41

Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

  • Upload
    infid

  • View
    356

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

Citation preview

Page 1: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia
Page 2: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 1 ‐  

AFTAR ISI Daftar singkatan dan penjelasan 02 PENDAHULUAN 03 Utang tidak sah 04 Utang diktator 05 Tanggung Jawab Pinjaman 05 Mekanisme Industri Norwegia-dan kebijakan pembangunan menciptakan utang tidak sah

06

Badan Kredit Ekspor 06 Kredit Campuran 07 Kebijakan Norwegia mengenai utang 08 Proposal bagi kerangka kerja yang komprehensif 09 Kampanye Ekspor Kapal 10 INDONESIA 13 Korupsi di Indonesia 14 Asia-Plan: Investasi yang dipicu oleh rejim diktator 15 Posisi utang Indonesia pada Norwegia 16 KASUS 18 Pembangkit Listrik Tenaga Ombak di Jawa 18 Teknologi yang terbukti tidak sesuai 18 Mengapa harus Indonesia? 19 Jalan panjang yang berliku 21 Kegagalan – problem teknologi dan krisis keuangan yang mendadak 22 Perjuangan untuk mendapatkan solusi 24 Penanganan yang cepat 26 Apa yang telah diperoleh Indonesia? 27 Pendanaan yang tidak bertanggungjawab? 27 Pelanggaran kontrak? 28 Seawatch 30 Harapan yang terlalu tinggi 30 Apa yang terjadi? 31 Pendanaan yang tidak bertanggungjawab? 34 KESIMPULAN 36 Referensi 38 Daftar individu dan lembaga yang ditemui: Penulis: Tim Peneliti: Magnus Flacké dan Khoirun Nikmah (INFID) Diterbitkan oleh: SLUG; The Norwegian Coalition for Debt Cancellation, www.slettgjelda.no, dan INFID; International NGO Forum on Indonesian Development, www.infid.org Layout: Christer M. Bendixen Print: Utdanningsforbundet 2009 Laporan ini didanai oleh the Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad)

Page 3: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 2 ‐  

SINGKATAN DAN PENJELASAN BAPPENAS – Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional BMKG – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BPPT – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi COP15 – Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim, Kopenhagen Desember 2009 ECA – Export Credit Agency (Badan Kredit Ekspor) HIPC – Heavily Indebted Poor Countries (Negara-Negara Miskin Pengutang Terbesar) – Inisiatif pengurangan utang dari Bank Dunia dan IMF, memberikan pengurangan utang bagi 40 negara termiskin di dunia. GIEK – Garanti Instituttet for Eksportkreditt – Lembaga Kredit Ekspor Norwegia MDRI – Multilateral Debt Relief Initiative (Inisiatif Penghapusan Utang Multilateral) - perpanjangan dari inisiatif HIPC, diluncurkan bulan Juli 2005 pada Pertemuan Negara-Negara G8 NGO – Non-Governmental Organisation (LSM, Lembaga Swadaya Masyarakat) NOK – Norwegian Krone (kurs pada saat penulisan, 1 USD = 5,77 NOK) OECD – Organisation for Economic Co-Operation and Development (Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi) Paris Club – sebuah lembaga informal dimana perwakilan dari 19 negara-negara terkaya di dunia bertemu untuk membahas restrukturisasi utang, pengurangan utang, dan penghapusan utang pada negara-negara miskin USD – United States Dollar (Dollar Amerika)

Page 4: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 3 ‐  

PENDAHULUAN Pada Desember 1995, pemerintah Indonesia menandatangani dua perjanjian proyek lingkungan hidup dengan perusahaan Norwegia - Indonor dan Oceanor. Seperti laporan sebelumnya oleh jaringan SLUG di Indonesia, kedua proyek tersebut gagal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua proyek tidak menguntungkan masyarakat Indonesia, dan pemerintah Norwegia ikut memiliki tanggung jawab atas kegagalan tersebut. Kedua proyek tersebut dibiayai melalui Skema Utang Campuran Norwegia, berupa hibah dan utang yang dijamin oleh Badan Kredit Ekspor Norwegia, GIEK. Kerjasama dilakukan bersamaan dengan diluncurkannya program Asia-Plan oleh pemerintah Norwegia dimana pemerintah akan memberikan dukungan keuangan dan bertindak sebagai pembuka-pintu bagi perusahaan Norwegia yang bersedia berinvestasi di Asia. Indonesia pada era Suharto dipandang sebagai salah satu negara yang menjadi prioritas khususnya untuk sektor yang ditargetkan berupa transfer teknologi ramah lingkungan. Sebagian besar dari tujuh perjanjian utang campuran dengan total nilai kontrak sebesar 198 juta USD berkaitan dengan teknologi lingkungan, telah ditandatangani dengan pemerintah Indonesia selama periode ini. Mayoritas nilai kontrak dibiayai melalui skema kredit ekspor. Utang-utang ini harus dibayar oleh negara Indonesia. Terhitung per Desember 2008, Republik Indonesia memiliki utang hampir 100 juta dolar AS, yang berasal dari tujuh proyek berasal dari Norwegia. Dalam laporan ini, SLUG mengeksplorasi dua dari keseluruhan proyek-proyek ini secara mendalam yaitu proyek pembangkit listrik Indonor (Sea Wave Power Plant); serta proyek monitoring, peramalan dan sistem informasi lingkungan laut Oceanor yang disebut "Seawatch". Dengan menghubungkan temuan ini dengan konsep utang yang tidak sah dan tanggung jawab pinjaman, SLUG ingin menempatkan utang yang tidak sah dan praktek pinjaman dalam agenda politik dengan mengeksplorasi mekanisme mana dalam industri dan kebijakan pengembangan Norwegia yang mengarah pada akumulasi utang di negara-negara miskin. Laporan tersebut menunjukkan meskipun Norwegia memegang kesepakatan politik yang luas serta memiliki ambisi yang tinggi untuk melawan utang yang tidak sah dan mempromosikan tanggung jawab negara pemberi pinjaman, namun terus mengumpulkan klaim utang yang tidak sah dari rakyat Indonesia. Pertanyaan tentang tanggung jawab pihak pemberi peminjan menjadi lebih relevan daripada sebelumnya. Banyak industri ekspor Norwegia yang kesulitan menghadapi krisis keuangan global, dan banyak lapangan pekerjaan bagi penduduk Norwegia yang terancam. Sebagai dari respon yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan penggunaan kredit ekspor untuk mendukung industri ekspor yang terancam seperti industri

Page 5: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 4 ‐  

pembuatan kapal. Begitu juga dalam perdebatan perubahan iklim yang sedang berlangsung, salah satu topik diskusi utama bagaimana cara membiayai adaptasi iklim dan alih teknologi lingkungan ke negara-negara berkembang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran SLUG, di mana negara-negara industri bermaksud mengatasi krisis iklim yang telah diciptakan melalui mekanisme keuangan yang dapat membawa negara-negara miskin ke dalam utang yang lebih lanjut. Selama tiga minggu, SLUG dan INFID telah mengumpulkan data di lapangan yang digunakan dalam laporan ini. Selain itu, data juga dikumpulkan dari arsip Norad, serta wawancara yang dilakukan di Norwegia. U 

tang yang tidak sah

Untuk setiap dollar yang diterima negara-negara miskin dalam bentuk bantuan, mereka harus membayar kembali sebanyak lima dollar1. Pemerintah di banyak negara harus memprioritaskan pembayaran utang, dengan menggunakan dana yang sangat dibutuhkan untuk membiayai pendidikan dan perawatan kesehatan dasar bagi penduduk. Selain itu, negara-negara miskin pada tahun 2009 dan 2010 saja akan menghabiskan 806 milyar untuk pembayaran utang.2 Akibat krisis keuangan dan krisis ekonomi internasional, beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah mengambil pinjaman baru untuk menutup kesenjangan pembiayaan yang disebabkan oleh faktor eksternal. Adaptasi negara-negara berkembang terhadap perubahan iklim sebgian juga dibiayai oleh instrumen pinjaman. Penghapusan utang bukan sekedar pertanyaan apakah negara-negara miskin mampu membayar utang mereka. Sebagian besar utang adalah utang tidak sah, dan tidak harus dibayar kembali. Contoh dari utang yang tidak sah adalah pinjaman yang diberikan kepada diktator dan pinjaman yang tidak menguntungkan penduduk negara peminjam. Tidak ada definisi yang disepakati secara umum tentang utang yang tidak sah. Di kalangan sebagian besar pihak pemberi pinjaman, konsep utang yang tidak sah masih belum diterima, namun konsep tersebut semakin memperoleh pengakuan yang lebih banyak. Perdebatan yang tumbuh tentang utang yang tidak sah lebih dipicu oleh penelitian yang didanai Norwegia yang diterbitkan o

                                                       

leh Bank Dunia3 dan Perserikatan Bangsa-

 1 Pada tahun 2005, total Bantuan Pembangunan Resmi sebesar 106,8 milliar USD (data diperoleh dari OECD) sedangkan data Bank Dunia menunjukkan bahwa negara-negara berkembang melakukan pembayaran utang sebesar 513,8 milliar pada tahun yang sama. Slett ikke ferdig – Ti år med gjeld på dagsorden, SLUG og Jubilee Debt Campaign (2008) 2 Eurodad, 2009 Debt in the Downturn 3 World Bank, 2007. The concept of Odious Debt: Some Considerations

Page 6: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 5 ‐  

Bangsa4, serta komitmen Norwegia untuk mengangkat debat internasional tentang konsep tersebut. Ekonom Alexander Sachs telah mengembangkan salah satu definisi yang paling umum dari utang yang tidak sah, mencakup pinjaman:

• yang tidak menguntungkan penduduk negara peminjam (penerima pinjaman)

• dimana masyarakat negara tersebut tidak menyetujui pinjaman, dan; • dimana kreditor tersebut menyadari, atau seharusnya menyadari

kedua hal di atas5 Ada upaya yang berkelanjutan untuk mengembangkan definisi dari konsep utang yang tidak sah yang diakui secara internasional. Pendekatan kasus per kasus terhadap utang yang tidak sah adalah masukan yang berharga bagi upaya akademik dalam organisasi multilateral, akademisi dan gerakan internasional anti-utang. Pembatalan utang yang berasal dari apa yang disebut kampanye ekspor kapal (lihat halaman 10) merupakan contoh dari pendekatan kasus per kasus. Utang diktator Sebagian besar utang negara-negara miskin berasal dari pinjaman yang diberikan kepada rezim yang tidak demokratis dan tidak sah. Menurut Jubilee Debt Campaign, sekitar 20% utang luar negari negara berkembang, atau lebih dari 500 milyar USD, adalah utang diktator6. Saat ini, banyak dari negara-negara penerima pinjaman memiliki pemimpin baru yang terpilih secara demokratis, harus membayar utang yang tidak sah yang diwariskan dari rezim yang tidak demokratis sebelumnya dan korup. Oleh karena itu tidak masuk akal apabila mengharapkan masyarakat membayar utang. Pinjam meminjam yang bertanggungjawab Meskipun tidak ada definisi umum tentang konsep utang yang tidak sah, ada pengakuan yang semakin meningkat akan pentingnya legitimasi utang dan kontrak untuk menghindari pinjam meminjam yang sembarangan. Oleh karena itu tanggung jawab pihak pemberi pinjaman dan pihak peminjam dalam proses kontrak pinjaman telah memperoleh perhatian yang meningkat di tahun-tahun terakhir ini. Kreditor resmi dan Lembaga Kredit Ekspor cenderung fokus pada keberlanjutan keuangan dari utang dalam konteks

asyarakat sipil lebih menitikberatkan pada yang sempit, sedangkan m

                                                        4 United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 2007. Discussion Papers No. 185. The Concept of Odious Debt In Public International Law 5 In Noreena Hertz, 2005. Gjeldens Historie 6 SLUG & Jubilee Debt Campaign, 2008. Slett ikke ferdig – Ti år med gjeld på dagsorden

