ada masalah. Justrnur artinya tidak ada benturan atau tidak ada masalah. Justru kalau ada beru kalau ada berupa pajak guberrnur malah tidak efektif dan juga mengkisruhkan dan justru sebaliknya memisahkan kedudukan Sultan sebagai simbol budaya yang bisa di manfaatkan menjadi terpinggir.

Yang berikutnya satu bagian yang menjadi isu yaitu persoalan kalau suksesi atau kedudukan Sultan tadi ada suksesi / penggantian apakah sultan itu kalau bagaimana harus diganti bagaimana caranya, kalau sebagai anak atau masih anak dan sebagainya dan disitulah kami ingin menekankan sebetulnya di dalam 2 keraton ini sudah memiliki tatanan yang disebut paugran yang sudah dilaksanakan sepanjang sejarahnya sampai 250 tahun yaitu kalau dalam kesultanan dari Sultan HB satu, sampai HB2, HB3, HB4, sampai HB5, yang lahir umur 3/4/5 tahun harus menjadi sultan nah disitu ada modus operandi dengan perwalian. Dimana salah satu wali nya itu notokusumo yang nantinya paku alam, dan itu Pangeran Diponogoro, Jadi Pangeran Diponogoro itu pernah menjadi wali sebelum dia berumur. Jadi ada umur dimana raja itu layak menjadi raja dan kemudian HB 5 tidak punya anak, di ganti HB 6 bukan anak HB 5 dan itu saudranya.

Jadi ini sudah ada tatanan yang mmengatur bilamana tidak punya anak perempuan atau tidak anak sudah ada aturan. Demikian juga dalam kasus Sultan sudah tua itu berlaku pada Sultan HB 7 yang suda tua pada tahun 1921 harus menyerahkan tahtanya kepada putranya yang nanti menjadi Sultan HB 8. Dan Sultan HB 7 itu lengser menjadi sultan sepuh. Ini tidak menjadi masalah disitu artinya sudah diatur oleh dewan yang memimpin paogran itu.

Yang kedua juga dipersoalkan apakah di dalam negari ngayogyakarto hadiningrat atau kesultnanan itu tidak punya pedoman angger-angger yang mengatur siapa yang menjadi raja dan apa syarat menjadi raja dan konsep raja kekuasaanya dan fungsinya itu bagaimana? Dalam hal inilah anggota dewan yang mulia, saya ingin mengambil contoh disini yaitu bahwa ad beberapa sumber

Page 41: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

226

yang di sebut paugran dalam bentuk serat, itu sebagai karya tulis yang menjadi sumber acuan dalam menyusun jadi konvensi dan kebijakan paling tidak yang disebutkan disini serat tajusalatin versi kraton yogyakarta dan serat puji.

Menarik Bapak/Ibu Dewan yang kami muliakan, ada syarat tajusalatin, itu tajusalatin itu mahkota raja yang dulu itu karya bukhori dari Aceh. Yang dulu menjadi sumber pedoman untuk para raja itu di Yogyakarta di ambil di adopsi dan di tulis dalam sebenarnya bahasa jawa dan tulisan jawa Pak Thamrin dan saya baca dimana 25 pasal itu di terjemahkan dan itu dikembangkan menjadi salah satu konsep bagiamana raja atau sultan itu di sahkan atau diangkat dari raja itu syarat-syarat dari situ itu masuk dalam serat taju seratin antara lain mengajarkan pertama pada 25 pasal Bapak Ibu yang kami muliakan.

Pertama bahwa raja yang mukmin hendaklah menjadi raja yang adil berbudi luhur berpegang teguh pada ajaran syariat agama. Kedua para menteri dan pejabat tinggi sampai ke bawah juga harus mempunyai budi, ya berbudi luhur dan bijaksana. Yang ketiga, para prajurit menteri Patih, hingga para bupati juga harus mempunyai kekuatan, yaitu satria. Keempat, hendaklah mengetahui dan memahami hukum agar selamat dan sempurna dalam menjalankan kehidupan bernegara atau kerajaan yaitu sebagai raja maupun pembantu-pembantunya.

Paling tidak ada 4 paugran dari serat tajusalaitin yang tadi menjadi paugran yang disebut antara lain mengenai raja-raja tadi di sebut bahwa raja adalah wakiling widi, wakil tuhan yang bertugas yang remetso jagat miyangsai sainipud, artinya memelihara menjaga dan membina alam semesta dan seisinya ini filosofisnya. Jadi seorang raja punya tanggung jawab begitu, dan karenalah tadi gelar raja yang panjang itu, berakar dari ajaran-ajaran itu menjadi pegangannya yang berikutnya yaitu serat puji, pada hakikatnya serat puji mengajarkan konsep raja atau sultan sebagai kalau konsep apa namanya itu The Fine King raja suci, yaitu yang berbasis pada ajaran Al-qur’an yang mengajarkan bahwa raja itu pengganti Rosulullah maka orang harus berbakti kepada raja sesudah berbakti kepada Allah SWT dan pada Rosulullah dan apa yang di sebut pesan “ puji bektio mararangtu gegendingning Rosulullah, bekti mungratu sasat ambekteni ningkanjeng rosulullah” Jadi jadi Sultan raja itu dianggap satu tingkat/satu grid.

Maksudnya berbaktilah kepada raja, karena raja itu adalah pengganti dari Rosulullah, nah itu gelarnya karlifatullah dan berbakti kepada raja itu sama berbakti kepada Rosulullah itu filosofinya. Tapi dilain pihak dilang sapuji itu menarik bahwa konsep raja yang adil itu raja di semplah rja yang tidak adil raja bisa sanggah ini dalam sapuji disebutkan yaitu bahwa apabila raakyat bertindak aniyaya maka diperintahakan agar orang tidak perlu melaksanakan perintahnya dan bahkan di anjurkan agar meninggalkan kerajaannya sampai begitu bunyinya apa hewonggonjo suajipi klaurip, terutono paritaingoto nurut rosul petrpapatindane anto supangat agung, nanging ojo siloklakoni yen ratu neng ngan yono ngan aniyaya ada bejibat lalim, lali tina ipud. Sayepti sro mangkuro artinya boleh kamu tinggalkan, noradoso nanging malah metuo den alis sading natapisa disupergi.

Page 42: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

227

Jadi itu demokrasi sebetulnya sudah ada disini rajanya bisa saja di sanggah raja bisa ditinggal kalau rajanya bisa ditinggal kalau memang rajanya tidak sesuai dengan pedoman itu dalam serat puji. Ajaran yang lain, nah ini mungkin yang banyak dipertanyakan bagaimana raja itu naik tahta dan sebagainya itu ada 10 peraturan yang disebutkan oleh syekh puji yang menjelaskan sepuluh pokok syarat menjadi raja antara lain sebagai berikut raja harus sudah akil balig, jadi raja harus sudah dewasa. Mungkin ini nanti yang mulya anggota dewan nanti dewasa itu menjadi syarat oleh karena itu jadi anak belum di bolehkan jadi soal kedewasaan yang kedua raja harus alim raja harus adil berbuat kebajikan yaitu ihsan halus tutur kaja tanya, pintar membaca karya tulis berguru pada ahli ilmu arinya kalau skarang ya harus sekolah, he..he..dan suka belajar serta menimba pengalaman orang lain, termasuk pengalaman dari masa lampau maksudnya ini sejarah ini menurut saya. Yang ketiga raja harus bisa memilih pembantunya yang berbudi, lancar berbicara dan terampil bekerja jadi dia selektif memilih anggota-angotanya menterinya dan sebagainya tentu itu birokrasi juga sudah ada disini Pak Thamrin begitu ya? Raja harus halus sabdanya tampan rupanya, sedap dan manis bicaranya dan penampilannya mengesankan rupanya personalitinya di jadikan pertmbangan.

Lima, raja harus dermawan tidak boleh kikir ini yang di sebut hamangkuni, raja itu mangku jadi banyak memberi tapi tidak meminta, tidak boleh kikir. Yang keenam raja harus selalu berbuat baik, ga boleh berbuat yang tidak baik. Raja harus berani berperang bersifat perwira dan mampu memimpin perang ya kalau perlu dia menjadi panglima. Delapan raja makan secukupnya, maksudnya raja tidak boleh suka makan enak dan sebagainya. Sembilan raja tidak banyak berhubungan dengan wanita dan gadis-gadis, wah jadi dilarang disini, he.he..sedikit saja jadi tidak boleh berusuan rupanya disini sudah di tegaskan bahwa ini tidak boleh sampai-sampai soal-soal begitu sudah diajarkan. Dan yang terakhir ini utmanaya raja itu Pria jadi harus laki-laki di jelaskan dalam sirat puji mengapa harus pria karena dia sebagai saidin panotogomo abdurrahman kalifatullah.

Dia harus memimpin jadi imam dari shalat oleh karena itu kalau perempuan kan ga bisa jadi imamnya laki-laki kan, jadi dia harus laki-laki. Yang kedua karena kalau jadi raja itu nanti akan ngabeteni dimana dalam tradisi Yogya, Solo itu sujud di lutut itu pak lah kalau rajanya putri gimana kalau yang sujud di situ, he..he.. Termasuk dijelaskan di situ. Jadi ini menarik bapak ibu sekalian arinya di keraton itu memiliki pedoman pegangan secara filosofis secara kulrural yang mengatur tadi seorang raja itu akan dipilih dan diangkat didalam menduduki tahta itu dengan seleksi saya kira yang cukup ketat dan cukup kualitatif. Jadi disinilah nanti Ibu / bapak ibu dalam pertimbangan tadi isu-isu atau persoalan yang sering di pertanyakan kami jelaskan itu sudah ada penjelasannya secara jelas. Masalah-masalah ini masalah ini masalah internal, tentu saja masalah yang tidak bisa dikemukakan keluar dan ini jadi pegangan didalam keraton. Maksud saya ini adalah satu realitas.

Jadi tadi dengan tadi usulan-usulan yang disampaikan dalam rancangan ini memang ada bagian-bagian yang saya kira tidak semuanya. Semuanya perlu dirumuskan secara tepat bijaksana dan yang saya hendaki dalam pendapat ini, bagaimana persoalan yang krusial ini bisa di kaji secara

Page 43: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

228

historis, secara sosiologis, secara kultural dan filosofis untuk bisa dilakukan sebuah rekonsilition lepas The pretion and the piyusah. Saya seorang sejarahwan bertugas mendamaikan masa lampau dengan masa kini dan masa datang. Bagaimana tadi bentuk mempertemukan dan merekonsiliasi, kita sebagia rekonsiliator yang tepat sesuai dengan pedoman-pedoman budaya oleh karena itu saya menganggap keempat esensi landasan konseptual tentang keistimewaan daerah Yogyakarta itu di tinjau dari prespektif historis filosofissosio kultural itu dapat dijadikan landasan pegangan bagi bapak ibu yang mulya didalam merumuskan UU RUUK DIY secara tepat dan diharapkan menjadi arif dan bijaksana.

Tadi juga saya mengusulkan juga sebaliknya apa yang terjadi dari peristiwa di Yogyakarta kita bisa belajar sebagai lesson blend didalam membangun pemerintahan yang efektif yang transparan good govermant terutama dalam era otda di masa depan. Dan modal-modal ini justru pada masyarakat yang plural masyarakat yang multikultural memerlukan kebhoinekaan dan kita tidak selalu mendasari keseragaman dan kita perlu belajar open lesson kita kepada masa orba pernah itu melakukan penyeragaman dalam perundang-undangan peraturan pemerintahan desa di seluruh Indonesia ternyata itu tidak efeltif. Hilangnya kesatuan-kesatuan komunitas adat hilang atau merosot karena semua disamakan dan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal ini, dan kearifan lokal kalau ini digunakan secara strategis tidak berbenturan justru sebaliknya akan sinergis dalam penyusunan sebuah model birokrasi yang modern tentu didalam melaksanakan demokrasi.

Ini bapak Ibu yang saya hormati, sosial kapital dan sosial kultural kapital itu pada era globalisasi memang sedang mengalami kemorosotan dilingkungan masyarakat kita, tapi sebaliknya kita justru kita terutama yang mulia itu memiliki tanggung jawab besar untuk mengangkat kembali merevitalisasi tentang asyarakat kita, dengan kata lain tanggung jawab masa depan keistimewaan DIY pada dasarnya bukanlah semata-mata milik atau masyarakay Yogyakarta melainkan milik bangsa Indonesia pada umumnya. Karena apa? Masalah nilai-nilai kkearifan budaya yang ada di yogyakarta pada hakikatnya adalah juga khasanah nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa Indonesia, demikian bapak pimpinan apa yang saya sampaikan di dalam rapat dengar pendapat di komisi2 ini ada kekurangannya saya mohon maaf, terimakasih,

wasalamu’alaikukm warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam, Terimakasih Prof. Joko suryo karena Beliau sejarah wan maka alur ceritanya begitu. Mudah-

mudahan ini bisa memberikan catatan dan nanti teman-teman bisa menanyakan, mengklarifikasi, atau meyakinkan dari sebuah konsepsi dalam rangka kita membahas RUUK ini.