Page 7: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 6 ‐  

tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar keberkelangsungan tingkat utang. Tanggung Jawab meliputi hal-hal kualitatif seperti perjanjian kontrak, transparansi, hak asasi manusia dan kebutuhan akan mekanisme yang dapat diprediksi dan mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas.7 Mekanisme Industri di Norwegia – dan kebijakan pembangunan menciptakan utang yang tidak sah Lembaga Kredit Ekspor Sebagian besar utang negara-negara miskin terhadap Norwegia berasal dari investasi bisnis yang gagal. Penjelasan di balik ini adalah Norwegia, seperti negara-negara industri lainnya, mempromosikan ekspor perusahaan nasionalnya dengan tujuan menjamin eksportir dari resiko melalui Lembaga Kredit Ekspor (ECA, Export Credit Agencies). Lembaga kredit ekspor memberikan jaminan pada perusahaan domestik yang berinvestasi di luar negeri agar perusahaan tidak perlu menghadapi sendiri seluruh resiko. Jaminan yang diterbitkan oleh ECA dimaksudkan untuk melindungi resiko politik dan non-komersial lainnya. Jika perusahaan di negara tuan rumah tidak mampu membayar, ECA mengambil alih peran sebagai kreditor terhadap konsumen di luar negeri. Sudah menjadi praktek umum dimana lembaga kredit meminta pemerintah di negara penerima utang membuat jaminan balik. Oleh karena itu, perusahaan ekspor domestik menerima jaminan kompensasi, sedangkan resiko keuangan dibebankan pada pemerintah negara peminjam8. ECA telah menjadi sumber dana publik terbesar internasional, dan melampaui semua bantuan pembangunan bilateral dan multilateral9. ECA adalah kreditor bagi 24% dari semua utang negara berkembang10. Lembaga kredit ekspor Norwegia (GIEK, Garanti Instituttet for Eksportkreditt) didirikan pada tahun 1929. Sejak tahun 1991, GIEK berada di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan. GIEK adalah alat kebijakan perdagangan yang tujuan utamanya mempromosikan ekspor barang dan jasa Norwegia serta investasi ke luar negeri melalui pemberian jaminan atas nama pemerintah Norwegia11. GIEK kemudian menjadi pendorong bagi pasar terbuka, mendukung proyek-proyek yang tidak akan terwujud apabila tidak ada dukungan. ECA sering dikritik karena kurangnya transparansi dan panduan mereka yang samar terkait dengan

                                                       

lingkungan, hak asasi manusia, korupsi,

 7 Brynildsen, Ø. S. 2009. Borrow My Pension, SLUG 8 Aas-Hansen, J & T. G. Hugo, 2008. Etikk på kreditt, SLUG 9 http://www.eca-watch.org 10 http://www.eca-watch.org 11 http://www.giek.no

Page 8: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 7 ‐  

perdagangan senjata, dan sasaran-sasaran pembangunan12. Ada juga permasalahan bahwa kontribusi bagi pengentasan kemiskinan di negara tuan rumah13 tidak dinyatakan sebagai salah satu tujuan GIEK. Akibatnya, pinjaman yang ditawarkan untuk mempromosikan kepentingan bisnis Norwegia tidak selalu konsisten dengan tujuan kebijakan luar negeri Norwegia lainnya, seperti pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Kredit Campuran (Mixed Credit) Kedua proyek yang akan dievaluasi dalam laporan ini dibiayai dengan skema kredit campuran. Istilah ini mengacu pada campuran dari pinjaman komersial, jaminan kredit ekspor, dan elemen hibah yang diambil dari anggaran bantuan. Kredit campuran digunakan untuk mempromosikan investasi di negara-negara berkembang14. Biasanya, bank swasta Norwegia Eksportfinans menyediakan kredit, dan GIEK memberikan jaminan kredit. Mekanisme kredit campuran Norwegia didirikan pada tahun 1985, mencapai puncak aktivitasnya pada tahun 1992, dengan anggaran tahunan sebesar 331 juta NOK, umlahnya mencapai 7,5% dari total bantuan Norwegia. Tujuannya untuk meningkatkan investasi dalam mengembangkan pasar dan memberikan kontribusi transfer modal, teknologi, infrastruktur dan kompetensi yang menghasilkan pembangunan sosial dan ekonomi15. Sejak tahun 2000, mekanisme tersebut kurang dimanfaatkan, tetapi kemudian digunakan kembali untuk Proyek Sistem Lalu Lintas Kapal di Indonesia, dengan nilai kontrak sebesar 15 juta USD, dengan Skema Kredit Campuran pada tahun 200916. Menurut peraturan OECD, sebuah proyek dibiayai dengan Skema Kredit Campuran harus ditujukan untuk meningkatkan pembangunan di negara penerima, dan pemasok Norwegia harus mendapatkan kontrak melalui tender internasional. Komponen hibah harus minimal 50% di Negara Maju Terkecil, dan minimal 35% di negara-negara berkembang lainnya17. Semua proyek juga harus dimulai secara lokal dan menjadi bagian dari rencana pembangunan daerah18. Sebagaimana "Komite Pembangunan Norwegia" (Utviklingsutvalget) tekankan19, akses terhadap p

                                                       

ermodalan secara historis telah menjadi salah

 12 Aas-Hansen, J & T. G. Hugo, 2008. Etikk på kreditt, SLUG 13 Kecuali proyek yang menjadi bagian dari ”u-landsordningen” 14 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme 15 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme 16 Interview dengan Bappenas 17 NOU 1995:5 – Norsk sør-politikk for en verden i endring 18 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme 19 NOU 2008:14 – Samstemt for utvikling?

Page 9: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 8 ‐  

satu sumber utama pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, tetapi negara-negara miskin hanya menerima sebagian kecil dari investasi di dunia. Di banyak negara berpenghasilan rendah, kondisi politik dan ekonomi seperti ketidakstabilan politik, lemahnya perkembangan pasar keuangan dan infrastruktur, tidak memadainya aturan hukum, perang dan kerusuhan, adalah beberapa alasan mengapa arus investasi global biasanya berjalan ke tempat lain. Kredit Campuran barangkali dapat memobilisasi sumberdaya tambahan untuk pengembangan dan mendorong investasi yang lebih banyak20. Namun, dalam proyek yang dibiayai kredit campuran di negara-negara berpendapatan menengah seperti Indonesia, kredit ekspor, beban yang harus dilunasi, sekitar tiga kali elemen dana hibah. Kebijakan Norwegia tentang utang Meskipun pemerintah Norwegia memiliki ambisi yang kuat dan komitmen yang dinyatakan dalam mengembangkan suatu agenda internasional tentang utang yang tidak sah, Kampanye Ekspor Kapal hanya merupakan contoh tunggal dari pembatalan tanpa syarat berdasarkan tanggung jawab bersama yang dimiliki kreditor. Anggaran Negara Koalisi partai Salib yang berkuasa tahun 2010 dan Soria Moria II yaitu deklarasi kebijakan pemerintah Stoltenberg Oktober 2009, menyatakan komitmennya memajukan bidang keuangan yang bertanggung jawab dan utang yang tidak sah. Dalam Soria Moria II dinyatakan pemerintah akan:

- menyusun mekanisme internasional untuk penghapusan utang dan pengelolaan utang yang tidak sah, membuat peraturan internasional yang mengikat untuk pinjaman yang bertanggung jawab, dan melakukan audit utang Norwegia21.

- Pemerintah menindaklanjuti dalam anggaran belanja negara tahun 2010, menyatakan mereka akan bekerja:- memberikan kontribusi terhadap perdebatan tentang konsep-konsep seperti utang yang tidak sah, pinjaman yang bertanggungjawab dan kewajiban kreditor22

Pada tahun 2006, Norwegia menjadi negara pertama yang mengakui adanya tanggungjawab bersama kreditor ketika membatalkan utang dari Kampanye Ekspor Kapal atas dasar kebijakan pembangunan yang gagal di masa lalu. Dalam deklarasi pemerintah Soria Moria II, pemerintah mengambil langkah ke depa                                                       

n dan berkomitmen melakukan audit utang  

20 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme 21 Politisk plattform for flertallsregjeringen, 2009-2013. Arbeiderpartiet, Sosialistisk

nstreparti og Senterpartiet, 2009 – own translation

Ve22 Norwegian State Budget 2010, own translation

Page 10: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 9 ‐  

Proposal bagi Kerangka yang Komprehensif     Dari laporan SLUG berjudul Borrow My Pension1 Sebuah inisiatif menjanjikan, mencoba menjawab sejumlah tantangan di atas dengan Piagam Eurodad tentang Pendanaan yang Bertanggung Jawab2. Piagam menyajikan sejumlah prinsip‐prinsip dan pengaturan praktis yang harus dimasukkan ke dalam standar perjanjian pinjaman guna memastikan prediktabilitas dan kondisi yang adil bagi pemberi pinjaman dan peminjam, serta  melindungi  masyarakat  dan  lingkungan  di  negara‐negara  berkembang.  Secara keseluruhan    piagam  ini  bermaksud  menjamin  pinjam  meminjam  yang  berkelanjutan  dan bertanggung  jawab  melalui  serangkaian  standar  yang  mengikat  secara  hukum,  di  mana pemberi  pinjaman  maupun  peminjam  memiliki  komitmen  untuk  mematuhinya  sehingga mencegah adanya akumulasi utang baru yang tidak sah.   Piagam  ini  ditujukan  untuk  memberi  masukan  yang  sangat  konkret  mengenai  perdebatan yang  sedang  berlangsung  tentang  pinjam  meminjam  yang  berkelanjutan  dan  bertanggung jawab. Piagam  juga  telah menerima umpan balik yang cukup positif dari pemberi pinjaman maupun peminjam. Pemerintah Norwegia sendiri memandang Piagam merupakan titik awal yang baik untuk membahas rincian tentang apa yang menjadi tanggung jawab dan bagaimana tanggung  jawab harus dibagi bersama antara pemberi pinjaman dan peminjam. Pada bulan Desember  2009,  Komite  Luar  Negeri  dan  Pertahanan  di  Parlemen  Norwegia  memberikan rekomendasi  untuk  menetapkan  kriteria  bagi  tanggung  jawab  pinjman  serta  mengusulkan menggunakan Piagam Eurodad sebagai titik awal3.  1 Brynildsen, Ø. S. 2009. Borrow My Pension, SLUG 2 Eurodad’s Charter on Responsible Financing: http://www.eurodad.org/whatsnew/reports.aspx?id=2060 3 Stortinget støtter Eurod er: ad-chart http://www.slettgjelda.no/Tema/Norsk_gjeldspolitikk/Artikler/Stortinget+st%C3%B8tter+Eurodad-charter.b7C_wlfW5-.ips   

Norwegia. Ini berarti pemerintah Norwegia akan melakukan audit independen atas seluruh utang terhadap Norwegia dan praktek pinjaman Norwegia. Tujuannya untuk menjamin Norwegia tidak mengumpulkan klaim yang tidak sah dan memastikan pinjaman yang bertanggung jawab di masa depan yang tidak memiliki kontribusi pada pengadaan utang yang tidak sah. Sejalan dengan kebijakan pembangunan Norwegia, klaim yang ditemukan tidak sah harus dibatalkan secara sepihak dan tanpa syarat.

Page 11: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 10 ‐  

KAMPANYE EKSPOR KAPAL  Dari laporan SLUG – Mengapa Norwegia harus Bertanggungjawab sebagai Kreditor – kasus kampanye Ekspor  l (Why Norway   Creditor Responsibility – the case of the Ship Export campaign)Kapa took 1

 Pada  bulan  Oktober  2006,  Menteri  Pembangunan  Internasional  Norwegia,  Erik Solheim, mengumumkan Norwegia  secara  sepihak dan  tanpa syarat, membatalkan utang dari Kampanye Ekspor Kapal pada akhir tahun 70‐an.  Pada tahun 70‐an, terjadi krisis di industri pembuatan kapal Norwegia. Pada saat itu ribuan  pekerjaan  sedang  dipertaruhkan.  Jawabannya  adalah  Kampanye  Ekspor Kapal  –  suatu mekanisme di mana negara‐negara berkembang akan mendapatkan pinjaman murah sebagai  imbalan untuk membeli kapal Norwegia. Harapannya hal ini akan membantu  industri pembuatan kapal Norwegia, dan pada saat bersamaan akan bermanfaat bagi negara peminjam. 156 kapal dan peralatan senilai 3,7 miliar NOK telah diekspor, termasuk elemen hibah sebesar sekitar 25%.  Pada awalnya, jelas sekali proyek‐proyek tersebut memiliki resiko tinggi dan pihak pemberi pinjaman bisa menghadapi masalah kesulitan pembayaran.  Alasan utama memberikan kredit untuk memastikan galangan kapal Norwegia memiliki pekerjaan yang cukup. Kualitas kontrol diturunkan dan kredit diberikan untuk proyek‐proyek yang seharusnya dianggap terlalu beresiko.  Dalam  Kertas  Putih  Parlemen  Norwegia  nr.  25  1988‐89,  disimpulkan  kampanye ditandai sebagai inisiatif yang menguntungkan dengan dampak perkembangan yang sangat  sedikit  bagi  negara‐negara  yang  terlibat.  Dalam  retrospeksi,  Kampanye Ekspor Kapal  sebagaimana  cara  yang  dijalankan  itu  hanya memiliki manfaat  yang terbatas sebagai bantuan pembangunan. Kampanye ini juga dikritik karena analisis kebutuhan dan penilaian resiko yang tidak memadai. Kesimpulan utamanya adalah kampanye semacam ini jangan sampai terulang lagi. Namun, kami harus menunggu selama 17  tahun sebelum Norwegia memutuskan membatalkan semua utang yang tersisa dari kampanye ini, setelah kampanye yang intensif dari SLUG, Changemaker dan Bantuan Gereja Norwegia.  Telah  diakui  kampanye  menunjukkan  kebijakan  pembangunan  yang  gagal,  dan Norwegia,  sebagai  kreditor,  memiliki  tanggung  jawab  bersama  atas  utang  yang terjadi.  Ini  adalah  pertama  kalinya  suatu  kreditor mengakui  tanggung  jawab  atas pinjaman yang tidak bertanggung  jawab atau pinjaman yang buruk, dan kemudian mengambil  tindakan.  Hal  ini  merupakan  langkah  yang  penting  dan  signifikan terhadap  tanggung  jawab  kreditor  dan  perlunya  peningkatan  kesetaraan  antara kreditor  dan  debitor.  Pembatalan  ini  bersifat  sepihak,  tanpa  syarat  dan  tidak dibiayai  atas  anggaran  bantuan.  Alasan  di  balik  pembatalan  itu  adalah  keadilan, apakah  negara  penerima  mampu  atau  tidak  mampu  membayar  menjadi  tidak relevan lagi.  1 Brynildsen, Ø. S. 2009. Borrow My Pension, SLUG 

Page 12: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

Utang baru yang kotor (New Dirty Debts)?   Tiga  tahun  setelah  Norwegia  membatalkan  utang  dari  Kampanye Ekspor  Kapal  dan  menyimpulkan  kampanye  semacam  ini  jangan sampai  terulang  lagi,  industri  pembangunan  kapal  sekali  lagi membutuhkan  penyelamatan,  dan  Menteri  Perdagangan  Norwegia, Trond  Giske,  telah  menyerukan  diadakannya  pertemuan  darurat. Sebagai  bagian  dari  respon  pemerintah  terhadap  krisis  keuangan, penggunaan  kredit  ekspor  semakin  diperkuat  dengan meningkatkan anggaran  GIEK  hingga  110  miliar  NOK  pada  tahun  2009.  Pada beberapa  kali  wawancara,  Menteri  Perdagangan menyatakan  hal  ini secara  ekslusif  ditujukan  untuk  kepentingan  domestik.  SLUG  telah menyatakan  keprihatinannya mengenai  hal  ini  dan memperingatkan pemerintah  agar  tidak  mengulangi  kesalahannya:  Negara‐negara berkembang  seharusnya  tidak  mengalami  peningkatan  beban  utang mereka sebagai akibat dari upaya kita untuk menyelamatkan industri nasional.   

‐ 11 ‐  

Page 13: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 12 ‐  

Foto: Magnus Flacké 

Page 14: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 13 ‐  

INDONESIA Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan juga anggota G-2023. Indonesia juga merupakan negara yang mengalami pukulan paling berat akibat krisis keuangan Asia Timur pada tahun 1997 yang mengakibatkan jutaan warganya hidup dalam kemiskinan. Indonesia telah memperoleh kembali pertumbuhan keuangannya, namun pertumbuhan tidak selalu menjangkau segmen penduduk miskin. Pada tahun 2009, negara ini berada pada peringkat 111 dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dan diklasifikasikan sebagai "pembangunan manusia menengah"24. Menurut Bank Dunia, hampir setengah dari populasi hidup kurang dari 2 USD per hari25. Pada bulan Desember 2008, total utang luar negeri Indonesia mencapai 78 milyar USD26. Setiap tahun, Pemerintah Indonesia mengalokasikan uang yang lebih banyak dari anggaran pemerintah untuk membayar utang dari masa Suharto yang seharusnya dibelanjakan bagi pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, pelayanan publik dan lingkungan27. Hal ini juga mengakibatkan kurangnya fleksibilitas anggaran dan membuat perekonomian rentan terhadap guncangan eksternal28. Pembayaran utang luar negeri dibandingkan dengan anggaran pendidikan dan kesehatan di Indonesia

No Tahun Beban utang LN

Pembayaran pokok dan bunga

Anggaran Pendidikan

Anggaran Kesehatan

1 2005 66,59 7,67 3,26 0,65 2 2006 67,52 8,04 5,03 1,35 3 2007 69,25 9,51 5,65 1,78 4 2008 77,89 8,58 6,14 1,56

Sumber: Anggaran Negara dan Kantor Pengelolaan Utang, 2009 Utang luar negeri telah memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. Ketergantungan terhadap utang luar negeri telah mendorong pemerintah Indonesia mengikuti peraturan dan resep kreditor dan donor, tidak peduli resiko bagi kehidupan rakyat Indonesia. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri telah mendorong pemerintah melayani kepentingan kreditor daripada kepentingan wargan                                                       

ya. LSM Indonesia, INFID, meyakini bahwa  

23 G-20 countries: http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx 24 UNDP’s Human Development Index: http://www.undp.org25 Making the New Indonesia Work for the Poor. World Bank. 2006 26 Directorate General of Debt Management Office, Ministry of Finance of the Republic of Indonesia – Central Government Debt Quarter I 2009 27 Afrodad. 2007 The Case of Illegitimate Debt in Indonesia 28 “Country Experiences of Indonesia on External Debt Management”, presented oleh Director of International Affairs, Bank of Indonesia, at the Regional Workshop on Capacity-building for External Debt Management in the Era of Rapid Globalization, Bangkok, 6-7 Juli 2004

Page 15: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 14 ‐  

sebagian besar utang Indonesia berupa utang yang tidak sah, khususnya utang dilakukan oleh rezim Soeharto yang terjadi tanpa persetujuan dari masyarakat dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat29. Masyarakat Indonesia seharusnya tidak perlu menderita dengan membayar kembali terutama utang yang tidak sah. Korupsi di Indonesia Ketika Transparansi Internasional menerbitkan daftar para pemimpin paling korup sepanjang masa yaitu Soeharto, yang berkuasa saat kontrak proyek-proyek kredit campuran Norwegia ditandatangani, berada di urutan teratas, mengalahkan kepala negara yang terkenal keburukannya seperti Ferdinand Marcos, Slobodan Milosevic, dan Zaire's Mobutu Sese Seko30. Laporan tersebut memperkirakan Suharto dan keluarga dekatnya menggelapkan sekitar 15 dan 35 milyar USD. Time Asia memperkirakan sampai bulan Mei 1999 kekayaan keluarga Soeharto mencapai 15 miliar dalam bentuk tunai, saham, aset perusahaan, real estate, perhiasan dan seni rupa31. Pada tahun 2000, Soeharto dikenakan tahanan rumah, dengan tuduhan korupsi. Kemudian pada tahun yang sama, diputuskan Soeharto tidak bisa diadili karena penurunan kondisi kesehatannya. Manajemen ekonomi jaman rezim Suharto antara tahun 1967 hingga tahun 1998 dapat dijadikan salah satu contoh bagaimana utang yang tidak sah dapat terakumulasi dan bagaimana selanjutnya mampu melumpuhkan ekonomi sebuah negara berkembang. Hal ini telah menjadi semakin jelas seberapa cepat pertumbuhan ekonomi membantu keluarga Soeharto dan kroninya, sedangkan mayoritas penduduk terus mengalami penderitaan32. Laporan Bank Dunia tahun 1997 memperkirakan setidaknya 20-30% dana pembangunan pemerintah Indonesia dialihkan melalui pembayaran informal kepada aparat pemerintah, politisi dan pejabat pemerintah senior33. Namun, warga negara Indonesia masih harus membayar kembali pinjaman, meskipun faktanya mereka tidak bisa bersuara apakah Soeharto harus mengambil pinjaman ini atau tidak, dan kenyataan sebagian besar dana tidak memberikan manfaat bagi mereka34.

                                                        29 International NGO Forum on Indonesian Development: http://www.infid.org30 Transparency International Global Corruption Report 2004 31 Suharto kemudian menggugat majalah tersebut ganti rugi sebesar 93 juta USD, namun tidak memenangkan gugatannya (NOU 2009:19 Skatteparadis og Utvikling) 32Afrodad. 2007. The Case of Illegitimate Debt in Indonesia 33 Foreign Policy In Focus. Vol. 3, No. 34, November 1998. Indonesia After Suharto 34 Foreign Policy In Focus. Vol. 3, No. 34, November 1998. Indonesia After Suharto 

Page 16: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 15 ‐  

Asia-Plan: Mendorong investasi diktator Pada tahun 1994, pemerintah Norwegia meluncurkan program mereka "Asia-Plan", dan Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi prioritas. Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan investasi perusahaan Norwegia di pasar yang tumbuh berkembang di Asia, khususnya di bidang teknologi lingkungan, tenaga air, minyak dan gas35. Mantan Menteri Perdagangan Norwegia, Grete Knudsen, meyakinkan perusahaan Norwegia yang berniat melakukan investasi di Asia tentang tersedianya pembiayaan aparatur pemerintah dan secara khusus menyebutkan Skema Kredit Campuran36. Pada tahun berikutnya, perjalanan dan jalinan hubungan yang ekstensif pada tingkat politik antara Norwegia dan beberapa negara prioritas di Asia dimaksudkan agar berfungsi sebagai pembuka-pintu terhadap pasar Asia37. Pada tahun 1995, tahun yang sama ketika kontrak Indonor dan Oceanor ditandatangani dan dua tahun sebelum terjadinya krisis keuangan, Soeharto masih berkuasa di Indonesia. Pembunuhan massal di Aceh, invasi dan selanjutnya diikuti dengan pendudukan Timor Timur, dimana Noam Chomsky telah menyebutnya sebagai contoh terburuk dari genosida relatif terhadap populasi sejak Holocaust38, yang pada saat itu telah terungkap. Begitu pula penyalahgunaan Suharto terhadap hak asasi manusia serta tuduhan korupsi yang meluas. Pemberian Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1996 kepada pejuang kemerdekaan Timor Timur Ximenes Belo dan José Ramos-Horta menunjukkan adanya pengakuan atas terjadinya penindasan terhadap rakyat Timor Timur. Di sisi lain, Suharto adalah anti-komunis, pemimpin sebuah negara Islam yang relatif liberal, dan bahkan yang lebih penting, Suharto melakukan deregulasi ekonomi, dan membuka Indonesia bagi investor asing. Rezim Suharto, seperti kebanyakan rezim-rezim opresif lainnya selama Perang Dingin, menikmati dukungan dari Amerika Serikat dan pemerintah Barat lainnya, selama mereka bertindak sebagai garis depan dalam menahan kemajuan komunisme di negara mereka39. Selanjutnya, dia dianggap sebagai pemimpin yang kuat dari sebuah bangsa yang menarik untuk investasi.