Selanjutnya saya persilahkan Prof.Dr.Thamrin Tamagola saya persilahkan. Prof. Dr. THAMRIN A. TOMAGOLA:

Terimaksih saudara pimpinan, Assalamu’alauikum warahmatullahi wabarakatuh

Page 44: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

229

Pimpinanan komisi 2 yang saya hormati, para anggota DPR yang saya hormati dan Bapak dan Ibu anggota DPD-RI yang saya hormati.

Saya ingin meneruskan semangat yang tadi secara implisit secara tersirat di sampaikan Pak Joko, bahwa mudah-mudahan akhirnya UU ini tentang keistimewaan Yogya ini itu merupakan satu wujud kongkrit rekonsiliasi baik antar waktu masa lampau dengan tradisi masa sekarang dengan masa yang akan datang sehingga ini merupakan satu meding poin yang memperkaya kita semua denga rekonsiliasi dan resepren itu saya kira memang betul. Satu UU dalam perjalanan cukup jauh sejak dari periode yang lalu saya ikut jjuga di pperiode yang lalu. Ketua Komisinya masih Bapak yang sekarang jadi menteri aparatur negara itu. Saya melihat bahwa draft ini sudah mengalami kemajuan yang saya kira cukup jauh dan cukup banyak.

Pertama-tama mungkin saya ingin memberikan apresiasi kepada tim barangkali pada kementrian dalam negeri dengan sekneg yang kemudian keluar dengan draft final dari hasil harmonisasi dengan sekneg ini. Saya kira benar-benar merupakan cukup satu prestasi yang istimewa dari mereka yang menggarap dari awal sampai pada titik ini.

Saya ingin menekanka bahwa memang seperti kita semua tahu bahwa UU ini penting dan perlu untuk segera kalau memakai semboyan majalah tempo itu penting dan perlu. Untuk di bahas dan di tuntaskan malah bukan hanya penting dan perlu tetapi urgen. Tadinya saya ingin menulis karena saua tertarik dengan masalah ini dan saya pikir Beliau akan berakhir dengan satu tulisan, tapi waktu tidak mengijinkan sehingga saya belum tulis nanti saya akan susulkan saya sudah berjanji kepada sekertariat nanti saya akan susulkan.

Bahasannya saya atau nanti yang jadi bahan tulisan itu saya beri judul “Kembalikan Hak Istimewa Rakyat Yogya” jadi seperti juga DPR ini itu rakyat, itu menjadi sangat sentral menjadi bahan pertimbangan yang paling pokok di dalam merumuskan semua RUU dan UU itu sehingga saya bermain dengan kata-kata disitu marilah kita kembalikan hak istemawa rakyat, penguasa republik ini. Dalam membahas rencana UU ini saya menggunakan 7 prinsif. Nanti saya akan masuk kedalam bab per bab dan pasal perpasal untuk menunjukan bahwa prinsif tertentu ada di pasal sekian dan ada di bab sekian.

Sehingga barangkali akan cukum membantu bagi tenaga ahli dan juga bagi tenaga yang terhormat untuk menyempurnakan isi dari draft ini yang sebenarnya sudah cukup sempurna sejauh ini dan ini saya kira merupakan suatu kompromi maksimal yang bisa di capai saya kira semangat itu bagus karena sebenarnya pancasila kan menganut musyawarah untuk mufakat dan itu adalah mengupayakan kompromi maksimal. Nanti saya akan tunjukan pada pasal mana yang sebenarnya kompromi maksimal itu sudah di beri, sudah di tawarkan di dalam RUU ini sehingga menurut saya rencana UU ini sudah merupakan wujud yang dalam bahasa inggrisnya itu win-win solution, semua menang tidak ada yang kalah didalam rencana UU ini.

Nah saya memakai 7 prinsif dalam membahas RUU, Keistimewaan pertama yang saya sebutkan tadi yang tersirat dalam judul bahasan saya adalah prinsif yang pertama adalah rakyat yang

Page 45: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

230

istimewa, yang kedua tidak boleh ada konstration of power di satu tangan harus ada check and balanches anatara lebaga-lembaga yang bergerak di dalam bidang pemerintahan itu dan kita tahu semua itu semua prinsif demokrasi, yang ketiga prinsif yang ketiga hak demokratis warga negara memilih dan dipilih tidak boleh di cabut atau dipangkas nah ada beberapa pasal yang saya melihat potensial memangkas dari pihak tertentu dan saya pikir itu barangkali itu hak demokrasi warga negara memilih dan dipilih itu tidak bisa dipangkas, yang ke empat prinsif musyawarah mufakat yang dalam pancasila saya kira harus diperahankan sebagai satu demokrasi Indonesia.

Kemudian yang kelima saya kira mengahadapi masalah dimana ada pertemuan antar warisan masa lampau tradisi dengan tantangan masa kini dan apa yang terjadi masa yang akan datan, itu saya kira orang tidak bisa bersikap mutlak-mutlakan puritan orang harus obyektif melihat realita yang ada dan mencoba mendapatkan kompromi yang maksimal antara sesuatu yang ideal dan sesuatu yang real aktual nah kompromi lagi yang harus di upayakan, kemudian yang keenam adalah RUU ini jangan sampai menjadi membuka peluang untuk terjadinya dualisme pemerintahan harus ada seperti senok power yang jelas ada pemisahan wewenang dan otoritas yang jelas dan tidak boleh saya kira cegah sekecil mungkinadanya dualisme dalam otoritas pemerintahan.

Kemudian yang ke tujuh yang juga suda ditampung di dalam RUU ini saya kira prinsifnya bagus yaitu adalah ada masa transisi dua tahun untuk mencoba ini nah itu untuk memberi peluang sberapa jauh asumsi-asumsi dan prakiraan dari berbagai pihak yang kemudian tertuang dalam RUU ini apakah benar terjadi atau tidak atau membentur beberapa masalah dilapangan dalam pelaksanaan UU. Saya sekarang masuk ke dalam RUU dari depan saya kira ada beberapa poin bagus ya, ada pengakuan dan penghormatan terhadap keistimewaan Yogya. Kemudian ada pengakuan terhadap peran sejarah yang besar yang tadi sudah di uraikan oleh Pak Joko, kemudian melalu beberapa UU dan seterusnya saya kira saya tidak akan mengulangi itu.

Dan kemudian akhirnya bahwa UU No.12 tahun 2008 itu yang merupaka satu revisi yang paling mutakhir dari apa yang sudah dilakukan sejauh ini. Pertama saya kira barangkali dalam ketentuan umum ada dalam catatan saya, cuma saya mulai dengan poin 2 keistimewaan adalah kedudukan hukum yang dimiliki propinsi. Nah itu berarti barangakli jangan melihat satu persatu secara terpisah bahwa ini melihat secara holistik keseluruhan secara holistik. Propinsi itu ada pemerintah nya ada rakyatnya ada wilayahnya ada asetnya di dalam sehingga pemahaman secar holistik itu barangkali perlu untuk melihat itu secara totalitas dan tidak melihat secara satu demi satu terpisah satu dari yang lain, seakan-akan itu jadi masalah tertentu misalnya masalah penetapan atau pemilihan gubernur tanpa dikaitkan dengan hal-hal yang lain yang sebenarnya satu keseluruhan yang utuh.

Kemudian pada poin 4 selanjutnya di sebut kesultanan karena warisan bangsa, saya kira ini ada salah kaprah pengertian yang di dalam ilmu sosial agak terganggu, salah kaprah pengertian ini. Kalau secara strek pemahaman ilmu sosial itu budaya ini selalu dikaitkan dengan masyarakat. Kalau negara selalu dikaitkan dengan bangsa, bangsa dan negara adalah political entitis, sedangkan masyarakat dan negara adalah sosio cultural entitis itu du hal yang berbeda.

Page 46: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

231

Jadi agak keliru orang mengatakan budaya bangsa sebenarnya tidak yang ada adalah kebudayaan masyarakat sunda, kebudayaan masyarakat jawa, kebudayaan masyarakat batak. Yang namanya bangsa itu disatukan oleh pengalaman sejarah yang sama. Kita mengklaim bahwa kita bangsa Indonesia karena kita mempunyai pengalaman sejarah dari merauke sampai sabang yang sama, di jajah oleh bangsa yang sama dan di marginalkan oleh bangsa-bangsa yang sama, dimarginalkan oleh bangsa-bangsa yang sama, sehingga pengalaman sejarah yang sama menyatukan kita political entetis tetapi sebagai sosok culture entetis, itu ada 653 masyarakat di Indonesia karena itu di sebut masyarakat majemuk. Sehinggaa yang saya usulkan jangan memakai warisan budaya tapi warisan budaya masyarakat-masyarakat plural, masyarakatnya tidak boleh satu, karena masyarakat sekarang ini persisnya belum ada tapi dalam proses be coming sedang menjadi, yang ada itu 653 masyarakat dengan budaya masing-masing. Tapi masyarakat Indonesia yang satu itu belum ada. Tapi bangsa Indonesia yang satu negara Indonesia yang satu sudah sebagai political entetis, tapi sebagai social entetis belum dan sedang di dalam proses sehingga mungkin saya anjurkan supaya di dalam pembuatan UU yang sudah hampir sempurna ini, itu pengetatan terhadap istilah-istilah itu yang dipakai juga dengan secara tepat.

Kemudian Nomor.6 ada kebudayaan adalah nilai-nilai, pada titik itu di poin 6 saya memberi catatan bahwa sebaiknya kita hati-hati dengan ada yang disebut dengan budaya rakyat dan ada yang disebut budaya keraton itu bisa sama bisa tidak sama. Dalam budaya keraton itu sangat hirarkis sebagai The roler, sedangkan dalam budaya rakyat itu sangat egalitarian. Nah saya kira di Yogya itu terdapat dua-duanya baik budaya keraton yang hirarkis maupun budaya rakyat yang egalitarian.

Nah saya kira kalau kita meletakan rakyat itu sebagai titik sntral di tengah dan memperhitungkan semua kepentingan dan posisi rakyat maka ini juga pada saat yang sama harus juga memperhitungkan budaya keraton budaya keraton yang juga mempunyai posisi yang sudah mensejarah berabad-abad, kemudian pada poin 7 dan poin 8 ada istilah gubernur utama wakil gubernur utama, saya kira ini yang di sebut salah satu bentuk kompromi maksimal.

Jadi barangkali sejak awal saya lebih setuju secara pribadi bahwa sultan dan paku alam itu dikatakan sebagai pemimpin sosial budaya yang mempunyai wewenang dan otoritas dalam bidang sosial budaya. Dan kemudian gubernur itu mempunyai otoritas dalam bidang ekonomi politik, political ekonomi. Jadi 4 ranah kehidupan itu sosial budaya ekonomi politik, sosial budaya diberikan kepada gubernur utama wakil gubernur utama, sedangkan untuk ekonomi politik oleh gubernur yang memang harus elected, itu sebenarnya (menurut akademik di sini) sesuai dengan tradisi yogya yang sudah beratus tahun bahwa ada yang namanya high politic dan ada yang namanya deili politic di kutip di naskah akademik. Yang high politic itu yang di urus Sultan dan paku alam sedangkan dei li politic itu diurus oleh gubernur yang elected sehingga yang barangkali usul yang tadinya setau saya berasal dari UGM dari

Page 47: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

232

jurusan pemerintahan UGM saya kira cukup bagus dengan nama sansekerta itu ya, paradiya itu. Tapi maknanya saya kira sama yaitu mengagungkan Sultan dan Paku Alam, sebagai pemimpin sosial budaya tetapi pada saat yang sama memang dalam alam demokrasi ini, mereka yang memerintah rakyat harus pilihan rakyat. DPR memang sudah dipilih oleh rakyat, tapi itu baru kelas ¾ penuh, karena top eksekutif belum dipilih oleh rakyat.

Sehinga kalau menurut saya barngkali kalau mau gelas itu penuh sesudah DPR itu dipilih oleh rakyat maka top eksekutif / gubernur juga harus dipilih oleh rakyat nah iitu yang mengkompromikan sebenarnya gubernur utama dan wakil gubernur utama dan kemudian gubernur saya kira ini win-win solution cukup terhormat gitu. Sehingga barangkali sesuatu yang merupakan prestasi, kalau misalnya bisa di gol kan rencana UU ini.

Kemudian di dalam selanjutnya itu diatur wewenang dan otoritas dari tiap lembaga itu. Oh ada satu istilah disini yang sangat mengganggu yang disebut disini lembaga kesultanan dan lembaga kepaku alaman di lembagakan pelembagaan dua lembaga itu, itu saya pikir mungkin tidak tepat istilah pelembagaan tapi istilah yang lebih tepat adalah formalisasi tatanan kesultanan dan kepaku alaman. Karena istilah kelembagaan itu istilah asingnya itu intitusionalisisme dan kalau sudah melembaga institusionalirize. Lembaga kesultanan dan kepaku alaman itu sudah melembaga dikalangan rakyat dan keraton, dan dia sudah terlembaga. Yang belum terjadi adalah formalisasinya dalam bentuk perundang-undangan NKRI itu yang belum dan saya kira itu istilah yang lebih tepat untuk memadai itu.