                                                        35 NOU 1996:23 Konkurranse, kompetanse og miljø. Næringspolitiske hovedstrategier 36 Grete Knudsen, Regjeringens Asiaplan, main speech under the governments Asia-seminar, 28.06 1995: http://www.regjeringen.no/nb/dokumentarkiv/regjeringen-brundtland-iii/ud/261275/261276/regjeringens_asiaplan.html?id=261518 37 Grete Knudsen, Regjeringens Asiaplan, main speech under the governments Asia-seminar, 28.06 1995: http://www.regjeringen.no/nb/dokumentarkiv/regjeringen-brundtland-iii/ud/261275/261276/regjeringens_asiaplan.html?id=261518 38 Jardine, M. 1999 East Timor: Genocide in Paradise – Introduction by Noam Chomsky 39 AFODAD 2007 – The Case of Illegitimate Debt in Indonesia 

Page 17: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 16 ‐  

Pada bulan September 1995, Perdana Menteri Gro Harlem Brundtland memimpin delegasi tingkat tinggi kunjungan kenegaraan resmi ke Indonesia, mempromosikan teknologi kelautan dan lingkungan Norwegia, dan memaparkan proyek Seawatch sebagai contoh. Satu tahun kemudian, Menteri muda Perindustrian dan Energi, Jens Stoltenberg, memimpin delegasi Norwegia dengan misi membuka jalan bagi perusahaan Norwegia di Indonesia. Bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie, menyelenggarakan sebuah seminar di Jakarta dimana ada 70 perusahaan Norwegia yang hadir. Secara khusus, Jens Stoltenberg mempromosikan dua perusahaan, Oceanor dan Indonor. Pada pertemuan yang sama, Stoltenberg menandatangani Nota Kesepahaman mengenai berbagai masalah dalam bidang kerjasama energi, dengan Menteri Energi Indonesia Moerdiono40. Pada saat Asia-Plan, setiap ide bisnis yang melibatkan Indonesia, teknologi kelautan atau lingkungan akan mendapatkan perlakukan yang menguntungkan. Hanya tiga bulan setelah kunjungan Brundtland, Indonesia menandatangani kontrak dengan tiga perusahaan Norwegia: Blom, Indonor dan Oceanor. Beban utang Indonesia pada Norwegia Menurut Departemen Keuangan Indonesia, sampai bulan Desember 2008, kewajiban utang bilateral Indonesia pada Norwegia sebesar 125 juta USD41. Sebagian besar utang tersebut terakumulasi dari proyek-proyek lingkungan dan pengembangan yang ditandatangani di tahun 1990-an, melalui skema Program Kredit Campuran. Tujuh proyek, dengan total nilai kontrak sebesar 198 juta USD dan hibah sebesar 55 juta USD, dimulai di bawah program Asia-Plan. Sampai tahun 2008, Indonesia masih berutang pada Norwegia sebesar 99,4 juta USD dari ketujuh proyek tersebut42. Semua proyek tersebut pada tahun 2000 dievaluasi oleh yayasan penelitian independen FAFO "Evaluasi Program Kredit Campuran"43. Evaluasi itu menyimpulkan empat dari tujuh proyek Norwegia yang dibiayai di Indonesia di bawah program itu "terhenti, baik karena kurangnya dana operasional dalam negeri, miskinnya tingkat pelatihan, transfer teknologi dan lemahnya lembaga-pembangunan atau perencanaan". Selain dua proyek yang akan dibahas secara mendalam dalam laporan ini, "proyek pemetaan laut digital" Blom senilai 429 million NOK serta kontrak Mjellem dan Karlsens senilai 183 juta NOK untuk mengirimkan kapal penelitian, d

                                                       

ipandang sebagai proyek gagal.

 40 Offshore Magazine: Norway in Indonesia Energy ministers open dialogue on Norwegian involvement in Indonesia: http://www.offshore-mag.com/index/article-display/23413/articles/offshore/volume-55/issue-11/departments/technology-focus/norway-in-ind .onesia-energy-ministers-open-dilogue-on-norwegian-involvement-in-indonesia html 41 Departemen Keuangan Republik Indonesia 2008 – Complete Debt Registration 42 Departemen Keuangan Republik Indonesia 2008 – Complete Debt Registration 43 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme  

Page 18: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 17 ‐  

Foto: Magnus Flacké 

Page 19: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA OMBAK DI JAWA

KASUS  Pada tahun 1995 perusahaan Norwegia Indonor A/S menandatangani kontrak senilai 53 juta NOK dengan Departemen Riset dan Teknologi Indonesia, untuk pengiriman sebuah pembangkit listrik tenaga ombak di Pantai Baron di Jawa. Norad memiliki kontribusi dana 10 juta NOK, sedangkan GIEK memperoleh jaminan komponen pinjaman sebesar 37 juta NOK. Teknologi tersebut terbukti tidak cocok untuk Norwegia. Pembangkit ini tidak pernah terealisasikan, dan Indonesia dibatasi dalam penggunaan teknologi karena adanya hak kepemilikan intelektual milik Norwegia. Namun, Indonesia masih harus membayar 2/3 dari jumlah pinjaman, membebani penduduk dengan 3,5 juta USD utang. Saat ini Indonesia masih memiliki tunggakan utang sebesar 2,5 juta USD sebagai akibat dari keberadaan proyek ini.

Saat ini, rakyat Indonesia terus membayar Negara Norwegia untuk pembangunan pembangkit listrik ombak yang tidak pernah selesai dan teknologi lingkungan yang tidak pernah ditransfer. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Teknologi yang terbukti tidak sesuai Proyek listrik tenaga ombak di Pantai Baron sudah lama dalam proses pengerjaan ketika akhirnya kontrak pinjaman ditandatangani pada Desember 1995. Kontak antara pejabat Indonesia dan Norwegia tentang proyek listrik tenaga ombak telah dilakukan sejak tahun 1989. Pada tahun tersebut, GIEK dan badan pembangunan Norwegia Norad telah memberikan komitmen pelaksanaan kepada Indonor A/S mengenai pembiayaan bersama proyek tersebut. Sebagaimana ditunjukkan dalam teks berikut, komitmen diberikan atas dasar keraguan dan didasarkan pada kondisi persyaratan tertentu. Penerimaan tersebut diberikan berdasarkan studi kelayakan dari NECOR44, berdasarkan laporan yang tersedia dan hasil dari percobaan pembangkit listrik Norwave A/S di Toftestallen, Norwegia45. Mantan Sekretaris Negara di Departemen Perindustrian, Karin Stoltenberg, juga telah memberikan penilaiannya mengenai proyek, setelah kunjungan resminya ke Indonesia pada tahun 198846. Ini terjadi delapan tahun sebelum kunjungan anaknya Jens Stoltenberg ke Indonesia untuk melakukan penilaian tentang proyek yang sama.

‐ 18 ‐  

                                                        44 The Norwegian Engineering Council on Oceanic Resources 45 Tilsagn til bølgekraftprosjekt - Norad 46 Norads post journal

Page 20: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 19 ‐  

Norwegia telah menghabiskan sejumlah besar sumberdaya untuk mengembangkan teknologi listrik tenaga ombak penghasil energi sepanjang pesisir Norwegia. "Senter for Industriforskning" mengembangkan teknologi Tapchan yang digunakan di Indonesia. Even Mehlum, mantan tunangan Gro Harlem, adalah pemegang hak kekayaan intelektual tekhnologi Tapchan. Dia mendirikan Norwave A/S agar Tapchan tersedia secara komersial. Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian dengan dukungan sekitar 45 juta NOK dari Departemen Perminyakan dan Energi, penelitian menghasilkan sebuah proyek percontohan di Toftestallen yang terletak di luar Bergen. Pembangkit tersebut kemudian dihancurkan badai musim dingin pada tahun 1988. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan Tapchan tidak kompetitif secara komersial sebagai penghasil energi di Norwegia47. Tetapi ada kemungkinan Tapchan bisa dijadikan alternatif di daerah dengan kondisi gelombang yang lebih baik? Indonor A/S sesungguhnya didirikan dengan tujuan semata-mata untuk mengekspor teknologi Tapchan ke Indonesia. Dengan alasan di balik komitmen Norad untuk mendanai-bersama proyek tersebut, awalnya proyek ini diakui tidak layak secara komersial dalam menghasilkan energi di Indonesia dan menyatakan "investasi yang terlalu tinggi serta produksinya terlalu rendah dan tidak menentu48.” Studi kelayakan NECOR menyimpulkan, "rekayasa, konstruksi dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga ombak berkaitan dengan ketidakpastian teknis yang signifikan, tercermin dalam ketidakpastian biaya". Serta, "masalah utama pembangkit listrik tenaga ombak di Jawa adalah kurangnya pengetahuan mengenai kondisi lokal seperti energi gelombang yang tersedia, topografi dan kondisi geoteknik pada lokasi yang akan dikonstruksi49.” NECOR juga mengakui materi data sebagai dasar dari laporan kurang layak. "Untuk melindungi kepentingan komersialnya, Norwave tidak mau mengungkapkan dokumentasi tersebut. Angka yang disajikan di sini (dalam laporan NECOR) berdasarkan informasi secara informal dari Norwave dan asumsi yang tidak diverifikasi." Mengapa harus Indonesia? Mengapa Indonesia masih tertarik dengan teknologi ini, dan mengapa Norad memutuskan tetap mendukung teknologi yang tidak kompetitif? Menurut Tore Wise-Hansen, pemegang saham mayoritas Indonor, dibandingkan dengan Norwegia, sepanjang pantai Indonesia sampai Samudera Hindia memiliki iklim dengan gelomb

                                                       

ang yang menguntungkan sebagai penghasil

 45 Tilsagn til bølgekraftprosjekt – Norad 48 Tilsagn til bølgekraftprosjekt – Norad 49 NECOR Appraisal of Wave Energy Plant in Indonesia 

Page 21: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 20 ‐  

energi gelombang. Sementara Norwegia memiliki gelombang badai kuat, Indonesia memiliki gelombang yang lebih konstan dan stabil. Begitu juga pulau-pulau terpencil di kepulauan Indonesia, hanya ada sedikit alternatif untuk menghasilkan energi.

B.J. Habibie Setelah jatuh, Suharto mengangkat teman lama dan pendukung setianya BJ Habibie, sebagai penggantinya. Di bawah kepemimpinannya, Habibie dituduh melindungi Soeharto dari tuduhan korupsi. Ada juga persepsi yang berkembang luas yang menyatakan Habibie bisa mendapatkan dana tambahan untuk anggaran departemen dan untuk proyek-proyek yang disetujuinya karena kedekatannya yang sedemikian rupa dengan Soeharto1. BJ Habibie adalah menteri dan kepala BPPT, departemen teknologi Indonesia yang menjadi pembeli dari proyek Oceanor dan proyek Indonor, dan dia memainkan peran penting dalam memberikan persetujuan proyek. ----- 1 Elson, R. (2001) Suharto: A Political Biography

BPPT sebagai badan teknologi yang dipimpin BJ Habibie memiliki visi besar untuk melompat maju dan membuat Indonesia menjadi bangsa dengan teknologi maju, merupakan pembeli dari Indonesia. Tujuan BPPT membeli teknologi Tapchan bukan sekedar untuk kepentingan jangka pendek yaitu sebagai penghasil energi, melainkan juga agar Indonesia menjadi bangsa yang berdikari dalam hal energi di masa depan. Departemen Riset dan Teknologi tertarik dengan teknologi tersebut karena pembangkit berada di darat sehingga tidak menjadi kendala bagi lalu lintas laut. Hal ini juga membuat lebih mudah membawa energi yang dihasilkan ke dalam jaringan listrik50. Satu kelemahan dalam mengoperasikan teknologi tersebut di Norwegia adalah adanya kebutuhan yang tinggi terhadap tenaga manusia. Sementara bagi Indonesia, sebuah bangsa dengan tingkat pengangguran yang tinggi, hal ini dianggap sebagai keuntungan51. Kelemahan lain dari Tapchan menurut Mr Wiese-Hansen, untuk menemukan lokasi yang tepat memerlukan studi kelayakan mendalam, yang berarti perlu ada jaminan pendanaan pada tahap awal ketika belum ada kepastian apakah proyek benar-benar dapat direalisasikan. Apalagi listrik tenaga gelombang dianggap sebagai teknologi berbiaya tinggi. Sementara energi angin dan matahari telah terbukti lebih kompetitif. Dalam pandangan Norad, meskipun proyek tersebut tidak dianggap sebagai alternative yang kompetitif bagi Indonesia, tetapi ada kepentingan lain yang