Sekarang saya masuk ke bagian ketiga asas dan tujuan itu disini hanya teknis supaya barangkali ini untuk tenaga ahli pada pasal 4 itu di sebut bahwa keistimewaan propinsi DIY disusun atas asas pengakuan atas asal-usul demokrasi kerakyatan kebhinekaan. Kalau saya urutkan itu sebenarnya hal-hal yang di urutkan itu terbagi 2 yaitu hal-hal yang diurutkan itu terbagi 2 yaitu ada dalam tingkat nasional dan hal-hal yang berada ditingkat lokal, mungkin untuk tenaga ahli nanti itu dipisahkan saja jangan ada yang sebenarnya lokal di tingkat nasional misalnya pendayagunaan kearifan lokal itu kearifan lokal jangan di taro sesudah kepentingan nasional itu hanya editing teknis tidak terlalu penting tapi cukup mengganggu logika pemikirannya.

Kalau sampai ditingkat sini sebenarnya kalau kita mencoba untuk mempertahankan tradisi dan mencoba untuk membangun proses demokratisasi mengukuhkan proses demokratisasi, maka ada beberapa sandungan disini. Pertama dalam demokrasi kita selalu mengatakan suara rakyat adalah suara tuhan, tapi kita belum bisa mengatakan sebaliknya suara tuhan adalah suar rakyat, tidak bisa tapi sudah jelas dalam demokrasi suara rakyat adalah suara tuhan, nah kalau nada yang sama kita terapkan di Yogya suara Sultan adalah suara rakyat. Kemudian belum tentu bahwa suara rakyat adalah suara Sultan, nah di situ masalahnya.

Sehingga memang dua suara ini memang harus di tampung dua-duanya karena dalam Yogya itu dua-duanya ada, ada kesultanan dan ada kerakyatan yang juga sudah cukup hidup dikalangan masyarakat yogya nah sehingga antara dilema antar dua ini perlu di carikan dan sebenarnya draft UU

Page 48: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

233

ini sudah cukup bagus untuk menampung banyak hal itu nanti saya akan tunjukan lagi kompromi-kompromi maksimal itu.

Kemudian pada pasal 5, pada pasal 5 mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat, ya ini katmerupakan istilah yang kita pakai ya, tapi kalau dalam politikkan kita tidak memakai istilah masyarakat tapi memakai istilah rakyat, negara dan rakyat. Kalau dalam masyarakat kalau bicara sosial budaya itu pakai kata masyarakat. Sehingga barangkali lebih pas kalau kita bilang mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman rakyat karena ini politik, dalam hubungan seperti itu. Kemudian bagian C nya di pasal 51 C itu mewujudkan tata pemerintahan dan tata budaya yang menjamin kebhineka tunggal ikaan. Sekali lagi kita harus bedakan apa yang di sebut dengan prulality dan apa yang di sebut dengan multukulturisme. Kalau Plurality / kemajemukan sosial itu menuju kepada beragamnya kelompok, kalau multukulturisme menuju pada beragamnya acuan budaya, bukan kelompok ya. Tapi biasaynya 1 kelompok berbeda acuan budayanya berbeda, tapi kadang-kadang dalam 1 kelompok, kelompok yang sama ada sub kelompok yang mempunyai acuan budayu yang berbeda – beda lagi. Sehingga yang di maksud disini dua-dua nya, keragaman sosial kelompok-kelompok dan keragaman budaya dua-duanya.

Karena itu saya usulkan bagian C itu mewujudkan tahap pemerintahandan tatanan sosial budaya, budayanya jangan lupa, disitu hanya ada sosial seakan-akan hanya puralisme tapi sebaiknya multikulturisme perlu di beri ruang untuk tumbuh. Nah ini masukan untuk tenaga ahli mungkin urutannya agak keliru pada pasal 5 itu saya kira yang adalah mewujudkan pemerintahan yang demokratis tapi B nya barang kali yang di robah urutannya lebih terakhir karena tidak terlalu logis jalannya.

Kemudian saya pergi ke poin 3 dari pasal 5, kesejateraan dan ketentraman masyarakat sebagai mana di maksud diwujudkan melalui kebijakan yang berorentasi pada kebijakan publik dan kepentingan pengembangan kemampuan masyarakat rakyat. Saya kira istilah ini tidak terlalu pas sekarang istilah yang pas itu sekarang pemberdayaan rakyat bukan hanya pengembangan kemampuan tapi pemberdayaan itu dalam pemberdayaan itu ada kata empowerman, jadi ada power di siti. Kalau pengembangan tidak menyinggung hal itu.

Kemudian pada poin 4 A itu dikatakan bahwa tata pemerintahan dan tata sosial … ... di wujudkan melalui pengayoman dan pembimbingan masyarakat, nah ini menurut saya barangkali ini istilah yang sebenarnya warisan dari orba dulu, pengayoman dan pembimbingan itu. Barangkali sekarang itu istilah yang paling tepat apa yang dikatakan saya tadi itu. Pemberdayaan dan pendorongan atau fasilitasi inisiatif rakyat, sehingga itu lebih berisi nada kepercayaan kepada rakyat, kalau istilah pengayoman dan pembimbingan itu kepercayaannya kepada para birokrat, dan birokrat di harapkan untuk membimbing rakyat. Padahal kadang-kadang birokratnya justru yang harus di bimbing, jadi bukan rakyatnya.

Page 49: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

234

Pada bagian berikutnya saya sudah koreksi barangkali itu bukan plopagan, tapi formalisasi. Nah pada Bab 5 itu mengatur tentang Sri Sultan Hamengkubuwono Sri Paku Alam, tentang Gubernur utama dan Wakil Gubernur Utama.

Poin ini dari Nomor.1, 2,3 tentang Gubernur Uutama dan Wakil Gubenur Utama, ini merupakan salah satu contoh bahwa telah di capai kompromi maksimal, dengan penetapan dengan Gubernur Utaama dan Wakil Gubenur Utama. Cuma yang tidak terlalu jelas di dalam RUU ini apakah mereka mempunyai wewenang, hanya dalam bidang sosial budaya atau mereka mempunyai wewenang dalam ekonomi dan politik. Kalau itu tidak dipisah menurut saya akan terjadi dualisme pemerintahan. Hal yang sama diatur oleh otoritas yang berbeda atau barangkali akan terjadi benturan-benturan kepentingan dari otoritas itu.

Kemudian kompromi yang maksimal juga terjadi saya kira pada pasal 10 yaitu Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama berhak memberikan arahan umum. Termasuk dalam bidang pertanahan penataan ruang dan penganggaran, menurut pendapat saya ini bukan masuk dalam delipolitik, tidak lagi pada High politik. Padahal kalau kita sepakat misalnya Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama itu hanya pada high politik saja arahan tidak masuk pada masalah-masalah yang kongkrit misalnya pertanahan,………….dan penganggaran. Tapi saya mengerti pasal keduanya ini memang ada pengakuan terhadap tanah-tanah yang dikuasai oleh kesultanan dan Paku Alaman. Dan sampai sekarang hal-hal itu masih ruwet dan kemudian di coba untuk diatur perlahan-lahan. Kalau masuk kalau hal itu barangkali pengaturan yang ada pada pasal 10, menjadi cukup relevan. Kemudian pada pasal 11 masih tentang Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama tentang kewenangan istimewa, nah kewenangan istimewa itu saya usulkan hanya dalam kewenangan umum. Dan kalau menyangku pada deilipolitik, itu hanya pada bidang sosial budaya tidak kebidang ekonomi dan politik. Hal dari gubernur dan wakil gubernur ini. Saya inget pada periode DPR yang lalu, saya dengan Imam Prasojo disini kita berbeda pendapat tentang satu hal yang kemudian saya lihat disini kemudian tidak di masukan lagi.

Dia itu The King cant do wrong, itu pada waktu itu, saya setuju dengan bahwa sultan dan Paku Alam di beri hak istimewa kalau mereka menjadi gubernur pemerintahan maka mereka hak imunitas The King cant do wrong, karena akan memalukan bagi rakyat jawa dan bagi keraton jawa, kalau misalnya Sultan Paku Alam kena kasus korupsi dan harus di bawa ke pengadilan, sehingga hal itu masih perlu tapi waktu itu Imam Prasojo berpendapat tidak bisa dalam sistem demokrasi tidak ada yang boleh membuat kesalahan dan tidak dihukum tapi dalam kasus Yogya itu perlu, bahwa pemberian imunitas kepada sultan dan paku alam kalau mereka juga menjadi gubernur pemerintahan dan wakil gubernur pemerintahan. Ini ysng dimaksud kompromi maksimal untuk win-win solution, supaya tidak ada kehilangan muka dalam perumusan ini.

Saya kira pada pasal ayat 1 dan dua saya kira itu juga bagus tentang pengisian gubernur utama dan wakil gubernur utama yang saya tidak terlalu nyaman, adalah pada saat syarat untuk pencalonan. Syarat-syarat untuk pencalonan itu kalau ada Sultan dan Paku alam sudah mencalonkan

Page 50: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

235

diri itu kerabat keraton itu tidak boleh mencalonkan diri, saya kira hal itu tetap dicantumkan maka itu sama dengan mencabut hak demokratis hak konstitusional dari seorang warga negara untuk dipilih. Sehingga walaupun Sultan sudah mencalonkan diri saya kira tidak bisa mencabut dari hak dari kerabat keraton tidak boleh mencalonkan diri karena itu hak konstitusional dari setiap warga negara dan sehingga itu sangat mengganggu prinsif demokratis. Kalau misalnya kerabat keraton pengurus partai atau dia sudah dicalonkan oleh partai tertentu kenapa tidak? Kalau dia di calonkan oleh 4 partai atau gabungan partai untuk menjadi gubernur kenapa ko gara-gara dia sebagai kerabat keraton dia harus mundur pada saat Sultan dan paku alam menjadi calon. Saya kira yang itu agak mengganggu, prinsif demokrasi.

Di dalam keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan yang di buat oleh Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, saya kira banyak sekali komprmi yang diberikan oleh UU ini kepada Sultan dan Paku Alam. Jadi apa yang mereka putuskan itu bisa mereka ambil inisiatif sendiri dan buat peraturan itu tanpa melalui DPRD, tapi kalau itu usulnya datang dari DPRD, harus menunggu dari Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama. Saya kira itu satu kompromi maksimal juga yang sudah diberikan dalam kerangka UU ini.

Berikutnya tentang mekanisme, mekanisme pencalonan tadi sudah saya singgung, bahwa mekanisme pencalonan disini, ini benar-benar satu perlakuan istimewa kepada sultan dan paku alam. Karena mereka hanya menandatangani surat kesedian dan tanpa menjalani syarat-syarat yang lain, seperti yang harus di jalani calon-calon yang lain, sehingga kompromi maksimal kelihatan disini. Bahwa itu diberikan satu perlakuan istimewa.

Kemudian pada pasal 20 ayat 6 itu Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam berusaha untuk mufakat menetapkan mengusulkan presiden. DPRD Propinsi melakukan bahkan menetapkan mengusulkan kepada Presiden sebagai Gubernur saya kira itusudah sesuai dengan aturan. Saya ingin tunjuk lagi tentang kompromi maksimal pada pasal 22, saya kira sudah ada kompromi maksimal yang cukup bagus itu pembatasan gubernur dan wakil gubernur 2 periode tidak berlaku bagi Sri Sultan dan Sri Paku Alam, itu juga 1 perlakuan istimewa sehingga yang kata isimewa itu, seperti yang saya jelaskan dari awal jangan hanya dilihat pada satu hal tertentu, tapi harus dilihat sebagai satu paket keseluruhan. Karena dalam hal ini terjadi lagi satu pemberian perlakuan istimewa kepada Sri Sultan dan Paku Alam.

Kemudian terulang lagi pada pasal 26, tentang tanah-tanah yang dikuasai kesultanan dan paku alaman itu juga kompromi maksimal dan itu sudah hak istimewa. Ya ada banyak sekali sebenarnya yang sudah di berikan sehingga kesungguhan saya barangkali, pada akhirnya RUU ini sebenarnya memberikan satu solusi yang menempatkan rakyat itu pada posisi yang sangat sentral sebagai pihak yang harus pertama-tama diperhitungkan kepentingan dan hak-haknya. Seterusnya itu menyangkut hal-hal yang biasa di dalam tata pemerintahan dan tidak terlalu berhubungan dengan yang istimewa sehingga saya tidak akan pergi ke situ. Saya kita itu semua yang bisa saya sampaikan.Terima kasih atas kesempatan dan perhatian bapak-bapak.

Page 51: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

236

KETUA RAPAT: Terima kasih Prof. Thamrin sudah menyampaikan dan lebih detail saya kira karena

disampaikan pada pokok-pokok bahasan yang ada di dalam UU ini dan lebih jelas pikiran-pikiran atau alternatif-alternatif sehingga bapak/ibu saya kira punya inspirasi baru untuk mensikapi dari masing-masing klausul yang ada. Dua pakar sudah menyampaikan apa yang menjadi pandangan terhadap RUUK ini dan dimeja pimpinan sudah ada 4 yang mendaftar. 4 dari DPD dan 3 dari DPR, karena banyak dari DPD maka DPD lebih dulu. Silahkan Pak Paulus Drs. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/KOMITE I DPD RI:

Para Pimpinan dan Profesor, ketua terima kasih banyak. Pertama tadi ketika narasumber yang pertama saya hampir setuju itu kita melupakan sejarah saja. Kalau untuk Papua itu sangat senang karena berarti kita melupakan sejarah perjuangan Pepera dan melupakan integrasi itu. Berarti mereka bisa merdeka lagi, itu Papua menyenangkan sekali kalau sejarah itu ditinggalkan. Tapi Profesor tadi mengembalikan dalam kerangka berfikir untuk kita meletakkan sejarah sebagai landasan kita ke depan. Terima kasih Profesor sehingga saya seimbang kembali.