                                                        50 Interview Wisnu Martono, former project coordinator 51 Interview Tore Wiese-Hansen, Indonor

Page 22: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 21 ‐  

lebih tinggi yaitu daya saing ekonomi. Hal ini sesuai dengan Asia-Plan dimana Norad menganggap proyek ini sebagai eksperimen lingkungan yang dalam jangka panjang akan kompetitif. Perkembangan tekhnologi ini menjadi penting dari sisi sumber daya dan lingkungan. Komitmen Norad mensyaratkan kondisi sampai sisa kontrak akan jaminan kualitas dan tingkat produksi yang memuaskan. Norad juga merekomendasikan persetujuan akhir hanya bisa diberikan jika pembeli menerima jaminan bahwa proyek benar-benar akan dapat direalisasikan52. Jalan panjang dan berliku Fakta bahwa proyek listrik tenaga ombak adalah eksperimental menjadi salah satu alasan mengapa diperlukan waktu yang begitu lama untuk menyepakati kontrak akhir. Norad merekomendasikan membagi proyek menjadi dua fase terpisah. "Fase 1" adalah studi pendahuluan dengan anggaran 2,2 juta NOK. Realisasi dari pembangkit listrik akan dilakukan pada "fase 2". Norad menganggap layak apabila studi pendahuluan akan diselesaikan tanpa adanya resiko dari sisi Indonesia, mengingat adanya faktor ketidakpastian53. Menristek dan Kepala BPPT, BJ Habibie, memberikan jaminan proyek listrik tenaga ombak diberikan prioritas tinggi di Indonesia. Tetapi agar perjanjian pinjaman kredit campuran dapat ditandatangani, proyek tersebut harus disetujui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) karena dikategorikan sebagai proyek pembangunan. Hal ini sesuai dengan peraturan OECD, dimana Norwegia salah satu diantaranya, yang menyatakan proyek yang dibiayai dengan kredit campuran harus menjadi bagian dari rencana pembangunan daerah54. Kementerian Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (EKUIN) juga harus menyetujui paket keuangan. Menurut BAPPENAS55, BAPPENAS dan EKUIN sependapat dengan Norad "fase 1" harus dilakukan tanpa resiko dari sisi Indonesia. Di Indonesia, proyek pengembangan dan semua proyek yang dibiayai dengan skema kredit campuran harus disertakan dalam Buku Biru (blue book) BAPPENAS yang disebut sebagai daftar belanja proyek untuk donor asing. Buku tersebut terdiri dari dua bagian; pertama, untuk proyek bantuan modal; kedua, untuk proyek bantuan teknis. Untuk memperoleh pembiayaan program kredit campuran, inisiatif proyek diharapkan datang dari negara tuan rumah. Tetapi untuk proyek listrik tenaga ombak, sebelum Indonor terlibat di Indonesia, tidak ada daftarnya dalam Buku Biru BAPPENAS. Belakangan masuk dalam Buku Biru setelah BAPPEN

                                                       

AS mempertimbangkan listrik tenaga ombak

 52 Tilsagn til bølgekraftprosjekt - Norad 53 Tilsagn til bølgekraftprosjekt – Norad 54 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme 55 Interview BAPPENAS, Jakarta 

Page 23: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 22 ‐  

sebagai proyek bantuan teknis, oleh karenanya tidak akan dibiayai melalui APBN. Terdapat hubungan pribadi yang erat antara staf Indonor dan pejabat tinggi di BPPT. Hubungan sangat erat dengan Wakil Ketua BPPT, MT Zen, yang telah berjalan sejak sebelum dimulainya proyek. Norad menyadari hubungan ini dan sudah mengekspresikan keprihatinan mereka pada tahun 1989 akan dampak yang mungkin terjadi bagi pengaturan kontrak56. Pada tahun 1993, tiba-tiba proyek tersebut terdaftar sebagai proyek bantuan modal dalam Buku Biru. Wakil Ketua Zen menulis surat kepada Menteri Perindustrian dan Energi Norwegia, Finn Kristensen:

Proyek telah tercantum dalam Biru Buku tahun ini dan memiliki peringkat A. Hal itu berarti proyek menempati prioritas utama. Percayalah Yang Mulia, ini semua adalah hasil perjuangan keras, lobi serta menjelaskan lagi dan lagi pada banyak orang. Akhirnya proyek tersebut sekarang diterima. Saya mohon bantuan anda untuk memperlancar dan mempercepat semua prosedur administratif di pihak anda - jika kita terlalu lamban, proyek ini akan dihapus dari Buku Biru. - Waktunya telah tiba bagi kita untuk bertindak mewujudkan ide, harapan, dan impian kita57.

Setelah kunjungan resmi Perdana Menteri Gro Harlem Brundtland ke Indonesia pada tahun 1995, kegiatan akhirnya dimulai. Perjanjian pinjaman antara Republik Indonesia dan Eksportfinans ditandatangani tanggal 19 Desember 1995. Jumlah kontrak sebesar 53,3 juta NOK. GIEK memberikan jaminan pinjaman sebesar 37,3 juta NOK. Komponen hibah sebesar 10 juta NOK digunakan untuk mengurangi tingkat bunga dari tingkat pasar yang berlaku dari 6,08% per tahun menjadi tingkat bunga bersubsidi sebesar 3,5%58. Sisanya sebesar enam juta NOK untuk biaya lokal, seperti persiapan jalan yang harus ditanggung oleh pihak Indonesia. Kontrak ini tidak hanya untuk studi pendahuluan, sebagaimana yang direncanakan sebelumnya, tetapi untuk penyerahan proyek siap pakai, yang menyiratkan proyek (tekhnologi Tapchan) harus diserahkan kepada pembeli dan siap untuk digunakan. Kegagalan – problem teknologi dan krisis keuangan mendadak "Ketika persetujuan ditandatangani dan uang telah dicairkan, kita meyakini

embeli peralatan fisik, dan untuk membangun uang akan digunakan untuk m

                                                        56 Norad’s Post Journal, dokumen internal 57Norad’s Post Journal, dokumen internal 58 Perjanjian Pinjaman, BPPT - Indonor

Page 24: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 23 ‐  

pembangkit listrik. Bukan untuk membuat lebih banyak laporan. Studi pendahuluan sudah selesai dilakukan, yang bukan bagian dari kontrak”, kata perwakilan dari departemen riset dan teknologi.59

Kontrak ini dibuat berdasarkan pra-studi Indonor dimana Indonor yang memilih Pantai Baron, berlokasi di dekat Yogyakarta di pesisir selatan Jawa, sebagai lokasi pembangkit listrik. Namun ketika konstruksi pembangkit listrik mulai berjalan, Indonor menemukan perlu ada penelitian lokasi lebih lanjut. Menurut Indonor60, arah gelombang, karena sesuatu hal, telah berubah dan ombaknya juga tidak sekuat asumsi awal, sehingga potensi output energi akan kurang dari apa yang diasumsikan. Ada juga kekhawatiran mengenai tebing dimana lokasi pembangkit listrik akan dibangun dalam kondisi rapuh dan mudah terkikis jika ada gempa bumi misalnya, jauh dari sekedar hipotesa awal di daerah ini61. Bersama faktor-faktor ini tersirat lebih banyak pekerjaan konstruksi yang diperlukan untuk lokasi yang cocok bagi teknologi Tapchan. Karena kesalahan perhitungan pertama Indonor, biaya proyek menjadi membengkak lebih tinggi secara signifikan dari estimasi awal jika didasarkan kontrak. Temuan baru ini menjadi sumber serius dari sejumlah sengketa dan memperlambat pelaksanaan proyek. Sejak awal proyek ini tidak diharapkan memiliki nilai ekonomis, sehingga untuk menyepakati siapa yang harus membayar biaya ekstra untuk proyek yang berpotensi kehilangan uang, sangatlah sulit. Banyak orang yang meragukan kalau proyek tersebut akan terwujud. ”Bahkan sebelum terjadinya krisis moneter kita mulai curiga, karena ada begitu banyak argumen ketika kami meminta pelatihan seperti yang dijanjikan dalam kontrak”, kata mantan koordinator proyek Wisnu Martono. Sebelum perjanjian baru tercapai, Krisis Asia melanda Indonesia pada tahun 1997. Pada bulan Juni di tahun tersebut, Indonesia masih berada dalam periode pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Negara memiliki surplus perdagangan besar, cadangan devisa lebih dari 20 milyar USD dan dianggap memiliki sektor perbankan yang stabil. Indonesia merupakan contoh yang bersinar dari apa yang disebut "Keajaiban Ekonomi Asia". Kehancuran datang mendadak dan Indonesia bersama Thailand dan Korea Selatan, menjadi salah satu negara yang paling terpengaruh akibat krisis. Kurs antara Rupiah Indonesia dan USD jatuh ke seperempat kurs yang ada sebelum krisis.

                                                        59 Interview dengan Andri Subandriya dan Wisnu Martono, BPPT 60 Interview dengan Tore Wiese-Hansen, Indonor  61 Ketika mengunjungi lokasi SLUG mengamati sebuah rekahan besar di tebing yang menurut nelayan setempat hal itu akibat dari gempa bumi besar tahun 2006 di wilayah tersebut

Page 25: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 24 ‐  

Pada titik ini, karena informasi tentang lokasi dan estimasi biaya yang baru, BPPT mencurigai Indonor mencari alasan keluar dari kontrak tanpa harus mengganti jumlah yang sudah dibayar. Setelah krisis, dengan anggaran baru membuat mustahil bagi Indonesia menutupi biaya tambahan yang disebabkan karena salah perhitungan. Karena tidak ada solusi yang ditemukan, para pihak setuju menunda proyek. Indonor mencoba menyebut krisis keuangan sebagai force majeure62, sementara BPPT tidak setuju keberadaan krisis dikualifikasikan sebagai force majeure63. Menurut Indonor64, sebelum krisis BPPT mengakui mereka akan menutup biaya rekayasa teknis tambahan melalui perjanjian lisan. Setelah krisis hal ini tidak memungkinkan lagi. BPPT yang seharusnya menutupi biaya lokal seperti menyiapkan jalan, harus membeli mesin dalam mata uang asing yang sekarang menjadi empat kali lebih mahal. Perselisihan berikut didasarkan pada persepsi yang berbeda dari kontrak, dan siapa yang harus membayar biaya tambahan yang timbul akibat situasi kurs mata uang baru, serta dari pekerjaan rekayasa teknik tambahan yang diperlukan sebagai akibat dari informasi baru tentang lokasi proyek65. Perjuangan meraih solusi Untuk beberapa tahun mendatang, ada banyak upaya menemukan solusi, tetapi tidak berhasil. Beberapa ahli di BPPT masih menganggap teknologi Tapchan menarik bagi Indonesia, dan melihat kemungkinan mewujudkan pembangkit listrik tenaga ombak sendiri tanpa bantuan Norwegia. Jawaban dari Indonor adalah bahwa Norwave A/S memegang hak kekayaan intelektual teknologi, meskipun salah satu alasan utama dibalik adanya Skema Kredit Campuran adalah transfer teknologi ke negara berkembang, Norwegia tidak akan membiarkan Indonesia menggunakan teknologi yang mereka sudah bayar! Indonesia sudah menyalurkan 3,5 juta USD, sehingga ketika mereka menyadari tidak ada kemungkinan mencapai kesepakatan dengan Indonor, mereka memutuskan membawa kasus ini ke pengadilan. Dalam kontrak antara BPPT dan Indonor, dinyatakan: “Setiap perselisihan antara Para Pihak, yang tidak dapat diselesaikan secara damai, harus diselesaikan melalui arbitrase yang dilakukan di Jakarta66.” Setelah memutuskan membawa kasus ini ke pengadilan arbitrase di Jakarta, BPPT segera menemukan hanya

                                                       

perusahaan swasta atau individu yang bisa

 62 Force majeure adalah klausa yang umum dalam banyak kontrak yang membebaskan kedua pihak dari kewajibannya ketika kejadian atau kondisi yang luar biasa terjadi yang berada di luar kendali para pihak yang tidak dapat diprediksi atau direncanakan, yang menghalangi salah satu atau kedua pihak untuk memenuhi kewajibannya. 63 Interview dengan Subanrdiya, Rustiono dan Ontowirjo, BPPT 64 Interview dengan Tore Wiese-Hansen 65Interview dengan Subanrdiya, Rustiono dan Ontowirjo, Martono dan Wiese-Hansen 66 Kontrak proyek

Page 26: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 25 ‐  

menuntut pihak lain melalui pengadilan arbitrase. Untuk membawa kasus ini ke pengadilan dengan cara lain akan memakan biaya yang terlalu mahal dan waktu yang terlalu lama. Sebaliknya, BPPT ingin mendapatkan sesuatu sebagai imbalan atas pengeluaran mereka, dirumuskan tiga pilihan yang mereka berikan pada Norad dan Indonor67:

1. Merealisasikan proyek 2. Menghapuskan utang 3. Membiarkan BPPT menggunakan teknologi

Pada tahun 2003, para pihak belum mencapai kesepakatan. Tiga perwakilan dari BPPT pergi ke Norwegia untuk mengadakan pertemuan dengan para mitra yang terlibat; Indonor, Eksportfinans dan Norad. Pada pertemuan tersebut mereka menunjukkan 3,5 juta USD telah dicairkan, tanpa mendapatkan imbalan apa pun, dan Indonor tidak memenuhi kewajiban mereka sesuai kontrak. Mereka juga membawa data ilmiah baru mendukung klaim BPPT bahwa proyek masih bisa melanjutkan tanpa dana tambahan terlalu banyak, karena perubahan arah ombak hanya karena faktor musiman saja. Setelah diskusi dengan Norad, mereka kembali dari kunjungannya dan merasa yakin proyek ini akan dapat terwujud, atau mereka akan memperoleh kompensasi. “Norad setuju membantu mencari solusi, tetapi hanya secara lisan, bukan dalam perjanjian tertulis”, kata Andir Subandriya dari BPPT68. Indonor sejak saat itu menyadari teknologi tersebut telah ketinggalan jaman dan terlalu mahal mewujudkan proyek tersebut. Norad, setelah berkonsultasi dengan ahli teknis, sepakat membelanjakan lebih banyak uang untuk mewujudkan proyek ini bukan solusi yang baik. Semua saran dari para ahli dengan jelas menyarankan tidak membuang uang lebih banyak lagi setelah proyek yang buruk69. Norad juga membahas kemungkinan membatalkan utang. Namun diambil kesimpulan karena adanya prinsip solidaritas kreditor70 satu negara, terikat oleh kewajiban ke Paris Club, di mana negara-negara terkaya di dunia bertemu membicarakan pengurangan utang, tidak bisa secara sepihak membatalkan utang dari suatu proyek tertentu71. Kejadian ini terjadi hanya

                                                        67 Interview dengan Wisnu Martono, BPPT, Tore Wiese-Hansen - Indonor, Morten Svelle - Norad 68 Interview dengan Andri Subandriya, BPPT 69Interview dengan Morten Svelle, Direktur Norad Asia dan kemudian direktur Seksi Pembangunan Lingkungan dan Industri 70 Interview dengan Morten Svelle, Direktur Norad Asia dan kemudian direktur Seksi Pembangunan Lingkungan dan Industri 71 Solidaritas Kreditor – Kreditor tidak boleh memakai syarat dan kondisi selain yang tercantum dalam perjanjian Paris Club. Dari http://www.giek.no

Page 27: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 26 ‐  

tiga tahun sebelum keputusan membatalkan sisa utang dari Kampanye Ekspor Kapal. Indonor membuat proposal yang memungkinkan BPPT membangun Pembangkit Listrik Tenaga Ombak Tapchan sebanyak yang diinginkan, dengan ketentuan setiap pembangkit listrik BPPT akan membayar biaya penemu kepada Mehlum's Norwave A/S. "Perhitungan kunci", dan algoritma matematis yang diperlukan mengukur kekuatan ombak, akan tetapi tidak tersedia. Proposal ini telah ditolak oleh perwakilan Indonesia72. Penanganan yang cepat Dua tahun telah berlalu, tetapi tidak terjadi apapun. Pada tahun 2005 BPPT menghubungi Norad menanyakan apakah mereka bisa memberikan konfirmasi apa yang BPPT anggap sebagai perjanjian lisan, janji bahwa salah satu dari tiga opsi yang diberikan akan diterima. Pada tahun yang sama Norad mengunjungi Pantai Baron bersama-sama dengan BPPT. Kali ini pesannya, ini bukan lagi menjadi tanggung jawab Norad karena sekarang kasusnya antara Indonor dan BPPT.73 Sebaliknya, Norad datang dengan rencana memberi satu juta USD sebagai bantuan bilateral, untuk digunakan bagi taman-energi baru di lokasi yang sama di mana pembangkit listrik tenaga ombak yang seharusnya dibangun di Pantai Baron. BPPT menafsirkan hal ini sebagai pengakuan bersalah, dan Norad membayar satu juta USD untuk memperlancar hubungan Norwegia-Indonesia. Secara resmi, Norwegia mengirim surat ke BAPPENAS menjamin hibah yang diberikan tidak ada kaitannya dengan proyek listrik tenaga ombak yang gagal.74 Dalam diskusi dengan Kedutaan Besar Norwegia di Jakarta, asumsi BPPT terbukti benar. “Ya, tidak resmi, tetapi dari sudut pandang Kedutaan, bantuan ini dipandang sebagai penanganan yang cepat”75. Kesan kedutaan, di belakang ini ada pemahaman proyek ini seharusnya tidak pernah disetujui karena sudah bisa ditebak proyek tersebut tidak akan bisa berhasil, dan hal ini seharusnya sudah diramalkan. Norad juga menegaskan hibah baru adalah pengakuan atas investasi yang gagal. Ada dua alasan di balik hibah, kata Morten Svelle, yang bertanggung jawab atas seksi pengembangan lingkungan dan industri pada saat pertemuan. Dia menjelaskan salah satu alasan di balik pemberian hibah itu untuk memberikan kompensasi kepada departemen. “Pertama, anda memiliki komponen pil gula. Kedua kita ingin mereka mendapatkan jalan

                                                        72 Interview dengan Tore Wiese-Hansen 73 Interview dengan Andri Subandriya dan Wisnu Marto o, BPPT n74 Interview dengan BAPPENAS 75 Interview dengan Kedutaan Besar Norwegia, Jakarta  

Page 28: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 27 ‐  

lain. Daripada menghabiskan uang yang lebih banyak pada teknologi usang, kami ingin mendukung teknologi energi baru”76. Opsi terakhir BPPT adalah menuntut Indonor. Namun, pada tahun berikutnya, Indonor, dengan pertimbangan ada kemungkinan mereka harus membayar kembali uang yang telah mereka menerima jika BPPT memenangkan perkara di pengadilan, akhirnya ditutup dan dilikuidasi. Apa yang telah diperoleh Indonesia? Ketika ditanya apakah proyek tersebut menghasilkan manfaat untuk Indonesia? kita mendapatkan jawaban yang hampir sama dari semua perwakilan Indonesia - departemen riset dan teknologi telah memperoleh pengetahuan tentang teknologi Tapchan, tetapi pengetahuan tersebut dibatasi hak kekayaan intelektual, sehingga tidak dapat menggunakan pengetahuan mereka. Proyek ini belum menghasilkan satu watt energi dan juga belum menyerap tenaga kerja, atau dengan cara lain belum memiliki dampak positif pada pembangunan. Indonesia masih harus membayar 2,5 juta USD untuk sebuah produk yang tidak pernah terwujud. Warisan tunggal dari proyek ini adalah tuntutan pembayaran yang kekal dari sebuah bank di Norwegia. Mantan koordinator proyek Wisnu Martonos menyimpulkan: “Kami telah memperoleh pelajaran yang berarti sebagai bangsa; bahwa kita terlalu naif. Kami terlalu banyak percaya pada orang asing 77”. Pendanaan yang tidak bertanggungjawab? Pada awal tahun 2000, evaluasi FAFO menyimpulkan proyek itu gagal: Kesulitan teknis sehubungan dengan lokasi proyek mengakibatkan proyek tersendat. Proyek ini merupakan contoh perencanaan dan evaluasi ex ante yang tidak memadai pada banyak sisi. Teknologi yang dipilih tampaknya spekulatif dan karena itu sangat tidak relevan. Proyek ini tidak berkelanjutan secara ekonomis melainkan pelaksanaan operasi yang berpotensi mengalami kerugian. […] dan, Pekerjaan terhenti ketika dua-pertiga dari pinjaman tersebut telah dibelanjakan. Pembangkit listrik ini masih belum dibangun dan saat ini menjadi subyek arbitrase. Sembilan tahun setelah evaluasi ini, penelitian SLUG menghasilkan kesimpulan yang sama. Pada sisi Norwegia maupun Indonesia terdapat banyak keraguan tentang apakah proyek ini layak membebani masyarakat Indonesia lebih lanjut. Tetapi

                                                       

karena lingkungan politik, dengan Asia-Plan

 76Interview dengan Morten Svelle, Direktur Norad Asia dan kemudian direktur Seksi Pembangunan Lingkungan dan Industri 77 Interview dengan Wisnu Martono, BPPT

Page 29: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 28 ‐  

dan kemauan politik mendukung proyek-proyek yang melibatkan teknologi lingkungan, khususnya di Asia Tenggara, lobi-lobi intensif dari para pemangku kepentingan Norwegia dan Indonesia, serta visi besar rezim Suharto untuk menjadikan kekuatan teknologi dengan mengadopsi teknologi canggih, keraguan yang sehat ini tidak dihiraukan. Teknologi, dimana Norwegia telah menghabiskan banyak biaya untuk mengembangkannya, sudah terbukti tidak kompetitif di Norwegia. Menetapkan Indonor, dan mengalokasikan dana pada anggaran bantuan untuk mengekspor teknologi ke Asia, sepertinya cara yang baik untuk mendapatkan hasil dari seluruh waktu dan uang yang telah dihabiskan untuk mengembangkan teknologi. Tidak pernah realistis meyakini proyek ini akan menguntungkan masyarakat Indonesia. Motivasi yang menentukan jelas untuk mendukung perjuangan industri Norwegia. Norad dalam satu hal telah mengambil tanggung jawab melalui pengakuan bersalah secara tidak langsung, dan melalui pemberian satu juta USD sebagai hibah. Tapi satu juta tidak cukup membayar salah satu turbin angin yang akan menjadi bagian dari proyek energi baru, yang masih dalam perencanaan78. Dan hal ini tidak setara untuk 3,5 juta USD yang harus dibayar kembali masyarakat Indonesia.

Pelanggaran kontrak?  Proyek kredit ekspor yang terlalu mahal Proyek dibiayai di bawah skema kredit campuran, dan proyek lainnya yang menerima jaminan kredit ekspor memiliki kecenderungan yang terlalu mahal. Ada beberapa alasan untuk hal ini, yang mencakup biaya administrasi1. Satu contoh adalah studi kontrak listrik di Indonesia, yang mengungkapkan bahwa sebagian besar proyek transmisi listrik yang dibiayai lembaga kredit ekspor asing memerlukan biaya rata-rata 37% lebih tinggi dibandingkan proyek yang telah mengalami tender internasional2. Hal ini sesuai dengan temuan serupa oleh Transparency International yang mengungkapkan praktek yang umum bagi nilai kontrak ECA telah membengkak antara 10% dan 20%, yang digunakan untuk memperhitungkan “komisi” yang diperlukan untuk menjamin kesepakatan3. ----- 1 FAFO 2000 Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme 2 Foreign funded power projects marked up – PLN, Jakarta Post 10/17/00 3 Frisch, Dieter “Export Credit Insurance and the Fight Against International Corruption”. Transparency International Working Paper, feb 26, 1999

                                                        78 Interview dengan Andri Subandriya, BPPT

Page 30: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 29 ‐  

Page 31: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

SEAWATCH

H Tpdekappp Pkmdpsc SsmI

 

 7

8

Pada hari yang sama saat perjanjian Indonor ditandatangani, Oceanor dan Indonesia menandatangani kontrak sebesar 105 juta NOK bagi transfer dan implementasi sistem Seawatch. Seawatch adalah sistem pemantauan lingkungan kelautan, peramalan dan informasi yang maju, yang dihasilkan oleh perusahaan Norwegia Oceanor. Norad berkontribusi dengan hibah sebesar 30 juta NOK, sementara GIEK menjamin komponen pinjaman sebesar 61,8 juta NOK. Pihak pembeli melaporkan pelatihan tidak memadai, sebagian dari hardware dan software sudah tidak dapat berfungsi sejak awal, dan Oceanor tidak menjalankan pekerjaanya sesuai dengan kontrak. Biaya pemeliharaan dan operasional ternyata jauh lebih tinggi dari yang diharapkan karena kondisi laut yang berbeda di perairan tropis. Proyek tersebut terhenti sekitar tahun 2000, dan “fase dua” proyek yang direncanakan tidak pernah dimulai. Terhitung per Desember 2008, Indonesia telah mengakumulasi utang 8,8 juta USD dari proyek ini.