Pertanyaan saya pertama kepada Prof. Thamrin, maaf kelihatannya berbeda pendapat tapi saya pikir ini adalah halal dan sah. Profesor melihat bahwa ada statement tadi menurut saya kok agak bahaya ketika menyatakan bahwa di Yogyakarta itu suara Sultan adalah suara rakyat. Apakah Profesor bisa membuktikan dalam hal apa itu? Karena kemarin kita lihat dalam kajian kita itu kalau memang raja dulu itu ada namanya sabda pandita ratu apa yang dikatakan raja adalah norma. Artinya bahwa sabda Sultan harus diikuti. Saya pikir kalau konteks itu diterapkan pada masa lalu ya, tapi setelah raja itu berintegrasi dan dengan kemarin disampaikan Sultan sendiri menyatakan dia sudah berintegrasi, jadi pemerintahan di Yogyakarta pemerintahan yang didasarkan kepada UU dan peraturan daerah di sana dan semuanya melaksanakan itu, tidak lagi raja menjadi norma.

Tapi itu sekarang Profesor menuduh bahwa di Yogyakarta masih ada Suara Sultan adalah Suara Rakyat. Apakah profesor bisa membuktikan? Saya pikir apakah profesor melihat kira-kira fakta apa yang membuat pemikiran Profesor seperti itu, apakah melihat sekarang itu ada tanda-tanda bahwa Sultan memaksakan keinginannya kepada rakyat. Kalau tidak ada saya pikir itu statement yang harus kita koreksi, mohon maaf ini tadi saya katakan kita barangkali bisa beda pendapat. Kemudian yang kedua, ketika Profesor melihat bahwa konsep Gubernur Utama dengan Gubernur memisahkan kewenangan bahwa Gubernur mengurus urusan surat pemerintahan, pembangunan, politik. Dan Gubernur utama tidak, supaya tidak terjadi sebuah dualisme kepemerintahan.

Tetapi dalam konsep kearifan lokal di Yogyakarta yang berlaku adalah bahwa Sultan itu dulu memegang gelar yang sekian banyak itu diantaranya memang mengurus kesejahteraan rakyat. Ketika ini dipisahkan fungsi sultan tidak lagi boleh mengurus kesejahteraan rakyat, hanya simbol. Apa artinya suratnya Bung Karno yang mengatakan bahwa sultan berada tetap pada kedudukannya. Yang pada saat itu sampai sekarang ini bahwa sultan memang yang mengurus juga kesejahteraan rakyat, tetapi dengan menggunakan norma-norma yang ditetapkan di dalam perundang-undangan negara RI.

Page 52: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

237

Saya pikir kita musti sangat jeli disini. Seperti kemarin itu juga yang disampaikan oleh Sri Sultan bahwa konsep Gubernur Utama ini penghargaan atau jebakan yang bisa menimbulkan justru kontradiksi yang sebenarnya Profesor jangan sampai terjadi kontradiksi. Tapi hemat saya justru akan menimbulkan kontradiksi batin yang sangat luar biasa, karena Sultan yang biasanya mengurus kesejahteraan dipangkas sama sekali tidak bisa lagi mengurus rakyatnya, hanya budaya saja. Saya pikir ini adalah suatu keguncangan yang luar biasa, itu yang saya khawatirkan.

Menurut hemat saya memang mari kita dudukan, di dalam tadi saya pikir alur pikiran dari pada, kalau itu masalah kompromi apa yang mau dikompromikan karena ternyata era pelaku-pelaku perubahan UUD sudah menempatkan tadi, sekian puluh provinsi duduk di atas pasal 18 ayat 4, 4 provinsi dengan keistimewaan kearifan lokal yang diminta masing-masing duduk diatas pasal 18b. Aceh dengan keistimewaannya termasuk Syari’at Islam, Yogyakarta keistimewaannya dalam hal Sultan adalah juga pemimpin eksekutif di sana, Papua keistimewaannya adalah ada MRP Gubernur adalah orang asli Papua. Jadi keistimewaan-keistimewaan ini yang diminta sesuai dengan kearifan. Kalau kita memberikan keistimewaan di luar yang diminta dan terjadi di sana apakah tidak menimbulkan sebuah kontradiksi, ini yang saya pertanyakan. Terima Kasih. KETUA RAPAT:

Terima Kasih Pak Paulus. Jadi kedua pakar ini memberikan pendapatnya, nanti siapa yang akan melakukan kompromi,

kita. Kita dengan pemerintah. Pak Thamrin tadi menyampaikan menurut Pak Thamrin adalah komprominya, tapi apakah nanti setuju atau tidak, inilah masukannya sangat penting untuk teman-teman nanti menimbang. Berpindah ke DPR dari DPD. Kepada Saudara Tua, Ibu Mestariany Habie HJ. MESTARIANY HABIE. SH/F-GERINDA):

Terima kasih Pak Ketua. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Bapak Pakar Sejarah dan Sosiologi yang saya hormati. Dari halaman 6 penjelasan bapak bahwa kita telah mengetahui bahwa Kraton Yogyakarta itu

memiliki pedoman dan program yang jelas dalam memilih rajanya. Di situ juga dijelaskan bahwa raja adalah wakil tuhan, memelihara, menjaga dan membina alam semesta dan seisinya. Terkait dengan teringat pada tanggal 7 April 2007 di hari ulang tahun yang ke-61 Sri Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan pernyataan bersejarah lewat orasi budayanya bahwa yang intinya tidak bersedia lagi menjabat Gubernur DIY setelah masa jabatannya berakhir pada tahun 2008. Ini juga diperkuat pada bulan yang sama pada tanggal 18 April 2007 bahwa Gubernur DIY dalam desaunan akung yang dihadiri oleh sekitar 40.000 warga Yogyakarta. Terkait dengan ini saya meminta apa makna dan pesan dari pernyataan Sultan Hamengkubuwono X ini dalam hubungannya dengan sejarah dan secara sosiologisnya. Yang kedua, dalam biografi yang berjudul Tahta Untuk Rakyat ada kesan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyerahkan tahtanya kepada rakyat Yogyakarta dan rakyat Indonesia. Juga

Page 53: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

238

bisa diambil kesimpulan bahwa Sultan Hamengkubuwono IX mengakhiri dinasti raja Yogyakarta hingga dirinya sengaja hanya sampai kepada Hamengkubuwono IX ini kemudian diperkuat dengan tidak adanya wasiat dari Sultan Hamengkubuwono IX terkait siapa yang akan meneruskan tahta. Dengan fakta ini secara sejarah dan sosiologis bagaimana tanggapan bapak? Terima Kasih,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh KETUA RAPAT: Waalikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh Ibu Mestariany Habie. Yang berikutnya Pak Jhon Peres. Prof. Dr. JOHN PIERES, SH.,MS/KOMITE I DPD RI:

Baru kali ini demokratis banget dan DPD didahulukan. Sebetulnya bukan saudara tua saudara muda, kita juga utusan daerah bukan tua juga. Prof. Joko dan sebagai sorang historian dan Prof. Tamanggola sebagai Sosiolog papan atas, saya selalu mengatakan dimana-mana sosiolog papan atas. Secara eksplisit saya tidak memeprtanyakan sesuatu yang bisa diperdebatkan secara kritis tetapi ada beberapa komentar saya terkait juga dengan RUU ini. Pertama, soal jabatan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama. Saya sedikit berbeda dengan Pak Paulus, itu kompromi maksimal yang positif tetapi kalau boleh kita tawarkan kompromi yang lebih maksimal lagi, yang lebih positif lagi misalnya sebagai Gubernur Utama dan sebagai Wakil Gubernur Utama bisakah seumur hidup, kecuali salah satu dan dua-duanya mengundurkan diri.

Dan kedua dia mempunyai hak veto untuk mengesahkan Perda atau menegur Gubernur biasa dan Wakil Gubernur biasa serta semua jajaran pemerintah daerah dan kompromi-kompromi maksimal ini memang harus dari waktu ke waktu dia berkembang. Dia berkembang melalui rapat dengar pendapat seperti ini. Kalau itu yang dicover, diakomodasi DPD juga berterima kasih soal itu sebab bukankah dalam salah satu perspektif penting dalam sosiologi hukum itu adalah bahwa UU itu kompromi dan konsensus dari nilai-nilai yang beragam, keluarnya dia produk politik yang kita sepakati bersama dalam perspektif Prof. Tamanggula win-win solution.

Kalau Gubernur biasa dan Wakil Gubernur biasa dibuka untuk semua kalangan dapat saya pastikan juga Gubernur biasa dan Wakil Gubernur biasa itu juga dari kerabat Kesultanan dan Pakualaman, bisa terjadi. Sehingga oligarki politik kita ciptakan. Hipotesis ini mungkin terlalu berlebihan, ambil contoh Ibu Ratu Hemas dalam pemilu itu meraih 75% suara sebagai anggota DPD. Bisa jadi istrinya jadi Gubernur biasa dan sepupunya atau keponakannya jadi Gubernur biasa. Kalau ini dibuka the guest on tration of power open the Sultan dan Pakualaman. Hati-hati dengan pilihan seperi itu sehingga sebenarnya muncul solusi yang cerdas, Sultan jadi Kepala Daerah Istimewa, tidak menyebutnya Gubernur tap Kepala Daerah Istimewa dan Paku Alam Wakil Kepala Daerah Istimewa.

Yang istimewa itu daerahnya bukan sultannya, pemahaman kita harus seperti itu. Ini mungkin sedikit penajaman tadi kalau kita runtut dari diskusi-diskusi kita sebetulnya sudah memulai begitu

Page 54: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

239

konvergensi, sudah mulai ketemu kita. Yang terakhir dari saya ini cuma banyolan Pak Prof. Joko syarat menjadi Sultan itu antara lain raja harus berani berperang, wah menarik luar bisa, bersikap perwira dimedan laga dan mampu memimpin perang dalam konteks Pak Ganjar sudah mengerti apa yang saya maksudkan ini, kalau Presiden Jenderal dan Sultan rakyat biasa ya Sultan yang kalah pak, tapi tidak ngajak perang. Terima kasih. KETUA RAPAT:

Baik yang berikutnya Pak Gafar Patappe. DRS. H. ABDUL GAFAR PATAPE/F-DEMOKRAT:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu, Terima Kasih Bapak Pimpinan Komisi Bapak Prof. selaku narasumber yang saya hormati.

Saya sebenarnya senang karena setiap ada rapat kerja itu beraneka ragam pendapat, beraneka ragam pendapat ini berbeda, justru yang berbeda itu yang bagus kalau tidak berbeda tidak mungkin kita rapat seperti ini bertele-tele pasti kita sudah sahkan ini RUU. Tapi karena ada perbedaan-perbedaan itu bisa menjadikan pemikiran alternatif kita terhadap pematangan RUU ini, iya kan Pak gitu, logikanya saya. Jadi yang ingin saya katakan saya sependapat dengan Pro.Thamrin saya juga pernah baca naskah itu secara seksama berulang-ulang, saya berpendapat dan saya beritahu kepada temen-temen bahwa saya itu kesukuran bahwa pemerintah ini memberikan akomodasi yang bagus terhadap kepentingan 2, yaitu kepentingan Yogya dan kepentingan negara. Kenapa? Tata tertibnya banyak. Bahkan saya katakan untuk kepentingan Yogya ini memadai bahkan sudah lebih dari memadai sama pendapat kita tadi.

Pada waktu Sultan disini, saya sudah buat pertimbangan, masih ada saya katakan waktu kita untuk musyawarah mufakat, bapak tadi mengatakan kompromi kan sama Pak, kompromi dan musyawarah mufakat sama, jadi kita sependapat.

Kedua saya Cuma usulkan walaupun saya ini kemarin dikaatakan Pak Sultan, saya keliru, menurut saya, saya tidak keliru karena itu Cuma usul dengan saya mengemukakan contoh beberapa negara di Eropa, di Asia ya seperti itu. Supaya negara ini jadi, ya karena dia memang namanya negara pemerintah itu yang memegang kekuasaan. Sementara ada yang kita akomodir karena kita hormat di kesejarahannya dan kebudayaanya aadalah Sri Sultan. Jadi kita kasih tempat juga, pemerintah memberikan tempat kepada NKRI. Maka saya katakan lebih dari cukup karena apa? Bukan satu-stunya Yogya merupakan ddaerah di Indonesia ini.

Terhadap Prof.Joko ada sedikit saya tanggapi Pak. Tadi kalau tidak salah bapak mengatakan bahwa satu-satunya sejarah di nusantara ini yang menyatakan bergabung dalam NKRI adalah Yogya. Itu tadi kalau saya tidak salah. Kalau menurut saya bukan satu-satunya Pak. Kenapa? Di Indonesia ini banyakan kerajaan. Kerajaan disini ada 150 yang datang Pak. Dan di daerah saya daerah kerajaan juga. Siapa yang tak kenal di Indonesia ini sultan Hasanudin? Kesultanan juga Pak sampai sekarang masih ada keratonnya.

Page 55: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

240

Pada waktu kemerdekaan 3 Raja di Sulawesi Selatan, Raja Gowa, Raja Bone, Raja Luwu berdiri dibelakangnya Soekarno memproklamirkan 17 Agustus di Pegangsaan. Justru itu sekarang ketiga Almarhum Beliau itu Pahlawan Nasional. Coba Pak kalau kita berbicara kesejaraahan.

Kemudian berikutnya Pak, Saya juga penganut,pengagum sejarah karena apa? Karena pengetahuan sejarahlah kita tahu bahwa Indonesia sebelum merdeka dulu. Pada tempo dulu …..pada jaman tahun 1755 itu.Ketika kerajaan atau pangeran sambar nyowo, kita tahu karena sejarah yang kita pelajari sehingga kita tahu bahwa Indonesia itu dulu, belum ada negara. Tapi katakanlah negara-negara kerajaan. Karena sejarah. Tetapi karena sejarah jugalah kita ketahui bahwa sejak tahun 1945 Indonesia menjadi negara merdeka terbentuk republik.

Dengan jaman yang kita sebutkan kekuasaan, rakyat karena apa? Demokrasi . Kalau dulu kekuasaan raja jadi jaman feodalisme dulu. Sekarang ini sejarahnya karena sudah merdeka namanya jaman pemerintahan demokrasi. Jawaban pemerintah itu adalah rakyat.

Kemudian saya tidak lupa, ternyata Tuhan tentang wal’ashri demi masa, kita itu dikatakan oleh Allah di dalam keadaan ini merugi semua kecuali orang bertakwa dan bersabar . Pada jaman dulu kita bisa kuasa pada jaman sekarang ya kita harus sabar karena jamannya berbeda tetapi Alhamdulillah pemerintah kita mengerti bisa mengakomodir ini semua sehingga bisa jalan. Nabi juga pernah berpesan kepada sahabatnya mengatakan, hai sahabatku didiklah, anak-anakmu, keturunan mu, jangan seperti kau paksakan kondisi keadaan sekarang ini karena mereka akan hidup pada jaman yang berbeda dengan kamu, soalnya ada kaitan-kaitannya seperti itu, artinya apa kita tdak bisa paksakan sejarah masa lalu kembali pada masa sekarang.

Sekarang jamannya demokrasi, demokrasi sekarang begitu cepatnya ya kemajuan dan dinamika masyarakat. Kita bisa lihat pada jaman orla, pada jaman orla kan demokrasinya, demokrasi pancasila tidak ada pembatasan mengenai jabatan seumur hidup. Pada jaman orba itu demokrasi juga tetapi demokrasi yang diatur demokrasi pancasila, tidak ada juga pembatasan mengenai jabatan, seumur hidup pada jaman orba itu demokrasi juga, tetapi demokrasi yang diatur demokrasi pancasila. Tidak ada juga pembatasan mengenai jabatan, pada waktu reformasi sekarang jamannya juga demokrasi. Tapi begitu kencangnya semua di batasi, Presiden Cuma 2 kali padahal demokrasi, karena apa tuntutan rakyat nah ini demokrasinya di situ.

Untuk itu saya katakan yang terakhir kepada kita semua mari kita menjaga Republik kita ini, mari kita menjaga keutuhan ini, kita tidak mau menang sendiri, saya setuju seperti apa yang di katakan Prof. Thamrin. Ini ada peringatan Allah, peringatan oleh mata kita sendiri melihat kondisi-kondisi yang ada di dunia ini. Kalau jaman Fir’aun kita tidak pernah lihat, tapi jaman sekarang yang namanya Husni Mubarak, Khadafi apa semua itu, Itu kan jamannya. Tidak bisa dipertahankan karena dinamika masyarakat yang terlalu kencang.

Nah ini bukti dari pesan Allah jamannya. Tidak bisa dipertahankan karena dinamika masyarakat yang terlalu kencang.

Page 56: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

241

Nah ini bukti dari pesan Allah Lainsyakartum laajidanakum walain kafartum ina ‘azaabi

lasyadid, ornga yang tak mau syukur nikmat azab yang sangat pedih, tapi kalau yang mensyukuri nikmat Allah akan menambahkan nikmat itu. Apa itu mari kita terima kedudukan Indonesia ini satu republik satu kesultanan kita gabung dengan bagus kita ramu dengan bagus, kita kerjasama yang bagus, kita sepakati yang bagus, terimakasih Pak Ketua.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Wa’alaikum salam, Pak Ghafar ini dari Partai Demokrat, jadi baru kali ini Beliau sampaikan dengan ayat-ayat,

saya juga kaget, ini sudah ke PKS atau apa? He..he..he..he.. (seluruh peserta tertawa). Soalnya setahu saya beberapa PKS dan kita bicarakan terus ini, artinya bagus lah, saya kira tidak kalah bagusnya Bu Deti saya persilahkan jangan kalah Bu ayatnya di keluarkan. DENTY EKA WIDI PRATIWI, SE/KOMITE I DPD RI:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Yang saya hormati Pimpinan sidang, rekan-rekan komisi 2, dan rekan-rekan DPD-RI, Juga

yang saya hormati Prof.Thamrin, Prof.Joko Suryo. Pada kesempatan hari ini, tadi sebenarnya sudah banyak yang diutarakan secara

komperhensif juga terkait dengan implikasi terhadap dampak sosial Pak itu mungkin pada Prof.Thamrin. Dari penerapan peraturan perundang-undangan terkait desudah banyak yang diutarakan secara komperhensif juga terkait dengan implikasi terhadap dampak sosial Pak itu mungkin pada Prof.Thamrin. Dari penerapan peraturan perundang-undangan terkait dengan kedudukan daerah Istimewa Yogyakarta dalam sistim ketatanegaraan yang ada ddengan lebel keistimewaannya yang melekat pada Yogyakarta. Seperti apa implikasnya, dampak sosialnya dalam rangka mendudukan DIY ini sengan kedudukan daerah Istimewa Yogyakarta dalam sistim ketatanegaraan yang ada ddengan lebel keistimewaannya yang melekat pada Yogyakarta. Seperti apa implikasnya, dampak sosialnya dalam rangka mendudukan DIY ini sebagai daaerah istimewa.

Perlu juga kita melihat fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial terkait dengan daerah yang bersifat istimewa itu sendiri, dimana memang tidak terlepas dari aspek historis mengkaji ataupun menganalisis kedudukan daerah istimewa dengan berbagai rangkaian konstitusi yang sudah mendudukan daerah istimewa ini dari proses pembentukan hingga penerapannya di Republik ini.

Yang kedua untul Prof.Joko Suryo dalam rangka kita telah menyimak daripada isi piagam penetapan yang diberikan Presiden Soekarno kepada daerah Istimewa Yogyakarta pertanggal 19 Agustus yang menyebabkan pada kedudukan dan seterusnya dimana kedudukan itu di berikan kepada daerah Istimewa kedudukan dimana Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam itu menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, tentunya ini kedudukan sebagai raja itu sifatnya turun temurun. Lah mungkin demikian halnya ketika menjadi Gubernur.

Page 57: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

242

Dalam hal ini bagaimana mungkin ada logika-logika lain yang lebih meyakinkan lagi bahwasannya memang jumenengnya Sultan itu berdasar dari seorang, apa namanya? Seperti kader yang turun menuurun dari kesultanan dan ke paku alaman yang mempunyai sifat seperti itu. Jadi mungkin ada logika lain yang meyakinkan kita untuk bagiamana memang seyogyanya bahwasannya turun ttemurun. Bukan pada gubernurnya tapi pada Sultannya atau Paku Alamnya, tterimakasih.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa’alaikum salam, Yang berikutnya Pak Nanang Samodera. IR. NANANG SAMODRA, KA, M.Sc/F-DEMOKRAT:

Terimang berpikir terima kasih pimpinan, Saya langsung ga banyak basa-basi. Saya senang mendengar apa yang disampaikan oleh Pak joko Suryo tadi, saya sedang berpikir Pak bahwa di yogya masyarakatnya patuh-patuh dan punya strata, saya kebetulan lahir di Yogyakarta dan masa kecil saya di Yogya, sekolah saya di Emperan Purrol dan saya sangat paham dengan tradisi-tradisi yang ada disana.

Di sini saya melihat ada semacam paradoks seolah-olah disana antara yang kecil ke yang besar itu harus menyampaikan dengan bahasa kromo kromo indir tidak boleh berbicara yang tidak sopan dari pihak bawah ke yang atas kemudian satu saat saya tamat sekolah, S1 kemudian saya bekerja di tempatkan di Yogya 1 bulan bekerja saya tidak tahan karena hirarkinya begitu sulit, kita bertamu minum kopi nunggu dipersilahkan, dipersilahkanpun pakai basa-basi yang sangat sulit menurut nalar saya. Akhirnya saya putuskan wah saya tidak bisa hidup bekerja di yogya karena saya tidak sanggup. Namun di balik itu, kalau dilihat dari index pembangunan manusia, ternyyata Yogya paling tinggi.

Jadi benak saya sedang berperang, apakah cara-cara itu yang lebih baik atau cara-cara hidup dengan ketegangan tiap hari di Jakarta ini karena Yogya dan Jakarta IBMnya sama-sama tinggi. Kemudian pertanyaan yang ingin saya sampaikan kepada Pak Profesor sejarah Yogya yang belum di singgung adalah peran Nyi Roro Kidul, disini karena saya kecil di Yogya jadi cerita itu sangat melekat di saya dan seorang Raja Yogya harus menikahi Nyi Roro Kidul dengan upacara-upacara tertentu apakah sekarang masih ada atau tidak ada lagi.

Kemudian yang kedua seingat saya Sultan HB 9 Almarhum, itu tidak memiliki permaisuri apa makna yang terkandung kenapa dia tidak mempunyai permaisuri. Istri banyak pak, permaisuri yang g ada, apa nilai-nilai filosofi yang terkandung disitu, mungkin itu bisa dijadikan kajian dalam membuat satu naskah yang lebih baik dari apa yang kita harapkan nanti, terimakasih Pimpinan. KETUA RAPAT:

Terimakasih, Pak Nanang saya sudah menduga pertanyaannya sedikit tapi jawabannya seluas samudera, dan ada samudera selatan kan ada nyi Roro Kidul….(he..he..he), dari suka duka

Page 58: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

243

aja sudah benar. Kita lengkapi dugaan terakhir dari Pak Wayan Dirte, kira-kira luas lagi ga ya, saya persilahkan Pak wayan. I WAYAN SUDIRTA, SH/KOMITE I DPD RI:

Saya tertarik kepada 2 Pembicara ini, sangat menarik, karena pertama Pak Joko ahli sejarah, karena saya tidak teralu pintar jadi saya dulu senang sekali kepada sejarah matematika saya agak lemah, sekali akhirnya dapat jurusan pasti alam itu pas-pasan saja. Dan akhirnya tidak dapat sekolah kedoktoran yang saya cita-citakan karena otak ini ga nyambung. Tapi banyak ahli sejarah yang pintar-pintar yang jadi ahli sejarah bukan karena lemah seperti saya, salah satu yang saya lihat adalah Prof.Joko ini. Maka pertanyaan pertama yang ingin saya ajukan tentang piagam kedudukan yang di tanda tangani Soekarno kenapa itu baru di bawa ke Yogya 6 September, padahal piagam kedudukan ini bertanggal 19 Agustus. Jadi ketika tanggal 6 Maramis dan Saptono membawanya, ada tanda tanya kenapa itu di bawa setelah ada maklumat tanggal 5 September. Kenapa tidak tanggal 20 Agustus misalnya kalau bukan tanggal 19. Ada ga korelasi antara maklumat 5 September dengan kedudukan . kalau korelasi itu ada betul ga itu dianggap sejenis kontrak politik atau ijab kobul, kalau nanti ijab kobul bisa ga nanti di batalkan secara sepihak. Kalau menurut perjanjian modern kitab UU hukum perdata, perjanjian harus di batalkan atas kesepakatan kedua belah pihak.

Dan andaikata sekarang ada gejala-gejala ingin membatalkan kalau iitu ijab kobul, kira-kira dari aspek sejarah, 100, 200 tahun atau 50 tahun lagi kira-kira kita yang membatalkan itu dinilai macam apa oleh anak cucu kita kedepan, kira-kira pengadilan macam apa yang akan kita terima ketika penilaian-penilaian itu muncul kemudian. Yang kedua ini untuk Prof Joko, saya kurang paham dengan terminologi yang pasti ini sangat dikuasi oleh Prof. Joko atau teman-teman Muslim yang lain ini istilah sayyidin panatagama khalifatullah, predikat ini sudah ada sejak zaman di Penogoro, sekali lagi saya memang suka sejarah. Cuma kenapa amirul Mukminin yang melekat pada titel di Penogoro itu tidak muncul di Sultan IX dan dalam piagam pengukuhan ini.