arapan tinggi

idaklah sulit memberikan argumen Indonesia membutuhkan sistem emantauan lingkungan bagi perairannya. Menjadi negara maritim, terdiri ari 17.000 pulau, dengan garis pantai lebih dari 80.000 km, meliputi 1/8 dari kuator, Indonesia bertanggung jawab atas bagian utama lingkungan elautan dunia. Wilayah teritorial perairannya terdiri dari jalur kapal utama ntara Asia dan Eropa/Afrika dan Timur Tengah. Indonesia juga berada ada tahap awal menjadi bangsa penghasil minyak lepas pantai dan erairan Indonesia merupakan sumber makanan penting bagi enduduknya79.

royek Seawatch terdengar pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1991, etika Menteri Perminyakan dan Energi Norwegia, Finn Kristensen, empromosikan teknologi tersebut saat pertemuan dengan Menteri Riset an Teknologi Habibie80. Empat tahun kemudian kontrak dan perjanjian injaman ditandatangani. Nilai kontrak untuk “fase pertama” proyek ini ebesar 105 juta NOK, dimana 91,8 juta NOK digalang melalui skema kredit ampuran Norwegia, sedangkan 61,8 juta merupakan pinjaman bilateral.

eperti proyek Indonor, proses panjang akhirnya terwujud menjadi kontrak etelah kunjungan resmi Perdana Menteri Brundtland. Eksportfinans telah enyiapkan draf perjanjian pinjaman bagi Perdana Menteri untuk dibawa ke

ndonesia, mendesak Indonesia mempercepat proses, sehingga perjanjian

‐ 30 ‐ 

                                                       9 Seawatch Indonesia Final Report.1999 0 Interview dengan Tutsi, Koordinator proyek pertama Seawatch Indonesia

Page 32: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

 

bisa dibuat segera setelah kunjungan Brundtland81. Selama berpidato di Norwegia-Indonesia Business Council, Brundtland mempromosikan teknologi Seawatch: Pemerintah Norwegia telah menyiapkan dana pembangunan yang tersedia untuk pengenalan program monitoring air laut yang dikenal sebagai Seawatch Indonesia, yang akan memberikan kontribusi memperkuat pengelolaan lingkungan maritim Indonesia82.

FpLmdmasid A BptmtFk

 8

m8

C

Proyek memiliki komponen hibah lebih tinggi daripada Proyek Indonor, menerima 30 juta NOK dari anggaran bantuan NORAD. Seperti proyek Indonor, komponen hibah digunakan untuk melunakkan pinjaman dengan mengurangi tingkat bunga. Sementara komponen hibah untuk proyek Indonor digunakan untuk mengurangi bunga dari 6,8% menjadi 3,5%, hibah untuk proyek Seawatch mengurangi suku bunga dari 9,4% menjadi 3,5%. Tampaknya bank hanya mengangkat tingkat bunga awal. Apa yang tersirat dari hal ini adalah tambahan hibah tidak memberi manfaat Indonesia, tetapi digunakan untuk mensubsidi secara langsung bank swasta Norwegia, Eksportfinans.

‐ 31 ‐ 

ase pertama proyek meliputi pelaksanaan konstruksi dan penambatan 12 elampung pengamat, untuk menjangkau daerah sekitar Selat Malaka dan aut Jawa. Untuk fase proyek selanjutnya, rencananya adalah untuk enjangkau Selat Makassar dan Lombok. Para pelampung itu harus ilengkapi sensor dengan sistem transmisi data real-time untuk engumpulkan parameter tekanan udara, temperatur udara, kecepatan dan rah angin, gelombang dan arus laut, temperatur vertikal laut dan profil alinitas, saturasi oksigen, konsentrasi ganggang dan radioaktivitas . Proyek ni karenanya dikategorikan sebagai teknologi lingkungan, sangat cocok engan prioritas politik pada saat Asia-Plan.

pa yang terjadi?

erbeda dengan proyek Indonor, sebenarnya ada beberapa bukti fisik dari royek Seawatch. Pada tahun 1996, sepuluh dari dua belas pelampung elah ditambatkan dan dilakukan proses pemasangan. Namun, hal ini juga erupakan cerita lain dari perencanaan yang tidak memadai, teknologi yang

idak sesuai dan kepentingan bisnis Norwegia. Pada tahun 2000, ketika AFO melakukan evaluasi proyek, sebagian besar pelampung telah diambil e darat dan sejak saat itu belum operasional.

                                                       1 NorWatch 15.01.1999 Forskere hardt ut mot Seawatch i Indonesia og Thailand: -Alvorlig angel på kompetanse

2 Gro Harlem Brundtland’s Address At The Inauguration of the Norway – Indonesia Business ouncil, Jakarta 18. September 1995 

Page 33: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 32 ‐  

14 tahun setelah kunjungan Brundtland, dan sembilan tahun setelah evaluasi FAFO, proyek telah terbukti mengalami kegagalan total. Saat ini, semua pelampung tidak dapat beroperasi, dan fase berikutnya dari proyek ini tidak pernah dimulai. Seorang pakar Norad ditanya pendapatnya mengenai proyek dalam artikel Ny Tid pada tahun 2005, menyebut proyek tersebut sebagai “proyek terbodoh dari semua proyek pembangunan”.83 Menurut Heru Subagio, yang bertanggung jawab untuk penyebaran dan pemeliharaan pelampung, pelampung itu cacat sejak dari awal. “Ada kesalahan pada semua sensornya. Seluruh dua belas sensor optik, dan seluruh dua belas sensor radioaktivitas, cacat dan selanjutnya dikirim kembali ke Norwegia untuk diperbaiki, tapi kami tidak pernah mendapatkannya kembali dari Oceanor”84. Selain ini, bagian dari hardware yang pada awalnya berfungsi, pengoperasiannya ternyata lebih problematis daripada yang diantisipasi. Menurut Agus Setiawan, yang merupakan koordinator proyek, pelampung tidak dirancang untuk kondisi laut tropis, dan akibatnya pemeliharaan pelampung menjadi sangat mahal. BPPT bertanggung jawab dalam pemeliharaan sehari-hari, dan mereka diberitahu pemeliharaan nyaris tidak diperlukan. Dalam pemaparan materi promosi dikatakan Pelampung Seawatch dapat beroperasi pada kondisi buruk selama berbulan-bulan tanpa pemeliharaan.85 Tetapi tingginya kepadatan plankton di perairan Indonesia menutupi sensor, sehingga diperlukan untuk membersihkannya setiap dua minggu. Ada juga beberapa tindak vandalisme dari nelayan lokal, yang tidak diprediksi sebelumnya. Dalam laporan akhir proyek, dinyatakan: Sehubungan dengan sistem pelampung SEAWATCH, karena kondisi yang berbeda antara sifat perairan tropis dan sub-tropis, terdapat masalah dengan tingkat pertumbuhan bio fouling dalam perairan tropis yang lebih cepat dibandingkan pada perairan sub-tropis, sehingga periode umur pelampung menjadi lebih singkat. Kondisi ini akhirnya membuat biaya total pemeliharaan meningkat setiap tahunnya.86

Koordinator proyek Indonesia menjelaskan, BPPT tidak memiliki anggaran yang longgar: setiap kali mereka membutuhkan uang untuk pemeliharaan, atau telah ada tindak vandalisme, mereka harus mengajukan pendanaan tambahan. Hal ini merupakan contoh tidak memadainya perencanaan dan kurangnya pengetahuan tentang kondisi lokal. Karena Oceanor memprediksi biaya pemeliharaan yang rendah, proyek memiliki masalah keuangan sejak awal.

                                                        83 Norsk miljøteknologi feid på land, Ny Tid 14.01.2005 84 Interview dengan Heru Subagio, BPPT 85 Seawatch Indonesia homepage: http://seawatch.50megs.com/index.html86 Seawatch Indonesia Final Report 1999

Page 34: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 33 ‐  

Proyek kredit ekspor yang terlalu mahal Pada pos-pos lainnya, Oceanor tidak bertindak sesuai aturan. BPPT menunjukkan beberapa pos dalam kontrak di mana Oceanor belum menyerahkan menurut kewajiban mereka. Dalam anggaran (dimana kontrak didasarkan pada), ditentukan sejumlah ahli diharapkan untuk datang, bekerja dan tinggal di Indonesia, dan menjadi mitra dalam proyek. Menurut Setiawan dan Subagio yang bekerja di proyek, pihak Norwegia tidak memenuhi bagian dari kontrak ini. Hal ini juga dikonfirmasi oleh evaluasi internal pemerintah, yang dilakukan pada semua proyek pemerintah. Kenyataannya, mereka hanya instruktur yang tinggal dalam periode waktu yang sangat terbatas, biasanya sekitar sepuluh hari dan mereka cepat kembali ke Norwegia. Beberapa dari mereka bahkan tidak pernah datang ke Indonesia.87 Sebanyak 21 posisi yang berbeda ditentukan berdasarkan “tim internasional”. Setiap individu yang menempati posisi ini seharusnya tinggal selama beberapa periode waktu yang berbeda, mulai dari empat sampai 24 bulan. Biaya total yang diperlukan untuk mempekerjakan tim ini dialokasikan hingga lebih dari 16 juta NOK. Sebagai contoh, menurut kontrak, Oceanor harus mengirimkan dua orang, analis software dan analis data, keduanya akan tinggal di lokasi proyek selama empat bulan. Namun mereka hanya tinggal selama dua minggu. Pelatihan untuk mengoperasikan software tidak memadai. BPPT menginformasikan Oceanor bahwa, menurut kontrak, mereka harus mengirimkan dua tenaga ahli yang bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan. Oceanor mengirim satu orang sebagai respon terhadap permintaan BPPT. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang fisika dan tidak memiliki kompetensi yang memadai tentang bagaimana mengoperasikan software tersebut88. Salah satu program yang termasuk dalam proyek tersebut adalah HIRLAM, sistem peramalan prakiraan cuaca numerik. Dalam anggaran, harga pengiriman dan pelatihan dari software ini diperkirakan sebesar 4,5 juta NOK. BPPT menjelaskan bahwa mereka kemudian menemukan HIRLAM adalah sebuah program open source, tersedia secara gratis di internet89. Namun hal ini belum dikonfirmasi jika program ini sebenarnya tersedia secara gratis. Oceanor menandatangani perjanjian-kerja sama dengan Institut Metrologi di Universit

                                                       

as Oslo pada tahun 1996, untuk melatih dua

 87 Interview dengan Agus Setiawan dan Heru Subagio, BPPT 88 Interview dengan Agus Setiawan, BPPT 89 Interview dengan Agus Setiawan, BPPT