Kalau Prof. masih ingat nama gelar di Penogoro jauh lebih panjang daripada ini. Kalau mengira-ngira tolong koreksi, gelar di Penogoro itu lengkapnya Sultan Abdul Hamid Cakra Amirul Mukminin Saidin Panatagama Khalifatullah tanah jawa. Apakah hakikatnya sama kalau amirul mukmininnya tidak tercantum disini. Lalu kira-kira kalau sekarang masyarakat Yogyakarta bisa sejahtera, umurnya lebih panjang dan lain-lain, investor suka di sana karena kestabilan politik. Bagian dari titel mana yang mencerminkan peran wibawa, keadilan, keseimbangan, ketenangan rakyat Yogyakarta, apakah itu tadi Sayyidin Panatagama Khalifatullah itu yang memang berisi sebuah ajaran yang luar biasa, nilai-nilai luhur yang dijadikan budaya orang Yogyakarta sampai sekaran. Itu untuk Prof. Joko. Sekarang Prof. Thamrin, saya tidak berani beda pendapat karena saya pengagumnya Prof. Thamrin jadi asal ada muncul di TV saya pasti matikan yang lain, saya suka pegang remote kalau

Page 59: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

244

nonton TV. Tapi sekarang tidak beda pendapat tapi saya hanya menyampaikan informasi saja. Yang saya sampaikan bukan dari saya ini dari narasumber-narasumber dan ahli-ahli kok.

Pertama informasinya dari Forum Konstitusi bahwa pasal 18b dibahas secara mendalam karena adanya empat daerah khusus dan istemewa antara lain Yogyakarta. Jadi kalau Yogyakarta memperoleh keistimewaan memang sudah ditampung kuat dalam pasal 18b. dikukuhkan lagi oleh MK, memang daerah khusus dan istimewa itu memperoleh tempat yang layak sebagai wujud kebhinekaan kita. Lalu yang ketiga, ternyata perundang-undangan kita antara lain No. 5/74 dan seterusnya sampai terkahir 32/2004 masih merujuk kembali kepada UU No. 5/1974, intinya tentang penyelenggara pemerintahan di Yogyakarta itu berasal dari Kesultanan Yogyakarta, tadi pun masih diingatkan tidak ada yang berani mengutak-atik itu semua dikembalikan pada UU ini.

Kalau disandingkan dengan hasil amandemen yang ada UU No. 5/74 bisa saja dianggap ketinggalan zaman, tidak demokratis apalagi kita lihat pasal 20 ayat 4 karena amandemen ini dilakukan tahun 2000, jauh sekali. Tapi ketika UU No. 32/2004, 4 tahun kemudian setelah amandemen masih merujuk kepada pasal UU No. 5/74. Artinya penetapan itu Sultan Yogyakarta masih cocok dengan alam demokrasi dan tidak bertentangan dengan demokrasi yang dimaksud oleh pasal 20 ayat 4 tentang pemilihan Gubernur dan Bupati. Jadi sampai disitu dulu Prof, jadi landasan yuridisnya sangat kuat. Lalu kalau masyarakat Yogyakarta termasuk di Kampus-kampus menginginkan adanya penetapan, DPD juga akan ada penetapan. Apakah aspirasi seperti ini bisa diwadahi enggak dalam demokrasi modern atau demokrasi menurut teori demokrasi apa yang bisa mewadahi aspirasi DPD, DPRD dan Rakyat Yogyakarta. Dan kalau penetapan dianggap kuno dan berbau kultur dan lokal, bukankah demokrasi itu menjadi kuat dan kaya kalau demokrasi yang dilengkapi dengan niali-nilai lokal dan disetiai oleh para pengusungnya. Prof mohon maaf karena ini informasi saja, Prof. seorang yang sangat demokratis, Prof berani bersikap keras ketika melawan Wiranto tapi demikian demokratis ketika melawan rakyat, saya dengar satu-satunya Profesor yang berani mengatakan saya enggak berani melawan rakyat. Jarang Profesor ngomong begitu. Sekarang rakyat Yogyakarta menginginkan begitu, gimana Prof? Terima kasih. KETUA RAPAT:

Ini kompromi jebakan kalau begini, hehehe. Baik Bapak/ibu yang saya hormati ada 7 penanya. DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si/F-GERINDA:

Pak Ketua, Pak Ketua dari sini belum, tambahan. KETUA RAPAT:

Oh boleh silahkan. DRS. H. HARUN AL RASYID, M.Si/F-GERINDA:

Terima Kasih Pak Ketua. Pak Profesor saya cuma satu ayat saja mau keluar.

Page 60: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

245

Bismillahirrohmanirrohim, pabiayialahirobbikuma tukadziban.

Nikmat apalagi yang kita pungkiri dari keadaan yang memang sudah berjalan. Kenapa kita harus bicara kode-kode….. kita kalau dengar pilkada dimana-mana kok ribut, Yogyakarta begitu stabil di bawah pimpinan yang ada kenapa enggak kita teruskan aja dulu, apakah dalah bentuk penetepan ataukah pengukuhan terserah. Jadi hakikatnya pada saat sekarang, apalagi digambarkan oleh Pak Nanang tadi IPM nomor 1 walaupun anggaran tidak dikhususkan lain dengan Aceh maupun Papua. Dari itu kita harus berfikir bahwa kita tidak perlu harus bicara jauh-jauh perbedaan tapi kita harus melihat suatu kenyataan bahwa selama 66 tahun kedudukan Sultan selaku Gubernur saya rasa itu barometer yang merupakan satu pemikiran kita bagaimana kelanjutannya.

Terima Kasih. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT

Wa’alaikum salam, Tambah 1 jadi 8, kalau 9 sama dengan Sultan yang dulu. 9 saya kira angka Pak SBY itu

paling suka, angka tertinggi itu bagus saya juga suka angka 9 tapi kurang 1 tidak apa-apa. Baik saya kira kedua Profesor sudah mencatat langsung bisa membagi diri untuk mengelompokkan karena tadi masing-masing sudah tertuju. Saya persilahkan mau Pak Joko dulu atau Pak Thamrin dulu? Biar demokratis. Saya kira kalau bisa berembuk antara pemerintah dengan Yogyakarta, DPR dengan Pemerintah juga selesai seperti ini, silahkan Pak Prof. Dr. THAMRIN A. TOMAGOLA:

Terima Kasih bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah menyanggah, mengenggugat dan mempertanyakan. Saya kira saya jawab sebagai isu tapi tidak sebagai orang-orang, saya jawab satu/satu. Isu yang paling pokok sebenarnya adalah karena pendapat saya adalah taruh rakyat di titik sentral, dari sana semua berawal bukan yang lain. Karena itu tadi saya mencoba untuk memakai semboyan demokrasi itu “suara rakyat suara Tuhan” kemudian suara sultan adalah suara rakyat atau suara rakyat yang suara Sultan, sebenarnya dalam rumusan seperti itu saya membuat hal-hal itu menjadi problematik. Artinya ini belum tentu jawabnya yang pasti.

Sebenarnya dalam suara rakyat suara tuhan adalah keinginan demokrasi untuk menyatakan bahwa yang membuat final say adalah rakyat, seperti Tuhan membuat final Say, pada akhirnya Tuhan menentukan, pada akhirnya rakyat menentukan. Tapi kalau data suara rakyat suara Sultan saya kira kenapa kita tidak jujur saja mengatakan jangan menduga-duga suara seseorang, kalau mau tahu suara rakyat tanya rakyat, kalau mau tahu suara Sultah ya tanya Sultan.tapi tidak bisa bahwa misalnya salah satu pihak itu mengatas namakan yang lain. Itu sekaligus menjawab Pak Wayan Tirta yang tentang prinsip saya berani melawan Jendral tapi tidak berani melawan rakyat. Itu sebenarnya bahwa kalau memang betul kalau rakyat Yogyakarta menghendaki itu ayo kita lihat satu/satu, kasih suaranya. Paling bagus bikin referendum, di situ kita tahu persis betul-betul kita tanya pada rakyat.

Page 61: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

246

Tapi yang sekarang kita dengar ini cuma klaim-klaim dari berbagai macam pihak, bahwa rakyat bilang begini, bahwa masyarakat bilang begini. Saya bilang kenapa kembali ke demokrasi, suara rakyat. Jadi hold, tiap rakyat itu mengatakan saya mau Sultan ditetapkan, saya mau Sultan diangkat. Saya kira itu one answer for all selesai itu. Oleh karena itu dari awal saya tekankan kembalikan hak istimewa rakyat, itu yang menentukan bukan yang lian. Sehingga pemerintah pusat juga harus dengar suara rakyat kalau memang lewat vouting itu begitu. Dari pada mengklaim-mengklaim lebih baik kita kalau orang Jawa bilang kita telanin aja, tanya rakyat baru ketahuan. Dari situ pada saat rakyat menentukan dia menjadi suara Tuhan, pada saat memutuskan dia menjadi suara Sultan, seperti ibu yang baju merah tadi tekankan itu mengatakan bahwa Sultan dia tidak mau lagi massa yang ke dua, itu sebenarnya sudah ada signal bahwa dia berulang kali juga Sultan mengatakan saya mengikuti saja apa kata rakyat. Saya kira itu sikap demokrat yang bagus sekali, dia mengikuti saja apa kata rakyat ya sudah rakyat yang ditanya. Kemudian Sultan hamengkubuwono IX tidak mempunyai permaisuri, itu juga signal yang jelas sekali dia ingin mengakhiri sistem kesultanan feodalisme itu dengan dia saja selesai. Tapi saya kira ada lapisan-lapisan dalam birokrasi di sana yang barangkali tidak terlalu setuju dengan hal-hal yang seperti itu, birokrasi enggak bisa akan terancam kehilangan tanah yang selama ini dikuasai atau apa saja saya tidak tahu persis, saya hanya menduga-duga saja. Barangkali ada pasted interest dibalik ini semua karena Sultan juga mengatakan apa kata rakyat ya itu kata saya, berarti suara rakyat suara Sultan tapi sebaliknya belum tentu, lebih baik tanya kepada masing-masing.

Kemudian tentang pemisahan otoritas, Pak Paulus. Pemisahan otoritas itu juga saya membuat problematik, artinya ayu kita diskusikan, ini masih menjadi masalah. Saya kira pemisahan otoritas bisa secara vertikal yaitu dengan mengacu kepada tradisi Yogyakarta sendiri. High politics itu diserahkan kepada Sultan dan Paku Alam, sedangkan daily politic itu pada Gubernur, ini yang saya maksud jadi dia hanya berbicara pada high politik. Tetapi bisa juga secara horizontal, artinya bidang-bidang, ada ekonomi, politik, sosial, budaya. Yang sosial-budaya diserahkan kepada Sultan dan pakualam sedangkan yang ekonomi dan politik pada Gubernur. Tapi yang repot dengan yang horizontal itu kalau dipisah dua bidang itu adalah kadang-kadang keputusan ekonomi punya dampak pada yang sosial-budaya. Kadang-kadang keputusan yang sosial juga mempunyai dampak pada ekonomi karena itu berhubungan dengan SDM dalam sistem pendidikan itu, sehingga itu sukar untuk dipisahkan. Yang paling aman saya kira barangkali kalau dilihat secara vertikal, high politic serahkan pada Sultan dan Paku Alam, daily politic diserahkan kepada Gubernur yang memerintah. Kalau masuk kepada nama saya dari awal juga waktu Pak Fauji Gamawan Menteri Dalam Negeri melemparkan istilah Gubernur Utama itu saya pikir ini aneh namanya Gubernur Utama, karena kalau Gubernur Utama secara logika ada Gubernur yang tidak utama. Dan barangkali kuat juga dugaan Pak Sultan bahwa ini sebenarnya jebakan. Ini yang disebut dengan jatuh ke atas, jatuh itu biasanya ke bawah. Tapi bisa juga orang diangkat ke atas tapi jatuh sebenarnya. Artinya tidak mempunyai kekuasaan real di dalam itu. Sehingga barangkali saya juga sama berfikir dengan Pak

Page 62: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

247

Jhon Peres kenapa kita tidak ikut aja istilah yang sudah ada di DKI, Kepala Daerah Khusus Ibu Kota. Kemudian untuk Yogyakarta Kepala Daerah Istimewa, enggak usah bikin istilah yang seperti ini Gubernur Utama, Wakil Gubernur Utama karena saya kira itu dalam tradisi kepemerintahan juga rada terdengar aneh, dan seperti dicari-cari, di orang jawa bilang di kato-katoi supaya nyambung atau kadang-kadang sebagai hadiah pemanis, saya kira tidak bagus juga lebih baik memang dikasih saja sebagai Kepala Daerah Istimewa.

Kemudian ke Ibu yang menanyakan tentang dampak. Saya langsung ke dampak karena itu Kepala Daerah Istimewa, Kepala Daerah khusus dan sebagainya saya kira prinsip kebhinekaan itu kalau diterapkan dengan memperlakukan tiap daerah sesuai dengan sejarah uniknya dan fungsi uniknya seperti Jakarta itu Ibu Kota, jadi ada fungsi unik. Saya kira prinsip ke bhinekaan itu bagus. Kemudian tidak perlu sama untuk setiap kesultanan itu harus dapat daerah istimewa, saya kira tidak. Sehingga agak aneh kalau tiba-tiba Surakarta minta daerah istimewa, Gorontalo minta daerah istimewa nanti daerah saya daerah Kesultanan Ternate itu lebih dulu dari Gorontalo, Gorontalo itu jajahan kita dulu sebenarnya. Gorontalao itu Banggai-Buton jajahan Ternate semua.