Page 35: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 34 ‐  

orang dari Indonesia mempelajari cara mengoperasikan program HIRLAM. Menurut staf di Institut, HIRLAM adalah sistem pemodelan yang sangat canggih yang memerlukan personil yang berkualitas tinggi untuk mengoperasikannya. Adalah tidak realistis berpikir bahwa mitra Indonesia dapat mengambil manfaat dari program ini hanya dengan jumlah pelatihan yang terbatas. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia, salah satu staf mereka berpartisipasi dalam pelatihan HIRLAM di Oslo pada tahun 1998, tetapi pelatihan tersebut tidak mencukupi90. Menurut BPPT91, pelatihan yang diterima pihak Indonesia tidak sejalan dengan jumlah tinggi dalam kontrak yang diperuntukkan bagi pelaksanaan HIRLAM. Proyek Seawatch mencoba menggunakan program HIRLAM, tapi tidak memiliki input data yang diperlukan untuk memperoleh data yang signifikan. Setelah tahun 1999, HIRLAM tidak digunakan sama sekali. Selanjutnya, BPPT menunjukkan daftar panjang dari alasan mengapa proyek ini tidak pernah berhasil dalam “Laporan Akhir Seawatch Indonesia” (1999). Disimpulkan, Indonesia tidak memiliki sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan input data yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dapat diperoleh dari proyek. Selain itu, data yang dihasilkan sangat terbatas, terutama karena alasan-alasan seperti yang sudah disebutkan seperti kondisi laut yang berbeda dari Norwegia, bug dalam software dan hardware yang cacat. Begitu juga diperlukan sumberdaya manusia yang lebih berpengalaman dan terampil. Anggota tim tidak memiliki keterampilan yang mencukupi dalam penguasaan hardware maupun software. Pelatihan tidak dilakukan sesuai dengan kontrak, baik tentang jumlah ahli dari Norwegia maupun pelatihan bagi staf Indonesia. Pendanaan yang tidak bertanggungjawab? Adalah tidak realistis mengharapkan proyek ini menguntungkan masyarakat Indonesia. Mantan koordinator proyek Seawatch Indonesia telah memahami dengan jelas peran Oceanor dalam proyek ini: “mereka telah mengeksploitasi pengetahuan kita yang terbatas pada teknologi mereka. Oceanor sengaja merahasiakan hal-hal tertentu untuk meminimalkan biaya, dibandingkan dengan pos-pos yang tertera dalam kontrak, untuk meningkatkan profit perusahaan92”. Oceanor, yang saat ini merupakan bagian dari perusahaan multinasional Fugro, telah menerima pend

                                                       

anaan publik dalam jumlah yang besar untuk

 90 Interview Prabowo Sugarin, BMKG 91 Interview Agus Setiawan and Heru Subagio, BPPT 92 Interview dengan Agus Setiawan

Page 36: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 35 ‐  

mengembangkan teknologi Seawatch, tetapi masih memiliki defisit anggaran yang besar setiap tahunnya sebelum perjanjian dengan Indonesia ditandatangani93. Inisiatif untuk mendanai proyek di Indonesia tidak berasal dari Indonesia, tetapi dari Norwegia. Dukungan terhadap industri ekspor Norwegia, bukan pembangunan Indonesia, adalah tujuan awal dibalik pemberian subsidi proyek Seawatch. Teknologi ini dengan sendirinya tidak relevan bagi Indonesia. Untuk mendapatkan keuntungan dari teknologi yang sangat maju ini, seharusnya menjadi bagian yang terintegrasi dari lembaga-lembaga yang ada, dengan kompetensi dan sumberdaya keuangan, untuk menindaklanjuti kegiatan. Sumber anonim dari Norad mengaku pada NorWatch bahwa seksi ahli Norad menentang Norad memberikan dukungan keuangan bagi proyek ini, dengan menyatakan “seharusnya sudah jelas Indonesia tidak memiliki dasar kelembagaan yang diperlukan untuk menggunakan teknologi ini dalam cara yang berarti”94. Dia menyebut proyek tersebut "percobaan terhadap uang bantuan; proyek yang sama sekali tidak memberikan efek pengembangan pada negara”95. Untuk mengekspor teknologi yang sangat maju ini ke negara berkembang, tanpa kompetensi yang sudah ada tentang cara mengoperasikannya, dan bergantung pada dana anggaran yang memadai setiap tahun, dan dikategorikan sebagai proyek pengembangan, adalah sangat naif. Republik Indonesia memiliki tanggungjawab tidak membeli teknologi ini jika mereka tahu bahwa negaranya tidak memiliki prasyarat untuk mendapatkan manfaat dari teknologi ini. Tapi dalam kontrak itu tertera dengan jelas Indonesia membeli proyek siap pakai, yang mencakup semua yang diperlukan, termasuk pelatihan. Ketika membayar proyek tersebut, mereka berharap dapat menerima paket secara penuh, dan dapat mengoperasikannya ketika proyek ini direalisasikan. Indonesia belum menerima hasil dari apa yang mereka bayar. Selain itu, proyek ini memiliki biaya operasional dan pemeliharaan yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari yang diantisipasi ketika Indonesia menyetujui menerima proyek tersebut. Peningkatan yang luar biasa dari biaya pemeliharaan mendatangkan kejutan yang membahayakan kelangsungan proyek secara keseluruhan. BPPT dijanjikan sistem itu “dapat beroperasi

                                                       

pada kondisi buruk selama berbulan-bulan

 93Norwatch: Ministry of Foreign Affairs order to NORAD: - Seawatch-India must be supported!: http://www.norwatch.no/199706151011/english/archives/ministry-of-foreign-affairs-order-to-Norad-seawatch-india-must-be-supported.html 94 NorWatch. Oceanor received NORAD aid despite expert warning - Scandalous export of technology to Indonesia 15.10.1996: http://www.norwatch.no/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=986&itemid=79 95 NorWatch. Oceanor received NORAD aid despite expert warning - Scandalous export of technology to Indonesia 15.10.1996: http://www.norwatch.no/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=986&itemid=79

Page 37: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 36 ‐  

tanpa pemeliharaan”96, sehingga tidak beralasan berharap bahwa hal ini seharusnya sudah diperhitungkan oleh BPPT. Saat ini (2008), pemerintah baru Indonesia harus mengalokasikan uang secara langsung dari anggaran negara untuk membayar tunggakan utang sebesar 8,8 juta USD. KESIMPULAN Utang dari kampanye ekspor kapal dibatalkan karena proyek pembangunan gagal. Motivasi utama di belakang proyek ini untuk mendukung industri perkapalan Norwegia. Keputusan pemerintah Norwegia mengakui tanggung jawab bersamanya sehingga membatalkan sisa utang didasarkan pada kurang memadainya analisis terhadap kebutuhan dan penilaian resiko. Diakui bahwa kampanye mewakili kegagalan kebijakan pembangunan, dan Norwegia, sebagai kreditor, memiliki tanggung jawab bersama atas utang yang menyertainya.97

Baik proyek listrik tenaga ombak maupun proyek Seawatch tidak memiliki dampak perkembangan yang positif bagi masyarakat. Proyek-proyek tersebut beresiko tinggi, proyek eksperimental. Proyek tersebut tidak dimulai secara lokal dan tidak sebagaimana yang digariskan oleh pedoman OECD98, mula-mula dipadukan dalam rencana pembangunan daerah, Buku Biru Indonesia. Tidak ada satupun kontrak yang diperoleh melalui tender internasional. Jelas sekali bahwa proyek-proyek ini merupakan kebijakan pembangunan yang gagal, dan Norwegia harus mengakui tanggung jawab kreditor atas utang tersebut. Selain itu, pinjaman tersebut diberikan kepada rezim yang sangat menindas, dan salah satu rezim yang paling korup dalam sejarah. Pinjaman tersebut tidak menguntungkan rakyat, dan rakyat tidak memberikan persetujuannya terhadap pinjaman. Hal ini cukup beralasan untuk mengharapkan bahwa kreditor menyadari hal ini selama periode proyek. Oleh karena itu utang ini tidak sah, dan tidak masuk akal mengharapkan rakyat Indonesia untuk melunasi utangnya. Norwegia harus mengambil tanggung jawab sebagai pemberi pinjaman dan membatalkan sisa utang 11,3 juta USD dari kedua proyek tersebut99. Kedua kasus tersebut hanyalah contoh yang dengan jelas menggambarkan ada kebutuhan mendesak untuk segera melakukan peninjauan menyeluruh dari semua portofolio pinjama

                                                       n Norwegia melalui audit utang. Audit dari lima

 96 Seawatch Indonesia homepage: http://seawatch.50megs.com/index.html, dan interview dengan Agus Setiawan 97 Press release by Norwegian Ministry of Foreign Affairs, Sletting av gjeld fra den norske skipseksportkampanjen, 2nd of October 2006, and Vedlegg til Pressemelding 98 NOU 1995:5 – Norsk sør-politikk for en verden i endring 99 Pada saat penulisan, jumlahnya sebesar 66 juta NOK

Page 38: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 37 ‐  

proyek lainnya yang merupakan paket Kredit Campuran ke Indonesia, dengan jumlah total kredit sebesar sekitar 100 juta USD, akan menjadi titik awal yang baik. Jumlah ini hanya merupakan persentase yang minimal dari total utang luar negeri Indonesia, tetapi jika Norwegia mengakui tanggung jawab kreditor, hal ini akan mengirim sinyal yang kuat kepada para kreditor lainnya bahwa mereka juga harus melakukan audit utang terhadap klaim mereka atas tunggakan utang Indonesia. Laporan ini juga menunjukkan mekanisme industri Norwegia, seperti pemberian jaminan kredit ekspor untuk mendukung industri Norwegia, mungkin mengakibatkan akumulasi utang negara berkembang, tanpa harus menjadi koheren dengan tujuan kebijakan lain dari pemerintah Norwegia, seperti pengentasan kemiskinan dan pembangunan yang berkelanjutan . SLUG merekomendasikan pedoman tambahan harus disertakan dalam instruksi GIEK untuk memastikan bahwa proyek-proyek yang didukung harus konsisten dengan tujuan kebijakan lainnya, dan jangan menjadi penghalang bagi upaya pengentasan kemiskinan di negara penerima.

Page 39: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 38 ‐  

Referensi Aas-Hansen, J & T. G. Hugo, 2008. Etikk på kreditt, SLUG Abildsnes, K. 2007. Why Norway took Creditor Responsibility – the case of the Ship Export Campaign. SLUG Afrodad 2007. The Case of Illegitimate Debt in Indonesia Brynildsen, Ø. S. 2009. Borrow My Pension, SLUG “Country Experiences of Indonesia on External Debt Management”, presented by Director of International Affairs, Bank of Indonesia, at the Regional Workshop on Capacity-building for External Debt Management in the Era of Rapid Globalization, Bangkok, 6-7 July 2004 Departemen Keuangan Republik Indonesia 2008. Complete Debt Registration Directorate General of Debt Management Office, Ministry of Finance of the Republic of Indonesia – Central Government Debt Quarter I 2009 Elson, R. 2001. Suharto: A Political Biography, Cambridge University Press Eurodad, 2009 Debt in the Downturn Eurodad’s Charter on Responsible Financing: http://www.eurodad.org/whatsnew/reports.aspx?id=2060 FAFO 2000. Evaluation of the Norwegian Mixed Credit Programme Frisch, D. 1999. Export Credit Insurance and the Fight Against International Corruption. Transparency International Working Paper, Feb 26, 1999 Hertz, N. 2005. Gjeldens Historie. Cappelen Jakarta Post 10.17.2000. Foreign funded power projects marked up Jardine, M. 1999 East Timor: Genocide in Paradise – Introduction by Noam Chomsky. Odonian Press Knudsen, G. Regjeringens Asiaplan, main speech under the Norwegian governments Asia-seminar, 28.06.1995 Ministry of Foreign Affairs, Press release 2nd of October 2006. Sletting av gjeld fra den norske skipseksportkampanjen & Vedlegg til Pressemelding NorWatch 15.10.1996. Oceanor received NORAD aid despite expert warning - Scandalous export of technology to Indonesia Norwatch 15.06.1997. Ministry of Foreign Affairs order to NORAD: - Seawatch-India must be supported!

Page 40: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 39 ‐  

NorWatch 15.01.1999. Forskere hardt ut mot Seawatch i Indonesia og Thailand: -Alvorlig mangel på kompetanse Norwegian State Budget 2010 NOU 1995:5 – Norsk sør-politikk for en verden i endring NOU 1996:23 Konkurranse, kompetanse og miljø. Næringspolitiske hovedstrategier NOU 2008:14 – Samstemt for utvikling? Offshore Magazine, 1.nov 1995: Norway in Indonesia Energy ministers open dialogue on Norwegian involvement in Indonesia Politisk plattform for flertallsregjeringen, 2009-2013. Arbeiderpartiet, Sosialistisk Venstreparti og Senterpartiet, 2009 – own translation Seawatch Indonesia Final Report.1999 SLUG & Jubilee Debt Campaign, 2008. Slett ikke ferdig – Ti år med gjeld på dagsorden Transparency International Global Corruption Report 2004 UNDP’s Human Development Index United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 2007. Discussion Papers No. 185. The Concept of Odious Debt In Public International Law World Bank 2006. Making the New Indonesia Work for the Poor. World Bank 2007. The concept of Odious Debt: Some Considerations www.eca-watch.org www.giek.no

Page 41: Riset INFID - SLUG : Utang Indonesia pada Norwegia

‐ 40 ‐