Jadi kalau seperti itu semua orang menuntut daerah istimewa ya repot dong. Saya kira istimewa itu paling bagus kalau dikaitkan dengan Yogyakarta saya akui kontribusinya Istimewa karena sebuah kerajaan yang sebenarnya begitu tua dan begitu berpengaruh di nusantara tiba-tiba mengakui suatu negara yang baru lahir dan menyatakan bagian dari itu, itu hebat sekali. Jadi itu satu keputusan yang sangat decides, yang sangat menetukan nasib republik. Kalau Sultan Hamengkubuwono tidak membuat keputusan yang begitu strategis dan decides mungkin sejarah lain, mungkin jalannya sejarah lain. Jadi kontribusi unik itu harus dihormati. Ada juga kesultanan yang lain, kesultanan Goa dan sebagainya tapi dalam hubungannya republik, betul juga bahwa ada 4 sultan itu berdir dan harus dihormati malah Bung Karno mengatakan bahwa dan ini juga sering diulang oleh Jhon Peres bahwa Indonesia merdeka dengan 10 provinsi dan Maluku dan Aceh adalah 2 dari 10 provinsi itu.karena itu Bung Karno selalu berpesan pada Ibu Megawati jaga kedua itu jangan sampai lepas sehingga waktu komplik-komplik itu Ibu Megawati berusaha maksimal karena diingat pesan itu.

Sehingga kalau semua orang menuju ke situ dan menuntut karena sudah punya peran sejarah lalu harus mempunyai hak sejarah, ini logika yang pakai oleh miiliter. Bahwa Militer dulu punya peran dalam sejarah kemerdekaan oleh karena itu dwi fungsi adalah hak sejarah. Kalau ini dipakai lagi berabe lagi ini. Jadi saya pikir barangkali hati-hati dengan itu. Tapi saya kira Yogyakarta, kalau orang Inggris bilang decides. Ya Yogyakarta memang punya sumbangan yang unik dan istimewa dan itu harus diakui dan dihormati. Dan dalam naskah akademik itu dikatakan sangat jelas diakui dan dihormati, kontribusi unik itu.

Tapi dalam alam demokrasi saya kira perlahan-lahan giginya itu kita harus perlahan-lahan untuk ke masa depan. Bahwa lahirnya yang menentukan nasib negeri ini adalah rakyat. Dan rakyat itu berarti satu persatu dengan … walaupun barangkali ada money politik, ada pengaruh kerajaan itu soal lain. Tapi rakyat diberikan kesempatan masuk bilik dan dia menentukan pilihan, saya kira itu perlu

Page 63: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

248

dilakukan seperti itu. Kemudian saya kira usul dari Jhon Peres itu menarik itu, bagus itu yang kompromi lebih maksimal lagi. Bagaimana kalau Sultan dan Paku Alam diberi saja hak veto saya kira itu masuk akal itu. Kalau ada satu keputusan ekonomi, politik yang membahayakan masyarakat jawa saya kira kedua orang itu bisa diberikan hak veto, “Saya tidak setuju, saya melarang” kalau itu diberikan itu suatu kompromi yang lebih maksimal lagi bahwa Yogyakarta diperlakukan sangat istimewa. Tentang seumur hidup saya kira tidak bisa sesuatu itu seumur hidup karena kita saja umum 70 sudah pikun, umur 84 itu tingkahnya sama dengan anak umur 4 tahun. Anak umur 4 tahun dikatakan berprestasi kalau dia tidak ngompol. Orang tua berumur 84 tahun dikatakan berprestasi kalau dia juga tidak ngompol jadi itukan sama seperti itu. Jadi saya kira barangkali seumur hidup itu dalam jabatan apapun saya kira tidak pantas dan tidak sesuai dengan kemampuan biologis yang terus menurun. Saya kira saya sudah jawab itu. Dan Pak Kalau Bapak dari Partai Demokrat saya kira banyak setuju dengan saya dan juga itu mengutif ayat-ayat itu bukan karena Demokrat atau Partai PKS karena dia orang Bugis, orang bUgis itu hapal diluar kepala itu. Saya kira itu saja jawab saya. Terima kasih KETUA RAPAT:

Terima kasih Prof. Thamrin. Silahkan Pak Joko Prof. Dr. DJOKO SURYO:

Terima Kasih Bapak Pimpinan, sudah disampaikan tadi oleh Pak Thamrin tentang keistimewaan yang perlu dipertahankan dan kita sepakat. Saya menanggapi pertanyaan dari Ibu tentang Gubernur waktu dulu ada orasi tidak mau dipilih lalu tahta untuk rakyat. Sebetulnya tahta untuk rakyat itu dimaksudkan oleh Sultan ke-9 makna yang diinginkan yaitu bahwa Kesultanan, tahta atau kerajaan itu berbakti untuk rakyat, seperti yang dilakukan oleh Sultan dalam massa republik bergabung baru kemnudian dia berjuang bersama dengan rakyat mempertahankan republik, sehingga tahtanya itu tidak tahta untuk dirinya tetapi untuk masyarakat dan bangsa, itu sebetulnya kerakyatan, oleh karena itu dalam tindakan-tindakan politiknya dia mulai sampai melakukan dari tahun 1949 sudah membentuk DPR, DPR aja ada dari Kabupaten sampai ke Desa itu, jadi menapikan.

Apa yang dilakukan oleh Sultan ke-9 itu melaksanakan sebetulnya demokratisasi, jadi rajanya itu raja untuk rakyat. Bukan dalam kaitan tidak punya wasiat karena memang dia tidak memiliki permaisuri, dan dia memang Garwonya ada 4 tapi itu sama. Sehingga sebetulnya pemilihan yang ke-10 itu juga demokratis, tidak ditentukan oleh Garwo yang bakti yang pertama permasisuri tapi dari anak-anak dari semua istrinya itu, hanya lalu apa keputusannya? Yang tertua. Itu tertua dari seluruh anak dari putra-putranya itu, itukan Garwo yang kedua, tetapi ini yang tertua umurnya bahkan itu dengan pangeran siapa itu selisih berapa bulan begitu aja. Jadi sebetulnya itu proses demokratisasi, dalam internal kraton sendiri sudah dilaksanakan tidak memang dengan tidak Garwot publik supaya itu demokratis. Sebetulnya pada orasi tidak mau dipilih rupanya suatu bagian itu sebetulnya karena ada tanda kekesalan karena pemerintah mengulur-ulur tidak menyelesaikan-menyelesaikan usulan ini

Page 64: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

249

jadi ditunda-tunda sehingga tidak menentu. Artinya tidak ada prospek itu selesai dimana siapa saja diperpanjang, tapi gimana peraturan perundangannya ini kok tidak disampaikan. Itu sebenarnya saya menangkap dia agak kesal. Lalu tadi saya tidak mau dipilih karena pengertian kalau pilihan dan lain sebagainya itukan perpecahan lalau terserah kepada rakyat. Jadi itu anu bu, yang bisa dijelaskan. Lalu pada Pak Paulus tadi sudah dijelaskan.

Ini yang pada Pak Jhon, mengenai raja syarat raja harus berani berperang, ini dalam pengertian dia pemimpin artinya dia itu untuk yang dulukan artinya sekaligus sebagai Satria, knight dan ibarat itu mempunyai watak pribadi sebagai kesatria bahkan yang maksud dalam gelarnya seno

engalogo itu sebetulnya direpresentasikan sebagai sikap kesatria, artinya tanggung jawab, berani bertindak tegas, dan menciptakan serta mempertahankan keharmonisan kehidupan, dalam mempertahankan dan menyelesaikan kehidupan, keamanan dan perdamaian negara. Jadi kesatrianya itu fungsi seorang raja, kedamaian, keharmonisan jadi tidak ada timbul instabilitas. Jadi oleh karena itu mungkin manifestasi anggung jawabnya supaya Yogyakarta kerajaan wilayahnya itu aman, tentram dan mungkin satu bagian itu karena idiologinya itu tentram, damai. Satu bagian mungkin itu yang menyebabkan rakyat Yogyakarta tentram. Walaupun dulu ada huru-hara dan sebagainya di Yogyakarta tidak terjadi karena kalau tidak salah Sultan lalu berkeliling jadi tidak boleh, jangan melakukan kekisruhan dan sebagainya orang tidak berani. Artinya pengaruhnya itu betul-betul dianut, jadi orang yang mau melakukan kerusuhan tidak berani, jadi ada wibawa.

Selanjutnya dari Pak Gafar, maksud saya sebetulnya bukan, betul sesudah itu, sesudah dari Yogyakarta banyak yang menyampaikan bergabung dan artinya dibelakang republik termasuk versi raja-raja di Sulawesi ya betul, itu malah mereka itu puas pada musyawarah. Maksud saya itu saya sebtut lebih dini, artinya dari 17 Agustus lalu tanggal 18 Agustus itu maksudnya dia cepat-cepat tadi karena dia decides dia sudah tahu, kayak Sultan karena dia terpelajar dan baru pulang dari negeri Belanda dan sebagainya, tahu mengikuti radio dan sebagainya dia sudah tahu bahwa nanti Jepang akan kalah dan dia harus menyiapkan apa yang akan terjadi, jadi dia sudah membaca, mengikuti peristiwa gelobal sebetulnya, mengapa sultan cepat-cepat melakukan itu dan dia juga melakukan komunikasi dengan anggota KNIP yang dipusat karena juga anggota keluarganya ada yang menjadi anggota pusat, jadi tahu apa yang sebetulnya di rapatkan di situ, apa yang telah disiapkan.

Jadi itu proses komunikasi, itu sepertinya yang saya maksud, bukan berarti hanya di Yogyakarta, sultan-sultan lain itu jelas, jadi setuju pak yah. Jadi itu maksud kami satu fenomena. Dan berikutnya memang itu satu setuju bahwa kita sabar wal ashri tadi itu pak, saya kira betul dan ini semua setujua Pak Gafar bahwa kita mempunyai visi sama dan tekad yang sama menjaga republik itu saya kira hakikat kita disini, makna dari diskusi ini. Jadi betul saya kira apa yang disampaikan bapak itu. Kemudian dampak sosial tadi sudah dijelaskan. Mengenai turun-temurun dan sebagainya tadi sudah disebutkan, sebetulnya Sultan juga tidak berarti ingin terus-menerus sampai tua, mungkin justru di situ perlu ada bisa kompromi tadi, umur bisa ditentukan tidak sampai tua sekali, jadi mungkin itu

Page 65: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

250

bisa diatur dan juga ada ketentuan-ketentuan. Dan kalau sudah terlalu tua juga tidak fungsional, dan sultan sendirin sudah mengatakan bahwa tidak harus sampai tua sekali, jadi mungkin itu juga merupakan salah satu tanda bahwa tidak berarti umurnya sampai lanjut sekali, dan jelasa itu efektifitas dan produktifitas kerja itu satu bagian.

Berikutnya juga dari Pak Nanang tentang kromo inggil, kromo ya itu semua sebetulnya itu sebuah bagian dari budaya yang menyusun sebuah konsep relasi sosial budaya pada tataran dengan menggunakan bahasa, itu sebetulnya etik, etos. Etika, estetika dilakukan dan itu hanya sebagai bagian dari relasi sosial kultural, komunitas budaya. Jadi di situ membuat hubungan-hubungan. Memang justru itu uniknya Indonesia setelah merdeka tidak memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, kalau itu dipakai ya repot, yang dipilih bahasa Indonesia ya bahasa….bukan bahasa jawa tapi orang jawa tidak sakit hati, toh Jawa menerima baik walaupun jumlahnya banyak tapi orang Jawa bahasanya tidak dipakai sebagai bahasa nasional itu rela sekali, karena kalau dipakai itu repot. Itu satu bagian yang itu sikap demoktratis yang cukup bagus.

Dan di Yogyakarta juga orang justru terbuka terhadap komunikasi dalam segala etnis dan sebagainya membuat Yogyakarta sebetulnya menjadi tempat yang strategis sebagai mailting port dari seluruh anak bangsa yang belajar dan untuk kemudian menjadi orang Indonesia. Dan yang ada rakyat Yogyakarta juga sama, dia menerima dan dia juga belajar dengan relasi sosial yang multi dan pluralitas tadi yang disampaikan Indonesia Mini. Jadi itu juga saya kira historisitas dan keistimewaan juga dan itu sebetulnya orang Yogyakartas seperti yang saya katakan ada pib dan kenyal tadi, dia mudah menyesuaikan, mudah artinya menerima dan belajar. Lebih-lebih bapak-bapak ibu sekalian pada waktu terjadi pergolakan PRRI dan itukan banyak anak-anak yang sekolah di Yogyakarta terputus terimanya itu oleh Sultan justru dibantu. Ini suatu contoh bagimana sikap sebagai bertanggung jawab tadi. Itu terbukti mahasiswa dan pelajar itu menjadikan mempunyai kepribadian ke-Indonesiaan oleh karena itu dia kalau udah selesai pulang ke daerahnya lalu membangun dan menjadi pimpinan yang bisa mengayomi, mengoyomi itu artinya melindungi dan membangun solidaritas yang cukup efektif dalam pembangunan daerah.

Kemudian tentang tadi pertanyaan bagaimana peran Loro Kidul, wah itu menarik tadi. Itu Loro Kidul di dalam sejarah Jawa dan termasuk sejarah di Yogyakarta itu sebuah fenomena mitos mengenai adanya Ratu yang menguasai lautan yang berhubungan dengan raja-raja. Itu sebetulnya pandangan mitologi, tapi itu pandangan dunia yang simbolis yang menjelaskan sesungguhnya bukan dalam pengertian yang mistis dalam arti magis tapi sebetulnya simbol bahwa raja harus berhubungan, bekerjasama dengan seluruh lapisan kelompok sosial dari yang visual sampai yang tidak bisa dilihat, tidak bisa dilihat artinya under word di bawah permukaan termasuk orang-orang yang mungkin bangsa pencoleng, under word ya bukan orang yang kita sosiality.

Tapi itu harus juga dirangkul harus juga dikomunikasikan akan kekuatan-kekuatan sosial yang tidak artinya institusional, jadi itu sebenarnya mitos tentang kelompok-kelompok sosial, itu banyak lambang-lambang dan disimbolisasi juga raja juga diberorientasi tidak hanya agraris tapi juga maritim

Page 66: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

251

sebetulnya. Kalau ini di Yogyakarta Selatan ya maritimnya ke laut di situ dia harus berhubungan. Ini sebetulnya sebuah idiologi negara raja yang harus memiliki wawasan ekologis dan ekonomi yang lues secara ekologinya. Yaitu ada ekologi pedalaman, pesisir dan lautan itu sebetulnya satu bagian. Hanya di dalam pandangan masyarakat tradisional itu digambarkan seperti tadi makhluk yang kritis. Jadi mungkin itu dan itu satu bagian dari mitos dan mungkin sampai sekarang orang masih percaya. Tapi balik lagi itu sebagai mitos. Kemudian satu bagian penting dari beliau Pak Wayan betul. Sebetulnya piagam kedudukan 6 Desember baru diberikan apa itu ada kaitan? Memang itu faktanya. Kemudian sebetulnya bagaimana yang terjadi karena yang datang ke Yogyakarta ini memakan waktu, dan apakah itu memang ada kaitan Sultan setelah itu ditunggui menyampaikan semacam pernyataan untuk yang kemudian ditafsir sebagai ijab kobul itu. Jadi jelas-jelas ini dia memang bergabung betul dengan republik yang artinya bisa dipercaya, dan itu bisa terjadi semacam itu, karena yang dikirim ke Yogyakarta ketimbang suratnya diberikan justru setelah tanggal 5, betul memang satu bagian yang penting.

Mengenai perjanjian ijab kobul bisa dibatalkan atau tidak ini persoalan hukum dan persoalan negara, itu bisa dikaji. Tentang bagaimana kita disalahkan atau tidak ya itu masalah kewajiban moral, ada moral obligationnya, kita bertanggung jawab kepada masyarakat bangsa dimassa depan. Mungkin itu justru perlu menjadi renungan kita jangan sampai kita artinya memutuskan sesuatu yang mungkin tidak arif. Mungkin ini bagian dari bapak/ibu yang mulia, jadi memiliki kewenangan yang perlu dilakukan secara tepat dan secara arif supaya tadi tidak disalahkan. Menurut interpretasi saya semacam itu Bapak Wayan. Jadi itu sangat penting. Adapun gelar antara dipenogoro dengan Sultan ada perbedaan amirul mukminin? Memang di Penogor gelarnya panjang tapi memang dari depan amirul mukminin herucokro.

Ini gelar dia memploklamirkan dirinya sebagai herucokro itu sebuah tokoh ratu adil yang seolah akan datang membawa keselamatan, kesejahteraan sebagai misiah pandangan misianisme jadi dia memang memproklamasikan diri sebagai misiah, akan menyelamatkan masyarakat seluruh Jawa atau seluruh Indonesia, menentang pada pemerintah kolonial karena pada waktu itu berangkat dari sebetulnya banyak kemiskinan dan banyak tindakan yang eksploitation dari pemerintah atau kolonial yang merugikan rakyat. Dan karenanya di Penogoro berangkat dari keprihatinan kondisi sosial, ekonomi yang sangat memprihatinkan karena itu dia ingin menjadi seolah-olah raja yang membwa kesejahteraan, keadilan. Itukan ratu adil kan gitu, misianisme. Sementara Sultan Saidin panoto koko tadi sudah saya sampaikan yang artinya dia menempatkan diri senbagai orang muslim bersama-sama sebagai abdi tuhan bersama-sama bersaudara dan sebagai khalifatullah yang memimpin masyarakatnya untuk berjalan ke jalan Allah, artinya mengabdi kepada Tuhan demi kebaikan dan demi mencapai tujuan hidup yang sejahtera. Kira-kira itu yang termuat dalam simbolisasi itu. Dan saya kira tadi khalifatullah juga ingin menjadikan hubungan penciptaan antara raja dan kabilahnya itu dalam konsep jawa manunggaling kaula gusti dan dalam konsep Islam itu konsep hubungan hablumminallah dan hablumminannas.

Page 67: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

252

Jadi ini hubungan pada Tuhan dan hubungan secara horizontal. Nah ini kalau di Bali menyebutkan konsep trihitekareuneh, itu ada pahiyangan, pawongan dan pelemahan, semacam itu konsep itu. Saya kira apa yang disampaikan bapak yang terakhir saya mengamini dan saya sependapat memang itu suatu bagian yang perlu kita tekankan tentang Yogyakarta yang sudah 62 tahun bisa menjadi pertimbangan kita memutuskan rumusan UU ini. Itu yang dapat saya sampaikan ada kekurangannya saya mohon maaf. Terima Kasih Bapak Pimpinan KETUA RAPAT:

Terima kasih Prof. Joko, Bapak/ibu yang saya hormati. Sudah berjalan beberapa hari kita mendapatkan masukan tentu kita semakin mengkrucut tadi bahasanya sudah terjadi konvergensi, ini saya meminjam istilahnya beliau, saya enggak nyampe sebenarnya itu. Tapi toh sampean tadi mengingatkan bertanya kepada rakyat itu sesuatu yang menarik, apakah formatnya itu yang lagi menarik Prof, folling, survey atau referendum. Tapi kalau referendum ini saya pernah iseng, saya datang ke Yogyakarta, referendum itu kalau di grassroote itu menarik artinya referendum itu pilihannya merdeka, karena memang mungkin ada preseden saudara kita. Jadi pengertian referendum itu loh kok jauh sekali. Referendum itu penentuan sikap pilihan saja. Jadi ternyata sosialisasi perlu lebih banyak. Tapi apapun sebenarnya bisa dilakukan.

Bapak/ibu anggota Komisi II dan teman-teman dari DPD, saya kira pertanyaan ke rakyat ini musti kita realisasikan meskipun tidak dalam bentuk referendum tapi kita datang ke Yogyakarta. Rencananyakan tanggal 10 kita ke sana. Saya membayangkan kalau kita bisa bagi sempurna lima Tim maka lima kabupaten-kota itu bisa kita datangi, kalau tidak mungkin 4, saya kita kota dengan Sleman bisa kita gabung. Tapi spirit kita dari masukan dua pakar ini, bertanya pada rakyat itu biar kita tidak datang pada katakan DPRD, kalau DPRD kita sudah tahu sikapnya, Pemda saya kira tahu.

Mungkin riset kecil kita, bisa kita tanya apakah kira-kira selama pemerintahan ini berjalan di Yogyakarta dengan model ini kita bisa tanyalah, intervensi terbanyak terbanyak dari seorang Sultan yang juga Gubernur itu apa saja sih dalam pengambilan keputusan? Katakan legislasi, katakan budgeting, mungkin juga dalam tingkat eksekusi, ini menarik. Artinya kalau tingkat intervensi terlalu banyak saya kira kita mesti berpikir apakah ya akan penetapan, kira-kira begitu. Tapi kalau intervensinya tidak banyak dan tadi IPM disebutkan lebih baik bisa juga kita pertimbangkan. Cuma dengan usia yang tadi secara biologis tinggi seperti Prof. Joko dan Thamrin tadi sampaikan, mungkin kita perlu mendalami. Ya kalaulah kemudian berapa sih usia layak orang masih seger memimpin? Katakanlah 70 tahun mungkin toleransinya. Bagaimana cara kita mengatur agar 70 tahun berhenti. Apakah itu juga pernah ada aturan-aturan yang Prof. Joko yang kita maksud sebagai sebuah peraturan yang selam ini ada seperti apa? Kalau kemudian kita bisa menemukan model lain of section yang ada dikraton mungkin kita bisa adopsi di sini.

Tapi kalau tidak dan semua konvensi atau rapat internal seperti Sultan kemarin mengatakann itu urusan kami, oh itu jangan. Menurut saya itu harus dituangkan karena biar ada kepastian. Saya sih berpikirnya mungkin berapa sih tingkat ke atas yang boleh? Berapa keturunan ke atas, berapa derajat

Page 68: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

253

kira-kira. Berapa tingkat ke bawah, berapa tingkat ke samping, berapa tingkat ke kiri-kanan. Maka kalau kemudian aturan itu jelas saya kira kita akan mendapatkan gambaran itu. Sehingga soal penetapan kemudian soal pemilihan itu bisa kita simulasikan dalam ruang itu dalam kondisi kita paling objektif. Maka kita harapkan kalau minggu depan kita berkunjung bersama antara teman-teman Komisi II dengan DPD kita belanja sebanyak-banyaknya dengan rakyat.

Saya berharap betul bisa bertemu dengan orang yang pro dan kontra tanpa Bom Molotop. Karena saya kemarin datang ke Yogyakarta sehari setelah molotop itu. Jadi ada kelompok-kelompok yang tidak setuju tapi artiya juga yang tidak setuju mesti kita dengar. Karena di Kulon Progo itu ada penambang pasir besi yang tidak setuju, setelah saya cari-cari benar atau tidak, mudah-mudahan besok yang di Kulon Progo bisa mengerti. Soalnya katanya itu tanahnya Paku Alam begitu. Apakah ini bagian dari model perlawanan ketidak setujuannya atau soal yang lain. Jangan sampai hal kecil ini nanti terpolitisasi dengan dahsat kemudian kemudian menimbulkan konflik baru, kan tidak baik juga saya kira. Kita ditantang bapak/ibu, tapi masukan dua pakar ini menarik karena satu kacamata sosiologis dengan kacamata historis yang bisa kita coba padukan untuk merumuskan. Prof. Dr. JOHN PIERES, SH.,MS/KOMITE I DPD RI :

Pak Ketua sedikit inrupsi KETUA RAPAT:

Ya silahkan, terakhir yah. Prof. Dr. JOHN PIERES, SH.,MS/KOMITE I DPD RI :

Ya. Kalau dapat kedua pakar ini sama-sama dengan kita ke Yogyakarta boleh tidak? Satu sosiolog satu historian tanpa mengecilkan arti kehadiran pakar-pakar yang lain. Nah ahli sejarah itu penting bagi kita, sosiolog itu penting bagi kita karena kita harus menanyakan pendapat rakyat itu. Dipertimbangkan Pak Ketua. Terima Kasih. KETUA RAPAT:

Tentu kami mempertimbangkan itu. Kalau Pak Joko bisa dicegat di Yogyakarta, kalau Pak Thamrin betul nanti kita bisa coba bicarakan, apakah kemudian bisa. Minimal mungkin teman-teman juga bisa meminta bantuan kepada sekian pakar yang ada, gampang aja, sederhana aja. Bisa minta apa sih kira-kira yang ditanyakan kepada rakyat, jadi semacam quesioner, sehingga bisa membantu kita dalam kerangka ini. Bapak/ibu yang saya hormati kita sudah melebih waktu saya minta maaf sudah 20 menit lebihnya, kita harus akhiri artinya ini sebuah keseriusan dari teman-teman saya mengapresiasi meskipun sedikit ini luar biasa masukan dari teman-teman. Masih ada? ANGGOTA KOMITE I DPD RI:

Sedikit saja, Pimpinan yang terhormat dan Forum yang saya hormati. Mudah-mudahan dalam benak pimpina yang dimaksud dengan ke Yogyakarta bertemu dengan rakyat itu sudah juga diagendakan bertemu perangkat keraton untuk kita mendengarkan mekanisme internal mereka dalam penetapan Jumeneng dan juga mungkin pemberhentian Jumeneng tentu saja dengan harapan tanpa mengikut sertakan Sultan untuk menghindari bias. Terima Kasih

Page 69: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-014201-2940.p… · Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat

254

KETUA RAPAT: Terima Kasih, ini masukan bagus maka itu yang tadi kerangka rumusannya itu nanti kita

bicarakan bersama agar tanggal 10 itu datang kita efektif. Kita kurang lebih punya waktu 3 hari nanti di sana. Terima kasih kepada Prof.Thamrin Tamagola dan Prof. Joko Suryo atas masukan yang sangat berarti buat kami untuk pembahasan dan teman-teman anggota Komisi II dan DPD RI maka dengan ini kita tutup RDPU sore kali ini dengan mengucap

Alhamdulillahirrobbilalamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuhu.

(RAPAT DI TUTUP PUKUL 17.00 WIB) Jakarta, 2 Maret 2011

a.n. Ketua Rapat Sekretaris

Ttd. ARINI WIJAYANTI, SH.,MH.

19710518 199803 2 010